pengembangan prototipe buku cerita anak … filebahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan...
Post on 12-Aug-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG
RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER
KEBANGSAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Theresia Dian Nofitri
NIM: 121134224
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk
Keluarga tercinta yaitu
Orang tua:
Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm)
Kakak-kakak:
Robertus Tristiadi
Andreas Dwi Susanto
Teman dekat:
Febrianto Eko Saputro
yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, semangat, dan materi sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Lihatlah maka kamu akan tahu, belajarlah maka kamu akan mengerti, dan cobalah maka
kamu akan mendapatkan yang kamu inginkan”
(Theresia Dian)
“Perjalanan ribuan mil diawali dari satu langkah”
(Lao Tzu)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 April 2016
Peneliti
Theresia Dian Nofitri
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Theresia Dian Nofitri
Nomor Mahasiswa : 121134224
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam
Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 28 April 2016
Yang menyatakan
Theresia Dian Nofitri
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG
RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER
KEBANGSAAN
Theresia Dian Nofitri
Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini merupakan hasil penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
untuk menjelaskan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas
prototipe. Potensi yang peneliti lihat dalam tradisi ruwatan adalah mengajak
masyarakat untuk bersikap hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai
kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan mengupayakan terkondisikannya
nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang
diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83%
anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41%
anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku
yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku
tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong
mengembangkan prototipe berupa buku cerita anak tentang ruwatan dalam
konteks pendidikan karakter kebangsaan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D)
menggunakan enam langkah yang diadopsi dari Sugiyono (2012: 298), yaitu (1)
potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,
(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe berupa buku cerita bergambar
berjudul “Ruwatan”. Prototipe tersebut divalidasi oleh seorang ahli sastra dan
bahasa yang mendapat rata-rata 3,44, maka produk yang peneliti buat sangat baik
dan layak digunakan.
Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta yang dihadiri oleh 28 anak. Refleksi anak
setelah uji coba mendapatkan hasil 75% anak mengerti bahwa siraman dalam
tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti
bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89%
anak memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai
kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan).
Kata kunci: Tradisi ruwatan, pendidikan karakter, karakter kebangsaan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN BOOK STORY ABOUT
RUWATAN IN NATIONALITY CHARACTER EDUCATION CONTEXT
Theresia Dian Nofitri
Sanata Dharma University
2016
This study is the result of research and development that aimed to explain
the procedure and describe the development of a prototype quality. Researcher
have seen the potensial of ruwatan tradition, that is bringing rhe society to be
respect God, respect each other, the family and make the value of humanity in
their condition. The problem that researcher gets from the questionnaire which are
given to 29 children aged 9-10 years, researcher gets the data that shows about
83% of children do not understand ruwatan as Javanese tradition for the means of
liberation, 41% of children do not know the role of puppeteer in the ruwatan
tradition, 83% of children need the book contains the explanation of ruwatan, and
55% of children need the book of ruwatan in the form of picture books.
Therefore, researcher is encouraged to develop a prototype in the form of
children's book about ruwatan in the context of national character education.
This research is a research and development research (R & D) that used six
measures adopted from Sugiyono (2012), namely (1) the potentials and problems,
(2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design
revisions, and (6) the trial product. The prototype is on the form of picture book
entitled "ruwatan". The prototype is validated by an expert on literature and
language that gets an average of 3.44, therefore, the research’s product is very
good and suitable to be used.
The trial was conducted limitedly in SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta which was attended by 28 children. Based on
children’s reflection after the test, 75% of the children understand that siraman in
the ruwatan tradition intended as "self-cleaning", 82% of the children understand
that the prayer for parents is the value of the Godhead, and 89% of children
understand that a feast together in ruwatan have family values and brotherhood
(unity).
Keywords: Ruwatan tradition, character education, national character.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul
“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks
Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa tanpa
bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan
selesai dengan baik. Karena itu, dengan kesungguhan hati peneliti mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan
dukungan demi terlaksananya penelitian ini hingga penyusunan skripsi.
Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:
1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.
3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku dosen pembimbing I dan Wahyu
Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas
bimbingan, dukungan, dan kesabaran yang telah diberikan selama proses
penyusunan skripsi ini.
4. Validator yang telah memvalidasi prototipe yang peneliti buat.
5. Sri Rahayu S. Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nanggulan yang telah
mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian.
6. Surantini S. Pd., selaku wali kelas IV yang telah mengijinkan peneliti untuk
melakukan uji coba prototipe.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Kedua orang tua Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm) yang
telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan materi.
8. Kakak-kakak Robertus Tristiadi dan Andreas Dwi Susanto yang telah
memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan semangat sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
9. Teman dekat Febrianto Eko Saputro yang sudah menemani setiap proses
pembuatan skripsi, dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya
dengan baik. Terima kasih atas segala kesabaran, semangat, dan dukungannya,
juga sebagai ilustrator prototipe yang peneliti buat sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
10. Teman-teman penelitian payung tradisi ruwatan, Hayu, Vinta, Ambar, dan
Tyas yang telah membantu dan memberikan dukungan. Dan ini adalah
perjuangan kita mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlupakan.
11. Teman-teman CAPE (Cah PGSD E) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas segala bentuk dukungan yang tak henti-hentinya
dari semester awal hingga semester akhir ini.
12. Teman-teman Asrama Narliem, Ella, Fia, Neneng, Elyn, Yudea, Stella,
Priskila, dan Dhani yang selalu memberi semangat agar segera menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
13. Segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut
memberikan bantuan dan dukungan. Peneliti berharap semoga skripsi ini
bermanfaat untuk berbagai pihak dunia pendidikan.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.
Peneliti
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........... vii
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xix
BAB I PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5
1.5 Definisi Operasional......................................................................................... 6
1.6 Spesifikasi Prototipe ........................................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 8
2.1.1 Tradisi Jawa ............................................................................................ 8
2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional ..................... 8
2.1.2 Tradisi Ruwatan...................................................................................... 9
2.1.2.1 Golongan Sukerta ....................................................................... 10
2.1.2.2 Ubarampe Ruwatan .................................................................... 13
2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan ..................................................................... 13
2.1.2.4 Jenis-Jenis Ruwatan .................................................................... 18
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.1.2.5 Tujuan Ruwatan .......................................................................... 19
2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan........................................................... 20
2.1.3.1 Pendidikan .................................................................................. 20
2.1.3.2 Karakter ...................................................................................... 20
2.1.3.3 Karakter Bangsa.......................................................................... 23
2.1.3.4 Pendidikan Karakter ................................................................... 23
2.1.4 Nilai-nilai Karakter................................................................................. 27
2.1.5 Fungsi dan Tujuan Karakter ................................................................... 32
2.1.6 Karakter yang Diharapkan...................................................................... 34
2.1.7 Buku Cerita Anak ................................................................................... 36
2.1.7.1 Arti Cerita anak........................................................................... 36
2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita......................................................................... 37
2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak ............................................................... 38
2.1.7.4 Tujuan Cerita .............................................................................. 41
2.1.8 Anak usia 9-10 tahun .............................................................................. 42
2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) ............................ 42
2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak ................................................... 43
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................................... 51
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 56
2.4 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 57
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 58
3.2 Setting Penelitian ............................................................................................. 58
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................... 58
3.2.2 Subjek Penelitian .................................................................................... 58
3.2.3 Objek Penelitian ..................................................................................... 59
3.2.4 Waktu Penelitian .................................................................................... 59
3.3 Prosedur Pengembangan .................................................................................. 59
3.3.1 Potensi dan Masalah ............................................................................... 61
3.3.2 Pengumpulan Data.................................................................................. 61
3.3.3 Desain Prototipe ..................................................................................... 62
3.3.4 Validasi Prototipe ................................................................................... 62
3.3.5 Revisi Prototipe ...................................................................................... 63
3.3.6 Uji Coba Prototipe .................................................................................. 64
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 64
3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara ................................................................. 65
3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner .................................................................... 65
3.4.3 Instrumen Validasi Produk ..................................................................... 68
3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe................................................................. 69
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 70
3.5.1 Kuisioner ................................................................................................ 70
3.5.2 Wawancara ............................................................................................. 71
3.6 Teknik Analisis Data........................................................................................ 72
3.6.1 Data Kualitatif ........................................................................................ 72
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.6.2 Data Kuantitatif ...................................................................................... 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 75
4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe ......................................................... 75 1. Potensi dan Masalah .......................................................................... 75
2. Pengumpulan Data ............................................................................. 76
3. Desain Prototipe................................................................................. 78
4. Validasi Prorotipe .............................................................................. 88
5. Revisi Prototipe.................................................................................. 90
6. Uji Coba Prototipe di SD Negeri Nanggulan..................................... 90
4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe ................................................................... 91
4.2 Pembahasan...................................................................................................... 93
4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ............................................................... 97
4.3.1 Kelebihan Prototipe ................................................................................ 98
4.3.2 Kelemahan Prototipe .............................................................................. 99
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 100
5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 100
5.3 Saran ............................................................................................................... 101
DAFTAR REFERENSI ......................................................................................... 102
LAMPIRAN ........................................................................................................... 105
BIODATA PENELITI ........................................................................................... 122
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D menurut Sugiyono ........................................... 59
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe ........................................................ 60
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara ............................................................................... 65
Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian .............................................
65
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian..........................................
66
Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak .................
67
Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk......................................................................
68
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ..................................................
69
Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak ...................................
69
Tabel 3.8 Skala Likert .............................................................................................
73
Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi ..........................................................................
73
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak .......................
77
Tabel 4.2 Skala Likert .............................................................................................
88
Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi ..........................................................................
88
Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe ..........................................................................
89
Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak ...........................................................
92
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Korespondensi Satu-satu ..................................................................... 48
Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu ................................................... 48
Gambar 4.1 Sketsa Awal ......................................................................................... 79
Gambar 4.2 Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator ..................................................... 83
Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe ............................................................... 91
Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe................................ 95
Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak ........................................................................ 96
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara ............................................................................... 106
Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian SD Negeri Nanggulan.................... 107
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
SD Negeri Nanggulan ............................................................................................ 108
Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian
untuk Anak ............................................................................................................. 109
Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe
Berupa Refleksi untuk Anak .................................................................................. 110
Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ........................................................................... 111
Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe....................................................... 121
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan syarat perkembangan. Menurut Brubacher (dalam Ahmadi,
2014), pendidikan adalah suatu proses timbal balik dari dalam diri pribadi
manusia dengan lingkungannya baik itu orang lain maupun alam. Dunia
pendidikan tidak melulu pada teori dan materi-materi pokok lima bidang keilmuan
seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan PKn. Dunia pendidikan juga perlu adanya pendidikan
karakter yang ditanamkan pada anak-anak melalui lingkungan sekolah, rumah,
dan masyarakat. Jika anak-anak memiliki karakter yang baik maka akan memberi
pengaruh yang baik pula bagi dirinya sendiri, orang tua, dan orang lain. Jika sejak
kecil anak sudah memiliki karakter yang baik, maka akan tercipta generasi bangsa
Indonesia yang baik pula. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
yaitu warga negara Indonesia harus memiliki nilai kemanusiaan yang bersumber
dari pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Kementerian
Pendidikan Nasional: 2010).
Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam
menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan,
Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai tradisi ruwatan.
Tradisi ruwatan dipilih karena pada awalnya, peneliti sendiri sebagai seorang
yang bersuku Jawa tidak tahu mengenai tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, peneliti
terdorong untuk mempelajarinya lebih lanjut dengan adanya penelitian ini.
Ruwatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sebelum zaman
Jawa Kuno. Ruwat artinya membebaskan dan melepaskan seseorang dari
malapetaka yang menimpa. Tokoh yang terkenal dalam tradisi ruwatan yaitu
Batara Kala, Batara Guru, Batara Wisnu, dan Dewi Durga. Dalam kepercayaan
masyarakat Jawa apabila seseorang telah diruwat berarti telah terbebas dari
marabahaya.
Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.
Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik anak-
anak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan
kepribadian seorang anak (Megawangi dan Gaffar dalam Kusuma, 2011: 5). Nilai-
nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan
nilai kemanusiaan.
Banyak tradisi Jawa yang harus dilestarikan oleh masyarakat Jawa mulai dari
usia anak-anak, tetapi banyak anak-anak yang tidak mengetahui keberagaman
tradisi Jawa salah satunya yaitu tradisi ruwatan. Berdasarkan wawancara di kota
Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang tradisi ruwatan hasilnya adalah
memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak tahu mengenai ruwatan. Anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
anak tersebut bahkan belum pernah mendengar istilah dari ruwatan itu sendiri.
Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Anak itu
bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana. Selain itu wawancara juga
dilakukan kepada salah satu dari orang tua ketiga anak tersebut yang bernama Bu
Sugin. Beliau tahu tentang tradisi ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya
mengenai proses yang dilakukan pada saat upacara ruwatan. Selain itu, Bu Sugin
juga tidak mengetahui ketika saya bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung
dalam ruwatan.
Hasil wawancara di SD tempat peneliti PPL yaitu pada anak kelas IV,
hasilnya sama dengan wawancara sebelumnya. Anak-anak kelas IV tidak satu pun
mengetahui apa itu ruwatan. Hal ini sungguh memprihatinkan dan perlu adanya
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperkenalkan tradisi ruwatan
kepada anak-anak. Salah satunya dengan menyediakan buku-buku atau bacaan
untuk menambah pengetahuan mereka.
Peneliti melakukan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun
yang merupakan anak kelas IV di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,
Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan
sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran
dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi
penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan
berupa buku cerita bergambar.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk menyusun buku
cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita bergambar terdiri
dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku berupa sebuah buku
cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16 gambar. Prototipe tersebut
juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan, pendidikan
karakter, dan biodata penulis.
Peneliti menyusun buku cerita bergambar, karena pada umumnya anak
usia 9-10 tahun masih menyukai gambar dan cerita. Melalui buku cerita yang
dilengkapi dengan gambar-gambar akan mempermudah anak dalam memahami isi
cerita dan mengimajinasikan cerita yang ada. Oleh karena itu, buku cerita
bergambar menjadi efektif untuk penanaman pendidikan dan karakter karena
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap perkembangan kognisi menurut
Piaget yaitu periode operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai dapat
melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan dapat bernalar secara logis
(Piaget dalam Santrock, 2012: 28). Selain itu, pada tahap ini anak mulai dapat
menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami
(Piaget & Inhelder, 1969).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti sebagai calon seorang guru SD
terdorong untuk mengembangkan buku cerita bergambar untuk membantu
pemahaman anak tentang ruwatan. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter
Kebangsaan”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
memiliki beberapa rumusan masalah yang akan diketahui setelah penelitian ini
dilaksanakan, sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang
Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?
1.2.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak
tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan
dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan memiliki tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Menjelaskan prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak
tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita
Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini akan berguna untuk peneliti, siswa, dan orang
tua, berikut ini adalah manfaat penelitian “Pengembangan Prototipe Buku Cerita
Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
1.4.1 Bagi peneliti
Melatih peneliti untuk melakukan pengembangan prototipe buku cerita
anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.4.2 Bagi siswa
Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan
karakter, yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan
persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan.
1.4.3 Bagi orang tua
Mendapatkan salah satu referensi buku mengenai tradisi Jawa yaitu
ruwatan.
1.5 Definisi Operasional
1.5.1 Prototipe
Prototipe adalah suatu model yang mula-mula dijadikan sebagai contoh
atau bentuk dasar dari sebuah hasil karya.
1.5.2 Anak usia 9-10 tahun
Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu di
mana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan
mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang berbeda.
1.5.3 Buku cerita
Buku cerita anak adalah buku yang dibuat untuk anak-anak tetapi bukan
berisi mengenai anak-anak.
1.5.4 Ruwatan
Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk
membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan.
