pengaruh pelatihan safe community terhadap … · masukan, kritik, dan saran yang sifatnya...
Post on 22-Sep-2019
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENGARUH PELATIHAN SAFE COMMUNITY TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERILAKU BIDAN DESA
DALAM MENGEMBANGKAN DESA SIAGA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga Minat utama : Pendidikan profesi kesehatan
Oleh :
ZAENAL FANANI S.540907123
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2008
2
PENGARUH PELATIHAN SAFE COMMUNITY TERHADAP
PENGETAHUAN DAN PERILAKU BIDAN DESA DALAM MENGEMBANGKAN DESA SIAGA
Disusun oleh :
Zaenal Fanani NIM S 5409070123
Telah disetujui oleh : Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Dr AA Subiyanto. dr. MS ............... 25-07-2008.
Nip.030134565
Pembimbing II dr Bhisma Murti. MPH. MSC. PHD. ……............. 25-07-2008.
Nip.132125727
Mengetahui : Ketua Minat Utama
Dr. P. MURDANI.K.MHPEd NIP.130 786 875
ii
3
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH PELATIHAN SAFE COMMUNITY TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERILAKU BIDAN DESA
DALAM MENGEMBANGKAN DESA SIAGA
TESIS Disusun oleh :
Zaenal Fanani
NIM S 5409070123
Telah disetujui dan disahkan oleh : Tim Penguji Tesis
Dewan Penguji Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Prof.Dr.dr.Didik Tamtomo.PAK.MM.MKK ................ Merangkap NIP. 130 543 994 Anggota Sekretaris Dr.Nunuk Suryani MPd ...................... Merangkap NIP. 131 981 507 Anggota Anggota Penguji 1. Dr AA Subiyanto, dr. MS ......................
Nip. 030134565
2. dr Bhisma Murti, MPH MSC. PHD . .................... Nip.132125727
Mengetahui :
Direktur Program Studi Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Magister Kedokteran Keluarga Prof.Drs.Suranto,MSc.PhD Prof.Dr.dr.Didik Tamtomo,PAK.MM MKK. NIP. 131 472 192 NIP. 130 543 994
iii
4
PERNYATAAN
Nama : Zaenal Fanani
NIM : S 540907123
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul pengaruh
pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan Desa
dalam mengembangkan Desa Siaga adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya, dalam usulan penelitian tesis tersebut diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang
saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 9 September
Yang membuat pernyataan
Zaenal Fanani
iv
5
SUGESTI DAN PERSEMBAHAN Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan Maka apabila kamu telah selesai dari segala sesuatu urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. 94 : 6 - 8). Berangan-anganlah setinggi langit Mulailah dari yang kecil Kerjakan, sekarang juga (Dahlan Iskan). Untuk mencapai sesuatu, tidak ada yang mudah bagi orang dewasa (A.A, Subiyanto Dr.dr). Ya, Alloh Tuhan yang menggenggam segala apa yang ada di langit dan di bumi, mudahkanlah segala urusan kami dan bimbinglah ke jalan yang Engkau ridloi Amin. Karya ini penulis persembahkan kepada :
Hj. Fatimah Kasmoeni, ibunda
Hj. Suswati Yuniningsih Fanany, isteri Aya Selfira Farella dan Ananda Iqbal Fanany, anak
Juga saudara-saudara penulis tercinta.
v
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya milik Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan perilaku
Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga”. Tesis ini diajukan sebagai
salah satu syarat mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari dalam
penyelesaian tesis ini banyak pihak terlibat langsung atau tidak langsung sehingga
tesis ini bisa hadir di depan pembaca, dalam kesempatan ini penulis sampaikan
penghargaan dan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. DR. dr. Muh.
Syamsulhadi, Sp. KJ (K) yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Prof.
Drs.Suranto, M.Sc.Ph.D yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Prof. DR. dr.
Didik Tamtomo PAK.MM.MKK yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister di
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7
vi 4. Ketua Minat Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, dr.
P.Murdani K, MHPEd telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti program Magister di Program
Pascasarjana Universita Sebelas Maret Surakarta.
5. Pembimbing Dr.dr.H.Ahmad Arman Subijanto, MS dan dr. Bhisma
Murti, MPH, MSC. Ph.D.Yang telah membimbing penulis dengan
tulus, sehingga memperlancar proses penulisan tesis ini. Dengan
segala hormat penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
kepeduliannya serta segala fasilitas yang telah diberikan kepada
penulis agar bisa lulus sesuai waktu yang tersedia.
6. Semua dosen penulis di Program Studi Magister Kedokteran
Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas bekal ilmu yang telah diberikan, semoga menjadi bagian dari
amal baiknya yang senantiasa Tuhan membalas-Nya.
7. dr.Widyawati selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar
yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia di
jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
8. dr.Evi Rossalina selaku Kepala Puskesmas Bacem Kabupaten
Blitar yang telah banyak memberi peluang kepada penulis untuk
menyelesaikan pendidikan Progam Magister Kedokteran Keluarga
ini dengan sebaik mungkin.
vii
8
9. Basar Purwoto, S.Sos dan Suprajitno, SKp. MKes selaku ketua dan
Pembantu Ketua 1 STIKes Patria Husada Blitar yang juga banyak
membantu dalam kelancaran pendidikan penulis.
10. Ibu hj.Yatimah Kasmoeni, yang telah melahirkan dan mengasuh
penulis dengan bangga tesis ini merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari bakti penulis kepada ibunda tercinta.
11. Isteri penulis hj. Suswati Yuniningsih dan anak penulis Aya Selfira
Farella serta Ananda Iqbal Fanany yang senantiasa memberi suport
sehingga terselesainya tesis ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana Kedokteran
Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta, terutama the best
friends mas Taadi, mas Hendro, dan mas Ikhwan, terima kasih atas
kebersamaan kita selama ini.
13. Semua saudara penulis terima kasih atas doa dan kasih sayangnya.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak mendukung hingga terselesaikannya tesis ini.
viii
9
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
untuk kesempurnaan tesis di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis menyampaikan doa semoga Alloh SWT selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas jasa kebaikan semua.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.
Blitar, September 2008
Penulis
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….…. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… x
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN…...…………………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………… xv
ABSTRAK / INTISARI……………………………………………………………. xvi
I PENDAHULUAN…………………………… 1
A Latar belakang masalah 1
B Identifikasi masalah 5
C Pembatasan masalah 7
D Perumusan masalah 12
E Tujuan penelitian 12
F Manfaat penelitian 12
G Keaslian penelitian 12
II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS………………………………… 13
A Kajian teori. 13
B Kerangka konseptual 51
C Hipotesis Penelitian 51
III METODE PENELITIAN…………………....... 52
A Desain penelitian 52
B Tempat dan waktu penelitian 53
C Subyek penelitian 53
D Variabel penelitian 55
E Definisi operasional, alat ukur dan skala data 55
F Kisi Kisi kuesioner 57
x
11
G Intervensi dan Instrumentasi Penelitian 57
H Rencana Pengolahan dan Analisis Data
58
IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 61
A Deskripsi hasil penelitian 61
B Hasil pengujian hipotesis 71
C Pembahasan 77
V PENUTUP……………………………………… 86
A Kesimpulan 86
B Saran 87
LAMPIRAN
xi
12
DAFTAR SINGKATAN
(GLOSARI) AGB : Anemia Gizi Besi
AIDS : Acuared Immune Defisience Syndrom
ASI : Air Susu Ibu
CSS : Community Self Survei
Depkes : Departemen Kesehatan
GAKY : Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
HIV : Human Immun Virus
Kadarzi : Keluarga Sadar Gizi
KB : Keluarga Berencana
KEP : Kekurangan Energi Protein
KEPMENKES: Keputusan Menteri Kesehatan
UKBM : Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
KIA : Kesejahteraan Ibu dan Anak
KLB : Kejadian Luar Biasa
KVA : Kekurangan Vitamin A
Menkes : Menteri Kesehatan
MMD : Musyawarah Masyarakat Desa
PAB : Penyedia Air Bersih
xii
13
Perpres : Peraturan Presiden
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKK : Pembina Kesejateraan Keluarga
PKMD : Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
PLP : Penyehatan Lingkungan Pemukiman
POD : Pos Obat Desa
Polindes : Pondok Bersalin Desa
Poskesdes : Pos Kesehatan Desa
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu
PTD : Pertemuan Tingkat Desa
RI : Republik Indonesia
RPJM-N : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SDM : Sumber Daya Manusia
SKD : Sistim Kewaspadaan Dini
SMD : Survei Mawas Diri
TK : Taman Kanak - Kanak
TMD : Telaah Mawas Diri
TOGA : Tanaman Obat Keluarga
UKBM : Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
xiii
14
Lampiran DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Kerangka Konseptual halaman 52
Bagan 2 : Desain Penelitian halaman 53
15
xiv
ABSTRAK Zaenal Fanani, S 540907123, 2008. Pengaruh Pelatihan Safe Community Terhadap Pengetahuan Dan Perilaku Bidan Desa Dalam Mengembangkan Desa Siaga. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga. Rancangan penelitian ini adalah eksperimen kuasi sebelum dan sesudah dengan kontrol.Waktu penelitian Juni sampai dengan Juli 2008. Populasi sumber adalah Bidan Desa di Kabupaten Blitar. Pemilihan sampel secara purposive sampling, dengan kriteria inklusi sebagai berikut (1) merupakan Bidan Desa, (2) status PNS / CPNS / PTT, (3) berusia kurang dari 36 tahun, (4) pendidikan terakhir P2B dan diploma III, (5) tidak mengikuti pelatihan manajemen yang lain dalam 1 tahun terakhir, (6) Lama bekerja minimal 1 tahun. besar sampel 68 terbagi dua, 36 responden untuk kelompok perlakuan dan 32 untuk kelompok kontrol. Variabel bebas adalah pelatihan safe community dan variabel terikat adalah pengetahuan dan perilaku Bidan Desa. Pelatihan safe community mampu meningkatkan pengetahuan Bidan Desa tentang Desa Siaga segera sesudah selesai pelatihan (t: 6.93; p: 0.000), maupun 14 hari setelah selesai pelatihan (t : 3.79; p : 0.000). Pelatihan safe community mampu meningkatkan perilaku Bidan Desa tentang Desa Siaga 14 hari sesudah pelatihan (t :13.03; p: 0. 000). Pelatihan safe community mampu meningkatkan pengetahuan maupun perilaku Bidan Desa tentang Desa Siaga. Secara statistik signifikan. Disarankan untuk melakukan pelatihan serupa di tempat lain. Kata kunci : Bidan Desa safe community, pengetahuan, perilaku dan Desa Siaga.
16
xv
ABSTRACT
Zaenal Fanani, S 540907123, 2008. The effect of Training safe community To Knowledge And Behavior of Midwife village in Developing Prepared village. Tesis : Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University. The general objective of research is to study effect of training safe community to knowledge and behavior of Midwife village in developing prepared village. The research design is experiment of kuasi before and after with control. Research place in Regency of Blitar. Time research of June up to Juli 2008. Source population is Midwife in village Regency of Blitar. Election of sample by purposive sampling, with criterion inklusi the following (1) representing Midwife in village, (2) status of PNS / CPNS / PTT, ( 3) is less than 36 years old, (4) final education P2B and diploma of III, (5) doesn’t attend the management training in 1 the last year, (6) work duration at least 1 year. Sample of 68 consist of 36 for group of treatments and 32 for group of controls. Free variable is training safe community and of variable tied is knowledge and behavior of Midwife in village. Training safe of community can improve knowledge of Midwife in village about prepared village so soon as after training (t : 6.93; p : 0.000), and also 14 days after training (t : 3.79; p : 0.000). Training of community safe can improve behavior of Midwife in village about prepared village 14 days after training (t : 13.03; p 0. 000). Training of community safe can improve knowledge and also behavior of Midwife in village about prepared village. Statistically signifikan. Suggested to getting done similar training in place other. Keyword : midwife in village safe community, knowledge, behavioral prepared village.
17
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Berbagai masalah kesehatan masyarakat masih di jumpai di Indonesia,
seperti tingginya angka kematian ibu (307 / 100.000 kelahiran hidup) dan angka
kematian bayi (45 / 1.000 kelahiran hidup) prevalensi anak balita kurang gizi
(25.8 %). Demikian juga munculnya kembali berbagai penyakit lama seperti
malaria dan tuberculosis paru, merebaknya berbagai penyakit baru yang bersifat
pandemik seperti HIV / AIDS, SARS, dan flu burung, serta belum hilangnya
penyakit-penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah merupakan masalah
kesehatan yang nampak penting di Indonesia (Depkes RI, 20061 , ).
Keadaan ini diperparah dengan timbulnya berbagai kejadian bencana yang
dalam kurun waktu terakhir sering menimpa negeri kita, baik bencana karena
faktor alam seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, dan angin puting
beliung maupun bencana karena perilaku manusia yang mengakibatkan semakin
rusaknya alam seperti banjir, tanah longsor, dan kecelakaan massal (Depkes RI,
20061 , ). Sementara itu, kesehatan sebagai hak azasi manusia ternyata belum
menjadi milik setiap manusia Indonesia karena berbagai hal seperti kendala
geografis, sosiologis, dan budaya. Kesehatan bagi sebagian penduduk yang
terbatas kemampuannya serta yang berpengetahuan dan berpendapatan rendah
18
masih perlu diperjuangkan secara terus-menerus dengan cara mendekatkan akses
pelayanan kesehatan dan memperdayakan kemampuan mereka.
Di samping itu kesadaran masyarakat bahwa kesehatan merupakan investasi bagi
peningkatan sumber daya manusia juga masih harus dipromosikan melalui
sosialisasi dan advokasi kepada para pengambil kebijakan dan pemangku
kepentingan (stakeholders) di berbagai jenjang administrasi (Depkes RI, 20062 ,
).
Kesehatan sendiri merupakan masalah yang komplek dan merupakan
resultante dari berbagai faktor. Sampai akhir abad ini, teori tentang derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho-socio-somatik health well
being, merupakan teori Blum (1974:254-258). Menurut teori ini, derajat
kesehatan masyarakat merupakan resultante dari empat faktor, yaitu (1)
lingkungan, (2) perilaku yang dihubungkan dengan ecological balance, (3)
keturunan dipengaruhi oleh pollasi dan distribusi penduduk serta (4) pelayanaan
kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, lingkungan dan perilaku merupakan
faktor yang dominan pengaruhnya terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.
Menyimak kenyataan tersebut kiranya diperlukan upaya terobosan yang
benar-benar memiliki daya ungkit bagi meningkatkan derajat kesehatan bagi
seluruh penduduk Indonesia. Sehubungan dengan itu Departemen Kesehatan telah
mengadakan reformasi pembangunan kesehatan dengan ditetapkan visi
pembangunan kesehatan untuk mencapai lndonesia Sehat 2010 yang bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
19
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya. Dalam rangka
mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan strategi
pembangunan kesehatan yaitu (1) menggerakkan dan memberdayakan masyarakat
untuk hidup sehat, (2)meningkatkan askes masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, (3) meningkatkan sistem surveilans, monitoring, dan
informasi kesehatan, (4) meningkatkan pembiayaan kesehatan
(Depkes RI, 20031 , ).
Berkaitan dengan strategi tersebut di atas, salah satu sasaran terpenting
yang ingin dicapai oleh Departemen Kesehatan pada akhir tahun 2008 adalah
seluruh desa telah menjadi Desa Siaga. Di Kabupaten Blitar dengan mewujudkan
Desa Siaga di 248 desa sampai akhir tahun 2007, kenyataannya sampai trimester
kedua tahun 2008 masih terdapat 50 % desa dengan status Desa Siaga sedang dari
50 % yang aktif hanya 20 % (DinKes Blitar, 2007).
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan
mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan
masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular, dan penyakit yang berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan
lain-lain dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong. Tujuan
utama pengembangan Desa Siaga adalah untuk memeratakan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat (Mediakom, 2006). Untuk itu perlu adanya upaya
kesehatan yang lebih tercapai (accessible), lebih terjangkau (affordable) serta
lebih berkualitas.
20
Sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang berkualitas dan profesional,
tersedia dalam jumlah yang cukup serta terdistribusi secara adil dan merata sangat
menentukan keberhasilan pengembangan Desa Siaga.
Keberhasilan Desa Siaga sebagai wujud upaya kesehatan berbasis masyarakat
sangat tergantung kepada ketepatan penerapan langkah-langkah dalam pendekatan
edukatif dan pengorganisasian masyarakat (Depkes RI, 20061 , ).
