penegakan hukum di laut
Post on 21-Jan-2016
361 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENEGAKAN KEDAULATAN DAN HUKUM DI LAUT OLEH TNI ALSEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA PEMBENTUKAN SEBUAH SISTEM YANG TERPADU
DI LAUT
BAB IPENDAHULUAN
1. Umum.
a. Tidak ada yang menyangkal bahwa Indonesia merupakan sebuah negara
kepulauan dimana luas laut lebih besar daripada wilayah daratan dan letaknya
diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta diantara dua
samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Wilayah Indonesia
yang meliputi darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan yang utuh. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki konfigurasi sebagai negara
kepulauan yang dua pertiga wilayahnya merupakan laut dan berfungsi untuk
mewujudkan integrasi bangsa dalam satu kesatuan ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu, laut merupakan
ruang, alat dan kondisi juang bangsa Indonesia dalam mempertahankan integritas
kedaulatan negara.
b. Berbeda dengan daratan, laut tidak dapat diduduki secara permanen,
dipagari atau dikuasai secara mutlak. Laut juga hanya dapat dikendalikan dalam
jangka waku yang terbatas. Selain hal tersebut, mengingat bahwa Indonesia
adalah negara kepulauan yan bentuk pemerintahannya adalah negara kesatuan,
maka bagi bangsa Indonesia, laut merupakan bagian integral wilayah negara yang
tidak dibagi-bagi. Laut hanya dibedakan dalam rejim hukum yang mengaturnya
dan salah satu fungsi dari laut adalah sebagai media pertahanan keamanan
dimana kepulauan dan perairan Indonesia adalah medan untuk menggagalkan
ancaman di dan lewat laut yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
c. Mencermati bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, maka pemerintah
memerlukan suatu kebijakan keamanan nasional di laut dalam rangka penegakan
dan kedaulatan hukum di laut. Kebijakan keamanan nasional tersebut sangat
dipengaruhi oleh filosofi status negara kepulauan dan aspek laut sebagai bagian
dari wilayah NKRI.
2
d. Status negara kepulauan diperoleh sejak adanya Deklarasi Djuanda tanggal
13 Desember 1957 yang diberi landasan bentuk hukum dengan Undang-Undang
Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996. Demikian juga dengan
diratifikasinya UNCLOS 1982, semakin membuktikan bahwa status NKRI telah
diterima dan diakui dunia Internasional dengan segala konsekuensinya.
e. TNI Angkatan Laut sebagai komponen utama pertahanan negara di laut
bertugas untuk menjaga integritas wilayah NKRI dan mempertahankan stabilitas
keamanan di laut serta melindungi sumber daya alam di laut dari berbagai bentuk
gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah perairan yurisdiksi
nasional Indonesia. Tugas-tugas tersebut menjadi amanat negara kepada TNI
Angkatan Laut untuk dilaksanakan secara konsisten dengan tetap
mempertimbangkan konsepsi dasar, bahwa perwujudan keamanan di laut pada
hakikatnya memiliki dua dimensi, yaitu penegakan kedaulatan dan penegakan
hukum yang saling berkaitan satu dengan lainnya sesuai dengan ketentuan
hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Pemahaman ini
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 9 butir b yaitu tugas Angkatan
Laut adalah “menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang telah diratifikasi”.
f. Kegiatan operasi keamanan laut yang menyangkut penjagaan, pengawasan,
pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta keselamatan pelayaran
dan pengamanan terhadap aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah
perairan laut yurisdiksi nasional Indonesia, semakin mengemuka dan menjadi
perhatian nasional akhir-akhir ini sejalan dengan adanya pengaruh lingkungan
strategis di kawasan baik skala nasional, regional maupun global.
g. Kondisi keamanan di laut serta kompetensi hukum batas wilayah negara
tidak semata-mata terkait dengan adanya ancaman yang datang dari luar wilayah
negara semata, tetapi juga tidak dapat dipisahkan dari kewenangan hukum untuk
mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam yang semakin terbatas dan
meningkatnya kebutuhan global akan cadangan sumber energi nasional masing-
masing negara serta kompetensi yuridis suatu organisasi/lembaga pemerintah
3
dalam menyelenggarakan kegiatan dan operasi kamla sehingga keamanan laut
akan terus menjadi faktor vital bagi keamanan Indonesia. Dengan demikian maka
adanya suatu badan yang khusus untuk mempertahankan wilayah NKRI dari
aspek keamanan laut menjadi sangat relevan dan menarik untuk dibahas.
h. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan
keamanan laut antara lain adalah undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 1985
tentang Ratifikasi UNCLOS 1982, UU Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia khususnya Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (3) dan UU Nomor 34
tahun 2004 tentang TNI, baik secara tersirat maupun tersurat mengatur
kewenangan pengawasan dan pengamanan wilayah maritim kepada beberapa
instansi terkait (stakeholder) yang berkepentingan di laut.
i. Sehubungan fakta tersebut di atas, maka sebagai implementasi amanat
Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (3) UU Nomor 6 Tahun 1996, perlu dibentuk
adanya suatu badan yang diharapkan dapat berhasil dan berdaya guna serta
menetralisir ego sektoral untuk mengurangi terjadinya berbagai pelanggaran
hukum di laut, sehingga laut dapat dimanfatkan seoptimal mungkin bagi
kesejahteraan Indonesia.
2. Permasalahan.Dengan adanya tanggung jawab yang demikian besar yaitu menegakakan hukum
dan menjaga keamanan laut diseluruh perairan yuridiksi nasional, maka dalam
pelaksanaan tugasnya TNI Angkatan Laut dihadapkan pada suatu kendala yaitu bahwa
kekuatan yang dimiliki oleh TNI AL masih sangat terbatas apabila dihadapkan dengan
besaran tanggung jawab dan wilayah perairan yang harus diamankan. Dari uraian
tersebut, selanjutnya dapat diidentifikasi berbagai permasalahan terkait dengan
pelaksanaan tugas TNI AL sebagai berikut:
a. Bagaimanakah implementasi penegakan kedaulatan dan hukum di laut oleh TNI
AL ?
b. Apa saja kendala-kendala dan upaya-upaya yang telah dan harus dilakukan
untuk mengatasi berbagai kendala tersebut ?
c. Perlukah pembentukan sebuah Badan yang memiliki sistem terpadu secara
nasional dalam pelaksanaan penegakan kedaulatan dan hukum di laut ?
4
3. Maksud dan Tujuan.
Maksud dari penulisan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
bagaimana pelaksanaan penegakan kedaulatan dan hukum di laut oleh TNI AL untuk
menegakkan hukum dan menjaga keamanan di laut yang sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dikaitkan dengan upaya-upaya
pembentukan sebuah sistem nasional yang terpadu untuk mereduksi atau bahkan
mengeliminasi pelanggaran hukum di laut.
Sedangkan yang menjadi tujuan dari kajian ini adalah sebagai masukan bagi
pemimpin TNI AL atau instansi pemangku kepentingan yang mempunyai kewenangan
melaksanakan penegakan hukum di laut agar dapat berkoordinasi dengan tepat,
sehingga didapatkan hasil dan daya guna dalam melaksanakan operasi keamanan laut
yang dilaksanakan secara terpadu dalam sebuah sistem nasional.
4. Ruang Lingkup.
Penulisan kajian ini dibatasi dengan pembahasan deskripsi tentang tugas TNI
Angkatan Laut sebagai alat negara dalam menegakkan kedaulatan dan hukum untuk
menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sebagai sebuah sub sistem yang
diharapkan dapat menjadi embrio bagi terwujudnya sebuah sistem nasional yang
terpadu.
5. Metodologi.
Pengkajian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif artinya jenis suatu
masalah/isi objek pengkajian disesuaikan dengan kondisi di lapangan, dengan asumsi
mengungkapkan data-data yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian
kegiatan pengkajian akan bermuatan pada data primer melalui beberapa kegiatan
diskusi dengan mengundang beberapa pakar di bidang penegakan kedaulatan dan
hukum di laut.
6. Sistematika.
Sistematika penulisan kajian ini adalah sebagai berikut:
a. Bab I Pendahuluan.
b. Bab II Landasan.
c. Bab III Peran TNI AL Dalam Mendukung Kepentingan Nasional di Laut
d. Bab IV Kondisi Penegakan Kedaulatan dan Hukum di Laut Saat Ini.
5
e. Bab IV Kondisi Penegakan Kedaulatan dan Hukum di Laut yang
Diharapkan.
f. Bab V Penutup.
7. Pengertian-Pengertian.
a. Ketahanan Nasional. Kondisi dinamis bangsa dan negara Indonesia dalam
segenap aspek kehidupan nasional guna menghadapi segala perubahan yang
terus berlangsung. Ketahanan nasional menggariskan konsep integrasi aspek
geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ipoleksosbud dan hankam agar
bangsa dan negara Indonesia mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam kondisi keteraturan dan stabilitas yang selalu dihadapkan pada perubahan
lingkungan strategis.
b. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan segenap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara.
c. Komponen Utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan
untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan.
d. Komponen Cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan
untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat
kekuatan dan kemampuan komponen utama.
e. Komponen Pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan
komponen cadangan.
f. Operasi Keamanan Laut adalah upaya dan tindakan terencana yang
diselenggarakan secara khusus dan untuk sasaran atau tujuan tertentu oleh
masing-masing instansi yang berwenang (operasi keamanan laut mandiri)
dan/atau oleh dua atau lebih instansi secara bersama (operasi keamanan laut
bersama) dalam rangka penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan
pelanggaran hukum, serta keselamatan pelayaran dan pengamanan terhadap
aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia.
g. Koordinasi Keamanan Laut adalah upaya untuk memadukan kegiatan
operasi keamanan laut yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah sesuai
6
dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h. Kegiatan Keamanan Laut adalah upaya dari tindakan terencana yang
diselenggarakan secara rutin dan fungsional oleh masing-masing instansi sesuai
lingkup tugas pokok dan fungsinya dalam rangka penjagaan, pengawasan,
pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum, serta keselamatan pelayaran
dan pengamanan terhadap aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah
perairan Indonesia.
i. Pengendalian Laut adalah suatu kondisi dimana setiap negara memiliki
kebebasan menggunakan laut untuk kepentingan sendiri pada waktu dan wilayah
laut tertentu dan mencegah lawan untuk menggunakannya. Pengendalian laut
mencakup pengendalian permukaan laut, bawah laut dan udara yang berada
diatasnya. Dengan mempertimbangkan konfigurasi geografi Indonesia,
pengendalian laut dapat dilaksanakan dari tingkat pengendalian laut lokal dengan
mengerahkan kekuatan laut yang kecil hingga pengendalian laut kawasan
strategis di wilayah laut nasional.
