pengaruh pendapatan asli daerah (pad) terhadap …repository.utu.ac.id/677/1/i-v.pdf · sebutkan...
Post on 04-Mar-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH
DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
Memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Dedi Suprianto
Nim : 10C20101025
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2016
ii
iii
iv
LEMBARAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dedi Suprianto
Nim : 10C20101025
Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa didalam skripsi adalah hasil karya
saya dan tidak terdapat bagian atau satu kesatuan yang utuh dari skripsi, tesis,
desertasi, buku atau bentuk lain yang saya kutip dari orang lain tanpa saya
sebutkan sumbernya yang dapat dipandang sebagai tindakan penjiplakan.
Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat reproduksi karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain yang dijadikan seolah-olah
karya asli saya sendiri. Apabila ternyata dalam skripsi saya terdapat bagian-bagian
yang memenuhi unsur penjiplakan, maka saya menyatakan kesediaan untuk
dibatal dibahagian atau seluruh hak gelar kesarjanaan saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Meulaboh, 27 September 2016
Saya yang membuat pernyataan
Dedi Suprianto
NIM: 10C20101025
Materai 6.000
Materai 6.000
v
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi:
Nama : Dedi Suprianto
NIM : 10C20101025
Tempat Tanggal Lahir: Simpang Peut, 17 Oktober 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Simpang Peut, Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tinggi Badan : 167 Cm
Berat Badan : 59 Kg
Hp : 082137625038
E-mail : dedisuprianto@gmail.com
Pendidikan Formal:
1. SD Negeri 1 Kuala Lulus Tahun 2001
2. SMP Negeri 1 Kuala Lulus Tahun 2004
3. SMA Negeri 3 Kuala Lulus Tahun 2008
Nama Orang Tua:
1. Ayah : Selamatan
2. Ibu : Nurhayati, S.Pd
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat
dan HidayahNya, Karena berkat Rahmat dan HidayahNya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan
Raya”. Salawat beriring salam terlantun indah kepada mahkota syurga Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari pola pikir jahiliah ke pola pikir
yang lebih berilmu pengetahuan dan berakhlak mulia.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan
terselesaikan dengan baik apabila tanpa adanya dukungan dari semua pihak, untuk
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dengan penuh cinta penulis
persembahkan untuk Ayahnda Selamatan dan Ibunda tercinta Nuhayati, SPd
yang telah memberikan pengorbanan, nasihat, kasih sayang tiada batas dan
do’a tulusnya demi keberhasilan penulis
2. Bapak Alisman, SE. M.Si selaku Dosen Pembimbing Ketua dan Bapak
Yasrizal, M.Si selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan
waktunya dalam memberikan masukan, saran, kritikan, arahan, dukungan serta
motivasi agar terselesainya skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ishak Hasan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Teuku Umar.
4. Bapak Yasrizal, M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Teuku Umar.
viii
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Teuku Umar Meulaboh yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan, nasehat-nasehat selama proses pembelajaran perkuliahan dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua pihak baik orang yang teristimewa maupun para sahabat khususnya
Angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari akan segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
Maka dari itu dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah wawasan, Amin..
Meulaboh, September 2016
Dedi Suprianto,
ix
ABSTRACT
This research aims to influence regional revenue to the government capital
expenditure in Nagan Raya in the period 2007-2014. Analysis model used in this
study is a simple linear regression analysis of the correlation coefficient (R),
determinansi coefficient (R Square), and t test. Calculations using Sofrware
Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Based on estimates obtained by the constant value of the regression
coefficient 7.596 regional revenue amounted to 0.752, the correlation coefficient
(R) is obtained by 0.920. While the coefficient of determination (R Square) of 84.6
percent. This means that government capital expenditure in Nagan Raya of 84.6
percent is influenced by the regional revenue and the remaining 15.6 percent is
explained by other variables outside this research model. t test results showed that
for capital expenditure variable values obtained t count> t-table, (5.739> 2.447).
This means that in partial regional revenue significantly influence government
capital expenditure in Nagan Raya in the period 2007-2014.
Keywords: Local Revenue and Capital Expenditure Governmen
x
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
belanja modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya dalam kurun waktu 2007-
2014. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier sederhana koefisien korelasi (R), koefisien determinansi (R Square ), dan uji
t. Perhitungannya menggunakan Sofrware Statistical Product and Service
Solutions (SPSS).
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai konstanta sebesar 7,596 koefisien
regresi Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,752, koefisien korelasi (R) diperoleh
sebesar 0,920. Sedangkan koefisien determinasi (R Square) sebesar 84,6 persen.
Artinya bahwa belanja modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya sebesar 84,6
persen di pengaruhi oleh Pendapatan Asli Daerah dan sisanya sebesar 15,6 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini. Hasil uji t menunjukkan
bahwa untuk variabel belanja modal diperoleh nilai t-hitung > t-tabel, (5,739 >
2,447). Artinya secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya dalam
kurun waktu 2007-2014.
Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Pemerintah
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBARAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ ii
LEMBARAN PERSETUJUAN KOMISI UJIAN .............................................. iii
LEMBARAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
ABSTRACT.............................................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
I.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5
I.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
I.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................................. 5
I.4.2 Manfaat Praktis.................................................................................... 5
I.5 Sistematika Pembahasan ............................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 7
2.1. Keuangan Daerah ..................................................................................... 7
2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah ............................................................ 7
2.1.2. Pendekatan Hubungan Keuangan ..................................................... 10
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Daerah .......................................................... 11
2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ....................... 16
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD).................................................................... 19
2.3. Jenis-Jenis Pendapatan Asli Daerah ............................................................. 20
2.3.1. Pajak daerah ..................................................................................... 20
2.3.2. Retribusi Daerah ................................................................................ 21
2.3.3. Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan ..................... 22
2.3.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah............................................. 23
2.4. Belanja Modal ..................................................................................... 24
2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 27
2.6. Perumusan Hipotesis ..................................................................................... 27
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 28
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 28
3.2 Data Penelitian .............................................................................................. 28
3.2.1 Jenis Dan Sumber Data .................................................................... 28
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 28
3.3 Model Analisis Data ..................................................................................... 29
xii
3.4 Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 30
3.5 Pengujian Hipotesis ...................................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 32
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya ................................................ 32
4.2.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Nagan Raya ................................................................ 34
4.1.2. Perkembangan Belanja Modal di Kabupaten Nagan Raya ........... 37
4.2. Hasil Regresi Linier Sederahana................................................................ 39
4.3. Pengujian Hipotesis .................................................................................... 40
4.3.1. Uji Signifikasi (t) .............................................................................. 40
4.3.2. Uji Koefisien Korelasi dan Determinasi ......................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 42
5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 42
5.2. Saran .............................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 44
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Realisasi Belanja Modal di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2007-2014 ........... 4
2. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015 ... 33
3. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2007-2014.................................................................................................. 35
4. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Nagan Raya Tahun 2007-2014 ............................................................................ 37
5. Realisasi dan Pertumbuhan Belanja Modal Kabupaten Nagan Raya Tahun
2007-2014 ............................................................................................................. 38
6. Coefficients ........................................................................................................... 39
7. Model Summary ................................................................................................... 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Input Penelitian ............................................................................................ 45
2. Hasil Regresi Linier Sederhana ........................................................................... 46
3. Tabel Uji t ............................................................................................................. 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilakukan bangsa Indonesia merupakan
upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan
masyarakat, bangsa, dan negara secara keseluruhan. Pembangunan nasional
dilaksanakan bersama oleh rakyat dan merupakan pembangunan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkelanjutan, untuk memacu peningkatan
kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan
bangsa lain. Sebagaimana telah diketahui bahwa untuk mewujudkan
pembangunan nasional maka pelaksanaan pembangunan harus adil dan merata
diseluruh tanah air, hal ini tidak terlepas adanya peranan pembangunan nasional.
Mencapai keberhasilan pembangunan daerah agar menjadi pembangunan yang
benar-benar utuh, untuk itu perlu diusahakan adanya keselarasan antara
perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan nasional sehingga
sasaran pembangunan nasional dapat tercapai dengan baik, serta disesuaikan
dengan potensi yang dimiliki oleh daerah (Muchtholifah 2010, h.1)
Peneliti atau penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk membangun
pembangunan suatu daerah dengan baik maka harus dilakukan dengan upaya
pembangunan yang berkesinambungan secara menyeluruh untuk meningkatkan
kualitas hidup keseluruhan daerah baik sebagai individu masyarakat, kesatuan
bangsa, maupun negara. Bukan hanya itu untuk mewujudkan pembangunan yang
baik dilakukan pula dengan pelaksanaan pembangunan secara adil dan merata
serta selaras dan disesuaikan dengan potensi yang dimiliki disetiap wilayah.
2
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dari tahun ke tahun kebijakan mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
setiap daerah provinsi, kabupaten dan kota relatif tidak banyak. Artinya, sumber
utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) komponennya itu-itu juga yang terdiri atas
pajak daerah, rertibusi daerah, dan bagian laba dari BUMN. Hal ini lebih
dipengaruhi oleh kebijakan Fiskal (National Fiscal Policy) pemerintah pusat
mengandalkan penerimaan jenis pajak yang “subur” untuk kepentingan nasional.
Setelah Desentralisasi digulirkan oleh pemerintah pusat, maka Pemerintah
Daerah (pemda) berlomba-lomba menciptakan “kreativitas baru” untuk
mengembangkan dan meningkatkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di masing-masing daerah. Selama Pendapatan Asli Daerah (PAD) benar-
benar tidak memberatkan atau membebani masyarakat lokal, Investor lokal,
maupun Investor asing, tentu tidak masalah. Dan dapat dikatakan bahwa daerah
dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meningkat setiap tahun
mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun secara mandiri tanpa
tergantung dana pusat.
Sebaliknya jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru berdampak terhadap
perekonomian daerah yang tidak berkembang atau semakin buruk, maka belum
dapat dikatakan keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah. Pemahaman kemana
sebenarnya pergerakan Otonomi Daerah , masih kurang. Mereka berfikir Otonomi
Daerah hanya untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar-
besarnya. Itu presepsi yang salah. Tujuan dan sasaran pemberian Otonomi Daerah
3
dalam artian wewenang yang luas kepada Kabupaten dan Kota adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan bahwa ini
sangat memberatkan masyarakat lokal, investor lokal dan investor asing, justru
menghambat perkembangan perekonomian daerah terutama dalam era kompetitif
yang berlaku sekarang. Dimana pelayanan terbaik dan iklim usaha yang kondusif
ikut menentukan investasi di daerah.
Kabupaten Nagan Raya adalah sebuah kabupaten di provinsi Aceh.
Ibukotanya Suka Makmue, yang berjarak sekitar 287 km atau 8 jam perjalanan
dari Banda Aceh. Kabupaten ini berdiri berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2002
tanggal 2 Juli 2002 sebagai hasil pemekaran Kabupaten Aceh Barat. Berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Barat di utara, Kabupaten
Aceh Barat di barat, Kabupaten Aceh Barat Daya dan Samudra Hindia di selatan,
dan Kabupaten Gayo Lues serta Kabupaten Aceh Barat Daya di timur.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pemerintah salah satu pelaku ekonomi
yang memegang peranan penting dalam sebuah perekonomian modern pemerintah
memiliki kekuatan serta kemampuan untuk mengatur dan mengawasi
perekonomian disamping itu juga mampu melaksanakan kegitan-kegiatan
ekonomi yang tidak dapat dilaksanakan oleh rumah tangga dan perusahaan.
