petuah kampung - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/04/...pelangi -...
Post on 17-Jul-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
1
Petuah Kampung
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
2
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, se-bagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaima-na dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipi-dana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
3
Petuah KampungWilly Ana
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
4
PETUAH KAMPUNGKumpulan PuisiWilly Ana
Penulis: Willy AnaEditor: Tim ImajiLayout: Tim ImajiCover: Mustafa IsmailGambar cover: Internet
Cetakan I: September 2017
ISBN: 978-602-1545-22-5
Penerbit:Imaji IndonesiaHP/WA 0852 6835 4106Email: imajihouse@gmail.comimajihouse.com
Dicetak Oleh:cetakbukumu.comJakarta
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
5
Dari Penerbit
Tanah kelahiran itu selalu indah. Tak sekedar ntuk bernostaligia, lebih dari itu kampung halaman adalah sumber inspirasi dan gagasan. Sangat ban-
yak hal menarik bisa dipetik dari sana: mulai dari persoa-lan masyarakat hingga tradisi dan kebudayaan. Dari uru-san ekonomi dan politik hingga hubungan sosial. Dari soal makanan hingga cinta dan kasih sayang.
Penulis bisa dengan mudah menulis tentang kampung halamannya karena ia paham betul tentang itu. Sebab, itu adalah “darah-dagingnya”, keseharian dan kehidupannya. Selanjutnya, tulisan-tulisan itu tidak sekedar menyampaikan “peristiwa” dan gagasan, juga memperkenalkan atau mem-promosikan “sesuatu” tentang kampung halaman.
Penerbit Imaji sangat mengapresiasi karya-karya yang berangkat dari kampung dan menjadikan kampung sebagai inspirasi penciptaan. Dalam karya-karya Willy Ana, ia tidak hanya mendedah kampungnya sendiri, juga “kampung orang lain” alias budaya di daerah lain yang menyentak kepekaan estetiknya, misalnya Siak (Riau), Baduy, dan lain-lain.
Dari sana kita menemukan puisi-puisi yang boleh dibi-lang segar tidak hanya dari sisi tema, juga dari sisi diksi, simbol dan metafora. Membaca puisi-puisi Willy Ana, mis-alnya, kita diperkenalkan dengan diksi nujuh likur, tabot, kenekes, dan lain-lain.
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
6
Tentu saja Begkulu, tanah kelahiran penyair, menjadi arus besar tema dalam puisi-puisinya. Sehingga kita pun jadi sedikit mengenal tradisi dan kebudayaan propinsi itu, yang sebelumnya asing bagi kita.
Puisi memang bergerak dalam keliaran imajinasi, tapi tak bisa dipungkiri -- sebagaimana karya-karya sastra lain-nya -- ia tidak lepas dari “bumi”. Sebab, bumilah tempat para penulis itu berpijak, menggali dan mengolah gagasan dan inspirasi.
Maka itu, sebagai warga Bengkulu, sekaligus warga In-donesia, ia mencoba menelusuri jejak-jejak kebudayaan dan masyarakat yang sangat berwarna itu. Peristiwa-peristiwa kultural itu “direbut” menjadi peristiwa puitikal. Sehingga, secara tidak langsung, ia sedang berusaha menjadi “juru bi-cara” kebudayaan Bengkulu di tempat yang jauh dari dae-rahnya itu.
Inilah, salah satunya, yang mendorong kami memfasil-itasi ruang bagi penyair ini untuk terus memperkenalkan karya-karyanya.
Depok, 1 September 2017
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
7
Daftar Isi
DARI PENERBIT, 5
SERAWECerita Senja - 12
Petuah Kampung - 13Kanekes - 15Lorong - 16
Nujuh Likur - 17Dendang Zapin - 18
Istana Siak - 19Tulang Rusuk - 20Lembar Puisi - 21Lipatan Arloji - 22
Tempoyak - 23Serawe - 24
TABOTKopi Pagi - 27
Kabut Cimanuk - 28Lagu Biru - 30
Iqra - 32Malam -33 Pelangi - 34
Pagi - 35Sudut Malam - 36
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
8
Danau - 37Tangis Senja - 38
Matahari - 39November - 40
Artefak - 41Tabot - 42Bara - 44Pijar -45
Kidung Malam - 46Dongeng Pohon - 47
Lalat - 48Bintang Biru - 49
Pahit - 50Katil - 51
Sayap Rindu - 52Senja - 53
Rafflesia - 54Marlborough - 55Bayang Senja - 56
Samudra - 57Selimut - 59
Mutiara Merah - 60Bukit Salju - 61
TENTANG PENULISWilly Ana - 64
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
9
Pulanglah nak, pada rejung yang mengurai bait-bait
pada lembar hari hingga sungai di sudut matamu seperti rawang di lubuk betung
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
10
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
11
Serawe
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
12
CERITA SENJA
Pada senja yang murungAku terkurung
dalam mendung yang tergantung
Menampik bayang daduYang membuat gagu
Bulir-bulir kecilmengalir ke hilir
Kusibak hamparan kabutyang semerawut
Menjadi tamanDi kedalaman laut.
