pengelolaan hama penyakit tanaman cabai
Post on 02-Aug-2015
573 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
KLINIK TANAMAN (PTN402)
PENGAMATAN KEJADIAN SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT
TANAMAN PADA KOMODITAS CABAI DI DESA SUKA DAMAI
KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
Disusun Oleh:
Andrixinata B
Maeniwati Rachmah
R Tia Santiani Heryana
Muhammad Prio Santoso
A34070016
A34080054
A34080072
A34080081
Dosen:
Dr. Suryo Wiyono
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum varlongum) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai
merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama
ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru
dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara
Indonesia.
Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya.
Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di Negara asalnya.
Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai
besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Secara umum cabai memiliki
banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein, Lemak,
Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain digunakan untuk
keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri
diantaranya, Industri bumbu masakan, industry makanan dan industri
obat‐obatan atau jamu. Buah cabai ini selain dijadikan sayuran atau bumbu
masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping
itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki
peluang eksport, membuka kesempatan kerja.
Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat
sejalan dengan kenaikan pendapatan dan atau jumlah penduduk sebagaimana
terlihat dari trend permintaan yang cenderung meningkat yaitu tahun 1988
sebesar 2,45 kg/kapita, menjadi sebesar 2,88 kg/kapita pada tahun 1990 dan pada
tahun 1992 mencapai sebesar 3,16 kg/kapita.
Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan
terhadap cabai merah untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang
disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang
terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga
terjadi pada kondisisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal ini yang mengakibatkan harga
akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat
rendah.
Tujuan
Melakukan observasi dan identifikasi serangan organisme pengganggu
tanamana (OPT) pada tanaman cabai merah serta memberikan rekomendasi
pengendalian yang spesisfik.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Pengamatan
Pengamatan dilakukan di lahan Cabai bapak Ata yang dikelola oleh bapak
Eman desa Sukadamai, kecamatan Dramaga, Bogor barat, Jawa Barat.
Pengamatan dilakukan mulai tanggal 19 september 2011, pengamatan dilakukan
seminggu sekali selama 5 minggu.
Bahan
Pada pengamatan kali ini bahan-bahan yang digunakan adalah daun, buah
dan batang tanaman yang terinfeksi pada lahan pengamatan seluas 4000 m2.
Bagian tanaman yang diambil tersebut adalah sampel dalam pengamatan.
Alat
Alat yang digunakan berupa kamera untuk pengambilan gambar bagian tanaman
yang terinfeksi, mikroskop cahaya dan stereo, cawan petri, spatula, plastik dan
label
Metode
Pengamatan dilakukan di desa Koncong, kelurahan Sukadamai kecamatan
Dramaga kabupaten Bogor. Lahan yang diamati adalah milik Bapak Ata dan
pengelola lahan adalah Bapak Eman, tanaman cabai ditanam pada lahan seluas
4000 m2.
Metode pengambilan contoh
Tanaman tumbuh di atas lahan seluas 4000 m2 sehingga tanaman yang
diamati adalah hanya tanaman yang sudah ditentukan secara acak. Metode
pengacakan dilakukan dengan metode silang. Pada lahan diambil beberapa
tanaman yang berada pada garis silang yang telah ditentukan. Sehingga diperoleh
22 tanaman contoh yang akan diambil bagian-bagiannya yang menunjukkan
gejala kemudian diamati secara mikroskopis.
Metode wawancara
Informasi yang lebih lengkap dapat diperoleh dengan cara melakukan
wawancara pada pemilik lahan, dan pengelola lahan. Informasi yang diperoleh
berupa tanaman budidaya, penggunaan benih, sistem budidaya, sejarah
pertanaman, kondisi pertanaman disekitarnya,dan sejarah pengendalian.
Metode pengamatan.
Pengamatan dilakukan secara lapang dan laboratorium. Pengamatan lapang
pada tanaman contoh dilakukan seminggu sekali selama 5 minggu dengan
mengamati perkembangan gejala penyakit yang timbul pada saat itu, sedangkan
pengamatan laboratorium dilakukan di laboratorium pendidikan Proteksi
Tanaman. Pengamatan laboratorium dilakukan dengan menggunakan mikroskop
cahaya untuk mendeteksi gejala penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan.
Bagian tanaman yang menunjukkan gejala dibawa dengan menggunakan plastik
yang digelembungkan dan diamati. Perlakuan sama untuk bagian tanaman yang
terserang oleh hama atau cendawan.