Pengeluaran pemerintah di Kabupaten Nagan Raya juga mengalami fluktuasi
setiap tahunnya seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:
4
Tabel 1
Realisasi Belanja Modal di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2007-2014
No Tahun Belanja Modal
(Rp)
1 2007 57.193.267.000
2 2008 77.172.011.000
3 2009 92.844.733.000
4 2010 77.513.514.000
5 2011 108.781.835.000
6 2012 95.488.129.000
7 2013 153.868.302.000
8 2014 349.081.723.000 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya 2015
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah belanja modal di
Kabupaten Nagan Raya cenderung fluktuatif, dimana pada tahun 2007 berjumlah
Rp 57.193.267.000, kemudian di tahun 2008 meningkat menjadi
Rp 77.172.011.000 peningkatan ini terjadi hingga tahun 2009 yaitu sebesar
Rp 92.844.733.000. Namun pada tahun berikutnya yakni tahun 2010 belanja
modal pemerintah Kabupaten Nagan Raya turun sebesar Rp 77.513.514.000, dan
terjadi peningkatan kembali pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 108.781.835.000,
dan hingga tahun 2013-2014 naik drastis dimana masing-masing sebesar
Rp 153.868.302.000 dan Rp 349.081.723.000. Terjadinya peningkatan belanja
modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya terutama dialokasikan untuk
pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan jalan, jembatan,
perkantoran dan rehabilitasi berbagai fasilitas umum lainya seperti rumah sakit
dan sekolah.
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas penulis tertarik mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan Raya”.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penilitian ini yaitu berapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan Raya ?
1.3 Tujuan Penilitian
Penilitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan Raya.
1.4 Manfaat Penilitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penilitian ini yaitu dapat menambah wawasan
penulis tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Modal Pemerintah di
Kabupaten Nagan Raya.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya bagi yang berminat untuk
meneliti mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Modal
Pemerintah.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah
Kabupaten Nagan Raya dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah
khususnya bagi Badan Perencanan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan
Badan Pusat Statistik (BPS).
6
1.5 Sistematika Penulisan
Bagian pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bagian kedua tinjauan pustaka, bab ini membahas mengenai landasan teori
yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Selain itu terdapat juga penelitian
terdahulu sebagai bahan referensi untuk penelitian dan ditutup dengan hipotesis.
Bagian ketiga metode penelitian, dalam bab ini diuraikan mengenai
variabel penelitian dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data, serta metode analisis data.
Bagian keempat hasil penelitian dan pembahasan berisikan tentang
gambaran umum Kabupaten Nagan Raya, perkembangan Pendapatan Asli Daerah,
Perkembangan Belanja Modal Pemerintah dan hasil regresi linier sederhana serta
hasil pengujian hipotesis.
Bagian kelima kesimpulan dan saran yang terdiri dari simpulan mengenai
hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keuangan Daerah
2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah
Menurut Yani (2009 h. 347), keuangan daerah merupakan semua hak dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Ruang lingkup keuangan daerah
meliputi.
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan daerah;
d. Pengeluaran daerah;
e. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Menurut Halim (2007 h. 20) APBD adalah suatu anggaran daerah. APBD
memiliki unsurunsur sebagai berikut :
8
a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci;
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi
biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas
maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan;
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka;
d. Periode anggaran, biasanya satu tahun.
Struktur APBD terdiri atas tiga komponen utama,yaitu:
a. Pendapatan
Dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.
b. Belanja
Dibagi ke dalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja
pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak
terduga. Belanja aparatur dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu
belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal.
c. Pembiayaan
Pos pembiayaan merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit
anggaran.Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu
sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas
dan fungsi-fungsi yang dimilikinya pemerintah daerah dilengkapi dengan
seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal 55 UU.No. 5 / tahun
9
1974, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar
yaitu;
1). Pendapatan asli daerah yang meliputi:
a. Pajak daerah;
b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum
(BLU) Daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
2). Pendapatan yang berasal dari pusat meliputi:
a. Sumbangan dari pemerintah;
b. Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang
undangan
3). Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua
yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari
ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Di
samping itu besarnya dana dari pusat tersebut juga membawa konsekuensi
kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik implementasinya itu berada
di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi
dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD).
Ketergantungan yang tinggi dari keuangan daerah terhadap pusat tersebut
tidak lepas dari makna otonomi dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang “Pokok-
pokok Pemerintah di Daerah”. Undang-undang tersebut lebih tepatdisebut sebagai
penyelenggaraan pemerintah yang sentralistik daripada desentralistik. Unsur
10
sentralistik ini sangat nyata dalam pelaksanaan dekonsentrasi. Dalam
implementasinya dekonsentrasi merupakan sarana bagi perangkat birokrasi pusat
untuk menjalankan praktek sentralisasi yang terselubung sehingga kemandirian
daerah menjadi terhambat. Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi
pemerintah mengeluarkan satu paket Undang-undang Otonomi Daerah, yaitu UU
No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004
tentang “Pemerintah Daerah”, dan UU No. 25 1999 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah”. Pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-Undang
No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004,
perlu dibarengi dengan pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No.33 tahun 2004 tanpa adanya otonomi keuangan daerah tidak
akan pernah ada otonomi bagi pemerintah daerah. Jadi kedua Undang-undang
tersebut saling melengkapi (Saputra 2014 : 5-6).
2.1.2. Pendekatan Hubungan Keuangan
Menurut Bahar (2009 : 99) secara teoritik pendekatan yang dapat
digunakan untuk merumuskan hubungan antara pusat dan daerah dapat dibagi
sebagai berikut :
1. Pendekatan permodalan. Dalam pendekatan pemodalan ini kepada Pemda ini
diberi modal permulaan yang dapat diinvestasikan, kemudian berkembang dan
kemudian berhasil.
11
2. Pendekatan pendapatan. Dalam pendekatan pendapatan kepada daerah
diberikan wewenang untuk mengelola sejumlah urusan yang dijadikan sumber-
sumber yang potensial diserahkan kepada daerah.
3. Pendekatan pengeluaran. Dengan pendekatan ini pusat memberikan sejumlah
dana pinjaman, bantuan atau bagi hasil kepada daerah untuk menutup
pengeluarannya.
4. Pendekatan konprehensif. Pendekatan ini berusaha menggabungkan sasaran
pengeluaran dengan sumber dananya.
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Daerah
Salah satu ukuran keberhasilan suatu daerah otonom dapat dilihat dari
kemampuan dalam pengeloaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan yang baik
akan bermuara pada peningkatan pendapatan asli daerah dan meningkatnya usaha
usaha pembangunan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat di nilai dengan uang dan
segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang
berhubungan dengan pelaksaanaan hak dan kewajiban tersebut.
Penyelenggaraaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari Dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD).
Sementara itu,penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah di danai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan
belanja Negara ( APBN). Administrasi pendanaan penyelenggaraan kedua jenis
urusan pemerintahan tersebut dilakukan secara terpisah.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah adalah pemegang
kekuasaan pemegang kekuasaan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya,
12
kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya, yang berupa
perencanaan, pelaksanaan,penatausahaan, pelaporan dan pertanggung jawaban,
serta pengawasan keuangan daerah kepada penjabat perangkat daerah.
Pelimpahan ini didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang
memerintahkan, menguji dan yang menerima/mengeluarkan uang.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan
APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan
keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggung jawaban pelaksanaan
APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian
daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,
ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas
keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan
perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara
eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan
dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD
13
berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Sesuai dengan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 181 dan Undang-
undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 17-18, yang
menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus didasarkan pada penetapan
skala prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja Pemerintah Daerah dan
Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama antara DPRD dengan
Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV Penyusunan Rancangan
APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskan bahwa proses penyusunan
RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD,
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran
SKPD (RKA-SKPD).
APBD mempunyai fungsi :
1. Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
2. Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan;
3. Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
4. Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan
14
untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;
5. Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; Fungsi stabilisasi mengandung
arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun
dengan menggunakan metode tradisional atau item line budget. Mekanisme
penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang
harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih
meniitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran. Sasaran (target),
keluaran (output) dan hasil (outcome) dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
yang terukur tidak dapat disajikan dengan baik sehingga esiensi dari pengertian
anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) semakin tidak jelas.
Namun dalam perkembangannya, sistematika anggaran berbasis kinerja
muncul sebagai pengganti dari anggaran yang bersifat tradisional. Anggaran
berbasis kinerja pada dasarnya memiliki makna yang mendalam yaitu suatu
pendekatan sistematis dalam proses penyusunan anggaran yang mengaitkan
pengeluaran yang dilakukan organisasi pemerintahan di daerah dengan kinerja
yang dihasilkannya serta menggunakan informasi kinerja yang terencana. Proses
penyusunan anggaran pemerintah daerah, dimulai dengan dokumen-dokumen
perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
15
dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat
satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi
Rencana Stratejik (Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Dalam implementasinya penerapkan
penganggaran berbasis kinerja tidak hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-
dokumen tersebut, melainkan substansi dari dokumen tersebut harus ada
keselarasan antar dokumen-dokumen dengan memperhatikan indikator kinerja
yang hendak dicapai. Indikator-indikator kinerja di SKPD dituangkan dalam
Renja SKPD seyogyanya terdapat keselarasan dalam pencapaian indikator kinerja
yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator kinerja Renja SKPD harus selaras
dengan indikator-indikator kinerja yang dituang dalam RKA SKPD. Keselarasan
indikator kinerja secara otomatis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang
hendak dicapai dalam dokumen perencanaan strategis (Renstra SKPD) yang
selanjutnya dituangkan dalam program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
SKPD.
Oleh karena itu, kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah
dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk
menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang
diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen
kebijakan yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil
masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi
tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan
16
akuntabilitas publik. Proses penganggaran yang telah direncanakan dengan baik
dan dilaksanakan dengan tertib serta disiplin akan mencapai sasaran yang lebih
optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan vital dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Proses
pembangunan di era otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang besar
bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan arah pembangunan
yang mengutamakan potensi serta keunggulan daerah sesuai dengan karakteristik
daerah sehingga esensi dari dokumen APBD yang dihasilkan dapat memenuhi
keinginan dari semangat otonomi daerah itu sendiri. Pemerintah Daerah juga
dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib, transparan dan
akuntabel agar tujuan utama dapat tercapai yaitu mewujudkan good governance
dan clean goverment (Abdullah, 2007:143).
2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17 yang dimaksud
dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Struktur APBD terdiri atas pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan
APBD berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam
rangka mewujudkan pelayanan publik. Tahapan dalam penyusunan APBD antara
lain; penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), penyusunan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS), penyiapan Surat Edaran Kepala Daerah
17
tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (RKA SKPD), penyusunan RKA SKPD, penyiapan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) APBD, dan evaluasi Raperda APBD (Nordiawan et
al, 2012 : 40).
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai
perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian
bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan
clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.
Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek
pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
Menurut Abdullah (2007 : 152) anggaran pendapatan belanja daerah
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran,
terhitung mulai1 januari sampai dengan 31 Desember.
Menurut Sumarsono (2010 : 115) anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPRD), dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu alat
perencanaan mengenai pengeluaran dan penerimaan atau pendapatan dimasa yang
akan datang, umumnya disusun untuk satu tahun.
Anggaran Pendapatan Daerah memiliki prinsip sebagai berikut :
18
1. Partisipasi masyarakat, bahwa pengambilan keputusan dalam proses
penyusunanan dan penetapan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat
sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam
pelaksanaan APBD.
2. Transparansi dan Akuntabilitas, Anggaran APBD harus dapat menyajikan
informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi
tujuan,sasaran,sumber pendanaan pada jenis/objek belanja serta korelasi
besarnya Anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu
kegiatan yang dianggarkan.
3. Disiplin Anggaran
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan terukur secara rasional
yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja
dianggarkan merupakan batasan tertinggi pengeluaran belanja.
b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang tidak tersedia atau mencukupi kredit anggaran
dalam APBD/perubahan APBD.
c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun yang bersangkutan harus
dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah.
4. Keadilan Anggaran yaitu Pajak daerah, restribusi daerah dan pungutan daerah
lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan
kemampuan.
5. Efesiensi dan efektifitas anggaran, dana yang tersedia harus dimanfaatkan
dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan
19
kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan penetapan secara jelas tujuan
dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai,
penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan
harga satuan yang rasional.
6. Taat Asas, APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah di dalam penyusunannya harus tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan
peraturan daerah lainnya. (Sumarsono 2010 : 116).
