percobaan p3 p4 kba
Post on 26-Dec-2015
66 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM
PERCOBAAN 3 DAN 4
Isolasi Glikosida Flavonid dari Manihot utilissima Folium dan Identifikasi Falovonoid
dengan Kromatografi Lapis Tipis
Disusun oleh :
1. Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064)
2. Rizky Ariyanti (G1F012070)
3. Wahyu Nunggal P. (G1F012072)
4. Lala Febria (G1F012074)
5. Rafdy Falih Albani (G1F012076)
Golongan/kelompok : IV B/Tanin
Hari/tanggal : Kamis, 12 Juni 2014
Asisten : Glorya - Zaky
LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
PERCOBAAN III
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI Manihot utilissima FOLIUM
A. Tujuan Praktikum
Memahami dan melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela (Manihot
utilissima).
B. Pendahuluan
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan
biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan
(Lenny, 2006). Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C
selama 15 menit. Infusa adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan–bahan nabati.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara
ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering
digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi cara ini
sering digunakan unuk membuat ekstrak. Dekokta adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90°C selama 30 menit. Penguapan ekstrak larutan dilakukan
dengan penguap pengurangan tekanan, yaitu rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak yang kental (Harborne, 1987).
C. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah aquadest, eter, asam klorida
(HCl 2 N), dan natrium sulfat anhidrat. Sedangkan alat yang digunakan dalam
praktikum adalah panci infusa, corong besar, erlenmeyer (50 ml dan 250 ml),
tabung reaksi, corong pisah (250 ml), cawan porselen, flakon (3 buah).
D. Cara Kerja
50 gram serbuk bahan
Dimasukkan ke dalam panci infusa 1 (atas),
Ditambahkan dengan 500 ml aquadest,
Diletakkan diatas panci infusa 2 (bawah) yang telah
berisi air biasa, tunggu sampai mendidih dan suhu di
panci atas mencapai 90oC, dibiarkan selama 15 menit
(untuk mendapatkan infusa),
Disaring melalui corong buchner sehingga diperoleh
filtrat yang jernih,
Dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
Disimpan dalam almari es hingga terbentuk kristal
amorf putih kekuningan (± 1 minggu),
Filtrat + kristal amorf
Dituang sebagian besar filtrat pada erlenmeyer ke
tempat lain dengan hati-hati supaya kristal tidak ikut
tertuang,
Disaring dengan kertas saring yang telah ditara hingga
memperoleh kristal, jika masih ada kristal yang
menempel pada dasar erlenmeyer maka bilang dengan
air es dan saring,
Dikeringkan kertas saring bersama endapan pada suhu
50oC selama 30 menit,
Ditimbang untuk memperoleh rendemen,
Diambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil,
Dilarutkan dalam 2 ml campuran metanol-air sama
banyak dalam flakon (sari I),
Diambil sisa padatannya, masukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan dengan 10 ml HCl 2 N,
Ditaruh corong kecil berisi kapas di atas tabung untuk
mengurangi penguapan
Dilakukan refluks pada penangas air mendidih selama
1 jam,
Didinginkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah
yang berisi eter sebanyak 10 ml,
Dikocok dan tunggu hingga terbentuk dua lapisan,
Dipisahkan bagian air asam dan organik eter,
Dikocok kembali lapisan air asamnya dengan 10 ml
dietil eter yang baru dalam corong pisah,
Dipisahkan bagian air asam dan organik eter, dan
dicampurkan dengan yang pertama,
Disaring sari eternya dengan kertas saring yang berisi
1 gram natrium sulfat anhidrat ke dalam cawan
porselin,
Diuapkan eternya tanpa pemanasan dan larutkan residu
yang diperoleh dengan 2 ml metanol dalam flakon
(Sari II).
