pengembangan checklist untuk audit …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1769/suta,...
Post on 01-May-2018
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI
DISTRIBUTOR TELUR AYAM
BAWANTA WIDYA SUTA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene dan Sanitasi Distributor Telur Ayam. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN.
Telur ayam sebagai sumber protein asal hewan yang penting memiliki nilai gizi yang lengkap. Disamping itu telur sangat baik untuk perkembangan mikroorganisme baik patogen maupun pembusuk. Oleh sebab itu, telur dikategorikan pangan yang berpotensi membawa bahaya terhadap kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Distributor memiliki peranan sebagai salah satu mata rantai dalam distribusi telur. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada tingkat distributor telur ayam yang dikembangkan dari Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang telah ada. Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang menggunakan kuesioner dan wawancara dengan pakar. Penelitian ini dilakukan pada tiga distributor, dua di daerah Sukabumi dan satu distributor di wilayah Tangerang. Hasil observasi ini dijadikan dasar acuan penyusunan checklist untuk audit dengan memberikan pembobotan pada setiap aspek yang dinilai. Hasil observasi terhadap ketiga distributor menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik. Kata kunci: biosekuriti, higiene, sanitasi, distributor telur ayam, telur, checklist audit.
ABSTRACT
BAWANTA WIDYA SUTA. 2007. Developing Checklist for Auditing of Biosecurity, Hygiene, and Sanitation in the Eggs Distributor Under direction by DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN.
Eggs are well known as an important source of protein and has high nutrition components. Nevertheless, eggs are also good media for the growth of pathogenic and spoilage microorganisms. Therefore, eggs are classified as potential hazardous foods (PHF). Distributor plays an important role as a part of egg distribution chain. The aim of this study is to develop a checklist for auditing biosecurity, hygiene, and sanitation in the distributor level of eggs which is based on the Veterinary Control Number (NKV). The study is conducted with observation method using questionnaires and deep interview with the expert. The study was carried out in three distributors, i.e. two in Sukabumi and one in Tangerang. The results of the observation will be used as the basic information to develop an audit checklist. The results showed that biosecurity, hygiene, and sanitation had not been implemented appropriately in the three distributors. Keywords: biosecurity, hygiene, sanitation, eggs, egg’s distributor, and audit checklist.
PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI
DISTRIBUTOR TELUR AYAM
BAWANTA WIDYA SUTA B04103187
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul : Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene,
dan Sanitasi Distributor TelurAyam
Nama : Bawanta Widya Suta
NRP : B04103187
Menyetujui, Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. drh. Trioso Purnawarman, MSi. Pembimbing Utama Pembimbing Kedua
Mengetahui,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan
Tanggal Lulus : 11 September 2007
PRAKATA
Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan dan kesehatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Pengembangan Checklist untuk Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. dan kepada Bapak drh. Trioso Purnawarman, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Agatha Winny Sanjaya dan Bapak drh. R. Roso. Soejoedono, MPH. DEA. yang bersedia turut membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Eha, Bapak Tedy, Bapak Hendra, Bapak Agus, serta seluruh staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mr. Gregz Iriawan dan keluarga atas segala sesuatunya dan kepada seluruh teman-teman seperjuangan di BEM Pembaharuan dan kawan-kawan tercinta angkatan Gymnolaemata. Yang utama untuk Mamaku tercinta yang jauh di mata namun dekat di hati, serta Papa, Bunda, Nunu, Jit, Dede, Ala, Obi, Anom, dan Ira atas dukungan doa dan menjadi curahan hati saat suka dan duka. Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari segala kekurangan, untul itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2007
Bawanta Widya S.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan Bapak Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. dan Ibu Nita Widyanti. Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Papandayan I Bogor dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 5 Bogor hingga lulus pada tahun 2000. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Binaan Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai mahasiswa. Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan fgW Student Forum, pengurus HMI komisariat FKH IPB, dan organisasi kemahasiswaan sebagai Ketua Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2005-2006. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan periode 2006-2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………... 1 Tujuan …………………………………………………...…………. 2 Manfaat Penelitian …………………………………...…………….. 2
TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Alami pada Telur Ayam terhadap Mikroorganisme … 3 Pencemaran Telur Ayam …………………………………………… 3 Definisi Distributor ............................................................................ 4 Biosekuriti ......................................................................................... 5 Higiene ............................................................................................... 6 Higiene Personal ................................................................................ 7 Higiene Bangunan Unit Usaha Distributor Telur .............................. 11 Higiene Penanganan Telur ................................................................. 13 Sanitasi ............................................................................................... 13 Nomor Kontrol Veteriner ................................................................... 14 Audit ................................................................................................... 15 Checklist Audit ................................................................................... 15
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………… 17 Alat dan Bahan ................................................................................... 17 Metode Penelitian ............................................................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biosekuriti …………………………………………………... 18 Aspek Higiene Sanitasi ...................................................................... 20 Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur
Ayam ..................................................................................................
24
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 30
LAMPIRAN ..................................................................................................... 32
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Bakteri pada kulit telur ayam …………………………………………….
2. Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam ..........................................................................................................
5
23
3. Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam ...................................................................................................
28
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuesioner distributor telur Ayam .............................................................. 33
2. Gambar-gambar kondisi penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada distributor A, B, dan C ............................................................................... 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan kecukupan protein hewani dalam diet sehari-hari
merupakan kebutuhan mutlak. Tubuh membutuhkan protein-protein untuk
metabolisme dan regenerasi sel-selnya. Protein hewani harus terpenuhi dalam
jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh dan harus aman untuk dikonsumsi. Oleh
karena itu, untuk menjamin pangan asal hewan agar aman, sehat, utuh, dan halal,
dalam rangka mewujudkan kesehatan dan ketentraman batin masyarakat, maka
setiap unit usaha pangan asal hewan wajib memenuhi persyaratan teknis higiene
sanitasi pangan asal hewan tersebut (Dit Kesmavet 2006).
Penelitian ini difokuskan pada salah satu produk pangan asal hewan yaitu
telur, khususnya telur ayam. Telur ayam seperti yang diketahui adalah produk
pangan asal hewan yang menduduki peringkat teratas dalam hal tingkat konsumsi
di Indonesia, karena selain harganya relatif terjangkau, enak rasanya, mudah cara
pengolahannya, dan tinggi nilai gizinya.
Upaya menjaga keamanan pangan asal hewan harus dilakukan secara
menyeluruh. Tiap produk sebaiknya memiliki standar penilaian mutu pada tiap
tahapannya, mulai dari peternak hingga tersaji di meja makan. Distributor dan
ritel sebagai salah satu mata rantai yang penting dalam pendistribusian telur dari
peternak ke konsumen. Dalam proses pendistribusian banyak faktor yang dapat
menurunkan keamanan dari telur sehingga dibutuhkan suatu alat kontrol tertulis
yang memberikan keterangan bahwa produknya telah memenuhi kelayakan dasar
jaminan keamanan pangan asal hewan tersebut.
Masyarakat Indonesia dengan penduduk 215 juta jiwa merupakan potensi
pasar yang luar biasa besar. Namun hal ini juga merupakan tantangan besar.
Pemenuhan akan kebutuhan protein hewani pada masyarakat mengalami banyak
kendala. Salah satunya masalah kemampuan daya beli. Protein asal hewan
cenderung merupakan hal yang masih mewah. Telur merupakan solusi terbaik
menghadapi kondisi tersebut karena selain memiliki nilai gizi yang tinggi, telur
juga dapat diakses dengan biaya yang terjangkau.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan checklist untuk audit
biosekuriti, higiene, dan sanitasi pada distributor telur ayam dari penilaian Nomor
Kontrol Veteriner (NKV) yang telah ada.
Manfaat Penelitian
Menghasilkan suatu checklist untuk audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi
distributor telur ayam. Checklist ini merupakan pengembangan dari aspek-aspek
yang telah termuat dalam Nomor Kontrol Veteriner, sehingga akan berguna bagi
pengawasan dan kontrol pada tingkat distributor. Checklist yang disusun
diharapkan berguna untuk mengaudit distributor dalam skala nasional.
TINJAUAN PUSTAKA
Perlindungan Alami pada Telur Ayam terhadap Mikroorganisme
Telur ayam yang berasal dari ayam yang sehat umumnya berada dalam
kondisi steril saat setelah telur dikeluarkan . Adanya pencemaran pada telur dan
adanya akses mikroorganisme ke dalam telur umumnya melalui retakan/pecahan
dari kulit telur atau dapat tercemar Salmonella secara kongenital (pencemaran
primer atau vertikal) dari ayam yang terinfeksi Salmonella. Telur memiliki perlindungan alami dan dilindungi secara fisik dan
kimiawi. Pelindung fisik telur berturut-turut dari luar adalah: kutikula, kulit telur,
membran luar dan dalam kulit telur (inner shell membrane, outer shell
membrane), serta putih telur (albumin). Putih telur sangat kental (viskositas
tinggi) sehingga berfungsi melindungi telur secara fisik (mekanis). Pelindung
kimiawi terdiri dari zat-zat antimikrobial yang terdapat di dalam putih telur.
Kutikula adalah lapisan tipis dari glikoprotein yang menyelubungi kulit
telur (kutikula disebut pula “bloom”). Kutikula resisten terhadap masuknya air.
Kutikula dapat rusak pada saat telur menggelinding pada kandang batere, pada
telur dibersihkan, jika kulit telur retak atau jika umur telur telah lebih dari 4 hari
(berkaitan dengan keretakan kutikula akibat kutikula kering). Jika kutikula rusak
atau hilang, mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam telur melalui pori-pori.
Kulit telur (egg shell) mengandung kalsium dan memiliki pori-pori. Pori-
pori tersebut berguna untuk pertukaran gas pada perkembangan embrio (jika telur
dibuahi). Satu telur ayam dapat memiliki pori-pori +17000. Outer shell
membrane lebih mudah ditembus oleh mikroorganisme karena memiliki pori-pori.
Sedangkan inner shell membrane relatif sulit ditembus karena strukturnya yang
sangat halus. Telah dilaporkan pula bahwa membran juga mengandung lisozim,
yaitu enzim yang memiliki aktivitas antimikrobial (Board dan Tranter 1995).
Pencemaran Telur Ayam
Telur yang baru dikeluarkan mengandung jumlah dan jenis
mikroorganisme yang sangat bervariasi, tergantung jumlah feses, debu atau tanah
yang melekat pada permukaan kulit. Jumlah mikroorganisme pada permukaan
4
kulit telur sekitar 105 per butir telur (102 sampai dengan 107 per butir telur).
Pencemaran mikroorganisme dapat terjadi pada saat pembentukan telur
(transovarial) serta setelah telur terbentuk atau dikeluarkan. Mikroorganisme
yang sering mencemari secara transovarial umumnya dari mikroorganisme
patogen, seperti Salmonella pullorum, Salmonella typhimurium, dan Salmonella
enteritidis. Hal ini dijumpai pada telur-telur unggas yang terinfeksi. Sumber
pencemar setelah telur terbentuk adalah kloaka, alas kandang, wadah telur, abu
dan pekerja.