Tenaga kesehatan yang secara langsung berkaitan dengan pengembangan
Desa Siaga antara lain adalah tenaga bidan. Untuk itu sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 363/ Menkes/ Per/ IX/ 1980 tentang kewenangan bidan
di desa, penempatan bidan di desa merupakan hal yang sangat penting.
Selain program penempatan bidan di desa, upaya yang ditempuh
pemerintah adalah upaya terealisasinya seluruh desa menjadi Desa Siaga pada
tahun 2008 yang salah satu indikatornya adalah adanya Poskesdes di setiap desa
yaitu tempat yang didirikan oleh masyarakat desa setempat atas dasar
musyawarah, yang berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu dan
anak. Masyarakat pedesaan masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang
sederhana namun bermutu, cepat, dan tanggap yang nantinya diharapkan dapat
dipenuhi oleh keberadaan Poskesdes (Padang Trenggono, 2004). Di Kabupaten
Blitar setiap Poskesdes hanya dikelola satu (1) orang bidan di desa yang dibantu
oleh kader kesehatan setempat.
Dengan demikian peran bidan di desa sangat penting dalam menggerakkan
peran serta masyarakat untuk meningkatkan dan menentukan keberhasilan
21
pembangunan kesehatan di desa dan mewujudkan tercapainya Desa Siaga di
Kabupaten Blitar.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Penilaian peran bidan di desa dapat dilihat dari keberhasilan bidan dalam
mengelola sistem kesehatan desa yang terdiri dari upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber daya obat, dan perbekalan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. (Depkes RI,
20032 , ).
Peran dipengaruhi oleh banyak faktor menurut Ulaifiyah (2002) ada dua
faktor utama yang mempengaruhi peran baik langsung, maupun tidak langsung,
dan hal ini akan mempengaruhi produktivitas kerja. Faktor tersebut dibagi dalam
dua kategori yaitu faktor dari pekerja sendiri atau individual variable dan faktor
dari luar pekerja atau situational variable. Faktor dari pekerjaan antara lain bakat,
kepribadian, sistem nilai, sifat visik, motifasi, usia, pendidikan, pengalaman,
intelegensia, dan latar belakang budaya. Faktor dari luar pekerjaan antara lain
insentif, metode kerja, alat kerja, lingkungan fisik, kebijakan organisasi, pelatihan,
lingkungan sosial, dan hubungan antara unit organisasi.
Sedangkan menurut As’ad (1987) perbedaan dalam peran bisa disebabkan oleh
dua faktor, yaitu faktor individu atau variabel individu dan faktor situasional.
Faktor individu terdiri dari (1) Umur, (2) Jenis kelamin, (3) Tingkat pendidikan,
(4) Pengalaman, (5) Tujuan, (6) Persepsi, (7) Motivasi, (8) Kemampuan, (9)
22
Nilai-nilai. Sedangkan faktor situasional terdiri dari (1) Struktur, (2) Pekerjaan,
(3) Teknologi, (4) Peran, (5) Kelompok Kerja.
Peran bidan di desa dalam pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Blitar
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang berhubungan dengan peran bidan di desa antara lain
karakteristik bidan yaitu usia, pendidikan, dan masa kerja, tingkat pengetahuan
serta sikap bidan. Sedangkan faktor eksternal antara lain pelatihan, supervisi, dan
kepemimpinan, fasilitas / alat dan insentif / kompensasi.
Pelatihan manajemen safe community diselenggarakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan sikap bidan di desa tentang
upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan manajemen
pengelolaan sistem kesehatan di tingkat desa / Poskesdes. Evaluasi program
pelatihan perlu dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji dan menilai apakah
program-program pelatihan yang telah dijalani secara efektif mampu mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. (Barnardin dan Russel dalam Mangkunegara, 2003).
Dimana salah satunya adalah adanya perubahan pengetahuan dan perilaku bidan
di desa.
Perilaku manusia sendiri sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku ke dalam
3 domain / kawasan / ranah, meskipun kawasan tersebut tidak mempunyai batasan
yang jelas dan tegas yang terdiri dari (1) ranah kognitif, (2) ranah efektif, dan
(3) ranah psikomotor. Untuk kepentingan hasil pendidikan ketiga domain ini
diukur dari pengetahuan, sikap atau tanggapan, dan praktek atau tindakan.
23
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini dibatasi untuk mengetahui faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap peran Bidan Desa di Kabupaten Blitar dalam
pengembangan program Desa Siaga yaitu pelatihan safe community.
Pelatihan tersebut diyakini dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku Bidan
Desa dalam upaya mengembangkan Desa Siaga di Kabupaten Blitar.
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri.
Sebuah desa dikatakan menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Poskesdes adalah
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan/ menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. UKBM yang sudah dikenal luas oleh masyarakat yaitu Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu), Warung Obat Desa, Pondok Persalinan Desa
(Polindes), Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain
(DepKes RI, 2007).
Dengan adanya Desa Siaga maka diharapkan pembangunan kesehatan
mencapai sasaran sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
24
Menengah Nasional / RPJM-N (Perpres nomor, 7 Tahun 2005), yaitu :
meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun,
menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup,
menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000
kelahiran hidup dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari
25,8% menjadi 20,0% (KEPMENKES No. 331/ MENKES/ SK/ V/ 2006).
Namun demikian disparitas derajat kesehatan antar wilayah dan antar
kelompok tingkat sosial ekonomi penduduk masih tinggi. Derajat kesehatan di
Indonesia juga masih jauh tertinggal dari derajat kesehatan di Negara-negara
ASEAN lainnya (Depkes RI, 20062 , ).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan Sistem
Kesehatan Nasional, diperlukan peran serta masyarakat. Untuk menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya peran serta masyarakat yang diwujudkan dalam
partisipasi dalam pembentukan maupun pengelolaan UKBM. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kunci pokok dari pengembangan Desa Siaga adalah
pemberdayaan masyarakat. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dimana kondisi sekarang
tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah meningkatkan
kemampuan dan meningkatkan kemandirian masyarakat. Upaya pemberdayaan
dapat juga dilakukan melalui 3 (tiga) jurusan (Kartasasmita, 1995 : 4) yaitu
menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki
25
potensi (daya) yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkan, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif
dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke
berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam
memanfaatkan peluang dan memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi semakin lemah, dan
menciptakan kebersamaan serta kemitraan antara yang sudah maju dan yang
belum maju / berkembang. Keberhasilan dalam pengembangan sumber daya
masyarakat dibidang kesehatan tentunya akan meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam melaksanakan upaya-upaya kesehatan, salah satunya adalah
dengan mewujudkan Poskesdes yang merupakan syarat utama dalam
pembentukan Desa Siaga.
Konsep utama dalam Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat
dalam bidang kesehatan. Hingga saat ini terdapat banyak macam perspektif yang
berbeda mengenai pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat dipahami, karena
sebenarnya pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu dari sekian banyak
perspektif mengenai pembangunan masyarakat. Perspektif ini menawarkan sebuah
pendekatan yang menyeluruh, meliputi kerangka konseptual, logika berpikir, dan
panduan umum untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja dalam pembangunan
masyarakat.
26
Pemberdayaan masyarakat tidak menyediakan keharusan yang terperinci
dan tepat atau cocok untuk setiap sistem kemasyarakatan. Meskipun demikian,
ada beberapa hal penting dalam memahami dan membuat sebuah definisi yang
operasional dari pemberdayaan masyarakat.
Pertama, pemberdayaan pada dasarnya adalah memberikan kekuatan
kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memilliki
kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan
salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pemberdayaan yang dimaksud tidak
hanya mengarah pada individu semata, tapi juga kolektif.
(Hikmat, 200 : 46 - 48). Pengertian ini kurang lebih sama dengan pendapat Payne
dan Shardlow mengenai tujuan pemberdayaan. Menurut Payne, tujuan utama
pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Sedangkan Shardlow menyimpulkan bahwa pemberdayaan
menyangkut permasalahan bagaimana individu, kelompok ataupun masyarakat
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Adi, 2002 : 162 - 163).
Kedua, menurut Pranarka dan Vindhyandika, terdapat dua kecenderungan
yang saling terkait dalam pencapaian pemberdayaan masyarakat. Pertama,
kecenderungan primer. Pada kecenderungan ini proses pemberdayaan masyarakat
ditekankan pada proses pemberian atau pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan,
dan kemampuan kepada masyarakat atau individu agar menjadi lebih berdaya.
27
Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna
mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi. Kedua, kecenderungan
sekunder. Kecenderungan ini menekankan pada proses pemberian stimulan,
dorongan atau motivasi agar individu atau masyarakat mempunyai kemampuan
menentukan kebutuhan hidupnya melalui proses dialog (Adimiharja, 2001 : 10).
Kedua kecenderungan ini juga dirumuskan oleh Payne. Ia menyatakan bahwa
pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara
lain melalui transfer daya dari lingkungannya.
Dalam konsep pemberdayaan lima prinsip yang harus dilaksanakan adalah
pertama, mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat sebagai pelaksana
dan pengelola, (acceptable) ; kedua, dapat dikelola oleh masyarakat secara
terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan (accountable) ; ketiga, memberikan
pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan
secara ekonomis (profitable) ; keempat, hasilnya dapat dilestarikan oleh
masyarakat sendiri sehingga menciptakan pemupukan modal dalam wadah
lembaga sosial ekonomi setempat (sustainable) ; dan kelima, pengelolaan dana
dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh
masyarakat dalam lingkup yang lebih luas (replicable) (Kartasamita, 1997).
Dalam konteks Desa Siaga, untuk menciptakan sebuah sistem yang
sutainable maka dicipatakan sebuah sub sistem jaring pengaman kesehatan
masyarakat (safe community), yang terdiri dari antisipasi wabah, pengamanan gizi
masyarakat, promosi kesehatan, dan pengamatan penyakit menular. Agar jaring
28
pengaman kesehatan ini dapat diterapkan dengan tepat dalam masyarakat maka
dilakukan pelatihan bagi mentor pemberdayaan yaitu bidan di desa.
Berdasarkan kondisi tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan
perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
D. Perumusan masalah
Apakah ada pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan
perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
E. Tujuan penelitian
1. Tujuan
Mempelajari pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan
dan perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
2. Manfaat praktis
Memberikan masukkan kepada Dinas Kesehatan tentang :
1. Efektivitas model pelatihan safe community dalam meningkatkan
pengetahuan dan perilaku Bidan Desa.
2. Sebagai informasi untuk evaluasi model pelatihan yang lain.
3. Sebagai informasi tentang keadaan Desa Siaga.
4. Masukan informasi kepada peneliti berikutnya.
G. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian mengenai pengaruh pelatihan safe community Bidan Desa
terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan Desa
29
Siaga di Kabupaten Blitar sejauh yang diketahui peneliti belum pernah diteliti
oleh peneliti lain.
30
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pelatihan
Menurut Sikula dalam Mangkunegara (2003) pelatihan adalah proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir
pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknik dalam
tujuan yang terbatas dalam pelatihan ini ditujukan kepada Bidan Desa untuk
memperoleh ketrampilan teknik tentang safe community.
Menurut Noe (2003). Pelatihan adalah upaya terencana dari sebuah
organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran yang dilakukan karyawan terkait
dengan kompetensi yang mereka miliki dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaannya. Kompetensi dimaksud meliputi pengetahuan.kemampuan / keahlian
dan perilaku yang sangat penting bagi kesuksesan peran karyawan. Pelatihan
ditujukan untuk memperkuat kompetensi karyawan dalam hal pengetahuan,
kemampuan / keahlian, dan perilaku yang diberikan pada program pelatihan sehingga
mampu diaplikasikan pada kegiatan penyelesaian tugas. Selain itu untuk meraih
keunggulan kompetatif dengan melibatkan lebih dari sekedar pengembangan
kemampuan dasar.
Seperti yang tercantum dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri
Sipil, bahwa pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki
kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi.
31
Latihan membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan
penerapannya guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan, dan sikap yang
diperlukan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya. Sedangkan pendidikan adalah
suatu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan teori dan ketrampilan dalam
memutuskan terhadap berbagai persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan guna
untuk mencapai tujuan (Pandoyo dan Husnan, 1990).
Menurut Moekijat (1991) tujuan pelatihan adalah (1) mengembangkan
keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif, (2)
mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional,
(3) mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan bekerja sama dengan
rekan sekerja pimpinan.
Simamora (1991) mengatakan pelatihan dilaksanakan dengan tujuan antara
lain (1) memperbaiki peran, (2) memutakhirkan keahlian peserta dengan kemajuan
teknologi, (3) menjadikan peserta menjadi berkompeten dalam pekerjaan, (4)
membantu memecahkan permasalahan operasional, (5) mempersiapkan untuk
promosi.
Menurut Handoko (2001) ada dua tujuan utama program pelatihan dan
pengembangan karyawan. Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk
menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan
jabatan. Kedua program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah di
tetapkan. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai
ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Latihan
menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
32
Sirait (2006) juga mengatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan
ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut Dessler dalam Sirait (2006), pelatihan memberikan
pegawai baru atau yang ada sekarang ketrampilan yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan.
2. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan adalah proses pengembangan sumber daya manusia yang bersifat
teoritis dan filosofis. Sedangkan pelatihan adalah usaha peningkatan pengetahuan
dan keahlian seorang karyawan untuk mengerjakan pekerjaan. Pendidikan dan
pelatihan kerja sama dengan pengembangan karyawan, yaitu proses peningkatan
ketrampilan kerja baik teknik maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori,
dilakukan di dalam kelas dan berlangsung lama. Sedangkan pelatihan berorientasi
pada praktek, dilakukan di lapangan dan berlangsung singkat (Hasibuan, 2000).
Pendidikan dan pelatihan kerja bertujuan untuk (Martoyo, 1987) antara lain :
- Meningkatkan kualitas perusahaan.
- Meningkatkan kompetensi secara tidak langsung.
- Kesehatan mental dan fisik.
- Pencegahan merosotnya kemampuan personil secara individual.
- Semangat kerja dan iklim perusahaan.
Sedangkan menurut Martoyo (1987), manfaat nyata adanya pendidikan dan
pelatihan kerja adalah :
1. Mengurangi kecelakaan.
2. Meningkatkan pengetahuan.
3. Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.
33
Pendidikan dan pelatihan kerja merupakan faktor yang penting untuk
mengukur kemampuan dasar manusia untuk belajar dan berpikir. Ada dua
pendidikan (Ruki, 1990) yaitu :
1. Pendidikan formal, pendidikan yang didapat dari lembaga pendidikan formal.
2. Pendidikan informal, pendidikan yang didapat dari lembaga pendidikan non
formal misalnya lembaga kursus.
Sedangkan pelatihan mempunyai 2 metode (Ruki, 1990) antara lain :
A. On the job training (pelatihan di tempat kerja), meliputi :
1. Sistem magang, sistem ini mempunyai asas umum belajar sambil bekerja dan
bekerja sambil belajar. Calon pegawai langsung diterjunkan untuk bekerja bersama-
sama dengan para pekerja yang sudah ahli.
2. Sistem bimbingan, sistem ini diarahkan dan dikembangkan secara langsung.
3. Sistem latihan praktek, sistem ini pekerja akan mendapatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam suasana yang sesungguhnya ditempat kerja pada jabatan tertentu
yang direncanakan.
B. Off the job training, meliputi :
1. Sistem ceramah, sistem ini digunakan untuk memberikan tambahan pengetahuan
teoritis dan penanaman kesadaran.
2. Sistem diskusi, sistem ini dilakukan agar dapat mengatur dan mengemukakan
argumentasi sesuai dengan persoalan aktual.
3. Safe community
34
Tujuan diadakan pelatihan safe community adalah (1) mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, (2) meningkatkan pemberdayaan
individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya kesehatan, 3) meningkatkan
jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan dasar, pertolongan pertama dalam
penanganan kasus-kasus kegawat daruratan dan pelayanan kesehatan lainnya sesuai
dengan kewenangannya (DinKes Jatim, 20062 , ).
Fungsi didirikan safe community adalah (1) sebagai tempat untuk
memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, (2) sebagai tempat
untuk melakukan pembinaan kader / pemberdayaan masyarakat serta forum
komunikasi pembangunan kesehatan desa, (3) sebagai tempat memberikan pelayanan
kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana untuk deteksi dini dan
penanggulangan pertama kasus kegawat darurat (Dinkes Jatim, 2007).
