pengaruh lama ekuilibrasi terhadap daya hidup … · persentase hidup, dan abnormalitas nyata lebih...
Post on 06-May-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGARUH LAMA EKUILIBRASI TERHADAP DAYA HIDUP
SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE)
SKRIPSI
Oleh :
KARTINA
I 111 09 281
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
ii
PENGARUH LAMA EKUILIBRASI TERHADAP DAYA HIDUP
SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE)
SKRIPSI
Oleh :
KARTINA
I 111 09 281
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan
Pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Kartina
Nim : I 111 09 281
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam bab
hasil dan pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan
seperlunya.
Makassar, Februai 2014
Ttd
KARTINA
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Lama Ekuilibrasi terhadap Daya Hidup
Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah (PE)
Nama : Kartina
Nim : I 111 09 281
Jurusan : Produksi Ternak
Program Studi : Produksi Ternak
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh :
Prof. Dr.Ir. H. Abd. Latief Toleng, M.Sc Prof. Dr. Ir .H. Herry Sonjaya, DEA. DES
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Diketahui Oleh :
Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Jurusan Produksi Ternak
Tanggal Lulus : Januari 2014
v
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas berkah
dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Lama Ekuilibrasi terhadap Daya Hidup Spermatozoa Kambing
Peranakan Etawah (PE)” sebagai persyaratan wajib bagi mahasiswa Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin guna memperoleh gelar Sarjana Peternakan.
Tidak lupa pula penulis panjatkan shalawat dan salam bagi junjungan dan teladan
kita semua Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat beliau yang
senantiasa menjadi penerang bagi kehidupan umat muslim di seluruh dunia.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis juga menyadari bahwa keberhasilan
yang penulis capai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis
menghanturkan beribu-ribu terima kasih kepada
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Abd. Latief Toleng, M.Sc selaku Pembimbing Utama,
atas segenap waktu, tenaga, materi serta bimbingan bapak yang tercurahkan
selama penelitian sampai skripsi tersebut selesai.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA. DES selaku Pembimbing
Anggota dan selaku Penasehat Akademik atas segala waktu dan arahan bapak
selama ini.
3. Sembah sujudku kepada Ayahanda Rudi dan Ibunda Hj. Juhari yang telah
memelihara, mengasuh, dan senantiasa telah membesarkan, memberi semangat
dan dos tak terhingga yang tidak bias terbalas dengan apapun.
vi
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf dan jajarannya.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku ketua Jurusan Produksi
Ternak beserta seluruh jajarannya.
6. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt sebagai Sekertaris Jurusan dan
Koordinator Laboratorium Reproduksi ternak, Terima Kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, materi dan bantuannya kepada Penulis.
7. Kepada kakanda Dzulyadaeni S.Pt selaku kakak senior atas partisipasi dan
peminjaman kambingnya selama penulis menjalani penelitian.
8. Kepada kakanda M. Rachman Hakim, S.Pt, MP dan Muhammad Azhar S.
Pt. Terima kasih atas bantuannya kepada penulis.
9. Team penelitian yaitu Lusiana Tandi Bara’tiku S.Pt dan Sitti Zaidah S.Pt
atas semua pengorbanan waktu, materi, pikiran dan kerjasamanya selama
penelitian.
10. Sahabatku “Merpati 09” Urfiana Sara S.Pt, Rasmiati S.Pt, Lusiana Tandi
Bara’tiku S.Pt, Sitti Zaidah S.Pt, Andi Utami Amalia Nirwana S.Pt, Nur
Salmah S.Pt, Ristasari Sadi S.Pt, Alvriani Marewa S.Pt, Winda Lestari
Kahar, Ridha Tunnisa S.Pt, Yulianti S.Pt, Asma Bio Kimestri S.Pt,
Misrianti S.Pt, Mulyanti Munda S.Pt, Nafwilda Sara S.Pt, Rosita Sia S.Pt,
Warni S.Pt, Andi Muh. Nur Thamrin S.Pt, Hendra Setiawan, Muh. Ilham,
Adhan Setiawan A, Sapri Usman, Yusri S.Pt, Hamzah S.Pt, Bahri
Syamsuriadi S.Pt, Randi Hidyat, Budiman T, Nur Jasdan, Ichsan Atsari
Natsir, Nur Halis Elvin, Nanang, Asmar Rizal Riski, Firman Zainal,
Jaidin, Alim tak terkecuali atas segala bantuan dan kebersamaan selama kuliah.
vii
11. Kepada Sahabat- Sahabat Seperjuangan Lusiana Tandi Bara’tiku S.Pt, Sitti
Zaidah S.Pt, Andi Utami Amalia Nirwana S.Pt, Nur Salmah S.Pt, Rasmiati
S.Pt, Urfiana Sara S.Pt, Andi Muh. Nur Thamrin S.Pt, Ristasari Sadi S.Pt,
Alvriani Marewa S.Pt. Terima kasih atas segala kebaikan dan Kebersamaan
yang kalian berikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan.
12. Terima kasih kepada Colagen 06, Rumput 07, Bakteri 08, dan Lion 10.
13. Terima kasih kepada Teman- teman KKN Gel. 82 Desa Laerung : K’ Ami, K’
Reza, Allu, Aldy, Safa, Anthes, dan Eren serta sekecamatan Majauleng.
Semua teman-teman KKN Reguler Gel. 82. Terima Kasih telah mengajarkan
arti kekeluargaan dan dukungannya selama KKN.
14. Teman jalan Emelia S.E, Indah, Andi Kembar, dan Sri Ita terima kasih atas
bantuan dan perhatiannya selama penelitian dan penyelesaian Skripsi.
15. Teman-teman Easy Going : Yus, Srie, Erna, Kiki, Nia, Iccang, Adly,
Ummank, Agus, Oci, dan dll.
16. Kepada semua orang yang berjasa kepada penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Dengan penuh keterbatasan penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian juga untuk perbaikan
skripsi tersebut. Penulis juga berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat
khususnya dibidang reproduksi.
Makassar, Februai 2014
Kartina
viii
ABSTRAK
KARTINA (I 111 09 281). Pengaruh Lama Ekuilibrasi terhadap Daya Hidup
Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah (PE). Dibawah bimbingan oleh Abdul
Latief Toleng sebagai Pembimbig Utama dan Herry Sonjaya sebagai pembimbing
anggota.
Pengaruh lama ekuilibrasi dan pembekuan uap N2 cair merupakan faktor yang
sangat menentukan kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah, namun lama
ekuilibrasi yang optimal untuk memproduksi semen beku kambing Peranakan
Etawah informasinya masih terbatas. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh lama ekuilibrasi dan pembekuan uap N2 cair terhadap daya
hidup spermatozoa kambing Peranakan Etawah. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap, pola Faktorial (2x2) dengan 4 kali ulangan
(penampungan semen). Terdapat dua perlakuan yaitu faktor A adalah waktu
ekuilibrasi ; a1 = 2 jam, a2 = 4 jam, pada suhu 5°C dan Faktor B adalah pra-
pembekuan ; b1 = pra-pembekuan selama 4-5 menit, b2 = pra-pembekuan selama
15-20 menit, pada suhu -110oC. Parameter yang diamati adalah motilitas,
persentase hidup dan abnormalitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motilitas,
persentase hidup, dan abnormalitas nyata lebih tinggi (P<0,05) pada ekuilibrasi 4
jam dan pembekuan uap N2 cair selama 15-20 menit dibandingkan ekuilibrasi 2 jam
selama 4-5 menit (44,32% ; 46,07% ; 13,00%) vs (33,46% ; 35,35% ; 17,50%).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekuilibrasi 4 jam dengan pembekuan uan N2
cair selama 15-20 menit menghasilkan motilitas, persentase hidup dan abnormalitas
yang lebih baik dibandingkan 2 jam selama 4-5 menit.
Kata Kunci : Ekuilibrasi, Pembekuan Uap N2 Cair, Motilitas, Persentase
Hidup, Abnormalitas, Kambing Peranakan Etawah.
ix
ABSTRACT
KARTINA (I 111 09 281). The effect of Equilibration Duration on Viability of
Etawah Goat Cross (PE) Sperms. Supervised by Abdul Latief Toleng as main
supervisor and Herry Sonjaya as co-supervisor.
Effect of equilibration duration and freezing liquid N2 vapor were the factors that
determine the quality of Etawah Goat Cross semen, however the information of
optimal duration is still limited. Therefore the aim of this study was to determine
the effect of duration of equilibration and freezing liquid N2 vapor on sperms
viability of Etawah Gooat Cross. The study was designed using completly
randomized design with factorial pattern (2x2), 4 repeatitions (semen collection).
The first treatment was equilibration duration : a1 = 2 hours, a2 = 4 hours, at a
temperature of 5oC and the second treatment was time of pre-freezing b1 = 4-5
minutes, b2 = 15-20 minutes, at temperature of -110oC. Parameters measured were
the motility, viable percentage, and abnormality sperms. The result indicated that
the motility, viable percentage, and abnormality were significantly higher (P<0,05)
at 4 hours equilibration and freezing liquid N2 vapor for 15-20 minutes compared to
2 hours equilibration for 4-5 minutes (44,32% ; 46, 07% ; 13,00%) vs (33,46% ;
35,35% ; 17,50%). It is concluded that the 4 hours equilibration with freezing
liquid N2 vapor for 15-20 minutes resulted higher sperm motility, viable
percentage, abnormality in compared to those in 2 hours for 4-5 minutes.
