penambat n non-simbiotik (3).docx
Post on 22-Jan-2016
612 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENAMBAT NITROGEN (N) NON-SIMBIOTIK (Laporan Praktikum Produksi Tanaman Serelia)
Oleh
Kelompok 2Candra Susiyanti 10141212Daryanti 10141212
Intan Desmania 1014121226Oktariza Permana 1014121238Rahmah Catur Putri 1014121240Vetty Oktari Fratiwi 1014121250
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2012
I. PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam.
Sekitar 3,8×1015 ton N2-molekuler terdapat di atmosfer, sedangkan pada litosfer
terdapat sekitar 4,74 kalinya. Diperkirakan, setiap tahun biosfer menerima
tambahan N netto sebesar 9 juta metrik ton, dari selisih total tambahan melelui
fiksasi biologis dengan total kehilangan akibat denitrifikasi. Unsur nitrogen di
dalam tanaman dijumpai dalam bentuk anorganik atau organik yang bergabung
denagn C, H, O dan kadangkala dengan S untuk membentuk asam amino , asam
nukleat, klorofil, alkanoid, dan basa purin. Unsur N tersebut berkorelasi sangat
erat dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Dalam atmosfer dengan satuan luas satu acre (0,46 ha) tanah diperkirakan ada
35.000 ton nitrogen bebas. Walaupun esensial mutlak bagi kehidupan, tidak satu
molekul pun dapat digunakan begitu saja oleh tumbuhan, hewan atau manusia
tanpa campur tangan jazad mikro penambat nitrogen. Penambatan nitrogen adalah
proses yang menyebabkan nitrogen bebas digabungkan secara kimia dengan unsur
lain.
Sejumlah jazad mikro tanah dan air mampu menggunakan molekul nitrogen
dalam atmosfer sebagai sumber N. Jazad mikro ini dibagi menjadi dua kelompok
menurut cara penambatan N yang dilakukan yaitu penambatan N secara simbiotik
dan penambatan N secara non-simbiotik. Penambatan N non-simbiotik, yaitu
jasad mikro yang mampu mengubah molekul N menjadi nitrogen sel secara bebas
tanpa tergantung pada organisme hidup lainnya. Jazad mikro penambat N itu
secara enzimatis menggabungkan N atmosfer dengan unsur-unsur lain untuk
membentuk senyawa N-organik dalam sel hidup. Dalam bentuk organik ini
kemudian N dilepaskan kedalam bentuk terlambat, tersedia bagi tanaman baik
secara langsung dengan ditranslokasikan melalui xilem ke seluruh bagian tanaman
atau melalui aktivitas jasad mikro. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa
digunakan untuk tanaman leguminose saja, tetapi mikroba penambat N non-
simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Penambatan N non-simbiotik dapat juga terjadi di atmosfer akibat halilintar dan
nitrogen oksida yan terbentuk oleh pembakaran mesin dapat mengalami fotokimia
dan nitrogen yang terikat dengan cara ini jatuh ke tanah bersama air hujan.
Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro
yang hidup bebas. Menurut Tedja Imas dkk. (1989), beberapa jasad mikro yang
dapat menambat N2 secara non simbiotik adalah Azotobacter. Bakteri ini bersifat
mesofilik dan aerob obligat dengan laju respirasi yang sangat tinggi. Efisiensi
penambatan nitrogen rendah sehinga kurang berarti di alam spesies lain adalah
Beijerinckia dan Derxia, bersifat aerobik dan tumbuh baik pada keadaan asam
(sampai pH 3). Bakteri ini umum dijumpai di tanah-tanah trofis
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis mikroorganisme yang berfungsi
sebagai penambat nitrogen (N) non-simbiotik
2. Mahasiswa dapat mengetahui ciri da karakteristik mikroorganisme penambat N
non-simbiotik terhadap fiksasi nitogen
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme fiksasi nitrogen non-
simbiotik
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor-faktor dalam aktivitas
mikroorganisme penambat N non-simbiotik
II. ISI
Nitrogen (N) merupakan nutrisi penting bagi tumbuhan dan diperlukan
dalam jumlah besar. Kandungan N dalam jaringan tumbuhan tinggi per berat
kering jaringan adalah sebanyak 1,5%. Nitrogen menjadi salah satu komponen
dalam molekul protein, purin, pirimidin dan porfirin. Purin dan pirimidin
merupakan basa nitrogen yang penting dalam pembentukan molekul asam nukleat
(RNA dan DNA). Sedangkan porfirin penting dalam pembentukan klorofil (Arief,
1989).
