perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara...
Post on 10-Feb-2021
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
i
Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dan bupivakain
pada anestesi spinal
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Pradipto Utomo
G.0005018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
-
ii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, April 2009
Pradipto Utomo
G0005018
-
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara
Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal
Pradipto Utomo, G0005018, Tahun 2009
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari , Tanggal
Pembimbing Utama Penguji Utama
Mudzakkir, dr., SpAn MH. Sudjito, dr., SpAn., KNA
NIP: 140 120 899 NIP: 130 786 873
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Martini, Dra., M.Si. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., M.S.
NIP: 131 569 266 NIP: 030 134 565
Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes.
NIP: 132 206 586
PENGESAHAN SKRIPSI
-
iv
Skripsi dengan judul : Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal Pradipto Utomo, NIM : G0005018, Tahun : 2009
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis, Tanggal 30 April 2009
Pembimbing Utama Mudzakkir, dr., SpAn NIP. 140 120 899 (..................................) Pembimbing Pendamping Martini, Dra., MSi NIP. 131 569 266 (..................................) Penguji Utama M. H. Sudjito, dr., SpAn., KNA NIP. 130 786 873 (..................................) Anggota Penguji Prof., Dr., H. A. A. Subijanto, dr., MS NIP. 030 134 565 (..................................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi, Dekan FK UNS,
Sri Wahjono, dr., MKes Prof., Dr., H. A. A. Subijanto, dr., MS NIP. 030 134 646 NIP. 030 134 565
-
v
ABSTRAK Pradipto Utomo, G0005018, 2009 PERBANDINGAN PERUBAHAN FREKUENSI
DENYUT NADI ANTARA LIDOKAIN DAN BUPIVAKAIN PADA ANESTESI SPINAL
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan indikasi anestesi spinal. Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade saraf sensorik dan motorik Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal. Oleh karena itu peneltian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada penggunaan lidokain dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada pasien yang menjalani operasi Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan uji klinis dan dilakukan secara acak tersamar ganda. Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data penelitian dianalisa menggunakan uji-t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna. Sampel berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random, yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain dan 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu frekuensi denyut nadi antara kelompok bupivakain lebih stabil daripada frekuensi denyut nadi kelompok lidokain. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain mengalami perubahan yang bermakna. __________________________________________________________________ Kata kunci : Bupivakain – Lidokain – Frekuensi Denyut Nadi
-
vi
ABSTRACT Pradipto Utomo, G0005018, 2009, THE COMPARISON OF PULSE FREQUENCY CHANGES BETWEEN LIDOCAINE AND BUPIVACAINE IN SPINAL ANESTHESIA. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. The innovation of medicines and techniques have made spinal anesthesia become an option in operating procedures of outpatient and spinal anesthesia indication surgery. Lidocaine and bupivacaine are amida type spinal anesthesia drugs. Both drugs produce sensoric and motoric blockades. Cardiovaskuler side effects, especially hypotension and bradycardia is the most important and often physiological changes on spinal anesthesia. Knowledge of homeostasis mechanisms that aim to control blood pressure and heart rate is important in treating cardiovascular changes associated to spinal anesthesia. Therefore this experiment aimed to compare changes of pulse frequency on the use of lidocaine and bupivacaine as spinal anesthesia in patients who undergo surgery. This research, included in experimental and clinical test research and done randomly double blinded. Subject of this experiment is patients that undergoing planned surgery on the lower part of abdomen, perineum and the lower extremity in IBS (Central Surgery Unit) of RSUD dr. Moewardi and meet the inclusion criteria. Research data analyzed using t-test to find whether there is significant difference or not. Samples are 30 patients who meet the requirements, then divided into 2 groups randomly, 15 patients included in the lidocaine group and 15 other patients entered in the bupivacaine group. Results obtained in this research that the pulse frequency of bupivakain group is more stable than the pulse frequency of lidocaine group. Based on the results of the analysis it was found that the pulse frequency in the treatment group of bupivacaine and lidocaine are significantly change. __________________________________________________________________ Keywords: Bupivacaine - Lidocaine – Pulse Frequency
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan berkat dan karunia-Nya lah, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Perubahan Frekuensi
Denyut Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal”.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof., Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S. selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka
penyusunan skripsi, serta sebagai anggota penguji yang juga telah memberikan banyak
pengarahan dan saran.
2. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi.
3. Mudzakkir, dr. SpAn. sebagai pembimbing utama yang memberikan banyak waktu,
pengarahan, bimbingan dan saran.
4. Martini, Dra., Msi. sebagai pembimbing pendamping yang telah membimbing penulisan
selama penulisan skripsi.
5. MH. Sudjito, dr.SpAn., KNA. sebagai penguji utama yang telah memberikan banyak
pengarahan dan saran.
6. Kepala IBS RSUD Dr. Moewardi, Surakarta beserta staf dan perawat yang telah bersedia
membantu pengambilan data.
7. Staf anestesi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.
8. Semua pihak yang telah ikut membantu dan/atau terlibat dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini.
Surakarta, April 2009
Pradipto Utomo
-
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 2
BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................... 3
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 3
1. Anestesi Spinal ................................................................. 3
2. Bupivakain ........................................................................ 8
3. Lidokain ........................................................................... 9
4. Frekuensi Denyut Nadi ..................................................... 12
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 15
C. Hipotesis ................................................................................... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 17
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 17
B. Lokasi Penelitian ...................................................................... 17
C. Subjek Penelitian ...................................................................... 17
D. Teknik Sampling ...................................................................... 18
-
ix
E. Besar Sampel ............................................................................ 18
F. Identifikasi Variabel ................................................................. 18
G. Definisi Operasional Variabel .................................................. 19
H. Alat da Bahan ........................................................................... 19
I. Cara Kerja ................................................................................ 20
J. Rancangan Penelitian ............................................................... 21
K. Teknik Analisis Data ................................................................ 22
BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 23
BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................ 29
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 31
A. Simpulan ................................................................................... 31
B. Saran ......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
LAMPIRAN
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain ........................................................ 9
Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain ............................................................ 10
Gambar 3. Skema Mekanisme Pengaruh Lidokain dan Bupivakain terhadap
Frekuensi Denyut Nadi .............................................................. 15
Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian ..................................................... 21
Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Bupivakain
dan Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21 .......... 25
Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain ............. 27
Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain ................. 27
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran Data Responden berdasarkan Umur
dan Frekuensi Denyut Nadi ............................................................ 23
Tabel 2. Data Perbandingan frekuensi denyut nadi
dari menit ke-0 sampai menit ke-21 ............................................... 24
Tabel 3. Perubahan Frekuensi denyut nadi
dari menit ke-0 sampai menit ke-21 ............................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Frekuensi Denyut Nadi Pasien yang diberi Lidokain dan Bupivakain
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS
Lampiran 3. Informed Consent
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5. Jadwal Penelitian
-
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan penderita yang sedang menjalani
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi
inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun (Ruswan, 1999).
Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian
atau beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat
sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah
disuntikkan, tidak polusif, alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit
(Robert, 2000).
Tahun-tahun terakhir ini analgesia regional berkembang dengan pesat di Indonesia.
Dari sekian banyak teknik analgesia regional, blok subarakhnoid (SAB) termasuk di
antaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal adalah suatu tindakan atau usaha
untuk menghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla spinalis anterior dan
posterior dengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid
melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5 (Robert, 2000).
Anestesi spinal sebagai salah satu pilihan, telah lama diketahui sebagai teknik
anestesi yang cukup aman. Tetapi hal ini bukan berarti tanpa resiko atau efek samping.
Hipotensi, mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi, disritmia atau
bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi (Carpenter et al, 2002).
Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat
menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan
indikasi anestesi spinal (Robert, 2000).
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah perubahan
fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang
mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan denyut
jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal
(Barash et al, 2001).
Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada
anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade saraf sensorik dan motorik
( O’Donnel, 2003).
1
-
xii
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital pada anestesi
spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila
terdapat penurunan frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya efek-efek yang
ditimbulkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu kiranya dilakukan pengamatan mengenai
perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dengan bupivakain pada
anestesi spinal.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka timbul
rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada penggunaan
lidokain dan bupivakain terhadap perubahan frekuensi denyut nadi pasien yang menjalani
anestesi spinal ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada penggunaan lidokain
dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada pasien yang menjalani operasi.
D. Manfaat Penelitian
Aspek Terapan
1. Menambah pengalaman klinik bagi peneliti untuk melakukan penelitian melalui
pengamatan tindakan anestesi spinal.
2. Sebagai dasar pertimbangan bagi profesi anestesi, untuk meningkatkan mutu
pelayanan anestesi, khususnya memberikan kenyamanan pada pasien.
3. Memberikan pilihan teknik anestesi spinal untuk praktisi anestesi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anestesi Spinal
a. Pengertian Anestesi Spinal
-
xiii
Anestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi
spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal (Mansjoer, 2000).
Anestesi intratekal merupakan salah satu cara blok neuroaksial yang
menghasilkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (Hocking and
Wildsmith, 2004).
b. Fisiologi Anestesi Spinal
Larutan anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid untuk
memblok pengiriman impuls saraf-saraf yang berhubungan dengannya walaupun
beberapa saraf lebih mudah diblok daripada yang lain.
Saraf tersebut digolongkan menjadi 3 yaitu motorik, sensorik dan otonom.
Saraf motorik mengantarkan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika saraf ini
diblok maka otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik mengirimkan sensasi
seperti sentuhan rasa sakit dari medulla spinalis menuju otak, sedangkan saraf
otonom mengendalikan lebar pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan
fungsi di bawah sadar yang lain.
Secara umum saraf otonom dan sensorik akan lebih dahulu diblok daripada
saraf motorik. Hal tersebut akan menimbulkan suatu dampak yang penting.
Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf otonom diblok dan
pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit ketika operasi dimulai (Morgan et
al, 2002).
Pilihan terbaik untuk sekarang ini adalah 24G atau 25G jarum jenis ujung
pensil. Untuk pasien dengan badan sangat besar disarankan menggunakan 24G
Sprotte (Watson et al, 2004).
c. Posisi Anestesi Spinal
Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al,
2002)
1) Posisi Duduk
3
-
xiv
Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
2) Posisi Lateral
Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi pinggang di tepi
tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi lutut menempel di dada.
Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada pinggang
sehingga harus menaikkan posisi kepala ketika berbaring. Wanita dengan
pinggang lebih lebar harus menurunkan posisi kepala (Casey, 2000).
d. Jarum Anestesi Spinal
Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya
dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Pada saat ini di pasaran hanya ada 23G
sampai dengan 29G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya
runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quincke-Babcock atau Greene) dan
jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre atau Sprotte). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan
spinal (Mansjoer, 2000).
e. Penyebaran Anestesi Spinal
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan anestesi lokal yang
disuntikkan dalam cairan cerebrospinal dan tingkatan blok yang diperoleh, yaitu :
(Casey, 2000)
1) Barisitas larutan anestesi lokal
Barisitas adalah rasio densitas (massa / volume) dari cairan anestesi lokal
dibagi dengan densitas dari cairan cerebrospinal dengan nilai rata-rata 1,001 –
1,005 gr/ml pada suhu 370C. Larutan hiperbarik dibuat dengan cara mencampur
glukosa (dekstrosa) dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan densitas
larutan anestesi lokal di atas densitas cairan cerebrospinal. Larutan hipobarik
dibuat dengan cara mencampur 6-8 ml air steril pada larutan anestesi lokal
dengan cairan cerebrospinal atau sodium chloride (Stoelting and Miller, 2001).
-
xv
Pada larutan hiperbarik akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya
gravitasi. Pada hipobarik, obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas,
sedangkan pada isobarik, obat akan berada di tempat yang sama di tempat
penyuntikan (Mansjoer, 2000).
2) Posisi pasien
Ketika pasien anestesi lokal hiperbarik dibandingkan dengan isobarik
pada anestesi spinal, ketinggian blok rata-rata pada posisi apapun adalah sama
(Hughes et al, 2002).
3) Konsentrasi dan volume yang disuntikkan
Makin besar volume obat anestesi lokal maka makin tinggi daerah
analgesia. Sedangkan konsentrasi obat makin pekat maka makin tinggi batas
daerah analgetik (Kristanto, 2000).
4) Level suntikan
Level analgesia yang dihasilkan dipengaruhi oleh posisi injeksi dan usia.
Pada usia 20-65 tahun titik tengah kelengkungan vertebrae terdapat pada VL4.
Penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik pada posisi VL3-4 atau VL4-5 akan
menghasilkan level analgesia yang berbeda tetapi pada orang tua tidak begitu
berpengaruh (Vering et al, 2003).
5) Kecepatan suntikan
Tinggi blokade anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh kecepatan
penyuntikan. Penyuntikan yang cepat dapat menghasilkan blokade sampai ke
level VT4 dan penyuntikan dengan kecepatan sedang bisa mencapai level
VT10. Kecepatan penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik maupun isobarik 1
cc/5 detik (Kumar et al, 2005).
