pengaruh kompos enceng gondok (eichornia crassipes 2
Post on 20-Jun-2015
1.978 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH KOMPOS ECENG GONDOK (Eichornia crassipes solm)
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS
TANAMAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor L)
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Kepada Fakultas …………………………………………………
Sebagai Bagian Persyaratan Yang Diperlukan Untuk Dapat Melakukan
Penelitian Guna Memperoleh Derajat Sarjana ………………..
Oleh
......................................................NO.MHS:
PROGRAM STUDI : JURUSAN :
FAKULTAS ..................................
UNIVERSITAS ...............................................
TAHUN 2010
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Eceng gondok ............................................................................. 5
B. Eceng gondok Sebagai Bahan Kompos ..................................................... 7
C. Tanaman Bayam Cabut .............................................................................. 10
D. Pupuk dan Pemupukan ............................................................................... 12
E. Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut ....................................................... 14
F. Hara Tanaman dan Translokasi Unsur Hara .............................................. 15
G. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 18
B. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 18
ii
C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................. 19
D. Variabel Penelitian...................................................................................... 19
E. Disain Penelitian ........................................................................................ 20
F. Analisis Data .............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya. Hal tersebut dikarenakan
pengusahaan dan penggunaan lahan yang terus menerus tanpa diikuti upaya
pemulihan kesuburannya. Pengusahaan lahan yang terus menerus akan menurunkan
kandungan bahan organik karena bahan-bahan organik yang ada di dalam tanah
diserap oleh tanaman. Agar lahan pertanian tetap subur diperlukan penambahan
bahan organik ke dalam tanah untuk menggantikan bahan-bahan organik yang diserap
oleh tanaman.
Sumber bahan organik biasanya diperoleh dari pupuk kandang, namun jumlah
yang diberikan tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan yang ada. Masalah ini terjadi
karena petani sudah jarang memelihara ternak. Selain itu, sumber bahan organik
harganya juga semakin meningkat. Adanya masalah yang demikian perlu dicari
alternatif solusinya, antara lain dengan menemukan sumber bahan organik pengganti
pupuk kandang.
Eceng gondok (Eichornia crassipes Solm) merupakan jenis gulma air yang
sangat cepat tumbuh dan berkembang biak. Tumbuhan ini mempunyai daya adaptasi
terhadap lingkungan baru yang sangat besar, sehingga sering merupakan gulma di
berbagai tempat dan mengganggu saluran pengairan atau irigasi yang sulit untuk
1
dikendalikan. Tanaman ini dapat mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran
irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evaporasi, transpirasi,
mempersulit transportasi perairan, menurunkan hasil perikanan atupun berupa
gangguan langsung dan tidak langsung lainnya terhadap kesehatan manusia serta
menurunkan nilai estetika.
Eceng gondok banyak menimbulkan kerugian. Namun selain kerugian yang
ditimbulkan, ada potensi yang menguntungkan, misalnya sebagai sumber pupuk
organik, jadi perlu dilakukan penelitian atau dikaji tentang kemungkinan pemanfaatan
eceng gondok ini sebagai bahan kompos.
Keberhasilan pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan kompos akan
memberikan keuntungan ganda. Selain dapat diperoleh kompos yang dapat
mengembalikan kesuburan tanah, juga dapat mengurangi pencemaran yang
diakibatkan oleh eceng gondok.
Pemanfaatan eceng gondok dengan cara pengomposan belum biasa dilakukan
oleh petani. Dalam penelitian ini, kompos eceng gondok dicoba diteliti
penggunaannya pada tanaman bayam cabut. Hal ini mengingat karena tanaman
bayam cabut (Amaranthus tricolor L) tidak menuntut persyaratan tumbuh yang sulit,
asalkan kondisi tanah subur, penyiraman teratur dan saluran drainase lancar.
Tanaman ini sangat toleran terhadap keadaan yang tidak menguntungkan sekalipun.
Selain itu tanaman ini berumur pendek, sehingga pengaruh dari kompos eceng
gondok dapat cepat terlihat.
2
Dengan meningkatnya wawasan masyarakat tentang kebutuhan pangan, maka
masyarakat cenderung untuk mengkonsumsi sayuran yang bebas atau tidak
terkontaminasi oleh zat-zat yang merugikan tubuh. Untuk itu pupuk organik atau
kompos dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi
sayuran. Bertitik tolak pada uraian di atas dan dalam upaya meningkatkan produksi
dipandang perlu untuk meneliti “ Pengaruh Kompos Eceng Gondok (Eichornia
Crassipes Solm) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Bayam
Cabut (Amaranthus Tricolor L)”.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok - pokok uraian pada latar belakang tersebut di atas , maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kompos eceng gondok dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman bayam
cabut ?