7
BAB IILANDASAN
1. Landasan Teori.Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum
yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan
evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara
berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda
dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan
hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum
sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan hukum mempunyai
dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum
akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita
dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah
problema “law in action” bukan pada “law in the books”1.
Berdasarkan Teori dari Friedman2, sistem hukum adalah seperangkat operasional
hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Substansi hukum meliputi aturan, norma,
Dan pola perilaku, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Adapun struktur hukum meliputi tatanan dari elemen lembaga hukum
(kerangka organisasi dan tingkatan dari lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman,
pemasyarakatan dan kepengacaraan. Sementara itu, budaya hukum meliputi nilai-nilai,
norma-norma dan lembaga-lembaga yang menjadi dasar dari sikap perilaku hamba
hukum.
b. Penegakan Kedaulatan di laut.
Kedaulatan dan hak berdaulat di laut suatu negara diatur secara universal
dalam UNCLOS 1982. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut kedalam
1 Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH., MH. http://eprints.ums.ac.id/346/1/2._ZUDAN.pdf tanggal 4 Oktober2011 pukul 10.05
2 Prof. Dr. Tb. Ronny Rahman. Sosiologi hukum. http://sosioliologi.hukum/376/ tanggal 4 Oktober 2011pukul 10.25
8
Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985. Pada tiap rejim perairan Indonesia
ditetapkan kedaulatan dan hak berdaulat sebagai berikut3 :
1) Di Laut Wilayah selebar 12 mil laut dari garis pangkal Indonesia
memiliki kedaulatan penuh, artinya negara berhak mengatur segala
ketentuan hukum nasional.
2) Di Zona Tambahan selebar 24 mil laut dari garis pangkal, Indonesia
memiliki hak berdaulat dalam bidang kepabeanan, sanitasi, imigrasi dan
fiskal.
3) Di ZEEI Indonesia selebar 200 mil laut dari garis pangkal, memiliki hak
berdaulat dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut.
c. Peran Universal Angkatan Laut.
Angkatan Laut di seluruh dunia memiliki peran yang berlaku secara
universal, yaitu peran militer, peran polisionil dan peran diplomasi yang lebih
dikenal dengan “Trinitas Peran Angkatan Laut “. Peran-peran tersebut adalah:
1) Peran Militer (Military Role). Peran militer dilaksanakan dalam rangka
menegakkan kedaulatan negara di laut dengan cara pertahanan negara dan
penangkalan, menyiapkan kekuatan untuk persiapan perang, menangkal
setiap ancaman militer melalui laut, melindungi dan menjaga perbatasan laut
dengan negara tetangga, serta menjaga stabilitas keamanan kawasan
maritim.
2) Peran Polisionil (Constabulary Role). Peran polisionil dilaksanakan
dalam rangka menegakkan hukum di laut, melindungi sumber daya
dan kekayaan laut nasional, memelihara ketertiban di laut, serta mendukung
pembangunan bangsa dalam memberikan kontribusi terhadap stabilitas
dan pembangunan nasional. Peran polisionil ini dilaksanakan di seluruh
perairan laut yurisdiksi nasional dalam rangka memelihara ketertiban di laut.
Peran untuk melaksanakan tugas penegakan hukum di laut diselenggarakan
secara mandiri atau gabungan dengan komponen kekuatan laut lainnya.
3 Pokok-Pokok Pikiran Kamla Tahun 2002.
9
3) Peran Diplomasi (Diplomacy Role). Peran dukungan diplomasi
merupakan peran yang sangat penting bagi setiap Angkatan Laut di seluruh
dunia. Peran ini dikenal sebagai “unjuk kekuatan Angkatan Laut” yang telah
menjadi peran tradisional Angkatan Laut. Diplomasi merupakan dukungan
terhadap kebijakan luar negeri pemerintah yang dirancang untuk
mempengaruhi kepemimpinan negara lain dalam keadaan damai atau pada
situasi bermusuhan.
2. Landasan Yuridis.
a. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Sesuai dengan yang ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, disebutkan bahwa ”Pertahanan
negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan”. Dengan demikian Sistem Pertahanan Negara Indonesia harus
mengarah dan memperhatikan konfigurasi wilayah Indonesia sebagai Negara
Kepulauan.
b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Apabila dikaji tentang tugas pokok TNI, secara tegas dinyatakan bahwa
dibedakan antara tugas penekan kedaulatan dengan penegakan hukumnya.
Dalam hal penegakan kedaulatan maka hal pertama yang menjadi perhatian
adalah ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
TNI yang menyebutkan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
Negara.
c. Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 tentang TNI, yang dimaksud dengan menegakkan kedaulatan negara
adalah mempertahankan kekuasaan negara untuk pelaksanakan pemerintahan
sendiri yang bebas dari ancaman. Yang dimaksud dengan menjaga keutuhan
wilayah adalah mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan
segala isinya, di darat, laut, dan udara yang batas-batasnya ditetapkan dengan
10
undang-undang. Yang dimaksud dengan melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan, dan harta benda setiap
warga negara.
d. Berdasarkan tugas pokok tersebut dijabarkan dalam pelaksanaan tugas-
tugas TNI dengan melaksanakan operasi militer untuk menghadapi perang
maupun operasi militer selain perang yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Tugas operasi militer untuk perang adalah segala bentuk pengerahan
dan penggunaan kekuatan TNI untuk melawan kekuatan militer negara lain
yang melakukan agresi terhadap Indonesia atau dalam konflik bersenjata
dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya
pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang yang berlaku.
2) Tugas selain perang yaitu tugas-tugas untuk:
(a) Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
(b) Mengatasi pemberontakan bersenjata;
(c) Mengatasi aksi terorisme;
(d) Mengamankan wilayah perbatasan;
(e) Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
(f) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan
politik luar negeri;
(g) Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
(h) Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini;
(i) Membantu tugas pemerintahan di daerah;
(j) Membantu Polri dalam kamtibmas yang diatur dalam undang-
undang;
(k) Membantu mengamankan tamu negara tingkat kepala negara dan
perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
(l) Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan
pemberian bantuan kemanusiaan;
11
(m) Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search
and rescue);
(n) Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.
e. Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain
sebagai berikut:
1) Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain
terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain :
a) Invasi berupa penggunaan kekuatan bersenjata;
b) Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya;
c) Blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d) Serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat,
laut, dan udara;
e) Keberadaan atau tindakan unsusr kekuatan bersenjata asing
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertentangan
dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati;
f) Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan
wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;
g) Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk
melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
h) Ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden.
2) Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain;
3) Pemberontakan bersenjata, yaitu suatu gerakan bersenjata yang
melawan pemerintah yang sah;
12
4) Sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek
vital nasional;
5) Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan
mendapatkan rahasia militer;
6) Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau
kerjasama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri;
a) Ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional
Indonesia, yang dilakukan pihak-pihak tertentu, dapat berupa:
b) Pembajakan atau perompakan;
c) Penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan
lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa;
d) Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut.
7) Konflik komunal yang terjadi antar kelompok.
f. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2004 tentang TNI dinyatakan bahwa TNI Angkatan Laut bertugas:
1) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi
nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional, hukum internasional
yang telah diratifikasi.
2) Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut (Naval Diplomacy) dalam
rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh
pemerintah.
3) Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan
kekuatan matra laut.
4) Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
g. Didalam Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2004 tentang TNI, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan menegaKkan
hukum dan menjaga keamanan adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan
dengan penegakan hukum di laut sesuai dengan kewenangan TNI AL
(Constabulary Function) yang berlaku secara universal dan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi ancaman tindakan,
kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum diwilayah laut yurisdiksi
13
nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di laut, terbatas
dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan perkara
yang selanjutnya diserahkan kepada kejaksaan, TNI AL tidak menyelenggarakan
pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan diplomasi Angkatan Laut (Naval
Diplomacy) adalah fungsi diplomasi sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
yang melekat pada peran Angkatan Laut secara universal sesuai dengan
kebiasaan internasional, serta sudah menjadi sifat dasar dari setiap kapal perang
suatu negara yang berada di negara lain memiliki kekebalan diplomatik dan
kedaulatan.
h. Penegakan kedaulatan di laut, memiliki dua dimensi pemahaman, yaitu
kedaulatan (Sovereignty) dan hak berdaulat (Sovereign Right) di wilayah laut
suatu negara yang telah diatur secara universal dalam UNCLOS ‘82. Indonesia
sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut ke dalam
hukum nasionalnya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
1985. Dengan demikian, pemahaman tersebut telah diakomodasi dalam
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara maupun
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Hal ini lebih ditegaskan pada
Pasal 7 dan Pasal 9 butir a dan b Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang
TNI, bahwa TNI Angkatan Laut sebagai komponen kekuatan utama pertahanan
matra laut yang melaksanakan tugas menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
14
BAB IIIPERAN TNI AL DALAM MENDUKUNGKEPENTINGAN NASIONAL DI LAUT
1. Kepentingan Nasional di Laut Berdasarkan Rezim Hukumnya.
a. Rezim Perairan.
Di Perairan Indonesia (Perairan Pedalaman, Perairan Nusantara, dan Laut
Wilayah).
