penyesusaian diri ibu terhadap anak yang menyalahgunakan...
Post on 03-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Penyesusaian Diri Ibu Terhadap Anak Yang Menyalahgunakan Polydrugs Dengan Heroin
Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM.
(Rektor Universitas Gunadarma)
Dr. A. M. Heru Basuki, Msi.
(Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma)
Tengku Agus Reza
(Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Universitas Gunadarma)
Penyesuaian Diri Ibu Terhadap Anak
Yang Menyalahgunakan Polydrugs
Dengan Heroin
ABSTRAK
Penyalahgunaan polydrugs
dengan heroin oleh anak akan
berdampak bukan hanya kepada
penyalahgunanya tetapi juga kepada
orang tua, ibu. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui secara mendalam
masalah yang akan dihadapi, gambaran
tentang penyesuaian diri dan faktor-
faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan kualitatif,
dimana menggunakan teknik
pengumpulan data dengan wawancara
pedoman umum dan observasi non
parisipan. Hasil penelitian, ditinjau dari
karakterisktik penyesuaian diri,
menunjukkan subjek cenderung belum
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi
anaknya yang masih menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin hingga saat
ini. Hubungan interpersonal subjek
cukup baik meskipun saat ini
mengurangi untuk berinteraksi kerena
kondisinya yang memiliki anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin. Sedangkan untuk karakteristik
lainnya tidak dimiliki subjek seperti
persepsi yang akurat terhadap realitas,
mampu mengatasi atau menangani stres
dan kecemasan, memiliki citra diri (self
image) yang positif dan mampu untuk
mengekspresikan perasaan. Di lain hal
terdapat faktor yang memperkuat
penyesuaian diri subjek yaitu dukungan
lingkungan sekitar dan keluarga,
sedangkan faktor yang melemahkan
penyesuaian diri subjek yaitu kurangnya
keyakinan terhadap nilai-nilai agama
serta kurang atau bahkan tidak pernah
memiliki pengalaman atau pengetahuan
menangani anak yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin.
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan penyalahgunaan NAPZA
yang amat cepat di Indonesia pada
dasawarsa terakhir telah menjadi
keprihatinan nasional yang semakin
meningkat. Data yang telah diperoleh
dari suatu badan internasional
menunjukkan bahwa 60% tindak
kejahatan berhubungan dengan
penjualan dan pemakaian NAPZA.
Banyak jenis-jenis NAPZA baru yang
telah diperkenalkan ke negara ini pada
tahun-tahun terakhir. Jumlah
penyalahgunaan NAPZA tersebut yang
aktif hampir mencapai 100% dalam
sepuluh tahun terakhir (www.ycab.org).
Awalnya Indonesia hanya
sebagai tempat lewat sementara saja bagi
perdagangan NAPZA. Akan tetapi, kini
Indonesia sudah menjadi tempat
pemasaran. Artinya, orang asing
memang sengaja datang untuk
mengedarkan NAPZA kepada orang
Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia
hampir mencapai 200 jutaan dan
sebagian besarnya adalah anak-anak
muda, sehingga menjadi tempat yang
sangat menguntungkan untuk
perdagangan NAPZA. Para remaja inilah
yang menjadi sasaran empuk para
pengedar NAPZA, dimana mereka yang
sedang dalam usia produktif dan
merupakan sumber daya manusia atau
aset bangsa di kemudian hari (Hikmat,
2002).
Sebagian besar penyalahgunaan
NAPZA dilakukan sejak SMP, dimulai
dari NAPZA yang beresiko rendah
seperti marijuana atau ganja, kemudian
baru beralih ke resiko yang lebih tinggi
seperti heroin atau putaw. Awalnya
heroin dipakai dengan cara menghirup
asapnya. Kemudian karena alasan
ekonomi dan agar bisa dengan cepat
merasakan kenikmatannya, mereka pun
mulai memakai dengan cara
menyuntikannya. Penggunaan dengan
mengkombinasikan bermacam-macam
NAPZA (polydrugs use) tampaknya
telah menyebar luas, sehingga para
penyalahgunaan NAPZA tersebut dapat
dengan mudah merasakan dan
menikmatinya, dan biasanya obat yang
digemari untuk disuntikkan adalah
heroin (Green, 2001).
Penyalahgunaan NAPZA adalah
pemakaian NAPZA secara terus menerus
atau kadang-kadang berlebihan serta
tidak menurut petunjuk dokter dan
adanya pengkombinasian bermacam-
macam NAPZA, sehingga menimbulkan
gangguan fisik, mental, sosial dan yang
lebih fatal lagi dapat menimbulkan
kematian.
Suatu penelitian (Hawari, 1996)
membuktikan bahwa penggunaan
NAPZA menimbulkan dampak negatif
dan merugikan, antara lain dapat
merusak hubungan keluarga,
menurunkan kemampuan belajar,
ketidakmampuan membedakan mana
yang baik mana yang buruk, perubahan
perilaku menjadi antisosial, merosotnya
produktifitas kerja, gangguan kesehatan,
mempertinggi kecelakaan lalulintas,
kriminalitas dan tindak kejahatan lainnya
baik kuantitatif dan kualitatif.
Terlihat jelas dampak utama
penyalahgunaan NAPZA adalah
gangguan kesehatan yaitu dapat merusak
fungsi alat-alat tubuh manusia
khususnya bagian otak. Biasanya bila itu
terjadi maka akan timbul perilaku-
perilaku yang menyimpang dan dapat
berakibat kepada fungsi-fungsi kerja di
luar tubuh seperti prestasi belajar dan
produktifitas kerja menjadi menurun
serta tidak dapat membedakan mana
yang baik mana yang buruk. Selain itu
tingginya angka kriminalitas, kecelakaan
lalu lintas dan tindak kekerasan
disebabkan oleh penyalahgunaan
NAPZA karena banyaknya pelanggaran
norma sosial dan hukum yang dilakukan
oleh anak-anak sebagai penyalahgunaan
NAPZA.
Selain itu NAPZA, terutama
Putaw, memiliki sifat yang sangat jahat
dan berbahaya yaitu adiktif, toleran dan
habitual. Adiktif yaitu sifatnya
mengakibatkan penyalahgunanya
terpaksa terus menggunakan heroin. Bila
dihentikan akan timbul efek putus zat
yaitu perasaan sakit luar biasa atau
sakaw. Toleran, sifat ini membuat tubuh
penyalahgunanya semakin menyatu dan
menyesuaikan diri dengan heroin
tersebut, sehinga menuntut dosis yang
makin tinggi. Bila dosisnya tidak
dinaikkan reaksinya tidak terasa, tetapi
membuat penyalahgunanya semakin
mengalami sakaw. Untuk memperoleh
efek yang sama dengan masa
sebelumnya maka dosis harus dinaikkan.
Bila kenaikan itu telah melebihi
kemampuan toleransi tubuh maka
terjadilah efek sakit yang luar biasa dan
mematikan. Kondisi seperti ini disebut
"over doses". Sedangkan, habitual
adalah sifat yang membuat
penyalahgunanya akan selalu teringat,
terkenang dan terbayang sehingga
cenderung untuk selalu mencari dan
rindu (seeking). Sifat inilah yang
menyebabkan penyalahguna NAPZA
yang sembuh kelak bisa kambuh
(relapse) dan memakai kembali.
Perasaan sangat ingin menyalahgunakan
kembali disebabkan oleh kesan
kenikmatan yang disebut suggest. Sifat
habitual juga mendorong penyalahguna
untuk selalu mencari dan memiliki
NAPZA. Semua jenis NAPZA memiliki
sifat habitual dalam kadar yang
berpariasi. Sifat habitual tertinggi ada
pada heroin (putaw). Kemungkinan
kambuh penyalahguna putaw sangatlah
tinggi sehingga penyalahgunanya
dianggap sangat sulit untuk dapat dapat
bebas selamanya, 100% (BNP JABAR,
2011).