Jenis bakteri yang sering ditemukan pada kulit telur (pencemaran terjadi
setelah telur dikeluarkan) antara lain Micrococcus, Staphylococcus, Arthrobacter,
Bacillus, Pseudomonas, Acinetobacter, Alcaligenes, Flavobacterium, Escherichia,
dan Aerobacter. Kadang-kadang ditemukan Streptococcus, Sarcina, Aeromonas,
Proteus, dan Serratia. Jenis bakteri yang dapat ditemukan pada kulit telur dan
frekuensi kejadiannya dapat dilihat pada Tabel 1.
Mikroorganisme yang berada pada permukaan kulit telur dapat masuk ke
dalam telur melalui pori-pori. Masuknya mikroorganisme ke dalam telur akan
ditunjang apabila kutikula rusak, kulit telur retak, permukaan telur basah dan
kotor, kelembaban udara sekitar telur relatif tinggi, umur telur tua, dan penurunan
suhu telur yang mendadak. Apabila telur (segar) yang hangat disimpan langsung
pada suhu dingin, maka isi telur akan mengerut yang mengakibatkan
mikroorganisme pada permukaan kulit telur terhisap ke dalam melalui pori-pori
(IMCSF 1980; Board dan Tranter 1995).
Definisi Distributor
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/KPTS/OT.140/10/2005
tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan
(NKV), pengertian usaha distribusi pangan asal hewan adalah suatu usaha yang
kegiatannya mengumpulkan pangan asal hewan untuk selanjutnya dijual kepada
usaha ritel dan atau usaha pengolahan pangan asal hewan.
5
Tabel 1 Bakteri pada Kulit Telur Ayam (Board dan Tranter 1995)
Jenis Frekuensi Kejadian
Streptococcus +
Staphylococcus +
Micrococcus ++
Sarcina +
Arthrobacter +
Bacillus +
Pseudomonas +
Acinetobacter +
Alcaligenes +
Flavobacterium +
Cytophaga +
Escherichia +
Aerobacter +
Aeromonas +
Proteus +
Serratia + ++ selalu terjadi, jumlah tinggi + sering terjadi, jumlah sedikit + kadang-kadang
Usaha ritel pangan asal hewan adalah suatu usaha yang kegiatanya
menjual pangan asal hewan kepada konsumen umum. Distributor telur ayam
termasuk dalam kelompok usaha distribusi pangan asal hewan. Kegiatanya
menyalurkan produksi telur dari produsen (peternak ayam petelur) ke penjual atau
langsung ke konsumen.
Biosekuriti
Biosekuriti menurut Jeffrey (1997) adalah serangkaian praktek manajemen
yang diterapkan untuk mencegah masuknya agen infeksius memasuki suatu
tempat. Penerapan biosekuriti dapat menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme patogen sampai pada non-infection level.
6
Dalam konteks animal agriculture, biosekuriti adalah serangkaian langkah
manajemen yang harus dilaksanakan untuk mencegah masuknya mikroorganisme
infeksius dalam suatu kelompok. Penerapannya sangat penting sebagai salah satu
aspek dasar program keamanan pangan di industri dan penerapan biosekuriti dapat
meningkatkan kesehatan hewan dan menjadikannya lebih produktif (Anonymus
2007).
Prinsip penerapan biosekuriti program dengan memerapkan IRS. IRS
adalah singkatan dari isolation-resistance-sanitation atau isolasi-resistensi-
sanitasi. Isolasi memiliki pengertian pembatasan akses untuk mencegah
terjadinya penularan atau penyebaran penyakit. Penambahan suatu individu
dalam populasi harus diawasi secara seksama. Resistance (resistensi) mencakup
gizi, lingkungan, penerapan obat-obatan dan imunologis yang dapat mingkatkan
kemampuan daya tahan tubuh hewan. Selanjutnya sanitasi yang merupakan
adalah faktor kunci dalam mengurangi paparan kuman patogen (David 2007).
Higiene
Definisi higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah
kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki
kesehatan. Di Indonesia ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan (Anonymous 2004).
Definisi higiene pangan adalah semua kondisi dan tindakan untuk
menjamin keamanan dan kelayakan makanan (food safety and suitability) pada
semua tahap dalam rantai makanan. Keamanan pangan (food safety) adalah
jaminan agar bahan makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan
dan/atau dimakan menurut kebutuhannya (CAC 1997). Sedangkan, menurut
pemerintah, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
(Anonymous 1996). Kelayakan pangan (food suitability) adalah jaminan agar
bahan makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia menurut kebutuhannya
(CAC 1997).
7
Kebijakan teknis mengenai higiene dan sanitasi di Indonesia:
1. Memenuhi ketentuan ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal), yaitu:
• Aman : aman bagi kesehatan manusia
• Sehat : berasal dari hewan yang sehat yang sesuai dengan peraturan
yang berlaku
• Utuh : terjaga kemurniannya;
• Halal : diproduksi sesuai dengan syariat agama Islam.
2. Produk pangan asal hewan yang sehat berasal dari hewan yang sehat dan
sejahtera (kesejahteraan hewan).
3. Keamanan pangan produk peternakan diimplementasikan antara lain
dalam bentuk Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dan Jaminan Keamanan
Pangan (Nursanti 2006).
Higiene Personal
Pekerja dapat menularkan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit.
Kenyataanya, manusia merupakan sumber utama pencemaran pangan. Tangan,
nafas, rambut, dan keringat dapat mencemari pangan. Kebiasaan pekerja seperti
batuk dan bersin yang tidak ditutup dapat memindahkan mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit. Karyawan yang sakit tidak diperkenankan kontak
dengan pangan, peralatan dan fasilitas.
Menurut Marriott (1999), kata higiene digunakan untuk menggambarkan
penerapan prinsip-prinsip kebersihan untuk perlindungan kesehatan manusia.
Higiene personal mengacu kepada kebersihan tubuh perseorangan. Manusia
merupakan sumber potensial mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia.
Pegawai dapat memindahkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit. Kenyataannya penyakit manusia yang dapat ditularkan melalui pangan
adalah penyakit saluran nafas seperti demam, radang tenggorok, pneumonia,
scarlet fever, dan tuberkulosis; gangguan pencernaan; disentri; demam tifoid;
serta hepatitis inkfesius.
Pekerja yang sakit kemungkinan masih membawa mikroorganisme
sehingga dapat bertindak sebagai sumber pencemar mikroorganisme.
8
Kulit. Organ terluar tubuh ini memiliki empat fungsi utama dalam tubuh,
yaitu sebagai pelindung, pengatur panas, saluran ekskresi dan indera peraba.
Fungsi kulit sebagai pelindung erat kaitannya dengan higiene personal. Bagian
terluar dari kulit adalah epidermis (outer layer of skin). Lapisan terluar epidermis
disebut corneum. Bagian ini paling sering rusak tanpa disadari karena tidak
terdapat jaringan syaraf dan pembuluh darah. Lapisan ini penting dalam
pendistribusian mikroflora secara transien dan residen. Bagian dermis (inner
layer of skin) memiliki kelenjar yang menghasilkan minyak. Dalam kulit juga
terjadi proses ekskresi dengan pengeluaran keringat. Kulit memperbaharui
jaringannya dengan sel-sel yang baru, sel-sel yang mati akan berada pada bagian
kulit terluar. Jika bahan-bahan tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari
lingkungan sekitarnya seperti debu, kotoran, dan bahan lainnya, maka akan
membentuk suatu lingkungan yang potensial untuk pertumbuhan bakteri. Sejalan
dengan peningkatan sekresi maka bakteri akan terus tumbuh dan ada
kemungkinan kulit akan mengalami iritasi. Pekerja kemungkinan akan mengusap
atau menggaruk kulit yang teriritasi.dan akan memindahkan bakteri-bakteri
tersebut ke makanan. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan
meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada
permukaan kulit. Pencemaran mikroorganisme akan mengurangi masa simpan
produk atau menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne
illness). Golongan bakteri tertentu tidak dapat tumbuh pada permukaan kulit
karena kulit merupakan barrier fisik dan juga menghasilkan sekreta kimiawi yang
dapat membunuh beberapa mikroorganisme. Fungsi ini akan paling efektif jika
kulit dalam keadaan bersih. Epidermis dapat mengalami kerusakan dan
menyebabkan permukaanya tidak merata. Kondisi kulit seperti ini sangat sesuai
bagi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri juga tumbuh pada folikel rambut dan
kelenjar keringat.
Jari-jari. Bakteri dapat terbawa oleh tangan pada saat menyentuh
peralatan kotor, pangan yang telah tercemar, pakaian, dan bagian lain dari tubuh.
Jika hal ini terjadi, pekerja sebaiknya menggunakan sanitaiser untuk mengurangi
perpindahan cemaran. Penggunaan sarung tangan plastik merupakan suatu solusi
(meskipun penggunanya masih dinilai kontroversial oleh para ahli sanitasi karena
9
adanya kemungkinan dapat menyebabkan kontaminasi yang massive).
Penggunaan sarung tangan yang benar dapat mengurangi cemaran terhadap
makanan (Marriott 1999).
Kuku. Salah satu jalan yang paling mudah dalam penyebaran bakteri
adalah melalui kotoran yang berada pada bagian dalam kuku. Pekerja dengan
kondisi kuku yang kotor sebaiknya tidak menangani bahan pangan. Pencucian
tangan dengan sabun dan air akan menghilangkan bakteri transien, dan
penggunaan sanitaiser atau antiseptik dapat mengendalikan bakteri residen
(Marriott 1999).
Perhiasan. Penggunaan perhiasan tidak diperbolehkan selama
penanganan makanan atau di daerah penanganan makanan untuk mengurangi
pencemaran. Tidak menutup kemungkinan perhiasan tersebut terkontaminasi dan
jatuh ke dalam makanan (Marriott 1999).
Rambut. Mikroorganisme (terutama Staphylococcus) terdapat pada
rambut. Karyawan yang menggaruk kepala atau menyentuh rambutnya harus
mensanitasi tangannya dan harus menggunakan penutup kepala. Penggunaan
tutup kepala dalam area penanganan makanan harus dilakukan oleh seluruh
pekerja. Penggunaan penutup kepala yang menutupi seluruh bagian rambut lebih
dianjurkan daripada penggunaan topi. Karena penggunaan topi tidak menutupi
seluruh bagian rambut (Marriott 1999).
Mata. Mata itu sendiri pada keadaan normal bebas dari bakteri tetapi ada
kemungkinan terjadinya infeksi bakteri ringan. Bakteri dapat dijumpai di rambut
mata dan sudut mata dekat hidung. Tangan dapat terkontaminasi dengan
mengusap mata (Marriott 1999).
Mulut. Banyak bakteri ditemukan di dalam mulut dan pada bibir. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menempelkan bagian bibir atau mulut pada agar medium
pada cawan petri. Saat bersin sejumlah bakteri akan berpindah melaui udara dan
mungkin akan mencemari makanan yang sedang ditanganinya. Selain itu
merokok sebaiknya dilarang selama menangani makanan. Sejumlah bakteri dan
virus penyebab penyakit pada manusia ditemukan di mulut, terutama pada pekerja
yang sakit. Pada saat seorang pekerja yang sakit bersin, mikroorganisme yang
terkandung dalam dirinya dapat dipindahkan kepada pekerja yang lain atau ke
10
makanan. Meludah dilarang di area pengolah makanan. Meludah merupakan
tindakan tidak sopan dan dapat mencemari makanan. Penyikatan gigi dapat
mencegah pertumbuhan bakteri plaque pada gigi dan mengurangi derajat
kontaminasi ke makanan (Marriott 1999).