TINJAUAN PUSTAKA
Cara Budidaya Tanaman
1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah bertujuan mengubah struktur tanah menjadi gembur
sesuai untuk perkembangan akar tanaman, menstabilkan peredaran air, peredaran
udara dan suhu di dalam tanah. Sebelum dibajak lahan digenangi sehari semalam
agar tanah menjadi lunak dan tidak melekat pada mata bajak saat pembajakan.
Setelah dibajak lahan dikeringkan dan digaru, kemudian diangin-anginkan selama
5-7 hari. Plot dibuat dengan ukuran panjang 10-12 m. lebar 110-20 cm, tinggi 30-
40 cm (untuk musim kemarau) 50-70 cm (untuk musim hujan), lebar parit 50-55
cm (musim kemarau), dan 60-70 cm (musim hujan).
2. Pengapuran
Pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah, selain itu juga untuk
menambahkan unsur hara Calsium (Ca) maupun unsur Magnesium (Mg).
Kebutuhan Kapur sangat tergantung tinggi rendahnya pH. Pada pH < 5
dibutuhkan kapur 5-10 ton/ha, sedangkan pada pH > 6 diperlukan kapur 1- 4 ton.
3. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang di butuhkan
tanaman, unsur tersebut terdiri dari unsur makro yaitu N, P, K, Ca, S, C, H dan
Mg dan unsur mikro yaitu Fe, B, Zn, Cu dan Mo. Jenis dan dosis pupuk makro
dan mikro, yang diberikan melalui akar maupun melalui daun.
4. Waktu dan Cara Pemupukan
Pemupukan pertama masing-masing pupuk kandang (pupuk organik)
sebanyak 100%, pupuk buatan (an-organik) sebanyak 40% dan nematisida
furadan diberikan 7-10 hari sebelum tanam menjelang pemasangan mulsa.
Pemupukan kedua dan ketiga masing-masing 30% pupuk buatan diberikan pada
umur 30 dan 60 hari setelah tanam melalui
lubang yang dibuat antar tanaman. Aplikasi ZPT masing-masing jenis
diberikan tiap 10 hari sekali secara bersamaan. Sedangkan pupuk daun Gandasil D
diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif dan Gandasil B diberikan pada akhir
masa vegetatif sampai akhir masa generatif.
5. Pemasangan Mulsa
Selain mulsa plastik hitam-perak (MPHP) mulsa jerami dapat juga diberikan
sebanyak 5ton/ha. Pemasangan mulsa dikerjakan setelah penyiraman secukupnya
dan pemberian pupuk dasar.
6. Pembuatan Lubang Tanaman
Bedengan yang telah ditutup mulsa dibiarkan selama 5-7 hari agar unsur
hara dengan pupuk bereaksi dan dalam bentuk tersedia hingga segera dapat
diserap tanaman muda. Satu atau dua hari sebelum penanaman, lubang tanaman
sudah dipersiapkan dengan ukuran diameter 10cm.
7. Persiapan Polybag
Sebaiknya persemaian cabai merah dilakukan dalam polybag sebelum
penanaman ke lapangan. Media tanam dalam polybag merupakan campuran tanah
yang telah diayak terlebih dahulu kemudian dicampur dengan pupuk kandang atau
kompos, dengan dosis 1:1. Pemberian pupuk an-organik dan kapur pada media
persemaian masing-masing pupuk majemuk NPK sebanyak 2 kg dan kapur 10
kg/ton media kompos dan tanah. Setelah media tanam diisi dalam polybag, lalu
dibiarkan antara 5-7 hari sebelum benih disemai.
8. Persemaian Benih
Sebelum disemai, benih yang terpilih terlebih dahulu direndam dalam
larutan fungisida sampai 12 jam dan dikering-anginkan hingga airnya kering.
Setelah itu, benih ditebarkan ke dalam media tanam (polybag) sebanyak 1 biji
benih per polybag. Perawatan persemaian terdiri dari penyiraman, pengaturan
cahaya, dan pemberantasan hama/penyakit.
9. Penanaman dan Model Tanam
Setelah umur bibit di persemaian 18-25 hari, bibit sudah dapat dipindahkan
ke lapangan, pemindahan sebaiknya dilakukan pagi-pagi sebelum terik matahari
atau sore hari. Jarak tanam dianjurkan bervariasi 60 x 50 cm, 60 x 70 cm atau 70 x
70 cm, hal ini tergantung tingkat kesuburan tanah dan varietas yang digunakan.