Tanda-tanda penyalahgunaan polydrugs
dengan heroin dapat dilihat secara fisik
dimana berat badan turun drastis, mata
terlihat cekung dan merah, muka pucat,
dan bibir kehitam-hitaman, tangan penuh
dengan bintik-bintik merah, seperti
bekas gigitan nyamuk dan ada tanda
bekas luka sayatan, goresan dan
perubahan warna kulit di tempat bekas
suntikan, buang air besar dan kecil
kurang lancar, sembelit atau sakit perut
tanpa alasan yang jelas. Secara emosi
dapat dirasakan sangat sensitif, bila
ditegur atau dimarahi para penyalahguna
akan menunjukkan sikap membangkang,
emosinya naik turun dan tidak ragu
untuk memukul orang atau berbicara
kasar terhadap anggota keluarga atau
orang di sekitarnya. Dan bila dilihat dari
perilakunya, penyalahguna biasanya
pergi tanpa pamit dan pulang lewat
tengah malam, suka mencuri uang di
rumah, sekolah ataupun tempat
pekerjaan dan menggadaikan barang-
barang berharga di rumah begitupun
dengan barang-barang berharga
miliknya, banyak yang hilang, selalu
kehabisan uang, waktunya di rumah
kerap kali dihabiskan di kamar tidur,
kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar
mandi atau tempat-tempat sepi lainnya,
malas mandi, sering batuk-batuk dan
pilek berkepanjangan biasanya terjadi
pada saat gejala putus zat, sikapnya
cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba
tampak manis bila ada maunya seperti
saat membutuhkan uang untuk membeli
obat, sering berbohong dan ingkar janji
dengan berbagai macam alasan,
mengeluarkan keringat berlebihan,
sering mengalami mimpi buruk,
mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi,
menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh
dari keluarga, sering bertemu dengan
orang yang tidak dikenal keluarga, tidak
mau berkumpul dengan teman-teman
yang sebaya di lingkungan rumah atau
dapat dikatakan mereka menjadi
antisosial atau sulit untuk bersosialisasi.
Sedangkan dampak yang
dirasakan keluarga, orang tua, terutama
ibu yang anaknya ataupun salah satu
anggota keluarganya menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin akan
mengakibatkan suasana nyaman dan
tentram dalam keluarga terganggu.
Dimana ibu akan merasa malu karena
memilki anak penyalahguna polydrugs
dengan heroin, merasa bersalah, dan
berusaha menutupi perbuatan anak
mereka. Stres ibu meningkat, merasa
putus asa karena pengeluaran yang
meningkat akibat penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin ataupun
melihat anak yang harus berulang kali di
rawat atau bahkan menjadi penghuni di
rumah tahanan maupun lembaga
pemasyarakatan dan menjadi gunjingan
tetangga. Masyarakat sekitar pun akan
menganggap buruk terhadap keluarga
tersebut.
Banyaknya pemberitaan tentang
penyalahgunaan polydrugs dengan
heroin oleh anak pada masa
perkembangan ini akan mempengaruhi
kehidupan keluarga, dalam hal ini dapat
memberikan dampak negatif maupun
positif kepada para orang tua, khususnya
ibu. Ibu menjadi lebih perhatian terhadap
anaknya terutama mengenai pergaulan
anaknya serta lingkungan-lingkungan
sekitarnya. Namun disisi lain ibu
menjadi cepat cemas dan tertekan jika
menemukan suatu gejala yang
mengindikasikan bahwa penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin yang dilakukan
oleh anaknya.
Jika dalam suatu keluarga
terdapat penyalahgunaan polydrugs
dengan heroin oleh anak, maka ibu akan
mengalami suatu tekanan tersendiri
dalam kehidupannya. Ibu senantiasa
khawatir tentang perubahan suasana hati
dan emosi dari anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin, karena keadaan tersebut sangat
berpengaruh terhadap keluarga, orang
tua terutama ibu akan mengalami stres,
kebingungan, kemarahan, frustrasi, rasa
bersalah dan rasa malu yang cukup besar
(1 Day Junkie Seminar Pecandu Dalam
Keluarga, 2001).
Menurut Perry (2001) hubungan
yang paling penting dalam kehidupan
seorang anak adalah keterikatan secara
optimal dengan pengasuh utamanya, ibu.
Hal ini disebabkan fakta bahwa
hubungan pertama menentukan 'contoh'
biologis dan emosional bagi semua
hubungan masa depan. Keterikatan yang
sehat kepada ibu dibangun oleh
pengalaman ikatan berulang-ulang
selama bayi sehingga memberikan
landasan yang kokoh bagi hubungan
yang sehat di masa depan. Sebaliknya,
masalah dengan ikatan dan keterikatan
dapat menyebabkan landasan biologis
dan emosional yang rapuh untuk
hubungan masa depan. Jadi dalam hal ini
peran orang tua, khususnya ibu adalah
penting menyangkut dengan perilaku
anak yang menyalahgunakan NAPZA.
Apabila keterikatan ibu sangat
dangkal dengan anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin maka akan mengalami tekanan-
tekanan seperti stres, kebingungan,
kemarahan, frustrasi, rasa bersalah dan
rasa malu yang cukup besar. Oleh karena
itu, ibu harus melakukan penyesuaian
dengan keadaan anak mereka. Stres,
kecemasan dan rasa tidak bahagia sering
mengganggu kehidupan seseorang. Agar
stres tersebut dapat ditangani dengan
efektif perlu dilakukan penyesuaian diri.
Penyesuaian diri merupakan
suatu proses dinamis yang bertujuan
untuk merubah perilaku individu agar
terjadi hubungan yang lebih sesuai
antara diri individu dengan
lingkungannya (Mu’tadin, 2002).
Menurut Lazarus (1969) individu
yang penyesuaian dirinya baik adalah
dimana seseorang dapat menerima
kenyataan hidup yang tidak dapat
diubah, namun ia dapat memodifikasi
kenyataan hidup itu seoptimal mungkin.
Sedangkan individu yang penyesuaian
dirinya buruk adalah dimana seseorang
menerima kenyataan hidup secara pasif
dan tidak melakukan usaha apapun
untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
Jadi dapat diketahui bahwa ciri
penyesuaian diri ibu yang baik terhadap
penyalahgunaan polydrugs dengan
heroin oleh anaknya adalah dimana ibu
dapat menerima keadaan anaknya
sebagai penyalahguna polydrugs dengan
heroin dan berusaha untuk memperbaiki
keadaan anaknya itu seoptimal mungkin
sedangkan penyesuaian diri yang buruk
adalah dimana ibu hanya bertindak pasif
dan tidak memperbaiki keadaan anaknya
sebagai penyalahguna polydrugs dengan
heroin.
Penyesuaian diri yang baik
(Mu’tadin, 2002) bila kehidupan orang
tersebut benar-benar terhindar dari
tekanan dan goncangan dan ketegangan
jiwa yang bermacam-macam dan orang
tersebut mampu menghadapi kesukaran
dengan cara yang objektif serta
berpengaruh dalam kehidupannya, juga
menikmati kehidupannya dengan stabil,
tenang, merasa senang, tertarik untuk
bekerja dan berprestasi maka dengan
kata lain adalah terciptanya perubahan-
perubahan tingkah laku dan sikap supaya
mencapai kepuasan dan sukses dalam
aktivitasnya.
Dari berbagai penjelasan tersebut
di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat permasalahan ini ke
permukaan dan meneliti tentang
penyesuaian diri ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa sajakah masalah yang dihadapi
ibu berkaitan dengan
penyalahgunaan polydrugs dengan
heroin yang dilakukan oleh anaknya?
2. Bagaimana gambaran penyesuaian
diri ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin?
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri ibu terhadap anak
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui secara mendalam
masalah yang akan dihadapi ibu
berkaitan dengan penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin yang
dilakukan oleh anaknya.
2. Mengetahui secara mendalam
gambaran tentang penyesuaian diri
ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin.
