pengaruh tekanan
Post on 10-Aug-2015
343 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT
A. Landasan Teori
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan
yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Volume
darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter.
Sekitar 55% adalah cairan sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Susunan darah,
serum darah atau plasma terdiri atas air (91,0%), protein (8,0%), mineral (0,9%), dan sisanya
diisi oleh sejumlah bahan organik seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, kretinin, kolesterol,
dan asam amino. Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya, agak kental, berwarna merah
terang, dan merah gelap, berat jenisnya berkisar antara 1,06, pH bersifat alkalis
(7,2) (Benson et al., 1999).
Apabila disentrifus (centrifuge), dengan kecepatan putaran tertentu, maka akan terpisah
menjadi dua bagian utama yaitu bagian yang berwarna merah gelap disebut benda
benda darah yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, keping darah
dan bagian kuning jernih yang disebut plasma. Komposisi darah merupakan salah
satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan maupun manusia. Perbandingan antara
plasma dan benda-benda darah pada kondisi normal bervariasi pada laki-laki sekitar
47% dan perempuan 45%. Pada kondisi tertentu persentase darah mengalami penurunan atau
sebaliknya.
Dalam Pengantar Fisiologi Manusia, Nyayu Syamsiar Nangsari
menyebutkan beberapa sifat-sifat dasar dari masing-masing sel darah, yaitu:
1. Sel darah merah (eritrosit)
Bentuknya seperti cakram, bikonkaf, cekung pada kedua sisinya dan dapat
dilipat ketika melewati kapiler. Sel ini dibentuk di dalam sumsum, terutama
tulang pendek dan tulang pipih. Dalam setiap mm
3
darah terdapat 5 juta sel
darah. Rata-rata umur sel darah merah adalah 120 hari.
Ukuran sel darah putih lebih besar dari sel darah merah, 10–15 mikron dan
terdapat nuclei. Fungsinya adalah melindungi tubuh melawan infeksi,
senjata utamanya adalah fagosit, yakni menelan bakteri yang masuk ke
tubuh. Hal ini misalnya terjadi pada saat luka pada kulit. Ketika kulit
terluka maka bakteri akan masuk ke luka dan terus mengikuti aliran darah.
Untuk membunuh bakteri tersebut maka peran leukosit sangat diperlukan.
Dalam setiap mm
3
darah terdapat 6.000–10.000 sel darah putih.
3. Keping darah (trombosit)
Besarnya hanya 2–5 mikron. Bentuknya oval bergranula dan tidak
mempunyai inti. Fungsi utamanya adalah berperan pada pembekuan darah
agar darah tidak terus keluar pada saat terjadinya luka (Nangsari, 1988:
203-209). Setiap mm
3
darah orang dewasa mengandung sekitar 200.000–
400.000 butir keping darah.
Lebih lanjut Nangsari (1981: 37) menyebutkan bahwa “Perbedaan
kecepatan antara aliran air yang masuk dan keluar dapat menyebabkan perbedaan
kompisisi kimiawi dari cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Jumlah
keseluruhan air di dalam tubuh ditentukan oleh proses pemasukan, peredaran, dan
pengeluaran”. Setiap sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu
cairan yang mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut
berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan interstitial
dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam cairan interstitial,
sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah. Membran sel eritrosit seperti
hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel.
Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan berpindah dari dalam eritrosit ke
luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada
kondisi larutan hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit
sehingga eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan
hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan.
Sifat lipid tidak larut dalam air, namun lipida yang menyusun membran sel
terdiri atas dua bagian, polar dan nonpolar. Muatan listrik pada bagian polar
bersifat mengikat air (hidrofilik), sedangkan pada bagian nonpolar bersifat tidak
mengikat air (hidrofobik). Bagian lipida yang hidrofobik mengikat molekul air
dan zat-zat terlarut di dalamnya untuk dimasukkan ke dalam sel. Fungsi utama
membran sel adalah untuk mengatur pertukaran substansi zat antar sel dengan
lingkungannya (Sudarno, dkk., 2000: 14).
Cairan tubuh pada hakikatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat
dalam tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan
oleh sel dan sisa-sisa metabolisme yang dibuang oleh sel. Selain itu, cairan tubuh
juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu), kekentalan
(viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik maupun
kimiawi dari dalam dan luar tubuh.
Cairan yang memiliki tekanan atau konsentrasi sama dengan cairan dalam
tubuh disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi dari pada dalam sel
disebut hipertonis, dan lebih rendah daripada dalam sel disebut hipotonis. Cairan
hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma ke luar sehingga
eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya rusak tampak berkerut-
kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan hipotonis
akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit
akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (hemolisis).
B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Kegiatan
1.1 Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan
1.2 Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi
larutan.