2. Apakah kompos eceng gondok dapat meningkatkan produktivitas tanaman bayam
cabut ?
3. Apakah kompos eceng gondok dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti pupuk
kandang ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah kompos eceng gondok dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman bayam cabut.
2. Mengetahui apakah kompos eceng gondok dapat meningkatkan produksi
tanaman bayam cabut.
3. Mengetahui apakah kompos eceng gondok dapat dijadikan sebagai alternatif
pengganti pupuk kandang.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan alternatif
sumber kompos yang dapat diterapkan dalam bidang pertanian.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Eceng gondok (Eichornia crassipes solm )
Sistematika tanaman eceng gondok adalah :
Divisio : Embryophytasi phonogama
Klas : Monocotyledoneae
Ordo : Farinosae
Familia : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes solm
Eceng gondok termasuk tumbuhan perennial dan merupakan tumbuhan
yang dapat mengapung bebas bila air dalam dan berakar di dasar bila air dangkal.
Tumbuhan tersebut berkembang biak dengan stolon (vegetatif) dan juga secara
generatif, tiap tahun berbunga, dan setelah 20 hari terjadi penyerbukan, buah
masak, lepas dan pecah, biji masuk ke dasar air. Karangan bunga berbentuk bulir,
bertangkai panjang, dan terdapat 10-35 bunga; tangkai dengan 2 daun pelindung
yang duduknya sangat dekat, yang terbawah dengan helaian kecil dan pelepah
yang berbentuk tabung.
5
c
d
e
b
a
Morfologi dari tanaman eceng gondok adalah sebagai berikut :
Keterangan :
a. Akar,
b. Tangkai daun,
c. Daun,
d. Bunga,
e. Tangkai bunga
Gambar 1: Morfologi eceng gondok (Eichornia crassipes Solm)
Tumbuhan eceng gondok masuk dan cepat tumbuh di Indonesia pada
tahun 1894. Adanya tumbuhan ini dalam suatu area perairan akan mengganggu
lalu lintas air, mengurangi jumlah dan kualitas air, menimbulkan pendangkalan
perairan yang dapat menurunkan produksi ikan.
Adanya beberapa masalah dan gangguan yang merugikan manusia yang
ditimbulkan oleh eceng gondok, sangat dirasa perlu adanya suatu pengendalian
dan teknik pengolahan yang memadai. Salah satu usaha untuk pengendalian eceng
6
gondok adalah pemanfaatan eceng gondok agar menjadi sumber daya alam
berguna.
Hasil penelitian yang dilakukan di India, menunjukkan bahwa eceng
gondok yang masih segar mengandung 95,5 % air; 3,5 % bahan organik; 0,04 %
nitrogen; 1 % abu; 0,06 % fosfor sebagai P2O5 dan 0,20 % kalium sebagai K2O.
Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa percobaan analisis kimia tumbuhan eceng
gondok atas dasar bahan kering menghasilkan 75,8 % bahan organik; 1,5 %
nitrogen; dan 24,2 % abu. Analisis terhadap abu yang dilakukan menunjukkan 7.0
% fosfor sebagai P2O5; 28,7 % kalium sebagai K2O; 1,8 % natrium sebagai
Na2O; 12,8 % kalsium sebagai CaO dan 21,0 % khlorida CCL.
B. Eceng Gondok sebagai Bahan Kompos
Penggunaan eceng gondok sebagai bahan kompos diharapkan dapat
membawa perubahan yang lebih baik bagi dunia pertanian. Tujuan pemberian
kompos pada suatu lahan antara lain untuk memperkaya bahan makanan bagi
tanaman dan memperbaiki sifat fisik tanah akibat pencucian. Tujuan tersebut akan
terpenuhi jika bahan yang akan dikomposkan mengandung unsur-unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman.
Hasil analisis kompos eceng gondok atas dasar bahan kering adalah 2,05
% nitrogen; nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) adalah 13:1 ; 1,1 % fosfor
sebagai P2O5 ; 2,5 % kalium sebagai K2O ; 3,9 % Ca sebagai C2O.
