perbandingan panjang sumbu bola mata pada anak …
Post on 15-Oct-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN PANJANG SUMBU BOLA MATA PADA ANAK MIOPIA DAN EMMETROPIA DI RSUP.
H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Oleh
AMELIA RIZAR NIM. 117110002
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
PERBANDINGAN PANJANG SUMBU BOLA MATA PADA ANAK MIOPIA DAN EMMETROPIA DI RSUP.
H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister
Kedokteran dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
AMELIA RIZAR NIM. 117110002
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah karya penulis sendiri, dan semua baik yang kutipan
maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Amelia Rizar
NIM : 117110002
Tanda Tangan :
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Amelia Rizar
NIM : 117110002
Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non
Exclusif Free Right) atas tesis saya yang berjudul:
“PERBANDINGAN PANJANG SUMBU BOLA MATA PADA ANAK MIOPIA
DAN EMMETROPIA di. RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti
Non-eksklusif ini. Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat
dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan Pada tanggal : April 2015 Yang Menyatakan
(Amelia Rizar)
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Mata anak-anak mengalami perkembangan baik anatomi maupun secara fisiologis. Panjang sumbu bola mata merupakan salah satu faktor penentu status refraksi seseorang, disamping kelengkungan kornea dan kepadatan lensa. Pada miopia sumbu bola mata lebih panjang dari normal dan dikatakan bahwa pemanjangan tersebut berbanding lurus dengan derajat miopia.
Untuk mengetahui perbedaan panjang sumbu bola mata pada anak Miopia dengan Emmetropia di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2014. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode potong lintang. Jumlah sampel 42 anak dengan Miopia dan 42 anak Emmetropia yang datang ke poliklinik mata sub divisi Pediatrik Opthalmologi dan Refraksi RSUP. H. Adam Malik Medan mulai dari mei sampai september 2014. Setiap anak dinilai visus, lalu dikoreksi. Selanjutnya diperiksa dengan slit lamp (Appasamy) untuk menilai segmen anterior. Jika segmen anterior normal, diukur panjang sumbu bola mata dengan probe Biometri (Tomey UD 6000). Lalu dihitung rata-rata panjang sumbu bola mata, hasilnya dibandingkan.
Rata- rata panjang sumbu bola mata anak Emmetropia mata kanan 23.551(SD 0.366 mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata Emmetropia mata kiri 23.548(SD 0.360 mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata miopia ringan mata kanan 23.607 (SD 0.734 mm), Miopia sedang 25.089(SD1.118mm) dan Miopia berat 24.867 (SD 0.702mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata miopia ringan mata kiri adalah 23.563(SD 0.696 mm), miopia sedang 25.409(SD 1.223mm) miopia berat 24.357 (SD 0.885mm).
Tidak terdapat hubungan antara umur dan jenis kelamin terhadap panjang sumbu bola mata. Terdapat perbedaan yang signifikan panjang sumbu bola mata anak Miopia dan anak Emmetropia. Kata Kunci : Sumbu bola mata, anak Miopia dan Emmetropia.
Comparison of axial length in myopia children and emmetropia children at Adamm Malik General Hospital Medan in 2014
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The human eye eundergoes anatomical and physiologic development throughout infancy and early childhood. Axial length is one of determining factor refractive state, beside corneal curvature and lens flatten, one said the longer axial length the more refractive state.
To compare axial length of Miopic children and Emmetrotopic children in Adam Malik General Hospital at 2014.
This is an analitic observational study with cross sectional methods. Total sample 42 Myopia children and 42 Emmetropia children who came to Pediatric Opthalmology & refractive division at Adam Malik General Hospital from May 2014 until september 2014. These children were corrected then examined with Slit lamp (Appasamy). If there are no abnormalities in segment anterior, measure axial length by using probe of Biometry (UD Tomey 6000). After the mean result counted, compared the results.
Average axial length in Emmetropia on right eye 23.551 (SD 0.366 mm). Average axial length in Emmetropia on left eye 23.548(SD 0.360 mm). Average axial length in Mild Myopia on right eye 23.607 (SD 0.734 mm), moderate Myopia 25.089(SD1.118mm) and severe Myopia 24.867 (SD 0.702mm). Average axial length in mild Myopia on left eye 23.563(SD 0.696 mm), Moderate myopia 25.409(SD 1.223mm) and severe myopia 24.357 (SD 0.885mm).
There is no correlation of age and gender with axial length. Children wwith mild Myopia usually already had axial length increased. There is also significant difference axial length of Myopia and Emmetropia children.
Keyword :Axial length, Myopia and Emmetropia children
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menuliskan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi sebagian dari persyaratan dalam menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata.
Penulisan tesis ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan ungkapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada :
- Dr. Delfi,MkedOpht SpM(K) sebagai ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
- Dr. Aryani Atiyatul Amra,MkedOpht, SpM dan Dr. Zaldi SpM sebagai pembimbing dalam bidang penelitian, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, sekaligus masukan ilmu yang sangat berharga dalam penulisan tesis ini.
- Prof dr Aslim D Sihotang SpMKVR, Dr. Hj. Nurhaida Djamil SpM dan Dr Pinto Y Pulungan SpM(K) sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang tak ternilai harganya.
- Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Mata atas bimbingan dan arahannya yang sangat bermanfaat dalam penulisan tesis ini.
- Drs. Abdul Jalil Amri Arma. M.Kes sebagai pembimbing dalam bidang statistik pada peneltian ini.
- Abang, Kakak dan teman-teman sejawat Ilmu Kesehatan Mata dr Erma Dardanela, dr Vera Avliwani,dr Ayrika Yuliani, dr Soraya Fasya, dr Muti Lestari, dr M Syukri Hamonangan, dr Hera Kesumawaty, dr Eka Safriati, dr Chitra Wulandari, dr Wina Fuad Lubis, dr iridha Wahyumi, dr deza Yumardika, dr Faisal Bustami, dr Erli Nur M Lubis, dr Julia sari, dr Dwi Maysaroh Arsa, dr Putri, dr M. Faisal, dr Zulfahri, dr Hendra, dr Ellyani, dr Windy, dr Franky dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Universitas Sumatera Utara
- Pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesehatan Mata : kak Sofie, bu Nur, dan bang Jamal yang telah memberikan kerjasama yang baik selama ini.
Sembah sujud dan terimakasih yang tidak terhingga ananda haturkan kehadapan Ibunda Widasari dan Ayahanda dr. Rizar Rizeddin Sp.M yang telah begitu besar mencuruhkan kasih sayang, perhatian, pengorbanan waktu, materi dan tenaga serta tak putus berdoa buat ananda sekeluarga juga memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
Kepada yang terhormat ibu mertua Asniar terimakasih atas kasih sayang, dorongan semangat dan doa buat ananda sekeluarga.
Suamiku tercinta Faisal Syarif ST terimakasih atas segala cinta, kasih sayang, kesabaran, pengertian dan dorongan semangat, pengrobanan dan doa yang diberikan selama ini.
Kepada Kakakku dr. Risdawaty Rizar MARS, Abang Adriansyah Rizar ST, Abang Ipar Asrinal dan kak Fitri Julianty dan adik Iparku Erlina. Kak Faradilla Sandy dan abang terimakasih atas bantuan dan dorongan semangatnya selama ini.
Seluruh keluarga dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan serta doa selama ini, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna, namun saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat adanya.
Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan berkah dan petunjukNya kepada kita semua. AminYa Rabbal’Alamin.
Medan, April 2015
dr. Amelia Rizar
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK .......................................................................................... i ABSTRACT ........................................................................................ ii KATA PENGANTAR ........................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................ v DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG ...................................................... 1
I.2 RUMUSAN MASALAH ................................................... 3
I.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................... 4
I.4 MANFAAT PENELITIAN ............................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 DEFINISI ANAK ........................................................... 5
II.2 STATUS REFRAKSI PADA ANAK ................................ 5
II.3 DEFINISI KELAINAN REFRAKSI ................................. 6
II.4 SUMBU BOLA MATA .................................................... 13
II.5 PEMERIKSAAAN SUMBU BOLA MATA ...................... 15
BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL & DEFENISI OPERASIONAL III.1 KERANGKA KONSEPSIONAL .................................... 17
III.2 DEFINISI OPERASIONAL ........................................... 17
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN III.1 RANCANGAN PENELITIAN ........................................ 19
III.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ......................... 19
III.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ..................... 19
III.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ........................... 20
III.5 IDENTIFIKASI VARIABEL ........................................... 21
III.6 BAHAN DAN ALAT ...................................................... 21
III.7 CARA KERJA............................................................... 22
III.8 ANALISIS DATA .......................................................... 23
Universitas Sumatera Utara
III.9 PERTIMBANGAN ETIKA ............................................ 23
III.10 PERSONALIA PENELITIAN ...................................... 23
III.11 BIAYA PENELITIAN ................................................... 23
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................... 24
BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI ......................................... 29
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 32
VI.1. Kesimpulan ................................................................ 32
VI.2. Saran ......................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel V.1 Berdasarkan Kelompok Umur Subjek Penelitian ................ 24
Tabel V.2 Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Penelitian .................... 25
Tabel V.3 Berdasarkan Derajat Miopia Mata Kanan & kiri subjek
penelitian ............................................................................ 25
Tabel V.4 Berdasarkan Panjang Sumbu Bola Mata Kanan Subjek
Penelitian ............................................................................ 26
Tabel V.5 Berdasarkan Panjang Sumbu Bola Mata Kiri Subjek
Penelitian ............................................................................ 27
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Mata anak-anak mengalami perkembangan baik anatomi maupun secara fisiologis. Panjang sumbu bola mata merupakan salah satu faktor penentu status refraksi seseorang, disamping kelengkungan kornea dan kepadatan lensa. Pada miopia sumbu bola mata lebih panjang dari normal dan dikatakan bahwa pemanjangan tersebut berbanding lurus dengan derajat miopia.