1.5.5 Karakter
Karakter adalah sifat-sifat atau budi pekerti manusia yang membedakan
seorang yang satu dengan yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.5.6 Pendidikan karakter kebangsaan
Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu upaya yang dilakukan suatu
lembaga pendidikan guna membangun akhlak/kepribadian seseorang yang baik.
1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter
Kebangsaan” yang memiliki spesifikasi sebagai berikut ini:
1.6.1 Produk berupa prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks
pendidikan karakter kebangsaan.
1.6.2 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat cerita tentang
ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa.
1.6.3 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan berisi tentang makna
ruwatan, tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan nilai-nilai pendidikan
karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan.
1.6.4 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat 16 gambar tentang
tradisi ruwatan.
1.6.5 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan dilengkapi dengan gambar-
gambar yang diberi keterangan.
1.6.6 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan yang memuat nilai spiritual
dan sosial.
1.6.7 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat lembar refleksi siswa
yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN
TEORI
Bab II ini berisi tentang landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu (1) kajian ustaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) hipotesis.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Tradisi Jawa
2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional
Nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat berguna
untuk menata tingkah laku seseorang di dalam kehidupan sehari-harinya. Nilai-
nilai dan norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri,
yang akhirnya menjadi adat istiadat. Adat istiadat diwujudkan melalui upacara
adat.
Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat dan
khususnya masyarakat Jawa. Upacara adat adalah perwujudan tata kehidupan
masyarakat yang merupakan tindakan dan perbuatan yang telah diatur oleh tata
nilai luhur (Bratawidjaja, 1988).
Menurut Sulistyobudi (2013), upacara tradisional adalah suatu aktivitas
yang sering dilakukan di dalam kehidupan baik itu masyarakat di perkotaan
maupun di pedesaan. Tetapi upacara tradisional masih banyak dilakukan di
pedesaan karena pada dasarnya masyarakat pedesaan masih kental dengan adat
istiadatnya.
Purwadi (2005: 1-2) berpendapat bahwa upacara tradisional merupakan
salah satu peninggalan warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
yang melakukannya dan mau mempelajari. Upacara tradisional Jawa mengandung
nilai cinta akan kebijaksanaan yang tinggi.
2.1.2 Tradisi Ruwatan
Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013) mengemukakan bahwa salah satu
dari berbagai jenis selamatan yang masih sering dilaksanakan masyarakat Jawa
hingga saat ini ialah upacara ruwatan. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa menurut
Mpu Darmaja dalam Smaradahana, berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau
mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan,
dan lain-lain serta terbebas dari hal-hal yang tidak baik. Seseorang yang diruwat
atau dibebaskan, menurut kitab Kuncarakarna dan apa yang disebut dalam
Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang
(kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan
atau kekusutan).
Menurut Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013: 4 ) sebagian masyarakat
Jawa masih percaya bila orang yang berbuat salah atau kesalahannya sangat besar,
orang tersebut akan diruwat. Keadaan seperti itu dianggap sebuah malapetaka oleh
sebagian besar masyarakat Jawa, oleh sebab itu orang tersebut harus diruwat.
Orang-orang terdahulu menganggap bahwa ruwatan merupakan beban terberat
bagi orang yang terkena malapetaka tersebut. Hingga kini, kepercayaan tersebut
masih banyak diketahui orang dan masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa.
Ruwatan merupakan sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk
membebaskan dan membersihkan seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak
baik atau jahat. Dalam upacara ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang
terhindar dari segala yang jahat atau malapetaka. Terlebih lagi masyarakat Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
percaya apabila seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti dhampit,
unting-unting, ontang-anting, dan lain-lain akan riskan terhadap malapetaka,
maka untuk mencegah hal tersebut orang itu harus diruwat. Dalam upacara
tradisional ruwatan selalu disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon
“Murwakala”.
Upacara ruwatan sudah ada sejak zaman dahulu kala dan sampai saat ini
masyarakat Jawa masih sering melakukannya. Ruwatan di dalam tradisi Jawa
telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam masyarakat yang
bersosialisasi. Pandangan masyarakat Jawa menganggap bahwa, upacara Ruwatan
merupakan cara untuk membebaskan seseorang dari dosa sehingga seseorang
yang telah diruwat terbebas dari marabahaya dan malapetaka. Ruwatan ialah
tradisi ritual Jawa yang digunakan sebagai alat untuk pembebasan dan penyucian
atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia, yang dapat
membawa malapetaka di dalam hidupnya. Kata ruwat berasal dari kata lukat yang
artinya ialah membebaskan, menghapus, dan membersihkan. Kata ruwatan erat
kaitannya dengan sukerta. Kata sukerta berasal dari kata suker yang berarti kotor
atau noda. Anak sukerta dapat juga diartkan sebagai anak yang kotor dan harus
diruwat agar terhindar dari marabahaya. Anak-anak atau bayi yang dilahirkan
dalam keadaan sukerta, harus diruwat. Bila tidak diruwat, maka anak-anak atau
bayi tersebut akan menjadi incaran dan dimakan Batara Kala (Herawati, 2010: 3).
2.1.2.1 Golongan Sukerta
Ada dua hal mengapa seseorang dikatakan sukerta, yaitu karena nasib atau
bawaan dari lahir dan karena melakukan tindakan yang salah atau bisa juga karena
seseorang menalami peristiwa, sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
a. Sukerta karena bawaan dari lahir. Anak-anak yang termasuk sukerta
sebagai berikut: Ontang-anting, yaitu anak laki-laki tunggal tanpa saudara
kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Unting-unting yaitu anak
perempuan tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan
adik; Dhampit, yaitu kembar laki-laki perempuan sekandung; Lumunting,
yaitu anak yang dilahirkan tanpa plasenta; Kedana-kedini, yaitu dua
bersaudara laki-laki dan perempuan; Pendhawa, yaitu lima bersaudara
laki-laki semua; Pendhawi, yaitu lima bersaudara perempuan semua;
Uger-uger lawang, yaitu dua bersaudara laki-laki semua; Kembang
sepasang, yaitu dua bersaudara perempuan semua; Sendhang kapit
pancuran, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin
perempuan, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin laki-laki;
Sukerta karena bawaan dari lahir lainnya adalah Pancuran kapit
sendhang, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin laki-
laki, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin perempuan; Julung
wangi, yaitu anak yang lahir saat matahari tebit; Julung sungsang, yaitu
bayi lahir saat matahari tegak; Julung pujutanak, yaitu anak yang lahir saat
matahari tenggelam; Julung pujud, yaitu anak lahir saat petang hari;
Margana, yaitu anak yang lahir di jalan; Gondang kasih, yaitu anak
kembar yang satu berkulit putih dan yang satu berkulit hitam; Pancagati,
yaitu lima bersaudara perempuan semua; Saramba, yaitu empat bersaudara
laki-laki semua; Sarimpi, yaitu empat bersaudara perempuan semua;
Selain itu, ada pula Tiba sabir, yaitu anak saat lahir berkalung
usus; Jempina, yaitu anak lahir belum saatnya atau belum cukup umur;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Wungkus, yaitu anak lahir dalam keadaan terbungkus kulit ari; Wungle,
yaitu anak lahir dalam keadaan bule; Kresna, yaitu anak lahir dalam
keadaan berkulit hitam; Wungkul, yaitu anak terlahir bongkok; Wujil, yaitu
anak cebol sejak lahir; Wahana, yaitu anak terlahir di tempat pesta;
Pipilan, yaitu lima bersaudara, empat perempuan dan satu laki-laki;
Padhangan, yaitu lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan;
Tawang gantun, yaitu anak lahir kembar berselang hari; Sakendra, yaitu
anak kembar dalam satu bungkus; Dengkak, yaitu anak mendongak ke
depan; Butun, yaitu anak mendongak ke belakang; Siwah, yaitu anak idiot;
Walika, yaitu anak bajang (bertaring).
b. Sukerta karena peristiwa atau melakukan tindakan yang salah. Seseorang
yang termasuk sukerta ini sebagai berikut: (1) Orang yang menjatuhkan
dandang; (2) Orang yang mematahkan pipisan; (3) Orang yang menaruh
beras di dalam lesung; (4) Orang yang rumahnya kerobohan pohon
papaya; (5) Orang yang mempunyai kebiasaan membakar rambut; (5)
Orang yang mempunyai kebiasaan membakar tulang; (7) Orang yang
membuat pagar sebelum rumahnya jadi; (8) Orang yang mimpi kerabat
dekatnya hanyut di sungai; (9) Orang yang rumahnya tidak ada tutup
keyong (bagian rumah berbentuk segitiga di atap); (10) Orang yang tidak
menutup pintu sampai lewat sandyakala; (11) Orang menampi beras pada
malam hari; (12) Orang berdiri di tengah pintu; (13) Orang membakar
galar. Galar adalah bambu yang dibelah, diremuk, dan dijadikan alas
tempat tidur; (14) Orang yang membakar sapu yang sudah tua; (15) Orang
duduk di atas bantal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2.1.1.2 Ubarampe Ruwatan (Perlengkapan Ruwatan)
Dalam mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang yang dianggap
sukerta, ada ubarampe yang perlu disiapkan yaitu, sebagi berikut: (a) Tuwuhan
yang terdiri atas pisang raja, kelapa muda, tebu wulung, masing-masing dua buah
dan diletakkan di sebelah kanan kiri kelir saat diselenggarakan pertunjukan
wayang dengan tokoh “Murwakala”; (b) Padi sebanyak empat ikat disebut padi
segedheng; (c) Tunas pohon kelapa; (d) Dua ekor ayam, satu ayam betina dan satu
ayam jantan. Ayam jantan diletakkan sebelah kanan kelir dan ayam betina
diletakkan sebelah kiri kelir; (e) Ungker siji, yaitu satu buah gulungan benang; (f)
Kayu bakar sebanyak empat batang dengan panjang maing-masing 40cm; (g)
Ketupat pangular sebanyak empat buah; (h) Sebuah tikar baru; (i) Sebuah sisir; (j)
Sebuah bantal; (k) Sebuah sisir suri; (l) Sebuah paying; (m) Sebuah cermin; (n)
Sebotol minyak wangi; (o) Tujuh macam kain batik; (p) Dua butir telur ayam; (q)
Satu genggam daun lontar; (r) Gedang ayu supaya rahayu; (s) Suruh ayu, ngangsu
kawruh ang rahayu; (t) Air tujuh macam; (u) Seikat benang lawe; (v) Minyak
kelapa untuk lampu blencong; (w) Nasi gurih dan ayam goring; (x) Segelas arak;
(y) Tujuh macam tumpeng; (z) Segelas air kilang tebu; (aa) Tujuh macam jenang
ketan; (bb) Kupat lepet; (cc) Jajan pasar; (dd) Macam-macam jenang (bubur); (ee)
Rujak crobo; (ff) Rujak legi; (gg) Cacahan daging dan ikan; (hh) Perlengkapan
alat dapur; (ii) Kendi berisi air penuh; (jj) Peralatan dapur; (kk) Lampu sentir
yang dihidupkan.
2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan
Setelah ubarampe disediakan, hal-hal yang tidak kalah penting dalam
meruwat seseorang ialah dalang, lakon wayang, dan anak yang diruwat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Dalang
Seluruh rangkaian upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang. Dalang
yang bisa meruwat adalah seorang dalang yang sudah cukup umur. Selain itu,
dalang tersebut juga harus keturunan dari seorang dalang.
b. Lakon Wayang
Pertunjukan wayang dalam rangkaian upacara ruwatan, berbeda dengan
pertunjukan wayang dalam acara-acara lain. Pertunjukan wayang kulit ini
merupakan puncak dari upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”.
c. Anak yang diruwat
Anak yang diruwat tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama
pelaksanaan puncak ruwatan. Acara ruwatan biasanya dilakukan pada siang
hingga sore hari. Cerita wayangnya ialah mengambil lakon ”Murwakala”.
d. Pertunjukan wayang bisa dilanjutkan dengan cerita wayang yang sesuai
dengan permintaan tuan rumah. Kemudian, menjelang pagi hari cerita
“Murwakala” dilanjutkan kembali. Ceritanya mengenai anak sukerta yang dikejar-
kejar oleh Batara Kala. Pada awalnya anak sukerta hamper dimakan oleh Batara
Kala tetapi berhasil digagalkan. Akhirnya yang dimakan oleh Batara Kala adalah
sesaji yang telah disediakan. Setelah anak sukerta diruwat tadi terlepas dari
kejaran Batara Kala, berarti anak tersebut telah terbebas pula dari marabahaya
atau malapetaka. Kemudian anak itu memasukkan sejumlah uang ke panci yang
berisi kembang setaman.
Bratawidjaja (1988) berpendapat bahwa, upacara ruwatan sudah ada sejak
zaman Majapahit dan hingga sekarang pun masih ada masyarakat Jawa yang
melakukannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Purwadi (2005: 218-219) mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan
upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa
keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan
dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala
adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171
macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar
berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan
171 anak yang dianggap sukerta.
Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor
atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan
upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di
sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang
sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat
segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan
Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala.
Selain itu, menurut Herawati (2010: 6-8) ada hal pokok yang harus
dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman,
memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang
dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan
dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut.
Upacara siraman dilakukan pada pukul sembilan pagi. Siraman tersebut
dilaksanakan oleh dalang dengan air kembang setaman yang telah disediakan.
Setelah siraman selesai, anak sukerta diminta untuk berganti pakaian dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
menggunakan pakaian adat Jawa. Tujuan siraman yaitu sebagai pembersihan diri
seseorang dari sukerta. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh para pinisepuh
dan handai taulan serta dibimbing ki dalang bersujud di hadapan kedua orang
tuanya untuk memohon doa restu. Selanjutnya ki dalang membacakan doa kepada
anak sukerta untuk keselamatannya dan agar acaranya dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
Menjelang pukul empat sore, sesaji dibawa ke tempat yang sudah
disediakan, yaitu ke tempat pertunjukan wayang. Sesaji dengan berbagai macam
benda itu kemudian disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah itu, anak
sukerta didampingi oleh ayah dan ibunya menuju ke tempat yang telah
disediakan.
Selanjutnya, ki dalang menyerahkan lima tebu wulung sepanjang kurang
lebih 40 cm, dua puluh satu kuntum bunga melati, dan sebatang tunas kelapa
kepada anak sukerta tersebut. Srah-srahan selesai dilakukan, gamelan segera
bertalu diiringi gendhing “Ladrang Wilujeng Laras Pelog Pathet 6”.
Acara inti dalam upacara ruwatan dimulai, yaitu pertunjukan wayang kulit
dengan lakon “Murwakala”. Lakon “Murwakala” menceritakan kisah Batara Kala
yang mengejar mangsanya yaitu tiga puluh enam jenis anak sukerta, seperti
ontang-anting, unting-unting, dhampit, dan lain-lain. Saat Batara Kala mengejar
anak sukerta, mereka selalu berlari agar tidak tertangkap dan mencari tempat
sembunyi yang aman hingga akhirnya bersembunyi di dekat ki dalang. Biasanya
pertunjukan wayang pada malam harinya diselingi dengan cerita wayang lain
sesuai dengan keinginan tuan rumah. Setelah itu, dilanjutkan dengan lakon
“Murwakala” lagi. Sebelum acara pertunjukan wayang selesai, ki dalang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menghentikannya sejenak. Acara selanjutnya ialah pemotongan rambut yang
dilakukan oleh dalang. Pemotongan rambut sebagai tanda bahwa seseorang sudah
diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala.
Acara ruwatan pun berakhir. Anak yang sudah diruwat bersama ayah dan
ibunya menghampiri ki dalang mengucapkan terima kasih karena anaknya telah
terbebas dari marabahaya. Kemudian, dilanjutkan dengan Tirakatan. Tirakatan
dilakukan sebagai ucapan terima kasih dari segenap keluarga besar karena semua
yang hadir dalam upacara ruwatan sudah membantu dan menghadiri proses
ruwatani sehingga berjalan dengan lancar.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam upacara ruwatan
melibatkan anak sukerta, orang tua anak sukerta, dalang, dan warga setempat
yang membantu proses upacara ruwatan sehingga dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Ada lima langkah dalam upacara ruwatan yaitu upacara siraman,
memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang
dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut.