7
Kompos dibuat dengan cara membusukkan bahan sisa tumbuhan atau
hewan dalam suatu tumpukan. Pengertian pengomposan menurut Murbandono
adalah menumpukkan bahan-bahan organis dan membiarkan terurai menjadi
bahan-bahan yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah atau mendekati
C/N tanah sebelum digunakan sebagai pupuk. Jadi dari pengertian itu dapat
dikatakan bahwa prosesnya berlangsung pada keadaan yang diatur sehingga akan
menghasilkan suatu produk yang berguna bagi pertanian. Pada pengomposan
proses peruraian oleh kegiatan mikroorganisme ditingkatkan dengan cara
mengusahakan lingkungan yang cocok untuk perbanyakan mikroorganismenya
serta kegiatannya.
Bahan organik yang telah terkomposkan dengan baik bukan hanya
memperkaya bahan makanan tetapi terutama berperan besar terhadap perbaikan
sifat-sifat tanah yaitu :
1. Mempertinggi kemampuan penampungan air, sehingga tanah dapat lebih
banyak menyediakan air bagi tanaman.
2. Memperbaiki drainage dan tata udara tanah.
3. Meningkatkan pengaruh pemupukan dari pupuk-pupuk buatan.
4. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut
oleh pengairan atau air hujan.
Pada pengomposan, proses penguraian bahan oleh kegiatan
mikroorganisme ditingkatkan dengan cara mengusahakan lingkungan yang cocok
8
untuk memperbanyak mikroorganisme dan kegiatannya. Dengan meningkatnya
mikroba dalam pengomposan akan mempercepat diperolehnya produk akhir dari
pengomposan yang dilakukan. Untuk itulah faktor-faktor yang mempengaruhi
selama proses pengomposan harus diperhatikan.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
a. Sifat fisik bahan.
Pada proses pengomposan akan berlangsung cepat jika substrat halus dan
berukuran kecil. Ukuran yang kecil akan mudah didekomposisi oleh
mikroorganisme yang berarti mempercepat pengomposan.
b. Kandungan N dari bahan asalnya
Jasad-jasad renik yang menguraikan bahan pengomposan memerlukan
senyawa N untuk perkembangannya. Untuk itulah pada pembuatan kompos
perlu ditambahkan pupuk kandang atau pupuk buatan.
c. Kelembaban
Kelembaban sangat berpengaruh selama proses pengomposan. Kelembaban
tidak boleh terlalu rendah, karena itu dalam proses pengomposan perlu
ditambahkan kapur atau abu dapur.
d. Cukup mengandung air dan udara
Bila tumpukan kompos kurang mengandung air, tumpukan ini akan
bercendawan. Hal ini akan sangat merugikan karena peruraian akan
berlangsung lambat dan tidak sempurna. Sebaliknya bila terlalu banyak
9
mengandung air, keadaannya berubah menjadi anaerob yang tidak
menguntungkan bagi kehidupan jasad renik.
Pada tahap akhir pengomposan akan dihasilkan bahan yang sudah stabil
yang disebut sebagai kompos. Kompos yang matang akan ditandai dengan warna
gelap, tidak berbau, struktur remah, berkonsentrasi gembur, serta tidak larut
dalam air.
C. Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L)
Sistematika tanaman bayam cabut adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Familia : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus tricolor L
Bentuk tanaman bayam cabut adalah terna (perdu), tinggi tanaman dapat
mencapai 1,5-2 meter, berumur semusim atau lebih. Sistem perakaran menyebar
dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang.
Tanaman bayam mempunyai daun berbentuk bulat telur dengan ujung
agak meruncing serta urat-urat daun kelihatan jelas. Bayam banyak mengandung
vitamin dan garam-garam mineral penting yang diperlukan tubuh, seperti dapat
dilihat pada tabel berikut:
10
Tabel 1. Kandungan gizi pada bayam cabut
Kandungan gizi Jumlah
Kalori 36 kal Protein 3,5 gram Lemak 0,5 gram hidrat arang 6,5 gram vitamin B1 908 mgr vitamin A 6,090 S.I vitamin C 80 gram Ca 267 mgr Fosfor 67 mgr Fe 3,9 mgr Air 86,9 gram
Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik pada dataran rendah maupun
tinggi, namun demikian bayam lebih baik dibudidayakan di dataran rendah dan
merupakan bentuk sayuran komoditas dataran rendah. pH tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman bayam cabut adalah 6-7, temperatur yang dikehendaki
adalah 35-400 C.