Keywords : Equilibration, Freezing Liquid N2 Vapor, motility, viable
percentage, abnormality, Etawah Goat Cross.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
A. Karakteristik Semen Kambing Peranakan Etawah (PE) ................. 3
B. Proses Pembuatan Semen Beku ..................................................... 4
1. Pengenceran Semen .................................................................... 4
2. Waktu Ekuilibrasi ....................................................................... 8
3. Pra-Pembekuan (Pembekuan Uap N2 Cair) ................................ 10
C. Evaluasi Semen .............................................................................. 11
MATERI DAN METODE PENELITIAN ................................................... 16
Waktu dan Tempat .............................................................................. 16
Materi Penelitian ................................................................................. 16
Rancangan Penelitian ........................................................................... 16
Prosedur Penelitian .............................................................................. 17
Parameter yang Diukur ........................................................................ 21
Alur Penelitian .................................................................................... 23
Analisa Data ......................................................................................... 24
xi
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 25
Karakteristik Semen Segar .................................................................. 25
Karakteristik Semen Beku ..................................................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37
LAMPIRAN ................................................................................................... 41
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 45
xii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Kualitas Semen Segar Kambing PE ................................................ 4
2. Karakteristik semen segar kambing PE yang digunakan pada penelitian 25
3. Rataan motilitas spermatozoa kambing PE setelah thawing ............ 27
4. Rataan persentase hidup spermatozoa kambing PE setelah thawin . 30
5. Rataan abnormalitas spermatozoa kambing PE setelah thawing ...... 32
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Alur penelitian pengaruh lama ekuilibrasi terhadap daya hidup
spermatozoa kambing Peranakan Etawah ......................................... 23
2. Gambaran skematik perubahan fisik pada sel selama pembekuan .. 29
3. Persentase hidup dan mati sperma kambing PE .............................. 32
4. Abnormalitas primer dan sekunder pada spermatozoa kambing PE 35
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Hasil analisis ragam persentase motilitas spermatozoa post thawing ...... 41
2. Hasil analisis ragam persentase hidup spermatozoa post thawing ............ 42
3. Hasil analisis ragam abnormalitas spermatozoa post thawing ................. 43
4. Dokumentasi proses penelitian ............................................................... 44
1
PENDAHULUAN
Dengan adanya kemajuan teknologi, kini manusia dapat mengembangkan
pemuliabiakan ternak dengan semen beku menggunakan Teknik Inseminasi
Buatan. Semen beku yang digunakan untuk inseminasi buatan dipengaruhi oleh
pengawetan semen dalam bentuk pembekuan. Prinsip pembekuan semen sangat
dipengaruhi dua faktor cold shock dan pembentukan kristal-kristal es (Toelihere,
1979). Sebagian masalah cold shock dan pembentukan kristal-kristal es ini dapat
diatasi dengan penggunaan pengencer bergliserol sebagai bahan pelindung.
Keefisienan gliserol pada masa pembekuan sangat ditentukan oleh proses
ekuilibrasi yaitu periode yang diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk
menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian
sperma yang berlebih-lebihan dan kerusakan pada alat gerak sperma akibat cold
shock dapat dicegah. Proses ini dilakukan sebelum semen dibekukan yaitu pada
suhu 5oC selama selang waktu tertentu.
Ekuilibrasi adalah waktu yang diperlukan spermatozoa untuk beradaptasi
dengan medium pengencer. Pada saat ekulibrasi gliserol diberi kesempatan untuk
memasuki sel spermatozoa sebelum pembekuan agar kerusakan mekanis pada
spermatozoa dapat dihindari. Jika waktu ekuilibrasi dilakukan dengan cepat maka
air yang ada dalam sel akan keluar dalam jumlah sedikit sehingga belum
mencapai tahap ekuilibrium, dan apabila dilakukan dengan lambat sel akan
mempunyai waktu yang cukup untuk mengeluarkan air dari dalam sel sehingga
konsentrasi intrasel meningkat akibatnya sel tidak mengalami pembentukan es
intraselular melainkan hanya terbentuk di luar sel.
2
Proses freezing merupakan proses penurunan suhu secara bertahap (secara
gradual) atau pembekuan uap N2 cair sebelum mencapai N2 cair. Sebelum
dimasukkan ke dalam N2 cair, semen ditempatkan di atas permukaan N2 cair yang
bersuhu ±-1100C selama 9 menit. Tujuan pembekuan uap N2 cair (secara gradual)
tersebut untuk menekan angka kematian spermatozoa, agar spermatozoa dapat
beradaptasi dengan suhu dingin. Setelah itu semen dapat dibekukan dengan
menempatkan semen di dalam N2 cair dan disimpan dalam container.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mencari lama ekuilibrasi
dan pembekuan uap N2 cair terhadap daya hidup spermatozoa kambing Peranakan
Etawah (PE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama ekuilibrasi
dan lama pembekuan uap N2 cair terhadap daya hidup spermatozoa kambing
Peranakan Etawah (PE). Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dengan
mengetahui berapa lama waktu ekuilibrasi dan pembekuan uap N2 cair terhadap
daya hidup spermatozoa kambing Peranakan Etawah (PE). Dan sebagai bahan
informasi bagi masyarakat dan peternak mengenai waktu ekuilibrasi yang tepat
untuk menentukan kualitas semen beku kambing.
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Semen Kambing Peranakan Etawah (PE)
Semen kambing berwarna putih dan krem jika konsentrasi spermatozoa
tinggi. Kadang-kadang sering berwarna kuning, karena mengandung riboflavin
yang disekresikan oleh kelenjar vesikula (Evans dan Maxwell, 1987). Derajat
kekeruhannya tergantung pada konsentrasi spermatozoa semakin keruh semen
maka jumlah spermatozoa permililiter semen semakin banyak (Partodihardjo,
1992).
Volume semen setiap penampungan untuk masing-masing ternak berbeda-
beda menurut bangsa, umur, ukuran ternak, dan makanan (Partodihardjo, 1992).
Volume semen kambing bervariasi setiap penampungan yaitu 0,5 – 1,0 ml
(Devandra dan Burns, 1994) atau 0,5 – 1,5 ml (Wildeus, 1995). Volume semen
kambing Peranakan Etawah rata-rata 0,95 ml, konsistensi kental, warna putih
sampai krem, konsentrasi spermatozoa 2,94 milyar/ml, pH 7,13, gerakan massa
+++, persentase motilitas 72,79%, persentase hidup spermatozoa 82,54% dan
persentase abnormalitas spermatozoa 10,17% (Tambing, dkk 2001).
Penilaian konsentrasi spermatozoa tiap milliliter semen sangat penting,
karena faktor ini dipakai sebagai kriteria penentu kualitas semen dan menentukan
tingkat pengencerannya (Foote, 1980). Konsentrasi yaitu jumlah spermatozoa
perunit volume (permililiter). Konsentrasi spermatozoa tiap ejakulasi berkisar
antara 1,5 – 5,0 x 109 spermatozoa / ml (Wildeus, 1995). pH rata-rata semen
kambing berkisar sekitar 7,0 (Partodihardjo, 1992).
Konsistensi semen tergantung pada rasio kandungan spermatozoa dan
seminal plasma. Konsistensi adalah derajat kekentalan yang erat kaitanya dengan
4
konsentrasi spermatozoa. ). Untuk lebih jelasnya karakteristik semen kambing PE
pada table 1 dibawah ini.
Tabel 1. Kualitas Semen Segar Kambing Peranakan Etawah
Sumber : Tambing, dkk (2000)
B. Proses Pembuatan Semen Beku
1) Pengenceran Semen
Sebelum semen dibekukan, terlebih dahulu dilakukan penambahan
pengencer dengan tujuan untuk memperbanyak volume semen dan menunjang
daya hidup spermatozoa. Pengencer harus mengandung sumber energi untuk
kelangsungan hidup spermatozoa, unsur penyanggah bertekanan osmosa isotonik,
tidak meracuni spermatozoa, dapat melindungi spermatozoa dari pengaruh buruk
pembekuan dan mengandung antibiotik untuk melindungi semen dari kontaminasi
(Toelihere, 1985).
Pengencer yang banyak digunakan untuk pembekuan semen dan telah
berhasil baik adalah pengencer yang menggunakan penyanggah tris yang
dikombinasikan dengan gula monosakarida. Situmorang dan Sitepu (1991)
menyatakan tris kuning memberikan motilitas spermatozoa pasca thawing yang
No Karakteristik Hasil Pengamatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Volume (ml)-
Konsistensi-
pH
Konsentrasi sperma-
Gerakan Massa-
Warna-
Motilitas (%)-
Hidup (%)
Abnormalitas (%)
Tudung akrosom utuh (%)
Membran plasma utuh (%)
1,08 ± 0,47
Kental
6,85 ± 0,29
2801,43 ± 438,79
+++
krem-putih susu
74,29 ± 2,70
85,79 ± 3,94
9,68 ± 4,45
85,37 ± 4,62
82,40 ± 5,08
5
lebih tinggi dibandingkan dengan sitrat kuning telur. Tris selain mempunyai
sistem penyangah yang baik juga memiliki toksisitas yang rendah. Telah banyak
dibuktikan bahwa penggunaan pengencer tris untuk pengenceran semen kambing
baik untuk perlakuan cair maupun beku. Penggunaan bahan pengencer tris juga
sering ditambah dengan kuning telur (Toelihere, 1981).
Kuning telur mengandung banyak bahan yang diperlukan oleh
spermatozoa (Sorensen, 1979). Selain itu kuning telur mengandung kolesterol dan
karoten yang menstimulasi aktivitas dehidrogenase suksinat, malat dan gliseral
dehidrida -3- fosfatspermatozoa. Kuning telur juga mengandung komponen yang
bekerja sebagai substrak oksidasi, pelindung enzim sufhidril dan faktor aglutinat
dalam plasma semen mamalia sebagai sumber untuk mencegah aglutinasi
spermatozoa (Salisbury dan Van Demark 1985).
Pengencer semen cair atau semen beku secara praktis harus mengandung
kuning telur atau susu sebagai unsur dasar. Kuning telur sebagai pengencer,
mengandung lipoprotein dan lecithin yang mempertahankan dan melindungi
integritas selubung protein dari spermatozoa dan mencegah cold shock. Kuning
telur juga mengandung glukosa sebagai sumber energi bagi spermatozoa
disamping protein dan vitamin-vitamin yang larut dalam air atau minyak, serta
mampunyai viskositas yang mungkin menguntungkan spermatozoa (Toelihere,
1993).
