penyakit ginjal kronik ici
Post on 07-Aug-2015
129 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GAGAL JANTUNG KONGESTIF FUNGSIONAL KLAS III + PENYAKIT
GINJAL KRONIK DERAJAT IV
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Responsi
Kepaniteraan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun Oleh
Intan Cindra Idaman
4151111085
Perseptor:
dr. Eddy Harjadi SpPD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2012
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT DUSTIRA / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
Nama Penderita : Tn. Ahmad Djulia
Ruangan : XIV
No. Cat. Med : 01221707
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Jabatan / Pekerjaan : Pensiun PNS
Nama & Alamat Keluarga : Cigadung, sindang kerta.
Dikirim oleh :Puskesmas
Tgl. Dirawat : 31 Agustus 2012 Jam : 11.00
Tgl. Diperiksa (Coass) : 5 September 2012 Jam : 15.00
Diagnosis / Diagnosis kerja :
Dokter : susp. Cardiomiopati + HF FC IV + PVC
Co-ass : Gagal jantung kongestif fungsional kelas III + Penyakit ginjal kronik derajat
IV
A. ANAMNESA (Auto)
KELUHAN UTAMA :
Sesak napas
ANAMNESA KHUSUS :
Keluhan sesak napas dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan terasa memberat
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sesak nafas dirasakan terutama
ketika sedang berjalan kaki beberapa langkah atau ketika melakukan aktifitas sehari-
hari. Pasien sering terbangun pada malam hari karena merasa sesak, selama ini pasien
tidur dengan 1 bantal. Sesak napas tidak disertai dengan napas berbunyi. Sesak napas
disertai dengan batuk.
Keluhan sesak disertai dengan nyeri dada kiri yang terasa menjalar ke arah
punggung. Nyeri dada terasa seperti tertindih benda berat. Pasien mengeluhkan sering
merasa mual sejak 3 bulan yang lalu kadang disertai nyeri di daerah epigastrium
sehingga pasien malas untuk makan. Keluhan mual tidak disertai dengan muntah.
Pasien sering mengeluhkan lemah badan. Keluhan lemah badan tidak disertai dengan
perasaan sering haus, sering lapar, banyak berkemih, rasa kesemutan dan rasa baal.
Pasien mengalami bengkak pada tungkai sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan bengkak
tidak dirasakan hanya ketika bangun tidur tapi dirasakan sepanjang hari.
Pasien merasa selama 6 bulan terakhir buang air kecil menjadi lebih sedikit.
Biasanya pasien dapat berkemih sebanyak 1 gelas belimbing sebanyak 5 kali per hari,
tetapi dalam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien hanya berkemih sebanyak
sepertiga gelas. Pasien tidak mengeluh nyeri pada pinggang, BAK berwarna
kemerahan, nyeri ataupun panas ketika berkemih dan tidak mengalami kesulitan saat
buang air kecil.
Pasien mengaku tidak mengetahui mempunyai riwayat darah tinggi, penyakit
kencing manis, dan asma. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sejak 3 tahun
yang lalu tetapi tidak pernah kontrol teratur. Pasien merokok aktif hingga sekarang,
sehari dapat merokok 3-4 batang. Pasien mulai merokok sejak usia 25 tahun.
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma
maupun kencing manis.
a. Keluhan keadaan umum
Panas badan : tidak ada
Tidur : tidak ada
Edema : ada
Ikterus : tidak ada
Haus : tidak ada
Nafsu makan : tidak ada
Berat badan : ada
b. Keluhan organ kepala
Penglihatan :tidak ada
Hidung : tidak ada
Lidah : tidak ada
Gangguan menelan :tidak ada
Pendengaran :tidak ada
Mulut :tidak ada
Gigi : tidak ada
Suara : tidak ada
c. Keluhan organ di leher
Rasa sesak di leher : tidak ada
Pembesaran kelenjar : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada
d. Keluhan organ di thorax
Sesak nafas : ada
Nyeri dada : ada
Nafas bunyi : tidak ada
Batuk : ada
Jantung Berdebar : tidak ada
e. Keluhan organ di perut
Nyeri lokal : tidak ada
Nyeri tekan : ada
Nyeri seluruh perut : tidak ada
Nyeri berhubungan dengan
Makanan : tidak ada
B.a.b : tidak ada
Haid : tidak ada
Perasaan tumor di perut: tidak ada
Muntah : tidak ada
Diare : tidak ada
Obstipasi : tidak ada
Tenesni ada ani :tidak ada
Perubahan dalam b.a.k: ada
Perubahan dalam b.a.b: tidak ada
Perubahan dalam haid : tidak ada
f. Keluhan tangan dan kaki
Rasa kaku : tidak ada
Rasa lelah : tidak ada
Nyeri otot / sendi : tidak ada
Claudio intermitten : tidak ada
Kesemutan/ baal-baal : ada
Patah tulang : tidak ada
Nyeri belakang sendi lutut: tidak
ada
Nyeri tekan : tidak ada