3. Mengetahui secara mendalam faktor-
faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri ibu terhadap anak
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin.Penelitian ini bertujuan
mengetahui keintiman dalam
kehidupan suami-istri peyalahguna
NAPZA dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keintiman dalam
kehidupan suami istri penyalahguna
NAPZA.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan menfaat dan masukkan
bagi orang tua yang memiliki anak
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin dan kalangan
psikologi pada khususnya, serta para
pembaca pada umumnya, dalam
mengambarkan berbagai
permasalahan yang dihadapi ibu,
penyesuaian diri ibu dan faktor-
faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri ibu berkaitan
dengan penyalahgunaan polydrugs
dengan heroin yang dilakukan oleh
anaknya, sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk ibu dalam
mengasuh anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin dalam lingkungan pendidikan,
orang tua, keluarga maupun
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu
psikologi, di dunia pendidikan dan
perkembangan serta dapat menjadi
masukkan yang berguna bagi
penelitian lebih lanjut mengenai
penyesuaian diri ibu terhadap anak
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin dan hal-hal yang
berkenaan dengan masalah tersebut
di atas.
BAB II
A. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Gerungan (2002)
menambahkan penyesuaian diri ada
yang memiliki artinya “pasif”,
dimana kegiatan individu ditentukan
oleh lingkungan dan ada yang
artinya “aktif”, dimana individu
pengaruhi lingkungan. Mu’tadin
(2002) menyatakan bahwa
penyesuaian diri merupakan suatu
proses dinamis yang bertujuan untuk
merubah perilaku individu agar
terjadi hubungan yang lebih sesuai
antara diri individu dengan
lingkungannya.
Menurut Davidoff (dalam
Mu’tadin, 2002) mengartikan
penyesuaian itu sendiri merupakan
suatu proses untuk mencari titik temu
antara kondisi diri sendiri dan
tuntutan lingkungan.
2. Karakteristik Karakteristik
Penyesuaian Diri
Menurut Habber dan Richard
(1984), ada beberapa karakteristik
penyesuaian diri yang baik yang
harus dimiliki seseorang, antara lain :
a. Memiliki Persepsi yang Akurat
terhadap Realitas
b. Mampu Mengatasi atau
Menangani Stres dan Kecemasan
c. Memiliki Citra Diri (Self Image)
yang Positif
d. Mampu untuk Mengekpresikan
Perasaan
e. Memiliki Hubungan
Interpersonal yang Baik
3. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (1975) bahwa
ada faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri
antara lain :
a. Penyesuaian diri dipengaruhi
oleh hal-hal yang diperoleh dari
kelahiran
b. Penyesuaian diri dan kebutuhan-
kebutuhan pribadi
c. Penyesuaian diri dan
pembentukan kebiasaan
4. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Menurut Mu’tadin (2002) pada
dasarnya penyesuaian diri memiliki
dua aspek yaitu :
a. Penyesuaian Pribadi
b. Penyesuaian Sosial
B. Penyalahgunaan NAPZA
1. Definisi NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari
narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya. Istilah NAPZA
biasanya digunakan dalam bidang
kedokteran. Sebelum muncul istilah
NAPZA, terdapat beberapa istilah
seperti narkotika sebagai istilah
yang pertama ada, lalu narkoba dan
NAPZA (Hikmat, 2002).
Untuk memperjelas arti dari
NAPZA dapat dirinci artinya satu
persatu antara lain :
a. Narkotika
Narkotika pada pasal I No I
UU RI No 22 / 1997 (dalam
Hikmat, 2002) adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman
baik sintesis maupun semi
sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan ataupun perubahan
kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai
menghilangnya rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan.
b. Psikotropika
Menurut Hikmat (2002)
psikotropika adalah zat atau obat,
baik hasil dari alam maupun
hasil campuran yang di olah oleh
manusia. Jadi, psikotropika
termasuk juga didalamnya adalah
obat-obatan terlarang.
c. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah
zat atau bahan. yang
menyebabkan manusia kecanduan
atau ketergantungan terhadap zat
tersebut (dalam Hikmat, 2002).
Namun, yang di maksud zat
adiktif disini adalah zat adiktif
yang bukan narkotika dan
psikotropika atau zat-zat baru
hasil olahan manusia yang
menyebabkan kecanduan.
2. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Terdapat beberapa pengertian
tentang NAPZA dan penyalahgunaan
maka yang dimaksud dengan
penyalahgunaan NAPZA ialah
pemakaian NAPZA di luar indikasi
medik tanpa petunjuk atau resep
dokter, pemakaian sendiri secara
relatif teratur atau berkala sekurang-
kurangnya selama satu bulan
(Hawari, 1996).
Penyalahgunaan NAPZA
menurut Dariyo (2002) ialah
penggunaan NAPZA yang tidak
terkontrol dalam jangka waktu
tertentu sehingga menjadi kebiasaan
dan dapat menimbulkan
ketergantungan (dependence).
3. Jenis-jenis NAPZA
Jenis NAPZA bermacam-macam.
Bahaya akibat memakan, meminum, dan
menghisap NAPZA bagi tubuh manusia
bermacam-macam pula (Hikmat, 2002).
a. Narkotika
Beberapa jenis narkotika,
diantaranya (Hikmat, 2002) :
1) Morfin dan Heroin (Putaw)
2) Ganja
b. Psikotropika
Berdasarkan pengaruhnya
(Hikmat, 2002) psikotropika
terbagi dalam dua golongan
yaitu:
1) Golongan Stimulant
2) Golongan Depresan
c. Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk zat adiktif
lainnya, di antaranya:
1) Alkohol
2) Tembakau
4. Kriteria Diagnosis NAPZA
Suatu survei (Kaplan dan
Sadock, 1997) telah menemukan
bahwa pravelensi seumur hidup dari
suatu diagnosis atau ketergantungan
zat diantara populasi orang Amerika
Serikat yang berusia lebih dari 18
tahun adalah 16,7 persen. Prevalensi
seumur hidup penyalahgunaan atau
ketergantungan alkohol adalah 13,8
persen, untuk zat yang non alkohol
adalah 6,2 persen. Adapun kriteria
diagnostik untuk penyalahgunaan
NAPZA yaitu:
a. Pola penggunaan zat maladaptif
yang menyebabkan gangguan
atau penderitaan yang bermakna
secara klinis, terjadi dalam
periode 12 bulan
b. Gejala diatas tidak pernah
memenuhi kriteria
ketergantungan zat untuk kelas
zat ini.
5. Efek-efek Penyalahgunaan
NAPZA
Sekilas, penyalahgunaan
NAPZA memang memberikan
pengaruh menyenangkan bagi para
penyalahguna NAPZA Namun,
kesenangan itu hanya sesaat atau
sementara dan penuh kepalsuan.
Pengaruh-pengaruh itu hanya
menipu did sendiri. Seolah-olah
hidup ini terasa menyenangkan dan
membahagiakan, serba indah,
padahal kenyataannya tidak seperti
itu.
Yang lebih mengerikan, akibat
penyalahgunaan NAPZA tidak hanya
berpengaruh buruk bagi para
penyalahguna, tetapi juga kepada
keluarga, masyarakat setempat,
sekolah, tempat kerja, bangsa dan
negara.
Penyalahgunaan NAPZA
dapat menimbulkan bermacam-
macam kerugian (Hikmat, 2002).
a. Kerugian bagi diri Sendiri
b. Kerugian bagi keluarga
c. Kerugian bagi sekolah
d. Kerugian bagi masyarakat
BAB III
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang berbentuk studi kasus.
Menurut Nawawi (2005)
penelitian studi kasus (case study)
memusatkan diri secara intensif terhadap
satu objek tertentu, dengan
mempelajarinya sebagai suatu kasus.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini
memiliki karakteristik sebagai berikut :
seorang ibu yang memiliki anak yang
menyalahgunakan NAPZA dengan
mengkombinasikan bermacam-macam
zat (polydrugs use) yang salah satu
zatnya adalah Putaw (heroin) dimana
mempunyai efek yang lebih dalam
dibandingkan zat-zat lainnya. Alasan
utama subjek adalah ibu dikarenakan
antara ibu dengan anaknya mempunyai
keterikatan yang kuat sehingga
terpengaruh jika anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin.
C. Tahap Penelitian
Tahap penelitian ini terdiri dari
tahap persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian dan melakukan analisis data.
D. Tahap Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan
pendekatan menggunakan wawancara
dengan pedoman umum yaitu dalam
proses wawancara, peneliti dilengkapi
pedoman mengenai aspek-aspek yang di
bahas dan pertanyaan-pertanyaan
dijabarkan tergantung pada konteks saat
wawancara berlangsung. Biasanya tidak
ada urutan pertanyaan, tanpa ada bentuk
pertanyaan eksplisit dan merupakan
suatu daftar pengecek (checklist).