1) Keutuhan wilayah negara dipertahankan dari segala bentuk ancaman.
2) Memelihara keutuhan wilayah negara dari tindakan-tindakan
pelanggaran hukum :
a) Pengamanan wilayah dari tindakan illegal entry oleh kapal-kapal
asing (kapal /kendaraan permukaan air maupun kapal/ kendaraan
bawah permukaan air ) dan pesawat udara asing.
b) Pengamanan wilayah dari adanya imigran gelap.
c) Pengamanan wilayah terhadap penggunaan hak lintas damai
(right of innocent passage) oleh kapal-kapal asing di perairan nusantara
dan di laut wilayah.
d) Pengamanan wilayah terhadap penggunaan hak lintas alur laut
kepulauan (right of archipelagic sea lane passage).
e) Pengamanan wilayah terhadap penggunaan lintas udara.
f) Pengamanan wilayah terhadap penggunaan hak lintas transit.
g) Pengamanan wilayah terhadap penggunaan hak akses dan
komunikasi dari negara tetangga yang diakui Indonesia.
h) Pengamanan wilayah terhadap kegiatan-kegiatan latihan perang
di sekitar wilayah perairan negara.
3) Melindungi kekayaan alam (sumber daya alam) dan sumber daya
buatan.
15
a) Pengamanan sumber-sumber mineral dari tindakan-tindakan
eksplorasi dan eksploitasi tanpa ijin dari pemerintah Republik
Indonesia.
b) Pengamanan sumber-sumber hayati.
c) Pengamanan terhadap kegiatan dari penggunaan hak perikanan
tradisionil oleh warga negara tetangga.
d) Perlindungan terhadap sumber hayati tertentu guna mencegah
kepunahan.
e) Pengamanan sumber daya buatan.
f) Pengamanan industri maritim dan kegiatan yang terkait.
4) Pengamanan pelayaran meliputi :
a) Mencegah dan menindak kegiatan pelayaran yang dilakukan di
luar alur-alur pelayaran yang telah ditentukan.
b) Mencegah dan menindak penggunaan bendera negara yang
bertentangan dengan syarat-syarat bendera bagi kapal-kapal di laut.
c) Mengambil tindakan tertentu terhadap perbuatan-perbuatan yang
dapat membahayakan keselamatan hidup di laut dan keselamatan
pelayaran.
d) Bantuan terhadap kegiatan SAR.
5) Penggunaan kabel-kabel dasar laut, pipa saluran dan sarana
telekomunikasi di laut.
6) Pengamanan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi atau alat-alat
lainnya dalam rangka kegiatan eksplorasi dan ekaploitasi sumber daya
alam/sumber daya buatan di laut.
7) Pencegahan dan penindakan atas pencemaran lingkungan laut dan
tindakan-tindakan yang dapat merusak kelesatarian lingkungan laut.
8) Pencegahan dan penindakan terhadap kegiatan penelitian kelautan
tanpa ijin dari Pemerintah Republik Indonesia.
16
9) Pencegahan dan penindakan kegiatan pengumpulan data yang dapat
merugikan aspek pertahanan keamanan.
10) Pencegahan dan penindakan kegiatan pembajakan di laut,
penyelundupan, pengangkutan, dan atau jual beli budak belian dan wanita.
11) Pencegahan dan penindakan terhadap penyakit menular dan obat-obat
terlarang.
12) Pencegahan dan penindakan terhadap perbuatan pidana tertentu
menyangkut bidang pelayaran yang di luar KUHP.
b. Zona Tambahan.
1) Mencegah dan menindak pelanggaran peraturan hukum perpajakan.
2) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum yang menyangkut
imigrasi.
3) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum tentang Bea dan Cukai.
4) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum tentang penyakit menular
(sanitasi).
c. Zona Ekonomi Eksklusif.
1) Melindungi dan mengamankan sumber daya alam hayati dan non
hayati.
2) Melindungi dan mengamankan pulau-pulau buatan, dan alat-alat
lainnya dalam rangka pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam maupun sumber daya hayati.
3) Pengawasan dan pemeriksaan terhadap kegiatan penangkapan ikan
yang tidak dengan ijin penangkapan ikan.
4) Mencegah dan menindak kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
tanpa ijin yang sah dari pejabat pemerintah Indonesia yang berwenang.
5) Melindungi dan mengamankan kabel-kabel dasar laut, pipa saluran dan
peralatan telekomunikasi.
6) Mencegah dan menindak kegiatan-kegiatan penyelidikan ilmiah
kelautan (marine scientific research) yang dilakukan tanpa izin yang sah dari
pejabat pemerintah Indonesia yang berwenang.
17
7) Mencegah dan menindak perbuatan/kegiatan yang dapat merusak
kelestarian lingkungan laut.
8) Melindungi jenis ikan-ikan tertentu dari perbuatan yang dapat
mengakibatkan punahnya jenis ikan yang dilindungi tersebut.
9) Kepentingan-kepentingan lainnya didalam Konvensi Hukum Laut PBB
1982 maupun yang telah ditetapkan perundang-undangan nasional sebagai
pelaksanaan dari hak berdaulat maupun yurisdiksi-yurisdiksi lainnya.
d. Landas Kontinen.
1) Melindungi dan mengamankan segala sumber daya alam yang terdapat
didasar laut dan lapisan tanah dibawahnya yang meliputi barang tambang,
gas dan minyak bumi serta organisme-organisme hidup yang tergolong jenis
sedentair yaitu organisme yang pada masa perkembangannya tidak
bergerak baik diatas maupun dibawah dasar laut atau tidak dapat bergerak
kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah
dibawahnya, termasuk pula tiram-tiraman, lumut-lumutan, rumput laut, bunga
karang, mutiara dan udang.
2) Melindungi dan mengamankan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi,
kapal-kapal dan alat-alat lainnya yang melaksanakan kegiatan-kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.
3) Mencegah dan menindak kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam yang dilakukan tanpa ijin yang sah dari pejabat pemerintah
Indonesia yang berwenang.
4) Mencegah dan menindak kegiatan penelitian sumber daya alam tanpa
ijin yang sah.
5) Melindungi dan mengamankan berbagai kepentingan lainnya yang
diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 maupun perundang-undangan
Nasional.
b. Rezim Lintas.
Lintas yang diatur dalam UNCLOS 1982 yaitu: Lintas Damai, Lintas Transit
Dan Lintas Alur Laut Kepulauan. Dalam prakteknya terdapat Lintas Akses Dan
Komunikasi yang merupakan perjanjian antara Indonesia dengan Malaysia
18
tentang lintas melalui Laut Natuna yang menghubungkan antara Malaysia Barat
dan Malaysia Timur.
1) Lintas Damai
a) Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
1) Melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau
singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau
fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman, atau
2) Berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di
tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas
pelabuhan tersebut.
b) Lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin.
Namun demikian lintas mencakup berhenti dan buang jangkar,
tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang
lazim atau perlu dilakukan karena “force majeure” atau mengalami
kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau
pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.
c) Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian,
ketertiban atau keamanan negara pantai. Lintas tersebut harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum
internasional lainnya.
d) Lintas suatu kapal asing harus dianggap membahayakan
kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara pantai, apabila kapal
tersebut di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan sebagai berikut
:
1) Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara
pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan
pelanggaran asas hukum internasional sebagaimana tercantum
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa;
19
2) Setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;
3) Setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan
Negara pantai;
4) Setiap perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi
pertahanan atau keamanan negara pantai;
5) Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat
udara di atas kapal;
6) Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan
dan perlengkapan militer;
7) Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang
secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Bea
Cukai, Fiskal, Imigrasi atau saniter negara pantai;
8) Setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah
yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi ini;
9) Kegiatan perikanan;
10) Kegiatan riset atau survei;
11) Setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu sistem
komunikasi atau fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai;
12) Setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung
dengan lintas.
2) Lintas Transit.
Menurut Pasal 38 ayat (2) UNCLOS 1982 adalah sebagai berikut :
Lintas transit berarti pelaksanaan kebebasan pelayaran dan
penerbangan ini semata-mata tujuan transit yang terus-menerus,
langsung dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau Zona
Ekonomi Ekseklusif dan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif
lainnya.
20
Namun demikian persyaratan transit secara terus menerus, langsung
dan secepat mungkin tidak menutup kemungkinaan bagi lintas melalui selat
untuk maksud memasuki, meninggalkan atau kembali dari suatu Negara
yang berbatasan dengan selat itu, dengan tunduk pada syarat-syarat masuk
Negara itu.
3) Lintas Alur Laut Kepulauan.
Lintas yang melewati alur-alur yang khusus ditetapkan oleh Indonesia
untuk pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan dengan cara normal
hanya untuk melakukan transit yang terus menerus, langsung dan secepat
mungkin serta tidak terhalang. Segala jenis kapal dan pesawat udara negara
asing, baik negara berpantai maupun negara tidak berpantai, menikmati hak
lintas alur kepulauan melalui perairan kepulauan Indonesia dan laut teritorial,
antara satu bagian dari laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
dengan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.
Pemerintah Indonesia menetapkan 3 (tiga) alur laut kepulauan Indonesia
(ALKI) utara - selatan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002.
PP dimaksud telah dikomuniksikan ke International Maritime Organization
(IMO) sebagai persyaratan dalam Konvensi Hukum Laut 1982.
4. Hak Akses dan Komunikasi.
Hak akses dan komunikasi antara RI dan Malaysia tentang rezim
hukum negara nusantara dan hak-hak Malaysia di laut territorial dan perairan
nusantara serta ruang udara diatas territorial, perairan nusantara dan
wilayah RI yang terletak diantara Malaysia Timur dan Malaysia Barat. Hak
akses dan komunikasi yang dapat dilaksanakan oleh kapal-kapal
pemerintah, yang bukan kapal-kapal Angkatan Laut, menurut Pasal 2 UU
Nomor 1 tahun 1983, sehubungan dengan hak akses dan komunikasi
tersebut, adalah hak pelayaran tanpa terputus, cepat dan tidak terhalang
melalui koridor-koridor tersebut. Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan
perjanjian ini, hak akses dan komunikasi tanpa terputus, cepat dan tidak
terhalang dari kapal-kapal pemerintah yang diatur dalam Perjanjian ini tidak
mencakup kegiatan lainnya apapun yang tidak ada hubungannya secara
langsung dengan hak akses dan komunikasi tersebut.