Diuapkan lapisan air asam hasil hidrolisis dengan
cawan porselin di atas penangas air dengan hembusan
angin sehingga cairan tinggal kira-kira 1ml dan
tuangkan ke dalam flakon (Sari III)
Sari I, Sari II, Sari III
E. Hasil dan Pembahasan
E.1. Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. 50 gram serbuk bahan dimasukkan ke
dalam panci infusa 1 (atas),
2. Kemudian ditambahkan dengan 500
ml aquadest,
3. Kemudian diletakkan diatas panci
infusa 2 (bawah) yang telah berisi air
biasa, tunggu sampai mendidih dan
suhu di panci atas mencapai 90oC,
dibiarkan selama 15 menit (untuk
mendapatkan infusa),
4. Kemudian disaring melalui corong
buchner sehingga diperoleh filtrat
yang jernih,
Diperoleh filtrat jernih berwarna
coklat
5. Kemudian dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml,
6. Kemudian disimpan dalam almari es
hingga terbentuk kristal amorf putih
kekuningan (± 1 minggu),
Terbentuk kristal amorf putih
kekuningan pada dasar erlenmeyer
7. Kemudian dituang sebagian besar
filtrat pada erlenmeyer ke tempat lain
dengan hati-hati supaya kristal tidak
ikut tertuang,
Kristal tetap pada dasar erlenmeyer
8. Kemudian disaring dengan kertas
saring yang telah ditara hingga
memperoleh kristal, jika masih ada
kristal yang menempel pada dasar
erlenmeyer maka bilang dengan air es
dan saring,
Kertas saring = 0,526 gram
9. Dikeringkan kertas saring bersama
endapan pada suhu 50oC selama 30
menit,
10. Ditimbang untuk memperoleh
rendemen,
n m n
o o n i
o o n 1
Kertas saring + bahan = 0,6522
gram
Bahan = 0,1262 gram
Rendemen =(0,1262/50)x100%
=0,2524%
11. Diambil sedikit padatan dengan ujung
spatel kecil,
12. Dilarutkan dalam 2 ml campuran Diperoleh sari I
metanol-air sama banyak dalam
flakon (sari I),
13. Diambil sisa padatannya, masukkan
ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan dengan 10 ml HCl 2 N,
14. Ditaruh corong kecil berisi kapas di
atas tabung untuk mengurangi
penguapan
15. Dilakukan refluks pada penangas air
mendidih selama 1 jam,
16. Didinginkan dan dimasukkan ke
dalam corong pisah yang berisi eter
sebanyak 10 ml,
17. Dikocok dan tunggu hingga terbentuk
dua lapisan,
18. Dipisahkan bagian air asam dan
organik eter,
Warna bagian air = jernih
Warna bagian organik eter =
kuning jernih
19. Dikocok kembali lapisan air asamnya
dengan 10 ml dietil eter yang baru
dalam corong pisah,
20. Dipisahkan bagian air asam dan
organik eter, dan dicampurkan dengan
yang pertama,
Warna bagian air = jernih
Warna bagian organik eter =
kuning jernih
21. Disaring sari eternya dengan kertas
saring yang berisi 1 gram natrium
sulfat anhidrat ke dalam cawan
porselin,
22. Diuapkan eternya tanpa pemanasan
dan larutkan residu yang diperoleh
dengan 2 ml metanol dalam flakon
(Sari II).
Diperoleh sari II
23. Diuapkan lapisan air asam hasil
hidrolisis dengan cawan porselin di
atas penangas air dengan hembusan
angin sehingga cairan tinggal kira-kira
1ml dan tuangkan ke dalam flakon
(Sari III)
Diperoleh sari III
O
O
1
2
3
45
6
7
8
9
10
1'
2'
3'
4'
5'
6'A
(8a)
(4a)
C
B
E. 2. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk dapat memahami dan melakukan isolasi
flavonoid dari daun ketela (Manihot utilissima). Senyawa flavonoid adalah suatu
kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-
senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta sebagai zat warna
kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai
kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin
benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga bentuk susunan C6-
C3-C6 (Lenny, 2006).
Gambar 1. Struktur Senyawa Flavonoid (Lenny, 2006).
Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida,
dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara
suatu gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada
prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol
beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alcohol kepada
aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisa oleh
asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan
gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan disebut dengan
aglikon. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa,
galaktosa dan gentibiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono- , di- atau
triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid
terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut
organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton. Senyawa-senyawa flavonoid
yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai
salah satu komponen bahan baku obat-obatan (Anonim, 2008).
Pada percobaan kali ini digunakan simplisia dari daun ketela pohon (Manihot
utilissima. Berikut taksonominya:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl. ; Manihot esculenta Crantz sin.
Ketela pohon atau singkong, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah
pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya
dikenal sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai
sayuran. Di Indonesia sendiri ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok
setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran
memiliki protein cukup tinggi dan Umbi singkong merupakan sumber energi yang
kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Kayunya bisa digunakan sebagai
pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk
memasak. Dengan perkembangan teknologi ketela pohon dijadikan bahan dasar
pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula
pada industri obat-obatan. Ketela pohon sangat berkhasiat untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit diantaranya yaitu reumatik, demam, sakit kepala, diare,
cacingan, mata kabur; nafsu makan, luka bernanah, luka baru kena panas
(Anonim, 2008).
Monografi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai
berikut :
1. Eter
Eter mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 98,0%
C4H10O. Selebihnya terdiri dari etanol dan air. Eter sangat mudah menguap
dan terbakar. Uapnya dapat meledak jika bercampur dengan udara dan nyala
api.
Gambar 2. Struktur Senyawa Eter.
Pemerian, cairan mudah mengalir, mudah menguap, tidak berwarna,
berbau khas. Teroksidasi perlahan-lahan oleh udara dan cahaya dengan
membentuk peroksida, mendidih pada suhu lebih kurang 35oC. Kelarutannya,
larut dalam air dapat bercampur dengan etanol, dengan benzena, dengan
kloroform, dengan pelarut heksana, dengan minyak lemak dan minyak
menguap (Anonim, 1995).
2. Aquades
Air suling adalah air murni yang diperoleh dengan penyulingan. Air murni
adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.
Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung
zat tambahan lain. Pemerian cairan jernih tidak berwarna, dan tidak berbau
(Anonim, 1995).
