peran faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi
Post on 16-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Peran Faktor Usia, Jenis Kelamin, dan Fraksi Ejeksi terhadap Kematian Pasien dalam 6 Tahun Pascaoperasi Bedah Pintas Arteri Koroner di RS
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Tahun 2014
Denys Putra Alim1 dan Bambang Budi Siswanto2
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat 10440, Indonesia 2. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Letjen
S. Parman No.Kav 87, Jakarta Barat 11420, Indonesia
E-mail: denys_lim@yahoo.com
Abstrak
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Sensus nasional Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 26,4%. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kematian 6 tahun pasca bedah pintas arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Studi yang digunakan adalah kohort retrospektif pada pasien yang menjalani BPAK tahun 2006 di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan menggunakan total population sampling. Hasilnya terdapat 308 tindakan BPAK di RS Harapan Kita tahun 2006 dengan eksklusi 5 subjek karena data rekam medis tidak lengkap, 1 subjek karena BPAK dengan tindakan bedah lain, 225 subjek karena tidak dapat dihubungi kembali. Didapatkan 77 subjek penelitian dengan angka kematian sebesar 18,2% (14 dari 77 subjek). Faktor prediktor kematian oleh usia > 50 tahun didapatkan nilai p=0,725, faktor jenis kelamin nilai p=0,198, dan faktor fraksi ejeksi < 40% nilai p=0,449. Kesimpulannya faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kematian subjek dalam 6 tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
The Role of Age, Sex, and Ejection Fraction in 6-Years Mortality After Coronary Artery Bypass Graft at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2014
Abstract
Cardiovascular disease is one of the leading causes of death worldwide. Indonesian national census in 2001 showed that deaths due to cardiovascular disease including coronary artery disease (CAD) by 26.4%. This study aims to find factors that influence the 6-year mortality post coronary artery bypass surgery (CABG) at National Cardiovascular Center Harapan Kita. The study design is retrospective cohort study in patients undergoing CABG in 2006 at the National Cardiovascular Center Harapan Kita by using total population sampling. There were 308 CABG procedures at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2006, which were excluded 5 subjects with incomplete medical records, 1 subject with other cardiovascular surgery procedure, 225 subjects lost to follow up. There were 77 eligible research subjects with a mortality rate of 18.2% (14 of 77 subjects). Predictor factors of mortality by age > 50 years (p=0.725), sex (p=0.198), and ejection fraction < 40% (p=0.449). Therefore, there were no significant correlation among age, sex, and ejection fraction to the 6-years mortality outcome for patients undergo CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Keywords: 6-years mortality post-CABG; Coronary artery bypass graft; Coronary artery disease; National Cardiovascular Center Harapan Kita. Pendahuluan Pada saat ini, penyebab pertama kematian
di seluruh dunia adalah penyakit
kardiovaskular. Persentase kematian yang
disebabkan kardiovaskular mencapai 30%
atau sekitar 17,5 juta penduduk dunia pada
tahun 2005. Menurut WHO, sekitar 60%
dari seluruh penyebab kematian penyakit
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
kardiovaskular adalah dikarenakan
penyakit jantung koroner (PJK). Indonesia
berdasarkan survei kesehatan nasional
tahun 2001, menyatakan bahwa 26,3%
penyebab kematian adalah penyakit
kardiovaskular, diikuti oleh penyakit
infeksi, penyakit paru, penyakit
pencernaan, keganasan, dan kecelakaan
lalu lintas atau trauma.1
Di Indonesia, penyakit jantung juga
cenderung meningkat sebagai penyebab
kematian. Sampai dengan saat ini, PJK
merupakan penyebab utama kematian dini
pada sekitar 40% penyebab kematian laki-
laki usia dewasa. Etiologi atau penyebab
PJK sendiri belum dipahami secara pasti
dan terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi timbulnya PJK yang
dikenal sebagai faktor risiko PJK.
Berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya, diketahui bahwa seseorang
dapat terkena PJK ditentukan oleh interaksi
dua atau lebih faktor risiko seperti
herediter/genetik, usia, jenis kelamin,
hipertensi, merokok, diabetes melitus,
obesitas, maupun stress.1
Terapi untuk PJK saat ini dilakukan secara
medikamentosa dan juga tindakan bedah
seperti operasi bedah pintas arteri koroner
(BPAK) pada pasien yang telah mengalami
gangguan berat pada arteri koronernya.
Tujuan dari operasi BPAK ini adalah untuk
meningkatkan aliran darah menuju ke sel
otot jantung yang vaskularisasinya
terganggu dengan cara membuat pintasan
pembuluh darah melalui arteri yang
tersumbat.2,3 Pembuluh darah yang
digunakan umumnya diambil dari arteri
atau vena yang berasal dari V. Saphenous,
A. Radialis atau A. Mammaria Interna.
Namun, operasi BPAK ini tetap
mempunyai risiko terjadinya kematian
pasca BPAK. Keberhasilan dari operasi
BPAK ini bergantung dari kondisi dan
keparahan PJK yang diderita pasien
sebelum operasi dan juga faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kondisi pasien
pasca operasi, yaitu adanya diabetes
melitus, usia tua, penurunan fraksi ejeksi,
dan infeksi lokal di sternum pasca operasi.3
Berdasarkan alasan-alasan di atas maka
penulis ingin melakukan penelitian
mengenai kematian yang terjadi pasca
BPAK dan apakah terdapat hubungan
antara faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi
ejeksi terhadap kematian tersebut. Dengan
mengetahui faktor-faktor prediktor
kematian pasca BPAK maka penelitian ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk
penelitian berikutnya.