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Darise ( 2009, h.33) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Widjaja (2007 : 78) PAD terdiri dari pajak, restribusi, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah seperti bagian
laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah serta pinjaman dan pendapatan
asli daerah yang sah seperti hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.
Pendapatan asli daerah yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang pungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Bratakusumah
dan Solihin 2004 : 173)
Menurut Fokusmedia (2006, h. 249) beberapa sumber PAD yang terdiri
dari:
a. Pajak Daerah
20
b. Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri atas:
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
- Jasa giro
- Pendapatan bunga
- Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
- komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan
barang dan jasa oleh daerah
2.3. Jenis-Jenis Pendapatan Asli Daerah
2.3.1. Pajak daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku (Bahar 2009, h.
140).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis pajak provinsi
terdiri atas:
1. Pajak kendaraan bermotor (PKB)
2. Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)
4. Pajak air permukaan
5. Pajak rokok.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis pajak
kabupaten/kota terdiri atas:
21
1.Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
2.3.2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah jenis jasa tertentu yang disediakan oleh
pemerintah daerah, tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat
dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu
tersebut dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu jasa umum, jasa usaha dan
perizinan tertentu (Bratakusumah dan Solihin 2004, h. 283).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Pasal 108 Tahun 2009 retribusi
daerah terdiri atas:
1.Retribusi jasa umum.
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
22
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut
dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan/
memanfaatkan kekayaan daerah yang belum di manfaatkan secara optimal.
3. Retribusi perizinan tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan yang dimaksud
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
terntentu (Darise 2009, h. 35-36).
2.3.3. Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Menurut Hidayat (2009, h. 20) penerimaan PAD yang menduduki peranan
penting setelah pajak daerah dan retribusi daerah adalah bagian pemerintah daerah
atas laba BUMD untuk tujuan menciptakan lapangan kerja atau mendorong
pembangunan ekonomi daerah, BUMD merupakan cara yang lebih efisien dalam
melayani masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber pendapatan daerah.
Menurut Darise (2009, h. 37) menyatakan bahwa jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisakan terdiri dari :
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan daerah/BUMD
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
23
2.3.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Berdasarkan undang-undang nomor 34 pasal 43 tahun 2004 menyatakan
bahwa lain-lain pendapatan daerah terdiri dari hibah dan pendapatan dana darurat.
Hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat, artinya dalam menerima dana
hibah daerah tidak boleh mengadakan hibah yang secara politis dapat mengurangi
kebijakan daerah tersebut. Hibah yang berasal dari luar negeri harus dilakukan
melalui pemerintah dan harus dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara
pemda dan pemberian hibah, hibah harus digunakan sesuai dengan peruntukannya
sebagaimana yang dimaksud dalam naskah perjanjian hibah, tetapi harus
memperkuat dan menunjang fungsi pemerintah dan pelayanan dasar umum, serta
pemberdayaan aparatur pemerintah, untuk selanjutnya tatacara pemberian
penerimaan dan penggunaan hibah baik dalam negeri maupun luar negeri yang
diatur dalam PP No.57 Tahun 2005 (Bahar 2009, h. 158).
Menurut Darise (2009, h. 37-38) jenis lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah, disediakan untuk mengganggarkan penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup :
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsur/cicilan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e. Penerimaan komisi, pemotongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah
24
f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi
i. Pendapatan eksekusi atas jaminan
j. Pendpatan dari pengembalian
k. Fasilitas sosial dan fasilitas umum
l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatiahan
m. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
2.4. Belanja Modal
Menurut Darise (2009, h 47) menyatakan bahawa belanja modal
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap
berwujud uang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud dianggarkan
dalam belanja modal sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja
yang terkait dengan pengadaan / pembangunan aset sampai aset tersebut siap
digunakan. Untuk memenuhi tujuan tersebut Kepala Daerah menetapkan batas
minimal kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembenahan belanja
modal ( Darise 2009, h 47 ).
Menurut Halim (2007, h. 101) belanja modal merupakan pengeluaran
anggaran yang dilakukan dalam rangka perolehan aset tetap dan aset lainnya yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Tersedianya infrastruktur
yang baik diharapkan akan menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai
sektor, produktivitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada
gilirannya terjadi peningkatan kebutuhan ekonomi.
25
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.91/PMK.06/2007 tentang Bagan
Akun Standar (BAS) menyebutkan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran
anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode kuntansi serta
melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-
hari suatu satuan kerja, bukan untuk dijual (Mawarni dkk 2013, h. 82)
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal
adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat
dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu :
1 . Belanja Modal tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan,pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan
pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai
tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas
peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari
26
12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
3. Belanja Modal gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan
bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal jalan, irigasi dan jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/ penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
5. Belanja Modal fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan
serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam
kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan
jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan
barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah
(Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2013, h.11-12)
27
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti adalah sebagai
berikut :
a. Hasil Penelitian dari Arny Yuniar (2013) melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal (Studi Kasus pada
Kabupaten dan Kota Sejawa Barat Tahun 2011)” Hasil Penelitian menunjukan
bahwa terdapat pengaruh antara Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Modal pada kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2011.
b. Hasil Penelitian dari Septino, Randi (2008) melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap
Belanja Modal Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kota Bukittinggi)” Hasil
Penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara Pengaruh dana alokasi
umum dan pendapatan asli daerah terhadap belanja modal.
2.6. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka maka penulis merumuskan
hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh positif terhadap belanja modal Pemerintah di Kabupaten Nagan
Raya.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah data Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan belanja modal pemerintah yang ada pada setiap tahunnya.
Untuk memudahkan, maka penulis hanya mengambil data dalam kurun waktu
2007-2014 di Kabupaten Nagan Raya.
3.2. Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder,
Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang
telah diolah, baik dalam bentuk angka ataupun dalam bentu uraian. Dalam
penelitian ini data sekunder yang diambil dari literature yang relavan dengan judul
penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, waktu/periode petunjuk teknis dan
lain-lain yang memiliki relevensi dengan masalah yang diteliti.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang dilihat dari pembentukan pendapatan asli daerah pada tahun 2007-
2014, serta data belanja modal pemerintah pada tahun 2007-2014 yang di ambil
dari kantor BPS dan kantor DPPKAD Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kuantitatif dengan
mendatangi instansi-instansi yang relevan yaitu kantor BPS dan DPPKAD untuk
memperoleh data yang akan diolah dalam penelitian ini.