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dalam safe community meliputi (1)
Pelayanan kesehatan ibu, (2) Pelayanan KB, (3) Pelayanan kesehatan Neonatal, Bayi,
Balita, dan Pra sekolah, (4) Pelayanan immunisasi dasar bayi, (5) Pelayanan gizi, (6)
Perawatan kesehatan untuk kasus dengan gejala tertentu, (7) Pelayanan pengobatan
sederhana dan deteksi dini penyakit, (8) Pelayanan kegawat daruratan (9) Pelayanan
laboratorium, (10) Pelayanan kefarmasian (DinKes Jatim, 20061 , ).
Indikator keberhasilan pelatihan safe community adalah (1) keberhasilan
proses pembangunan berwawasan kesehatan, (2) keberhasilan pemberdayaan
individu, keluarga, dan masyarakat, (3) keberhasilan pelayanan kesehatan, (4)
keberhasilan kesehatan masyarakat.
Keberhasilan proses pembangunan berwawasan kesehatan antara lain terlihat
dari (1) ada forum kesehatan desa yang aktif, (2) ada dokumen perencanaan
35
pembangunan kesehatan di desa, (3) ada pembiayaan dari desa / masyarakat untuk
pembangunan kesehatan di desa, (4) ada kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan
koordinasi yang membahas pembangunan kesehatan di tingkat desa secara tim.
Keberhasilan pemberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat antara lain
terlihat dari (1) upaya penyuluhan kesehatan dengan memanfaatkan potensi yang
ada, (2) upaya pemasaran pelayanan safe community, (3) posyandu mandiri, (4)
pemanfaatan safe community oleh masyarakat sebagai tempat persalinan, (5) ada
gerakan mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, (6) ada gerakan PSN, (7) ada
gerakan kesehatan perumahan dan lingkungan, (8) rujukan kasus risiko tinggi
maternal dari masyarakat, (9) ada upaya pengendalian faktor risiko untuk kasus
maternal gizi, penyakit menular, atau masalah kesehatan lainnya.
Keberhasilan pelayanan kesehatan, antara lain terlihat dari (1) cakupan
pelayanan di banding sasaran yang ada, (2) peningkatan mutu pelayanan kesehatan
yang di berikan (sesuai jenis pelayanan).
Keberhasilan kesehatan masyarakat, antara lain terlihat dari (1) peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat keluarga, (2) peningkatan sanitasai dasar, (3) penurunan kasus
penyakit dan masalah kesehatan, (4) peningkatan status kesehatan masyarakat, (5)
peningkatan status gizi masyarakat (Dinkes Jatim 20062 , ).
4. Pelatihan manajemen safe community
Dilaksanakan dengan tujuan umum untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan pengelola / penanggung jawab safe community dalam mengelola sistem
kesehatan desa melalui manajemen pelayanan kesehatan safe community. Sedangkan
tujuan khususnya adalah (1) meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan tentang
upaya kesehatan perorangan, (2) meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan tentang
36
upaya kesehatan masyarakat, (3) meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan
manajemen sistem kesehatan desa.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan yang di lakukan
oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan di masyarakat. UKM mencakup upaya-upaya promosi kesehatan,
pemeliharan kesehatan, pemberantasan penyakit tidak menular, penyehatan
lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan
sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanaan penggunaan zat adiktif (bahan
tambahan makanan) dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika,
psikotropika, zat adiktif, dan bahan-bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana,
dan bantuan kemanusiaan (Depkes RI, 20062 , ).
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) adalah setiap kegiatan yang di lakukan
oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan. UKP mencakup upaya-upaya promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan,
dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Dalam UKP juga
termasuk pengobatan tradisional dan alternatif serta pelayanan kebugaran fisik dan
kosmetik (Depkes RI, 20031 , ).
Langkah-langkah dalam mempersiapkan program pelatihan dan
pengembangan yang ditemukan oleh Werther dan Davis serta Dessler dalam
Sugiarno (2002) adalah (1) penilaian kebutuhan (need assessme), (2) penetapan
tujuan latihan dan pengembangan, (3) penentuan isi program dan prinsip belajar, (4)
37
pelaksanaan program actual, (5) ketahui ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan
para pegawai, (6) evaluasi (terhadap need assessment).
Sedangkan menurut Cheesway dalam Handoko (1997) pelatihan harus
dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut (1) analisis kebuhan pelatihan, (2)
program pelatihan terencana, (3) penerapan program pelatihan, (4) evaluasi
efektivitas pelatihan yang ada.
Golstein dan Buxton dalam Mangkunegara (2003) mengatakan bahwa
evaluasi pelatihan adalah salah satu komponen dalam program pelatihan yang di
dasarkan pada beberapa kriteria sebagai pedoman ukuran kesuksesan pelatihan antara
lain kriteria pendapat, kriteria belajar, kriteria perilaku, dan kriteria hasil.
Kriteria pendapat didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai
program pelatihan yang telah dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan dengan
menggunakan kuesioner mengenai pelaksanaan pelatihan. Bagaimana pendapat
peserta mengenai materi yang diberikan, pelatihan, metode yang digunakan dan
situasi pelatihan.
Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes
ketrampilan yang mengukur skil, dan kemampuan peserta. Kriteria perilaku dapat
diperoleh dengan menggunakan tes ketrampilan kerja.sejauh mana ada perubahan
perilaku peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.
Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang di peroleh seperti, berkurangnya
tingkat absen, meningkatnya produktivitas, dan meningkatnya kualitas kerja.
Samsudin (2006) mengatakan bahwa untuk mengetahui apakah pelatihan
telah meningkatkan peran, manajer perlu mengetahui tiga hal yaitu :
38
(1) Apakah pelatihan yang di berikan itu sahih (valid), (2) apakah karyawan mau
mempelajarinya, (3) sudahkan kegiatan pembelajaran tersebut menimbulkan
pengaruh. Lebih lanjut Samsudin mengatakan bahwa jika peserta pelatihan telah
berperilaku sesuai dengan tuntutan pekerjaan, mereka diharapkan dapat memberikan
dampak positif terhadap peran. Beberapa cara yang dapat di lakukan untuk mengukur
perubahan peran, diantaranya adalah melihat jumlah komplain (keluhan) yang
masuk, jumlah penjualan, jumlah produksi per jam, per hari atau per minggu, dan
seterusnya.
Menurut Werther dan Davis dalam Sugiarno (2002) bahwa kriteria paling
efektif yang digunakan untuk mengevaluasi hasil dari pendidikan dan pelatihan
adalah (1) reaksi peserta pelatihan terhadap isi serta proses pendidikan dan pelatihan,
(2) pengetahuan yang di peroleh selama mengikuti pendidikan dan pelatihan, (3)
perubahan perilaku terhadap hasil pendidikan dan pelatihan, (4) hasil yang di ukur
atau kemajuan individu atau organisasi.
Sedangkan menurut Simamora (1997) pengukuran efektivitas pelatihan
meliputi (1) reaksi-reaksi, yakni bagaimana perasaan partisipasi terhadap program,
(2) belajar, yakni pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai
hasil dari pelatihan, (3) perilaku yakni perubahan-perubahan yang terjadi pada
pekerjaan sebagai akibat dari pelatihan, (4) hasil-hasil yakni dampak pelatihan pada
keseluruhan efektivitas organisasi atau pencapaiannya pada tujuan organisasi.
Selain hal di atas, maka sasaran evaluasi adalah unsur-unsur yang ada pada
komponen input, proses, output, dan efek serta lingkungan yang mempengaruhi
komponen proses dan efek. Unsur-unsur yang menjadi sasaran evaluasi pada masing-
masing komponen pelatihan adalah (1) komponen masukan, meliputi kurikulum,
39
pelatih, peserta, audio visual aid, dan lain-lain, (2) komponen proses, meliputi
penyelenggaraan pelatihan, proses belajar mengajar, (3) komponen keluaran (outpot),
meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pada akhir pelatihan, (4)
komponen efek. Meliputi penerapan kemampuan peserta (pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan) di tempat kerja, termasuk atasan, peserta, bawahan serta teman sejawat,
(5) komponen lingkungan, meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pelatihan, serta faktor yang mempengaruhi penerapan hasil pelatihan di tempat kerja
(Depkes RI, 20003 , ).
5. Materi pelatihan jejaring pengaman (safe community)
Pelatihan jejaring pengaman (safe community) dilakukan dengan
menggunakan metode off job training dengan materi pelatihan terdiri dari :
1. Antisipasi musibah dan triage
Pelatihan antisipasi wabah memiliki tujuan agar peserta dapat mengantisipasi
terjadinya musibah dan triage. Materi yang diberikan meliputi :
a. Definisi musibah dan triage.
b. Tujuan pertolongan.
c. Antisipasi pertolongan.
d. Pola operasi pertolongan.
e. Teknik pertolongan dan di pos lapangan.
f. Triage scenario musibah masal.
2. Pengamanan gizi masyarakat
Pelatihan pengamanan gizi masyarakat di titik beratkan pada pembentukan
kadarzi. Pelatihan ini bertujuan agar peserta mampu mempersiapkan pelaksanaan
40
kegiatan pembinaan pada semua keluarga menuju kadarzi, dengan tujuan khusus agar
peserta mampu :
a. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup kadarzi.
b. Menjelaskan cara memantau pertumbuhan balita.
c. Menjelaskan ASI eksklusif dan menyusui yang benar.
d. Menjelaskan tanda-tanda umum kelainan gizi (gizi kurang dan gizi lebih).
e. Menjelaskan konsep dasar gizi seimbang.
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut :
Pengertian dan ruang lingkup kadarzi
a. Batasan Kadarzi.
b. Indikator perilaku Kadarzi.
c. Sasaran operasional Kadarzi.
d. Pembinaan Kadarzi dan sasarannya
1) Pemantauan pertumbuhan Balita (growth monitoring).
2) Pengertian pemantauan pertumbuhan.
3) Pemantauan pertumbuhan balita.
4) Pengertian status gizi dalam pemantauan pertumbuhan.
5) Pengertian status gizi dalam penilaian status gizi.
6) Pertumbuhan dan gizi seimbang.
e. ASI eksklusif
1. Pengertian ASI dan batasan ASI eksklusif.
2. Keunggulan ASI dan manfaat menyusui.
3. Manajemen laktasi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui.
41
f. Langkah-langkah penanggulangannya masalah gizi :
1. KEP (Kekurangan Energi Protein).
2. KVA (Kekurangan Vitamin A).
3. AGB (Anemia Gizi Besi)
4. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium).
5. Obesitas dan kegemukan.
6. Konsep dasar gizi seimbang.
7. 5 (Lima) kelompok zat gizi, air, dan serat.
8. Cara menyusun hidangan sehat.
9. Nasehat gizi.
3. Promosi kesehatan
Pelatihan kesehatan bertujuan agar peserta dapat memahami konsep promosi
kesehatan dan dapat melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat. Materi yang
diberikan dalam pelatihan ini meliputi :
1. Konsep pemberdayaan masyarakat.
2. Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui PKMD.
3. Konsep community organization.
4. Konsep kemitraan.
5. Strategi dasar promosi kesehatan.
6. Konsep advokasi.
4. Pengamatan penyakit menular
Pelatihan pengamatan penyakit menular bertujuan agar peserta dapat
menerapkan surveilans berbasis masyarakat. Materi pelatihan yang diberikan
meliputi :
42
1. Pengertian surveilans.
2. Konsep surveilans berbasis masyarakat.
3. Model surveilans berbasis masyarakat.
4. Tujuan surveilans berbasis masyarakat.
5. Pengertian SKD dan KLB.
6. Ruang lingkup SKD dan KLB.
7. Variabel dan sumber data SKD KLB.
8. Jenis faktor risiko yang diamati.
9. Indikator untuk SKD dan KLB.
10. Mekanisme surveilans.
11. Teknik pelaporan.
5. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagiannya). Dengan sendirinya dengan waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera pengelihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
1. Tingkat pengetahuan
Secara garis besar dibagi menjadi empat tingkat pengetahuan, yaitu :
a. Tahu
Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat kembali) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
43
b. Memahami
Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak sekedar
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar
tentang obyek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan /atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,
atau memisahkan, mengelompokkan membuat diagram (bagan) terhadap
pengetahuan atas obyek tersebut.
e. Sintesis
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang memiliki. Dengan kata lain, sintesa adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi
44
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo,2005:50-52).
1. Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan dibagi dalam 2 kelompok :
a. Cara tradisional
Cara ini di pakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Sebelum
ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan logis.
b. Cara modern atau cara ilmiah
Cara modern dilakukan dengan cara mengembangkan metode bersifat induktif dan
melakukan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan
(Notoatmodjo, 2003).
6. Perilaku
1. Pengertian perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk
hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu
berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang
dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :
berjalan, bicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003 : 114).
45
Skinner (1998) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme
dan kemudian organisme tersebut merespons. Skinner membedakan adanya dua
respons yaitu :
a. Respondent response atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.
b. Operant response atau instrumental response, yaitu respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (Notoatmodjo,
2003 : 118).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dibedakan menjadi dua yaitu
:
a. Perilaku tidak tampak
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku tampak
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2005 :
44).
2. Bentuk perilaku
46
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Respon ini
berbentuk 2 macam yakni :
a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seseorang yang menganjurkan orang lain
untuk melakukan perawatan payudara meskipun ia sendiri tidak melakukannya.
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku ini jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya orang yang sudah pernah melakukan perawatan payudara. Oleh karena
perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt
behaviour.
3. Faktor yang mempengaruhi perilaku
Gejala jiwa yang saling mempengaruhi dalam pikiran manusia antara lain :
a. Pengamatan
Pengamatan adalah pengenalan obyek dengan cara melihat, mendengar, meraba,
membau, dan mengecap. Sedangkan melihat, mendengar, meraba, membau, dan
mengecap itu sendiri modalitas pengamatan.
b. Perhatian
Ada dua batasan tentang perhatian, yaitu sebagi berikut :
1. Perhatian adalah pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu obyek.
Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang
sedang dilakukan.
a. Tanggapan
47
Setelah melakukan pengamatan maka akan terjadi gambaran yang tinggal dalam
ingatan inilah yang disebut tanggapan.
b. Fantasi
Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan-tanggapan yang telah ada.
Dalam proses belajar mengajar, fantasi ini sangat penting, dan terwujud dalam daya
kreativitas sasaran belajar.
c. Ingatan
Ingatan adalah kemampuan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan
kesan-kesan. Ingatan yang baik mempunyai sifat-sifat cepat, setia, teguh, luas, dan
siap.
d. Berpikir
Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya idealistis yang mempergunakan abstraksi,
dalam berpikir, orang meletakkan hubungan antara bagian informasi yang ada pada
dirinya berupa pengertian- pengertian.
e. Motif
Motif adalah suatu dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat
diamati. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan alasan tindakan
tersebut (Notoatmodjo, Azwar 2003 : 2007).
7. Perilaku kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta
48
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga kelompok) :
1). Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh
karena itu perilaku kesehatan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek.
(a). Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
(b). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan disini, bahwa kesehatan ini sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang
yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
(c). Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaiknya makanan dan
minuman dapat menjadi menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat
mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap
makanan dan minuman tersebut.
2). Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3). Perilaku kesehatan lingkungan
49
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
8. Bidan Desa
Menurut Depkes RI (2007) bidan adalah seorang perempuan yang lulus
pendidikan bidan, yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara syah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek
kebidanan.
Menurut buku pedoman bidan di tingkat desa di sebutkan Bidan Desa adalah bidan
yang di tempatkan dan bertugas di desa mempunyai wilayah kerja satu sampai dua
desa. Dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan baik di dalam maupun di luar
jam kerja harus bertanggung jawab terhadap kepala Puskesmas (Depkes RI, 1992).
Wewenang umum bidan yaitu bidan yang melayani pertolongan persalinan,
mengawasi kehamilan, penyuluhan kehamilan risiko tinggi mengawasi pertumbuhan
dan perkembangan anak. (Depkes RI, 20002 , ). Kewenangan bidan yang secara rinci
dalam menjalankan tugasnya adalah (1) kewenangan umum yaitu kewenangan yang
diberikan untuk menjalankan tugas yang dapat di pertanggung-jawabkan secara
mandiri, (2) kewenangan khusus yaitu kewenangan untuk melaksanakan kegiatan
yang memerlukan pengawasan dokter, tanggung jawab pelaksanaannya berada pada
dokter yang memberikan wewenang tersebut, (3) kewenangan pada keadaan darurat
yaitu kewenangan melakukan kewenangan pertolongan pertama untuk
menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insan profesi. Segera
50
setelah melakukan tindakan darurat tersebut bidan di wajibkan membuat laporan ke
Puskesmas di wilayah kerjanya,
(4) kewenangan tambahan yaitu, bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh
atasannya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya, sesuai
dengan program pemerintah, pendidikan, dan pelatihan yang diterimanya.