2 Desember 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
13
PETUAH KAMPUNG
Pulanglah nak, kepada tanah, rimbun hutan, dan kicau burung yang memberi melodi di kabut pagi
Meski detak arloji menghapus bayangpada cerita yang kau gerus di ladang itu
Tapi napasmu masih melekat di kerumunan ikan mungkuspada sungai yang tandus
Tak kan tanak periuk menggantung pada lipatan hari tanpa kau siram dengan peluh yang mengupas waktumu
Pulanglah nak, pada rejung yang mengurai bait-bait pada lembar hari
hingga sungai di sudut matamu seperti rawang di lubuk betung
Mungkin bola salju itu telah menjadi bara, membakar sketsa pada diary tahun yang kau cipta
Pulanglah nak, menarilah bersama meriam bambu di gubuk itu, pipit-pipit itu menanti tembangmu
Depok, 8 Juni 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
14
Mungkus: ikan khas di Bengkulu.Priuk: panci tempat menanak nasiRejung: tembang khas sumaera selatanRawang: banjir Lubuk: genangan air di tengah-tengah sungai
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
15
KANEKES
Di kedalaman rerimbunan pohon-pohon, tebing curam, dan sungai napas-napas itu berhembusMenyibak kabut di bukit-bukit liarmenyatu pada pohon-pohon kekar
napas mereka adalah hijaunya dedaunan, jernihnya mata air yang mengalir tak cuma ke hilir
mata mereka adalah rinai-rinai senja di bawah temaram kampungyang mencipta mimpi-mimpi hingga matahari
Tangan mereka seperti akar-akaryang menjadi tungku bagi biji-biji padiyang segera matang
Baduy/Depok, 15 Mei 2017
*) Kenekes -- nama lain dari Badui
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
16
LORONG
Kau masuk pada lorong-lorong, seperti berlari ke masa kecil, bermain-main dengan senuksambil mendaki takbir
Bentangan sajadah mengikis gundukan lumpurdi jalan kecil ituyang menjebak kita pada telaga kering
Kau benamkan diri pada ayat ituseakan menjelajahi shiratdan menyongsong diri pada Arsy-Nya
Daun pun tersenyum dan lampu-lampu tak henti menyala
Sebelum malam lindapkau telusuri kuncup mawarpada khusuk sujudtengadah pada yang Esa.
29 Mei 2017
Senuk (Bahasa Bengkulu) = kolak
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
17
NUJUH LIKUR
Anak-anak itu memukul bulan pada sayak-sayak itumenjelma tarian pada bara yang memancar di setiap kepingnya
Tungku-tungku menghidangkan ayat-ayatyang menembus seribu purnama
Orang-orang mengunyah mantra-mantrapada lemang dan tapai pada malamnya
Suara tetabuhan menghantar ke sepertiga malamhingga serak dendang bertalu dalam kelam
Depok,5 Juni 2017
Sayak (Bahasa Bengkulu): batok kelapa/tempurung
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
18
DENDANG ZAPIN
“Petinglah gambus sayang lantang berbunyiDi sambut dengan tengkah meruas Saya bernyanyi sampai di sini Mudah-mudahan hadirin semua menjadi puas” *)
Ku rentakkan kakiku, bersama iringan syair melayu itu, dengan petikan gambus yang berbunyi lantang, juga para bujang
Syair zapin yang mendayu,seakan terbang ke dunia rindu,
Dan berlabuh pada dermaga laksmana raja di laut hingga mata semua terpaut
Melayuku, kupijakkan kakiku pada bumimu yang terus menghentak suara rebana pada ruang zaman yang makin kelam
Seakan menjelma infus pada nadiku yang takkan pernah mati di telan waktu
Melayuku, tetap berdendang pada nafasku
Depok, 12 Juli 2017
*) syair Zapin.