Dalam penelitian ini, jenis
observasi yang digunakan adalah non
partisipan dimana di dalam penelitian
peneliti tidak berperan serta ikut ambil
bagian kehidupan orang yang di
observasi.
E. Alat Bantu Penelitian
Dalam penelitian terdapat
beberapa instrument yang digunakan
sebagai alat bantu penelitian diantaranya
yaitu peneliti sendiri, alat tulis, perekan
suara (tape recorder), panduan
wawancara dan panduan observasi.
F. Keakuratan Penelitian
Patton (dalam Poerwandari, 1998),
membedakan tiga macam triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan untuk
mencapai keakuratan, yaitu triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu triangulasi data, sumber dan
metode.
G. Teknik Analisis Data
Poerwandari (2005) memberikan
beberapa tahapan yang diperlukan dalam
menganalisis data kualitatif, tahapan
tersebut adalah: mengorganisasikan data,
mengelompokkan data, analisis kasus
dan menguji asumsi.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
1. Masalah yang Dihadapi Ibu
berkaitan dengan Penyalahgunaan
Polydrugs dengan Heroin yang
Dilakukan oleh Anak
SL (subjek) adalah seorang ibu
dari empat orang anak. SL saat ini
masih bekerja sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan berusia 54
tahun. SL berstatus menikah dengan
DM (significant other - suami) yang
telah pensiun setahun terakhir dan
saat ini berwirausaha membuka
bengkel motor yang jaraknya tidak
jauh dari rumah. Bila tidak sedang
bekerja SL adalah ibu rumah tangga
seperti pada umumnya.
SL yang hanya lulusan SMEA
dan bertempat tinggal di daerah
Bekasi ini juga aktif berkegiatan di
lingkungan kantor dan rumahnya.
Posisinya di kantor adalah sebagai
bendahara dan begitu juga dalam
kegiatan dan kepengurusan di
lingkungan rumahnya, SL selalu
dijadikan sebagai bendahara. SL
juga mengikuti kegiatan pengajian
dan arisan di lingkungan rumahnya.
Bahkan karena sifat SL yang senang
berorganisasi ini, SL selalu di minta
untuk menjadi MC atau Qori’ah bila
sedang ada acara di pangajiannya.
Tidak heran banyak tetangga-
tetangganya yang meminta SL untuk
ikut serta berkegiatan karena
memang SL tinggal di Bekasi dari
tahun delapan puluhan.
SL adalah anak kedua dari empat
bersaudara dan memiliki kakak yang
pernah tinggal beberapa tahun di
rumahnya dan pada saat itu
suaminya masih bekerja, sehingga
biasanya setiap pagi SL dan
suaminya selalu berangkat ke kantor
bersama-sama dengan kendaraan
pribadinya. Namun setelah
suaminya pensiun, kakak SL
kembali ke kampung halamannya
dan sekarang digantikan oleh
pembantu yang balik hari (tanpa
menginap). Jadi dulu segala
keperluan rumah tangga dikerjakan
oleh kakak SL hingga urusan anak-
anaknya.
SL yang mengaku saat
wawancara memiliki kepribadian
yang ekspresif dan galak ini
sebenarnya hanyalah bentuk
perlindungan kepada orang-orang
sekitarnya, di rumah atau di kantor,
meskipun kadang mendapat
pandangan sedikit otoriter. SL yang
menurut informasi yang di dapat
dari DM sebenarnya adalah orang
yang sangat perhatian, mandiri dan
agak sedikit kolot atau kuno. Selain
itu SL juga tidak perduli dengan
gosip-gosip yang beredar di
lingkungan tetangganya. SL dan
suaminya juga mempunyai cara unik
dalam mengasuh anak-anaknya,
mereka membagi pengasuhan dua
anak masing-masing dari mereka.
SL mengasuh anak yang nomor dua
dan empat, sedangkan suaminya
mengasuh anak yang nomor satu
dan tiga, namun bukan berarti
mereka membeda-bedakan, karena
memang anak-anak yang di asuh
mempunyai kedekatan dengan
masing-masing orangtuanya.
SL mengaku kurang
memperhatikan anak-anaknya
karena terkendala oleh kegiatannya
sehari-hari. Bahkan menurut
informasi dari SL sendiri, anaknya
yang nomor satu yaitu S memiliki
sedikit masalah, sehingga berakibat
kepada keluarga dan lingkungan
sekitar. S yang menurut informasi
dari SL dan DM hingga saat ini
masih menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin dan Shabu.
S adalah anak pertama pasangan
SL dan suaminya. S yang diketahui
oleh SL dan suami dari umur 13
tahun telah menyalahgunakan
NAPZA jenis ringan yaitu
tembakau, namun suami SL
membebaskannya merokok pada
umur 15 tahun. Hal ini dilakukan
agar S tidak melakukannya secara
sembunyi-sembunyi. S yang
menurut informasi dari DM adalah
seorang yang cerdas dan baik.
Selain itu S memang tipe yang tidak
betah berada di rumah. Prestasinya
di sekolah juga baik-baik saja,
namun kemudian menurun drastis
saat S kelas tiga di Sekolah
Menengah Ilmu Perhotelan (SMIP).
S pernah didapati oleh suami SL
menyalahgunakan NAPZA jenis
sedang yaitu Ganja dan juga
minum-minuman beralkohol.
Kejadian ini terjadi seusai teman-
teman S menginap dirumahnya.
Suami SL coba memberitahukan
tentang apa yang terjadi kepada SL
namun karena SL adalah seorang
yang percaya terhadap anak-
anaknya, maka SL tidak menggubris
apa yang dikatakan oleh suaminya.
Menurut informasi, S tidak lulus
saat SMIP tetapi SL dan suami
menyogok agar S tetap lulus, karena
SL hanya ingin anaknya
menyelesaikan pendidikannya lalu
kemudian bisa mencari pekerjaan.
Namun kondisi S makin menjadi
saat S memasuki masa perkuliahan.
Saat ini, menurut DM,
perkuliahannya tidak jelas. SL juga
baru menyadari S menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin saat S
masuk pusat rehabilitasi. SL
menyetujui S untuk masuk pusat
rehabilitasi karena adanya
perubahan sikap S yang drastis. S
mulai berani melawan SL dan
suami. Bahkan tidak dapat dihindari
selalu terjadi pertengkaran di antara
mereka, antara anak dan
orangtuanya, terlebih saat keinginan
S tidak terpenuhi. DM juga
menceritakan bahwa S menjadi
orang yang cepat tersinggung dan
curigaan.
Masuknya S ke pusat rehabilitasi
juga atas rekomendasi salah satu
tetangganya yang membantu SL dan
suami. Hal ini juga diwarnai oleh
proses yang alot antara SL dan
suami, karena satu sisi SL tidak
ingin S dimasukkan ke pusat
rehabilitasi dan masih mewajarkan
sikap S yang melawan dan marah
terutama saat keinginannya tidak
dipenuhi.
Pada saat S masuk pusat
rehabilitasi, kemudian SL baru
mengetahui semuanya tentang
kondisi anaknya. Proses masuknya
S ke pusat rehabilitasi dilakukan
melalui intervensi dimana S di tarik
paksa oleh pegawai-pegawai dari
pusat rehabilitasi yang kemudian di
bawa ke tempat tujuan. S harus
melalui masa detoksifikasi selama
dua minggu, lalu setelahnya baru
bisa di jenguk oleh pihak keluarga.
Pusat rehabilitasi ini memiliki
program tiap minggunya yaitu
adanya pertemuan keluarga. Dalam
pertemuan itu semua diikutsertakan,
antara Si Pecandu dan keluarganya
serta pecandu-pecandu lain dan
keluarganya dijadikan dalam satu
ruangan. Pertemuan mingguan
tersebut juga ditujukan agar antar
keluarga pecandu dan pecandunya
itu sendiri untuk saling berbagi
informasi dan cerita, serta diberikan
juga cara menghadapi atau
penanganan terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin. Pada saat itu SL baru
mengetahui semua tentang S. SL
baru mengerti dan jelas apa yang
dilakukan dan dialami oleh S. Di
pusat rehabilitasi itu S juga
menceritakan semua tentang yang
disalahgunakan, mulai dari yang
ringan hingga yang jenis berat,
terakhir S menyalahgunakan Shabu
dan Putau.