Sesuai dengan kewenangan bidan yang di atur oleh peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 363/Menkes/per/1X/1980 maka ada 15 macam kegiatan pokok
Bidan Desa. Kegiatan tersebut adalah (1) mengenal wilayah, struktur
kemasyarakatan, dan komposisi penduduk serta sistem pemerintahan desa, (2)
mengumpulkan dan menganalisa data serta mengindentifikasi masalah kesehatan
untuk merencanakan penanggulangannya, (3) menggerakkan peran serta masyarakat
melalui pendekatan PKMD dengan melaksanakan pertemuan tingkat desa (PTD)
survai mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD) yang diikuti
dengan menghimpun dan melatih kader sesuai dengan kebutuhan, (4) memberikan
bimbinga teknik kepada kader-kader dan memberikan pelayanan langsung di meja
lima pada setiap kegiatan Posyandu dalam wilayah kerjanya, terutama pelayanan
KIA dan KB serta membantu pelaksanaan imunisasi, (5) melaksanakan pembinaan
anak pra sekolah TK dan masyarakat, (6) melakukan pemeriksaan keadaan kesehatan
lingkungan, (7) memberikan pertolongan persalinan, (8) memberikan pertolongan
pada pasien (orang sakit), kecelakaan dan kedaruratan, (9) melatih dan membina
dukun bayi agar mampu melaksanakan penyuluhan dan membantu deteksi dini ibu
hamil risiko tinggi, (10) melatih dan membina ketua kelompok dasa wisma dalam
bidang kesehatan secara berkala sesuai dengan kebutuhan setempat, (11)
51
menggerakkan masyarakat agar melaksanakan kegiatan dana sehat di wilayah
kerjanya,
(12) mencatat semua kegiatan yang dilakukan dan melaporkan secara berkala
kepada kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan. Bekerja sama dengan staf
Puskesmas dan lembaga sektor lain yang ada di desa antara lain PLKB, pamong
setempat dalam rangka pelayanan kesehatan dan pembinaan peran serta masyarakat,
(13) menghadiri rapat staf (loka karya mini) Puskesmas setiap bulan, (14)
melaksanakan upaya kesehatan sekolah di desa wilayah kerjanya, (15) merujuk
penderita dengan kelainan jiwa dan melakukan perawatan / pengobatan tindak lanjut
pasien dengan kelainan jiwa yang di rujuk oleh Puskesmas.
Kegiatan-kegiatan yang harus di laksanakan antara lain : (1) pendataan
sasaran (ibu hamil, bayi balita, nifas) setiap bulan secara dinamis, (2) membuat
rencana operasional (harian, bulanan, dan tahunan), (3) mengisi kohort dengan, (4)
membuat peta sasaran, (5) membuat autopsy verbal maternal dan perinatal, (6)
melaksanakan pendampingan persalinan dukun bayi, (7) mengikuti pertemuan
pertemuan pembinaan di tingkat Puskesmas maupun Kabupaten, (8) mencatat hasil
kegiatan, melaporkan hasil kegiatan dan membuat data dinding hasil pelayanan
kegiatan, (9) mengisi dan menguasai formulir daftar periksa (check list) supervisi
pembinaan Bidan Desa, (10) memberikan pelayananan (anternal care, pertolongan
persalinan, rujukan, dan pelayanan keluarga berencana / KB), (11) melaksanakan
deteksi dini risiko tinggi dan tindak lanjut rujukan (Depkes RI, 1992). Di Kabupaten
Blitar setiap Poskesdes dikelola oleh sekurang-kurangnya satu orang Bidan Desa dan
dibantu kader kesehatan.
Kaitan pelatihan safe community dengan pengembangan Desa Siaga
52
Pendekatan pengembangan Desa Siaga dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud adalah membantu /
memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran (pengorganisasian
masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap (1) mengidentifikasi masalah
penyebab masalah dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
masalah, (2) mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif pemecahan masalah,
(3) menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan
melaksanakan, serta memantau, mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-
upaya yang telah dilakukan (Depkes RI, 20061 , ).
Dalam pemberdayaan masyarakat di desa sangat tergantung oleh peran petugas
kesehatan yang ada di desa tersebut. Di Kabupaten Blitar satu-satunya sumber daya
manusia kesehatan yang jumlahnya sangat banyak dan keberadaannya cukup merata
diseluruh desa adalah Bidan Desa. Bidan Desa adalah pihak yang mempunyai
pengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat yang dapat menciptakan iklim
kondusif untuk melakukan perubahan perilaku individu dan keluarga di desa. Hal
tersebut sesuai dengan wewenang, tugas pokok, dan kegiatan yang dapat dilakukan
Bidan Desa.
Penilaian hasil pelatihan safe community bagi kader kesehatan dan Bidan
Desa dalam pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari keberhasilan kader dan
Bidan Desa menjalankan tugas pokok dan kegiatan sesuai dengan kewenangannya
sebagai Bidan Desa dan kader dalam mengelola komponen-komponen yang
membentuk sistem kesehatan desa yang terdiri dari upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan,sumber daya obat, dan perbekalan
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan (Depkes, 2007).
53
Dalam mengelola Pos Kesehatan Desa dan melakukan pemberdayaan
masyarakat, bidan harus mampu melakukan manajemen kerja dengan baik. Bidan
melakukan manajemen kerja malalui pendekatan fungsi manajemen. Menurut Teri
dalam Sarwoto (1991) mengelompokan dan membedakan rangkaian kegiatan
manajemen dalam empat fungsi pokok yaitu planning (perencanaan), organising
(perorganisasian), actuating (pengarahan), dan controlling ( pengendalian).
Sedangkan Sirait (2006) memberikan penjelasan fungsi-fungsi manajemen
sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan berarti menetapkan terlebih dahulu program-program yang dapat
memberikan andil terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
b. Pengorganisasian
Setelah program-program disusun dan ditetapkan, perlu dibentuk organisasi
yang akan melaksanakan program-program tadi, oganisasi adalah alat untuk
mencapai tersebut.
c. Pengarahan
Fungsi ini akan menumbuhkan kemauan pegawai untuk mulai bekerja
secara efektif.
d. Pengendalian
Kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses pengendalian berupa
observasi terhadap kegiatan-kegiatan dengan perencanaan. Di samping itu juga
54
melakukan koreksi-koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi selama rencana
sedang dilaksanakan.
9. Desa Siaga
1. Definisi
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah- masalah
kesehatan, bencana, dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah desa
dikatakan menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-
kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007).
2. Tujuan Desa Siaga
Tujuan umum
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.
Tujuan khusus
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan.
2. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap
risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Meningkatkan keluarga sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat.
4. Meningkatkan kesehatan lingkungan desa.
5. Meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.
3. Sasaran pengembangan Desa Siaga.
55
1. Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Para pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku
individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut.
3. Para pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan, peraturan
perundangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain.
4. Pos kesehatan desa
Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat desa. UKBM yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Warung Obat Desa, Pondok
Persalinan Desa (Polindes), Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga, dan
lain-lain (Depkes, 2007).
Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa,
Poskesdes memiliki kegiatan :
Pengamatan epidemiologi sederhana terhadap penyakit terutama penyakit menular
yang berpotensi menimbulkan :
1. Kejadian Luar Biasa (KLB) dan faktor risikonya termasuk status gizi
serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB serta faktor risikonya termasuk kurang
gizi.
56
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawat darutan
kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar sesuai dengan kompetensinya.
5. Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyehatan lingkungan, dan lain-
lain.
Dengan demikian Poskesdes diharapkan sebagai pusat pengembangan atau
revitalisasi berbagai UKBM yang ada di masyarakat desa. Dalam melaksanakan
kegiatan tersebut, Poskesdes harus didukung oleh sumber daya seperti tenaga
kesehatan (minimal seorang bidan) dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang
kader. Selain itu juga harus disediakan sarana fisik berupa bangunan, perlengkapan
dan peralatan kesehatan serta sarana komunikasi seperti tilpon, ponsel atau kurir.
Untuk sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara /
alternatif yaitu mengembangkan Polindes yang telah ada menjadi Poskesdes,
memanfaatkan bangunan yang sudah ada misalnya Balai Warga / RT, Balai Desa dan
lain-lain serta membangun baru yaitu dengan pendanaan dari pemerintah (Pusat atau
Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.
5. Tahapan pembentukan dan pengembangan Desa Siaga
Syarat bagi sebuah desa dikatakan sebagai Desa Siaga adalah apabila di
desa tersebut telah terdapat sebuah Poskesdes. Berdasarkan definisinya, Poskesdes
adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa
dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa.
57
Karena Poskesdes merupakan sebuah upaya kesehatan yang bersumber
daya dari masyarakat maka untuk mewujudkannya masyarakat harus berdaya, untuk
itu diperlukan pemberdayaan. Menurut Kartasasmita (1995), pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
masyarakat (empowering).
Menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur (20063 , ), pengembangan Desa Siaga
dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi / mendampingi masyarakat untuk
menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang
terorganisasi yang dilakukan oleh forum masyarakat desa (pengorganisasian
masyarakat), yaitu dengan menempuh tahap-tahap :
1. Mengindentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan
masalah.
3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak merencanakan dan
melaksanakannya, serta
4. Memantau, mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah
dilakukan.
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besar
langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan tim petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya
dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan
yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknik maupun petugas
58
administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau
pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Keluaran atau output dari langkah ini adalah para petugas yang memahami tugas dan
fungsinya, serta siap bekerja sama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan
kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.
2. Pengembangan tim di masyarakat
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh
masyarakat, serta masyarakat (forum masyarakat desa), agar mereka tahu dan mau
bekerja sama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam langkah ini
termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana
atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan
lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar
mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.
Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan finansial
atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam
rangka pengembangan Desa Siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang
kesehatan seperti forum kesehatan desa, consil kesehatan kecamatan atau badan
penyantun Puskesmas, lembaga pemberdayaan desa, PKK, serta organisasi
kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikut sertakan dalam
setiap pertemuan dan kesepakatan.
6. Survei mawas diri
59
Survei mawas diri (SMD) atau telaah mawas diri (TMD) atau community self
survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah
mawas diri untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat
setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka
menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat atau
tekat untuk mencari solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu,
sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan ketrampilan bagi mereka.
Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan
serta daftar potensi di desa yang dapat didaya gunakan dalam mengatasi masalah-
masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.
1. Musyawarah masyarakat desa
Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) ini adalah
mencari alternatif penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes
dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu juga untuk menyusun
rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang
telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh perempuan dan generasi muda setempat.
Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau
mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan
advokasi).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disampaikan, utamanya adalah
daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat.
60
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, serta langkah-
langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan pengembangan Desa Siaga.
1. Pelaksanaan kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai
berikut :
2. Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga
Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan
khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil
masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan
tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
3. Orientasi / pelatihan kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang
telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan pedoman
orientasi / pelatihan yang berlaku.
Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa
dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam
rencana operasional), yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum,
pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pembangunan dan pengelolaan UKBM
lain serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, siap antar
jaga, keluarga sadar gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit
61
menular, penyediaan air bersih, dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB PLP),
kegawat daruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana.
Keadaan Luar Biasa (KLB), Pos Obat Desa (POD), diversifikasi pertanian tanaman
pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA),
kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan lain- lain.
4. Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain.
Dalam hal ini pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari Polindes
yang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan
dalam rencana kerja alternatif lain pembangunan Poskesdes. Dengan demikian
diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan
fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur,
membangun baru dengan swadaya masyarakat atau memodifikasi bangunan lain
yang ada.
Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan
membentuk UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman
kepada panduan yang berlaku.
5. Penyelenggaraan kegiatan Desa Siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telah
ditetapkan sebagai Desa Siaga. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan
dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem
surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan, dan penanggulangan
kegawat daruratan, dan bencana, pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang
yang berpotensi menimbulkan KLB, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat
menuju kadarzi dan PHBS serta penyehatan lingkungan. Di Poskesdes
62
diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain
dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.
Secara berkala kegiatan Desa Siaga di bimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang
hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga
selanjutnya secara lintas sektoral.
6. Pembinaan dan peningkatan
Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh peran sektor lain,
serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu
adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari
pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui temu jejaring UKBM
secara internal di dalam desa sendiri dan atau temu jejaring antar Desa Siaga
(minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain memantapkan kerjasama, juga
diharapkan dapat menyediakan wahana tukar menukar pengalaman dan memecahkan
masalah masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah
pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan
yang bersasaran desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para
kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya upaya
untuk memenuhi kebutuhan pada kader agar tidak drop out, kader-kader yang
memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologisnya harus diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kader-
kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu
untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji / insentif
atau fasilitas agar dapat berwira usaha.
63
Dalam proses pemberdayaan inilah diperlukan peran pendamping untuk
mengarahkan sumberdaya apa saja yang dapat mendukung dalam pengembangan
Desa Siaga. Berkaitan dengan keterlibatan fasilitator (pelaku pemberdayaan) dalam
mengawal proses pemberdayaan terhadap warga masyarakat, Sumodiningrat (2000)
menjelaskan bahwa, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai
target masyarakat mampu mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun
dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Meskipun demikian dalam rangka
menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan
kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran.
Sedangkan pengembangan Desa Siaga di indikasikan dengan faktor- faktor
sebagai berikut :
1. Adanya forum masyarakat desa.
2. Memiliki pelayanan kesehatan dasar.
3. Ada UKBM mandiri yang dibutuhkan masyarakat desa setempat.
4. Dibina Puskesmas poned ( pelayanan obstetri neonatal dasar ).
5. Memiliki sistem surveilans (faktor risiko dan penyakit) berbasis masyarakat.
6. Memiliki sistem kewaspadaan dan kegawat daruratan bencana berbasis
masyarakat.
7. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.
8. Memiliki lingkungan yang sehat.
9. Masyarakatnya berperilaku hidup bersih dan sehat.
Dengan kriteria pencapaian Desa Siaga sebagai berikut :
1. Bina jika memenuhi indikator 1 sampai dengan 3.
2. Tumbuh jika memenuhi indikator 1 sampai dengan 5.
64
3. Kembang jika memenuhi indikator 1 sampai dengan 7.
4. Mandiri / paripurna jika memenuhi indikator 1 sampai dengan 9.
10. Hubungan pelatihan safe community dengan pengetahuan dan perilaku Bidan
Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
Menurut Noe (2003). Pelatihan adalah upaya terencana dari sebuah organisasi
dalam memfasilitasi pembelajaran yang dilakukan karyawan terkait dengan
kompetensi yang mereka miliki dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaanya.
Kompetensi dimaksud meliputi pengetahuan.kemampuan / keahlian dan perilaku
yang sangat penting bagi kesuksesan peran karyawan. Pelatihan ditujukan untuk
memperkuat kompetensi karyawan dalam hal pengetahuan, kemampuan / keahlian
dan perilaku yang diberikan pada program pelatihan sehingga mampu diaplikasikan
pada kegiatan penyelesaian tugas. Selain itu untuk meraih keunggulan kompetetif
dengan melibatkan lebih dari sekedar pengembangan kemampuan dasar. Pelatihan
safe community adalah salah satu bentuk upaya meningkatkan pengetahuan dan
perilaku Bidan Desa dalam kegawat daruratan medik berdasarkan kompetensi,
pengamatan penyakit berbasis masyarakat, masalah gizi, promosi kesehatan, yang
pada gilirannya akan dapat mempercepat pengembangan Desa Siaga di Kabupaten
Blitar sedangkan fungsi Poskesdes adalah (1) sebagai tempat untuk memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, (2) sebagai tempat untuk
melakukan pembinaan kader / pemberdayaan masyarakat serta forum komunikasi
pembangunan kesehatan desa, (3) sebagai tempat memberikan pelayanan kesehatan
dasar termasuk kefarmasian sederhana untuk deteksi dini dan penanggulangan
pertama kasus kegawat darurat (DinKes Jatim, 2001).
