pertumbuhan embrio ayam buras umur 18 … pertumbuhan embrio ayam buras umur 18 hari hasil induksi...
Post on 01-May-2018
249 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PERTUMBUHAN EMBRIO AYAM BURAS UMUR 18 HARI HASIL
INDUKSI ASAM AMINO L-ARGININ KEDALAM TELUR SELAMA
MASA INKUBASI (IN OVO FEEDING)
SKRIPSI
OLEH:
NASRUN
I111 12 909
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
PERTUMBUHAN EMBRIO AYAM BURAS UMUR 18 HARI HASIL
INDUKSI ASAM AMINO L-ARGININ KEDALAM TELUR SELAMA
MASA INKUBASI (IN OVO FEEDING)
SKRIPSI
Oleh
NASRUN
I111 12 909
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nasrun
NIM : I111 12 909
menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Oktober 2016
Nasrun
I111 12 909
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil
Induksi Asam Amino L-Arginin Kedalam Telur selama
Masa Inkubasi (In Ovo Feeding)
Nama : Nasrun
NIM : I111 12 909
Program Studi : Peternakan
Makassar, Oktober 2016
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc.
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc.
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc.
Dekan Fakultas peternakan
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc.
Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus : 2016
iv
ABSTRAK
NASRUN. I111 12 909. Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil
Induksi Asam Amino L-Arginin Kedalam Telur selama Masa Inkubasi (In Ovo
Feeding). (Dibawah bimbingan Djony Prawira Rahardja dan Abd. Latief Toleng).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian asam amino
L-Arginin terhadap berat embrio, rasio berat embrio dan berat telur serta panjang
bagian tubuh ayam buras. Injeksi dilakukan pada hari ke 10 masa inkubasi.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan
dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari P0 (Kontrol, tanpa injeksi),
P1 (Injeksi NaCl fisiologis tanpa L-Arginin), dan injeksi L-Arginin sebanyak
0,5, 1 dan 1,5 gram/100 ml NaCl fisilogis 0,9% (P2, P3 dan P4). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan memberikan injeksi L-Arginin pada masa embrio
dapat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap panjang embrio dan panjang tungkai
yang didapatkan. Namun, tidak mempengaruhi (P>0.05) berat embrio, rasio berat
embrio dan berat telur, panjang sayap dan lingkar dada yang dihasilkan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa induksi In Ovo Feeding menggunakan asam
amino L-Arginin pada hari ke 10 inkubasi dengan level 0,5 hingga 1% dapat
berpengaruh meningkatkan panjang embrio dan berkorelasi positif sangat nyata
dengan lingkar dada embrio umur 18 hari.
Kata Kunci: In Ovo Feeding, ayam buras, asam amino L-Arginin, embrio.
v
ABSTRACT
NASRUN. I111 12 909. The Effect of In Ovo Feeding with Amino Acids
(L-Arginine) on Growth of Native Chicken Embryo Aged 18 Days. (Supervised
by Djony Prawira Rahardja and Abd. Latief Toleng).
The aim of this research was to determine the effect of In Ovo Feeding with amino
acids (L-Arginine) on growth of native chicken embryo aged 18 days. The eggs of
native chicken were injected with amino acids either on days 10 of incubation
period. This research used a Completely Randomized Design (CRD) of 5
treatments with 3 eggs as replications. The treatments consisted of control (P0,
without injection), P1 (Injection of NaCl physiological without L-Arginine) and
injection of amino acid L-Arginine with 0,5 g, 1,0 g and 1,5g /100 ml NaC1
physiological for each treatments (P2, P3, and P4 respectively). The result
indicated that the injection of amino acids (L-Arginine) significantly affected
(P<0.05) of embryo length and leg length, but there were no significant effect
(P>0.05) on embryo weight, embryo weight and egg weight ratio, wings length and
chest circumference. Accordingly, it can be concluded that In Ovo Feeding on days
10 of incubation period with 0,5 until 1% of amino acids (L-Arginine) was
effectively to increased the embryo’s lenght and correlate positively with the
embryo’s chest circumference.
Keyword: In Ovo Feeding, native chicken, amino acid L-Arginin, embryo.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian hingga menyusun skripsi yang berjudul
“Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil Induksi Asam
Amino L-Arginin Kedalam Telur selama Masa Inkubasi (In Ovo Feeding) ”,
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula shalawat serta salam kemuliaan bagi
Rasulullah Muhammad SAW., nabi yang diutus kepermukaan bumi ini sebagai
uswatun hasanah, sebagai suri tauladan yang baik untuk diteladani, serta nabi
yang mengangkat derajat umat manusia dari tebing-tebing kehancuran menuju
puncak-puncak kejayaan.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami beberapa hambatan
maupun kesulitan yang terkadang membuat penulis berada di titik terlemah
dirinya. Namun adanya doa, restu, dan dorongan dari keluarga yang tak pernah
putus menjadikan penulis bersemangat untuk melanjutkan penulisan skripsi ini.
Untuk itu dengan segala bakti penulis memberikan penghargaan
setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka,
Ayahanda Dido dan Ibunda Jumaria yang telah mencurahkan segenap cinta dan
kasih sayangnya serta memberikan perhatian moril maupun materil kepada
penulis dan kepada adikku Nurmia terimakasih atas motivasi dan doa yang selalu
diberikan.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis juga ingin
menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. selaku pembimbing
utama dan Bapak Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc. sebagai pembimbing
vii
anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas
akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA. DES., Bapak Dr. Ir. Wempie
Pakiding, M.Sc. dan Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt., sebagai pembahas
yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc., Bapak Dr. Ir. Wempie
Pakiding, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, nasihat berupa saran dan
kritik selama pelaksanaan penelitian.
4. Bapak Dr. Sutomo Syawal, S.Pt dan Ibu Ir., Anie Asriany, M.Si selaku
penasehat akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi
kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan.
5. Dekan, Wakil Dekan I, II dan III, Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah menerima dan membantu
penulis dalam proses akademik.
6. Bapak Muhammad Rachman Hakim, S.Pt., M.P. d. Kakanda Dariyatmo,
S.Pt., M. P. Dan Kakanda Urfiana Sara, S.Pt, M.Si yang telah banyak
memberikan motivasi, bantuan, serta arahan yang sangat berarti kepada
penulis.
7. Kakanda Muhammad Azhar, S.Pt. M.Si dan Saudariku Rahmawati S.Pt
selaku teman penelitian yang telah memberikan ide dan inspirasi serta
memberikan banyak bantuan dan arahan selama proses penelitian hingga
penulisan tugas akhir ini.
8. Rekan-rekan ”Unggas Crew”: kak Tawa, kak Oyeng, kak Yusri, kak Syam,
kak Rido, Uly, Tuti, Arisman, Makmur, Takim, Ikram, Tifa, Nurul, Nia,
Hikmah, dan terkhusus untuk teman seangkatan dan sekelas Sulkifli atas
segala bantuan, kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya.
9. Teman-teman KKN Gel.93 Sajoanging Crew terutama Kelurahan Akkajeng ,
Wajo: Isman, Faride, Aksan, Ulfa, Aul, Mesyaroh, Uli, Uni atas segala
dukungannya.
viii
10. Teman-teman HIMAPROTEK dan SEMA FAPET UH sebagai tempat belajar
banyak hal.
11. Teman seperjuangan, partner terbaik, sekaligus wanita yang selalu mengisi
bait pertama doa dalam sujudku Auliya Anggraeni Syam S.Pt, terima kasih
atas segala dukungan, motivasi, bantuan yang sangat berkesan.
12. Teman-teman Tapak Suci Unhas, UKM Pencak Silat Unhas, LDF An-Nahl,
Kopter atas segala kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya.
13. Rekan-rekan “Bornip Crew” Kak Tamrin, Kak Zul, Kak Anci, Kak Ucenk,
Kak Cholis, Kak Rahmat, Kak Ippank, Kak Farid, Kak Asmar, Kak Dicky,
Ipul, Taufik, Fahrul, Ical, Iccank, Fauzan atas segala bantuan dan
kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama perkuliahan.
14. Sahabat-sahabat “Desperada” Bambang, Nur, Fiqih, Erwin, Bang Faje’,
Ippank, Asware, Ino, Prapto, Zuhal, Wangsa, Sulkarnain, Urya, Dayat atas
segala kebersamaan selama ini.
15. Rekan-rekan mahasiswa Merpati 09, L10N 10, Solandeven 11, Flock
Mentality 12 dan Larfa 2013.
16. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan meski
penulis telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat
konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya
kepada kita, dan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Makassar, Oktober 2016
Nasrun
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Buras .......................................................... 4
Perkembangan Embrio....................................................................... 5
Asam Amino L-Arginine .................................................................... 9
In Ovo Feeding (IOF) ........................................................................ 12
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 15
Materi dan Metode Penelitian ............................................................ 15
Rancangan Penelitian......................................................................... 15
Prosedur Penelitian ............................................................................ 16
Parameter yang Diukur ...................................................................... 18
Analisis Data ...................................................................................... 20
x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat Embrio dan Berat Telur 22
Ukuran Tubuh Embrio ....................................................................... 25
PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................ 29
Saran .................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
LAMPIRAN ................................................................................................ 34
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 51
xi
DAFTAR TABEL
No.
Teks
1. Tahap Perkembangan Embrio Ayam .............................................................. 7
2. Berat telur, berat embrio dan rasio berat embrio dan telur ayam kampung
hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin ................................................. 22
3. Ukuran panjang bagian tubuh ayam kampung hasil In Ovo Feeding asam
amino L-Arginin ............................................................................................. 26
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Pengukuran Panjang Embrio .............................................................. 18
2. Pengukuran Panjang Tungkai............................................................. 19
3. Pengukuran Panjang Sayap ................................................................ 19
4. Pengukuran Lingkar Dada ................................................................. 20
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Hasil Sidik Ragam Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat
Embrio dan Berat Telur ...................................................................... 34
2. Hasil Sidik Ragam Panjang Bagian Tubuh Embrio ........................... 40
3. Hasil Sidik Ragam Regresi antara Ukuran Panjang Embrio dengan
Lingkar Dada...................................................................................... 48
4. Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 49
1
PENDAHULUAN
Ayam buras merupakan salah satu jenis ternak dengan kebutuhannya yang
semakin meningkat tidak hanya karena kebutuhan protein dari hewani tetapi juga
disebabkan ayam buras merupakan ayam lokal dengan pola adaptasi lingkungan
yang cukup baik. Namun, peningkatan kebutuhan ayam buras ini tidak diimbangi
oleh peningkatan jumlah populasi disebabkan kurangnya perhatian dari
masyarakat maupun industri-industri perunggasan yang ada diindonesia.