Melalui latar belakang yang dipaparkan di
atas, peneliti mengidentifikasi masalah
penelitian yaitu adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi kematian pasien dalam 6
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
tahun pascaoperasi bedah pintas arteri
koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita pada tahun 2006.
Pertanyaan penelitian ini apakah terdapat
hubungan antara faktor usia, jenis kelamin,
dan fraksi ejeksi dengan kematian pasien
dalam 6 tahun pascaoperasi bedah pintas
arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita pada tahun 2006?
Hipotesis penelitian adalah terdapat
hubungan antara faktor usia, jenis kelamin,
dan fraksi ejeksi dengan kematian pasien
dalam 6 tahun pascaoperasi bedah pintas
arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita pada tahun 2006.
Tinjauan Teoritis
Jantung terletak di rongga dada sekitar
garis tengah sternum di anterior dan
vertebra di posterior. Meskipun jantung
secara anatomis terlihat sebagai satu organ,
sisi kiri dan sisi kanan jantung berfungsi
sebagai dua pompa yang berbeda. Jantung
dibagi menjadi sisi kiri dan kanan dan
memiliki 4 ruangan. Ruang yang di atas
merupakan atrium dan di bawahnya ada
ventrikel. Antara sisi kiri dan kana
dipisahkan oleh septum yang mencegah
pencampuran darah sisi kiri dan kanan. Sisi
kanan jantung menerima darah dari
sirkulasi sistemik dan memompanya ke
sirkulasi pulmonari sedangkan sisi kanan
menerima darah dari sirkulasi pulmonari
menuju ke sirkulasi sistemik. Kedua sisi
jantung memompa darah dalam jumlah
yang sama secara berurutan.4
Dua arteri koroner, arteri koroner kanan
dan kiri, bercabang dari aorta asenden dan
menyuplai darah kaya oksigen ke
miokardium. Arteri koroner kiri melalui
bagian inferior menuju ke aurikular kiri
dan bercabang menjadi interventrikular
anterior dan cabang-cabang sirkumfleksa.
Cabang interventrikular anterior atau left
anterior descending (LAD) artery berada
di sulkus interventrikular anterior dan
menyuplai darah kaya oksigen ke dinding
kedua ventrikel. Cabang sirkumfleksa
berada di sulkus koronaria dan menyuplai
oksigen ke dinding atrium dan ventrikel
kiri. Arteri koroner kanan menyuplai
cabang-cabang kecil menuju ke atrium
kanan. Berjalan inferior menuju ke
aurikular kanan dan bercabang menjadi
interventrikular posterior dan cabang
marginalis. Cabang interventrikular
posterior mengikuti sulkus interventrikular
posterior dan menyuplai dinding kedua
ventrikel dengan darah kaya oksigen.
Cabang marginalis dibelakang sulkus
koronaria berjalan di batas kanan jantung
dan membawa darah kaya oksigen ke
miokardium ventrikel kanan. Kebanyakan
bagian tubuh memperoleh suplai darah dari
cabang-cabang lebih dari 1 arteri dan
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
dimana ada dua tau lebih arteri yang
menyupali daerah yang sama maka mereka
biasanya berhubungan. Hubungan ini
disebut anastomosis yang menyediakan
rute alternatif yang disebut sirkulasi
kolateral. Miokardium mempunyai banyak
anastomosis yang menghubungkan cabang-
cabang arteri koroner tertentu atau antara
cabang dari arteri koroner yang berbeda.
Mereka menyediakan jalan memutar untuk
darah arteri jika rute utama tersumbat
sehingga otot jantung dapat memperoleh
oksigen yang memadai jika salah satu
arteri koronernya terhambat sebagian.5
Endotel vaskular memiliki banyak fungsi
sintesis dan metabolik serta berperan aktif
dalam interaksi darah dan jaringan. Pada
umumnya, taut antarsel bersifat
impermeabel namun taut ini dapat
melonggar di bawah pengaruh faktor
hemodinamik (misal tekanan darah tinggi)
dan zat-zat vasodilator (misal histamin).
Jejas di endotel vaskular dapat
menyebabkan terjadinya trombus,
aterosklerosis, dan penyakit lainnya.
Perubahan status fungsi endotel karena
jejas dinamakan sebagai disfungsi endotel.
Disfungsi endotel ini dapat bermanifestasi
sebagai gangguan vasodilatasi-dependen
endotel, penurunan sintesis NO,
peningkatan kadar endotelin, dan
pembentukan radikal bebas oksigen.
Pemicu disfungsi endotel ini dapat berupa
sitokin, produk dari bakteri, stres
hemodinamik, produk lemak, dan jejas-
jejas lainnya. Disfungsi endotel sangat
berperan dalam patogenesis penyakit
pembuluh darah. Disfungsi endotel, baik
akut maupun kronis, merangsang
pertumbuhan sel otot polos dengan
mengganggu keseimbangan antara inhibisi
dan stimulasi sel otot polos.6
Aterosklerosis ditandai oleh lesi di intima
yang disebut ateroma. Ateroma ini
menonjol ke dalam lumen sehingga dapat
menyebabkan obstruksi serta kelemahan
lapisan tunika media dibawahnya.
