pemboikotan - tarbawiyah.files.wordpress.com fileyang sudah beriman—selain abu lahab, tetap...
Post on 15-May-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Page 1 of 18
PEMBOIKOTAN
Cara-cara halus dan kasar telah dilakukan kaum musyrikin Quraisy untuk menghambat
dakwah Islam; namun semuanya selalu kandas. Cahaya Islam terus memancar. Hal ini
membuat mereka semakin risau dan murka. Terlebih lagi, Bani Hasyim dan Bani ‗Abdul
Muththalib bersikeras untuk melindungi Nabi shallallahu „alaihi wasallam apapun resikonya.
Kaum Quraisy kemudian berkumpul di kampung Bani Kinanah yang terletak di lembah al-
Mahshib untuk membuat kesepakatan berisi tekanan kepada Bani Hasyim dan Bani al-
Muththalib. Mereka bersepakat untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib,
tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun
berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah shallallahu „alaihi
wasallam untuk dibunuh. Kesepakatan itu ditulis oleh Baghidl bin ‗Amir bin Hasyim di atas
sebuah shahifah yang kemudian digantungkan di dinding Ka‘bah.
Mengetahui hal itu, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib—baik yang masih kafir maupun
yang sudah beriman—selain Abu Lahab, tetap bersikukuh untuk melindungi
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam. Mereka akhirnya tertahan di kediaman Abu Thalib
pada malam bulan Muharram tahun ke-7 dari bi‘tsah (diutusnya beliau sebagai Rasul)
sedangkan riwayat yang lain menyebutkan selain tanggal tersebut.
Sesuai kesepakatan pemboikotan itu, maka kaum musyrikin selalu berupaya menahan
makanan agar tidak sampai kepada Bani Hâsyim dan Bani al-Muththalib sehingga kondisi
mereka semakin payah. Mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit atau memakan
makanan yang didatangkan secara sembunyi-sembunyi. Merekapun tidak keluar rumah untuk
membeli keperluan keseharian kecuali pada al-Asyhur al-Hurum (bulan-bulan yang
diharamkan berperang). Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Mekkah
akan tetapi penduduk Mekkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali
lipat agar mereka tidak mampu membelinya.
Selama masa pemboikotan, Abu Thalib merasa khawatir atas keselamatan
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam. Untuk itu, dia biasanya memerintahkan beliau untuk
berbaring di tempat tidurnya bila orang-orang beranjak ke tempat tidur mereka. Dan
manakala orang-orang sudah benar-benar tidur, dia memerintahkan salah satu dari putera-
putera, saudara-saudara atau keponakan-keponakannya untuk tidur di tempat tidur
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam, sementara beliau diperintahkan untuk tidur di
tempat tidur mereka.
Pada masa itu, Rasulullah shallallahu ‗alaihi wasallam dan kaum muslimin tetap keluar pada
musim haji, menjumpai manusia dan mengajak mereka kepada Islam.
Pemboikotan tersebut berlangsung selama dua atau tiga tahun penuh. Barulah pada bulan
Muharram tahun ke-10 dari kenabian terjadi pembatalan terhadap shahifah dan perobekan
perjanjian tersebut. Hal ini dilakukan karena tidak semua kaum Quraisy menyetujui
perjanjian tersebut. Diantara tokoh yang kontra terhadap kesepakatan itu adalah Hisyam bin
‗Amru dari suku Bani ‗Amir bin Lu-ay. Dialah yang secara sembunyi-sembunyi sering
menyuplai bahan makanan kepada Bani Hasyim.
Page 2 of 18
Suatu saat Hisyam menemui Zuhair bin Abi Umayyah al-Makhzumiy yang merupakan anak
dari ‗Atikah binti ‗Abdul Muththalib, untuk mengajaknya melakukan upaya pembatalan
pemboikotan. Ditemuinya pula Muth‘im bin ‗Adiy yang menyepakati pula hal itu, namun ia
meminta tambahan orang, maka Hisyam menemui Abu al-Bukhturiy bin Hisyam. Ia pun
meminta tambahan orang, maka Hisyam menemui Zam‘ah bin al-Aswad bin al-Muththalib
bin Asad dan mengajaknya pula untuk melakukan pembatalan pemboikotan. Mereka semua
kemudian bersepakat untuk berkumpul esok hari di pintu Hujun dan berjanji akan melakukan
pembatalan terhadap shahifah.
Ketika paginya, mereka pergi ke tempat perkumpulan. Zuhair datang dengan mengenakan
pakaian kebesaran lalu mengelilingi ka‘bah tujuh kali kemudian menghadap ke khalayak
seraya berkata: ―Wahai penduduk Mekkah! Apakah kita tega bisa menikmati makanan dan
memakai pakaian sementara Bani Hasyim binasa; tidak ada yang sudi menjual kepada
mereka dan tidak ada yang membeli dari mereka? Demi Allah! aku tidak akan duduk hingga
shahifah yang telah memutuskan rahim dan zhalim ini dirobek!‖.
Abu Jahal yang berada di pojok masjid menyahut: ―Demi Allah! engkau telah berbohong!
Jangan lakukan itu!‖.
Lalu Zam‘ah bin al-Aswad memotongnya: ‖Demi Allah! justru engkaulah yang paling
pembohong! Kami tidak pernah rela menulisnya ketika ditulis waktu itu‖.
Setelah itu, Abu al-Bukhturiy menimpali: ―Benar apa yang dikatakan Zam‘ah ini, kami tidak
pernah rela terhadap apa yang telah ditulis dan tidak pernah menyetujuinya‖.
