penatalaksanaan fisioterapi pada kasus ...antebrachi fracture is a breakdown of bone continuity that...
Post on 15-Dec-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR
ANTEBRACHII DISTAL SINISTRA POST GIPS DI RST
DR.SOEDJONO MAGELANG
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
DIAN AYU CHANDRA DEWI
J100 150 002
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR
ANTEBRACHII DISTAL SINISTRA POST GIPS DI RST DR.SOEDJONO
MAGELANG
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh :
Dian Ayu Chandra Dewi
J100 150 002
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing,
(Arif Pristianto, SSTFT., M.Fis)
NIK. 100.162HALAMAN PENGESAHAN
ii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR
ANTEBRACHII DISTAL SINISTRA POST GIPS DI RST DR.SOEDJONO
MAGELANG
Oleh :
Dian Ayu Chandra Dewi
J100 150 002
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan penguji
1. Arif Pristianto, SSTFT., M.Fis ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Arin Supriyadi SST.FT, M. Fis ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Farid Rahman SSTFT,. M.OR ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
(Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes)
NIK: 786
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bawa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar ahli madya di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pebdapat yang
perna ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggung jawabkan sepenunya.
Surakarta, 04 Juli 2018
Penulis,
DIAN AYU CHANDRA DEWI
J100 150 002
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR
ANTEBRACHII DISTAL SINISTRA POST GIPS DI RST DR.SOEDJONO
MAGELANG
Abstrak
Latar belakang: fraktur lengan bawah fraktur yang meliputi corpus atau shaft radius,
ulna, atau keduanya. Fraktur lengan bawah diklasifikasikan lebih lanjut menurut
lokasinya yaitu, sepertiga proksimal, sepertiga tegah, dan sepertiga distal. Fraktur
antebrachii merupakan terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi pada tulang radius
dan ulna. Manifestasi dari kasus ini ditemukan ada nyeri bengkak, dan keterbatasan
lingkup gerak sendi.
Tujuan: untuk mengetaui manfaat transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS) dalam mengurangi nyeri, manfaat terapi latihan (gerak aktif dan gerak pasif)
dalam mengurangi bengkak dan meningkatkan lingkup gerak sendi.
Hasil: setelah dilakukan terapi selama 6 kali pertemuan, didapatkan hasil adanya
penurunan nyeri diam T0: 2 menjadi T6: 0, nyeri tekan T0: 3 menjadi T6: 2, nyeri
gerak T0: 4 menjadi T6: 2. Penurunan bengkak pada lingkar tangan T0: 48 cm
menjadi T6: 45 cm, lingkar wrist T0: 21 cm menjadi T6: 18 cm, dan lingkar tangan 5
cm proksimal wrist T0: 23 cm menjadi T6: 20 cm. peningkatan lingkup gerak sendi
pada palmar fleksi T0: 500 menjadi T6: 60
0, dorsi fleksi T0: 35
0 menjadi T6: 45
0,
ulnar deviasi T0: 200 menjadi T6: 35
0, radial deviasi T0: 15
0 menjadi T6: 20
0,
pronasi T0: 100 menjadi T6: 30
0, dan supinasi T0: 80
0 menjadi T6: 90
0.
Kesimpulan: transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dan terapi latihan
dapat dapat mengatasi gangguan yang ada pada kasus fraktur antebrachii distal
sinistra post GIPS.
Kata kunci: antebrachii, transcutaneous electrical stimulation, terapi latihan.
Abstract
Background: Fracture of the forearm of the fracture which includes the corpus or
shaft radius, ulna, or both. The forearm fracture is further classified according to its
location ie, one-third proximal, one-third prevented, and one third distal. An
antebrachi fracture is a breakdown of bone continuity that occurs in the radius bone
and ulna. The manifestation of this case was found to have swelling pains, and
limited range of motion of the joints.
Objective: To assess the benefits of transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS) in reducing pain, the benefits of exercise therapy (active motion and passive
movement) in reducing swelling and increasing the scope of joint motion.