3. Metanol ( CH3OH )
Gambar 3. Struktur Senyawa Metanol.
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun
dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan additif bagi etanol industry (Anonim, 1995).
4. Natrium sulfat anhidrat
Na2SO4 dengan berat molekul 142,04, murni pereaksi. Metanol P, metil
alkohol CH3OH berat molekul 32,04, murni pereaksi (Anonim, 1995).
5. Asam klorida
Gambar 4. Struktur Asam Klorida.
Nama Resmi : Acidum Hydrochlorodium
Nama Lain : Asam Klorida
Rumus Molekul : HCl
Berat Molekul : 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang,
jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau
hilang.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
K / P : Zat tambahan (Anonim, 1995)
Pada praktikum isolasi glikosida flavanoid dari manihot utilissima folium hal
pertama yang dilakukan adalah membuat cairan infusa dari simplisia mannihot
utilistima, bahan yang digunakan 50 gram manihot utilissima di tambah dengan
air hingga 500 ml ke dalam panci infusa. Panci infusa bagian bawah diisi dengan
air biasa, hal ini dilakukan untuk menjaga suhu pemanasan tetap pada 90°C
karena yang menghantarkan panas adalah uap air bukan api secara langsung,
kemudian setelah panic atas suhunya mencapai 90oC ditunggu selama 15 menit.
kemudian cairan infus di saring menggunakan penyaring Buchner untuk
mendapatkan bagian yang jernih dan ampasnya dibuang, penyaringan
menggunakan penyaring Buchner agar filtrat yang dihasilkan baik dan benar-
benar jernih, setelah itu kemudian dituang kedalam labu erlenmeyer dan disimpan
dalam lemari es selama 1 minggu agar dapat terbentuk kristal (Harbone, 1987).
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90° C selama 15
menit. Infusa adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari
zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan–bahan nabati. Penyarian
dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh
kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh
disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh
perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi cara ini sering
digunakan unuk membuat ekstrak.
Infusa dibuat dengan cara : Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2
kali bobot bahan, untuk bunga empat kali bobot bahan, dan untuk karagen 10 kali
bobot bahan. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit
pada suhu 900 –
980
C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian
bahan. Hal ini disebabkan karena kandungan simplisia kelarutannya terbatas,
misalnya kulit kina digunakan 6 bagian. disesuaikan dengan cara penggunaanya
dalam pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc,
karena itu di ambil 1/2 Bagian. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1
1/2
bagian. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian. Untuk
memindahkan penyarian kadang–kadang perlu ditambahkan bahan kimia
misalnya Asam Sitrat untuk infus kina, Kalium atau Natrium karbonat untuk infus
kelembak. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang
mengandung bahan yang mudah menguap (Anonim, 2000). Dekokta adalah
ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit. Penguapan
ekstrak larutan dilakukan dengan penguap pengurangan tekanan, yaitu rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental (Harborne, 1987).
Setelah 1 minggu filtrat disimpan dilemari es kemudian filtrate di tuang
kedalam gelas beaker, tetapi yang dituang yang bagian atas atau yang jernihnya
saja agar kristal pada cairan dibawah tidak ikut tertuang. Setelah dituang, kristal
kemudian di saring menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang
bobotnya. Bobot kertas saring tadi yaitu 0,526 gram. Setelah itu kertas saring
bersama endapan kristal tadi di keringkan didalam oven pada suhu 50 °C. Hal ini
dilakukan agar mendapatkan kristal murni (rutin) yang bebas dari pelarut. Setelah
kering, kertas saring dan kristal ditimbang lagi untuk memperoleh rendemannya,
dan bobot kertas saring + kristal tadi yaitu 0,6522 gram. Kemudian kristal di
ambil dengan spatel dan dilarutkan dengan campuran metanol-air 2 ml sama
banyak. Digunakan campuran metanol-air untuk melarutkan kristal rutin ini yang
bersifat polar dan fungsi metanol sendiri yaitu untuk melarutkan pengotor dari
kristal rutin itu. Larutan tersebut kemudian dinamai dengan sari 1 yang
mengandung rutin (Mulia, 1990).