2.1.2.4 Jenis-jenis Ruwatan
Ada beberapa jenis ruwatan, yaitu Ruwatan Rosulan, Ruwatan Rukyah,
Ruwatan dengan Wayang Beber, Ruwatan dengan Wayang Kulit, Ruwatan
Massal, dan Ruwatan Agung. Jenis-jenis ruwatan tersebut, diiuraikan sebagai
berikut.
1. Ruwatan Rosulan
Ruwatan Rosulan biasa disebut juga dengan Ruwatan Rosul. Ruwatan ini
biasanya dilakukan oleh agamawan dan berupa acara selamatan. Hal ini disebut
dengan istilah Tradisi Religius atau Ruwatan Religius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
2. Ruwatan Rukyah
Dalam agama Islam ada yang mirip dengan ruwatan, yaitu rukyah. Rukyah
dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan sebagai berikut.
a. Seseorang yang melakukan seperti memasukkan kekuaan magis yang
seharusnya tidak ada. Hal ini dilarang oleh ajaran agama, sehingga orang
tersebut harus diruwat.
b. Membersihkan kekuatan gaib yang ada di dalam diri seseorang.
Rukyah berarti membersihkan diri dari pengaruh kekuatan gaib yang ada
dalam diri seseorang. Manusia memerlukan pembersihan diri dari hal-hal negatif
dan kekuatan magis dari dalam dirinya. Orang yang akan dirukyah harus
membersihkan dirinya secara fisik dengan cara berwudu. Setelah wudu, seseorang
yang akan dirukyah diminta duduk berhadapan dengan ahli rukyah. Kemudian
seseorang yang merukyah membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk
menghilangkan kekuatan gaib yang berada di dalam tubuh orang yang dirukyah.
3. Ruwatan dengan Wayang Beber
Ruwatan dengan wayang beber mengambil lakon “Jaka Kembang
Kuning”. Wayang beber berupa selembar kertas atau kain yang digambari dengan
beberapa lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas
16 adegan.
4. Ruwatan dengan Wayang Kulit
Ruwatan dengan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang
menggunakan lakon “Murwakala”. Ruwatan ini ialah bentuk ruwatan yang sudah
membudaya di masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Dalam ruwatan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
lakon “Murwakala” membutuhkan biaya yang cukup besar karena harus ada
banyak sesaji dan mengundang dalang yang terkenal.
5. Ruwatan Massal
Dalam ruwatan missal bisa menghemat biaya. Ruwatan missal biasanya
dilakukan secara bersama-sama dan ada yang mengkoordinasinya. Semua
ubarampe yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh panitia. Ruwatan massal,
selain hemat dan lebih praktis, juga tidak melelahkan karena sudah ada panitia
yang mengaturnya.
6. Ruwatan Agung
Ruwatan agung dilakukan oleh banyak orang. Ruwatan ini dilakukan
ketika kondisi Negara atau masyarakat mengalami sesuatu yang luar biasa.
Sebagai contoh ialah ketika di seuatu desa terjadi gempa bumi, tanah longsor,
kebanjiran, dan lain-lain maka di desa tersebut perlu dilakukan ruwatan agung.
2.1.2.5 Tujuan Ruwatan
Herawati (2010: 14) mengatakan bahwa kepercayaan sebagian masyarakat
Jawa masih melestarikan adat istiadat Jawa. Pelaksanaan ruwatan memiliki
beberapa tujuan yaitu, sebagai berikut.
1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka. Keberadaan Batara Kala ini
ada pada upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. Kala berarti
waktu.
2. Dalam upacara ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena
tujuannya ialah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang
ditimbulkan oleh makhluk halus atau alam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
3. Kekuatan alam yang luar biasa bisa menimbulkan ketakutan pada manusia.
Kekuatan itu pula bisa menimbulkan bencana pada manusia. Salah satu
cara untuk menghindarkan bencana itu dari kita adalah melakukan acara
ruwatan.
2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan
2.1.3.1 Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan syarat perkembangan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan, bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berahlak mulia (berkarakter), sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari uraian
di atas tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Banyak
sekali permasalahan-permasalahan pendidikan yang muncul di Indonesia (Wattie,
2012).
2.1.3.2 Karakter
Secara etimologis, kata karakter dalam bahasa Inggris adalah character.
Dalam bahasa Yunani yaitu eharassein yang berarti “to engrave” (Ryan and
Bohlin dalam Suyadi, 2013: 5). Kata “to engrave” dapat diartikan menjadi
mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1995:
214). Istilah “karakter” ini sama artinya dalam bahasa Inggris yaitu mengukir,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily dalam Suyadi,
2013: 5).
Dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang yang satu dengan
yang lainnya. Dalam kebahasaan yang lain arti karakter yaitu huruf, ruang, angka,
atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar papan ketik (Pusat Bahasa
Depdiknas dalam Suyadi, 2013: 5). Orang yang berkarakter ialah orang yang
bertabiat, bersifat, berakhlak atau berbudi pekerti yang baik yang membuat orang
tersebut berbeda dengan yang lain.
Selain makna karakter secara etimologis, karakter juga dapat dimaknai
secara terminologis. Menurut Thomas Lickona (dalam Suyadi: 2013), secara
terminologis, seperti yang dikutip oleh Marzuki, mendefinisikan karakter sebagai:
“A reliable inner disposition to respond to situations in a morraly good
way.” Lickona menyatakan, “Character so conceived has three
interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”.
Karakter yang baik (good karakter) meliputi pengetahuan mengenai
kebaikan (moral knowing), komitmen mengenai kebaikan (moral feeling), dan
kebiasaan melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan begitu, karakter tertuju
pada pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta
perilaku (behaviors) dan keterampilan (Marzuki, 2011: 470 dalam Suyadi, 2013:
5).
Berdasarkan definisi karakter secara etimologis dan terminologis yang
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai umum
perilaku manusia yang mencakup segala aktivitas sehari-hari, baik itu antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
amusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri,
dan manusia dengan ligkungannya yang terwujud dalam pikiran, perkataan,
perbuatan, sikap, dan perasaan berdasarkan pada norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Berbagai definisi karakter dari berbagai di atas memberi tanda bahwa
karakter erat kaitannya dengan kepribadian atau akhlak. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan kembali bahwa karakter adalah ciri, karakteristik, atau sifat. Karakter
atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya
keluarga dan bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80 dalam Suyadi, 2013: 5).
Menurut Samani dan Hariyanto (2013: 22) karakter adalah suatu hal yang
sangat peting dan vital dan dorongan pilihan untuk menentukan tercapainya tujuan
hidup yang terbaik. Karakter juga dapat diartikan sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang khas dari tiap orang dalm bekerja sama untuk hidup yang baik
dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Samani, 2013: 42) mengatakan
bahwa karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan tiap individu. Dengan begitu, dapat dikatakan juga bahwa karakter
adalah nilai-nilai yang unik dan baik dalam diri seseorang yang dapat terlihat dari
perilaku seseorang (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Selain itu, karakter
juga dapat dimaknai sebagai nilai asar yang dapat membentuk diri seseorang
menjadi pribadi yang baik karena pengaruh diri sendiri maupun lingkungan, yang
membedakannya dengan orang lain yang diwujudnyatakan dalam sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Kesuma, dkk (2011) mengatakan bahwa karakter ialah suatu nilai yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Sedangkan menurut dosen program
pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah nilai-nilai
yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil
olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau
sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok
orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan.
2.1.3.3 Karakter Bangsa
Menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional
(2010), karakter bangsa adalah kualitas perilaku yang khas-baik yang tergambar
dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang
atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku
kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
2.1.3.4 Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter (character education) menurut Ahmad Amin (1980:
62) adalah kehendak (niat) yang merupakan awal terjadinya akhlak (karakter)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pada diri seseorang apabila diwujudkan dalam bentuk pantulan dari sikap dan
perilaku.
Pendidikan karakter (character education) dikenalkan mulai sejak tahu
1900-an. Thomas Lickona disebut sebagai pembawa adanya pendidikan karakter
terutama pada bukunya yang berjudul The Return of Character Education,
kemudian buku berikutnya adalah Education for Character. How Our School Can
Teach Respect and Responsibility.
Lickona mengemukakan bahwa pendidikan karakter memuat tiga unsur
pokok, yakni mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Sama seperti
Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai,
“A national movement creating schools that foster ethnical, responsible,
and caring young people by modeling and teaching good character
through an emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002:
2).
Dengan demikian, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai upaya
sadar dan terencana dalam mengetahui sebuah kebenaran atau kebaikan,
mencintainya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berbeda dengan Frye, Dono Baswardono mengemukakan bahwa nilai-
nilai karakter ada dua macam, yaitu nilai-ilai karakter inti dan nilai-nilai karakter
turunan. Nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan memiliki sifat
yang berbeda. Nila-nilai karakter inti besifat umum dan berlaku sepanjang masa
tanpa perlu adanya perubahan, sedangkan nilai-ilai karakter turunan bersifat lebih
fleksibel dan sesuai dengan konteks kebudayaan lokak (Baswardono, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Sebagai contoh, nilai karakter kejujuran merupakan salah satu nilai karakter yang
tetap berlaku sepanjang masa. Pada kenyataannya, nilai kejujuran dapt berubah.
Satu contohnya ialah “Pendidikan Anti Korupsi atau Kantin Kejujuran”. Hal ini
merupakan salah satu dari nilai karakter, yaitu nilai karakter jujur. Jadi, inti dari
nilai karakter ialah kejujuran itu sendiri, bukan mengenai “anti korupsi” atau
“kantin kejujuran”.
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala
hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang
diajarkan. Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan
sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para
peserta didiknya (Wiston dalam Samani, 2013: 43).
Burke (dalam Samani, 2013: 43) pendidikan karakter yaitu bagian dari
pembelajaran yang baik dan merupakan bagian dari pendidikan yang baik pula.
Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai suatu proses pembelajaran yang mengupayakan siswa dan orang dewasa
di dalam komunitas sekolah untuk peduli dan memahami nilai-nilai etik seperti
respek, keadilan, kebaikan warga, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri
maupun orang lain.
Pendidikan karakter menurut Kesuma, dkk (2011) merupakan sebuah
istilah yang tidak asing dan semakin diakui oleh masyarakat Indonesia saat ini.
Definisi pendidikan karakter masih jarang diketahui oleh banyak kalangan.
Bahkan tak jarang dapat menyebabkan salah tafsir mengenai makna pendidikan
karakter. Beberapa masalah yang timbul dari ketidaktepatan makna yang beredar
di masyarakat mengenai pendidikan karakter yaitu, sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1. Pendidikan karakter: mata pelajaran agama dan PKn, oleh karena itu
menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn.
2. Pendidikan karakter: mata pelajaran pendidikan budi pekerti.
3. Pendidikan karakter: pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga,
bukan tanggung jawab sekolah.
4. Pendidikan karakter: adanya penambahan mata pelajaran baru.
5. Dan lain-lain.
Banyak definisi kurang tepat mengenai pendidikan karakter yang membuat
banyak guru, orang tua, dan masyarakat umum khawatir.
Menurut Megawangi (dalam Kesuma, 2011: 5) pendidikan karakter adalah
sebuah upaya untuk mendidik anak-anak agar dapat senantiasa mengambil
keputusan dengan bijak dan kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga orang lain dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya. Pendidikan karakter adalah sebuah proses perubahan nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang tersebut (Gaffar dalam Kesuma,
2011: 5). Ada tiga ide pemikiran menurut Gaffar tentang pendidikan karakter,
yakni: (1) proses transformasi nilai-nilai; (2) ditumbuhkembangkan dalam
kepribadian; (3) menjadi satu dalam perilaku.
Lain halnya apabila pendidikan karakter dalam seting sekolah. Definisi
pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki makna:
1) Pendidikan karakter ialah pendidikan yang berhubungan dengan
pembelajaran dalam semua mata pelajaran;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.
Pandangannya adalah bahwa anak merupakan manusia yang memiliki
potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;
3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang diarahkan
oleh sekolah (lembaga).
2.1.4 Nilai-nilai Karakter
Suyadi (2013: 7-9) mengatakan berdasarkan Kementrian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) telah dirumuskan bahwa ada 18 nilai karakter yang
ditanamkan kepada peserta didik sebagai usaha untuk membangun karakter
bangsa. Beberapa nilai-nilai mungkin akan berbeda dengan kementerian-
kementerian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa. Sebagai
contoh, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
mengatakan kepada muka umum bahwa nilai karakter mengarah pada Muhammad
SAW sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Empat karakter yang paling
dikenal dari Nabi Muhammad SAW adalah shiddiq (benar), amanah (dapat
dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran) dan fathanah (menyatunya kata
dan perbuatan).
Selain fokus empat nilai karakter menurut Kementerian Agama, juga fokus
pada 18 nilai karakter menurut Kemendiknas. Suyadi beranggapan bahwa 18 nilai
karakter sudah memuat nilai karakter dari bermacam-macam agama, termasuk
Islam. Selain itu, 18 nilai karakter ini juga sudah dapat dengan mudah diterapkan
dalm pendidikan di sekolah-sekolah maupun madrasah. Tidak hanya itu, 18 nilai
karakter juga sudah dirumuskan dalam standar kompetensi dan indikator
pencapaiannya dalam semua mata pelajaran, baik di sekolah ataupun madrasah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Dengan begitu, pendidikan karakter kemudian dapat dievaluasi, diukur, dan diuji
ulang.
Berikut ini akan dipaparkan 18 nilai karakter menurut Kemendiknas
seperti yang termuat dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitan dan
Pengembangan Pusat Kurikulum (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).
a. Religius, yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan kepercayaan yang dianutnya termasuk dalam hal sikap
saling menghargai dan menghormati pelaksanaan ibadah kepercayaan lain,
serta hidup rukun dan berdampingan.
b. Jujur, yaitu sikap sikap dan perilaku ynag meggambarkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui, mengatakan, dan
melakukan segala hal yang benar) sehingga dapat menjadi pribadi yang
dapat dipercaya oleh orang lain.
c. Toleransi, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai
terhadap perbedaan agama, suku, ras, adat, bahasa, etnis, pendapat, dan
segala hal yang berbeda antara seorang dengan yang lain secara sadar dan
terbuka, serta dapat hidup dengan tentram di tengah perbedaan yang ada.
d. Disiplin, yaitu kebiasaan dan tindakan yang bersifat tetap dalam segala
bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan usaha secara sungguh-
sungguh dalam melakukan dan menyelesaikan berbagai tugas, pekerjaan,
permasalahan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
f. Kreatif, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan inovasi dalam
berbagai sisi dalam memecahkan masalah sehingga dapat menemukan
cara-cara baru dan hasil penyelesaian yang baru dan lebih baik pula dari
sebelumnya.
g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak tergantung kepada orang lain,
baik itu dalam hal pekerjaan, tugas, memecahkan masalah, dan lain-lain.
