pengembangan didactical design research (ddr) dalam
Post on 16-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
LAPORAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS
PENGEMBANGAN DIDACTICAL DESIGN RESEARCH (DDR) DALAM
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MAHASISWA
CALON GURU MATEMATIKA PADA
MATERI PROGRAM LINIER
Tim Pengusul
Ketua Peneliti:
Ayu Faradillah, M.Pd/ NIDN. 0305019101
Anggota Peneliti:
Syafika Ulfah, S.Pd., M.Sc/ NIDN. 0315079001
Windia Hadi, M.Pd/ NIDN. 0325049202
Nomor Surat Kontrak Penelitian: 523/ F.03.07/ 2017
Nilai Kontrak : Rp 10.250.000,-
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2018
ii
iii
SURAT KONTRAK PENELITIAN
iv
v
RINGKASAN
Hasil penelitian ini merupakan tahap pertama pada Didactical Design Research (DDR) yaitu analisis situasi didaktis
dengan melihat learning obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada mata
kuliah program linier. Pengumpulan data untuk menemukan learning obstacle tersebut diperoleh dari beberapa sumber
yaitu dengan memberikan soal kemampuan berpikir kreatif matematis, wawancara tentang soal kemampuan berpikir
kreatif matematis, soal UTS dan UAS, Rencana Pembelajaran Semester (RPS), dan sumber ajar pada mata kuliah
program linier. Peneliti memilih dua mahasiswa semester lima pada program studi pendidikan matematika UHAMKA
sebagai subjek penelitian. Pemilihan subjek didasari oleh tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis tingkat 3 dan
1. Subjek yang memiliki tingkat 3 lebih percaya diri dalam menyelesaikan soal tes yang diberikan dibandingkan
dengan subjek yang memiliki tingkat 1. Peneliti berusaha untuk menganalisis soal UTS dan UAS pada empat tahun
ajaran terakhir dan peneliti memperoleh bahwa hanya pada tahun 2016-2017 soal UTS dan UAS yang mengandung
indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. Sedangkan pada RPS maupun sumber ajar yang digunakan
pada mata kuliah program linier, peneliti tidak menemukan adanya indikator-indikator yang terkandung di dalamnya.
Kata Kunci : Didactical Design Research (DDR); Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis; Mahasiswa Calon
Guru Matematika
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………….. ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN ………………………………………………………. iii
RINGKASAN …………………………………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………. viii
BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………………… 5
BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………………………………… 11
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………. 16
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………. 31
BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI ………………………………………………………. 33
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 34
LAMPIRAN ………………………………………………………………………………… 36
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rencana Target Capaian ……………………………………………………… 4
Tabel 2.1 Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ……… 7
Tabel 4.1 Daftar Subjek Penelitian ……………………………………………………... 17
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian …………………………………………………… 17
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Road Map: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ……………………… 10
Gambar 3.1 Didactical Design Research pada Penelitian ini ……………………………. 15
Gambar 4.1 Contoh Soal UAS 2016/2017 yang berkaitan dengan indikator
Fluency dan Elaboration ……………………………………………………. 29
Gambar 4.2 Contoh Soal UAS 2016/2017 yang berkaitan dengan indikator
Flexibility, Elaboration dan Originality …………………………………….. 29
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir matematis merupakan suatu kemampuan yang wajib dimiliki oleh pendidik, baik
pendidik yang ada di tingkat dasar maupun pendidik di tingkat perguruan tinggi. Sebagai calon
guru professional yang akan mengajarkan matematika di sekolah, mahasiswa pendidikan
matematika sudah seharusnya memiliki kemampuan berpikir matematis tersebut, salah satunya
adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Berdasarkan hasil penelitian Murtafiah
(2017:79) menunjukan bahwa masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki
mahasiswa calon guru matematika. Seorang guru berperan penting dalam melatih kemampuan
berpikir kreatif matematis siswanya. Oleh karena itu, mahasiswa calon guru matematika
dituntut untuk terus melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru menyebabkan
ketidakmampuan mahasiswa untuk menyelesaikan soal dengan cara lain yang dosennya
berikan. Hal ini diungkapkan pula oleh Hendriana (2009:15) yang mengatakan bahwa
mahasiswa hanya mencontoh daan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah
dikerjakan oleh guru. Sehingga mereka akan merasa kesulitan ketika diberikan soal berbeda
dengan contoh tersebut.
Pada perguruan tinggi terdapat beberapa bidang materi yang dipelajari, salah satunya
adalah aljabar. Berdasarkan deskripsi yang dilakukan oleh Suzana (2013:92) pada
pembelajaran aljabar khususnya struktur aljabar ditemukan beberapa kesulitan yang dialami
mahasiswa, yaitu ketidaktahuan metode pembuktian, ketidakpahaman konsep, ketidaktahuan
tentang logika, dan penyelesaian pembuktian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlunya
penganalisisan lebih dalam terkait kesulitan-kesulitan yang menyebabkan rendahnya
kemampuan berpikir kreatif matematis terutama pada materi aljabar.
Menurut Supriatna dalam Sulistiawati, Suryadi, dan Fatimah (2015:136) pengembangan
desain didaktis mempunyai peranan dalam belajar matematika dan pembelajaran matematika.
Pengembangan tersebut diharapkan mampu menjawab hambatan-hambatan pembelajaran,
lintasan belajar, dan karakteristik mahasiswa. Menurut Kansanen, terdapat dua aspek dasar
dalam pembelajaran matematika, yaitu hubungan antara siswa dengan materi dan hubungan
antara siswa dengan guru (Suryadi, 2010). Hubungan guru dengan siswa disebut pedagogical
relation (hubungan pedagogis/HP) sedangkan hubungan antara siswa dengan materi disebut
2
dengan didactical relation (hubungan didaktis/HD), yang biasa disajikan dalam segitiga
didaktis. Lebih lanjut Suryadi (2010) menyatakan bahwa hubungan guru dengan materi tidak
dapat diabaikan. Dalam segitiga didaktis guru berperan untuk menciptaan situasi didaktis
sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa.
Pada didactical design research (DDR), pengembangan situasi didaktis, analisis kesulitan
belajar, dan pengambilan keputusan selama proses pembelajaran berlangsung dapat
mendorong terjadinya situasi belajar yang optimal diperlukan upaya maksimal yang harus
dilakukan sebelum proses belajar pembelajaran dilaksanakan. Upaya tersebut dikenal dengan
istilah Antisipasi Didaktis Pedagogis (ADP). Dalam penelitian desain didaktis terdiri dari tiga
tahapan, yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa
Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis
restrifektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil
analisis metapedadidaktik (Suryadi,2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang “Pengembangan Desain Didaktis Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Mahasiswa Calon Guru pada Materi Program Linier”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah pada penelitian
ini sebagai berikut.
1. Bagaimana desain didaktis kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru
pada materi program linier?
2. Bagaimana tanggapan mahasiswa calon guru matematika terhadap desain didaktis yang
dikembangkan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) bagaimana desain didaktis kemampuan
berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada materi aljabar berdasarkan
tiga tahapan yang ada pada desain didaktis, yaitu analisis situasi didaktis, analisis
metapedadidaktis dan analisis retrosfektif; dan (2) bagaimana tanggapan atau persepsi
mahasiswa calon guru matematika terhadap penerapan desain didaktis kemampuan berpikir
kreatif matematis pada materi aljabar.
D. Urgensi Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai latar
belakang atau acuan. Penelitian ini disajikan secara komprehensif tentang apa yang diperoleh,
3
bagaimana kemungkinan tanggapan siswa, dan bagaimana cara mengantisipasinya. Proses
berpikir ini dilakukan dalam tiga fase pembelajaran yaitu sebelum pembelajaran, pada saat
pembelajaran, dan setelah pembelajaran. Proses berpikir pada tiga fase tersebut beserta hasil
analisisnya berpotensi untuk menghasilkan desain didaktis inovatif.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika
harusnya menjadi permasalah serius yang memerlukan solusi yang sesuai. Pada penelitian-
penelitian terdahulu, hanyalah sekedar menganalisis atau mendeskripsikan bagaimana level
kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru saja tanpa memberikan solusi
inovatif yang sesuai dengan analisis yang telah dilakukan. Atau bahkan hanya sekedar
memberikan metode atau model pembelajaran saja tanpa mengkaji lebih dalam penyebab
rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru.