Bentuk pertanaman sebaiknya dengan sistem tanam segitiga (zigzag).
10. Penyulaman
Bibit atau tanaman muda yang mati harus diganti atau disulam. Bibit
sulaman yang baik diambil dari tanaman yang sehat dan tepat waktu (umur bibit)
untuk penanaman. Penyulaman dilakukan pada minggu pertama atau selambat-
lambatnya minggu kedua. Sebaiknya penyulaman dilakukan pagi atau sore hari.
11. Perempelan
Perempelan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas
produksi. Bagian yang dirempel yaitu tunas samping, yang keluar di ketiak daun
pada saat tanaman berumur 10-20 hari. Perempelan dilakukan 2-3 kali sampai
terbentuk percabangan utama yang ditandai dengan munculnya bunga pertama,
sekitar umur 18-22 HST dataran rendah, dan 25-30 HST dataran tinggi. Selain
perempelan tunas, perempelan bunga pertama dan bahkan sampai bunga kedua
pada tanaman yang cukup sehat perlu dilakukan. Perempelan bunga bertujuan
untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dengan menunda pertumbuhan
generatif.
12. Pemasangan Ajir (sokongan)
Sokongan harus dipasang sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanam
atau maksimal 1 (satu) bulan setelah penanaman. Sokongan dipasang sekitar 10
cm dari pangkal batang tanaman. Ukuran sokongan 125 - 150 cm, lebar 4 cm, dan
tebal 2,5 cm. Sisi ajir perlu dihaluskan untuk mengurangi kerusakan mekanis pada
tanaman akibat gesekan.
13. Pengairan
Pengairan harus senantiasa diperhatikan, karena air merupakan faktor vital
bagi tanaman cabai. Penyiraman yang paling banyak (2 hari sekali) yaitu, pada
fase vegetatif <40 HST. Sistem pengairan dapat dengan menggunakan selang
yang dimasukkan ke mulsa plastik melalui lubang tanaman, hingga posisi selang
air tepat di tengah-tengah tempat tanaman cabai. Untuk pertanaman pada lahan
sawah, sistem pengairan dilakukan dengan cara penggenangan pada saluran
drainase antar bedengan dengan ketinggian air sekitar 3/4 tinggi bedengan.
Hama Thrips sp. (Thysanoptera : Thripidae)
Siklus hidup
Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabai.
Menurut beberapa sumber, thrips yang menyerang cabai tergolong sebagai
pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabai hanya salah
satunya saja. Dengan panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat
kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang
bagian daun muda dan bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim
kemarau, namun tidak menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga
terjadi serangan.
Thrips dapat berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif
melalui proses Phartenogenesis, misalnya thrips yang mengalami phartenogenesis
adalah Thrips tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara
phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut
Kalshoven (1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15
butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan
masa inkubasi telur sekitar 7 hari.
Gejala serangan
Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah pada permukaan
daun akan terdapat bercak-bercak yang berwarna putih seperti perak. Hal ini
terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap
cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling
berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip
seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna
coklat dan akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka
tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga terdapat bisul-bisul.
Kotoran-kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun sehingga daun
menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini
adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai
yang masih muda ( Setiadi, 2004 ).
Hama Thrips ini sudah menyerang tanaman cabai dimulai saat nimfa sampai
kepada imago. Artinya begitu telur menetas menjadi nimfa maka akan langsung
menghisap cairan tanaman. Nimfa biasanya bergerak jauh lebih lambat daripada
imago, hal ini penting untuk membedakan antara imago dengan nimfa, Kotoran
hama ini yang berbentuk seperti tetes hitam dapat menutupi jaringan daun yang
diserangnya sehingga daun berubah menjadi hitam ( Setiadi, 2004 )
Penyakit Antraknosa
Siklus hidup penyakit
Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji.
Kelak cendawan menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit.
cendawan menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buah,- buah.
Cendawan hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi
memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu
cendawan dapat mempertahankan diri dalam sisa - sisa tanaman sakit. Seterusnya
konidium disebarkan oleh angin. Aservulus dangkal, seta bersekat 1–2. Konidium
hialin, berbentuk bulat telur dengan kedua ujungnya agak runcing (Sinaga, 2006).