Pengenceran semen selain menambah volume semen juga berfungsi untuk
melindungi dan memperpanjang hidup spermatozoa. Pengencer tris aminomethan
kuning telur dibuat dengan komposisi bahan tris (hydroxymethil) aminomethan,
6
asam sitrat, raffinosa, fruktosa, laktosa, kuning telur streptomycin, penicillin dan
gliserol (Anonim, 1998).
Kuning Telur terdiri dari Tris (hydroxymethil) aminomethane, asam sitrat
monohidrat, Kristal glucosa, kuning telur, penicillin, strepromycin dan
aquabidestilata. Tris (hydroxymethil) aminomethane berfungsi sebagai buffer dan
mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Kuning telur
berfungsi melindungi spermatozoa terhadap cold shock dan sebagai sumber energi
(Triana, 2005).
Kuning telur dan Gliserol berfungsi sebagai pelindung cold shock dan
sumber energi (Evans dan Maxwell, 1987). Antibiotik ditambahkan dalam
pengencer berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Gliserol
dalam pengencer berfungsi sebagai cryoprotectan yaitu perlindungan spermatozoa
terhadap efek letal pada saat pembekuan (Anonim,1998).
Air susu baik susu segar (susu mentah) maupun susu hasil olahan (susu
skim) sebagai bahan pengencer semen berbagai ternak telah lama dimanfaatkan
dan memberikan hasil yang baik dibeberapa BIB di dalam dan di luar negeri. Susu
dapat dimanfaatkan senagai bahan pengencer semen karena didalamnya
terkandung berbagai jenis senyawa kimia yang dibutuhkan oleh spermatozoa
untuk menunjang kehidupannya terutama dalam proses pengolahan, baik dalam
bentuk semen cair-dingin (disimpan pada suhu sekitar 3-5oC maupun dalam
keadaan beku (disimpan di dalam kontainer nitrogen cair dengan suhu sekitar -
196oC). Menurut Jones dan Mann (1977) menunjukkan bahwa kuning telur dan
susu melindungi spermatozoa dari kerusakan yang disebabkan oleh peroksidasi
lipid. Diduga kuning telur dan susu membentuk lapisan pelindung terhadap sel
7
spermatozoa, mencegah peroksidasi lipid dari interaksinya dengan sel
spermatozoa atau berkombinasi langsung dengan peroksidasi dan kemudian
menetralisis pengaruhnya.
Pengencer susu mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya susu
mengandung substansi pelindung lesitin yang berfungsi melindungi spermatozoa
terhadap cekaman dingin selama proses pembekuan (Toelihere, dkk 1980).
Gliserol memiliki peranan lain yaitu mencegah terjadinya dehidrasi karena
memiliki daya pengikat air yang kuat (Toelihere, 1993). Hal ini akan
mempengaruhi tekanan uap sehingga titik beku medium menurun, akibatnya sel
spermatozoa akan memperoleh kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan air.
Gliserol akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap spermatozoa
selama proses pembekuan bila konsentrasinya di dalam pengencer optimal.
Tambing, dkk (2000) menyatakan bila konsentrasi gliserol tidak optimal akan
menimbulkan gangguan pada sperma berupa penurunan kualitas spermatozoa.
Penambahan dosis gliserol pada beberapa pengencer berbeda-beda.
Menurut Evan dan Maxwell (1987) untuk melakukan pembekuan semen kambing
standar penggunaan gliserol yang dianjurkan adalah 6% sampai 8% karena jika
kurang dari itu maka gliserol tidak akan memberikan efek yang berarti, sedangkan
jika lebih tinggi akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa. Efek toksisitas
dari gliserol adalah memodifikasi struktur membrane plasma dan pada konsentrasi
yang tinggi dapat menghambat metabolisme energy (Mclaughlin et al., 1992).
Akibat terganggunya mekanisme spermatozoa, menyebabkan spermatozoa akan
mengalami kekurangan energi sehingga viabilitas dan motilitasnya menurun.
8
Adapun mekanisme kerja dari gliserol adalah gliserol dapat berdifusi ke
dalam sel spermatozoa dan dapat dimetabolisir dalam proses-proses yang
menghasilkan energi dan membentuk fruktosa. Gliserol yang memasuki sel akan
menggantikan sebagian besar air yang bebas dan mendesak ke luar elektrolit-
elektrolit, menurunkan konsentrasi intraseluler elektrolit-elektrolit tersebut dan
mengurangi daya perusaknya terhadap spermatozoa (Toelihere, 1993).
2) Waktu Ekuilibrasi
Waktu ekuilibrasi adalah waktu yang diperlukan spermatozoa untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang baru yaitu bahan pengencer. Waktu
ekulibrasi ini gliserol diberi kesempatan untuk memasuki kepala spermatozoa
sebelum pembekuan agar kerusakan mekanis pada spermatozoa dapat dihindari.
Pembekuan semen domba dan kambing masih bersifat percobaan dan waktu
equlibrasi pada domba dan kambing belum baku seperti pada sapi yang sudah
baku yaitu 2 jam. Kandungan kolesterol spermatozoa pada domba dan kambing
yang lebih sedikit dibanding sapi akan mempengaruhi membran, semakin sedikit
kandungan kolesterol pada membrane akan menyebabkan spermatozoa mudah
mengalami kerusakan (Hardijanto dkk., 2010).
Toelihere (1979) menyebutkan bahwa ekuilibrasi adalah periode yang
diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan
pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian sperma yang berlebih-lebihan
dapat dicegah. Ternyata persentase sperma hidup pada waktu ekuilibrasi singkat
lebih sedikit bila dibandingkan dengan persentase sperma hidup pada waktu
ekuilibrasi yang lebih panjang, hal ini disebabkan karena spermatozoa banyak
9
mengalami kematian akibat tekanan penurunan suhu secara cepat tanpa adanya
waktu tepat untuk penyesuaian diri terhadap keadaan tersebut.
Pengaturan waktu ekuilibrasi diharapkan dapat memberikan kesempatan
kepada gliserol untuk berdifusi ke dalam sel sperma sampai keseimbangan antara
konsentrasi gliserol di dalam dan di luar sel tercapai. Waktu ekuilibrasi yang
optimal tergantung kepada jenis, bangsa dan individu pejantan. Menurut Herdis,
dkk (1998) ekuilibrasi selama 4 jam menghasilkan motilitas sebesar 50,85% lebih
tinggi dibandingkan dengan ekuilibrasi selama 2 jam (39,17%) dan 6 jam (42,3%)
Menurut Gao dan Critser (2000) apabila suatu sel didinginkan terlalu
cepat, maka air yang ada dalam sel akan keluar dalam jumlah sedikit sehingga
belum mencapai tahap ekuilibrium. Air yang masih berada dalam sel tersebut
akhirnya berubah bentuk menjadi es atau disebut intracellular ice formation (IIF)
yang akan merusak sel spermatozoa dan mengakibatkan kematian sel. Apabila
pendinginan sel berjalan relative lambat, sel akan mempunyai waktu yang cukup
untuk mengelurkan air dari dalam sel sehingga konsentrasi intrasel meningkat
akibatnya sel tidak mengalami pembentukan es intraselular melainkan hanya
terbentuk di luar sel sebagai akibatnya sel menjadi mengkerut karena kekurangan
cairan serta akan terpapar lama dengan cairan ekstrasel yang berkonsentrasi
tinggi. Dengan demikian laju pendinginan pada sel yang terlalu cepat maupun
terlalu lambat akan mengakibatkan kerusakan dan kematian pada sel.
Keefisienan gliserol pada masa pembekuan sangat ditentukan oleh proses
ekuilibrasi yaitu periode yang diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk
menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian
sperma yang berlebih-lebihan dan kerusakan pada alat gerak sperma akibat cold
10
shock dapat dicegah. Proses ini dilakukan sebelum semen dibekukan yaitu pada
suhu 5oC selama selang waktu tertentu. Hal ini merupakan salah satu cara
mengurangi kematian spermatozoa yang berlebihan akibat efek kejutan dingin
pada spermatozoa pada waktu pembekuan serta dapat mengurangi pengaruh
negatif gliserol terhadap antibiotik yang ditambahkan ke dalam pengencer
(Toelihere, 1985).
3) Pra-pembekuan (pembekuan uap N2 cair)
Proses pra- pembekuan merupakan proses penurunan suhu secara bertahap
(secara gradual) atau pembekuan uap N2 cair sebelum disimpan di dalam N2 cair.
Sebelum dimasukkan ke dalam N2 cair, semen ditempatkan di atas permukaan N2
cair yang bersuhu ±-1100C selama 9 menit agar spermatozoa dapat beradaptasi
dengan suhu dingin. Hal ini dimaksudkan untuk menghidari terjadinya cold shock
pada spermatozoa atau menekan angka kematian spermatozoa. Setelah itu semen
dapat dibekukan dengan menempatkan semen di dalam N2 cair dan disimpan
dalam container. Pembekuan semen dalam straw dapat dilakukan dengan
menempatkan straw pada uap nitrogen cair dan kecepatan pendinginan diatur
dengan mengontrol jarak straw dengan permukaan N2 cair (Feradis, 2010).
Pembekuan semen merupakan suatu fenomena pengeringan fisik, pada
pembekuan semen akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak
spermatozoa secara mekanik sehingga membran sel akan berubah dan akan
mengakibatkan kematian sel. Masalah yang dihadapi dalam pembekuan semen
adalah berkisar pada dua fenomena yakni pengaruh kejutan dingin terhadap sel
yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang
berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es. Salah satu jenis krioprotektan
11
yang sering digunakan pada mamalia adalah gliserol. Gliserol dapat masuk ke
dalam sel spermatozoa untuk mengikat sabagian air bebas, sehingga kristal-kristal
es yang terbentuk pada medium pengencer pada waktu pembekuan dapat dicegah
(Azizah dan Arifiantini, 2009).