65
meliputi (1) pelayanan kesehatan ibu, (2) pelayanan KB, (3)
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh safe community) pelayanan kesehatan
Neonatal, Bayi, Balita, dan Pra sekolah, (4) pelayanan imunisasi dasar bayi, (5)
pelayanan gizi, (6) perawatan kesehatan untuk kasus dengan gejala tertentu, (7)
pelayanan pengobatan sederhana dan deteksi dini penyakit, (8) pelayanan kegawat
daruratan, (9) pelayanan laboratorium, (10) pelayanan kefarmasian (DinKes Jatim,
20062 , ).
Indikator keberhasilan pelatihan safe community adalah (1) keberhasilan proses
pembangunan berwawasan kesehatan, (2) keberhasilan pemberdayaan individu,
keluarga, dan masyarakat, (3) keberhasilan pelayanan kesehatan, ( 4) keberhasilan
kesehatan masyarakat.
B. KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konseptual yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Bidan Desa
Pelatihan safe community
66
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konseptual
Keterangan : Yang bercetak tebal yang diteliti
C. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan perilaku
Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
analitik dengan pendekatan eksperimen kuasi yaitu before and after with control
design (Murti, 2004 ).
Pengetahuan Bidan Desa
Perilaku Bidan Desa
Kemandirian masyarakat Bidang kesehatan
Desa Siaga
67
Gambar 3.1 Bagan desain penelitian
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian adalah di Kabupaten Blitar dan waktu penelitian adalah
bulan Juni dan Juli, tahun 2008.
C. SUBYEK PENELITIAN
1. Populasi sumber adalah Bidan Desa di Kabupaten Blitar yang dicanangkan diberi
pelatihan safe community oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, berjumlah 248
Bidan Desa.
Populasi sumber Bidan Desa di Kabupaten Blitar sejumlah 248 Bidan
Desa
Sampel 68 Bidan Desa
Kontrol/Bidan Desa tanpa pelatihan safe community
Sejumlah 32 Bidan Desa
Bidan Desa dengan pelatihan safe community
Sejumlah 36 Bidan Desa
Sebelum sesudah 2 minggu sesudah Sebelum
Analisa data
Pengukuran Variabel
sesudah 2 minggu sesudah
Interpretasi
68
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi Bidan Desa dari
desa yang dicanangkan sebagai Desa Siaga di Kabupaten Blitar berjumlah 68 orang
Bidan Desa.
3. Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, pengambilan
sampel dengan mempertimbangkan kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh
peneliti (Murti, 2004).
Metode untuk memilih subyek penelitian dengan pembatasan tertentu disebut
retriksi, disebut juga admissibility criteria (Gerstman, 1998 dalam Murti. 2004)
mencakup kriteria inklusi dan eksklusi. Agar diperoleh kesimpulan yang benar
(valid) tentang hubungan / pengaruh variabel, maka pada tahap pengumpulan data
peneliti harus mengukur variabel-variabel dengan benar dan tidak bias pada subyek
penelitian dari masing-masing kelompok studi. Adapun dalam penelitian ini kriteria
inklusinya adalah sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
1. Merupakan Bidan Desa.
2. Status PNS / CPNS / PTT.
3. Berusia kurang dari 36 tahun.
4. Pendidikan terakhir P2B atau diploma III kebidanan.
5. Tidak mengikuti pelatihan / kursus manajemen yang lain dalam 1 tahun terakhir.
6. Lama bekerja minimal 1 tahun.
Penjelasan kriteria inklusi :
69
Untuk mendapatkan unit analisa yang homogen sehingga meminimalkan bias
baik bias seleksi atau bias deteksi.
4. Besar sampel
Menurut Murti (20061 , ) ukuran sampel minimal untuk analisis bivariat
setelah melakukan restriksi terhadap populasi sumber adalah 30 subyek. Pada
penelitian ini sebagai unit analisa adalah Bidan Desa sebanyak 36 responden, dan
sebagai kontrol adalah Bidan Desa sebanyak 32 responden yang diambil secara
purposive.
D. VARIABEL PENELITIAN
Dalam penelitian ini variabelnya adalah :
1. Variabel independen :
Pelatihan safe community kepada Bidan Desa.
2. Variabel dependen :
· Pengetahuan Bidan Desa tentang safe community dalam mengembangkan
Desa Siaga.
· Perilaku Bidan Desa tentang safe community dalam mengembangkan
Desa Siaga.
70
E. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pelatihan safe community
a. Adalah proses pendidikan jangka pendek yang sistematis dan terorganisir untuk
mencapai skill / ketrampilan yang spesifik tentang safe community, penanganan
kegawat daruratan medik sesuai kompetensi dan kewenangan, promosi kesehatan,
penanggulangan penyakit menular berbasis masyarakat, dan deteksi gangguan gizi
oleh masyarakat dalam bingkai Desa Siaga yang diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Blitar.
b. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner / check list
Dikategorikan :
1. Subyek yang mengikuti pelatihan.
2. Subyek yang tidak mengikuti pelatihan.
c. Skala data
Skala data : kategorikal (Murti, 20062 , ).
2. Pengetahuan tentang safe community
adalah segala sesuatu dari hasil tahu Bidan Desa tentang safe community yang
didapat dari pelatihan safe community yang diadakan Dinas Kesehatan Kabupaten
Blitar terdiri dari pengetahuan sebelum pelatihan, pengetahuan setelah pelatihan, dan
pengetahuan 2 minggu setelah pelatihan safe community.
b. Alat ukur
Alat ukur menggunakan koesioner dengan 20 pertanyaan / check list
Variasi nilai : Benar = 1, Salah = 0
c. Skala data
71
Skala data : Kontinu (Murti, 20062 , )
3. Perilaku bidan di desa tentang safe community
Adalah segala sesuatu yang berupa tindakan dan perbuatan yang terkait dengan
pelaksanaan Desa Siaga yang terdiri dari perilaku sebelum pelatihan, perilaku setelah
pelatihan dan 2 minggu setelah pelatihan safe community.
Instrumen / alat ukur : lembar observasi / check list
Skala data : skala kontinu.
b. Alat ukur menggunakan koesioner dengan 20 pertanyaan
Variasi nilai : Ya = 1, Tidak = 0
c. Skala data
Skala data : Kontinu (Murti, 20062 , )
Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner
F. KISI-KISI KUESIONER
Variabel Indikator
Nomor item soal
1. Safe community / Desa Siaga.
2. Promosi Kesehatan.
3. Pemberantasan Penyakit Berbasis Masyarakat. 4. Kadarzi. 5. Kegawat darutan.
Pengetahuan dan perilaku
Pengetahuan dan perilaku
Pengetahuan dan perilaku
Pengetahuan dan perilaku Pengetahuan dan perilaku
1, 2, 3, dan 4.
5, 6,7, dan 8.
9, 10, 11, dan 12.
13, 14, 15, dan 16. 17, 18, 19, dan 20.
G. INTERVENSI DAN INSTRUMENTASI PENELITIAN
72
Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan wawancara dan
pengisian kuesioner tentang usia bidan, tingkat pendidikan bidan, masa kerja bidan,
selain tugas pokok Bidan Desa. Data yang dikumpulkannya berupa data primer dan
sekunder. Data primer berasal dari kuesioner tentang karakteristik responden,
sedangkan data sekunder dari dokumen Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
Uji validitas dan uji reliabilitas terhadap butir soal, peneliti tidak lakukan
karena butir soal kuesioner adalah butir soal yang sudah dibakukan oleh Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur, sehingga peneliti berasumsi butir soal telah
melewati proses seperti tersebut.
H. RENCANA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data ditentukan
berdasarkan tujuan analisis, jumlah variabel, dan tipe atau skala dari variabel.
Berikut adalah langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan.
1. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
Metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelatihan
safe community terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan Desa dalam
mengembangkan Desa Siaga adalah independent sample t test (parametrik) sehingga
dapat diketahui apakah terdapat perbedaan antara dua subyek yaitu responden yang
mengikuti pelatihan / kelompok perlakuan dengan responden yang tidak mengikuti
pelatihan / kelompok kontrol (Murti, 2004).
73
SPPS akan menampilkan dua uji t, yaitu uji t dengan asumsi varian kedua kelompok
sama (equal variances assumed) dan uji t dengan asumsi varian kedua kelompok
tidak sama (aqual variances not assumed). Untuk memilih mana yang dipakai, dapat
dilihat uji kesamaan varian melalui uji Levena’s test. Apabila nilai Levena’s test p <
alpha (0,05) maka varian berbeda dan bila p > alpha (0,05) maka varian sama
(equal). Selanjutnya dicari p value uji t pada bagian varian tersebut di kolom sig (2
tailed) (Murti, 2004).
Pengambilan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan nilai signifikansi dari
statistik uji. Variabel pelatihan safe community dikatakan berpengaruh terhadap
pengetahuan dan perilaku apabila terdapat perbedaan pengetahuan dan perilaku
antara responden yang mengikuti pelatihan dengan responden yang tidak mengikuti
pelatihan, apabila nilai signifikansi lebih kecil dari tingkat ketelitian 0,05 (Murti,
2004).
Dalam penelitian ini variabel independen (pelatihan safe community)
terhadap variabel dependen (pengetahuan responden) diukur selama 3 kali
pengukuran yaitu sebelum, sesudah, dan 2 minggu sesudah perlakuan baik kepada
kelompok perlakuan atau kelompok kontrol. Sedangkan variabel independen
(pelatihan safe community ) terhadap variabel dependen perilaku responden diukur 2
kali yaitu sebelum dan sesudah 2 minggu setelah perlakuan baik kepada kelompok
perlakuan atau kelompok kontrol.
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen :
74
1. Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang disusun dan telah diuji untuk
diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi
yang benar secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian.
2. Observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Observasi bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh
suatu pemahaman atau sebagai alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi
yang telah diperoleh sebelumnya (Rahayu, 2004). 3. Interview / wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik, dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Hadi, 2003) dalam (Rahayu,
2004). Maksud mengadakan wawancara secara umum adalah untuk menggali
struktur kognitif dari perilaku subyek yang diteliti dan juga menjadi pelengkap dari
metode pengukuran lain.
4. Probing yaitu penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai sesuatu hal
karena hasil yang didapat dari kuesioner atau wawancara didapatkan informasi yang
ekstrim sifatnya.
Probing bertujuan untuk menghindari perbedaan persepsi antara pewawancara atau
peneliti dengan orang yang di wawancarai mengenai sesuatu hal. Probing diperlukan
karena beberapa alasan seperti berikut :
1. Klarifikasi jika pewawancara memerlukan lagi informasi tentang hal yang
dipersoalkan sebelumnya.
2. Kesadaran kritis, jika responden diminta untuk memutuskan, menanggapi,
menilai, atau memberikan contoh tentang sesuatu.
75
3. Penjelasan, jika pewawancara memerlukan informasi tambahan mengenai
berbagai aspek dari suatu pertanyaan.
4. Refokus, jika responden ditanyai untuk mengaitkan, membandingkan atau
mempertanggungkan-jawabkan dengan topik atau ide, atau jika ditanyai
untuk memikirkan altternatif pemecahan atau hubungan sebab akibat.
5. Informasi tentang intensitas perasaan responden, pertanyaan yang diajukan
berkisar bentuk pertanyaan pribadi, pertanyaan alasan mengapa, sampai pada
intensitas (Ardani, 2004).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap bidan di desa yang bertugas di Kabupaten
Blitar dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Didapatkan sebanyak 248
orang Bidan Desa yang bertugas tersebar di 248 desa sebagai responden yang terdiri
dari kelompok kasus (bidan dengan pelatihan safe community) sebanyak 36
responden dan kelompok kontrol (bidan dengan tidak mendapat pelatihan safe
community sebanyak 32 responden).
Secara administratif jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar
sebanyak 22 kecamatan, dari 22 kecamatan tersebut terbagi lagi menjadi 248. Desa /
kelurahan dengan rincian adalah 220 dengan status desa serta 28 dengan status
kelurahan sedangkan jumlah dusun / lingkungan pada tahun 2007 tercatat sebanyak
76
666. Dilihat dari komposisi jumlah desa / kelurahan di Kabupaten Blitar, kecamatan
Srengat memiliki jumlah desa terbanyak, yaitu sebesar 16 desa. Sementara itu
kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar adalah kecamatan Sutojayan
dengan luas wilayah sebesar 164, 54 km (BPS, 2007).
Tabel IV.1 Jumlah sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Blitar
No Jenis Sarana Tahun 2008
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Apotek Pemerintah
Apotek Swasta
Balai Pengobatan
BKIA
Laboratorium klinik
Optikal
Pengobatan tradisional
Polindes
Posyandu
Puskesmas dengan rawat inap
Puskesmas Pembantu
Puskesmas tanpa rawat inap
Rumah Bersalin
Rumah sakit
10
32
12
2
12
5
289
220
1461
10
68
14
8
6
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar 2007
77
Tabel IV.2 Pola 10 besar penyakit di Puskesmas Kabupaten Blitar
No Kode Jenis penyakit Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1803
1800
2102
33
16
1804
3101
3102
0102
34
Penyakit akut lain pada saluran
pernafasan atas
Penyakit saluran pernafasan
bagian atas
Gastritis
Penyakit pada sistem otot dan
jaringan pengikat
Penyakit tekanan darah tinggi
Penyakit lain pada saluran
pernafasan atas
Penyakit kulit infeksi
Penyakit kulit alergi
Diare
Penyakit lainnya
87.954
52.705
49.382
45.492
39.139
35.510
28.185
28.154
25.604
24.368
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar 2007
78
Tabel IV.3 Distribusi jumlah desa dan Bidan Desa menurut Puskesmas. No Puskesmas Jumlah Desa Bidan Desa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Bakung
Wonotirto
Margomulyo
Wates
Binangun
Sutojayan
Kademangan
Kanigoro
Talun
Selopuro
Kesamben
Selorejo
Doko
Wlingi
Gandusari
Garum
Nglegok
Sanankulon
Ponggok
11
8
10
8
12
11
15
12
14
8
10
10
10
5
5
9
7
6
10
11
8
10
8
12
11
15
12
14
8
10
10
10
5
5
5
7
6
10
79
20
21
22
23
24
Srengat
Wonodadi
Udanawu
Bacem
Slumbung
16
11
12
5
5
16
11
12
5
5
Jumlah 248 248
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar 2007.
Tabel no:IV.3 diperoleh gambaran bahwa semua desa di Kabupaten Blitar ditempatkan Bidan Desa. Hal ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya 248 di Kabupaten Blitar pada akhir tahun 2008. Permasalahan kesehatan yang muncul di Kabupaten Blitar antara lain masih
munculnya atau ditemukannya kasus penyakit menular seperti DBD (demam
berdarah dengue), tuberculois paru, kusta, diare, ISPA (infeksi saluran pernafasan
atas), dan HIV / AIDS. Beberapa diantaranya berpotensi KLB (kejadian luar biasa)
dan penyebarannya merata diseluruh wilayah kabupaten seperti DBD dan AFP.
Selain itu juga makin bertambahnya jumlah penderita penyakit tidak menular seperti
jantung, stroke, hipertensi, diabetes, penyakit paru obstruksi kronik, dan kanker jenis
tertentu.
Penyebaran masalah kesehatan yang muncul di Kabupaten Blitar.
Terdapat dua klasifikasi peta penyebaran kasus DBD sebagai berikut :
a. Kecamatan yang merupakan daerah endemis adalah semua kecamatan di
wilayah Kabupaten Blitar kecuali kecamatan Binangun dan Kecamatan
Wates.
b. Kecamatan yang merupakan daerah terjangkit adalah semua Kecamatan di
Kabupaten Blitar (Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar).
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Blitar tahun 2008 juga ditemukan 6
kasus AFP di wilayah Puskesmas Kanigoro, Wates, Srengat, Wlingi, Lodoyo, dan
80
Wonodadi. Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Propinsi semua
dinyatakan negatif AFP.
Pemberitahuan informasi melalui pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan
pengetahuan, selanjutnya akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya seseorang akan
melakukan praktek sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki, yang tentunya
memerlukan waktu yang lama. Sebelum seseorang mengadopsi praktek, ia harus
terlebih dahulu tahu apa arti dan manfaat praktek tersebut bagi dirinya. Setelah
seseorang mengetahui, selanjutnya akan menilai atau bersikap.