21
2. Peran TNI AL Dalam Mendukung Kepentingan Nasional di Laut.Kepentingan Nasional Indonesia tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Tahun 1945 "Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945".
Rumusan ini mengandung makna bahwa negara menjamin kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu sangat penting
menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki wilayah
yurisdiksi nasional dari Sabang sampai Marauke.
Secara umum setiap negara bangsa memiliki kepentingan, namun yang terkait
dalam keamanan nasional akan berkisar pada 4:
a. Maintaining national territorial integrity (mempertahankan interigritas wilayah
nasional).
b. Promoting Nation’s political sovereignity (mempromosikan kedaulatan
nasional)
c. Protecting citizen and nation’s interest both at home and abroad (melindungi
warga negara dan kepentingan nasional di dalam dan di luar negeri).
d. Promoting an international environment that stable peaceful and prosperous
(mempromosikan lingkungan internasional yang stabil, damai dan makmur) .
Dalam konteks yang demikian, TNI AL mempunyai ruang yang cukup luas untuk
berperan pada ke-empat butir kepentingan nasional tersebut. Hal demikian tidak lepas
dari karakteristik Angkatan Laut yang selain mempunyai peran militer juga mengemban
peran polisionil dan diplomasi. Sebagai contoh mengenai tugas "melindungi warga
negara dan kepentingan nasional di dalam luar negeri" ketika TNI AL membantu
evakuasi TKI di Malaysia yang mendapat ancaman pengusiran paksa disamping upaya-
upaya diplomasi. Demikian pula ketika TNI AL melakukan operasi penyelamatan
terhadap KM kudus yang dibajak oleh perompak Somalia di luar wilayah perairan
yurisdiksi nasional (abroad).
Beberapa agenda lain seperti UN Interim Force in Lebanon Maritime Task Force
(UNIFIL MTF) di Lebanon merupakan bentuk kegiatan "mempromosikan lingkungan
internasional yang stabil dan damai". Selain itu di dalam negeri tercatat pula lain
operasi pencegatan kehadiran kapal berbendera Portugis Lusiana Expresso yang
4http://www.analisadaily.com/news/read/2011/09/16/13042/peran_tni_al_dalam_mendukung_kepentingan_nasional/ diakses pada tanggal 1 Februari 2012 pukul 09.53 Wib
22
ingin memasuki wilayah perairan Indonesia pada tahun 1992, merupakan implementasi
penggunaan kekuatan TNI AL untuk mendukung kepentingan nasional dalam
menegakkan wilayah kedaulatan NKRI.
Adanya kehadiran unsur-unsur kapal perang dan pesawat udara TNI AL di daerah
Ambalat sepanjang tahun, merupakan wujud dari peran diplomatis. Kehadiran unsur
TNI AL di Ambalat adalah sekaligus kegiatan showing the flag alias pameran bendera.
Pesannya jelas,yaitu agar Malaysia jangan macam-macam disana, sebab perairan itu
adalah wilayah Indonesia. Meskipun showing the flag dilaksanakan di perairan
perbatasan dan tidak masuk ke perairan Malaysia, namun dapat dipastikan Malaysia
menangkap pesan politik dari kehadiran gugus tugas TNI AL di perairan itu. Buktinya
jelas, yaitu tingkah laku Angkatan Laut Malaysia menjadi lebih "terkendali", dalam arti
tidak ada lagi bisa leluasa memasuki perairan Indonesia tanpa khawatir ada respon
manuver dari pihak Indonesia. Fungsi polisionil juga dilaksanakan oleh Gugus Tugas
AL di Laut Sulawesi. Apabila unsur di lapangan menjumpai adanya tindakan
pelanggaran hukum, kapal perang Indonesia di sana berhak untuk menindak
pelanggaran hukum tersebut. Fakta di lapangan menunjukkan Gugus Tugas AL selalu
melaksanakan penindakan terhadap tindakan pelanggaran hukum yang dijumpai.
Berangkat dari kasus operasi di daerah Ambalat, sangat jelas bahwa peran AL
dalam pelaksanaannya tidak bisa dipisah-pisahkan antara peran militer, polisionil
maupun diplomasi itulah alasan mengapa peran AL disebut Trinitas AL.
Menurut hasil simposium tentang Srategi di U.S.Naval War College Oktober 2007,
secara umum pembangunan postur AL diarahkan kepada :
a. Presence (kehadiran AL).
b. Sea Control (pengendalian laut).
c. Deterrent ( penangkalan).
d. Power Projection (Proyeksi kekuatan)
e. Maritime Security (keamanan maritim)
f. Humanitarian Assistance and Disaster Relief (bantuan kemanusiaan dan
penanggulangan bencana alam).
Namun demikian, apapun postur Angkatan Laut yang ingin dibangun, baik yang
diarahkan untuk ofensif maupun defensive, tergantung pada kemampuan dan kebijakan
pemerintah masing-masing. Bagi negara-negara yang memahami peran Angkatan Laut
23
sebagai instrumen diplomasi, kekuatan lautnya cenderung dirancang sebagi postur
yang memiliki kemampuan ofensif.
Menurut Eric Grove (The Future of Sea Power, Routledge, 1990), digambarkan
bahwa kekuatan Angkatan Laut dapat dikelompokkan dalam 9 kategori kemampuan:
a. Major Global Force Projection Navy - Complete (memiliki kekuatan
besar,lengkap dan selalu hadir ke seluruh dunia),
b. Major Global Force Projection Navy – Partial (memiliki kekuatan besar yang
mempu diproyeksikan ke seluruh dunia),
c. Medium Global Force Projection Navy (memiliki kekuatan medium dan
mampu diproyeksikan ke seluruh dunia),
d. Medium Regional Force Projection Navy (memiliki kekuatan medium dan
mampu diproyeksikan ke wilayah regional),
e. Adjacent Force Projection Navy (mampu diproyeksikan sampai ke wilayah
perbatasan),
f. Offshore Territorial Defence Navy (mampu beroperasi keluar dari pantai
teritorial,
g. Inshore Territorial Defence Navy (mampu beroperasi di pantai teritorial),
h. Constabulary Navy (peran polisional, penegakan hukum ),
i. Token Navy (nihil).
Dengan kata lain, untuk mewujudkan Protecting Indonesia and Indonesia Interest
At Abroad, TNI AL harus dibangun oleh pemerintah agar mampu melaksanakan
ekspedisionari , karena operasi ekspedisionari merupakan bagian dari proyek kekuatan.
Kalau dicermati secara mendalam, dapatlah dipahami bahwa untuk
mengamankan kepentingan nasional cakupannya sangat luas sekali. Sebab
kepentingan nasional tidak hanya dibatasi oleh geografis kedaulatan, tetapi sewaktu
waktu dapat menjangkau di luar teritorial, di luar perairan yurisdikasi nasional . Seperti
pada pembebasan kapal KM Kudus yang dibajak oleh perompak Somalia beberapa
waktu yang lalu, TNI AL telah mampu melaksanakan proyeksi kekuatan di luar wilayah
kedaulatan.
24
BAB IV
KONDISI PENEGAKAN KEDAULATANDAN HUKUM SAAT INI
1. Kondisi Saat Ini.Saat ini, tata kelola dan mekanisme penegakan kedaulatan serta penegakan
hukum di laut di tangani oleh beberapa ikementerian/lembaga negara. Masing-masing
instansi tersebut mempunyai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan, untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut dalam
rangka penegakan hukum di laut. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, masalah penegakan hukum di laut tidak dapat ditangani oleh
satu instansi saja, karena undang-undang memberikan mandat kepada beberapa
instansi pemerintah. Instansi yang berwenang melaksanakan penegakan hukum
(penyidikan) di laut dan pantai serta pelabuhan nasional yaitu:5
a) TNI Angkatan Laut, yang bertugas menjaga keamanan teritorial, kedaulatan
wilayah NKRI di laut dari ancaman negara asing.
b) POLRI (Polisi Perairan), yang melakukan penyidikan terhadap kejahatan di
wilayah perairan Hukum Indonesia.
c) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (P2), yang bertugas mengawasi
pelanggaran lalu lintas barang impor/ekspor (penyelundupan).
d) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Armada PLP/KPLP) bertugas
sebagai penjaga pantai dan penegakan hukum di laut;
e) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bertugas sebagai pengaman
kekayaan laut dan perikanan.
f) Kementerian ESDM, bertugas mengawasi pekerjaan usaha pertambangan
dan pengawasan hasil pertambangan.
g) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, bertugas mengawasi benda cagar
budaya serta pengamanann terhadap keselamatan wisatawan kelestarian dan
mutu lingkungan.
h) Kementerian Hukum dan HAM, bertugas pengawas, penyelenggara
keimigrasian dan penyidikan tindak pidana keimigrasian.
i) Kejaksaan Agung RI bertugas untuk penyidikan mengenai tindak pidana
yang terjadi di wilayah seluruh Indonesia.
5 http://bakorkamla.go.id tanggal 19 November 2011 pukul 21.55
25
j) Kementerian Pertanian, bertugas untuk pengamanan karantina hewan, ikan,
dan tumbuhan.
k) Kementerian Negara Lingkungan hidup bertugas dibidang lingkungan hidup.
l) Kementerian Kehutanan, bertugas pengamanan terhadap illegal logging.
m) Kementerian Kesehatan, bertugas melakukan pengawasan/pemerikasaan
kesehatan di kapal meliputi awak kapal, penumpang, barang, dan muatan.