Hidung, Nasofaring, Saluran Pernafasan. Populasi mikroorganisme
pada hidung dan saluran pernafasan memiliki jumlah yang sangat terbatas
dibandingkan dengan jumlah mikroorganisme dalam mulut. Hal ini karena sistem
penyaringan tubuh yang efektif. Partikel-partikel dengan diameter lebih dari 7
μm yang masuk saat bernafas akan tertahan pada saluran pernafasan atas. Ini
dikarenakan adanya lendir kental yang melapisi permukaan saluran hidung, sinus,
faring dan esofagus. Kira-kita setengah dari partikel-partikel dengan diameter
lebih besar dari 3 μm akan dihilangkan dari saluran pernafasan, sedangkan sisanya
akan masuk ke paru-paru. Partikel-partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan
dimusnahkan dengan sistem pertahanan tubuh. Virus akan dikendalikan dengan
bahan yang dapat menginaktivasi virus yang berada pada cairan serous hidung.
Banyak penyakit yang dapat menyerang saluran pernafasan seperti cold, infeksi
sinus, laryngitis, bronchitis, dan influenza. Sebagian besar penyakit tersebut
sangat menular. Oleh karena itu pekerja yang terinfeksi tidak diperkenankan
menangani bahan pangan. Pekerja yang terinfeksi dapat mencemari bahan pangan
dan dapat menularkan penyakit kepada pekerja lainnya. Batuk dan bersin dapat
mengeluarkan droplet mucous yang mengandung agen infeksius (Marriott 1999).
Organ-organ Ekskretor. Buangan dari usus merupakan sumber utama
pencemar mikroorganisme. Sebanyak 30-35% bahan kering isi usus diuraikan
oleh sel-sel bakteri. Streptococcus faecalis dan Staphylococcus adalah bakteri
yang ditemukan pada saluran pencernaan bagian atas. Organisme pada saluran
pencernaan bawah lebih banyak dan jenis yang lebih beragam. Kondisi higiene
personal yang buruk akan menyebabkan pencemaran bakteri-bakteri tersebut ke
makanan. Oleh sebab itu, pekerja harus mencuci tangan dengan sabun sebelum
meninggalkan toilet dan menggunakan sanitaiser sebelum menangani makanan
(Marriott 1999).
Cuci Tangan. Mencuci tangan bertujuan untuk menghilangkan kotoran
dan mikroorganisme. Dengan mencuci tangan, penyebaran mikroorganisme
11
melalui tangan dapat dikurangi atau bahkan diputus, oleh karena itu metode
mencuci tangan sangat penting agar cuci tangan tidak menjadi sia-sia. Waktu
yang digunakan untuk mencuci tangan mempengaruhi jumlah mikroorganisme
yang dihilangkan. Waktu 5 detik pada aktifitas penggosokan sabun pada tangan
mempunyai pengaruh yang kecil dalam menurunkan jumlah mikroorganisme pada
tangan (Marriott 1999). Menurut Minnesota Food Code Fact Sheet (2003)
mencuci tangan terdiri dari enam tahap, yaitu:
1. membasahi tangan
2. memberi sabun
3. menggosokan busa ke seluruh bagian tangan dan sela jari
4. menyikat minimal 20 detik
5. membilas dengan air yang mengalir
6. pengeringan
Pakaian Kerja. Pekerja sebaiknya menggunakan pakian kerja yang bersih. Topi,
masker, sarung tangan, baju luar, dan sepatu merupakan pakian kerja standar yang
harus dipakai bila hendak masuk ruangan kerja dan dibuka bila meninggalkanya.
Cara pemakian pun harus tepat, misalnya topi menutup semua rambut, masker
menutupi hidung dan mulut, dan cara pemakian sarung tangan yang benar
(Winarno dan Surono 2004).
Higiene Bangunan Unit Usaha Distributor Telur
Gudang penyimpanan telur yang baik memiliki beberapa persyaratan
untuk lantai, dinding, atap dan langit-langit, pencahayaan, ventilasi, dan tempat
cuci tangan (Anonymous 2001).
Lantai. Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering,
tidak mudah rusak, tidak lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan
terhadap pembersihan yang berulang. Dibuat miring ke arah tertentu dengan
kelandaian yang cukup (1% - 2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta
mudah dibersihkan. Pertemuan antara lantai dengan dinding sebaiknya dibuat
conus (tidak membuat sudut mati ) dengan tujuan agar sisa-sisa kotoran mudah
12
dibersihkan dan tidak tertinggal/ menumpuk di sudut-sudut lantai (Anonymous
2001)
Dinding. Permukaan dinding harus rata dan halus, berwarna terang dan
tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat,
kering tidak menyerap air, dipasang rata tanpa retak. Dinding dapat dilapisi
plester agar tidak ditumbuhi jamur atau kapang. Keadaan dinding harus
dipelihara agar tetap utuh, bersih dan tidak berdebu atau kotoran lain yang
berpotensi menyebabkan pencemaran pada makanan (Anonymous 2001).
Atap dan Langit-langit. Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan
jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang
diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai, dan tidak menjadi sarang serangga
dan tikus. Tinggi langit-langit minimal adalah 2.4 meter di atas lantai, makin
tinggi langit-langitnya makin baik persyaratannya, karena jumlah oksigen ruangan
semakin banyak (Anonymous 2001).
Pencahayaan. Intensitas pencahayaan di setiap ruangan harus cukup.
Intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle (110 luks) pada titik 90 cm dari
lantai. Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan harus tersebar merata, sehingga
sesedikit mungkin menimbulkan bayangan (Anonymous 2001).
Ventilasi. Bangunan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi
dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Ventilasi harus cukup
untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya
kondensasi uap air, dan pencemaran lainnya di lingkungan. Ventilasi dapat
berupa jendela atau ventilasi mekanis seperti kipas angin, exhauser fan, air
conditioner. Kelembaban gudang telur perlu dijaga tidak lebih dari 70% - 80%.
Suhu sebaiknya dijaga antara 12°C - 15°C (Sudaryani 2003).
Tempat Cuci Tangan. Tersedia fasilitas cuci tangan yang terpisah dengan
jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan dengan
perbandingan 1 tempat cuci tangan untuk 10 karyawan. Posisi penempatan
tempat cuci tangan dekat dengan pintu masuk, sehingga setiap orang yang masuk
ke dalam gudang harus mencuci tangannya tyerlbih dahulu. Penerapan program
kebersihan dan disinfeksi secara rutin yang terus diawasi oleh pengawas
merupakan hal yang utama yang harus dilakukan (Shulaw dan Bowman 2001).
13
Pada gudang penyimpanan telur, praktek higiene sanitasi harus diterapkan dengan
baik dan konsisten (Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007)
Higiene Penanganan Telur
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur
yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik (egg
tray) yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk
mencegah telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat
pada telur kotor/retak. Perlakuan ang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor
adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu.
Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada egg tray yang terbuat
dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat
diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah
dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus segera digunakan atau
diproses. Baki telur diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum 15 cm dari
permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding.
Menurut McSwane et al. (2000) penyimpanan pangan pada area gudang
kering pada permukaan datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari
permukaan lantai dan dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan
lantai dan dinding, mencegah serangan hama, serta memberikan sirkulasi udara
yang baik terhadap produk.
Sanitasi
Sanitasi berasal dari kata latin sanitas yang berarti sehat. Diterapkan
dalam industri pangan, sanitasi adalah pemeliharaan dan penanganan dari
tindakan yang higiene dan kondisi yang sehat. Sanitasi dapat pula diartikan suatu
tindakan untuk menyediakan makanan yang ditangani dalam lingkungan yang
bersih oleh pekerja yang sehat untuk mencegah kontaminasi dengan
mikroorganisme yang menyebabkan penularan penyakit melalui makanan
(foodborne disease) dan untuk mengurangi proliferasi dari bakteri pembusuk
(Marriott 1999).
14
Nomor Kontrol Veteriner
Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah bukti tertulis yang sah bagi unit
usaha yang telah memenuhi persyaratan higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar
jaminan keamanan pangan asal hewan. NKV dijadikan dasar acuan teknis bagi
para auditor NKV dan pelaku usaha di bidang pangan asal hewan. Auditor NKV
adalah petugas pemerintah dengan latar belakang pendidikan dokter hewan,
sarjana peternakan, sarjana lain di bidang pangan dan gizi atau paramedik
veteriner yang telah mengikuti pelatihan auditor NKV dan memiliki sertifikat
auditor NKV (Dit Kesmavet 2006).
NKV memiliki korelasi yang erat dengan ilmu kesehatan masyarakat
veteriner (Kesmavet). Definisi Kesmavet menurut WHO/FAO adalah seluruh
usaha masyarakat yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh seni dan ilmu
kedokteran hewan, yang diterapkan untuk pencegahan penyakit, perlindungan
hidup dan peningkatan kesjahteraan manusia (WHO/FAO 1951). Pengertian
Kesmavet ini diperbaharui WHO/FAO pada tahun 1975 menjadi suatu komponen
dari aktivitas kesehatan masyarakat yang menerapkan keterampilan, pengetahuan
dan sumberdaya profesi kedokteran hewan untuk perlindungan dan perbaikan
kesehatan manusia (WHO/FAO 1975). Revisi dari definisi Kesmavet
disempurnakan setelah adanya konsorsium antara WHO, FAO dan OIE tahun
1999. Sehingga pengertian kesmavet adalah kontribusi terhadap kesehatan fisik,
mental dan kesejahteraan sosial masyarakat melalui suatu pemahaman dan
penerapan ilmu kedokteran (WHO/FAO 1999).
Pengawas Kesmavet adalah dokter hewan atau tenaga paramedik
pemerintah yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat pengawas
kesmavet serta ditunjuk oleh Kepala Dinas Propinsi atas nama Gubernur atau
Kepala Dinas Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota yang selanjutnya
memiliki wewenang untuk melaksanakan pengawasan Kesmavet (Dit Kesmavet
2006).
Dokter Hewan Penanggung Jawab Kesmavet adalah dokter hewan
yang diserahi tugas sebagai penanggung jawab keamanan dan mutu di unit usaha
pangan asal hewan termasuk pemeriksaan antemortem (sebelum hewan potong
mati) dan postmortem (setelah hewan potong mati) (Dit Kesmavet 2006).
15
Audit
Audit adalah pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan,
bank dan sebagainya) secara berkala. Audit juga didefinisikan sebagai pengujian
efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajiban laporan yang
dihasilkannya (Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa 2002).