Menurut informasi yang di dapat
dari DM, terdapat perubahan di
dalam diri SL setelah S masuk ke
pusat rehabilitasi. SL menjadi lebih
perhatian dan juga melakukan
pemantauan ekstra terhadap anak-
anaknya. Selama S di pusat
rehabilitasi kondisi SL dan suami
agak sedikit membaik. Begitupun
setelah S keluar dari pusat
rehabilitasi juga demikian.
Namun kondisi tersebut tidak
bertahan lama, kurang lebih tiga
bulan setelah S keluar dari pusat
rehabilitasi, S kembali menjadi
pribadi yang dulu saat
menyelahgunakan polydrugs dengan
heroin, bahkan lebih dari yang
dahulu, emosi S lebih fluktuatif dan
jarang mandi, serta bisa beberapa
hari tidak pulang ke rumah. Menurut
DM, S berada di pusat rehabilitasi
hanya delapan bulan. Mengetahui S
kembali lagi menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin, SL
memiliki pendapat bahwa
memasukkannya ke pusat
rehabilitasi adalah percuma.
Banyak kerugian yang dialami
oleh SL. Kerugian yang di alami
oleh diri sendiri, keluarga dan juga
lingkungan sekitar rumahnya. SL
yang dulu memiliki semangat hidup
dan sangat ekspresif sekarang
berubah menjadi lebih psimis, malu
dan minder. SL juga sering
mengalami menstruasi yang tidak
teratur, pola tidur yang berubah,
sering menangis dan juga
mengalami sakit kepala tiba-tiba.
Dan ditambahkan juga oleh DM
bahwa SL juga mengalami
penurunan konsentrasi, yang tadinya
rajin mengurusi rumah sekarang
sudah tidak begitu rajin lagi dan
tekanan darahnya pun jadi sering
meningkat karena memang SL
memiliki kecenderungan darah
tinggi.
Sikap SL ini juga berpengaruh di
lingkungan rumahnya. Menurut
DM, SL jadi pemalu dan minder
untuk berinteraksi dengan tetangga-
tetangganya bahkan teman-
temannya di organisasi pengajian
atau arisannya. SL tidak ingin
berlama-lama untuk berinteraksi. SL
menjadi segan untuk keluar rumah
dan lebih baik berada di dalam
rumah.
Masih menurut DM, sempat
beberapa kali SL mengucap putus
asa dalam menjalani hidup, merasa
tidak sanggup lagi untuk
melanjutkan hidup dengan kondisi
yang ada. Namun suaminya selalu
menguatkannya atau memotivasinya
bahwa masih ada Tuhan dan anak-
anak lainnya yang harus diasuh dan
diberikan kasih sayang. SL juga
merasa tidak puas dengan hidup
yang dijalaninya saat ini. Kondisi
dimana S menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin hanyalah
penghambat dirinya dalam
bertetangga. Selain itu, SL juga
kadang merasa iri dengan kondisi
keluarga di lingkungannya yang
kehidupannya normal, ini juga
diperkuat oleh cerita DM saat
diwawancarai.
Penanganan lain yang pernah
dilakukan oleh SL dan suami
terhadap S yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin yaitu
mengungsikannya ke kampung
halaman SL yaitu di daerah
Sumatera. Diungsikannya S,
menurut SL dan DM karena S telah
merugikan atau meresahkan
masyarakat, dianggap sebagai
bandar NAPZA dan mencuri
barang-barang tetangga disekitar
rumahnya. Kerugian lain yang
dialami keluarga antara lain banyak
barang-barang di rumah di jual
sebagai upaya S untuk mendapatkan
uang dan membeli polydrugs
dengan heroin, mulai dari peralatan
rumah tangga seperti televisi, radio
hingga onderdil-onderdil motor
yang dijual secara eceran. Pernah S,
menurut DM, melakukan aksi bunuh
diri dengan meminum obat serangga
cair karena tidak suka di tuduh
sebagai maling atau orang yang
menjual barang-barang yang hilang
tersebut.
Saat ini SL hanya bisa pasrah
terhadap keadaan anaknya yaitu S
yang hingga sekarang masih
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin, dimana baru diketahui SL
kurang lebih dua tahun terakhir. SL
belum sepenuhnya bisa
menyesuaikan diri terhadap kondisi
hidup yang dijalaninya, hal ini juga
diperkuat oleh cerita DM.
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi SL (ibu) berkaitan
dengan penyalahgunaan NAPZA
yang dilakukan oleh S (anak) ini
sesuai dengan teori yang kemukakan
oleh Hikmat (2002) dimana
penyalahgunaan NAPZA dapat
menimbulkan bermacam-macam
kerugian diantaranya kerugian bagi
diri, keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Kerugian yang dialami bagi diri
sendiri, dalam hal ini
penyalahgunanya adalah S (anak)
yaitu berubahnya kepribadian yang
sangat drastis dimana seseorang
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin jadi mudah
tersinggung, pemarah, emosi tidak
stabil dan menimbulkan sifat tidak
perduli terhadap diri sendiri dan
sekelilingnya, sehingga sehingga
semangat belajar menurun, bahkan
menjadi pencuri demi memuaskan
hasratnya untuk membeli polydrugs
dengan heroin. Kerugian yang
dialami keluarga yaitu hubungannya
tidak harmonis, tidak ada
komunikasi yang baik antar anggota
keluarga dan adanya anggapan
buruk terhadap keluarga yang di
dalamnya terdapat seseorang yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin serta kemungkinan akan
dikucilkan.
Sedangkan kerugian yang
dialami sekolah akan menimbulkan
kesulitan bagi guru-guru untuk
mengajar seseorang yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin, sikap kepada teman-
temannya pun cenderung tidak
menyenangkan bahkan tidak jarang
teman-temannya akan menjadi
korban pemerasan dan penilaian
masyarakat akan buruk terhadap
sekolah yang didalamnya memiliki
anak yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin. Dan
terakhir, kerugian yang dialami
masyarakat yaitu seseorang yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin akan meresahkan masyarakat
dan meningkatkan angka
kriminalitas di masyarakat misalnya
menjadi pencuri atau maling di
masyarakat.
2. Gambaran Penyesuaian Diri Ibu
terhadap Anak yang
Menyalahgunakan Polydrugs
dengan Heroin
a. Persepsi yang Akurat
terhadap Realitas
Banyak penanganan yang
telah dilakukan SL terhadap
anaknya yang menyalahgunakan
NAPZA yaitu memasukkan ke
pusat rehabilitasi dan diungsikan
ke tempat keluarga SL.
Namun tidak ada perubahan
dalam kondisi anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin dan SL merasa
bahwa penanganan tersebut
adalah percuma. Jadi menurut
SL, bila ingin benar-benar
terbebas oleh polydrugs dengan
heroin kuncinya ada pada
pemakainya. SL juga mengakui
bahwa merasa putus asa dan
tidak puas dengan kehidupan
yang dijalaninya saat ini. Hal ini
juga diperkuat oleh pernyataan
dari DM yang menjelaskan
bahwa SL kadang suka merasa
tidak kuat menjalani
kehidupannya.
Menurut Habber dan Richard
(1984) dimana karakteristik
penyesuaian diri yang baik itu
harus memiliki persepsi yang
akurat terhadap realitas yaitu
persepsi yang akurat terhadap
kenyataan adalah salah satu
syarat untuk mencapai
penyesuaian diri yang baik.
Persepsi yang dimiliki individu.
Maka persepsi SL (subjek)
terhadap realitas cenderung
tidak akurat, ini terlihat dari SL
menjalani kehidupannya saat ini,
SL sangat putus asa, tidak puas
dan selalu merasa tidak kuat.
