plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · dalam kutipan dan daftar pustaka, ......
Post on 21-Mar-2019
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM
KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Tri Agnes
NIM: 101124004
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Sang Ibu Sejati,
orang tua, kakak, keponakan yang sangat penulis cintai,
para Dosen yang telah mendampingi dan membimbing penulis,
teman-teman SMP dan SMA yang menginspirasi penulis,
dan kepada siapa saja yang telah membantu penulis dengan doa dan dukungan
yang begitu tulus dalam penyusunan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Life is like a ten-speed bike. Most of us have gears we never use.”
(Charles Schultz)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 17 Desember 2014
Penulis,
Tri Agnes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tri Agnes
NIM : 101124004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul
ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN DALAM
KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN. Dengan demikian penulis memberikan
kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolahnya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun
memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 17 Desember 2014
Yang menyatakan,
Tri Agnes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah ANALISIS FEMINIS TENTANG
GAMBARAN PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN
SUMBANGANNYA UNTUK KATEKESE PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN dipilih berdasarkan keinginan untuk mengetahui metode
penafsiran feminis seperti pendekatan feminis terhadap teks-teks Alkitab.
Penulis ingin mengetahui peran yang dimainkan perempuan dalam Kitab
Hakim-hakim serta ingin mengetahui metode penafsiran hermeneutika
kecurigaan yang berpihak pada perempuan. Melalui skripsi ini penulis juga
ingin memberikan sumbangan katekese untuk pemberdayaan perempuan
melalui katekese analisis sosial bagi siswi lulusan SMA. Skripsi ini
dimaksudkan untuk memperkenalkan metode penafsiran yang berpihak pada
perempuan terutama dalam Kitab Hakim-hakim dan membantu para siswi
lulusan SMA menganalisis pengalaman hidupnya melalui terang Kitab Suci.
Tema pokok dalam skripsi ini adalah teologi feminis sebagai gerakan
perempuan yang menolak dominasi laki-laki dan menuntut adanya keadilan dan
kesetaraan martabat sebagai ciptaan Allah. Teologi feminis berusaha untuk
menafsirkan teks-teks Alkitab yang membebaskan perempuan melalui
penafsiran feminis. Salah satu metode penafsiran yang dipakai adalah
hermeneutika kecurigaan yang menguraikan bagaimana dan mengapa cerita itu
ditulis dengan melibatkan tokoh perempuan tersebut.
Analisis penggambaran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim
menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan belum mendapatkan martabat
yang sama dengan laki-laki. Kitab Hakim-hakim menampilkan perempuan
dengan karakter yang buruk dan tidak mempunyai kemerdekaan. Melalui
hermeneutika kecurigaan, perempuan dalam Kitab Hakim-hakim lebih
dimaknai sebagai pahlawan dalam hidup sang hakim.
Berdasarkan hasil studi pustaka ini, penulis memberikan usulan
katekese analisis sosial bagi siswi lulusan SMA demi pemberdayaan
perempuan. Siswi lulusan SMA sebagai generasi muda diharapkan mampu
mengembangkan imannya dan menemukan panggilan serta perutusan mereka
dalam Gereja dan masyarakat. Melalui katekese Analisis Sosial siswi lulusan
SMA dapat menganalisis secara kritis pengalaman hidup mereka sehari-hari
sehingga mampu menjadi saksi-saksi kebangkitan dan mewartakan
pembebasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is FEMINIST ANALYSIS ABOUT WOMEN IN THE
BOOK OF JUDGES AND THE CONTRIBUTION FOR WOMEN
EMPOWERMENT CATECHESIS. The choice of this title is based upon a curiosity
to know the feminist interpretation methods such as feminist approach to the biblical
texts. The author would like to find out the women’s role in the book of Judges, and
want to know the methods of interpretation hermeneutics of suspicion in favor of
women. Through this thesis the author would give contribution to the empowerment
of women through catechesis. It is a social analysis catechesis for the female high
school graduates. This thesis intended to introduce the method of interpretation in
favor of women, especially in the book of Judges and help the female high school
graduates to analyze the experience of his life through the message of Scripture.
The main theme of this thesis is a feminist theology as a women's movement
that rejected the male dominance and demands for justice and equality of dignity as
God's creation. Feminist theology seeks to interpret biblical texts that liberate women
through feminist interpretation. One of the interpretation method used is
hermeneutics of suspicion that explains how and why the story was written with the
involvement of the female characters.
Analysis depiction of female characters in the book of Judges shows that the
majority of women do not the same dignity as men. The book of Judges presenting
women with bad character and do not have independence. Through the hermeneutics
of suspicion, women in the book of Judges are interpreted as hero in the judge's life.
Based on the results of this literature study, the author propose an analysis
social catechesis for female high school graduates for the empowerment of women.
The female high school graduates as young people are expected to develope their
faith and discover their calling in the Church’s mission and society. Through Social
Analysis catechesis, female high school graduates can critically analyze their daily
experiences so that they can be witnesses of resurrection and to proclaim the
liberation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Baik, karena telah
membimbing dan menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ANALISIS FEMINIS TENTANG GAMBARAN PEREMPUAN
DALAM KITAB HAKIM-HAKIM DAN SUMBANGANNYA UNTUK
KATEKESE PEMBERDAYAAN PEREMPUAN. Skripsi ini diilhami dari
peran perempuan yang ada dalam Alkitab. Kebanyakan dari mereka diceritakan
sebagai perempuan tidak baik. Melalui skripsi ini penulis berharap pembaca
Alkitab tidak hanya membaca saja tapi juga memaknai peran perempuan
melalui tafsiran feminis. Penulis juga tertarik bagaimana kaum feminis
memaknai peran perempuan dalam Alkitab sehingga mereka mendapatkan
karakter sebagai perempuan yang baik.
Penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada:
1. Romo Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M.Ed, selaku Kaprodi IPPAK,
Universitas Sanata Dharma, dan dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan, perhatian dan sapaan selama proses
menyelesaikan skripsi ini.
2. Romo Dr. V. Indra Sanjaya, Pr, selaku dosen pembimbing utama yang
selalu mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Bapak P. Banyu Dewa HS. S. Ag, M.Si, selaku dosen penguji yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap staf dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
membimbing penulis selama proses belajar mengajar hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di kampus IPPAK.
5. Segenap staf sekretariat dan perpustakaan Prodi IPPAK, dan karyawan
bagian lain yang telah memberikan dukungan dan sapaan kepada penulis
selama kuliah.
6. Kedua orang tua penulis yang sangat mendukung, memperhatian,
membimbing, dan banyak memberikan doa.
7. Kakak penulis dan kedua keponakan penulis yang memberi penghiburan
dan harapan.
8. Teman-teman SMP dan SMA penulis yang menyapa dan memberi
semangat kepada penulis.
9. Teman-teman asrama Putri Seraphine yang telah mendukung, memotivasi
penulis selama proses sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
10. Teman-teman mahasiswa IPPAK angkatan 2010 yang selalu memberikan
dukungan dan bantuan kepada penulis.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini
dengan tulus memberikan bantuan, dukungan hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, maka penulis
terbuka akan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi
ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 17 Desember 2014
Penulis,
Tri Agnes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 5
C. TUJUAN PENULISAN ........................................................................... 6
D. MANFAAT PENULISAN ....................................................................... 6
E. METODE PENULISAN .......................................................................... 7
F. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................. 7
BAB II TEOLOGI FEMINIS DAN PENAFSIRAN FEMINIS ................... 9
A. Munculnya Gerakan Feminisme .............................................................. 9
B. Pengaruh Gerakan Feminisme Terhadap Teologi Feminis ...................... 17
C. Teologi Feminis Dalam Gereja ................................................................ 21
D. Penafsiran Alkitab Menurut Teologi Feminis .......................................... 27
E. Hermeneutika Kecurigaan Sebagai Metode Kritis Yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Berorientasi Feminis ................................................................................. 36
RANGKUMAN ............................................................................................ 38
BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN
DALAM KITAB HAKIM-HAKIM .............................................. 39
A. Kitab Hakim-Hakim Sebagai Kitab Iman ................................................ 39
B. Tokoh Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim ....................................... 42
C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggali
Karakter Dan Peran Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim .................. 45
1. Akhsa, seorang istri yang cerdas .......................................................... 45
2. Debora:karisma perempuan yang meruntuhkan patriarki .................... 51
3. Teman perjuangan yang sangat heroik: Yael ....................................... 53
4. Delila, perempuan mandiri yang berinisiatif ........................................ 54
5. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara individu .................... 59
a. Putri Yefta, gadis yang dikurbankan ayahnya demi nazar ............ 59
b. Ibu Simson, Ibu teladan merawat anak ......................................... 65
c. Perempuan sebagai pelaksana kutuk ............................................. 68
d. Ibu Yefta, perempuan yang ditemui Simson sebagai
perempuan sundal dan Ibu Abimelekh sebagai gundik Gideon ... 69
e. Istri pertama Simson ...................................................................... 71
f. Adik ipar Simson ........................................................................... 73
g. Ibu Mikha ...................................................................................... 73
h. Gundik orang Lewi ....................................................................... 75
i. Anak perempuan yang akan dikorbankan ayahnya demi
keselamatan ayahnya dan orang Lewi............................................ 80
6. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara berkelompok ............. 80
a. Kelompok perempuan yang memegang peran tak berarti ............. 81
b. Perempuan-perempuan yang berkemah dengan Yael ................... 83
c. Gadis Yabesh-Gilead dan gadis Silo; perempuan yang tertindas . 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
RANGKUMAN ............................................................................................ 86
BAB IV USULAN KATEKESE ANALISIS SOSIAL DALAM RANGKA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN ............................................. 88
A. Refleksi Atas Pemahaman Teologi Feminis dan Ulasan
Tentang Tokoh Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim ......................... 89
B. Program Katekese Analisis Sosial ............................................................ 92
1. Katekese Analisis Sosial ....................................................................... 92
2. Latar belakang program katekese ......................................................... 95
3. Alasan pemilihan tema katekese ........................................................... 100
4. Rumusan dan tema tujuan ..................................................................... 101
5. Petunjuk pelaksanaan program ............................................................. 102
6. Matriks program katekese bagi perempuan lulusan SMA .................... 103
7. Contoh persiapan katekese analisis sosial ........................................... 106
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 112
A. Kesimpulan .............................................................................................. 112
B. Saran ......................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 115
LAMPIRAN .................................................................................................. 117
Lampiran 1 :Bacaan Kitab Suci Hak 4:17-24 ............................................... (1)
Lampiran 2:Teks cerita “Marsinah, Tragedi Seorang Buruh” ...................... (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan-
singkatan dalam Lembaga Alkitab Indonesia. (2010). Alkitab. LAI: Jakarta.
B. SINGKATAN DOKUMEN GEREJA
GS :Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965
CT : Catechesi Tradendae(Penyelenggaraan Katekese): AnjuranApostolik
Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat
beriman tentang katekese masa kini, disampaikan pada tanggal 16
Oktober 1979 di Roma.