29
3.3. Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier
sederhana, analisis korelasi, koefisien korelasi, koefisien determinasi dan uji t
yang akan diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20.0 dengan
penjelasan berikut :
1. Analisis Regresi Linear Sederhana
Menurut Syakhiruddin (2008, h.256) regresi linear sederhana (simple
regression) ialah suatu bentuk persamaan regresi linear yang menjelaskan
hubungan fungsional antara dua variabel, yaitu antara satu variabel bebas
(independent variable) dengan satu variabel tak bebas (dependent variable),
dengan regresi fungsi garis lurus yang bentuk persamaannya sebagai berikut:
Y = a + bX + e .............................................................................................. (1)
Dimana :
Y = Belanja modal pemerintah (Variabel terikat)
X = Pendapatan Asli Daerah (Variabel bebas)
a = Konstanta (intercept)
b = Koefisien x (koefisien intensitas)
e = Faktor pengganggu (error term)
2. Analisis Korelasi (r)
a. Koefisien Korelasi (r)
Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel yang
datanya berbentuk data interval atau rasio.
30
b. Koefisien Determinasi (
Koefisien determinasi atau koefisien penentu yang menjelaskan besarnya
pengaruh nilai suatu variabel (variabel X) terdapat naik atau turunnya (variasi)
nilai variabel lainnya (variabel Y).
c. Uji t
Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat
signifikansi dari pengaruh variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y) secara
individual.
3.4. Definisi Operasional Variabel
Dalam definisi operasional variabel ini menjelaskan tentang definisi dari
variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini.
a. Pendapatan Asli Daerah (X)
pendapatan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah Kabupaten Nagan Raya
dalam kurun waktu 2007-2014 yang diukur dalam miliar rupiah.
b. Belanja Modal Pemerintah (Y)
Seluruh belanja modal pemerintah atau belanja pembangunan dalam anggaran
di Kabupaten Nagan Raya dalam kurun waktu 2007-2014 yang diukur dalam
satuan miliar rupiah.
31
3.5. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan pengujian hipotesis ini maka, apabila :
a. H0 ; β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan
Raya.
b. H1 ; β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan
Raya.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila th < tt, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Belanja Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan Raya.
b. Apabila th > tt , maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja
Modal Pemerintah di Kabupaten Nagan Raya.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya
Kabupaten Nagan Raya dengan Ibu Kota Suka Makmue yang dibentuk
dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002. Secara geografis Kabupaten
Nagan Raya terletak pada posisi 03º40 - 04º38 Lintang Utara dan 96º11 - 96º48
Bujur Timur dengan luas wilayah 3.544,90, KM² (354.490 Ha), dengan batas-
batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Tengah;
- Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia;
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Barat Daya;
- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Pidie.
Berdasarkan Qanun Kabupaten Nagan Raya Nomor 2 dan Nomor 3 Tahun
2011, maka secara definitif pada tahun 2011 terdapat 2 (dua) kecamatan yang
mengalami pemekaran, sehingga jumlah kecamatan bertambah dari 8 (delapan)
menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Dua kecamatan yang mengalami pemekaran
wilayah adalah Kecamatan Beutong dan Kecamatan Darul Makmur.
Kecamatan Beutong mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Beutong
dan Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang sedangkan Kecamatan Darul
Makmur mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Darul Makmur dan
Kecamatan Tripa Makmur.
Kecamatan Darul Makmur mempunyai luas wilayah terluas yaitu 1.027,93
km2 atau 29,00 persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian diikuti oleh
Kecamatan Beutong dengan luas 1.017,32 km2 atau 28,70 persen. Kecamatan
33
Tadu Raya, Seunagan Timur, Tripa Makmur, Kuala, Kuala Pesisir Seunagan
dan Suka Makmue mempunyai luas wilayah masing-masing 11,45 persen, 9,97
persen 7,10 persen 3,41 persen, 2,15 persen 1,60 persen dan 1,45 persen dari luas
kabupaten. Untuk lebih rinci disajikan pada Tabel 2 berikut;
Tabel 2
Luas Wilayah Menurut Kecamatan
di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2015
No Kecamatan Luas
(km2)
Distribusi
(%) 1 Beutong 1,017.32 28.70
2 Seunagan Timur 251.61 7.10
3 Seunagan 56.73 1.60
4 Suka Makmue 51.56 1.45
5 Kuala 120.89 3.41
6 Kuala Pesisir 76.34 2.15
7 Tadu Raya 347.19 9.79
8 Darul Makmur 1,027.93 29.00
9 Tripa Makmur 189.41 5.34
10 Beutong Ateuh Banggalang 405.92 11.45
Jumlah 3.544,90 100
Sumber : BPS Kabupaten Nagan Raya (2015)
Kedudukan Kabupaten Nagan Raya yang berada di lintas jalan nasional
wilayah pantai barat-selatan Aceh, merupakan peluang strategis yang harus
didayagunakan secara optimal. Disamping itu wilayah Kabupaten Nagan Raya
menurut kondisi geografis adalah wilayah yang sangat cocok untuk budidaya
berbagai komoditi pertanian karena didukung oleh iklim yang bagus. Salah satu
faktor cuaca yang sangat signifikan untuk budi daya pertanian adalah tingkat
curah hujan, dimana untuk setiap tahunnya jumlah curah hujan yang terjadi
sebesar 3.937 mm atau rata-rata 328 mm setiap bulannya.
34
4.2.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Nagan Raya
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai
perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian
bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan
clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.
Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek
pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2013 pasal 3 meliputi
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD,
penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan
APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan
APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan
daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan
pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.
Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
Searah dengan kebijaksanaan pemerintah setelah mulai diterapkannya
otonomi daerah sejak tahun 2001, diharapkan pembangunan di daerah dapat lebih
mendorong pemerataan pembangunan, dan juga mempercepat pemulihan
35
perekonomian. Kemandirian daerah dapat dilihat dari perkembangan Pendapatan
Asli Daerah (PAD), artinya semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
menunjukkan semakin membaiknya kondisi perekonomian daerah tersebut.