Selain itu SL juga merasa bahwa
penanganannya terhadap S
dimana pernah dimasukkan
pusat rehabilitasi dan diungsikan
hanyalah upaya yang percuma
atau sia-sia.
b. Kemampuan untuk Mengatasi
Stres dan Kecemasan
Pada dasarnya SL ini orang
yang tegas dan ekspresif serta
senang bersosialisasi. Namun
setelah tahu anaknya
meyalahgunakan polydrugs
dengan heroin, awalnya kaget
dan tidak percaya. Kemudian
dari saat itu SL menjadi
pemurung, sering berdiam diri,
konsentrasi menurun dan pola
tidur tidak teratur.
Kadang SL juga tidak dapat
mengontrol emosinya saat
berhadapan dengan S yaitu
anaknya yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin atau
pun dengan anggota keluarga
lainnya. SL menjadi orang yang
sering menangis dan ini
diperkuat oleh pengakuan DM,
karena SL selalu cerita apa pun
yang dialami ke DM. Salah satu
hal yang membuat SL menjadi
pribadi yang pesimis adalah
karena anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin.
Menurut Habber dan Richard
(1984) yaitu karakteristik
penyesuaian diri yang baik yang
harus dimiliki seseorang adalah
ketika individu sering
menghadapi berbagai macam
masalah di dalam kehidupannya.
Masalah-masalah tersebut ada
yang dapat diatasi, namun ada
juga yang tidak berhasil
ditangani dengan baik. Masalah
yang tidak terselesaikan dapat
menimbulkan rasa kecewa, stres,
kecemasan bahkan rasa tidak
bahagia dalam diri induvidu.
Untuk mengatasi perasaan-
perasaan tersebut, individu
sering melakukan perbandingan
antara kenyataan atau tuntutan
lingkungan dengan kemampuan
yang dimilikinya, sehingga
dapat menjadi pemicu individu
untuk menetapkan suatu target
atau tujuan yang akan dicapai
untuk mengatasi permasalahan
yang timbul atau keinginan yang
dimilikinya. Ada kalanya tujuan
tersebut sesuai dengan
kenyataan, namun terkadang
tujuan tersebut sulit untuk
dipenuhi, sehingga individu
akan merasa cemas dan kecewa
Dalam hal ini SL cenderung
kurang mampu untuk mengatasi
stres dan cemas yang ada dalam
dirinya. Selain SL tidak dapat
mengontrol emosinya saat
berhadapan dengan S, SL juga
menjadi pribadi yang sering
berdiam diri dan pemurung serta
pola tidur SL pun tidak teratur
dan konsentrasinya menurun.
Perubahan pribadi pada SL ini
terjadi karena tidak dapat
mengatasi masalah yang ada di
keluarganya yaitu yang
berkaitan dengan S yang
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin.
c. Citra Diri Positif
SL juga mengalami perubahan
kepribadiannya yang
sebelumnya adalah orang yang
ekspresif dan terbuka namun
saat tahu anaknya
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin, SL menjadi
minderan dan segan untuk
bersosialisasi.
SL selalu berusaha nyaman
dalam menjalankan
kehidupannya, meski agak sulit
dan bila ada orang lain yang
merendahkan keluarganya
menyangkut kondisi anaknya
yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin, SL
hanya bisa kembalikan
semuanya kepada Tuhan, bahwa
ini merupakan takdir yang harus
dilewati.
SL juga mengakui saat ini
belum bisa menyesuaikan
dirinya dengan kondisi yang
ada. Ini juga diperkuat oleh
cerita dari DM.
Menurut Habber dan Richard
(1984) karakteristik yang baik
itu harus memiliki citra diri (Self
Image) yang positif yaitu
banyak psikolog sepakat bahwa
persepsi diri seseorang itu
merupakan indikator kualitas
penyesuaian dirinya. Bila
persepsi tersebut tidak disetujui
oleh lingkungannya, individu
tersebut akan mengalami
penyesuaian diri yang buruk
(maladjustment) dan sebaliknya.
Jadi, SL hingga saat ini
memiliki citra diri yang
cenderung negatif, hal ini
terlihat dari pengakuannya
sendiri dan diperkuat oleh cerita
dari DM bahwa SL masih belum
bisa menyesuaikan dirinya
dengan kondisi kehidupan yang
dijalani saat ini. SL juga
menjadi pribadi yang lebih
minder dan segan untuk
bersosialisasi serta hanya bisa
memasrahkan kondisinya tanpa
melakukan sesuatu dan
menganggap kondisi tersebut
adalah takdir Tuhan.
d. Kemampuan
Mengekspresikan Perasaan
Sewaktu SL sedang
merasakan sedih atau senang,
seringkali SL melampiaskan
emosinya kepada hal-hal yang
bisa membuatnya kembali
nyaman. Kadang SL berkumpul
bersama anak-anaknya atau
hanya sekedar ,menonton
televisi.
Terlebih bila SL sedang
merasakan sedih, SL akan
bercerita kepada suami tentang
apa yang sedang dialami. Tidak
jarang SL sulit untuk
mengekspresikan perasaannya di
depan orang lain, bahkan di
depan anak-anaknya. Hal ini
diperkuat juga oleh pernyataan
DM.
Kemampuan SL
mengekspresikan perasaannya
ini terlihat saat observasi, ketika
SL bertemu dengan teman
lamanya, SL banyak bercerita
dan mencurahkan segala keluh
kesahnya hingga menangis.
Menurut Habber dan Richard
(1984) yaitu karakteristik
penyesuaian diri yang baik yang
harus dimiliki seseorang adalah
mampu untuk mengekpresikan
perasaan, dimana individu yang
sehat secara emosional adalah
individu yang mampu
merasakan dan mengekspresikan
emosi dan perasaannya. Mereka
dapat menunjukkan emosinya
secara realistis dan dapat
mengontrolnya dengan baik tapi
bukan berarti lepas kontrol sama
sekali.
Jadi, SL hingga saat ini
cenderung belum mampu untuk
mengekspresikan perasaannya
secara realistis ataupun
mengontrolnya secara baik
meskipun SL mempunyai cara
untuk melampiaskan emosinya
untuk bisa membuatrnya
nyaman kembali. Ini terlihat saat
SL bertemu teman lamanya dan
kemudian bercerita tentang
kondisinya hingga menangis.
Selain itu, SL selalu
mencurahkan isi hatinya kepada
suaminya saat sedih.
e. Hubungan Interpersonal yang
Baik
Pada dasarnya SL memang
orang yang aktif. SL banyak
dimintai pertolongan oleh orang-
orang sekitar dan selalu didaulat
untuk menjabat di kepengurusan
dikantornya atau di lingkungan
rumahnya sebagai bendahara.
Selain dijadikan pengurus di
organisasi pengajian, SL juga
sering di daulat untuk menjadi
MC atau Qori’ah. Hal ini juga
diperkuat oleh pernyataan dari
DM. Pada saat observasi
berlangsung pun SL terlihat
akrab dengan teman-teman
pengajiannya.
Namun menurut DM saat
diwawancara kedua, SL lebih
sering berada di rumah dan
banyak menolak ajakan teman-
teman di sekitar rumahnya serta
bila sedang mengikuti kegiatan
di sekitar rumahnya SL sering
kali tidak mau berlama-lama
berkumpul.
Menurut Habber dan Richard
(1984) yang mengatakan tentang
karakteristik penyesuaian diri
yang harus dimiliki seseorang
yaitu individu dengan
penyesuaian diri yang baik
mampu mencapai keakraban
(intimacy) dalam hubungan
sosialnya. Mereka biasanya
memiliki kemampuan dan selalu
merasa nyaman dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, mereka juga akan
membuat orang lain merasa
nyaman ketika berada
bersamanya.
Maka dapat disimpulkan
bahwa meskipun saat ini
hubungan interpersonal SL
dengan lingkungan sekitarnya
masih baik-baik saja, namun
dari diri SL sendiri ketika ia
berkumpul tidak ingin berlama-
lama dan dipaparkan oleh DM
bahwa SL saat ini lebih banyak
berada di rumah dan sering
menolak ajakan teman-teman
rumahnya untuk berkegiatan
atau berkumpul.