Luka / bekas luka : ada
Bengkak : ada
g. Keluhan-keluhan lain
Kulit : tidak ada
Ketiak : tidak ada
Keluhan kelenjar limfe: tidak ada
Keluhan kelenjar endokrin:
1. Haid : tidak ada
2. DM : tidak ada
3. Tiroid :tidak ada
4. Lain-lain : tidak ada
ANAMESA TAMBAHAN :
a. Gizi kualitas :cukup
kwantitas :
cukup
b. Penyakit menular : tidak ada
c. Penyakit turunan : tidak ada
d. Ketagihan : tidak ada
e. Penyakit venerik : tidak ada
A. STATUS PRASEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan umum
Kesadarannya : komposmentis
Watak : kooperatif
Kesan sakit : sedang
Pergerakan : tidak terbatas
Tidur : terlentang dengan 1 bantal
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 63 kg
Keadaan gizi :
Gizi kulit : kurang
Gizi otot : kurang
Bentuk badan : atletikus
Umur yang ditaksir : sesuai usia
Kulit : tidak ada kelainan
b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 140/90 mmHg kiri : 140/90 mmHg
Nadi kanan : 88 x/menit kiri : 88 x/menit
Suhu : 36, 6 oC Keringat dingin : tidak ada
Sianosis : tidak ada
c. Keadaan pernafasan
Tipe : abdominaltorakalis
Frekwensi : 24 x/menit
Corak : normal
Hawa/bau nafas : fetoer uremic (-)
Bunyi nafas : tidak ada bunyi tambahan
II. PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : simetris
Palpasi :tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Puffy face (+)
Palpasi : tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : simetris
Kelopak mata : edema palpebra +/+
Kornea : tidak ada kelainan
Pupil : bulat, isokor
Reaksi konvergensi : +/+
Lensa mata : keruh
Sklera : tidak ikterik
Konjungtiva : anemis +/+
Iris : tidak ada kelainan
Pergerakan : tidak terbatas
Reaksi cahaya : +/+
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada
Pendengaran : tidak ada
5. Hidung
Inspeksi : tidak ada kelainan
Sumbatan : tidak ada
Ingus : tidak ada
6. Bibir
Sianosis : tidak ada
Khelitis :tidak ada
Stomatitis angularis : tidak ada
Rhagaden :tidak ada
Perleche : tidak ada
7. Gigi dan gusi :
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8. Lidah
Besar : tidak ada kelainan
Bentuk : tidak ada kelainan
Pergerakan :tidak ada kelainan
Permukaan : basah, bersih
9. Rongga mulut
Hiperemis: tidak ada
Lichen : tidak ada
Aphtea : tidak ada
Bercak : tidak ada
10. Rongga leher
Selaput lendir : tidak ada Tonsil :T1-T1,tenang
Dinding belakang pharynx : tidak hiperemis
b. Leher
1. Inspeksi
Trakea : tidak terlihat deviasi
Kel. Tiroid : tidak ada kelainan
Pembesaran vena : tidak ada
Pulsasi vena leher : tidak terlihat
2. Palpasi
Kel. Getah bening : tidak teraba pembesaran
Kel. Tiroid : tidak ada kelainan
Tumor : tidak ada
Otot leher : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : tidak ada
3. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis : 5+3cm mmH2O
Hepato Jugular reflux :tidak ada
c. Ketiak
1. Inspeksi
Rambut ketiak : tidak ada kelainan
Tumor : tidak ada
2. Palpasi
Kel. Getah bening : tidak teraba membesar
Tumor : tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk umum : simetris
Sela iga : tidak melebar, tidak menyempit
Sudut epigastrium :< 90o
Diameter frontal sagital: ᴓ frontal < ᴓ sagital
Pergerakan : simetris
Muskulatur : tidak ada kelainan
Kulit : tidak ada kelainan
Tumor : tidak ada
Ictus cordis : tidak terlihat
Pulsasi lain : tidak ada
Pelebaran vena : tidak ada
2. Palpasi
Kulit : tidak ada kelainan
Muskulatur : tidak ada kelainan
Mammae : terlihat ada kelainan
Sela iga : tidak melebar, tidak menyempit
Thorax/paru : kanan : kiri :
Pergerakan : simetris, kanan = kiri
Vocal fremitus: normal, kanan = kiri
Ictus cordis : teraba
Lokalisasi : tidak teraba
Intensitas : -
Pelebaran : -
Thrill : -
3. Perkusi
Paru-paru
Perkusi perbandingan : kanan: sonor kiri : sonor
Batas paru hepar : ICS VI linea midclavicularis dextra
Peranjakan : 1 sela iga
Jantung
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea axillaris anterior sinistra
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
4. Auskultasi
Paru-paru
Suara pernafasan pokok : vesikuler, kanan = kiri
Suara tambahan : rh -/- wh -/-
Vocal resonansi : normal kanan = kiri
Jantung
Irama : regular
Bunyi jantung pokok : M1 > M2, P1 < P2
T1 > T2, A1 < A2, A2 > P2
Bunyi jantung tambahan : tidak ada
Bising jantung : tidak ada
Bising gesek jantung : tidak ada
Thorax belakang
1. Inspeksi
Bentuk : simetris
Pergerakan : simetris
Muskulatur : tidak ada kelainan