Aterosklerosis terutama mengenai arteri
elastik (aorta, a. karotis, a. iliaka) serta
arteri muskuler besar dan sedang (ateri
koroner dan a. poplitea). Ateroskleorsis
dapat menimbulkan gejala apabila
menyerang arteri yang memperdarahi
jantung (infark miokardium), otak (strok),
ginjal, dan ekstremitas bawah (gangren
tungkai). Patogenesis aterosklerosis masih
merupakan hipotesis yaitu terjadinya
penekanan proliferasi di intima serta
organisasi dan pertumbuhan repetitif
trombus. Hipotesis ini menganggap
aterosklerosis sebagai bentuk peradangan
kronis dinding pembuluh darah yang
dipicu oleh jejas endotel. Patogenesisnya:7
1. Jejas endotel kronis menyebabkan
peningkatan permeabilitas,
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
perlekatan leukosit, dan
kemungkinan trombosis;
2. Lipoprotein, terutama LDL, masuk
ke tunika pembuluh darah;
3. LDL kemudian teroksidasi oleh
radikal bebas;
4. Leukosit (terutama monosit) masuk
ke tunika pembuluh darah dan
menjadi makrofag serta sel busa;
5. Trombosit kemudian melekat juga
ke pembuluh darah;
6. Pengeluaran faktor dari trombosit,
makrofag, atau sel vaskular yang
menyebabkan migrasi sel otot polos
dari tunika media ke tunika intima;
7. Terjadi proliferasi sel otot di tunika
intima, terjadi akumulasi kolagen
dan peptidoglikan di matriks
ekstraseluler;
8. Peningkatan deposit lemak baik di
dalam maupun di luar sel.
Arteri koroner adalah salah satu arteri yang
menyuplai oksigen dan zat makanan
menuju ke sel-sel otot jantung.2,7 Jantung
bergantung pada zat makanan dan oksigen
ini karena jantung bekerja secara konstan
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung
tidak pernah beristirahat seperti otot-otot
lainnya di tubuh dan karena inilah jantung
membutuhkan suplai oksigen dan zat
makanan secara konstan pagi dan
malam.Error! Bookmark not defined. Bila
seseorang memiliki masalah PJK maka hal
ini dapat membuat diameter arteri menjadi
lebih kecil atau bahkan tersumbat dan
memicu terjadinya angina pektoris. Salah
satu tatalaksana angina adalah dengan
tindakan BPAK. Tindakan BPAK ini
memanfaatkan pembuluh darah yang
diambil dari dada, kaki atau lengan dan
digunakan untuk memintasi pembuluh
darah yang menyempit atau tersumbat.
Tindakan operasi ini tidak menyembuhkan
PJK sehingga ada kemungkinan untuk
terjadi penyumbatan ulang pada pembuluh
darah yang digunakan untuk pintasan atau
pembuluh darah lainnya. Operasi ini hanya
membantu untuk menangani gejala-gejala
PJK maka dari itu pasien perlu merubah
gaya hidup untuk mencegah tingkat
keparahan yang lebih lanjut. Terdapat
beberapa alternatif lain bagi pasien CAD
selain melakukan operasi ini yaitu terapi
obat-obatan atau melakukan coronary
angioplasty. Pada terapi menggunakan
obat biasanya obat yang digunakan adalah
penghambat kanal kalsium (CCB), β-
blockers, statin, dan anti-trombosit yang
dapat memperbaiki gejala atau mencegah
agar tidak semakin buruk. Pada coronary
angioplasty menggunakan sebuah kateter
yang akan dimasukkan ke dalam pembuluh
darah dan digunakan untuk memperlebar
diameter pembuluh yang telah menyempit
tadi sehingga aliran darah akan lebih
banyak ke sel otot jantung. Tatalaksana ini
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
bergantung kepada kondisi dari PJK yang
dimiliki oleh pasien.2
Prosedur BPAK tergolong relatif aman
meski masih terdapat beberapa efek
samping atau kekurangannya. Biasanya
pasien yang menjalani BPAK akan
mengalami rasa nyeri, bengkak dan memar
di sekitar luka operasi yang dapat ada
hingga 1 bulan dan bisa juga meninggalkan
bekas luka pada luka operasi tersebut.
Komplikasi dari semua prosedur
pembedahan antara lain adalah reaksi
anestesi yang tidak diinginkan, infeksi, dan
pendarahan. Komplikasi spesifik untuk
BPAK jarang terjadi dan mencakup
serangan jantung, stroke atau kematian dan
risiko-risiko ini berbeda-beda pada tiap
individu.2 Pelaksanaan operasi BPAK ini
dilakukan oleh seorang bedah kardiotorak.
Teknik tradisional melibatkan pemotongan
dada melalui tulang dada atau sternum
(prosesnya disebut median sternotomy).
Melalui potongan ini dokter bedah dapat
melihat jantung dan aorta pasien. Pada cara
lama, jantung pasien dihubungan ke mesin
jantung-paru agar jantung dapat berhenti
bergerak dan juga menggunakan senyawa
kimia khusus untuk menghentikan jantung
yaitu kardioplegia. Setelah seluruh proses
pemasangan pembuluh darah pintasnya,
jantung pasien akan dibuat bekerja lagi
dengan mematikan mesin jantung paru
tersebut. Seluruh operasi bypass ini
awalnya menggunakan vena saphenous
dari kaki untuk membawa aliran darah
memintasi tempat obstruksi. Ujung satu
vena akan dihubungkan ke aorta dan ujung
satu lagi di arteri koroner setelah titik
penyumbatan.8
Faktor yang Memengaruhi
Keberhasilan BPAK
Faktor Usia
Dewasa ini teknologi dan perkembangan
suatu negara semakin pesat tidak terkecuali
juga di Indonesia. Perkembangan ini
membuat angka harapan hidup menjadi
lebih lama dan menyebabkan jumlah orang
yang lanjut usia (lansia) meningkat.