Jadi, hanya terdapat satu
gambaran karakteristik
penyesuaian diri SL yang masih
cenderung cukup baik yaitu dalam
hal hubungan interpersonal
meskipun saat ini SL mulai
mengurangi pergaulannya dengan
lingkungan sekitar. Sedangkan
untuk gambaran karakteristik
penyesuaian diri yang lainnya
cenderung tidak tampak atau tidak
dimiliki oleh SL. Dimana
seharusnya menurut Harber dan
Richard (1984) terdapat beberapa
karakterisktik penyesuaian diri
yang baik yang harus dimiliki
seseorang diantaranya yaitu
persepsi yang akurat terhadap
realitas, mampu mengatasi atau
menangani stres dan kecemasan,
memiliki citra diri (self image)
yang positif, mampu
mengekspresikan perasaan dan
memiliki hubungan interpersonal
yang baik.
3. Faktor yang Mempengaruhi
Penyesuaian Diri Ibu terhadap
Anak yang Menyalahgunakan
Polydrugs dengan Heroin
a. Faktor yang Memperkuat
Penyesuaian Diri Ibu
1) Dukungan dari
Lingkungan Sekitar
SL yang aktif bekerja dan
berorganisasi memiliki
pemikiran bahwa dengan
berorganisasi setidaknya
dapat melupakan sedikit
masalah yang sedang
dihadapi. Dari kegiatan
berorganisasi inilah SL
mendapatkan bantuan dalam
bentuk saran tentang
anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin untuk
dimasukan ke pusat
rehabilitasi. Dan memang SL
yang saat itu mengikuti saran
tetangganya sempat dapat
merasakan kelegaan selama
anaknya di rehabilitasi.
Hubungan SL dengan
lingkungannya juga
membantu dirinya dalam
mengahadapi keadaan yang
dialaminya dan memperbaiki
sedikit percaya dirinya.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Cohen & McKay
(dalam Sarafino, 1994)
bahwa ada beberapa bentuk
dukungan sosial salah
satunya yaitu dukungan
jaringan sosial (Network
Support) dimana pemberian
dukungan jenis ini
dimaksudkan untuk
membuat individu
mempunyai perasaan
memiliki dan dimiliki dalam
suatu kelompok orang
dengan kesamaan baik
dalam minat maupun dalam
aktivitas sosial mereka.
2) Dukungan Keluarga
Hubungan SL dengan
anggota keluarga memang
sangat akrab. Satu sama lain
saling mendukung, sesuai
dengan apa yang diceritakan
oleh SL dan DM.
Hubungan keluarga ini
yang juga memperkuat
mental SL saat menghadapi
hal-hal yang berhubungan
dengan anaknya yang
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin. Anak-
anaknya yang lain pun juga
membantu SL dalam
menumbuhkan
kepercayadiriannya,
sehingga SL merasa nyaman
di rumah.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Cohen & McKay
(dalam Sarafino, 1994)
bahwa ada beberapa bentuk
dukungan sosial salah
satunya yaitu dukungan
emosional (Emotional
Support) dimana bentuk
dukungan ini meliputi
ekspresi dari rasa empati,
perhatian dan kepedulian
kepada individu yang
bersangkutan. Hal ini dapat
memberikan rasa nyaman,
kepastian, rasa memiliki dan
dicintai bagi individu
tersebut.
b. Faktor yang Melemahkan
Penyesuaian Diri Ibu
1) Keyakinan terhadap Nilai-
nilai Agama
SL cenderung t idak
memiliki nilai -nilai
agama yang kuat,
kalaupun SL aktif
dalam berorganisasi i tu
hanyalah sebagai
bentuk pelampiasan
sesaat agar dapat
melupakan sedikit
masalah yang sedang
dihadapinya, namun
tidak dibarengi dengan
nilai-nilai agama yang
didapat dalam
berorganisasi pengajian
tersebut. Sehingga SL
tidak menemukan
hikmah dari kondisi
yang sedang dijalan i
saat ini .
Hal ini t idak sesuai
dengan teori dari
Schnieders (1964)
bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi
penyesuaian diri adalah
nilai-nilai agama
(t ingkat religiusitas)
dimana faktor ini
memberikan suasana
psikologis yang dapat
digunakan untuk mengurangi
konflik, frustrasi dan
k e t e g a n g a n p s i k i s
l a i n , s e h i n g g a
i n d i v i d u m e m i l i k i
a r t i , t u j u a n , d a n
d a p a t
m e n y e i m b a n g k a n
h i d u p y a n g
d i p e r l u k a n u n t u k
m e n g h a d a p i t u n t u t a n
d a n p e r u b a h a n y a n g
t e r j a d i dalam
hidupnya.
2) Kurangnya Pengetahuan
dan Pengalaman dalam
Menangani Anak yang
Menyalahgunakan
Polydrugs dengan Heroin
Menurut infromasi yang
di peroleh dari DM, SL
memang agak kuno atau
kolot bahkan selalu percaya
dengan anak-anaknya.
Berbeda dengan DM yang
memang rajin membaca dan
lebih perhatian terhadap
anak-anaknya.
Oleh karena itu, SL pun
baru mengetahui S
menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin saat masuk
pusat rehabilitasi. SL
mengakui banyak
pembelajaran atau
pengetahuan yang di dapat
dari pusat rehabilitasi tempat
S ditempatkan.
Namun satu sisi
pengalamannya yang
menjadikannya tidak percaya
diri dikarenakan S masih
tetap menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin
meskipun telah ditangani di
pusat rehabilitasi serta juga
pernah diungsikan beberapa
bulan dengan tujuan agar
tidak lagi berhubungan
dengan teman-teman
sepermainannya.
Hal ini tidak sesuai
dengan teori konstruktivisme
(dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/
Konstruktivisme, 2011)
dimana terdapat
pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari
apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama
ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
BAB V
A. Kesimpulan
1. Masalah yang Dihadapi Ibu
berkaitan dengan
Penyalahgunaan Polydrugs
dengan Heroin yang Dilakukan
oleh Anak
Dari hasil analisis dan
pembahasan dapat di tarik
kesimpulan bahwa ibu yang
memiliki anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin mengalami banyak kerugian
di kehidupannya. Kerugian-kerugian
tersebut salah satunya merubah
kepribadiannya. SL yang dulunya
ekspresif, sekarang menjadi pesimis,
yang awalnya teratur/rajin namun
sekarang tidak lagi, kurang percaya
diri, menjadi pemalu atau minder,
sering menangis, pola tidurnya pun
mengalami perubahan yang tidak
teratur. Serta lebih banyak berdiam
diri dan sering mengalami sakit
kepala tiba-tiba karena terlalu
cemas.
Selain itu terdapat kerugian yang
berkaitan dengan lingkungan yaitu
SL menjadi jarang berinteraksi serta
malu, karena S pernah diketahui
oleh tetangga-tetangganya mencuri
dan akhirnya diungsikan. Sehingga
SL merasa dikucilkan akibat ulah S
dan kerugian yang dialami keluarga
banyak barang-barang di rumah
(perlengkapan/peralatan) yang di
jual oleh S demi kebutuhannya
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin. Di lihat dari nilai
akedemisnya di sekolah S juga
mengalami penurunan drastis
sehingga SL pernah menyogok
pihak sekolah agar meluluskan
anaknya.
2. Gambaran Penyesuaian Diri Ibu
terhadap Anak yang
Menyalahgunakan Polydrugs
dengan Heroin
Dari hasil analisis dan
pembahasan penelitian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa secara umum SL
mengalami penyesuaian diri yang
cenderung buruk terhadap S (anak)
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin. Persepsi SL
cenderung tidak akurat terhadap
realitas dimana SL saat ini merasa
dirinya tidak puas dan putus asa
dengan kehidupan yang dijalaninya.
SL juga merasa percuma atas
penanganan yang telah dilakukan
yaitu memasukkan S ke pusat
rehabilitasi dan mengungsikannya.
SL cenderung kurang mampu untuk
mengatasi stres dan kecemasan Ini
terlihat saat observasi, dimana
antara SL menangis hingga teriak-
teriak kepada S saat terjadi
percekcokan diantaranya serta saat
wawancara kedua, SL terlihat
memijit-mijit kepalanya dan tidak
berkonsentrasi. SL juga memiliki
citra diri yang cenderung negatif
saat ini hanya memasrahkan
segalanya kepada Tuhan dan
menganggapnya hal ini adalah
cobaan hidup yang harus dilewati
tanpa melakukan sesuatu untuk
merubah kondisinya sehingga masih
belum bisa menyesuaikan diri
terhadap S yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin.