Berikutnya, giliran al-Muth‘im yang menambahkan: ―Mereka berdua ini memang benar dan
sungguh orang yang mengatakan selain itulah yang berbohong. Kami berlepas diri kepada
Allah dari shahifah tersebut dan apa yang ditulis didalamnya‖.
Hal ini juga diikuti oleh Hisyam bin ‗Amru yang menimpali seperti itu pula.
Abu Jahal kemudian berkata dengan kesal: ‖Urusan ini telah diputuskan di tempat selain ini
pada malam dimusyawarahkannya saat itu!‖.
Saat itu Abu Thalib tengah duduk di sudut Masjidil Haram. Dia datang ke tempat itu atas
dasar pemberitahuan Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam kepadanya bahwa
Allah Ta‟ala telah mengirim rayap-rayap untuk memakan semua tulisan shahifah yang berisi
pemboikotan kecuali tulisan nama Allah Ta‘ala di dalamnya. Abu Thâlib datang kepada
kaum Quraisy dan memberitahukan hal ini. Dia berkata: ―Ini untuk membuktikan apakah dia
berbohong sehingga kami akan membiarkan kalian untuk menyelesaikan urusan dengannya,
demikian pula sebaliknya, jika dia benar maka kalian harus membatalkan pemutusan rahim
dan kezhaliman terhadap kami‖.
Orang-orang Quraisy berkata kepadanya: ―Kalau begitu, engkau telah berbuat benar‖.
Setelah itu berdirilah al-Muth‘im bin Adiy menuju shahifah untuk merobeknya. Ternyata dia
menemukan rayap-rayap telah memakannya kecuali tulisan ―Bismikallah‖ (dengan namaMu
Page 3 of 18
ya Allah) dan tulisan yang ada nama Allah di dalamnya dimana rayap-rayap tersebut tidak
memakannya.
Sungguh, kaum musyrikun telah melihat tanda yang agung sebagai bagian dari tanda-tanda
kenabian beliau shallallahu ‗alaihi wasallam, akan tetapi mereka tetaplah sebagai yang
difirmankan oleh Allah: “Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda
(mu‟jizat), mereka berpaling dan berkata:”(Ini adalah) sihir yang terus menerus”. (Q.S.
54/al-Qamar:2). Mereka telah berpaling dari tanda ini dan bertambahlah mereka dari
kekufuran ke kekufuran yang lebih lagi.
Ibrah:
1. Allah Ta‟ala akan selalu menguji kesabaran dan daya tahan hamba-hamba-Nya di
medan perjuangan. Sehingga mereka semakin kuat dan lebih tangguh.
2. Diperbolehkannya memanfaatkan perlindungan non muslim yang tidak memusuhi
dakwah dan memanfaatkan semangat kesukuan mereka untuk menjauhkan rintangan
yang menghalangi jalan dakwah.
3. Setiap muslim harus selalu menanamkan tsiqah (kepercayaan) yang utuh kepada
Allah Ta‟ala. Pertolongan-Nya pasti datang jika sifat-sifat kelayakan untuk
mendapatkan pertolongan itu telah terpenuhi. Allah Ta‟ala berkuasa menggerakkan
hati siapapun untuk menjaga kaum muslimin. Dia pun memiliki junud (pasukan),
yang tidak diketahui dan disadari oleh siapa pun yang bekerja untuk membantu kaum
muslimin, seperti yang dilakukan rayap terhadap shahifah pemboikotan.
4. Secara tersirat, lintasan sirah ini menggambarkan bahwa ahlul batil harus dihadapi
dengan argumentasi dan bukti, tidak boleh menyikapi siksaan dengan siksaan, makian
dengan makian.
Wallahu A‘lam.
Page 4 of 18
KAIDAH 3: PAHALA DIDAPAT KARENA MELAKSANAKAN DAKWAH,
BUKAN TERGANTUNG KEPADA PENERIMAANNYA
“ ألاجس لع بمجسد الدعىة وال خىكف على الاطخجابت ”
“Pahala didapat karena melaksanakan dakwah, bukan tergantung kepada penerimaannya”
Kaidah ini meluruskan pemahaman yang sering disalahartikan oleh banyak orang, bahwa
pahala haruslah berbanding lurus dengan hasil yang didapat secara zahir, sehingga
penilaiannya dapat dihitung secara matematis seperti umumnya pekerjaan duniawi. Apabila
cara pandang seperti ini yang dijadikan acuan, maka para nabi bisa dikategorikan gagal dalam
mengembankan amanah dakwah, karena dakwah mereka hanya menghasilkan pengikut yang
jumlahnya sedikit.
Kita bisa mengambil contoh kisah Nuh „alaihis salam yang mendakwahi kaumnya siang dan
malam hingga memakan waktu beratus-ratus tahun lamanya. Allah Ta‟ala berfirman dalam
Al Quran,
ان و ىف
هم الط
رخ
أمظين عاما ف
خ
ا طىت إال
ف
ل فيهم أ
بث
لىمه ف
ى ك
ىحا إل
ىا ه
زطل
د أ
لىن ول
اهم
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut: 14)
Inti dari ayat ini sebagaimana yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
nabi Nuh „alaihis salam mendakwahi kaumnya untuk beriman kepada Allah Ta‟ala selama
seribu kurang lima puluh tahun (950 tahun) lamanya, dan dalam kurun waktu itu, nabi
Nuh „alaihis salam hanya mendapatkan sedikit sekali pengikut, dan itu termaktub di dalam
Al Quran,
من ط حتا ا
إالهل
ىين وأ
ل شوجين از
ىا احمل فيها من و
لىز ك ى از الخا
ا وف
مسه
ا جاء أ
ومن ى إذ ى
ليه ال
بم عل
ليل ك
ا آمن وما آمن معه إال
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman:
„Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan
betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan
(muatkan pula) orang-orang yang beriman.‟ dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu
kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)
Perhatikan akhir dari ayat di atas secara seksama, bagaimana Allah menjelaskan, “dan tidak
beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit” (QS. Huud: 40), kalau kemudian takaran
kesuksesan dakwah diukur dari kuantitas hasil, maka pastilah Nabi Nuh „alaihis salam telah
gagal mengemban misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para Nabi dan
Rasul merupakan hamba pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi Allah Ta‟ala.