Batasan yang digunakan untuk usia lanjut
adalah 70 tahun. Peningkatan angka
harapan hidup ini menyebabkan semakin
banyak pula lansia yang menjalani BPAK.
Hirose dkk membandingkan BPAK pada
kelompok pasien non lansia dan lansia
(>75 tahun) secara retrospektif dan
hasilnya ternyata tingkat mortalitas dan
morbiditas yang lebih tinggi didapatkan
pada kelompok lansia namun Hirose dkk
menyatakan bahwa penyebab tingginya
mortalitas dan morbiditas tersebut
dikarenakan adanya penyakit komorbid
yang menyertai pasien (misalnya gagal
jantung atau gagal ginjal), bukan karena
usia lanjut sebagai penyebab utamanya.
Pada kelompok Gursel dkk juga
menyatakan hasil yang serupa bahwa
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
tingkat kematian 30 hari pasca BPAK lebih
tinggi pada kelompok lansia dibanding
kelompok non lansia (4.7% dan 2.3%).
Terlebih lagi pasien lansia memiliki waktu
rawat inap yang lebih lama dibanding non
lansia (1.9 dan 1.7 hari, p=0.006).8 Meski
banyak terdapat risiko yang diasosiasikan
dengan kelompok lansia, BPAK pada
pasien lansia masih dapat menjadi pilihan
tatalaksana karena usia secara individual
tidak seharusnya dijadikan landasan untuk
melaksanakan BPAK.9,10
Faktor Jenis Kelamin
Penelitian Vaccarino et al. menyatakan
bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap
mortalitas dan morbiditas pasien pasca
BPAK namun unsur jenis kelamin ini
dipengaruhi pula oleh usia pasien. Mereka
menemukan bahwa dibandingkan laki-laki,
wanita lebih banyak memiliki faktor risiko
dan komorbiditas dimana perbedaan faktor
risiko dan komorbiditas tersebut lebih
nampak pada kelompok usia muda. Wanita
memiliki tingkat mortalitas di rumah sakit
lebih tinggi dibanding laki-laki namun
perbedaan tingkat mortalitas ini lebih nyata
terlihat pada kelompok muda. Wanita
dengan usia < 50 tahun memiliki
kecenderungan 3 kali lipat untuk
meninggal dibandingkan laki-laki (3.4%
dan 1.1%) sedangkan wanita usia 50-59
tahun memiliki kecenderungan 2.4 kali
lipat untuk meninggal dibandingkan laki-
laki (2.6% dan 1.1%). Pada kelompok usia
yang lebih tua, perbedaan jenins kelamin
tidak terlihat secara mencolok (p < 0.001
untuk interaksi antara jenis kelamin dan
usia).10
Faktor Fraksi Ejeksi Jantung
Pelaksanaan BPAK pada pasien dengan
tingkat disfungsi sistolik ventrikel kiri
sedang menunjukkan peningkatan angka
harapan hidup. Penggnaan BPAK mungkin
juga dapat meningkatkan prognosis pada
pasien dengan CAD dan fungsi sistolik
yang parah. Penelitian Hilis dkk
melibatkan 379 pasien dengan fraksi ejeksi
≤ 35% dan melakukan BPAK. Angka
harapan hidup pasien adalah 94.5% pada
hari ke 30, 88% pada tahun pertama, 81%
pada tahun ke 3.11
Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan cohort
retrospective di RS Jantung Nasional
Harapan Kita. Penelitian dimulai pada
tanggal 1 Januari 2013 sampai 1 Juni 2014.
Sumber data penelitian ini adalah data
sekunder yang didapatkan dari rekam
medis pasien di rumah sakit. Populasi
target adalah rekam medis pasien yang
menjalani BPAK di kota Jakarta pada
tahun 2006. Populasi terjangkau adalah
rekam medis pasien yang menjalani BPAK
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
di RS Jantung Nasional Harapan Kita pada
tahun 2006. Sampel adalah rekam medis
yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
termasuk kriteria eksklusi. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan
metode total population sampling dari
keseluruhan pasien yang menjalani operasi
BPAK pada tahun 2006. Peneliti
menggunakan nilai α = 5% dan nilai β =
20% maka besar sampel yang dibutuhkan
untuk penelitian ini adalah:
n1 = n2 = !" !!"!!" !!!!!!!!!!!!!!
!
n1 = n2 =
!,!" !!!,!"!!,!"!!,!" !,!!!,!!!,!!!,!!,!