Kepala Pelaksana Harian (Kalahar) Bakorkamla, Laksamana Madya TNI Didik
Heru Purnomo6 mengatakan bahwa pengamanan wilayah perairan merupakan
kewenangan dan tanggung jawab semua komponen negara. Beliau lebih lanjut
mengatakan bahwa selama banyak institusi yang bertanggung jawab mengamankan
laut, masyarakat pengguna wilayah lautan di Indonesia akan sering merasa dirugikan.
Rata-rata masyarakat mengeluh karena waktu, kemudian juga karena pemeriksaan
yang berulang-ulang. Masyarakat maritim di Indonesia sangat ingin agar segera dapat
terbentuk satu institusi, single agency yang multitask.
2. Penegakan kedaulatan di laut
Setelah Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS
‘82) diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 1985 dan konvensi tersebut diberlakukan sebagai hukum positif sejak tanggal 16
Nopember 1994, maka status Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state)
telah diakui oleh dunia. Pengakuan dunia tersebut mengesahkan “a defined territory”
negara Indonesia, sehingga Indonesia memiliki legalitas hukum terhadap wilayah
nasionalnya yang meliputi wilayah darat, laut dan udara di atasnya. Demikian pula
Indonesia mempunyai kedaulatan dan kewenangan untuk menjaga dan
mempertahankan integritas wilayah kelautannya, termasuk mengelola dan mengatur
orang dan barang yang ada di dalam wilayah kelautan tersebut, namun hal ini tidak
berarti meniadakan hak negara lain sesuai dengan ketentuan dalam konvensi tersebut.
6 http://tomyishak.wordpress.com/2011/03/17/menanti-penjaga-lautan tanggal 19 Nov 2011 pukul21.11
26
Secara legal formal Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum
internasional tersebut, termasuk kewajiban Indonesia untuk menjamin keamanan
wilayah kelautan, khususnya pada alur pelayaran SLOCs dan SLOT. Bila kewajiban ini
diabaikan, dalam arti bahwa kapal-kapal niaga negara pengguna terancam
keamanannya bila melintas di perairan Indonesia, maka hal itu dapat menjadi alasan
untuk menghadirkan kekuatan angkatan lautnya. Berkaitan dengan hal ini diperlukan
kesamaan persepsi tentang keamanan laut, khususnya bagi komponen bangsa yang
memiliki tugas, fungsi dan wewenang di laut.
Merujuk pada UNCLOS ‘82, maka dapat ditetapkan kedaulatan dan hak berdaulat
di rezim hukum perairan Indonesia, sebagai berikut :
a. Di Laut Wilayah (Territorial Sea) selebar 12 mil laut dari garis pangkal In-
donesia memiliki kedaulatan penuh, artinya negara berhak mengatur segala ke-
tentuan hukum nasional.
b. Di Zona Tambahan (Contiguous Zone) selebar 24 mil laut dari garis pang-
kal, Indonesia memiliki hak berdaulat dalam bidang kepabeanan, sanitasi, imigrasi
dan fiskal.
c. Di ZEE Indonesia (Indonesian Economic Exclusive Zone) selebar 200 mil
laut dari garis pangkal, memiliki hak berdaulat dalam eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya laut.
d. Di Landas Kontinen (Continental Shelf) sampai kedalaman 350 meter,
Indonesia berhak untuk melakukan pemanfaatan sumber daya alam.
3. Penegakan Hukum Di Laut.
Pada prinsipnya, penegakan kedaulatan dan hukum tidaklah dibedakan karena
tujuannya adalah untuk menjaga keamanan laut. Tetapi pembedaan tugas tersebut
tetap dapat diketahui dengan melihat pada penjelasan Pasal 24 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menyatakan bahwa
Ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) mengatur mengenai penegakan kedaulatan dan
hukum di perairan Indonesia, namun karena mengenai penegakan kedaulatan telah
diatur secara tegas dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1987 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (telah diubah dengan
27
Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara) maka yang perlu
dikoordinasikan hanya mengenai pelaksanaan penegakan hukum.
Penegakan hukum dilaksanakan oleh instansi terkait antara lain Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Departemen
Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan dan Departemen
Kehakiman, sesuai dengan wewenang masing-masing instansi tersebut dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional maupun hukum
internasional.
Kewenangan TNI Angkatan Laut untuk melaksanakan penegakan hukum di laut
ini erat kaitannya dengan legalitas kewenangan Perwira TNI Angkatan Laut untuk
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut yang dari waktu ke waktu
mengalami perkembangan. Kewenangan penyidikan tersebut dicantumkan secara jelas
dalam berbagai pasal peraturan perundang-undangan yang hingga saat ini masih
berlaku sebagai hukum positif dan pelaksanaannya diterima dalam praktek proses
peradilan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
a. Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) Staatsblaad 1939
Nomor 442.
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
c. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS
1982.
e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
h. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
i. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
j. Peraturan Pemerintah Nonor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
28
4. Kendala dalam Menjaga Keamanan Laut.
Konstelasi geografis wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia yang sangat
luas dan strategis, tidak saja menyediakan peluang-peluang yang bersifat positif bagi
bangsa Indonesia tetapi juga membawa permasalahan yang harus dihadapi dan upaya
apa yang harus dilakukan untuk mengamankan wilayah laut tersebut dari segala
ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
Kegiatan dan operasi keamanan laut yang menyangkut penjagaan, pengawasan,
pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan laut yurisdiksi
Indonesia, semakin menjadi perhatian nasional karena adanya pengaruh lingkungan
strategis di kawasan regional maupun global.
Harus diakui bahwa penegakan hukum di negara Indonesia masih lemah. Hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya berbagai kasus hukum yang tidak atau belum
terselesaikan secara tuntas. Kondisi ini menimbulkan ketidakpercayaan rakyat kepada
aparat penegak hukum khususnya aparat keamanan laut.
Yang menjadi kendala dalam upaya menangani berbagai pelanggaran kedaulatan
dan hukum d laut, diantaranya adalah masih terbatasnya sarana dan prasarana serta
jumlah unsur yang dapat dipergunakan dalam operasi keamanan di laut bila
dihadapkan dengan luas wilayah yang harus diamankan. Bahkan unsur-unsur yang
adapun mayoritas telah cukup tua usia pakainya sehingga menjadi kendala yang cukup
serius bila menghadapi ancaman atau gangguan keamanan yang intensitasnya tinggi.
Tingkat profesionalisme aparatur penegak hukum di laut masih perlu ditingkatkan
bila dihadapkan dengan berbagai modus operandi dan bentuk gangguan keamanan di
laut serta pelanggaran hukum yang semakin meningkat tidak saja kualitas namun
kuantitasnya. Hal ini sangat mempengaruhi terhadap kinerja dalam menangani perkara
yang terjadi di lapangan.
Kondisi kesejahteraan sumber daya manusia atau pengawak organisasi serta
aparat keamanan di lapangan yang belum memenuhi standar hidup yang cukup
menjamin ketenangan dalam melaksanakan tugas, atau dengan kata lain relatif masih
kurang memuaskan walaupun dengan adanya tunjangan kinerja yang diterima setiap
triwulan. Kondisi demikian mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai moral dan kejuangan
oknum aparat di lapangan. Hal ini terbukti dengan masih adanya keterlibatan oknum
aparatur penegak hukum yang menyalahgunakan kewenangannya.
29
Hal lain yang tidak kalah penting yang merupakan kendala yaitu belum
disusunnya berbagai perangkat aturan pelaksanaan atau prosedur operasi keamanan
di laut secara terpadu antar instansi yang berkaitan dengan kegiatan penegakan hukum
di laut, serta masih tumpang tindihnya aturan hukum yang memberikan kewenangan
yang sama kepada masing-masing instansi yang berbeda. Hal ini dapat memunculkan
dan mengedepankan kepentingan sektoral mengalahkan kepentingan yang lebih luas.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka secara umum dapat disampaikan
bahwa kendala-kendala dalam penegakkan hukum di laut yang terjadi selama ini
meliputi kendala instrumentalia/substansi peraturan perundang-undangan; hambatan
sarana dan prasarana; hambatan karena profesionalisme: dan hambatan koordinasi
antar instansi yang terkait:
Pertama, hambatan instrumentalia atau substansi peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu hambatan yang banyak menimbulkan permasalahan di
lapangan, karena aturan yang ada sering tidak sinkron satu dengan yang lain bahkan
tidak jelas, terutama peraturan-peraturan yang diterapkan kemudian.
Kedua, hambatan dalam bidang sarana dan prasarana baik kuantitas maupun
kualitas sampai saat ini merupakan problema utama dalam usaha untuk melakukan
pengamanan dan penegakan hukum di laut. Apabila dibandingkan dengan luasnya
wilayah perairan RI yang menjadi wilayah sasaran tugas pengamanan dan penegakan
hukum di laut, maka hal tersebut tidak seimbang antara luas wilayah yang menjadi
sasaran tugas yang dihadapkan dengan sarana dan prasarana yang ada. Sedangkan
peralatan yang dimiliki para pelaku kejahatan seperti kapal penangkapan liar milik orang
asing demikian majunya sehingga sulit bagi kapal milik Polri untuk melakukan
pengejaran. Oleh karenanya faktor ini sebagai salah satu kendala belum optimalnya
pelaksanaan tugas Polri di laut.
Ketiga, professionalisme perlu ditingkatkan, karena profesionalisme yang baik
merupakan kunci sukses suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Masalah
profesionalisme tidak semata-mata karena kelemahan anggota tetapi merupakan
perilaku dari suatu organisasi dalam membentuk dan mewujudkan sumber daya
manusia yang berbobot, berdeteksi untuk melakukan tugas dan akuntabel. Dengan
demikian, diperlukan ditingkatkan latihan-latihan penyidikan baik dilakukan secara
terpadu dengan PPNS maupun dengan penyidik perwira TNI AL, peningkatan
pendidikan formil, peningkatan pendidikan kejuruan khususnya yang berkaitan dengan
keamanan matra laut.