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2007-2014
No Tahun PAD
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
1 2007 9.978.255.000 -
2 2008 12.642.155.000 27
3 2009 12.327.988.000 (3)
4 2010 11.006.703.000 (13)
5 2011 15.730.667.000 47
6 2012 27.689.045.000 120
7 2013 37.942.006.000 103
8 2014 65.177.802.000 273 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nagan Raya 2015
Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Nagan Raya dalam kurun waktu 2007-2014 cenderung meningkat di
setiap tahunyan. Dimana pada tahun 2007 realisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebesar Rp 9.978.255.000 jumlah ini meningkat drastis menjadi
Rp 12.642.155.000. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Nagan
Raya terus terjadi hingga tahun 2014 yaitu sebesar Rp 65.177.802.000.
peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya sistem pengutan pajak daerah dan
retribusi daerah di Kabupaten Nagan Raya.
Penyelenggaraan pemerintah daerah tidak lepas dari adanya penggunaan
dan pemanfaatan anggaran serta pendapatan daerah, dan setiap tahun juga selalu
saja pemerintah daerah mempersiapkan perencanaan anggaran atau yang sering
36
disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang biasa disingkat dengan APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran
daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
APBK merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran.
APBK merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua
Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran
tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target
yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan
sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. APBD disusun
dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input
yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Struk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Nagan Raya dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut.
37
Tabel 4
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Nagan Raya Tahun 2007-2014
No Tahun APBD (Rp)
Pertumbuhan (%)
1 2007 340.469.597.812 -
2 2008 379.771.556.409 11,54
3 2009 429.931.769.661 14,73
4 2010 396.821.732.177 -9,72
5 2011 491.936.658.319 27,94
6 2012 501.936.658.319 2,94
7 2013 1.096.799.578.393 174,72
8 2014 1.209.439.779.763 33,08
Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nagan Raya 2015
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa APBD Kabupaten Nagan Raya tahun
anggaran 2007-2014 mengalami flukuasi, dimana pada tahun 2007 sebesar
Rp 340.469.597.812, jumlah ini meningkat 11,54 dari tahun 2007 dan pada tahun
2009 realisasi APBD di Kabupaten Nagan Raya sebesar Rp 429.931.769.661 atau
tumbuh 14,73 persen. Peningkatan ini terus terjadi hingga tahun tahun 2014 yaitu
Rp 1.209.439.779.763. Jumlah pendapatan tertinggi terjadi disumbangkan oleh
dana perimbangan sedangkan bagian yang terkecil adalah retribusi daerah yaitu
sebesar Rp 621.623.184 jumlah meningkat pada tahun 2014 menjadi
Rp 668.255.186. Sumber APBD di Kabupaten Nagan Raya tertinggi adalah
belanja daerah yaitu sebesar Rp 524.744.939.616. Tingginya belanja modal ini
diperoleh dari dana perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana ini
lebih banyak di alokasikan pada sektor infrastruktur dan belanja pegawai.
4.1.2. Perkembangan Belanja Modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang
menfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
38
operasional dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi dua bagian yaitu
belanja publik, merupakan belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara
langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik yaitu pembangunan
jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil
ambulans. Yang kedua belanja aparatur yaitu belanja yang menfaatnya tidak
secara langsung dinikmati oleh masyarakat akan tetapi dirasakan secara langsung
oleh aparatur. Contoh belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan
gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas. Kedua jenis belanja
tersebut termasuk dalam belanja modal Kabupaten Nagan Raya. Perkembangan
belanja modal di Kabupaten Nagan Raya tahun 2007-2014 dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut.
Tabel 5
Realisasi dan Pertumbuhan
Belanja Modal Kabupaten Nagan Raya Tahun 2007-2014
No Tahun Belanja Modal
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
1 2007 57.193.267.000 -
2 2008 77.172.011.000 34,93
3 2009 92.844.733.000 27,40
4 2010 77.513.514.000 -26,81
5 2011 108.781.835.000 54,67
6 2012 95.488.129.000 -23,24
7 2013 153.868.302.000 102,08
8 2014 349.081.723.000 341,32 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Nagan Raya 2015
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa realisasi belanja modal di
Kabupaten Nagan Raya terlihat fluktuasi dari tahun ketahun namun cenderung
menurun, dimana pada tahun 2007 realisasi belanja modal di Kabupaten Nagan
Raya sebesar Rp 57.193.267.000, jumlah ini meningkat Rp77.172.011.000.
Peningkatan ini terjadi hingga tahun 2009 dimana belanja modal pemerintah
39
Kabupaten Nagan Raya tercatat sebesar Rp 92.844.733.000. Terjadinya
peningkatan belanja modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya di alokasikan
kepada pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan sarana pendidikan.
Kemudian pada tahun 2010 mengalami penurun sebesar Rp 77.513.514.000 atau
turun 26,81 persen dari tahun 2009, dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan
kembali menjadi Rp 108.781.835.000, dan pada tahun 2012 sedikit menurun
sebesar Rp 95.488.129.000. Kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi
Rp 153.868.302.000. Peningkatan ini terus terjadi hingga tahun 2014 dimana
realisasi belanja modal pemerintah di Kabupaten Nagan Raya sebesar
Rp 349.081.723.000. tingginya pengeluaran belanja modal pemerintah di
Kabupaten Nagan Raya menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Nagan Raya
telah berupaya membangun daerah secara efektif sehingga dampaknya dapat
dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Nagan Raya.
4.2. Hasil Regresi Linier Sederahana
Bagian ini penulis akan membahas tentang pengaruh yang ditimbulkan
oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal pemerintah di
Kabupaten Nagan Raya yang akan dianalisis dengan menggunakan model analisis
regresi linear sederhana yang akan diolah melalui Software SPSS. Dari hasil
penelitian diperoleh hasil akhir sebagai berikut :
Tabel 6
Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7,596 3,107 2,445 ,050
Ln X 0,752 0,131 0,920 5,732 ,001
Sumber : Hasil Regresi SPSS (Agustus 2016)
40
Berdasarkan Tabel 6 diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut:
lnY = 7,596 + 0,725 lnX
Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai konstanta sebesar 7,598, hal ini
berarti apabila variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mengalami
perubahan atau tetap maka belanja modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya
sebesar 7,598 persen.