Page 5 of 18
Jumlah pengikut yang sedikit juga didapat oleh para nabi lainnya. Ketika pada hari kiamat
nanti, para Nabi dan Rasul dikumpulkan dan mereka datang dengan umatnya masing-masing,
dari mereka ada yang membawa satu, dua, tiga, bahkan ada yang sama sekali tidak membawa
pengikut seorangpun.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda,
بيا و جالن، والىا جل والسا بيا ومعه السا والىاهيط بيا ومعه الس ذ الىا سأ
يع عسضذ عليا ألامم، ف
معه أحد ل
―Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang nabi bersama satu golongan
kecil, seorang nabi bersama satu atau dua orang, dan seorang nabi yang tidak mempunyai
pengikut.‖ (Muttafaq ‗Alaih)
Oleh karena itulah Allah Ta‟ala kemudian mengarahkan kepada Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam agar setelah berdakwah secara optimal, janganlah sekali-kali menakar
kesuksesannya melalui jumlah yang didapat. Allah Ta‟ala sendiri telah berfirman,
يه ىان عل
زطل
ما أ
عسضىا ف
ئن أ
ف
غ
بال
ال
ا إال ي
ا إن عل
م حفيظ
“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi
mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).” (QS. As-Syura‘ :48)
Dan dalam ayat lainnya,
بين ا
غ
بال
ال
اطل إال ى الس
هل عل
ف
“Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah)
dengan terang.” (QS. An nahl :35)
Dan dalam ayat,
بين ا
غ
بال
ال
ا إال طى ى السا
وما عل
“Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang.” (An nur: 54)
Adapun terkait dengan hal hidayah, sesungguhnya itu semua adalah urusan Allah untuk
memberikannya.
هخدن م با
عل
اء وهى أ
ش يهدي من
اىنا الل
حببذ ول
تهدي من أ
ال إها
Page 6 of 18
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash: 56)
Oleh karenanya, barang siapa yang memahami kaidah ini secara baik, maka ia akan
berdakwah tanpa beban, tidak merasa kecewa ataupun stress hanya dikarenakan dakwah yang
siang malam ia lakukan berakhir dengan penolakan dan jumlah pengikut yang sedikit.
Allah Ta‟ala melalui firman-firman-Nya kerap menghibur Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam dalam hal ini, karena tidaklah Allah Ta‟ala memberi sebuah tanggungjawab,
melainkan sesuai dengan kadar kemampuan yang telah Allah Ta‟ala berikan kepada beliau.
Allah Ta‟ala berfirman,
اء ش يهدي من
اىنا الل
هداهم ول ي
يع عل
ل
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al Baqarah: 272)
يهم حظساث عل فظ
هب ه
ر ج
ال
ف
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (QS. Faathir: 8)
ا
باللا
سون واصبر وما صبرن إالمى ا ي ضيم مما
ج
يهم وال
صن عل ج
وال
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan
janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (QS. An Nahl :
127)
Ayat-ayat di atas menjadi hiburan tersendiri bagi Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,
menghilangkan kesedihannya selama ini, dikarenakan kesungguhan beliau dalam berdakwah
untuk menuntun kaumnya beriman kepada Allah Ta‟ala ditanggapi dengan sikap ―buta dan
tuli.‖
Para da‘i pada hakekatnya adalah mereka yang memiliki hati-hati yang lembut, penuh cinta,
perasa sehingga itu semua menjadi tenaga bagi mereka dalam menunaikan dakwah. Ia merasa
sedih ketika melihat hamba Allah Ta‟ala yang lebih memilih berada dalam kesesatannya,
mengabaikan ajakan kebaikan yang selama ini ia serukan. Kesedihan seperti ini pulalah yang
dirasakan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ketika melihat kaumnya, maka
Allah Ta‟ala kemudian berfirman,
طفاحدث أ
ا ال
ر مىىا به
ؤ م
ازهم إن ل
ى آز
عل فظ
باخع ه
اعل
ل ف
Page 7 of 18
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah
mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).” (QS.
Al Kahfi: 6)
Dengan kata lain, ayat ini menanyakan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam, apakah dengan kehancuran kaum yang tidak mau diajak beriman itu, telah
membuatnya menjadi putus asa dan merasa kasihan karena pengingkaran mereka terhadap Al
Quran?
Imam Qatadah, sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Tafsir Ibn Katsir menjelaskan ayat
ini: “Seolah-olah engkau ingin bunuh diri sebagai ekspresi kemarahan dan kesedihan
terhadap perilaku mereka.” Sedangkan Mujahid mengatakan, sebuah kegelisahan, dan
artinya tak jauh beda yakni jangan bersedih atas mereka, namun teruslah sampaikan risalah
Allah Ta‟ala ini, barang siapa yang mendapatkan hidayah maka itu untuk dirinya, dan barang
siapa yang sesat sesungguhnya ia telah menyesatkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, sesungguhnya Allah Ta‟ala pun telah mencabut dosa bagi para da‘i
apabila orang yang mereka dakwahi tidak mendapat petunjuk dan merespon dakwah yang
mereka lakukan, tentunya setelah mereka berusaha dengan penuh optimal, hal itu
dikarenakan Allah Ta‟ala tidak akan memberikan beban kepada seorang hamba melainkan
sesuai dengan batas kemampuan yang telah Ia berikan.