Umumnya, spora cendawan patek disebarkan oleh angin. Bisa juga melalui
peralatan pertanian, bahkan manusia. Cendawan dapat menginfeksi biji dan
bertahan dalam sisa-sisa tanaman sakit. Tanaman inang lain lain yang diserang
oleh cendawan ini diantaranya yaitu bawang-bawangan, jambu mete, srikaya,
sirsak, teh, pepaya, tapak dara, beras tumpah (Dieffenbachia saguine).
Umumnya gejala serangan penyakit antraknosa atau patek pada buah
ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari
diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam.
Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah
menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa
dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun
dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman.
Faktor yang sangat mempengaruhi mati ranting atau ujung adalah lemahnya
jaringan tanaman karena kondisi tanaman kurang baik, yang dapat disebabkan
oleh perawatan yang kurang baik, misalnya tanah yang kurus terutama defisiensi
fosfor, kekurangan air, dan adanya lapisan cadas atau adanya gangguan organisme
lain.
Gejala serangan
Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh
Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides
Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai
karena bisa menghancurkan panen hingga 20-90 % terutama pada saat musim
hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan
sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 % dengan
suhu 320C
Cendawan C. capsici menyerang tanaman dengan menginfeksi jaringan
buah dan membentuk bercak cokelat kehitaman yang kemudian meluas menjadi
busuk lunak. Serangan yang berat menyebabkan buah mengering dan keriput
seperti jerami. Pada bagian tengah bercak yang mengering terlihat kumpulan
titik-titik hitam dari koloni cendawan. Sedangkan cendawan C. gloeosporioides
Pens menyerang tanaman cabe pada saat buah masih berwarna hijau dan
menyebabkan mati ujung (die back). Ciri-ciri yang dapat dikenali akibat serangan
cendawan ini adalah buah yang terserang terlihat bintik-bintik kecil berwarna
kehitaman dan berlekuk. Bintik-bintik ini pada bagian tepi berwarna kuning,
membesar dan memanjang. Pada kondisi lembab, cendawan memiliki lingkaran
memusat berwarna merah jambu.
Penyakit Layu Fusarium
Siklus hidup
Layu Fusarium adalah penyakit yang paling lazim ditemukan diantara kedua
penyakit ini, di daerah Kansas, layu Fusarium umumnya terjadi pada pertengahan
musim panas ketika temperatur udara dan tanah tinggi. Patogen penyebab layu
Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau
pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Sekali menginfeksi, cendawan ini akan
bertahan selama bertahun-tahun pada tanah. Cendawan ini dapat menginfasi
tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air
dan mineral pada tanaman.Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium,
didukung oleh suhu tanah yang hangat (48oC) dan kelembapan tanah yang rendah.
Cendawan Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne
pathogen” yang termasuk parasit lemah dan bersifat saprofit. memiliki miselium
bersekat dan membentuk percabangan. Cendawan ini menular melalui tanah atau
rimpang yang berasal dari tanaman sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka
pada rimpang. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan,
pembumbunan, atau karena serangga dan nematode.
Daur hidup Fusarium sp. mengalami fase patogenesis dan saprogenesis.
Pada fase patogenesis, cendawan hidup sebagai parasit pada tanaman inang dan
mematikan tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di
dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis,
yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman
lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah
terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia
Gejala serangan
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Fusarium sp., penyakit ini biasanya
menyerang tanaman cabai yang ditanam pada tanah masam (ph tanah rendah,
kurang dari 6). Serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sebelah atas
dan diikuti menunduknya tangkai daun. Jika pada batas antara akar dengan
batang dipotong akan terlihat cicncin coklat kehitaman diikuti busuk basah pada
berkas pembuluh.
Awal terbentuknya penyakit tanaman ini adalah perubahan warna daun yang
paling tua menjadi kekuningan (daun yang dekat dengan tanah). Seringkali
perubahan warna menjadi kekuningan terjadi pada satu sisi tanaman atau pada
daun yang sejajar dengan petiole tanaman. Daun yang terinfeksi akan layu dan
mongering, tetapi tetap menempel pada tanaman. Kelayuan akan berlanjut ke
bagian daun yang lebih muda dan tanaman akan segera mati. Batang tanama
tomat akan tetap keras dan hijau pada bagian luar, tetapi pada jaringan vaskular
tanaman, terjadi diskolorisasi, berupa luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi
dapat dilihat dengan mudah dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah
dan akan terlihat luka sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara daera
sumbu tanaman dan bagian terluar batang. Penyakit tular tanah umumnya, sulit
dikendalikan karena memiliki kisaran inang yang luas, dapat bertahan dalam
tanah dalam waktu yang lama, dan gejala dini sulit diidentifikasi, sehingga
penyakit baru dapat diketahui ketika serangan sudah lanjut dan menyebabkan
gejala pada bagian atas tanah.