Kulit : tidak ada kelainan
2. Palpasi
Kulit : tidak ada kelainan
Muskulatur : tidak ada kelainan
Sela iga : tidak melebar, tidak menyempit
3. Perkusi
Perkusi perbandingan : kanan: sonor kanan : sonor
Batas bawah : vertebra thorakal X Vertebra Thoracal
XI
Peranjakan : 1 sela iga
4. Auskultasi
Suara pernafasan pokok : vesikuler, kanan = kiri
Suara tambahan : rh -/- wh -/-
Vocal resonansi : kanan = kiri
e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : datar
Otot dinding perut : tidak ada kelainan
Kulit : tidak ada kelainan
Umbilicus : tidak menonjol
Pergerakan usus : tidak terlihat
Pulsasi : tidak ada
Venektasi : tidak ada
2. Auskultasi
Bising usus : (+) normal
Bruit : tidak ada
Lain - lain : tidak ada
3. Perkusi
Suara perkusi : timpani
Asites : ada
Pekak samping: ada
Pekak pindah : ada
Fluid wave : tidak ada
4. Palpasi
Dinding perut : lembut
Nyeri tekan lokal : ada
Nyekan tekan difus : tidak ada
Nyeri lepas : tidak ada
Defance musculair : tidak ada
Hati :teraba
Besar : 6 cm bac, 6 cm bpx
Konsistensi : lunak
Tepi : tumpul
Nyeri tekan : ada
Lien : tidak teraba
Pembesaran : -
Konsistensi : -
Permukaan : -
Insisura : -
Nyeri tekan : -
Tumor/massa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Pemeriksaan Ballotement : -/-
f. CVA (Costo Vertebra Angle) : nyeri ketok -/-
g. Lipat paha
h. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
i. Sakrum : tidak dilakukan pemeriksaan
j. Anus dan Rektum : tidak dilakukan pemeriksaan
k. Ekstremitas atas bawah
1. Inspeksi
Bentuk : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Pergerakan : tidak terbatas tidak terbatas
Kulit : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Otot :tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Edema : tidak ada ada
Clubbing finger : tidak ada
Palmar eritem : tidak ada
2. Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada tidak ada
Tumor : tidak ada tidak ada
Edema : pitting pitting
Pulsasi arteri : ada, arteri radialis ada, arteri dorsalis
pedis
l. Sendi-sendi
1. Inspeksi
Kelainan bentuk : tidak ada
Tanda radang : tidak ada
Lain - lain : tidak ada
2. Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fluktuasi : tidak ada
Lain- lain : tidak ada
m. Neurologik
Reflex fisiologik :
KPR : +/+
APR : +/+
Reflex patologik : -/-
Rangsang meningen : tidak ada
Sensorik : +/+
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (1 September 2012)
Hb : 10,1 g/dl
Leukosit : 2,8 x 103/L
Eritrosit : 3,2 x 106/L
Trombosit : 85 x 104/L
MCV : 99,4
MCH : 32
MCHC : 32,2 %
RDW : 24,1 %
Kimia Klinik (1 september 2012)
Fungsi hati :
SGOT : 67 u/l
SGPT : 24 u/l
Fungsi Ginjal :
Ureum : 50 mg/dl
Kreatinin : 2,2 mg/dl
Asam urat : 13,7 mg/dl
Lemak
Kolesterol total: 175 mg/dl
Trigliserida : 81 mg/dl
Kimia Klinik (3 september 2012)
Prot. Total : 6,6 g / dl
Albumin : 2,8 g /dl
Globulin : 3,8 g/dl
Urinalisa (4 September 2012)
Makroskopis
Warna: kuning jernih
BJ : 1,010
PH : 6,5
Kimiawi
Protein : negatif
Glukosa: negatif
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : 0,2
Keton urin : negatif
Darah samar : negatif
Nitrit : negatif
Sedimen urin
Leukosit : 1-2/ LPB
Eritrosit : 0-2/ LPB
Epitel : 1-3
RESUME
Seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan pekerjaan sebagai pensiun PNS
datang dengan keluhan utama sesak nafas.
Pada anamnesis lebih lanjut:
Keluhan sesak napas dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan memberat sejak 1
minggu terakhir. Keluhan sesak nafas dirasakan bahkan ketika pasien melakukan
aktivitas sangat ringan. Pasien sering terbangun pada malam hari karena merasa
sesak, selama ini pasien tidur dengan 1 bantal. Sesak napas tidak disertai dengan
napas berbunyi, disertai dengan batuk.
Keluhan sesak disertai dengan nyeri dada kiri seperti tertindih benda berat
yang terasa menjalar ke arah punggung, merasa mual dan nafsu makan turun sejak 3
bulan yang lalu. Pasien sering mengeluhkan lemah badan yang tidak disertai dengan
polidipsi, polifagi, poliuria, dan parestesi. Pasien mengalami bengkak pada tungkai
sejak 1 bulan yang lalu yang dirasakan sepanjang hari.
Pasien buang air kecil menjadi lebih sedikit dalam 6 bulan dan memberat
dalam 1 minggu terakhir sebanyak sepertiga gelas sebanyak 5 kali perhari. Pasien
tidak mengeluh nyeri pinggang, BAK berwarna kemerahan, nyeri atau panas ketika
berkemih dan tidak ada kesulitan saat BAK.