Kemampuan SL dalam
mengekspresikan perasaannya
hingga saat ini cenderung tidak
realistis dan tidak dapat dikontrol.
Hal ini terlihat oleh peneliti saat
observasi, SL mencurahkan semua
yang dialaminya kepada teman
lamanya hingga menangis.
Hubungan interpersonal SL juga
sebenarnya masih baik, masih suka
ikut berkegiatan di lingkungan
rumah. Namun di lain sisi, menurut
informasi yang di dapat dari DM,
SL lebih banyak menolak ajakan
berkumpul dari tetangganya dan
lebih memilih berdiam diri di
rumah. Kalau pun SL mengikuti
kegiatan biasanya SL tidak pernah
lama-lama untuk berkumpul.
3. Faktor yang Mempengaruhi
Penyesuaian Diri Ibu terhadap
Anak yang Menyalahgunakan
Polydrugs dengan Heroin
Berdasarkan pembahasan,
terdapat faktor yang memperkuat
dan melemahkan penyesuaian diri
ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin. Faktor yang memperkuat
yaitu dukungan lingkungan sekitar
dan keluarga. Adanya dukungan
dari lingkungan sekitar yang
diberikan terhadap SL saat itu
sangat membantu berkaitan dengan
dimasukkan S ke pusat rehabiliatsi.
Sedangkan dukungan keluarga yaitu
SL merasa nyaman dengan anggota
keluarga lainnya serta meningkatkan
keakraban satu sama lain.
Faktor yang melemahkan
penyesuaian diri ibu terhadap anak
yang menyalahgunakan polydrugs
dengan heroin antara lain adalah
kurangnya keyakinan terhadap nilai-
nilai agama yang dimiliki SL
sehingga masih belum bisa
menyesuaikan dirinya dan tidak
dapat menemukan hikmah atas
masalahnya tersebut. Selain itu, SL
kurang atau bahkan tidak pernah
memiliki pengalaman atau
pengetahuan menangani anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin.
.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan penelitian terhadap
penyesuaian diri ibu terhadap anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin, peneliti memberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi ibu, diharapkan agar jangan
putus asa dan lebih bisa
menyesuaikan diri terhadap kondisi
berkaitan dengan anak yang
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin, mencari tahu dan menambah
wacana tentang penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin.
2. Bagi orangtua dan keluarga,
diharapkan meningkatkan nilai-nilai
agama di keluarga dan terhadap diri
sendiri dengan tujuan agar dapat
menemukan arti hidup tentang
masalah yang sedang dihadapi di
kehidupan berkeluarga. diharapkan
agar antar anggota keluarga untuk
tetap merangkul, tidak mengucilkan
satu sama lain dan memberikan
pengertian tentang bahayanya
polydrugs dengan heroin sebagai
upaya penyembuhan secara bertahap.
3. Bagi pendidikan, masayarkat dan
pemerintah, diharapkan agar setiap
instansi pendidikan mengupayakan
adanya penambahan kurikulum
mengenai jenis-jenis polydrugs
dengan heroin dan bahaya
penyalahgunaannya serta dampak
yang akan disebabkan di kemudian
hari, sehingga para pelajar mendapat
pengetahuan lebih tentang hal
tersebut dan dapat sebagai pegangan
atau antisipasi di kehidupannya, turut
serta dalam penanganan terhadap
keluarga yang di dalamnya terdapat
anak yang menyalahgunakan
polydrugs dengan heroin dan jangan
hanya mengucilkan keluarga tersebut
karena dukungan sosial dari
masyarakat sekitar lebih berarti.
Adanya peran pada tahap intervensi
dengan mengadakan kegiatan yang
dilakukan seputar pemberian
informasi melalui berbagai bentuk
penyuluhan dan bimbingan kepada
masyarakat umum sehingga wacana
pemberantasan penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin dapat
dengan selesai dituntaskan.
4. Bagi penelitian selanjutnya,
diharapkan agar lebih
mengembangkan dan memperdalam
teori yang dipergunakan. Selain
metode kualitatif, metode lain yang
dapat digunakan dalam penelitian
selanjutnya adalah metode kuantitatif
untuk melihat tidak hanya pada
seorang ibu melainkan ayah, orang
tua dan keluarga atau penelitian lebih
lanjut tentang penyalahgunaan
polydrugs dengan heroin tidak hanya
dikalangan usia remaja tetapi juga
usia dewasa dan berbagai usia lainnya
serta penelitian penyalahgunaan
beberapa jenis polydrugs dengan
heroin secara lebih spesifik seperti
ganja, heroin dan lain-lain. Untuk
penelitian selanjutnya sebaiknya
mencoba variabel lain seperti
contohnya pola asuh untuk melihat
bagaimana pola asuh anak pada
kehidupan keluarga yang anaknya
menyalahgunakan polydrugs dengan
heroin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2001). Kamus besar bahasa
indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Pusat Bahasa.
Anonim.
Http://www.bnpjabar.or.id/index.php?op
tion=com_content&view=article&id=31
2:mengapa-narkoba-sangat-berbahaya-
&catid=58:berita-bnp&Itemid=11
Anonim.
Http://www.ycab.org/id/missionfight.asp
.
Anonim.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivi
sme
Anonim. (2001). Dunia adiksi dan virus :
HIV/AIDS dan hepatitis. 1 day junkie
seminar-pecandu dalam keluarga.
Ciawi : Yayasan Harapan Permata
Hati Kita.
Black, J. A & D. J Champion. (1992).
Metode dan masalah penelitian
sosial. Bandung : Eresco.
Chaplin, J. P. (2001). Kamus lengkap
psikologi. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Dariyo, A. (2004). Psikologi
perkembangan remaja. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Gerungan, W. A. (2002). Psikologi
sosial. Bandung : Refika Aditama.
Green, C. W. 2001. Menanggapi
epidemi HIV dikalangan pengguna
narkoba suntikan : Dasar pemikiran
pengurangan Dampak Buruk
Narkoba. Yogyakarta : WartaAIDS.
Gunarsa, S. D. (1975). Psikologi
perkembangan seri pendidikan
keluarga. Jakarta : Gunung Mulia.
Habber, A & Richard, P. R. (1984).
Psychology of adjustment. Illinois :
The Dorsey Press.
Hawari, D. (1996). AIDS dan NAPZA.
Yogyakarta : Dama Bhakti Prima
Yasa.
Hikmat, M. M. (2002). Narkoba musuh
kita bersama. Bandung : Grafitri.
Kaplan, H. I & Sadock, B. J. (1997).
Sinopsis psikiatri : Ilmu pengetahuan
prilaku psikiatri klinis, Jilid 2. Jakarta
: Binarupa Aksara.
Kartono, K. (1996). Pengantar
Metodologi riset sosial. Bandung :
Mandar Maju.
Lazarus, R. S. (1969). Patterns of
adjustment and human effectiveness.
Tokyo : Kogakusha Company, LTD.
Moleong, L. J. (2004). Metode
penelitian kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian diri
remaja. Jakarta : Http://www.e-
psikologi.com/Remaja/160802.htm.
Nawawi, H. H. (2005). Metode
penelitian bidang sosial. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Partodiharjo, S. (2006). Kenali narkoba
dan musuhi penyalahgunaannya.
Jakarta. Erlangga.
Perry, Bruce D. (2001) Bonding and
attachment in maltreated children :
Consequences of emotional neglect in
childhood . diakses dari
http://childtraumaacademy.org/Docu
ments/AttCar4_03_v2.pdf pada 05
Desember 2011.
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan
kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta : Lembaga Pengembangan
Sarana Pengukuran Dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3). Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta : Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran
dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta : Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran
dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Riyanto, Y. (2001). Metode penelitian
pendidikan. Surabaya : Sic.
Sitompul, A. R. A. (2001). Proses
penyesuaian diri pada istri yang
ditinggal mati oleh suami secara
mendadak. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Depok : Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Yin, R. K. (2004). Studi kasus : Desain
dan metode. Jakarta : Rajawali Press.
top related