Tanaman yang sehat dapat terinfeksi oleh kedua patogen ini, jika di dalam
tanah tempat tanaman tumbuh terkontaminasi oleh jamur ini. Jamur ini dapat
menyebar pada tanaman lain dengan menginfeksi akar tanaman menggunakan
tabung kecambah, atau miselium. Akar tanaman dapat terinfeksi langsung melalui
jaringan akar, atau melalui akar lateral. Setelah memasuki akar tanaman, miselium
akan berkembang hingga mencapai jaringan korteks akar. Pada saat miselium
jamur mencapai xylem, maka miselium ini akan berkembang hingga menginfeksi
pembuluh xylem. Miselium yang telah menginfeksi pembuluh xylem, akan
terbawa ke bagian lain tanaman, dan mengganggu peredaran nutrisi dan air pada
tanaman.
DATA DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengamatan
Tabel 1 Jenis hama dan penyakit yang ditemukan di lapangan
Jenis OPT Gambar
Thrips sp.
Antraknosa (Colletotrichum
gloeosporioides Pens)
Layu Fusarium sp.
Lalat buah (Bactrocera dorsalis)
Jenis OPT Gambar
Virus gemini
Bercak daun Cercospora sp.
Tabel 2. Kejadian dan keparahan penyakit yang utama di lahan cabai
Jenis OPT Kejadian penyakit
(%)
Keparahan penyakit
(%)
Thrips sp. Tysanoptera: Thripidae 100 69.7
Layu Fusarium sp. 100 64.4
Busuk buah (Colletotrichum
gloeosporioides) 22.72 60.5
Contoh perhitungan :
Hama Thrips sp. (Tysanoptera: Thripidae)
Layu Fusarium
Layu Fusarium merupakan penyakit tanaman cabai yang disebabkan oleh
jamur Fusarium oxyporum Schlecht. Gejala diawali dengan menguning dan
layunya daun bagian bawah dekat pangkal. Bagian pembuluh kayu pangkal
batang jika diiris akan terlihat berwarna coklat seperti gambar 3, dan akar tanaman
yang terserang penyakit ini akan rusak dan busuk, selanjutnya tanaman akan
menjadi layu dan mati. Gejala serangan yang tampak hampir mirip dengan gejala
serangan layu bakteri. Perbedaanya dapat terlihat saat bagian pangkal batang
dipotong dan dicelupkan ke dalam gelas berisi air putih. Tanaman yang terserang
layu fusarium tidak akan mengeluarkan eksudat berupa lendir. Tanaman yang
terserang penyakit layu fusarium akan mengalami kematian dengan cepat.
Tanaman terserang menjadi sumber inokulum cendawan yang dapat tersebar
melalui tanah dan air.
Gambar 1 Tanaman terserang layu Gambar 2 Tingkat kejadian layu
Pada pertanaman yang diamati, kejadian serangan penyakit layu fusarium
mulai nampak pada saat tanaman cabai berumur 4 bulan dimana tanaman mulai
panen pertama. Jumlah tanaman terserang cukup tinggi, tanaman yang sakit
dicabut oleh pengelola dan diganti dengan tanaman kacang panjang. Sayangnya,
tanaman yang dicabut tidak diisolasi dan dimusnahkan sehingga serangan tetap
terjadi dengan tingkat keparahan yang semakin tinggi. Akibatnya kejadian
penyakit sangat tinggi sampai pada saat panen ke 12 saat pengamatan sudah
banyak sekali tanaman yang dicabut dan diganti dengan kacang panjang (gambar
1 dan 2).
Lahan yang diamati sebelumnya merupakan lahan sawah yang dibera.