C. SINGKATAN LAINNYA
R.A : Raden Ajeng
dll :dan lain-lain
art :artikel
HAM :Hak Asasi Manusia
terj :terjemahan
UMR :Upah Minimum Regional
SMK :Sekolah Menengah Kejuruan
SMA :Sekolah Menengah Atas
Ansos :Analisis Sosial
OMK :Orang Muda Katolik
St. :Santo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
SISKA : Siswa-Siswi Katolik Ambarawa
TKW :Tenaga Kerja Wanita
MB :Madah Bakti
no. :nomor
UU :Undang-Undang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di abad ke-21 ini kita hidup di zaman globalisasi di mana perempuan
bukanlah orang yang hanya berada di dapur dengan pendidikan rendah dengan
status ibu rumah tangga. Jauh sebelum zaman globalisasi ini, dominasi kaum pria
yang telah berlangsung secara mengglobal melukai sangat dalam hati para
perempuan. Fenomena ini tercermin di dalam segala bentuk penghinaan,
eksploitasi, penindasan, dan kekerasan terhadap perempuan (Lecrerc, 2000:v).
Kondisi perempuan yang tersubordinasi, tereksploitasi, diperbudak, dibungkam
tidak hanya merupakan kezaliman yang bukan alang kepalang, tetapi juga suatu
kebodohan (Lecrerc, 2000:ix).
Penderitaan ataupun kegagalan yang dialami perempuan yang sifatnya
massal semacam itu, akhirnya jelas berasal dari suatu sistem yang „gagal‟ untuk
memperhitungkan kepentingan semua anggota-anggotanya, karena hanya
kepentingan laki-laki (Iswanti, 2006:9). Permasalahan yang dialami perempuan
tersebut tidak dapat diselesaikan dengan nasihat-nasihat psikologis dan moralis
semata, tetapi dibutuhkan transformasi terhadap sistem realitas sosial politis yang
adil terhadap perempuan. Pendapat konvensional yang hidup dalam benak para
perencana pembangunan di negara berkembang adalah bahwa pendidikan
merupakan terapi paling tepat untuk memajukan negara berkembang yang hidup
serba terbelakang (Lukman, 1997:25). Secara teoritis, pendidikan memang
merupakan tempat yang ampuh untuk mengangkat manusia dari berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ketertinggalan termasuk dari ketidakadilan. Melalui pendidikan, selain
memperoleh kepandaian berupa keterampilan berolah pikir, manusia juga
memperoleh wawasan baru yang akan membantu upaya mengangkat martabat
hidup mereka (Lukman, 1997:25).
Menurut kaum feminis, ketidakadilan gender bersumber pada budaya
patriarkal. Selama berabad-abad budaya tersebut telah menempatkan laki-laki
sebagai pusat sejarah kehidupan. Budaya patriarkal secara riil diperkuat oleh
sistem politik dan ekonomi kapitalis yang berkembang sekitar abad ke-18. Dalam
budaya patriarkal tersebut perempuan dinomorduakan, dianggap tidak setara
dengan laki-laki. Maka sebenarnya gerakan kaum feminis berupaya
membangkitkan kesadaran kaum perempuan atas situasi yang tidak adil.
Di Indonesia, R.A. Kartini dicatat sebagai salah satu tokoh emansipasi
perempuan (Naning, 2010:46). Kartini adalah perempuan yang mengalami
ketidakadilan namun ia berani menyuarakan pendapatnya demi banyak orang.
Berbagai perjuangan Kartini mengacu pada pembentukan perempuan mandiri.
Perempuan adalah suatu “tujuan”, suatu agen bernalar yang harga dirinya ada
dalam kemampuannya untuk menentukan nasibnya sendiri (Naning, 2010:49).
Seperti Kartini, ia adalah perempuan mandiri yang berani membela kaum
perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Tidak semua perempuan berani dan
mandiri melihat ketidakadilan yang dialaminya.
Adalah fakta di sekitar kita bahwa masih banyak kaum perempuan yang
enggan atau mungkin tidak berani mengambil keputusan untuk
membebaskan jiwanya dari belenggu apapun bentuknya. Atau, kalau
mereka menginginkannya, mereka tidak mau secara terang-terangan. Sikap
ini menunjukkan bahwa mereka beranggapan bahwa jiwanya bukan
sebagai miliknya sendiri, tetapi milik kaum lelaki atau milik masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sekitarnya, sehingga sebenarnya mereka berada di garis layang (Naning,
2010:108).
Seharusnya, semua perempuan berani membawa jiwanya ke dalam
pencerahan dengan melakukan apapun yang sesuai dengan yang diinginkannya
tanpa meninggalkan norma-norma dan ajaran agama.
Pelucutan citra sejati perempuan terjadi baik dalam sejarah maupun dalam
cerita mitos. Mitos yang menghidup-hidupkan bahwa perempuan adalah makhluk
lemah adalah prinsip mendasar yang ditentang oleh para tokoh dari berbagai aliran
feminisme yang ada. Aliran-aliran tersebut adalah : feminisme liberal, feminisme
radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme eksistensialis, dan feminisme
multikultural dan feminisme global (Naning, 2010:84). Untuk sebagian kalangan
feminis, tidak heran jika timbul berbagai reaksi mulai dari yang sekedar
memendam rasa tidak puas hingga yang berani bersuara bahkan yang lebih
ekstrem, memberontak terhadap tatanan yang telah berakar di masyarakat. Tidak
heran pula jika di berbagai penjuru dunia kita akan menemukan gerakan kaum
perempuan yang dikenal dengan istilah “feminisme.” Feminisme adalah suatu
gerakan yang dilandasi oleh kesadaran kaum perempuan bahwa mereka adalah
makhluk yang Tuhan ciptakan sederajat dengan pria (Johnson, 2003:94).
Kekristenan tidak luput dari konteks budaya patriarkal. Hal ini tampak
dalam tulisan-tulisan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang sangat
dipengaruhi oleh budaya patriarkal. Misalnya dalam Mat 14:21 tertulis,” yang ikut
makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak”.
Gambaran perempuan yang memprihatinkan tersebut, ternyata juga dapat
ditemukan di zaman Perjanjian Lama. Peranan perempuan dibatasi, namun bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mereka yang diutus Allah mempunyai karakter sendiri, percaya diri, penuh akal,
berani, dan bisa menjadi sangat militan. Sayangnya, banyak ditemukan dalam
Perjanjian Lama yang mengisahkan peran perempuan sebagai budak, selir, bahkan
perempuan sundal. Bagimana dengan sikap Yesus, apakah masih
mendiskriminasikan perempuan? Dalam masyarakat Yahudi, pemisahan laki-laki
dan perempuan sangat ditekankan. Kehadiran Yesus mendobrak tradisi ini, Yesus
mengangkat martabat perempuan dengan banyak melibatkan perempuan dalam
karya-Nya.
Tugas Gereja dalam perutusannya adalah mewartakan “Kabar Gembira”,
yakni warta keselamatan dan pembebasan yang datang dari Allah melalui Putra-
Nya yang tunggal, Yesus Kristus yang dikandung oleh Roh Kudus dilahirkan oleh
Perawan Maria. Maka pewartaan Gereja harus menjadi sebuah cerita tentang
Allah yang hadir menyertai manusia dan membebaskannya dari berbagai situasi
yang membelenggu. Wahyu Allah harus disesuaikan dengan situasi dan
masyarakat tertentu karena wahyu Allah dinamis untuk segala situasi dan zaman.
Gereja zaman sekarang telah mengangkat masalah perempuan melalui
dokumen-dokumen Gereja. Dalam GS art.9, manusia diajak untuk
mengembangkan martabatnya sendiri sehingga kesamaan hak diberikan kepada
perempuan. Ditegaskan kembali dalam art.29 bahwa hak-hak asasi pribadi itu
belum dimana-mana dipertahankan secara utuh dan aman. Maka lembaga-
lembaga manusiawi, baik swasta maupun umum, hendaknya berusaha melayani
martabat serta tujuan manusia, seraya sekaligus berjuang dengan gigih melawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
setiap perbudakan sosial maupun politik, serta mengabdi kepada hak-hak asasi
manusia di bawah setiap pemerintahan.
Untuk mampu berperan dan menggunakan seoptimal mungkin kesempatan
yang tersedia di abad ke-21 ini perempuan dituntut untuk memiliki suatu sikap
mandiri, di samping suatu kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai
manusia sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Profil perempuan saat ini
digambarkan sebagai manusia yang hidup dalam situasi dilematis. Contoh situasi
dilematis yang dihadapi oleh perempuan Indonesia adalah berkarier namun
mereka juga terpanggil untuk tidak melupakan kodrat mereka sebagai perempuan
yang mendidik anaknya.
Bertolak dari kenyataan ini, penulis ingin membahas gambaran perempuan
menurut teologi feminis di zaman Perjanjian Lama dengan mengambil salah satu
kitab dalam Perjanjian Lama yaitu Kitab Hakim-hakim. Penulis memilih Kitab
Hakim-hakim karena di dalamnya banyak dikisahkan tentang berbagai karakter
perempuan. Dikisahkan juga perempuan sebagai hakim Israel. Selain itu ada
banyak dikisahkan perjuangan perempuan yang menginspirasi penulis.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka dirumuskan
beberapa permasalahan antara lain :
1. Apa itu teologi feminis dan bagaimana metode penafsiran feminis?
2. Bagaimana metode penafsiran feminis diterapkan dalam analisis
penggambaran perempuan dalam Kitab Hakim-hakim?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Bagaimana gambaran perempuan dari hasil penafsiran feminis dalam Kitab
Hakim-hakim dapat dipakai untuk pemberdayaan perempuan?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, penulisan ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui pokok-pokok tentang teologi feminis dan metode yang
berorientasi feminis.
2. Melalui metode penafsiran feminis, mengenal karakter perempuan-
perempuan yang ada di zaman para hakim Israel.
3. Membantu umat untuk merefleksikan pengalaman hidupnya dan lebih
memberdayakan diri sebagai perempuan dengan adanya katekese berdasarkan
analisis feminis dalam Kitab Hakim-hakim.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini, antara lain:
1. Akademis
Menambah wawasan tentang teologi feminis dan gambaran perempuan dalam
Kitab Hakim-hakim.
2. Praktis
Sebagai inspirasi dan refleksi bagi pihak lain dalam penyajian informasi, juga
dapat menjadi bahan kajian studi untuk mengetahui perempuan pada zaman
Hakim-hakim. Dan menjadi bahan materi untuk katekese dengan tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
memberdayakan perempuan menjadi perempuan yang mandiri dan
bertanggung jawab.
3. Penulis
Semakin membantu penulis untuk mengembangkan spiritualitas pelayanan,
dan menambah pengetahuan tentang teologi feminis sehingga dapat
menyumbangkannya dalam katekese untuk membantu memberdayakan
perempuan.
E. METODE PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif
analitis yaitu metode yang menggambarkan pandangan para ahli, kemudian
memaknai, memahami, dan menganalisis data-data yang diperoleh melalui studi
pustaka, sehingga dapat menjelaskan dan akhirnya dapat menarik kesimpulan.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok -
pokok sebagai berikut;
Pada bab I, penulis mengawali pendahuluan dengan membicarakan
latar belakang penulisan dan rumusan masalah yang penulis gunakan, sehingga
menemukan tujuan dan manfaat serta metode yang akan dipakai dalam penulisan
skripsi ini. Sebagai akhir dari bagian ini, penulis menguraikan secara singkat
tentang isi dari keseluruhan skripsi dalam sistematika penulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Pada bab II, penulis akan memaparkan secara jelas tentang munculnya
gerakan feminisme, pengaruh gerakan feminisme terhadap teologi feminis, teologi
feminis dalam Gereja dan penafsiran Alkitab menurut teologi feminis.
Pada bab III, penulis akan menguraikan tentang gambaran umum Kitab
Hakim-hakim, tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim dan penerapan
metode hermeneutika kecurigaan dalam menggali karakter dan peran perempuan
dalam Kitab Hakim-hakim.