30
Keempat, pelaksanaan koordinasi perlu ditingkatkan antara instansi yang terkait
dengan pelaksanaan tugas keamanan dan penegakan hukum dilaut, sehingga kondisi
pengamanan dan penegakan hukum di laut yang selama ini terasa agak kurang
koordinasi bisa diatasi. Dalam Pasal 73 ayat (2) dan (3) UU No 31 tahun 2004 tentang
Perikanan dicantumkan perlunya prinsip koordinasi dilakukan antara PPNS Perikanan,
penyidik perwira TNI AL dengan penyidik Polri, yang berada dalam suatu forum yang
diketuai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian tinggal aplikasi dari
substansi undang-undang inilah yang perlu diperhatikan ke depan.
5. Permasalahan Penegakan Hukum di Laut.Didalam penyelenggaraan penegakan hukum di laut masih terdapat beberapa
permasalahan, antara lain:
a. Belum adanya kesamaan persepsi tentang penegakan keamanan di laut
yang diimplementasikan dalam bentuk penegakan kedaulatan dan penegakan
hukum di laut.
b. Tidak adanya keseimbangan antara frekuensi gangguan keamanan dengan
kemampuan untuk mengamankan laut.
c. Tidak adanya kesatuan komando, sehingga kegiatan operasional di laut sulit
dipadukan.
d. Kurang tegasnya peraturan perundangan yang ada, karena masih terdapat
beberapa peraturan dan perundangan yang tumpang tindih sehingga
mengakibatkan penafsiran hukum yang berbeda.
e. Sarana dan prasarana serta sumber daya yang dimiliki aparat penegak
hukum di laut terbatas.
f. Sistem perijinan yang pengaturannya tidak satu atap sehingga dapat
mengakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh aparat maupun para pengguna
perijinan.
Sebagai penekanan pada permasalahan di atas, dengan adanya berbagai
kewenangan oleh banyaknya instansi yang berkaitan dengan Pelaksanaan Penegakan
Hukum di wilayah laut, stake holder atau pihak-pihak yang terkait langsung dalam
memanfaatkan sarana laut dalam kegiatan transportasinya harus mengalami tekanan
pelaksanaan penegakan hukum keselamatan dan keamanan di laut yang serba
membingungkan tidak ada kejelasan yang pasti, karena semua pihak berhak
31
melakukan tugas penegakan hukum di laut, sehingga para stake holder yang
merasakan dampak negatif atas usaha yang diembannya di bidang transportasi laut.
Hal tersebut menimbulkan permasalahan karena tumpang tindihnya kewenangan antar
instansi penegak hukum di laut, yaitu:7
a. Masalah kejelasan yang mengatur kewenangan penegakan hukum di laut
dan pantai oleh instansi/pejabat pemerintah yang bertanggung jawab dibidang
administrasi pemerintahan Negara termasuk ketertiban dan keamanan
keselamatan maritim (penegakan hukum) di pelabuhan/ Bandar, di laut dan di
kapal.
b. Pengawas perikanan dilakukan oleh PPNS Pengawas Perikanan, TNI AL
dan POLRI (Pasal 69 ayat 2 , UU 31/2004).
c. Pengawasan dan atau pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan
kawasan pesisir (laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh
12 mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan
pulau, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna) dilakukan melalui patroli di
kawasan pesisir oleh POLRI, PPNS dan Pemda.
d. Penyidik konservasi SDA hayati dan ekosistem dilakukan oleh POLRI dan
PPNS Dephut, KLH, dan DKP, dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk
wilayah perairan Indonesia.
e. Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh kepulauan
Indonesia, tanah di bawah perairan Indonesia dan paparan benua kepulauan
Indonesia. Eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut diawasi oleh TNI AL, POLRI,
ESDM, DKP, KLH, Pemda.
f. Wewenang sebagai penyidik dalam kegiatan minyak dan gas bumi dilakukan
oleh POLRI dan PPNS. Wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh
wilayah daratan, perairan, dan Landas Kontinen Indonesia.
g. ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah
Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku
tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air
diatasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal mil laut
7 http://bakorkamla.go.id tanggal 19 November 2011 pukul 21.55
32
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Pengawasan ZEE saat ini
dilakukan oleh TNI AL.
h. Kepolisian Negara RI dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah negara RI.
Artinya pelaksanaan tugas-tugas kepolisian meliputi wilayah laut dan pantai,
termasuk ZEE Indonesia, sesuai dengan UU No.02/2002 tentang Kepolisian
Negara.
i. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di ZEE
dan landas kontinen yang didalamnya berlaku UU ini (Pasal 1 butir 2 UU No.17
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan), yaitu:
1) Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di
pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu
lintas barang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai (Pasal 1 ayat 3 UU No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2) Pejabat Bea Cukai melakukan patroli untuk pengawasan sarana
pengangkut barang (Pasal 75 ayat 1 UU No.17 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan).
3) Pejabat Bea Cukai dapat meminta bantuan angkatan bersenjata
dan/atau instansi lainnya (Pasal 76 ayat 1 UU No.17 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan).
j. Pengawasan hutan, seperti kasus illegal loging dilakukan oleh POLRI dan
PPNS Dephut, Bea Cukai.
k. Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap orang asing
dilakukan oleh Menteri, sepanjang menyangkut urusan keimigrasian; Jaksa
agung, sepenjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g UU No.5
tahun 1991 tentang Kejaksaan RI; Panglima ABRI, sepanjang menyangkut
33
pemeliharaan dan penegakan keamanan Negara RI (Pasal 15 ayat1UU
No.09/1992 tentang Imigrasi).
l. Tempat pemasukan dan tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut,
pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos
perbatasan dengan negara lain dan tempat lain yang dianggap perlu, yang
ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan media
pembawa hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan atau organisme
pengganggu tumbuhan. Penyidikan terhadap karantina dilakukan oleh PPNS
Badan Karantina (Departemen Pertanian) dan POLRI (UU No. 16/1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan & Tumbuhan Pasal 30, Pasal 1 butir 12).
m. Daerah juga melakukan pengawasan terhadap eksplorasi dan eksploitasi
kekayaan alam di laut. Dalam hal eskplorasi dan eskploitasi kekayaan alam di laut
diawasi oleh TNI AL, POLRI, ESDM, DKP, KLH.
n. Pengawasan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dilakukan
oleh POLRI, DKP, Dephut dan Pemda.
6. Kerawananan di Laut.
Berdasarkan perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional,
serta permasalahan di bidang maritim maka kemungkinan kerawanan di laut yang perlu
mendapat perhatian sebagai berikut :
a. Keterlibatan pihak asing dalam konflik yang terjadi di beberapa daerah
Indonesia dengan menggunakan media laut.
b. Gerakan Separatis Bersenjata (GSB) telah menggeser daerah operasinya ke
laut, dengan melakukan aksi pemerasan, penyelundupan senjata dan narkotika.
c. Masalah perompakan, pembajakan, penangkapan ikan ilegal, penyelundupan
BBM dan kayu, imigran gelap, pelanggaran wilayah, penambangan pasir laut dan
penyelundupan pasir timah.
d. Sengketa perbatasan laut dengan beberapa negara tetangga yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia saat ini bila ditinjau dari pendekatan geopolitik dan
geostrategi dalam konteks regional terdapat di kawasan Samudara Pasifik,
Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Hal tersebut mengindikasikan adanya
beberapa perbedaan penafsiran tentang batas ZEEI, Landas Kontinen, Laut
Teritorial, cagar alam, dan klaim wilayah.
34
BAB V
KONDISI PENEGAKAN KEDAULATANDAN HUKUM YANG DIHARAPKAN
1. Kondisi Yang Diharapkan.
Ide pembentukan suatu badan baru yang menangani keamanan di laut
merupakan suatu solusi walaupun masih memerlukan kajian yang lebih mendalam,
tetapi paling tidak di sini dapat dikemukakan tentang istilah atau nama dari badan
tersebut, kedudukan, hukum dan sistem prosedur operasional.
Penggunaan nama badan “penjaga laut dan pantai” saat ini sudah ada dan
dikenal di Indonesia dengan nama Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP). Nama
badan ini digunakan oleh institusi di bawah Kementerian Perhubungan Laut,
Kementerian Perhubungan dan dalam praktek, kewenangannya hanya meliputi
pelabuhan. Oleh karena itu, perlu adanya nama badan yang dapat menggambarkan
keluasan kewenangan antara lain meliputi pantai, pelabuhan, perairan pelabuhan dan
laut teritorial Indonesia. Nama badan tersebut juga hendaknya mudah diingat dan
dimengerti tentang kewenangan yang dimiliki serta secara internasional dapat mudah
dikenal sebagai aparat penegak hukum di wilayah perairan Indonesia.
Mengenai masalah kedudukan dari lembaga atau badan baru ini, terkait dengan
banyaknya institusi yang terkait dengan keamanan laut di Indonesia. Masing-masing
institusi itu diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan, sehingga masing-
masing institusi tersebut mempunyai kewenangan yang kuat. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya di lapangan, seringkali terjadi tumpang tindih kewenangan sehingga
muncul beberapa insiden antar instansi di wilayah perairan Indonesia.
Untuk mengurangi insiden tersebut, sebenarnya telah dibentuk Badan Koordinasi
Keamanan Laut (Bakorkamla). Akan tetapi mekanisme koordinasi yang ada
diperkirakan belum mampu mengoptimalkan peran dan tugas institusi yang menangani
masalah penegakan kedaulatan dan hukum untuk menciptakan keamanan di laut.
Pembentukan suatu badan baru ini haruslah suatu badan yang mandiri dan tidak
bersifat koordinatif yang dapat menimbulkan permasalahan seperti yang terjadi saat ini.
Tetapi kedudukan dari badan ini dapat menghilangkan atau mengurangi kewenangan
yang telah dimiliki oleh institusi yang ada selama ini, akan menimbulkan penolakan
35
yang cukup kuat dari institusi dimaksud. Hal ini karena masih tingginya ego sektoral dari
masing-masing institusi.