Oleh karena itu, urgensi penelitian ini memfokuskan pada tiga fase yang telah disebutkan
di atas dengan menggunakan desain didaktis sebagai metode penelitiannya. Pada tahapan
pertama, peneliti akan melalukan analisis situasi didaktis dimana peneliti akan mencoba
menemukan learning obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru
matematika pada materi aljabar. Learning obstacle ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Ontogenical, yaitu kesulitan belajar berdasarkan psikologis, dimana mahasiswa
mengalami kesulitan belajar karena faktor kesiapan mental,
2. Didactical, yaitu kesulitan belajar mahasiswa terjadi karena kekeliruan penyajian, dalam
hal ini bahan ajar yang digunakan oleh mahasiswa, dan
3. Epistemological, yaitu kesulitan belajar mahasiswa karena pemahaman mahasiswa tentang
sebuah konsep yang tidak lengkap, hanya dilihat dari asal-usulnya saja.
Pada tahapan kedua, peneliti akan melakukan analisis metapedadidaktik. Analisis ini
terbagi menjadi tiga komponen, yaitu kesatuan, flesibilitas, dan koherensi. Kesatuan yang
dimaksud adalah mampu memandang sisi-sisi pada segitiga didaktis yang dimodifikasi sebagai
sesuatu yang utuh. Fleksibilitas adalah antisipasi yang sudah disiapkan sesuai dengan didaktis
dan pedagogis. Dan koherensi merupakan situasi didaktis yang berkembang sehingga muncul
situasi yang berbeda-beda selama proses pembelajaran. Pada tahapan terakhir atau tahapan
ketiga, yaitu analisis retrospektif yakni menghubungkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis
dengan hasil analisis metapedadidaktik.
Setelah melakukan ketiga tahapan tersebut, peneliti akan memberikan angket untuk
mengetahui tanggapan mahasiswa calon guru matematika terhadap penelitian yang telah
dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penelitian pada
kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru. Selain itu juga, tanggapan
4
tersebut bisa digunakan untuk mengembangkan lagi kekurangan-kekurangan yang mungkin
terjadi.
E. Target Luaran
Adapun rencana target luaran yang ingin dicapai sebagai kontribusi terhadap ilmu
pengetahuan, sebagai berikut:
Tabel 1.1 Rencana Target Capaian
No Jenis Luaran Indikator Capaian
1. Publikasi ilmiah di Jurnal Nasional (ber ISSN) Belum
2. Pemakalah dalam temu ilmiah Nasional
Internasional Belum
3. Bahan Ajar Buku Ajar Hasil
Penelitian
5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
A. Design Didactic Research
Didactical Design Research merupakan educational design research. Plomp dkk
(2010:15) menyatakan educational design research adalah sistematika pembelajaran dalam
merangcang (designing), mengembangkan (developing), dan mengevaluasi (evaluating)
intervensi pendidikan (seperti program, strategi belajar mengajar dan materi, produk dan
system) sebagai solusi untuk masalah yang kompleks dalam praktek pendidikan, yang juga
bertujuan untuk memajukan pengetahuan kita tentang karakateristik intervensi dan proses
perancangan dan pengembangannya. Menurut Lidinillah (dikutip dalam Mardiana, 2013)
design research sering digunakan dalam penelitian untuk mengembangkan teori-teori didaktis
dari pembelajaran bidang studi tertentu mulai dari tingkat dasar maupun perguruan tinggi.
Istilah lain yang digunakan yang relevan sebagai model khusu dari design research adalah
didactical design research.
Suryadi (2010) menyatakan bahwa penelitian Desain Didaktis terdiri atas tiga tahapan
yaitu (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa Desain Didaktis
Hipotesis termasuk ADP, (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis retrospektif yakni
analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis
metapedadidaktik. Dari ketiga tahapan ini akan diperoleh Desain Didaktis Empirik yang tidak
tertutup kemungkinan untuk terus disempurnakan dan dikembangkan melaluti tiga tahapan
DDR tersebut.
Sulistiawati, Suryadi, dan Fatimah (2015) telah melakukan penelitian desain didaktis
penalaran matematis untuk mengatasi kesulitan belajar siswa SMP pada luas dan volume limas.
Rata-rata kesulitan belajar pada studi pendahuluan sebesar 75.63% dan setelah dilakukan uji
coba rata-rata kesulitan menjadi 51.78%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan matematis
siswa meningkat. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa desain didaktis yang
dikembangkan dapat memperkecil gap yang dihadapi siswa.
Aisah, Kusnandi, dan Yulianti (2016) juga mempelajari desain didaktis konsep luas
permukaan dan volume prisma dalam pembelajaran matematika SMP dan hasil implementasi
menunjukkan bahwa pada bagian desain didaktis pengembangan pemahaman konsep luas
permukaan dan volume prisma, siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna
sehingga siswa mampu memahami konsep luas permukaan dan volume prisma dengan baik.
6
Suryana, Pranata, dan Apriani (2012) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul
desain didaktis pengenalan konsep pecahan sederhana pada pembelajaran matematika untuk
siswa kelas III Sekolah Dasar bahwa desain didaktis dapat memperkaya variasi pembelajaran
dan mengantisipasi munculnya hambatan belajar (learning obstacle) siswa.
Roeroe (2011) dalam penelitiannya didactical design research (DDR) dalam
pengembangan pembelajaran kependidikan, menyimpulkan bahwa tiga fase dalam DDR dapat
diformulasikan sebagai rangkaian langkah untuk menghasilkan suatu disain didaktis empiric.
Seperti yang dilakukan oleh Nindiasari, Novaliyosi, dan Subhan (2016), desain didaktis
dikembangkan melalui bahan ajar yang dapat memfasilitasi berbagai gaya belajar siswa
(auditori, kinestetik, dan visual) dan menunjukkan bahwa siswa lebih senang mengikuti
pembelajaran dengan bahan ajar yang interaktif.
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kreativitas merupakan ciri penting yang dapat digunakan dalam menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari (real-life problems). Menurut McGregor (2007), berpikir kreatif adalah
berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru
atau cara baru dalam memahami sesuatu. Sedangkan menurut sebuah lembaga di Inggirs,
Department for Children, Schools, and Families, UK (2008) menyatakan bahwa berpikir
kreatif adalah bagaimana menemukan sebuah aplikasi baru dari pengetahuan dan pemahaman
yang ada, menghubungkan gagasan yang ada bersama-sama membentuk ide baru.
Tidak semua manusia dapat berpikir kreatif dan satu dari tujuan pendidikan matematika di
sekolah adalah untuk mendorong mahasiswa agar dapat berpikir kreatif sehingga mampu
menyelesaikan real-life problems. Matematika merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
kehidupan, tidak hanya pada aktivitas sehari-hari tetapi juga berbagai situasi kerja. Karena
itulah perlu untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan matematika yang diperoleh di
sekolah ke kehidupan nyata. Laycock menyatakan kreativitas matematis sebagai kemampuan
untuk menganalisis masalah tertentu dari perspektif yang berbeda, melihat pola, perbedaan dan
persamaan, menghasilkan banyak gagasan dan memilih metode yang tepat untuk menghadapi
situasi matematika yang tidak biasa (dikutip dalam Svecova et.al., 2014).
Kang Sup, Dong-jou, dan Jong Jin (2003) melakukan sebuah penelitian pengembangan uji
kemampuan memecahkan masalah matematika kreatif. Pengujian diberikan kepada mahasiswa
regular dimana tes disusun dalam tiga faktor kreativitas: kelancaran (jumlah tanggapan),
fleksibilitas (jumlah berbagai jenis tanggapan) dan orisinalitas (tingkat keunikan tanggapan).
Sedangkan Maharani (2014) didalam penelitiannya Creative Thinking in Mathematics: Are we
7
able to solve Mathematical Problems in A Variety of Way? menyimpulkan bahwa ada empat
kompetensi dalam menilai kemampuan berpikir kreatif yaitu (1) fluency, kemampuan dalam
menyelesaikan dan memberikan banyak solusi terhadap persoalan yang dihadapi atau
kemampuan memberikan banyak contoh atau pernyataan yang terkait situasi matematis, (2)
flexibility, kemampuan dalam menggunakan berbagai macam strategi dalam pemecahan
masalah, (3) originality, penggunaan strategi baru, unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan
permasalahan, dan (4) elaboration, kemampuan dalam memberikan penjelasan secara detail.
Dalam menganalisis karakteristik tes matematika, perlu disusun terlebih dahulu rubric
pemberian skor tiap butir tes secara proporsional sehingga tiap butir tes mendapat skor yang
dapat dipertanggung jawabkan. Sumarmo (2016) membuat tabel penskoran dalam kemampuan
berpikir kreatif matematik sebagai berikut.