Sedangkan, pengertian lain audit adalah evaluasi dari suatu organisasi,
sistem, proses, proyek atau produk. Audit diadakan untuk menunjukkan validitas
dan reabilitas dari suatu informasi dan juga untuk menyediakan suatu akses dari
sistem kontrol internal. Kegiatan audit diadakan untuk mendapatkan pengakuan,
misalnya sertifikat quality control ISO 9000. Audit berdasarkan dari beberapa
contoh yang acak (random sampling) dan tidak bisa dijamin bahwa hasil data
audit bebas dari kesalahan. Namun, audit itu sendiri bertujuan untuk
meminimalisasi kesalahan dan membuat suatu informasi menjadi valid dan
reliabel (Wikipedia 2007).
Pengertian yang pertama mengacu kepada bidang ekonomi, sedangkan
pengertian yang kedua lebih universal lagi, yakni bisa mengacu ke berbagai
bidang. Salah satu kegiatan audit adalah surveilans. Surveilans adalah kegiatan
audit berkala oleh Tim Auditor Dinas Propinsi yang dilakukan berdasarkan hasil
keterangan audit dan atau audit sewaktu-waktu oleh Tim Auditor Direktorat
Jenderal Peternakan (Dit Kesmavet 2006).
Checklist Audit
Cheklist audit adalah daftar kriteria penilaian yang disusun untuk
menunjang suatu proses audit yang berguna untuk mengingatkan auditor akan
aspek-aspek yang perlu diaudit. Dari informasi awal yang terkumpul melalui
penggunaan checklist audit ini, auditor dapat mengarahkan perhatiannya secara
lebih mendalam pada aspek-aspek manajemen mutu yang dipandang signifikan
yang telah terindikasi dalam checklist audit (Susilo 2003).
Kegunaan penggunaan checklist dalam audit memiliki beberapa
keuntungan seperti :
• Menjamin pendekatan audit yang konsisten
16
• Dapat bertindak sebagai pengingat dalam proses penauditan
• Dapat digunakan sebagai dasar informasi untuk proses audit lebih lanjut
• Membantu narasumber untuk menyampaikan informasinya.
Sedangkan kerugian penggunaan checklist audit antara lain :
• Penggunaan checklist dapat terlihat seolah-olah mengintimidasi
narasumber
• Fokus dari checklist kurang mendalam sehingga tidak mendapatkan apa
yang diharapkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang spesifik.
• Dapat juga menjadi pembatas untuk auditor dalam proses pengauditan.
• Terkadang auditor menjadi sangat tergantung terhadap checklist.
Kelebihan dan kerugian dari penggunaan checklist ini tergantung banyak
faktor. Auditor sebaiknya menggunakan nilai kegunaan checklist sebagai alat
bantu dalam proses audit dan menyadari kegunaanya hanya sebagai alat bantu
fungsional (ISO dan IAF 2004).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tiga distributor telur ayam. Dua distributor
telur ayam di wilayah Sukabumi dan satu distributor di wilayah Tangerang.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai dengan Juli 2007. Masing-
masing distributor telur ayam dilakukan pengamatan selama 4 hari. Penelitian
dilakukan pada kedua daerah tersebut karena kedua wilayah tersebut merupakan
pemasok telur ayam terbesar untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi,
dan daerah di sekitarnya.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kamera digital, komputer, dan printer.
Metode
Metode penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan observasi ke
distributor telur ayam. Distributor yang diobservasi ditentukan secara purposif.
Observasi ini ditunjang dengan kuesioner yang ditujukan kepada penanggung
jawab/pemilik distributor telur ayam. Data yang diperoleh digunakan untuk
mengetahui tentang kondisi biosekuriti, higiene, dan sanitasi di distributor telur
ayam. Dilakukan pula komunikasi pribadi (deep interview) pada tanggal 14 Juli
2007 dengan Bapak drh. Soeroso, salah satu pakar unggas nasional. Sumber
penunjang lainnya diambil dari literatur dan diskusi dengan pembimbing.
Data yang diperoleh dijadikan dasar untuk pengembangan checklist bagi
audit higiene, sanitasi, dan biosekuriti pada distributor telur ayam. Checklist yang
dikembangkan diberi bobot sesuai dengan tingkat kritis yang didasarkan pada
NKV dan diskusi dengan dosen pembimbing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun1996 tentang Pangan, setiap orang
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan
sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia. Dalam penelitian ini pihak
distributor berperan dalam kegiatan penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran
pangan. Sehingga distributor wajib untuk menerpakan biosekuriti, sanitasi dan
higiene dalam pengoperasiannya. Distributor telur ayam merupakan penghubung
antara pihak produsen (peternakan ayam petelur) dengan pihak konsumen dan
merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting dalam menjamin terjaganya
keamanan dan kualitas telur ayam..
Biosekuriti, higiene, dan sanitasi merupakan hal-hal yang saling berkaitan
dan tidak dapat berdiri sendiri. Biosekuriti tidak bisa berjalan dengan baik tanpa
ditunjang higiene dan sanitasi yang baik, begitu pula sebaliknya.
Aspek Biosekuriti
Sumber Telur
Telur yang masuk ketiga distributor umumnya dipasok dari peternakan
ayam petelur di wilayah Sukabumi dan Tangerang. Pengambilan telur umumnya
lebih dari satu peternakan. Pertimbangan utama para distributor dalam
mengambil telur adalah harga yang paling ekonomis dan kualitas yang paling
baik. Harga yang paling murah merupakan pilihan utama, karena sebagai badan
usaha tentu pihak distributor mengharapkan untung yang sebesarnya dengan
modal yang sekecilnya. Kualitas menentukan nilai jual produk, semakin bagus
kualitasnya semakin disukai oleh pembeli. Faktor adanya ketentuan peternakan
ayam petelur tempat telur tersebut diproduksi harus bebas flu burung dan telah
menerapkan biosekuriti secara utuh dan ketat tidak menjadi pertimbangan utama.
Peternak ayam petelur yang memasok telur tidak memberikan surat jaminan
19
kualitas telur. Ketiga distributor tidak mengetahui tentang keterangan umur telur
yang masuk.
Setiap telur yang diambil dari peternakan ayam petelur hendaknya
diketahui latar belakang peternakan tersebut, terutama kondisi status penyakit
unggas dan kondisi higiene sanitasinya. Sebaiknya peternak ayam petelur yang
memasok telur harus bebas penyakit unggas menular dan zoonosis (seperti
salmonelosis, avian influenza) dan menerapkan sistem biosekuriti secara ketat,
serta prinsip higiene dan sanitasi yang benar. Telur yang masuk harus berasal dari
ayam-ayam yang telah mendapatkan program vaksinasi secara utuh dan benar.
Disinfeksi Kendaraan Pengangkut Telur dan Peti Telur
Ketiga distributor yang diamati tidak melakukan usaha-usaha disinfeksi
seperti penyemprotan disinfektan terhadap kendaraan yang mengangkut telur
sebelum masuk kompleks penampungan. Peti telur yang digunakan umumnya
berasal dari peternakan tempat telur itu diambil. Peti telur tersebut akan
digunakan sampai ke tangan penjual dan akan ditukar dengan peti telur pada
pengambilan sebelumnya. Hal ini kritis sebagai media pembawa mikroorganisme.
Begitupun ketika ada pengiriman dari peternakan telur ayam, peti-peti yang berisi
telur akan ditukarkan dengan peti-peti pada pengantaran sebelumnya. Hal ini
memungkinkan terjadinya pencemaran mikroorganisme antar peternakan ayam
petelur. Potensi ini semakin besar karena hampir seluruh peti yang terbuat dari
kayu tidak dilakukan proses disinfeksi.
Penerapan biosekuriti pada kendaraan pengangkut sangat penting karena
dapat mencegah terbawanya agen penyakit melalui kendaraan masuk ke suatu
wilayah. Perlu adanya standar operasional baku dalam mengatur mekanisme
kendaraan pengangkut telur. Belum adanya peraturan tentang keluar-masuknya
peti telur pada ketiga distributor yang diamati menyebabkan peti telur yang
berasal dari satu peternakan dapat masuk ke area peternakan lain. Peti-peti telur
ini tidak mendapatkan perlakuan disinfeksi terlebih dahulu ketika akan memasuki
area gudang.
Peti-peti telur yang biasa dipakai di peternakan-peternakan ini terbuat dari kayu.
Kayu sebagai bahan peti telur memudahkan mikroorganisme bersembunyi (dalam
20
pori-pori kayu) dan sulit dibersihkan dan didisinfeksi (Gernat 2000) . Kayu
memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaanya sebagai bahan untuk
peralatan penanganan makanan. Kayu itu memiliki bobot yang relatif lebih ringan
dan dari sisi biaya, harga kayu relatif lebih ekonomis. Bagaimanapun
kekurangannya lebih besar daripada keuntungannya karena kaitannya dengan
sanitasi. Kayu memiliki pori-pori dan kelembaban yang mendukung pertumbuhan
bakteri. Kayu dapat juga menyerap bau dari pangan dan noda atau kotoran. Kayu
memiliki daya tahan yang terbatas sehingga membutuhkan perawatan berkala dan
penggantian dalam kurun waktu tertentu (McSwane 2000). Sebaiknya peti telur
terbuat dari bahan plastik karena mudah untuk dibersihkan dan didisinfeksi.
Dalam penerapan biosekuriti di disttributor, semua bahan/benda yang
memungkinkan membawa masuknya mikroorganisme patogen harus dikendalikan
(Soeroso, komunikasi pribadi, 14 Juli 2007).
Aspek Higiene Sanitasi
Higiene Sanitasi Personal
Ketiga peternakan yang diamati belum menerapkan higiene pekerja dan
tidak memiliki peraturan terkait higiene personal. Pekerja yang kami temui, tidak
memakai masker dan pada pekerja wanita menggunakan perhiasan dalam
mengerjakan pekerjaan. Perilaku higiene belum diterapkan secara utuh. Terlihat
masih ada pekerja yang merokok di lingkungan unit usaha. Pekerja biasanya
adalah penduduk sekitar dengan tingkat pendidikan rendah (rata-rata lulusan
SMP) dan kurang memiliki pengetahuan tentang higiene sanitasi penanganan
telur. Belum adanya pengawas di depan pintu masuk menyebabkan status
kesehatan serta pakaian pekerja belum terkendali.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pekerja dan manajer adalah
bahwa hanya pekerja yang sehat yang bisa memasuki area gudang penyimpanan,
dan kesehatan pekerja harus diperiksa secara rutin minimum 1 tahun sekali.
Setiap pekerja memakai pakaian kerja dan sepatu bot yang bersih. Perhiasan
seperti cincin, gelang, kalung, jam tangan harus dilepas, dan disimpan dengan
21
baik (misalnya di locker pribadi). Disinfeksi terhadap seluruh tubuh (spraying)
dengan disinfektan yang tidak berbahaya (tidak mengiritasi) tubuh.
Setelah memasuki komplek unit usaha, pekerja diharuskan menjaga
kebersihan diri, misalnya dengan senantiasa mencuci tangan sebelum dan setelah
melakukan pekerjaan (Stanton 2004).