Dibandingkan dengan ayam boiler, produktivitas ayam buras jauh tertinggal,
tetapi disatu sisi ayam buras memiliki banyak kelebihan tidak hanya
pemeliharaannya yang sederhana tetapi juga daya tahan tubuh yang tinggi
terhadap penyakit serta memiliki segment pasar (daging dan telur) yang besar..
Selera konsumen terhadap ayam kampung pun cukup tinggi. Hal ini terlihat dari
peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun
2001 – 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005 – 2009
konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton
(Aman, 2011). Mempertimbangkan potensi itu, perlu diupayakan jalan keluar
untuk meningkatkan populasi dan produktivitasnya (Suryana dan Rohaeni, 2006).
Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi
namun masih kurang maksimal, mulai dari persilangan yang terbentur pada
masalah berubahnya struktur awal ayam buras yang rendah terhadap resistensi
penyakit, perbaikan pakan dengan menggunakan pakan komersil namun
produktivitas belum maksimal(Zakaria, 2004), pemberian asam amino kedalam
pakan induk kurang efisien, perubahan pola pemeliharaan free range menjadi
intensif pun telah dilakukan namun tujuan untuk peningkatan produktifitas belum
2
maksimal (Ohta et al., 2001).
Salah satu hal yang dapat diperhatikan dan dapat diupayakan untuk
mendapatkan produktivitas yang baik adalah memperbaiki manajemen penetasan
atau memperhatikan ternak ketika masih berbentuk embrio didalam telur.
Belakangan ini berkembang kajian tentang peningkatan ekspresi gen (epigenetic)
dengan tujuan peningkatan performa ternak. Salah satu bentuk dari epigenetic
yang banyak dikaji yakni hiperplasi berganda dengan tujuan peningkatan jumlah
sel. Sel yang berkembang pada masa embrio akan berpengaruh pada laju
pertumbuhan setelah menetas.
Perubahan jumlah sel otot unggas hanya terjadi selama periode inkubasi
(Gou-song dkk., 2012). Jumlah sel yang terbentuk pada masa embrio tidak akan
bertambah dan akan mengalami perkembangan setelah menetas sehingga
modifikasi jumlah sel otot hanya dapat dilakukan ketika ternak masih berbentuk
embrio yang sangat tergantung pada kemampuan hiperplasia sel.
Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk penambahan ataupun
pemberian nutrisi kedalam telur pada periode inkubasi ialah In Ovo Feeding yang
dilaporkan dapat meningkatkan performa ayam setelah menetas (Chen dkk.,
2013). , In Ovo Feeding berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan
awal selama fase embrio dan pertumbuhan pasca menetas pada unggas (Uni dan
Ferket, 2003).
Protein dilaporkan sebagai nutrisi yang paling tepat untuk memaksimalkan
pertumbuhan dan perkembangan ayam selama maupun setelah periode inkubasi
(Foye., dkk 2014). L-Arginin merupakan asam amino esensial untuk unggas.
L-Arginin yang diklasifikasikan sebagai asam amino yang penting memiliki
3
banyak fungsi fisiologis yang penting yaitu untuk meningkatkan sekresi hormon
pertumbuhan dan perkembangan otot pada periode inkubasi.
Jika dibandingkan dengan ayam broiler, laju pertumbuhan pada ayam buras
lebih lambat (Asmawaty et al., 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
salah satunya karena pertumbuhan sel selama masa embrio sangat terbatas. Oleh
karena itu perlu diketahui sejauh mana pengaruh pemberian asam amino
L-Arginin terhadap pertumbuhan embrio ayam buras umur 18 hari.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Buras
Ayam buras merupakan plasma nutfah Indonesia mempunyai potensi untuk
dikembangkan karena memiliki daya adaptasi tinggi dalam lingkungan pedesaan
maupun perkotaan. Ayam buras merupakan salah satu jenis unggas lokal yang
berpotensi sebagai penghasil telur dan daging. Di Indonesia, populasi ayam buras
tersebar di seluruh wilayah dengan pola pemeliharaan yang umumnya bersifat
ekstensif-tradisional. Produktivitas ayam buras umumnya rendah karena sistem
pemeliharaan secara ekstensif, pemberian pakan yang belum memperhatikan
kualitas dan kuantitas nutriennya, tingkat mortalitas tinggi terutama pada Day
Old Chicken (DOC), serta keragaman individu yang cukup besar (Suryana dan
Rohaeni, 2006). Selain itu Muryanto, et al. (1996) menjelaskan bahwa rendahnya
produktivitas ayam buras juga diduga karena ketidakseimbangan kebutuhan asam
amino esensial dalam tubuh ayam tersebut.
Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha
ayam buras, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah
agribisnis (Zakaria, 2004). Pengembangan ayam buras secara semiintensif dan
intensif dengan pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan
pengendalian penyakit, terutama tetelo (ND), cacingan, dan kutu, cukup
menguntungkan (Usman, 2007). Perbaikan tata laksana pemeliharaan dari
tradisional ke intensif dapat meningkatkan daya tetas sampai 80%, frekuensi
bertelur menjadi 7 kali/tahun, dan menurunkan kematian hingga 19% (Sartika,
2005).
5
Ayam kampung dinilai memiliki beberapa keunggulan dibanding ayam
Broiler antara lain; mampu bertahan dan berkembang biak dengan kualitas pakan
yang rendah, serta lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan cuaca (Abidin,
2002). Ayam Kampung yang dilepas bebas biasanya memiliki daya tahan tubuh
yang tinggi dan menghemat biaya pakan. Umumnya ayam cukup diberi makan
pagi hari saat akan dilepas, selebihnya ayam dapat mencari makan sendiri
(Muryanto, 2004).
Perkembangan Embrio
Proses perkembangan embrio ayam dimulai setelah terjadi fertilisasi yang
membentuk zigot. Perkembangan awal adalah terjadinya pembelahan segmentasi
(cleavage), kemudian morulasi, blastulasi, gastrulasi, neurulasi, dan
organogenesis. Fase gastrula terbentuk tiga lapisan dasar embrio yang
menentukan perkembangan embrio selanjutnya, yaitu endoderm, mesoderm dan
ektoderm (Huettner, 1961).
Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali
sama saat embrio memiliki bentuk primitif ialah bentuk dan susunan tubuh
embrio yang masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio itu
umum terdapat pada jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri atas empat tingkat
yaitu tingkat pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi
(Yatim,1982).
Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama
berkembang, embrio memperoleh makanan dan perlindungan yang dari telur
berupa kuning telur, albumen, dan kerabang telur. Dalam perkembangannya,
embrio dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning
6
telur yang dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi kuning
telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal,
sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat
asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam
ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta
membantu mencerna albumen (Surjono, 2001).
Menurut Patten (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
embrio ayam adalah suhu, keberhasilan gastrulasi dan kondisi lingkungan.
Semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses perkembangan embrio ayam
berlangsung. Namun, perkembangan embrio ayam juga memiliki suhu optimal
inkubasi. Apabila suhu telalu tinggi maka akan merusak embrio tersebut.
Keberhasilan perkembangan embrio selanjutnya karena gastrulasi merupakan
proses yang paling menentukan dalam perkembangan embrio. Kondisi
lingkungan yang buruk mengganggu perkembangan embrio ayam.
Embrio di dalam telur, mengembangkan mekanisme khusus untuk
memobilisasi vitamin dan mineral yang sebelumnya disimpan dengan cara
transport protein. Kekurangan sedikit dapat secara signifikan mempengaruhi
beberapa ayam dalam kawanan menyebabkan angka kematian embrio lebih tinggi
pada akhir inkubasi. Tingkat kematian tinggi terjadi pada minggu kedua inkubasi
embrio ayam menunjukkan kekurangan nutrisi pada ayam, sebagai tingkat
kematian normal dalam periode ini sangat rendah. Kelebihan serta kekurangan
dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan dapat mengganggu produksi
telur ayam. Kekurangan nutrisi atau kelebihan memberi efek terhadap
perkembangan embrio (Vieira, 2007).
7
Tabel 1. Tahap Perkembangan Embrio Ayam
No. Hari Keterangan
1. Ke-1
Tahap blastodermal. Bentuk awal embrio pada hari pertama belum
jelas terlihat Nampakada rongga segmentasi yang berada di bawah
area pelucida, terdapat pada cincin yang berwarna lebih gelap dari
sekitarnya.
2. Ke-2
Adanya jalur pertama pada pusat blastoderm. Diantara
extraembrionic annexis nampak membran vitelin yang memiliki
peranan utama dalam nutrisi embrio.
3. Ke-3
Embrio berada di sisi kiri, dikelilingi oleh sistem peredaran darah,
membram viteline menyebar di atas permukaan kuning telur. Kepala
dan badan dapat dibedakan, demikian juga otak. Nampak juga
struktur jantung yang mulai berdenyut.
4. Ke-4
Perkembangan rongga amniotik, yang akan mengelilingi
embrio,yang berisi cairan amniotik, berfungsi untuk melindungi
embriodan membolehkan embrio bergerak. Nampak gelembung
alantois yang berperan utama dalam penyerapan kalsium, pernapasan
dan tempat penyimpanan sisa-sisa.
5. Ke-5 Peningkatan ukuran embrio, embrio membentuk huruf C, kepala
bergerak mendekati ekor. Terjadi perkembangan sayap.
6. Ke-6
Membram vetiline terus berkembang dan mengelilingi lebih dari
separuh kuning telur. Fissura ada diantara jari kesatu, kedua dan
ketiga dari anggota badan bagian atas dan antara jari kedua dan
ketiga anggota badan bagian bawah. Jari kedua lebih panjang dari
jari lain.