Tabel 2.1. Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Indikator Berpikir
Kreatif Jawaban Skor
Kelancaran Tidak ada jawaban 0
Mengidentifikasi beberapa cara menyelesaikan masalah
yang berbeda 0-2
Menetapkan cara menyelesaikan masalah yang dipilih
disertai alas an 0-2
Menyelesaikan masalah dengan cara yang telah
ditetapkan 0-2
Menyelesaikan masalah dengan alternative lain 0-2
Sub-total (satu butir tes) 0-8
Kelenturan Tidak ada jawaban 0
Mengidentifikasi data/informasi yang diberikan dan
yang ditanyakan 0-2
Mengkaitkan data/informasi yang diberikan dan yang
ditanyakan dan menyusun model matematika masalah 0-3
Mengidentifikasi beberapa cara berbeda untuk
menyelesaikan masalah 0-2
Menyelesaikan model matematika masalah dengan cara
berbeda yang telah ditetapkan 0-3
Membandingkan dan menjelaskan cara terbaik dari
beberapa alternative jawaban disertai dengan alasan
yang relevan
0-2
Sub-total (satu butir tes) 0-12
Keaslian/originalitas Tidak ada jawaban 0
Mengubah bentuk masalah ke dalam bentuk masalah lain
yang lebih sederhana / Memodifikasi masalah 0-2
8
Indikator Berpikir
Kreatif Jawaban Skor
Menyusun model matematika masalah yang sudah
dimodifikasi dalam bentuk gambar dan atau ekspresi
matematik
0-2
Mengidentifikasi strategi (yang tidak baku) untuk
menyelesaikan masalah 0-3
Menyelesaikan model matematika dengan strategi tidak
baku yang dipilih 0-3
Menetapkan solusi yang relevan 0-2
Sub-total (satu butir tes) 0-12
Keterincian/Elaborasi Tidak ada jawaban 0
Mengidentifikasi unsur/data yang diketahui dan yang
ditanyakan dari suatu masalah 0-2
Mengidentifikasi kecukupan unsur/data dana tau
melengkapinya 0-2
Mengkaitkan unsur/data dan yang ditanyakan serta
menyusun model matematika masalah utama (bentuk
gambar dana tau ekspresi matematika)
0-3
Merinci masalah/model matematika ke dalam sub-
masalah/sub-model matematika 0-3
Menyelesaikan model matematika masalah utama
disertai alasan/penjelasan konsep/proses yang digunakan
pada tiap langkah
0-3
Memeriksa kebenaran solusi disertai alasan 0-2
Sub-total (satu butir tes) 0-15
C. Program Linear
Program linear (linear programming) merupakan model optimasi persamaan linear yang
berkenaan dengan masalah-masalah pertidaksamaan linear. Masalah program linear berarti
masalah nilai optimum (maksimum atau minimum) sebuah fungsi linear pada suatu system
pertidaksamaan linear yang harus memenuhi optimasi fungsi objektif.
Dalam banyak situasi sering dijumpai masalah-masalah yang berhubungan dengan
program linear. Agar masalah optimasinya dapat diselesaikan dengan program linear, maka
masalah tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk model matematika. Sebagai contoh
andaikan seorang tukang roti merencanakan membuat dua jenis roti, yaitu roti jenis I (x) dan
roti jenis II (y), menggunakan dua macam bahan baku, yaitu tepung dan mentega. Setiap roti
jenis I memerlukan 200 gram tepung dan 25 gram mentega. Setiap roti jenis II memerlukan
100 gram tepung dan 50 gram mentega. Harga jual roti jeni I dan II masing-masing adalah Rp
9
1.500,00 dan Rp 2.000,00. Jumlah persediaan bahan ialah 4 kg tepung dan 1,2 kg mentega.
Berapa banyak masing-masing jenis roti yang harus diproduksi agar tukang roti memperoleh
keuntungan maksimum?
Program linear adalah suatu cara yang bertujuan untuk menentukan himpunan
penyelesaian bagi suatu system pertidaksamaan. Noormandiri (2004) mengatakan beberapa
prinsip-prinsip program linear:
Prinsip 1. Dalam program linear, setiap pernyataan yang harus dipenuhi oleh variable-
variabel seperti 𝑥 dan 𝑦 dinyatakan dalam bentuk pertidaksamaan.
Prinsip 2. Dari setiap pertidaksamaan akan dibentuk suatu persamaan yang berkaitan.
Prinsip 3. Persamaan yang dibentuk digunakakn untuk melukis garis bagi penyelesaian
pertidaksamaan.
Prinsip 4. Mengarsir daerah yang memenuhi pertidaksamaan.
Prinsip 5. Koordinat-koordinat setiap titik dalam daerah arsiran mewakili suatu system
pertidaksamaan.
Bentuk umum program linear:
𝑍 = 𝐶1𝑥1 + 𝐶2𝑥2 +⋯+ 𝐶𝑛𝑥𝑛.
dengan 𝑍 adalah nilai maksimum/minimum; 𝐶1, 𝐶2,… , 𝐶𝑛 adalah konstanta; dan 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛
adalah variable.
Masalah program linear adalah masalah menentukan nilai maksimum atau nilai minimum
suatu fungsi objektif. Penyelesaian masalah program linear dapat dilakukan dengan metode
grafis dan metode simpleks. Adapun materi-materi mata kuliah Program Linier pada Program
Studi Pendidikan Matematika UHAMKA mencakup model matematika, pendekatan
geometris, analisis kompleks, metode simpleks I dan metode simpleks II. Pada materi model
matematika dijelaskan tentang dasar-dasar program linear dari definisi, ide dasar, karakteristik,
formulasi masalah dan bentuk umum model program linear. Sedangkan pada materi
selanjtunya lebih membahas tentang metode penyelesaian program linear baik dengan metode
grafis maupun metode simpleks.
10
KEMAMPUAN
BERPIKIR
KREATIF
MATEMATIS
Murtafiah
(2017)
menunjukan
bahwa masih
rendahnya
kemampuan
berpikir kreatif
yang dimiliki
mahasiswa calon
guru matematika.
Suzana (2013)
pembelajaran aljabar
khususnya struktur aljabar
ditemukan beberapa
kesulitan yang dialami
mahasiswa, yaitu
ketidaktahuan metode
pembuktian, ketidakpahaman
konsep, ketidaktahuan
tentang logika, dan
penyelesaian pembuktian
Department for Children,
Schools, and Families,
UK (2008):
menyatakan bahwa berpikir
kreatif adalah bagaimana
menemukan sebuah aplikasi
baru dari pengetahuan dan
pemahaman yang ada,
menghubungkan gagasan
yang ada bersama-sama
membentuk ide baru.
McGregor(2007)
berpikir kreatif
adalah berpikir yang
mengarah pada
pemerolehan
wawasan baru,
pendekatan baru,
perspektif baru atau
cara baru dalam
memahami sesuatu.
Hendriana (2009)
yang mengatakan
bahwa mahasiswa
hanya mencontoh
daan mencatat
bagaimana cara
menyelesaikan soal
yang telah dikerjakan
oleh guru. Sehingga
mereka akan merasa
kesulitan ketika
diberikan soal
berbeda dengan
contoh tersebut.
ROAD MAP: KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS
Sumarmo (2006)
menyimpulkan bahwa ada empat kompetensi
dalam menilai kemampuan berpikir kreatif
yaitu (1) fluency, kemampuan dalam
menyelesaikan dan memberikan banyak solusi
terhadap persoalan yang dihadapi atau
kemampuan memberikan banyak contoh atau
pernyataan yang terkait situasi matematis, (2)
flexibility, kemampuan dalam menggunakan
berbagai macam strategi dalam pemecahan
masalah, (3) originality, penggunaan strategi
baru, unik, atau tidak biasa dalam
menyelesaikan permasalahan, dan (4)
elaboration, kemampuan dalam memberikan
penjelasan secara detail.
Maharani
(2014)
didalam
penelitiann
ya Creative
Thinking in
Mathematic
s: Are we
able to
solve
Mathematic
al Problems
in A Variety
of Way?
Laycock dalam
Svecova (2014)
menyatakan
kreativitas matematis
sebagai kemampuan
untuk menganalisis
masalah tertentu dari
perspektif yang
berbeda, melihat pola,
perbedaan dan
persamaan,
menghasilkan banyak
gagasan dan memilih
metode yang tepat
untuk menghadapi
situasi matematika
yang tidak biasa
Kang Sup, Dong-jou, dan
Jong Jin (2003)
melakukan sebuah penelitian
pengembangan uji
kemampuan memecahkan
masalah matematika kreatif.
Pengujian diberikan kepada
mahasiswa regular dimana tes
disusun dalam tiga faktor
kreativitas: kelancaran
(jumlah tanggapan),
fleksibilitas (jumlah berbagai
jenis tanggapan) dan
orisinalitas (tingkat keunikan
tanggapan).