2
Results: after 6 weeks of therapy, the result was a decrease of T0: 2 to T6: 0, T0: 3
tenderness to T6: 2, motion pain T0: 4 to T6: 2. Reduction of swelling on hand
circumference T0 : 48 cm to T6: 45 cm, wrist circumference T0: 21 cm to T6: 18 cm,
and hand wrist 5 cm proximal wrist T0: 23 cm to T6: 20 cm. increased the range of
motion of the joints in the flexural palmar T0: 500 to T6: 60
0, the flexion density T0:
350 to T6: 45
0, ulnar deviation T0: 20
0 to T6: 35
0, radial deviation T0: 15
0 to T6: 20
0,
pronation T0: 100 to T6: 30
0, and supination T0: 80
0 to T6: 90
0.
Conclusion: transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) and exercise therapy
can overcome the existing disturbance in the case of a distal antebrachii fraktur
sinistra post GIPS.
Keywords: antebrachii, transcutaneous electrical stimulation, exercise therapy.
1. PENDAHULUAN
Trauma0merupakan salah satu penyebab utama kematian dan
kecacatan0di dunia. Tingkat kematian (mortality rate) kasus trauma lebih tinggi
pada negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, hal ini berhubungan
dengan banyaknya penggunaan transportasi bermotor, kurang maksimalnya
pembangunan jalan, dan sistem penanganan trauma yang terbatas. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2013 kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul.
Dari 45.987 dari peristiwa kecelakaan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur
sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%) dan, disebutkan dari 84.774 orang
kasus cedera 5,8 % mengalami patah tulang (fraktur).
Fraktur lengan bawah adalah fraktur yang meliputi corpus atau shaft
radius, ulna, atau keduanya. Fraktur lengan bawah di klasifikasikan lebih lanjut
menurut lokasinya yaitu, sepertiga proksimal, sepertiga tegah, dan sepertiga
distal (Thomas, 2011). Fraktur antebrachii merupakan terputusnya
kontinuitas0tulang yang terjadi pada tulang radius dan ulna (Thomas, 2011).
3
penanganan fisioterapi yang dapat digunakan salah satunya berupa
TENS0(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) dan terapi latihan.
Pemberian TENS dapat mempengaruhi intensitas nyeri sehingga nyeri akan
berkurang (Parjoto, 2006). Sedangkan terapi latihan0merupakan salah satu
tindakan yang dalam0pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara
aktif0maupun pasif yang dapat mengurangi bengkak dan dapat meningkatkan
lingkup gerak sendi (Kisner dan Colby, 2012). Dari penjelasan diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan
modalitas TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) dan terapi latian
gerak aktif dan gerak pasif.
2. METODE
Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 6 kali terapi di RST dr.
Soedjono Magelang pada pasien Ny. SS usia 59 tahun dengan diagnosa medis
fraktur antebrachii distal sinistra post gips. Dalam penanganan modalitas
fisiohterapi yang diberikan adalah transcutaneous electrical nerve stimulation
dan terapi latihan. Metode tersebut digunakan untuk mengurangi nyeri,
mengurangi pembengkan, dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Selain terapi
diatas pasien dan keluarga dapat melaksanakan edukasi di rumah yang telah
diajarkan oleh fisioterapi seperti gerak pasif dan gerakan aktif agar asil
memuaskan dan sesuai dengan yang diharapkan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Terapi yang diberikan kepada Ny. SS usia 59 tahun dengan diagnosa
medis fraktur antebrachii distal sinistra post gips. Memiliki problematika
yaitu, nyeri pada pergelangan tangan kiri, adanya bengkak, dan penurunan
lingkup gerak sendi. Setelah dilakukan terapi dengan modalitas TENS dan
terapi latihan selama 6 kali terapi didapatkan hasil:
4
3.1.1 Nyeri dengan Verbal Rating Scale
Berkurangnya nyeri pada pergelangan tangan dengan verbal rating
scale (VRS) yaitu nyeri diam dari T0 dengan hasil 2 yaitu nyeri ringan
menjadi T6 dengan hasil 0 yaitu tidak nyeri, nyeri tekan dari T0
dengan hasil 3 yaitu nyeri berat menjadi T6 dengan hasil 2 yaitu nyeri
sedang, nyeri gerak dari T0 dengan hasil 4 yaitu nyeri sangat berat
menjadi T6 dengan0hasil020yaitu0nyeri0sedang.