Seluruh desa / kelurahan di Kabupaten Blitar yang terdiri dari 220 desa dan 28
kelurahan merupakan potensi yang ditunjukkan dengan (a) tersedianya sarana
pelayanan kesehatan dasar di semua desa, (b) adanya pembiayaan kesehatan di
tingkat desa seperti keberadaan dana sehat, (c) adanya kesiapsiagaan masyarakat
dalam penanganan kegawat daruratan yang disediakan melalui UKBM yang ada
seperti keberadaan Posyandu.
Tahapan pembentukan Desa Siaga dimulai sejak tahun 2006 diawali dengan 168 desa
dipersiapkan menjadi Desa Siaga.
Melalui kegiatan, antara lain : (a) pengembangan Polindes sebagai UKBM yang
mampu menangani kegawat daruratan, (b) peningkatan sadar gizi melalui
pemanfaatan pekarangan untuk tanaman organik, (c) pengembangan Posyandu
dengan kegiatan deteksi dini melalui perambuan bumil risti, status gizi bayi / balita,
dan status kesehatan lansia, dan pengembangan Asuh (e) pengembangan sistem
informasi desa melalui forum komunikasi yang ada di desa. Kegiatan tersebut
diawali dengan pembentukan kelembagaan.
81
di tingkat desa yaitu pembentukan tim FFD (Forum Fasilisator Desa) dan
penempatan Bidan Desa di setiap desa.
Tahap selanjutnya adalah pengembangan 27 desa baru yang tersebar di 22
kecamatan sehingga pada akhir tahun 2008 diharapkan sebanyak 248 desa telah
menjadi Desa Siaga.
2. Karakteristik responden
a. Umur responden
Tabel IV.4 Distribusi responden menurut kelompok umur.
Kelompok umur
(tahun)
Perlakuan Kontrol Jumlah %
< / = 25
26 – 30
31 – 35
9
21
6
5
20
7
14
41
13
20, 59
60, 30
19, 11
Jumlah 36 32 68 100
Tabel No:IV.4 sebagaian besar Bidan Desa berumur 26-30 tahun atau sekitar 41 responden (60, 30%). Umur responden secara rinci dapat dilihat pada diagram pie dibawah ini.
Gambar 1. Diagram umur responden Gambar IV.1. Diagram umur responden Gambar IV.2. Diagram umur responden
25%
58%
17% 1 2 3
16%
62%
22% 1 2 3
82
kelompok perlakuan. kelompok kontrol.
b.Masa kerja responden
Tabel IV.5 Distribusi responden menurut lama kerja Bidan Desa Lama bekerja Kelompok
perlakuan
Kelompok
kontrol
Jumlah %
< 5 tahun
5 – 10 tahun
> 10 tahun
18
16
2
21
8
3
39
24
5
57,35
35,30
7,35
Jumlah 36 32 68 100
Tabel No: IV.5 responden yang bekerja selama < 5 tahun yaitu sejumlah 39 orang (57, 35%). Lama kerja Bidan Desa secara rinci dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini.
Gambar IV.3. Diagram lama kerja Gambar IV.4. Diagram lama kerja
50% 44%
6% 1 2 3 66%
25% 9%
1 2 3
83
kelompok perlakuan. kelompok kontrol.
c. Jenjang pendidikan responden
Tabel IV.6 Distribusi responden menurut pendidikan Bidan Desa.
Pendidikan
responden
Kelompok
perlakuan
Kelompok
kontrol
Jumlah %
P2 Bidan
D-III Kebidanan
29
7
26
6
55
13
80,89
19,11
Jumlah 36 32 68 100
Jenjang pendidikan responden secara rinci dapat dilihat pada diagram pie dibawah ini :
Gambar IV.5. Diagram pendidikan Gambar IV. 6. Diagram pendidikan kelompok perlakuan. kelompok kontrol.
81%
19%
1 2
81%
19%
1 2
84
c. Tugas tambahan bidan
Tabel IV.8. Distribusi responden kelompok perlakuan menurut tugas pokok dan tugas tambahan.
Status Tugas
pokok
KIA KB Imunisasi JPS Tidak
ada
Total
Perlakuan 36 8 12 9 5 2 36
Kontrol 32 4 7 9 9 3 32
Gambar IV.7. Diagram tugas tambahan Gambar IV.8. Diagram tugas tambahan kelompok perlakuan. kelompok kontrol.
22%
33% 25%
14% 6% 1 2 3 4 5
13%
22%
28%
28%
9% 1 2 3 4 5
85
Tabel IV.9. Skor pengetahuan sebelum, sesudah, dan 14 hari sesudah pelatihan
Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Waktu
n mean SD n mean SD
Sebelum 36 32
Sesudah 36 32
14 hari
sesudah
36 32
Tabel IV.10. Skor perilaku sebelum dan 14 hari sesudah pelatihan
Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Waktu
n mean SD n mean SD
Sebelum 36 32
14 hari
sesudah
36 32
B. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
1. Pengujian pengaruh variabel independen (pelatihan safe community) terhadap
variabel dependen (pengetahuan dan perilaku).
86
Metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh
pelatihan safe community terhadap dua sampel bebas (pengetahuan dan perilaku safe
community) antara kelompok perlakuan dan kontrol adalah uji t independen.
Metode tersebut pada dasarnya digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan rata-rata secara bermakna antara dua kategori variabel pelatihan yaitu
responden yang mengikuti pelatihan dengan responden yang tidak mengikuti
pelatihan.
Tabel. IV.11. Hasil analisis perbedaan perubahan mean pengetahuan sebelum pelatihan, dan sesudah pelatihan, antara kelompok perlakuan, dan kelompok kontrol.
A) Perubahan mean pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan
n Mean SD t p
Pelatihan
Kontrol
36
32
2.19
0.38
1.22
0.91
6.93
-
0.000
-
Tabel No: IV.11 menunjukkan hasil uji statistik tentang perbedaan perubahan
mean pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan antara kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol.
Rata-rata peningkatan pengetahuan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari
pada kelompok kontrol. Perbedaan tersebut secara statistik sangat bermakna /
signifikan dengan ditunjukkan (t.6.93 : p. 0.000).
87
Tabel IV. 12. Hasil analisis perbedaan perubahan mean pengetahuan sebelum pelatihan, dan 14 hari setelah pelatihan, antara kelompok perlakuan, dan kelompok kontrol.
B) Perubahan mean pengetahuan sebelum dan 14 hari sesudah
pelatihan
n Mean SD t p
Pelatihan
Kontrol
36
32
1.89
0.28
2.25
1.11
3.79
-
0.000
-
Tabel 1V.12 menunjukkan hasil uji statistik tentang perbedaan perubahan mean
pengetahuan sebelum pelatihan dan 14 hari sesudah pelatihan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
Rata-rata peningkatan pengetahuan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari
pada kelompok kontrol. Perbedaan tersebut secara statistik sangat bermakna /
signifikan dengan ditunjukkan (t.3.79 : p. 0.000).
88
Tabel IV.13. Hasil analisis perbedaan perubahan mean perilaku sebelum pelatihan dan 14 hari setelah pelatihan, antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
C) Perubahan mean perilaku sebelum dan 14 hari sesudah pelatihan
n Mean SD t p
Pelatihan
Kontrol
36
32
12.53
0.09
4.80
2.62
13.03
-
0.000
-
Tabel IV.13 menunjukkan hasil uji statistik tentang perbedaan perubahan mean
pengetahuan sebelum pelatihan dan 14 hari sesudah pelatihan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
Rata-rata peningkatan pengetahuan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari
pada kelompok kontrol. Perbedaan tersebut secara statistik sangat bermakna /
signifikan dengan ditunjukkan (t.13.03 : p. 0.000).
Gambar IV.9. Perubahan mean pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan.
Gambar IV.9 menunjukkan bahwa mean perubahan pengetahuan sebelum dan
sesudah pelatihan lebih tinggi pada kelompok perlakuan daripada kelompok kontrol.
Nomor 45 menunjukkan bahwa responden dengan nomor tersebut ekstrim
Status pelatihan
Perlakuan Kontrol
5
4
3
2
1
0
-1
45
p e l a t i h a n
89
dalam perubahan peningkatan pengetahuannya melebihi rata-rata kelompok kontrol.
Gambar IV.10. Perubahan mean pengetahuan dan 14 hari sesudah pelatihan.
Gambar IV.10 menunjukkan bahwa mean perubahan pengetahuan sebelum dan 14
hari sesudah pelatihan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari pada kelompok
kontrol. Nomor 21 menunjukkan bahwa responden dengan nomor tersebut ekstrim
dalam tidak ada peningkatan pengetahuan yang diluar rata-rata kelompok perlakuan.
Gambar IV.11. Perubahan mean perilaku sebelum dan 14 hari sesudah pelatihan.
Gambar IV.11 menunjukkan bahwa mean perubahan perilaku sebelum dan 14 hari
sesudah pelatihan lebih tinggi pada kelompok perlakuan dari pada kelompok kontrol.
Pelatihan Kontrol 6
4
2
0
-2
-4
21
Status pelatihan
Status pelatihan
Pelatihan Kontrol
20
15
10
5
0
-5 16
20
3
p e l a t i h a n
p e l a t i h a n
90
Nomor 16, 3, dan 20 menunjukkan bahwa responden dengan nomor tersebut ekstrim
dalam tidak ada peningkatan perilaku dan di luar rata-rata kelompok perlakuan.
C. PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu
1. Pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan
Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
91
Pada penelitan ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan safe community
terhadap pengetahuan Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga dengan cara
membedakan selisih rata-rata pengetahuan responden yang mendapat perlakuan dan
yang tidak mendapat perlakuan. Berdasarkan uji statistik independent sample t test
terlihat bahwa nilai signifikansi variabel pengetahuan adalah sebesar (t 6.93 : p
0.000) atau bisa dikatakan jauh lebih kecil dari tingkat ketelitian 0,05. Sedangkan
untuk mengetahui pengaruh pelatihan safe community terhadap pengetahuan Bidan
Desa sebelum pelatihan dan 14 hari sesudah pelatihan adalah dengan uji statistik
independent sample t test dan didapatkan (t 3.79 : p 0.000) atau bisa dikatakan jauh
lebih kecil dari tingkat ketelitian 0,05. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh
pelatihan safe community terhadap perilaku Bidan Desa sebelum pelatihan dan 14
hari sesudah pelatihan adalah dengan uji statistik independent sample t test dan
didapatkan (t 13.03 : p 0.000) atau bisa dikatakan juga lebih kecil dari tingkat
ketelitian 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada pengetahuan dan perilaku Bidan Desa yang mengikuti pelatihan
dengan yang tidak mengikuti pelatihan atau dapat juga dikatakan bahwa pelatihan
safe community berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan
Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
Bentuk hubungan dan pengaruh yang ditunjukkan variabel pelatihan terhadap
pengetahuan dapat dilihat dari mean variabel pengetahuan untuk responden yang
mendapat pelatihan dan yang tidak mendapat pelatihan. mean dalam output tersebut
secara tidak langsung juga menggambarkan nilai data sebenarnya. Dengan demikian
mean dapat dianggap sebagai nilai rata-rata dari variabel pengetahuan untuk
responden yang mengikuti pelatihan (2.19) juga lebih besar dari mean responden
92
yang tidak mengikuti pelatihan (0.38). Begitu juga pengaruh variabel pelatihan
terhadap pengetahuan pada 14 hari setelah pelatihan antara responden yang
mendapat pelatihan dan yang tidak mendapat pelatihan dapat ditunjukkan dengan
hasil uji t independen nilai mean pada responden dengan pelatihan (1.89) dan (0.28)
pada responden yang tidak mengikuti pelatihan. Sedangkan bentuk hubungan dan
pengaruh yang ditunjukkan variabel pelatihan terhadap perilaku 14 hari setelah
pelatihan dapat dilihat dari mean variabel perilaku untuk responden yang mendapat
pelatihan dan yang tidak mendapat pelatihan. Nilai mean pada responden dengan
pelatihan (12.53) dan pada responden yang tidak mengikuti pelatihan adalah sebesar
(0.09). Dengan demikian pelatihan tersebut terbukti secara nyata dan secara statistik
telah memenuhi tujuan awal penelitian ini yaitu mempelajari pengaruh pelatihan safe
community terhadap pengetahuan dan perilaku Bidan Desa dalam mengembangkan
Desa Siaga dan juga membuktikan secara empiris sesuai hipotesis bahwa ada
pengaruh pelatihan safe community terhadap peningkatan pengetahuan dan perilaku
Bidan Desa dalam mengembangkan Desa Siaga.
Sejalan dengan pendapat Simamora (1997) menyatakan bahwa tujuan
diselenggarakan pelatihan antara lain : (1) memperbaiki pengetahuan dan respons
(2) memutakhirkan keahlian peserta dengan kemajuan teknologi, (3) menjadikan
peserta menjadi berkompeten dalam pekerjaan, (4) mempersiapkan untuk promosi.
Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Moekijat (1991) yang mengatakan tujuan
pelatihan adalah (1) mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat disesuikan
dengan lebih cepat dan efektif, (2) mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan secara rasional, (3) mengembangkan sikap sehingga menimbulkan
kemauan bekerja sama dengan rekan sekerja dan pimpinan.
93
Pemberitahuan informasi melalui pendidikan dan pelatihan akan
meningkatkan pengetahuan, selanjutnya akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya
seseorang akan melakukan praktek sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki, yang
tentunya memerlukan waktu yang lama. Sebelum seseorang mengadopsi praktek, ia
harus terlebih dahulu tahu apa arti dan manfaat praktek tersebut bagi dirinya. Setelah
seseorang mengetahui, selanjutnya akan menilai atau bersikap. Secara teori
perubahan praktek atau mengadopsi praktek baru itu mengikuti proses perubahan,
pengetahuan, sikap, dan pratek (PSP). Pengalaman dan penelitian juga membuktikan
bahwa praktek yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada praktek
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Azwar (2003) mengatakan bahwa sikap
mempengaruhi praktek lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti,
beralasan, dan dampaknya terbatas yang berarti bahwa seseorang akan melakukan
suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya
bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.
Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat Noe (2003), yang
menyatakan bahwa pelatihan adalah upaya terencana dari sebuah organisasi dalam
memfasilitasi pembelajaran yang dilakukan karyawan terkait dengan kompetensi
yang mereka miliki dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Kompetensi
dimaksud meliputi pengetahuan, kemampuan / keahlian, dan perilaku yang sangat
penting bagi kesuksesan kinerja karyawan. Pelatihan ditujukan untuk memperkuat
kompetensi karyawan dalam hal pengetahuan, kemampuan / keahlian, dan perilaku
yang diberikan pada program pelatihan sehingga mampu diaplikasikan pada kegiatan
penyelesaian tugas. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Green (1980) yang
94
menyatakan bahwa sikap dan tingkah laku individu maupun masyarakat dapat diubah
melalui pemberian informasi yang diikuti dengan latihan-latihan.
Tingkat efektivitas pelatihan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap terjadi
apabila tahap-tahap pelaksanaan pelatihan dipenuhi. Menurut Werther dan Davis
serta Gary Dessler dalam Sugiarno (2002) tahap-tahap pelatihan adalah (1) penilaian
kebutuhan, (2) penetapan tujuan latihan dan pengembangan, (3) penentuan isi
program dan prinsip belajar, (4) pelaksanaan pragram aktual, (5) mengetahui
ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan pegawai, (6) evaluasi. Sedangkan
menurut Cheesway dalam Handoko (1997), tahap pelatihan meliputi (1) analisis
kebutuhan pelatihan, (2) program pelatihan terencana, (3) penerapan program
pelatihan, (4) evaluasi efektivitas pelatihan yang ada.
Efektivitas pelatihan pada pelaksanaan pelatihan terjadi juga dikarenakan
cara penyampaian materi selain ceramah juga diselingi dengan tanya jawab, agar
peserta tidak hanya pasif menerima informasi tetapi dirangsang untuk berpikir kritis
yang dapat memudahkan peserta memahami materi yang diberikan. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Mujiman (2007) bahwa keberhasilan suatu proses belajar
antara lain karena masukan instrumental seperti materi, kurikulum, fasilitator,
metode mengajar, dan sarana. Menurut pendapat Tall dan Hall (dalam Irianto, 2002)
bahwa dengan mengkombinasikan berbagai macam faktor seperti teknik pelatihan
yang benar, persiapan, dan perencanaan yang matang serta komitmen terhadap esensi
pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.