Hasil penyuntikan dengan kecepatan lambat lebih dapat diramalkan
penyebarannya daripada penyuntikan dengan kecepatan cepat (Casey, 2000).
-
xvi
f. Pendekatan Anestesi Spinal
Ada 3 macam pendekatan dalam anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al, 2002)
1) Pendekatan Median
Pendekatan ini yang umum dilakukan. Jarum ditempatkan di garis tengah,
tegak lurus prosessus spinosus, mengarah agak ke cephal.
2) Pendekatan Paramedian
Pendekatan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat membungkuk
karena sakit atau ligamennya sudah kaku. Jarum spinal diletakkan 1,5 cm ke
arah lateral dan agak ke caudal dari pusat interspatium yang dipilih. Jarum
diarahkan ke medial dan agak ke cephal dan melewati bagian lateral dari
ligamen supraspinosus. Jika lamina tersentuh, jarum diarahkan kembali dan
ditarik keluar ke arah medial dan cephal.
3) Pendekatan Taylor / Lumbosacral
Pendekatan ini berguna untuk pasien dengan kalsifikasi atau perlengketan
yang kuat dari spatium intervertebral. Posisi menyuntik yaitu 1 cm ke arah
medial dan 1 cm ke arah caudal dari spina iliaca posterior. Jarum diarahkan 45
derajat ke medial dan 45 derajat ke caudal, setelah menyentuh lamina jarum
dijalankan ke atas dan ke medial untuk masuk ke interspatium L5-S1.
g. Indikasi Anestesi Spinal
Analgesia spinal mudah dilakukan dengan memberikan kondisi yang baik
untuk pembedahan pada daerah abdomen bawah seperti hernia inguinalis, hernia
skrotalis, hernia umbilikalis, appendektomi, hidrokelektomi, varikokelektomi,
TURP (Transurethral resection of the prostate) dan haemorroidektomi. (Robert,
2000).
-
xvii
Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi
urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetrik dan bedah
anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan
dengan anestesi umum (Mansjoer, 2000).
h. Kontraindikasi Anestesi Spinal
Kontraindikasi anestesi spinal dibagi 2, yaitu : (Morgan et al, 2002).
1) Kontraindikasi absolut
a) Pasien menolak
b) Infeksi pada tempat yang ditusuk
c) Sepsis
d) Koagulasi abnormal
e) Tekanan intrakranial meningkat
2) Kontraindikasi relatif
a) Hipovolemia
Hipovolemia bisa disebabkan oleh perdarahan dan dehidrasi karena
muntah, diare atau obstruksi usus (Casey, 2000).
b) Sebelumnya ada penyakit neurologik
c) Sakit punggung kronik
d) Infeksi perifer pada sisi dengan teknik regional
e) Pasien sedang menggunakan ASA (Asetyl Salicylic Acid), NSAIDS (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan dipiridamol.
i. Komplikasi Anestesi Spinal
-
xviii
Komplikasi yang umumnya terjadi adalah post-dural puncture headache
(PDPH), transient neurological syndrome/tramsient radicular irritation
(TNS/TRI), sakit punggung, hipotensi dan itching (gatal). Komplikasi yang kurang
umum terjadi adalah cauda equine syndrome, retensi urin, hematom dan lain-lain
(Morgan et al, 2002).
Resiko terjadinya TNS setelah anestesi spinal dengan lidokain secara
signifikan lebih tinggi daripada obat anestesi lokal yang lain (bupivakain,
prilokain, prokain dan mepivakain) (Zaric et al, 2005).
Faktor resiko utama terjadinya TNS pernah dilaporkan 10-40% pada
penggunaan lidokain dengan dosis lebih dari 40 mg (Tarkilla et al, 2003). TNS
juga dipengaruhi oleh posisi lithotomy (Gaiser, 2000). Tidak ada hubungan antara
waktu berobat jalan (ambulation) setelah anestesi spinal dengan lidokain dan
kejadian TNS (Cramer et al, 2005).
Blok subarakhnoid tidak diberikan pada penderita yang akan dirawat
jalan/segera dipulangkan karena resiko spinal headache (Rahadjo et al, 2000).
Timbulnya post-dural puncture headache (PDPH) berhubungan dengan
penggunaan jarum yang lebih besar (22G) dan jenis Quincke (Hughes et al, 2002).
Despond et al melaporkan kejadian PDPH 20,4% diantara wanita dan 5,5% di
antara pria yang mendapatkan anestesi spinal dengan menggunakan jarum spinal
jenis Whitacre 27G (Despond et al, 2001). Penggunaan jarum spinal jenis ujung
pensil (Sprotte) dan ketersediaan jarum ukuran sangat kecil dapat mengurangi
timbulnya post-dural puncture headache (Casati and Vinciguerra, 2002).
2. Bupivakain
Bupivakain termasuk juga golongan amida yang akhir-akhir ini mulai banyak
digunakan (Covino BG et al 2000). Bupivakain memiliki nama kimia 1-Butyl-N-(2,6-
dimethylphenyl)-2-piperidinecarboxamide hydrochloride. Pka bupivakain 8,1, PH
bupivakain 5,5. Protein binding bupivakain adalah 95%, lipid solubility 28, dengan
volume distribusi 73 liter. Tersedia dalam bentuk isobarik maupun hiperbarik, dengan
lama aksi 90-180 (hiperbarik), 90-240 (isobarik). Dosis total yang bisa digunakan
adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, 10-20 mg untuk hiperbarik. Metabolisme
bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation, N-dealkylation, amide hydrolisis
dan mengalami konjugasi. Hasil metabolit N-dealkylation yaitu N-desbutylbupivakain
-
xix
dapat dilihat pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi spinal (Stoelting, 2001,
Covino et al, 2000).
Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat, durasi panjang, dan
potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan dibandingkan dengan
blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).
Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain
3. Lidokain
Lidokain ialah anestetika lokal tipe amino amida. Lidokain memiliki nama kimia
acetamide, 2-(diethylamino)-N-(2,6-dimethylphenyl). Pertama kali dikembangkan
oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan pertama kali dipasarkan
pada tahun 1948 (Mulroy, 2002).
a. Farmakokinetik Lidokain
Lidokain mempunyai onset lebih cepat dan durasi lebih panjang daripada
anestetika lokal tipe amino ester seperti prokain. Lidokain dimetabolisme di hepar
mendekati 90% (Mulroy, 2002).
