pembuatan alat penguji kapasitas adsorpsi pada mesin pendingin adsorpsi dengan menggunakan adsorben...
Post on 28-Dec-2015
51 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Adsorpsi
2.1.1 Teori Umum Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida
(cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan
akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap: adsorbat) pada
permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh
fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut
(soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana
terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.
Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat di atas permukaan adsorben,
sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana
disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut
adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika yang
disebabkan oleh gaya Van Der dan secara kimia (terjadi reaksi antara zat yang
diserap dengan adsorben).
Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben besar maka
zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Inilah yang disebut
dengan gaya Van Der Waals. Pada proses ini gaya yang menahan molekul fluida
pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan
gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya Van Der Waals) mempunyai derajat
yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair. Keseimbangan antara
permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat
reversibel.
Universitas Sumatera Utara
Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat
terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang
jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika. Karena adanya ikatan kimia maka pada
permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya lapisan
tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh bantuan adsorben
sehingga efektifitasnya berkurang.[18]
Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di bawah ini.
Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi
Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah,
adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat
refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga
kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses
berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.
Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di
dalam labu kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan
dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama
dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke
lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah
menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke
botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada
kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang
terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan
diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.
Siklus mesin pendingin adsorpsi dapat digambarkan pada diagram
Clayperon berikut ini.
Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi
Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini.
1. Proses Pemanasan (pemberian tekanan)
Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada
temperatur rendah TA dan tekanan rendah Pe (tekanan evaporator). Adsorber akan
Universitas Sumatera Utara
menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan
tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran
refrigeran.
2. Proses desorpsi
Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D
sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan
timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam
bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi
cair.
3. Proses Pendinginan (penurunan tekanan)
Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada
malam hari. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu
di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke
tekanan evaporasi.
4. Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A. Adsorber terus melepaskan
panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang
menyebabkan timbulnya uap adsorpsi.
2.2 Adsorben
2.2.1 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Karbon aktif selain
digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan
ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap karbon aktif tersebut dilakukan
aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada
temperatur tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan
sebagai penyerap uap. Karbon aktif sebagai pemucat biasanya berbentuk bubuk
yang sangat halus, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-
zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan,
membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada
industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas
pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan
mempunyai struktur yang lemah.
Gambar 2.3 Adsorben Karbon Aktif
Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari
cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan adalah
sebagai berikut ini.
Tabel 2.1 Sifat Adsorben Karbon Aktif.[18,10]
Sifat Adsorben Karbon Aktif
Massa Jenis 352,407-544,629 m3/kg
Pore Volume 0,56-1,20 cm3/g
Diameter rata-rata pori 15-25 Å
Regeneration Temperature 100-140 oC
(Steaming)
Ukuran Karbon Aktif 3 mm
Untuk lebih jelasnya perhatikan bagian-bagian dari struktur satu adsorben
karbon aktif berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Struktur Karbon Aktif [18]
Karbon aktif merupakan arang yang diproses sedemikian rupa sehingga
mempunyai daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk
larutan atau gas.
2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif
Untuk membuat arang aktif, setidaknya minimal dilakukan dengan 2 cara.
antara lain:
1. Karbonisasi atau pembuatan arang dari batok kelapa tua
2. Aktivasi arang batok
Untuk membuat arang dari batok kelapa perlu memenuhi syarat antara
lain: tempurung dari kelapa tua dan berkadar air rendah. Syarat ini akan
memudahkan proses pengarangan, pematangannya akan berlangsung baik dan
merata.
Prinsip dasar aktivasi arang aktif adalah distilasi kering atau pirolisis yaitu
pembakaran tanpa menggunakan udara atau oksigen dengan suhu tinggi.
Berikut cara kerja pembuatan arang aktif:
1. Karbonisasi atau pembuatan arang
Untuk membuat arang ada beberapa cara, yang pertama cukup dimasukkan
ke dalam drum minyak, kemudian tempurung dibakar saat awal saja, kemudian
setelah menyala ditutup. Harap ingat, drum harus dikasih lubang udara sedikit
untuk melihat apakah arang sudah jadi atau belum, bisa dilihat dari indikasi asap
yang keluar.