Kemudian sisa padatan diambil dan di masukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 10 ml HCL 2N. Penambahan ini berfungsi untuk
menghidrolisis rutin menjadi bentuk glikon dan aglikonnya, karena rutin adalah
glikosida flavanoid. Bentuk aglikon dari rutin adalah kuersetin yang berfungsi
sebagai antiinflamasi, antikanker dan antioksidan. Kemudian setelah itu dilakukan
refluks pada penangas air mendidih selama 1 jam dan jika cairan dalam tabung
terlalu banyak yang menguap bisa ditambahkan 5 ml aquadest yang panas
kedalamnya, refluks bertujuan untuk menyempurnakan reaksi hidrolisis yang
terjadi. Setelah refluks, campuran dimasukkan ke dalam corong pisah untuk di
pisahkan dengan pelarut eter. Eter digunakan karena memiliki kepolaran yang
sama dengan kuersetin sehingga kuersetin dapat larut didalamnya. Ketika
pemisahan akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air asam yang berada di bawah
dan lapisan eter yang berada di atas. Kedua lapisan tersebut lalu dipisahkan. untuk
hasil campuran eter dituang kedalam beker glass. Kemudian pada lapisan air asam
dilakukan kembali partisi menggunakan 10 ml pelarut dietil eter yang baru dalam
corong pisah. Hal ini bertujuan untuk mengambil kembali kuersetin yang
mungkin belum terbawa pada pemisahan pertama tadi. Kemudian dipisahkan
kembali dengan cairan eternya dimasukkan ke dalam beaker glass yang sudah
berisi campuran eter sebelumnya. Sari eter yang didapat kemudian di saring
dengan kertas saring yang terdapat 1 gram natrium sulfat anhidrat ke dalam cawan
porselin, hal ini dilakukan untuk membersihkan air yang mungkin terbawa ke
dalam larutan eter aglikon flavanoidnya. Kemudian eternya diuapkan tanpa
pemanasan dan residunya dilarutkan dengan 2 ml metanol sebagai pelarut dari
kuersetin. Campuran tersebut dinamai dengan sari II. Setelah itu kemudian uapkan
lapisan air asam hasil hidrolisis pada cawan porselin diatas penangas air dengan
hembusan angina sehingga cairan kira-kira tinggal 1 ml, yang disebut sebagai sari
III (Harbone, 1987).
Pada praktikum kali ini Kristal yang didapatkan sebanyak 0,2162 gr dengan
rendemen sebesar 0,2524 %. Hasil rendemen ini tidak sesuai dengan literature
karena seharusnya dengan 50 gr bahan yang digunakan, kristal yang didapat lebih
dari 0,2162 gr. Hal ini dapat disebabkan karena filtrat terkontaminasi jamur jadi
pada saat filtrat yang atas dibuang, kristal yang terbentuk juga ikut terbuang dan
bisa juga disebabkan kurang lamanya penyimpanan atau pendinginan didalam
lemari es, juga karena kurang telitinya praktikan dalam penimbangannya.
Kesalahan yang terjadi dalam percobaan kali ini dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu kesalahan random dan kesalahan sistematik (Gandjar
dan Rohman, 2007).
a. Kesalahan random (random error)
Kesalahan random adalah kesalahan yang selalu terjadi dalam analis
dikarenakan adanya sedikit variasi yang tidak dapat ditentukan (dikontrol)
saat pelaksanaan (Gandjar dan Rohman, 2007) seperti selisih dalam
penimbangan bahan dan ketidaktepatan dalam penambahan volume larutan.
b. Kesalahan sistematik
Kesalahan sistematik memiliki sifat yang konstan, serta dapat
mengakibatkan hasilnya menyimpang dari rata-rata. Kesalahan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1) kesalahan personel dan operasi
2) kesalahan alat dan pereaksi
3) kesalahan metode
Untuk mengatasinya dapat dilakukan beberapa cara seperti Kalibrasi alat
yang dipakai, melakukan penetapan blanko,penetapan kontrol, satu seri penetapan
kadar serta penetapan dengan berbagai metode (Gandjar dan Rohman, 2007)
F. Kesimpulan
Dari praktikum ”Isolasi Glikosida Flavonoid dari Manihot utilissima Folium”
dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat dalam tumbuhan,
terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.
2. Flavanoid didalam bahan yang diisolasi bersifat polar sehingga dapat disari
dengan air panas dan dikristalkan dengan pendinginan.
3. Pemisahan aglikon dari glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam.
4. Pada praktikum kali ini, dihasilkan sari 1 berupa larutan rutin, sari II berupa
kuersetin dan sari III dihasilkan standar.
5. Hasil rendeman yang diperoleh yaitu 0,2524%.
Daftar Pustaka
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 2000, Acuan Sediaan Herbal, Depkes RI, Jakarta.
Anonim, 2008, Singkong Manihot esculenta Crantz, www.plantamor.com,
Diakses pada 08 Juni 2014.
Gandjar, I. G., Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Harbone, J.B, 1987, Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan terbitan kedua, ITB, Bandung.
Lenny, Sovia, 2006, Karya Ilmiah Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan
Alkaloida, www.library.usu.ac.id. Diakses pada 08 Juni 2014.
Mulia M dan Syahrani A., 1990, Aplikasi Analisis Spektrofotometer UV-VIS,
Mecphiso Grafika, Surabaya.
Lampiran 1. Jawaban Pertanyaan
1. Apakah perbedaan antara infusa dan decocta?
Decocta dan infusa dapat diartikan sebagai sari-sari dalam air yang dibuat
dari bahan-bahan alam yang direbus pada suhu 900C sampai 98
0C.
Perbedaannya yaitu pada decocta lamanya penyarian setengah jam,
sedangkan pada infusa selama 15 menit. Selain itu pada infusa digunakan
simplisia yang lunak, mengandung minyak atsiri dan bahan nya tidak tahan
panas. Sedangkan decocta, simplisia yang digunakan biasanya keras, tidak
mengandung minyak atrisi, dan tahan pemanasan.