Nitrogen dikatakan penting bagi tumbuhan oleh karena dinilai mampu
memenuhi tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap unsur. Ketiga kriteria
tersebut meliputi (1) unsur N penting bagi pertumbuhan dan reproduksi, (2) unsur
tersebut tidak dapat diganti dengan unsur lain dan (3) kebutuhan akan unsur
tersebut bersifat langsung dan bukan hasil efek tidak langsung (Sasmitamiharja
dan Siregar, 1990).
Defisiensi nitrogen hampir selalu memperlihatkan klorosis pada daun
dewasa secara perlahan-lahan, yang kemudian menjadi kuning dan akhirnya
rontok. Biasanya tidak terjadi nekrosis (jaringan menjadi mati). Klorosis
menyebar dari daun dewasa ke daun yang lebih muda (Gardner, et al, 1991).
Karakteristik gejala defisiensi adalah terbentuknya antosianin pada batang, tulang
daun, tangkai daun sehingga berwarna merah atau merah ungu. Daun muda yang
mengalami defisiensi nitrogen kadang-kadang lebih kaku, kurang berkembang
dibanding daun normal, percabangan tertahan karena dormansi tunas lateral yang
berkepanjangan. Sementara kelebihan nitrogen sering menyebabkan timbulnya
poliferasi batang dan daun, dan buah menjadi berkurang (Russell, 1989).
Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia
bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang
hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp. Mikroba
penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba
penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja,
sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua
jenis tanaman.
Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro
yang hidup bebas. Bakteri fiksasi N2 yang hidup bebas pada daerah perakaran dan
jaringan tanaman padi, seperti Pseudomonas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus,
Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum telah terbukti mampu melakukan
fiksasi N2 (James and Olivares 1997). Bakteri fiksasi N2 pada rizosfer tanaman
gramineae, seperti Azotobacter paspali dan Beijerinckia spp., termasuk salah satu
dari kelompok bakteri aerobik yang mengkolonisasi permukaan akar dan tumbuh
baik pada keadaan asam (sampai pH 3). Di samping itu, Azotobacter merupakan
bakteri fiksasi N2 yang mampu menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh
giberelin, sitokinin, dan asam indol asetat, sehingga dapat memacu pertumbuhan
akar (Alexander 1977). Populasi Azotobacter dalam tanah dipengaruhi oleh
pemupukan dan jenis tanaman.
II.1 Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik
Bakteri heterotropik tertentu yang hidup dalam tanah ternyata dapat pula hidup
secara bebas pada tanaman tingkat tinggi yang berkemampuan menggunakan
nitrogen udara dalam pembentukan sel-sel jaringan tubuhnya. Bakteri-bakteri
heterotropik tersebut apabila tidak hidup bersama-sama dengan tanaman-tanaman
tingkat tinggi disebut dengan bakteri non-simbiotik.
II.2 Klasifikasi Penambat N Non-Simbiotik
Berdasarkan akan kebutuhan oksigen bagi keperluan hidupnya dapat terbagi atas:
a. Golongan aerobik, yaitu bakteri azotobakter yang tersebar secara meluas,
ditemukan dalam tanah dengan pH 6,0 lebih, reaksi tanah ini merupakan faktor
pembatas pada perkembangan dan penyebaran bakteri tersebut, memang pada
pH kurang dari 6,0 dapat juga hidup akan tetapi tidak aktif.
b. Golongan anaerobik, yaitu bakteri clostridium yang dapat lebih menyesuaikan
diri pada keadaan asam dibandingkan dengan bakteri-bakteri lain dari golongan
aerobik. Kadang-kadang penyebarannya lebih luas (di dan kemana-mana),
sehingga sering ditemukan di setiap tanah dalam keadaan yang menguntungkan
karena dapat mengikat nitrogen.