Penyortiran Telur
Pada ketiga distributor yang diamati proses penyortiran dilakukan segera
setelah telur dikirim dari peternakan. Proses penyortiran dilakukan untuk
memisahkan telur yang rusak atau pecah dengan telur yang utuh. Pada ketiga
distributor juga tidak dilakukan uji teropong (candling). Penentuan umur telur
hanya berdasarkan waktu pengiriman telur tersebut.
Penyortiran dilakukan dengan tujuan memisahkan telur retak, telur kotor
dengan telur yang bersih. Penyortiran akan lebih baik jika dilakukan dengan uji
teropong sehingga dapat ditentukan kualitas telur dan dapat memisahkan antara
telur lama dan telur baru.
Penanganan Telur
Pada ketiga distributor yang diamati, belum menjalankan prosedur higiene
penanganan telur yang tepat. Meskipun pada ketiga distributor, telur yang retak
dan telur yang kotor dipisahkan namun ketiga distributor masih melakukan
pencucian pada telur-telur yang kotor. Penggunaan peti belum mendapatkan
perhatian yang serius. Belum adanya peraturan tertulis mengenai standar
operasional prosedur menyebabkan lemahnya pengawasan penangan telur.
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur
yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik yang
dipisahkan dengan telur yang retak (kotor). Hal ini dilakukan untuk mencegah
telur baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur
kotor/retak perlakuan untuk telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa
dicuci terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar telur tersebut bersih tanpa
menghilangkan lapisan kutikulanya. Kutikula adalah lapisan lilin yang
22
menyelimuti cangkang luar telur yang berfungsi mencegah mikroorganisme
patogen menembus pori-pori telur.
Penanganan Telur yang Pecah atau Kotor
Telur-telur yang dikirim oleh peternakan tidak jarang mengalami
kerusakan sehingga kerabang telurnya pecah. Sering pula ditemukan kondisi telur
yang kotor. Pada distributor A telur yang kotor dicuci dengan air dan dilakukan
penyikatan dengan menggunakan sikat. Telur yang pecah dipisahkan dan dijual
dengan harga yang lebih murah. Pada distributor B dan C telur yang kotor hanya
dilakukan penyikatan dengan kuas. Hal ini dilakukan karena ada permintaan dari
penjual. Telur yang pecah dipisahkan dari telur yang baik. Umumnya telur yang
retak atau pecah dijual dengan harga yang lebih murah. Pada kondisi pecah yang
parah dijual dengan kondisi putih dan kuning telur terpisah.
Penanganan telur yang pecah sangat penting karena pada kondisi kerabang
telur yang tidak utuh berpotensi menimbulkan pencemaran yang lebih besar.
Memang sebaiknya telur tidak dicuci karena dapat merusak kutikula. Tetapi saat
ini ada perkembangan teknologi yang memungkinkan pencucian telur secara
otomatis kemudian dilapis kembali dan didisinfeksi.
Penyimpanan Telur
Ketiga distributor memiliki tempat penyimpanan atau gudang penampung
telur. Gudang penampungan tidak memiliki sistem pengaturan suhu udara.
Umumnya lama penyimpanan berkisar antara empat hari sampai empat belas hari
tergantung permintaan pasar. Distributor melakukan penyimpanan lebih lama
apabila harga di pasaran kurang menguntungkan dan akan didistribusikan jika
harga sudah sesuai. Waktu penyimpanan paling lama sekitar dua puluh satu hari.
Telur sebaiknya disimpan pada peti telur (egg tray) terbuat dari plastik
yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan
di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan
telur yang retak/rusak. Peti telur diletakkan di atas palet plastik (setinggi
minimum 15 cm dari permukaan lantai) yang ditujukan untuk memberi aliran
udara yang baik. Menurut Sudaryani (2003), telur disimpan dalam gudang tidak
23
lebih dari dua minggu. Telur yang telah disimpan pada peti telur didistribusikan
menggunakan kendaraan boks tertutup untuk mencegah cemaran lebih lanjut
selama transportasi.
Higiene Sanitasi Gudang Penyimpanan Telur
Pada ketiga distributor yang diamati, kondisi higiene sanitasi gudang
penyimpanan telur kurang memadai. Lantai terbuat dari semen yang tidak halus
dan berlubang. Dinding semen yang tidak dicat dan ditemukan dalam keadaan
kotor (banyak sarang laba-laba). Pertemuan dinding dengan lantai membentuk
sudut siku-siku. Pada langit-langit ditemukan kebocoran. Ventilasi udara kurang
baik, ditandai dengan udara yang sedikit pengap. Cahaya di dalam ruang kurang
memadai. Peti telur langsung diletakkan di atas lantai tanpa menggunakan palet.
Fasilitas sanitasi pekerja sangat minim, hanya disediakan keran di luar gedung
penyimpanan. Pada ketiga distributor ini, tidak dilakukan program pembersihan
dan desinfeki gudang secara rutin. Pintu gudang pada distributor A dan B hanya
terdapat satu jalan. Sedangkan pada distributor C ada 2 pintu, sehingga dapat
menerapkan sistem first in first out (FIFO).
Gudang penyimpanan telur yang baik memiliki beberapa kriteria, seperti:
lantai dan dinding terbuat dari bahan kedap air yang mudah dibersihkan dan
didisinfeksi, pertemuan dinding dengan lantai cekung sehingga memudahkan
pembersihan, adanya langit-langit yang terbuat dari bahan yang tidak mengelupas,
ventilasi yang baik untuk menjaga aliran udara di dalam ruang yang baik, serta
penerangan yang memadai (minimum 220 luks). Kelembaban gudang telur perlu
dijaga tidak lebih dari 70%-80%. Suhu sebaiknya dijaga antara 12°C-15°C
(Sudaryani 2003). Tersedia pula fasilitas cuci tangan dan sanitasi dalam gudang.
Peti telur sebaiknya diletakkan di atas palet plastik untuk menjaga aliran
udara yang baik pada telur. Penerapan program kebersihan dan disinfeksi secara
rutin yang terus diawasi oleh pengawas merupakan hal yang utama yang harus
dilakukan (Shulaw dan Bowman 2001). Pada gudang penyimpanan telur, praktek
higiene sanitasi harus diterapkan dengan baik dan konsisten (Soeroso, komunikasi
pribadi, 14 Juli 2007)
24
Lokasi Gudang Penyimpanan
Area komplek perusahaan pada ketiga distributor terletak tidak terlalu jauh
dari pemukiman warga. Lokasi gudang penyimpanan pada ketiga distributor
terletak dalam komplek perusahaan terpisah dari kantor. Komplek perusahaan
dikelilingi pagar. Di sekitar lokasi distributor A terdapat banyak anjing dengan
kondisi halaman terawat baik. Tempat sampah terdapat dekat dengan gudang
penyimpanan dan beradaa dalam kondisi terbuka. Pada distributor B dan C tidak
terdapat hewan di sekitar area gudang penyimpanan. Kondisi halaman cukup
baik, tempat sampah berada agak jauh dari gudang penyimpanan dan berada
dalam kondisi yang baik.
Lokasi kompleks perusahaan distributor sebaiknya bebas dari bau dan
sampah yang dapat mencemari telur. Tempat sampah sebaiknya tertutup dan
dalam kondisi terawat baik.
Checklist Audit Biosekuriti, Higiene, dan Sanitasi Distributor Telur Ayam
Dari pengamatan di atas, maka dikembangkan checklist untuk mengaudit
pelaksanaan biosekuriti, higiene, dan sanitasi di tingkat distributor. Aspek
biosekuriti yang dinilai meliputi sumber telur, disinfeksi kendaraan pengangku
telur dan peti telur, dan adanya dokter hewan dalam perusahaan. Aspek higiene
sanitasi yang dinilai meliputi kebersihan lingkungan, gudang penampungan,
penyortiran telur, penyimpanan dan penanganan telur, program pengendalian
hama, sanitasi dan penanganan limbah. Agar hasil audit dapat menentukan
peringkat kondisi ketiga aspek tersebut, maka masing-masing aspek diberikan
pembobotan yang didasari atas pentingnya aspek tersebut dalam biosekuriti,
higiene, dan sanitasi. Checklist audit dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
25
Tabel 2 Checklist audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur
ayam
No Data Penilaian Penerapan Biosekuriti Bobot Nilai (%)
Ya / Tidak (0) Nilai Ketera-
ngan
I Sumber Telur 1 Telur berasal dari peternakan ayam petelur
komersil yang bebas flu burung atau berada di wilayah yang bebas flu burung dibuktikan dengan surat keterangan dari Dinas yang membidangi Kesehatan Hewan
15
2 Telur berasal dari peternakan ayam petelur yang menerapkan biosekuriti secara ketat yang dibuktikan dengan surat jaminan yang ditandatangani oleh Dokter Hewan peternakan
15
3 Telur berasal dari peternakan ayam petelur yang melakukan program vaksinasi secara benar dibuktikan dengan surat Jaminan yang ditandatangani oleh Dokter Hewan peternakan
15
Total I 45 II Disinfeksi kendaraan pengangkut telur
dan peti telur
1 Dilakukan disinfeksi terhadap kendaraan yang mengangkut telur pada saat memasuki kompleks penampungan
10
2 Dilakukan disinfeksi terhadap peti telur (egg tray) yang baru datang pada saat memasuki kompleks penampungan
10
3 Dilakukan disinfeksi terhadap kendaraan yang mengangkut telur pada saat keluar kompleks penampungan
10
4 Dilakukan disinfeksi terhadap peti telur (egg tray) yang keluar dari kompleks penampungan
10
Total II 40 III Dokter Hewan Perusahaan
1 Distributor memiliki dokter hewan sebagai konsultan 15
Total III 15
Total Nilai Penerapan Biosekuriti 100
No Data Penilaian Penerapan Higiene Sanitasi
Bobot Nilai (%)
Ya (1)/ Tidak (0) Nilai Ketera-
ngan
I Kebersihan Lingkungan 1 Komplek penampungan dikelilingi pagar,
sehingga tidak dapat dilalui anjing, kucing atau hewan lainnya
2.0
2 Tempat sampah tertutup dan rutin dibersihkan tiap hari 2.5
26
3 Kebersihan lingkungan terjaga, tidak ada sampah berserakan 2.5
Total I 7.0 II Gudang Penampungan 1 Bangunan gudang penampungan telur
bersifat permanen 2.5
2 Lantai terbuat dari bahan yang kuat, rata, mudah dibersihkan dan didisinfeksi, tidak ada ceruk-ceruk yang dapat tergenang air
2.5
3 Dinding terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan dan didisinfeksi 2.0
4 Langit-langit bersih, tidak terkelupas, tidak ada sarang laba-laba 2.0
5 Lampu penerangan yang cukup, diberi pelindung (bahan pelindung lampu tidak terbuat dari kaca)