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
19
ISTANA SIAK
Biarkan ku nikmati pagi ini dengan barisan marmer yang melekat di dinding-dinding umpama bukit dengan salju-salju
Dengan puluhan bilik yang membawa aroma dupa pada setiap sudutnyaJuga aroma saudagar-saudagar dari benua eropa masih melekat di tembok-tembok mewah itu
Dan ingin ku manjakan juga telingaku dengan komit yang menembus mimpiku pada Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaiffudin pada zaman itu
Entah sudah berapa musim terlewatkan,tapi aku masih saja tetap terpaku
Masih saja ku ingin tahu di mana merpati-merpati itu yang membawamu terbang hingga akhir waktu
Namun tembok kuningmu tetap beku dalam misteri itu
Depok, 14 Juli 2017
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
20
TULANG RUSUK
Lelakiku, mau kau letakkan di mana namakujika nafasku sudah kembali pada keabadian
Apakah akan selalu kau selipkan di setiap desahmu, di ujung musim dan dalam lindapnya malam
Atau akan kau hembuskan dan berterbangan di udara lalu hilang
Aku hanyalah jantung yang selalu mengompa waktu, dan siap menanti jarumnya sampai pada titik janjiku
Namun sebelum itu, akankah jejak-jejak itumenjadi sebuah potret warna warni,
pada sketsa kampas yang setiap guratan ituadalah puisi kau dan aku
Hingga tetap tersenyum di dinding itu meskipun wangiku sudah beku
Lelakiku, aku ingin tertanam dalam rusukmu
Cikini, 20 Juli 2017
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
21
LEMBAR PUISI
Kau telah menutup halaman puisi itu, walau kau tahu lembaran-lembarannya masih belum usai
Di ujung musimDi dinding bukit Masih tergores tinta diksi yang belum terurai
Entah, mungkin kuasnya sudah lusuh hingga tak mampu memberi pelangi pada paragrafnya
Atau mungkin pelangi itu enggan timbul hanya sekedar untuk menyapa lewat senyum di warnanya
Puisi, setipis embun di pagi hari kau hilang bersamaan munculnya bara
Depok, 2 Juli 2017
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
22
LIPATAN ARLOJI
Aku menghitung lipatan arloji yang menggantung pada laman tak bertuan
Begitu usangnya, padahal dulu kita mengukir cerita ber-sama tanpa jedah
Entah sudah berapa musim terlewatkan, sampai Kamboja itu kini sudah beruban
Namun laman itu tetap bisu,bahkan mulai beku
Depok,5 Juli 2017
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
23
TEMPOYAK
Aku mengaduk musim pada kuali yang sedang ditanakSambil membayangkan pemetik duren yang berjaga semalaman
Di sawah-sawah petani cabe merakit anak-anak tangga di tanah yang pecah-pecahSambil menjahit jala yang koyak oleh jari-jari karangDengan campuran peluh masa silam yang semakin lapuk dan sesak
Setelah berhari-hari dia dikurung dalam toples-toples merahSeperti kembali pada hikayat Abdullah pada masanya
Namun racikan itu tetap terhidang di meja petang
Depok, 17 Agustus 2017
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
24
SERAWE
Putih juga wangi rupamuTertuang pada mangkok biru itu : Serawe
Daging durenSantan kelapaNasi ketan Juga gula merah
Legit senja tatkala kusasap aroma tubuhmuserupa kertas-kertas yang berceceran di pagi yang basah
Parasmu tetap melekat pada mimpi-mimpi para perantaumeskipun kota telah melempar mereka ke dalam hikayat lampau
Depok, 17 Agustus 2017
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
25
Tabot
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
26
Josep Colin tetap kokohDengan tembok-tembok yang dingin
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
27
KOPI PAGI
Di antara tembok tiga warnaPutih, abu-abu, dan merahSerta TV yang semakin dinginKita menenggak segelas kopi
Malam pun semakin panjangMembuai desir-desir anginMelepas kulitnya yang tembagaSatu demi satu
Kita terus menghirup bercangkir-cangkir kopiSampai malam menghitam dan diamSampai kita mabuk dan kasmaran
Sampai pada tegukan terakhirKita benar-benar menjelma penariMelompat-menari di dalam gelasHingga pagi itu pun pecah