Dalam hal ini, seseorang bisa bekerja sama dengan orang lain tetapi tidak
boleh melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
h. Demokratis, yaitu sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan
dan kewajiban secara adil dan merata antara seorang yang satu dengan
orang yang lain.
i. Rasa ingin tahu, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang
menunjukkan penasaran dan rasa keingintahuan terhadap segala sesuatu
yang dilihat, didengar, dan dipelajari, secara lebih dalam.
j. Semangat kebangsaan (nasionalisme), yaitu sikap dan tindakan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas segala kepentingan
pribadi dan golongan.
k. Cinta tanah air, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa bangga,
setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya, bahasa,
ekonomi, politik, dan lain-lain, sehingga tidak mudah percaya terhadap
bujukan Negara lain yang mungkin bisa merugikan bangsa sendiri.
l. Menghargai prestasi, yaitu sikap terbuka dan mau menerima terhadap
prestasi yang diperoleh orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
tanpa mengurangi rasa kepercayaan diri untuk mendapat prestasi yang
lebih tinggi.
m. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yaitu sikap dan tindakan
teruka terhadap orang lain melalui komunikasi yang baik dan santun
sehingga dapat tercipta kerja sama secara kolaboratif.
n. Cinta damai, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan suasana damai,
aman, tenang, dan nyaman dalam suatu komunitas dan masyarakat atau
kelompok tertentu.
o. Gemar membaca, yaitu suatu kebiasaan tanpa adanya paksaan dari siapa
pun dalam menyediakan waktu khusus untuk membaca berbagai informasi
seperti buku pelajaran, majalah, koran, jurnal, dan lain-lain.
p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berusaha dalam
hal apapun demi menjaga kelestarian lingkungan.
q. Peduli sosial, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan kepedulian
terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan.
r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya, baik itu berkaitan dengan orang lain, sosial,
masyarakat, bangsa, Negara, agama, maupun diri sendiri.
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari
sumber-sumber berikut ini.
1) Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-
nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang
berasal dari agama.
2) Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat
pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,
yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara.
3) Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat
itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu
konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi
budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4) Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara
Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional
adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya
dan karakter bangsa.
2.1.5 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam publikasi Pusat Kurikulum menyatakan bahwa pendidikan karakter
berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar seseorang memiliki hati yang
baik, pikiran yang baik, dan perilaku yang baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multicultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang
kompetitif dalam pergaulan dunia.
Menurut Hariyanto (2013) berdasarkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya
berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) mengatakan bahwa
pada intinya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa.
Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu, sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangan nilai-niai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik
yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Selain itu, pendidikan karakter memiliki tujuan lain yaitu yang pertama
memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud
dalam perilaku anak, baik ketika proses masih sekolah dan setelah lulus dari
sekolah. Tujuan pendidikan karakter yang kedua adalah mengoreksi perilaku
siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau peraturan yang diterapkan di
sekolah.
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), fungsi pendidikan
budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan
Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku
baik, ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2. Perbaikan
Memperkuat dunia pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
3. Penyaring
Penyaringan dilakukan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa yang bermartabat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Adapun tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut
Kementerian Pendidikan Nasional (2010), sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan nurani peserta didik sebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sesuai dengan nilai-nilai secara umum dan tradisi budaya bangsa yang
religius.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman
kepada Tuhan yang Maha Esa.
2.1.6 Karakter yang Diharapkan
Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010: 22), untuk mencapai
karakter bangsa yang diharapkan, diperlukan individu-individu yang memiliki
karakter. Oleh karena itu, dalam usaha pembangunan karakter bangsa diperlukan
usaha yang sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
negara). Secara psikologis karakter individu diartikan sebagai hasil keterpaduan
empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati
berkaitan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkaitan
dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis,
kreatif, dan inovatif. Olah raga berkaitan dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa
dan karsa berkaitan dengan kemauan dan kreativitas yang terwujud dalam sebuah
kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-
masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut (Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010: 22).
a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati,
berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa
patriotik;
b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
c. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
d. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,
nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk
Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
2.1.7 Buku Cerita Anak
2.1.7.1 Arti Cerita anak
Menurut Kurniawan (2013: 17-18) cerita anak bukanlah suatu cerita yang
hanya dan harus ditulis oleh anak-anak. Yang membaca cerita anak juga tidak
harus anak-anak, siapapun bisa membaca cerita anak. Cerita anak adalah cerita
yang dalam penulisannya menggunakan sudut pandang anak. Selain itu,
Kurniawan juga menganggap bahwa cerita anak merupakan hasil karya yang
menceritakan kehidupan sesuai dengan dunia anak-anak.
Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) berpendapat bahwa
cerita anak adalah suatu gambaran yang menggunakan kata-kata dari suatu
peristiwa yang oleh manusia atau makhluk hidup lain yang seolah-olah hidup
sebagai manusia. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang yang satu berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan itu dapat
berupa pikiran, perbuatan, dan perasaan seseorang.
Agar dapat berekspresi dalam bentuk cerita itu, Ashadi mengatakan,
“Dunia subjek harus hidup. Dunia subjek yang hidup adalah dunia subjek yang
kaya lewat pengalaman batin, yaitu banyaknya pengetahuan dan keharuannya.
Dunia subjek yang dinamis ditandai oleh dapatnya pengetahuan dan keharuan itu
digunakan dalam suatu rangka yang dibangun oleh pengarang.”
HP (2006: 2) mengatakan bahwa cerita anak adalah cerita yang dibuat
untuk anak-anak, dan bukan cerita mengenai anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita
HP (2006) mengatakan bahwa ada dua jenis cerita, yaitu cerita fiksi dan
cerita nonfiksi.
Dalam membuat cerita anank-anak dapat digunakan bentuk cerita, seperti
cerita pendek, novelette, dan novel (roman). Berdasarkan ilmu kesusastraan ketiga
bentuk cerita tadi merupakan cerita fiksi. Kata fiksi dalam bahasa Inggris disebut
fiction yang diturunkan dari bahasa Latin yaitu fictio yang berarti membentuk,
membuat, mengadakan, dan menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006).
Dapat ditarik kesimulan bahwa ceita fiksi adalah cerita yang tidak ada,
kemudian diada-adakan, dibuat seolah-olah ada dan nyata, dan diciptakan.
Dengan kata lain, lahirnya suatu cerita fiksi karena karangan atau rekaan.
Lawan dari fiksi ialah nonfiksi. Jika fiksi berdasarkan pada imajinasi
seorang penulisnya berdasarkan sesuatu yang tidak nyata, maka nonfiksi
berdasarkan kenyataan.
Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terletak pada tujuannya.
Maksud dan tujuan karangan nonfiksi yaitu sejarah, biografi, cerita perjalanan
ialaah untuk menciptakan kembali segala sesuatu yang telah terjadi secara aktual.
Oleh karena itu, dengan kata lain dapat dikatakan:
a. Narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka
beginilah yang harus terjadi;
b. Narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka
beginilah yang akan terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Fiksi dapat juga dikatakan sebagai realitas, sedangkan nonfiksi itu
aktualitas. Realitas yaitu segala sesuatu yang benar-benar terjadi. Realitas ialah
sesuatu yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi (Tarigan dalam Hardjana,
2006).
2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak
Kurniawan (2013: 45-52) berpendapat bahwa cerita anak ada berbagai
jenis. Kita dapat memilih sesuai dengan keinginan kita sendiri. Berikut penjelasan
dari masing-masing jenis cerita menurut Kurniawan:
1. Cerita Anak Realisme
Cerita anak realisme adalah cerita anak yang menceritakan segala
peristiwa yang benar-benar terjadi di dalam kehidupan anak-anak. Peristiwa
tersebut dialami anak secara langsung. Di dalam cerita realisme ini, tokoh yang
dihadirkan adalah seorang tokoh anak-anak yang dihadapkan pada persoalnan
seperti yang terjadi di dalam kehidupan sebenarnya. Jenis cerita realism ini
biasanya terdapat dalam media massa atau buku-buku fiksi bacaan anak. Cerita
anak yang berjenis realisme diantaranya adalah cerita mengenai olahraga,
binatang, dan lain-lain.
2. Cerita Anak Formula
Cerita anak formula adalah cerita anak yang di dalamnya terdapat pola-
pola penceritaan tertentu yang membuatnya berbeda dengan cerita anak lainnya.
Meskipun cerita anak formula mudah ditebak, tetapi ada yang menarik dari cerita
ini yaitu adanya keterkejutan pada setiap pola. Selain adanya keterkejutan, ada
lagi yang menjadi cirri khas cerita anak formula. Hal itu ialah cerita anak yang
dibuat dengan teknik perlakuan satu, perlakuan dua, dan perlakuan ketiga yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
dibuat mengejutkan. Istilah ini sering disebut dengan role of three. Cerita anak
yang berjenis formula diantaranya, cerita misterius dan cerita detektif.
3. Cerita Anak Narasi
Cerita anak narasi adalah cerita yang mengisahkan suatu peristiwa yang
sulit dipahami oleh akal sehat. Tetapi kisah di dalam cerita anak narasi menarik
untuk diikuti hingga akhir. Di dalam cerita fantasi akan ada negeri, tokoh, dan
nama-nama lain yang tidak ada di kehidupan sehari-hari. Hal itu menarik bagi
anak-anak karena kisahnya adalah sesuatu yang benar-benar tidak ada dan
merupkan imajinasi penulisnya. Cerita anak fantasi biasanya ceritanya cukup
panjang sehingga masuk dalam novel-novel fatasi anak. Contoh jenis cerita anak
narasi diataranya Harry Potter, Lord Of The Ring, Golden Compas, dan lain-lain.
4. Cerita Anak Sains
Cerita anak sains adalah cerita anak yang permasalahannya diambil dari
dunia sains yang diceritakan dalam bentuk cerita anak. Cerita anak sains
menceritakan inovasi-inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains yang dibuat
menjadi peristiwa-peristiwa fiksi. Kehidupan mengenai masa depan adalah cerita
ang biasa ditulis dalam cerita anak sains. Contoh cerita anak sains yaitu kejadian-
kejadian yang menembus waktu, kehidupan masa depan, kehidupan manusia
dengan robot, dan sebagainya.
5. Cerita Anak Tradisional
Cerita anak tradisional sering disebut dengan cerita rakyat, yaitu cerita
yang telah membudaya/banyak orang yang sudah tahu dan diceritakan secara
turun-temurun. Sampai sekarang cerita anak tradisional masih sering kita dengar.
Setiap daerahpasti memiliki cerita anak tradisional yang berbeda pula. Cerita anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
tradisional dapat berupa: (1) fabel, yaitu cerita yang karakter dan wataknya
diperankan oleh tokoh-tokoh binatang; (2) dongeng rakyat, yaitu dongeng yang
ceritanya dikenal begitu akrab oleh masyarakat; (3) mitos, yaitu cerita masa lalu
yang dimiliki oleh bangsa dan daerah-daerah tertentu;(4) legenda, yaitu kejadian
mengenai suatu daerah tertentu dan dipercayai oleh masyarakatnya bahwa hal
tersebut benar-benar terjadi; dan (5) epos, merupakan cerita rakyat yang berbentuk
puisi (syair) yang panjang.
Menurut Marion van Horne (dalam HP, 2006: 32-33), jenis cerita anak-
anak dapat dikelompokkan sebagai berikut (melalui Liotohe, 1991: 23).
1. Fantasi atau karangan khayal
Dongeng, fabel, legenda, dan mitos termasuk dalam fantasi. Semua yang
ada di dalam cerita ini tidak berdasarkan kenyataan, hanya berupa khayalan
semata.
2. Realistic fiction
Realistic fiction merupakan cerita fiksi atau cerita khayal tetapi
mengandung unsur kenyataan, hamper mirip dengan science fiction. Contohnya
yaitu Flash Gordon.
3. Biografi atau riwayat hidup
Biografi merupakan cerita yang memuat kisah hidup seseorang. Biasanya
tokoh-tokoh terkenal membuatnya menjadi cerita untuk diperkenalkan kepada
anak-anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
4. Folk tales atau cerita rakyat
Hampir semua suku bangsa mempunyai cerita rakyat yang hidup di
masyarakatnya. Cerita rakyat tersebut misalnya Joko Kendil, Panji Laras, dan
lain-lain.
5. Religius atau cerita-cerita agama
Cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan banyak yang
diubah menjadi bentuk cerita yang menarik. Tujuannya adalah dengan anak
membacanya, bisa membentuk anak yang berbudi luhur sesuai dengan yang
diajarkan oleh agama.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai jenis cerita
anak, antara lain cerita anak realisme, cerita anak formua, cerita anak narasi, cerita
anak sains, cerita anak tradisional, biorgrafi, dan cerita anak religius.
2.1.7.4 Tujuan Cerita
Menurut Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) tujuan
cerita adalah membuat seseorang yang membaca cerita tersebut dapat
mengimajinasikan apa yang ada di dalam cerita. Selain itu, di dalam cerita juga
harus ada kejutan dan keharuan bagi pembacanya.
Cerita juga bertujuan untuk menggerakkan imajinasi dan hati pembaca.
Pembaca tergerak oleh cerita kita apabila, misalnya pembaca bergembira dengan
orang yang sedang bergembira, tergugah dan menyala-nyala hatinya oleh
kebesaran jiwa dan semangat pahlawannya, terbakar dan panas hatinya oleh
kejahatan, dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
2.1.8 Anak usia 9-10 tahun
2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)
Usia anak masuk sekolah dasar adalah sekitar 6 atau 7 tahun dan selesai
pendidikan sekolah dasar pada usia 12 tahun. Anak usia sekolah dasar memiliki
karakter yang berbeda dengan anak yang usianya lebih muda dan lebih tua. Anak
usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari, membaca, menulis,
dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan (Desmita, 2009: 35-
36).
Menurut Havighurts dalam (Desmita, 2009: 35-36), ada beberapa tugas
perkembangan anak sekolah dasar yaitu: (1) Menguasai keterampilan fisik dalam
hal melakukan aktivitas fisik seperti bermain lompat tali, gundu, dan lain-lain; (2)
Belajar hidup sehat; (3) Belajar dalam kelompok; (4) Belajar bersosialisasi sesuai
dengan jenis kelamin dalam beberapa hal; (5) Belajar membaca, menulis, dan
berhitung sehingga dapat bersosialisasi; (6) Mendapatkan beberapa konsep untuk
berpikir sebab dan akibat atas perbuatan; (6) Memperluas pengetahuan moral dan
nilai-nilai; (7) Memperoleh kemandirian.
Anak usia sekolah dasar adalah anak usia 7-12 tahun. Pada anak usia
tersebut ditandai dengan sikap atau kegiatan fisik yang selalu bergerak kesana-
kemari dan tidak dapat duduk tenang. Perkembangan fisik yang normal bagi anak
adalah alah satu faktor anak dapat berhasil dalam belajarnya baik dalam
pengetahuan maupun keterampilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak
Menurut (Piaget dalam Santrock, 2011: 26-29) seseorang dapat
membangun pemahaman tentang dunia secara aktif yaitu pada saat mereka masih
anak-anak dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap
perkembangan kognitif menurut Piaget sebagai berikut:
1. Tahap sensorimotor
Tahap ini mulai dari anak lahir hingga usia 2 tahun. Tahap sensorimotor
ini merupakan tahap pertama menurut Piaget. Pada tahap ini anak membangun
pengetahuan tentang dunianya melalui pengalaman sensoris seperti melihat dan
mendengar, serta pengalaman tindakan fisik dan motorik.
2. Tahap praoperasi
Anak usia 2 sampai 7 tahun masuk dalam tahapan kedua menurut Piaget.
Pada tahap ini anak membangun pengetahuan tentang dunianya melalui kata-kata
dan gambar-gambar.
3. Tahap operasi konkret
Tahap operasi konkret berlangsung ketika anak berusia 7 sampai 11 tahun.
Ini adalah tahap ketiga Piaget. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan
melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai
dapat memecahkan masalah yang ada.
4. Tahap operasi formal
Tahap operasi formal terjadi pada anak usia antara 11 sampai 15 tahun dan
terus berlangsung sampai ia tumbuh dewasa. Tahapan ini merupakan tahapan
keempat dan terakhir menurut Piaget. Pada tahp ini, anak lebih banyak lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengalami pngelaman-pengalaman konkret dan dapat berpikir secara abstrak dan
lebih logis.
Dari keempat tahap perkembangan menurut Piaget, anak kelas IV sekolah
dasar masuk dalam tahap perkembangan yang ketiga. Tahap ketiga menurut
Piaget adalah tahap operasi konkret yang berlangsung ketika anak berusia 7
sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-
objek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai dapat
memecahkan masalah yang ada.