Prinsip pembekuan semen sangat dipengaruhi dua faktor cold shock dan
pembentukan kristal-kristal es (Toelihere, 1979). Sebagian masalah cold shock
dan pembentukan kristal-kristal es ini dapat diatasi dengan penggunaan pengencer
bergliserol sebagai bahan pelindung.
Kriopreservasi semen merupakan suatu proses perlakuan pada semen yang
meliputi pengolahan, pengawetan dan penyimpanan dalam waktu tertentu
sehingga dapat digunakan pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan. Prinsip
utama proses kriopreservasi semen adalah pengeluaran air yang berlebihan dari
sel spermatozoa, dimana keluarnya air dari sel spermatozoa dan bila tidak adanya
kesempatan semua air keluar dari dalam sel akan menyebabkan pembentukan
kristal-kristal es yang dapat merusak sel spermatozoa (Tambing, 1999).
Berdasarkan metodenya, kriopreservasi meliputi tahap-tahap : (1) ekuilibrasi, (2)
pembekuan (Freezing), (3) pencairan kembali (thawing) (Karagiannidis dkk,
2000).
C. Evaluasi Semen
Evalusi Makroskopis
1. Volume
Volume semen yang tertampung dapat langsung terbaca pada tabung
penampung semen yang berskala. Semen sapi dan domba mempunyai volume
rendah tetapi konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem
12
atau warna susu. Semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous
dan lebih putih karena konsentrasi spermatozoa rendah. Volume semen per
ejakulat berbeda menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan,
frekuensi penampungan dan berbagai faktor lain. Pada umumnya, hewan muda
yang berukuran kecil dalam satu spesies menghasilkan volume semen yang
rendah. Ejakulasi yang sering menyebabkan penurunan volume dan apabila dua
ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu singkat maka umumnya ejakulat
yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah (Feradis, 2010). Volume
semen sapi antara 5-8 ml, domba 0,8-1,2 ml, babi 150-200 ml, dan kuda 60-100
ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai dengan konsentrasi
yang rendah akan membatasi jumlah spermatozoa yang tersedia (Feradis, 2010).
2. Bau
Bau semen variabel pemeriksaan bau semen jarang dilakukan karena tidak
berhubungan dengan kualitas spermatozoa.Umumnya bau semen dikategorikan
sebagai bau khas (Herdis dan Rizal, 2008).
3. Warna
Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan
keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan semen yang normal dengan warna
kekuning-kuningan yang disebabkan oleh riboflavin yang dibawa oleh satu gen
autosom resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Feradis, 2010).
Adanya kuman-kuman Pseudomonas Aeruginosa di dalam semen sapi
dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen dibiarkan di
suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam
semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar
13
pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda
menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran
kelamin uretra atau penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang
telah mengalami dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan
menunjukkan kemungkinan kontaminasi dengan feses (Feradis, 2010).
4. pH
Pada umumnya sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar
7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10. Walaupun
sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada beberapa spesies dapat
dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral dalam waktu satu jam.
Sperma sapi dan domba yang menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang tinggi
dan metabolisme fruktosa plasma seminalis, sehingga penting untuk memberikan
unsur penyangga seperti garam phospat, sitrat bikarbonat di dalam medium
(Toelihere, 1985).
5. Konsistensi
Konsistensi atau kekentalan semen segar dilihat dengan cara memiringkan
tabung semen secara perlahan dan mengembalikan semen koposisi semula
sehingga dapat ditentukan apakah cairan semen tersebut encer, sedang atau kental.
Semen sapi dan domba mempunyai konsistensi kental berwarna krem, sedangkan
semen kuda dan babi cukup encer berwarna terang sampai kelabu. Semen cair
berwarna atau hanya sedikit kekeruhan memiliki konsentrasi sekitar 100 juta sel
spermatozoa per ml dan yang jernih seperti air kurang dari 50 juta per ml (Feradis,
2010). Konsistensi semen tergantung pada rasio kandungan spermatozoa dan
14
seminal plasma. Konsistensi adalah derajat kekentalan yang erat kaitanya dengan
konsentrasi spermatozoa.
Evaluasi Mikroskopis
1. Motilitas
Kebanyakan peneliti menentukan kualitas semen berdasarkan motilitas
spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 sebagai berikut: (0) spermatozoa immotil
atau tidak bergerak; (1) gerakan berputar di tempat; (2) gerakan berayun dan
melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50%-80% bergerak
progresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang
dengan 90% sperma motil; (5) gerakan sangat progresif, menunjukkan 100% yang
motil aktif (Toelihere, 1979).
2. Persentase hidup
Sperma yang hidup dapat diketahui dengan pengecatan atau pewarnaan
dengan menggunakan eosin. Eosin dapat dibuat dari serbuk eosin yang dilarutkan
dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9. Kemudian sperma ditetesi dengan
larutan eosin dan diratakan, kemudian di angin-anginkan atau di fiksasi dengan
menggunakan spiritus, setelah itu dilihat di bawah mikroskop. Sperma yang tercat
atau berwarna merah berarti sperma itu mati, sedangkan yang tidak terwarnai atau
tidak tercat berarti sperma itu hidup (Mulyono, 1998).
Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang
hidup digunakan untuk melindungi jumlah sperma hidup secara objektif pada
waktu semen segar dicampur dengan zat warna eosin 2%. Sel-sel sperma yang
hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan
mengambil warna karena permeabilitas dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan
15
pewarnaan diferensial adalah untuk mengetahui persentase sel-sel sperma yang
mati dan yang hidup (Hafez, 1987).
Matinya sperma disebabkan makin berkurangnya cadangan makanan dan
makin tidak seimbangnya elektrolit larutan akibat dari metabolisme dari sperma
akhirnya sperma mengalami kelelahan dan mati (Kusuma, 1990).
3. Abnormalitas
Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar
(macrocephlalic), kepala terlampau kecil (microcephalic), kepala pendek melebar,
pipih memanjang dan piriformis; kepala rangkap, ekor ganda; bagian tengah
melipat, membengkok, membesar, piriformis; atau bertaut abaxial pada pangkal
kepala; dan ekor melingkar, putus atau terbelah. Abnormalitas sekunder termasuk
ekor yang putus, kepala tanpa ekor, bagian tengah yang melipat, adanya butiran-
butiran protoplasma proksimal atau distal dan akrosom yang terlepas (Toelihere
1985). Selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dari contoh
semen, maka semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere,
1993).
16
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2013 di
Ternak Potong Unit Ternak Kambing, Laboratorium Terpadu dan dilanjutkan
Laboratorium Semen Processing Unit Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu ekor ternak kambing Peranakan Etawah
(PE) jantan berumur 3 tahun, kambing tersebut berasal dari Kabupaten Bantaeng.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah satu set vagina buatan,
tabung penampung semen, thermometer, spektrofotometer, gelas penutup,
micropipet, batang pengaduk gelas, gelas ukur, lemari es, cool top, aluminium
foil, mikroskop, hemocytometer, spoit, pipet erythrocyt, objek glass, cover glass,
gegep, bunsen, beaker glass, labu erlenmeyer, printer straw, container.
Bahan-bahan yang digunakan pada pelaksanaan penelitian ini adalah
semen Kambing Peranakan Etawah, jelly, gliserol, NaCl fisiologis 0,9%, alkohol
70%, akuades, eosin 2%, aquabidestilata steril, kertas label, kapas, kertas saring,
tissue, straw, spiritus, N2 cair dan bahan pengencer kuning telur, susu skim.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kambing Peranakan Etawah
(PE), dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial (2x2)
dengan 4 ulangan, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Penelitian ini terdapat dua
perlakuan yaitu faktor A adalah waktu ekuilibrasi ; a1 = 2 jam, a2 = 4 jam, pada
suhu 5°C dan Faktor B adalah pra-pembekuan (di atas uap N2 cair) ; b1 = pra-
17
pembekuan selama 4-5 menit, b2 = pra-pembekuan selama 15-20 menit, pada suhu
-110oC. Masing-masing perlakuan diulang sebayak 4 kali.
Prosesdur Penelitian
1. Pembuatan bahan pengencer
a) Kuning telur
Cara pembuatan kuning telur yaitu telur ayam dicuci sampai bersih dari
kotoran. Kemudian keringkan dengan tissue bilas dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70%, setelah itu memecahkan telur tersebut dengan jalan
memotong kulitnya menjadi dua bagian dan tahan kuning telurnya pada salah satu
potongan sedangkan putih telurnya (albumen) dipisahkan ditempat lain atau
dibuang, kemudian memindahkan kuning telur ke atas kertas isap steril dan
mengguling-gulingkan kuning telur sehingga selaput vitelinnya bersih dari
albumin. Memindahkan kuning telur ke atas kertas isap yang lain yang steril.
Memecahkan selaput vetelinnya dan bagian kuning telur di alirkan pada beker
gelas yang kecil (20 ml) setelah itu kuning telur siap digunakan.
b) Susu skim
Pengencer susu skim buat dengan cara (Herdis dan Rizal, 2008) yaitu
pertama menimbang 9 g susu skim (pilih susu skim yang kandungan lemaknya
sedikit), melarutkan dengan akuabides hingga mencapai volume 100 ml di dalam
gelas Erlenmeyer. Setelah itu memanaskan larutan susu tersebut secara tidak
langsung dengan cara memasukkan gelas erlenmeyer ke dalam gelas piala yang
telah diisi air bersih hingga mencapai suhu 950C dan diberi termometer. Setelah
mencapai suhu 950C pemanasan dilanjutkan dengan mempertahankan pada suhu
tersebut selama 10 menit. Kemudian dinginkan dengan cara mengalirkan air kran
18
ke dalam gelas piala yang agak dimiringkan hingga mencapai suhu ruang (27-320
C). Kemudian air susu dituang kedalam tabung lainnya dengan meninggalkan
kepala susu yang mengandung albumin di dinding gelas arlenmeyer.