!
n1 = n2 = 225,21 ≈ 226 subjek
Keterangan:
n1 = jumlah sampel kelompok kasus
n2 = jumlah sampel kelompok kontrol
Zα = deviat baku dari kesalahan tipe I
(1,96)
Zβ = deviat baku dari kesalahan tipe II
(0,84)
P2 = Proporsi kelompok yang sudah
diketahui nilainya (0,2)
Q2 = 1 - P2 (0,8)
P1 = Porporsi kelompok yang nilainya oleh
judgment peneliti (0,3)
Q1 = 1- P1 (0,7)
P1 – P2 = Selisih proporsi minimal yang
dianggap bermakna (0,1)
P = Proporsi total ((P1+P2)/2)=(0,15)
Q = 1 – P (0,85)
Kriteria inklusi yang digunakan adalah
subjek merupakan pasien PJK yang telah
menjalani operasi BPAK di RS Jantung
Nasional Harapan Kita pada tahun 2006,
data subjek yang diperlukan untuk riset
tercatat di dalam rekam medis pasien, dan
rekam medis yang boleh dipinjam untuk
dipelajari. Kriteria eksklusi adalah rekam
medis pasien hilang atau tidak ada atau
pasien menjalani operasi BPAK bersamaan
dengan operasi lainnya. Sedangkan kriteria
drop out adalah pasien tidak dapat di
follow up sehingga tidak diketahui keadaan
sekarang. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kematian dalam 6
tahun pascaoperasi BPAK. Variabel
independen adalah faktor usia, jenis
kelamin, dan fraksi ejeksi subjek
penelitian. Variabel perancu adalah
kepatuhan pasien untuk berobat
pascaoperasi BPAK.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan
mempelajari rekam medis pasien. Peneliti
akan mencari data mengenai usia, jenis
kelamin, dan fraksi ejeksi pasien serta
waktu dilakukannya operasi BPAK pada
pasien tersebut. Kemudian peneliti mencari
adanya kejadian kematian pasien tersebut
dalam kurun waktu 6 tahun pascaoperasi
BPAK dengan menghubungi pasien
apakah masih hidup sampai saat ini.
Setelah seluruh data terkumpul dan
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
diseleksi, data diverifikasi dan diolah
menggunakan program SPSS for windows
version 17.0. Hasil dari pengolahan data
akan disajikan dalam bentuk tabel agar
lebih ringkas dan mudah dimengerti.
Variabel dependen yang dimiliki oleh
peneliti merupakan data kategorik dan
seluruh variabel independen juga
merupakan data kategorik sehingga
analisis data yang digunakan adalah uji
analisis komparatif kategorik 2 kelompok
tidak berpasangan yaitu uji chi-square.
Apabila nilai expected count data melebihi
20% maka akan dilakukan penggabungan
sel data terlebih dahulu kemudian diuji
ulang menggunakan uji chi-square.
Apabila setelah penggabungan sel nilai
expected count masih tetap di atas 20%
namun tabel sudah 2x2 maka akan
digunakan uji alternatif dari uji chi-square
yaitu uji Fisher. Interpretasi data dilakukan
secara analitik untuk melihat hubungan
antara variabel independen dan variabel
dependen. Variabel independen yang
berpengaruh terhadap variabel dependen
dapat diketahui dari besar nilai p masing-
masing variabel independen. Bila didapati
nilai p < 0.05 maka terdapat hubungan
bermakna antara variabel yang diuji. Hasil
analisis data akan dilaporkan dalam bentuk
makalah laporan yang dikumpulkan
kepada staf pengajar modul riset FKUI
sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran.
Definisi operasional yang digunakan
adalah:
1. Usia pasien merupakan usia pasien
yang tercantum dalam rekam medis
saat menjalani tindakan BPAK. Usia
pasien dikelompokkan menjadi usia 31-
40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-
70 tahun, 71-80 tahun, dan > 80 tahun.
2. Jenis kelamin pasien sesuai dengan
jenis kelamin yang tercantum dalam
rekam medis dan dikelompokkan
menjadi laki-laki dan perempuan.
3. Fraksi ejeksi adalah persentase ejeksi
ventrikel kiri yang dihitung secara
otomatis dengan alat ekokardiografi
pada saat menjalani BPAK dan
tercantum dalam rekam medis pasien.
Fraksi ejeksi pasien dikelompokkan
menjadi EF 20-30%, 31-40%, 41-50%,
dan >50%.
4. Kematian yang dimaksudkan adalah
kematian yang terjadi pada pasien
subjek penelitian dalam jangka waktu 6
tahun pascaoperasi BPAK dikarenakan
oleh sebab apapun.
Peneliti akan mengajukan proposal kepada
Komisi Etik Independen FKUI untuk
mendapatkan persetujuan etik penelitian
agar peneliti mendapatkan legitimasi etik
sehingga penelitian dapat
dipertanggungjawabkan secara etika.
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
Hasil Penelitian
Total data rekam medis pasien yang
menjalani BPAK di RS Harapan Kita
tahun 2006 berjumlah 308 tindakan.
Terdapat data 5 subjek dieksklusi karena
data rekam medis tidak lengkap, data 1
subjek karena menjalani BPAK dengan
tindakan bedah lain, dan data 225 subjek
karena tidak dapat dihubungi kembali.
Hasilnya didapatkan 77 subjek penelitian
yang dapat dianalisis untuk penelitian ini.
Gambar 1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 Rata-rata 56,3 ± 6,9 tahun
Usia (tahun)
67
10
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Laki-laki Perempuan 87% laki-laki, 13% perempuan
Jenis Kelamin
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
Gambar 2. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin.
Gambar 3. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Fraksi Ejeksi.