Piaget (dalam Santrock, 2011: 27-28) mengemukakan bahwa anak-anak
sudah dapat membangun pengetahuannya tentang dunia secara aktif melalui
empat tahap perkembangan kognitif. Dalam membangun pemahaman tentang
dunianya secara kognitif anak melalui dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi.
Untuk membuat dunia menjadi masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan
pengalaman-pengalaman (Carpendale, Muller, & Bibok, 2008 dalam Santrock
2011). Contohnya yaitu ketika kita memisahkan antara pemikiran-pemikiran atau
pendapat-pendapat yang penting dari pemikiran-pemikiran atau pendapat-
pendapat yang kurang penting dan mengaitkan antara pemikiran atau pendapat
yang satu dengan pemikiran atau pendapat yang lain.
Tahap operasional konkret yaitu dimana anak dapat bernalar secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke
dalam bentuk yang berbeda. Anak dalam tahap operasi konkret tidak dapat
membayangkan langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu
masalah misalnya aljabar, karena masih terlalu abstrak dalam tahap ini untuk
memikirkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Sebagai contoh, seorang anak diberi dua bola lilin yang panjang dan tipis,
sedangkan yang lain tetap pada bentuk yang asli. Kemudian anak diberi
pertanyaan apakah lebih banyak lilin di dalam bola atau di dalam potongan lilin
yang panjang dan tipis itu? Pada saat anak usia 7 atau 8 tahun, sebagian besar
menjawab kedua bentuk lilin tersebut sama. Agar anak dapat menjawab
pertanyaan itu dengan benar, maka anak-anak harus membayangkan bahwa bola
lilin digulung kembali ke bentuk aslinya yang bundar. Dalam imajinasi ini anak
melibatkan tindakan mental dua arah yang disatukan dalam objek yang konkret
dan nyata. Operasi-operasi konkret memungkinkan anak memikirkan beberapa
karakteristik dan bukan berfokus pada bagian tunggal suatu objek. Salah satu
keterampilan yang penting dalam tahap ini adalah kemampuan menggolongkan
atau membagi benda-benda ke dalam tempat yang berbeda, dan memperhitungkan
kaitannya.
Anak-anak pada tahap operasi-konkret juga mampu melakukan seriation
(mengurutkan secara adil), yaitu kemampuan mengurutkan simulasi menurut satu
dimensi kuantitatif (misalnya: panjang). Agar guru dapat melihat apakah siswa
sudah dapat mengurutkan secara seri, guru dapat menempatkan delapan tongkat
dengan panjang yang berbeda-beda secara acak. Kemudian guru meminta siswa
untuk mengurutkan kedelapan tongkat-tongkat tersebut berdasarkan panjangnya.
Banyak anak akan menyelesaikan tugas ini dengan menggolongkan mana yang
“panjang” dan mana yang “pendek”. Mereka tidak mengurutkan tongkat-tongkat
tersebut secara benar. Tetapi anak dalam tahap operasi konkret mampu memahami
bahwa masing-masing tongkat harus lebih panjang dari tongkat yang sebelumnya,
dan lebih pendek dari tongkat sesudahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Dalam buku lain, Piaget juga mengemukakan bahwa ada 10 pemikiran lain
mengenai ciri-ciri operasi konkret, yaitu (1) adaptasi dengan gambaran yang
menyeluruh; (2) melihat dari berbagai macam segi; (3) seriasi; (4) klasifikasi; (5)
bilangan; (6) ruang, waktu, dan kecepatan; (7) kausalitas; (8) probabilitas; (9)
penalaran; 10) egosentrisme dan sosialisme, berikut adalah penjelasannya.
1. Adaptasi dengan Gambaran yang Menyeluruh
Pada tahap ini anak sudah dapat mengemukakan mengenai ingatan,
pengalaman, dan objek yang telah dialaminya secara menyeluruh. Sebagai contoh,
anak mulai dapat menggambarkan situasi di sekolahnya, perjalanan dari sekolah
ke rumahnya, dan lain-lain (Piaget & Inhelder, 1969). Adaptasi anak dengan
lingkungan melalui gambaran lingkungan itu. Terlihat jelas bahwa pada tahap ini
adaptasi seorang anak sudah lebih berkembang.
2. Melihat dari Berbagai Macam Segi
Anak pada tahap ini sudah dapat melihat suatu objek atau permasalahan
secara sedikit menyeluruh dengan melihat situasinya. Anak tidak hanya
memusatkan pada fokus tertentu tetapi dapat sekaligus mengamati hal-hal lain
dalam waktu bersamaan. Anak mulai dapat melihat permasalahan dari sudut
pandang yang berbeda. Hal ini disebut dengan decentering Sebagai contoh, dalam
menggambarkan suatu benda, anak sudah menggabungkan beberapa unsur benda.
Selain itu, decentering juga dilakukan teradap hubungan dengan orang lain dan
hubungan sosial (Piaget & Inhelder, 1969). Misalnya anak mulai mengenal dan
berhubungan dengan beberapa teman secara bersama-sama dan memperhatikan
hal-hal yang dibicarakan oleh teman-temannya.
3. Seriasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Seriasi adalah suatu proses untuk mengatur semakin besar atau semakin
kecil suatu unsur-unsur. Urutan dapat dibuat dari kecil ke besar atau dari besar ke
kecil. Seriasi bisa berupa ukuran, berat, volume, dan lain-lain.
4. Klasifikasi
Menurut Piaget apabila anak berusia 3 tahun dan 12 tahun diberi berbagai
macam objek dan diminta menggolongkannya, ada beberapa kemungkinan yang
terjadi. Misalnya anak diberi berbagai macam benda geometris (bulat, segitiga,
bujursangkar) dengan berbagai macam warna. Anak diminta menggolongkan
benda-benda tersebut. Di dalam penelitiannya, Piaget menemukan adanya tiga
level perkembangan.
Level 1. Anak berusia 4 dan 5 tahun biasanya menggabungkan benda-
benda berdasarkan kesamaannya. Tetapi, ukuran kesamaannya ialah kesamaan
dua objek pada waktu yang sama. Jadi, anak mengumpulkan lingkaran putih dan
lingkaran merah karena sama-sama lingkaran. Kemudian anak menambahkan
segitiga putih pada lingkaran putih, karena sama-sama putih. Hasilnya,
penggolongan menjadi bercampur. Anak hanya membandingkan dua-dua dan
belum melihat secara keseluruhan.
Level 2. Anak berusia 7 tahun menggabungkan benda-benda yang
memiliki kesamaan dalam satu dimensi. Sebagi contoh, semua lingkaran
disatukan dan semua segitiga disatukan karena digolongkan berdasarkan bentuk.
Apabila anak menggolongkannya menurut arna, maka akan terjadi semua warna
biru disatukan dengan biru dan semua warna hijau disatukan dengan warna hijau.
Level 3. Anak berusia 8 tahun dapat menggolongkan benda-benda dengan
baik. Anak dapat menentukan hubungan antara kelas dan subkelas (Wadsworth,
1989).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Hal yang menarik dalam klasifikasi objek adalah anak usia 7-11 tahun
sudah dapat menggolongkan benda atau objek dengan cara memperhitungkan
tingkatannya. Anak-anak sudah mampu berpikir secara bersamaan, baik pada
keseluruhan maupun pada bagian-bagian, meskipun masih berdasarkan
pengelihatan yang konkret.
5. Bilangan
Pada tahap ini Piaget tidak membahas mengenai 2+2 = 4. Tetapi ia tertarik
pada korespondensi datu-satu dan kekekalan. Korespondensi satu-satu yaitu
pemasangan satu per satu antara unsur-unsur dalam suatu himpunan benda (A)
dengan unsur-unsur dalam suatu himpunan lain (B). setiap unsur pada benda A
berpasangan dengan unsur pada benda B satu-satu (lihat Gambar 2.1).
A B
Gambar 2.1 Korespondensi satu-satu
Dalam percobaan, Piaget memberikan kepada anak beberapa benda
dengan bentuk yang beragam (lihat Gambar 2.2).
A B
Benda
dengan
berbagai
bentuk
Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Pada kotak A diisi dengan lima jenis benda yang berbeda. Kemudian anak
diminta memilih benda-benda lain dan dimasukkan ke dalam kotak B dengan
jumlah yang sama dengan benda di dalam kotak A. beberapa anak mulai
memasangkan benda yang ada di dalam kotak B dengan benda yang ada di dalam
kotak A. apabila ada benda yang tidak memiliki pasangan, maka salah satu dari
kotak tersebut memiliki isi benda yang lebih banyak daipada yang lain. Meskipun
bentuk bendanya berbeda, ada sesuatu yang tetap (konstan), yaitu jumlah
bendanya.
Contoh lain dari sifat kekekalan yaitu anak diminta mengambil 10 keping
uang logam. Setelah itu, anak diminta mengurutkannya dan kemudian
menghitungnya. Lalu anak diminta menyusun dengan berbagai macam susunan
dan anak diminta menghitungnya kembali. Setelah dihitung ternyata jumlahnya
tetap sama. Ini merupakan sifat kekekalan yang menjadi pengetian bilangan. Sifat
kekekalan menghilangkan semua perbedaan yang ada pada setiap objek.
6. Ruang, Waktu, dan Kecepatan
Pada saat berusia 7 atau 8 tahun, anak sudah mengerti mengenai urutan
ruang dengan melihat melalui jarak suatu benda atau kejadian. Pada usia 8 tahun,
anak sudah bisa mengerti hubungan urutan waktu yaitu sesudah dan sebelum,
serta panjang dan pendek.
Saat usia 10 atau 11 tahun, anak mulai menyadari konsep waktu dan
kecepatan. Pada tahap operasi konkret, anak akan memperhatikan laju sebuah
benda dan hubungan antara waktu dengan jarak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
7. Kausalitas
Pada tahap kausalitas, anak sudah lebih mendalam melihat sebab dari
suatu kejadian. Anak mulai bertanya-tanya mengenai mengapa hal itu terjadi.
Selain itu juga ia mulai melihat dan mengamati sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
8. Probabilitas
Pada tahap ini anak mulai bisa mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi
pada dirinya apabila ada sesuatu hal yang ia lakukan, meskipun mereka tidak bisa
mengetahui secara jelas apa akibat dari sesuatu yang ia lakukan. Probabilitas pada
tahap ini sebagai perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang
mungkin akan terjadi.
9. Penalaran
Ada beberapa macam bentuk penalaran, yaitu sinkretis, jukstaposisi,
ordinal, dan relasi bagian-keseluruhan (part-whole relation). Hingga usia 8 atau 9
tahun, penalaran anak masih sinkretis, yakni kecenderungan menghubungkan
suatu rangkaian gagasan-gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang
membingungkan. Sebagai contoh, anak membuat dua pernyataan “Bila kucing
pergi, tikus mulai bermain”. Dua kalimat tersebut sama sekali tidak ada
hubungannya, tetapi anak merasa bahwa keduanya memiliki arti yang sama.
Saat anak berusia 6-10 tahun penalaran anak masuk pada jukstaposisi,
yaitu secara asal meletakkan satu kalimat dengan kalimat yang lain, tanpa ada
sebab akibatnya. Contohnya adalah “Saya harus mandi” karena “Sesudah itu saya
bersih”. Atau “Orang jatuh dari sepeda” karena “Ia terluka kakinya”.
Pada kesehariannya, anak pada tahap ini juga jarang memberikan alasan
saat berbicara. Hal ini juga terjadi pada saat anak menggambar. Ketika anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
menggambar sepeda ia hanya menggambarkan bagian dari sepeda, tetapi tidak
menghubungkannya. Hal ini terlihat bahwa anak belum berpikir secara
kesseluruhan.
10. Egosentrisme dan Sosialisme
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentrisme dalam pemikirannya.
Anak sadar bahwa orang lain memiliki pemikiran yang berbeda. Hal ini terjadi
ketika anak mulai bertemu dengan teman-temannya dan mulai berbicara satu sama
lain dengan bahasa yang komunikatif.
Tahap operasi konkret dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah mulai
menggunakan logika tertentu. Anak juga sudah berpikir lebih menyeluruh dengan
memikirkan dua hal atau lebih dalam waktu yang bersamaan (decentering).
Konsep bilangan, waktu, dan ruang sudah semakin terbentuk dengan lengkap. Ini
membuat pemikiran anak sudah tidak tidka egosentris lagi.
Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya seperti
yang dijelaskan di atas, masih terbatas penerapannya terhadap hal-hal konkret.
Anak dalam tahap ini masih sulit dalam memecahkan persoalan yang mempunyai
segi dan variabel yang terlalu banyak.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Darmoko (2002) meneliti tentang “Ruwatan: Upacara Pembebasan
Malapetaka Tinjauan Sosiokultural Masyarakat Jawa”. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh masyarakat Jawa yang hingga kini masih mempertahankan,
melestarikan, meyakini, dan mengembangkan adat-istiadat. Hal ini benar-benar
dapat memberikan pengaruh terhadap sikap, pandangan, dan pola pemikiran bagi
masyarakat yang menganutnya. Adat-istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat istiadat Jawa
tersebut memuat sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan
masyarakat, yang kini masih dipatuhi oleh orang Jawa yang masih ingin
melestarikannya sebagai warisan kebudayaan yang dianggap luhur dan agung.
Dalam melestarikan adat-istiadat, masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara
tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan, dan perbuatan dari tata nilai yang
telah teratur rapi. Sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan diwujudkan
dalam upacara tradisi yang bertujuan agar tata kehidupan masyarakat Jawa selalu
ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap dan tingkah-lakunya
mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan baik jasmaniah
maupun rokhaniah. Tata upacara tradisi yang masih dipatuhi serta tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus
dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir, lahir,
dan meninggal.
Upacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak dalam alam
kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara
selamatan diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir, seperti: kehamilan bulan
ke tiga (neloni), kehamilan bulan ke empat (ngapati), dan kehamilan bulan ke
tujuh (mitoni/ tingkeban). Setelah manusia dilahirkan di dunia, maka bentuk
upacara yang diperuntukkan baginya, antara lain: kelahiran bayi (brokohan), lima
hari (sepasaran), puput pusar, tiga puluh lima hari (selapanan), sunatan, tedak
siten, perkawinan, dan ruwatan. Sedangkan upacara selamatan bagi manusia yang
telah meninggal, yaitu: saat meninggal dunia (geblak), hari ke tiga, hari ketujuh,
hari ke empat puluh, hari ke seratus (nyatus), satu tahun (pendhak pisan), dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
tahun (pendhak pindho), dan tiga tahun (pendhak katelu/ nyewu). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa adat-istiadat itu mengandung tata nilai, aturan, norma,
maupun kebiasaan yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan
cita-cita yang diharapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Upacara
ruwatan sebagai salah satu adat-istiadat Jawa merupakan tradisi yang kini masih
dipercayai sebagai sarana melepaskan, menghalau, atau membebaskan seseorang
dari ancaman mara bahaya yang disebabkan oleh suatu peristiwa. Murwakala
berusaha untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib, dalam hal ini
melepaskan sukerta (aib) yang melingkupi seseorang.
Arif (2013) meneliti tentang “Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut
Gembel di Desa Dieng Kejajar Wonosobo”. Penelitian ini dilatarbelakangi karena
anak berambut gembel memiiki karakter dan perilaku yang berbeda dari kebiasaan
anak seusianya. Kalau tidak energik, nakal, berjiwa heroik, suka mengatur, akan
muncul perilaku yang diam, pemalu, susah bergaul dengan dunia luar. Ruwatan
cukur rambut gembel adalah adalah kegiatan ritual, sedangkan ritual sendiri
berkaitan dengan identitas kepercayaan masyarakat. Didalamnya terkandung
makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami konteks lokal dan
kemudian diwujudkan dengan dialog terhadap kondisi yang ada. Masyarakat
cenderung memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang menguasai alam
semesta dan untuk itu harus dilakukan dialog.