Onset dari obat anestesi lokal ditentukan oleh pKa yaitu pH dimana
konsentrasi antara bentuk ion dan non ion sama. Membran sel saraf akan mudah
dilalui oleh bentuk ion yang tidak bermuatan sehingga onset obat berhubungan
dengan bentuk basa dari obat anestesi lokal. Persentase obat anestesi lokal dalam
bentuk basa pada pH 7,4 berbanding terbalik dengan pKa dari obat tersebut.
Sebagai contoh mepivakain, lidokain dan prokain mempunyai pKa hampir 7,7
sehingga mempunyai onset yang cepat sedangkan buipivakain mempunyai onset
yang lambat. Ketika obat tersebut disuntikkan pada pH 7,4 maka 65% dari obat
tersebut dalam bentuk ion sedangkan 35% dalam bentuk basa (non ion). Sementara
itu amethokain mempunyai pKa 8,6 dan hanya 5% yang dalam bentuk non ion.
Bupivakain mempunyai pKa 8,1 yang berarti hanya 15% dalam bentuk non ion
(Covino, 2000).
-
xx
Obat-obat anestesi lokal setelah penyuntikan ekstravaskuler akan mengalami
tahapan absorbsi, distribusi dan eliminasi. Di samping tahapan tersebut, faktor
kadar a-glikoprotein akan mempengaruhi kadar konsentrasi lidokain dalam darah
(Tucker, 1999).
Eliminasi waktu paruh lidokain mendekati 1,5-2 jam pada kebanyakan
pasien. Hal ini dapat diperpanjang pada pasien dengan perlemakan hepar (rata-rata
343 menit) atau gagal jantung kongestif (kira-kira 136 menit) (Thomson et al,
1999).
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat melewati sawar darah
otak. (Sunaryo, 2002).
Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain
b. Farmakodinamik Lidokain
Lidokain mengubah depolarisasi pada saraf dengan cara memblok saluran
natrium di membran sel. Dengan blokade yang cukup, membran tidak akan
mengalami depolarisasi jadi tidak mengirim potensial aksi. (Mulroy, 2002).
1) Indikasi dan Kontraindikasi Lidokain
Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, anestesi infiltrasi, blokade
saraf, anestesi epidural, anestesi intratekal dan anestesi regional IV (Mulroy,
2002).
Lidokain dapat menurunkan iritabilitas jantung sehingga digunakan
sebagai antiaritmia (Sunaryo 2002). Lidokain digolongkan sebagai agen
antiaritmia kelas 1b, memblok saluran natrium pada potensial aksi jantung,
dimana penurunan otomatis dengan mengurangi lereng depolarisasi fase 0
dengan sedikit efek pada interval PR, kompleks QRS dan interval QT (Mulroy,
2002).
-
xxi
Kontraindikasi lidokain yaitu: (Mulroy, 2002)
a) Blokade jantung, derajat 2 atau 3 (tanpa pacemaker)
b) Blokade sinoatrial yang hebat (tanpa pacemaker)
c) Terjadi reaksi yang kurang baik bila menggunakan lidokain atau obat
anestesi lokal amida.
d) Perawatan berbarengan dengan quinidine, flecainide, disopyramide dan
procainamide (agen antiaritmia kelas I)
2) Overdosis Lidokain
Pada umumnya gejala overdosis jarang terjadi dan biasanya disebabkan
oleh suntikan intravaskuler yang lalai, dosis berlebihan atau penyerapan yang
cepat sehingga mendorong konsentrasi darah menjadi tinggi. Gejala overdosis
juga bisa disebabkan oleh hipersensitivitas atau kurangnya toleransi pasien
(Mulroy, 2002).
Gejala overdosis lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap
SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesis, gangguan mental, koma dan
seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat
fibrilasi ventrikel atau henti jantung (Sunaryo, 2002).
4. Frekuensi Denyut Nadi
Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan
menyebar melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuk
sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan antar simpul di
atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas HIS dan cabang-cabangnya, dan
sistem purkinye. Simpul SA merupakan pacu jantung normal, kecepatannya
menentukan frekuensi denyut jantung (Guyton and Hall, 2005).
Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak maju dalam
pembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan
sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang dinding arteri sepanjang
perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai denyut. Denyut yang diraba pada
arteri radialis pada pergelangan tangan kira-kira 0,1 detik setelah puncak ejeksi
-
xxii
sistolik ke aorta. Inilah yang disebut nadi. Dengan bertambahnya usia, arteri menjadi
lebih kaku dan gelombang denyut bergerak lebih cepat (Ganong, 2002).
Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :
HR=
HR = denyut jantung
CO = volume darah semenit
SV = voume sekuncup
Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada umumnya,
makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak darah yang dipompakan
(Guyton and Hall, 2005).
Secara umum, rangsang yang meningkatkan denyut jantung juga meningkatkan
tekanan darah, sedangkan yang menurunkan denyut jantuung juga menurunkan
tekanan darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti terjadinya hipotensi dan takikardi
akibat rangsang pada reseptor regang atrium (Ganong, 2002).
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf preganglion, ganglion
dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom
terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis
(Thoracolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui serat
thoracolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian berjalan ke
ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem persarafan parasimpatis
(segmen craniosacral susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial
yaitu N III, N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4 (Guyton
and Hall, 2005).
Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik
sistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus SA dan
AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi konduksi impuls. Stimulasi serabut
parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut nadi, sedangkan stimulasi simpatis
akan mempercepat denyut nadi (Price and Wilson, 2000).
Frekuensi denyut nadi diperlambat oleh kerja vagus dan dipercepat oleh kerja
simpatis. Frekuensi denyut nadi dapat kurang dari 40 pada 25% remaja sehat yang
sedang tidur (Muhardi, 2001).
-
xxiii
Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang
berasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur nodus SA, VA dan neuron
yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan nervus vagus,
misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan frekuensi denyut nadi, sedangkan
hambatan nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi
denyut nadi (Ganong, 2002).
Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling diketahui adalah
refleks baroreseptor. Reseptor tersebut terutama terletak di dinding sinus karotikus
dan dinding arkus aorta. Peningkatan tekanan akan meregangkan baroreseptor dan
menyebabkan menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat, dan sinyal “umpan
balik” kemudian dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk
mengurangi tekanan arteri kembali ke normal (Guyton and Hall, 2005).
Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal sekunder
akhirnya menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat vagus.
Efek perangsangan ini adalah vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem sirkulasi
perifer dan berkurangnya frekuensi denyut jantung serta kekuatan kontraksi jantung.
Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor akibat tekanan di dalam arteri secara
refleks akan menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat penurunan tahanan perifer
dan penurunan curah jantung. Sebaliknya, tekanan yang rendah mempunyai pengaruh
yang berlawanan, yang secara refleks menyebabkan tekanan meningkat kembali
menjadi normal (Guyton and Hall, 2005).
Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi yang
berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik
yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat menyebabkan
vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis efedrin meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Morgan et al, 2002).
B. Kerangka Pemikiran
ANESTESI SPINAL
PASIEN
-
xxiv
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut nadi antara
pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal.
BAB III METODE PENELITIAN
LIDOKAIN 5% HIPERBARIK BUPIVAKAIN 0,5 HEAVY
SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA
PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT NADI PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT NADI
BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK BLOK SENSORIS
EFEK INOTROPIK NEGATIF LEBIH DOMINAN
SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA
STIMULASI PARASIMPATIS
DEPRESI MIOKARDIUM
STIMULASI PARASIMPATIS
DEPRESI MIOKARDIUM
BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK KURANG DOMINAN
BLOK SENSORIS LEBIH DOMINAN EFEK INOTROPIK NEGATIF
-
xxv
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan uji klinis dan dilakukan
secara acak tersamar ganda (Taufiqurrohman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan observasi dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr.
Moewardi Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien laki-laki dan perempuan tidak hamil yang menjalani operasi perut bagian
bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah dengan anestesi spinal
b. Status fisik ASA I-II
c. Usia 19-50 tahun
d. Pasien setuju ikut dalam penelitian
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain dan bupivakain
b. Pasien kontraindikasi anestesi spinal blok subarakhnoid
c. Pasien menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
d. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi
e. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia dan pemacu jantung
D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi di
atas, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara probability sampling menggunakan
consecutive sampling di mana setiap yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
17
-
xxvi
E. Besar Sampel
Sampel berjumlah 30 orang pasien yang akan menjalani bedah perut bagian bawah
dengan tekhik anestesi spinal yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2
kelompok secara random, yaitu : (Murti, 2006)
1. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain
2. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : lidokain dan bupivakain, skala nominal
2. Variabel terikat : perubahan frekuensi denyut nadi, skala interval
3. Variabel pengganggu :
a. Kelainan metabolisme tubuh
b. Faktor penyakit
c. Alat monitor frekuensi denyut nadi
4. Variabel luar
a. Terkendali
1) Umur
2) Berat badan
b. Tidak terkendali
1) Emosi
2) Kecemasan
3) Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan farmakokinetik).
-
xxvii
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
Anestesi spinal dengan menggunakan lidokain dan bupivakain. Pada penelitian
digunakan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik 2 ml dan 15-20 mg bupivakain 0,5
heavy 3 ml.
2. Variabel terikat
Perubahan frekuensi denyut nadi adalah denyutan pembuluh darah nadi yang
berirama akibat mekanisme sistem hantaran listrik dari SA node sebagai pacu
jantung normal ke seluruh otot jantung. Pemeriksaan tersebut dapat diukur pada
beberapa titik denyut misalnya arteri radialis, arteri brachialis, arteri karotis, arteri
poplitea, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. Pada penelitian ini
frekuensi denyut nadi seperti yang tertera pada monitor elektronik saat pengukuran.
3. Variabel pengganggu terkendali
Variabel pengganggu terkendali adalah hal-hal yang dapat menganggu hasil
perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan.
4. Variabel pengganggu tak terkendali
Variabel pengganggu tak terkendali adalah hal-hal yang dapat mengganggu hasil
perhitungan variabel terikat namun tidak dapat dikendalikan.
H. Alat dan Bahan
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Monitor elektronik merk Nihon Kohden OPV 1500 K
4. Kateter IV
5. Spuit 3 ml, 5 ml, 10 ml
6. Jarum spinal jenis Quincke Point nomor 25G – 27G
7. Stopwatch
8. Ringer laktat
9. Lidokain 5% Hiperbarik
-
xxviii
10. Bupivakain 0,5 Heavy
I. Cara Kerja
1. Dipasang infus, diberikan cairan pra tindakan berupa ringer laktat 15 atau 20
cc/kgBB.
2. Ukur frekuensi denyut nadi pasien.
3. Dilakukan anestesi spinal dengan posisi duduk atau miring menggunakan jarum spinal
jenis Quincke Point, disuntikkan obat pada lumbal 2-3, 3-4 atau 4-5.
4. Pada kelompok I disuntikkan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II
disuntikkan 15-20 mg bupivakain 0,5 heavy.
5. Akhir suntikan obat anestesi lokal merupakan dasar perhitungan waktu untuk
mengetahui perubahan frekuensi denyut nadi sampai dengan 21 menit pertama.
6. Pasien akan dimonitor setiap 3 menit untuk mengetahui apakah pasien mengalami
perubahan frekuensi denyut nadi.
-
xxix
J. Rancangan Penelitian
K. Teknik Analisa Data
Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata
dua sampel adalah dengan uji t (Sugiyono, 2003). Uji t tersebut dilakukan dengan taraf
kepercayaan 95%, a = 0,05 dan p
-
xxx
T hitung =
T hitung DF ( Degree of freedom) = n-1
Ditentukan a = 0,05
Keputusan: Jika t hitung > t tabel maka menolak Ho
Ho: Tidak ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang bermakna antara
pemberian lidokain dan bupivakain.
H1: Ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang bermakna antara pemberian
lidokain dan bupivakain.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan
terhadap 30 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok, untuk kelompok I sebanyak 15
pasien diberi 75 - 100 mg lidokain 5% hiperbarik dan untuk kelompok II sebanyak 15
pasien diberi 15 - 20 mg bupivakain 0,5 heavy.
Uji statistik dengan student t test karena pada penelitian ini adalah data nominal
yang meliputi variabel umur dan frekuensi denyut nadi. Uji kemaknaan dilakukan
-
xxxi
dengan uji 2 arah atau p dua ekor (two –tail significance) dengan derajat kemaknaan p <
0,05.
Hasil uji statistik disajikan dalam tabel sebagai nilai rerata ± simpangan baku
(mean ± SD) disertai grafik yang menggambarkan perubahan frekuensi denyut nadi
sebelum anestesi spinal hingga 21 menit pasca anestesi spinal.
1. Karakteristik Penderita , Umur dan Frekuensi Denyut Nadi awal
Tabel 1.
Sebaran Data Responden berdasarkan Umur dan Frekuensi Denyut Nadi.