7. Ke-7
Cairan yang makin mengencer di bagian leher. Nampak jelas
memisahkan kepala dengan badannya. Terjadi pembentukan paruh.
Otak nampak ada di daerah kepala, yang lebih kecil ukurannya
dibanding dengan embrio.
8. Ke-8
Membram vetillin menyelimuti (menutupi) hampir seluruh kuning
telur. Pigmentasi pada mata mulai nampak. Bagian paruh atas dan
bawah mulai terpisah, demikian juga dengan sayap dan kaki. Leher
merenggang dan otak telah berada di dalam rongga kepala. Terjadi
pembukaan indra pendengar bagian luar.
9. Ke-9 Kuku mulai nampak, mulai tumbuh folikel bulu pertama. Alantois
mulai berkembang dan meningkatnya pembuluh darah pada vitellus.
10. Ke-10
Lubang hidung masih sempit. Terjadi pertumbuhan kelopak mata,
perluasan bagian distal anggota badan. Membran viteline
mengelilingi kuning telur dengan sempurna. Folikel bulu mulai
menutup bagian bawah anggota badan. Patuk paruh mulai nampak.
8
11. Ke-11
Lubang palpebral memiliki bentuk elips yang cenderung menjadi
encer. Alantois mencapai ukuran maksimal, sedangkan vitellus
makin menyusut. Embrio sudah nampak seperti anak ayam.
12. Ke-12
Folikel bulu mengelilingi bagian luar indera pendengar meatus dan
menutupi kelopak mata bagian atas. Kelopak mata bagian bawah
menutupi 2/3 atau bahkan ¼ bagian kornea.
13. Ke-13 Alantois menyusut menjadi membran Chorioalantois. Kuku dan kali
mulai nampak jelas.
14. Ke-14 Bulu-bulu halus hampir menutupi seluruh tubuh dan berkembang
dengan cepat.
15. Ke-15
Ke-16
Beberapa morfologi embrio berubah : anak ayam dan bulu halus
terus berkembang. Vitellus menyusut cepat, putih telur mulai
menghilang. Kepala bergerak ke arah kerabang telur (posisi pipping)
di bawah sayap kanan.
16. Ke-17
Sistem ginjal dari embrio mulai memproduksi urates (garam dari
asam urat). Paruh yang berada di bagian bawah sayap kanan, menuju
rongga udara (yang ada di dalam telur). Putih telur telah terserap
semua.
17. Ke-18
Permulaan internalisasi vitellin. Terjadi pengurangan cairan
amniotik. Pada umur ini dilakukan transfer dari mesin setter
(inkubtor)
18. Ke-19
Penyerapan vitellin secara cepat. Paruh mulai mematuk
selaput/membran kerabang bagian dalam dan siap untuk
menembusnya.
19. Ke-20
Vitelus terserap semua, menutup pusar (umbilicus). Anak ayam
menembus selaput kerabang telur bagian dalam dan bernafas pada
rongga udara. Pertukaran gas terjadi melalui kerabang telur. Anak
ayam siap menetas dan mulai memecah kerabang telur.
20. Ke 21
Anak ayam menggunakan sayap sebagai pemandu dan kakinya
memutar balik, paruh memecah kerabang dengan cara sirkular. Anak
ayam mulai melepaskan diri dari kerabang telur dalam waktu 12 –
18 jam dan membiarkan bulunya menjadi kering.
Sumber : Anonim (2007)
Seperti yang terlihat pada Tabel 1, perkembangan embrio ayam buras sama
dengan ayam pada umumnya. Pada hari ke 18 embrio sudah tampak jelas seperti
ayam akan mempersiapkan diri akan menetas. Jari kaki, sayap, dan bulunya
berkembang dengan baik (Anonim, 2007). Oleh karena itu, pada umur sekian
sudah dapat dilakukan pengukuran embrio.
9
Perkembangan embrio ayam buras maupun ayam ras tidak berbeda, selama
21 hari ayam mengalami perkembangan dan pertumbuhan didalam telur. Namun,
beberapa penilitian menunjukkan walaupun perkembangan dan pertumbuhan
yang relatif sama, bobot tetas yang dihasilkan agak berbeda. Pada ayam buras
rataan bobot ayam setelah lahir berkisar 25-35 gram (Asmawaty et. al, 2014) dan
ayam broiler berkisar 30-40 gram (Anonim, 2007). Hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal salah satunya adalah genetik.
Asam Amino L-Arginin
Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino
mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH2) pada posisi alfa dari
rantai karbon dan satu gugusan karboksil (-COOH). Kecuali Glisin, semua asam
amino mempunyai atom karbon yang asimetrik, sehingga dapat terjadi beberapa
isomer. Kebanyakan asam amino dalam alam adalah konfigurasi L, tetapi dalam
bakteria ada konfigurasi D. Sifat asam amino mempunyai gugus nitrogen dasar,
umumnya gugus amino (-NH2) dan sebuah unit karboksil (-COOH) dan
kebanyakan gugus amino terikat pada karbon dengan posisi alfa; prolin
mempunyai suatu pengecualian yaitu mempunyai gugus amino (-NH) dan
bukannya amino (-NH2) (D’Mello et al., 1970).
Fungsi asam amino sebagai komponen sruktur tubuh dapat merupakan bagian
dari enzyme sebagai precursor regulasi metabolit dan berperan dalam proses
fisiologis. Fungsi biokimia ini merupakan titik utama penelitian ilmu nutrisi
(Corzo dan Hoehler, 2003). Ketidakseimbangan asam amino dapat mengakibatkan
berkurangnya konsumsi pakan sehingga menurunkan kinerja karena asam amino
dalam plasma. Lisin, Methionin dan L-Arginin merupakan beberapa contoh dari
10
asam amino.
L-Arginin merupakan asam amino dasar dan diklasifikasikan sebagai asam
amino yang cukup penting. Salah satu fungsi utama dari L-Arginin adalah berperan
dalam sintesis protein. L-Arginin terlibat dalam sejumlah kegiatan metabolik
lainnya didalam tubuh, seperti potensinya yang dapat dikonversi menjadi glukosa
(sehingga klasifikasinya sebagai A-Glucogenic Acid) dan kemampuannya dalam
katabolisme untuk menghasilkan energi (Kirk et al., 1993).
L-Arginin merupakan asam amino esensial untuk unggas. L-Arginin yang
diklasifikasikan sebagai asam amino yang penting memiliki banyak fungsi
fisiologis yang penting yaitu untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan
dan untuk meningkatkan Nitrogen Oksida (NO). L-Arginin juga berperan dalam
kegiatan metabolisme yang menghasilkan berbagai senyawa biologis aktif seperti
nitric oxide, creatine, agmatine, glutamate, polyamines, ornithine and citrulline
(Wu & Morris, 1998).
L-Arginin juga menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem
kekebalan dan pertumbuhan ternak (Lee et. al., 2002). L-Arginin juga terlibat
dalam penyembuhan luka (Evron et al., 1998) dan meningkatkan kekebalan
terhadap beberapa parasit (Allen dan Fetterer, 2000). Studi lain menunjukkan
bahwa penambahan L-Arginin akan mendukung sistem kekebalan dengan
meningkatkan pelepasan oksida nitrat (NO) dari makrofag (Webel et al., 1998).
Ada beberapa studi tentang persyaratan jumlah penggunaan L-Arginin untuk
ternak unggas. Burton dan Waldroup (1979) melaporkan jumlah penggunaan
L-Arginin untuk ayam yang berumur 1 hingga 28 hari yaitu berkisar 0,6 - 1,5%
dari konsumsi pakan. Selain itu, Cuca dan Jensen (1990) melaporkan bahwa
11
penggunaan L-Arginin untuk membantu pertumbuhan ayam yaitu berkisar
1,10-1,28% dari konsumsi pakan. Sedangkan Dewan Riset Nasional
memperkirakan jumlah penggunaan untuk ternak unggas yaitu 1,25% untuk ayam
yang berumur 3 minggu, 1,10% untuk ayam berumur 3-6 minggu, dan 1,00%
untuk ayam yang berumur 6-8 minggu (NRC, 1994).
Rendahnya produktivitas yang dihasilkan ternak unggas seperti ayam buras
diduga karena ketidakseimbangan kebutuhan asam amino esensial terutama asam
amino lisin, metionin ataupun L-Arginin. Asmawaty, et al., (2014) menyatakan
bahwa defisiensi protein, asam amino atau ketidakseimbangannya menyebabkan
abnormalitas embrio dan mortalitas. Defisiensi asam amino seperti L-Arginin akan
mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Untuk perkembangan embrio yang
normal perlu suplay zat-zat makanan sesuai dengan kebutuhannya pada telur,
karena perkembangan embrio selama inkubasi sudah tidak ada hubungan dengan
nutrisi yang dikonsumsi induk.
Penggunaan asam amino L-Arginin pada ternak terkhusus unggas sudah
banyak dilakukan. Abdukalykova dan Ciro (2006) melakukan penelitian dengan
menambahkan L-Arginin dalam pakan ayam broiler dan dengan penggunaan
L-Arginin tersebut didapatkan pertumbuhan bobot badan dan status imunitas yang
lebih baik daripada kontrol. Selain itu, Al-Daraji, et al. (2012) juga melakukan
penelitian dengan penambahan L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding dan
hasilnya menunjukkan bahwa dengan penambahan L-Arginin, daya tetas, berat
badan awal dan akhir, konsumsi pakan lebih tinggi dari kontrol atau tanpa
L-Arginin.
12
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam amino L-Arginin merupakan
substrat tempat biosintesisnya beberapa molekul seperti protein, creatine, proline,
ornithine, polyamines, glutamate dan glutamine. Beberapa komponen tersebut
dapat memicu perkembangan dan perbanyakan sel didalam tubuh ternak (Fouad,
2012).
In Ovo Feeding (IOF)
Menjelang tahap akhir penetasan, embrio yang sedang diinkubasi
menggunakan cadangan energinya sebagai bahan bakar yang membantu proses
penetasan (Christensen et al., 2001). Meskipun glukosa dapat disintesis dari
lemak dan protein, tetapi glukosa juga dihasilkan dari protein melalui proses
glukoneogenesis atau glikolisis mengingat cadangan glikogen menjadi sedikit
karena oksigen terbatas selama kuartal terakhir inkubasi (John et al., 1987). Oleh
karena itu salah satu solusi untuk membantu embrio selama proses inkubasi
adalah memberikan nutrisi tambahan melalui metode In Ovo Feeding.