Lahan sawah yang dibera ini besar kemungkinan tergenang air dalam waktu yang
cukup lama. Hal ini menyebabkan peningkatan pH atau tingkat keasaman tanah.
peningkatan pH ini diduga menjadi salah satu pemicu perkembangan patogen di
lahan tersebut. Seperti diketahui, layu fusarium banyak menyerang tanaman pada
lahan dengan tingkat keasaman yang tinggi. Kemudian penanganan dengan
pencabutan juga memicu penyebaran penyakit. Hal ini dikarenakan tanaman yang
dicabut tidak dimusnahkan dan tanaman tersebut masih ditumpuk di sekitar
pertanaman seperti pada gambar 4.
Gambar 3 Akar tanaman terserang Gambar 4 Tumpukan tanaman mati
Berdasarkan hasil wawancara, kerugian yang disebabkan oleh kerusakan
tanaman akibat layu fusarium dapat dikatakan sangat tinggi. Akan tetapi, kerugian
tersebut kurang dirasakan karena kejadian penyakit yang tinggi baru pada saat
tanaman telah beberapa kali panen sehingga dapat dikatakan kerugian yang
ditimbulkan hanya mengakibatkan penurunan keuntungan/laba bersih dari
budidaya.
Antraknosa
Penyakit antraknosa disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici
Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens. Penyakit ini berkembang
dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80
rH dengan suhu 32 ºC, gejala serangan penyakit antraknosa pada buah dan daun
ditandai bercak kering konsentris dengan spora yang nampak tersusun melingkar
berlapis (gambar 5). Kejadian penyakit ini banyak teramati di lahan yang diamati,
serangan juga tidak hanya pada buah yang sudah matang tetapi juga pada buah
yang masih hijau. Berdasarkan hasil pengamatan spora di laboratorium, penyebab
antraknosa pada pertanaman yang diamati adalah C. gloeosporioides. Spora C.
gloeosporioides berbentuk lonjong dan tidak berbentuk bulan sabit seperti pada
gambar 6.
Gambar 5 Gejala antraknosa Gambar 6 Spora C. gloeosporioides
Tingkat serangan antraknosa di lahan yang diamati nampak merata di
sebagian besar pertanaman. Serangan yang lebih tinggi umumnya terjadi pada
tanaman yang berada di tempat agak teduh dan tajuk tanaman rimbun. Hal ini
mengindikasikan bahwa salah satu penyebab tingkat serangan tersebut adalah
kelembaban relatif di area pertanaman. Kelembaban yang tinggi akan memicu
perkembangan penyakit menjadi lebih cepat. Hal ini juga disebabkan oleh
kurangnya pengaplikasian fungisida. Berdasarkan hasil wawancara,
pengaplikasian fungisida hanya dilakukan pada saat tanamanbaru di transplantasi
ke lahan selebihnya hanya dilakukan pengaplikasian insektisida.
Trips
Trips merupakan salah satu hama yang memiliki kisaran inang cukup luas.
Cabai merupakan salah satu tanaman budidaya yang kerap kali menjadi sasaran
dari hama trips. Gejala dari serangan hama ini terlihat pada permukaan daun yang
terdapat bercak-bercak klorotik dan nekrotik berwarna putih seperti perak. Selain
menimbulkan gejala nekrotik dan klorotik, daun terserang akan mengalami
malformasi atau perubahan bentuk menjadi keriting. Daun-daun cabai yang
terserang akan menampakkan tepian daun yang menggulung ke dalam dan
kadang-kadang juga terdapat gejala mirip puru. Menurut Setiadi (2004),
umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun,
kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda.
Pertanaman cabai yang diamati banyak terserang trips, gejala yang teramati
pada pertanaman termasuk tanaman sampel tergolong cukup parah. Serangan pada
bagian bunga juga banyak ditemukan. Hal ini menimbulkan keguguran bunga dan
menurunkan produktifitas buah cabai. Berdasarkan hasil wawancara, serangan
trips memang banyak terjadi meskipun sudah dilakukan penyemprotan insektisida
secara rutin.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lahan, diketahui bahwa
pemakaian insektisida oleh pengelola cenderung kurang memperhatikan tingkat
keamanan. Pengelola juga kurang memperhatikan dosis maupun teknis
pengaplikasian yang baik. Hal ini dapat terlihat dari teknik pemakaian insektisida
yang banyak dicampur atau dioplos dengan alasan untuk meningkatkan efektifitas.
Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, pengoplosan yang dilakukan selalu diiringi
dengan penurunan dosis insektisida yang dipakai. Paradigm yang salah ini secara
tidak langsung mengakibatkan penurunan daya bunuh insektisida yang dipakai
dan dalam waktu panjang dapat menimbulkan resurjensi hama trips. Oleh sebab
itu, pengaplikasian insektisida kurang memberikan hasil pada pertanaman cabai
yang diamati.