Depok, 16 Oktober 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
28
KABUT CIMANUK
Senja berkabutMatahari mulai kalutTertutup selimut
Bulan kusut Tak ada tempat tuk berpautTubuhku susutKarena akar itu terlucut
Langit redupTubir sungai kuyupDicengkram jemari hujan Semalam
Rambut kusutDiserut merkuriYang tumpah Di jembatan ituDari kelamin para lelaki
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
29
Mata itu buramTak bening lagiMenatap air terjunYang tak henti menari
Pohon-pohon terbakarSeperti cinta terlantar
Depok,16 September 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
30
LAGU BIRU
Nyanyian musim ituMenyeruak tunas-tunas baruMenari di berandaLagu-lagu tua
Seroja merebak di ujung senjaMengeja setiap aksaraMengukir rupaYang terkubur lumut usia
Pucuk-pucuk ilalangMenutupi ruang-ruangAkarnya meliliti kakiTersendat dan terhenti
Kita memandang senar-senar gitarBerbunyi sendiriSuara kacau dan parauTanpa not dan biduan
Dan di seberang lainSeorang tua meniupkan sang kalaSeperti pesuling yang kesetananSeperti pecinta yang kasmaran
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
31
Malam terus mendakiMelompati laut dan Benua HindiMelukis mimpi-mimpiHingga Matahari
Depok,27 September 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
32
IQRA
Di sudut meja ituIa tertutup debuTak tersentuh kalbuLusuh membeku
Tenggelam dalam hiruk- pikuk jalananBukan lagi tiang-tiang yang menopang jiwaBukan lagi hujan yang menyejukkan semestaKau melupakannya
O pohon-pohon ZaitunSenandungkanlah ayat-ayat –KuYang mengalirkan sejuta embunKe lorong-lorong hidupmu
Senandungkanlah Al-Fatihah-KuMengisi bilik-bilik jiwamuAn-Nas menangkis semua belengguYang menikam sukmamu
BacalahBacalahBacalahBacalah
Depok,13 September 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
33
MALAM
Malam melepuhMenghadirkan bayangan bulanYang terpenggalSeperti yang terbang jauh
Entah kemana Matahari ituTarian angin digigil musimSeperti lagu-lagu tua diujung senjaKitapun mabuk!
Tapi kau kini suntukDatang dengan wajah berdarahMembuat cuaca begitu burukLangit memerah
Aku seperti mengejar-ngejar anginBertiup dari ranting ke rantingDan jatuh diujung sepatuDaun itu jadi debu
Depok,11 September 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
34
PELANGI
Pelangi itu merekahMenghentak saraf-saraf BumiSeperti kuda lari kencangMemacu denyut nadi
Dan pelangi itupun membuncahMengirim musim semiHingga mimpi-mimpiSeperti kuncup-kuncup Seroja yang merona
Ia membangun halaman rumah Dan taman bungaLengkap dengan para penariYang selalu menyiramnya
Depok,7 Oktober 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
35
PAGI
Selamat pagi pelangi
Sarapan bersamamuMengobati sekujur tubuh yang lukaTaburan coklat dan kejuMelumerkan langit biru
Setiap denyut nadiPenuh denting melodiSerupa bait demi bait puisiMenusuk relung hati
Selamat pagi pelangi
26 Oktober 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
36
SUDUT MALAM
Pekat malam ini berkeliaranMenyelinap setiap sudutMembawa potongan-potongan roti Lengkap dengan brotoali
Dalam heningSepasang bola mata itu liar menatap atap-atap takdirMengupas setiap baitDari puisi yang terlahir
Malam beranjak hingga subuhRapuh semakin merengkuh
19 Oktober 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
37
DANAU
Riak danau ituSeperti kepak sayap angsa
Meluruhkan bulu-bulu halusnya di atas airmembentuk garis-garis pelangi
Senja itupun meredupDengan teratai-teratai yang semakin menguncup
Daun-daun tetap riuh di pucukSeperti camar-camar yang mulai suntuk
Dan sorot mata ikan-ikan itu sayu seperti pohon randu yang merindu
16 Oktober 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
38
TANGIS SENJA
Dalam derai senjaMengalir sungai-sungai kecilMenyebar aroma hujan
Tangisanmu menusuk-nusuk malamSeperti merpati terkerat nadi
Biduk-biduk itu menepiSeperti kapal terdampar