Universitas Sumatera Utara
Cirinya adalah jika asap tebal dan putih, berarti batok sedang mengering,
jika asap tebal dan kuning, berarti sedang terjadi pengkarbonan, Pada fase ini
sebaiknya tungku ditutup dengan maksud agar oksigen pada ruang pengarangan
serendah-rendahnya sehingga diperoleh hasil arang yang baik. Untuk pengaturan
udara di dalam tungku bisa diatur dengan membuka tutup lubang udara.
Kemudian jika asap semakin menipis dan berwarna biru, berarti
pengarangan hampir selesai, tunggu sampai arang menjadi dingin. Setelah dingin
arang bisa di bongkar.
2. Aktivasi Arang Aktif
Adapun prosedur atau langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat
dilakukan dengan berikut ini.
a. Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat.
b. Pastikan sambungan pipa pendingin, dan termocouple untuk pengamatan
temperatur berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor tungku
pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan bakar
minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan
kompresor.
d. Melakukan pengamatan terhadap kerja dari tungku aktivasi dengan
mengamati kenaikan temperatur. Temperatur selama proses sekitar 600°C
apabila temperatur telah mencapai 600°C dan terlihat pada ujung
pendingin tidak adanya tar (cairan berwarna coklat) yang keluar, ditandai
dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama 3
jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai.
e. Kemudian api dimatikan, dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin,
setelah itu bisa dibuka dan dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan
sesuai mesh yang diinginkan. Arang aktif atau karbon aktif siap
digunakan.
2.3.3 Kegunaan Karbon Aktif
Karbon aktif digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan dan
farmasi. Pada umumnya karbon aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan
Universitas Sumatera Utara
penjernih. Dalam jumlah yang kecil digunakan juga sebagai katalisator. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Kegunaan Karbon Aktif [17]
Maksud/Tujuan Pemakaian
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk,
asap, menyerap racun.
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah
dan reaksi gas.
3. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan
vinil acetat
4. Lain-lain Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan
mobil, bahan adsorben pada mesin pendingin siklus
adsorpsi
Syarat mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia (SII No.
0254-79) adalah seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.3 Standar Mutu Karbon Aktif [17]
Jenis Uji Satuan Persyaratan 1. Bagian yang hilang pada pemanasan 95oC % Maksimum 15 2. Air % Maksimum 10 3. Abu % Maksimum 2,5 4. Bagian yang tidak mengarang % Tidak ternyata
2.3 Refrigeran
Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)
atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari
benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke
udara sekeliling di luar benda.
Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7
kelompok yaitu sebagai berikut [19]:
1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon
(HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan
mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl),
fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl
dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan
karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya
sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran
yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon
yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).
2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.
Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor
refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi
ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:
1. R-C316 C4Cl2F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane
2. R-C317 C4ClF7 chloroheptafluorocyclobutane
3. R-318 C4F8 octafluorocyclobutane
4. Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.
Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri
dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk
merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara
destilasi.
5. Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.
Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi
yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada
konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu
mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan
refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau
tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.
6. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa
Universitas Sumatera Utara
Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.
Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara
penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah
dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua
digit. Sebagai contoh butana (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan
cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-
3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.
7. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.
Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan
digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari
refrigeran ini adalah:
• R-702 : hidrogen
• R-704 : helium
• R-717 : amonia
• R-718 : air
• R-744 : O2
• R-764 : SO2
8. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.
Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan
menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di
depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran
halokarbon.[19]
2.3.1 Metanol
Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang
mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Adapun sifat
Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Sifat Metanol[18,10]
Sifat Metanol Massa jenis 787 kg/m³, cair
Universitas Sumatera Utara
Titik lebur
Titik didih
Klasifikasi EU
Panas Laten Penguapan (Le)
-97,7oC
64,5oC
Flammable (F), Toxic (T)
1100 kJ/kg
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus.
Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer,
metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah
terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan aditif bagi etanol industri.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan
sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.[17]
Gambar 2.5 Metanol ( CH3OH)
2.3.2 Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol/alkohol murni/alkohol absolut
atau alkohol saja yaitu sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan
pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi yang paling tua.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Etanol ( C2H5OH)
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5). Sifat etanol dapat dilihat seperti pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.5 Sifat Etanol[10,18]
Sifat Etanol Massa jenis
Titik lebur
Titik didih
Klasifikasi EU
Panas Laten Penguapan (Le)
783 kg/m³, cair
–114,2 °C
78,2 °C
F (Flammable): mudah terbakar
838,3 kJ/kg
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
2.3.3 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Sifat
amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Sifat Amonia[10,18]
Sifat Amonia Massa jenis
Titik lebur
Titik didih
Klasifikasi EU
Panas Laten Penguapan (Le)
682 kg/m³, cair
–77,7°C
-33,3 °C
Kautik, korosif
1357 kJ/kg
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di
bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan
paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah
terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.
Gambar 2.7 Amonia Cair (NH3)
2.3.4 Musicool
Refrigeran hidrokarbon merupakan refrigeran alternatif jangka panjang
refrigeran CFC/HCFC. Dua keunggulaan penting yang dimilikinya adalah ramah
lingkungan dan karakteristik termodinamika yang handal sehingga meningkatkan
kinerja dan menghemat konsumsi energi sistem refrigerasi secara aman.
Musicool adalah refrigeran dengan bahan dasar hidrokarbon alam
sehinggga termasuk dalam kelompok refrigeran ramah lingkungan, yang
Universitas Sumatera Utara
dirancang sebagai alternatif pengganti refrigeran sintetik yang masih memiliki
potensi merusak alam.
Gambar 2.8 MC-134
Musicool telah memenuhi persyaratan teknis sebagai refrigeran. Dari hasil
pengujian menunjukan bahwa dengan beban pendinginan yang sama, musicool
memiliki keunggulan-keunggulan dibanding refrigeran sintetik, diantaranya
beberapa parameter memberikan indikasi data lebih kecil, seperti: kerapatan
bahan (density), rasio tekanan kondensasi terhadap evaporasi dan nilai
viskositasnya. Sedangkan beberapa parameter lain memberikan indikasi data lebih
besar, seperti: efek refrigerasi, COP, kalor laten, dan konduktivitas bahan.
Perhatikan tabel sifat musicool di bawah ini.
Tabel 2.7 Sifat Musicool [16]
No Parameter MC-12 MC-22 MC-134
1. Normal boiling point, °C -32,90 -42,05 -33,98
2. Temperatur kritis, °C 115,5 96,77 113,8
3. Tekanan kritis, Psia 588,6 616,0 591,8
4. Panas jenis cairan jenuh pada 37,8° C,kJ/kgK 2,701 2,909 2,717
5. Panas jenis uap jenuh pada 37,8 ° C, kJ/ kgK 2,003 2,238 2,014
6. Tekanan cairan jenuh pada 37,8 °C, Psia 134,4 188,3 139,4
7. Kerapatan cairan jenuh pada 37,8°C (kg/m³) 503,5 471,3 500,6
8. Kerapatan uap jenuh pada 37,8°C (kg/m³) 17,12 28,53 17,76
Universitas Sumatera Utara
Hidrokarbon dapat terbakar bila berada di dalam daerah segitiga api yaitu
tersedianya hidrokarbon, udara dan sumber api. Jika salah satu dari ketiga faktor
tersebut tidak terpenuhi maka proses kebakaran tidak akan tejadi. Hal ini
mengakibatkan tidak akan terjadi kebakaran di dalam sistem refrigerasi karena
tidak adanya udara (tekanan sistem refrigerasi lebih tinggi dari tekanan atmosfer).
Hidrokarbon termasuk kelompok refrigeran A3, yaitu refrigeran tidak
beracun yang mempunyai batas nyala bawah (Low Flammability Limit/LFL)
kurang dari 3,5%. Hidrokarbon dapat terbakar jika berada di antara ambang batas
nyala 2-10% volume. Bila konsentrasi hidrokarbon di udara kurang dari 2% maka
tidak cukup hidrokarbon untuk terjadinya pembakaran, demikian juga bila
konsentrasinya di atas 10% karena oksigen tidak cukup untuk terjadinya
pembakaran.
2.4 Keamanan Refrigeran
Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak
diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan
mudah terbakar.
Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A
bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di
lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B sebaliknya.
Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas,
kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji
pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3oC. Kelas 2 jika menunjukkan
keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm dan
Universitas Sumatera Utara
temperatur 21,1oC atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3
sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang
dari 0,1 kg/m3 ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.
Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran
diklasifikasikan menjadi 6 kategori.[2]
1. A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.
2. A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah.
3. A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar.
4. B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.
5. B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah.
6. B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar.
2.5 Kalor (Q)
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan
perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida
ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda
mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika
benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah
(dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran
kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi
ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha
2.5.1 Kalor Laten
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi
perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,
aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami
perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan
struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.
Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah
QL = Le m ........................ (2.1)
Dimana :
Universitas Sumatera Utara
QL = Kalor laten (J)
Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)
M = Massa zat (kg)
2.5.2 Kalor Sensibel
Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut
merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur
dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat
diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensibel.
Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan
oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa
menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.
Qs = m Cp ∆T ........................ (2.2)
Dimana:
Qs = Kalor sensible (J)
Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K)
∆T = Beda temperatur (K)
2.5.3 Perpindahan Panas
Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari
sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan
temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas.
Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi
perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat
dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi
1. Konduksi
Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih
dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya
tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga
cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel
tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat
Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju
perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:
𝑄𝑐 = 𝑘𝐴∆𝑇∆𝑥
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.3)
Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.
𝑄𝑐 = 𝑘𝐴 𝑑𝑇𝑑𝑥
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.4) [ lit.3]
Dimana:
𝑄𝑐 = Laju aliran energi (W)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Beda temperatur (K)
∆x = Panjang (m)
k = Daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)
2. Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan
padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair
atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah
adanya aliran fluida. Perhatikan gambar di bawah ini.
Qc
Aliran Udara
Aliran Udara
Aliran Udara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat
Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata
dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini.
Qh = hA(Ts-TL) ........................ (2.5) [lit.4]
Dimana:
Qh = Laju perpindahan panas konveksi (W)
h = Koefisien konveksi (W/m2K)
A = Lluas penampang perpidahan panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan
TL = Temperatur fluida
3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara
memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi
dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya
sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan
panas radiasi.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan
panas radiasi antara permukaan pelat (gambar 2.10) dan lingkungannya adalah:
Qr = eσAT4 ........................(2.6)
Dimana
Qr = Laju perpindahan panas radiasi (W)
σ = Konstanta Boltzman: 5,67 x 10-8 W/m2 K4
e = Emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)
T = Temperatur (K)
Universitas Sumatera Utara
4. Konveksi Natural
Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas
yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi
bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection.
Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal panjang yang digunakan
menghitung bilangan RaL adalah panjang karakteristik yang didefinisikan dengan
persamaan:
𝐿 = 𝐴𝐾
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.7) [lit.4]
Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan K adalah keliling. Dengan
menggunakan panjang karakteristik (L) ini bilangan RaL dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (2.8).
RaL = 𝑔𝛽(𝑇𝑠−𝑇𝑙)𝐿3
𝑣2𝑃𝑟........................(2.8)
Pola konveksi natural pada permukaan horizontal diperlihatkan seperti
gambar berikut ini.
Gambar 2.11 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a)
Persamaan untuk menghitung Nu seperti gambar di atas (bidang horizontal) dapat digunakan yang diajukan oleh Llyod Moran (1974):
Untuk 104 < RaL < 107 :
Nu = 0,54R𝑎𝐿0,25........................(2.9)
Untuk 107 < RaL < 109
Nu = 0,15R𝑎𝐿1/3........................(2.10)
Jika polanya ditunjukkan seperti gambar di bawah ini, yaitu fluida panas akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk
Tr < Ts
Ts
Tr < Ts
Ts
Universitas Sumatera Utara
mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke atas.
Gambar 2.12 Konveksi natural pada bidang horizontal (tipe b)
Persamaan menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan persamaan dapat dituliskan:
Nu = 0,27𝑅𝑎𝐿0,25.......................(2.11)
Persamaan ini berlaku untuk 105 < RaL <1010
Universitas Sumatera Utara
top related