2.0
6 Sirkulasi udara baik dan tidak pengap 2.0 7 Tersedia fasilitas cuci tangan, yang
dilengkapi dengan air bersih, sabun, disinfektan/sanitaiser tangan, tisu atau hand dryer, terjaga kebersihannya
2.0
8 Tersedia tempat sampah yang tertutup 2.0 9 Tersedia palet plastik 2.0
10 Di dalam gudang penyimpanan telur tidak tersimpan bahan-bahan kimia (disinfektan, bahan pembersih, dan lain-lain)
1.5
11 Di dalam gudang penyimpanan telur tidak terdapat peralatan atau perabotan yang tidak terpakai (rongsokan)
1.5
12 Tidak terdapat hewan pelihara atau hewan lainnya di dalam bangunan gudang penyimpanan telur
2.5
Total II 24.5 III Penyortiran Telur 1 Dilakukan proses penyortiran telur untuk
memisahkan telur yang rusak, pecah atau kotor
5.0
2 Penyortiran dilakukan segera setelah telur tiba dari peternakan 2.0
Total III 7.0 IV Penanganan Telur Pecah atau Kotor 1 Telur yang pecah atau kotor dipisahkan
pada egg tray atau tempat khusus 5.0
2 Telur yang pecah atau kotor langsung diproses lebih lanjut, tidak disimpan 2.0
Total IV 7.0 V Penyimpanan dan Distribusi/
Pengiriman Telur
1 Telur tidak mendapat perlakuan dicuci atau digosok 2.5
2 Telur yang telah disortir disimpan pada egg tray bersih, diletakkan di atas palet plastik 2.5
3 Penyimpanan telur pada ruangan bersuhu kamar tidak melebihi 7 hari 3.0
4 Penyimpanan produk mengikuti sistem first in first out (FIFO) 2.0
27
5 Telur didistribusikan dengan egg tray
plastik yang bersih menggunakan kendaraan boks yang kebersihan di bagian dalam boksnya senantiasa terjamin
2.0
6 Bagian dalam boks kendaraan dibersihkan dan didisinfeksi setelah pengiriman telur 2.0
Total V 14.0 VI Pengemasan Telur 1 Dilakukan pengemasan untuk mencegah
kerusakan dan kontaminasi terhadap telur 1.0
2 Bahan pengemas telur terbuat dari bahan yang tidak beracun, tidak menimbulkan kontaminasi, mudah dibersihkan dan didisinfeksi
1.5
Total VI 2.5 VII Higiene Karyawan 1 Semua karyawan terjamin kesehatannya,
terdapat program pemeriksaan kesehatan minimum 1 tahun sekali
3.0
2 Tidak terdapat luka (terbuka, tidak ditutup plester kedap air) pada kulit karyawan yang menangani telur
3.0
3 Menggunakan baju kerja yang bersih 2.5 4 Mencuci tangan menggunakan sabun dan
disinfektan/sanitaiser tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan menjaga kebersihan tangannya
3.0
5 Menggunakan masker untuk menutup mulut dan hidung 2.0
6 Kuku pendek bersih dan tidak dicat 1.5 7 Tidak merokok selama bekerja 1.5 8 Tidak makan dan minum serta aktifitas
yang dapat menimbulkan kontaminasi pada saat bekerja
1.5
9 Karyawan mendapat pelatihan mengenai higiene dan sanitasi penanganan telur 2.0
Total VII 20.0 VIII Program Pengendalian Hama (Rodensia
dan Insekta)
1 Memiliki program pengendalian hama yang efektif 2.0
2 Setiap pintu masuk ruang penampungan dilengkapi dengan tirai plastik (plastic curtain)
1.0
3 Setiap lubang udara (ventilasi) di ruang penampungan dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga, serta terjaga kebersihannya
1.0
4 Tidak ada pohon besar di sekeliling (radius 5 meter) bangunan gudang penyimpanan telur
1.0
Total VIII 5.0
28
IX Sanitasi dan Penangan Limbah 1 Tersedian fasilitas dan peralatan
pembersihan dan disinfeksi untuk menjaga sanitasi gudang penampungan telur dan kebersihan lingkungan
3.0
2 Tersedia disinfektan/sanitaiser untuk kendaraan, peralatan, yang disimpan pada gudang/ruang khusus terpisah dari penyimpanan telur, diberi label yang jelas
3.0
3 Tersedia bahan pembersih (cleaning agent, deterjen, sabun) untuk kendaraan, peralatan, yang disimpan pada gudang/ruang khusus terpisah dari penyimpanan telur, diberi label yang jelas
3.0
4 Kerabang telur yang pecah atau telur yang telah rusak harus dipisahkan dan disimpan dalam kantong plastic
2.5
5 Dilakukan pembakaran atau penguburan terhadap kerabang telur atau telur yang telah rusak
1.5
Total IX 13.0
Total Nilai Penerapan Higiene Sanitasi 100
Peringkat kondisi biosekuriti, higiene, dan sanitasi dapat ditentukan
berdasarkan hasil rataan dari bobot total penilaian aspek-aspek biosekuriti dan
bobot total penilaian aspek-aspek higiene sanitasi. Penentuan peringkat dapat
ditentukan dengan melihat hasil nilai akhir (Tabel 3).
Tabel 3 Penentuan peringkat biosekuriti, higiene, dan sanitasi untuk distributor telur ayam
No. Aspek yang dinilai Bobot (%) Total Nilai Nilai Akhir (bobot % X total nilai)
1. Penilaian biosekuriti 50
2. Penilaian higiene sanitasi 50
Hasil Akhir 100
Nilai akhir <60 tidak baik Nilai akhir 60 – 70 cukup baik Nilai akhir >70 – 80 baik Nilai akhir >80 sangat baik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Banyaknya mikroorganisme patogen yang dapat masuk dan menginfeksi
telur dan kondisi lingkungan yang tidak layak serta penanganan yang tidak sesuai
di tingkat distributor telur ayam. Sehingga penerapan biosekuriti, higiene, dan
sanitasi sangat penting bagi keamanan dan kualitas telur. Biosekuriti, higiene, dan
sanitasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri. Untuk
menjamin distributor telur ayam telah memenuhi kriteria perlu dilakukan
pengauditan.
Ketiga distributor yang diamati belum dapat melaksanakan biosekuriti,
higiene, dan sanitasi dengan baik karena beberapa aspek penting mengenai
biosekuriti, higiene, dan sanitasi belum dapat diselenggarakan secara penuh.
Saran
Distributor lebih memperhatikan aspek-aspek biosekuriti, higiene, dan
sanitasi perusahaanya.
Pemerintah setempat bekerja sama dengan pihak-pihak ahli (dokter
hewan) mengadakan penyuluhan terhadap para distributor telur ayam.
Aspek-aspek pada penelitian ini dapat menyempurnakan Nomor Kontrol
Veteriner yang telah ada mengenai distributor telur ayam sehingga berguna untuk
audit biosekuriti, higiene, dan sanitasi distributor di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1967. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta. Anonymous. 1983. Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1983. Lembaran
Negara tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253. Anonymous. 1974. Veterinary public health: a review of the WHO Programme-
1. WHO Chron. 28:103-112. Anonymous. 1996. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Bab I
mengenai Ketentuan Umum. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan.
Anonymous. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424.
Anonymous. 2007. Board RG, Tranter HS. 1995. The Microbiology of Eggs,
hal. 81-104. Dalam Stadelman WJ, Cotterill OJ (editor), Egg Science and Technology. New York: Food Products Pr.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 1997. Distribution of the report of the
thirtieth session of the Codex Committee on Food Hygiene. Washington, DC: Food And Agriculture World Health Organization [terhubung berkala]. www.codexalimentarius.net/download/report/ 112/Al99_13e.pdf. [15 April 2007].
[Dit Kesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2006. Buku
Pedoman Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 1990. Veterinary public health
reports: guiding principles for planning, organization and management of veterinary public health programmes. Rome: WHO/FAO Collaborating Centre for Research and Training in Veterinary Public Health.
Grimes T. 2001. Biosecurity in egg industry. Rural Industries Research and
Development Corporation 1 (102) [terhubung berkala]. http://www.rirdc.gov.au [7 Jul 2007].
Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. Gaithersburg: Aspen. McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation.
2nd Edition. Upper Saddle River: Prentice Hall.
30
Meslin F, Stohr K, Heyman D. 2001. Public health implications of emerging zoonoses. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 19: 310-317.
Minnesota Food Code Fact Sheet. 2003. Handwashing.
http://www.health.stae.mn.us/divs/eh/food/foodcode/handwash.html. [12 Maret 2003]
Nursanti .... Payne JB, Kroger EC, Watkins SE. 2002. Evaluation of litter treatments on
Salmonella recovery from poultry litter. J. Appl. Poult. Res. 11: 239-243. [PCFS] President's Council on Food Safety. 1999. Egg safety. [terhubung
berkala]. http://www.foodsafety.gov/~fsg/ceggs.html [7 Juli 2007]. Stanton N. 2004. Biosecurity trifold. Maryland Department of Agriculture News
1 (1). [terhubung berkala]. http://www.aphis.usda.gov/vs.html. Sudaryani. 1996. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya. Susilo W. 2003. Audit Mutu Internal. Jakarta: Vorqistatama Binamega Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. [USDAFSIS] U.S. Department of Agriculture, Food Safety and Inspection
Service. 2003. Progress report on Salmonella testing of raw meat and poultry products. Washington DC: U.S. Department of Agriculture, Food Safety and Inspection Service. [terhubung berkala] http://www.fsis.usda.gov/OPHS/haccp/salm5year.htm. [ 17 April 2005].
Watkins SE. 2004. Water sanitation: evaluation of products. Avian advice
6(1):3-5. [terhubung berkala]. http://avianadvice.com.htm. [17 April 2007].
[WHO] World Health Organization. 1975. The veterinary contribution to public
health practice. . Geneva: FAO/WHO Technical Report Series #573 [WHO]. 1999. Future trends in veterinary public health. Geneva: WHO Study
Group. Winarno FG. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor: M-Brio
Pr. Wikipedia. 2007. Definition of audit. [terhubung berkala] http://
en.wikipedia.org/wiki/Audit. [15 April 2007].
31
Wikipedia. 2007. Definition of observation. [terhubung berkala] http://en.wikipedia.org/wiki/Observation. [15 April 2007].
[WVA] World Veterinary Association. 1957. Definition of veterinary health
public. [terhubung berkala] http://www.cbox.cz/vaclavkouba/ WVAzoonose.htm. [15 April 2007].