Sementara itu, kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan trips kurang
begitu dirasakan oleh petani penggarap. Hal ini disebabkan oleh tingginya nilai
ekonomi cabai pada saat panen sehingga yang terjadi hanya pengurangan nilai
keuntungan saja. Namun hal ini hanya sebatas penilaian dan perhitungan
sementara dari pihak petani, akan lebih jelas jika dilakukan perhitungan yang
lebih mendetil.
REKOMENDASI
Pengendalian Layu Fusarium
Pengendalian penyakit layu fusarium dapat dilakukan dengan beberapa cara
pengendalian antara lain :
1. Pengapuran lahan sebelum tanam untuk meningkatkan pH tanah dan
mengurangi kemasaman tanah.
2. Pengaturan pengairan dengan baik, jangan sampai air menggenang
berlebihan pada lahan pertanaman. Jika pertanaman pada musim hujan
maka bedengan agar dibuat lebih tinggi.
3. Pencelupan bibit ke dalam air yang telah dicampur dengan fungisida
seperti Derosal 1,5 g per liter air sebelum bibit di tanam untuk
pencegahan.
4. Penambahan Trichoderma sp pada media sebelum tanam bersama dengan
pupuk kandang. Lubang tanaman yang terserang juga dapat diisi dengan
Trichoderma sp sebesar butir jagung. dosis pemakaian 1 baglog per
karung pupuk kandang.
5. Penyiraman dengan larutan fungisida seperti seperti Derosal dengan
takaran 1,5 gram per liter air pada saat tanaman berumur 25 – 40 hari
setelah tanam (HST).
6. Lakukan eradikasi pada tanaman terserang dengan cara mencabut tanaman
yang terserang. Usahakan jangan sampai tanahnya tercecer dan bertebaran
ke mana-mana karena dapat menulari tanaman yang sehat. Setelah
dicabut, taburi lubang bekas tanaman terserang tadi dengan kapur
secukupnya dan lubang ditutup kembali dengan tanah.
7. Untuk tanaman yang sehat yang berada di sekitar tanaman terserang,
disiram dengan larutan formalin dengan takaran 2 – 5 cc per liter air
sebanyak 200 ml per tanaman. Gunanya untuk pencegahan agar tidak
tertular oleh fusarium dari tanaman yang terserang tadi.
8. Pengendalian yang lain adalah secara teknis budidaya dengan pergiliran
tanaman lain selain tanaman dari famili Solancea (terung-terungan). Jika
sebelumnya lahan pernah ditanami cabe atau tanaman lain yang masih satu
famili, lebih baik cari lahan yang lain.
Pengendalian Antraknosa
Pengendalian Penyakit Antraknosa atau Patek dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain dengan melakukan:
1. Melakukan perendaman biji dalam air panas (sekitar 55 derajat Celcius)
selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan
triazole dan pyrimidin (0.05-0.1%) sebelum ditanam atau menggunakan
agen hayati.
2. Penyiraman fungisida atau agen hayati yang tepat pada umur 5 sebelum
pindah tanam.
3. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, namun perlu diperhatikan
saat melakukan pemusnahan, tangan yang telah menyentuh (sebaiknya
diusahakan tidak menyentuh) luka pada tanaman tidak menyentuh
tanaman/buah yang sehat, dan sebaiknya dilakukan menjelang pulang
sehingga kita tidak terlalu banyak bersinggungan dengan tanaman/buah
yang masih sehat.
4. Penggiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain yang bukan famili
solanaceae(terong, tomat dll) atau tanaman inang lainnya misal pepaya
karena berdasarkan penelitian IPB patogen antraknosa pada pepaya dapat
menyerang cabai pada pertanaman.
5. Penggunaan fungisida fenarimol, triazole, klorotalonil, dll. khususnya
pada periode pematangan buah dan terutama saat curah hujan cukup
tinggi.. Fungisida diberikan secara bergilir untuk satu penyemprotan
dengan penyemprotan berikutnya, baik yang menggunakan fungisida
sistemik atau kontak atau bisa juga gabungan keduanya.
6. Penggunaan mulsa hitam perak, karena dengan menggunakan mulsa hitam
perak sinar matahari dapat dipantukan pada bagian bawah permukaan
daun/tanaman sehingga kelembaban tidak begitu tinggi.