Senada dengan kondisi kejiwaan anak berambut gembel yang diyakini
masyarakat lebih pada kekuatan mitos dimana gejala kejiwaan yang muncul
sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik rambut yang tumbuh gembel. Lebih jauh
berpangkal pada mitos menceritakan bahwa rambut gembel itu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
“titipan”. Karena itu hanya merupakan titipan, maka suatu saat akan diambil
kembali oleh yang punya. Kondisi anak yang begitu selanjutnya disebut anak
“sukerta” yaitu anak yang dicadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Untuk
melepaskan dan mengangkat kembali anak dari kondisi sialnya itu atau
membersihkan sesukernya (gembelnya) harus dilakukan upacara Ruwatan.
Ruwatan berasal dari kata Ruwat yang artinya melepaskan yaitu melepaskan dari
karakteristik anak gimbal yang di cadangkan menjadi mangsa Batara Kala.
Budaya Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang hingga sekarang masih
dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih memegang
teguh tradisi- tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring dengan
berkembangnya zaman proses dan tata caranya memengalami pergeseran namun
esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan
ini memiliki makna yang sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati
mereka akan tercapai jikalau anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah
diruwat dan dipotong rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali
bahwa setelah anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya
yang gimbal maka si anak tersebut akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh
Kyai Kolodete.
Wening (212) meneliti “Pembentukan Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan Nilai”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pihak yang
menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai pada
lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial
yang berkembang, yakni kekerasan yang ditunjukkan oleh kenakalan remaja
dalam masyarakat seperti perkelahian massal, perusakan lingkungan hidup, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
korupsi merupakan tiga contoh permasalahan yang semakin lama dirasakan
sebagai permasalahan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Perilaku seseorang
ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori kondisioning, ada fungsi
bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang
berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini
memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak: keluarga,
sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengembangkan dimensi
pembentuk karakter, yaitu nilai-nilai kehidupan dalam pendidikan konsumen; (2)
menelaah perolehan dimensi pendidikan nilai sebagai pembentuk karakter melalui
faktor-faktor lingkungan; (3) mengungkap pencapaian pembentukan karakter
melalui faktor-faktor lingkungan dan implementasi pendidikan nilai dalam mata
pelajaran/kurikulum. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena dapat
menambah pemahaman para guru tentang pengembangan kurikulum menuju
integrated learning, dan pengembangan sekolah sebagai pusat budaya yang kuat
dalam pembentukan karakter bangsa. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian
ini memberikan wacana baru dalam merekonstruksi mata pelajaran mulai dari
pengembangan konstruk, pembuatan modul pembelajaran nilai, dan proses
penilaian.
Berdasarkan hasil refleksi guru, teridentifikasi 17 nilai-nilai kehidupan
terkandung dalam pendidikan konsumen. Nilai-nilai kehidupan tersebut
berketerkaitan dengan seluruh dimensi pembentuk karakter, yaitu: nilai kesadaran
diri dan tanggung jawab dengan nilai kepercayaan; nilai bijaksana dan toleransi
sosial dengan nilai menghargai orang; kesadaran diri, tanggung jawab,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menghargai uang dan nasionalisme dengan tanggung jawab; nilai bijaksana dan
keadilan dengan nilai keadilan; nilai toleransi sosial, peduli dan sadar lingkungan
dengan nilai kepedulian; nilai tanggung jawab dan nasionalisme dengan nilai
kewarganegaraan; nilai tanggung jawab dengan nilai kejujuran; nilai kritis dengan
nilai keberanian; nilai kesadaran diri, tanggung jawab, hemat, teliti, produktif dan
menghargai uang dengan nilai kerajinan; kesadaran diri dan tanggung jawab
dengan nilai totalitas.
Berdasarkan jurnal di atas, dua penelitian tentang tradisi ruwatan
menyatakan bahwa ruwatan dapat membebaskan seseorang dari segala kesialan,
sakit, malapetaka, maharabahaya, dan segala sesuatu yang dianggap mengancam
bagi seseorang. Penelitian yang ketiga menyatakan bahwa pendidikan karakter
dapat diperoleh dari nilai-nilai kehidupan lingkungan anak.
2.3 Kerangka Berpikir
Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam
menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi
yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan,
Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten. Ruwatan adalah tradisi
masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya.
Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Nilai-
nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan
nilai kemanusiaan. Namun, pada saat ini masih banyak anak-anak yang tidak tahu
tentang tradisi ruwatan. Hal ini terbukti dari hasil kuisioner pra penelitian yang
peneliti peroleh di SD Negeri Nanggulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai
tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang
dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan
tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku
cerita bergambar. Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk
menyusun buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita
bergambar terdiri dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata
pengantar untuk membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku
berupa sebuah buku cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16
gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan
tradisi ruwatan, pendidikan karakter, dan biodata penulis.
2.4 Pertanyaan Penelitian
Peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimanakah hasil
penelitian ini selanjutnya, peneliti memiliki beberapa pertanyaan penelitian yaitu,
sebagai berikut.
2.4.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang
Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?
2.4.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak
tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab III ini akan menguraikan mengenai jenis penelitian, setting penelitian,
langkah-langkah pengembangan, uji coba prototipe, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan,
yang biasa dikenal dengan R & D (Research and Development). Research and
Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297).
Penelitian ini akan mengembangkan produk berupa pengembangan prototipe buku
cerita tentang ruwatan untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan
karakter kebangsaan di sekolah dasar.
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester (genap) T.A. 2015/2016 di
SD Negeri Nanggulan yang beralamatkan di Nanggulan, Maguwoharjo, Depok,
Sleman, D. I. Yogyakarta, kode pos 55285.
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun di Yogyakarta yaitu anak
kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Keseluruhan subjek uji coba prototipe
berjumlah 28 anak.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
3.2.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita tentang
ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah dasar.
3.2.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan delapan bulan terhitung mulai dari bulan Juni
2015 sampai Februari 2016.
3.3 Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk
anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah
dasar mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut
Sugiyono (2012: 298). Prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah
prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012: 298), yaitu tahap (1) potensi
dan masalah, (2) mengumpulkan informasi, (3) desain produk, (4) validasi desain,
(5) perbaikan desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba
pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) pembuatan produk masal. Langkah-
langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan
berikut.
Potensi dan
Masalah Pengumpulan
Data Desain
Produk Validasi
Desain
Uji coba
Pemakaian
Perbaikan
Produk
Uji coba
Produk
Revisi
Desain
Revisi
Produk
Pembuatan
Produk Masal
Bagan 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development (Sugiyono, 2012: 298)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Namun, peneliti hanya menggunakan enam langkah. Langkah-langkah
dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita tetang ruwatan dalam
konteks pendidikan karakter kebangsaan meliputi (1) potensi dan masalah, (2)
pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6)
uji coba produk, yang akan dijelaskan pada Bagan 3.2 di bawah ini.
Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan
Karakter Kebangsaan
Tahap I
Potensi dan Masalah
Potensi: Tradisi ruwatan memiliki nilai-
nilai yang berkaitan dengan pendidikan
karakter kebangsaan
Masalah: Kurangnya pemahaman anak
tentang tradisi ruwatan.
Tahap II
Pengumpulan Data
Pembagian lembar kuesioner pra
penelitian
Tahap III
Desain Produk
Menyusun buku cerita
Menbuat cerita
Menentukan gambar tradisi ruwatan
Membuat sketsa Konsultasi dan
revisi Menggabungkan cerita dan
gambar
Tahap IV
Validasi Desain
Prototipe divalidasi oleh ahli sastra dan
bahasa
Tahap V
Revisi Desain
Perbaikan prototipe berdasarkan saran
validator
Tahap VI
Uji Coba Produk
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam
Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3.3.1 Potensi dan Masalah
Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai
tambah (Sogiyono: 298). Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan
dengan yang terjadi (Sogiyono: 299). Jadi potensi masalah adalah sesuatu hal
yang tidak diharapkan terjadi tetapi memungkinkan untuk terjadi.
Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan
oleh peneliti berdasarkan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun di
SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1)
83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan.
(2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak
memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak
membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Pembagian
lembar kuisioner bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun
membutuhkan sebuah buku cerita bergambar tentang ruwatan guna meningkatkan
pengembangan karakter khususnya karakter kebangsaan bagi anak. Hal ini
mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk membuat buku cerita bergambar
tentang ruwatan dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter sejak dini dan
anak-anak memahami tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, buku cerita bergambar
tentang ruwatan ini disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan sesuai dengan konteks pendidikan karakter kebangsaan.
3.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan lembar kuisioner
kepada 29 anak di SD Negeri Nanggulan. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai
salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita anak yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dibuat sehingga produk yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak
di SD Negeri Nanggulan mengenai tradisi ruwatan.
3.3.3 Desain Prototipe
Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita
bergambar tentang ruwatan agar gambar-gambar yang termuat di dalam buku
dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Desain prototipe
diawali dengan membuat cerita dengan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami anak-anak. Cerita yang termuat dalam buku tentu saja mengandung
nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Setelah itu, peneliti
menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku cerita anak tentang
ruwatan. Setelah menentukan gambar peneliti mencoba menggambar sketsa
dengan bantuan seorang teman mengenai kegiatan dalam tradisi ruwatan seperti
upacara siraman, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut.
Kemudian, peneliti menggabungkan antara cerita dan gambar dengan cara
manual. Peneliti mendesain prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk
anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
Peneliti kemudian menentukan sumber pustaka yang akan digunakan
dalam penyusunan buku cerita bergambar. Desain produk yang berupa prototipe
ini terdiri dari cover/sampul bagian depan, halaman soft cover, kata pengantar,
daftar isi, isi yang berupa cerita, lembar refleksi siswa, daftar pustaka, dan biodata
penulis.
3.3.4 Validasi Prototipe
Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan selanjutnya
divalidasikan oleh seorang dosen ahli sastra dan bahasa Universitas Sanata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dharma Yogyakarta. Hal ini untuk melihat apakah buku cerita anak yang disusun
oleh peneliti sudah mencapai hasil produk yang maksimal dan layak. Validasi
prototipe ini bertujuan untuk memperoleh kritik dan saran serta penilaian dari
pakar terhadap produk yang dikembangkan. Hal itu meliputi dari segi bahasa
apakah sudah sesuai dengan kaidah penulisan EYD atau belum, apakah bahasa
mudah dipahami anak usia 9-10 tahun. Melalui kritik dan saran yang diperoleh
maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari produk yang
dikembangkan.
3.3.5 Revisi Prototipe
Revisi prototipe dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari para
ahli. Hasil kritik dan saran dari para ahli menjadi landasan bagi peneliti untuk
memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita anak tentang ruwatan agar
menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 9-11 tahun.
Pada saat pertama kali memberikan draf cerita kepada dosen pembimbing,
cerita saya ditolak. Kemudian saya mencoba memperbaiki ceritanya disertai
dengan melengkapi gambar yang akan ada di dalam cerita. Setelah itu, saya
tunjukkan lagi kepada dosen. Gambar yang ada di dalam cerita disetujui hanya
saja kurang diwarnai dan seluruh gambar harus disesuaikan, sehingga tidak besar
kecil. Jalannya ceritanya pun sudah disetujui hanya nama tokoh dan tempat yang
masih kurang pas. Setelah gambar selesai diwarnai dan ceritanya pun telah
diperbaiki, prototipe siap diberikan kepada validator untuk mendapatkan kritik
dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
3.3.6 Uji Coba Prototipe
Uji coba prototipe dilakukan kepada anak usia 9-10 tahun di SD Negeri
Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Anak usia 9-10 tahun ialah siswa/siswi
kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui
apakah buku cerita anak tentang ruwatan yang telah dibuat, layak dan mempunyai
kualitas yang baik untuk menambah pengetahuan anak tentang salah satu tradisi
Jawa yaitu ruwatan dan menumbuhkan karakter kebangsaan dalam diri anak yang
membacanya.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dan
kuesioner. Instrumen adalah alat ukur dalam penelitian Sugiyono (2010). Syaodih
(2006) menuturkan bahwa wawancara adalah salah satu bentuk teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara lisan dalam bentuk pertemuan tatap
muka secara individual. Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari
sumber. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman anak mengenai tradisi ruwatan. Kuesioner digunakan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak, menganalisis kebutuhan anak,
dan untuk mengetahui seberapa perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi
ruwatan untuk anak. Lembar kuesioner berupa instrumen pra penelitian,
instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak
yang diberikan kepada 28 anak di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo. Adapun
kisi-kisi dan kuisioner wawancara yang digunakan pada pra penelitian ditujukan
untuk anak dan orang tua. Sedangkan sesudah uji coba adalah kisi-kisi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kuisioner untuk anak. Berikut ini adalah kisi-kisi yang digunakan untuk
penelitian.
3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara
Wawancara menjadi acuan peneliti untuk melakukan wawancara langsung
kepada responden untuk mendapatkan sebuah garis besar yang pada akhirnya
akan digunakan untuk melakukan penelitian. Wawancara dilakukan kepada orang
tua dan juga siswa SD. Lembar wawancara digunakan untuk pra penelitian.
Berikut adalah kisi-kisinya
Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara
No Kisi – kisi 1 Apakah arti tradisi ruwatan? 2 Apakah tujuan tradisi ruwatan? 3 Apa saja yang harus dipersiapkan dalam tradisi ruwatan? 4 Bagaimana urutan tradisi ruwatan? 5 Siapa saja yang harus diruwat ?
3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner
Lembar kuesioner digunakan untuk pra penelitian dan pasca penelitian.
Lembar kuesioner ditujukan untuk 29 siswa yang berusia 9-10 tahun. Berikut ini
adalah kisi-kisi lembar kuesioner yang telah dilakukan oleh peneliti.
Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian
No Aspek Nomor Item
1. Definisi ruwatan 1 dan 2
2. Tujuan ruwatan 3 dan 4
3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi nyadran 5, 6, 7, 8, 9, dan 10
4. Upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita
11 dan 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian
No
Aspek Nomor
Item
Pernyataan
1.
Definisi
ruwatan
1 dan 2
1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana
pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan
dosa manusia yang bisa membawa bahaya,
kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya
(olah pikir dan olah hati).
2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional
khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan
sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari
“sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang
dianggap mengganggu keselamatan hidup
seseorang. (olah pikir dan olah hati).
2.
Tujuan
ruwatan pada
umumnya
3 dan 4
3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan
diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh
jahat yang mengancamnya (olah hati dan olah
pikir yang berkaitan dengan beriman pada
Tuhan).
4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya,
kesialan, dan pengaruh jahat seseorang kembali
sehat dan ceria (olah raga atau kinestetika ).
3.
Kegiatan-
kegiatan pada
tradisi ruwatan
5-10
5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan
membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak
orang/gotong royong (olah rasa dan karsa)
6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman
yang disertai pembacaan doa oleh dalang (olah
rasa dan olah hati yang berkaitan dengan
beriman dan taqwa).
7. Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan
dapat merefleksikan cerita yang ada dalam
pertunjukkan wayang (reflektif). (olah pikir)
8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut
diserahkan pada dalang sebagai simbol
pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh
jahat (olah hati yang berkaitan dengan amanah).
9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada
dalang karena telah mengruwat anaknya (olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
hati dan olah rasa berkaitan dengan rasa
bersyukur dan kepedulian)
10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara
bersama-sama menikmati hidangan yang telah
disediakan oleh pihak keluarga (olah rasa dan
karsa berupa kebersamaan).
4.
Upaya
mengenalkan
budaya jawa
menggunakan
buku cerita
11-12
11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan
tentang ruwatan.
12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku
cerita bergambar.
Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak
No Pernyataan Ya Tidak
1.
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana
pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa
manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan
pengaruh jahat di dalam hidupnya.
2.
Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya
di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya
pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya,
kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu
keselamatan hidup seseorang.
3.
Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari
segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang
mengancamnya.
4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan,
dan pengaruh jahat seseorang kembali sehat dan ceria.
5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan
bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong.
6.
Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang
disertai pembacaan doa oleh dalang (olah rasa dan olah
hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa).
7.
Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat
merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang
(reflektif).
8.
Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut
diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari
bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat.
9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang
karena telah meruwat anaknya.
10.
Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama
menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak
keluarga.
11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
ruwatan.
12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita
bergambar.
Berdasarkan kisi-kisi tersebut, lembar kuesioner menunjukkan bahwa
terdapat 12 pernyataan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.
Lembar kuesioner dibagikan kepada siswa kelas IV di SD Negeri Nanggulan
Maguwoharjo. Lembar kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman siswa mengenai tradisi ruwatan dan mengetahui seberapa
perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.
3.4.3 Instrumen Validasi Produk
Peneliti menyusun instrumen validasi produk yang digunakan ahli untuk menilai
kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan
karakter kebangsaan berupa kuisioner. Kuisioner untuk validasi prototipe oleh
para ahli ditunjukkan agar peneliti mengetahui tingkat kualitas dan kelayakan
prototipe yang dikembangkan oleh peneliti.
Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk
No
Item yang dinilai Skor
Saran 1 2 4 5
1. Bahasa
a. Bahasa sesuai dengan kaidah
penulisan EYD.
b. Bahasa mudah dipahami
anak usia 9-10 tahun.
2. Format penulisan
a. Sesuai dengan kaidah
penulisan buku cerita anak.
b. Menggunakan kepustakaan
yang sesuai dengan teori
salah satu tradisi Jawa yaitu
nyadran yang diintegrasikan
dengan pendidikan karakter
kebangsaan.
3. Isi
a. Memuat cerita tentang
ruwatan sebagai salah satu
tradisi Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
b. Memuat 16 gambar tentang
tradisi ruwatan.
c. Gambar-gambar diberi
keterangan.
d. Memuat nilai spiritual dan
sosial.
e. Memuat refleksi berkaitan
dengan tradisi ruwatan.
3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe
Peneliti menyusun instrumen uji coba untuk mengetahui pemahaman anak
terhadap tradisi ruwatan melalui buku cerita. Instrumen ini nantinya berupa refleksi yang
diisi oleh anak setelah menggunakan produk buku cerita anak tentang tradisi. Berikut ini
adalah kisi-kisi penyususn instrumen setelah uji coba berupa refleksi untuk anak.
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe
No.
Aspek
Indikator
No. Pernyataan
1.
Olah hati - Permohonan doa kepada orang tua - Tujuan siraman, srah-srahan, dan
pemotongan rambut
3, 4, 5, 6
2. Olah pikir - Arti ruwatan
- 1 dan 2
3. Olah raga - Orang yang telah diruwat akan kembali
bersih dan sehat. 8
4. Olah rasa dan
karsa - Tirakatan 7
Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak
No Pernyataan Ya Tidak
Setelah membaca buku cerita “ Ruwatan”, saya:
1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk
membebaskan diri dari sakit.
2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada
Tuhan karena terbebas dari sakit.
3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan
bertujuan sebagai tanda pembersihan diri Tini.
4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua
merupakan nilai Ketuhanan.
5. Mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk
menaati aturan yang ada dalam upacara ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara
ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat
dan terbebas dari mangsa Batara Kala.
7. memahami bahwa acara makan bersama dalam
ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan
persaudaraan (persatuan).
8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan
kembali bersih dan sehat.
9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti
dari tradisi ruwatan.
10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan
tradisi ruwatan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan data
kuantitatif dan data kualitatif. Hasil pengumpulan data pada penelitian ini berupa
kuantitatif yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada 29 anak.
Teknik pembagian kuesioner bertujuan untuk membantu peneliti dalam
melakukan revisi ulang atas pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan
tersebut. Data atau informasi yang diperoleh kemudian dianalisis untuk
mendapatkan informasi mengenai kebutuhan anak terhadap pentingnya menjaga
dan melestarikan tradisi ruwatan. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara
sebelum penelitian dilakukan. Teknik pengumpulan data secara rinci akan
dijabarkan sebagai berikut ini.
3.5.1 Kuisioner
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini. Sugiyono (2010) mengatakan bahwa kuesioner ialah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
analisis kuisioner pakar ahli dan siswa selanjutnya digunakan peneliti sebagai
pertimbangan untuk merevisi pengembangan prototipe yang akan dibuat.
Kuisioner yang disusun oleh peneliti meliputi kuisioner validasi prototipe
buku cerita bergambar dan kuisioner refleksi anak. Hasil penyebaran kuesioner
merupakan data kuantitatif. Kuisioner validasi prototipe digunakan peneliti untuk
mengetahui kelebihan dan kelemahan dari prototipe yang dikembangkan oleh
peneliti. Sedangkan kuisioner refleksi anak digunakan untuk mengetahui
keefektifan prototipe yang dikembangkan dalam kegiatan uji coba yang dilakukan
oleh peneliti.
3.5.2 Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk pengumpulan data
yang banyak digunakan untuk penelitian (Sukmadinata, 2011). Sebelum
melakukan wawancara, peneliti membuat instrumen wawancara. Wawancara
dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka terhadap responden. Ada dua
jenis wawancara menurut Sugiyono (2014) terdapat yaitu wawancara terstruktur
dan wawancara tidak terstruktur. Peneliti menggunakan jenis wawancara tidak
terstruktur dalam penelitian ini agar peneliti bisa mendapatkan jawaban yang
bervariasi. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2014).
Hasil wawancara yang didapat merupakan data kualitatif yang digunakan sebagai
data awal mengenai sejauh mana pengetahuan orang tua dan anak mengenai
tradisi ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
3.6.1 Data Kualitatif
Teknik analisis data kualitatif diperoleh dari komentar terhadap kuesioner
yang disebarkan. Adapun komentar tersebut diperoleh dari komentar para pakar
yang memberikan masukan terhadap kelayakan buku cerita anak yang sudah
dirancang oleh peneliti. Jumlah item pada kuesioner tersebut adalah 12 item.
3.6.2 Data Kuantitatif
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kuantitatif berupa
skor yang diberikan oleh para ahli. Data tersebut dianalisis oleh peneliti sebagai
dasar untuk mengetahui sejauh mana kelayakan prototipe yang telah dihasilkan
dan kemudian memperbaikinya. Data kuantitatif diperoleh melalui instrumen
berupa lembar kuesioner. Peneliti dalam hal ini akan memberikan rentang skor
atas komentar para pakar dan anak sehingga data yang awalnya berupa kuesioner
akan menjadi data interval. Skala penilaian terhadap pengembangan buku cerita
anak adalah sangat baik (4), baik (3), tidak baik (2), dan sangat tidak baik (1).
Pilihan respon skala empat mempunyai variabilitas respon lebih baik atau lebih
lengkap dibandingkan skala tiga dan skala lima. Selain itu, tidak ada peluang bagi
responden untuk bersikap netral/ cukup/ ragu-ragu sehingga memaksa responden
untuk menentukan nilai terhadap pernyataan dalam instrumen (Widoyoko, 2012:
104). Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menjadi data kualitatif
menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan modifikasi dari skala
Likert (Widoyoko, 2012: 112). Penyusunan tabel klasifikasi menggunakan aturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
yang sama dengan dasar jumlah skor responden yaitu dicari skor tertinggi, skor
terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.
Skor tertinggi = 4
Skor terendah = 1
Jumlah kelas = 1
Jarak interval = (4-1)/4 = 0,75
Tabel 3.8 Skala Likert
Rentang Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan
3,25 – 4 Sangat Baik
2,5 – 3,25 Baik
1,75 – 2,5 Tidak Baik
1,0 – 1,75 Sangat Tidak Baik
Peneliti melakukan sedikit modifikasi dalam penghitungan nilai yang
didapatkan untuk mempermudah dalam pemahaman maupun penghitungan data.
Penghitungan sekala Likert dengan sedikit modifikasi sebagai berikut.
Perhitungan kelayakan prototipe:
Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ...
Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi
Nilai Keterangan
36,25 – 45 Sangat layak
27,5 – 36,25 Layak
18,75 – 27,5 Tidak layak
10 – 18,75 Sangat tidak layak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Hasil dari penghitungan skor masing-masing validasi yang dilakukan akan
dicari rerata skor perolehannya kemudian dapat dikonversikan dari data kuantitatif
ke data kualitatif dalam kategori tertentu seperti yang tertera pada tabel kriteria
skor skala empat. Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa
dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan
cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat
rata-rata 3,44. Jika dilihat berdasarkan tabel di atas, maka prototipe yang peneliti
buat sangat baik dan layak digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini berisi penjelasan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
prototipe pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks
pendidikan karakter kebangsaan. Poin-poin yang akan dijelaskan yaitu: (1) hasil
penelitian, dan (2) pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan dijelaskan
sebagai berikut:
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena
itu, pada bagian ini peneliti akan: a) Menjelaskan prosedur “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter
Kebangsaan”, b) Mendeskripsikan produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita
Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” yang
berkualitas.
4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang
Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
Peneliti mengadopsi enam dari sepuluh langkah penelitian pengembangan
menurut Sugiyono, (2012: 298). Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti
adalah sebagai berikut:
a. Potensi dan Masalah
Potensi dalam penelitian ini adalah tradisi ruwatan. Ruwatan dalah tradisi
masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan
yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan
(persatuan), dan nilai kemanusiaan.
Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada
29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak
mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak
tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi
penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan
berupa buku cerita bergambar. Hal tersebut mendorong peneliti sebagai seorang
calon guru SD untuk mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan
dengan tujuan menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat
memahami tradisi ruwatan.
b. Pengumpulan Data
Peneliti mendapatkan data dari wawancara kepada tiga anak di Yogyakarta
dan pengumpulan kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SD
Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Data yang peneliti dapatkan
adalah: (1) 83% anak tidak mengetahui bahwa ruwatan adalah tradisi ritual Jawa
sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang
bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. (2) 41%
anak tidak tahu bahwa orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai
pembacaan doa oleh dalang. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi
penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan
dalam bentuk buku cerita bergambar. Berikut merupakan rekapitulasi data
kuisioner pra penelitian untuk anak yang disajikan dalam bentuk tabel 4.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak
Item
Pertanyaan
Jumlah responden Presentase
Ya Tidak Ya Tidak
1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa
sebagai sarana pembebasan dan
penyucian atas kesalahan dan dosa
manusia yang bisa membawa bahaya,
kesialan, dan pengaruh jahat di dalam
hidupnya.
5
24
17%
83%
2. Ruwatan adalah salah satu upacara
tradisional khususnya di wilayah
Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya
pembebasan diri seseorang dari “sukerta”
(bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang
dianggap mengganggu keselamatan hidup
seseorang.
28
1
97%
3%
3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk
membebaskan diri dari segala bahaya,
kesialan, dan pengaruh jahat yang
mengancamnya.
19
10
66%
34%
4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau
bahaya, kesialan, pengaruh jahat,
seseorang kembali sehat dan ceria
27
2
93%
7%
5. Dalam menyelenggarakan upacara
ruwatan membutuhkan bantuan yang
melibatkan banyak orang/gotong royong.
19
10
66%
34%
6. Orang yang akan diruwat melakukan
siraman yang disertai pembacaan doa
oleh dalang
17
12
59%
41%
7. Orang-orang yang menghadiri upacara
ruwatan dapat merefleksikan cerita yang
ada dalam pertunjukkan wayang.
22
7
76%
24%
8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan
rambut diserahkan pada dalang sebagai
simbol pembebasan dari bahaya, kesialan,
dan pengaruh jahat.
17
12
59%
41%
9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih
kepada dalang karena telah mengruwat
anaknya.
22
7
76%
24%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara
bersama-sama menikmati hidangan yang
telah disediakan oleh pihak keluarga.
21
8
72%
28%
11. Saya memerlukan buku yang berisi
penjelasan tentang ruwatan.
24
5
83%
17%
12. Buku tentang ruwatan sebaiknya
berupa buku cerita bergambar.
16
13
55%
45%
Peneliti memilih nomor item 1, 6, 11, 12 sebagai acuan bagi peneliti untuk
melakukan penelitian dan pengembangan dalam menyusun prototipe buku cerita
bergambar tentang ruwatan. Prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan
diharapkan dapat membantu anak-anak memahami tradisi ruwatansejak dini.
c. Desain Prototipe
Langkah awal yang peneliti lakukan adalah membuat cerita dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak. Cerita yang termuat dalam
buku tentu saja mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan
karakter. Kemudian peneliti membuat sketsa awal yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan tradisi ruwatan dengan bantuan ilustrator yang nantinya akan
menjadi prototipe buku cerita bergambar tentang ruwatan.
Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi
dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku
cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca
mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa
cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata
penulis.
Gambar 1 sampai 2 menceritakan tentang Tini (10 tahun) anak dari Pak
Joni dan Bu Surti yang tinggal di Bekasi yang kerap mengalami sakit. Gambar 3
sampai 6 menceritakan keluarga Pak Joni berlibur ke kampung halamannya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Desa Pleret, Gunung Kidul. Disana Tini sakit sehingga salah seorang warga
menyarankan agar Tini diruwat. Gambar 7 sampai 9 berisi tentang arti ruwatan.
Gambar 10 sampai 16 berisi tentang tata cara ruwatan yang dilakukan kepada
Tini. Ada lima langkah yang dilakukan kepada Tini yaitu siraman, sujud kepada
kedua orang tua, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut.
Kelima langkah tersebut berisi tentang nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu
hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan
(persatuan), dan nilai kemanusiaan. Berikut merupakan hasil sketsa yang telah
dibuat oleh ilustrator:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Gambar 4.1 Sketsa Awal
Berikut ini merupakan hasil perbaikan dari sketsa gambar awal 1 sampai
dengan 16 yang telah diwarnai dan diperbaiki oleh ilustrator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Gambar 4.2Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator
d. Validasi Prorotipe
Validasi desain dilakukan peneliti sebelum melakukan uji coba produk.
Validasi desain dilakukan dengan seorang ahli bahasa dan sastra dosen
Universitas Sanata Dharma. Cara penilaiannya menggunakan tabel konversi nilai
skala empat berdasarkan berdasarkan modifikasi dari skala Likert (Widoyoko,
2012: 112). Hasil validasi dari ahli bahasa dan sastra sebagai berikut:
Tabel 4.2 Skala Likert
Rentang Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan
3,25 – 4 Sangat Baik 2,5 – 3,25 Baik 1,75 – 2,5 Tidak Baik 1,0 – 1,75 Sangat Tidak Baik
Perhitungan kelayakan prototipe:
Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ...
Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi
Nilai Keterangan
36,25 – 45 Sangat layak 27,5 – 36,25 Layak 18,75 – 27,5 Tidak layak 10 – 18,75 Sangat tidak layak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe
No
Item yang dinilai Skor
1-4
Saran
1.
Bahasa
a. Bahasa sesuai dengan kaidah
penulisan EYD 2 Kalimat terlalu panjang,
perlu disederhanakan
b. Bahasa mudah dipahami anak
usia 9-10 tahun 2 Ada beberapa istilah yang
sulit dipahami
2.
Format
penulisan
prototipe
a. Format sesuai dengan kaidah
penulisan buku cerita
bergambar
4 Gambar dan penjelasan
sudah sesuai
b. Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan teori salah
satu tradisi Jawa yaitu ruwatan
yang diintegrasikan dengan
pendidikan karakter
kebangsaan
4 Kepustakaan sesuai, perbaiki penulisan daftar
pustaka
3.