Perlakuan No Variabel Lidokain Bupivakain
P
Umur 1
Mean ± SD
41,07 ± 10,484 38,33 ± 9,409
0,459
Frekuensi Dnyut Nadi
2 Mean ± SD 93.27 ± 11.310 93.73 ± 9.346 0,903
Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan faktor umur, denyut nadi awal,
antara dua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang bermakna karena P value
>0,05, yang berarti sebaran data homogen, sehingga penelitian dapat dilanjutkan.
2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21.
Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21.
Perlakuan
Menit ke Bupivakain
Lidokain
P
23
-
xxxii
0
3
6
9
12
15
18
21
93.27 ± 11,310
94.73 ± 13.068
93.13 ± 11.224
93.93 ± 12,015
90,47 ± 12,141
87.53 ± 10,474
86.67 ± 9,201
89,73 ± 7.304
93.73 ± 9.346
91.80 ± 11,053
90,47 ± 10.875
86,00 ± 10,092
84,47 ± 12,778
82.20 ± 13.105
81.07 ± 10.754
82.00 ± 12.012
0.903
0.512
0.514
0.060
0.198
0.229
0.137
0.042
Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari menit ke 0 sampai
menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain tidak bermakna
(p>0,05). Sedangkan pada menit 21 frekuensi denyut nadi kelompok bupivakain dengan
frekuensi denyut nadi lidokain bermakna (p< 0,05). Kelompok bupivakain mean
frekuensi denyut nadi sebesar 89,73 standar deviasi sebesar 7,304 dan kelompok
lidokain mean frekuensi denyut nadi 82,00 standar deviasi 12,012. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
-
xxxiii
70
75
80
85
90
95
100
0" 3" 6" 9" 12" 15" 18" 21"
Menit
Laj
u N
adi
Bupivakain
Lidokain
Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Bupivakain dan
Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21
Dari grafik di atas terlihat perubahan frekuensi denyut nadi pasca penyuntikan
obat anestesi spinal kelompok Bupivakain dan kelompok Lidokain mengalami
penurunan pada menit ke 3 hingga menit ke 18. Pada menit ke 21 kelompok lidokain
mengalami peningkatan dengan mean 82,00 dengan standar deviasi sebesar 12,012
sedangkan kelompok bupivakain dengan peningkatan 89,73 standar deviasi sebesar
7,304 bila dibandingkan rata-rata kelompok bupivakain lebih tinggi dibandingkan
lidokain, sehingga secara klinis berbeda nyata (p < 0,05).
3. Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21
Tabel 3.
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21
Menit ke
Perlakuan
-
xxxiv
Bupivakain
P
Lidokain P
0-3 1,47 ± 6.490 0.000 1.93 ± 7.545 0.000
0-6 0,13 ± 7,230 0.000 3.27 ± 6.734 0.000
0-9 0,67 ± 7,603 0.000 7,73 ± 7.778 0.000
0-12 2,80 ± 8,046 0.000 9,27 ± 7,858 0.000
0-15 5,73 ± 8,353 0.000 11.53 ± 8.340 0.000
0-18 8.80 ± 8,303 0.000 12.67 ± 6,253 0.000
0-21 3,53 ± 9,062 0.000 11.73 ± 6.923 0.000
Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan
lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p
-
xxxv
Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3 sebesar 1,7%,
menit 0-6 sebesar 0,20% menit ke 0-9 sebesar 1,0% menit ke 0-12 sebesar 2,8% menit ke
0-15 sebesar 5,7% menit ke 0-18 sebesar 6,4% dan menit ke 0-21 sebesar 2,9%. Dari
perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai ke 18.
Perubahan Laju Nadi Lidokain
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
0'-3' 0'-6' 0'-9' 0'-12' 0'-15' 0'-18' 0'-21'
Menit
Per
sen
Series1
Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3 sebesar 2%,
menit 0-6 sebesar 3,5% menit ke 0-9 sebesar 8,1% menit ke 0-12 sebesar 10,1% menit ke
0-15 sebesar 12,5% menit ke 0-18 sebesar 13,6% dan menit ke 0-21 sebesar 12,7%. Dari
perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai ke 18.
-
xxxvi
BAB V
PEMBAHASAN
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi
berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2
kelompok secara random, yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain
15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain.
Data demografi dasar (umur), tanda vital (frekuensi denyut nadi), kadar
Bupivakain dan Lidokain sebelum perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna (p > 0,05). Dalam hal ini berarti ada homogenitas antara kelompok bupivakain
dan kelompok lidokain sehingga kedua kelompok tersebut layak untuk diperbandingkan.
Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada
anestesi spinal. Lidokain, anestetika lokal tipe amino amida, pertama kali dikembangkan
oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan pertama kali dipasarkan
pada tahun 1948 (Mulroy, 2002). Bupivakain termasuk juga golongan amida yang akhir-
akhir ini mulai banyak digunakan (Covino et al 2000).
Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari menit ke 0 sampai
menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain tidak bermakna
(p>0,05). Tetapi Pada menit 21 frekuensi denyut nadi kelompok bupivakain dan
frekuensi denyut nadi lidokain mengalami perubahan yang berbeda nyata (p< 0,05).
Perubahan frekuensi denyut nadi pasca pemberian obat anestesi spinal kelompok
Bupivakain dan kelompok Lidokain mengalami penurunan pada menit ke 3 hingga
menit ke 18. Pada menit ke 21 kelompok lidokain mengalami peningkatan dengan mean
82,00 dan standar deviasi sebesar 12,012 sedangkan kelompok bupivakain dengan
peningkatan 89,73 dan standar deviasi sebesar 7,304 bila dibandingkan rata-rata
kelompok bupivakain lebih stabil dibandingkan lidokain, sehingga secara klinis berbeda
nyata (p < 0,05). Karena Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat,
-
xxxvii
durasi panjang, dan potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan
dibandingkan dengan blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).
Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan
lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p
-
xxxviii
A. Simpulan
Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut nadi antara
pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal. Pada anestesi spinal dengan
menggunakan Bupivakain 0,5 Heavy mempunyai efek perubahan yakni penurunan
frekuensi denyut nadi lebih minimal dibandingkan dengan menggunakan Lidokain 5 %
Hiperbarik (p
-
xxxix
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2001. Epidural And Spinal Anesthesia. Clinical Anesthesia 4th Edition. 26 : 32.
Carpenter Randall, Caplan R., Brown D., Stephenson C ., Wu Rae, 2002, Insidence and Risk Factor for Side Effect of Spinal Anesthesia, Anesthesiology, 76:6, 906-916.