Menurut Waksman (1961), bakteri fiksasi nitrogen memerlukan sumber-sumber
energi, yang dapat diperoleh dengan kemampuannya dari senyawa-senyawa
organik karbon tertentu yang digunakannya bagi sintesa sel. Organisme ini dapat
digolongkan dengan berdasar pada basis kemampuannya untuk memanfaatkan
sumber-sumber energi yang tersedia dalam suatu persoalan non-simbiotik.
Organisme-organisme lainnya berkemampuan memperoleh karbon bagi energinya
dan bagi sintesa sel dari tanaman-tanaman yang tumbuh dan secara simbiotis.
Organisme-organisme yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk
memfikasasi nitrogen molekuler dapat dibedakan menjadi organisme aerob
obligat, aerob fakultatif, dan anaerob.
a. Organisme aerob obligat-fiksasi nitogen non-simbiotik. Bakteri penambat
nitrogen non simbiotik, termasuk dalam famili Azotobacteriaceae yang terdiri
dari:
1. Genus Azotobacter terdiri dari empat spesies ,yaitu A. crhoococcum, A.
beijerinkii, A. vinelandii dan A. paspali.
2. Genus Azomonas terdiri dari A. agilis, A. insigne, dan A. macrocytogenese.
3. Genus Beijerinkia terdiri dari B. indica, B. mobilis, B.fluminensis dan
B.derxii.
4. Genus Derxia yang terdiri dari satu spesies yaitu D.gumnosa
5. Genus Archromobacter, Bacillus, Mycobacterium, dan Arthrobacter
(Hamdi, 1982).
b. Bakteri aerob fakultatif antara lain termasuk dalam genus-genus Aerobacter,
Klebseilla, dan pseudomonas.
c. Organisme anaerobik-fiksasi nitrogen non-simbiotik
1. Genus Clostridium pasteurianum, meliputi golongan tidak fermentasi
tepung tipe clostridia
2. Genus Chlorobium
3. Genus Chromatium
4. Genus Rhodomicrobium
5. Genus Rhodopseudomonas
6. Genus Rhodospirilium
7. Genus Desulfovibrio
8. Genus Methanobacterium
3.3 Karakteristik Bakteri Penambat N Non Simbiotik
Karakteristik bakteri penambat N non simbiotik dapat dicirikan sebagai berikut:
Warna koloni mulai dari warna putih, bening, putih berlendir, bening
berlendir dan kuning.
Bentuk koloni irregular dan circulaie,
Permukaan koloni licin dan kasar.
Bentuk sel berkisar antara batang, kokus dan spiral.
Sifat respirasi bakteri aerob dan fakultatif
3.4 Ciri Morfologi
Secara umum morfologi penambat N non simbiotik tidak jauh berbeda
dengan ciri morfologi bakteri lainnya.
1. Genus Azotobacter
Dicirikan dengan sel berbentuk batang, gram negatif, bersifat aerobik obligat dan
mempunyai ukuran sel yang lepih panjang dari prokariot lainnya dengan diameter
sel 2-4 μm atau lebih. Beberapa strain motil dengan flagel peritrikha. Pada media
yang mengandung karbohidrat, bekteri ini membentuk kapsul yang berfungsi
melindunginya dari lingkungan luar. Bakteri ini memiliki struktur khusus yang
disebut kista. Kista ini bersifat seperti endospora, yakni tubuh berdinding tebal,
sangat reaktif dan resisten, tahan terhadap proses pengeringan, pemecahan
mekanik, ultraviolet dan radiasi ionik (Brock, et al., 1994).