Isi Buku
a. Memuat cerita tentang ruwatan
sebagai salah satu tradisi Jawa 4 Konsep tentang ruwatan
perlu disederhanakan
b. Memuat 16 gambar tentang ruwatan
4 Gambar bisa ditambah agar lebih menarik
c. Gambar-gambar diberi
keterangan 4 Sudah sesuai
d. Memuat nilai spiritual dan
social 3 Nilai-nilai kurang tepat,
perlu digali lagi
e. Memuat refleksi berkaitan
dengan tradisi ruwatan 4 Sudah memuat refleksi
tentang ruwatan, tetapi
belum begitu mendalam
Jumlah/ Skor 31
Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item
yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan cara skor
yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata
3,44.Berdasarkan tabel skala Likert maka prototipe masuk dalam kategori sangat
baik, sehingga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan sudah layak untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
diujicobakan. Sedangkan, saran dan komentar dari validator digunakan untuk
memperbaiki produk agar lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak.
f. Revisi Prototipe
Peneliti melakukan revisi desain sesuai dengan saran dan komentar dari
validator, yaitu: (1) membuat kalimat-kalimat yang lebih sederhana agar mudah
dipahami anak, (2) memperbaiki istilah yang sulit dipahami, (3) menyederhanakan
konsep tentang ruwatan, (4) menggali nilai-nilai yang ada dalam tradisi ruwatan,
dan (5) memperbaiki refleksi agar lebih mendalam.
g. Uji Coba Prototipedi SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Yogyakarta.
Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 di SD Negeri
Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Prototipe tersebut
peneliti ujicobakan kepada 28 anak usia 9-10 tahun. Peneliti melakukan uji coba
di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta dengan
tujuan untuk menggali seberapa besar pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan.
Uji coba dilakukan pada jam pulang sekolah. Hal tersebut agar tidak
mengganggu proses kegiatan belajar mengajar dengan wali kelas. Pada saat
pengujian prototipe saya datang bersama teman saya. Meskipun kami sudah
mengenal satu sama lain dengan siswa di sana, kami kembali memperkenalkan
diri kami. Setelah itu saya menjelaskan tujuan saya datang kesana yaitu untuk
mengenalkan tradisi ruwatan melalui buku cerita bergambar. Kemudian peneliti
mulai membagikan prototipe berupa buku cerita bergambar tentang ruwatan
kepada para siswa. Selama proses uji coba prototipe, peneliti mendampingi anak-
anak saat membaca cerita tentang ruwatan. Setelah anak-anak selesai membaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
cerita, peneliti membagikan lembar refleksi yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman anak setelah membaca buku cerita bergambar tersebut.
Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe
4.1.2 Deskripsi Kualitas PrototipeBuku Cerita Anak tentang Ruwatan
dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
Peneliti mendapatkan deskripsi kualitas prototipe buku cerita anak
“Ruwatan” setelah mengolah kuisioner berupa refleksi terhadap kualitas buku
tersebut. Lembar refleksi dibagikan kepada 28 siswa kelas IV di SD yang berusia
9-10 tahun di Negeri Nanggulan Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Berikut
merupakan hasil rekapitulasi refleksi anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak
No
Pernyataan Jawaban
Probandus
Presentase
Setelah membaca buku cerita “Ruwatan”, saya: Ya Tidak Ya Tidak
1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk
membebaskan diri dari sakit.
22
6
79%
21%
2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada
Tuhan karena terbebas dari sakit.
18
10
64%
36%
3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan
bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”.
21
7
75%
25%
4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang
tua merupakan nilai Ketuhanan.
23
5
82%
18%
5. mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk menaati
aturan yang ada dalam upacara ruwatan.
21
7
75%
25%
6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara
ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat
dan terbebas dari mangsa Batara Kala.
23
5
82%
18%
7. memahami bahwa acara makan bersama dalam
ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan
persaudaraan (persatuan).
25
3
89%
11%
8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan
kembali bersih dan sehat.
26
2
93%
7%
9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti
dari tradisi ruwatan.
26
2
93%
7%
10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan
tradisi ruwatan.
19
9
68%
32%
Melalui produk yang peneliti buat, peneliti mendapatkan data bahwa
sebanyak 75% anak mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan
sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti bahwa permohonan doa
kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89% anak memahami bahwa
acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan
persaudaraan (persatuan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam
memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan
karakter kebangsaan.
4.2 Pembahasan
Prototipe buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan” mendapatkan skor
31. Berdasarkan tabel kelayakan maka prototipe masuk dalam kategori sangat
baik yaitu sudah layak diujicobakan. Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08
Januari 2016 di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Prototipe tersebut peneliti ujicobakan kepada 28 siswa kelas IV yang
berusia 9-10 tahun. Lembar refleksi anak diberikan setelah melakukan uji coba
prototipe kepada anak usia 9-10 tahun, sehingga secara keseluruhan lembar
refleksi diisi dan kembali 28 sesuai dengan jumlah siswa yang ada.
Prototipe buku cerita bergambar mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra
dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-
ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9
sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu masuk dalam kategori sangat baik dan
dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan karena prototipe tersebut
dikembangkan peneliti dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Produk disusun untuk memfasilitasi anak memahami tradisi ruwatan.
Menurut Subalidata (dalam Sulistyowati, 2013: 4) ruwatan merupakan
sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk membebaskan dan membersihkan
seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak baik atau jahat. Dalam upacara
ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang terhindar dari segala yang jahat atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
malapetaka. Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk
membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan.
Berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan kepada 29 anak usia 9-10
tahun di SD Negeri Nanggulan, mereka tidak memahami tradisi ruwatan. Hal
tersebut mendorong peneliti sebagai seorang calon guru SD untuk
mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan dengan tujuan
menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat memahami tradisi
ruwatan.
Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi
dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku
cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca
mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa
cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata
penulis.
Setelah menyusun prototipe, peneliti melakukan uji coba prototipe kepada
anak usia 9-10 tahun untuk mengetahui kualitas prototipe yang dikembangkan.
Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat adanya perbedaan sebelum
dan sesudah dilakukannya uji coba. Sebelum uji coba dilakukan, anak tidak
paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Setelah uji coba dilakukan,
anak-anak paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Hal itu dapat
ditunjukkan melalui hasil refleksi anak berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak
Berdasarkan data tersebut, prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan
memfasilitasi anak untuk memahami tradisi ruwatan.
b. Prototipe buku disusun dengan menonjolkan nilai-nilai pendidikan
karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan.
Isi prototipe buku cerita bergambar yang peneliti kembangkan terdiri dari
16 gambar tentang ruwatan. Gambar-gambar tersebut disertai dengan cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
sederhana yang menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan di dalam
tradisi ruwatan.
Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan untuk mendidik
anak-anak agar dapat menumbuhkembangkan kepribadiannya. Nilai-nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai
kemanusiaan.
Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat bahwa anak-anak
sudah mampu memahami tentang nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang
terkandung dalam tradisi ruwatan. Hal tersebut terbukti dengan anak-anak dapat
mengerjakan lembar refleksi dengan baik dan menggambar bagian cerita yang
mereka anggap paling menarik dan mengandung nilai karakter. Berikut ini
merupakan salah satu contoh hasil kreativitas anak yang menggambarkan nilai
kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan) yaitu Tini dan keluarganya makan
bersama setelah upacara ruwatan selesai dilakukan.
Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
c. Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita
Sebagian besar anak usia sekolah dasar masih senang membaca buku
cerita, apalagi buku cerita yang bergambar. Buku cerita bergambar dapat
membantu anak untuk dapat dengan mudah memahami makna upacara ruwatan,
tata cara upacara ruwatan, dan tujuan dilakukannya upacara ruwatan. Selain itu,
anak juga dapat mengambil nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam
cerita tersebut. Peneliti menyusun prototipe buku cerita anak dalam bentuk buku
cerita bergambar tentang ruwatan. Buku cerita bergambar tersebut dapat
diggunakan untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang ruwatan yang berkaitan
dengan pendidikan karakter kebangsaan.
d. Produk disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun
Anak usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari,
membaca, menulis, dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan
(Desmita, 2009: 35-36). Menurut Piaget dalam Santrock (2011: 27) pada usia 9-10
tahun, anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya
dan anak mulai dapat memecahkan masalah yang ada. Oleh sebab itu, peneliti
menyusun prototipebuku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan yang di
dalamnya berisi cerita yang berupa gambaran dari objek atau benda-benda asli dan
kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar anak. Dengan membaca
prototipe buku cerita bergambar yang peneliti buat, anak bisa mengimajinasikan
peristiwa yang terjadi di dalam cerita sesuai dengan tahap perkembangannya.
4.3 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROTOTIPE
Melalui validasi dan uji coba prototipe, peneliti mendapatkan masukan
tentang prototipe buku cerita bergambar yang dikembangkan. Data tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
membantu peneliti untuk dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan prototipe
yang peneliti kembangkan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan dan kelemahan
prototipe buku cerita bergambar “Ruwatan” dalam konteks pendidikan karakter
kebangsaan.
4.3.1 Kelebihan Prototipe
a. Prototipe buku cerita bergambar terdiri dari 16 gambar yang bercerita
tentang proses kegiatan tradisi ruwatan.
b. Prototipe buku cerita bergambar memuat informasi tentang ruwatan
yang disajikan dalam bentuk cerita bergambar yang berkaitan dengan
nilai-nilai karakter kebangsaan.
c. Enam belas gambar di dalam prototipe buku cerita bergambar dapat
memotivasi anak untuk mengembangkan daya imajinasinya dan
mewujudkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan.
d. Isi cerita tradisi ruwatan mudah dipahami anak oleh anak usia 9-10
tahun.
e. Meningkatkan kebiasaan gemar membaca pada anak.
f. Meningkatkan daya imajinasi anak.
g. Melatih motorik halus.
h. Harga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan mudah
dijangkau oleh guru maupun anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
4.3.2 Kelemahan Prototipe
a. Jenis huruf yang digunakan dalam cerita kurang menarik untuk anak
usia 9-10 tahun.
b. Ukuran huruf dalam prototipe buku cerita bergambar masih terlalu
kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Bab V ini akan memaparkan tentang (1) kesimpulan, (2) keterbatasan
penelitian, dan (3) saran. Berikut ini adalah penjelasannya.
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil prototipe pengembangan buku cerita anak tentang
ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
5.1.1 Langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang
ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengadopsi enam
langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2)
pengumpulan data, (3) desain prototipe, (4) validasi prototipe, (5) revisi
prototipe, dan (6) uji coba prototipe.
5.1.2 Kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks
pendidikan karakter kebangsaan mendapatkan skor 31 dari seorang ahli
sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian
dicari rata-ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah
item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu sangat baik dan
layak diujicobakan.
5.2 KETERBATASAN PENELITIAN
Produk yang dikembangkan peneliti mempunyai beberapa keterbatasan,
diantaranya sebagai berikut.
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
5.2.1 Prototipe buku cerita anak hanya divalidasi oleh seorang validator dengan
latar belakang sastra dan bahasa, tidak melibatkan validator yang
memahami tradisi Jawa.
5.2.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak yang peneliti
buat terbatas pada tradisi ruwatan saja.
5.3 SARAN
Saran untuk peneliti yang akan mengembangkan produk berupa buku
cerita bergambar adalah sebagai berikut ini.
5.3.1 Prototipe buku cerita anak tentang ruwatan sebaiknya divalidasi oleh dua
orang validator dengan latar belakang sastra dan bahasa, serta yang
memahami tradisi Jawa.
5.3.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak sebaiknya
ditambahkan, sehingga tidak hanya tradisi ruwatan saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR REFERENSI
Ahmadi, Rulam. (2014). PENGANTAR PENDIDIKAN Asas & Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Albiladiyah, Ilmi S dan Gatut Murniatmo. (1981). Risalah Sejarah dan Budaya.
Yogyakarta: Departemen Pndidikan dan Kebudayaan.
Arif, Choirul. (2013). Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel Di Desa
Dieng Kejajar Wonosobo. Jurnal tidak dipublikasikan.
Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. (1988). Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Darmoko. (2002). Ruwatan: Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan
Sosiokultural Masyarakat Jawa. Depok. VOL. 6, NO. 1.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Herawati, Nanik. (2010). Mutiara Adat Jawa. Klaten: PT Macanan Jaya
Cemerlang.
HP, Harjana. (2006). Cara Mudah mengarang Cerita Anak-anak. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya
Saing dan Karakter Bangsa.
Kesuma, Dharma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kurniawan, Heru. (2013). Menulis Kreatif Cerita Anak. Jakarta Barat: @kademia.
Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Haritage Foundation.
Nuryanti, Lusi. (2008). Psikologi Anak. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang.
Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salim, Yenny dan Peter Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sudiati, Vero dan Widyamarta. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta: Yayasan
Pustaka Nusatama.
Sudiati, Vero dan Widyamartaya A. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. PT Remaja
Rosdakarya offset. Bandung.
Sulistyobudi, Noor, dkk. (2013). Upacara Adat. Yogyakarta: Balai Pelestarian
Nilai Budaya (BPNP).
Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syaodih, Nana. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wattie, Anna Marie, dkk. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Seni
Budaya Tingkat Sekolah Dasar di Kota Malang, Jawa Timur. Daerah
Istimewa Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.
Wening, Sri. (2012). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai.
Yogyakarta. Jurnal tidak dipublikasikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Widoyoko, Eko Putro. (2012). Teknik penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yana. (2012). Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang
Cemerlang.
Yusuf, Syamsu dan Nani Sugandhi. (2011). Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 1. Hasil Wawancara
Lusi, Nopa, dan Pia (Anak-anak)
Berdasarkan wawancara di kota Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang
tradisi ruwatan hasilnya adalah memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak
tahu mengenai ruwatan. Anak-anak tersebut bahkan belum pernah mendengar
istilah dari ruwatan itu sendiri. Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang
peneliti lontarkan. Anak itu bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana.
Sugin (Orang tua)
Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Sugin, beliau tahu tentang tradisi
ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya mengenai proses yang dilakukan pada
saat upacara Ruwatan. Selain itu, Bu Sugin juga tidak mengetahui ketika saya
bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ruwatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian di SD Negeri Nanggulan
Maguwoharjo, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SD Negeri
Nanggulan Maguwoharjo, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian Untuk Anak
Kode
Proband
us
Nomor Pertanyaan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 7 2 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 8 3 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 6 4 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 5 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 6 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9 7 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 8 8 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 8 9 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 8 10 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 8 11 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 9 12 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 6 13 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 7 14 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 7 15 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 8 16 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 6 17 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 8 18 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 19 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 20 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8 21 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 23 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 24 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 9 25 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 10 26 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 10 27 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 6 28 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 6 29 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 9
Jumlah 5 28 19 27 19 17 22 17 22 21 24 16
% 17 97 66 93 66 59 76 59 76 72 83 55
Keterangan:
Kode Probandus = jumlah sample anak
1 = jawaban “ya”
0 = jawaban “tidak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe Berupa Refleksi untuk
Anak
Kode
Probandus
Nomor Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
7 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
10 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1
11 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1
12 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1
13 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
14 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
15 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
16 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
17 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
18 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
19 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0
20 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0
21 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0
22 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1
23 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1
24 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
25 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
26 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
27 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
28 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 22 18 21 21 23 23 25 26 26 19
Keterangan:
Kode Probandus = jumlah sample anak
1 = jawaban “ya”
0 = jawaban “tidak”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
BIODATA PENELITI
Theresia Dian Nofitri, lahir di Metro, 1 September 1994.
Peneliti masuk Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SD
Negeri 2 Simbarwaringin dan lulus tahun 2006. Pada
tahun 2006-2009 peneliti menyelesaikan jenjang
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen 1
Metro, Lampung. Kemudian peneliti melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas pada tahun 2009-2012 di SMA Kristen 1 Metro,
Lampung. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan studi ke Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar, workshop, dan kepanitiaan.
Seminar, workshop, dan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain: (1)
PPKM I dan II; (2) Kursus Mahir Dasar Pramuka (KMD); (3) Sie Acara dan
Liturgi Perayaan Pekan Suci 2013; (4) Sie Pendamping Kelompok Insipro 2013
dan 2014; (5) Story Telling and Writing Contest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related