Pasien mengaku tidak mengetahui mempunyai riwayat darah tinggi, penyakit
kencing manis, asma dan penyakit jantung. Pasien merokok hingga sekarang, sehari
3-4 batang, sejak usia 25 tahun. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit jantung, hipertensi, asma maupun kencing manis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum
Kesadaran : komposmentis Kesan sakit : sedang
Tekanan darah: 140/90 mmHg Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Suhu : 36,5oC
Sianosis : - Keringat dingin: -
Kepala:
Muka : Puffy face (+)
Mata
o Edema palpebra : +/+
o Konjungtiva : anemis
Leher : JVP 5+3 cm
Thorax
Batas jantung:
- Batas kanan : linea parasternalis dextra
- Batas kiri : ICS V linea axillaris anterior sinistra
Abdomen
Perkusi
Asites : ada
- Pekak samping: ada
- Pekak pindah : ada
Palpasi
Nyeri tekan lokal : epigastrium (+)
Hepar :teraba
- Besar : 6 cm bac, 6 cm bpx
- Nyeri tekan : ada
Ekstremitas
- Pitting edema pretibial dan dorsum pedis
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (1 September 2012)
Hb : 10,1 g/dl
Leukosit : 2,8 x 103/L
Eritrosit : 3,2 x 106/L
Trombosit : 85 x 104/L
Kimia Klinik (1 september 2012)
Fungsi hati :
SGOT : 67 u/l
SGPT : 24 u/l
Fungsi Ginjal :
Ureum : 50 mg/dl
Kreatinin : 2,2 mg/dl
Asam urat : 13,7 mg/dl
Kimia Klinik (3 september 2012)
Prot. Total : 6,6 g / dl
Albumin : 2,8 g /dl
Globulin : 3,8 g/dl
Urinalisa (4 September 2012) dalam batas normal
LFG berdasar rumus kockcroft- Gault:
LFG=(140−umur ) x berat badan
72 x kreatinin plasmaLFG=
(140−70 ) x6372 x 2,2
LFG= 4410158,4
LFG=27,84 ml/ min
IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Gagal jantung kongestif kelas III + Penyakit Ginjal Kronik grade IV
Sindroma Nefrotik + penyakit ginjal kronik grade IV
V. DIAGNOSIS KERJA
Gagal jantung kelas III + Penyakit Ginjal Kronik grade IV
VI. USUL PEMERIKSAAN
1. Foto polos thorax
2. EKG
3. Pemeriksaan faal ginjal
4. Analisis urin rutin
5. Kimia darah
6. Elektrolit
VII. PENGOBATAN
a. Non Medikamentosa
- Edukasi : mengenai penyakit dan pengobatan
- Diet : Diet rendah garam dan protein
- Hentikan rokok
- Istirahat / tirah baring
b. Medikamentosa
Diuretik: Furosemide 40 mg, 1x1
Dilatator: ACE inhibitor Captopril 3x 12,5 mg/ hari
Digitalis : digoksin 3 x 0,25mg/ hari
Beta blocker: bisoprolol 1x 5 mg/ hari
Tranfusi PRC (bila diperlukan)
Rencana hemodialisa
VIII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia
2. Quo ad funcionam : Dubia ad malam
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Definisi
Sindrom gagal ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi
dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi, etiologi luas dan kompleks, sering
tanpa keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah sampai pada stadium terminal.
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut.
Etiologi
Pada umumnya gagal ginjal kronis disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik,
difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir
dengan gagal ginjal kronis. Umumnya penyakit di luar ginjal, misalnya nefropati,
obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir pada gagal
ginjal kronis.
Pola etiologi gagal ginjal kronis :
1. glomerulonefritis
primer
sekunder
2. penyakit ginjal herediter
3. hipertensi esensial
4. uropati obstruktif
5. infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis)
6. nefritis interstitial
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
- Stadium I
Dinamakan penurunan cadangan ginjal, kreatinin serum dan kadar BUN
normal, penderita asimptomatik.
- Stadium II
Disebut insufisiensi ginjal, >75% jaringan yang berfungsi baik, BUN mulai
meningkat diatas batas normal, begitu juga kreatinin serum. Terdapat azotemia
ringan, nokturia dan poliuria.
- Stadium III
Disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Timbul bila 90% massa nefron
telah hancur, 200.000 saja yang utuh. Pada keadaan ini kreatinin serum dan
kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai respon terhadap
GFR yang menurun. Gejalanya oligurik, sindrom uremik. Perlu transplantasi
ginjal atau dialisis.
Klasifikasi
Beberapa klasifikasi gagal ginjal kronik, didapatkan dari 2 literatur yang berbeda.
1. Dalam pembagiannya secara internasional, gagal ginjal kronik dibagi mejadi 5
derajat yang didasarkan pada Laju Filtrasi Glomerulus (Harrison's Principles of
Internal Medicine) :
Derajat Deskripsi LGF (ml/mnt/l,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan
LGF yang normal atau
sedikit menurun
> 90
2
Kerusakan ginjal dengan
penurunan ringan dari
LGF
60 – 89
3Penurunan sedang dari
LGF30 – 59
4Penurunan berat dari
LGF15 – 29
5 Kegagalan Ginjal < 15
Pada derajat 1 dan 2 biasanya tidak terdapat gejala. Pada umumnya gejala
yang terlihat berasal dari faktor etiologinya. Pada derajat 3 dan 4 gejalanya
akan lebih tampak, baik secara klinis (anemia, penurunan nafsu makan)
ataupun laboratorium (terganggunya keseimbangan elektrolit, asam dan basa).
Pada derajat 5, penderita dapat mengalami uremia, dan pada keadaan ini,
terapi pengganti ginjal mutlak dilaksanakan.
2. Klasifikasi derajat penurunan faal ginjal berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) menurut International Comitee for Nomenclature and Nosology of Renal
Disease disadur dari Nefrologi Klinik, Prof Enday Sukandar :
Derajat Primer (LFG) Sekunder (kreatinin mg
%)
A normal normal
B 50% - 80% normal sampai 2.4
C 20% - 50% normal 2,5 -4,9
D 10% - 20% normal 5,0-7,9
E 5% - 10% normal 8,0 - 12,0
F < 5% normal > 12,0
Klasifikasi derajat penurunan laju filtrasi glomerulus ini penting untuk
panduan diagnosa dan tata laksana dari gagal ginjal kronik.
Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinis :
1. Penurunan cadangan faal ginjal (LFG = 40% - 75%)
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan karena faal ekskresi dan regulasi masih
dapat dipertahankan normal. Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan
pada pemeriksaan laboratorium rutin.