Pada bab IV, penulis akan merefleksikan hasil studi dan analisis serta
memberikan sumbangan pemikiran yang dapat bermanfaat. Salah satu bentuk
sumbangan pemikiran yang dapat penulis berikan adalah katekese dengan model
analisis sosial.
Dan sebagai penutup dari skripsi ini, pada bab V, penulis akan menarik
kesimpulan berdasarkan pemikiran yang telah tertuang dalam beberapa bab
sebelumnya serta saran yang dapat penulis berikan untuk pembaca dan umat agar
dapat memperkembangkan diri sebagai perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
TEOLOGI FEMINIS DAN METODE PENAFSIRAN FEMINIS
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan tentang sejarah feminisme.
Awalnya, feminisme muncul akibat penindasan perempuan dalam berbagai segi
kehidupan di Amerika Latin. Kemudian, beberapa perempuan berani
menyuarakan bahwa perempuan mempunyai kebebasan dan martabat yang utuh
layaknya laki-laki. Gerakan tersebut muncul di berbagai tempat hingga
berlangsung sekitar dua dekade. Gerakan tersebut juga menyentuh ranah Gereja.
Menurut mereka, teologi pembebasan dalam Gereja belum dirasakan oleh
perempuan karena masih adanya perbudakan dan androsentrisme yang tidak
sesuai dengan kehendak Allah. Akhirnya gerakan ini melahirkan teologi feminis.
Dalam penerapannya dalam Gereja, para teolog feminis berjuang demi martabat
perempuan yang tertulis dalam Kitab Suci dan tradisi Gereja. Kemudian Gereja
membuka diri pada teolog feminis dengan ambil bagian dalam penafsiran Alkitab.
Artinya, tidak mengubah tulisan Alkitab namun memaknai bersama demi tujuan
pemberitaan Kabar Gembira bagi kaum tertindas. Hal ini ditanggapi oleh teolog
feminis dengan menyusun model dan metode penafsiran Alkitab yang berpihak
pada perempuan.
A. MUNCULNYA GERAKAN FEMINISME
Diskriminasi gender tersingkap tidak saja dalam pola-pola dominasi
patriarkal kaum laki-laki, tetapi juga dalam perilaku yang menjadikan pengalaman
kaum laki-laki sebagai pusat di dalam semua bidang kehidupan (Clifford,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2002:34). Tak heran jika di seluruh penjuru dunia muncul gerakan perempuan
untuk bersuara dan menemukan martabat mereka. Era 1960 an dan 1980 an
merupakan masa mobilisasi besar-besaran bagi perempuan Amerika Latin
(Zakiyuddin,1996:59). Para perempuan di Amerika Latin berjuang demi hak
kewarganegaraan, menghadapi situasi kemiskinan yang makin meningkat di
bawah rezim-rezim diktator militer, dalam gerakan-gerakan sosial kerakyatan di
wilayah perkotaan maupun pedesaan, mereka maju untuk berpartisipasi secara
mendalam di bidang politik (Fiorenza ed, 1996:4-5). Dalam keagamaan di
Amerika Latin, di berbagai gereja, Katolik maupun Kristen Protestan, masa itu
ditandai dengan adanya komunitas basis gerejawi beserta wacana yang
membenarkan keberadaan mereka, yakni teologi pembebasan. Sejumlah
perempuan Katolik terlibat dalam proyek pembentukan sebuah „gereja untuk
kaum miskin‟. Di sinilah perempuan Amerika Latin mulai menghasilkan teologi.
Karya-karya para teolog perempuan pertama yang diterbitkan muncul di berbagai
ulasan pastoral dalam karya-karya teologi pembebasan (Zakiyuddin,1997:59).
Namun, teologi itu sering ditolak karena dianggap jauh atau tidak relevan dengan
perhatian perempuan Amerika Latin (Zakiyuddin,1997:77). Teolog perempuan
peka terhadap bentuk kekuasaan yang merancang simbol-simbol sosial, budaya
dan teologi (Andalas,2009:62). Dalam karyanya, mereka menggaungkan teologi
pembebasan dan mencatat ketiadaan sumbangan spesifik dari sudut pandang
perempuan serta menggugah peran serta aktif perempuan-perempuan Amerika
Latin, sebagai agen-agen intelektual di dalam proses kerakyatan (Fiorenza ed,
1996:5-6). Tujuan mereka sama yaitu ingin menunjukkan bahwa kodrat sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
perempuan tidak lebih rendah daripada laki-laki. Feminisme sering dituduh
menyatakan perang gender, seolah-olah pada masa sebelumnya hubungan antara
laki-laki dan perempuan berjalan dengan baik. Seolah-olah sikap memusuhi
perempuan yang berakar kuat pada diri laki-laki, yang terjadi di segala penjuru
dunia dan di dalam seluruh sejarah peradaban manusia, yang tercermin di dalam
segala bentuk penghinaan, eksploitasi, penindasan, dan kekerasan terhadap
perempuan tidak merupakan keadaan perang dingin tetapi nyata dilestarikan
(Leclerc, 2000:v-vi). Feminisme tidak menginginkan dominasi perempuan
terhadap laki-laki maupun masyarakat luas. Feminisme sebagai gerakan untuk
mengakhiri seksisme, eksploitasi seksis, dan penindasan (Andalas, 2009:60).
Feminisme adalah sebuah wawasan sosial, yang berakar dalam
pengalaman kaum perempuan menyangkut diskriminasi dan penindasan
oleh karena jenis kelamin, suatu gerakan yang memperjuangkan
pembebasan kaum perempuan dari semua bentuk seksisme dan sebuah
metode analisis ilmiah yang digunakan pada hampir semua cabang ilmu
(Clifford, 2002:29).
Christine de Pizan, seorang penyair dan pengarang menceburkan dirinya
dalam perdebatan yang sangat penting bagi kaum perempuan. Menurutnya ada
beberapa makna dari perjuangan kaum feminis yang dapat disimpulkan bahwa
feminisme adalah gerakan/perubahan/kebangkitan/perjuangan dari kaum
perempuan yang mendengar dan mengalami ketidakadilan untuk mendapatkan
hak-hak kaum perempuan di tengah masyarakat serta untuk menyuarakan
pendapat mereka demi martabat mereka dan eksistensi mereka bahwa mereka juga
bisa berpikir dan melakukan profesi serupa kaum laki-laki. Sehingga musuh kaum
perempuan bukanlah laki-laki, namun sebuah sistem yang tidak mengenal jenis
kelamin. Christine de Pizan juga memperjuangkan dua segi kesempatan yang juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
harus dimiliki bagi kaum perempuan yaitu pendidikan dan peluang profesi. Hal ini
dapat berarti bahwa di dua segi ini terdapat banyak diskriminasi terhadap kaum
perempuan. Untuk mencapai semua hal yang diharapkan oleh kaum perempuan,
Pizan menegaskan juga bahwa selain merombak sistem dan paradigma juga harus
ada motivasi dari perempuan itu sendiri tentang tujuan dan arti menjadi seorang
perempuan.
Feminisme berupaya melahirkan wawasannya tentang kaum perempuan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai stereotip
gender, entah yang terlihat atau terselubung, yang merintangi penentuan
diri yang sehat dari kaum perempuan (Clifford, 2002:30).
Dalam bukunya, Clifford membedakan gerakan feminisme menjadi tiga
gelombang. Gelombang pertama feminisme bertalian dengan akses perempuan
untuk memperoleh hak suara. Setelah mereka memperoleh hak tersebut, maka
gerakan feminisme berakhir di Amerika Serikat. Gerakan feminisme kedua terjadi
setelah Perang Dunia II di tahun 1960 diperjuangkan oleh kaum perempuan di
Amerika Serikat dan Eropa Barat yang memiliki kulit hitam. Mereka tidak
mempunyai hak yang sama layaknya kaum perempuan berkulit putih di sana.
Mereka juga ingin menampilkan kajian-kajian kaum feminis sebagai suatu
disiplin ilmu yang baru. Gelombang ketiga feminisme terjadi pada penghujung
tahun 1970-an yang diselenggarakan di New York dalam konferensi kaum feminis
internasional (Clifford, 2002:21). Mereka memperjuangkan hak-hak mereka dan
penghapusan dikriminasi terhadap perempuan atas dasar apapun (etnis, warna
kulit, kelas sosial, dll) serta menentang Perang Vietnam. Gelombang ketiga
feminisme ini menjangkau seluruh dunia yang memperhatikan perbedaan yang
ditimbulkan oleh lokasi di dalam kehidupan masing-masing perempuan. Alasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
utama setiap gerakan feminisme ialah guna mengakhiri penindasan, diskriminasi
dan tindak kekerasan yang ditimpakan kepada kaum perempuan, serta
memperoleh kesederajatan dan martabat manusia yang sepenuhnya bagi setiap
perempuan (Clifford, 2002:22).
Dalam gelombang kedua feminisme, kaum perempuan memiliki beragam
pengalaman tentang patriarkal dan androsentrisme, maka mereka mempunyai
berbagai cara guna menganalisis sebab dan mencari penawarnya. Analisis atas
berbagai sisi tilik menyangkut beragam bentuk ungkapan gerakan feminisme
bermuara pada rupa-rupa pengelompokan atas feminisme oleh para cendekia
(Clifford, 2002:38). Model-model utama feminisme dari gelombang kedua
adalah: feminisme liberal, feminisme kultural, feminisme radikal. (Clifford,
2002:41).
Feminisme liberal; gerakan feminisme yang umum dan logis. Ciri dari
gerakan ini adalah penekanan dan motivasi utamanya adalah untuk
menggapai kesederajatan yang penuh antara kaum perempuan dan kaum
laki-laki dalam setiap ranah kehidupan bermasyarakat di bidang hukum,
politik, ekonomi dan sipil sebagai seorang pribadi dewasa yang otonom.
Perwujudan gerakan dengan menuntut agar setiap perempuan memiliki
hak privasi yang menjamin keputusan atas tubuhnya sendiri, khususnya
menyangkut hal melahirkan keturunan, kesehatan seksual dan
reproduksinya.
Feminisme kultural, disebut juga feminisme romantis atau feminisme
reformasi; memusatkan perhatian pada peran perempuan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
tradisional. Misalnya peran sebagai ibu. Feminisme kultural merupakan
reaksi dari revolusi industri. Feminisme kultural melihat perempuan
sebagai makhluk yang kurang ambisius dan bernafsu dibandingkan dengan
laki-laki dan lebih cenderung bersikap egaliter, mengasuh dan
menciptakan kedamaian daripada laki-laki.
Feminisme radikal; gerakan yang lebih banyak memperhatikan kesetaraan
sosial kaum perempuan. Gerakan ini berupaya membasmi setiap bentuk
dominasi kaum laki-laki. Untuk seorang feminis radikal, unsur terpenting
dari analisis sosial ialah kesadaran tentang bagaimana patriarkal telah
menata masyarakat. Yang membuat feminisme menjadi radikal adalah
keyakinan bahwa dominasi kaum laki-laki merupakan akar dari semua
masalah kemasyarakatan.