Untuk mengetahui perbedaan panjang sumbu bola mata pada anak Miopia dengan Emmetropia di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2014. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode potong lintang. Jumlah sampel 42 anak dengan Miopia dan 42 anak Emmetropia yang datang ke poliklinik mata sub divisi Pediatrik Opthalmologi dan Refraksi RSUP. H. Adam Malik Medan mulai dari mei sampai september 2014. Setiap anak dinilai visus, lalu dikoreksi. Selanjutnya diperiksa dengan slit lamp (Appasamy) untuk menilai segmen anterior. Jika segmen anterior normal, diukur panjang sumbu bola mata dengan probe Biometri (Tomey UD 6000). Lalu dihitung rata-rata panjang sumbu bola mata, hasilnya dibandingkan.
Rata- rata panjang sumbu bola mata anak Emmetropia mata kanan 23.551(SD 0.366 mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata Emmetropia mata kiri 23.548(SD 0.360 mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata miopia ringan mata kanan 23.607 (SD 0.734 mm), Miopia sedang 25.089(SD1.118mm) dan Miopia berat 24.867 (SD 0.702mm). Rata-rata panjang sumbu bola mata miopia ringan mata kiri adalah 23.563(SD 0.696 mm), miopia sedang 25.409(SD 1.223mm) miopia berat 24.357 (SD 0.885mm).
Tidak terdapat hubungan antara umur dan jenis kelamin terhadap panjang sumbu bola mata. Terdapat perbedaan yang signifikan panjang sumbu bola mata anak Miopia dan anak Emmetropia. Kata Kunci : Sumbu bola mata, anak Miopia dan Emmetropia.
Comparison of axial length in myopia children and emmetropia children at Adamm Malik General Hospital Medan in 2014
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The human eye eundergoes anatomical and physiologic development throughout infancy and early childhood. Axial length is one of determining factor refractive state, beside corneal curvature and lens flatten, one said the longer axial length the more refractive state.
To compare axial length of Miopic children and Emmetrotopic children in Adam Malik General Hospital at 2014.
This is an analitic observational study with cross sectional methods. Total sample 42 Myopia children and 42 Emmetropia children who came to Pediatric Opthalmology & refractive division at Adam Malik General Hospital from May 2014 until september 2014. These children were corrected then examined with Slit lamp (Appasamy). If there are no abnormalities in segment anterior, measure axial length by using probe of Biometry (UD Tomey 6000). After the mean result counted, compared the results.
Average axial length in Emmetropia on right eye 23.551 (SD 0.366 mm). Average axial length in Emmetropia on left eye 23.548(SD 0.360 mm). Average axial length in Mild Myopia on right eye 23.607 (SD 0.734 mm), moderate Myopia 25.089(SD1.118mm) and severe Myopia 24.867 (SD 0.702mm). Average axial length in mild Myopia on left eye 23.563(SD 0.696 mm), Moderate myopia 25.409(SD 1.223mm) and severe myopia 24.357 (SD 0.885mm).
There is no correlation of age and gender with axial length. Children wwith mild Myopia usually already had axial length increased. There is also significant difference axial length of Myopia and Emmetropia children.
Keyword :Axial length, Myopia and Emmetropia children
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem
imunitas anak yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga
berfungsi dalam pembentukan, mengakibatkan rentannya mata anak
terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata
berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian
berkembang secara berlahan sampai usia pubertas.(Riordan&Eva,2009;
Fouraker, Hared, Isbey et all,2014)
Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab
kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan
terdapat 45 juta orang menjadi buta di seluruh dunia dan 135 juta dengan
low vision. Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta
orang (18% penyebab kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka
kebutaan anak di dunia masih belum jelas, namun diperkirakan ada
sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak, dan 500.000 baru terjadi tiap
tahunnya. Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi pada tiap
negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta
dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. (Murthy
QVS,CEHJ,2007)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran
tahun 1993-1996 yang dilakukan di 8 provinsi menunjukkan prevalensi
kebutaan di Indonesia sebesar 1,5% dengan penyebabnya katarak 0,78%,
glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan
kornea 0,10%, dan oleh penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di
Indonesia sebesar 0,6 per 1000 anak. (Depkes RI,1998)
Goh P.P dalam Malaysian study pada anak usia sekolah,
didapatkan prevalensi miopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis
kelamin perempuan, anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih
tinggi dan ras Tionghoa. Hipermetropia lebih banyak ditemukan pada
anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya. (Goh PP., Abqariyah Y.,
Pokharel GP., Ellwein LB., 2005.)
Menurut Rahmadini menyatakan dari 89 orang siswa SD kelas 4- 6
di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat yang menjalani pemeriksaan tajam
penglihatan, 51 responden (57,3%) menderita miopia & 38 responden
(42,7%) memiliki tajam penglihatan normal. (Rahmadini,2009)
Menurut penelitian Mona R. Hutahuruk menyatakan pengetahuan
orangtua berhubungan secara tidak bermakna dengan sikap orangtua
mengenai kelainan refraksi pada anak. Ada faktor-faktor lain yang lebih
mempengaruhi pengambilan sikap orangtua sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor ini. (Hutahuruk M.,2009)
Menurut penelitian Rodiah R. L menyatakan penderita miopia
sedang dan berat rata-rata panjang sumbu bola mata kanan pada
perempuan 25,30 mm dan mata kiri 25,38 mm sedangkan rata-rata
Universitas Sumatera Utara
panjang sumbu bola mata kanan laki-laki 25,82 mm dan mata kiri 25,89
mm, tidak terdapat perbedaan pertambahan panjang sumbu bola mata
kanan maupun kiri dan juga tidak terdapat perbedaan koreksi mata kanan
dan mata kiri pada miopia sedang berat berdasarkan jenis kelamin, rata-
rata pertambahan panjang sumbu bola mata tiap kenaikan 1 dioptri adalah
sebesar 0,42 mm (Lubis R.R,2005)
Saerang dkk pada penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat
hubungan erat antara tingkat pendidikan / pekerjaan (penglihatan dekat)
dan pendapatan dengan derajat miopia. Dimana makin tinggi tingkat
pendidikan, pekerjaan atau pendapatan makin tinggi derajat miopia yang
diderita. (Saerang,1988)
Panjang sumbu bola mata merupakan salah satu faktor penentu
status refraksi seseorang, disamping kelengkungan kornea dan lensa.
Pada miopia sumbu bola mata lebih panjang dari normal dan dikatakan
bahwa pemanjangan tersebut berbanding lurus dengan derajat miopia.
Walaupun telah terdapat bukti-bukti dari penelitian-penelitian terdahulu
bahwa miopia disebabkan oleh pemanjangan sumbu bola mata, tetapi
yang mendasarinya belum jelas sepenuhnya.(Duke elder,SS; Curtin
B.J.,1985)
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
perbandingan panjang sumbu bola mata (axial length) pada anak Miopia
dan Emmetropiadi RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
I.3 TUJUAN PENELITIAN
I.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan panjang sumbu bola
mata pada anak Miopia dengan Emmetropia di RSUP. H. Adam Malik
Tahun 2014.
I.3.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui proporsi Miopia & Emmetropia pada anak
• Untuk mengetahui panjang sumbu bola mata anak Miopia &
Emmetropia
• Untuk membandingkan panjang sumbu bola mata pada anak
Miopia dengan Emmetropia.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
• Untuk Peneliti : menambah pengetahuan peneliti dalam bidang
refraksi.
• Untuk Institusi : memberikan informasi mengenai proporsi Miopia &
Emmetropia di RSHAM sehingga dapat memberikan sumbangan
pada data epidemiologi angka kebutaan akibat kelainan refraksi di
Sumatera Utara dan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.
• Untuk Masyarakat : mengetahui lebih dini kelainan refraksi
terutama miopia pada anak, dengan demikian dapat menurunkan
angka kebutaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI ANAK
Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor
23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak menurut
Undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
II.2 STATUS REFRAKSI PADA ANAK
Status refraksi pada anak berubah seiring dengan perubahan
panjang sumbu bola mata, kornea dan lensa semakin rata. Secara
umum, bayi baru lahir Hiperopia, kemudian menjadi lebih hiperopik
sampai usia 7 tahun, lalu mengalami Myopic shift menjadi plano, saat
bola mata sudah cukup matang yang biasanya terjadi pada usia 16 tahun.