In Ovo Feeding merupakan kegiatan menyuntikkan nutrisi tambahan ke
dalam telur dengan sasarannya yaitu langsung ke embrio sehingga dapat
meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan meningkatkan sirkulasi IGF dan
glikogen cadangan serta meningkatkan penyerapan nutrisi pada jejunum,
meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses penetasan serta
meningkatkan pertumbuhan (Foye et al., 2007).
In Ovo Feeding juga merupakan pemberian nutrisi tambahan dari luar ke
dalam amnion embrio ayam sebelum menetas. Karena embrio secara jelas
mengkonsumsi cairan yang ada didalam telur (terutama air dan protein albumen)
sehingga untuk membantu proses pipping nantinya, In Ovo Feeding bermaksud
13
untuk menambah nutrisi agar proses pipping yang sempurna dapat dicapai. Oleh
karena itu, In Ovo Feeding berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan
awal selama fase embrio dan pertumbuhan pasca menetas pada unggas (Uni dan
Ferket, 2003).
Pemberian nutrisi tambahan yang lebih awal melalui metode In Ovo Feeding
memiliki beberapa kelebihan seperti bobot lahir yang lebih tinggi, pertumbuhan
yang cepat (Ohta et al., 1999), respon imun lebih baik (Konashi et al., 2000),
perkembangan usus yang lebih cepat (Uni dan Ferket, 2003) dan hasil daging
yang lebih baik.
Berbagai faktor memainkan peran penting dalam mempengaruhi daya tetas
dan pertumbuhan embrio dan setelah menetas, seperti genetik , karakteristik telur
dan lingkungan inkubasi (Abiola et al., 2008). Ohta et al. (1999) melaporkan
bahwa In Ovo Feeding menggunakan asam amino ke dalam telur selama proses
inkubasi dapat meningkatkan berat badan badan sejak pasca menetas hingga
panen. Foye et al. (2006) juga melaporkan bahwa dengan melakukan
penambahan asam amino ke dalam telur selama proses inkubasi dapat
meningkatkan berat badan ayam kalkun.
Asmawaty, et al. (2014) melaporkan bahwa peningkatan performa pada
ayam kampung setelah dilakukan In Ovo Feeding menggunakan asam amino
kemungkinan disebabkan oleh suplay asam amino melalui telur dapat memacu
terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada embrio sehingga terjadi peningkatan
pertumbuhan embrio dan berdampak pada bobot tetas lebih tinggi. Bobot tetas
yang diinjeksi asam amino lebih tinggi 14,00% dibanding dengan tanpa injeksi
asam amino (kontrol).
14
Bhanja et al. (2012) melakukan In Ovo Feeding pada telur ayam broiler pada
saat hari ke 14 inkubasi. Sedangkan Asmawaty, et al. (2014) menyatakan bahwa
waktu injeksi In Ovo Feeding dapat dilakukan pada hari ke 7 maupun hari ke 14
inkubasi. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan embrio dimana pada hari ke 7-10
hari, penyuntikan dapat dilakukan pada bagian albumen mengingat pada rentan
waktu tersebut penyerapan albumen sangat optimal, sedangkan menurut Buletin
Charoen Pokpan. (2007), penyuntikan dapat juga dilakukan pada hari ke 18 karena
pada hari itu terjadi proses pemindahan telur dari mesin setter ke hatcher serta
karena pada hari ke 18 terbentuk internalisasi vitellin, terjadi pengurangan cairan
amniotik.
15
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2016,
bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam kampung,
asam amino L-Arginin, larutan saline, parafin, alkohol, kertas label dan formalin.
Peralatan pendukung yang digunakan yaitu mesin tetas manual, alat bor
telur (modifikasi), teropong telur, timbangan analitik, termometer, hidrometer,
hand spray, automatic syringe, spoit, cawan petri, jangka sorong dan pita ukur.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dimana dalam setiap ulangan
terdiri dari 12 butir telur ayam kampung fertil. Rancangan penelitiannya sebagai
berikut :
P0 : Tanpa injeksi (kontrol negatif)
P1 :Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa L-Arginin (kontrol
positif)
P2 : Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%
P3 : Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%
P4 : Injeksi L-Arginin 1,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%
16
Prosedur Penelitian
1. Asal telur
Telur yang digunakan berasal dari induk ayam kampung umur 30-40
minggu. Induk ayam dipelihara dengan sistem semi intensif menggunakan
kandang terbuka yang dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum,
sarang untuk bertelur dan tempat bertengger. Telur yang digunakan
sebagai sampel telah mengalami penyimpanan 2-5 hari sebelum
memasuki periode inkubasi.
2. Persiapan mesin tetas
Mesin tetas utama yang digunakan merupakan mesin tetas semi
otomatis kapasitas 200 butir untuk telur ayam kampung. Sebelum
digunakan, mesin tetas terlebih dahulu dibersihkan dengan larutan
formalin 5% dan dilanjutkan dengan larutan alkohol 70% menggunakan
hand spray. Mesin tetas dinyalakan 24 jam sebelum sampel dimasukkan
untuk menstabilkan temperatur dan kelembaban mesin tetas.
3. Persiapan telur
Telur yang disiapkan dari peternakan ayam buras berjumlah 200 butir.
Sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, telur terlebih dahulu
dibersihkan dengan kain halus yang telah dibasahi dengan air hangat.
Telur yang telah dibersihkan selanjutnya ditimbang menggunakan
timbangan analitik. Telur yang dijadikan sampel memiliki berat relatif
40-43 gram. 180 butir telur akan digunakan sebagai sampel.
17
4. Manajemen inkubasi
Selama periode inkubasi temperatur dipertahankan pada suhu
37-38oC dengan kelembaban + 65% (Piestun et al., 2009). Pada hari ke-7
periode inkubasi dilakukan peneropongan untuk mengetahui telur yang
fertil. Sedangkan telur yang tidak fertil atau mengalami kematian embrio
akan diganti dengan telur fertil lain yang telah disiapkan sebagai cadangan
pada. Pada hari ke-4 sampai ke-18 dilakukan pemutaran telur 3 kali sehari
(pukul 07.00, 15.00, dan 23.00).
5. In Ovo Feeding
In Ovo Feeding dibagi menjadi 5 perlakuan. perlakuan pertama (P0)
merupakan kontrol negatif (tanpa diberikan injeksi), Perlakuan ke-2 (P1)
diinjeksi dengan larutan saline 0,9% (kontrol positif), perlakuan ke-3 (P2)
diinjeksi dengan larutan yang memiliki konsentrasi 0,5 g L-Arginin per
100 ml larutan saline 0,9%, perlakuan ke-4 (P3) diinjeksi dengan larutan
yang memiliki konsentrasi 1,0 g L-Arginin per 100 ml larutan saline 0,9%,
dan perlakuan ke-5 (P4) diinjeksi dengan larutan yang memiliki
konsentrasi 1,5 g per 100 ml larutan saline 0,9%. Jumlah larutan yang
diinjeksikan pada setiap telur masing-masing perlakuan (P1, P2, P3, dan
P4) yaitu sebanyak 0,5 ml. Injeksi perlakuan P1, P2, P3, dan P4 dilakukan
pada hari ke-10 periode inkubasi.
Sebelum diinjeksi, telur diletakkan dengan posisi tumpul dibagian
atas. Kemudian dibor pada area runcing sampai menembus cangkang
tanpa merusak selaput telur (bagian yang membatasi cangkang dengan
albumin). Injeksi dilakukan menggunakan automatic syringe dengan
18
kedalaman 10 mm (jarum no 12). TL-Argininet injeksi pada teknik In Ovo
Feeding yang dilakukan adalah area albumin. Selanjutnya tutupi area
penyuntikan menggunakan paraffin lalu telur dimasukkan kembali
kedalam mesin tetas (Al-Daraji et al., 2012).
6. Pengambilan Sampel pada Penetasan Hari ke-18
Pada hari ke 18, telur yang telah melewati masa inkubasi pada mesin
setter dipecahkan lalu embrio yang ada didalamnya di letakkan pada
cawan petri lalu pisahkan embrio dari albuminnya dan lakukan
pengamatan selanjutnya (Asmawaty, 2014).
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah :
1. Berat dan Panjang Embrio
Berat embrio diukur dengan menimbang embrio setelah dipisahkan
dari albuminnya dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,
sedangkan panjang embrio diukur dengan menggunakan jangka sorong
atau pita ukur yang diukur dari bagian ujung paruh hingga ke ujung ekor
(Yuli, 2007).
Gambar 1. Pengukuran Panjang Embrio
19
2. Panjang Tungkai
Pengukuran panjang tungkai atau alat gerak bagian bawah ini
dilakukan dengan merentangkan bagian tungkai kemudian diukur dari
pangkal paha atau bagian yang yang menutupi tulang femur sampai ujung
jari kaki atau yang menutupi tulang phalanges dengan menggunakan
benang yang kemudian dikonversikan ke jangka sorong atau pita ukur
dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 2. Pengukuran Panjang Tungkai
3. Panjang Sayap
Pengukuran panjang sayap dilakukan dengan merentangkan bagian
sayap, diukur dari pangkal sayap atau bagian yang menutupi tulang
humerus sampai ujung bagian sayap atau yang menutupi tulang phalanges
dengan menggunakan benang yang kemudian dikonversikan ke jangka
sorong atau pita ukur dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 3. Pengukuran Panjang Sayap
20
4. Lingkar Dada
Pengukuran dilakukan melingkari bagian dada embrio ayam dengan
menggunakan benang yang kemudian dikonversikan ke jangka sorong
atau pita ukur, dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 4. Pengukuran Lingkar Dada
5. Rasio Berat Embrio : Berat Telur
Data ini diambil dengan membagi berat embrio yang didapatkan
dengan berat telur sebelum ditetaskan (Asmawaty et al., 2014)
Analisis Data
Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika
sebagai berikut:
Yij = μ + τi + єj i = 1, 2, 3, 4, 5
j = 1, 2, 3
21
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari peubah pada penyuntikan dengan metode
In Ovo Feeding menggunkan L-Arginin ke-i dengan ulangan
ke-j
μ = Rata-rata pengamatan
τi = Pengaruh perlakuan pemberian L-Arginin dengan metode In
Ovo Feeding ke-i
є = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan
dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Telur, Berat Embrio serta Rasio Berat Embrio Umur 18 Hari dan
Berat Telur
In Ovo Feeding merupakan kegiatan menyuntikkan nutrisi tambahan ke
dalam telur dengan sasarannya yaitu langsung ke embrio sehingga dapat
meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan meningkatkan sirkulasi IGF dan
glikogen cadangan serta meningkatkan penyerapan nutrisi pada jejunum,
meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses penetasan serta
meningkatkan pertumbuhan (Foye et al., 2007). Dengan memberikan nutrisi
tambahan lebih awal pada masa inkubasi diharapkan dapat memberikan pengaruh
terhadap komposisi tubuh dari ayam kampung.