Tabel 4.1 Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, dan Fraksi Ejeksi terhadap Kematian
Variabel Kategori
Meninggal Nilai Kemaknaan
(p value) OR 95%CI Ya Tidak
n % n % Min Max Usia >50 tahun 12 30,6 50 69,4 0,725 1,56 0,31 7,86
≤50 tahun 2 13,3 13 86,7 Jenis Kelamin Laki-laki 14 20,9 53 79,1 0,198 0,79 0,69 0,89
Perempuan 0 0,0 10 100 Fraksi Ejeksi ≤40% 3 25,0 9 75,0 0,449 1,64 0,38 7,04
>40% 11 16,9 54 83,1 Total 14 18,2 63 81,8
*Uji Fisher
Pada tabel 4.1 menggambarkan hubungan
antara kematian sebagai variabel dependen
menurut usia, jenis kelamin, dan fraksi
ejeksi subjek yang sebagai variabel
independen. Pada hasil analisis variabel
usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi
terhadap variabel kematian tidak
didapatkan adanya hubungan yang
bermakna antar variabel dengan nilai
kemaknaan p berturut-turut sebesar 0.725,
0.198, dan 0.449.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa usia subjek dalam penelitian ini
berkisar antara usia 39 tahun hingga usia
2
10 12
18
27
8
0
5
10
15
20
25
30
21-30% 31-40% 41-50% 51-60% 61-70% 71-80% Median 60% (25%-80%)
Fraksi Ejeksi
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
69 tahun dimana rata-rata usia perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki yakni
59.3 tahun dibandingkan 55.8 tahun.
Angka kematian pasca operasi BPAK
antara 2 kelompok umur didapatkan hasil
yang lebih tinggi pada kelompok usia lebih
dari 50 tahun yakni sebesar 30%
dibandingkan 13% pada kelompok usia
kurang dari 50 tahun. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai
p sebesar 0.725 dimana berarti tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara
batas usia pasien 50 tahun pada saat
melakukan operasi BPAK dengan kejadian
kematian pasien dalam 6 tahun pasca
operasi BPAK. Hal ini tidak sesuai dengan
studi dari Alexander et al.12 yang
menyatakan bahwa pasien usia lanjut di
atas 80 tahun yang menjalani operasi
jantung memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan usia yang lebih muda. Tingkat
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
pada pasien usia lanjut ini dikarenakan
adanya penurunan fungsi fisiologis tubuh
dan juga adanya kondisi-kondisi komorbid
yang sering menyertai penyakit jantung
koroner, seperti diabetes melitus, gagal
ginjal, dan lain sebagainya. Hasil
penelitian Sabzi et al.13 juga mendukung
hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa usia tua sering
diasosiasikan dengan risiko dan komplikasi
operasi BPAK yang lebih besar dibanding
usia muda. Salah satu alasannya adalah
karena adanya penurunan fungsi global
kerja jantung sehingga pasien usia lanjut
banyak yang memiliki riwayat gagal
jantung kongestif.
Pada penelitian Sanon et al. yang
menggunakan Texas Heart Institute Risk
Scoring Technique (THIRST) membagi
pasien yang akan menjalani operasi
jantung ke dalam 3 kelompok, yakni
kelompok risiko rendah (skor <15),
menengah (skor 15-25), dan tinggi (skor
>25). Risiko prediksi terjadinya kematian
sebesar 1.7%, 4.2%, dan 13.4% untuk
setiap kelompok dengan risiko rendah,
menengah, dan tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor usia
merupakan salah satu poin penilaian risiko
terjadinya kematian setelah menjalani
operasi dengan nilai OR yang semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Hal ini dibuktikan dengan OR pada
kelompok usia 50 hingga 59 tahun sebesar
1.5 (p=0.0224; 95%CI 1.1-2.2)
dibandingkan dengan kelompok usia 80
hingga 89 tahun yang memiliki OR sebesar
4.5 (p<0.0001; 95%CI 3.1-6.7).14
Pada penelitian ini didapatkan hasil yang
tidak sesuai dengan penelitian-penelitian
lain sebelumnya yang serupa. Hasil
analisis yang menyatakan tidak bermakna
antara faktor usia dengan kematian pasca
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
BPAK mungkin dapat disebabkan karena
tingginya angka drop out pasien sampel
penelitian sehingga membuat banyak data
variabel yang penting menjadi tidak
teranalisis.
Pada penelitian ini, jumlah subjek yang
ikut ada sebanyak 77 subjek dimana 67
subjek adalah laki-laki dan 10 subjek
adalah perempuan. Hasil penelitian
didapatkan bahwa pada kelompok subjek
laki-laki terjadi kematian sebesar 20.9%
dalam 6 tahun setelah menjalani operasi
BPAK sedangkan pada kelompok subjek
perempuan tidak ada yang meninggal
dalam 6 tahun setelah menjalani operasi
BPAK. Namun, berdasarkan hasil analisis
didapatkan nilai p sebesar 0.198 yang
berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan
kejadian kematian pasien dalam 6 tahun
pasca operasi BPAK. Hasil ini penelitian
ini tampak kontradiktif dengan penelitian
dari Alam et al. yang menyatakan bahwa
jenis kelamin wanita memiliki prognosis
yang lebih buruk dibandingkan pria. Alam
et al. menyatakan bahwa jenis kelamin
wanita pada saat menjalani BPAK
cenderung untuk berusia lebih tua,
memiliki diabetes, angina tidak stabil, atau
gagal jantung kongestif dibandingkan pria
sehingga tingkat mortalitas wanita pasca
BPAK lebih tinggi dibandingkan pria (OR
1.85, 95%CI 1.66-2.05).15 Hasil penelitian
lain oleh Bukkapatnam et al. menunjukkan
adanya konsistensi dengan hasil penelitian
oleh Alam et al. Bukkapatnam et al.
menyatakan bahwa wanita juga cenderung
untuk berusia lebih tua, memiliki diabetes,
gagal jantung, atau gagal ginjal sehingga
risiko operasi menjadi lebih tinggi pada
wanita (OR 1.61, 95%CI 1.40-1.84). Selain
itu, Bukkapatnam et al. juga menemukan
bahwa wanita lebih banyak dalam kondisi
tahap lanjut saat menjalani BPAK.