2. Insufisiensi renal (LFG = 20% - 50%)
Pada tahap ini pasien masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah
memperlihatkan keluhan yang berhubungan dengan azotemia. Pada
pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi, anemia dan hiperurisemia. Pasien
pada tahap ini mudah jatuh ke dalam sindrom acute on chronic renal failure.
Sindrom ini sering berhubungan dengan faktor yang memperburuk faal ginjal
(LFG).
Sindrom acute on chronic renal failure:
- Oliguri
- tanda - tanda overhydration (bendungan paru, hepar, kardiomegali)
- edema perifer (ekstremitas dan otak)
- asidosis
- hiperkalemia
- hipertensi berat
3. Gagal ginjal (LFG 5% - 25%)
Gambaran klinis dan laboratorium makin nyata berupa anemia, hipertensi,
overhydration atau dehidrasi, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT,
hiperurisemia, kenaikan ureum dan kreatinin serum, hiperfosfatemia,
hiponatremia dilusi atau normonatremia sedangkan kalium serum biasanya
masih normal.
4. Sindrom azotemia (LFG < 5%)
Sindrom azotemia (uremia) dengan gambaran klinis sangat kompleks dan
melibatkan banyak organ (multi organ).
Diagnosa
Bila gagal ginjal kronik telah bergejala, umumnya diagnostik tidak sukar
ditegakkan. Gejala dan tanda gagal ginjal kronik akan dibicarakan sesuai dengan
gangguan sistem yang timbul.
Sistem gastrointestinal
1. Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat - zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta
sembabnya mukosa usus.
2. Foeter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat
yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
3. Gastritis erosif, ulkus peptik dan kolitis
uremik.
Kulit
1. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
2. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
3. Urea frost. Akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.
4. Scracth effect. Bekas - bekas garukan karena gatal.
Sistem Hematologi
1. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. berkurangnya produksi eritropoiesis pada sumsum tulang menurun.
b. hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
c. defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang
berkurang
d. perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang serta menurunnya faktor trombosit II dan ADP.
3. Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.
Sistem Saraf dan Otot
1. Restless leg syndrom
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.
2. Burning feet syndrom
Rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.
3. Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.
4. Miopati
Kelemahan dan hipotrofi otot - otot terutama otot ekstremitas proksimal.
Sistem Kardiovaskular
1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin - angiotensin - aldosteron.
2. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
4. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
Sistem Endokrin
1. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki - laki akibat
produksi testoteron dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolik tertentu (seng, hormon, paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
2. Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penurunan klirens metabolik insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa
darah akan berkurang.
3. Gangguan metabolisme
lemak.
Gangguan Sistem Lain
1. Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis
dan klasifikasi metastatik.
2. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai basil
metabolisme.
3. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan
homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada
sistem lain sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada
berbagai sistem organ tubuh.
Komplikasi/ efek metabolik dihubungkan derajat penyakit ginjal kronik:
Derajat LGF (ml/mnt/l,73m2) Komplikasi
1 > 90 -
2 60 - 89Tekanan darah mulai
tinggi
3 30 - 59
Hiperfosfatemia,
hiperkalemia, anemia,
hiperparatiroid, hipertensi
4 15 - 29
Malnutrisi, asidosis
metabolik, hiperkalemi,
dislipidemi
5 < 15 Gagal jantung, uremia
Pendekatan Klinis
Anamnesis untuk menentukan adanya gagal ginjal kronik diarahkan untuk
mencari beberapa tolok ukur (parameter) yang menunjukkan adanya kemungkinan
gagal ginjal kronik. Dengan kata lain mengumpulkan data gejala klinis gagal ginjal
kronik, yang meliputi berbagai organ dan sistem dalam tubuh.
Untuk memastikan gagal ginjal kronik, diperlukan data tentang riwayat
penyakit pasien. Bila ada data yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang
bertahap (LFG yang progresif menurun) diagnosis tidaklah sulit. Tetapi sering kita
berhadapan dengan pasien yang riwayatnya tidak jelas, datanya tidak cukup atau
tidak ada, tetapi LFG-nya < 50 ml/menit. Dalam hal seperti ini dibutuhkan anamnesis
yang teliti dan terarah untuk menentukan apakah pasien mengidap gagal ginjal akut.
Pada gagal ginjal kronik beberapa pemeriksaan penunjang dapat membantu
menentukan apakah masih ada faktor yang reversible pada pasien yang diduga gagal
ginjal kronik.
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinik
gagal ginjal kronik dan terhadap penanggulangannya. Di samping itu, penyebab
primer gagal ginjal kronik juga akan mempengaruhi manifestasi klinis gagal ginjal
kronis dan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Berbagai contoh dapat dikemukakan, misalnya riwayat batu menyebabkan
penyakit ginjal obstruktif, edema mengarah ke penyakit ginjal glomerular, gout
menyebabkan nefropati, diabetes mellitus menyebabkan nefropati diabetik, SLE
menyebabkan nefropati lupus. Adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga
mengarahkan dugaan kepada penyakit ginjal genetik.
Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang pertu dicari faktor-faktor
pemburuk pada gagal ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti :
1. infeksi traktus urinarius
2. obstruksi traktus urinarius
3. hipertensi
4. gangguan perfusi / aliran darah ginjal
5. gangguan elektrolit
6. pemakaian obat - obat nefrotoksik, termasuk bahan kimia dan obat
tradisional
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronis, menentukan ada
tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya
gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan yang paling lazim
diuji adalah laju filtrasi glomerulus.