7. Menggunakan jarak tanam yang lebar yaitu sekitar 65-70 cm (lebih baik
yang 70 cm) dan ditanam secara zig-zag ini bertujuan untuk mengurangi
kelembaban dan sirkulasi udara cukup lancar karena jarak antar tanaman
semakin lebar, keuntungan lain buah akan tumbuh lebih besar.
8. Jangan gunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi, misal pupuk Urea, Za,
ataupun pupuk daun dengan kandungan N yang tinggi.
9. Penyiangan / sanitasi gulma atau rumput-rumputan agar kelembaban
berkurang dan tanaman semakin sehat.
10. Jangan menanam cabai dekat dengan tanaman cabai yang sudah terkena
lebih dahulu oleh antraknosa / patek, ataupun tanaman inang lain yang
telah terinfeksi.
11. Pengelolaan drainase yang baik di musim penghujan.
Pengendalian Trips
Pengendalian serangan trips dapat dilakukan dengan pengelolaan
diantaranya:
1. Menanam berbagai jenis tanaman inang diatas dengan lokasi yang
berdekatan. Hal ini untuk menghindari terjadinya perpindahan hama
Thrips dari komoditi yang satu ke komoditi yang lain, sehingga
menyulitkan dalam hal pengendaliannya atau bahkan bisa menyebabkan
kerusakan produksi- hasil.
2. Kultur teknis dengan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara
bertahap sepanjang musim.
3. Menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem.
4. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida
dengan bahan aktiv abamektin. Bila untuk pencegahan, sebaiknya
menggunakan insektisida berbahan aktiv Profenofos.
5. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida
Winder 25WP konsentrasi anjuran 0.25 – 0.5 gr /liter atau bisa juga
menggunakan insektisida bentuk cair Winder 100EC dengan konsenstrasi
0.5 – 1 cc/L.
6. Bila di areal pertanaman sudah ada tanaman yang di serang hama ini maka
sebaiknya tanaman tersebut dibongkar dan dimusnahkan. Ini dilakukan
karena untuk menghindari penyebarannya pada tanaman lain yang masih
sehat.
7. Untuk mengatasi serangan thrips yang belum parah, pemakaian insektisida
yang bersifat kontak maupun sistemik sangat dianjurkan. Insektisida yang
dapat dipakai antara lain Nudrin 24 dan Tokuthion 500 EC. Perlu dicatat
bahwa selang waktu penyemprotan harus disesuaikan dengan siklus hidup
hama tersebut, yaitu berkisar 20 hari. Dengan selang waktu penyemprotan
sekitar 10 hari sekali sebelum atau sesudah ada serangan maka tanaman
akan terhindar dari serangan yang lebih menghebat.
8. pemberian insektisida butiran yang ditabur dalam tanah akan sangat
membantu. Ini disebabkan pupa thrips banyak bertebaran di dalam tanah
di sekitar tanaman. Jenis insektisida butiran yang sering dipakai petani
adalah Furadan 3G dan Ternik 3G.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang banyak menyerang di tanaman
cabai tempat pengamatan adalah Thrips sp. (Tysanoptera: Thripidae) dengan
tingkat keparahan 69.7%. kemudian penyakit Layu Fusarium yang disebabkan
oleh Fusarium oxyporum Schlecht dengan tingkat keparahan 64.4 pada tanaman
sampel, dan penyakit Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum
gloeosporioides dengan tingkat keparahan 60.6%. Pengendalian yang baik untuk
menghindari atau mengurangi serangan OPT diatas diantaranya dengan
mengintegrasikan teknik budidaya, pengelolaan agroekosistem dan pengendalian
hama penyakit secara bijaksana.
Saran
Penggunaan pestisida tidak selalu menjadi solusi terbaik dalam mengatasi
masalah serangan hama dan penyakit tanaman. Manajemen dan pengelolaan
sumberdaya serta memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan, murah, dan
efektif akan sangat dibutuhkan dalam proses pemeliharaan tanaman. Oleh sebab
itu, pengelolaan hama penyakit terpadu dibutuhkan dalam mewujudkan pertanian
yang sehat, aman, dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant pathology. London: Academic Press BB Pengkajian. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah [internet]. [diunduh
2011 November 8]. Tersedia pada: http://lampung.litbang.deptan.go.id/
ind/images/stories/publikasi/teknologibudidayacabai.pdf
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.
top related