Feminisme sosialis dipengaruhi oleh prinsip-prinsip marxis, yakni
perjuangan kelas ekonomi. Kapitalisme patriarkal tampak nyata dalam
perendahan nilai kerja kaum perempuan dalam melahirkan dan
membesarkan anak karena hal itu tidak dianggap sebagai hal yang
produktif secara ekonomi. Sosialisme tidak secara otomatis membebaskan
kaum perempuan. Walaupun dalam masyarakat sosial kaum perempuan
bebas bekerja di luar rumah sama seperti kaum laki-laki, namun sebagian
besar dari kaum pekerja perempuan tetap saja melakukan hampir semua
pekerjaan rumah tangga di rumahnya. Sasaran dari feminisme sosialis
adalah perubahan, sembari mensosialisasikan kaum perempuan dan laki-
laki pada peran-peran tertentu yang memiliki sangkut paut yang kuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dengan bidang ekonomi. Kaum perempuan dan laki-laki dari semua kelas
harus memiliki peluang yang sama untuk mencari nafkah dengan bekerja
dan terlibat secara aktif dalam peran sebagai orangtua.
Gelombang kedua feminisme ini diteruskan dalam gelombang ketiga
feminisme. Mereka memiliki beragam pengalaman serta keprihatinan yang unik
yang bertalian dengan lokasi sosial mereka yang khas. Setiap kelompok berupaya
mengembangkan agenda-agenda pembebasannya masing-masing yang
menanggapi berbagai pengalaman serta hasratnya yang unik akan pembaruan
yang positif. Guna menarik perhatian kepada pertalian antara perjuangan kaum
perempuan di dalam sistem-sistem patriarkal dan krisis ekologis, muncullah
istilah “ekofeminisme”. Merangkum kemajemukan suara yang memautkan
dominasi atas diri kaum perempuan (dan kelompok orang tertindas lainnya)
dengan eksploitasi atas alam non insani, seraya menandaskan bahwa kedua bentuk
dominasi tersebut bertalian secara erat dan memperkokoh satu sama lain.
Diarahkan oleh wawasan tentang keadilan ekologis yang merangkul semua ranah
kehidupan, kaum ekofeminis berupaya mengakhiri segala bentuk diskriminasi dan
eksploitasi, karena tidak ada upaya untuk membebaskan kaum perempuan, atau
kelompok tertindas yang mana pun, yang akan berhasil kecuali ia dikaitkan
dengan pembebasan alam non insani.
Dewasa ini, feminisme menjadi benar-benar gamblang kalau
mempertimbangkan permasalahan global yang ada menyangkut kriminalitas dan
kekerasan yang ditujukan kepada kaum perempuan dan anak-anak perempuan.
Penganiayaan oleh suami, pemerkosaan, pembunuhan, mutilasi, pengguguran bayi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
perempuan, pengucilan serta perdagangan internasional kaum perempuan dan
anak-anak perempuan, bersama dengan pelecehan di tempat kerja, menjadikan
tindak kekerasan terhadap kaum perempuan sebagai persoalan hak asasi manusia
yang paling meraja lela di dunia ini. Seringkali hak asasi yang selayaknya
dilindungi oleh negara dan hukum belum layak dirasakan oleh masyarakat pada
umumnya. Bahkan ajaran moral dari agama-agama bukanlah lagi hal yang
memberikan pencerahan bagi penganutnya.
Sikap yang berprasangka itu berasal dari ketidakmampuan orang untuk
berhadapan dengan orang-orang lain yang berbeda dengan dirinya atau untuk
menerima mereka sebagai orang yang sepenuhnya manusia seperti dirinya sendiri.
Seksisme menampilkan diri dengan dua cara. Cara pertama, seksisme
menampilkan diri dalam struktur-struktur yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga kekuasaan selalu ada dalam tangan kaum laki-laki yang mendominasi,
orang laki-laki yang lain berada dalam kedudukan di bawah yang bertingkat –
tingkat, dengan tingkat paling bawah ditempati orang-orang yang paling kecil
kekuasaannya. Struktur ini disebut patriarki. Cara kedua, seksisme menampilkan
diri dalam pola-pola berpikir yang mengangkat kemanusiaan laki-laki dan
menjadikannya sebagai norma untuk semua orang. Cara berpikir seperti ini
disebut androsentrisme, visinya tentang kemanusiaan berpusat pada laki-laki
dewasa. Perempuan dipandang sebagai manusia bukan menurut haknya sendiri,
melainkan menurut kedudukannya sebagai manusia kelas dua, kedudukan yang
berasal dari dan bergantung pada laki-laki. Citra diri perempuan mengalami
hantaman-hantaman. Kurangnya penghargaan diri dan kepercayaan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
perempuan terdapat dimana-mana, bahkan di kalangan perempuan yang memiliki
kemampuan lebih. Apa yang diserukan adalah transformasi diri dan sistem-sistem
sosial yang mendukung hubungan-hubungan yang bersifat eksploitasi, terutama
hubungan antara laki-laki dan perempuan.
B. PENGARUH GERAKAN FEMINISME TERHADAP TEOLOGI
FEMINIS
Pada awal 1960-an beberapa teolog wanita dan mahasiswi seminari
mengembangkan satu jurusan teologi baru yang mereka sebut dengan Teologi
feminis.
Sebelum abad ke 19, kaum perempuan dipandang sebagai yang kedua
sesudah kaum laki-laki. Kitab Suci dalam masyarakat Barat
disalahfungsikan sebagai sumber utama dan pembenar terhadap
penindasan perempuan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun
Gereja (Andalas, 2009:147).
Teologi lahir dari keinginan jemaat beriman untuk memahami secara lebih
penuh relasi keimanannya dengan Allah, dengan menafsir keyakinannya itu atas
cara-cara yang dapat dipahami oleh zaman dan tempatnya (Clifford, 2002:50).
Teologi feminis muncul dari pengakuan akan penderitaan kaum perempuan yang
tertindas yang dinilai bertentangan dengan martabat mereka sebagai manusia dan
kehendak Allah.
Teologi feminis sebagai suatu teologi kritis pembebasan, berkembang
dalam tantangan terhadap androsentrisme simbolik dan dominasi patriarki
dalam agama, berusaha menemukan kembali warisan biblis untuk
memperkuat perjuangan kaum perempuan demi pembebasan (Fiorenza,
1995: 14).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Aruna Granadason memilah kekerasan terhadap perempuan menjadi
kekerasan terbuka dan terselubung. Kekerasan terhadap perempuan disebut
terbuka karena indra statistik dapat menangkapnya meskipun seringkali terbatas
rengkuhannya. Sedangkan kekerasan pada perempuan seringkali terselubung
karena ukuran statistik seringkali sulit menangkapnya. Kekerasan terselubung,
baik verbal, mental, maupun fisik menimpa jutaan perempuan (Andalas,
2009:129-130). Teologi feminis mengandung renungan-renungan yang penting
untuk dipahami (Zakiyuddin, 1997:47). Bahasa dalam upacara-upacara
keagamaan serta bahasa dalam menamai Tuhan telah serius dibatasi tanpa
mengikutsertakan pengalaman-pengalaman perempuan. Tujuan bentuk teologi
feminis tidak hanya memahami makna tradisi iman, tetapi juga mengubah tradisi
itu sejauh membawa harapan dan kabar baik kepada kaum perempuan (Fiorenza
ed, 1996:6-9).
Teologi feminis juga bisa didefinisikan sebagai sebuah cara tertentu untuk
mengajar dan menyusun teologi yang dengan permenungannya yang
konkret, menentang pengajaran teologis lain yang berpangkal pada
ortodoksi dan bukanlah berlandaskan praksis (Zakiyuddin,1997:162).
Semua teologi feminis Kristen menganut prinsip bahwa patriarkal dan
androsentrisme dalam berbagai bentuknya bertentangan dengan iman akan Allah
yang oleh pewahyuan Kristen dimaklumkan sebagai kasih itu sendiri (Clifford,
2002:52). Tujuan bentuk berteologi ini tidak hanya memahami makna tradisi
iman, tetapi juga mengubah tradisi itu sejauh tidak memberi arti kabar baik bagi
orang-orang yang adalah kaum perempuan (Johnson, 2003:122). Visi yang
membimbing teologi feminis adalah visi suatu masyarakat manusia baru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berdasarkan pada nilai-nilai saling dan timbal balik. Visi itu muncul dari analisis
yang dilakukan oleh teolog feminis.
Analisis yang dilakukan oleh para teolog feminis yaitu seksisme sudah
merasuk ke dalam kehidupan bermasyarakat.
Seksisme memandang kaum perempuan pada hakikatnya lebih rendah
harga dirinya sebagai manusia daripada kaum laki-laki dan berusaha
dengan sekuat tenaga untuk membatasi kaum perempuan dalam “tempat”
mereka sendiri (Johnson, 2003:123).
Maka beberapa ahli mengelompokkan model-model teologi feminis menjadi tiga
bentuk, yaitu :
Teologi feminis revolusioner; teologi ini dipengaruhi oleh kaum feminis
radikal yang pada mulanya ambil bagian dalam Gereja-Gereja Kristen dan
menyimpulkan bahwa agama Kristen itu adalah patriarkal yang tidak dapat
disembuhkan lagi, dan bahkan anti perempuan. Maka mereka
meninggalkan agama Kristen serta hukum patriarkal yang dipengaruhi
oleh Kitab Suci Kristen karena tidak akan memberikan harapan perbaikan.
Masalah utama mereka ialah peran utama yang diberikan kepada
pewahyuan tentang seorang Allah “laki-laki”, yang mereka yakini
digunakan untuk mengabsahkan penindasan patriarkal atas kaum
perempuan oleh Gereja-Gereja Kristen. Di samping itu, mereka
menunjukkan bahwa orang-orang Kristen tetap saja merendahkan kaum
perempuan di dalam Gereja-Gereja mereka dan di dalam relasi perkawinan
mereka.
Teologi feminis reformis; teologi yang tidak berupaya untuk
merekonstruksi total agama Kristen. Para teolog reformis tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berkehendak menggantikan Allah yang telah diwahyukan oleh Yesus
Kristus. Pendukung model teologi feminis ini percaya bahwa mereka
dapat memecahkan masalah menyangkut status kelas dua kaum
perempuan melalui cara seperti terjemahan Kitab Suci yang lebih baik dan
penekanan lebih banyak pada perikop-perikop yang berbicara tentang
kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki di dalam Kitab Suci.
Teologi feminis rekonstruksionis; model ini memiliki titik temu dengan
feminis reformis dalam komitmen kepada agama Kristen. Para teolog
feminis rekonstruksionis mencari pokok teologis yang membebaskan
kaum perempuan di dalam bingkai tradisi Kristen itu sendiri, namun juga
mencita-citakan suatu pembaruan yang lebih dalam, suatu konstruksi yang
sejati, bukan saja menyangkut struktur-struktur gerejani melainkan juga
struktur-struktur masyarakat madani. Kaum feminis rekonstruksionis
membuat penilaian kritis terhadap patriarkal, namun mereka percaya
bahwa dengan menafsir ulang simbol-simbol dan gagasan-gagasan
tradisional agama Kristen tanpa melepaskan Allah yang diwahyukan
dalam Yesus Kristus merupakan hal yang dicita-citakan. Feminisme
rekonstruksionis sangat menekankan pentingnya tindakan konkret yang
secara efektif mewujudnyatakan bahasa religius yang menyuarakan
kebenaran dan kebijaksanaan. Oleh sebab itu, mereka tidak tertarik pada
ihwal membangkitkan kesadaran akan berbagai bentuk ungkapan
patriarkal serta merancang tafsir yang berciri pembebasan, tapi berusaha
merombak persekutuan Kristen dan masyarakat madani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Wawasan-wawasan teologis yang dirumuskan mengalir dari dan bermuara
ke dalam aksi yang berupaya mengakhiri seksisme, penindasan atas orang-
orang tertekan dalam setiap bentuk dan kerusakan yang dilakukan manusia
pada bumi ini (Clifford, 2002:66).