Tabel 2. Berat telur, berat embrio dan rasio berat embrio umur 18 hari dan telur
ayam kampung hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin
Perlakuan
Parameter
Berat Telur (gram) Berat Embrio (gram) Rasio Berat Embrio :
Berat Telur (%)
P0 43.50 ± 0.80 14.21 ± 0.33 32.68 ± 1.34
P1 43.43 ± 0.77 16.26 ± 1.03 37.46 ± 3.01
P2 43.70 ± 0.00 19.57 ± 0.01 44.77 ± 0.00
P3 43.92 ± 1.34 18.59 ± 2.50 42.42 ± 6.98
P4 42.33 ± 0.47 17.63 ± 1.63 41.62 ± 3.41
Ket: P0 (Kontrol , Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9%
tanpa L-Arginin), P2 (Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P3
(Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P4 (Injeksi L-Arginin 1,5
g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%).
Pada data hasil sidik ragam, berat telur yang tercantum tersebut merupakan
berat telur awal sebelum ditetaskan. Data ini digunakan untuk melihat bagaimana
hasil yang didapatkan (berat embrio) dari pemberian asam amino tambahan di
dalam telur. Seperti yang terlihat, rataan nilai berat telur relatif sama namun dapat
23
menghasilkan embrio dengan berat yang berbeda-beda.
Dari data pada Tabel 2 dapat diketahui tidak adanya kecendrungan yang
menunjukkan perbedaan pada berat embrio yang dihasilkan setelah dilakukan In
Ovo Feeding pada masa inkubasi. Data tersebut memperlihatkan bahwa berat
embrio ayam kampung yang diberi asam amino L-Arginin 0,5 g/100 ml (P2) lebih
tinggi dibandingkan dengan berat embrio yang tidak diberi asam amino L-Arginin
(P0) ataupun yang hanya diberi NaCl fisiologis (P1). Begitu pula pada embrio
yang diberi asam amino L-Arginin 1g/100 ml (P3) dan 1,5 g/100 ml (P4), berat
badan yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan kontrol (P0). Oleh karena itu,
dapat diasumsikan bahwa dengan memberi asam Amino L-Arginin pada level
0,5-1 % dapat menghasilkan berat embrio yang lebih tinggi.
Seperti diketahui juga bahwa peningkatan performa pada ayam kampung
setelah dilakukan In Ovo Feeding menggunakan asam amino dapat memacu
terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada embrio sehingga terjadi peningkatan
pertumbuhan embrio (Asmawaty et al, 2014). Memberikan tambahan nutrisi
melalui In Ovo Feeding selama masa inkubasi memiliki beberapa kelebihan
diantaranya asam amino L-Arginin dapat meningkatkan sekresi hormon
pertumbuhan yang menyebabkan meningkatnya massa organ sehingga
menghasilkan berat embrio yang tinggi serta pertumbuhan yang cepat (Ohta et al.,
1999).
L-Arginin juga menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem
kekebalan dan pertumbuhan ternak (Konashi et al., 2000) sehingga memicu
terjadinya hiperplasi dan hipertropi dengan baik sehingga menghasilkan berat
embrio yang lebih tinggi, membantu sistem pencernaan dengan perkembangan
24
usus yang lebih cepat (Uni dan Ferket, 2003) dan menghasilkan daging yang
lebih baik. Asmawaty et al. (2014) juga menjelaskan bahwa bobot tetas dari telur
yang diinjeksi asam amino lebih tinggi 14,00% dibanding dengan tanpa injeksi
asam amino.
Meningkatnya berat embrio juga merupakan dampak dari adanya peningkatan
massa otot karena pemberian L-Arginine. Otot merupakan salah satu komponen
yang memberi kontribusi yang besar dalam berat embrio. Zhao et.al (2011)
menyatakan bahwa L-Arginine merupakan salah satu asam amino yang terbanyak
dalam massa otot. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dengan meningkatkan level
pemberian asam amino, maka akan menambah volume dari massa otot tersebut
sehingga berpengaruh pada bobot embrio yang dihasilkan.
Selain itu, In Ovo Feeding yang dilakukan adalah memberikan tambahan
asam amino L-Arginin kedalam telur. Penambahan asam amino L-Arginin ini
diduga dapat mempengaruhi perkembangan serta pertumbuhan embrio karena
dengan hal ini dapat membuat kebutuhan asam amino dalam telur lebih tercukupi
sehingga menghasilkan berat atau bobot embrio yang lebih tinggi. Al-Daraji et
al.(2012) juga melakukan sebuah penelitian dengan menambahkan L-Arginin
melalui metode In Ovo Feeding dan hasilnya menunjukkan bahwa dengan
penambahan L-Arginin, daya tetas, berat badan awal dan akhir, konsumsi pakan
lebih tinggi dari kontrol atau perlakuan tanpa penambahan L-Arginin.
Untuk ternak unggas asam amino L-Arginin merupakan asam amino yang
esensial. Asam amino L-Arginin ini diklasifikasikan sebagai asam amino yang
penting dan memiliki banyak fungsi fisiologis salah satunya yaitu untuk
meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan (Wu & Morris, 1998). L-Arginin juga
25
menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem kekebalan dan
pertumbuhan ternak (Lee et al., 2002).
Sedangkan untuk rasio berat embrio dan berat telur, dari data pada Tabel 2
dapat diketahui bahwa rasio berat embrio dan berat telur antara perlakuan tanpa
In Ovo Feeding dan yang di In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin
memiliki kecenderungan yang menunjukkan perbedaan. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya berat embrio setelah diberi nutrisi tambahan selama masa inkubasi.
Uni dan Ferket (2003) menyatakan bahwa dengan melakukan In Ovo Feeding
selama masa inkubasi dapat memberi pengaruh yang baik terhadap
perkembangan embrio.
Ukuran Tubuh Embrio Ayam Umur 18 Hari
Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh kantung kuning telur,
amnion, dan alantois. Kantung kuning telur yang dindingnya dapat menghasilkan
enzim. Enzim ini mengubah isi kuning telur sehingga mudah diserap embrio.
Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai
ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa
pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta
membantu alantois, serta membantu mencerna albumen (Surjono, 2001).
Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali
menghasilkan bentuk dan susunan tubuh embrio yang masih sederhana dan kasar.
Bentuk dan susunan tubuh embrio itu umum terdapat pada jenis hewan vertebrata.
Periode ini terdiri atas empat tingkat yaitu tingkat pembelahan, tingkat blastula,
tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi (Yatim,1982). Bentuk dan panjang susunan
tubuh embrio tersebut terbentuk hingga hari ke 18 selama periode inkubasi.
26
Tabel 3. Ukuran panjang bagian tubuh embrio ayam kampung umur 18 hari hasil
In Ovo Feeding asam amino L-Arginin
Perlakuan
Parameter
Panjang Embrio
(cm)
Panjang Tungkai
(cm)
Panjang Sayap
(cm)
Lingkar Dada
(cm)
P0 7.18 ± 0.37a 6.20 ± 0.07b 3.26 ± 0.11 5.07 ± 0.32
P1 7.68 ± 0.85ab 5.39 ± 0.27a 2.95 ± 0.49 5.16 ± 0.18
P2 8.24 ± 0.21b 5.62 ± 0.04a 3.09 ± 0.50 5.65 ± 0.01
P3 8.23 ± 0.39b 5.49 ± 0.22a 2.80 ± 0.28 5.54 ± 0.09
P4 7.79 ± 1.20ab 5.23 ± 0.04a 3.05 ± 0.23 5.51 ± 0.05
* P0 (Kontrol , Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa L-Arginin),
P2 (Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P3 (Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml
Nacl fisiologis 0,9%), P4 (Injeksi L-Arginin 1,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%).
Ket: a,b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan
signifikansi (P<0.05)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian asam amino L-Arginin
melalui metode In Ovo Feeding dapat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap panjang embrio dan memberikan kecenderungan berpengaruh yang
nyata pada ukuran lingkar dada embrio. Hal ini dapat dilihat pada nilai atau
ukuran embrio yang lebih panjang pada perlakuan pemberian L-Arginin sebanyak
0,5g/100ml NaCl fisiologis 0,9% (P2). Ukuran ini lebih panjang dari perlakuan
tanpa injeksi (P0), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (Injeksi
L-Arginin 1,0g/100ml NaCl fisiologis 0,9%) ataupun P4 (Injeksi L-Arginin
1,5g/ml NaCl fisiologis 0,9%).
Begitu pula untuk ukuran lingkar dada, walaupun terjadi kecenderungan
tetapi ukuran lingkar dada yang lebih besar terdapat pada perlakuan P2
(pemberian L-Arginin sebanyak 0,5g/100ml NaCl fisiologis). Ukuran ini lebih
besar biladibandingkan dengan perlakuan tanpa injeksi (P0) namun tidak jauh
berbeda dengan perlakuan P3 (Injeksi L-Arginin 1,0g/100ml NaCl fisiologis
0,9%) ataupun P4 (Injeksi L-Arginin 1,5g/ml NaCl fisiologis 0,9%).