Sayuran daun banyak menyerap unsur N,P,K dan mineral Mg,Ca,Fe. Jenis
tanah yang baik untuk tanaman bayam cabut adalah tanah pasir berlempung
dengan kandungan pupuk organik tinggi.
Kualitas bayam cabut (Amaranthus tricolor L) ditentukan oleh
pertumbuhan fase vegetatif yaitu kualitas bagian tanaman yang bernilai ekonomi.
Maksudnya adalah bagian tanaman yang dapat dikonsumsi atau di makan, yaitu
bagian batang dan daun.
11
Dari segi produksi yang menguntungkan di pasaran terutama sebagai
sayuran segar maka bobot basah sangat menentukan. Air merupakan komponen
terbesar dari sitoplasma dan sangat berpengaruh terhadap bobot basah tanaman.
Kualitas sayuran ditentukan pula oleh warna daun. Ditinjau dari ilmu gizi
sayuran yang pucat dianjurkan untuk tidak dibeli karena yang kaya akan gizi
adalah yang berwarna hijau tua. Lebih lanjut Oomen juga menyatakan bahwa
kandungan gizi dari tanaman merupakan bagian dari bobot kering tanaman. Hasil
bahan kering tanaman merupakan gambaran dari unsur hara yang diserap tanaman
karena semua bahan yang dihasilkan tanaman berasal dari pecahan karbon hasil
fotosintesa dan hara organik yang dihisap dari tanaman.
Dalam rangka usaha meningkatkan produksi tanaman bayam cabut, perlu
dilakukan pemupukan. Dewasa ini dengan meningkatnya wawasan masyarakat
tentang kebutuhan pangan maka masyarakat cenderung untuk mengkonsumsi
sayuran yang bebas atau tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang merugikan tubuh.
Maka pupuk organik sebagai alternatif dalam meningkatkan kualitas dan
produktifitas sayuran khususnya bayam cabut.
D. Pupuk dan Pemupukan
Peranan pupuk diakui sangat penting dalam usaha peningkatan produksi
pertanian, karena lahan-lahan pertanian semakin berkurang kemampuannya dalam
menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Peningkatan produksi
12
hanya dicapai bila diberikan unsur-unsur hara tambahan atau pemupukan karena
jaringan pembentuk tanaman tidak lain adalah unsur-unsur hara yang diserapnya.
Berdasarkan proses terjadinya pupuk dibagi menjadi pupuk alam dan
pupuk buatan, atau pupuk organik dan an organik. Pupuk organik adalah pupuk
yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk organik dapat
berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan pupuk kompos. Pupuk organik terutama
digunakan untuk memperbaiki struktur tanah, daya meresapkan air hujan, daya
ikat air, tata udara tanah dan sifat fisik. Dengan terbentuknya humus maka pupuk
organik dapat memperbaiki kehidupan biologi tanah dan menambah mineral
tanah. Pupuk organik mengandung unsur hara lengkap meskipun dalam kadar
rendah.
Salah satu pembentuk tanah adalah bahan organik. Jadi jelaslah betapa
pentingnya peranan bahan organis ke dalam tanah, seperti kita ketahui bahan
organis terbentuk dari sisa tanaman, hewan atau kotoran hewan, juga sisa jutaan
mahluk kecil yang berupa bakteri, jamur, ganggang, hewan satu sel maupun
banyak sel. Sisa hewan atau tumbuhan ini sebelum menjadi bahan organis akan
mengalami proses perubahan lebih dulu.
Sebelum mengalami proses perubahan sisa hewan dan tumbuhan ini tidak
berguna bagi tanaman, karena unsur hara terikat dalam bentuk yang tidak dapat
diserap oleh tanaman, oleh sebab itu perlu dikomposkan terlebih dahulu. Selama
proses perubahan dan peruraian bahan organis, unsur hara makanan akan bebas
menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap oleh tanaman.
13
E. Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut
Pertumbuhan menunjuk pada penambahan ukuran yang tidak dapat dapat
balik yang mencerminkan penambahan protoplasma. Pertumbuhan juga sebagai
proses kenaikan volume yang irreversible, karena adanya tambahan substansia
termasuk perubahan bentuk pada tumbuhan. Pertambahan ukuran dan berat kering
dari organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma, baik ukuran maupun
jumlah selnya.
Bertambahnya protoplasma berlangsung melalui serentetan peristiwa
dimana air, karbohidrat dan garam-garam mineral diubah bahan-bahan organik.