Dari ketiga model tersebut, dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan
terutama mereka yang aktif dalam kegiatan gerejani, atau yang menjadi umat
gerejani memberikan aspirasi-aspirasi mereka dalam pemikiran melalui
pendekatan yang khas agar impian-impian mereka demi memastikan adanya
tindakan Gereja yang tanggap terhadap permasalahan kaum perempuan. Teologi
feminis mengandung renungan-renungan yang penting untuk dipahami karena
mengungkapkan pandangan-pandangan serta harapan-harapan akan dunia yang
lebih baik. Sialnya hal ini kerap disepelekan, dengan begitu malah memblokir
jalan bagi Gereja untuk memperoleh sumbangan yang akan membuatnya semakin
kaya (Zakiyuddin, 1997:47). Kaum feminis mengupayakan adanya kemitraan
sejati antara laki-laki dan perempuan di dalam Gereja, adanya keimanan terhadap
masyarakat baru yang dijanjikan dalam Kristus.
C. TEOLOGI FEMINIS DALAM GEREJA
Kata “Gereja” berasal dari kata Yunani kyriakos, yang berarti “milik”
kepunyaan Tuhan. (Clifford, 2002:219). Proses penerjemahan yang mengubah
ekklesia/perhimpunan menjadi kyriake/ gereja menunjukkan suatu perkembangan
historis yang telah menguntungkan bentuk gereja yang kyriarkhal/patriarkhal
(Fiorenza, 1995: xlvii). Istilah patriarki secara harafiah berarti kekuasaan
bapak/patriark (Asnath, 2012:25). Tradisi Kristen pada awalnya terjadi pro dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kontra terhadap kepemimpinan perempuan. Pergumulan ini ditimbulkan oleh
proses patriarkal bertahap dari gereja-gereja purba ( Fiorenza, 1995:82).
Satu dari sekian kritik yang dilancarkan oleh para ilmuwati sosial
mengenai teologi pembebasan ditujukan kepada pemiskinan kategori-
kategori seksual yang sebenarnya merupakan produk sosial yaitu gender
yang menjadi sekedar hasil pencirian biologis (Zakiyuddin, 1997:70).
Tidak hanya sampai di situ, melalui teologi feminis diharapkan tidak ada lagi
kaum perempuan yang tertindas.
Para teolog feminis menyangkal klaim teologi yang ada sekarang, yang
menyatakan diri sebagai teologi “universal.” Mereka menunjuk pada
karakter tertentu misalnya kenyataan bahwa teologi itu dihasilkan lewat
cara pandang lelaki dan karenanya bersifat eksklusif. Mereka mengajukan
rancangan pengkajian ulang, yang akan memungkinkan masuk dan
diakuinya bukan saja perempuan, melainkan juga orang-orang yang bukan
kulit putih, bukan berasal dari Barat. Menurut mereka, mendobrak
struktur-struktur patriarkal harus disertai sebuah perubahan pola-pola
pemikiran secara radikal (Fiorenza ed, 1996:10).
Namun ditemukan bahwa telaah atas sejarah Gereja-Gereja Kristen di
Eropa Barat dan Amerika menyingkapkan adanya bentuk-bentuk ungkapan yang
terang dan jelas mengenai patriarkal. Seperti terungkap dalam cara para teolog
dan pejabat gerejani gagal membawa Injil agar bersinggungan dengan penaklukan
atas diri kaum perempuan, perbudakan orang berwarna serta kezaliman
kolonialisme. Agama Kristen kadang kala menggunakan Kitab Suci untuk
mendukung kejahatan-kejahatan yang ada di tengah masyarakat, dengan
menafsirkan teks-teks relevan sebagai “bukti” bahwa praktik-praktik bersangkutan
disetujui dan didukung oleh Allah.
Tertulianus (±160-225) menyebut perempuan sebagai “gerbang iblis”,
Agustinus (354-430) berpendapat bahwa hanya lelaki sendirilah yang
merupakan citra Allah; seorang perempuan adalah citra Allah hanya
bersama dengan suaminya, Thomas Aquinas (1225-1274) dipengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
oleh Aristoteles menyebut perempuan sebagai makhluk “cacat” dan
“terkutuk”( Clifford, 2002:52-53).
Akibatnya, kaum perempuan dikucilkan dari peran kepemimpinan gerejani.
Para teolog perempuan tidak hanya menyusun metodologi mereka sendiri,
mereka mengikuti alur teologi pembebasan, mulai dari pilihan kaum miskin dan
keikutsertaan dalam praksis pembebasan. Beberapa di antara naskah-naskah
mereka menyiratkan kemiskinan perempuan sebagai materi teologi mereka.
Kajian-kajian Kitab Suci teolog feminis tidak terbatas pada penemuan kembali
berbagai pribadi perempuan yang dikisahkan, namun memusat pada penafsiran
kembali seluruh Kitab Suci dengan memihak perempuan, menyingkap keberadaan
mereka sebagai tokoh-tokoh protagonis, dalam makna yang sepenuhnya dalam
tindakan penyelamatan.
Para perempuan tersebut dalam dokumennya menekankan sumbangan-
sumbangan positif yang diberikan oleh gereja-gereja di Amerika Latin
dalam bidang Hak Asasi Manusia (HAM) serta dalam perjuangan demi
keadilan sosial, juga pentingnya teologi pembebasan dalam mengatasi
situasi-situasi ketidakadilan yang menurut mereka teologi pembebasan
tidak menyentuh penindasan terhadap perempuan atau mengangkatnya
menjadi isu penting (Zakiyuddin, 1997:64).
Masalah dalam mengaitkan teologi feminis dengan teologi pembebasan
terus muncul dalam kritik terhadap struktur-struktur Gereja. Tujuannya adalah
mendorong semua bentuk kepeduliaan yang sedang dirasakan dan diwujudkan
dalam tindakan oleh perempuan di tingkat lokal, nasional, regional serta global
(Zakiyuddin, 1997:45). Selama dua dekade terakhir, perhatian Gereja lokal
terhadap masalah seputar tema perempuan telah menunjukkan perkembangan.
Peranan Gereja lokal semakin besar mewujudkan Gereja sebagai kumpulan Umat
Allah. Perkembangan yang ditunjukkan Gereja lokal dalam menanggapi masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
perempuan, memperlihatkan fakta bahwa pelayanan Gereja lokal sebagai Gereja
yang hidup di tengah umat mampu menyentuh langsung serta memahami
permasalahan kehidupan jemaat. Gereja Katolik pada tingkat lokal, lebih
menyadari arti pentingnya kehadiran dan peran perempuan di dalam Gereja,
terlebih lagi menyadari bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang
sama sebagai anggota dan bagian Gereja, bahkan Gereja itu sendiri (Iswanti,
2006:30-33). Dekade itu memusatkan perhatian pada pemberdayaan perempuan,
hingga perempuan dapat menjadi penentu agenda kepedulian yang akan
dilaksanakan oleh Gereja (Zakiyuddin, 1997:46). Perempuan-perempuan tersebut
mempunyai kesadaran feminis. Kesadaran feminis adalah kesadaran yang berasal
dari pengalaman bahwa penyebab mereka menjadi korban adalah karena mereka
perempuan, kesadaran bahwa menjadi laki-laki lebih menguntungkan (Iswanti,
2006:6). Menurut Iswanti, teori feminis muncul akibat :
Pengalaman pribadi perempuan.
Sumber dari pengetahuan-pengetahuan yang baru, misalnya pemerkosaan atau
aborsi.
Sektor publik dan privat yang berhubungan dengan penindasan individual.
Konsep tentang perempuan sebagai suatu kelas berdasar jenis kelamin.
Kelompok-kelompok yang memiliki kesadaran feminis.
Selain membicarakan tentang Gereja, kaum feminis juga merasa tidak adil
ketika berbicara tentang Allah. Selama berabad-abad Allah dialami dan dipahami
dengan cara-cara yang berbeda oleh orang-orang yang berbeda dalam waktu dan
tempat yang berbeda pula. Meskipun Gereja mengakui bahwa Allah itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
“melampaui” gender, namun bahasa yang digunakan sebagai acuan tentang Allah
sangat dominan berciri maskulin. Emosi ini memiliki akar yang kuat dalam pola
pengunaan nama “Bapa” secara harafiah dan eksklusif ketika berbicara tentang
Allah (Clifford, 2002:157). Diantara kaum feminis yang paling kuat menentang
gagasan Allah sebagai “Bapa” adalah mereka yang berpikir bahwa simbol Allah
Bapa sebagai penguasa dunia yang transenden dan memutuskan untuk tidak
memeluk dan menerima agama Kristen. Kaum feminis ini bersama dengan kaum
feminis Yahudi yang juga menolak seorang Allah laki-laki terus memberikan
kritik terhadap simbol Allah yang maskulin yang akhirnya membuat mereka
keluar dari Yudaisme dan kekristenan. Mereka percaya bahwa kaum perempuan
dan masyarakat pada umumnya membutuhkan seorang Allah perempuan, atau
seorang Dewi. Maka mereka kembali lagi pada tradisi pra-Yahudi dan pra-
Kristen, yaitu agama-agama Para Dewi. Disana mereka menyembah sosok dewi
tertentu dengan karakter yang mereka kagumi, misalnya Ibu Pertiwi yang
melahirkan bumi dan menjaga bumi ini.
Agama ini meluhurkan berbagai kenangan masyarakat yang berciri
matrilineal (warisan diturunkan melalui garis perempuan) dan matriarkat
(kaum perempuan menduduki tempat berkuasa di dalam keluarga dan
masyarakat) (Clifford, 2002:159).
Keyakinan bahwa agama-agama kuno yang didominasi oleh para dewi
benar-benar memberi pengasuhan, kelembutan dan kedamaian tentu saja hal yang
menarik bagi banyak perempuan, namun menimbulkan banyak pertanyaan.
Romantisme agama Para Dewi ini bersifat problematis. Oleh karena itu, para
perempuan penganut agama Para Dewi ini membutuhkan lebih banyak proyeksi
idealis atas dunia kesetaraan yang dipimpin oleh seorang perempuan. Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kaum perempuan membayangkan Allah sebagai suatu realitas keilahian yang
berjenis kelamin laki-laki, maka mereka cenderung berelasi dengan Allah sebagai
“yang lain” dan bukan sebagai “yang sama dengan aku”. Gambaran-gambaran
yang ditarik dari pengalaman kaum perempuan dapat memperkuat ikatan
kemesraan yang dipunyai kaum ini dengan Allah. Bagaimanapun, nilai-nilai dan
aspirasi-aspirasi gender perempuan tidak dicakup dalam Allah tadi, maka
perempuan menjadi tidak mempunyai kemungkinan untuk menyadari keberadaan
diri mereka sendiri yang “tidak menjadi lelaki”. Supaya mampu meneguhkan dan
menyadari keberadaan diri perempuan, maka para perempuan tersebut mau tidak
mau menamai sosok Allah secara feminin. Menurut Ruether, seorang teolog
Katolik Roma keyakinan agama Para Dewi “tidak tepat secara historis dan rancu
secara ideologis.” Ajaran itu menolak kemungkinan adanya sumber daya positif di
dalam tradisi alkitabiah menyangkut simbol-simbol tentang Allah yang sepadan
dengan pengalaman kaum perempuan. Kritikan ini layak ditujukan kepada Agama
Para Dewi sebagai berhala. Bahasa tentang Allah secara intrinsik bertalian dengan
dunia dan pengalaman “keduniawian” manusia yang secara sangat mendasar
dipengaruhi oleh konteks historis dan sosial kita (Clifford, 2002:160). Di dalam
tradisi Kristen, Allah sebagai Bapa memainkan suatu peran yang penting.