Kaidah ini juga menjadi obat bagi mereka yang tergesa-gesa memetik hasil dari dakwah yang
selama ini mereka kerjakan. Yaitu mereka yang menunggu hasil yang nampak secara kasat
mata duniawi, dan kemudian menjadikannya syarat dan takaran pilihan, antara melanjutkan
perjuangan di jalan dakwah ini atau tidak. Cara pandang seperti ini sebenarnya cara pandang
yang salah, sehingga bertolak belakang dengan kaidah dakwah yang diajarkan dalam Al
Quran dan As Sunnah.
Al Quran telah menekankan, bahwa tidak ada kemestian seiringnya antara dakwah yang
dijalankan dengan respon yang di dapat (Istijabah). Seorang dai, bisa saja telah berjuang
mati-matian hingga titik darah penghabisan dalam berdakwah, namun sang mad‟u tetap pula
dengan sikap kerasnya, menolak segala bentuk ajakan kebaikan kepada dirinya. Namun
demikian, pada fase seperti inilah sebenarnya akhir dari segalanya itu ditentukan. Tahapan-
tahapannya dijelaskan oleh Allah Ta‟ala dalam firman-Nya,
س
اء والش
ي من و ىج
ا ف
صسه
ربىا جاءهم ه
د ه
هم ك نا
ىا أ ى
طل و ض الس
يأا اطد
ى إذ طىا عن حتا
ىم د بأ
لال
جسمين ال
“Sehingga apabila para Rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka)
dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para Rasul itu
pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. dan tidak dapat
ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa.” (QS. Yusuf: 110)
Fase pertama adalah pada masa dakwah itu dirasa tidak mempunyai harapan lagi untuk
mengarahkan mereka kepada keimanan, sehingga mereka merasa telah didustai, maka
Page 8 of 18
berakhirlah fase dakwah yang kemudian ditutup dengan pertolongan dari Allah Ta‟ala. Ibnu
Katsir dalam tafsirnya kemudian menjelaskan, bahwa pertolongan dari Allah akan diturunkan
kepada para Rasul-Nya ketika mereka berada dalam kondisi genting dan dalam masa
pengharapan akan hadirnya kemenangan, dan itu terjadi di masa yang sangat kritis.
Sebagaimana diterangkan oleh Allah Ta‟ala dalam firman-Nya,
م مظا بلى
ىا من ك
لرن خ
ال ال
م مث
جى
أ ا
ا و
ت جىا
ىا ال
لدخ
ن ج
م حظبخم أ
ى أ ىا حتا
صلاء وشل سا طاء والضا
بأتهم ال
سب ك
اصس الل
إنا ه
ال أ
اصس الل
رن آمىىا معه متى ه
ا وال طى السا لى
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-
Baqarah : 214)
Wallahu a‟lam bishowab
Page 9 of 18
TARBIYAH ISLAMIYAH
Suatu persoalan besar yang kini dihadapi oleh setiap juru dakwah di seluruh dunia Islam,
dimana persoalan ini harus dihadapi oleh mereka dengan segenap potensi dan kemampuan
mereka, suatu persoalan besar yang merupakan kelemahan yang menjadi pangkal tercabik-
cabiknya umat Islam dari gelanggang dunia, itulah persoalan kelemahan tarbiyah Islamiyah.
Ia seakan-akan hilang dari peradaban umat Islam. Tenggelam di lautan kejahilan dan
kelalaian.
Lemahnya sektor tarbiyah berarti hilangnya ruh Islam itu sendiri. Karena Islam adalah sistem
Rabbani yang hanya dapat tegak dengan tarbiyah Islamiyah yang sahih. Islam itu Rabbani
kaena ia bersandar pada Allah Ar-Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pendidik, Penguasa
Alam Semesta. Allah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana itulah yang menjadi sumber
Islam, menjadi pemilik dan pendidik mereka yang hidup dalam naungan Islam.
Generasi Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan para sahabatnya adalah contoh
kongkrit hidupnya ruh tarbiyah dalam suatu masyarakat. Allah Ta‟ala membimbing dan
memimpin mereka menjadi umat terbaik yang ditampilkan ditengah-tengah manusia. Umat
pilihan ini hidup dibawah naungan hidayah Allah (Al Qur‘an), gerak aktivitas mereka tidak
lain adalah penghayatan dan pengamalan Al Qur‘an. Inilah generasi Qur‘ani yang unik, yang
patut diteladani sepanjang masa oleh setiap generasi.
Generasi Qur‘ani yang Rabbani ini telah melaksanakan suatu pola pendidikan yang paling
benar dan tepat, tidak mungkin tertandingi pola-pola lain yang datang belakangan, apalagi
yang datang dari sistem jahili. Pola ini dapat digali dari sirah perjuangan
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, namun intinya telah dinyatakan oleh Allah Ta‟ala,
دزطىن ىخم ج
ىخاب وبما ه
مىن ال
عل
ىخم ح
ين بما ه اهي
ىا زباىه
ىن و
ول
“Tetapi jadilah kalian orang-orang Rabbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan Al
Qur‟an dan disebabkan kamu senantiasa mempelajarinya”. (QS. Ali Imran, 3 : 79)
Hidup dalam Qur‘an berarti belajar, mengajar, menghayati, mengamalkan, memperjuangkan
petunjuk Allah ini. Allah akan menjadi pembimbing suatu masyarakat yang melaksanakan
sistem ini sepanjang mereka memiliki motivasi yang benar.