11
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Tahapan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan didactical design
research. Tujuan utama dari design research adalah untuk mengembangkan teori mengenai
bagaimana proses belajar mahasiswa dan bagaimana cara untuk mendukung proses belajar
tersebut. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dalam penelitian ini sehingga design research
dipilih sebagai metodologi dalam penelitian ini. Wanty Widjaja (2010) pada workshop
design research memperinci tujuan design research yakni :
1. Untuk memahami inovasi pembelajaran dan bagaimana cara mewujudkan inovasi
(Gravemeijer & Cobb, 2006) “if you want to change something, you have to understand
it, and if you want to understand something, you have to change it.”
2. Untuk membangun pengetahuan bagaimana merancang alur belajar untuk topik atau
sub-topik matematika tertentu
a. Untuk membangun norma kelas yang mendukung proses belajar
b. Untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mengkontruksi
pengetahuan matematika.
Poin pertama dan kedua merupakan penjabaran tujuan utama yaitu mengembangkan
teori mengenai bagaimana proses belajar mahasiswa sedangkan poin ketiga dan keempat
merupakan penjabaran tujuan utama bagaimana cara untuk mendukung proses belajar.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Program Studi Pendidikan Matematika.
C. Rancangan Penelitian
Rancangan pada penelitian ini dilaksakan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan.
Tahap persiapan meliputi menyusun dan menyempurnakan proposal dan menyusun
instrument penelitian.
12
2. Pemilihan subjek.
Pemilihan subjek pada tahap pertama yaitu Analisis Situasi Didaktis, peneliti akan
memilih Mahasiswa/I Program Studi Pendidikan Matematika UHAMKA yang telah
mengambil atau mempelajari mata kuliah program linier. Sedangkan pemilihan subjek
pada tahap kedua dan ketiga yaitu analisis metapedadidaktik dan retrospektif, peneliti
akan memilih mahasiswa/I Program Studi Pendidikan Matematika UHAMKA yang
akan mengambil atau mempelajari mata kuliah program linier.
3. Pengumpulan data.
Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan tiga tahapan yang terdapat
pada Didactical Design Research, yaitu analisis situasi didaktis, metapedadidaktis,
dan restrospetif. Pada analisis situasi didaktis, pengumpulan data berupa observasi
perangkat pembelajaran dilihat dari RPS, soal UTS dan UAS, dan bahan ajar. Selain
itu, peneliti juga akan mengumpulkan data melalui pemberian tes kemampuan berpikir
kreatif matematis dan wawancara pada subjek. Hal ini dilakukan untuk menemukan
learning obstacle dari kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru
pada mata kuliah program linier. Tahap kedua adalah analisis metapedidaktik,
pengumpulan data pada tahap ini dilakukan setelah peneliti menemukan solusi yang
diperkirakan sesuai untuk mengatasi learning obstacle yang telah ditemukan pada
tahap pertama. Peneliti akan mengaplikasikan solusi tersebut di kelas dan
mengumpulkan data pada akhir pengaplikasian. Dan tahap ketiga adalah analisis
retrospektif, dimana peneliti akan mengevaluasi hasil dari analisis metapedidaktik
yang telah dilakukan. Dan juga peneliti akan memberikan angket kepada subjek untuk
mengetahui respon atau tanggapan subjek terhadap solusi yang diberikan.
4. Melakukan analisis data
Analisis data pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap berdasarkan tahapan yang
ada pada DDR. Penelitian ini akan dibagi menjadi dua tahun pelaksanaan, pada tahun
pertama peneliti akan menganalisis situasi didaktis yaitu melakukan analisis pada
perangkat pembelajaran dan bahan ajar mata kuliah program linier dan tes kemampuan
berpikir kreatif matematis dan wawancara untuk menemukan learning obstacle
kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru matematika pada mata
kuliah program linier. Pada tahun kedua, peneliti akan menganalisis metapedadidaktik
dan retrospektif.
5. Menyusun laporan akhir penelitian pengembangan ipteks tahun pertama.
13
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini dimulai dari penentuan
subjek. Setelah subjek ditentukan, kemudian subjek diminta untuk menyelesaikan tes
kemampuan berpikir kreatif matematis dan diwawancara secara semi terstruktur.
Selanjutnya peneliti akan menganalisis hasil tersebut untuk menemukan learning obstacle.
Selain itu, peneliti juga melakukan analisis perangkat pembelajaran dan bahan ajar mata
kuliah program linier untuk mengkaji learning obstacle lebih dalam.
E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan berdasarkan tahapan yang ada pada Didactical Design
Research. Ada tiga tahap dalam analisis data didactical Design Research yaitu tahap
pertama yaitu analisis situasi didaktis merupakan tahap persiapan dan desain penelitian.
Teori dan penelitian yang terkait dengan penelitian ini dikaji selama tahap pertama ini.
Teori-teori tersebut kemudian menjadi landasan pengembangan local instruction theory
atau teori instruksi lokal. Teori instruksi lokal merupakan teori tentang rangkaian aktivitas
pembelajaran maupun alat-alat yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika pada
suatu topik yang spesifik (Zulkardi, 2002). Teori instruksi lokal kemudian menjadi
kerangka dalam mengembangkan Hipotesis Lintasan Belajar (HLB). Hipotesis Lintasan
Belajar (HLB) merupakan dugaan mengenai lintasan belajar yang dilalui siswa pada suatu
topik matematika tertentu. Hipotesis Lintasan Belajar (HLB) terdiri dari tiga komponen,
yakni tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran dan hipotesis proses belajar.
Tahap kedua yaitu analisis metapedadidaktik dan analisis retrospektif. Analisis
metapedadidaktik merupakan tahap eksperimen mengajar. Hipotesis Lintasan Belajar
(HLB) yang telah dibuat pada tahap pertama kemudian digunakan sebagai panduan dalam
melaksanakan pembelajaran matematika di kelas dan sekaligus diterapkan relevansinya
terhadap proses pembelajaran dikelas. Analisis retrospektif, data-data yang terkumpul
selama tahap pertama yaitu eksperimen mengajar akan dianalisis. Hasil analisis kemudian
menjadi dasar untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini. Hal penting yang harus
diingat ialah dalam design research batasan antara ketiga tahap yang telah dijelaskan
sebelumnya tidaklah tetap. Contohnya ketika peneliti merancang aktivitas makan peneliti
dapat berada pada tahap pertama atau mungkin juga sebenarnya peneliti berada pada tahap
kedua namun karena satu dan lain hal sehingga aktivitas perlu dirancang kembali agar
tujuan dari peneliti tersebut tercapai. Untuk penelitian yang akan dilakukan sekarang
analisis data pada tahap pertama selama 1 tahun, selanjutnya untuk penelitian selanjutnya
14
maka dilanjutkan tahap kedua dan tahap ketiga. Untuk lebih jelasnya, peneliti mencoba
membuat diagram Didactical Design Research pada penelitian ini yang dapat di lihat pada
gambar 3.1 di bawah ini :
15
Didactical Design Research
(DDR)
1. Analisis Situasi Didaktis 2. Analisis
Metapedadidaktik
3. Analisis
Retrospektif
Learning Obstacles
Guru Siswa
Observasi Perangkat
Pembelajaran
RPS Bahan Ajar
(Modul)
LKS
Soal Wawancara Angket
Metode
Belajar LKS
HASIL
Bahan Ajar (Buku)
HASIL
(Analisis Deskriptif) TAHAP 1
TAHAP 2
Gambar 3.1. Didactical Design Research
pada Penelitian ini
16
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
A. Anggaran Biaya
Anggaran biaya yang diajukan pada penelitian ini dilampirkan pada Lampiran 1 sesuai
dengan format yang telah ditentukan. Biaya penelitian yang diajukan peneliti pada setiap
komponennya seperti pada table berikut.
Tabel 4.1 Anggaran Biaya
No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan
(Rp)
1 Honorarium Pelaksana (20%) 2.050.000
2 Bahan habis pakai dan peralatan (40%) 4.100.000
3 Perjalanan (10%) 1.250.000
4 Pengolahan data, laporan, publikasi seminar,
pendaftaran HKI, dan lain-lain (30%)
3.075.000
Jumlah 10.250.000
B. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal pada pene1itian ini sebagai berikut.