2. Kompetensi Khusus
2.1 Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kecepatan hemolisis dan
krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
2.2 Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
C. Alat dan Bahan
1. Mikroskop
2. Kaca benda dengan gelas penutupnya (cover glass)
3. Pipet
4. Garam fisiologis (NaCl); 3%, 1%, 0,9%, 0,7%, dan 0,5%.
5. Alkohol
6. Lanset
7. Aquades (air murni)
8. Sampel darah manusia
9. Stopwatch
D. Cara Kerja Praktikum
1. Mengambil sampel darah (rekan praktikan), menusuk dengan
menggunakan lanset.
2. Taruh di atas gelas objek, kemudian tambahkan 1 tetes NaCl 0,7%,
kemudian diamati di bawah mikroskop, dan catat waktu yang diperlukan
saat eritrosit tampak mulai hemolisis.
3. Melakukan kegiatan seperti cara 1 dan 2 untuk larutan NaCl 0,5%, 0,9%,
1,0% dan 3,0% serta aquades, lalu dicatat hasil pengamatannya.
4. Untuk mengetahui kecepatan terjadinya krenasi, dilakukan seperti di atas
dengan menggunakan larutan NaCl lebih pekat dari 0,7%, lalu dicatat
hasilnya (misalnya digunakan NaCl 1%).
E. Hasil Pengamatan
Sesuai hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop, darah manusia
yang ditetesi dengan NaCl (konsentrasi berbeda-beda) dan aquades maka
didapatkan waktu terjadinya krenasi dan hemolisis sebagai berikut:
No
Larutan
Waktu
krenasi/hemolisis
Keterangan
(menit/dtk)
6:50
15:17
Terjadi hemolisis
NaCl 0,5%
2:00
Waktu rata-rata 453 detik
8:36
1
5:00
8:00
9:20
Terjadi hemolisis
NaCl 0,7%
1:30
Waktu rata-rata 331 detik
6:45
2
2:00
8:30
4:45
Terjadi krenasi
NaCl 0,9%
1:35
Waktu rata-rata 279
5:27
3
3:00
7:55
3:50
Terjadi krenasi
NaCl 1,0%
2:05
Waktu rata-rata 217 detik
3:54
4
0:20
7:30
2:15
Terjadi krenasi
NaCl 3,0%
0:45
Waktu rata-rata 179 detik
2:26
5
2:00
2:30
2:15
Eritrosit pecah
Aquades
1:45
Waktu rata-rata 103 detik
1:05
1:00
F. Pembahasan
Membrann sel merupakan lapisan yang mengandung lemak, di atasnya
ditutupi oleh selaput protein. Cairan pada sisi membran sel (sel darah) merembes
ke bagian membran protein, tetapi bagian membran lemak berbeda dengan
cairannya medianya. Oleh karena itu, menurut Nyayu Syamsiar (1988: 39) ada
dua cara yang berbeda supaya bahan-bahan dapat berdifusi melalui membran,
yaitu:
1. Bahan-bahan tersebut harus larut dahulu dalam lemak, sehingga difusinya
melalui membarannya sama dengan difusi air melewati membran.
2. Membran tersebut membentuk pori-pori seingga bahan-bahan dapat masuk.
Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit sehingga hemoglobin
bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit
dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam darah,
penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu,
pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah, dan
lain-lain. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena
penambahan larutan NaCl) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan
masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan
menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan
tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah akibatnya
hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya, sebaliknya bila eritrosit
berada dalam medium yang hipertonis maka cairan eritrosit akan keluar menuju
ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi).
Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke
dalam medium luar eritrosit (plasma).
Dalam kegiatan ini hanya menggunakan satu jenis larutan, yakni natrium
klorida (NaCl) dan aquades. Untuk melihat perbedaan terjadinya proses difusi
pada eritrosit maka digunakan konsentrasi NaCl yang berbeda. Konsentrasi NaCl
yang digunakan adalah 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1,0% dan 3,0%.
Pada hasil percobaan, eritrosit mengalami hemolisis sempurna pada darah
yang diberi larutan NaCl 0,5%. Hemolisis terjadi karena adanya larutan hipotonis,
sehingga eritrosit menjadi rapuh dan pecah dan menyebabkan hemoglobin
tumpah. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang
hipertonis terhadap isi eritrosit, dari hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk
eritrosit yang diujicobakan menunjukkan bahwa larutan NaCl yang lebih pekat
akan lebih cepat mengalami krenasi.