هه ويه يه ىز بئذ ى الى
ماث إل
لسجهم من الظ
خ م و
ال ه طبل الظا
بع زضىاه
من اجاا
ى صسا دي به اللديهم إل
مظخليم
“Dengan Kitab (Al Qur‟an) itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya
ke jalan-jalan keselamatan. Dan dengan (Al Qur‟an) itu Allah mengeluarkan mereka dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin–Nya, dan menunjuki
mereka kejalan yang lurus”. (QS. Al-Maidah, 5 : 16)
Ironisnya kaum muslimin dewasa ini semakin jauh dari pola ini. Hal ini menyebabkan
mereka terlepas dari pertolongan Allah Ta‟ala. Hilangnya interaksi kaum muslimin dengan
Page 10 of 18
Al Qur‘an menyebabkan mereka kehilangan imunitas untuk menolak konsepsi lain. Maka
merasuklah pemikiran-pemikiran jahiliyyah pada diri mereka. Allah Ta‟ala memperingatkan,
عمى ليامت أ
ىم ال سه
ش ا وه
ضىي
ت
ه معيش
ئنا ل
سي ف
عسض عن ذه
ومن أ
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan–Ku (Al Qur‟an) maka baginya sungguh ada
kehidupan yang sempit”. (QS. Thaha, 20 : 124)
Hilangnya ruh dan cahaya Qur‘an adalah penyakit kronis di tubuh umat. Ia menggerogoti
segenap potensi dan kekuatan mereka serta menggelincirkannya pada lumpur-lumpur
kesesatan. Hanya dengan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam dalam mentarbiyah para sahabatnya, cahaya yang hampir padam itu akan dapat
dikobarkan kembali. Tradisi Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pun akan memberi
kekebalan terhadap masuknya paham jahiliyyah dari luar Islam. Ia merupakan sistem yang
khas Rabbani dan tidak akan cocok untuk sistem lain.
Tarbiyah Islamiyah yang sahih meliputi tiga unsur :
1. Tarbiyah Ruhiyah
2. Tarbiyah Aqliyah
3. Tarbiyah Amaliyah
Ketiga unsur tersebut hanya akan dapat tumbuh dalam suasana harakah (gerakan) dalam
rangka memperjuangkan kalimat Allah Ta‟ala. Ia bukan diajarkan di sekolah-sekolah
sebagaimana umumnya pola pendidikan sekarang, namun ia dihidupkan di rimba jihad untuk
menghancurkan kekufuran dan menegakkan keimanan.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menerima Qur‘an dan mendidik sahabatnya selama
kurang lebih 23 tahun. Selama masa itu beliau berjihad menegakkan aturan hidup Allah ini.
(iqomatu diin). Setiap peristiwa, kesukaran, maupun penderitaan yang diderita oleh beliau
dan para sahabatnya merupakan proses interaksi mereka dengan Qur‘an. Ruh, akal dan
aktivitas mereka terus berkembang menuju kesempurnaan kualitas dengan bimbingan dan
petujuk Allah Ta‟ala. Tanpa perjuangan dan jihad Qur‘ani, masyarakat Islam ini tidak akan
tegak.
بيراافسن وجاهدهم به جهادا ه
يطع ال
ج
ال
ف
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang yang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al Qur‟an dengan jihad yang besar”. (QS. Al-Furqan, 25 : 52)
Tarbiyah Ruhiyah
Tarbiyah ruhiyah mengorientasikan pendidikan pada peningkatan mutu iman dan kesucian
jiwa. Dengan tarbiyah ini seoang muslim didekatkan pada Pencipta alam semesta dan
Pencipta dirinya. Ruhnya membubung naik menghadap dan beraudiensi dengan Allah Ta‟ala.
Sasaran utamanya adalah membentuk pribadi yang muttaqin yang senantiasa takut, cinta dan
Page 11 of 18
berharap kepada Allah Ta‟ala. Ia merupakan syarat utama penerimaan total kepada konsepsi
Rabbani dalam pembinaan Al Qur‘an.
Untuk mempersiapkan jiwa yang mau menerima Al Qur‘an, Allah Ta‟ala menuntun jiwa
orang yang beriman dengan shalatu lail dan dzikir. Bangun diwaktu malam di kala manusia
lain sedang tidur mendengkur, berudiensi dengan Allah Ta‟ala, menerima limpahan cahaya
dari-Nya. Semuanya merupakan bekal memikul al qauluth-tsaqil (Al Qur‘an), beban berat
dan pahit yang menanti siapa saja yang mewarisi perjuangan da‘wah Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam.
Shalat malam dan dzikrullah merupakan obor penerang hati dalam menempuh perjuangan
yang panjang penuh ranjau, merupakan benteng pendinding yang ampuh dari godaan pesona
syaitan. Permohonan ampun, pengakuan dosa, dan puja-puji pada Pencipta menghaluskan
dan melembutkan hati oang yang beriman. Hati yang khusyu‘ dan tunduk inilah tempat
persemaian yang subur bagi tumbuhnya ruh Qur‘an dalam diri manusia.
ليال ز
ىال
ك ي
لي عل
ا طىل إها
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat (berbobot)”. (QS.