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Hasil kuesioner ketiga peternakan
No. Pertanyaan Peternakan I Data Umum A B C 1 Nama Peternakan Farm A Farm B Farm C
2 Alamat Peternakan Jl. A, Sukabumi Jl. B, Legok, Tangerang. Jl. C, Legok, Tangerang.
3 Nama Peternak Bapak A Bapak B Bapak C 4 Umur Peternak 52 tahun 45 tahun 52 tahun 5 Pendidikan Terakhir Dokter Hewan SMU SMU 6 Status Peternak Menikah Menikah Menikah
7
Perizinan Usaha a. Izin Prinsip Ada Ada Ada b. HO Ada Ada Ada c. Izin Usaha Ada Ada Ada d. SIUP Ada Ada Ada
8
a. Tahun didirikan 1996 1988 1990 b. Mulai operasi 1998 1988 1990
9 Produksi rata-rata per hari Kurang lebih 5 ton Kurang lebih 3 ton Kurang lebih 3,2 ton
10 Pemasaran telur Cicurug, Cipanas, Cibadak (Sukabumi)
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi
11
Jumlah Karyawan 40 orang 25 orang 30 orang a. Karyawan Laki-laki 25 orang 18 orang 18 orang ٠ Operasional Bagian Starter (1hari-6 minggu) 5 orang - 4 orang ٠ Operasional Bagian Grower (7-16 minggu) 5 orang - 4 orang ٠ Operasional Bagian Pre-Layer (17-19 minggu) 3 orang 6 orang 3 orang
34
٠ Operasional Bagian Layer (20-80 minggu) 10 orang 10 orang 6 orang ٠ Staff 2 orang 2 orang 1 orang b. Karyawan Perempuan 15 orang 7 orang 12 orang ٠ Operasional Bagian Starter (1hari-6 minggu) 3 orang - 2 orang ٠ Operasional Bagian Grower (7-16 minggu) 4 orang - 2 orang ٠ Operasional Bagian Pre-Layer (17-19 minggu) 2 orang 1 orang 1 orang ٠ Operasional Bagian Layer (20-80 minggu) 4 orang 4 orang 4 orang ٠ Staff 2 orang 2 orang 3 orang
12
Penanggung Jawab: a. Produksi (Pendidikan Terakhir) Engkas (SMP) Ari (SMP) Warsi (S1 Peternakan) b. Mutu (Pendidikan Terakhir) Sabar (SMA) Tidak ada Warsi (S1 Peternakan) c. Sanitasi dan Higiene Lusi (Dokter Hewan) Ari (SMP) Warsi (S1 Peternakan)
13
Asal Unggas a. Dari farm sendiri Tidak Tidak Ya ٠ Nama - - Farm D ٠ Alamat - - Jl. D, Serang, Banten b. Dari farm luar Ya Ya Tidak ٠ Nama PT. Charoen Pokhpand PT Charoen Pokphand -
٠ Alamat Kampung Manis, Jatake, Tangerang
Kampung Manis, Jatake, Tangerang -
14
Asal Bahan Baku Pakan Ternak Yang Digunakan a. Dari Perusahaan sendiri Ya Tidak Ya b. Dari Anak Perusahaan Tidak Tidak Ya ٠ Nama - - Farm E ٠Alamat - - Jl. E, Legok, Tangerang
35
٠ Jenis Bahan Baku - - - c. Dari Pemasok Supplier Ya Ya Tidak
٠ Nama PT. Sinta Prima Feedmill Peternakan E -
٠ Alamat Jl. Sulaiman No. 27A, Slipi, Jakarta Jl. E, Legok, Tangerang -
٠Jenis Bahan Baku Pakan Jadi (DOC) Pakan Jadi -
15
Suplai air bersih
Air tanah 30 m3/hari 18 m3/hari 20 m3/hari Air PAM - - - Sumur dangkal - - - Sumur dalam Ya - - Danau - - - Sungai - - -
II Data Khusus
1 Usaha sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur atau Panduan Mutu Belum Belum Belum
2 Unit Pengolahan sudah menerapkan Sistem Jaringan Keamanan Pangan (Program Bintang, Sistem HACCP atau ISO 22000)
Belum Belum Belum
3 Kesulitan apa yang dihadapi dalam penerapan praktek biosekuriti, higiene dan sanitasi?
Sumber daya manusia yang kurang mendukung dan kurangnya kedisiplinan pekerja.
Kurangnya pengetahuan peternak mengenai keamanan ternak nya sendiri.
Kurangnya pengetahuan peternak mengenai keamanan ternak nya sendiri.
36
4 Bimbingan apa yang diperlukan dalam penerapan praktek biosekuriti, higiene dan sanitasi?
Bimbingan kepada sumber daya manusia agar mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap peternakan.
Bimbingan kepada sumber daya manusia agar memiliki rasa memiliki (sense of belonging) terhadap peternakan.
Bimbingan kepada sumber daya manusia agar memiliki rasa memiliki (sense of belonging) terhadap peternakan.
5
Selama ini apakah sudah mendapatkan pelatihan tentang praktek biosekuriti, higiene dan sanitasi? Belum Belum Belum
a. Jika sudah, siapa penyelenggara, tenaga pelatih, waktu dan tempat pelaksanaan? - - -
I Biosekuriti Sumber Unggas
1 Apakah anak ayam (DOC)/ ayam baru masuk berasal dari daerah atau farm yang bebas Egg Borne Disease (Salmonellosis)?
Ya Ya Ya
2 Apakah ada surat jaminan dari farm asal DOC/ayam baru masuk bahwa DOC/ayam baru masuk tersebut bebas Egg Borne Disease (Salmonellosis)?
Tidak ada karena pembibit tidak pernah memberikannya.
Tidak ada karena pembibit tidak pernah memberikannya.
Tidak ada karena memang DOC berasal dari peternakan sendiri, namun beda peternakannya (peternakan induk).
3
Apakah pengiriman DOC/ayam baru masuk tersebut disertai dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (Unggas)
Tidak ada dengan alasan yang sama seperti di atas.
Tidak ada dengan alasan yang sama seperti di atas.
Tidak ada dengan alasan yang sama seperti di atas.
II Biosekuriti Kandang
1
a. Apakah pintu masuk dan keluar kandang dijadikan satu? Tidak Tidak Tidak
b. Jika tidak, berapa banyak terdapat pintu dalam satu kandang?
Dua, satu untuk masuk dan satunya untuk keluar.
Tidak ada pintu di sekitar kandang, hanya pintu keluar masuk peternakan saja.
Tidak ada pintu di sekitar kandang, hanya pintu keluar masuk peternakan saja.
37
2 Apakah dilakukan pembersihan bekas pupuk pada panenan sebelumnya saat akan masuk ayam baru? Ya Ya Ya
3 Apakah yang dilakukan kemudian? Pencucian dengan air lalu air detergen kemudian dikapur.
Pencucian dengan air lalu air detergen kemudian dikapur.
Pencucian dengan air lalu air detergen kemudian dikapur.
4
Apakah ada perlakuan desinfeksi pada area kandang ayam sebelum ayam masuk?
Ada, Menggunakan Bioquat-20®, bahan aktifnya: Alkyl, Dimethyl benzyl ammonium chloride, bahan-bahan lembam.
Tidak Tidak
Jika ada, berapakah intensitasnya? setiap awal masuk DOC - -
5 Apakah dilakukan pembersihan terhadap kotoran yang menempel di sekitar kandang sebelum ayam masuk?
Ya, Menggunakan bahan aktif Benzilkonium klorida
Tidak Tidak
6 Apakah setelah ditaburkan litter (sekam atau serutan kayu) pada brooder DOC dilakukan desinfeksi kembali?
Ya. Menggunakan Cocci Guard®, bahan aktifnya: Cresylic acid, O-phenylphenol, O-benzyl-p chlorophenol, Tributylin neodecanoate.
Tidak, karena peternakan tidak melalui periode DOC (ayam baru masuk mulai umur 16 minggu).
Tidak
7 Berapakah intensitas penggantian litter pada brooder DOC? Setiap periode saat persiapan DOC masuk brooder
Tidak pernah, karena peternakan tidak melalui periode DOC
Saat DOC baru masuk
8 Apakah dilakukan juga desinfeksi dan pencucian terhadap alat-alat kandang (tempat pakan, minum dan lain-lain)?
Ya, Menggunakan Biophene®, bahan aktifnya: O-phenylphenol, O-benzyl-chlorophenol, dan P-tert-Amylphenol.
Tidak Tidak
9
Berapakah intensitas pencucian layar untuk penempatan DOC?
saat persiapan DOC masuk
Tidak dilakukan karena peternakan tidak melalui periode DOC
Tidak
Menggunakan apa? Biophene®, bahan aktifnya: O-phenylphenol, - -
38
O-benzyl-chlorophenol, dan P-tert-Amylphenol
10
Berapakah intensitas pencucian tempat pakan dan minum? Saat persiapan sebelum ayam masuk kandang Tidak Tidak
Menggunakan apa?
Biophene®, bahan aktifnya: O-phenylphenol, O-benzyl-chlorophenol, dan P-tert-Amylphenol.
- -
11 Apakah penggunaan desinfeksi tersebut diganti-ganti? Ataukah tetap satu produk dengan bahan aktif yang sama?
Ya, tidak hanya satu produk saja. - -
12 Apakah dilakukan vaksinasi periode Starter? Ya
Ya, ayam sudah divaksin oleh pembibit (Pokphand).
Ya
13 Jika dilakukan, vaksin apa saja yang diberikan dan urutannya serta periode pemberiannya:
a. Vaksin (V) ND+IB+Bur 706 (IBD Mild). Ayam berumur (U) 2 hari.
a. Vaksin ND+IB Ma5+Clone 30. Ayam berumur 6 hari.
a. Vaksin ND+IB Ma5+Clone 30. Ayam berumur 6 hari.
b. V: Bursa Blen (Intermediate). U: 8 hari.
b. Vaksin Gumboro MB. Ayam berumur 14 hari.
b. Vaksin Gumboro MB. Ayam berumur 14 hari.
c. V: AI Vac. I. U: 10 hari c. Vaksin ND IB Ma5+Clone 30+Fowl Fox. Umur 21 hari
c. Vaksin ND IB Ma5+Clone 30+Fowl Fox. Umur 21 hari
d. V: ND Clone (ND- Lasota). U: 12 hari.
d. Vaksin AI. Ayam berumur 28 hari.
d. Vaksin AI. Ayam berumur 28 hari.
e. V: IBD Intermediate plus. U: 15 hari.
e. Vaksin Coryza I + ND IB Ma5+Clone 30. Umur 35 hari.
e. Vaksin Coryza I + ND IB Ma5+Clone 30. Umur 35 hari.
f. V: ND Lasota. U: 23 hari - -
g. V: ND+IB (L); ND+AI-K. U: 30 hari - -
h. V: Coryza Vac. I. U: 42 hari - -
14 Apakah pada periode grower, ayam divaksinasi juga? Ya Ya, ayam sudah divaksin Ya
39
oleh pembibit (Pokphand).
15 Jika dilakukan, vaksin apa saja yang diberikan dan urutannya serta periode pemberiannya:
a. V: ND+IBH52. U: 60 hari.
a. Vaksin Fowl Pox+ILT. Ayam berumur 63 hari.
a. Vaksin Fowl Pox+ILT. Ayam berumur 63 hari.
b. V: ILT. U: 70 hari b. Vaksin Panhelmin. Ayam berumur 77 hari
b. Vaksin Panhelmin. Ayam berumur 77 hari
c. V: ND+IB & ND+IB-K. U: 84 hari.
c. Vaksin AI+ND IB Ma5+Clone 30. Ayam berumur 84 hari.
c. Vaksin AI+ND IB Ma5+Clone 30. Ayam berumur 84 hari.
d. V: AI Vac II. U: 105 hari
d. Vaksin Coryza II+ND+IB+EDS Killed. Umur 98 hari
d. Vaksin Coryza II+ND+IB+EDS Killed. Umur 98 hari
16 Apakah pada periode pre-layer dan layer, ayam divaksinasi juga? Ya Ya Ya
17
Jika dilakukan, vaksin apa saja yang diberikan dan urutannya serta periode pemberiannya:
a. V: Coryza vac II. U: 115 hari
Vaksin ND. Ayam berumur 120 hari, diulang tiap 30 hari
Vaksin ND Lasota. Ayam berumur 120 hari, diulang tiap bulan.
b. V: ND+IB+EDS. U: 126 hari. Diulang: tiap 30 hari.