2. Penampungan Semen
Penampungan semen dilakukan 2 kali dalam satu minggu dengan jarak
interval selama 2 hari. Metode penampungan semen kambing dapat dilakukan
dengan menggunakan vagina buatan.Vagina buatan mudah dipakai, semen yang
ditampung keadaanya cukup bersih dan ejakulasi normal. Cara penampungan
mengunakan vagina buatan untuk menampung semen telah digunakan secar luas.
Pejantannya akan menaiki ternak betina pancingan dan akan berejakulasi pada
waktu penis dimasukkan ke dalam vagina buatan. Vagina buatan terdiri dari
selinder karet tebal dan keras, di dalamnya dilapisi selinder karet tipis dan
merupakan kantung yang dapat di isi dengan air panas disalah satu ujungnya
dipasang karet berbentuk corong untuk menampung semen. Bila vagina buatan ini
telah diisi air panas dan dibagian dalam diberikan pelicin, maka ini akan berfungsi
sebagai alat yang paling berguna untuk tujuan penampungan semen (Salisbury
dan Van Demark, 1985).
Suhu vagina buatan pada waktu penampungan semen berkisar antara 42-
440C dan untuk mencapai suhu tersebut, sebaiknya dipakai air hangat yang
bersuhu 50-550C (Salisbury dan Vandemark, 1985). Tabung sperma pada vagina
buatan ditutup atau dibalut kertas kain untuk mencegah kontak dengan sinar
matahari (Toelihere dkk, 1980).
19
3. Evaluasi Semen Segar
Semen segar yang diperoleh dilakukan pemeriksaan dan evaluasi secara
makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan secara makroskopis meliputi
pemeriksan volume (ml), konsistensi, warna, bau dan pH. Pemeriksaan
mikroskopis meliputi motilitas, persentase hidup dan abnormalitas.
Pemeriksaan makroskopis
a. Warna : pemeriksaan warna semen dilakukan dengan melihat semen yang
ada pada tabung penampungan secara langsung.
b. Konsistensi : pemeriksaan konsistensi atau derajat kekentalan dilakukan
dengan cara mengambil satu tetes semen dimasukkan ke dalam larutan
Nacl kemudian dimasukkan pada spektofotometer, jika konsentrasi semen
(>1500) maka konsistensinya pekat, (<1000) konsistensi encer dan jika
antara 1000-1500 konsistensi sedang.
c. Volume : volume diketahui dengan membaca skala yang terdapat pada
tabung penampungan. Volume semen untuk masing-masing ternak
berbeda tergantung pada bangsa, umur, berat badan, tingkat makanan,
frekuensi penampungan (Toelihere, 1981).
d. pH : untuk mengetahui pH semen, dilakukan dengan menetaskan semen
pada kertas lakmus sebanyak satu tetes. Uji pH semen menggunakan pH
paper BTB atau MR, pH normal semen biasanya berkisar antara 6,2-6,8.
e. Konsentrasi : untuk mengetahui konsentrasi semen dilakukan dengan
menggunakan spektrophotometer dengan cara mengambil semen sebanyak
2 ml yang dicampur dengan Nacl 0,9 %, kemudian dihomogenkan
20
(dimixer) selama 7 detik setelah homogen dimasukkan ke dalam
spectrophotometer dan dilihat jumlah konsentrasi semennya.
Pemeriksaan mikroskopis
a) Motilitas
Persentase motilitas adalah persentase spermatozoa yang bergerak
progresif (bergerak ke depan). Dievaluasi secara subjektif pada 10 lapang
pandang yang berbeda di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Hasil
yang diperoleh berkisar 0-100%.
b) Persentase Hidup
Persentase hidp adalah persentase spermatozoa yang hidup. Spermatozoa
yang hidup dievaluasi dengan preparat ulas menggunakan pewarnaan eosin
2% di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x minimal 200 spermatozoa.
c) Abnormalitas
Pemeriksaan abnormalitas dihitung dari jumlah persentase spermatozoa
yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami
abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer meliputi kepala lonjong, kepala
besar, ekor patah, leher bengkok dan sekunder meliputi kepala putus, ekor
bengkok dan ekor putus. Penghitungan dilakukan menggunakan preparat ulas
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x minimal 200 sel
spermatozoa.
4. Ekuilibrasi
Semen yang telah diencerkan selanjutnya diekuilibrasi pada suhu 5°C
selama 2 sampai 4 jam di dalam lemari pendingin.
21
5. Filling dan Sealing
Setelah ekuilibrasi proses pengisian menggunakan spoit ke dalam straw
dan penjepitan straw menggunakan pinset yang dipanasakan. Proses ini dilakukan
di lemari pendingin pada suhu 5°C.
6. Pembekuan Uap N2 Cair
Setelah dimasukkan dalam straw, selanjutnya dilakukan proses pembekuan
uap N2 cair, dimana straw di masukkan dalam goblet yang ukuran pendek agar
proses pembekuan uap berjalan dengan baik pada suhu -1100C, selama 4-5 menit
dan 15-20 menit pada suhu -110oC. Setelah itu straw di celupkan dalam container
yang berisi N2 cair (suhu -196°C) selama 3 hari.
7. Thawing
Thawing adalah pencairan kembali semen beku yang dilakukan dengan
menigkatkan suhu secara konstan selama waktu tertentu (Sumarlin 2003).
Thawing semen beku dilakukan dengan menggunakan air pada suhu 37°C selama
kurang lebih 30 detik. Semen yang telah cair diteteskan pada gelas objek yang
telah dihangatkan dan ditutup dengan gelas penutup.
Parameter yang diukur pada penelitian ini yaitu :
a. Persentase motilitas adaalah persentase spermatozoa yang bergerak ke
depan dibandingkan dengan semua spermatozoa yang teramati (dalam
lapang pandang). Persentase motilitas dihitung dengan menggunakan
mikroskop pembesaran objektif 40 kali pada enam lapang pandang yang
berbeda. Penilaian diberikan dari angka 0% - 100%.
22
b. Persentase hidup adalah persentase spermatozoa yang hidup dan dihitung
dengan pembesaran objektif 40 kali menggunakan pewarnaan diferensial
dengan menggunakan larutan eosin 2%. Spermatozoa yang hidup ditandai
dengan kepala yang tidak menyerap warna (transparan) sedangkan
spermatozoa yang mati ditandai dengan kepala yang berwarna merah.
Jumlah spermatozoa yang diamati minimal 200 ekor spermatozoa.
c. Abnormalitas
Abnormalitas sperma dilakukan dengan pewarnaan diferensial dengan
menggunakan zat pewarna eosin 2%, abnormalitas yang akan dihitung
adalah abnormalitas primer yaitu kepala terlalu besar, kepala lonjong,
ekor patah, leher bengkok dan abnormalitas sekunder yaitu dan ekor putus,
kepala tanpa ekor dan ekor bengkok.
23
Alur Penelitian
Alur penelitian meliputi penampungan semen, pemeriksaan semen segar,
pengenceran semen, proses pembekuan, pemeriksaan semen setelah thawing
seperti yang terlihat pada gambar 1.
Evaluasi semen
Pengenceran semen sesuai perlakuan
Evaluasi semen
Gambar 1. Alur penelitian Pengaruh lama ekuilibrasi terhadap daya hidup
spermatozoa kambing Peranakan Etawah
Penampungan semen
Pra-freezing :
Makroskopis
-volume
-warna
-pH
-bau
-konsistensi
Mikroskopis
-motilitas
-persentase hidup
-abnormalitas
Susu skim 9 gram + Kuning telur 20 ml
Kemudian di tambahkan glisero 6%
Pengemasan dalam
ministraw
Ekuilibrasi 5°C
Pembekuan (Uap N2 cair pada suhu -110oC)
A1= waktu ekuilibrasi 2 jam A2 = waktu ekuilibrasi 4 jam
B1= di atas permukaan N2
cair selama 4-5 menit B2= di atas permukaan N2
cair selama 15-20 menit
Penyimpanan (N2 cair
suhu -196°C) 3 hari
Post freezing :
Mikroskopis
- Motilitas
- Persentase hidup
- Abnormalitas
Thawing (37°C selama
30 detik)
24
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan 4 kali ulangan dengan model
matematika sebagai berikut :
Yijk = μ + αi+ ßj+ (αß)ij+ εij(k)
Keterangan:
Yijk : Nilai parameter peubah yang diamati pada ulangan ke-k dari
faktor I (waktu ekuilibrasi) ke-i (1, 2), faktor II (pra-
pembekuan) ke-j (1, 2) dan ke-k (1, 2, 3, 4)
µ : Nilai rataan umum
αi : Pengaruh waktu ekuilibrasi ke-i terhadap peubah (i1 dan i2)
ßj : Pengaruh pra-pembekuan ke-j terhadap peubah (j1 dan j2)
(αß)ij : Interaksi antara pengaruh waktu ekuilibrasi ke-i dan pra-
pembekuan ke-j terhadap peubah
εij(k) : Pengaruh galat percobaan
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Semen Segar
Hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis semen segar
kambing PE yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik semen segar kambing PE yang digunakan pada
penelitian
Parameter Nilai Rataan
Makroskopis
Warna Krem
pH 6,5
Konsistensi Kental
Volume (ml)
Bau
1,8
Khas
Mikroskopis
Motilitas 84,50%
Persentase hidup 88,75%
Abnormalitas 8%
Pada Tabel 2, pemeriksaan karakteristik semen segar kambing PE secara
makroskopis dan mikroskopis dilakukan dengan maksud untuk mengetahui
apakah semen tersebut layak untuk diproses lebih lanjut. Secara makroskopis
semen segar yang diperoleh berwarna krem, ini menunjukkan bahwa semen
tersebut normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambing, dkk (2000) pada tabel
1, yang menyatakan bahwa warna sperma kambing PE warna putih sampai krem
disebabkan oleh adanya riboflafin dari sekresi kelenjar vesikularis. Lopes (2002)
juga menyatakan bahwa kualitas semen dinyatakan baik apabila memiliki warna
kekuningan.