Terdapat laporan yang menyatakan bahwa
salah satu faktor penyebab keterlambatan
operasi BPAK pada wanita dikarenakan
wanita memiliki rasa takut menjalani
operasi sehingga hal ini dapat menunda
proses rujukan dan tatalaksana pada pasien
perempuan.16
Penelitian lain dari Eifert et al. menyatakan
adanya hasil yang tidak sepenuhnya
berlawanan dengan hasil penelitian
lainnya. Eifert et al. menyatakan bahwa
jenis kelamin wanita memang merupakan
faktor yang dapat memperburuk prognosis
hasil operasi BPAK, namun Eifert et al.
juga menambahkan bahwa tingkat
mortalitas wanita pasca BPAK juga
dipengaruhi oleh teknik yang digunakan
dalam operasi. Eifert et al. menemukan
bahwa teknik operasi extracorporeal
circulation (ECC) memiliki angka
kematian yang lebih tinggi untuk wanita
daripada pria untuk prognosis 30 hari
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
pasca BPAK (5.2% vs 2.5%, p=0.001)
ataupun setelah 1 tahun (8.7% vs 4.8%,
p=0.0008). Angka kematian wanita dengan
teknik operasi konvensional atau off pump
(OPCAB) didapatkan hasil yang lebih
rendah dibandingkan pria untuk prognosis
30 hari pasca BPAK (1.7% vs 2.1%,
p>0.05) dan setelah 1 tahun (1.7% vs
3.7%, p>0.05). Meskipun tidak bermakna
secara statistik. namun tingkat mortalitas
pasien wanita paling rendah dengan
menggunakan metode operasi OPCAB.17
Besar nilai rata-rata fraksi ejeksi pada
kelompok subjek laki-laki sebesar 56%
sedangkan pada kelompok subjek
perempuan nilai rata-ratanya sebesar
57.7%. Pada kelompok subjek dengan
fraksi ejeksi lebih dari 30% didapatkan
angka kematian yang lebih kecil yakni
sebesar 17.3% dibandingkan 50% pada
kelompok subjek dengan fraksi ejeksi
kurang dari 30%. Berdasarkan hasil
analisis didapatkan nilai p sebesar 0.449
yang berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara fraksi ejeksi dengan
kejadian kematian pasien dalam 6 tahun
pasca operasi BPAK. Hasil ini kurang
sesuai dengan penelitian dari Hamad et al.
yang menyatakan bahwa pasien dengan
fraksi ejeksi <50% memiliki prognosis
yang lebih buruk untuk kematian jangka
pendek maupun jangka panjang. Pasien
dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%
berisiko 4 kali lipat mengalami kematian
(OR 4.2, 95%CI 2.6-6.81) sedangkan
pasien dengan fraksi ejeksi antara 35%
hingga 50% berisiko 2 kali lipat
mengalami kematian (OR 1.9, 95%CI
1.34-12.69). Hal ini jelas menunjukkan
bahwa fraksi ejeksi merupakan faktor
independen untuk kematian pasca BPAK.
Hamad et al. dalam penelitiannya
mengatakan bahwa pasien dengan fraksi
ejeksi rendah ternyata memiliki banyak
komorbid preoperatif seperti diabetes, New
York Heart Association (NYHA) kelas III
atau IV, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), disfungsi ginjal, dan operasi
ulang dibandingkan pasien dengan fraksi
ejeksi normal. Faktor-faktor ini dapat
berkonstribusi dalam tingginya angka
kematian pasien-pasien dengan fraksi
ejeksi rendah. Prognosis 5-year survival
rate pasien dengan fraksi ejeksi < 35%
sebesar 64.8% dan 10-year survival rate
hanya sebesar 44.7%.18
Hasil penelitian yang serupa juga
dikemukakan oleh Topkara et al. yang
menyatakan bahwa pasien dengan fraksi
ejeksi rendah memiliki risiko kematian 4
kali lipat setelah menjalani operasi BPAK.
Faktor utama penyebab kematian pasien
adalah kondisi hepar yang bermasalah (OR
11.2, 95% CI 2.91-43.18), kedua karena
gagal ginjal dalam hemodialisis (OR 4.1,
95%CI 1.79-9.51), berikutnya faktor infark
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
miokard < 6 jam (OR 3.39, 95%CI 1.71-
6.72), operasi ulang (OR 3.37, 95%CI
2.07-5.48), dan operasi emergensi (OR
3.21, 95%CI 1.65-6.25). Hal ini
menunjukkan bahwa banyak faktor
independen yang memengaruhi tingkat
mortalitas pada pasien dengan fraksi ejeksi
yang rendah.19
Berdasarkan EuroSCORE II, fraksi ejeksi
pasien lebih rendah dari 30% akan
membuat risiko kematian meningkat
hingga 5.4 kali lipat dibandingkan fraksi
ejeksi lebih dari 30% (p<0.0001). Pada
sistem skoring EusroSCORE II ini,
variabel fraksi ejeksi lebih besar dari 50%
tergolong ke dalam kelompok fraksi ejeksi
yang baik sehingga hasil tidak bermakna
dalam penelitian ini dapat dikarenakan
penelitian ini memiliki rata-rata fraksi
ejeksi lebih dari 50% sehingga tidak
tampak hubungan yang bermakna dengan
kematian pasien pasca BPAK.20
Kesimpulan
Faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi
tidak memiliki hubungan yang bermakna
terhadap kejadian kematian subjek dalam 6
tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
kematian pasca BPAK karena dalam
penelitian ini tidak didapatkan adanya
hubungan yang bermakna antara usia, jenis
kelamin, dan fraksi ejeksi dengan kematian
pasien pasca BPAK.