3.1.2 Antropometri dengan Pita Ukur
Tabel 1 Pengukuran Nyeri dengan Verbal Rating Scale
Tabel 2 Pengukuran Antropometri menggunakan Pita Ukur
5
Berkurangnya bengkak pada tangan kiri dengan pita ukur yaitu
lingkar tangan dari T0 dengan hasil 48 cm menjadi T6 dengan hasil 45
cm, lingkar wrist dari T0 dengan hasil 21 cm menjadi T6 dengan hasil
18 cm, lingkar 5 cm proksimal wrist dari T0 dengan hasil 23 cm
menjadi T6 dengan hasil 20 cm.
3.1.3 Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer
Peningkatan lingkup gerak sendi dengan goniometer yaitu, gerak
palmar fleksi dari T0 dengan hasil 500 menjadi T6 dengan0hasil060
0,
gerak dorsi fleksi dari T0 dengan hasil 350
menjadi T6 dengan hasil
450, gerak ulnar deviasi dari T0 dengan hasil 20
0 menjadi T6 dengan
hasil 350, gerak radial deviasi dari T0 dengan hasil 15
o menjadi T6
dengan hasil 200, gerak pronasi dari T0 dengan hasil 10
0 menjadi T6
dengan hasil 300, gerak supinasi dari T0 dengan hasil 80
0 menjadi T6
dengan hasil 900.
Tabel 3 Pengukuran Lingkup Gerak Sendi menggunakan Goniometer
6
3.2 Pembahasan
3.2.1 Nyeri dengan TENS (Konvensional)
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan derajat nyeri diam 2,
nyeri tekan 3, dan nyeri gerak 4. Kemudian diberikan TENS selama 6
kali terapi. Hasil yang diperoleh pada T1 dan T2 belum ada perubahan
karena pasien masih dalam tahap penyesuaian alat, penyesuaian alat
untuk mengurangi nyeri adalah jika pasien sudah 5 kali terapi
(Fakhrah, 2017).
Pada T3 dan T4 adanya penurunan derajat nyeri menjadi 1 yaitu
nyeri ringan. Penurunan nyeri pada terapi ini dipengaruhi oleh
kenyamanan pasien terhadap alat, menurut Gourav, Banerjee dan Mark
(2013) bahwa mekanisme TENS bekerja untuk mendorong analgesia
dalam korelasi dengan teori gerbang rasa sakit dan pelepasan berbagai
neurotransmitter0disistem saraf pusat termasuk0opioid (endorfin),
serotonin, asetilkolin, atau-epinefrin,0dan gamma-amino butyric acid-
(GABA), sehingga dapat mengurangi nyeri.
Pada T5 dan T6 terjadi penurunan yang signifikan dengan nilai
derajat nyeri menjadi 0 yaitu tidak ada nyeri, karena pasien rutin dalam
menjalani terapi dan adanya teori kontrol0gerbang berdasarkan pada
sistem saraf (termasuk CNS0dan PNS) melibatkan dua serat
aferen0serabut saraf yang masuk sumsum tulang belakang. Salah
satunya adalah serat A-beta -diameter besar, lebih cepat, membawa
7
sensasi sentuhan, dan lainnya adalah serat tipe C dan serat A-delta-
diameter yang0lebih kecil, lebih lambat, membawa sensasi nyeri. Teori
kontrol yang hadir menyatakan bahwa otak dapat
mengeluarkan0analgesik sendiri (pembunuh rasa sakit tubuh) zat
bernama endorfin. Stimulasi listrik meningkatkan sekresi0endorfin
sehingga mampu meredakan nyeri (Fakhrah, 2017).
3.2.2 Penurunan Bengkak dengan Terapi Latihan
Pada pasien ini, didapatkan hasil pemeriksaan antropometri pada
lingkar tangan yaitu 48 cm, lingkar wrist 21 cm, dan lingkar 5 cm
proksimal wrist 23 cm. Kemudian gerakan aktif dan pasif selama 6 kali
terapi. Hasil yang diperoleh dari T1 dan T2 belum adanya perubahan
karena untuk penurunan bengkak dibutukan waktu sekitar 10 hari
(Hays, 2013) . Pada T3 dan T4 adanya penurunan bengkak pada
lingkar tangan 46 cm, lingkar wrist 19 cm, dan 5 cm proksimal wrist
21 cm. Penurunan bengkak pada terapi ini dipengaruhi oleh intervensi
yang dilakukan untuk mengurangi bengkak adalah elevasi ekstremitas
yang dilakukan oleh pasien secara berulang-ulang selama 4 hari (Hays,
2013).