27
Hal ini menunjukkan bahwa dengan memberikan nutrisi tambahan selama
masa inkubasi dapat meningkatkan perkembangan struktur tubuh embrio karena
asam amino L-Arginin memiliki kelebihan untuk meningkatkan volume embrio
didalam telur. Kita et al. (2002) melaporkan bahwa penambahan protein tinggi
seperti arginin, metionin ataupun sistein dapat meningkatkan plasma IGF-I
sehingga mampu meningkatkan bobot komposisi tubuh anak ayam. IGF-I ini
berperan penting dalam proses pertumbuhan, metabolisme, perkembangan pada
unggas serta meningkatkan pertumbuhan deposisi otot (King and Scanes, 1986).
IGF-I juga bertindak sebagai pro-insulin atau presekutor insulin dalam faktor
pertumbuhan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pro-insulin mampu
merangsang pertumbuhan fibroblast anak ayam selama pengembangan embrio
(Nissley et al., 1976) sehingga dapat mempengaruhi ukuran tubuh seperti panjang
embrio dan lingkar dada dari anak ayam yang dihasilkan.
Kim et al., (2004) juga menambahkan bahwa dengan memberikan L-Arginin
kepada ternak maka dapat meningkatkan konsentrasi plasma insulin secara
signifikan dan meningkatkan hormon pertumbuhan harian pada ternak yang
dipelihara sebanyak rata-rata 24 hingga 27%.
Namun dari Tabel 3 juga terlihat bahwa In Ovo Feeding menggunakan asam
amino L-Arginin tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) pada bagian
sayap dari embrio yang dihasilkan. Pada panjang tungkai terlihat bahwa pemberian
asam amino L-Arginin justru memperlihatkan terjadinya penurunan yang
berpengaruh nyata namun tidak secara konstan. Hal ini dapat dikarenakan asam
amino L-Arginin tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan tulang karena
L-Argininberperan meningkatkan plasma IGF-I dalam proses pertumbuhan otot,
28
dan juga semasa embrio bagian ini bukan merupakan bagian tempat pembentukan
massa otot yang cukup besar seperti pada bagian dada. Bagian ini juga merupakan
bagian yang akan digunakan sebagai alat gerak ayam nantinya. Sehingga untuk
ukuran panjang yang didapatkan masih relatif sama.
Dilain pihak tampak adanya kecenderungan yang nyata antara ukuran
panjang embrio dan lingkar dada. Interpretasi ini dinyatakan dalam alur regresi
yang menunjukkan hubungan positif nyata antara panjang embrio dan lingkar dada.
Hal ini mengikuti persamaa regresi (y=a+bx) dan menghasilkan y= 1,994 + 1,091x
dengan r= 0,418**. Sehingga dapat diasumsuikan bahwa peningkatan yang terjadi
pada ukuran panjang embrio sejalan dengan peningkatan ukuran lingkar dada yang
terbentuk.
In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin diperkirakan mampu
meningkatkan bobot embrio umur 18 hari. Namun, dalam bobot ini sebagian besar
dikuasai oleh bobot bagian dada, punggung hingga abdomen ayam dikarenakan
adanya organ didalam bagian tersebut seperti organ pencernaan, pernafasan dan
lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Foye et al., (2007) yang
melakukan penelitian dan hasilnya menunjukkan bahwa asam amino L-Arginin
dapat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan saluran pencernaan seperti
usus, sehingga dapat memberikan nutrisi dan energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan yang lebih cepat. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada
bagian sayap ataupun tungkai tidak cukup tinggi atau relatif sama.
29
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa induksi
In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin pada hari ke 10 inkubasi
dengan level 0,5 hingga 1% berpengaruh meningkatkan panjang embrio yang
berkorelasi positif sangat nyata dengan lingkar dada embrio umur 18 hari.
Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemberian asam amino
L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding terkait dengan metabolism asam amino
L-Arginin selama fase embrional.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abdukalykova S. and Ciro A. Ruiz-Feria. 2006. L-Arginine and Vitamin E
Improve the Cellular and Humoral ImmuneResponse of Broiler Chickens.
Inter. Journ. of Poult. Sci. 5 (2): 121-127.
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Petelur.
Agromedia Pustaka.Jakarta.
Abiola, S.S., Meshioye, O.O., Oyerinde, B.O. & Bamgbose, M.A., 2008. Effect
of egg size on hatchability of broiler chicks. Arch. Zootech. 57, 83-86.
Al-Daraji H.J, A.A. Al-Mashadani, W.K. Al-Hayani, A.S. Al-Hassani and H.A.
Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with L-L-Arginine on productive
and physiological traits of Japanese quail. South African Journal of Anim.
Sci. 42 (No. 2).
Allen, N. K., D. H. Baker, H. M. Scott, and H. W. Norton, 1972. Quantitative
effect of excess lysine on the ability of L-Arginine to promote chick
weight gain. J. Nutr. 102:171–180.
Aman, Y. 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Anonim. 2007. Buletin CP: Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari.
Pokhpand.No.87/Thn. VIIII.
Asmawaty, Herry S., Asmuddin N., Wempie P., dan Herlina F. 2014. The effect of
in ovo feeding on hatching weight and small intestinal tissue development
of native chicken. Disertasi Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Azma, I.A.A and Azahan, E.A.E 2011. Dressed yield and edible parts of
crossbred village (kampung) chicken as affected by restrictions in feed.
Malaysian Journal Animal Science 14:57-60
Bhanja S.K., Asit B.M., Sushil K.A., and Samir M. 2012. Modulation of post
hatch-growth and immunocompetence through in ovo injection of limiting
amino acids in broiler chickens.Indian Journal of Anim. Sci. 82 (9):
993–998
Burton, E. M., and P. W. Waldroup, 1979. L-Arginine and lysineneeds of young
broiler chicks. Nutr. Rep. Int. 19:607–614.
Chen, R., W. Wang, S. Liu, J. Pan, T. Li, and Y. Yin. 2013. Dietary arginine
supplementation altered exspression of IGFs and IGF receptors in weaning
piglets. Academic Journals 7 (4) : 44-50.
31
Christensen, V. L., M. J. Wineland, G. M. Fasenko, and W. E. Donaldson. 2001.
Egg storage effects on plasma glucose and supply and demand tissue
glycogen concentrations of broiler embryos. Poult. Sci. 80:1729–1735.
Corzo, A., E.T. Moran Jr. and D. Hoehler, 2003. L-Arginine need of heavy broiler
males: applying the ideal protein concept. Poult. Sci., 82: 402-407.
Cuca,M., and L. S. Jensen, 1990. L-Arginine requirement of starting broiler
chicks. Poultry Sci. 69:1377–1382.
D’Mello, J.P.F., and D. Lewis, 1970. Amino acid interactions in chick nutrition. 3.
Interdependence in amino acid requirements. Br. Poult. Sci. 11:367–385.
Efron, D.T. and A. Barbul, 1998. Modulation of inflammation and immunity by
L-Arginine supplements. Curr. Opin. Clin. Nutr. Metab. Care, 1: 531-538.
Fouad A.M. , H.K. El-Senousey, X.J. Yang and J.H. Yao. 2012. Role of Dietary
L-L-Arginine in Poultry Production. Poult. Sci.11 (11): 718-729.
Foye, O.T., Uni, Z. and Ferket, P.R., 2006. Effect of in ovo feeding egg white
protein, �-hydroxyl-�- methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen
status and neonatal growth of turkeys. Poult. Sci. 85,1185-1192.
Foye, O.T., Ferket, P.R. and Uni, Z., 2007. The effects of in ovo feeding
L-Arginine �-hydroxyl-�-methylbutyrate, and protein on jejunal digestive
and absorptive activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci.
86, 2343-2349.
Gaspersz, 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito: Bandung.
43.
Gou-song, W., L. He-he, L. Lin-seng, and W. Ji-wen. 2012. Influence of ovo
injection igf-1 on weights of embryo, heart and liver of duck during
hatching stages. International journal of Poultry Science 11(12): 756-760.
Huettner, A.F. 1961. Fundamentals of Comparative Embryology of The
Vertebrates. The Mc Millan Company, New York.
John, T. M., J. C. George, and E. T. Moran, Jr. 1987. Pre- and posthatch
ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey
embryos from antibiotic and glucose treated eggs. Cytobios 49:197–210.
Kim, S. W., R. L. Mc. Pherson, and G. Wu. 2004. Dietary Arginine
supplementation enhances the growth of milk-fed young pigs. Journal of
Nutrition. 134:625-630
King D. B, C. G. Scanes. 1986. Effect of mammalian growth hormone and
prolactin on the growth of hypophysectomized chickens. Proc Soc Exp Biol
Med.182(2):201-7.
32
Kirk, S.J., M. Hurson, M.C. Regan, D.R. Holt, H.L. Wasserkrug and A. Barbul,
1993. L-Arginine stimulates wound healing and immune function in elderly
human beings. Surgery, 114: 155-159.
Kita, K., K. Nagao, N. Taneda, Y. Inagaki, K. Hirano, T. Shibata, M.A. Yaman,
M.A. Conlon and J. Okumura, 2002. Insulin-like growth factor binding
protein-2 gene expression can be regulated by diet manipulation in several
tissues of young chickens. J. Nutr., 132: 145-51.
Konashi S, Takahashi K, Akiba Y. 2000. Effects of dietary essential amino acid
deficiencies on immunological variables in broiler chickens. Br J Nutr 83:
449-456.
Lee, J.E., R.E. Austic, S.A. Naqi, K.A. Golemboski and R.R. Dietert, 2002.
Dietary L-Arginine intake alters avian leukocyte population distribution
during infectious bronchitis challenge. Poult. Sci., 81: 793-798.
Muryanto. 2004. Evaluasi Hasil-Hasil Pene;itian dan Pengembangan pada Ayam
Buras. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1996. Pembibitan ayam buras. Prosiding
aplikasi teknologi pada ayam buras. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Ungaran.
National Research Council, 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th rev. ed.
National Academy of Sciences, Washington, DC.
Nissley, S. P., M. M. Rechler, A. C. Moses, P. A. Short, and J. M. Podskalny.1976.