2. Koefisien regresi variabel Pendapatan Asli Daerah (X) sebesar 0,725, hal ini
mengandung arti bahwa setiap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1
persen maka belanja modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya meningkat
sebesar 0,725, persen.
4.3. Pengujian Hipotesis
4.3.1. Uji Signifikasi (t)
Berdasarkan Tabel 6 tersebut, variabel Pendapatan Asli Daerah (X)
diperoleh nilai t-hitung > t-tabel yakni sebesar 5,732 > 2,44 pada α 0,05 dengan
derajat signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak
dan H1 diterima. Artinya bahwa secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh nyata terhadap belanja modal pemerintah Kabupaten Nagan
Raya. Setiap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka akan mampu
meningkatkan belanja modal pemerintah Kabupaten Nagan Raya dalam kurun
waktu 2007-2014.
41
4.3.2. Uji Koefisien Korelasi dan Determinasi
Uji koefisien korelasi dan determinasi ini digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan dan tingkat keeratan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dengan belanja modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7
Model Summary
Model
R
R Square
Std. Error of
the Estimate
1 0,920a 0,846 0,0630440495
Sumber : Hasil Regresi SPSS (Agustus 2016)
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi R sebesar
0,920, artinya bahwa terdapat hubungan yang kuat antara Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dengan belanja modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya yakni sebesar
92 persen. Selanjutnya diperoleh nilai koefisien determinasi R Square sebesar
0,846 persen. Hal ini mengandung arti bahwa belanja modal Pemerintah
Kabupaten Nagan Raya sebesar 84,6 persen dipengaruhi oleh Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sisanya sebesar 15,4 persen di jelaskan oleh
variabel lain diluar model ini.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipótesis dan pembahasan yang dikemukakan
pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini adalah
bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh postif terhadap
belanja modal Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dengan nilai koefisien regresi
sebesar 0,752, yang artinya bahwa setiap kenaikan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 1 persen meyebabkan meningkatnya belanja modal pemerintah Kabupaten
Nagan Raya sebesar 0,752 persen. Pengaruh signifikan ini dapat diketahui dari
nilai t hitung > t tabel yaitu (5,732 > 1,86) pada alfa 5 %. Sedangkan nilai koefisien
determinasi sebesar 0,864 nilai ini menyatakan bahwa belanja modal pemerintah
Kabupaten Nagan Raya sebesar 86,4 persen dipengaruhi oleh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan sisanya 15,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar
model penelitian ini.
5.2. Saran
Beberapa saran yang perlu dikemukakan adalah meliputi:
1. Pengeluaran belanja modal perlu lebih diprioritaskan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,
sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Nagan Raya. Hal ini menandakan bahwa pengeluaran pemerintah daerah,
khususnya untuk belanja modal harus lebih difokuskan pada sektor-sektor yang
mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kemandirian masyarakat secara
berkelanjutan.
43
2. Optimalisasi potensi penerimaan daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan salah satu alternatif sumber penerimaan utama. Untuk itu
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam bentuk intensifikasi dan
ekstensifikasi perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten Nagan Raya.
3. Untuk mewujudkan kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan
keuangan daerah, khususnya untuk alokasi belanja modal, dalam jangka
panjang sebaiknya Pemerintah Kabupaten Nagan Raya perlu mengurangi
ketergantungan atas transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Daerah secara langsung. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BPS. 2016. Kabupaten Nagan Raya dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Nagan Raya. Suka Makmue
Bahar, Ujang. 2009. Otonomi Daerah terhadap Pinjaman Luar Negeri.
Kembangan. Jakarta Barat.
Bratakusumah, dan Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan BLU.Edisi Kedua. PT. Macana Jaya Cemerlang. Jakarta
Fokusmedia, Tim Redaksi. 2006. Undang-Undang Otonomi Daerah. Fokusmedia.
Bandung
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Muchtholifah. 2010. Pengaruh PDRB, Inflasi, Investasi Industri, dan Jumlah
Tenaga Kerja terhadap PAD di Kota Mojokerto. Jurnal Ilmu Ekonomi
Pembangunan Vol.1 No.1. UPNV. Surabaya
Nordiawan, Deddi et al. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Ketiga. Salemba
Empat. Jakarta.
Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintahan. Edisi pertama-
Yokyakarta:graha ilmu.
Saputra. Dori 2014. Analisis Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah
pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Artikel Ilmiah.
Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Padang.
Syakhiruddin. 2008. Statistika Ekonomi. CV Perdana Mulya Sarana. Medan
Whidjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala
Daerah secara langsung. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
BPS. 2016. Kabupaten Nagan Raya dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Nagan Raya. Suka Makmue
Bahar, Ujang. 2009. Otonomi Daerah terhadap Pinjaman Luar Negeri.
Kembangan. Jakarta Barat.
Bratakusumah, dan Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan BLU.Edisi Kedua. PT. Macana Jaya Cemerlang. Jakarta
Fokusmedia, Tim Redaksi. 2006. Undang-Undang Otonomi Daerah. Fokusmedia.
Bandung
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Muchtholifah. 2010. Pengaruh PDRB, Inflasi, Investasi Industri, dan Jumlah
Tenaga Kerja terhadap PAD di Kota Mojokerto. Jurnal Ilmu Ekonomi
Pembangunan Vol.1 No.1. UPNV. Surabaya
Nordiawan, Deddi et al. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Edisi Ketiga. Salemba
Empat. Jakarta.
Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintahan. Edisi pertama-
Yokyakarta:graha ilmu.
Saputra. Dori 2014. Analisis Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah
pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Artikel Ilmiah.
Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Padang.
Syakhiruddin. 2008. Statistika Ekonomi. CV Perdana Mulya Sarana. Medan
Whidjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.
top related