Derajat keasaman (pH) pada semen kambing PE memenuhi syarat untuk
diproses lebih lanjut. Derajat keasaman sangat menentukan status kehidupan
spermatozoa di dalam semen kambing. Tingkat keasaman (pH) 7,2 yaitu masih
26
tergolong dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambing, dkk
(2000) pada tabel 1, yang menyatakan bahwa kisaran normal pH kambing PE 6,85
dan Toelihere (1993) juga menyatakan bahwa kisaran normal pH kambing yaitu
antara 6,2 sampai 7,5.
Konsistensi semen kambing PE yang diperoleh pada penelitian ini
termaksud kategori kental, hal ini menunjukkann bahwa semen ini berkualitas
baik. Hal ini sesuai dengan Tambing, dkk (2000) pada tabel 1, konsistensi kental
mempunyai konsentrasi 1000 – 2801 juta atau lebih per ml.
Volume semen kambing PE yang diperoleh pada penelitian ini adalah 1,8
ml. Volume ini berada dalam kisaran normal untuk semen kambing. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tambing, dkk (2000) pada tabel 1 yang menyatakan volume
semen kambing PE rata-rata 0,47 – 1,08 ml dan menurut Feradis (2010)
menyatakan bahwa volume semen kambinhg yang normal adalah 0,5-2,5 ml.
Bau yang dihasilkan pada penelitian dapat dikatakan normal yaitu bau khas
semen, hal ini didukung oleh pendapat Kartasudjana (2001) yang mengatakan
bahwa semen yang normal pada umumnya memiliki bau amis khas disertai
dengan bau dari hewan tersebut. Bau busuk bisa terjadi apabila semen
mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi organ reproduksi jantan.
Hasil pengamatan sesuai dengan pendapat diatas yaitu bau semen adalah amis
khas.
Secara mikroskopis motilitas spermatozoa yang teramati adalah 87% ini
menunjukan bahwa layak pula untuk diencerkan karena nilainya memenuhi
standar. Hal ini sesuai pendapat Tambing, dkk (2000) pada (Tabel 1) persentase
motil 74, 29 % dapat diproses lebih lanjut.
27
Persentase hidup dan abnormalitas yang diperoleh pada penelitian ini yaitu
persentase hidup 88,75% dan abnormalitas 8% layak untuk diencerkan karena
nilainya memenuhi standar. Hal ini sesuai pendapat Tambing, dkk (2000) pada
table 1 persentase hidup spermatozoa 82,75% dan persentase abnormalitas
spermatozoa 10,17%. Menurut Dahmani (2011) Toelihere (1985) dan Ax et al.
(2000) bahwa persyaratan nilai spermatozoa abnormal sebagai semen beku yaitu
20%. Secara keseluruhan persentase abnormalitas berada dibawah kisaran
Bearden dan Fuquay (2000) 20-25% yang berarti fertilitas tidak akan terganggu
dan dapat digunakan untuk program IB (Toelihere, 1981).
Karakteristik Semen Beku
a) Motilitas
Data persentase motilitas spermatozoa semen beku kambing PE dari hasil
penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan persentase motilitas spermatozoa semen beku kambing PE
setelah thawing
Pembekuan uap di atas
N2 cair (suhu -110oC)
4-5 menit
Ekuilibrasi (50C)
2 jam (%)
25,37 ± 4,33
4 jam (%)
39,09 ± 3,39
Rata-rata
32,23 ± 8,17a
15-20 menit 41,56 ± 13,48 49,54 ± 9,45 45,55 ± 11,59b
Rata –rata 33,46 ± 12,68a
44,32 ± 8,62b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), kemudian angka yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama ekuilibrasi
dan pembekuan uap N2 cair berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap motilitas
spermatozoa, tetapi interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Berdasarkan hasil penelitian pengamatan persentase motilitas spermatozoa post
28
thawing pada ekuilibrasi 4 jam nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada yang
diekuilibrasi selama 2 jam (44,32±8,62% banding 33,46±12,42%). Pada hasil
penelitian menunjukkan ekuilibrasi 4 jam lebih baik dibandingkan ekuilibrasi 2
jam. Hal ini sesuai pendapat Hafez (2000) yang menyatakan bahwa ekuilibrasi
dapat mencegah pengaruh negatif gliserol terhadap antibiotika yang ditambahkan
ke dalam pengencer dan lama waktu ekuilibrasi yang disarankan berkisar 4-6
jam. Dan bila ekuilibrasi dilakukan di atas 4 jam sikitar 6 dan 8 jam hasil yang
diperoleh ada dua kemungkinan yaitu hasilnya akan lebih tinggi atau lebih
rendah. Hasil penelitian Umar dan Magdalena (2005) menunjukkan motilitas
yang semakin meningkat dengan adanya peningkatan waktu ekuilibrasi, selain itu
sperma akan bertahan lebih baik setelah 4 jam ekuilibrasi bila dibandingkan
setelah 2 jam. Hal ini didukung oleh Aquirre et al dikutip Tuli (1981) yang
menyatakan bahwa sperma akan bertahan lebih baik setelah 4 jam ekuilibrasi bila
dibandingkan setelah 2 jam.
Motilitas terlihat semakin meningkat dengan adanya peningkatan waktu
ekuilibrasi, menurut pendapat Bearden and Jhon (1984) bahwa ekuilibrasi adalah
waktu yang dibutuhkan spermatozoa untuk menyesuaikan diri dengan gliserol
pada suhu 5oC. Pane, (1993) menyatakan daya gerak spermatozoa sangat penting
karena diperlukan untuk bergerak maju dalam saluran alat kelamin betina yang
selanjutnya membuahi ovum dan menurut Hafez (1985) digunakan sebagai
ukuran kesangggupan membuahi suatu semen.
Pembekuan uap di atas N2 cair selama 15-20 menit (-1100C) memberikan
hasil yang terbaik dibandingkan dengan 4-5 menit di atas N2 cair karena
memberikan waktu kepada spermatozoa untuk beradaptasi dengan suhu dingin
29
sebelum dimasukkan ke dalam N2 cair (-1960C) sehingga akan mengurangi
kerusakan sperma akibat cold shock. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hafez,
1987) yang menyatakan bahwa gliserol membantu spermatozoa bertahan terhadap
penurunan suhu sehingga akan mengurangi kerusakan sperma akibat cold shock.
Adapun cold shock sangat mempengaruhi motilitas sperma (Hafez, 1987).
Rendahnya motilitas disebabkan karena spermatozoa banyak mengalami kematian
akibat tekanan penurunan suhu secara cepat tanpa adanya waktu tepat untuk
penyesuaian diri dengan suhu dingin.
Menurut Gao dan Critser (2000) apabila suatu sel didinginkan terlalu
cepat, maka air yang ada dalam sel akan keluar dalam jumlah sedikit sehingga
belum mencapai tahap ekuilibrium. Air yang masih berada dalam sel tersebut
akhirnya berubah bentuk menjadi es atau disebut intracellular ice formation (IIF)
yang akan merusak sel spermatozoa dan mengakibatkan kematian sel. Apabila
pendinginan sel berjalan relatif lambat, sel akan mempunyai waktu yang cukup
untuk mengelurkan air dari dalam sel sehingga konsentrasi intrasel meningkat
akibatnya sel tidak mengalami pembentukan es intraselular melainkan hanya
terbentuk di luar sel sebagai akibatnya sel menjadi mengkerut karena kekurangan
cairan serta akan terpapar lama dengan cairan ekstrasel yang berkonsentrasi tinggi
(Gambar 2). Dengan demikian laju pendinginan pada sel yang terlalu cepat
maupun terlalu lambat akan mengakibatkan kerusakan dan kematian pada sel.
Gambar 2. Gambaran skematik perubahan fisik pada sel selama pembekuan
Sumber : Gao dan Critser (2000)
30
b) Persentase Hidup
Data persentase hidup spermatozoa semen beku kambing PE dari hasil
penelitian disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Data rataan persentase hidup spermatozoa semen beku kambing PE
setelah thawing
Pembekuan uap di atas
N2 cair (suhu -110oC)
Ekuilibrasi (50C)
2 jam (%) 4 jam (%) Rata-rata
4-5 menit 27,30 ± 4,17 40,87 ± 3,61 34,08 ± 8,10a
15-20 menit 43,39 ± 13,04 51,27 ± 9,09 47,33 ± 11,22b
Rata –rata 35,35 ± 12,42a
46,07 ± 8,48b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), kemudian angka yang berbeda
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama ekuilibrasi
dan pembekuan uap N2 cair berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase hidup
spermatozoa, tetapi interaksi kedua perlakuan tidak berpengauh nyata (P>0,05).