Kita menulis kegelapanMenyaksikan tarian-tarian hitam
Maut yang mengetuk-ngetuk Seperti kekasih abadi
Kita kembali pada keabadian mimpiTersenyum dalam dentang melodi
1 Oktober 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
39
MATAHARI
Lelap yang panjang takkan tersamar dalam dengkurmuTapi iramanya tetap menggelegar pada bait-bait sajak itu
Hanya gumpalan-gumpalan tanah menjadi dinding keabadianMenjadi bantal dan guling keariban
Ladang anggur yang kau semai merebak hingga akar-akarnya menjalar ke setiap padang tandus
Wanginya seperti kesturi berhembus
Sinar dari petikan cahaya yang kau rajutadalah matahari dalam singgasana tidurmu
Ladang-ladang pun setiaseperti jari-jari lembutmu yang mengelusnya dengan cinta
3 Oktober 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
40
NOVEMBER November datang seperti jari-jari hujan yang tajam menembus kerikildan batu-batu hitam menepis aroma sepatu yang membius rongga hidungku hingga membiru Lembar-lembar kelopakmutumbuh dalam lumut waktu Tapi wanginya sekejap terus berlalu Rafflesia, engkaulah sosok tubuhyang selalu mengganggu tidurku menghadirkan istana di tengah kota
Depok, 20 November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
41
ARTEFAK Arloji yang berlumut Meyibak halaman buku-buku tua Dan keping-keping artefak Beku dan berdebu Aroma keringatmu Memanggil di balik tirai itu Menyebar butiran benih mawar merah Pada taman bunga Hembusan angin membawa pesan Sepenggal angan Dan gamang menunggu Diantara timbunan rindu Depok, september 2015/November 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
42
TABOT Lelaki putih Perempuan putih Makin pipih Laut tak lagi bergelombang Pantai jadi warna warni Seperti pasar malam di kota-kota Tak ada lagi Syekh Burhanudin Imam Senggolo itu Memimpin tetabuhan Pada bulan Muharam Ia terperosok pada lobang waktu Menjadi artefak Sunyi dan beku Tak ada lagi Husein bin Ali bin Abi Thalib,cucu sang Rosul Yang gugur di Karbala Melawan Yazid bin Muawiyah Bunyi-bunyian dari dol dan tessa Hilang di tiup angin Dan suara-suara parau Perempuan bergincu Mendayu membelah malam
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
43
Orang-orang laut pulang Setelah melarungkan sampan kecil Berisi doa-doa dan kenangan Ke laut 20 November 2016
Dol -- sejenis beduk di Bengkulu. Tessa -- sejenis rabbana
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
44
BARA Seperti di tengah hutan Aum harimau,seringai srigala dan lolongan anjing Melengkapi jari-jari malam yang runcing Melempar bola api kian kemari Aku melompat dari satu pucuk ke pucuk pohon Sambil menyebut namamu bekali-kali Hingga serak suara malam Dan gerimis menjadi melodi paling abadi Aku membuka kitab-kitab Dari baliknya kau mencibir Meruntuhkan huruf-huruf zikirku Mengobarkan api di tungku-tungku Seperti di tengah lautan Ombak tak henti mengguncang Aku adalah kapal yang kesepian Menjala ikan hingga ke seberang Depok, 16 September 2015 /November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
45
PIJAR Jika malam adalah lentera Pekatnya menjelma permata Kita adalah sepasang angsa putih Mengepak-ngepak sayap di bawah purnama Dan kilau itu merayap dalam darahku Membentuk pulau-pulau dari negeri dongeng Dan kita berlarian di halaman Seperti dua bocah yang baru mendapatkan mainan Pijar itu selalu turun dari kening bintang Dari mataku, dari matamu: danau putih salju Tempat angsa- angsa berenang itu Depok, 18 September 2015 /November 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
46
KIDUNG MALAM Di atas daun-daun malam Ku rebahkan seluruh tubuh dan kepenatan Menari di atas luasnya laut Hingga dasar terdalam Kelopak-kelopak bunga Mekar bak kuncup-kuncup seroja Mengirim tepi pantai Dengan ombak-ombak yang tenang Di tempa cahaya bulan Lampu-lampu makin tua Peri-peri terus bernyanyi Semerawut dengkurmu Seperti melodi yang kusut Depok, 22 november 2015/18 November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