Al-Muzammil, 73 : 5)
عا اشعا مخصدخه خ
سأى جبل ل
لسآن عل
ا ال
رىا ه
صلهى أ
هم ل
اعل
اض ل ضسبها للىا
ه ا
مث ألا
وجل
ايت الل
ش
من خ
سون اىخف
“Seandainya Kami turunkan Al Qur‟an ini kepada sebuah gunung, niscaya kamu lihat
gunung itu tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah”. (QS. Al-Hasyr, 59 : 21)
Tarbiyah Ruhiyah melahirkan akhlaq kepibadian yang Qur‘ani. Pribadi yang memancarkan
iman dan taqwa dalam tiap langkah aktivitas hidupnya. Inilah karakteristik Ibadur-
Rahman sebagaimana diterangkan Al-Qur‘an,
ىن مش رن
ان ال حم هم وعباد السا بيخىن لسب
رن اما وال
ىا طال
الىن ك
جاهل
بهم ال
اط
ا خ
زض هىها وإذ
ى ألا
عل
دا وكياما سجا
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha pemurah itu adalah mereka yang berjalan di muka
bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa, mereka mengucapkan
kata-kata yang mengandung keselamatan. Mereka yang melewatkan waktu malamnya
dengan sujud dan shalat dihadapan Rabbnya”. (QS. Al-Furqan, 25 : 63 – 64)
Tarbiyah Aqliyah
Tarbiyah ruhiyah diimbangi dengan tarbiyah aqliyah, yang berorientasi pada peningkatan
kapasitas intelektual dan meluaskan wawasan pengetahuan. Tarbiyah aqliyah meliputi tiga
hal pokok:
Page 12 of 18
1. Pemahaman pengetahuan Islam yang sempurna dan Integral.
2. Pemahaman pengetahuan modern.
3. Pemahaman hubungan antara pengetahuan Islam dan pengetahuan modern
(pengetahuan persiapan).
Dengan ketiganya, dibentuklah pribadi muslim yang berpengetahuan dan sanggup
mengamalkan ilmunya.
Kaum muslimin sangat membutuhkan pakar-pakar pengetahuan di berbagai bidang untuk
mengejar ketinggalan dalam teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sarana untuk
tegaknya masyarakat Islam. Namun ini tidak berarti seorang muslim harus membebek pada
sistem dan budaya mereka yang telah maju di bidang ini. Sistem Islam yang sempurna
sesungguhnya telah memberi kerangka landasan untuk menegakkan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu.
يل والنا اف الل
خال
زض واخ
ماواث وألا م الظا
لي خ
باب إنال ولي ألا
اث ل
هاز ل
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mempunyai pikiran”. (QS. Ali Imran, 3 : 190)
Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan merupakan milik manusia yang bersifat
universal. Ia adalah suatu karunia Allah Ta‟ala yang secara konseptual telah dipersiapkan
pada diri manusia. Orang beriman bahkan yang paling berhak dengan ilmu itu. Mereka
berkewajiban mengarahkan ilmu dan teknologi agar dipergunakan sepenuhnya dalam ibadah
menaati Allah Ta‟ala.
Tarbiyah harakiyah harus dapat memanfaatkan seluruh potensi yang disediakan
Allah Ta‟ala di alam semesta ini untuk menegakkan Islam. Potensi ini telah dirampas dan
disalah gunakan oleh musuh-musuh Allah Ta‟ala karena keunggulan mereka di bidang
teknologi. Orang beriman hendaklah mampu mengambil alih kendali teknologi yang
memang miliknya itu. Karena itu tarbiyah aqliyah diarahkan untuk mewujudkan orang-oang
mu‘min yang mutsaqaf, berpengetahuan di berbagai bidang. Mereka berjuang dijalan
Allah Ta‟ala dengan menyumbang keahlian masing-masing, bahu membahu dan saling
melengkapi dalam beramal jama‘i.
Ruh dan akal yang sempurna hanya dapat diwujudkan setelah melalui rintangan, cobaan, dan
ujian di arena aktivitas. Persiapan jiwa dan kematangan intelektual tidak berarti apa-apa
sebelum teruji di medan jihad. Karena itu tarbiyah Islamiah Harakiyah sesuai dengan nama
dan karakteristiknya harus langsung dilaksanakan dalam amal dan gerak, tidak boleh berhenti
sedetikpun. Disinilah tarbiyah amaliah mengambil peranannya.
Setiap pribadi muslim mesti dididik untuk bergerak teratur dan berdisiplin tinggi di setiap
langkah. Gerak ini laksana seoang jundi yang mematuhi komandannya. Ia adalah tentara
Allah Ta‟ala yang taat pada perintah-perintah-Nya, siap melaksanaan instruksi yang
diberikan Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan gerakan Islam.
ه م وزطىل
ى عمل
اظيري الل
ىا ف
ل اعمل
وك
Page 13 of 18
“Maka katakanlah : “Beramallah kamu, maka Alah dan RasulNya akan melihat aktivitas-
akivitasmu”. (QS. At-Taubah, 9 : 105)
Tarbiyah Amaliyah
Tarbiyah amaliyah meliputi pembinaan jasmani agar siap melasanakan da‘wah dan latihan–
latihan, berdisiplin dengan perintah, kesediaan untuk berkorban agar terlaksana amal Islami.