Proinsulin binds to a growth peptide receptor and stimulates DNA synthesis
in chick embryo fibroblasts. Endocrinology. 101:708-716
Ohta, Y., Tsushima, N., Koide, K., Kidd, M.T. & Ishibashi, T., 1999. Effect of
amino acid injection in broiler breeder eggs on embryonic growth and
hatchability of chicks. Poult. Sci. 78, 1493-1498.
Ohta, Y., Kidd M.T., and Ishibashi T. 2001. Embrio growth in Amino Acid
Concentration profiles of broiler eggs, embryos, and chick after in ovo
administration of amino acid. Poult. Sci. 80: 1430-1436.
Patten, B.M. 1971. Early Embriology of Chick. Mc Graw-Hill Publishing
Company, New York.
Sartika. T. 2005. Peningkatan Mutu Bibit Ayam Kampung melalui Seleksi dan
Pengkajian Penggunaan Penanda Genetik Promotor Prolaktin dalam
MAS/Marker Assiated Selection untuk Mempercepat Proses Seleksi.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Surjono. 2001. Proses perkembangan embrio. Jakarta: UniversitasTerbuka
33
Suryana dan E.S. Rohaeni. 2006. Upaya perbaikan sistem usaha tani ayam buras
dengan teknologi inseminasi buatan di lahan kering (Desa Rumintin,
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan). hlm. 65−70. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Kering. BPTP Kalimantan Selatan bekerjasama dengan
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Uni, Z., and P. R. Ferket. 2003. Enhancement of development of oviparous
species by in ovo feeding. US Patent 6,592,878. North Carolina State
University, Raleigh, NC; and Yissum Research Development Company of
the Hebrew University of Jerusalem, Jerusalem (Israel), assignees.
Usman. 2007. Potensi ampas tahu sebagai pakan ternak pada usaha pembesaran
ayam buras berorientasi agribisnis. hlm. 253−261. Prosiding Seminar
Nasional dan Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik
Lokasi Mendukung Kemandirian Masyarakat Kampung di Papua.
Jayapura, 5−6 Juni 2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua
bekerja sama dengan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian.
Vieira SL., 2007. Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Braz. Journ.
of Poult.Sci. Vol 9 (1): 01 – 08.
Webel DM, Johnson RW, Baker DH. 1998. Lipopolysaccharide-induced
reductions in body weight gain and feed intake do not reduce the
efficiency of L-Arginine utilization for whole-body protein accretion in the
chick. Poult Sci 77: 1893-1898.
Wu G. and Morris SM. 1998. L-Arginine metabolism: nitric oxide and beyond.
Biochem. J. 336:1-17.
Yatim,W. 1982. Embriologi dan Reproduksi. Tarsito. Bandung.
Yuli V.C. 2007. Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung, Ayam Sentul
dan Ayam Wareng Tangerang melalui Analisis Komponen Utama. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Zhao, G.P., H.X. Chui, R.R. Liu, M.Q. Zheng, J.L. Chen, and J. When. 2011.
Comparison of breastmuscle meat quality in 2 broiler breeds. Poult. Sci.
90:2355-2359.
Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur
ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan
Makanan Ternak 5(1): 1−11.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1.Hasil Sidik Ragam Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat
Embrio dan Berat Telur
Berat Embrio
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Berat.Embrio
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensio
n1
P0 14.2100 .32527 2
P1 16.2550 1.02530 2
P2 19.5650 .00707 2
P3 18.5850 2.49609 2
P4 17.6250 1.63342 2
Total 17.2480 2.23813 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Berat.Embrio
Source Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 35.027a 4 8.757 4.354 .069
Intercept 2974.935 1 2974.935 1479.243 .000
Sampel 35.027 4 8.757 4.354 .069
Error 10.056 5 2.011
Total 3020.018 10
Corrected Total 45.083 9
a. R Squared = .777 (Adjusted R Squared = .599)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Berat.Embrio
(I) Sampel (J) Sampel Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD dim
ensi
P0 dime
nsion
P1 -2.0450 1.41814 .209 -5.6904 1.6004
P2 -5.3550* 1.41814 .013 -9.0004 -1.7096
35
on2 3 P3 -4.3750* 1.41814 .027 -8.0204 -.7296
P4 -3.4150 1.41814 .061 -7.0604 .2304
P1
dime
nsion
3
P0 2.0450 1.41814 .209 -1.6004 5.6904
P2 -3.3100 1.41814 .067 -6.9554 .3354
P3 -2.3300 1.41814 .161 -5.9754 1.3154
P4 -1.3700 1.41814 .378 -5.0154 2.2754
P2
dime
nsion
3
P0 5.3550* 1.41814 .013 1.7096 9.0004
P1 3.3100 1.41814 .067 -.3354 6.9554
P3 .9800 1.41814 .520 -2.6654 4.6254
P4 1.9400 1.41814 .230 -1.7054 5.5854
P3
dime
nsion
3
P0 4.3750* 1.41814 .027 .7296 8.0204
P1 2.3300 1.41814 .161 -1.3154 5.9754
P2 -.9800 1.41814 .520 -4.6254 2.6654
P4 .9600 1.41814 .528 -2.6854 4.6054
P4
dime
nsion
3
P0 3.4150 1.41814 .061 -.2304 7.0604
P1 1.3700 1.41814 .378 -2.2754 5.0154
P2 -1.9400 1.41814 .230 -5.5854 1.7054
P3 -.9600 1.41814 .528 -4.6054 2.6854
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.011.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan
Berat.Embrio
Sampel
N
Subset
1 2
Duncana,b
dimension
1
P0 2 14.2100
P1 2 16.2550 16.2550
P4 2 17.6250 17.6250
P3 2 18.5850
P2 2 19.5650
Sig. .067 .075
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2.011.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
36
Berat Telur
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Berat.Telur
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensio
n1
P0 43.5050 .79903 2
P1 43.4350 .77075 2
P2 43.7000 .00000 2
P3 43.9200 1.34350 2
P4 42.3300 .46669 2
Total 43.3780 .83570 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Berat.Telur
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.030a 4 .758 1.164 .426
Intercept 18816.509 1 18816.509 28901.344 .000
Sampel 3.030 4 .758 1.164 .426
Error 3.255 5 .651
Total 18822.794 10
Corrected Total 6.286 9
a. R Squared = .482 (Adjusted R Squared = .068)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Berat.Telur
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 .0700 .80688 .934 -2.0042 2.1442
P2 -.1950 .80688 .819 -2.2692 1.8792
P3 -.4150 .80688 .629 -2.4892 1.6592
P4 1.1750 .80688 .205 -.8992 3.2492
P1 dim
ensi
on3
P0 -.0700 .80688 .934 -2.1442 2.0042
P2 -.2650 .80688 .756 -2.3392 1.8092
P3 -.4850 .80688 .574 -2.5592 1.5892
37
P4 1.1050 .80688 .229 -.9692 3.1792
P2
dim
ensi
on3
P0 .1950 .80688 .819 -1.8792 2.2692
P1 .2650 .80688 .756 -1.8092 2.3392
P3 -.2200 .80688 .796 -2.2942 1.8542
P4 1.3700 .80688 .150 -.7042 3.4442
P3
dim
ensi
on3
P0 .4150 .80688 .629 -1.6592 2.4892
P1 .4850 .80688 .574 -1.5892 2.5592
P2 .2200 .80688 .796 -1.8542 2.2942
P4 1.5900 .80688 .106 -.4842 3.6642
P4
dim
ensi
on3
P0 -1.1750 .80688 .205 -3.2492 .8992
P1 -1.1050 .80688 .229 -3.1792 .9692
P2 -1.3700 .80688 .150 -3.4442 .7042
P3 -1.5900 .80688 .106 -3.6642 .4842
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .651.