2. Sebutkan keuntungan dan kerugian penyarian glikosida flavonoid dengan air?
Keuntungan : murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan
tidak mudah terbakar, tidak beracun, serta alamiah.
Kerugian : banyak komponen polar yang dapat larut bersama air, media air
memungkinkan timbulnya jamur atau bakteri jika disimpan di suhu ruang,
tidak selektif, dan untuk pengeringan diperlukan waktu lama.
3. Bagaimana dapat diketahui bahwa hidrolisis yang dikerjakan telah sempurna?
Deteksi warna dapat dilakukan untuk mengetahui bahwa hidrolisis yang
dikerjakan telah sempurna.
Lampiran 2. Jurnal Praktikum
PERCOBAAN IV
IDENTIFIKASI FLAVONOID DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
A. Tujuan Praktikum
Melakukan analisis kualitatif golongan senyawa flavonoid dengan metode
kromatografi lapis tipis.
B. Pendahuluan
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan yang berpembuluh tetapi
beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya. Flavonoid mengandung
sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat
pada sprektum UV dan sprektum tampak. Flavonoid pada umumnya terdapat
dalam tumbuhan, terikat terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon
falvonoid yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam
beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terutama berupa senyawa yang
larut dalam air. Mereka diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam
lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa
senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa amonia, jadi
mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Tidak ada benda
lain yang begitu mencolok dibandingkan flavonoid yang member konstribusi
keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin akan
memberikan warna kuning atau jingga, antosianin akan member warna merah,
ungu atau biru yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi terkecuali warna
hijau. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitannya
dengan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sebagian flavonoid memiliki
rasa yang pahit sehingga dapat menolak sejenis ulat tertentu. (Sastroamidjoyo,
1996).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,
komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam
dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase
gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan
pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan
cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
C. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah lempeng KLT GF 254, metanol,
amonia, pereaksi sitroborat, fase atas dari campuran n-butanol : asam asetat : air
(3 : 1 : 1) v/v sebagai eluen. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum
adalah chamber KLT, pipa kapiler/ tusuk gigi, pinset, alat penyemprot, oven,
lampu UV 244 nm.
D. Cara Kerja
Sari I, Rutin dalam metanol Sari 2, Kuersetin dalam metanol, Sari 3
Ditotolkan pada lempeng KLT GF 254 (6x8cm,
dengan garis awal = 1 cm, garis akhir = 0,5 cm, dan
jarak elusi = 6,5 cm),
Dielusi pada chamber KLT yang telah berisi campuran
n-butanol : asam asetat : air (3 : 1 : 1) v/v sebagai
eluen,
Dikeringkan dengan hair dryer,
Dideteksi :
1. Sinar UV 254, ditandai bercaknya,
2. Uap amonia, di bawah sinar tampak dan UV 254,
ditandai bercaknya,
3. Pereaksi sitroborat, dipanaskan 110oC selama 5
menit, di amati di bawah sinar UV 254, ditandai
bercaknya,
Dicatat Rf, hRf, dan warna yang terbentuk,
Rf, hRf, warna
E. Hasil dan Pembahasan
E.1. Hasil Pengamatan
Gambar 1. Skema Lempeng KLT.
Lempeng KLT dan totolan sampel yang terelusi saat praktikum.
0,5 cm
1 cm
6,5 cm
6 cm
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Ditotolkan pada lempeng KLT GF 254 (6x8cm,
dengan garis awal = 1 cm, garis akhir = 0,5 cm,
dan jarak elusi = 6,5 cm),
KiriKanan
1. Sari 1
2. Rutin
3. Sari 2
4. Kuersetin
5. Sari 3
2. Dielusi pada chamber KLT yang telah berisi
campuran n-butanol : asam asetat : air (3 : 1 : 1)
v/v sebagai eluen,
Ke-5 sampel terelusi
hingga garis akhir.
3. Dikeringkan dengan hair dryer, Lempeng KLT GF 254
telah kering, siap untuk di
deteksi.