47
DONGENG POHON Pohon-pohon yang tumbuh di rambutmu Daun-daunnya terjuntai hingga mataku Tiap sore sepasang kupu-kupu selalu hinggap Menetaskan butir-butir salju Pohon-pohon yang tumbuh di daun pintu Semilir angin menyerbu hingga tungku Kita terlelap di kamar Memetik bintang-bintang Mengapa pohon-pohon tumbang dalam tidurku Dan kau terbang seperti kupu-kupu Sepasang bocah berlari buru-buru Menangkapmu Tidurku tiba-tiba menjadi beku Seperti bongkahan salju menindih kepalaku Kamar mendadadak bisu Dalam temaram lampu-lampu Aku memanggilmu tapi kau terlanjur berlalu Masuk ke dalam pohon itu Depok, Desember 2015/November 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
48
LALAT Seekor lalat hinggap di ujung jariku Menyelinap di balik kuku Menyusup ke dalam darah Lepas di nadiku Seperti vaksin Kebal akan ulat-ulat daun Melobangi setiap lembarnya Dengan taring bisa 19 November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
49
BINTANG BIRU
Ketika bintang-bintang biruTak juga menembus langitmuSecangkir kopi meniupkan aroma melatiMenerbangkan asap-asap putih seperti langit subuh
Dan cangkir coklat tua ituMengirimkan musim-musim semiLengkap dengan sepotong tepi pantaiKita berlarian seperti meniti buih mengamit senja
Tarian tinta di cakrawala merengkuhBintang-bintang yang rapuh
Depok,12 September 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
50
PAHIT
Pahitnya kopi menyuguhkan danau,Sepotong bulan dan senja keemasan
Melumatkan mimpi-mimpi buruk danHari sibuk berdecak pada setiap keajaiban
Kita menyemai benih-benih Pohon-pohon pada tiap letupan
Menyeduh kopi di sebuah senjaMelukiskan gumpalan-gumpalan awan
Bersama sisah-sisah ampas yang membentuk perdu-perdu pagi
Dalam ruang-ruang senyap yang pekat
Menghirup secangkir kopi Membahasakan cinta pada setiap peluh
Membanjiri tubuh dan melepuh
Depok,12 September 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
51
KATIL Daun-daun luruh Pada pohonmu yang teduh Malam.terlepas dari tangkainya Rebah di katil itu: Sepotong danau Dengan angsa-angsa putih Berenang-renang di tepian Di bawah cahaya bulan Depok, November 2016
katil ==> dipan
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
52
SAYAP RINDU seandainya kau tahukepak-kepak sayapmu patahtanpa mantra-mantra yang kau hembuskan lewat nafas melodi syair itu 8 November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
53
SENJA Langit menangis pada senja yang menipis Di pojok kafe itu merpati putih tersedu-sedu Gagu
Seakan enggan untuk berlagu Menatap kosong pada riak danau yang gelap dan membisu Syair yang kau dendangkanbak belati menikam jantung Menembus pusaran ujung Kabut itu semakin menebal Memudarkan cahaya matamu Semakin mencabik-cabik malam
Semakin kelam 8 November 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
54
RAFFLESIA
Seperti putri maluKau muncul di rerimbun semak itu Aroma kafan menyebarke segenap penjuru kau memilih aku: Bengkulu untuk senyum pertamamu Depok, November 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
55
MARLBOROUGH
Melihat zamanpada laut yang membentangTerdampar pada pelabuhan
abad yang panjang
Pedagang rempahPesta perkawinanDan peperangan berdarah
Josep Colin tetap kokohDengan tembok-tembok yang dingin
Seperti kura-kuraYang terus melangkahBersama lumut usia
Depok,4 Desember 2016
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
56
BAYANG SENJA
Pada senja yang murungAku terkurung pada kabut yang tergantung
Menapik bayang semu akan belengguYang membuat gagu
Bulir-bulir kecil mengalirpada sungai di sudut mataku
Menghadirkan bayang-bayang hitamAkan jejak yang tertanam
Kusibak hamparan kabutyang semerawut
2 Desember 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
57
SAMUDRA
Ibu,
Jika rengek menjadi hujantak lelah kau mengayunkan malam hingga seluas samudra
Matamu sayumeniti waktu