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan Ke-
8 9 10 11 12 1
1 Penyusun Proposal √
2 Penyusunan instrumen kemampuan
berpikir kreatif matematis √
3 Penyusunan angket wawancara √
4 Validasi Instrumen √
5 Revisi Instrumen dan angket wawancara √
6 Pemberian instrumen kemampuan
berpikir kreatif matematis √
7 Wawancara subjek penelitian √
8
Analisis hasil instrumen dan angket
wawancara kemampuan berpikir kreatif
matematis
√ √
9 Analisis Rencana Pembelajaran
Semester Mata Kuliah Program Linier √
10 Analisis Bahan Ajar (Modul) Mata
Kuliah Program Linier √
11 Penyusunan Laporan Penelitian Tahun
ke-1 √ √ √
12 Publikasi Jurnal dan Forum Ilmiah
lainnya √ √
17
18
19
17
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang hasil analisis terhadap beberapa kajian,
yaitu (a) instrumen soal kemampuan berpikir kreatif matematis; (b) wawancara
instrumen soal kemampuan berpikir kreatif matematis; dan (c) perangkat
pembelajaran mata kuliah program linier. Dari analisis ini diperoleh pembahasan
tentang learning obstacle mahasiswa calon guru matematika terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematis.
5.1 Instrumen Pendukung Penelitian
Instrumen pendukung penelitian ini berupa soal instrumen
kemampuan berpikir kreatif matematis, pedoman wawancara semi terstruktur
tentang soal instrumen yang diujikan, soal Ujian Tengah Semester (UTS) dan
Ujian Akhir Semester (UAS), dan perangkat pembelajaran mata kuliah
program linier. Tujuan pemberian soal instrumen kemampuan berpikir kreatif
matematis adalah untuk mengetahui atau menganalisis proses berpikir kreatif
mahasiswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan baik dari segi fluency,
flexibility, originality, dan elaboration. Sedangkan tujuan wawancara ini
adalah untuk mengetahui lebih detail dan terperinci tentang proses mahasiswa
calon guru dalam menyelesaikan instrumen kemampuan berpikir kreatif
matematis.
Sebelum diujikan ke subjek, instrumen pendukung seperti soal
kemampuan berpikir kreatif matematis dan pedoman wawancara terlebih
dahulu divalidasi. Peneliti meminta Bapak Dr. Ishaq Nuriadin, M.Pd untuk
18
memvalidasi kedua instrumen pendukung tersebut. Berdasarkan hasil
konsultasi, kedua instrumen tersebut telah divalidasi dan validator menyatakan
layak digunakan dengan perbaikan. Secara umum, validator menyimpulkan
pedoman wawancara tersebut layak digunakan namun dengan perbaikan kata-
kata baik dari soal kemampuan berpikir kreatif matematis maupun dari
pertanyaan-pertanyaan pada pedoman wawancara yang diajukan. Hasil
validasi kedua instrumen tersebut terlampir pada Lampiran 2 dan 3.
5.2 Pemilihan Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian dimulai dengan pemberian soal instrumen
kemampuan berpikir kreatif matematis yang dilaksanakan pada tanggal 8
Desember 2017. Daftar hasil uji instrumen dapat dilihat pada Lampiran 1.
Peneliti melakukan uji instrumen pada kelas 5F mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
(UHAMKA), dimana jumlah mahasiswa pada kelas tersebut adalah 14
mahasiswa/i.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen kelas 5F mahasiswa program
studi pendidikan matematika UHAMKA, peneliti mengambil dua mahasiswa
sebagai subjek untuk penelitian ini.
Tabel 5.1 Daftar Subjek Penelitian
Subjek L/P Nilai Mata Kuliah
Program Linier
Nilai Instrumen
Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis
AAS L A 90
MC L B 60
19
5.3 Jadwal Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan peneliti selama proses pengambilan data di
lapangan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5.2 Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Jenis Kegiatan Waktu Tempat
1 Validasi Instrumen Pendukung 25 November
2017
Universitas
Muhammadiyah
Prof. DR.
HAMKA 2 Pemberian soal instrumen
kemampuan berpikir kreatif
matematis
8 Desember 2017
3 Wawancara subjek terpilih 25 Januari 2018
4 Menganalisis learning obstacle
dari seluruh instrumen
pendukung
8 Desember
2017-14 Februari
2018
5.4 Analisis Learning Obstacle Mahasiswa Calon Guru terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis pada Mata Kuliah Program Linier
Penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan untuk mendapatkan data
tentang kesulitan mahasiswa calon guru dalam menyelesaikan soal
kemampuan berpikir kreatif matematis. Subjek penelitian ini berjumlah 14
mahasiswa calon guru yang telah mendapatkan atau menyelesaikan mata
kuliah program linier. Persentase kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan
soal kemampuan berpikir kreatif matematis yang muncul ternyata cukup besar.
Hal ini terbukti dari 14 mahasiswa tersebut hanya 2 mahasiswa atau 14% yang
mampu mencapai tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis 3 (kreatif)
yaitu Psubjek dapat membuat masalah yang berbeda dengan fasih meskipun
cata penyelesaiannya masih tunggal atau dapat membuat masalah yang baru
dengan cara penyelesaian yang baru dengan berbeda-beda. Sedangkan 12
20
mahasiswa lainnya (dalam persentase 86%) hanya memiliki tingkat
kemampuan berpikir kreatif matematis 1 (kurang kreatif) dan 0 (tidak kreatif).
Hal ini dikarenakan mahasiswa tidak mampu membuat masalah yang berbeda
meskipun salah satu kondisi terpenuhi, misalnya fleksibel (cara penyelesaian
yang dibuat berbeda-beda). Atau bahkan mahasiswa tidak mampu membuat
masalah maupun tidak mampu membuat masalah yang berbeda dengan lancar
(fluent). Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk mengkaji lebih dalam tentang
kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan berpikir
kreatif matematis dengan cara mewawancara secara langsung yang terlampir
pada Lampiran 2. mahasiswa yang termasuk dalam kategori kreatif dan
kurang/tidak kreatif. Peneliti memberikan kode pada percakapan wawancara,
yaitu peneliti (P), subjek kreatif (S1), dan subjek kurang/tidak kreatif (S2).
Adapun hasil observasi pada proses wawancara tersebut, sebagai berikut.
1. Paparan Hasil Observasi Wawancara Terhadap Instrumen
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (S1)
Adapun percakapan wawancara yang peneliti lakukan bersama S1
dimana peneliti mencoba untuk mengelompokkannya sesuai dengan
indikator kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai berikut.
a. Originality
Peneliti mengawali proses wawancara dengan menanyakan tentang
tingkat kesukaran instrumen yang diberikan.
P : Bagaimana soal tes kemarin yang ibu berikan?
S1 : lumayan susah bu
P : Berapa soal yang dapat kamu kerjakan?
S1 : tiga soal bu
21
P : Untuk soal nomor 1, apakah kamu bisa menjawabnya?
S1 : tidak bisa bu,
P : kenapa tidak bisa?
S1 : rada rumit soalnya bu. Saya bingung untuk membuat model
matematika dan fungsi kendalanya bu.
Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S1 kesulitan dalam
mengubah atau memodifikasi masalah matematika yang tertuang pada
soal no.1 ke dalam bentuk lain, yaitu model matematika. Hal ini terlihat
pada pernyataan S1 yang mengungkapkan bahwa S1 bingung dalam
membuat model matematika dan menentukan fungsi kendala pada soal
tersebut. Sehingga S1 pun memilih untuk tidak mengerjakan atau bahkan
tidak mencoba untuk menganalisis soal yang diberikan.
b. Elaboration
Peneliti mencoba menanyakan keterincian dari soal yang tidak mampu
S1 selesaikan dengan beberapa percakapan berikut.
P : Informasi apa saja yang diberikan pada soal no 1? Dan apa yang
ditanyakan dalam soal nomor 1?
S1 : diketahui maintenance per bulan untuk micro bus seharga 7.500
dan bus 10.000, sedangkan pemakaian bensinnya untuk micro bus
adalah 10 liter dan bus 30 liter yang ditanya model mtk jika micro
bus memiliki life time yang relatif panjang dari bus.
P : Dari informasi yang ada, dapatkah kamu membuat model
matematikanya?
S1 : bisa bu membuat modelnya
P : Menurut kamu, ada berapa cara yang bisa diselesaikan pada soal
nomor 1?
S1 : tidak tahu bu
P : Penyelesaian mana yang kamu kerjakan?
S1 : saya ga bisa menyelesaikannya bu
22
Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S1 mampu
memahami keterincian informasi dan hal yang ditanyakan pada soal.