Penggunaan analogi ini tidak lepas dari pengalaman manusia tentang relasi
dengan seorang ayah.
Pendekatan relasional antara laki-laki dan perempuan dapat dijelaskan
berdasarkan kisah penciptaan manusia (Kej 2:4-25). Allah menciptakan manusia
pertama, Adam dan kemudian Allah menjadikan “penolong” baginya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
“sepadan” dengan dia dan menamai dia perempuan. Kerukunan hidup antara laki-
laki dan perempuan sejak awal merupakan bentuk pertama persekutuan antar
pribadi. Sebab dari kodratnya yang terdalam manusia bersifat sosial, dan tanpa
berhubungan dengan sesama, ia tidak dapat hidup atau mengembangkan
potensinya (GS art 12).
D. PENAFSIRAN ALKITAB MENURUT TEOLOGI FEMINIS
Meski teologi pembebasan membuka bagi „pengalaman perempuan‟,
namun belum menyerap kritik yang diajukan kaum feminis. Akibatnya adanya
kelas prioritas yang diperjuangkan kaum feminis. Padahal, Kitab Suci memuat
teks-teks yang digunakan sebagai pembenaran untuk melawan perubahan demi
perbaikan kondisi kaum perempuan. Permasalahan dalam tafsir Kitab Suci lebih
dalam daripada sekedar menerjemahkan kata-kata kuno dalam bahasa yang mudah
dipahami. Upaya ini juga banyak menuai kontroversi. Karena, untuk merevisinya
perlu dikaji dari berbagai pandangan (The Pontifical Biblical Commision,
1993:69). Bagi mereka yang mendukung, kegiatan ini sebagai wadah emansipasi.
Namun, mereka mengalami hambatan karena kurangnya pengetahuan tentang
bahasa Kitab Suci. Meski demikian, tetap saja pembicaraan mengenai Kitab Suci
menurut kaum feminis tidak sirna.
Baru pada tahun 1943, tahun yang sama dimana Paus Pius XII meminta
agar para cendekia Katolik mendayagunakan berbagai metode kritik Kitab
Suci modern dalam telaah mereka atas Kitab Suci (“Divino Afflante
Spiritu”), program teologi Katolik Roma ini untuk pertama kalinya
terbuka bagi perempuan (Clifford, 2002:86).
“Bible” atau Kitab Suci adalah sebuah kata yang berasal usul dari bahasa
Yunani, yaitu biblia, yang berarti “buku-buku”. Jadi “bible” tidak berarti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
satu buku saja, melainkan kumpulan buku. Ketika kata biblia
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, ia berubah menjadi bentuk tunggal
dan tetap tinggal sebagai kata benda tunggal dalam padanan bahasa
Inggrisnya. Dalam dunia kuno pada masa Kitab Suci disusun, buku-buku
itu berbentuk gulungan. Karena dikumpulkan dalam rentang waktu
berabad-abad, maka Kitab Suci itu merupakan sebuah perpustakaan yang
terus bertambah koleksinya berupa gulungan-gulungan kitab yang ditulis
dalam banyak bahasa berbeda dan dalam rupa-rupa ragam literer, yang
kesemuanya mewakili dan menyajikan beragam kebudayaan serta sisi tilik
teologis (Clifford, 2002:85-87).
Kitab-kitab yang kemudian tercakup dalam Kitab Suci sudah mulai
diterjemahkan dan disunting bahkan sebelum keputusan akhir mengenai
komposisinya diambil (Clifford, 2002:87). Karena tidak ada satupun kitab atau
gulungan yang asli yang masih tersisa, maka terjemahan dibuat berdasarkan
salinannya. Akibatnya, salinan teks-teks menghasilkan beberapa variasi yang
menyelinap ke dalam manuskrip-manuskrip awal. Hal ini menyebabkan terjadinya
perbedaan dalam berbagai terjemahan. Setiap ihwal penerjemahan menyiratkan
upaya menciptakan istilah, karena tidak ada satu bahasapun yang dapat
diterjemahkan sepenuhnya ke dalam bahasa yang lain. Persoalan terjemahan ini
semakin pelik karena Kitab Suci adalah teks kuno yang ditulis selama beberapa
abad yang berbeda, di tempat yang berbeda dan oleh pengarang yang berbeda
pula. Oleh karena itu, para cendekia yang melakukan terjemahan atas teks Kitab
Suci harus berhati-hati memeriksa pemakaian istilah untuk memberikan makna
dalam perikop tertentu dan diselaraskan dengan zaman penulisan Kitab Suci dan
zamannya.
Kitab Suci sebagai sebuah cerita tentang relasi Allah dengan manusia
terbuka kepada lebih dari satu penjelasan. Setiap rekonstruksi penjelasan
menuntut penelitian historis secara saksama tentang kronologi peristiwa-peristiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
alkitabiah yang muncul di dalam cerita-cerita Kitab Suci dan kurun waktu
penyuntingan kisah-kisah itu beserta penulisan akhirnya. Sebuah rekonstruksi
penafsiran imajinatif sangat diperlukan karena jemaat-jemaat alkitabiah itu tidak
menyimpan sebuah rekaman tentang proses yang menghasilkan kitab-kitab yang
terdapat dalam Kitab Suci.
Dalam Perjanjian Lama, kisah-kisah tentang berbagai momen pewahyuan
sangat sering dihubungkan dengan sosok-sosok pemimpin, seperti Abraham,
Musa, Daud dan Salomo, serta para nabi seperti Amos, Hosea dan Yeremia yang
semuanya adalah laki-laki. Dalam Perjanjian Baru, cerita-cerita Injil terpusat pada
Yesus yang walaupun dimaklumkan oleh orang-orang Kristen sebagai Yang Ilahi
dan karenanya bebas dari keterbatasan-keterbatasan insani, namun meraga sebagai
seorang laki-laki Nazaret dari abad pertama. Cerita-cerita Injil juga menampilkan
lebih banyak kaum laki-laki khususnya para murid laki-laki Yesus, daripada kaum
perempuan. Sejarah tentang pembentukan kanon Kitab Suci memperlihatkan
bahwa tidak semua teks awal yang ada dalam komunitas-komunitas Yahudi dan
Kristen diterima sebagai otoritatif. Kadangkala tidak mudah menentukan mengapa
kitab-kitab tertentu dinilai sebagai kanonik dan yang lain tidak. Kriteria yang
digunakan pun tidak jelas sehingga menimbulkan kontroversi berkaitan dengan
kanon Kitab Suci.
Ada beberapa model penafsiran alkitab menurut Elizabeth Fiorenza dalam
bukunya “In Memory of Her”, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
a. Model pendekatan doktriner
Model ini memahami Kitab Suci sebagai pernyataan ilahi dan kewibawaan
kanonik dalam pengertian dogmatis yang ahistoris. Dalam bentuk-bentuknya
yang konsisten, pendekatan ini menekankan pengalaman verbal dan ineransi
(tidak mungkin salah) historis-hurufiah Kitab Suci. Teks Kitab Suci bukan
hanya sebuah ungkapan pernyataan yang historis melainkan pernyataan itu
sendiri. Artinya adalah tidak hanya mengkomunikasikan firman Allah, tetapi
Kitab Suci adalah Firman Allah itu sendiri.
b. Model eksegesis historis positif.
Model ini dikembangkan untuk mengkonfrontasikan klaim-klaim dogmatis
Kitab Suci dan kewibawaan doktriner Gereja. Serangannya terhadap
kewibawaan pernyataan Kitab Suci dikaitkan dengan sebuah pemahaman
mengenai eksegesis dan historiografi yang positif, faktual, objektif dan bebas
nilai. Penafsiran ini berusaha untuk dapat membaca teks-teks dan suatu
penyajian “fakta-fakta” historis secara ilmiah. Pendekatan ini masih menganut
dogma tentang penafsiran yang tidak memihak. Pendekatan ini sering kali
menghindarkan diri dari menyebutkan akibat-akibat dan signifikansi
penelitiannya karena tidak mau dituduh memaksakan teks-teks dan “data”
Alkitab ke dalam cetakan ideologis yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Penafsiran hermeneutik-dialogis
Model ini dengan sungguh-sungguh memanfaatkan metode-metode historis
yang dikembangkan oleh model kedua, sementara pada saat yang sama
merefleksikan interaksi antara teks dan komunitas atau teks dan penafsirnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Telaah-telaah metodologis tentang kritik bentuk dan redaksi telah
membuktikan bahwa tulisan-tulisan Kitab Suci merupakan tanggapan-
tanggapan teologis atas situasi-situasi praktis-pastoral sementara diskusi-
diskusi hermeneutik telah menguraikan keterlibatan sang ahli dalam
penafsiran teks-teksnya. Namun, studi kritik bentuk dan kritik redaksi telah
dikritik karena mengkonseptualisasikan situasi komunitas-komunitas Kristen
perdana terlalu banyak dalam bentuk pengertian perjuangan keyakinan
tradisional. Maka, studi-studi tentang dunia sosial Kitab Suci menekankan
bahwa tidak cukup merekonstruksi ruang lingkup gerejawi. Komunitas dan
kehidupan Kristen selalu saling terjalin dengan konteks-konteks budaya,
politik dan masyarakat. Model ini sangat menekankan penafsiran dialogis,
karenanya model hermeneutik ini dapat digabungkan dengan usaha teologis
neoortodoks.
d. Model teologi pembebasan
Berbagai bentuk teologi pembebasan telah menantang apa yang disebut
teologi akademik yang objektif. Pemahaman dasar dari semua teologi
pembebasan, termasuk teologi feminis adalah pengakuan bahwa semua teologi
dari definisinya selalu terlibat demi atau menentang kaum tertindas.
Objektivitas intelektual tidak mungkin terjadi dalam sebuah dunia yang penuh
dengan pemerasan dan penindasan. Oleh karena itu, teologi tidak dapat
berbicara tentang keberadaan manusia secara umum atau tentang teologi
biblika secara khusus tanpa secara kritis mengidentifikasi mereka yang
kemanusiaannya dibicarakan oleh simbol-simbol dan teks-teks Kitab Suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Telaah komitmen keilmuan teologis yang historis akademik diperlukan karena
keilmuan teologis biblika seringkali tanpa sadar melayani kepentingan-
kepentingan politik akademi yang tidak hanya membuat ukuran-ukuran kaum
lelaki pokok dari keilmuan tetapi juga secara teoritis ikut melegitimasikan
struktur-struktur penindasan dalam masyarakat.
Teks Kitab Suci memang androsentrik dan bahwa kaum lelaki telah
meninggalkan cap mereka dalam pernyataan biblika (Suleeman terj, 1995:33).
Kitab Suci tidak hanya ditafsirkan dari perspektif laki-laki seperti yang
diperdebatkan oleh sebagian feminis. Tetapi juga buatan manusia karena ia dibuat
oleh lelaki dan merupakan ungkapan dari sebuah kebudayan patriarkal.