Casati A,Vinciguerra F. 2002. Intrathecal Anaesthesia. Curr Opin Anesthesiol. 15(5): 543-51. Casey WF. 2000. Spinal Anaesthesia-a Practical Guide. World federation of Societies of
anaesthesiologists. Oxford. P: 1. Covino BG. 2000 Pharmacology of Local Anaesthetic. Agens Br.J.Anaesth. 58:701-716. Cramer BG, Stienstra R,Dahan A,Arbous MS, Veering BT, Van Kleef JW. 2005. Transient
Neurological Symptoms with Subarachnoid Lidocain: Effect of Early Mobilization. Eur J Anaesthesiol. 22(1): 35_9.
Despond O, Meuret P, Hemmings G. 2001. Postdural Puncture Headache After Spinal Anesthesia in Young Orthopaedic Outpatiens Using 27G Neegles. Canadian Journal of Anaesthesia. 45(11): 1106-9.
Gaiser RR. 2000. Should Intrathecal Lidokain be used in the 21st Century?, J Clin Anesh. 12(6): 476-81.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP, 529, 549, 587.
Guyton AC, Hall JE.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP: 137,147.
Hocking G, Wildsmith JAW. 2004. Intrathecal Drug Speed. British Journal of Anesthesia. 93 (4): 568-578.
Hughes, Samuel C., Levinson, Gershon, and Rosen, Mark A. 2002. Snider and Levinson’s Anesthesia for Obstetrics. (4th ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.
Kristanto. 2000. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. P: 126.
Kumar A, Bala I, Bhukal I, Sing H. 2005. Spinal Anesthesia with lidokain for Caesarean Section. Can J. Anaesthe. 39: 915-9.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. Pp: 261-262.
Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. 2002. Clinical Anesthesiology. (3rd ed). New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Muhardi. 2001. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: Bagian Anestesiology dan Terapi Intensif FK UI, P:25.
Mulroy, Michael F. 2002. Regional Anesthesia: An Illustrated Procedural Guide. (3rd ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.
Murti, Bhisma. 2006. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, pp: 190-197.
O’Donnell, John M. 2003. Powerpoint Presentation, Regional Anesthetic Techniques.
Price, S.A., Wilson, I.M. 2000. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP:486-487.
Raharjo, Eddy., Raharjo, Puger., Sulistyono, Hardy . 2000. Anestesi Untuk Pembedahan Darurat. Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitan Airlangga. Surabaya.
32 32
-
xl
Robert RG. 2000. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia, In: David EL, Frank LM eds. Introduction to anesthesia. 9 th ed. Philadelpia: WB Sauders Company. Pp: 216-232.
Ruswan Dachlan, 1999, “Persiapan Pra Anestesi”, dalam Anestesiology, Bagian Anestesiology dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 34-35.
Stoelting Robert K., Miller Ronald D. 2001. Basics of Anesthesia. 3rd edition. Pp: 168-169. Sugiyono 2003, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, hal 1-78. Sunaryo, 2002. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI. Jakarta. Pp:234-241. Suroso 1999, Statistika Untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran dan Ilmu yang Bertautan, ITB
Press, Bandung, Edisi II. Sweitzer BJ, 2002, Clinical Anesthesia Procedure of the Massachusetts General Hospital,
4ed, Department of Anesthesia, Massachussetts General Hospital, pg 197-205. Tarkilla P,Huhtala J, Touminen M. 2003. Transient Radicular Irritation After Spinal
Anaesthesia with Hyperbaric 5% Lignocain. British Journal of Anaesthesia. 74: 328-9.
Taufiqurrohman. M. A. 2004. Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CGSF. Thomson PD, Melmon KL, Richardson JA. 1999. Lidocaine pharmacokinetics in advanced
heart failure, liver disease, and renal failure in humans. An Intern Med. 78(4): 499-508.
Tucker CT. 1999. Pharmakokinetics of Local Anaesthetics. Br.J.Anaesth. 58: 717-131. Vering, B. Ter., Riet., Burm,A.G.L., Anton GL. 2003. Spinal Anesthesia with a 0,5
Hyperbaric Bupivakain in Eldery Patient: Effect of Injection on Spread Analgesia. Br.J.Anaest. 77: 343-6.
Watson, Beverley,. Allen, Jon., Smith, Ian. 2004. Spinal Anesthesia in Day Surgery. Colman Print, Norwich.pp: 4-10.
Zaric D, Christiansen C, Pace NL, Punjasawadwong Y. 2005. Transient Neurologic Symptoms After Spinal Anesthesia with Lidokain versus other Local Anesthetics: a systematic review of randomized, controlled trials. Anest Analg. 100(6): 1811-6
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS
Uji Homogenitas T-Test
Group Statistics
15 41.07 10.484 2.707
15 38.33 9.409 2.429
15 93.27 11.310 2.920
15 93.73 9.346 2.413
Jenis ObatBupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
UMUR
Laju Nadi Mnt 0
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
-
xli
Independent Samples Test
.003 .960 .751 28 .459 2.73 3.637 -4.717 10.184
.751 27.678 .459 2.73 3.637 -4.721 10.188
1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293
-.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
UMUR
Laju Nadi Mnt 0
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain Test
-
xlii
Paired Samples Statistics
91.80 15 11.053 2.854
-1.47 15 6.490 1.676
90.47 15 10.875 2.808
.13 15 7.230 1.867
86.00 15 10.092 2.606
-.67 15 7.603 1.963
84.47 15 12.778 3.299
2.80 15 8.046 2.078
82.20 15 13.105 3.384
5.73 15 8.353 2.157
81.07 15 10.754 2.777
6.60 15 9.303 2.402
82.00 15 12.012 3.101
3.53 15 9.062 2.340
Laju Nadi 3 (Bupivakain)
Delta LND 0-3(Bupivakain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Bupivakain)
Delta LND 0-6(Bupivakain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Bupivakain)
Delta LND 0-9(Bupivakain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Bupivakain)
Delta LND 0-12(Bupivakain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Bupivakain)
Delta LND 0-15(Bupivakain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Bupivakain)
Delta LND 0-18(Bupivakain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Bupivakain)
Delta LND 0-21(Bupivakain)
Pair7
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Test
93.27 14.518 3.749 85.23 101.31 24.880 14 .000
90.33 15.244 3.936 81.89 98.78 22.951 14 .000
86.67 11.962 3.089 80.04 93.29 28.060 14 .000
81.67 15.296 3.949 73.20 90.14 20.679 14 .000