Akan tetapi, S1 kesulitan dalam mengkaitkan unsur/data dan hal yang
ditanyakan. Sehingga S1 tidak mampu menyelesaikan soal yang
diberikan bahkan S1 tidak mempunyai ide untuk mengerjakan soal
tersebut.
c. Fluency
Peneliti mencoba menanyakan cara S1 dalam menyelesaikan soal
selanjutnya. S1 pun mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal
tersebut dengan menggunakan dua cara yaitu cara substitusi dan
eliminasi Gauss Jordan. Berikut hasil percakapannya.
P : Untuk soal nomor 2, apakah kamu bisa menjawabnya?
S1 : Bisa bu,
P : informasi apa saja yang kamu dapatkan dari soal no 2? Dan
informasi apa yang ditanyakan?
S1 : diketahui 4 buah pertidaksamaan, 𝑥 + 𝑦 ≥ 20; 2𝑥 + 𝑦 ≤ 48; 0 ≤
𝑥 ≤ 20; 0 ≤ 𝑦 ≤ 48. Yang ditanya nilai maksimum 𝑧 = 20𝑥 + 8
P : dapatkah kamu menyusun model matematika dari informasi yang
ada?
S1 : bisa bu,
P : Menurut kamu, ada berapa cara yang dapat kamu selesaikan untuk
soal no 2?
S1 : ada subtitusi eliminasi, gauss jordan
P : Apakah kamu menyelesaikan soal no 2 dengan cara yang sudah
ditetapkan?
S1 : menggunakan cara subtitusi eliminasi
P : Apakah ada cara lain menurut kamu selain cara yang sudah kamu
kerjakan?
S1 : ada
P : Menurut kamu, cara mana yang terbaik dari alternative jawaban
yang telah kamu kerjakan? Disertai alasan kamu?
23
S1 : Mungkin gauss jordan bu karena tinggal dimainkan angkanya bu.
Berdasarkan kutipan percakapan di atas, S1 terlihat lebih percaya diri
dengan jawaban yang disampaikannya. S1 mengatakan bahwa ia
mengetahui keterincian soal no.2 secara detail dengan menyebutkan
data/unsur yang diketahui dan hal yang ditanyakan pada soal. S1 pun
mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal tersebut dengan dua
cara yaitu subtitusi dan eliminasi Gauss Jordan. Ketika peneliti meminta
S1 menyelesaikan soal yang diberikan dengan cara lain seperti yang telah
ia kerjakan, S1 hanya mengatakan bisa mengerjakannya dengan
menggunakan cara Gauss Jordan dengan mengubah angka-angka pada
soal. Hal ini mengindikasikan bahwa S1 tidak mempunyai cara lain untuk
mengerjakan soal tersebut, karena ia hanya mengulang dari apa yang
telah ia kerjakan sebelumnya.
d. Flexibility
Pada indikator ini, peneliti mencoba menanyakan kepada S1 tentang soal
instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika yang meminta S1
untuk menyelesaikannya dengan menghasilkan beberapa jawaban.
Berikut kutipan percakapan wawancara dengan S1.
P : Untuk soal nomor 4, apakah kamu bisa menjawabnya?
M : bisa bu
P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat
dalam soal no 4 dan apa yang ditanyakan ?
S1 : bisa bu, ditanyakan z minimum
P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model
matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari
informasi data tersebut?
S1 : bisa bu, dalam bentuk ekspresi matematika
P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah
kamu buat dalam soal no 4?
S1 : 𝑥 =8
5 dan 𝑦 =
13
5
24
P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/
belum?
S1 : benar bu
P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 4?
S1 : bisa bu,
P : bisakah kamu menyusun model matematika yang telah kamu
modifikasi masalah tersebut kedalam bentuk gambar atau ekspresi
matematika?
S1 : bisa bu, tentukan nilai minimum dari 𝑍 = 𝑥 + 2𝑦 dan fungsi
kendala 𝑎𝑥 + 3𝑦 < 𝑏 dan 4𝑥 + 𝑐𝑦 < 𝑑 dimana a adalah bilangan
bulat negative antara −2 𝑑𝑎𝑛 2 dan b adalah bilangan bulat positif
antara 0 − 4, nilai c adalah antara 2 − 8dan nilai d antara 0 − 3
P : coba selesaikan model matematika yang telah kamu modifikasi
dengan cara kamu sendiri?
S1 : 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑎 = 2 , 𝑏 = 4, 𝑐 = 3, 𝑑 = 2 dan 𝑥 = 1 dan 𝑦 = 2
P : coba di cek kembali sudah benar atau belum?
S1 : sudah benar bu,
P : terima kasih
S1 : sama-sama bu.
Pada awal pembahasan soal No.4, S1 mampu menjelaskan secara terinci
unsur/data yang diketahui dan ditanyakan pada soal. Serupa dengan soal
sebelumnya, S1 pun merasa percaya diri dalam menjawab setiap
pertanyaan yang peneliti ajukan pada proses wawancara. S1 mampu
menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menghasilkan beberapa
jawaban. Bahkan ketika peneliti mencoba memintanya untuk
menghasilkan jawaban lain S1 pun mampu menjawabnya. Akan tetapi,
kesimpulan jawaban yang ia berikan masih kurang tepat pada bagian
perhitungannya. S1 masih kurang teliti dalam melakukan operasi
perhitungan soal instrumen yang diberikan.
25
2. Paparan Hasil Observasi Wawancara Terhadap Instrumen
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (S2)
Adapun percakapan wawancara yang peneliti lakukan bersama S1
dimana peneliti mencoba untuk mengelompokkannya sesuai dengan
indikator kemampuan berpikir kreatif matematis sebagai berikut.
a. Originality
Peneliti mengawali proses wawancara dengan menanyakan tentang
tingkat kesukaran instrumen yang diberikan.
P : Bagaimana soal tes kemarin yang ibu berikan?
S2 : Lumayan susah bu, materinya lupa-lupa ingat
P : Berapa soal yang dapat kamu kerjakan?
S2 : Cuma dua soal bu
P : Untuk soal nomor 1, apakah kamu bisa menjawabnya?
S2 : tidak bisa bu,
P : kenapa tidak bisa?
S2 : bingung bu apa yang ditanyakan, rada rumit soalnya bu.
P : Informasi apa saja yang diberikan pada soal no 1? Apa yang
ditanyakan dalam soal nomor 1?
S2 : (diam)
P : Dari informasi yang ada,dapatkah kamu membuat model
matematikanya?
S2 :bisa bu membuat modelnya
P : Menurut kamu, ada berapa cara yang bisa diselesaikan pada soal
nomor 1?
S2 : (diam)
Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S2 mengatakan
bahwa ia tidak mampu menyelesaikan soal No.1. Ketika ditanyakan lagi
untuk membuat model matematika dari soal tersebut S2 mengatakan bisa.
Tetapi, saat peneliti memberikan kertas kosong untuk S2 mencoba
26
membuat model matematika, ia terlihat kebingungan dan akhirnya hanya
menggelengkan kepalanya. Oleh karena itu, ia pun hanya terdiam dan
tidak menjawab pertanyaan peneliti tentang cara menyelesaikannya.
b. Elaboration
Peneliti mencoba menanyakan keterincian dari soal yang tidak mampu
S2 selesaikan kesimpulan jawabannya.
P : Untuk soal nomor 4, apakah kamu bisa menjawabnya?
S2 : tidak bisa bu
P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat
dalam soal no 4 dan apa yang ditanyakan ?
S2 : bisa bu,
P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model
matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari
informasi data tersebut?
S2 : bisa bu,
P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah
kamu buat dalam soal no 4?
S2 : tidak bisa bu
P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/
belum?
S2 : (diam)
P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 4?
S2 : tidak bisa bu,
Berdasarkan kutipan percakapan wawancara di atas, S2 mengatakan
mampu membuat model matematika untuk soal tersebut. Hal itu pun
terbukti dengan diberikannya kertas kosong pada S2 dan ia pun langsung
menuliskan model matematikanya. Akan tetapi, ketika diminta untuk
menyelesaikan soal No.4, ia mengatakan tidak bisa mengerjakannya.
Sehingga ia pun tidak mampu untuk memodifikasi masalah yang tertuang
pada soal no.4.
27
c. Fluency
Peneliti mencoba menanyakan cara S2 dalam menyelesaikan soal
selanjutnya. S2 pun mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal
yang diberikan dengan cara coba-coba dan grafik. Berikut kutipan
wawancara S2.
P : Untuk soal nomor 2, apakah kamu bisa menjawabnya?
S2 : Bisa bu,
P : informasi apa saja yang kamu dapatkan dari soal no 2? Dan
informasi apa yang ditanyakan?