Sirait, (2006) juga membuktikan bahwa pendidikan kesehatan melalui metode
ceramah dan diskusi berbeda jika dibandingkan dengan metode hanya ceramah
95
dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap kader Posyandu tentang upaya
pencegahan virus HIV / AIDS.
Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas pelatihan terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap adalah homogenitas peserta latih seperti umur, pendidikan,
dan pekerjaan / profesi sebagai Bidan Desa. Keadaan ini memungkinkan peserta
lebih mudah menerima informasi karena dapat saling berkomunikasi dalam proses
pelatihan.
Dari urian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan safe community
bermanfaat dan efektif meningkatkan pengetahuan dan perilaku Bidan Desa dalam
mengembangkan Desa Siaga.
Sesuai dengan pendapat Siswindari (2008), program pendidikan dan pelatihan
dikatakan efektif apabila program tersebut mampu menghasilkan perubahan sesuai
yang dikehendaki oleh organisasi khususnya dan lingkungan eksternal pada
umumnya baik saat ini maupun yang akan datang.
2. Kelebihan dan kekurangan penelitian.
a. Kelebihan penelitian
1. Bobot permasalahan yang diteliti.
Penelitian ini sangat relevan terhadap isu yang sedang menjadi tren
Departemen Kesehatan dewasa ini yaitu untuk mempercepat tercapainya Indonesia
sehat 2010 diperlukan upaya konkrit yang mampu menggerakkan, mendorong, dan
memberdayakan masyarakat dalam kemandirian untuk hidup dan berperilaku sehat.
Tujuan ideal itu akan tercapai salah satunya adalah dengan mempercepat
terwujudnya desa menjadi Desa Siaga, upaya untuk menjadikan desa menjadi Desa
96
Siaga antara lain dengan mengadakan pelatihan safe community terhadap Bidan
Desa.
Dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan tersebut, dan
untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2009 seperti telah
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N).
Tahun 2004-2009, dan juga dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah,
serta berbagai kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan, maka ditetapkan
visi Depkes : “MASYARAKAT YANG MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT.”
Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana
masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu mengenali, mencegah, dan
mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari
gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan
kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan, dan perilaku yang tidak mendukung
untuk hidup sehat.
2. Metode
Rancangan studi epidemiologi analitik berakar dari konsep penelitian
eksperimen. Studi eksperimen dianggap sebagai paradigma penelitian ilmiah, sebab
pengamatan dilakukan secara terkontrol. Pada desain eksperimen, individu dipilih
berdasarkan status paparan, yakni apakah terpapar atau tidak terpapar oleh faktor
penelitian (Murti, 2004). Pada penelitian ini alokasi subyek dilakukan dengan
metode purposive karena kebijakan stake holder yakni Dinas Kesehatan Kabupaten
Blitar yang telah menentukan Bidan Desa yang akan mendapat pelatihan safe
community. Dalam penelitian ini walaupun dengan metode eksperimen semu tetapi
97
masih menggunakan kontrol sehingga tingkat validitas hasil nyata-nyata merupakan
dampak dari paparan yang telah dikendalikan sebelumnya.
c. Kualitas analisa data
Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah yang sistematis, dan
prosedural untuk mengetahui selisih perbedaan mean variabel pengetahuan dan
perilaku antara kelompok perlakuan dan kontrol digunakan uji statistik independen
b. Kekurangan penelitian.
1. Bias non responden.
Bias seleksi tidak selalu berasal dari pihak peneliti. Subyek penelitian bisa
juga mengintroduksi bias ketika menolak untuk berpatisipasi dalam penelitian.
Secara etik partisipasi dalam penelitian harus bersifat sukarela. Bias seleksi yang
disebabkan penolakan responden untuk berpartisipasi dan responden yang menolak
tersebut berbeda dengan yang bersedia partisipasi, disebut bias non- responden.
Sebaliknya, bias seleksi bisa juga disebabkan kesukarelaan responden untuk
berpartisipasi dan kesukarelaannya tersebut berhubungan dengan status paparan,
yang disebut bias sukarelawan (Greenland, 1977) dalam (Bhisma, 1995). Tingkat
partisipasi yang rendah (secara konvensional kurang dari 80 persen) maupun
perbedaan tingkat partisipasi antara kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak
otomatis menyebabkan bias non responden. Bias non responden hanya terjadi jika
tingkat partisipasi yang rendah atau berbeda akibat penolakan tersebut berkaitan
dengan status paparan.
2. Bias efek Hawthorne.
Efek Hawthorne dikenal sejak penelitian Elton Mayo antara tahun 1927 dan
1932 di pabrik Hawthorne, Chicago, AS, milik Western Electric Company (Griffin,
98
1984) dalam (Murti, 1995). Istilah efek Hawthorne dipakai terus sampai sekarang
bagi perubahan perilaku subyek-subyek yang terkait dengan penelitian yang terjadi
karena kehadiran atau mendapat perhatian “ekstra” dari pihak peneliti, baik di
sengaja maupun tidak disengaja.
3. Halo bias.
Ini mungkin terjadi utamanya pada pengambilan data setelah pelatihan dan 2
minggu setelah perlakuan, karena responden sudah tahu arah dan maksud dari
peneliti, walaupun diawal pengambilan data peneliti sudah memberi informasi
tentang manfaat kejujuran dalam pengambilan data dan telah dibuatkan protokol
pengisian kuesioner dengan jelas.
4. Bias kontaminasi
Bias kontaminasi akan sangat mungkin terjadi pada kelompok kontrol karena saat
sekarang di Kabupaten Blitar sedang jadi issue lokal Dinas Kesehatan sehingga
setiap unit Puskesmas selalu membicarakan dan berupaya menyiapkan desa-desanya
akan segera menjadi Desa Siaga.
99
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan dua hal :
1. Pelatihan safe community mampu meningkatkan pengetahuan Bidan Desa
tentang Desa Siaga sesudah selesai pelatihan (t : 6.93; p :0.000), maupun 14
hari setelah selesai pelatihan (t : 3.79; p : 0.000).
2. Pelatihan safe community mampu memperbaiki perilaku Bidan Desa tentang
Desa Siaga 14 hari sesudah pelatihan (t :13.03; p: 0. 000)
100
B. SARAN
1. Untuk Pemerintahan Kabupaten Blitar guna mewujudkan tercapainya,
pelatihan bagi bidan masih diperlukan sebagai sarana untuk membekali
bidan tentang pengetahuan dan ketrampilan dalam safe community sistem
kesehatan desa. Karena bidan perlu mendapatkan ketrampilan teknik yang
tidak didapatkan pada masa pendidikan sebagai bekal terjun di
masyarakat.
2. Responden yang terlihat ekstrim nomor 46 pada perubahan pengetahuan
setelah pelatihan, nomor 21 perubahan pengetahuan 14 hari setelah
pelatihan, nomor 3, 16, dan 20 pada perilaku safe community 14 hari
setelah pelatihan perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
penyebab ke ekstriman data.
3. Disarankan untuk melakukan penelitian kualitatif menggali faktor-faktor
yang melatari sejumlah kecil peserta yang dilatih tetapi tidak mengalami
perubahan perilaku setelah dilatih.
4. Dalam rangka untuk meningkatkan atau memperbaiki metode pelatihan
safe community di Blitar.
5. Hasil agar dapat dibandingkan di tempat lain untuk mengetahui tingkat
konsistensi efektivitas pelatihan serupa di tempat lain.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adi, 2003. Pemdampingan Masyarakat menuju Sukses. Jakarta.
Aillen, 1998. Empowering people. Jogyakarta.
Ardani dan Rahayu, 2004. Observasi dan Wawancara. Bayumedia Publising Malang. Azwar, 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Edisi
Pustaka Pelajar Offset. ______, 2007. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Blitar, 2007. Regency in Figures Kabupaten Blitar Dalam Angka.
Boxton dan Golstein, 2003. Measurenment Empowering people.
DepKes RI, 1992. Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas. Jakarta. ______, 20001 , . Pembinaan Posyandu. Jakarta
______, 20002 , . Pembinaan BAPE. JPKM. Jakarta
______, 20003 , . Pendekatan Kemasyarakatan. Jakarta
______, 20031 , . Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Dalam (a). Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, (b). Pondok Kesehatan Pesantren, dan
(c). Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta.
______, 20032 , . Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta
Petunjuk Teknik dan Penyelenggaraan Poskesdes. Jakarta
______, 20061 , . (a). Buku Saku Bidan Poskesdes untuk Mewujudkan Desa Siaga. (b). Petunjuk Teknik Pengembangan dan Penyelenggaraan Desa Siaga. Jakarta.. ______, 20062 , . Pedoman Pelaksanaan Pengembangan. Jakarta.
______, 2007. Peningkatan Peran Batra dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta
DinKes Jatim, 2007. Pedoman dan Operasional bagi Petugas Kesehatan. ______, 2001. Program Pelatihan dan Pengembangan Karyawan. Jakarta ______, 20061 , . Pedoman dan Opersional bagi Petugas Kesehatan. ______, 20062 , . Penanggulangan Kegawat daruratan seharí-hari dan Bencana.
102
Griffin, 1984. Penelitian Epidemiologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hafit, 2004. Psikologi Perkembangan. (UI-Pres). Jakarta.
Handoko, 1997. Pendidikan dan Pelatihan Model Belajar Mandiri. Jakarta. Offset.
Hasibuan, 2000. Pendidikan Dasar untuk Semua. Jakarta Offset.
Kabupaten Blitar Dalam Angka, Tahun 2007. Blitar : Badan Pusat Statistik.
Kantor PMD, 2006. Indikator Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. Blitar : Pemerintah Kabupaten Blitar. Kartasasmita, 1885. Pemberdayaan Masyarakat menuju Kemandirian. Jogyakarta. Lily, 2003. Manajemen Perencanaan. Jakarta.
Mangkunegara, 2003. Evaluasi Belajar. Dirjen Tinggi Jakarta.
Martoyo, 1997. Pendidikan dan Pelatihan Kerja bagi Karyawan. Jakarta Offset.
Moekijat, 1991. Pelatihan dan Pengembangan Keahlian. Jakarta.
Mujiman, H. 2007. Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Murti, B.1994. Penelitian Epidemiologi. Gajah Mada University Press. Jogyakarta. ______, 19951 , . Penerapan Statistik Non Parametrik bidang Ilmu Kesehatan.
Gajah Mada University Pres. Jogyakarta. ______, 19952 , . Penelitian Epidemiologi. Gajah Mada University Pres. Jogyakarta. ______, 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University
Press. ______, 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. (Edisi Kedua) Jilid Pertama.
Gajah Mada University Press. ______, 2004. Pengantar Reserach Epidemiplogi. Gajah Mada University Pres.
Jogyakarta. ______, 20061 , . Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Gajah Mada University Press. ______, 20062 , . Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. (Edisi Ketiga) Jilid
Pertama. Gajah Mada University Press. Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan Kesehatan. EGC Jakarta.
______, 2005. Pendidikan dan Perilaku. EGC Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, 2007. Dikembangkan ke seluruh Indonesia. Jakarta.
103
Ruki, 1990. Pendidikan dan Pelatihan menuju Kemandirian. EGC Jakarta.
Sarwoto, 1991. Manajemen Rumah Sakit. EGC Jakarta.
Simamora, 1991. Pelatihan untuk Karyawan. Jakarta.
Sirait, 2006. Program Pelatihan dan Pengembangan Karyawan. Jakarta.
Siswindari, 2008. Total quality management. Surakarta
Soetrisno, 2001. Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan.
Sugiyono, 2004. Statistika Penelitian. Alfabeta Bandung.
USAID, 20041 , . Mendengar Suara Tersembunyi. Jakarta.
______, 20042 , . Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Kesehatan ibu anak.
______, 20043 , . Penguatan Forum NGS dalam Pengawalan Aspirasi Masyarakat.
WHO, 2003. Community capacity Measurement. New York.
104
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN
“PENGARUH PELATIHAN SAFE COMMUNITY TERHADAP
PENGETAHUAN DAN PERILAKU BIDAN DESA DALAM MENGEMBANGKAN DESA SIAGA”
IDENTITAS RESPONDEN 1. NAMA : .......... 2. NIP : .......... NRPTT : .......... 3. Tempat Tanggal Lahir : .......... 4. Tempat Kerja : .......... 5. Lama bekerja / masa kerja : .......... 6. Selain tugas pokok sebagai Bidan Desa Tugas lainnya a. di.......... : sebagai ........ b. di.......... : sebagai ........ c. di.......... : sebagai ........ d. di.......... : sebagai ........ 7. Pendidikan terakhir : .......... 8. Pelatihan teknik yang pernah diikuti Dalam1 tahun terakhir
a. ................................ b. ................................ c. ................................ d. ................................
105
INSTRUMEN PENGUKURAN PERILAKU BIDAN DESA
PETUNJUK
Pilihlah salah satu jawaban “Ya” atau “Tidak” dengan memberi tanda “V” di
bawah ini :
Berikut ini saya lakukan sebagai Bidan Desa : Ya Tidak
1. Membuat rencana kerja harian, mingguan, bulanan,
dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
2. Membuat rencana kerja berdasarkan kegiatan program
Desa siaga dan mendokumentasikannya.
3. Membuat dan mempunyai data valid tentang daftar
kelompok masyarakat peduli kesehatan.
4. Terlibat dalam pembentukan tim Desa Siaga
tingkat desa.
5. Membuat data valid tentang jumlah
penderita penyakit menular dan tidak menular.
6. Melakukan pemetaan daerah endemis penyakit menular.
7. Melakukan pemetaan sarana kesehatan lingkungan.
8. Melakukan pemetaan potensi desa dalam penanggulangan
penyakit menular.
9. Mengkoordinir masyarakat dalam gerakan PHBS secara
rutin dan terjadwal.
106
10. Mengkoordinir masyarakat dalam gerakan pemberantasan
sarang nyamuk secara rutin dan terjaga.
11. Mengkoordinir masyarakat dalam gerakan kebersihan
perumahan dan lingkungan secara rutin dan terjadwal.
12. Melakukan pembinaan ke seluruh UKBM di wilayah
desa binaan secara rutin dan terjadwal.
13. Membuat dan mempunyai data valid tentang daftar
kelompok masyarakat dengan masalah gizi.
14. Melakukan penyuluhan gizi kepada kelompok potensial
dan masyarakat dengan masalah gangguan gizi.
15. Melakukan monitoring tentang penanganan masalah gizi
secara terencana dan terdokumentasi.
16. Membuat rencana terintegrasi dengan program terkait
dalam penanganan masalah gangguan gizi.
17. Melakukan penyuluhan kepada kelompok potensial
tentang penanganan masalah bencana secara sederhana.
18. Mendemonstrasikan kepada kelompok potensial
tentang penanganan kegawat daruratan medik
berdasarkan kompetensi dan wewenang.
19. Melakukan kaderisasi kepada kelompok potensial tentang
Kegawat daruratan medik berdasarkan kompetensi dan
wewenang.
20. Melakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatansecara rutin.
107
INSTRUMEN PENGUKURAN PENGETAHUAN BIDAN DESA
PETUNJUK
Pilihlah salah satu jawaban “Benar” atau “Salah” dengan memberi tanda “V” di
bawah ini :
Benar salah
1. Visi Departemen Kesehatan dalam rangka Indonesia
sehat adalah masyarakat yang mandiri untuk hidup
sehat.
2. Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah
dan mengatasi masalah kesehatan.
3. Tujuan Desa Siaga adalah masyarakat desa yang sehat
serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan
di wilayahnya. Masyarakat yang mampu mandiri
untuk sehat yang peduli lingkungan.
4. Yang dimaksud Poskesdes antara lain Upaya
Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM).
5. Penyakit campak dapat dicegah dengan pemberian
immunisasi campak pada anak dengan tepat waktu.
6. Anak dengan panas ringan merupakan kontra indikasi
pemberian immunisasi campak.
7. Prinsip utama pemberantasan penyakit demam
berdarah adalah dengan 3 M (menguras, menutup, mengubur )
8. PD3I adalah kepanjangan dari penyakit dapat dicegah
dengan immunisasi.
108
9. Strategi dasar promosi kesehatan yaitu gerakan
pemberdayaan, bina suasana, advokasi, dan kemitraan.
10. Promosi kesehatan adalah inti dari kegiatan jejaring
sosial dalam bidang kesehatan karena dalam promosi
kesehatan semua elemen masyarakat terlibat di dalamnya.