Terkait dengan kedudukan badan baru tersebut, ada beberapa kemungkinan
antara lain sebagai berikut:
a. Badan yang berdiri sendiri di bawah Presiden.
b. Badan yang berada di bawah Kementerian Pertahanan.
c. Badan yang berada di bawah Kementerian Perhubungan.
d. Kemungkinan lain adalah bahwa Badan ini merupakan komponen cadangan
(pengganda) dari TNI Angkatan Laut. Apabila dalam masa damai, maka badan ini
adalah badan yang mempunyai komando sendiri, tetapi apabila dalam keadaan
perang atau keadaan darurat akan menjadi bagian dari kekuatan TNI Angkatan
Laut.
Apabila hal ini dapat terwujud, maka akan sangat membantu kekuatan TNI Angkatan
Laut, dimana sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan keamanan laut yang
ada pada saat ini yaitu:
a. Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) merupakan komponen Sistem
Senjata Armada Terpadu (SSAT) dalam menjamin keamanan di laut berperan
untuk mengadakan pengawasan dan deteksi sasaran, pengenalan dan penilaian
sasaran, penindakan dan penyidikan terhadap hal-hal yang mencurigakan
maupun terhadap kejadian pelanggaran di laut dengan ketentuan-ketentuan seuai
prosedur hukum yang berlaku.
b. Kapal TNI Angkatan Laut (KAL) merupakan komplemen KRI, didalam
melaksanakan tugas Kamla. Dalam rangka melaksanakan tugas Kamla, jumlah
kekuatan TNI AL khususnya KRI terbatas, maka dipandang perlu mengatur lebih
lanjut pembinaan dan pengoperasian KAL dalam tugas operasi Kamla.
c. Pesawat udara (Pesud) TNI AL merupakan kepanjangan tangan dari unsur-
unsur operasional di laut yang berperan dalam pengawasan dan pendeteksian
serta pengenalan dan penilaian sasaran yang mencurigakan untuk disampaikan
kepada unsur TNI AL di wilayah perairan atau unsur lainnya di darat.
d. Pangkalan TNI AL merupakan komponen SSAT yang berfungsi untuk
memproyeksikan kekuatan TNI AL ke daerah operasi serta memberikan dukungan
administrasi dan logistik secara berlanjut agar terjamin keamanan dan
36
kelangsungan operasi unsur-unsur operasional TNI AL. Selain itu, pangkalan TNI
AL berperan pula sebagai fasilitator proses yustisial pelanggaran hukum di laut.
e. Kapal-kapal dari instansi non TNI AL yang memiliki kapasitas dan wewe-
nang di dalam penyelenggaraan operasi keamanan di laut sebagaimana yang
diamanatkan oleh undang-undang antara lain Polri, Bea Cukai, Perhubungan Laut
serta Departemen Kelautan dan Perikanan.
2. Peluang yang dimiliki TNI Angkatan Laut.
a. Berdasarkan beberapa gambaran tersebut di atas, maka tantangan tugas
TNI Angkatan Laut ke depan semakin kompleks. Tetapi bukan berarti bahwa tidak
adanya peluang dan solusi untuk mengatasi kendala yang ada. Eksistensi dan
keterlibatan TNI Angkatan Laut dalam upaya mempertahankan NKRI dari segala
gangguan dan ancaman terhadap keutuhan dan keselamatan bangsa telah
banyak berperan dan diakui keberadaannya. Demikian pula keikutsertaan TNI
Angkatan Laut di forum regional maupun global masih dapat perhatian dan
kepercayaan dari masyarakat luas. Hal tersebut merupakan peluang yang baik
bagi TNI Angkatan Laut untuk terus melaksanakan tugas secara profesional.
b. Kemampuan TNI Angkatan Laut untuk melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan, dalam keadaan apapun tetap diupayakan untuk siap melaksanakan
perannya dalam mewujudkan keamanan laut. Walaupun pada kenyataannya
kondisi kemampuan dan kesiapan unsur-unsur kekuatan saat ini belum memadai
sesuai kebutuhan organisasi.
c. Di sisi lain komitmen dan loyalitas TNI Angkatan Laut terhadap keutuhan
NKRI tetap menjadi landasan utama dalam mengaktualisasikan perannya. Oleh
karena itu, TNI Angkatan Laut tetap berusaha keras untuk mengamankan laut dari
segala ancaman dan gangguan keamanan di laut yang didasarkan kepada
peraturan yang berlaku dan dilaksanakan secara profesional dan proporsional.
d. TNI Angkatan Laut hingga saat ini masih tetap solid dan masih memiliki
komitmen untuk tetap berperan dalam menjaga, mengawasi dan mengamankan
kegiatan di wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia dalam rangka
mengamankan kepentingan nasional Indonesia. Dasar hukum yang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan tugas TNI Angkatan Laut baik peraturan nasional
maupun internasional cukup memadai. Disamping itu dukungan pemerintah dan
pengakuan masyarakat terhadap eksistensi TNI Angkatan Laut sebagai salah
37
satu komponen strategis bangsa Indonesia semakin membaik. Kondisi ini selain
sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan untuk bekerja lebih optimal dalam
upaya mewujudkan kondisi keamanan laut yang diharapkan.
e. Mulai terbangunnya kesadaran bersama aparatur penegak keamanan dan
hukum di laut untuk lebih meningkatkan kerja sama dan koordinasi serta
mempersempit ego sektoral masing-masing instansi dalam melaksanakan
kegiatan keamanan laut secara terpadu, memberikan harapan yang baik dalam
rangka menjaga dan mengamankan wilayah perairan yurisdiksi nasional
Indonesia. Gambaran di atas diperkuat dengan komitmen pemerintah untuk
membuat dan melaksanakan peraturan yang berlaku semaksimal mungkin di
bidang keamanan laut dengan dukungan anggaran yang dibebankan kepada
APBN sehingga tercermin adanya keseriusan untuk mengamankan wilayah
perairan dari segala pelanggaran hukum.
f. Dengan berlakunya UNCLOS 1982 merupakan pengakuan dunia
internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan, yang memiliki hak
kewenangan dan kewajiban untuk memanfaatkan segala sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya serta mengamankan dan melakukan penegakan hukum
terhadap setiap kegiatan yang melanggar baik hukum nasional maupun hukum
internasional.
g. Adanya peluang untuk membentuk suatu badan penjaga laut dan pantai atau
Coast Guard, seperti yang diamanatkan oleh Pasal 276 Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Walaupun badan ini masih dalam arti hanya
untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut maka
dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di
laut dan pantai.
h. Melihat fenomena demikian, sangatlah beralasan apabila penyelenggaraan
kegiatan dan operasi keamanan laut dalam rangka penegakan kedaulatan dan
hukum di laut perlu penataan dan pembentukan suatu badan baru sehingga
tercipta suatu penyegaran yang dapat menciptakan kembali pelaksanaan
keamanan laut yang sinergis, efektif dan efisien antar instansi terkait yang lebih
demokratis sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
i. Permasalahan mendasar dalam pembentukan Penjaga Laut dan Pantai
(Coast Guard) atau apapun nama badan baru tersebut adalah masalah tentang
pelaksanaan atau operasionalisasi badan baru ini. Untuk membentuk suatu badan
38
baru pastilah akan sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama. Jika
dihadapkan pada kondisi perekonomian negara saat ini, kemungkinan terbaik
adalah dengan memanfaatkan sarana yang sudah ada, kemudian
mengoptimalkan sarana tersebut untuk digunakan oleh badan baru tersebut.
Sarana yang dimaksudkan adalah unsur-unsur dari TNI Angkatan Laut yang
diperbaharui sehingga selain dapat membangun TNI Angkatan Laut yang lebih
besar dan kuat, sekaligus terciptanya suatu badan yang independen untuk
mengamankan laut.
Dari segi hukum, institusi yang mempunyai kewenangan di laut sangat banyak,
antara lain: Polri, Kementerian Keuangan (Bea Cukai), Kementerian Perhubungan
(Hubla), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM
(Imigrasi), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian
Pendidikan Nasional, TNI Angkatan Laut. Masing-masing instansi tersebut mempunyai
kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut dalam rangka penegakan hukum di
laut.
Oleh sebab itu, jika pembentukan suatu badan yang baru akan menghilangkan
ataupun meminimalkan peran instansi yang telah ada, maka akan terjadi benturan
peraturan perundang-undangan. Permasalahan yang akan muncul adalah apakah
kewenangan instansi-instansi yang telah diatur dalam undang-undang dapat
dihapuskan dengan satu undang-undang baru karena memberikan kewenangannya
pada instandi atau badan baru yang akan dibentuk tersebut. Permasalahan lain adalah
apabila dianggap perlu untuk memperbanyak undang-undang untuk merevisi
kewenangan dari setiap instansi yang telah ada. Maka perlu adanya kepentingan
hukum yang jelas untuk menetukan pelimpahan kewenangan dimaksud.
Pembentukan badan baru haruslah diakomodasikan dalam suatu bentuk undang-
undang. Di dalam undang-undang ini nantinya harus diatur tentang hak dan
kewajibannya serta sistem prosedur yang diperlukan. Badan baru ini hendaknya identik
dengan sistem prosedur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Laut, karena sistem dan
prosedur TNI Angkatan Laut sudah teruji dan lingkungan kerjanya sudah jelas berada di
laut. Selain itu sistem prosedur harus dapat mengakomodasikan peran dan fungsi serta
tugas yang dimaksud harus diatur dalam undang-undang termasuk penggabungan
sarana, prasarana dan anggaran.
39
Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, minimal badan baru yang akan
dibentuk ini harus mempunyai kewenangan di bidang, antara lain:
a. Penegakan hukum di laut.
b. Kepabeanan.
c. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
d. Perlindungan Sumber Daya Alam.
e. Search and Rescue.
f. Membantu TNI Angkatan Laut dalam keadaan darurat atau perang seperti
pertahanan pantai, keamanan pelabuhan, patroli pantai dan lain-lain.