Di samping diagnosis gagal ginjal kronik secara faal dengan tingkatannya,
dalam rangka diagnosis juga ditinjau faktor penyebab atau etiologi dan faktor
pemburuknya. Kedua hal ini di samping perlu untuk kelengkapan diagnosis juga
berguna untuk pengobatan.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda - tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit.
Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah
lanjut. USG ini sering dipakai oleh karena non invasif, tidak memerlukan persiapan
apapun.
Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal
sehingga tak dapat mengeluarkan kontras dan pada gagal ginjal kronik ringan
mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut,
diabetes mellitus dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada gagal
ginjal kronik. Dapat dilakukan dengan cara intravenous pyelography untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi
spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang / jari) dan kalsifikasi metastatik.
Tatalaksana Konservatif
Pengobatan konservatif terdiri dari 3 strategi. Pertama adalah usaha-usaha
untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Kedua adalah mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut. Ketiga adalah pengelolaan berbagai masalah yang
terdapat pada pasien dengan gagal ginjal kronik dan komplikasinya. Adapun
penyebab gagal ginjal kronik, penurunan progresif fungsi ginjal akan berlanjut
sampai tahap uremia atau terminal.
Tatalaksana konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan
faal ginjal masih ringan.
1. Memperlambat progresi gagal ginjal
- Pengobatan hipertensi.
Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan kurang dari 140/90 mmHg.
- Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus sehingga akan memperlambat progresifitas.
- Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
- Mengurangi proteinuria
- Mengendalikan hiperlipidemia.
2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
- Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elekolit dapat menyebabkan gagal ginjal prarenal
yang masih dapat diperbaiki. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai
keseimbangan cairan (keringat, muntah, diare, pemasukan cairan yang tidak
rnemadai). Pemakaian obat-obatan terutama diuretik, manitol, fenasetin (nefropati
analgesik). Penyakit lain yang perlu dicari karena mempengaruhi keseimbangan
cairan adalah kelainan gastrointestinal, alkoholisme, diabetes mellitus, ginjal
polikistik dan asidosis tubular ginjal.
Diagnosis kekurangan cairan pada insufisiensi ginjal harus dapat ditegakkan
secara klinis. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan turgor kulit, tekanan
bola mata yang menurun, kulit dan mukosa kering. Gangguan sirkulasi ortostatik
dapat diketahui bila perbedaan tensi dan nadi sebesar 15% antara berbaring dan
berdiri, penurunan tekanan vena jugularis dan penurunan tekanan vena sentral
merupakan tanda - tanda yang membantu untuk menegakkan diagnosis.
- Sepsis
Dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kemih akan memperburuk faal ginjal. Infeksi saluran kemih umumnya
mempunyai faktor resiko seperti adanya batu, striktur, gangguan faal kandung kemih
dan hipertrofi prostat. Tatalaksana ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urology dan
antibiotik terpilih untuk mengobati infeksi.
- Hipertensi yang tidak terkendali
Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan penurunan fungsi ginjal.
Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal lebih lanjut. Tetapi
penurunan tekanan darah yang berlebihan juga akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun.
Obat - obat yang dapat diberikan adalah furosemid, penyekat beta, antagonis
kalsium dan penghambat alfa. Golongan tiasid kurang bermanfaat. Spironolakton
tidak dapat diberikan Karena meningkatkan kalium. Dosis obat agar disesuaikan
dengan LFG karena kemungkinan adanya akumulasi obat misalnya obat penyekat
beta.
- Obat-obat nefrotoksik
Misalnya aminoglikosid, obat anti inflamasi non steroid, kontras radiologi dan
obat-obatan yang dapat menyebabkan nefritis interstitialis akut harus dihindari.
- Kehamilan
Pada wanita usia produktif yang mengalami gangguan fungsi ginjal, kehamilan
dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi, meningkatkan
kemungkinan tetjadinya eklampsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan
intrauterine. Resiko kehamilan meningkat bila kreatinin serum >1,5 mg/dl dan
apabila kreatinin serum > 3 mg/dl dianjurkan untuk tidak hamil.
3. Pengobatan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan gagal ginjal lanjut sering mengalami peningkatan jumlah cairan
ekstraseluler karena retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskuler
karena retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan
hipertensi, sementara ekspansi cairan ke ruang interstitial menyebabkan edema.
Hiponatremia sering pula dijumpai pada gagal ginjal lanjut akibat ekskresi air yang
menurun oleh ginjal. Tatalaksana meliputi restriksi asupan cairan dan natrium serta
pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter / bari, pada keadaan berat <
50 ml / bari. Natrium (NaCl) diberikan < 2 - 4 gram / bari tergantung dari beratnya
edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah furosemid. Karena efek furosemid
tergantung dari sekresi aktifnya di tubulus proksimal, pasien gagal ginjal kronik
umumnya mebutuhkan dosis tinggi (300 - 500 mg), namun hati-hati terbadap efek
samping ototoksik. Apabila tindakan di atas tidak membantu, harusnya dilakukan
tindakan dialisis.
Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan ekskresi beban asam pada gagal ginjal kronik
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, umumnya manifestasi timbul bila LFG <
25 ml / menit. Diet rendah protein 0,6 gram / hari membantu mengurangi kejadian
asidosis. Bila bikarbonat serum turun sampai < 15 - 17 mEq / L, harus diberikan
substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat).