Perbedaan konsentrasi NaCl yang digunakan dalam percobaan ini
memberikan hasil yang berbeda. Ketika dilakukan pengamatan pada NaCl 0,5%
dan 0,7%, maka terlihat adanya sel membulat dan kembung. Setelah itu terjadi
perubahan bentuk sel. Sel terlihat sudah tidak utuh, tidak beraturan, lapisan atas
bening, berwarna merah gelap, terdapat endapan, dan sel tersebut telah mengalami
pemecahan yang disebabkan karena cairan NaCl terus mendesak masuk ke dalam
sel darah sehingga menyebabkan sel darah tidak dapat menampung lagi NaCl
yang berdifusi ke dalam sel dan akhirnya sel pecah. Proses ini disebut dengan
hemolisis. Pada larutan NaCl 0,5% waktu yang diperlukan untuk hemolisis 453
detik dan larutan NaCl 7% adalah 331 detik.
Perbedaan terjadinya proses osmosa pada sel (membran), dapat diamati
ketika dilakukan percobaan pada konsentrasi NaCl di atas 0,7%. Pada percobaan
NaCl di atas 0,7% ini (0,9%, 1%, dan 3%) bentuk sel darah menjadi berubah. Hal
ini disebabkan karena pada kondisi cairan NaCl adalah hipertonis, maka air akan
berpindah ke luar dari dalam sel darah sehingga sel darah mengalami penyusutan
(krenasi). Perbedaan kecepatan terjadinya krenasi dapat pula kita amati dari hasil
pengamatan, dimana semakin tinggi konsentrasi (NaCl 3%) maka akan semakin
cepat waktu yang diperlukan untuk terjadinya krenasi.
Grafik Hemolisis (waktu Vs konsentrasi)
0
100
200
300
400
500
NaCl 0,5%
Dari uraian di atas dapat dilihat adanya hubungan antara tingginya
konsentrasi lingkungan terhadap peristiwa osmosis yang terjadi pada sel darah
manusia. Pada peristiwa hemolisis, semakin tinggi konsentrasi lingkungan maka
semakin lambat proses hemolisis terjadi dan sebaliknya apabila konsentrasinya
rendah maka proses hemolisis akan semakin cepat. Sedangkan pada peristiwa
krenasi, semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin cepat waktu yang
diperlukan untuk terjadinya krenasinya dan semakin rendah konsentrasi maka
akan semakin lambat waktu yang diperkukan untuk terjadinya krenasi.
Dari hasil pengamatan terdapat beberapa ketidakkonsistennya waktu
pada masing masing perlakuan karena perbedaan ketelitian yang dilakukan.
Namun, secara garis besar dapat diamati perubahan limit waktu yang dibutuhkan
dari masing-masing percobaan.
G. Kesimpulan
Dari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Larutan NaCl berkonsentrasi 0,5% akan berdifusi ke dalam sel. Hal ini
terjadi karena konsentrasi sel lebih rendah dari konsentrasi lingkungan.
Cairan NaCl yang terus masuk ke dalam sel menyebabkan terjadinya
hemolisis pada sel. Maka pada peristiwa hemolisis semakin tinggi
konsentrasi lingkungan (NaCl) maka waktu yang dibutuhkan semakin
lama, sebaliknya semakin rendah konsentrasi NaCl maka hanya
dibutuhkan waktu yang sedikit untuk terjadinya hemolisis. Larutan NaCl
dengan konsentrasi di atas 0,7% (0,9%, 1,0%, dan 3,0%) menyebabkan
Grafik Krenasi (waktu vs konsentrasi)
0
50
100
150
200
250
300
NaCl 0,9%
terjadinya krenasi (penyusutan) pada sel. Krenasi terjadi karena
konsentrasi pada ruang sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi
lingkungan. Maka pada peristiwa krenasi semakin tinggi konsentrasinya
maka waktu yang dibutuhkan semakin sedikit (cepat), sebaliknya
rendahnya konsentrasi NaCl menyebabkan lamanya proses krenasi. Hal ini
merupakan kebalikan dari hemolisis sedangkan pada aquades eritrosit
pecah.
2. Semakin tinggi konsentrasi NaCl yang dipakai maka akan semakin cepat
terjadinya hemolisis dan krenasi.
Diskusi
1. Percobaan pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
sebaiknya dilakukan pada usia yang berbeda untuk mengetahui apakah
faktor usia juga mempengaruhi.
2. Mikroskop yang digunakan sebaiknya sudah diuji bekerja dengan baik,
agar praktikan tidak kesulitan dalam percobaan, karena dengan mikroskop
yang telah diuji sebelumnya akan memberikan hasil yang valid.
H. Daftar Pustaka
Evelin C. Pearce. (1985). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia
Nangsari, Nyayu Syamsiar. (1988). Pengantar fsiologi manusia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudarno, dkk. (2000). Biologi 3 sekolah menengah umum. Surakarta: PT. Pabelan
Syamsuri, Istamar, dkk. (2000). Biologi 2000 2B SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga
Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. (1979). Biologi II. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
top related