Menurut Gardner et al (1991), pembentukan kista pada Azotobacter karena
sel-sel Azotobacter mengandung PBH (Poli-ß-hidroksibutirat) yang merupakan
bahan utama pembentukan kista, selain juga mengandung sebuah sistem sitokrom
untuk mengirim elektron yang menunjukkan respirasi oksidatif yang tinggi dalam
mendukung penambatan nitrogen udara.
Beberapa spesies dari genus Azotobacter, antara lain Azotobacter
chroococcum mempunyai flagel peritrikha, lendir sedang, dan memiliki pigmen
hitam-coklat yang tidak larut. A. venelandii, A. paspali dan A. agilis memiliki
flagel peritrikha, lendir sedikit sampai sedang, berwarna hijau, pigmen fluoresens
dan larut. A. beijerenkii tanpa flagel, lendir sedang dan pigmen kuning muda
kecoklatan tidak larut. A. macrocytogenes berflagel polar, lendir banyak dan
pigmen merah muda yang dapat larut (Rao, 1994).
2. Genus Beijerinckia
Memiliki ciri sel tunggal, bentuk lurus atau melengkung, dan seperti buah pear
yang saling bergandengan antar ujung sel satu dengan lainnya. Sel-sel berukuran
panjang dan bersifat membiaskan cahaya. Pada media cair tidak terbentuk pellicle,
namun eksudat yang dikeluarkan dapat merubah media menjadi kental dan
terbentuk masa semi transparan seperti lendir berwarna putih. Pellicle akan
terbentuk bila genus Beijerinckia ditumbuhkan pada media semi padat. Pellicle
tersebut terbentuk pada permukaan media, berwarna putih dan dapat digores pada
media padat untuk proses pemurnian (Hamdi, 1982). Beijerinkia indica memiliki
flagel peritrikha, lendir banyak dan pigmen berwarna coklat karat yang muda dan
tidak larut.
3. Genus Derxia, Pseudomonas dan Azospirillum
Derxia gumnosa berflagel polar, lendir banyak dan pigmen kuning-coklat. Genus
Pseudeomonas dicirikan dengan sel berbentuk batang yang mirip dengan
Azotobacter, bedanya bakteri ini tidak mempunyai kista. Bakteri ini termasuk
gram negatif dan bersifat anaerob fakultatif (Pelczar, et al., 1986; Rao, 1994).
Azospirillum mempunyai ciri berupa sel yang berbentuk setengah spiral
yang padat dan bergetar dengan sebuah flagel polar, sehingga bergerak secara
berputar. Bakteri ini adalah gram negatif dan mengandung butir-butir Poli-
ßhidroksibutirat (Harran dan Ansori, 1992).
3.5 Bioekologi
Kemampuan bakteri penambat N non simbiotik untuk mengikat nitrogen
tanpa kehadiran inang dan kemampuannya untuk hidup pada kondisi masam
membuat kelompok bakteri ini memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap
lingkungannya. Genus Azotobacter tumbuh dengan baik pada kondisi NH3 juga
pada berbagai jenis media seperti karbohidrat, alkohol dan asam organik.
Azotobckter bersifat aerob obligat, namun enzim nitrogenasenya sangat sensitif
terhadap O 2 sama seperti nitrogenase lainnya, oleh kerena itu Azotobacter
melakukan respirasi tingngi untuk melindungi nitrogenase dari O 2 sehingga
konsentrasi O 2 intraseluler pada Azotobacter relatif lebih sedikit (Brock, et al.,
1994).