S2 : diketahui 4 buah pertidaksamaan, 𝑥 + 𝑦 ≥ 20; 2𝑥 + 𝑦 ≤ 48; 0 ≤
𝑥 ≤ 20; 0 ≤ 𝑦 ≤ 48Yang ditanya nilai maksimum 𝑧 = 20𝑥 + 8
P : dapatkah kamu menyusun model matematika dari informasi yang
ada?
S2 : bisa bu,
P : Menurut kamu, ada berapa cara yang dapat kamu selesaikan untuk
soal no 2?
S2 : coba-coba dan grafik
P : Apakah kamu menyelesaikan soal no 2 dengan cara yang sudah
ditetapkan?
S2 : menggunakan cara coba-coba
P : Apakah ada cara lain menurut kamu selain cara yang sudah kamu
kerjakan?
S2 : bisa bu pakai grafik, dilihat dari titik-titik berpotongan dari garis
kendala.
P : Menurut kamu, cara mana yang terbaik dari alternative jawaban
yang telah kamu kerjakan? Disertai alasan kamu?
S2 : Mungkin subtitusi eliminasi bu karena lebih mudah tinggal
disubtitusi nilainya saja.
Berdasarkan kutipan percakapan di atas, S2 terlihat percaya diri ketika
ditanyakan tentang keterincian unsur/data yang diketahui dan ditanyakan
pada soal. Tetapi, pada saat peneliti menanyakan tentang cara atau metode
28
apa yang ia gunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan, ia terlihat
mulai ragu dan menjawab menggunakan metode coba-coba. Setelah
ditanyakan kembali cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut, S2
menjawab bisa menggunakan cara grafik dan menemukan titik potong dari
garis kendala. Dan ketika peneliti mencoba menanyakan cara lainnya, S2
mengatakan cara substitusi eliminasi mungkin bisa digunakan karena lebih
mudah.
d. Flexibility
Pada indikator ini, peneliti mencoba menanyakan kepada S2 tentang soal
instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika yang meminta S2 untuk
menyelesaikannya dengan menghasilkan beberapa jawaban. Berikut
kutipan percakapan wawancara dengan S2.
P : Dapatkah kamu mengidentifikasi informasi apa saja yang terdapat
dalam soal no 3 dan apa yang ditanyakan ?
S2 : bisa bu, diketahui 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 ≥ 𝑐; 2𝑥 + 3𝑦 ≥ 6; 4𝑥 + 3𝑦 ≤ 12 Yang
ditanya adalah 𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑥 + 𝑦 jika a bilangan positif antara 1-4 dan
b bilangan genap antara 1-10
P : Setelah kamu rinci informasi, apakah kamu bisa menyusun model
matematika dalam bentuk gambar atau ekspresi matematika dari
informasi data tersebut?
S2 : bisa bu,
P : coba kamu tulis cara penyelesaian model matematika yang telah
kamu buat dalam soal no 3?
S2 : 𝑥 =6
5 dan 𝑦 =
72
30
P : coba di cek kembali apakah jawaban yang kamu buat sudah benar/
belum?
S2 : tidak benar, hasilnya desimal
P : dapatkah kamu membuat modifikasi masalah dari soal no 3?
S2 : bisa bu, diketahui fungsi tujuan 𝑓(𝑥, 𝑦) = 2𝑥 + 𝑦 Fungsi kendala
𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 ≥ 𝑐; 𝑥 + 2𝑦 ≥ 4; 3𝑥 + 2𝑦 ≤ 10 dimana 1 ≤ 𝑎 ≤ 3; 1 ≤
𝑏 ≤ 8
29
P : bisakah kamu menyusun model matematika yang telah kamu
modifikasi masalah tersebut kedalam bentuk gambar atau ekspresi
matematika?
S2 : bisa bu,
P : coba selesaikan model matematika yang telah kamu modifikasi
dengan cara kamu sendiri?
S2 : didapat 𝑥 =6
4 dan 𝑦 =
10
4
P : menurut pendapat kamu, mana solusi yang benar?
S2 : (diam)
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, S2 masih terlihat percaya diri
dengan menjelaskan keterincian pada soal. S2 pun secara lantang
mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Tetapi
peneliti meminta S2 untuk memeriksa kembali solusi yang diperolehnya, S2
mengatakan bahwa ia keliru dalam memberikan kesimpulan jawaban untuk
soal tersebut. Selanjutnya peneliti meminta S2 untuk memodifikasi soal
tersebut kebentuk lain, ia mengatakan bahwa ia berhasil mendapatkan nilai
x dan y. Walaupun, S2 kebingungan ketika ditanyakan kembali mana solusi
yang benar.
3. Paparan Hasil Observasi Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah
Program Linier
Pengamatan dilakukan pada perangkat pembelajaran program
linier pada semester sebelumnya. Perangkat pembelajaran yang diamati ada
dua jenis, yaitu Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan Modul
Pembelajaran Program Linier. Berikut hasil observasi pada kedua perangkat
pembelajaran tersebut.
30
a. Observasi RPS
Berdasarkan Capaian Pembelajaran (CP) yang tercantum pada RPS
program linier, peneliti belum menemukan adanya pengerucutan pada
indikator kemampuan berpikir kreatif matematis. CP tersebut masih
bersifat pemahaman konsep secara umum, seperti memahami,
menyelesaikan dan mengaplikasikan. Hal tersebut pun terlihat pada
metode pembelajaran yang akan digunakan dan tugas/latihan yang akan
diberikan. Tugas-tugas yang diberikan hanya mengarah pada latihan soal
untuk dapat memahami materi yang disampaikan. Tugas tersebut belum
mampu memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa
calon guru agar lebih terasah. Hal tersebut membuat mahasiswa calon
guru berpikir bahwa satu soal hanya dapat diselesaikan dengan satu
metode dan menghasilkan satu jawaban.
b. Observasi Modul
Hasil observasi peneliti terhadap modul yang digunakan pada mata
kuliah program linier hampir serupa dengan yang tertuang pada RPS.
Mahasiswa calon guru tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Ia hanya diharapkan mampu
memahami materi yang disampaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya
titik-titik atau kotak kosong agar mahasiswa secara mandiri melatih
pemahamannya terhadap materi yang disampaikan.
31
4. Paparan Hasil Observasi Soal Evaluasi Mata Kuliah Program Linier
Pada tahap ini, peneliti mencoba mengobservasi variasi soal
evaluasi pada mata kuliah program linier selama tiga tahun ajaran. Adapun
soal evaluasi yang peneliti observasi, yaitu soal Ujian Tengah Semester
(UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Berdasarkan hasil observasi, soal
UTS dan UAS pada tahun ajaran 2014/15 dan 2015/16 tidak terdapat soal
yang mengarah pada indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif
matematis. Akan tetapi, pada tahun ajaran 2016/17 terdapat soal UTS yang
diberikan pun masih tidak mengarah pada indikator-inikator kemampuan
berpikir kreatif matematis tetapi pada soal UAS telah berkembang sehingga
terlihat indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif matematis di
dalamnya. Berikut salah satu soal yang mengacu pada indikator kemampuan
berpikir kreatif matematis.
Gambar 5.1 Contoh Soal UAS 2016/17 yang berkaitan dengan
indikator fluency dan elaboration
Sebuah rumah sakit mengharuskan seorang pasiennya untul
meminum dua buah jenis obat. Obat jenis pertama mengandung 10
unit vitamin A dan 6 unit vitamin B. Sedangkan obat jenis kedua
mengandung 20 unit vitamin A dan 2 unit vitamin B. Dalam satu
hari pasien tesebut memerlukan 40 unit vitamin A dan 10 unit
vitamin B. Jika harga obat jenis pertama adalah Rp 800 perbiji dan
obat jenis kedua adalah Rp 1.600 perbiji. Tentukan model
matematikanya dan fungsi sasarannya agar pengeluaran sekecil
mungkin! (Gunakan minimal 2 cara dalam menyelesaikan soal ini).
32
Pada Gambar 5.1, mahasiswa diminta untuk menyelesaikan soal yang
diberikan dengan menggunakan minimal dua cara. Hal ini serupa dengan
pengertian fluency pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis
yaitu kemampuan dalam menyelesaikan dan memberikan banyak solusi
terhadap persoalan yang dihadapi atau kemampuan memberikan banyak
contoh atau pernyataan yang terkait situasi matematis. Sedangkan
elaboration yaitu kemampuan dalam memberikan penjelasan secara detail.
Gambar 5.2 Contoh Soal UAS 2016/17 yang berkaitan dengan
indikator flexibility, elaboration dan originality
Pada Gambar 5.2, mahasiswa diminta untuk menyelesaikan soal yang
diberikan dengan menggunakan minimal dua cara. Hal ini serupa dengan
pengertian flexibility pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis
yaitu kemampuan dalam menggunakan berbagai macam strategi dalam
pemecahan masalah. Sedangkan originality yaitu penggunaan strategi baru,
unik, atau tidak biasa dalam menyelesaikan permasalahan.