Daftar Referensi
1. Supriyono M. Faktor-faktor risiko
yang berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung koroner pada
kelompok usia dibawah 45 tahun.
Semarang; 2008.
2. Coronary Artery Bypass Graft. United
Kingdom: Bupa's Health Information
Team; [updated 2010 October; cited
2012 March 23]. Available from:
http://www.bupa.co.uk/individuals/hea
lth-information/directory/c/con-art-
bypass-cabg.
3. Feriyawati L. Coronary artery bypass
graft (CABG) dengan menggunakan
vena saphenous, arteri mammaria
interna, dan arteri radialis. Medan;
2005.
4. Sherwood L. Human physiology from
cells to systems. 5th ed. USA:
Thomson Learning, Inc.; 2004. p. 303-
39.
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles
of anatomy and physiology tortora.
13th ed. USA: John Wileys & Sons,
Inc.2012. p. 757-97.
6. Schoen FJ, Cotran RS. Pembuluh
darah. Dalam: Kumar V, Cotran RS,
Robbins SL. Buku ajar patologi. 7th ed
vol 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. p. 367-78.
7. Sundt TM. CABG information. USA:
The Society of Thoracic Surgeons;
[updated 2012; cited 2012 March 23].
Available from:
http://www.sts.org/patient-
information/adult-cardiac-
surgery/cabg-information.
8. Yim APC, Arifi AA, Wan S. Coronary
artery bypass grafting in the eldery:
the challenge and the opportunity.
Chest 2000; 117:1220-1.
9. Oktar GL, Imren VY, Erer D, Iriz E,
Gokgoz L, Soncul H. Coronary artery
bypass graft in the eldery patients.
Central European Journal of Medicine
2009; 4(2): 218-21.
10. Vaccarino V, Abramson JL, Veledar
E, Weintraub WS. Sex Differences in
hospital mortality after coronary artery
bypass surgery: evidence for a higher
mortality in younger women.
Circulation 2002; 105:1176-81.
11. Hillis GS, Zehr KJ, Williams AW,
Schaff HV, Orzulak TA, Daly RC, et
al. Outcome of patients with low
ejection fraction undergoing coronary
artery bypass grafting: renal function
and mortality after 3.8 years.
Circulation 2006; 114: I414-9.
12. Alexander KP, Anstrom KJ,
Muhlbaier LH, Grosswald RD, Smith
PK, Jones RH, et al. Outcome of
cardiac surgery in patients age ≥ 80
years: results from the national
cardiovascular network. J Am Coll
Cardiol 2000; 35(3): 731-8.
13. Sabzi F, Kazerani H, Jalali A, Samadi
M. Ghasemi F. Coronary arteries
bypass grafting in elderly patients. J
Teh Univ Heart Ctr 2013; 8(2):76-88.
14. Sanon S, Lee VV, Elayda MA, Gondi
S, Livesay JJ, Reul GJ, et al.
Predicting early death after
cardiovascular surgery by using the
texas heart institute risk scoring
technique (THIRST). Tex Heart Inst J
2013; 40(2):156-62.
15. Alam M, Bandeali S, Kayani W,
Shahzad SA, Jneid H, Birnbaum Y, et
al. Impact of female gender on
mortality after isolated coronary artery
bypass graft. J Am Coll Cardiol 2013;
61(10):E1602.
16. Bukkapatnam RN, Yeo KK, Li Z,
Amsterdam EA. Operative mortality in
women and men undergoing coronary
artery bypass grafting (from the
california coronary artery bypass
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
grafting outcomes reporting program).
Am J Cardiol 2010; 105:339-42.
17. Eifert S, Kilian E, Fernandez AB,
Juchem G, Reichart B, Lamm P. Early
and mid term mortality after coronary
artery bypass grafting in women
depends on the surgical protocol:
retrospective analysis of 3441 on- and
off- pump coronary artery bypass
grafting procedures. Journal of
Cardiothoracic Surgery 2010, 5:90.
18. Hamad MAS, Straten AHM,
Schonberger JPAM, Woorst JF, Wolf
AM, Martens EJ, et al. Preoperative
ejection fraction as a predictor of
survival after coronary artery bypass
grafting: comparison with a matched
general population. Journal of
Cardiothoracic Surgery 2010, 5:29.
19. Topkara VK, Cheema FH,
Kesavaramanujam S, Mercando ML,
Cheema AF, Namerow PB, et al.
Coroanry artery bypass grafting in
patients with low ejection fraction.
Circulation 2005; 112[suppl I]: I-344–
I-350.
20. Nashef SAM, Roques F, Sharples LD,
Nilsson J, Smith C, Goldstone AR, et
al. EuroSCORE II. Eur J
Cardiothorac Surg 2012; 41: 734–745.
Peran faktor…, Denys Putra Alim, FK UI, 2014
top related