Lebih lanjut Brock, et al (1994), menyatakan bahwa Azotobacter
chroococum mampu tumbuh dan mereduksi N2 tanpa kehadiran molibdenum
yang berfungsi dalam pembentukan nitrogenase. Jika bakteri ini ditempatkan pada
media yang kekurangan amonia dan molybdenum tetapi mengandung logam
vanadium, maka bakteri ini akan menghasilkan vanadium nitrogenase
menggantikan posisi molibdenum yang berfungsi menstimulasi pengikatan
nitrogen. Seperti pada enzim molibdenum, vanadium nitrogenase juga terdiri dari
dua protein, pertama protein yang mengandung besi, kedua protein yang
mengandung besi dan vanadium yang dapat mereduksi N 2 menjadi NH3 , H +
menjadi H2 dan H2C2 menjadi C2 H4 . Namun kemampuan reduksi vanadium
nitrogenase lebih lambat bila dibanding enzim molybdenum.
Suhu optimum bagi pertumbuhan Azotobacter chroococum adalah 300C,
jumlahnya dapat mencapai beberapa ratus per g- tanah. Walaupun penyebaran
populasi bakteri ini tidak begitu luas, namun spesies ini merupakan kontributor
penting bagi penambatan nitrogen. A. beijerinckii lebih dominan pada tanah
masam, dengan pH di bawah 3,0. Penyebaran spesies ini cukup luas, banyak
ditemukan di tanah tropik bahkan juga ditemukan pada daerah tempera dan
antartik. Demikian pula Derxia gummosa yang banyak ditemukan di wilayah
tropis Amerika Utara, mampu tumbuh dengan baik pada pH 4,5-6,5 (Tate, 2000).
Azospirillum dapat bersifat mikrofil jika berada pada kondisi N-fiksing,
tetapi Azospirillum dapat bersifat aerobik jika mendapat suplai berupa N terikat
seperti garam amonia. Salah satu spesies genus ini A.lipoferum bisa bersifat
autotrof dengan menggunakan gas hydrogen sebagai sumber energinya (Pelczar,
et al., 1986). Menurut Harran dan Ansori (1992), Azospirillum banyak ditemukan
di daerah tropis dengan pH 5,6. spesies ini tumbuh dengan baik pada daerah
perakaran rumpu-rumputan. Aktivitas nitrogenase pada akar P. maximum
ternyata dapat di deteksi sampai pada pH serendah 5,2. Azospirillum lipoferum
biasanya terakumulasi di permukaan tanah terutama di daerah perakaran tanaman
padi dan rerumputan. Bakteri ini tumbuh dengan optimal pada suhu 320-400 C.
Aktivitas optimum nitrogenase terjadi dalam kondisi pH antara 6,8 sampai 7,8
(Hamdi, 1982).
Klebseilla sp. banyak tersebar di daerah berair dan rizosfer tanah. Pada tanah
pertanian, populasi bakteri ini rata-rata berjumlah antara 102 sampai 105
propagul g-1 tanah. Pada kondisi optimal, jumlahnya dapat mencapai 106 g-1
tanah (Tate, 2000).
Bakteri lainnya, Clostridium dikenal paling toleran terhadap tanah masam
dibandingkan dengan bakteri penambat N non simbiotik lainnya. Bakteri ini
tersebar luas di tanah, sebab tidak menuntut kondisi tanah dengan aerasi berlebih
maupun melimpahnya bahan organik tanah. Pengelolahan tanah yang sederhana
saja sudah cukup untuk mendukung fungsi bakteri ini dalam mengikat nitrogen
bebas (Foth, 1998).
3.4 Mekanisme Fiksasi Nitrogen
Secara umum jumlah nitrogen yang diikat oleh bakteri penambat nitrogen
non simbiotik tergantung pada sifat sumber energi, jumlah nitrogen dan mineral
yang tersedia, reaksi tanah serta kondisi lingkungan lainnya (Sutedjo, 1996).