Zmaks = 2x + 3y – 5z
Pembatas: x + … y + … z = 7
… x – 5y + … z ≥ 10
x, y, z ≥ 0
Selesaikanlah permasalahan di atas! (Isilah titik-titik di atas
dengan angka bulat positif)
BAB 6
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan untuk mendapatkan learning
obstacle kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah
program linier, hanya ada dua mahasiswa calon guru yang mampu mencapai tingkat 3 pada
kemampuan berpikir kreatif matematis atau dengan kata lain kedua mahasiswa tersebut
dikategorikan kreatif dalam menyelesaikan soal instrumen. Sedangkan dua belas
mahasiswa lainnya hanya mampu mencapai tingkat 1 dan 2 atau dengan kata lain kedua
belas mahasiswa dikategorikan kurang dan tidak kreatif dalam menyelesaikan soal
intrumen yang diberikan.
Pada tahap wawancara, peneliti mencoba menelaah lebih dalam untuk menemukan
learning obstacle tersebut. Peneliti pun mewawancarai salah satu mahasiswa yang
dikategorikan kreatif (S1) dan satu mahasiswa yang dikategorikan kurang kreatif (S2).
Mahasiswa calon guru yang dikategorikan kreatif atau dikodekan dengan S1 terlihat lebih
percaya diri dalam mengerjakan beberapa soal yang diberikan. Ia pun mampu
menyelesaikan soal dengan beberapa cara (fluency), menghasilkan beberapa jawaban
(flexibility), mendeskripsikan keterincian unsur/data yang diketahui dan ditanyakan
(elaboration) walaupun hanya pada soal tertentu pada instrumen yang diberikan, dan
memodifikasi soal serta memberikan kesimpulan pada soal yang ia modifikasi tersebut
(originality).
Sedangkan mahasiswa calon guru yang dikategorikan kurang kreatif atau
dikodekan dengan S2, ia merasa kesulitan dalam mendeskripsikan keterincian unsur/data
yang diketahui dan ditanyakan (elaboration) pada beberapa soal instumen yang diberikan.
Hal ini menyebabkan S2 hanya mampu menyelesaikan dua dari empat soal yang diberikan.
Pada dua soal yang mampu S2 selesaikan, ia hanya mampu menyelesaikan dengan satu
cara yaitu cara coba-coba. Oleh karena itu, S2 tidak sesuai dengan indikator kemampuan
berpikir kreatif matematis yaitu fluency. S2 pun mencoba memodifikasi soal (originality)
yang diberikan tetapi ia tetap menggunakan cara coba-coba sehingga ia terlihat tidak yakin
dengan jawaban yang dihasilkannya. S2 pun mengatakan bahwa ia kesulitan dalam
memahami soal yang diberikan dan lupa dengan konsep-konsep yang telah diberikan. Akan
tetapi, S2 bisa memberikan beberapa jawaban (flexibility) pada soal terakhir yang
diberikan. Walaupun ketika diminta untuk memeriksa kesimpulan jawaban yang diberikan,
S2 menyadari bahwa kesimpulan jawaban tersebut keliru pada bagian operasi perhitungan
soal tersebut.
Peneliti pun mengobservasi perangkat pembelajaran dan soal evaluasi pada mata
kuliah program linier. Berdasarkan hasil observasi perangkat pembelajaran dan soal
evaluasi tersebut kurang memfasilitasi mahasiswa calon guru dalam mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Akan tetapi, soal evaluasi pada tahun ajaran
2016/17 mengalami perkembangan yang mampu mengarahkan kemampuan berpikir kreatif
matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah program linier.
6.2 Saran
Adapun beberapa saran yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Observasi yang peneliti lakukan untuk menemukan learning obstacle kemampuan
berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru pada mata kuliah program linier
mengindikasikan bahwa perangkat pembelajaran serta soal evaluasi kurang memfasilitasi
kemampuan berpikir kreatif matematis. Oleh karena itu, peneliti berharap bisa
melanjutkan penelitian ini dan menemukan solusi sesuai sehingga mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon guru.
2. Penelitian ini hanya melihat kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa calon
guru. Sehingga diharapkan penelitian selanjutnya untuk dapat mengetahui bagaimana
kemampuan-kemampuan matematis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, A. S., Kusnandi, dan Yulianti. K. 2016. Desain Didaktis Konsep Luas Permukaan dan
Volume Prisma dalam Pembelajaran Matematika SMP. Jurnal Matematika dan
Pendidikan Matematika 1(1): 14-22.
Department for Children, Schools and Families. 2008. Developing Critical and Creative
Thinking: in Science. DCSF. Annesley.
Gravemeijer, Koeno dan Paul Cobb. 2006. Design Research from a Learning Design Perspective-
Educational Design Research. ONLINE. Tersedia: http://www.fi.uu.nl/publicaties/.
Hendriana, H. 2009. Pembelajaran Dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik Dan Kepercayaan Diri Siswa
Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung : Tidak
diterbitkan.
Kang Sup, L., Dong-jou, H., and Jong Jin, S. 2003. A Development of the Test for
Mathematical Creative Problem Solving Ability. Journal of the Korea Society of
Mathematical Education Series D: Research in Mathematical Education 7(3): 163-189.
McGregor, D. 2007. Developing Thinking Developing Learning A Guide to Thinking Skills in
Education. 1st ed. McGraw-Hill. England.
Maharani, H. R. 2014. Creative Thinking In Mathematics: Are We Able To Solve
Mathematical Problems In A Variety of Way?. International Conference on
Mathematics, Science, and Education.
Mardiana, H. 2013. Pengembangan Desain Pmebelajaran IPA Berbasis Konstruktivisme
Tentang Gaya Magnet Di Sekolah Dasar.
Murtafiah, Wasilatul. 2017. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa dalam
Mengajukan Masalah Persamaan Diferensial. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika
Vol. 5 No.2, Maret 2017, hlm 73-81.
Nindiasari, H., Novaliyosi, dan Subhan, A. 2016. Desain Didaktis Tahapan Kemampuan dan
Disposisi Berpikir Reflektif Matematis Berdasarkan Gaya Belajar. Jurnal
Kependidikan 46(2): 219-232.
Noormandiri, B. K. 2004. Matematika SMA Jilid 3A Program Ilmu Alam. Erlangga, Jakarta.
Plomp, T., Nieveen, N., Kelly, A. E., Bannan, B., dan Akker, J. 2010. An Introduction to
Educational Design Research. Netzodruk, Enschede.
Roeroe, M. B. 2011. Didactical Design Research (DDR) Dalam Pengembangan Pembelajaran
Kependidikan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 2(2): 139-144.
Sulistiawati, Suryadi, D., dan Fatimah, S. 2015. Desain Didaktis Penalaran Matematis untuk
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa SMP pada Luas dan Volume Limas. Jurnal
Matematika Kreatif-Inovatif 6(2): 135-146.
Sumarmo, U. 2016. Pedoman Pemberian Skor pada Beragam Tes Kemampuan Matematik.
http://utari-sumarmo.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/files/2016/05/Pedoman-Pemberian-
Skor-Tes-Kemampuan-Berpikir-Matematik-dan-MPP-2016-1.pdf. 4 Agustus 2017
(09:20).
Suryadi, D. 2010. Didactical Design Research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran
Matematika. Seminar Nasional Pembelajaran MIPA di UM Malang. 13 November.
. 2010. Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian ari Sudut Pandang Teori
Belajar dan Teori Didaktik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan
Matematika di UN, 9 Oktober 2010.
Suryana, Y., Pranata. O. H., dan Apriani, I. F. 2012. Desain Didaktis Pengenalan Konsep
Pecahan Sederhana pada Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas III Sekolah
Dasar. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY. 10
November: 413-426.
Suzana, Yenni. 2013. Deskripsi Kesulitan Mahasiswa Prodi PMA Membuktikan Teorema
Struktur Aljabar. Logaritma Vol.1 No.2 Juli 2013. 81-93.
Svecova, V., Rumanova, L., and Pavlovicova, G. 2014. Support of Pupil’s Creative Thinking
in Mathematical Education. Procedia – Social and Behavioral Sciences
116(2014):1715-1719.
Widjaja, Wanti. 2010. Design Research Workshop. Workshop Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) Universitas Negeri Jakarta an Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Zulkardi. 2002. Developibf a Learning Environmen on Realistic Mathematics Education For
Indonesian Student and Teacher. Thesis. University of Twente, Enschede.
33
top related