Berkenaan dengan sel tanaman, peristiwa ini mencakup fotosintesa, absorbsi, dan
traslokasi zat hara, penyusunan dan perombakan protein komplek dan lemak dari
karbon dan persenyawaan an organik. Bertambahnya jumlah sel pada jaringan
meristematik pada titik-titik tumbuh bagian batang, dan ujung-ujung akar, serta
pada kambium. Bertambahnya ukuran sel terjadi karena adanya pembesaran sel-
sel baru. Proses ini dipengaruhi oleh pemberian air, hormon dan adanya gula.
Oleh karena itu, jaringan meristem harus memperoleh pangan, vitamin dan
tersedia hormon untuk dapat membuat sel-sel baru dan memperbesar ukurannya.
Pertumbuhan tanaman mencakup 2 fase berdasarkan penggunaan
karbohidrat hasil fotosintesa, yaitu :
1. Pertumbuhan fase vegetatif, dimana pemakaian karbohidrat lebih besar dari
penyimpanannya. Fase ini terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan
batang baru, dan berhubungan dengan pembelahan sel, perpanjangan sel dan
14
tahap pertama dari differensiasi sel. Untuk perkembangan ini diperlukan
karbohidrat sehingga dapat dikatakan dalam fase vegetatif dari suatu
perkembangan, tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang
dibentuknya.
2. Pertumbuhan fase reproduktif. Fase ini terjadi pada saat pembentukan dan
perkembangan kuncup-kuncup bunga, buah dan biji. Tidak semua karbohidrat
digunakan untuk perkembangan batang, daun dan perakaran, sebagian
disisakan untuk perkembangan bunga, buah dan biji. Untuk keperluan ini
tanaman membutuhkan suplai karbohudrat yang berupa pati dan gula. Pada fase
reproduktif ini tanaman menyimpan sebagian besar karbohidrat yang
dibentuknya.
F. Hara Tanaman dan Translokasi Unsur Hara
Selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman sejak masa
perkecambahan sampai menghasilkan buah atau bagian yang dapat dipanen
membutuhkan unsur-unsur hara/zat makanan. Unsur hara tanaman adalah unsur-
unsur kimia tertentu yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan normal. Tidak
tersedianya unsur-unsur hara bagi tanaman akan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terganggu, dan akan menurunkan produksi.
15
Setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur hara penting atau
esensial untuk pertumbuhan normal. Unsur-unsur hara tersaebut terdiri dari :
a) Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
relatif besar. Unsur-unsur tersebut adalah C,H,O,N,S,Ca,P,K,Mg.
b) Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalamn jumlah
yang relatif kecil. Unsur-unsur tersebut adalah :Fe,Mn,Cu,Zn,Mo,B,Cl.
Setiap unsur hara mempunyai fungsi sendiri-sendiri dalam kelangsungan
hidup tanaman, baik unsur makro maupun unsur mikro. Beberapa unsur beserta
fungsinya antara lain :
C,H.O : Menyusun senyawa organik.
N : Menyusun asam amino, protein, klorofil dan nukleat.
P : Menyusun posfat an organik, berperan pada transfer energi.
K : Mengatur kandungan air, melalui aktivitas enzim, berperan dalam
sintesis karbohidrat dan protein.
Ca : Menyusun dinding sel, penetral asam organik, berperan pada absorpsi
nitrogen.
Zn : Biosintesa Hormon
Fe : Pembentukan klorofil, penyusun sitokrom dan katalisator.
Mn : Berperan dalam perombakan karbohidrat dan metabolisme N
Mo : Berperan dalam fiksasi N dan sintesis protein.
16
G. Hipotesis Penelitian
Agar penelitian ini terarah maka diajukan hipotesa sebagai berikut :
1. Pemberian kompos eceng gondok mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman bayam cabut.
2. Pemberian kompos eceng gondok mampu meningkatkan produktivitas
tanaman bayam cabut.
3. Kompos eceng gondok dapat digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk
kandang.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Dampang Kecamatan Gantarang,
dengan ketinggian tempat ±140 m dpl yang merupakan daerah yang cocok
untuk tanaman bayam cabut, karena bayam cabut banyak ditanam pada
ketinggian 5-2000 m dpl.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai April 2010,
dimulai dengan penyemaian benih bayam, dilanjutkan dengan pemindahan
bibit ke dalam polybag. Penelitian diakhiri tanggal 19 September 2004.