Menurut Salisbury dan Ross (1995), penambatan nitrogen sebenarnya adalah
reaksi reduksi N2 menjadi NH4+, yang mana sejauh ini diketahui bahwa reaksi ini
hanya dapat dilakukan oleh mikroorganisme prokariot. Reaksi keseluruhan
penambatan N adalah sebagai berikut:
N2 + 8e + 16ATP + H2O 2 NH3 + H2 + 16ATP + 16pi + 8H+
Reaksi tersebut memerlukan elektron dan proton serta banyak molekul
ATP yang dapat diperoleh dari oksidasi piruvat. Dalam reaksi oksidasi piruvat
tersebut, dihasilkan asetil fosfat yang dengan adanya adenisin difosfat (ADP)
membentuk ATP. Disamping itu, oksidasi piruvat juga menyebabkan reduksi
sebuah protein yang disebut feredoksin. Menurut Rao (1994), feredoksin secara
alami ditemukan pada protein pembawa elektron yang mengandung besi belerang
(Fe-S) yang dapat melakukan oksidasi-reduksi secara bolak-balik. Protein ini
banyak diisolasi dari bakteri Clostridium pasteeurianum, Azotobacter vinelandii,
daan Bacillus polymyxa. Pada reaksi reduksi feredoksin ini piruvat mentransfer
elektron yang bergabung dengan 2H+ kemudian ditransfer pada feredoksin dengan
bantuan enzim hidrogenase sebagai katalisator.
Lebih lanjut Rao (1994), menjelaskan bahwa selain pentingnya elektron dan
proton serta ATP dalam proses reduksi N2 menjadi NH4+. Dalam reaksi ini
juga diperlukan enzim nitrogenase yang berfungsi sebagai katalisator.
Nitrogenase terdiri dari dua protein, yakni protein Fe dan protein Fe-Mo. Protein
Fe mempunyai 4 atom besi di kelompok Fe4S4, sedangkan protein Fe-Mo
mengandung 2 atom molybdenum dan 28 atom besi.
Reaksi penambatan nitrogen dimulai ketika nitrogenase menerima elektron
dari feredoksin tereduksi, sehingga protein Fe menjadi tereduksi. Selanjutnya
protein Fe membawa elektron ke protein Fe-Mo disertai katalisis ATP menjadi
ADP dan Pi. Protein Fe-Mo kemudian meneruskan pengangkutan elektron menuju
proton untuk membentuk 2NH4 dan satu H2.
3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bakteri
Faktor-faktor yang mempengaruhi penambatan nitrogen non simbiotik adalah
faktor lingkungan, terutama ciri kimia dan fisika habitatnya (Tedja Imas,1989).
Faktor-faktor tersebut meliputi :
a. Ketersediaan senyawa nitrogen
Jazad mikropenambat N2 pada umumnya juga mampu menggunakan
amonium, nitrat, dan senyawa nitroge organik. Amonium lebih disukai dan
bersama-sama dengan senyawa-senyawa yang dapat diubah menjadi amonium
(seperti urea dan nitrat) merupakan penghambat penambatan nitrogfen yang
paling efektif.
b. Kesediaan nutrien anorganik
Bila jazad mikro penambatan nitrogen ditumbuhkan pada media yang
mengandung garam-garam amonium dan senyawa nitrogen lainnya, beberapa
nutrien anorganik diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daipada medium
tersebut bebas dari nitrogen. Dalam penambatan nutrigen diperlukan
molibdenum, besi, calsium dan kobalt dalam jumlah yang cukup.
c. Macam sumber energi yang tersedia
Bagi jazad heterotrof, tersedianya sumber energi merupakan faktor utama yang
membatasi laju dan besarnya asimilasi N2. Penambatan gula sederhana,
selulosa, jerami, atau sisa-sisa tanaman dengan nisbah C/N yang tinggi
seringsekali meningkatkan dengan nyata transformasi N.
d. pH
pH mempunyai pengaruh yang nyata, Azotobacter dan Sianobakteri tergolong
sangat peka pada tanah-tanah dengan pH kurang dari 6,0 sedangkan
Beijerinckia tidak peka dan dapat tumbuh dan menambat N2 pada pH 3-9.
e. Kelembaban tanah
Kelembaban tanah sering kali menentukan laju penambatan nitrogen dan
kandungan air optimum tergantung pada tanah yang bersangkutan dan jumlah
bahan organik yang tersedia. Bila kelembaban terlalu tinggi maka keadaan
aerobik berubah menjadi anaerobik.
f. Suhu
Suhu optimum bagi penambatan nitrogen adalah suhu sedang. Penambatan
terhenti pada suhu beberapa derajat di atas suhu optimum. Di beberapa daerah
beriklim sedang bagian Utara didapati bahwa penambatan nitrogen masih
berlangsung sekalipun pada musim dingin. Jazad mikro pelakunya
diperkirakan algae atau lumut kerak.