Pernyataan ilahi diungkapkan dalam bahasa manusia yang secara historis terbatas
dan terkondisikan secara budaya (Suleeman terj, 1995:34). Ada beberapa metode
hermeneutik yang ditawarkan Elisabeth S. Fiorenza untuk menafsirkan Kitab Suci
yaitu hermeneutik kecurigaan, hermeneutik ingatan, hermeneutik evaluasi dan
proklamasi, dan hermeneutik imajinasi (Fiorenza, 1992:57-76).
1. Hermeneutik kecurigaan
Metode ini menumbuhkan sikap kecurigaan dan tidak secara mutlak
menerima otoritas Kitab Suci, dengan kata lain kaum perempuan diharapkan
dapat membaca Kitab Suci secara kritis. Karena penulisan Kitab Suci ditulis oleh
kaum laki-laki dan diwarnai oleh budaya laki-laki yang sangat mendominasi.
Dalam metode penafsiran ini ia tidak memakai otoritas Alkitab sebagai otoritas
tertinggi, ia menerima asumsi dasar gerakan feminisme bahwa teks Alkitab dan
interpretasinya bercorak androsentris.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Hermeneutik Ingatan
Metode kedua ini mendorong dan memberi semangat kepada kaum
feminis dengan mengingat kembali penderitaan perempuan dalam Alkitab dan
mencari artinya untuk kepentingan kaum perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh
kenyataan bahwa bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci adalah bahasa
androsentris sebagai bahasa umum, sehingga perempuan tidak masuk di
dalamnya. Untuk menyadari bahwa perempuan juga berada dalam perikop Kitab
Suci maka perlu dibaca perikop perempuan sebagai indikator dan petunjuk bahwa
perempuan ada di pusat kehidupan Kitab Suci.
3. Hermeneutik Evaluasi dan Proklamasi
Metode ini ingin memberikan evaluasi kritis terhadap otoritas Kitab Suci.
Kaum perempuan memiliki otoritas untuk memilih dan menolak suatu teks atau
perikop Kitab Suci tertentu yang dirasa tidak sesuai dengan jiwa feminis. Teks
atau perikop Kitab Suci dievaluasi terlebih dulu dan diuji menurut isi pembebasan
dalam konteks feminis dan fungsinya dalam konteks historis masa kini. Penafsiran
suatu perikop Kitab Suci harus lahir dari suatu penelitian yang sistematis akan
pengalaman penindasan dan pembebasan perempuan. Maka, teks harus
dibebaskan dari kurungan tradisi atau budaya tertentu terlebih budaya patriarki.
Hermeneutik proklamasi bermaksud untuk memproklamasikan teks
Alkitab yang membebaskan kaum perempuan dan menyuarakan kebebasan kaum
perempuan. Dalam tafsir feminis dikembangkan pemberitaan bahwa teks dalam
Kitab Suci yang menunjukkan penindasan dan diskriminasi manusia bukanlah
Sabda Allah. Maka kaum perempuan harus senantiasa menyadari bahwa dirinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
memiliki otoritas memilih perikop Kitab Suci yang tidak menggambarkan
penindasan. Kaum perempuan perlu bersikap kritis dalam membaca Kitab Suci
sehingga dapat membedakan mana yang menjadi kabar baik dan mana kabar
buruk bagi manusia tertindas.
4. Hermeneutik Imajinasi
Akhirnya, hermeneutik pengaktualisasian yang kreatif merupakan metode
proses di mana teolog Feminis membaca teks, membubuhi, mengurangi,
menyesuaikan teks Alkitab dengan visi kebebasan kaum wanita dalam
melaksanakan tata cara penyelenggaraan ibadah.
Dengan adanya sumbangan dari teolog feminis, akan memberi pengaruh
yang luas dari patriarkal dalam Kitab Suci. Pengaruh ini dapat menentukan dan
membatasi keyakinan dan pola sikap masyarakat yang bersangkutan. Maka akan
terbentuk rupa-rupa sekat di dalam masyarakat yang mengepadankan bidang-
bidang penting dari kehidupan bersama, termasuk berbagai peran dan ekspektasi
gender (Clifford, 2002:120).
Dalam daftar silsilah yang dituliskan dalam Kitab Kejadian, pola
androsentrisme terus berlanjut. Berkat Allah yang istimewa dipusatkan pada para
leluhur laki-laki yang dimulai untuk Abraham dan difokuskan untuk kelahiran
anak-anaknya yang laki-laki. Sara sebagai istri Abraham diceritakan sudah tua dan
mandul. Sara meminta Hagar untuk menjadi istri kedua bagi Abraham. Sara tetap
mempertahankan statusnya sebagai istri Abraham di dalam masyarakat karena
mandul dan anak laki-laki mentukan kedudukan dan martabat seorang perempuan.
Di dalam Kitab Suci masih ditemukan cerita seperti Sara lainnya. Seperti cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Rahel dalam Kejadian 30. Rahel diceritakan sebagai istri Yakub yang mandul, tak
ubahnya dengan cerita Sara. Setelah Rahel memperoleh anak laki-laki, ia berkata
“Allah telah menghapuskan aibku” (Kej 30:23). Seorang ibu yang tidak memiliki
anak laki-laki dinilai di dalam masyarakat mempunyai kelemahan moral. Tanpa
anak laki-laki, seorang perempuan kehilangan martabatnya dan dengan mudah
diabaikan oleh suaminya.
Status kelas dua kaum perempuan tampil sangat mencolok dalam
kesepuluh perintah Allah yang melarang seorang laki-laki Israel mengingini harta
milik sesamanya: istri, budak, ternak atau barang milik lainnya (Kel 20:17).
Wawasan tentang penolong yang sepadan telah sirna di tengah sebuah masyarakat
dimana seorang perempuan terdaftar dalam kepunyaan suaminya. Dalam Kitab
Ulangan 24:1, yang mempunyai dasar pertimbangan dalam perceraian adalah
seorang suami sedangkan seorang istri tidak bisa menceraikan suaminya. Sang
suami sebagai pemilik atas istrinya, bisa membuang barang kepunyaannya,
sedangkan seorang istri sebagai barang kepunyaan tidak bisa membuang
pemiliknya.
Tidak semua dalam Kitab Suci terutama Perjanjian Lama
menggambarkan perempuan yang tertindas oleh budaya patriarkal. Ada juga
tokoh perempuan yang berperan dalam kerjasama yang direncanakan Allah seperti
Rut seorang janda tanpa anak yang selalu setia pada mertuanya di tengah
masyarakat yang patriarkal. Diceritakan bahwa ada relasi yang baik antara
seorang ibu mertua Yahudi dengan menantu perempuan dari bangsa Moab dan
bukan menjadi masalah jika Rut tidak mempunyai anak laki-laki. Kitab Rut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
memperlihatkan bahwa ada modifikasi dalam tradisi alkitabiah yang dicirikan
oleh patriarkal dan androsentrisme. Selain Rut, masih ada Debora, seorang hakim
dan nabiah yang menjamin kelangsungan hidup bangsa Israel (Hak 4-5).
E. HERMENEUTIKA KECURIGAAN SEBAGAI METODE KRITIS
YANG BERORIENTASI FEMINIS
Semua interpretasi mencakup pemahaman. Namun pemahaman itu
sangat kompleks di dalam diri manusia sehingga para pemikir ulung maupun
psikolog tidak pernah mampu untuk menetapkan kapan sebenarnya seseorang
mulai mengerti. Untuk membuat interpretasi, orang lebih dahulu harus mengerti
atau memahami (Sumaryono, 1993 :30-31). Setiap interpretasi adalah usaha untuk
“membongkar” makna-makna yang masih terselubung (Sumaryono, 1993 : 97).
Hermeneutika kecurigaan berusaha untuk menyelidiki kebebasan atau
penghargaan dan melihatnya dalam teks dengan mengidentifikasi peran
andosentrisme-patriarkal dari penafsirannya (Fiorenza, 1992:57).
Hermeneutika berhubungan dengan kata-kata yang tertulis sebagai ganti
kata-kata yang diucapkan. Sebuah kata adalah simbol, sebab keduanya sama-sama
menghadirkan sesuatu yang lain. Tugas hermeneutik adalah mencari dinamika
internal yang mengatur struktur kerja di dalam sebuah teks dan mencari daya yang
yang dimiliki teks itu untuk memproyeksikan diri dan memungkinkan teks itu
muncul ke permukaan (Sumaryono, 1993:100). Hermeneutik bukanlah
merupakan hal baru. Para hermeneut mengundang pembaca untuk melihat secara
lebih dekat bahasa yang digunakan, sebagai alat untuk mengerti ataupun salah
paham. Bahasa akan menjadi pusat bahasan hermeneutik sejauh hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menyatakan keseluruhan jaringan sejarah, kebudayaan, kehidupan dan nilai-nilai
yang merupakan petunjuk ke arah interpretasi. Hermeneutik sebagai metode
pembahasan filsafat akan selalu relevan, sebab kebenaran yang diperoleh
tergantung pada orang yang melakukan interpretasi. Hermeneutik bersifat luwes
sesuai dengan perkembangan zaman dan sifat open-mindedness-nya (Sumaryono,
1993:136).
Hermeneutika kecurigaan memaknai teks-teks androsentris sebagai
ideologi kaum laki-laki yang mengungkapkan serta mempertahankan kondisi-
kondisi historis patriarkal. Teks-teks dan dokumen-dokumen androsentris tidak
mencerminkan realitas historis, laporan kenyataan-kenyataan historis atau
menceritakan kepada pembaca bagaimana keadaan yang sesungguhnya (Suleeman
terj, 1995:93). Teks-teks androsentris seperti tafsiran, argumentasi, proyeksi dan
seleksi teologis yang berakar dalam sebuah kebudayaan patriarkal harus
dievaluasi secara historis dalam pengertian waktu dan kebudayaan mereka sendiri
dan dipertimbangkan secara teologis dalam pengertian skala nilai feminis.
Petunjuk-petunjuk ini dapat menolong teolog feminis untuk membangun sebuah
model penafsiran yang historis dan berlaku adil terhadap kecenderungan-
kecenderungan yang egaliter atau yang mempatrialisasikan perkembangan-
perkembangan dalam Gereja mula-mula.
Dari uraian diatas, penafsiran Alkitab harus melibatkan hermeneutika
kecurigaan. Dengan memperhatikan tiga pertimbangan yaitu bahwa teks-teks
androsentris tidak boleh dilihat secara terpisah melainkan selalu dalam konteks-
konteks tekstualnya langsung. Kedua, teks-teks androsentris juga harus selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
dianalisis dalam konteks sosial – politiknya yang spesifik guna menetapkan pesan
dari teks-teks tersebut. Ketiga, teks-teks normatif kadangkala menegaskan bahwa
sesuatu adalah suatu kenyataan historis dan realitas yang ada meskipun yang
sesungguhnya adalah justru kebalikannya. Perintah-perintah androsentris menjadi
semakin terinci dan banyak dengan bertumbuhnya gerakan perempuan di dalam
masyarakat. Adalah suatu kekeliruan metodologis apabila sebagai pembaca
menerima begitu saja teks-teks patriarkal androsentris.
RANGKUMAN
Begitu besarnya perjuangan kaum feminis untuk memperjuangkan
martabat perempuan di dunia ini telah mencapai puncaknya dalam Gereja. Dengan
menerima teologi feminis sebagai bagian dalam Gereja, maka pembaca lebih
memiliki wawasan terhadap tokoh perempuan yang ada dalam Kitab Suci dengan
membaca penafsiran feminis. Hermeneutika kecurigaan yang dibawa oleh teolog
feminis memberikan kehidupan baru bagi Gereja yang berorientasi pada
persekutuan kaum beriman, sakramen, kenabian, lembaga dan kehadiran Allah.