Page 14 of 18
CINTA KARENA ALLAH
Diantara ciri-ciri pengikut Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam adalah ruhama
bainahum (saling menyayangi di antara mereka), sebagaimana difirmankan oleh
Allah Ta‟ala,
از زحمافاىى ال
اء عل شدا
رن معه أ
ا وال
ا الل طى د زا ما ء بينهم م
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…..” (QS. Al-Fath,
48: 29)
Sementara itu di dalam hadits, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menyebutkan bahwa
diantara wujud ikatan iman yang kokoh adalah mencintai karena Allah. Rasulullah shalallahu
„alaihi wa sallam bersabda,
حب ي هللا، وال
عاداة
ي هللا، وا
ةىالا
مان:ا
م عسي لاوزي هللا أ ض
ي هللا، والبؼ
“Ikatan iman yang paling kuat adalah loyalitas karena Allah dan permusuhan karena Allah,
mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu‟jamul
Kabir [no.11537], lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah [IV/306, no. 1728])
Oleh karena itu, diantara tuntutan iman yang harus kita tumbuhkan dalam jiwa adalah
perasaan al-hubbu fillah ini. Ada beberapa hadits lain yang berbicara tentang keutamaannya,
Manisnya Iman
Anas radhiyallahu „anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda,
ا طىاهما وأ يه مما
حبا إل
ه أ
وزطىل
اىن الل
ي ن
مان أ
لا
وة
نا فيه وجد حال
من ه
ر
اله ز ب
سء ال با ا
ن
وأ
ا لل
ااز إال ي الىا
ف
لر ن
سه أ
ى ما
فس ه
ىي ال عىد
ن سه أ
ى ن
“Ada tiga perkara yang barangsiapa berada di dalamnya akan mendapatkan manisnya
keimanan: menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain
keduanya; tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah; benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana benci dilemparkan ke neraka.” (Muttafaq Alaihi).
Perlindungan Allah
Abu Hurairah radhiyallahu „anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam, bahwa beliau bersabda,
Page 15 of 18
ي عبادة أش
اب و
وش ه إمام عد
ل
الا إال
ىم ال ه
ل ي ى
عال
ح
اهم الل
ظل
ي طبعت
م ابه معل
ل وزجل ك
ا الل
ي ا عل
ك سا
فيه وج
اجخمعا عل
اي الل ا
ابا ن ج
ظاجد وزجال
ي ا
إو ا
ل ف اث مىصب وجما
ذ
ةه وزجل دعخه امسأ
هميىه وزجل ذ ىفم
ه ما ج
م شمال
عل
ح
ى ال اها حتا
فخ
أت ف
ق بصدك صدا
وزجل ج
ا الل
اف
خ
اليا أ
خ
اس الل
اضذ عيىاه ف ف
“Ada tujuh golongan yang akan dilindungi Allah di hari yang tiada perlindungan selain
perlindungan Allah: Pemimpin adil, pemuda yang tumbuh besar dalam ibadah kepada Allah,
seseorang yang hatinya terkait dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena
Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, seseorang yang dipanggil seorang wanita (untuk
berzina) yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, ia mengatakan: „Aku takut kepada
Allah‟, seseorang yang bersedekah lalu menyembunyikan sedekahnya sampai tangan kirinya
tidak tahu apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah di
kala sepi lalu berlinang air matanya.” (Muttafaq Alaihi).
Ciri Ahli Surga
Abu Hurairah radhiyallahu „anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda,
دخ
ج
ال
خمىه ج
عل
ا ف
يء إذ
ى ش
م عل
ىدل
أ
وال
ىا أ اب
ى ج مىىا حتا
ؤ ج
مىىا وال
ؤى ج حتا
ت جىا
ىن ال
ىا ل
ش
فاببخم أ
م م بيىى
ال الظا
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman
sampai kalian saling mencinta. Maukah aku tunjukkan kepada kalian kepada sesuatu yang
jika kalian lakukan akan saling mencinta; sebarkan salam di antara kalian.” (Muslim).
Dicintai Allah
Abu Hurairah radhiyallahu „anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda,
يه ى عل
حا أ ما
لا ف
يى مدزجخه مل
ه عل
ل
ازصد الل
أسي ف
خ
ت أ س
ي ك ه
ا ل
خ
شاز أ
نا زجال
ن أ أ ا
ا ك
خ
زد أ
أ ا
سد ك
ج
ا
ي الل حببخه ي أ
وير أ
ػ
ال ا
ها ك سب
يه من وعمت ج
عل
هل ل ا
ت ك س
لي هره ال لي ي زطى
ئو ف ا
عصا وجلا ك
حببخ ما أ
ه حبا
د أ
ك
انا الل
بأ ي
إل
اه فيه الل
“Bahwa seseorang sedang mengunjungi saudaranya di sebuah desa dan Allah mengutus
seorang malaikat untuk memantau jalannya. Sesampainya di tempat itu ia berkata, „Hendak
ke mana kamu?‟ Ia menjawab, „Aku hendak menemui seorang saudara di negeri ini.‟ Ia
bertanya, „Apakah ada kenikmatan yang kamu inginkan darinya?‟ Ia menjawab, „Tidak,
hanya karena aku mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.‟ Ia (malaikat) berkata,
Page 16 of 18
„Ketahuilah bahwa aku ini utusan Allah, (untuk memberitakan kepadamu) bahwa Allah telah
mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena-Nya.”