4. Dideteksi :
1. Sinar UV 254, ditandai bercaknya,
Sari I = 4,7 cm
Rutin = 4,8 cm
Sari II = 6,5 cm
Kuersetin = 6,3 cm
Sari III = 6 cm
2. Uap amonia, di bawah sinar tampak dan
UV 254, ditandai bercaknya,
3. Pereaksi sitroborat, dipanaskan 110oC
selama 5 menit, di amati di bawah sinar UV
254, ditandai bercaknya,
Sari I = 4,4 cm
Rutin = 4,5 cm
Sari II = 6,5 cm
Kuersetin = 6,3 cm
Sari III = 6,1 cm
Sari I = 4,5 cm
Rutin = 4,5 cm
Sari II = 6,5 cm
Kuersetin = 6,2 cm
Sari III = 6,1 cm
5. Dicatat nilai Rf dan hRf yang diperoleh
hRf = Rf x 100
Rf1, hRf
Sari I = 0,72 cm, 72 cm
Rutin = 0,73 cm, 73 cm
Sari II = 1 cm, 100 cm
Kuersetin = 0,97 cm, 97
cm
Sari III = 0,92 cm, 92 cm
Rf2, hRf
Sari I = 0,68 cm, 68 cm
Rutin = 0,70 cm, 70 cm
Sari II = 1 cm, 100 cm
Kuersetin = 0,96 cm, 96
cm
Sari III = 0,93 cm, 93 cm
Rf3, hRf
Sari I = 0,70 cm, 70 cm
Rutin = 0,70 cm, 70 cm
Sari II = 1 cm, 100 cm
Kuersetin = 0,93 cm, 93
cm
Sari III = 0,93 cm, 93 cm
6. Dicatat warna yang terbentuk Warna1
Sari I = cokelat kehijauan
Rutin = cokelat kehijauan
Sari II = cokelat kehijauan
Kuersetin = ungu pudar
Sari III = ungu pudar
Warna2
Sari I = cokelat kehijauan
Rutin = cokelat kehijauan
Sari II = cokelat kehijauan
Kuersetin = ungu pudar
Sari III = ungu pudar
Warna3
Sari I = cokelat kehijauan,
lebih pudar
Rutin = cokelat kehijauan
Sari II = cokelat kehijauan,
lebih pudar
Kuersetin = ungu pudar
Sari III = ungu pudar
O
O
1
2
3
45
6
7
8
9
10
1'
2'
3'
4'
5'
6'A
(8a)
(4a)
C
B
E.2. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk dapat melakukan analisis kualitatif
golongan senyawa flavonoid dengan metode kromatografi lapis tipis.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan
biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga
bentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006).
Gambar 1. Struktur Senyawa Flavonoid (Lenny, 2006).
Sebagian besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida,
dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara
suatu gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada
prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol
beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alcohol kepada
aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal. Pada hidrolisa oleh
asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan
gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan disebut dengan
aglikon. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa,
galaktosa dan gentibiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono- , di- atau
triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid
terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut
organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton. Senyawa-senyawa flavonoid
yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai
salah satu komponen bahan baku obat-obatan (Anonim, 2008).
Pada percobaan kali ini digunakan simplisia dari daun ketela pohon (Manihot
utilissima. Berikut taksonominya:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl. ; Manihot esculenta Crantz sin.
Ketela pohon atau singkong, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah
pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya
dikenal sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai
sayuran. Di Indonesia sendiri ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok
setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran
memiliki protein cukup tinggi dan Umbi singkong merupakan sumber energi yang
kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Kayunya bisa digunakan sebagai
pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk
memasak. Dengan perkembangan teknologi ketela pohon dijadikan bahan dasar
pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula
pada industri obat-obatan. Ketela pohon sangat berkhasiat untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit diantaranya yaitu reumatik, demam, sakit kepala, diare,
cacingan, mata kabur; nafsu makan, luka bernanah, luka baru kena panas
(Anonim, 2008).
Monografi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai
berikut :
1. Air suling (Depkes RI, 1979).
Nama resmi : Aqua Destillata
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
BM / RM : 18,02 / H2O
2. Asam asetat (Depkes RI, 1979).
Gambar 2. Struktur Asam Asetat
Nama resmi : Acidum Asetat
Nama lain : Asam asetat,cuka
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam,
tajam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%)P, dan
dengan gliserol P
Berat jenis : 1,040 g/ml-1,042 g/ml
3. Methanol (Depkes RI, 1979).
Gambar 3. Struktur Methanol.
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih,
tidak berwarna.
BJ / RM : (15,5°/15,5°) 0,796 sampai 0,798/ CH3OH
4. Amonia (Depkes RI, 1979).
Nama lain : Amonia
RM / BM : NH4OH / 35,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, dan menusuk kuat
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan ditempat sejuk
Kegunaan : Sebagai dapar pH 10
5. n-Butanol (Perry, 1984).
Gambar 4. n-Butanol
Merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam Produksi n-butanol
sebagian besar digunakan pada pembuatan resin urea fonnaldehid dan
plasticizer dibutil pthalat. n-Butanol merupakan senyawa organik yang
memiliki ikatan hydrogen. Berat molekul (gr/mol) 74,12; titik didih pada 1
atm (oC) 117,73; titik beku, (
oC) -89,3; spesifik gravity pada 20
oC 0,8098.
6. Sitroborat
Pereaksi sitroborat digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa
golongan flavonoid dari glikosida saponin reaksi positif ditunjukkan dengan
berpendar di bawah sinar UV 366nm. Pada plat, tidak ada bercak yang
berwarna kuning, tetapi terdapat bercak yang berpendar di UV 366 setelah di
semprot sitroborat. Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan adanya
kandungan flavonoid pada fraksi ini (Wagner, 1984).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi planar dengan fase
diam berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, plat almunium atau plastic. Fase gerak sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara ascending atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara descending. Pemisahan pada KLT yang optimal akan
diperoleh jika pada penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit
mungkin, dan jika penotolan sampel tidak tepat akan menyebabkan bercak yang
menyebar dan puncak ganda. Parameter pada KLT yang digunakan untuk
identifikasi adalah nilai Rf, dua senyawa dikatakan identik jika memiliki nilai Rf
yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Analisis kuantitatif dengan
KLT dapat dilakukan dengan mengukur langsung lempeng dengan ukuran luas
bercak atau densikometri (Gandjar, 2007).