76.47 15.113 3.902 68.10 84.84 19.596 14 .000
74.47 16.035 4.140 65.59 83.35 17.986 14 .000
78.47 18.031 4.656 68.48 88.45 16.854 14 .000
Laju Nadi 3(Bupivakain) - DeltaLND 0-3 (Bupivakain)
Pair1
Laju Nadi 6(Bupivakain) - DeltaLND 0-6 (Bupivakain)
Pair2
Laju Nadi 9(Bupivakain) - DeltaLND 0-9 (Bupivakain)
Pair3
Laju Nadi 12(Bupivakain) - DeltaLND 0-12 (Bupivakain)
Pair4
Laju Nadi 15(Bupivakain) - DeltaLND 0-15 (Bupivakain)
Pair5
Laju Nadi 18(Bupivakain) - DeltaLND 0-18 (Bupivakain)
Pair6
Laju Nadi 21(Bupivakain) - DeltaLND 0-21 (Bupivakain)
Pair7
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain T-Test
-
xliii
Paired Samples Statistics
94.73 15 13.068 3.374
1.93 15 7.545 1.948
93.13 15 11.224 2.898
3.27 15 6.734 1.739
93.93 15 12.015 3.102
7.73 15 7.778 2.008
90.47 15 12.141 3.135
9.27 15 7.658 1.977
87.53 15 10.474 2.704
11.53 15 8.340 2.153
86.67 15 9.201 2.376
12.67 15 6.253 1.614
88.53 15 8.052 2.079
11.73 15 6.923 1.787
Laju Nadi 3 (Lidokain)
Delta LND 0-3 (Lidokain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Lidokain)
Delta LND 0-6 (Lidokain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Lidokain)
Delta LND 0-9 (Lidokain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Lidokain)
Delta LND 0-12(Lidokain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Lidokain)
Delta LND 0-15(Lidokain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Lidokain)
Delta LND 0-18(Lidokain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Lidokain)
Delta LND 0-21(Lidokain)
Pair7
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Test
92.80 17.881 4.617 82.90 102.70 20.100 14 .000
89.87 14.672 3.788 81.74 97.99 23.722 14 .000
86.20 15.200 3.925 77.78 94.62 21.964 14 .000
81.20 15.317 3.955 72.72 89.68 20.532 14 .000
76.00 14.233 3.675 68.12 83.88 20.681 14 .000
74.00 13.000 3.357 66.80 81.20 22.046 14 .000
76.80 11.971 3.091 70.17 83.43 24.846 14 .000
Laju Nadi 3 (Lidokain) -Delta LND 0-3 (Lidokain)
Pair1
Laju Nadi 6 (Lidokain) -Delta LND 0-6 (Lidokain)
Pair2
Laju Nadi 9 (Lidokain) -Delta LND 0-9 (Lidokain)
Pair3
Laju Nadi 12 (Lidokain) -Delta LND 0-12(Lidokain)
Pair4
Laju Nadi 15 (Lidokain) -Delta LND 0-15(Lidokain)
Pair5
Laju Nadi 18 (Lidokain) -Delta LND 0-18(Lidokain)
Pair6
Laju Nadi 21 (Lidokain) -Delta LND 0-21(Lidokain)
Pair7
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain - Lidokain T-Test
-
xliv
Group Statistics
15 93.27 11.310 2.920
15 93.73 9.346 2.413
15 94.73 13.068 3.374
15 91.80 11.053 2.854
15 93.13 11.224 2.898
15 90.47 10.875 2.808
15 93.93 12.015 3.102
15 86.00 10.092 2.606
15 90.47 12.141 3.135
15 84.47 12.778 3.299
15 87.53 10.474 2.704
15 82.20 13.105 3.384
15 86.67 9.201 2.376
15 81.07 10.754 2.777
15 89.73 7.304 1.886
15 82.00 12.012 3.101
Jenis ObatBupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Bupivakain
Lidokain
Laju Nadi Mnt 0
Laju Nadi Mnt 3
Laju Nadi Mnt 6
Laju Nadi Mnt 9
Laju Nadi Mnt 12
Laju Nadi Mnt 15
Laju Nadi Mnt 18
Laju Nadi Mnt 21
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293
-.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306
.289 .595 .664 28 .512 2.93 4.419 -6.119 11.986
.664 27.250 .512 2.93 4.419 -6.130 11.997
.002 .969 .661 28 .514 2.67 4.035 -5.599 10.932
.661 27.972 .514 2.67 4.035 -5.600 10.933
.016 .899 1.958 28 .060 7.93 4.051 -.366 16.232
1.958 27.190 .061 7.93 4.051 -.377 16.243
.002 .964 1.318 28 .198 6.00 4.551 -3.322 15.322
1.318 27.927 .198 6.00 4.551 -3.323 15.323
.780 .385 1.231 28 .228 5.33 4.332 -3.539 14.206
1.231 26.702 .229 5.33 4.332 -3.559 14.226
.849 .365 1.532 28 .137 5.60 3.654 -1.885 13.085
1.532 27.346 .137 5.60 3.654 -1.893 13.093
3.825 .061 2.130 28 .042 7.73 3.630 .298 15.169
2.130 23.108 .044 7.73 3.630 .226 15.240
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Laju Nadi Mnt 0
Laju Nadi Mnt 3
Laju Nadi Mnt 6
Laju Nadi Mnt 9
Laju Nadi Mnt 12
Laju Nadi Mnt 15
Laju Nadi Mnt 18
Laju Nadi Mnt 21
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Lampiran 3. Informed Consent
INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN MEDIK)
-
xlv
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : ................................................................................................................
Umur : ................................................................................................................
Alamat : ................................................................................................................
................................................................................................................
Bukti diri/KTP : ................................................................................................................
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya memberikan
PERSETUJUAN
Untuk dilakukan tindakan medis berupa pembiusan/anestesi :
· Bupivakain 0,5 Heavy sebagai obat anestesi spinal
· Lidokain 5 % Hiperbarik sebagai obat anestesi Spinal
terhadap diri saya sendiri, dengan :
Nama : ..............................................................................................................
Umur : ..............................................................................................................
Alamat : ..............................................................................................................
..............................................................................................................
Yang tujuan, sifat, dan perlunya tindakan medis tersebut di atas, dan resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan dan saya telah mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Surakarta, .........................................
Yang memberi penjelasan Yang membuat pernyataan
( ..................................... ) ( .......................................... )
-
xlvi
Lampiran 5. Jadwal Penelitian
Minggu ke-
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pengiriman Topik
Topik dibahas tim
skripsi
Bimbingan usulan
proposal
Persiapan ujian
proposal
Ujian proposal
Pengumpulan data
Penyusunan skripsi
Persiapan ujian
skripsi
Ujian skripsi
top related