Perubahan dalam kesalahan refraksi sangat luas, namun jika Miopia
terjadi sebelum usia 10 tahun, resiko Miopia dengan koreksi spheris 6D
atau lebih akan mungkin terjadi. Astigmatisma biasa terjadi pada bayi,
sering mengalami regresi. (Fouraker, Hered, Isbey et all, AAO, 2014)
Emmetropization adalah suatu proses perkembangan pada mata
dimana kekuatan refraksi dari segmen anterior dengan sumbu bolamata
berkesinambungan untuk mencapai Emmetropia. Contoh dari hal ini ialah
hilangnya astigmatisma pada bayi dan hilangnya Hiperopia pada anak
umur 6-8 tahun. Penelitian pada binatang menunjukkan jika pemaksaan
Universitas Sumatera Utara
Hiperopia atau Miopia dengan lensa kacamata pada bayi, hal ini akan
mengakibatkan sumbu bolamata menjadi lebih panjang sehingga
menghilangkan pemaksaan kesalahan refraksi. (Fouraker, Hered, Isbey et
all, AAO, 2014)
II.3 DEFINISI KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi
dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke
mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak tepat di retina. (American Academy
of Ophthalmology,2011)
Kelainan refraksi dikelompokkan atas; (khurana AK,2007)
Miopia
Hipermetropia
Astigmatisma
Kelainan refraksi merupakan penyakit mata nomor 1 (22,1%) dari
10 penyakit mata di Indonesia, dengan prevalensi 0,14% sebagai
penyebab kebutaan setelah katarak dan glaukoma. Sedangkan miopia
merupakan kelainan refraksi yang hampir selalu menduduki urutan teratas
dibanding hipemetropia dan astigmatisma. Sementara 10% dari 66 juta
anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat
ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5%
dari prevalensi. (GB Hamurwono,1884,Depkes,1983)
Universitas Sumatera Utara
II.3.1 Miopia
Miopia atau rabun jauh merupakan jenis kelainan refraksi dimana
sinar-sinar sejajar sumbu penglihatan yang datang dari jarak tak terhingga
difokuskan didepan retina saat tidak berakomodasi. Untuk dapat melihat
dengan jelas sinar yang datang pada mata akan dibiaskan oleh kornea
dan lensa sedemikian sehingga sinar-sinar tersebut terfokus tepat di
retina. Agar hal ini dapat tercapai, diperlukan keseimbangan antara daya
bias kornea dan lensa dengan panjang sumbu bola mata. panjang sumbu
bola mata normal antara 23-25 mm, sedangkan daya bias kornea dan
lensa masing-masing 43,05 D dan 19,11 D.(AAO,2014)
Miopia dibedakan menurut derajatnya menjadi miopia rendah,
sedang dan tinggi. Sedangkan berdasarkan keadaan klinisnya dibedakan
menjadi miopia simplek, intermediate dan patologis. (Parera, CA,1957;
Pruett, 1994)
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara
klinis dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata
yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina
yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di
sekelilingkurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadaptahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupilyang membuka terlalu lebar untuk
Universitas Sumatera Utara
memasukkan lebih banyak ,cahaya, sehingga menimbulkan aberasi
dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan
terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada
otot–otot siliar yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut
dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya
sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan.
Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikanlensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia
malignaatau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat
tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah
mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke
waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat –
obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada
nukleus lensa dan sebagainya.
Pengelompokan miopia berdasarkan penyebabnya : (Khurana, 2007)
a. Miopia aksial, miopia yang disebabkan oleh peningkatan panjang
antero-posterior bola mata. Merupakan bentuk miopia yang paling
sering dijumpai.
b. Miopia refraktif, miopia yang disebabkan oleh peningkatan kekuatan
refraksi mata. Miopia ini dibedakan atas:
• Curvatural myopia, miopia yang disebabkan oleh peningkatan
kelengkungan kornea, lensa, atau keduanya, sehingga kekuatan
Universitas Sumatera Utara
refraksi meningkat. Misalnya pada keratokonus, atau pada
hiperglikemia sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa
membesar.
• Index myopia, disebabkan peningkatan indeks refraksi lensa mata.
• Positional myopia, miopia yang disebabkan pergerakan lensa
mata ke anterior.
Pengelompokan miopia secara klinis : (Khurana,2007;Lang,2000)
a. Simple Myopia, disebut juga miopia fisiologis atau developmental
myopia atau school myopia, yang berhubungan dengan variasi proses
pertumbuhan normal dari bola mata atau media refraksinya dan
menimbulkan miopia ringan atau sedang.
b. Pathologic Myopia, disebut juga Malignant, progressive atau
degenerative myopia. Merupakan miopia derajat tinggi akibat
pertumbuhan panjang aksis bola mata yang berlebihan.
Berdasarkan waktu terjadinya, miopia dibedakan atas: ( AAO,2011;
khurana, 2007)
a. Congenital myopia, miopia yang timbul sejak lahir, biasanya
didiagnosa pada umur 2-3 tahun. Miopia ini biasanya berhubungan
dengan kelainan kongenital seperti katarak, mikrophthalmia, aniridia
atau megalokornea.
b. Juvenile onset myopia, yaitu miopia yang timbul pada saat usia anak-
anak dan remaja antara usia 7-16 tahun. Faktor primer timbulnya
miopia ini adalah pertumbuhan panjang aksial bola mata dengan faktor
Universitas Sumatera Utara
resiko antara lain lahir prematur, riwayat keluarga dan banyak
membaca dekat.
Semakin dini usia timbulnya miopia maka semakin besar proses
pertambahan miopianya.
c. Adult onset myopia, yaitu miopia mulai timbul pada umur berkisar 20
tahunan. Terlalu banyak mambaca dekat merupakan faktor resiko
untuk miopia ini.
Pengelompokan miopia berdasarkan kekuatan lensa koreksi yang
diberikan derajat : (khurana, 2007, Lang, 2000)
1. Ringan : lensa koreksinya sferis - 0,25 s/d -3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya sferis - 3,25 s/d -6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya sferis > - 6,00 Dioptri.
II.3.2 PEMERIKSAAN
Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan secara
subjektif dan objektif.
a.
Pemeriksaan refraksi subjektif adalah teknik/metode pemeriksaan
refraksi yang bergantung pada respon penderita dalam menentukan
hasil koreksi refraksi. Pada gangguan refraksi sferis, pemeriksaan
refraksi subjektif cenderung lebih mudah dilakukan (teknik trial and
error) dibanding pada astigmatisma yang cenderung lebih kompleks
(teknik kipas astigmatisma dan cross cylinder).1-3
Pemeriksaan refraksi subjektif
Universitas Sumatera Utara
Trial and error
Pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial and error
dilakukan dengan cara mencoba menempatkan lensa sferis negatif atau
positif sehingga didapatkan visus 6/6. Lensa sferis negatif yang dipilih
adalah lensa sferis negatif terkecil dan untuk lensa sferis positif, dipilih
lensa sferis positif terbesar.(Azar D. T., Azar N. F., Brodie S. E. Et all,
AAO,2014;KHURANA, 2007)
Kipas astigmatisma (astigmatic dial technique)
Langkah-langkah yang dilakukan pada pemeriksaan astigmatisma
dengan teknik kipas astigmatisma:
1. Dapatkan visus terbaik dengan menggunakan lensa sferis positif atau
negatif.
2. Dilakukan fogging (pengaburan) dengan menggunakan lensa sferis
positif sehingga visus menjadi 20/50 (6/15).
3. Dengan menggunakan kipas astigmatisma, penderita diminta
memperhatikan dimana garis yang tampak lebih hitam.
4. Ditambahkan lensa silinder negatif pada aksis yang tegak lurus garis
yang lebih hitam (pada aksis yang kabur) sehingga seluruh kipas
astigmatisma tampak sama hitam.
5. Diturunkan perlahan ukuran lensa sferis positif sehingga didapatkan
visus terbaik pada Snellen chart. (Khurana,2007)
Universitas Sumatera Utara
b.
Pemeriksaan refraksi objektif adalah teknik/metode pemeriksaan
refraksi dimana pasien pasif, dan hasil pengukuran diperoleh dari hasil
observasi alat yang dipergunakan.(AAO,2011; Khurana,2007; Lang,2000)
Pemeriksaan refraksi objektif
Autorefraktometer
Autorefraktometer adalah mesin dikontrol NGA`komputer yang
digunakan pada pemeriksaan refraksi objektif dengan prinsip pengukuran
perubahan sinar ketika masuk ke mata pasien. Autorefraktometer
menentukan secara otomatis hasil koreksi kelainan refraksi. Pemeriksaan
yang dilakukan bersifat cepat, mudah, dan tanpa rasa sakit.
Dalam penelitian ini pemeriksaan refraksi akan dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan refraksi subjektif. Namun kelemahan dari
metode ini adalah bahwa hasil refraksi bergantung sepenuhnya pada
respons pasien, sehingga diperlukan komunikasi yang baik antara dokter
dan pasien, termasuk dalam menggunakan istilah tertentu, misalnya lebih
jelas atau lebih kabur.
Pemeriksaan objektif adalah pemeriksaan refraksi dimana hasil
refraksi dapat ditentukan tanpa mengandalkan masukan atau respons dari
pasien. Kelebihan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dapat dilakukan
tanpa informasi subjektif dari pasien mengenai kualitas visus yang
diperoleh selama prosedur berlangsung. Kerja sama dari pasien yang
diperlukan hanya pada saat, misalnya, meletakkan kepala, atau
memfiksasi pandangan pada target tertentu. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan retinoskopi, otorefraksi, atau fotorefraksi.