- -
18 Apa model/jenis kandang yang digunakan? Gabungan floor dan panggung.
Gabungan floor dan panggung.
Gabungan floor dan panggung.
III Biosekuriti pakan layer
1 Apakah ada sampel pakan yang diujikan terlebih dahulu kepada ayam sebelum pakan diberikan secara umumnya? Tidak pernah dilakukan Tidak pernah dilakukan Tidak pernah dilakukan
2 Apakah dilakukan pengecekan terhadap kemasan pakan sebelum dimasukkan ke gudang penyimpanan? Ya Ya Ya
3 Apakah ada staf ahli yang melakukan pengecekan terhadap kualitas pakan? Tidak Tidak Tidak
40
4
Apakah ada penggunaan desinfeksi untuk gudang pakan?
Ya, Menggunakan Bioquat-20®, bahan aktifnya: Alkyl (C1450% : C1240% : C1610%), Dimethyl benzyl ammonium chloride, bahan-bahan lembam.
Tidak pernah. Tidak pernah.
Jika ada berapakah intensitasnya? Periode tertentu saat gudang dibersihkan Tidak pernah. Tidak pernah.
5 Menggunakan apa pengangkutan pakan ke kandang ayam? Truk Gerobak Gerobak
6 Apakah dilakukan desinfeksi terhadap alat angkut pakan tersebut?
Ya. Bahan aktif: Benzalkonium Klorida - -
IV Biosekuriti gudang penyimpanan telur
1 Apakah ada perlakuan desinfeksi pada area gudang penyimpanan telur?
Ya. Bahan aktif: Alkyl (C1450% : C1240% : C1610%), Dimethyl benzyl ammonium chloride, bahan-bahan lembam.
Tidak pernah Tidak pernah
Jika ada, berapakah intensitasnya? Setiap periode pembersihan gudang telur.
- -
2 Apakah dilakukan desinfeksi terhadap peti/baki telur yang masuk ke daerah peternakan? - - -
3 Menggunakan apa pengangkutan telur ke gudang telur? Truk Gerobak Gerobak
4 Apakah dilakukan desinfeksi terlebih dahulu pada alat angkut tersebut?
Ya. Bahan aktif: Benzalkonium Klorida - -
V Desinfeksi lalu-lintas farm (keluar masuk farm)
41
1 Apakah dilakukan penyemprotan desinfektan terhadap kendaraan yang masuk wilayah farm?
Ya. Bahan aktif Ammonium Kuartener Tidak Tidak
2 Apakah dilakukan penyemprotan terhadap orang yang akan masuk ke dalam wilayah farm?
Ya. Bahan aktif Ammonium Kuartener (Alkyl (C1450% : C1240% : C1610%), Dimethyl benzyl ammonium chloride, bahan-bahan lembam).
Tidak Tidak
3 Berapakah intensitas waktu penggantian air untuk dipping?
Bahan aktif: Ammonium Kuartener (Alkyl (C1450% : C1240% : C1610%), Dimethyl benzyl ammonium chloride, bahan-bahan lembam).
Tidak ada dipping Ada tempat dipping, namun tak lagi terpakai.
a. Vehicle dipping Setiap hari - - b. Foot dipping Setiap hari - -
VI Dokter Hewan Peternakan
1 Apakah memiliki Dokter Hewan Peternakan yang bertanggung jawab dalam menjamin keamanan ayam petelur tersebut?
Ada. Nama: drh. Lusi. Tidak ada Tidak ada
2
Apakah ada pengawas yang ditempatkan pada pintu masuk utama peternakan (pengawas ini berguna untuk mengawasi karyawan kandang yang masuk, dilihat kondisi tubuhnya dan kedisiplinan karyawan kandang melewati prosedur sanitasi sebelum memasuki area peternakan)?
Tidak Tidak Tidak
42
VII Penanganan Unggas sakit dan mati
1 Apakah ada tempat penampungan sementara untuk ayam yang sakit? Ada Ada Ada
2 Jika ada ayam yang mati, bagaimana perlakuan selanjutnya? Diperiksa oleh dokter hewan peternakan, kemudian dibakar.
Dibakar Dibakar
VIII Pengendalian hama (rodentia dan insekta)
1
Apakah ada penanggulangan terhadap hama penggangu pada area kandang (penyemprotan insektisida dan lain-lain)? Jika ada, berapakah intensitasnya?
Ada. Bahan aktif: Cypermethrin 10% dan Paratoli (Bromadiolone dan Denatonium Benzoate). Dilakukan saat musim tikus.
Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah. Dilakukan pada periode tertentu jika mulai musim tikus.
Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah. Insektisida (lalat) dengan menggunakan Butox, kemudian disemprotkan ke areal kandang. Sedangkan, untuk kutu dengan menggunakan Butox+Belerang+Deterjen, kemudian disemprotkan ke area kandang
IX
Pemeliharaan kebersihan lingkungan
1 Berapakah jarak terdekat batas antara peternakan dan pemukiman di luar peternakan?
Rata-rata 40 meter. Kurang lebih 25 meter. Kurang lebih 300 meter
43
2 Apakah ada penanggulangan untuk binatang penggangu (tikus, anjing liar dan lain-lain)? Menggunakan apa?
(Ada/Tidak)* Menggunakan racun tikus, eliminasi anjing liar, dan SanivirPlus (Glutaraldehyde, Didecyl dimethyl ammonium chloride, dan Cypermethtin).
Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah (tidak menggunakan insektisida).
Ada. Penanggulangannya dengan memukuli tikus-tikus hingga mati di sekitar areal peternakan, 1 ekor tikus dihargai seribu rupiah (tidak menggunakan insektisida).
3 Berapa jarak tempat pembuangan sampah dari area kandang dan pemukiman? Kurang lebih 25 meter Kurang lebih 5 meter Kurang lebih 10 meter
4 Berapakah intensitas pengambilan sampah peternakan? Tidak diambil, tetapi
dijadikan pupuk kompos Seminggu sekali. Seminggu sekali
Menggunakan apa? - Truk angkut sampah. Truk angkut sampah. X Penanganan Limbah
1 Berapakah intensitas waktu pengambilan kotoran ayam dari kandang?
Jarang, biasanya dalam periode tertentu saja (jika ada yang ingin membeli).
Tergantung musim, jika musim hujan hampir tiap hari dibeli untuk dijadikan pupuk, sedangkan jika musim kemarau, seminggu sekali.
Seminggu sekali.
2 Apakah ada tempat penampungan sementara limbah kandang? Ada Ada Ada
Data Penilaian Penerapan Higiene-Sanitasi I Higiene-Sanitasi pakan layer
1 Berapakah intensitas pemberian pakan dalam sehari pada DOC? Ad libitum
Tidak dilakukan karena peternakan tidak melalui periode DOC (ayam baru masuk mulai umur 16 minggu).
Ad libitum
2 Berapakah intensitas pemberian pakan dalam sehari pada ayam dewasa?
2 kali (pagi 30% dan sore 70%) total 120 gram/ekor.
3 kali (pagi, siang, dan sore) total 120 gram/ekor.
3 kali (pagi, siang, dan sore) total 120
44
gram/ekor.
3 Apakah ada sekat pemisah untuk memisahkan pakan starter atau grower dan sebagainya pada gudang penyimpanan pakan?
Ada Tidak ada Tidak ada
4 Berapakah suhu gudang tempat penyimpanan pakan? Suhu ruangan (20°C) Suhu ruangan (27°C) Suhu ruangan (27°C)
5 Apakah ada ceceran pakan yang keluar dari gudang?
Ada, penanganannya disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor, dibuang.
Ada, penanganannya disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor, dibuang.
Ada, penanganannya dengan cara disapu dan dikumpulkan, jika masih baik digunakan lagi, namun jika sudah kotor segera dibuang
II
Higiene-Sanitasi kandang ayam
1 Apakah ada perlakuan sanitasi pada saat karyawan kandang berhubungan dengan telur (sanitasi tangan dan alas kaki)? Tidak Tidak Tidak
2 Berapakah intensitas pengambilan telur per hari? Dua kali sehari, jam 08.00 dan jam 15.00
Tiga kali sehari, jam 11.00, jam 15.00, dan jam 17.00
Dua kali sehari, jam 11.00, dan jam 16.00
3 Apakah ada pemisahan antara telur retak dan telur baik? Tidak ada Tidak ada Tidak ada
4 Jika ada, dimanakah letak baki telur retak pada saat penumpukan baki telur?
Dicampur antara telur baik dan telur retak
Dicampur antara telur baik dan telur retak
Dicampur antara telur baik dan telur retak
5 Apakah ada inovasi-inovasi dalam menjaga sanitasi dan hygiene kandang? -
Ada. Teknik penyemprotan dari atas kandang ayam (kurang lebih 2 meter di atas kandang) dengan menggunakan nipple yang berisi cairan desinfektan (EM4™ dan air), kemudian disemprotkan dalam bentuk spray sehingga sanitasi kandang
Ada. Teknik penyemprotan dari atas kandang ayam (kurang lebih 2 meter di atas kandang) dengan menggunakan nipple yang berisi cairan desinfektan, kemudian disemprotkan dalam bentuk spray sehingga sanitasi kandang tetap
45
tetap terjaga dan juga menghindari ayam dari hot shock.
terjaga dan juga menghindari ayam dari hot shock.
III Higiene-Sanitasi gudang telur 1 Berapakah suhu gudang tempat penyimpanan telur? Suhu ruangan (20°C) Suhu ruangan (27°C) Suhu ruangan (27°C) 2 Bagaimana perlakuan terhadap telur yang retak? Dipisahkan sendiri Dipisahkan sendiri Dipisahkan sendiri
3 Bagaimana perlakuan terhadap telur yang pecah? Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam)
Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam)
Dikeluarkan isinya dan dijadikan satu tempat. (konsumsi orang dalam)
4 Pengiriman telur ke luar menggunakan apa? Peti telur Peti telur Peti telur
IV Higiene-Sanitasi area peternakan 1 Apakah ada toilet/kamar mandi di area peternakan? Ada Ada Ada
2 Apakah ada tempat tinggal (mess) karyawan di dalam area peternakan? Ada Ada Ada
3 Berapa jarak antara toilet dan mess karyawan dengan area kandang ayam? 25-30 meter 5 meter 7 meter
4 Apakah ada pemeriksaan laboratorium secara berkala terhadap air bersih yang digunakan?
Tidak Tidak Tidak
5 Apakah banyak terdapat pepohonan rindang di sekitar daerah kandang? Tidak Tidak Tidak
46
Lampiran 2 Gambar-gambar keadaan penerapan biosekuriti, higiene, dan sanitasi
peternakan A, B, dan C
Keadaan gudang penampungan
47
Kondisi Higiene Pekerja
r
top related