Uji Duncan
Berat.Telur
Sampel
N
Subset
1
Duncana,b
dimensi
on1
P4 2 42.3300
P1 2 43.4350
P0 2 43.5050
P2 2 43.7000
P3 2 43.9200
Sig. .117
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .651.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
38
Rasio berat embrio dan berat telur
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur
Sampel Mean Std. Deviation N
dimension1
P0 32.6800 1.34350 2
P1 37.4600 3.01227 2
P2 44.7700 .00000 2
P3 42.4250 6.97914 2
P4 41.6200 3.40825 2
Total 39.7910 5.30566 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 182.147a 4 45.537 3.198 .117
Intercept 15833.237 1 15833.237 1111.831 .000
Sampel 182.147 4 45.537 3.198 .117
Error 71.203 5 14.241
Total 16086.587 10
Corrected Total 253.350 9
a. R Squared = .719 (Adjusted R Squared = .494)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 -4.7800 3.77368 .261 -14.4806 4.9206
P2 -12.0900* 3.77368 .024 -21.7906 -2.3894
P3 -9.7450* 3.77368 .049 -19.4456 -.0444
P4 -8.9400 3.77368 .064 -18.6406 .7606
P1 dim
ensi
on3
P0 4.7800 3.77368 .261 -4.9206 14.4806
P2 -7.3100 3.77368 .110 -17.0106 2.3906
P3 -4.9650 3.77368 .245 -14.6656 4.7356
39
P4 -4.1600 3.77368 .321 -13.8606 5.5406
P2
dim
ensi
on3
P0 12.0900* 3.77368 .024 2.3894 21.7906
P1 7.3100 3.77368 .110 -2.3906 17.0106
P3 2.3450 3.77368 .562 -7.3556 12.0456
P4 3.1500 3.77368 .442 -6.5506 12.8506
P3
dim
ensi
on3
P0 9.7450* 3.77368 .049 .0444 19.4456
P1 4.9650 3.77368 .245 -4.7356 14.6656
P2 -2.3450 3.77368 .562 -12.0456 7.3556
P4 .8050 3.77368 .840 -8.8956 10.5056
P4
dim
ensi
on3
P0 8.9400 3.77368 .064 -.7606 18.6406
P1 4.1600 3.77368 .321 -5.5406 13.8606
P2 -3.1500 3.77368 .442 -12.8506 6.5506
P3 -.8050 3.77368 .840 -10.5056 8.8956
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.241.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan
Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur
Sampel
N
Subset
1 2
Duncana,b
dimension1
P0 2 32.6800
P1 2 37.4600 37.4600
P4 2 41.6200 41.6200
P3 2 42.4250 42.4250
P2 2 44.7700
Sig. .056 .121
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 14.241.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
40
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Panjang Bagian Tubuh Embrio
Panjang Embrio
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Panjang.Embrio
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensio
n1
P0 7.1750 .34648 2
P1 7.6800 .08485 2
P2 8.2350 .02121 2
P3 8.2250 .38891 2
P4 7.7900 .19799 2
Total 7.8210 .45506 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Panjang.Embrio
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.546a 4 .386 6.072 .037
Intercept 611.680 1 611.680 9613.082 .000
Sampel 1.546 4 .386 6.072 .037
Error .318 5 .064
Total 613.544 10
Corrected Total 1.864 9
a. R Squared = .829 (Adjusted R Squared = .693)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Panjang.Embrio
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 -.5050 .25225 .102 -1.1534 .1434
P2 -1.0600* .25225 .008 -1.7084 -.4116
P3 -1.0500* .25225 .009 -1.6984 -.4016
P4 -.6150 .25225 .059 -1.2634 .0334
P1 dim
ensi
P0 .5050 .25225 .102 -.1434 1.1534
P2 -.5550 .25225 .079 -1.2034 .0934
41
on3 P3 -.5450 .25225 .083 -1.1934 .1034
P4 -.1100 .25225 .681 -.7584 .5384
P2
dim
ensi
on3
P0 1.0600* .25225 .008 .4116 1.7084
P1 .5550 .25225 .079 -.0934 1.2034
P3 .0100 .25225 .970 -.6384 .6584
P4 .4450 .25225 .138 -.2034 1.0934
P3
dim
ensi
on3
P0 1.0500* .25225 .009 .4016 1.6984
P1 .5450 .25225 .083 -.1034 1.1934
P2 -.0100 .25225 .970 -.6584 .6384
P4 .4350 .25225 .145 -.2134 1.0834
P4
dim
ensi
on3
P0 .6150 .25225 .059 -.0334 1.2634
P1 .1100 .25225 .681 -.5384 .7584
P2 -.4450 .25225 .138 -1.0934 .2034
P3 -.4350 .25225 .145 -1.0834 .2134
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .064.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan
Panjang.Embrio
Sampel
N
Subset
1 2
Duncana,b
dimen
sion1
P0 2 7.1750
P1 2 7.6800 7.6800
P4 2 7.7900 7.7900
P3 2 8.2250
P2 2 8.2350
Sig. .064 .088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .064.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
42
Panjang Tungkai
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Panjang.Tungkai
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensio
n1
P0 6.2000 .07071 2
P1 5.3900 .26870 2
P2 5.6200 .04243 2
P3 5.4850 .21920 2
P4 5.2250 .03536 2
Total 5.5840 .37155 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Panjang.Tungkai
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.114a 4 .279 10.855 .011
Intercept 311.811 1 311.811 12151.620 .000
Sampel 1.114 4 .279 10.855 .011
Error .128 5 .026
Total 313.053 10
Corrected Total 1.242 9
a. R Squared = .897 (Adjusted R Squared = .814)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Panjang.Tungkai
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 .8100* .16019 .004 .3982 1.2218
P2 .5800* .16019 .015 .1682 .9918
P3 .7150* .16019 .007 .3032 1.1268
P4 .9750* .16019 .002 .5632 1.3868
P1 dim
ensi
on3
P0 -.8100* .16019 .004 -1.2218 -.3982
P2 -.2300 .16019 .211 -.6418 .1818
P3 -.0950 .16019 .579 -.5068 .3168
43
P4 .1650 .16019 .350 -.2468 .5768
P2
dim
ensi
on3
P0 -.5800* .16019 .015 -.9918 -.1682
P1 .2300 .16019 .211 -.1818 .6418
P3 .1350 .16019 .438 -.2768 .5468
P4 .3950 .16019 .057 -.0168 .8068
P3
dim
ensi
on3
P0 -.7150* .16019 .007 -1.1268 -.3032
P1 .0950 .16019 .579 -.3168 .5068
P2 -.1350 .16019 .438 -.5468 .2768
P4 .2600 .16019 .165 -.1518 .6718
P4
dim
ensi
on3
P0 -.9750* .16019 .002 -1.3868 -.5632
P1 -.1650 .16019 .350 -.5768 .2468
P2 -.3950 .16019 .057 -.8068 .0168
P3 -.2600 .16019 .165 -.6718 .1518
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .026.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan
Panjang.Tungkai
Sampel
N
Subset
1 2
Duncana,b
dimensi
on1
P4 2 5.2250
P1 2 5.3900
P3 2 5.4850
P2 2 5.6200
P0 2 6.2000
Sig. .064 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .026.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
44
Panjang Sayap
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Panjang.Sayap
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensi
on1
P0 3.2550 .10607 2
P1 2.9450 .48790 2
P2 3.0850 .04950 2
P3 2.8050 .27577 2
P4 3.0500 .22627 2
Total 3.0280 .25879 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Panjang.Sayap
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .224a 4 .056 .738 .604
Intercept 91.688 1 91.688 1209.602 .000
Sampel .224 4 .056 .738 .604
Error .379 5 .076
Total 92.291 10
Corrected Total .603 9
a. R Squared = .371 (Adjusted R Squared = -.132)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Panjang.Sayap
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 .3100 .27532 .311 -.3977 1.0177
P2 .1700 .27532 .564 -.5377 .8777
P3 .4500 .27532 .163 -.2577 1.1577
P4 .2050 .27532 .490 -.5027 .9127
P1
dim
ensi
on3
P0 -.3100 .27532 .311 -1.0177 .3977
P2 -.1400 .27532 .633 -.8477 .5677
P3 .1400 .27532 .633 -.5677 .8477
P4 -.1050 .27532 .719 -.8127 .6027
45
P2
dim
ensi
on3
P0 -.1700 .27532 .564 -.8777 .5377
P1 .1400 .27532 .633 -.5677 .8477
P3 .2800 .27532 .356 -.4277 .9877
P4 .0350 .27532 .904 -.6727 .7427
P3
dim
ensi
on3
P0 -.4500 .27532 .163 -1.1577 .2577
P1 -.1400 .27532 .633 -.8477 .5677
P2 -.2800 .27532 .356 -.9877 .4277
P4 -.2450 .27532 .414 -.9527 .4627
P4
dim
ensi
on3
P0 -.2050 .27532 .490 -.9127 .5027
P1 .1050 .27532 .719 -.6027 .8127
P2 -.0350 .27532 .904 -.7427 .6727
P3 .2450 .27532 .414 -.4627 .9527
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .076.
Uji Duncan
Panjang.Sayap
Sampel
N
Subset
1
Duncana,b
dimensi
on1
P3 2 2.8050
P1 2 2.9450
P4 2 3.0500
P2 2 3.0850
P0 2 3.2550
Sig. .175
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .076.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
46
Lingkar Dada
Descriptive Statistics
Dependent Variable:Lingkar.Dada
Sampel Mean Std. Deviation N
dimensio
n1
P0 5.0750 .31820 2
P1 5.1600 .18385 2
P2 5.6450 .00707 2
P3 5.5350 .09192 2
P4 5.5150 .04950 2
Total 5.3860 .26945 10
Tabel ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Lingkar.Dada
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .507a 4 .127 4.345 .069
Intercept 290.090 1 290.090 9934.588 .000
Sampel .507 4 .127 4.345 .069
Error .146 5 .029
Total 290.743 10
Corrected Total .653 9
a. R Squared = .777 (Adjusted R Squared = .598)
Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Lingkar.Dada
(I) Sampel (J) Sampel Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD
dim
ens
ion
2
P0
dim
ensi
on3
P1 -.0850 .17088 .640 -.5243 .3543
P2 -.5700* .17088 .021 -1.0093 -.1307
P3 -.4600* .17088 .043 -.8993 -.0207
P4 -.4400* .17088 .050 -.8793 -.0007
P1 dim
ensi
on3
P0 .0850 .17088 .640 -.3543 .5243
P2 -.4850* .17088 .036 -.9243 -.0457
P3 -.3750 .17088 .080 -.8143 .0643
47
P4 -.3550 .17088 .092 -.7943 .0843
P2
dim
ensi
on3
P0 .5700* .17088 .021 .1307 1.0093
P1 .4850* .17088 .036 .0457 .9243
P3 .1100 .17088 .548 -.3293 .5493
P4 .1300 .17088 .481 -.3093 .5693
P3
dim
ensi
on3
P0 .4600* .17088 .043 .0207 .8993
P1 .3750 .17088 .080 -.0643 .8143
P2 -.1100 .17088 .548 -.5493 .3293
P4 .0200 .17088 .911 -.4193 .4593
P4
dim
ensi
on3
P0 .4400* .17088 .050 .0007 .8793
P1 .3550 .17088 .092 -.0843 .7943
P2 -.1300 .17088 .481 -.5693 .3093
P3 -.0200 .17088 .911 -.4593 .4193
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .029.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan
Lingkar.Dada
Sampel
N
Subset
1 2 3
Duncana,b
dimensio
n1
P0 2 5.0750
P1 2 5.1600 5.1600
P4 2 5.5150 5.5150 5.5150
P3 2 5.5350 5.5350
P2 2 5.6450
Sig. .055 .086 .491
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .029.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
51
RIWAYAT HIDUP
Nasrun, lahir pada tanggal 12 April 1993 di Bantaeng,
Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak pertama dari 2
bersaudara oleh pasangan Bapak Dido dan Ibu Jumaria.
Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
penulis adalah SD Inpres Morowa dan lulus pada tahun
2005. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP
Darul Ulum Panaikang Bantaeng dan lulus pada tahun 2008. Setelah itu, penulis
masuk ke MA. Muhammadiyah Panaikang Bantaeng dan selesai pada tahun 2011.
Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
melalui jalur Prestasi Olahraga Seni dan Keilmuan (POSK) di Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 2012. Selama kuliah
penulis aktif sebagai asisten Laboratorium IlmuTernakUnggas. Penulis juga aktif
sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Universitas
Hasanuddin (HIMAPROTEK-UH) dan SENAT Mahasiswa Fakultas Peternakan.
top related