Universitas Sumatera Utara
II.4 SUMBU BOLA MATA
Kebanyakan pertumbuhan sumbu bola mata terjadi pada tahun
pertama kehidupan,panjang axial length terjadi 3 fase, fase pertama
terjadi sangat cepat pada 6 bulan pertama, peningkatan panjang sumbu
bolamata ±4mm. Selama fase kedua (2-5 tahun) dan fase ketiga (5-13
tahun) pertumbuhan melambat sekitar 1 mm pertambahan panjang bola
mata pada setiap fase. (Fouraker, Hered, Isbey et all, American Academy
of Ophthalmology 2014).
Panjang sumbu bola mata adalah jarak antara kutub anterior dan
posterior bola mata, yaitu mulai dari tear film hingga retinal pigment
epithelium (RPE). Pada neonatus rata-rata panjang sumbu bola mata
17mm dan mencapai terus berkembang sampai usia 13 tahun. Hal ini
yang mendasari pengambilan sampel penelitian dimulai pada usia 13
tahun. Pada miopia panjang sumbu bola mata> 24mm dan < 24mm pada
hiperopia. Setiap perubahan panjang 1mm sumbu bola mata merubah
sekitar 2,5D. (Lubis R.R., 2006; Fouraker, Hered, Isbey et all, American
Academy of Ophthalmology 2014).
Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu
bola mata pada myopia. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu
bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan retina(overgrowth)
sedangkan teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera
sebagai penyebab pemanjangan tersebut. Berikut ini akan diuraikan
pendapat-pendapat para ahli tentang mekanisme dari kedua teori tersebut
Universitas Sumatera Utara
dan kemudian akan dibahas pula tentang kemungkinan adanya hubungan
diantara keduanya. (sativa O.,2002).
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang
diajukan pada teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus
rektus medial dan oblik superior. Seperti diketahui, penderita Miopia selalu
menggunakan konvergensi yang berlebihan. Menurut Von graefe, otot
ekstraokular, terutama rektus medial bersifat miopigenik karena
kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson,
menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting
dalam perkembangan myopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik
superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja dekat.
(Sativa O.,2002).
Tabel panjang sumbu bola mata normal :
Available at :
http://medical-dictionary.thefreedictionary. com/axial+ length+ of+the+eye
Pemanjangan sumbu bola mata mengakibatkan peregangan
disertai perubahan struktur internal dan dinding bola mata. Perubahan
khorioretina mengakibatkan berkurangnya jumlah sel konus pada makula,
Universitas Sumatera Utara
dan terjadi penurunan visus sentral. Sehingga sering kali visus penderita
miopia tinggi setelah dikoreksi tidak bisa mencapai 6/6.(Duke Elder, 1970;
Curtin,1985).
II.5 PEMERIKSAAN SUMBU BOLA MATA
Biometri
Biometri dengan ultrasonografi merupakan pemeriksaan non invasif
tidak menyakitkan dan tidak merusak jaringan. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi batas-batas dan karakterisktik jaringan lunak mata dan orbita.
Pemeriksaan ini pertama kali dikembangkan oleh Mundt dan Hughes pada
tahun 1956. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi tinggi yang dipancarkan oleh transduser, yang kemudian
menerima gelombang pantulan jaringan mata. Pantulan ini diproses
menjadi grafik atau gambar yang dapat dimengerti, baik berupa grafik 1
dimensi (A scan) atau 2 dimensi (B scan). (Duke Elder, 1970; Curtin,1985;
Lubis R. R., 2009).
Biometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang
sumbu bola mata. Biometri yang digunakan adalah biometri A-scan,
dengan ketepatan pengukuran sumbu bola mata bervariasi antara 0.1 –
0.2 mm atau sekitar 0.25 – 0.50 dioptri. Teknik yang selama ini digunakan
ada dua jenis yaitu (1) aplanasi dan (2) imersi. Teknik imersi sedikit lebih
akurat dibandingkan dengan teknik aplanasi, karena probe ultrasound
sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari penekanan
(indentasi) yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Sayangnya
Universitas Sumatera Utara
teknik imersi ini dianggap kurang praktis dibandingkan aplanasi karena
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan pasien.
Teknik aplanasi diyakini mempunyai akurasi cukup baik jika dilakukan
dengan hati-hati. Ketepatan pengukuran juga akan lebih baik jika
dilakukan pada penderita dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan hasil
yang diperoleh ketika penderita posisi berbaring. (Istiantoro S., 2004;
Duke Elder, 1970; Curtin,1985).
Hal lain yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan
biometri A-scan adalah mengenai hasil pemeriksaan yang baik. Hasil
pemeriksaan yang baik adalah terdapat 5 buah echo, yaitu echo kornea
yang tinggi; echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior
lensa; echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus;
echo yang tidak terlalu tinggi dari sclera; dan echo yang rendah yang
berasal dari lemak orbita. Tinggi echo yang baik, bila ketinggian echo dari
bagian anterior lensa harus lebih dari 90%; echo yang berasal dari
posterior lensa tingginya antara 50-75%; dan bila echo retina mempunyai
tinggi lebih dari 75%.(Duke Elder, 1970; Curtin,1985)
Gambar 1. Biometri Tomey UD 6000
Universitas Sumatera Utara
BAB III
KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL
III.1 KERANGKA KONSEPSIONAL PENELITIAN
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang
menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen
yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah di paparkan
dalam latar belakang dan tinjauan kepustakaan maka kerangka konsep
dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Miopia
JENIS KELAMIN
PANJANG SUMBU BOLA MATA
Emmetropia
UMUR
PANJANG SUMBU BOLA MATA
Universitas Sumatera Utara
III. 2 Definisi Operasional
Definisi Operasional :
Identitas pasien : didapat dengan cara anamnesis
Umur : usia dari bayi baru lahir sampai usia kurang dari 18
tahun, namun pada penelitian ini subjek yang
diperiksa umur 13 – 18 tahun.
Jenis Kelamin : jenis kelamin penderita kelainan refraksi.
Status refraksi : didapat dengan menggunakan optotip snellen untuk
pemeriksaan visus dan koreksi subjektif .
Status opthalmologi : didapat dengan pemeriksaan slit lamp untuk menilai
segmen anterior
Visus : Tajam penglihatan
Kriteria visus menurut WHO :
• Baik : 1,0-0,3
• Visual impairment : <0,3-0,1
• Severe visual Impairment :<0,1-0,005
• Buta : <0,05- No Light Perception (NLP)
Pasien miopia : pasien membutuhkan koreksi sferis negatif. Dibuat
pengelompokkan derajat miopia sebagai berikut :
1. Ringan : lensa koreksinya sferis -0,25 s/d -3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya sferis -3,25 s/d -6,00 Dioptri.
3. Berat : lensa koreksinya sferis > -6,00 Dioptri.
Axial Length : panjang sumbu bola mata
Sumbu bola mata : didapatkan dengan pengukuran A scan sebanyak 3
kali secara otomatis lalu diambil rata-ratanya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
IV.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode
pengukuran secara cross sectional artinya terhadap subjek yang akan
diteliti dilakukan 1x pengukuran. Dengan mengambil semua pasien anak-
anak dari SMP Pancabudi Medan, Panti Asuhan Ade Irma Suryani yang
datang ke poli mata di sub divisi pediatrik opthalmologi selama tahun 2014
IV.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMP Panca Budi Medan, Panti Asuhan Ade
Irma Suryani Medan, poliklinik mata subdivisi Pediatrik Opthalmologi mulai
dari Mei 2014 – Juli 2014 di. RSUP. H. Adam Malik Medan
IV.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
IV.3.1 Populasi penelitian adalah siswa SMP Pancabudi Medan, anak
Panti Asuhan Ade Irma Suryani Medan dan anak yang datang ke poliklinik
mata sub divisi Pediatrik Opthalmologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang
Miopia & Emmetropia.
IV.3.2 Sampel penelitian adalah :
Seluruh pasien anak dengan kelainan refraksi Miopia &
Emmetropia.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan besar sampel pada panelitian ini ditentukan dengan rumus
berikut :
RUMUS-RUMUS :
( )( )
2
221
)1()2/1(2
21
2µµ
σ βα
−
+≥= −− ZZ
nn
Dimana :
)2/1( α−Z = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
)1( β−Z = deviat baku alpha. utk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
σ≡dS = Standar deviasi Panjang Bola Mata pada Remaja Normal = 1,003
(Kepustakaan)
21 µµ − = beda rerata yang bermakna ditetapkan sebesar 0,15
Maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 42
orang.
IV.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi
• Seluruh pasien anak yang datang ke poli mata dengan Miopia &
Emmetropia
• Penderita bersedia untuk dilakukan pemeriksaan & mengisi kuesioner
serta menandatangani surat persetujuan untuk menjadi subjek
penelitian.
Kriteria Ekslusi
• Jika selama pemeriksaan pasien tidak kooperatif.
• Jika memiliki kelainan di segmen anterior mata.