Bahwa badan baru ini merupakan suatu tuntutan dari perkembangan kondisi yang
ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tuntutan itu berupa adanya kesatuan
komando dalam satu institusi yang bertanggung jawab terhadap keamanan laut yang
meliputi keselamatan, keamanan dan penegakan hukum di laut.
Keinginan masyarakat internasional untuk mendorong terbentuknya suatu badan
yang berdiri sendiri di Indonesia ini adalah terkait dengan kepentingan mereka terhadap
keamanan di wilayah perairan Indonesia sangat tinggi. Di samping itu banyak negara-
negara yang telah membentuk badan keamanan laut yang merupakan bagian dari
Armed Forces masing-masing negara, misalnya Coast Guard di USA dan Australia
serta Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA) di Malaysia.
3. Upaya-upaya.
Secara faktual, saat ini Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang cukup
kompleks dalam mengelola keamanan di laut baik dalam hal software (perangkat
perundang-undangan) maupun kendala hardware (infrastruktur dan kekuatan). Untuk
menjembatani kesenjangan transisi dalam hal legislasi dan implementasi, tersebut
diatas perlu dipikirkan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Pembentukan suatu Organisasi Keamanan di Laut yang yang diharapkan
1) Mampu menciptakan stabilitas keamanan di laut sekaligus sebagai
upaya mewujudkan dampak penangkalan sesuai strategi pertahanan negara
di laut.
40
2) Mampu mensinergikan kekuatan yang dimiliki oleh aparat penegak
hukum di laut secara operasional dalam rangka menciptakan daya tangkal
yang tinggi terhadap pelanggaran hukum di laut.
3) Tidak mengurangi kewenangan hukum instansi lain berdasarkan
mandat yang diberikan sesuai UU yang berlaku.
4) Mampu memberikan dukungan anggaran bagi operasional unsur-unsur.
Setiap instansi dalam wadah Organisasi Keamanan di Laut memiliki
kedudukan yang sama, porsi tugas disesuaikan berdasarkan kontribusi atau
komitmen yang diberikan kepada pelaksanaan tugas penegakan hukum di laut.
Pengawakan Organisasi Keamanan di Laut harus mewakili semua instansi yang
ada secara proporsional sesuai dengan spektrum kemampuan atau kekuatan
yang diberikan kepada organisasi. Organisasi Keamanan di Laut tersebut dapat
berupa organisasi yang permanen/ tetap atau dapat berupa organisasi yang
bersifat temporer didalam penyelenggaraan Operasi Kamla terpadu yang
melibatkan berbagai instansi terkait.
b. Pengaruh badan baru terhadap Kewenangan yang ada.Pembentukan badan baru ini hendaknya tidak akan mengubah kewenangan
yang dimiliki oleh masing-masing instansi yang semula mempunyai kewenangan
di laut. Akan tetapi dengan terbentuknya badan yang baru ini akan ada efisiensi di
bidang anggaran karena hanya ada satu komando dalam pelaksanaan operasi
keamanan laut. Dalam hal ini badan baru tersebut dapat melaksanakan banyak
fungsi dalam menjaga keamanan laut. Dalam prosedur pelaksanaan penindakan
tindak pidana di laut, badan baru ini hanya akan melaksanakan tahap pengejaran,
penangkapan, penyelidikan dan pemeriksaan di laut. Tahap berikutnya yaitu
tindak lanjut dari hasil penyelidikan tersebut diserahkan kepada masing-masing
instansi yang telah ada untuk diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hal ini memberikan keuntungan karena tidak perlu lagi
merevisi ataupun membuat undang-undang yang baru. Kita tetap dapat
menggunakan undang-undang yang ada karena mekanisme dalam prosedur
pelaksanaan penindakan tindak pidana di laut hanyalah sampai kepada
pelimpahan wewenang penyidikan kepada instansi terkait. Dengan demikian,
pembentukan badan baru ini diharapkan akan dapat meningkatkan keamanan di
laut karena badan ini diharapkan mempunyai daya mengikat yang kuat dan
41
mampu melaksanakan pelimpahan kewenangan secara tepat antar instansi terkait
yang selama ini memang mempunyai kewenangan melaksanakan penegakan
hukum di laut.
c. Harapan kinerja badan baru ke depan.
Dengan terbentuknya badan baru tersebut, maka diharapkan mampu
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:8
1) Mampu menyusun kebijakan dan melaksanakan kegiatan operasi
keamanan laut secara terpadu.
2) Mampu merumuskan secara tepat dan melaksanakan kebijakan umum
di bidang keamanan laut.
3) Mampu melaksanakan tugas di bidang keamanan laut yang meliputi
penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum
serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan
pemerintah di wilayah perairan Indoenesia.
4) Mampu memberikan dukungan teknis dan administrasi di bidang
keamanan laut.
5) Mampu mengelola kekuatan yang dimiliki instansi penegak hukum di
laut secara operasional dalam rangka menciptakan daya tangkal yang tinggi
terhadap pelanggaran hukum di laut.
6) Pengawakan organisasi keamanan laut harus mencerminkan dan
mewakili semua instansi yang ada secara proporsioanal sesuai dengan
spektrum kemampuan atau kekuatan yang diberikan kepada organisasi.
d. Kerjasama Aparat Keamanan di Laut.
Pada saat ini, sebelum terbentuknya satu badan yang khusus menangani
tentang kemananan di laut tersebut, diperlukannya adanya juga diperlukan
adanya kerjasama yang baik dalam mengamankan kepentingan nasional di laut.
Tugas aparat Keamanan Laut yang paling azasi adalah mengamankan
kepentingan nasional di laut. Untuk itu aparat Keamanan Laut harus mampu:9
8 Mampukah “Bakorkamla” menjadi Garda Laut sesuai harapan. Majalah Forum Hukum Volume 3Nomor 2- 06 halaman 21.9 I b i d
42
1) Mengamankan aset negara di laut yang berada di permukaan, bawah
permukaan dan dasar laut, yang secara fisik dilaksanakan melalui kehadiran
di laut, sedangkan non fisik melalui kerjasama dengan instansi lain yang
terkait.
2) Menjamin agar pemerintah dapat memanfaatkan potensi laut bagi
kelangsungan pembangunan bangsa, dengan konsekuensi
pemerintah juga dituntut untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu
di seluruh perairan Indonesia. Oleh karenanya upaya penegakan keamanan
di laut harus senantiasa memperhatikan ketentuan hukum nasional dan
internasional secara serasi dan seimbang, serta senantiasa menjunjung
tinggi etika pergaulan masyarakat maritim dunia. Dengan demikian, upaya
penegakan hukum di laut tidak boleh dilakukan secara parsial maupun
sektoral.
3) Mewujudkan keamanan di laut melalui kerjasama dan keterpaduan
antar sektor yang diarahkan untuk menciptakan kondisi laut terkendali
43
BAB VIPENUTUP
1. Kesimpulan.
a. Secara prinsip, tugas TNI dan TNI Angkatan Laut sebagai penegak
kedaulatan dan hukum di laut dalam rangka menciptakan keamanan laut tidaklah
dapat dipisahkan. Tetapi pembedaan tugas tersebut hanyalah mengenai tindakan
apa yang harus dilakukan apabila ada pelanggran yang terjadi di wilayah perairan
Indonesia. Pembedaan tugas penegakan kedaulatan di laut dengan penegakan
hukum di laut diatur dalam penjelasan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia. Sanksi atas pelanggaran kedaulatan dan hukum
di perairan Indonesia, antara lain dapat dilakukan dengan memperingatkan kapal
asing yang bersangkutan untuk segera meninggalkan perairan Indonesia.
Sedangkan untuk pelanggaran hukum, tindakan yang dilakukan adalah
disesuaikan dengan peraturan perundangan yang dilanggar.
b. Kendala yang dihadapi, pada intinya adalah kurangnya sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh TNI dan TNI Angkatan Laut yang dapat dipergunakan
dalam operasi keamanan di laut bila dihadapkan dengan luas wilayah yang harus
diamankan. Disamping itu tingkat profesionalisme aparatur penegak hukum di
laut belum cukup untuk mengatasi berbagai modus operandi dan bentuk
gangguan keamanan di laut serta pelanggaran hukum. Kendala lain yang tidak
kalah penting yaitu masih tumpang tindihnya aturan hukum yang memberikan
kewenangan yang sama kepada masing-masing instansi yang berbeda. Hal ini
dapat memunculkan dan mengedepankan kepentingan sektoral mengalahkan
kepentingan yang lebih luas.
c. Solusi yang mungkin dapat dijadikan jawaban untuk mengatasi kendala yang
disebutkan di atas adalah dengan membentuk suatu badan baru yang
bertanggung jawab terhadap keamanan laut yang meliputi keselamatan,
keamanan dan penegakan hukum di laut.
44
2. Saran.
a. Apabila badan keamanan laut yang baru ini setuju untuk dibentuk, TNI
Angkatan Laut dapat terlibat secara aktif dalam pembentukan badan ini karena
nantinya akan memiliki kapal-kapal bersenjata dan awak yang terlatih yang dalam
waktu perang atau keadaan darurat dapat menjadi bagian daari kekuatan
angkatan laut.
b. Agar TNI Angkatan Laut dapat mempunyai akses ke dalam badan baru
dimaksud, karena mempunyai kesamaan warna maupun kultur dengan TNI
Angkatan Laut kecuali tugasnya yang lebih fokus pada keamanan laut.
c. Agar didalam sistem keamanan di laut ke depan seharusnya dibangun
dengan prinsip mensinergikan kekuatan yang dimiliki oleh berbagai instansi
penyelenggara penegakan keamanan di laut sehingga dapat menghilangkan ego
sektoral yang terjadi selama ini.
top related