Tanaman bayam tidak menuntut persyaratan musim tumbuh yang sulit.
Tanaman bayam dapat tumbuh dengan baik di bulan apapun, asalkan kondisi
tanah subur, penyiraman teratur dan saluran drainase lancar.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati
langsung aktivitas yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.
18
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah bayam cabut (Amaranthus tricolor L)
varietas giti hijau umur 28 hari, dengan ukuran kira-kira 2 cm.
2. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini adalah tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor
L) yang diambil secara acak dari populasi.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini yaitu kadar pemberian 0 gram, 100 gram,
200 gram, 400 gram, dan 800 gram kompos eceng gondok dalam setiap 1 kg
media tanam..
2. Variabel tergantung
a) Tingkat pertumbuhan bayam cabut (Amaranthus tricolor L) dengan
parameter tinggi tanaman dan jumlah daun.
b) Tingkat produksi bayam cabut (Amaranthus tricolor L) dengan parameter
berat basah bayam cabut dan berat kering bayam cabut pada akhir
percobaan. Hasil bahan kering merupakan gambaran dari unsur hara yang
diserap oleh tanaman.
19
E. Disain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan
rancangan pola RAL (Rancangan Acak Lengkap), karena materi yang percobaan
relatif homogen. Semua variasi dalam penelitian ini mendapat perlakuan yang
sama, yang masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali,sehingga
masing-masing variasi mempunyai peluang yang sama besar. Variasi dalam
penelitian ini adalah :
X0 = perlakuan dengan tanpa kadar kompos eceng gondok dalam media tanam,
X1 = perlakuan dengan kadar kompos eceng gondok 100 gram dalam media
tanam,
X2 = perlakuan dengan kadar kompos eceng gondok 200 gram dalam media
tanam,
X3 = perlakuan dengan kadar kompos eceng gondok 400 gram dalam media
tanam,
X4 = perlakuan dengan kadar kompos eceng gondok 800 gram dalam media
tanam.
20
F. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh jenis kompos eceng gondok terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman bayam, data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis varian. Jika ada pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji
DMRT yaitu untuk mengetahui lokasi perbedaan atau perlakuan terbaik pemberian
kompos terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bayam cabut.
Langkah pengujian hipotesis untuk kasus di atas adalah :
Yij = μ + τi + εij, dimana i =1,2,3,4,5 dan j = 1,2,…, ri; dengan ri adalah
banyaknya ulangan untuk perlakuan ke-i,
dengan :
Yij : pertumbuhan tanaman (cm) ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
μ : mean populasi
τi : pengaruh perlakuan ke-i
εi : pengaruh acak pada tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i .
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada analisis ragamnya yaitu:
Untuk menghitung Faktor Koreksi dengan menggunakan rumus :
Untuk menghitung Jumlah Kuadrat Total dengan menggunakan rumus :
21
Untuk menghitung Jumlah Kuadrat Perlakuan dengan menggunakan rumus :
Untuk menghitung Jumlah Kuadrat Galat dengan menggunakan rumus :
22
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Arif. (1998). Hortikultura. Yogyakarta: Andi offset.
Benyamin Lakitan. (1996). Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan. Jakarta : Radar Jaya offset.
Haris kartika R(1983). Pengaruh Kompos Enceng Gondok (Eichornia crassipes solm) dan Kompos Kayu Apu (Pistiastoli otes) Dikombinasikan Dengan Tepung Lahar Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) Sebagai Sumber Pertumbuhan Tanaman di SMU. Skripsi:IKIP Yogyakarta.
Jody M. (1990). Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Jakarta: Rajawali press.
Murbandono HS. (1998). Membuat Kompos. Jakarta : Penebar Swadaya.
Nazarudin. (1994). Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta : Penebar swadaya.
Mul Mulyani. (1995). Pupuk dan Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta
Oomen HAPC. (1994). Si Hijau yang Cantik. Jakarta : Gramedia
Pinus lingga. (1995). Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahmat R dan Uuk S. (2003). Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Yogyakarta : Kanisius.
Rusli Hukum. (1990). Bercocok Tanam Sayuran. Jakarta : Asona.
Sri Setyati Harjadi. (1997). Pengantar Agronomi. Jakarta : Gramedia.
Yusni Bandini dan Nurudin Azis. (1995). Bayam. Jakarta : Penebar Swadaya.
0
top related