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen.
Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas. Kepolaran eluen sangat
berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf)
adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh eluen. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen
tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat
pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah (Anonim, 2013).
Keuntungan KLT :
1. Waktu relatif singkat
2. Menggunakan inestasi yang kecil.
3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat.
4. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit.
5. Kebutuhaan ruang minimum.
6. Penanganan sederhana.
7. Zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT.
Kelemahan KLT :
1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok
dengan pada kromatografi kolom
2. Noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni.
Terdapat beberapa tahap yang dilakukan pada KLT yaitu penyiapan plat,
pemilihan adsorben, pemilihan pelarut, menentukan sistem pengembang yang
cocok, pengamatan lokasi bercak pada kromatogram, deteksi dan identifikasi
(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Langkah pertama yang dilakukan untuk
mengidentifikasi flavonoid adalah dengan mempersiapkan fase diam dan fase
gerak yang digunakan sebagai eluen. Fase diam yang digunakan adalah selulosa
GF254, sedangkan fase gerak yang digunakan adalah n-butanol : asam asetat : air
(3:1:1) v/v dan cuplikan yang digunakan adalah sari I, sari II, sari III, dan
pembanding larutan rutin serta kuersetin. Dengan digunakannya eluen yang
bersifat polar maka senyawa polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki Rf yang
lebih tinggi, dibandingkan dengan senyawa non-polar ataupun semipolar. Pada
KLT ini yang diuji adalah senyawa polar yaitu glikosida flavonoid (rutin) dan
senyawa non-polar yaitu aglikon glikosida (kuersetin). Pelarut n-butanol sebagai
pelarut non-polar yang melarutkan senyawa non-polar dan yang melarutkan
senyawa polar adalah air sebagai pelarut polar. Penotolan dilakukan terhadap sari
I, sari II, sari III dan pembanding larutan rutin serta kuersetin, dengan
menggunakan pipa kapiler. Penotolan dilakukan pada plat KLT, dimana jarak
antar totolan sejauh 1 cm. Setelah dilakukan penotoloan, plat KLT kemudian
dideteksi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm. Pada saat
deteksi di bawah sinar UV diamati bercak flavonoid yang terlihat kemudian
diukur jaraknya dari garis front. Setelah itu, plat KLT diuapkan amonia dan
dideteksi kembali di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Kemudian, langkah selanjutnya di deteksi dengan pereaksi sitroborat, lalu
dipanaskan. Setelah nilai Rf kedua dihitung, plat KLT disemprot dengan pereaksi
sitroborat dan diamati kembali di bawah sinar UV dengan panjang gelombang
254 nm, setelah itu lakukan perhitungan nilai Rf. Nilai Rf dihitung dengan
persamaan (Gandjar, 2007) :
Rf =
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai
perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti
solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak (Gandjar dan
Rohman, 2007). Nilai Rf yang diperoleh dari hasil perhitungan dan warna yang
terbentuk kemudian dibandingkan dengan nilai Rf dan warna fluoresens yang ada
dalam pustaka.