Pada T5 dan T6 adanya penurunan bengkak yang signifikan, lingkar
tangan menjadi 45 cm, lingkar wrist menjadi 18 cm, dan lingkar 5cm
proksimal wrist menjadi 20 cm. Edema tangan adalah kumpulan air
dan elektrolit yang menumpuk pada tangan. Ketika otot rangka
8
berkontraksi lebih pendek dan melebar sehingga dapat menekan arteri
dan vena , yang seolah-olah, menyumbat pembuluh. Jika kontraksi
kuat, karena selama latihan arteri mendorong kapiler untuk
meningkatkan tekanan hidroskular intravaskular dalam cairan Selama
kontraksi otot yang intens, pembuluh darah yang mengambil darah
dari otot yang bekerja dikompresi, sedangkan arteri terus
mengantarkan darah ke dalam otot yang bekerja, sehingga
menciptakan peningkatan konsentrasi plasma darah intramuskular. Ini
menyebabkan plasma perlahan-lahan keluar dari kapiler dan masuk ke
ruang interstisial. Penumpukan cairan di ruang interstisial membawa
sekitar gradien tekanan ekstraseluler, yang memicu aliran plasma
kembali ke otot sehingga bengkak berkurang (Slutsky, 2005).
3.2.3 Peningkatan Lingkup Gerak Sendi dengan Terapi Latihan
Pada pasien ini, didapatkan hasil pemeriksaan lingkup gerak sendi
pada wrist joint yaitu pada bidang sagital S 350-0
0-50
0, bidang frontal
F 150-0
0-20
0, dan pada bidang rotasi R 10
0-0
0-80
0, kemudian dengan
modalitas terapi latian dengan gerak aktif dan gerak pasif selama 6 kali
terapi. Hasil T1 dan T2 belum adanya perubahan peningkatan ROM
pada tiap bidang, hal ini dikarenakan adanya kekakuan pada sendi
wrist dan masih terdapat bengkak (Hays, 2013).
Pada T3 dan T4 adanya peningkatan ROM setiap bidang,
peningkatan ROM pada terapi ini dipengaruhi oleh perbaikan jaringan
9
otot melalui reorganisasi serat kolagen, sehingga memungkinkan
peningkatan gerak dan penurunan kekakuan sendi, sehingga diketahui
bahwa mobilisasi dini dalam kasus ini membantu dalam pemeliharaan
kondisi dan mencegah komplikasi (Maylli, 2016).
Pada T5 dan T6 mengalami peningkatan ROM yang cukup
signifikan, peningkatan ini dipengaruhi karena adanya gerak aktif
adalah dibawah kontrol pasien langsung melalui pengolahan kortikal
dan aktivasi unit musculotendinous. Menurut Hays 2013 latihan gerak
aktif dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan, dan meningkatkan
drainase limfatik, rentang gerak aktif menghasilkan efek tekan lokal
pada kulit di sekitarnya, jaringan subkutan, dan sistem limfatik.
Beberapa perbedaan fisiologis penting ada diantara latihan gerak aktif
dan pasif. Mengenai tendon, gerak aktif mempromosikan tendon
berada ke proksimal yaitu lokasi pembentukan jaringan parut. Disisi
lain gerakan pasif menargetkan gerak ke distal yaitu tempat perlekatan
tendon. Secara khusus, gerak aktif melalui kontraksi otot, sedangkan
gerakan pasif tidak. Selain itu, keuntungan melalui latihan gerak aktif
lebih mungkin untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan
ligkup gerak sendi, sedangkan gerakan pasif tidak dapat meningkatkan
lingkup gerak sendi (Hays, 2013).
10
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 6 kali pada kasus
fraktur antebrachii distal sinistra dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu,
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dapat menurunkan nyeri, terapi
latihan (gerak aktif dan gerak pasif) dapat mengurangi bengkak, terapi
latihan (gerak aktif dan gerak pasif) dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi.
4.2 Saran
Berdasarkan pada penatalaksanaan fisioterapi di Rumah Sakit Tentara dr.
Soedjono yang berada di Magelang, maka penulis akan memberikan saran
kepada pasien, keluarga, dan pihak rumah sakit, sebagai berikut:
4.2.1 Bagi Pasien
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan
saran dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pasien. Saran
yang diberikan adalah setelah keluar dari rumah sakit pasien
disarankan untuk menjalani terapi secara rutin di rumah. Sehingga,
tujuan terapi yang telah disusun oleh fisioterapis dapat tercapai dengan
baik.