Universitas Sumatera Utara
IV.5 IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :
1. Variabel terikat : Panjang sumbu bola mata
- Variabel bebas : - Derajat miopia
- Umur
- Jenis kelamin
IV.6 BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini
• Data rekam medis
• Formulir Inform Consent
• Pulpen
• Senter
• Slit Lamp Appasamy
• Snelen chart, trial lens
• Biometri TOMEY UD 6000
• Pantocain tetes mata 0,5%
• Chloramfenicol tetes mata o,5%
Universitas Sumatera Utara
IV.7 CARA KERJA
IV.8 ANALISA DATA
1. Untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian yang disajikan dalam
bentuk tabulasi data
2. Untuk melihat perbandingan panjang sumbu bola mata pada anak
Miopia dengan Emmetropia digunakan uji T independen.
EMMETROPIA
MIOPIA
POPULASI
SAMPEL
KRITERIA INKLUSI
PENGUKURAN PANJANG SUMBU
BOLA MATA
UJI T INDEPENDEN
Universitas Sumatera Utara
IV.9 PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh bagian Ilmu
Penyakit Mata FK USU/ RSUP. H. Adam Malik medan. Penelitian ini
kemudian diajukan untuk disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
IV.10 PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti : dr. Amelia Rizar
IV.11 BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
metode cross sectional yang dilakukan mulai bulan Mei 2014 sampai
dengan September 2014 dengan jumlah sampel 42 orang anak yang
menderita Miopia dan 42 anak Emmetropia yang datang ke poliklinik mata
sub divisi Pediatrik Opthalmogi di SMP Pancabudi Medan, Panti Asuhan
Ade Irma Suryani Medan dan RSUP. H. Adam Malik Medan.
Tabel V.1. Berdasarkan Kelompok umur subjek penelitian
Usia Kelainan Refraksi Jumlah P
Emmetropia Miopia n % n % N %
13-15 tahun 25 59,5 19 45,2 44 100 0,190
16-18 tahun 17 40,5 23 54,8 40 100
Berdasarkan tabel V.1 didapatkan jumlah sampel terbanyak pada
anak Emmetropia dengan umur 13 - 15 thn sebanyak 25 orang (59,5%).
Pada anak miopia jumlah anak terbanyak pada umur 16 – 18 thn yaitu 23
orang (54,8%). Dari hasil Uji Chi-Square, dapat dilihat p>0,05, hal ini
menggambarkan tidak ada hubungan umur dengan kelainan refraksi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel V. 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis Kelamin Kelainan Refraksi Jumlah p
Emmetropia Miopia
n % n % N %
Laki-laki 20 60,6 13 39,4 33 100,0 0,118
Perempuan 22 43,1 29 56,9 51 100,0
Berdasarkan tabel V.2 didapatkan jumlah sampel terbanyak pada
anak Emmetropia yaitu perempuan sebanyak 22 orang (43,1%). Pada
Miopia, jenis kelamin terbanyak perempuan yaitu 29 orang (56,9%). Dari
hasil uji Chi-Square, dapat dilihat p>0,05, hal ini menggambarkan tidak
ada perbedaan anak laki-laki atau perempuan dengan kelainan refraksi.
Tabel V.3 Berdasarkan Derajat Miopia Mata kanan & Mata kiri Subjek
Peneltian
Derajat Miopia
Mata Kanan Ringan
Jumlah
n % N % 31 73,8 42 100,0
Sedang 8 19,0 Berat 3 7,1
Derajat Miopia
Mata Kiri Jumlah
n % n %
Ringan 30 71,4 42 100,0
Sedang 10 23,8
Berat 2 4,8
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel V.3 pada Emmetropia tidak dijumpai kelainan
refraksi atau mata normal sebanyak 42 orang (100%). Pada Miopia
jumlah sampel terbanyak adalah Miopia Ringan pada mata kanan dan kiri.
Tabel V. 4 Berdasarkan Panjang sumbu bola mata kanan Subjek
Penelitian
Panjang Sumbu Bola Mata Kanan
n X ± SD p
Emmetropia 42 23,551 ± 0,366 0,0001
Panjang Sumbu Bola Mata Kanan
n X ± SD
p
Miopia Ringan 31 23,607 ± 0,734
Miopia Sedang 8 25,089 ± 1,118 0,0001
Miopia Berat 3 24,867 ± 0,702
Total 42 23,979 ± 1,068
Tabel V.4 Berdasarkan hasil uji Anova Oneway menunjukkan ada
perbedaan panjang sumbu bola mata kanan (p < 0,05). Panjang sumbu
bola mata yang berbeda tersebut adalah :
- Panjang sumbu bola mata Miopia ringan dengan panjang sumbu bola
mata Miopia sedang dengan nilai p = 0,0001.
- Panjang sumbu bola mata Miopia ringan dengan panjang sumbu bola
mata Miopia berat dengan nilai p= 0,015.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil uji T Independen menunjukkan ada perbedaan
panjang sumbu bola mata pada anak Miopia dan Emmetropia kanan (p<
0,05) dengan nilai p = 0,013.
Tabel V.5 Berdasarkan Panjang sumbu bola mata kiri Subjek
Penelitian
Panjang Sumbu
Bola Mata Kiri
n X ± SD p
Emmetropia 42 23,548 ± 0,360 0,0001
Panjang Sumbu Bola Mata Kiri
n X±SD
p
Miopia Ringan 30 23,563 ± 0,696
Miopia Sedang 10 25,409 ± 1,223 0,0001
Miopia Berat 2 24,357 ± 0,885
Total 42 23,971 ± 1,089
Tabel V.5 Berdasarkan hasil uji Anova Oneway menunjukkan ada
perbedaan panjang sumbu bola mata kiri pada anak Miopia (p< 0,05)
dengan nilai p=0,0001. Panjang sumbu bola mata yang berbeda tersebut
adalah :
- Panjang sumbu bola mata Miopia ringan dengan panjang sumbu bola
mata Miopia sedang dengan nilai p= 0,0001.
Berdasarkan hasil uji T Independen menunjukkan ada perbedaan
panjang sumbu bola mata pada anak Miopia dan Emmetropia kanan
(p<0,05) dengan nilai p = 0,021.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
VI.1. Karakteristik umum subjek penelitian anak dengan Miopia dan
Emmetropia di RSUP. H. Adam Malik bulan Mei 2014 -
September 2014
Dari tabel V.1 menunjukkan bahwa berdasarkan usia, anak dengan
Emmetropia lebih banyak dijumpai pada umur 13-15 tahun yaitu 25 orang
(59,5%), anak dengan Miopia lebih banyak dijumpai pada umur 16-18
tahun yaitu 23 orang (54,8%). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
pertumbuhan dan perkembangan mata berlangsung cepat dalam 2 tahun
pertama kehidupan, kemudian berkembang secara perlahan sampai usia
pubertas. Hal ini sejalan dengan penelitian Saerang dkk di Konas Perdami
Semarang tahun 1988 yang menyatakan semakin tinggi tingkat
pendidikan dan pekerjaan maka semakin tinggi derajat miopia. Namun
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmadini di Jakarta
tahun 2009 yang menyatakan anak SD kelas 4 – 6 (9 -11 tahun)
menderita Miopia 51 responden (57,3%), sedangkan Emmetropia 38
responden (42,7%).
Dari Tabel V.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin anak dengan
Emmetropia paling banyak perempuan yaitu 22 orang (52,4%), pada anak
dengan Miopia paling banyak perempuan yaitu 29 orang (69%). Hal ini
sejalan dengan penelitian Goh. P.P di Malaysia Study tahun 2005 yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan prevalensi Miopia lebih banyak pada anak perempuan dan
usia lebih tua.
Dari tabel V.3 menunjukkan bahwa prevalensi Miopia ringan mata
kanan & mata kiri paling banyak dijumpai yaitu 31 mata (73,8%) & 30
mata (71,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian Rodiah R. L. tahun 2005
yang menyatakan tidak ada perbedaan koreksi mata kanan & mata kiri
pada Miopia sedang berat.
Dari tabel V.4 Menunjukkan bahwa rata- rata panjang sumbu bola
mata kanan anak Emmetropia 23,551 ±0,366 mm sedangkan rata-rata
panjang sumbu bola mata kiri anak Emmetropia 23,548 ± 0,360 mm. Hal
ini sejalan dengan Literatur yang menyatakan panjang sumbu bola mata
kanan & kiri normal umur 61 – 79 bulan (6 tahun) adalah 21,16 ± 1,06mm.
Sejalan dengan penelitian Rodiah Rahmawaty Lubis menyatakan rata -
rata panjang sumbu bola mata pada neonatus 17 mm dan terus
berkembang mencapai usia 13 tahun.
Panjang sumbu bolamata kanan pada anak dengan Miopia Ringan
signifikan berbeda dengan panjang sumbu bolamata kanan pada anak
dengan Miopia Sedang (p = 0,0001) dan panjang sumbu bola mata pada
anak Miopia ringan dengan panjang sumbu bola mata anak Miopia Berat
(p = 0,015) juga signifikan berbeda.
Panjang sumbu bola mata kanan pada anak Miopia signifikan
berbeda dengan panjang sumbu bola mata pada anak Emmetropia
dengan nilai p = 0,013.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel V. 5 menunjukkan panjang sumbu bola mata kiri
pada anak Miopia Ringan signifikan berbeda dengan panjang sumbu bola
mata pada anak Miopia Sedang (p = 0,0001). Panjang sumbu bola mata
kiri pada anak dengan Miopia signifikan berbeda dengan panjang sumbu
bola mata pada anak dengan Emmetropia dengan nilai p = 0,021.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rodiah R. L. tahun 2005 yang
menyatakan tidak ada perbedaan pertambahan panjang sumbu bola mata
kanan maupun kiri.