Berdasarkan hasil penelitian pengamatan persentase hidup spermatozoa post
thawing pada ekuilibrasi 4 jam nyata lebih tinggi (P<0,05) yaitu 46,07±8,48%
dibandingkan dengan ekuilibrasi 2 jam yaitu 35,35±12,24%. Hal ini sesuai
pendapat Hafez (2000) yang menyatakan bahwa ekuilibrasi dapat mencegah
pengaruh negatif gliserol terhadap antibiotika yang ditambahkan ke dalam
pengencer dan lama waktu ekuilibrasi yang disarankan berkisar 4-6 jam. Dan bila
ekuilibrasi dilakukan di atas 4 jam sikitar 6 dan 8 jam hasil yang diperoleh ada
dua kemungkinan yaitu hasilnya akan lebih tinggi atau lebih rendah. Hasil
penelitian Affandy dkk. (2006) menyatakan rataan persentase sperma hidup pada
perlakuan ekuilibrasi selama 4 jam menunjukkan nilai tertinggi daripada
perlakuan ekuilibrasi selama 2 jam. Ini berarti penyimpanan semen yang terlalu
31
lama dalam lemari pendingin pada suhu 5°C akan mempengaruhi jumlah sel
hidup dan kurang efisien. Tingginya persen hidup sperma pada perlakuan
ekuilibrasi selama 4 jam diakibatkan adanya penambahan konsentrasi gliserol
pada awal pengenceran, sehingga bila didinginkan terlalu lama yang suhunya
kemungkinan akan berubah yang berakibat mengganggu dan merusak sel sperma
hidup.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1979)
menyebutkan bahwa ekuilibrasi adalah periode yang diperlukan spermatozoa
sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu
pembekuan kematian sperma yang berlebih-lebihan dapat dicegah. Ternyata
persentase sperma hidup pada waktu ekuilibrasi singkat lebih sedikit bila
dibandingkan dengan persentase sperma hidup pada waktu ekuilibrasi yang lebih
panjang, hal ini disebabkan karena spermatozoa banyak mengalami kematian
akibat tekanan penurunan suhu secara cepat tanpa adanya waktu tepat untuk
penyesuaian diri terhadap keadaan tersebut.
Pada penelitian ini dapat dibedakan antara sperma mati dan hidup dengan
menggunakan pewarnaan eosin. Hal ini sesuai dengan pendapat Bearden and Jhon
(1984) menyebutkan bahwa, untuk membedakan sperma hidup dengan sperma
yang mati dapat dilakukan dengan penggunaan cairan eosin 2%, eosin 2% akan
menembus selaput sperma mati dan tidak akan menembus selaput sperma yang
hidup. Rizal dan Herdis (2008) menyatakan bahwa zat pewarna dapat melewati
membrane plasma sel tersebut tanpa hambatan. Plasma sel spermatozoa yang
sudah mati tidak lagi berfungsi sebagai membran aktif yang bersifat
32
semipermiabel (dapat melewatkan beberapa senyawa secara difusi bebas, tetapi
tidak terhadap senyawa lain).
Pembekuan uap di atas N2 cair selama 4-5 menit tidak memberikan hasil
yang baik dibandingkan dengan 15-20 menit, disebabkan karena kurangnya waktu
adaptasi spermatozoa terhadap suhu dingin (-1100C) sebelum dimasukkan ke
dalam N2 cair (-1960C) sehingga terdapat banyak kerusakan sperma akibat cold
shock. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hafez, 1987) yang menyatakan bahwa
gliserol membantu spermatozoa bertahan terhadap penurunan suhu sehingga akan
mengurangi kerusakan sperma akibat cold shock. Morfologi persentase hidup dan
mati spermatozoa kambing PE disajikan pada Gambar 3.
a. Sperma hidup b. Sperma mati
Gambar 3. Morfologi persentase hidup dan mati spermatozoa kambing PE
c) Abnormalitas
Data abnormalitas spermatozoa semen beku kambing PE dari hasil
penelitian disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Data rataan abnormalitas spermatozoa semen beku kambing PE
setelah thawing
Pembekuan uap di atas
N2 cair (suhu -110oC)
Ekuilibrasi (50C)
2 jam (%) 4 jam (%) Rata-rata
4-5 menit 19,50 ± 1,00 15,00 ± 2,30 17,25 ± 2,91a
15-20 menit 15,50 ± 3,00 11,00 ± 1,15 13,25 ± 3,19b
Rata –rata 17,50 ± 2,97a 13,00 ± 2,72
b
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05), kemudian angka yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).
33
Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama ekuilibrasi
dan pembekuan uap N2 cair berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap abnormalitas
spermatozoa, tetapi interaksi kedua perlakuan tidak berpengauh nyata (P>0,05).
Berdasarkan hasil penelitian pengamatan abnormalitas spermatozoa post thawing
pada ekuilibrasi 4 jam nyata lebih tinggi (P<0,05) yaitu 13,00±2,72%
dibandingkan dengan ekuilibrasi 2 jam yaitu 17,50±2,97%. Hasil penelitian
Herdiawan (2004) pada tingkat laju pembekuan lambat maupun cepat pada media
yang berbeda akan berpengaruh pada tingkat abnormalitas spermatozoa sebagai
akibat terjadinya perubahan fisik media hidupnya, baik perubahan tekanan
osmotik, maupun pembentukan kristal-kristal es intraseluler. Hal tersebut dapat
menyebabkan perubahan struktur spermatozoa seperti bentuk spermatozoa yang
ekornya membengkok atau kepala terlepas. Walaupun berbeda namun masih
dalam batas normal sesuai standar semen beku yaitu dengan persyaratan sperma
abnormal untuk semen beku adalah lebih kecil < 20% (Hafez, 2000). Hal ini
sesuai dengan pendapat Hafez (1993) bahwa spermatozoa yang abnormalitasnya
melewati 20% menunjukkan adanya infertilitas atau ketidak suburan dari pejentan
tersebut.
Widjaya (2000) melaporkan bahwa rusaknya permeabilitas membran
plasma menyebabkan cairan intraseluler keluar dan sebagian kepala spermatozoa
mengalami aqlutinasi sehingga sperma tidak normal mampu melakukan
pergerakan. Persentase abnormalitas spermatozoa yang meningkat mulai kondisi
segar ke before freezing hingga post thawing disebabkan oleh keseimbangan
intraseluler dan ekstraseluler dalam larutan pengencer dengan spermatozoa tidak
stabil pada setiap perlakuan waktu karena penurunan suhu yang drastis antara
34
tahap before freezing hingga pembekuan (freezing). Herdiawan (2004)
berpendapat bahwa perbedaan konsentrasi cairan intraseluler dengan ekstraseluler
menimbulkan perubahan tekanan osmotik sel selama pembekuan, sehingga
selubung lipoproteinnya pecah dan membran sel mengalami kerusakan, kondisi
tersebut dapat menyebabkan keabnormalan spermatozoa. Proses pendinginan dan
pemanasan kembali akan merusak lipoprotein yang ada pada membran plasma,
sehingga dapat terjadi keabnormalan yang disebut keabnormalan tersier (Ax et al.,
2000).
Pembekuan uap di atas N2 cair selama 4-5 menit tidak memberikan hasil
yang baik dibandingkan dengan 15-20 menit, disebabkan karena kurangnya waktu
adaptasi spermatozoa terhadap suhu dingin (-1100C) sebelum dimasukkan ke
dalam N2 cair (-1960C) sehingga terdapat banyak kerusakan sperma akibat cold
shock. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hafez 1987) yang menyatakan bahwa
gliserol membantu spermatozoa bertahan terhadap penurunan suhu sehingga akan
mengurangi kerusakan sperma akibat cold shock.
Salisbury dan Van Demark (1985) menyatakan bahwa abnormalitas ada
dua yaitu: (1) abnormalitas sperma primer adalah abnormal yang terjadi pada saat
spermatogenesis yaitu di dalam tubulus semeniferi yang meliputi microcephalic
(kepala kecil), macrochephalic (kepala besar), kepala pendek melebar, kepala
sempit memanjang, kepala pyriformis, kepala ganda, ekor ganda, bagian tengah
membengkak, ekor melingkar dan pertautan abaksial; (2) abnormalitas sperma
sekunder adalah abnormal yang terjadi setelah sperma meninggalkan tubulus
seminiferus, selama perjalanan di epididimis, ejakulasi dan faktor-faktor lain
(suhu tinggi, tempat penampungan tidak bersih ) meliputi (kepala normal yang
35
terputus, dan ekor yang terputus). Morfologi abnormalitas spermatozoa pada
kambing PE disajikan pada Gambar 4.
a. Abnormalitas primer
Kepala lonjong Kepala besar
Ekor patah Leher bengkok
b. Abnormalitas sekunder
Ekor putus Kepala tanpa ekor
Ekor bengkok
Gambar 4. Bentuk abnormalitas primer dan sekunder pada spermatozoa kambing
Peranakan Etawah (PE) dapat dilihat pada gambar diatas.
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan bahwa ekuilibrasi 4 jam dengan
pembekuan uap N2 cair selama 15-20 menit menghasilkan persentase motilitas,
persentase hidup dan abnormalitas yang lebih baik dibandingkan 2 jam selama 4-5
menit.
Saran
Untuk mendapatkan semen beku yang baik maka perlu mencari waktu
ekuilibrasi yang optimal. Oleh karena itu disarankan pada penelitian berikutnya
tidak hanya terpaku pada 2-4 jam ekuilibrasi. Perlu penambahan waktu 6-8 jam
ekuilibrasi sebagai acuan perbandingan pada berbagai jenis ternak kambing.
37
DAFTAR PUSTAKA
Affandhy, L., D. Pamungkas, D. B. Wijono, P.W. Prihandini, P. Situmorang dan
W.C. PRATIWI. 2006. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui
efisiensi reproduksi. Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong.
Anonim, 1998. Petunjuk penampungan, produksi, distribusi dan evaluasi semen
beku. Balai Inseminasi Buatan. Singosari. Malang.
Arifiantini R I, Irnan S dan San S. 2007. Penentuan waktu ekuilibrasi pada
pembekuan semen kuda menggunakan bahan pengencer susu skim. Animal
Production 9(3): 145- 152.
Ax, R. L., M. Dally, B. A. Didion, R. W. Lenz, C. C. Love, D. D. Varner, B.
Hafez, and M. E. Bellin. 2000. Semen Evaluation. In : B. Hafez and E. S. E.
Hafez (ed). Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott William &
Wilkins : Baltimore, USA.
Azizah dan R I. Arifiantini. 2009. Kualitas semen beku kuda pada pengencer susu
skim dengan kosentrasi gliserol yang berbeda. J. Vet. 10 (2) : 63-70.
Bearden, H.J., and J.W. Fuquay, 1984. Applied Animal Reproduction. 3th
ed.
Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Bearden, H. J., and J. W. Fuquay, 2000. Applied Animal Reproduction. 5th
Ed.
Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey. pp.29.