Melepas petang dengan senandung nina bobokpada bintang-bintangnyagemerlap di rembang senja
Cahaya matamu tak padamMenembus jantung malam
Pundakmu tak pernah lebamMenggotong batu- batu hitam
Kau tuntun langkah ituPada embun di rumput pagi hari
Hingga jejak kaki ini makin jauhMelewati titian bara
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
58
Kau tiupkan mantra-mantraPada pohon-pohon di halamanAgar tumbuh menjadi mutiara
Ibu
Depok, Desember 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
59
SELIMUT
Apakah masih rekatpada salju di pagi ini
Teriknya sudah membakar ribuan kalorikuTapi belum juga ku lihat kau mengeringkan diri
Atau apakah panas itu sudah berubah beku
Aku hanya terdiam di pojok sambil menghitung detak arloji
Berharap desiran angin menyambutku
Tapi hingga bilal mengumandangkan adzantetap saja kamarku belum kau ketuk
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
60
MUTIARA MERAH
Gesekan lembar-lembar mutiara merah ituSeperti melodi yang mendayu-dayu
Menebar wangi kesturi ke segala penjuru
Mengirim mantra-mantraPada inong dan agamnya
Bungamu seperti hamparan embun di padang rumputSerupa kabut
Butir-butir merah pada dahan ituSerupa senyum yang bergelayut
Desember 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
61
BUKIT SALJU
Kembali ke jalan ituSetelah mendaki bukit-bukit salju Dan berselancar di atasnya
Langit terlipat
Kaku dan bekuTerlepas dari dekapan malamYang membuai mimpi-mimpi
Hingga matahari
Pendakian itu sudah usaiApa yang diinginkan pada jejak tanpa bekas
Hanya biasYang selalu terkupas
Seperti sampan tanpa bidukSeperti ikan yang tercidukMegelepar dan terkapar
Seperti buih-buih menjajak di atas ombakmemandang takdir
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
62
Agar laut tetap berzikir
Tapi pantai tetap gamangpada rintih camar
Jakarta, Desember 2016
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
63
Tentang Penulis
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
64
Willy Ana
Willy Ana lahir di Bengkulu, 29 September 1981. Setelah menamatkan diploma bidang komputer di Bengkulu, ia
hijrah ke Jakarta pada 2002. Ia sempat bekerja pada perusahaan makanan dan perusahaan kontruksi. Tapi, karena alasan keluar-ga, ia berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga biasa.
Kini ia total menjadi dan mengembangkan dirinya sebagai penulis sastra. Buku kumpulan puisi tunggal pertamanya “Aku Berhak Bahagia” (2016). “Tabot Aku Bengkulu” adalah bukunya yang kedua. Sebagian puisi dalam Tabot adalah hasil revisi dari puisi di bukunya terdahulu.
Puisi Willy dimuat di sejumlah media, antara lain Koran Tempo, Riau Pos, Amanah, dan Harian Indopos yang halaman Hari Puisi-nya digawangi Presiden Penyair Indonesia Sutardji Cal-zoum Bachri. Sebagian lainnya terhimpun di beberapa antologi puisi bersama, seperti Antologi Puisi Kopi “1.550 Mdpl” (2016), “6,5 SR Luka Pidie Jaya” (2017) dan “Nyanyian Puisi untuk Ane Matahari” (2017), “Ziarah Sunyi” (2017) dan “Narasi Merdeka” (2017)
Ia pun aktif dalam ragam kegiatan sastra. Ia adalah orang di balik penyusunan dan penerbitan buku puisi gempa Aceh “6,5 SR Luka Pidie Jaya” (Imaji & Ruang Sastra, 2017) yang diluncur-kan di sebuah kafe di Jakarta, 20 Januari 2017. Buku itu men-getengahkan karya sekitar 150 penyair Nusantara.
Selain bersastra, ia juga senang menyanyi. Ketika masih remaja, ia kerap berkeliling dari satu panggung ke panggung lain sebagai penyanyi di Bengkulu. Namun, setelah hijrah ke Jakarta,
PETUAH KAMBUNG WILLY ANA
65
aktivitas menyanyinya seperti tenggelam. Ia hanya mempraktek-kan kegemarannya menyanyi saat membaca puisi, selain sesekali menyanyi di acara-acara tertentu.
Kini ia tinggal di Depok bersama suami dan seorang anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Ia bisa dihubungi le-wat email: puisiwilly@gmail.com, Facebook: Willy Ana, twitter: @puisiwilly dan blog: willyana.com.
PETUAH KAMPUNG WILLY ANA
66
top related