Menurut penelitian Donald O. Mutti et all tahun 2007 menyatakan
sumbu bola mata pada anak Miopia lebih panjang dibandingkan anak
Emmetropia dan pemanjangan sumbu bola mata merupakan salah satu
faktor yang dapat digunakan untuk memprediksi onset Miopia. (Mutty et
all, 2007)
Menurut penelitian Lim L. S,Yang X.,Gazzard G. et all tahun 2004
menyatakan panjang sumbu bola mata berbeda pada miopia fase awal
disebabkan pembesaran sumbu secara global.
Menurut penelitian David. A. Atchison, Catherine. E. Jones et all
tahun 2005 menyatakan pada Emmetropia bentuk bola mata sudah ada
penipisan di equator, sedangkan pada Miopia penipisan lebih meningkat
sehingga bentuk bola mata menjadi lebih elips.
Menurut penelitian Tabernero J., Schaeffel F. tahun 2009
menyatakan pada Miopia memiliki bentuk bola mata yang lebih ireguler
daripada Emmetropia. Sehingga bentuk retina perifer berubah
disebabkan oleh penipisan sklera walaupun pada miopia ringan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
1. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode
pengukuran secara cross sectional artinya terhadap subjek yang
akan diteliti dilakukan 1 x pengukuran. Subjek penetian diambil
dari semua pasien anak – anak dari SMP Panca Budi, Anak Panti
Asuhan Ade Irma Suryani yang datang ke poli mata sub divisi
Pediatrik Opthalmologi di RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan
Mei 2014 sampai September 2014.
2. Dari 42 sampel anak Emmetropia dan 42 sampel anak Miopia,
berdasarkan usia, anak dengan Emmetropia paling banyak
dijumpai umur 13 - 15 tahun, sedangkan pada anak Miopia
dijumpai paling banyak pada umur 16 – 18 tahun. Hal ini tidak
signifikan bermakna secara statistik dalam mempengaruhi panjang
sumbu bola mata pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun
2014.
3. Jenis kelamin terbanyak pada anak Emmetropia paling banyak
adalah perempuan (52,4%). Pada anak dengan Miopia terbanyak
dijumpai adalah perempuan (69%). Hal ini tidak signifikan
bermakna secara statistik dalam mempengaruhi panjang sumbu
bola mata pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
4. Pada anak Miopia, status refraksi mata kanan & mata kiri terbanyak
dijumpai Miopia Ringan (73,8% & 71,4%). Hal ini signifikan
bermakna terhadap panjang sumbu bola mata anak Miopia di
RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014.
5. Rata – rata panjang sumbu bola mata kanan pada anak
emmetropia 23,551 ± 0,366 mm dan rata- rata panjang sumbu bola
mata kiri pada anak Emmetropia 23,548 ± 0,360 mm. Dijumpai
perbedaan panjang sumbu bola mata kanan pada anak Miopia
Ringan dengan Miopia Sedang dan Miopia Berat. Terdapat
perbedaan panjang sumbu bola mata kiri pada anak Miopia Ringan
dengan Miopia Sedang. Terdapat perbedaan yang signifikan
panjang sumbu bola pada anak Miopia dan Emmetropia. Hal ini
signifikan bermakna terhadap panjang sumbu bola mata anak
Miopia di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014.
VI. 2 Saran
1. Diperlukan penyuluhan yang lebih sering kepada masyarakat
mengenai Miopia, penggunaan kacamata dan efek samping dari
ketidakdisiplinan dalam pemakaian kacamata.
2. Diharapkan hasil peneltian ini dapat digunakan sebagai data untuk
peneltian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abolfotouh dkk.,A Study of some Psycho-social characteristics of Blind & Deaf malestudents in Abha City, Asir Region, Saudi Arabia 1993
American Optometric Association Consensus Panel n Pediatric Eye and Vision Examination, 2006
Atchinson D. A., Jones C. E., Schmid K. L., et all, IOVS, Eye Shape in Emmetropia and Myopia, 2005
Azar D. T., Azar N. F. Brodie S. E., American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical science course section 3 clinical optics. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2014. P.103-15.
Community Eye Health Journal.2007. Prevention of Childhood Blindness teaching
Departemen Kesehatan RI. Ditjen Binkesmas, Survey Morbiditas mata & Kebutaan di 8 propinsi. 1983. Hasil serta laporan pertemuan kerja upaya kesehatan mata & pencegahan kebutaan di Puskesmas & rujukannya, 1998;12-7available at
Depkes RI. Ditjen Binkesmas,1998. Hasil Survey kesehatan Indera Penglihatan & Pendengaran 1996,1998;12-7
depkes.go.id
Duke Elder, SS. System of ophthalmology Ophthalmic Optic and refractions St. Louis. Cv ,Mosby co. 1970:310-6,322,326-8,347-50
Fouracer, Hered, Isbey et all, American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical science course section 6 Pediatric Opthalmology and Strabismus. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2014. P.181-84.
Goh P.P., Abqariyah Y.,Pokharel,G.P., Ellwein, L. B., 2005. Refractive error & Visual impairment in school-age children in Gombam District, Malaysian Ophthalmology 112,678-685.
Hammond, C.J., Snieder H., Gilbert, C.E., Spector, T.D., 2001. Genes & Environment in Refractive Errors: the twin eye study. Investigative ophthalmology and visual Science:42(6)
Hamurwono G.B., Upaya Kesehatan Mata & Penurunan kebutaan di Indonesia. Kumpulan masalah Konas V Perdami Yogyakarta 1884:144-9
Hutahuruk M. R., Hubungan antara pengetahuan dengan sikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anak.2009
Universitas Sumatera Utara
J. Tabernero., F. Schaeffel., IOVS, More Irreguler Eye Shape in Low Myopia tahn in Emmetropia, 2009
Khurana AK. Comprehensive ophthalmology: optics and refraction. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd; 2007. P.19-49.
L. S. Lim, X. Yang, G Gazzard et all , Pubmed, Variations in eye volume, surface area and shape with refractive error in young children by magnetic resonance imaging analysis, 2011
Lang GK, Spraul CW. Optics and refractive errors. In: Lang GK. Opthtalmology a short Textbook. Stuttgart: Georg Thieme Verlag; 2000. P. 423-56.
Leitman MW. Manual for eye examination and diagnosis: measurement of vision and refraction. 7 th ed. Massachussets: Blackwell Publishing; 2007. P.5-22
Limburg H., Scheinn. Vision 2020 the epidemiology of eye disease, second edition London. Arnold publisher, 2003 p.120-36 Ades AE Evaluating screening ztest & screening programmes: Arch Dis Child, 1990;65;792-5
Lubis R.R., Cara pembacaan Scan A/B, 2009
Lubis R.R., Hubungan panjang sumbu bola mata terhadap perubahan kekuatan refraksi, 2008
Montgomery M. T. Anatomy, Physiology and Pathology of the human eye: how the eye function, 1941:http://medical-dictionary. thefreedictionary.com/axial+length+of+the+eye
Moore B., 2006 The Massachusetts preschool vision screening program optometry 77(8),371-377
Mutty O. D, Hayes J. R., Mitchell G. L., et all Refractive error, Axial length, and refractive peripheral Error before and after onset Myopia, 2007
Olver J, Cassidy L. Ophthamology at a Glance: Basic optics and refraction. Massachussets: Blackwell Science Ltd;2005. P. 22-25.
Perera, CA, May’s manual disease of the eye. Baltimore. The william and wilkins Co, 1957: 371
Pruett, Pathologic Myopia, In Albert, DM, Jackobee,FA,Eds. Priciples and practice of ophthalmology. Clinical practice. Philadelphia, wb saunders co, 1994: p.870-80
Rahmadhini, prevalensi miopia pada siswa SD kelas 4 dan 6 di kelurahan Pondok Ranji Ciputat. 2009
Universitas Sumatera Utara
Riordan and Eva,Vaughan & Asbury,18th edition,Lange Clinical Medicine; 2009
Saerang JSM., Hubungan antara tingkat pendidikan & miopia. Kumpulan masalah konas VI Perdami Semarang, 1988:p.775
Sativa O., Hubungan Tekanan Intra Okuli terhadap Miopia Ringan dan Sedang, 2002.
Soekardi I., Hutahuruk J. A. : transisi Menuju Fakoemulsifikasi, Granit, Kelompok Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004, 184-190
Thulasiraj R.D.,Muralikrishan R. Vision2020. The Global initiative for night to sight. Community Ophtahlmology.
World Health Organization. Global data on visual impairments 2010.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN PASIEN (INFORM CONCENT)
Tanggal Pemeriksaan :
No. Penelitian :
No. MR :
Nama :
Alamat lengkap :
Telepon :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin : a. Laki – laki b. Perempuan
Pendidikan Terakhir : a. SD b. SMP c. SMU
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Visus : OD : PH: OS: PH:
Segmen Anterior
Palpebra Superior / Inferior :
Conj. Tarsalis Superior / Inferior :
Conj. Bulbi :
Cornea :
COA :
Pupil :
Iris :
Universitas Sumatera Utara
Lensa :
Hasil koreksi kelainan refraksi
Subjektif
OD : S C x °
OS : S C x °
Panjang Sumbu Bola Mata
OD : - OS : -
- -
- -
Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian tentang ”Perbandingan Panjang Sumbu Bola Mata pada anak Miopia & Emmetropia” yang telah dijelaskan dalam penelitian ini. Keikutsertaan saya bersifat sukarela dan saya telah mengerti sepenuhnya informasi tentang penelitian ini termasuk tujuan dan prosedurnya.