Dahmani, Y. 2011. Semen Evaluation Methods in Cattle. Magapor R&D
Department. http://www.magapor.com/images/Veterinarios/iDoc_18.pdf.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2013.
Devendra dan Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB.
Bandung.
Evans G. and Maxwell WMC, 1987. Salamons Artificial Insemination of Sheep
and Goats. Butterworths. Sydney.
Feradis, 2010. Bioteknologi reproduksi pada ternak. Alfabeta. Bandung. 18,53,74-
75,84-85.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination In Reproduction In Farm Animal 4th
Edition. Hafez,E.S.E (ed). Lea and Febiger. Philadelpia.
Gao, D. and Critser J K. 2000. Mechanisms of cryoinjury in living cells. ILAR
Journal Vol 41 (4).
38
Hafez, E.S.E. 1987. Reproduction in Farm Animal, 4th
Edition, Lea and Fibiger.
Philadelfia, USA.
Hafez, E.S.E. 1993. Semen Evaluation In : Reproduction In Farm Animal. 6th
Ed.
E. S. E. Hafez (Ed), Lea and Febiger. Philadelfia, USA.
Hafez E.S.E, 2000. X and Y chromosome bearing spermatozoa . In Reproduction
in farm animal .Lea and Febiger . Philadelphia.
Herdiawan, I. 2004. Pengaruh laju penurunan suhu dan jenis pengencer terhadap
kualitas semen beku domba priangan. JITV 9(2): 98-107.
Hardijanto, S. Suherni., H. Tatik., S. Trilas., dan T.W. Suprayogi. 2010. Buku
bahan ajar Inseminasi Buatan. Airlangga University Press. Surabaya.
Herdis, B., Purwantara, I. Supriatna dan I.G Putu. 1998. Integritas spermatozoa
kerbau lumpur (Bubalis Bubalis) pada berbagai metode pembekuan semen.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Nomor 1 (4). 1999.7-12
Jones, R. and T. Mann. 1977. Toxicity of exogenous fatty acid peroxides towards
spermatozoa. J. Reprod. Fertil., 50:255- 260.
Karagiannidis, A., S. Varsakeli and G. Karatzas. 2000. Characteristics and
seasonal variation in the semen of Alpine, Saanen and Damascus goat bucks
born and raised in Greece. Therigenology. 53 : 1285-1293.
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen
pendidikan Nasional. http://mirror.com/...ternak./tehnik_inseminasi_pada_
ternak.pdf. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.
Kusuma, D. L. 1990. Pengaruh berbagai pengencer susu dan lahan penyimpanan
terhadap daya hidup sperma Domba (Oris Aries). Skripsi, Jurusan Peternakan,
FP – USU. Medan.
Lopes, F.P. 2002. Semen Collection and Evaluation in Ram. ANS
33161.University of Florida.
Mclaughlin, E. A., Ford, W. C. L., and Hull, M. G. R. 1992. Motility
characteristics and membrane integrity of cryopreserved human spermatozoa.
J. Reprod. 95: 527-534.
Mulyono, S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Partodihardjo S. 1992. Ilmu Produksi Hewan. Mutiara, Jakarta.
39
Rizal, M., dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Rineka Cipta.
Jakarta.
Salisbury G. W. dan N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi reproduksi dan inseminasi
buatan pada sapi, penerjemah : R. Djanuar. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. Terjemah dari : Physiology of Reproduction and Artificisl
Insemination of Catle. 1-788.
Sorenson JR, A.M. 1979. Laboratory Manual for Animal Reproduction. 4ed
American Press. Boston. USA
Tambing S N. 1999. Efektivitas berbagai dosis gliserol di dalam pengencer tris
dan waktu ekuilibrasi terhadap kualitas semen beku kambing Peranakan
Etawah [Tesis], Bogor. Program Pascsarjana Institut Pertanian Bogor.
Tambing. S. N., Toelihere. M.R., Yusuf. T.L., dan I.K. Sutama. 2000. Pengaruh
gliserol dalam pengencer tris terhadap kualitas semen beku kambing
Peranakan Etawah. J. Ilmu Ternak dan Vet. 5 (2): 1-8.
Tambing, S.N, M. Gazali. dan B. Purwantara. 2001. Pemberdayaan Teknologi
Inseminasi Buatan pada Ternak Kambing. Wartazoa Vol.11, No.1
Toelihere, M. R. 1979. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Toelihere, M. R., T. L. Yusuf dan M. B. Taurin. 1980. Pengantar Praktikum
Inseminasi Buatan. Departemen Reproduksi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Toelihere, 1981. Inseminasi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Mutiara. Jakarta.
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Triana, I. N., 2005. Library @lib.unair.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Mei 2013.
Tuli, R.K. and W. Holtz. 1981. Effect of glycerolization procedure and removal of
seminal plasma on post-thaw survival and GOT-release from Boer goat
spermatozoa. Theriogenology, 42 : 547-555.
Umar, S dan Magdalena M. 2005. Pengaruh berbagai waktu ekuilibrasi terhadap
daya tahan sperma sapi limousin dan uji kebuntingan. Jurnal Agribisnis
Peternakan 1(1): 17-21.
Wildeus S, 1995. Reproductive management of the meat goat. Http: //Goat.
Clemson. Edu / NC % 20 Handbook / reproduction. Html. Diakses pada
tanggal 9 September 2013.
40
Widjaya, N. 2000. Pengaruh Penambahan Vitamin B1 (Thiamine) dalam
Pengencer Glukosa Fosfat Terhadap Kualitas Spermatozoa Domba pada Suhu
50C. Jurnal Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan 3 (4): 15-22.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis ragam persentase motilitas spermatozoa post thawing
Between-Subjects Factors
N
Ekuilibrasi A1 8
A2 8
Pembekuan (uap N2 cair) B1 8
B2 8
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Motilitas
Ekuilibrasi
Pembekuan
(uap N2
cair) Mean Std. Deviation N
A1 B1 25.3725 4.33353 4
B2 41.5650 13.48788 4
Total 33.4688 12.68577 8
A2 B1 39.0975 3.39468 4
B2 49.5475 9.45442 4
Total 44.3225 8.62831 8
Total B1 32.2350 8.17366 8
B2 45.5562 11.59660 8
Total 38.8956 11.88515 16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Motilitas
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1214.015a 3 404.672 5.367 .014
Intercept 24205.914 1 24205.914 321.020 .000
Ekuilibrasi 471.216 1 471.216 6.249 .028
Pembekuan 709.823 1 709.823 9.414 .010
Ekuilibrasi * Pembekuan 32.976 1 32.976 .437 .521
Error 904.837 12 75.403
Total 26324.766 16
Corrected Total 2118.852 15
a. R Squared = .573 (Adjusted R Squared = .466)
42
Lampiran 2. Hasil analisis ragam persentase hidup spermatozoa post thawing
Between-Subjects Factors
N
Ekuilibrasi A1 8
A2 8
Pembekuan (uap N2 cair) B1 8
B2 8
Descriptive Statistics
Dependent Variable:% Hidup
Ekuilibrasi
Pembekuan
(uap N2
cair) Mean Std. Deviation N
A1 B1 27.3050 4.17023 4
B2 43.3975 13.04056 4
Total 35.3512 12.42278 8
A2 B1 40.8725 3.61014 4
B2 51.2700 9.09937 4
Total 46.0712 8.48285 8
Total B1 34.0888 8.10137 8
B2 47.3338 11.22826 8
Total 40.7113 11.67237 16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:% Hidup
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1193.827a 3 397.942 5.619 .012
Intercept 26518.494 1 26518.494 374.451 .000
Ekuilibrasi 459.674 1 459.674 6.491 .026
Pembekuan 701.720 1 701.720 9.909 .008
Ekuilibrasi * Pembekuan 32.433 1 32.433 .458 .511
Error 849.836 12 70.820
Total 28562.157 16
Corrected Total 2043.663 15
a. R Squared = .584 (Adjusted R Squared = .480)
43
Lampiran 3. Hasil analisis ragam abnormalitas spermatozoa post thawing
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Abnormalitas
Ekuilibrasi
Pembekuan
(uap N2
cair) Mean Std. Deviation N
A1 B1 19.5000 1.00000 4
B2 15.5000 3.00000 4
Total 17.5000 2.97610 8
A2 B1 15.0000 2.30940 4
B2 11.0000 1.15470 4
Total 13.0000 2.72554 8
Total B1 17.2500 2.91548 8
B2 13.2500 3.19598 8
Total 15.2500 3.60555 16
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Abnormalitas
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 145.000a 3 48.333 11.600 .001
Intercept 3721.000 1 3721.000 893.040 .000
Ekuilibrasi 81.000 1 81.000 19.440 .001
Pembekuan 64.000 1 64.000 15.360 .002
Ekuilibrasi *
Pembekuan .000 1 .000 .000 1.000
Error 50.000 12 4.167
Total 3916.000 16
Corrected Total 195.000 15
a. R Squared = .744 (Adjusted R Squared =
.679)
Between-Subjects Factors
N
Ekuilibrasi A1 8
A2 8
Pembekuan (uap N2 cair) B1 8
B2 8
44
Lampiran 4. Dokumentasi proses penelitian
Pencampuran bahan pengencer Memasak susu skim
Proses ekuilibrasi Tahan pembekuan semen dengan
disimpan di dalam N2 cair
Kambing Peranakan Etawah (PE) Team Penelitian : Sitti Zaidah
Lusiana Tandi Bara’ Tiku, Kartina
45
RIWAYAT HIDUP
Kartina dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1991 di
Kabupaten Enrekang Kec. Maiwa, Maroangin Provinsi
Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak ketiga dari delapan
bersaudara dari pasangan Rudi dan Hj. Juhari. Pada tahun
1997 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
151 Kadeppe dan tamat pada tahun 2003. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Maiwa, tamat pada tahun 2006.
Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Maiwa pada
tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama pula, penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Jurusan Produksi
Ternak, Program studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
top related