4.2.2 Bagi Keluarga
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan
saran dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pasien
11
melalui dukungan dari anggota keluarga. Saran yang diberikan adalah
keluarga menerapkan latihan-latihan yang telah diajarkan oleh terapis.
Aktivitas sehari-sehari pasien dilakukan secara mandiri yang berguna
untuk melatih kemandirian pasien.
4.2.3 Bagi Pihak Rumah Sakit
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis mengajukan
saran dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada pihak rumah
sakit. Saran yang diberikan adalah peralatan yang digunakan cukup
bagus, tapi alangkah baiknya jika jumlah alat kususnya TENS
ditambah agar pasien tidak menunggu alat untuk bergantian.
DAFTAR PUSTAKA
Bare, Brenda G, Smeltzer, Suzanne C. (2006) . Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing, edition 10 . Lippincott Williams & Wilkins.
Clevo, R. M., dan Margareth, T. (2012). Asuhan Keperawatan Medickal Beda dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. (2005). Jakarta: EGC
Fakhrah, Siknader Ali Sangrasi, et al. (2017). Low back pain; Effectiveness Of Tens
With Or Without Standard Physiotherapy Treatment, 818–823.
https://doi.org/10.17957/TPMJ/17.3884
Fakhrurrizal, A. (2015). Effect Of Splinting Concerning Fracture Pain On Patient In
Igd Room At A.M Parikesit Hospital Tenggarong, 3(2).
Frykman, G. (2014). Fracture of the Distal Radius Including Sequelae- Shoulder –
Handfinger Syndrome , Disturbance in the Distal Radio-Ulnar Joint and
Impairment of Nerve Function : A Clinical and Experimental Study, 6470.
https://doi.org/10.3109/ort.1967.38.suppl-108.0
12
Glasgow, C., & Fleming, J. (2010). FOR Mobilizing the Stiff Hand : Combining
Theory and Evidence to Improve Clinical Outcomes. Journal of Hand
Therapy, 23(4), 392–401. https://doi.org/10.1016/j.jht.2010.05.005
Graciosa, M. D., Martins, T. B., Santos, K. M., Palandi, J., Sinhorim, L., & Santos,
G. M. (2016). Physical therapy evaluation and treatment in distal radius
fracture : a case report, (October).
Hays, P. L., & Rozental, T. D. (2013). Rehabilitative Strategies Following Hand
Fractures Rehabilitative strategies Hand fractures Hand therapy
Management.0Hand0Clinics,029(4),0585–600.
https://doi.org/10.1016/j.hcl.2013.08.011
Herawati Isnawati dan Wayhuni. (2017). Pemeriksaan Fisioterapi. Surakarta:
Muhammadiyah University Pers.
Kisner, Corolin an lynn, Colby. (2007). Therapentic Exercise foundation and
tecniques, Fifth edition : F.A Devis Company, Philadelpia.
Kuswana, W.S. (2015). Antropometri Terapan untuk Perancangan Sistem Kerja.
Remaja Rosdakarya.
Lee Chao-Hsin,, Tien-Yueh Lee, et al. (2015). Single-Blinded, Studi Pendahuluan
Acak Mengevaluasi Pengaruh Transkutan Stimulasi saraf Listrik di
Pascaoperasi Nyeri pada Pasien dengan Fraktur Colles. Cina.
Mahakul, B., Singh, H., & Sahoo, J. (2017). Effectiveness of Maitland mobilisation
technique on pain and hand functions in the postoperative management of
Colles fracture, 3(3), 397–399.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. EGC
Parjoto, Slamet. (2006). Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. Semarang : Ikatan
Fisioterapi Cabang Semarang.
Rasjad Choiruddin. (2015). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif
Watampone.
Sjamsuhidajat R, Jong W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC. 840-
841
13
Slutsky, D. J., Frcs, C., Herman, M., & Otr, L. (2005). Rehabilitation of Distal
Radius0Fractures :A0Biomechanical0Guide,021,0455–468.
https://doi.org/10.1016/j.hcl.2005.01.004
Thomas, A. Mark, Kuncara, H.,Y, Vasantha, L.,M. (2011). Terapi & Rehabilitasi
Fraktur. Jakarta: EG
top related