11. Program promosi kesehatan meliputi promotif, preventif,
dan penanggulangan terjadinya cacat lebih lanjut.
12. Pelaku promosi kesehatan hanya boleh dilakukan oleh
petugas kesehatan (Bidan Desa).
13. Pertumbuhan dan perkembangan anak dimulai
sejak dalam rahim ibu, karenanya ibu hamil harus makan
dua kali lebih banyak dari orang tidak hamil.
14. Masalah gizi utama di masyarakat kita adalah : KEP
(Kekurangan Energi Protein), GAKY (Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium), AGB (Anemia Gizi Besi) dan KVA
(Kekurangan Vitamin A).
15. Salah satu indikator keluarga sadar gizi adalah
semua bayi hanya diberi ASI hingga umur 6 bulan.
16. Salah satu tanda kwasiorkor adalah demam seluruh
tubuh terutama punggung dan kaki.
17. Pengertian dari safe community, kecuali merupakan
situasi kritis yang membutuhkan pertolongan segera
pada masyarakat tak berdaya merupakan tugas
masyarakat bersama dalam mengatasinya.
109
18. Penilaian kesehatan secara tepat bertujuan khusus
antara lain jenis bencana, lokasi kejadian,
penduduk yang terkena, dampak kesehatan dan respons setempat.
19. Hal-hal yang harus di perhatikan Posko di saat
menampung pasien banyak antara lain ditempat
yang lapang, struktur tanah tidak labil.
20. Definisi gawat darurat adalah suatu keadaan karena
cidera maupun bukan cidera yang mengancam
nyawa pasien dan membutuhkan pertolongan
segera.
110
Descriptive Statistics know
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation klp tratm before know
36 13.00 19.00 16.5833 1.57435
klp kontr before know 32 15.00 20.00 17.9063 .99545
klp tret after know 36 17.00 20.00 18.7778 .86557
klp kontr after know 32 17.00 20.00 18.2812 .72887
klp treat 14 know 36 16.00 20.00 18.4722 1.23024
klp kontr 14 know 32 17.00 20.00 18.1875 .73780
Valid N (listwise) 32
Descriptive Statistics behave
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation klp treat behave
36 3.00 6.00 4.7500 .84092
klp kontr behave
32 2.00 5.00 3.5312 1.01550
klp treat 14 behave
36 .00 20.00 17.2778 4.50784
klp kontr 14 behave
32 .00 8.00 3.6250 2.41968
Valid N (listwise)
32
111
T-Test
Group Statistics
32 .38 .907 .160
36 2.19 1.215 .202
Status pelatihanKontrol
Pelatihan
KnopostpreN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
3.252 .076 -6.927 66 .000 -1.819 .263 -2.344 -1.295
-7.046 64.172 .000 -1.819 .258 -2.335 -1.304
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
KnopostpreF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifferenceLower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Group Statistics
32 .28 1.114 .197
36 1.89 2.252 .375
Status pelatihanKontrol
Pelatihan
Perubahan pengetahuansafe community 14 harisetelah pelatihan
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
12.513 .001-3.657 66 .001-1.608 .440-2.485 -.730
-3.79252.431 .000-1.608 .424-2.458 -.757
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Perubahan pengetahuansafe community 14 harisetelah pelatihan
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t dfSig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifferenceLowerUpper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
112
Group Statistics
32 .09 2.620 .463
36 12.53 4.796 .799
Status pelatihanKontrol
Pelatihan
Perilaku safe community14 hari setelah pelatihan
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
3.042 .086-13.033 66 .000 -12.434 .954-14.339-10.529
-13.460 55.393 .000 -12.434 .924-14.285-10.583
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Perilaku safe community14 hari setelah pelatihan
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifferenceLower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Perubahan pengetahuan safe community setelah pelatihan.
Status pelatihan Pelatihan Kontrol
5
4
3
2
1
0
-1
45 pelatihan
113
Perubahan pengetahuan safe community 14 hari setelah pelatihan. Perilaku safe community 14 hari setelah pelatihan.
Status pelatihan
Pelatihan Kontrol
6
4
2
0
-2
-4
21
setelah pelatihan
Status pelatihan
Pelatihan Kontrol
Perilaku safe community 14 hari setelah pelatihan
20
15
10
5
0
-5 16
20 3
114
REKAPITULASI HASIL PRE, POST TEST, 14 HARI PASCA TREATMENT PENGUKURAN PENGETAHUAN
PELATIHAN SAFE COMMUNITY BIDAN DESA ANGKATAN II / 2008 Tgl 2 Juni sampai dengan 6 Juni 2008
PRE TEST POST TEST 14Hr NO NAMA STATUS
J.benar Nilai J.benar Nilai J.benar Nilai 1 SRI UTAMI 1 18 18 19 19 19 19 2 PANTI RAHAYU 1 18 18 20 20 19 19 3 NI KADEK ARIASIH 1 18 18 20 20 17 17 4 SITI DJUAWARIYAH 1 19 19 20 20 17 17 5 ERNAWATI 1 16 16 19 19 19 19 6 YETI ENJAR W 1 18 18 19 19 17 17 7 EMI ARTUTI 1 15 15 19 19 17 17 8 INDAH NURUL BADIA 1 16 16 18 18 20 20 9 ENDARMINI 1 18 18 20 20 19 19
10 SUJATMIATI 1 19 19 20 20 18 18 11 SRI PUJI HARTATIK 1 16 16 20 20 19 19 12 ATIEK UMAYA 1 14 14 17 17 19 19 13 SRI SULIKAH 1 19 19 20 20 17 17 14 DINA SULISTYOWATI 1 17 17 18 18 19 19 15 HENIK 1 18 18 19 19 16 16 16 SITI KHOIRIYAH 1 15 15 18 18 20 20 17 ENDRI S 1 16 16 18 18 19 19 18 SHOLIKAH 1 13 13 17 17 17 17 19 LAILUL ZUHRO 1 16 16 18 18 17 17 20 BIBIT LESTARI 1 18 18 19 19 20 20 21 LISTI ANJARSUN 1 19 19 20 20 16 16 22 YAYUK EKO R 1 14 14 18 18 19 19 23 UMI MASRUROH 1 14 14 19 19 18 18 24 RINA S 1 15 15 19 19 20 20 25 TYAS BINTARI 1 17 17 18 18 20 20 26 SITI YUIATIN 1 18 18 18 18 19 19 27 IKA R 1 17 17 19 19 17 17 28 SRI HANDAYANI 1 16 16 18 18 19 19 29 NURIT YUNIARTI 1 17 17 18 18 19 19 30 ALIMAH A 1 17 17 19 19 20 20 31 HANIK MUNDIYAH 1 16 16 18 18 20 20 32 UMIYATI KULSUM 1 16 16 19 19 19 19 33 SUNDARI MASFUFAH 1 16 16 18 18 18 18 34 SUSWATI MARYAMAH 1 16 16 19 19 18 18 35 SUWAIBAH 1 17 17 19 19 18 18 36 HINDUN MUNAWAROH 1 15 15 19 19 20 20 37 SILVIA VITA VERAWATI 0 18 18 18 18 19 19 38 YUNI AYU MELASARI 0 19 19 19 19 19 19 39 MEDALITA 0 20 20 19 19 18 18 40 EKHA SULIANA 0 17 17 19 19 20 20 41 MERISA ABID M 0 19 19 20 20 19 19
115
42 VINESIA OKTANIA DJ 0 17 17 19 19 18 18 43 RATNA DWI SULASTRI 0 19 19 18 18 18 18 44 IKA FITRI ASTUTI 0 17 17 18 18 18 18 45 SRI WYLANDARI 0 15 15 18 18 17 17 46 INNA SUBEKTI 0 19 19 19 19 19 19 47 PUJI LESTARI 0 17 17 19 19 19 19 48 LAIALTUS SHOLIKAH 0 18 18 18 18 18 18 49 VIVI YUDA P 0 19 19 18 18 18 18 50 ZULI VIDA R 0 17 17 18 18 18 18 51 RETNO ADANINGGAR 0 19 19 19 19 18 18 52 ANIS WIJIANTI 0 18 18 19 19 19 19 53 RIZA LINDASARI 0 18 18 19 19 18 18 54 SISKA RAHMAWATI 0 17 17 17 17 18 18 55 LINDA MAYASARI 0 18 18 18 18 17 17 56 CATUR RATNA K 0 18 18 18 18 18 18 57 TRI YUNI ARIANDITA 0 18 18 18 18 18 18 58 VERA WATI A 0 18 18 18 18 18 18 59 DEVI PERMATA 0 19 19 19 19 18 18 60 ERNI WULANDARI 0 18 18 18 18 18 18 61 ANDESTIA IMANITA 0 17 17 18 18 17 17 62 MAYA MITA PUTRI 0 18 18 18 18 19 19 63 EMI YULIARTI 0 18 18 18 18 19 19 64 ATIKA RAHMAWATI 0 19 19 19 19 18 18 65 TIKA FITRIA 0 17 17 17 17 18 18 66 YENI RIAN SARI 0 18 18 18 18 17 17 67 ENDANG SULISTYORINI 0 17 17 17 17 17 17 68 CAHYANING TYAS 0 17 17 17 17 19 19
116
REKAPITULASI HASIL PRE, POST TEST, 14 HARI PASCA TREATMENT PENGUKURAN PERILAKU
PELATIHAN SAFE COMMUNITY BIDAN DESA ANGKATAN II / 2008 Tgl 2 Juni sampai dengan 6 Juni 2008
PRE TEST POST TEST 14 hr pasca
treat NO NAMA STATUS J.BENAR NILAI J.BENAR NILAI J.benar Nilai
1 SRI UTAMI 1 5 5 5 5 16 16 2 PANTI RAHAYU 1 5 5 5 5 20 20 3 NI KADEK ARIASIH 1 5 5 5 5 5 5 4 SITI DJUAWARIYAH 1 5 5 5 5 16 16 5 ERNAWATI 1 5 5 5 5 13 13 6 YETI ENJAR W 1 5 5 5 5 20 20 7 EMI ARTUTI 1 6 6 6 6 20 20 8 INDAH NURUL BADIA 1 4 4 4 4 19 19 9 ENDARMINI 1 5 5 5 5 19 19
10 SUJATMIATI 1 6 6 6 6 14 14 11 SRI PUJI HARTATIK 1 4 4 4 4 20 20 12 ATIEK UMAYA 1 3 3 3 3 20 20 13 SRI SULIKAH 1 5 5 5 5 18 18 14 DINA SULISTYOWATI 1 3 3 3 3 20 20 15 HENIK 1 4 4 4 4 15 15 16 SITI KHOIRIYAH 1 5 5 5 5 0 0 17 ENDRI S 1 6 6 6 6 20 20 18 SHOLIKAH 1 5 5 5 5 20 20 19 LAILUL ZUHRO 1 4 4 4 4 20 20 20 BIBIT LESTARI 1 6 6 6 6 8 8 21 LISTI ANJARSUN 1 5 5 5 5 20 20 22 YAYUK EKO R 1 4 4 4 4 20 20 23 UMI MASRUROH 1 6 6 6 6 20 20 24 RINA S 1 4 4 4 4 20 20 25 TYAS BINTARI 1 5 5 5 5 20 20 26 SITI YUIATIN 1 4 4 4 4 20 20 27 IKA R 1 5 5 5 5 20 20 28 SRI HANDAYANI 1 4 4 4 4 20 20 29 NURIT YUNIARTI 1 6 6 6 6 16 16 30 ALIMAH A 1 4 4 4 4 17 17 31 HANIK MUNDIYAH 1 5 5 5 5 17 17 32 UMIYATI KULSUM 1 6 6 6 6 17 17 33 SUNDARI MASFUFAH 1 4 4 4 4 18 18 34 SUSWATI MARYAMAH 1 5 5 5 5 18 18 35 SUWAIBAH 1 4 4 4 4 19 19 36 HINDUN MUNAWAROH 1 4 4 4 4 17 17
117
37 SILVIA VITA VERAWATI 0 4 4 6 6 4 4 38 YUNI AYU MELASARI 0 4 4 8 8 2 2 39 MEDALITA 0 4 4 9 9 5 5 40 EKHA SULIANA 0 5 5 5 5 4 4 41 MERISA ABID M 0 5 5 8 8 7 7 42 VINESIA OKTANIA DJ 0 5 5 7 7 1 1 43 RATNA DWI SULASTRI 0 4 4 6 6 4 4 44 IKA FITRI ASTUTI 0 5 5 5 5 5 5 45 SRI WYLANDARI 0 4 4 8 8 1 1 46 INNA SUBEKTI 0 2 2 5 5 5 5 47 PUJI LESTARI 0 4 4 7 7 4 4 48 LAIALTUS SHOLIKAH 0 3 3 12 12 4 4 49 VIVI YUDA P 0 3 3 11 11 2 2 50 ZULI VIDA R 0 3 3 14 14 0 0 51 RETNO ADANINGGAR 0 5 5 12 12 1 1 52 ANIS WIJIANTI 0 3 3 3 3 0 0 53 RIZA LINDASARI 0 3 3 5 5 5 5 54 SISKA RAHMAWATI 0 3 3 6 6 1 1 55 LINDA MAYASARI 0 2 2 5 5 2 2 56 CATUR RATNA K 0 3 3 8 8 1 1 57 TRI YUNI ARIANDITA 0 2 2 6 6 0 0 58 VERA WATI A 0 4 4 5 5 4 4 59 DEVI PERMATA 0 3 3 9 9 5 5 60 ERNI WULANDARI 0 5 5 5 5 1 1 61 ANDESTIA IMANITA 0 3 3 6 6 8 8 62 MAYA MITA PUTRI 0 2 2 8 8 4 4 63 EMI YULIARTI 0 3 3 5 5 4 4 64 ATIKA RAHMAWATI 0 2 2 7 7 5 5 65 TIKA FITRIA 0 3 3 5 5 8 8 66 YENI RIAN SARI 0 5 5 4 4 4 4 67 ENDANG SULISTYORINI 0 4 4 6 6 8 8 68 CAHYANING TYAS 0 3 3 8 8 7 7
118
Pelatihan Knowpre Knowpost Know14days Pripre Pripost Pri14days 1 18 19 19 5 5 16 1 18 20 19 5 5 20 1 18 20 17 5 5 5 1 19 20 17 5 5 16 1 16 19 19 5 5 13 1 18 19 17 5 5 20 1 15 19 17 6 6 20 1 16 18 20 4 4 19 1 18 20 19 5 5 19 1 19 20 18 6 6 14 1 16 20 19 4 4 20 1 14 17 19 3 3 20 1 19 20 17 5 5 18 1 17 18 19 3 3 20 1 18 19 16 4 4 15 1 15 18 20 5 5 0 1 16 18 19 6 6 20 1 13 17 17 5 5 20 1 16 18 17 4 4 20 1 18 19 20 6 6 8 1 19 20 16 5 5 20 1 14 18 19 4 4 20 1 14 19 18 6 6 20 1 15 19 20 4 4 20 1 17 18 20 5 5 20 1 18 18 19 4 4 20 1 17 19 17 5 5 20 1 16 18 19 4 4 20 1 17 18 19 6 6 16 1 17 19 20 4 4 17 1 16 18 20 5 5 17 1 16 19 19 6 6 17 1 16 18 18 4 4 18 1 16 19 18 5 5 18 1 17 19 18 4 4 19 1 15 19 20 4 4 17 0 18 18 19 4 6 4 0 19 19 19 4 8 2 0 20 19 18 4 9 5 0 17 19 20 5 5 4 0 19 20 19 5 8 7 0 17 19 18 5 7 1 0 19 18 18 4 6 4 0 17 18 18 5 5 5 0 15 18 17 4 8 1 0 19 19 19 2 5 5 0 17 19 19 4 7 4 0 18 18 18 3 12 4
119
0 19 18 18 3 11 2 0 17 18 18 3 14 0 0 19 19 18 5 12 1 0 18 19 19 3 3 0 0 18 19 18 3 5 5 0 17 17 18 3 6 1 0 18 18 17 2 5 2 0 18 18 18 3 8 1 0 18 18 18 2 6 0 0 18 18 18 4 5 4 0 19 19 18 3 9 5 0 18 18 18 5 5 1 0 17 18 17 3 6 8 0 18 18 19 2 8 4 0 18 18 19 3 5 4 0 19 19 18 2 7 5 0 17 17 18 3 5 8 0 18 18 17 5 4 4 0 17 17 17 4 6 8 0 17 17 19 3 8 7
top related