Kondisi lingkungan yang dapat menimbulkan masalah bagi adalah tanah marginal
dengan curah hujan rendah, suhu ekstrim, tanah masam dengan status hara rendah,
dan tanah yang rendah kemampuan retensi airnya.
III. KESIMPULAN
Dalam makalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka didapatkan bahwa:
1. Dalam menambat atau memfiksasi nitrogen yang ada di alam bebas, dapat
dilakukan oleh penambat N simbiotik maupun penambat N non-simbiotik
2. Penambat N non-simbiotik hidup dalam tanah dimana mikroorganisme tersebut
dapat hidup bebas atau tidak bersimbiosis dengan tanaman-tanaman tingkat
tinggi selain tanaman legume.
3. Penambat N non-simbiotik dapat dibagi menjadi bakteri aerob obligat (genus-
genus Azotobacter, Beijerinckia, Derxia, Archromobacter, Mycobacterium,
Arthrobacter dan Bacillus), bakteri aerob fakultatif (genus-genus Aerobacter,
Klebseilla, dan pseudomonas), bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob
(genus-genus Clostridium, Chlorobium, Chromatium, Aerobacter, Klebseilla,
dan Pseudomonas Rhodomicrobium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum,
Desulfovibrio, dan Methanobacterium).
4. Penambat N non-simbiotik dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri bentuk, warna,
dan sifat respirasi.
5. Dalam menambat nitrogen, aktivitas mikroorganisme tersebut sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan senyawa nitrogen, ketersediaan nutrisi
anorganik, sumber energi, pH dan kelembaban serta suhu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Penambatan N Non Simbiotik. http://bianconeri16.blogspot.com/2010/06/peran-mikroorganisme-dalam.htm. Diakses tanggal 27 November 2012
Brock, T.D. 1994. Biology of Microorganism, Seventh Edition. New Jersey. Prentice – Hall.
Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta. Gadjah Mada Universiti Press. Jakarta UI-PRESS.
Gardner, F. P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta UI-PRESS.
Hamdi, Y.A. 1982. Application Of Nitrogen-Fixing Systems In Soil Improvement And Management. Rome. Food And Agriculture Organization Of The United Nation.
Harran, S dan Ansori, N. 1992. Bioteknologi Pertanian. Bogor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Salysbury, F. B dan Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid Dua. Terjemahan Plant Physiology, 4th Edition. Bandung. Penerbit ITB Bandung.
Sutedjo, M.M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Jakarta. PT Reineka Cipta.
Sutijono, S. 1996. Intisari Kesuburan Tanah. Malang. Penerbit IKIP Malang.
Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung.
Tate, R. L. 2000. Soil Microbiology Second Edition. New York. Jhon Wiley & Sons,Inc.
Wedhastri, S. 2002. Isolasi dan Seleksi Azotobaacter spp. Penghasil Faktor Tumbuh dan Penambat Nitrogen dari Tanah Masam. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan Vol 3 (1) (2002) pp 45-51. http://soil.foperta.ugm.ac.id/jiti /3.1% 202002%2045%20weid.pdf. Diakses tanggal 28 November 2012.
Widayati, W. E. 1998. Aktivitas Nitrogenase dan Produksi Fitohormon dari Bakteri Penambat N2 Udara Hasil Isolasi dari Rizosfer dan Nira Tebu. Jurnal Buletin Pagi P3GI No. 148. Februari 1998 : 34-44.
top related