Hiperkalemia
Kalium sering meningkat pada gagal ginjal kronik. Hiperkalemia terjadi akibat
ekskresi kalium melalui urin berkurang, makanan (pisang) dan pemakaian obat - obat
yang meningkatkan kalium seperti spironolakton. Hiperkalemia dapat menimbulkan
kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat aritmia cordis yang fatal.
Tatalaksana hiperkalemia meliputi pembatasan asupan kalium dari makanan. Untuk
mengatasi kegawatan akibat hiperkalemia dapat diberikan obat - obatan seperti di
bawah ini :
kalsium glukonas 10%, 10 ml dalam waktu 10 menit intravena
insulin dan glukosa, 6 unit insulin dan glukosa dalam 50 mg dalam waktu
1 jam
kayexalate (resin pengikat kalsium) 25 - 50 mg oral atau rectal.
Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi dengan obat - obatan, maka sudah merupakan
indikasi untuk dilakukan dialisis.
Diet rendah protein
Diet rendah protein telah terbukti dapat memperlambat progresivitas gagal
ginjal. Gejala - gejala uremia akan hilang bila protein dibatasi, asalkan keperluan
energi dapat dicukupi dengan baik. Diet rendah protein dianggap akan mengurangi
akumulasi hasil akhir metabolisme protein, yakni ureum dan toksin azotemia yang
lain. Selain itu telah dibuktikan pula bahwa diet tinggi protein akan mempercepat
timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus
(hiperfiltrasi glomerulus dan fibrosis interstitial, kebutuhan kalori harus dipenuhi
guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran
insulin. Kalori diberikan sekitar 35 kal / kgBB, protein 0,6 gr / kgBB / han dengan
nilai biologis tinggi (40% asam amino esensial).
Anemia
Penyebab anemia pada gagal ginjal multifaktorial dengan penyebab utama
defisiensi ertitropoetin. Penyebab lainnya perdarahan dari traktus gastrointestinal,
umur eritrosit yang pendek serta adanya faktor penghambat eritropoiesis (toksin
uremia), malnutrisi dan defisiensi besi. Pemeriksaan laboratorium anemia meliputi
pemeriksaan darah perifer lengkap, gambaran eritrosit dan status besi (SI, TIBC,
senun feritin). Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila transfusi
tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Terapi yang terbaik apabila
hemoglobin < 8 gr% adalah dengan pemberian eritropoietin, tetapi pemakaian obat
ini masih terbatas karena mahal. Bahaya transfusi darah perlu dipertimbangkan
seperti hemosiderosis, hepatitis B atau C dan pembentukan antibodi terhadap antigen
HLA.
Kalsium dan fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berkaitan, yaitu :
- Hipokalsemia dengan hiperparatiroidisme sekunder
- Retensi fosfor dan ginjal
- Gangguan pembentukan 1,25 dihidrosikalsiferol, metabolit aktif vitamin
D
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum
harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (terutama daging dan susu). Apabila
LFG < 30 ml / menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat
atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D3
diperlukan untuk mengatasi penurunan produksi 1,25 (LH2) vitamin D3 di ginjal,
mekanisme kerjanya dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium di susu. Vitamin
D3 ini juga mensupresi secara langsung sekresi hormon paratiroid.
Hipeurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100 - 300 mg, apabila kadar asam urat > 10
mg I dl atau bila terdapat riwayat gout. Penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronik
dengan kadar asam urat sampai 100 mg / dl tidak menunjukkan proses percepatan
kemunduran faal ginjal.
Indikasi inisiasi terapi dialisis
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi, tetapi terapi dialysis terlalu cepat pada pasien PGK yang belum pada tahap akhir akan memperburuk fungsi ginjal (LFG).
Indikasi absolut:
Pericarditis Ensefalopati / neuropati azotemik Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretic Hipertensi refrakter Muntah presisten BUN > 120mg% dan kreatinin >10 mg%
Indikasi relatif:
LFG(formula Cockcroft and Gault) antara 5 dan 8 ml/m/1,73m Mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
DISKUSI STATUS
Diskusi Keterangan Umum:
Penderita adalah seorang pria, berusia 70 tahun, suku Sunda
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Gagal Ginjal Kronik, 60 % disebabkan
oleh Glomerulonefritis, hipertensi essensial dan pielonefritis. Glomerulonefritis
kronis merupakan penyakit parenkhim ginjal progresif dan difus. Laki-laki lebih
sering dari wanita, umur antara 20-40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan
merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal. (Enday Sukandar, 2006)
Diskusi Keluhan Utama
Seorang pasien datang dengan keluhan utama sesak napas…
Sesak napas merupakan manifestasi klinis dari gangguan di bagian
kardiovaskular, ginjal, dan paru paru. Dapat ditemukan pada penyakit gagal jantung,
penyakit ginjal kronis, dan gagal ginjal kronik. Pada kasus ini, keluhan utama yang
dapat menjadi alasan bagi penderita untuk datang untuk berobat adalah sesak nafas
dan lemah bedan.
Keluhan sesak nafas dirasakan terutama ketika sedang berjalan kaki beberapa
langkah atau ketika melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien sering terbangun
pada malam hari karena merasa sesak, selama ini pasien tidur dengan 1 bantal...
Keluhan tersebut merupakan tanda-tanda dari gagal jantung kongestif fungsional
kelas III dimana ditemukan sesak nafas ketika melakukan aktivitas ringan dalam
kegiatan sehari hari
Keluhan disertai dengan lemah badan, cepat lelah…
Lemah badan dan cepat lelah merupakan tanda dari anemia. Pada pasien dengan
gagal ginjal kronik biasanya terjadi anemia pada kadar ureum lebih dari 100 mg%.