(.............................)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
NO NAMA KLP USIA sex SUKU STATUS
REFRAKSI PANJANG SUMBU BOLA MATA
SFOD SFOS PSBOD PSBODk PSBOS PSBOSk 1 Grace Arta 1 1 2 1 3 1 25.67 2 23.35 1 2 Yoga Ambarita 1 2 1 2 1 1 24.6 2 24.03 2 3 Patricia 1 2 2 1 1 1 23.95 1 23.97 1 4 Nurul Arafah 1 2 2 3 1 1 23.39 1 23.54 1 5 Michael Zebua 1 1 1 4 1 1 24.63 2 24.01 2 6 Valiant Ticonumu 1 2 1 4 2 2 25.22 2 25.02 2 7 Angel Jelita 1 1 2 3 1 1 23.19 1 23.11 1 8 Desi 1 2 2 3 2 2 26.69 2 27.39 2 9 Putri Andi 1 2 2 3 1 2 24.07 2 23.7 1
10 M. Fajar Raihan 1 1 1 3 1 1 23.95 1 23.45 1 11 M. Zahran Rafi 1 1 1 3 1 1 23.67 1 23.78 1 12 Mayra Izzati 1 1 2 3 1 1 22.84 1 22.94 1 13 Lulu 1 1 2 3 1 2 23.45 1 23.47 1 14 Intan Juwita Alam 1 1 2 3 1 1 24.35 2 23.65 1 15 Imelda Aprilia 1 2 2 3 1 1 24.03 2 24.12 2 16 Dylan Ignas 1 2 1 1 1 1 23.27 1 23.97 1 17 Ananda Milala 1 1 1 1 2 2 24.01 2 24.78 2 18 Adrian Natanael 1 1 2 1 2 2 24.48 2 25.96 2 19 Andana Disa Kaban 1 1 2 1 1 1 22.85 1 23.07 1 20 Angel Muliana 1 2 2 3 1 1 25.12 2 25.14 2 21 Eka Basaria 1 2 2 3 2 2 23.39 1 23.17 1
Universitas Sumatera Utara
22 Michael Alwendo 1 2 1 1 2 2 26.11 2 25.78 2 23 Nurasyiqin 1 2 2 2 1 1 23.18 1 23.46 1
24 Yeni Apulina Sinulingga 1 2 2 1 2 2 25.91 2 26.07 2
25 Mika Andi 1 2 1 2 2 2 24.9 2 25.1 2 26 Agus 1 1 1 2 1 1 22.85 1 22.83 1 27 Ahmad 1 1 1 2 1 1 22.92 1 23.06 1 28 Rita 1 1 2 2 1 1 22.08 1 21.96 1 29 Yuni 1 1 2 2 1 1 23.22 1 23.32 1 30 yani 1 1 2 2 1 1 23.05 1 23.53 1 31 Ririn 1 1 2 3 1 1 23.49 1 23.61 1 32 Rona 1 2 2 3 1 1 22.78 1 22.72 1 33 Ceti 1 2 2 3 1 1 23.97 1 23.78 1 34 Vivi Julianti 1 2 2 3 1 1 23.1 1 22.92 1 35 M. Haiqal 1 2 1 2 1 1 25.14 2 25.07 2 36 Siti khadijah 1 2 2 3 1 1 23.73 1 23.93 1 37 Maria 1 2 2 1 1 1 22.86 1 22.3 1 38 Imanuel Daud 1 1 1 1 1 1 24.62 2 24.75 2 39 Nadia Tifanni 1 2 2 1 1 1 23.61 1 23.78 1 40 Adinda Putri 1 2 2 3 1 1 23.85 1 23.49 1 41 Endang Yoana 1 2 2 1 3 3 24.56 2 24.71 2 42 Alfida Unaiyah Afif 1 1 2 3 3 3 24.37 2 25.01 2
1 Hamdani 2 2 1 3 0 0 23.85 1 23.37 1
2 Nanda 2 1 2 3 0 0 23.18 1 23.01 1
3 Laura Angela 2 1 2 1 0 0 23.45 1 23.56 1
4 Remonta Sembiring 2 2 1 1 0 0 23.67 1 23.78 1
Universitas Sumatera Utara
5 Syakira 2 1 2 3 0 0 23.34 1 23.36 1
6 Haya 2 1 2 2 0 0 23.41 1 23.45 1
7 Chairul 2 1 1 3 0 0 23.5 1 23.54 1
8 Risma 2 2 2 3 0 0 23.76 1 23.85 1
9 Jihan 2 1 2 3 0 0 23.53 1 23.41 1
10 Oyok 2 1 1 1 0 0 23.56 1 23.41 1
11 Widya Ulfa 2 2 2 5 0 0 23.58 1 23.47 1
12 Ina Amelia 2 1 2 5 0 0 23.41 1 23.45 1
13 Fitri Utami 2 2 2 5 0 0 23.65 1 23.67 1
14 Yolanda 2 2 2 1 0 0 23.68 1 23.78 1
15 Remika 2 1 2 1 0 0 23.95 1 23.86 1
16 Siti 2 2 2 3 0 0 23.86 1 23.79 1
17 Al Hasbi 2 1 1 3 0 0 23.85 1 23.86 1
18 Rafa 2 1 1 3 0 0 23.79 1 23.68 1
19 Zahra 2 1 2 1 0 0 23.67 1 23.75 1
20 Revi 2 1 1 3 0 0 23.66 1 23.68 1 21 Novi 2 1 2 2 0 0 21.98 1 21.94 1 22 Yolanda 2 1 2 1 0 0 22.65 1 22.95 1 23 Revalina 2 1 2 3 0 0 22.59 1 22.65 1 24 Susi 2 2 2 1 0 0 23.48 1 23.56 1 25 Santi 2 2 2 2 0 0 23.62 1 23.67 1 26 Dandi 2 1 1 2 0 0 23.6 1 23.68 1 27 Fadli 2 2 1 3 0 0 23.69 1 23.58 1 28 Romi 2 1 1 3 0 0 23.78 1 23.64 1 29 Johanes 2 1 1 1 0 0 23.85 1 23.76 1
Universitas Sumatera Utara
30 Alif 2 1 1 5 0 0 23.65 1 23.77 1 31 Akbar 2 1 1 5 0 0 23.56 1 23.49 1 32 Novri 2 2 1 5 0 0 23.88 1 23.98 1 33 Imam 2 2 1 3 0 0 23.68 1 23.88 1 34 Fadila 2 2 2 3 0 0 23.64 1 23.58 1 35 Rini 2 2 2 2 0 0 23.78 1 23.85 1 36 Bayu 2 1 1 2 0 0 23.63 1 23.58 1 37 Sofyan 2 2 1 3 0 0 23.75 1 23.65 1 38 Indra Nasution 2 2 1 1 0 0 23.68 1 23.72 1 39 Ridwan 2 1 1 5 0 0 23.58 1 23.64 1 40 Muhammad Sani 2 1 1 3 0 0 23.47 1 23.49 1 41 Dara 2 1 2 2 0 0 23.58 1 23.55 1 42 Sri Santika 2 2 2 2 0 0 23.66 1 23.7 1
1. Miopia 1. <= 15 1. Pria 1. Batak
0. Normal
0. Normal
1. < 24
1. < 24
2. Emmetropia 2. > 15
2. Wanita 2. Jawa
1. Ringan
1. Ringan
2. >= 24
2. >= 24
3. Melayu
2. Sedang
2. Sedang
4. Nias
3. Berat
3. Berat
5. Padang
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
Usia (tahun) * Mata Crosstabulation
19 25 4443.2% 56.8% 100.0%45.2% 59.5% 52.4%22.6% 29.8% 52.4%
23 17 4057.5% 42.5% 100.0%54.8% 40.5% 47.6%27.4% 20.2% 47.6%
42 42 8450.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within Us ia (tahun)% within Mata% of TotalCount% within Us ia (tahun)% within Mata% of TotalCount% within Us ia (tahun)% within Mata% of Total
<= 15 tahun
> 15 tahun
Usia (tahun)
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Jenis kelamin * Mata Crosstabulation
13 20 3339.4% 60.6% 100.0%31.0% 47.6% 39.3%15.5% 23.8% 39.3%
29 22 5156.9% 43.1% 100.0%69.0% 52.4% 60.7%34.5% 26.2% 60.7%
42 42 8450.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within Jenis kelamin% within Mata% of TotalCount% within Jenis kelamin% within Mata% of TotalCount% within Jenis kelamin% within Mata% of Total
Pria
Wanita
Jenis kelamin
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Universitas Sumatera Utara
Suku * Mata Crosstabulation
12 10 2254.5% 45.5% 100.0%28.6% 23.8% 26.2%14.3% 11.9% 26.2%
9 8 1752.9% 47.1% 100.0%21.4% 19.0% 20.2%10.7% 9.5% 20.2%
19 17 3652.8% 47.2% 100.0%45.2% 40.5% 42.9%22.6% 20.2% 42.9%
2 0 2100.0% .0% 100.0%
4.8% .0% 2.4%2.4% .0% 2.4%
0 7 7.0% 100.0% 100.0%.0% 16.7% 8.3%.0% 8.3% 8.3%
42 42 8450.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within Suku% within Mata% of TotalCount% within Suku% within Mata% of TotalCount% within Suku% within Mata% of TotalCount% within Suku% within Mata% of TotalCount% within Suku% within Mata% of TotalCount% within Suku% within Mata% of Total
Batak
Jawa
Melayu
Nias
Padang
Suku
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Status Refraksi OD * Mata Crosstabulation
0 42 42
.0% 100.0% 100.0%
.0% 100.0% 50.0%
.0% 50.0% 50.0%31 0 31
100.0% .0% 100.0%
73.8% .0% 36.9%36.9% .0% 36.9%
8 0 8
100.0% .0% 100.0%
19.0% .0% 9.5%9.5% .0% 9.5%
3 0 3
100.0% .0% 100.0%
7.1% .0% 3.6%3.6% .0% 3.6%
42 42 84
50.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within StatusRefraks i OD% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OD% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OD% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OD% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OD% within Mata% of Total
Normal
Ringan
Sedang
Berat
StatusRefraks iOD
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Universitas Sumatera Utara
Status Refraksi OS * Mata Crosstabulation
0 42 42
.0% 100.0% 100.0%
.0% 100.0% 50.0%
.0% 50.0% 50.0%30 0 30
100.0% .0% 100.0%