Abu Idris Al-Khaulani radhiyallahu „anhu bercerita,
ط يء أ
ي ش فىا
خل
ا اخ
اض معه إذ ا الىا
ا وإذ ىا
ااق الث اب بسا
تى ش
ا ف
ئذ
م ف
ذ مسجد دمش
ليه دخ
ىدوا إل
د طب وصد ه ك
ىجدج
سث ف د هجا
ؼان ال
ا و ما
ل بن جبل ف
ا معاذ
ليل هر
ذ عىه ف
لظأ
ىله ف
ي زوا عن ك
ل
اظل
خه من كبل وجهه ف
ما جئ
ه ز
ج
ى صال ض
ى ك ه حتا
سجخظ
اه ف ا
ي ك
صل ه
هجير ووجدج ذ بالخا
لما ك
يه ز
مذ عل
ف
الل
أ ا
ل ف
الل
ذ أ
لل
ف
الل
أ ا
ل ف
الل
ذ أ
لل
ف
الل
أ ا
ل ف
ا لل حب
ي ل
إو
اي والل بىة زدا
برخ
أ ف ا
ك
الل
ذ أ
لل
ي طم ئوبشس ف
أ ا
يه وك
وي إل
جبر
ى وجبذ ف
عال
بازن وح
ج
ا الل ا
ك لى م
ايه وطل
عل
اى الل
ا صل
ا الل عذ زطى
يا خباذلين يا وا زاوزن
ت يا وا خجالظين
يا وا ين اب
مختي لل با م
“Aku pernah memasuki masjid Damaskus, ternyata di sana terdapat seorang pemuda dengan
gigi yang putih dan orang-orang bersamanya. Jika mereka memperselisihkan sesuatu mereka
mengandalkannya dan mengembalikannya kepada pendapatnya. Aku pun bertanya
tentangnya dan dijawabnya bahwa dia Muadz bin Jabal. Esok harinya aku berangkat (ke
masjid) pagi-pagi, ternyata ia telah mendahuluiku. Aku mendapatinya melakukan shalat. Ia
mengatakan, aku pun menunggunya sampai ia menyelesaikan shalatnya. Setelah itu aku
menemuinya dari depannya dan aku ucapkan salam kepadanya dan aku katakan, „Demi
Allah, aku mencintaimu karena Allah‟ Ia mengatakan, „Allah.‟ Aku katakan, „Allah.‟ Ia
katakan, „Allah?‟ Aku katakan, „Allah,‟ Lalu ia memegang dada jubahku dan menarikku
kepadanya dan berkata, „Berbahagialah, karena aku pernah mendengar Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Alah Tabaraka wa Ta‟ala berfirman, „Orang-orang
yang saling mencinta karena-Ku pasti mendapatkan kecintaan-Ku, yang bergaul karena-Ku,
yang saling mengunjungi karena-Ku, dan yang saling bekorban karena-Ku.” (Hadits shahih
riwayat Malik di Al-Muwattha‘ dengan sanad shahih).
Kedudukan Mulia di Akhirat
Muadz meriwayatkan, aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
ل
ي جال ىن اب خ
عصا وجلا ا
ا الل ا
هداء ك
ىن والش بي هم الىا
بط
ؼ ىز
هم مىابس من ه
ي ل
“Allah Azza wa Jalla berfirman, „Bagi orang-orang yang saling mencintai karena
keagungan-Ku mimbar-mimbar dari cahaya dari cahaya yang membuat iri para nabi dan
syuhada.” (Tirmidzi, hadits hasan).
***
Page 17 of 18
Perintah untuk Menyatakan Cinta
Agar cinta dan kasih sayang terjalin erat, Islam memerintahkan kepada umatnya untuk
menampakkan rasa cinta yaitu dengan menyatakan cinta dengan lisan kepada orang orang
yang kita cintai.
Abu Karimah Al-Miqdad bin Ma‘di Karib radhiyallahu „anhu meriwayatkan bahwa
nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
ه ب ه ها
بره أ
يخ
لاه ف
خ
جل أ حبا السا
ا أ
إذ
“Jika seseorang mencintai saudaranya hendaknya ia memberitahukan kepadanya bahwa dia
mencintainya.”(Tirmidzi dan Abu Dawud, hadits hasan shahih).
Muadz radhiyallahu „anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam memegang tangannya seraya bersabda,
ي ل
إو
ا والل حب
ي ل
إو
ا والل
ا معاذ ي
عهما أ
ا الل لى
ة ج
ل صال
ي دبس و
دعنا ج
ال
ا معاذ وصي
أ ا
ل ف حب
سن وحظن عبادجى
سن وش
ى ذه
عل
“Hai Muadz, demi Allah, aku mencintaimu karena Allah. Lalu aku berwasiat kepadamu, ya
Muadz, jangan sampai –setiap kali usai shalat- kamu tidak mengucapkan, „Ya Allah,
tolonglah aku untuk berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik
kepada-Mu.” (Abu Dawud dan Nasa‘i dengan sanad shahih).
Anas radhiyallahu „anhu meriwayatkan,
نا زج حب أ
ي ل
إو
ا الل ا زطى ا
لمسا به زجل ف
م ف
ايه وطل
عل
اى الل
ابي صل
ان عىد الىا و
اال
لا ف
هر
اله ف
حل
ل ف ا
علمه ك
أ ا
ك
ال ا
مخه ك
عل
م أ
ايه وطل
عل
اى الل
ابي صل ه الىا
ل حبا
أ ا
ل ف
اي الل
حبي أ
إو
ه ي ل حببخ
ري أ
ا ال
“Seseorang berada di samping nabi shallallahu „alaihi wa sallam, kemudian ada seseorang
lewat, maka (laki-laki yang berada di samping nabi itu) berkata, „Ya Rasulullah, aku
mencintai orang ini.‟ Nabi bersabda kepadanya, „Apakah kamu sudah memberitahukan
kepadanya?‟ (Anas) berkata, lalu laki-laki itu menyusulnya dan mengatakan, „Aku
mencintaimu karena Allah.‟ Orang itu menjawab, „Mudah-mudahan Allah mencintaimu
sebagaimana kamu mencintaiku karena-Nya.” (Abu Dawud dengan sanad shahih).
top related