Hal ini dapat terjadi karena defisiensi eritropoetin oleh sel-sel peritubular sebagai
respon hipoksia lokal akibat pengurangan parenkim ginjal fungsional, penurunan
masa hidup eritrosit disebabkan oleh sekuestrasi eritrosit, defiseiensi fe yang
menggangu eritropoiesis, defisiensi asam folat dan vitamin B 112 yang menyebabkan
anemia hipokrom makrositer, dan adanya perdarahan pada saluran cerna.
bak sedikit….
Bak sedikit merupakan tanda dari penuruanan laju filtrasi glomerulus.
Pasien mengeluh mual sejak 3 bulan yang lalu...
Pada pasien dengan ureum kurang dari 150 mg%, biasanya tanpa disertai dengan
keluhan. Gambaran klinik dengan disertai keluhan biasanya pada kadar ureum
lebih dari 200 mg%.
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah : 140/90 mmHg, Nadi : 80 x/menit
Hipertensi terjadi akibat retensi Nadan sekresi renin menyebabkan kenaikan
volume plasma (VP) dan volume cairan ekstra selular (VCES) yang akan disertai
kenaikan curah jantung. Kenaikan curah jantung dapat menyebabkan kenaikan tonus
otot vaskuler atau tahan perifer, sehingga diameternya (arteriol) mengecil.Kenaikan
tonus otot mengaktivasi mekanisme umpan balik sehingga curah jantung akan
menurun sampai batas normal, akan tetapi tekanan darah dipertahankan.
Mata: konjungtiva anemis +/+
Anemia pada penyakit ginjak kronis secara garis besar dapat disebabkan oleh
penyebab- penyebab primer : produksi eritropoeitin berkurang, adanya faktor faktor
penghambat eritropoesis dan hemolisis. Pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan :
Muka : Puffy Face (+)
Puffy Face adalah diakibatkan edema pada wajah dan kelopak mata.
Tekanan Vena Jugular : 5+3 mmH2O
JVP dapat meningkat akibat kompensasi pembengkakan pada jantung.
Ictus cordias: ICS V linea axillaris anterior sinistra...
Ictus cordis dapat bergeser diakibatkan pembengkakan jantung
Perkusi: Asites (+)...
Asites dapat terjadi akibat adanya ekstravasasi cairan ke interstisial, sehingga
cairan tersebut mengikuti arah grafitasi atau jaringan longgar.
Hepatomegali : 6 cm bac dan 6 cm bpx
Hepatomegali merupakan salah satu tanda overhidrasi pada glomerulopati
kronis yang merupakan salah satu etiologi dari gagal ginjal kronis.
Edema, a/r pretibial & dorsum pedis dextra et sinistra...
Edema dapat disebabkan oleh proses hipoalbuminemia dan retensi natrium dan cairan
Diskusi Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Urine Rutin.
Ditemukan albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari. Pada pemeriksaan urine rutin sederhana pada penderita PGK bisa didapat hasil positif tiga (+++). Yang menandakan kadar albumin dalam urin yang tinggi.
b. Pemeriksaan Kimia Darah.
Dapat ditemukan hiperkolesterolemia pad sindroma nefrotik idiopati.
Kolesterol total normal : 220 mg/dL.
Trigliserida normal : 200 mg/dL
c. Pemeriksaan Elektrolit.
Pemeriksaan elektrolit penting unutk diagnosis GGK yang berhubungan dengan
nefropati.
Kalium darah normal : 3,5 – 5,1 mmol/L
Natrium darah normal : 135 – 145 mmol/L
d. Pemeriksaan Ureum, Kreatinin dan Creatinine Clearence Test.
Kadar ureum normal : 10 – 50 mg/dL
Kadar kreatinin normal : 0,5 – 1,1 mg/dL
CCT : 12 – 25 u/L
Pemeriksaan diatas dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas dari penurunan faal
ginjal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (1 September 2012)
Hb : 10,1 g/dl
Leukosit : 2,8 x 103/L
Eritrosit : 3,2 x 106/L
Trombosit : 85 x 104/L
Pada pasien ditemukan anemia
Kimia Klinik (1 september 2012)
Fungsi hati :
SGOT : 67 u/l
SGPT : 24 u/l
Fungsi Ginjal :
Ureum : 50 mg/dl
Kreatinin : 2,2 mg/dl
Asam urat : 13,7 mg/dl
Terjadi peningkatan ureum dan kreatinin berhubungan dengan nefropati dan
nefrokalsinosis.
Kimia Klinik (3 september 2012)
Prot. Total : 6,6 g / dl
Albumin : 2,8 g /dl
Globulin : 3,8 g/dl
Penurunan protein menunjukkan adanya eksresi protein.
Laju filtrasi glomerulus
LFG berdasar rumus kockcroft- Gault:
LFG=(140−umur ) x berat badan
72 x kreatinin plasmaLFG=
(140−70 ) x6372 x 2,2
LFG= 4410158,4
LFG=27,84 ml/ min
Dari hasil perhitungan laju filtrasi glomerulus pada pasien terjadi penyakit ginjal
kronik grade IV.
DAFTAR PUSTAKA
1. Enday Sukandar : Nefrologi Klinik, Edisi II, Bandung: ITB, 1997
2. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I, edisi IV. 2007. PB PAPDI
3. Lang, Silbernagl. Color atlas of pathophysiology, Germany : Sttutgart New
York, 2000
top related