71.4% .0% 35.7%35.7% .0% 35.7%
10 0 10
100.0% .0% 100.0%
23.8% .0% 11.9%11.9% .0% 11.9%
2 0 2
100.0% .0% 100.0%
4.8% .0% 2.4%2.4% .0% 2.4%
42 42 84
50.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within StatusRefraks i OS% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OS% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OS% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OS% within Mata% of TotalCount% within StatusRefraks i OS% within Mata% of Total
Normal
Ringan
Sedang
Berat
StatusRefraks iOS
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Panjang Sumbu Bola Mata : OD * Mata Crosstabulation
24 42 66
36.4% 63.6% 100.0%
57.1% 100.0% 78.6%28.6% 50.0% 78.6%
18 0 18
100.0% .0% 100.0%
42.9% .0% 21.4%21.4% .0% 21.4%
42 42 84
50.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within PanjangSumbu Bola Mata : OD% within Mata% of TotalCount% within PanjangSumbu Bola Mata : OD% within Mata% of TotalCount% within PanjangSumbu Bola Mata : OD% within Mata% of Total
< 24
>= 24
Panjang SumbuBola Mata : OD
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Universitas Sumatera Utara
Panjang Sumbu Bola Mata : OS * Ma ta Crosstabulation
27 42 69
39.1% 60.9% 100.0%
64.3% 100.0% 82.1%32.1% 50.0% 82.1%
15 0 15
100.0% .0% 100.0%
35.7% .0% 17.9%17.9% .0% 17.9%
42 42 84
50.0% 50.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%50.0% 50.0% 100.0%
Count% within PanjangSumbu Bola Mata : OS% within Mata% of TotalCount% within PanjangSumbu Bola Mata : OS% within Mata% of TotalCount% within PanjangSumbu Bola Mata : OS% within Mata% of Total
< 24
>= 24
Panjang SumbuBola Mata : OS
Total
Miopia EmmetropiaMata
Total
Descriptives (OD Normal, miopia)
Descriptive Statistics
42 21.98 23.95 23.5507 .36598
42
Panjang SumbuBola Mata : ODValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Oneway
Descriptives
Panjang Sumbu Bola Mata : OD
31 23.6068 .73350 .13174 23.3377 23.8758 22.08 25.148 25.0888 1.11831 .39538 24.1538 26.0237 23.39 26.693 24.8667 .70216 .40539 23.1224 26.6109 24.37 25.67
42 23.9790 1.01684 .15690 23.6622 24.2959 22.08 26.69
RinganSedangBeratTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Panjang Sumbu Bola Mata : OD
1.551 2 39 .225
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
Universitas Sumatera Utara
ANOVA
Panjang Sumbu Bola Mata : OD
16.511 2 8.256 12.440 .00025.881 39 .66442.393 41
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Panjang Sumbu Bola Mata : ODLSD
-1.48198* .32305 .000 -2.1354 -.8286-1.25989* .49256 .015 -2.2562 -.26361.48198* .32305 .000 .8286 2.1354
.22208 .55151 .689 -.8934 1.33761.25989* .49256 .015 .2636 2.2562-.22208 .55151 .689 -1.3376 .8934
(J) Status Refraksi ODSedangBeratRinganBeratRinganSedang
(I) Status Refraksi ODRingan
Sedang
Berat
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is s ignificant at the .05 level.*.
Descriptives (OS Normal, miopia)
Descriptive Statistics
42 21.94 23.98 23.5486 .36011
42
Panjang SumbuBola Mata : OSValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Oneway
Descriptives
Panjang Sumbu Bola Mata : OS
31 23.5632 .69629 .12506 23.3078 23.8186 21.96 25.148 25.4088 1.22230 .43215 24.3869 26.4306 23.17 27.393 24.3567 .88461 .51073 22.1592 26.5542 23.35 25.01
42 23.9714 1.08993 .16818 23.6318 24.3111 21.96 27.39
RinganSedangBeratTotal
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Panjang Sumbu Bola Mata : OS
1.722 2 39 .192
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
Universitas Sumatera Utara
ANOVA
Panjang Sumbu Bola Mata : OS
22.138 2 11.069 16.249 .00026.568 39 .68148.706 41
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Panjang Sumbu Bola Mata : OSLSD
-1.84552* .32730 .000 -2.5076 -1.1835-.79344 .49905 .120 -1.8029 .21601.84552* .32730 .000 1.1835 2.50761.05208 .55877 .067 -.0781 2.1823
.79344 .49905 .120 -.2160 1.8029-1.05208 .55877 .067 -2.1823 .0781
(J) Status Refraksi ODSedangBeratRinganBeratRinganSedang
(I) Status Refraksi ODRingan
Sedang
Berat
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
The mean difference is s ignificant at the .05 level.*.
T-Test
Group Statistics
42 23.9790 1.01684 .1569042 23.5507 .36598 .0564742 23.9714 1.08993 .16818
42 23.5486 .36011 .05557
MataMiopiaEmmetropiaMiopiaEmmetropia
Panjang SumbuBola Mata : ODPanjang SumbuBola Mata : OS
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
31.128 .000 2.569 82 .012 .42833 .16675 .09660 .76006
2.569 51.447 .013 .42833 .16675 .09363 .76304
27.058 .000 2.387 82 .019 .42286 .17712 .07051 .77521
2.387 49.846 .021 .42286 .17712 .06707 .77864
Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed
Panjang SumbuBola Mata : OD
Panjang SumbuBola Mata : OS
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Nama : dr. Amelia Rizar Tempat / Tanggal Lahir : Pekanbaru/ 4 Januari 1985 Suku/Bangsa : Padang / Indonesia Agama : Islam Alamat : Jl. Eka Surya Komp. Grand Monaco blok G no. 5 Medan Suami : Faisal Syarif ST Anak : -
2. Pendidikan - SD Santa Maria Pekanbaru tamat Tahun 1996 - SMP Santa Maria Pekanbaru tamatTahun 1999 - SMA Santa Maria Pekanbaru tamat Tahun 2001 - Missisquoi Valley Union High School Amerika tamat Tahun 2002 - S1 Fakultas Kedokteran Univeristas Islam Sumatera Utara
Medan, tamat Tahun 2009
3. Riwayat Pekerjaan Dokter Umum di Klinik Jamsostek Martubung tahun 2009 Dokter Umum di Klinik Jamsostek Mabar tahun 2009 Dokter Umum di RS. Bakti Medan tahun 2010-2011
4. Perkumpulan Profesi Anggota IDI Sumatera Utara Anggota Muda Perdami Cabang Sumatera Utara
5. Tulisan 1. Sjogren Syndrome 2. Toksik Optik Neuropati & Nutrisional Optik Neuropati
6. Seminar Yang Telah Diikuti
- Peserta One Day Dinner Symosium Grand Elite Hotel Medan, 20 Februari 2013
- Peserta In the Workshop “ Impact of Glaucoma : Challenge That Needs to be Incorporated “ Sumatera Eye Center Conventional Hall Medan, 23-24 Maret 2013
Universitas Sumatera Utara
- Peserta Annual Scientific Meeting “Eye Rehabilitation for Simple Life” Trans Luxury Hotel Bandung, 12-14 April 2013
- Peserta Daily Practice in pediatric Ophthalmology Grand Elite Hotel Medan, 25 Mei 2013
- Peserta The 7th Asian Neuro-Ophthalmology Society Congress Bali, 27-29 September 2013
- Peserta Simposium Myopic Choroidal Neovascularization JW. Marriot Hotel Medan, 24 Juni 2014
- Peserta Practical Pearls in Pediatric Ophthalmology Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, 21 Februari 2015
Universitas Sumatera Utara
top related