Setelah melakukan percobaan Kromatografi Lapis Tipis maka diperoleh
hasil sebagai berikut, hasil yang di amati dibawah sinar UV254 yaitu sari I
menghasilkan jarak 4,7 cm; sari II menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III
menghasilkan jarak 6,0 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan
jarak 4,8 cm dan 6,3 cm. Setalah dideteksi dengan uap amonia, hasil yang di amati
pada sinar tampak dan UV254 yaitu sari I menghasilkan jarak 4,4 cm; sari II
menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III menghasilkan jarak 6,1 cm; rutin dan kuersetin
masing-masing menghasilkan jarak 4,5 cm dan 6,3 cm. Setelah dideteksi dengan
pereaksi Sitroborat, hasil yang di amati dibawah sinar UV254 yaitu sari I
menghasilkan jarak 4,5 cm; sari II menghasilkan jarak 6,5 cm; sari III
menghasilkan jarak 6,1 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan
jarak 4,5 cm dan 6,2 cm. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai Rf, data jarak yang
didapat tersebut dibagi dengan jarak start sampai finish yaitu 6,5 cm. Sehingga
nilai Rf1 yang diperoleh adalah sari I menghasilkan Rf 0,72 cm; sari II
menghasilkan Rf 1,00 cm; sari III menghasilkan Rf 0,92 cm; rutin dan kuersetin
masing-masing menghasilkan Rf 0,73 cm dan 0,97 cm; untuk nilai Rf2 yang
diperoleh adalah sari I menghasilkan Rf 0,68 cm; sari II menghasilkan Rf 1,00
cm; sari III menghasilkan Rf 0,93 cm; rutin dan kuersetin masing-masing
menghasilkan Rf 0,70 cm dan 0,96 cm; untuk Rf3 yang diperoleh adalah sari I
menghasilkan Rf 0,70 cm; sari II menghasilkan Rf 1,00 cm; sari III menghasilkan
Rf 0,93 cm; rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan Rf 0,70 cm dan
0,93 cm. Dari data tersebut, menurut literatur dapat disimpulkan bahwa sari I
mengandung rutin dan sari II mengandung kuersetin karena antara sari I dan rutin
memiliki nilai Rf yang berdekatan dan pada sari II dan kuersetin juga
mengandung nilai Rf berdekatan (Gross, 1991). Pada saat KLT dilihat dibawah
sinar UV bercak yang tampak yaitu rutin manghasilkan 4,1 cm dan sari II
menghasilkan 5 cm, jadi yang mampu berflourosensi hanya rutin dan sari II
karena yang akan tampak pada UV hanyalah zat yang mampu berflouresensi
(Gandjar, 2007). Kemudian, warna yang terbentuk untuk warna yang pertama
adalah sari I dan sari II menghasilkan warna cokelat kehijauan, sari III
menghasilkan warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing
menghasilkan warna cokelat kehijauan dan ungu pudar. Warna yang kedua, untuk
sari I dan sari II menghasilkan warna cokelat kehijauan, sari III menghasilkan
warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan warna
cokelat kehijauan dan ungu pudar. Warna yang ketiga, untuk sari I dan sari II
menghasilkan warna cokelat kehijauan tapi lebih pudar, sari III menghasilkan
warna ungu pudar, untuk rutin dan kuersetin masing-masing menghasilkan warna
cokelat kehijauan dan ungu pudar.
F. Kesimpulan
Dari praktikum ”Identifikasi Falovonoid dengan Kromatografi Lapis Tipis”
dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Senyawa golongan flavonoid dapat diidentifikasi dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometer UV-vis.
2. Nilai Rf ditentukan dengan mengukur jarak titik pusat bercak dari titik awal
dibagi dengan jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
3. Dengan adanya warna fluoresens itu dapat mengetahui adanya rutin dan
kuersetin karena hanya rutin dan kuersetin yg dapat berpendar pd Rf standar
dan sampel yang telah ditentukan (0-1).
Daftar Pustaka
Anonim, 2008, Singkong Manihot esculenta Crantz, www.plantamor.com,
Diakses pada 08 Juni 2014.
Anonim, 2013, Kromatografi Lapis Tipis.
http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html.
diakses tanggal 9 mei 2014.
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Dirjen Ri, Yogyakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Kusmardiyani, Siti dan Nawawi As'ari, 1992, Kimia Bahan Alam, Pusat antar
Universitas Bidang Ilmu Hayati, Yogyakarta.
Lenny, Sovia, 2006, Karya Ilmiah Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, dan
Alkaloida, www.library.usu.ac.id. Diakses pada 08 Juni 2014.
Perry R. H., and Green D., 1984, "Chemical Engineer's Hand Book", six edition,
Mc Graw Hill Book Company.
Robbers.J.E., Speedie.M.K., Tyler.V.E., 1996, “Pharmacognosy and Pharmaco”,
biotechnology.
Sastrohamidjojo. H., 1996, Sintesis Bahan Alam, Gajahmada University Press,
Jogjakarta.
Wagner H.,S. Bladt and EM. Zgainski, 1984, Plant Drugs Analysis., Springer-
Verlag., Berlin.
Lampiran 1. Jawaban Pertanyaan.
1. Apa perbedaan fluoresensi rutin (flavonoid-3-glikosida) dan aglikonnya?
Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar,
sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau
etanol. Filtrate yang didapat dari hasil penyarian didinginkan untuk
mempercepat pembentukan kristal.Pemisahan aglikon dan glikosidanya dapat
dilakukan dengan hidrolisis asam, seperti menggunakan HCl. Akan didapat
hasil berupa kuersetin dan glukosa dari hidrolisis rutin. Terlihat berupa tidak
berwarna pada sinar tampak, berwarnabiru keunguan pada sinar UV
254nm,birukeunguan pada sinar UV 366nm, dan memberikan fluoresensi
berwarna biru terang dengan penampak bercak AlCl3.
2. Apakah dasar pemisahan senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis?
Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi
lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan sifat daya serap
masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa oleh fase
diam (penyerap) dengan membandingkannya dengan standar yang sangat
memakan waktu dan harus dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama.
Dalam hal ini untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk memilih
dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan pelarut yang
sama (Gandjar, 2008).
3. Berikan 2 contoh fase gerak lain yang bisa digunakan daam identifikasi
flavonoid?
Metal asetat, heksan, methanol. Methanol sifatnya polar. Heksan sifatnya
nonpolar . Metil asetat sifatnya semi polar.
Lampiran 2. Jurnal Praktikum.
top related