Sehingga dengan adanya teologi feminis, Gereja dibantu mewujudkan rupa-rupa
Gereja tersebut di tengah dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB III
ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN
DALAM KITAB HAKIM-HAKIM
Pada bab II telah diuraikan tentang teologi feminis, maka dalam bab III ini
penulis akan menguraikan sumbangan teolog feminis dalam memaknai teks Kitab
Suci terutama Kitab Hakim-hakim yang menguraikan peran tokoh perempuan
yang diceritakan. Uraian dari bab ini adalah sekilas tentang Kitab Hakim-Hakim
mengenai sejarah, penulis, serta tujuan penulisan Kitab Hakim-hakim. Kemudian
penulis mencoba menyebutkan semua tokoh yang disebutkan dalam Kitab Hakim-
hakim sesuai kepentingannya atas dasar penyebutan tanpa nama atau dengan
nama. Akhirnya penulis akan menguraikan tokoh-tokoh tersebut dengan bantuan
beberapa sumber buku yang penulis gunakan.
A. KITAB HAKIM-HAKIM SEBAGAI KITAB IMAN
Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang menyusul kitab Yosua dan menjadi
bagian dalam kumpulan kitab nabi-nabi awal.
Judul kitab ini dalam Alkitab hanya merupakan terjemahan dari bahasa
Ibrani šopetîm, yang berarti Hakim-hakim (plural). Istilah ini diberikan
kepada dua belas pemimpin Israel selama periode antara Yosua dan
Samuel. Alkitab terjemahan Yunani (LXX) memberi judul Kritai,
sementara terjemahan Latin memberi judul Judicum, keduanya
mempunyai acuan yang sama yaitu, Hakim-hakim (Indra Sanjaya,
2011:10).
Kitab Hakim-hakim dimaksudkan untuk melanjutkan cerita dari Kitab
Yosua dan memberikan gambaran kehidupan suku-suku Israel dalam periode
yang paling gelap dalam sejarah Israel antara kematian Yosua dan munculnya
Samuel (Darmawijaya, 2009:134). Isi kitab Hakim-hakim berbeda dengan Yosua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kalau periode Yosua boleh disebut sebagai periode kesetiaan, maka periode
Hakim-hakim adalah periode ketidaksetiaan (Darmawijaya, 2009:134).
Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam Kitab ini disebut hakim. Gelar ini
menunjuk pada tokoh atau orang yang dikatakan terpilih oleh Allah untuk
menyelamatkan umat-Nya yang disayangi. Hakim dalam kitab ini bukanlah orang
yang melakukan kegiatan menghakimi dalam pengadilan melainkan mereka yang
melaksanakan kegiatan kepemimpinan, pemerintahan. Melalui pekerjaan para
hakim dapat menunjukkan kewibawaan dan kekuasaan tokoh yang memang bisa
dipercaya oleh masyarakat. Hakim mau menampilkan pesan iman lewat peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh tersebut
(Darmawijaya, 2009:137). Ditemukan kisah para hakim yang berjumlah dua
belas. Hakim-hakim tersebut dikelompokkan menjadi dua menurut kisahnya yaitu
hakim besar bila memiliki cerita yang panjang dengan tokoh pemimpin militer
yang karismatis dan hakim kecil bila memiliki cerita yang singkat dengan tokoh
pemimpin yang tugasnya hanya sebentar.
Dengan kitab Ulangan 5-28 –yang menurut 2Raj 22 ditemukan pada tahun
622 di Bait Allah Yerusalem – sebagai sumber semangat dan sekaligus
sebagai tolok ukur untuk menilai peristiwa-peristiwa sepanjang sejarah
Israel mulailah terbentuk suatu karya raksasa yang dalam Kitab Suci
sekarang ini meliputi seluruh kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim,
1&2Samuel, 1&2Raja-raja. Maka seluruh kisah itu disebut dalam kalangan
para ahli Kisah Sejarah Deuteronomistis (KSDtr) (Indra Sanjaya, 2011:3-
4).
Cerita dalam Kitab Hakim-hakim memiliki pola yang unik yang bertujuan
sebagai penghiburan dan pendidikan.
Kemungkinan penulis D-lah yang memberikan orientasi seluruh Israel
kepada para pahlawan ini. penulis D juga memberikan bingkai-bingkai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
teologis pada cerita-cerita mengenai Hakim-hakim besar (Bergant,
2002:251).
Bingkai teologis tersebut dapat dilihat dalam setiap cerita para hakim yang
dibuka dengan orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (Hak 2:11,
3:7, 3:12a, 4:1, 6:1a, 10:6, 13:1a). Lalu Tuhan membiarkan mereka jatuh ke
tangan musuh-musuh mereka (Hak 2:14, 3:8, 3:12b, 4:2, 6:1b, 10:7, 13:1b).
Kemudian Israel berseru kepada Tuhan (Hak 3:9a, 3:15, 4:3, 6:7, 10:10).
Akhirnya Tuhan mengirimkan hakim untuk menyelamatkan bangsa Israel (Hak
2:16, 3:9b, 3:15b, 4:4, 6:8, 10:16b, 13:3). Setiap kisah berakhir dengan sebuah
catatan mengenai berapa lama tanah itu merasakan kedamaian sebagai akibat dari
pembebasan yang diberikan oleh setiap hakim-pembebas (Bergant, 2002:251).
Pembaca mungkin akan kaget ketika menemukan cerita penghianatan yang
licik, asusila dan kejam (King, 1960:15). Kisah-kisah itu menceritakan secara
detail tentang pembunuhan massa (Hak 20), pemusnahan manusia secara total
(Hak 21:10), kurban manusia (Hak 11:34-39), penyembahan berhala (Hak 17) dan
kriminalitas lainnya (Hak 19, 21:19-21). Tak bisa dipungkiri kitab Hakim-hakim
mempunyai gambaran moralitas yang patut dicela (King, 1960:15). Kitab Hakim-
hakim ditulis untuk menyajikan teologi sejarah bagaimana dosa mengantar pada
hukuman dan pertobatan memberi pengampunan dan pembebasan (Bergant,
2002:251-252). Kepentingan utama penulisan kitab Hakim-hakim adalah
memberikan pesan iman yang di dalamnya diyakinkan bahwa Allah selalu hadir
dan membela umat-Nya (Darmawijaya, 2009:139).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
B. TOKOH PEREMPUAN DALAM KITAB HAKIM-HAKIM
Dalam bab III ini, penulis akan membahas semua perempuan yang
disebutkan dalam Kitab Hakim-hakim entah diceritakan dengan nama atau tanpa
nama. Empat diantaranya adalah perempuan yang diceritakan dengan nama.
Sisanya disebutkan sebagai perempuan saja. Tanpa nama tersebut dapat
ditafsirkan dengan berbagai penafsiran tetapi akhirnya sulit untuk menunjukkan
kepentingan yang saling melengkapi (Brenner, 1999:13).
Cendekia feminis kemudian berdiskusi agar penafsiran Kitab Hakim-
hakim berpihak pada kaum perempuan sehingga perempuan tidak hanya sebagai
pelengkap dalam cerita setidaknya dalam beberapa cerita seperti dalam bab 4 dan
5, namun hal ini tidaklah mudah bagi mereka. Tafsiran feminis hanyalah salah
satu tafsiran diantara banyak tafsiran yang ada. Teolog feminis juga berusaha
menyingkirkan sikap patriarkal dan androsentris, eksklusif dan individualis. Hal
ini mengokohkan penindasan kaum perempuan yang berlanjut dengan penindasan
kelas, ras, negara atau agama dimana kaum perempuan juga menjadi bagian dari
penindasan ini.
Perempuan yang disebutkan dalam kitab Hakim-hakim akan penulis
kelompokkan menurut kepentingannya dengan menyebutkan nama hingga tanpa
nama secara individu atau secara berkelompok.
a. Perempuan yang disebutkan dengan nama jelas secara individu:
Akhsa (Hak 1:12)
Yael (Hak 4:17)
Debora (Hak 4&5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Delila (Hak 16:4)
b. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara individu
Putri Yefta (Hak 11:34)
Ibu Simson (Hak 13:3)
Gundik Gideon (Hak 8:31) / Ibu Abimelekh (Hak 9:18)
Perempuan yang membunuh Abimelekh (Hak 9:53)
Perempuan sundal / Ibu Yefta (Hak 11:12)
Istri pertama Simson (Hak 14:7)
Adik ipar Simson (Hak 15:2)
Perempuan sundal yang ditemui Simson (Hak 16:1)
Ibu Mikha (Hak 17:2)
Gundik orang Lewi (Hak 19:1-2)
Anak perempuan orang tua yang menolong orang Lewi dan gundiknya
(Hak 19:24)
c. Perempuan disebutkan tanpa nama secara kelompok :
Anak-anak perempuan Kanaan yang dibiarkan hidup untuk menikah
dengan bangsa Israel (Hak 3:6)
Perempuan-perempuan yang berkemah bersama Yael (Hak 5:24)
Perempuan penduduk kota Menara-Sikhem yang mati (Hak 9:49)
Perempuan penduduk kota Menara-Sikhem yang melarikan diri (Hak
9:51)
Anak-anak perempuan Israel yang meratapi putri Yefta (Hak 11:40)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Tiga puluh anak perempuan Ebzan yang dikawinkan ke luar kaumnya
(Hak 12:9)
Saudara perempuan Simson yang ditawarkan ibunya untuk menjadi
istri Simson (Hak 14:3)
Perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya (Hak 16:27)
Anak-anak perempuan Israel yang tidak diizinkan menjadi istri suku
Benyamin (Hak 21:1)
Perempuan Yabesh-Gilead yang dibunuh karena sudah tidak perawan
(Hak 21:11)
Perempuan Yabesh-Gilead yang masih perawan (Hak 21:14)
Perempuan suku Benyamin yang punah (Hak 21:16)
Gadis-gadis Silo yang menari-nari (Hak 21:21).
Istri-istri Gideon (Hak 8:30)
Dari pengelompokan tersebut, tampak bahwa penulis Kitab Hakim-hakim
hanya menyebutkan empat nama perempuan dengan peranan yang berbeda. Salah
satunya adalah hakim perempuan satu-satunya, dan lainnya sebagai pemeran
tambahan untuk menonjolkan pahlawan utama. Sedangkan penyebutan
perempuan tanpa nama secara individu ada sebelas tokoh. Kesebelas tokoh
tersebut merupakan perempuan yang hidup di sekitar hakim dan penting
peranannya entah sebagai keluarga atau korban dari sang hakim. Empat belas
kelompok perempuan yang disebutkan tanpa nama sebagai pelengkap agar kisah
sang hakim terlihat heroik dan dramatis. Secara keseluruhan, Kitab Hakim-hakim
belum berpihak pada perempuan karena belum menonjolkan martabat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kemerdekaan perempuan. Justru lebih banyak menampilkan perempuan sebagai
tokoh yang mempunyai seksualitas dan harus tunduk pada patriarki. Sebagai
kitab iman, bagaimanapun Kitab Hakim-hakim memiliki pesan yang disampaikan
kepada pembaca. Pesan yang sering muncul adalah pertobatan, dengan adanya
tokoh-tokoh perempuan yang banyak direndahkan pembaca akan dibawa pada
pertobatan untuk lebih menghargai perempuan sebagai insan yang memiliki
martabat, kemampuan, dan mitra kerja sesama.
C. PENERAPAN METODE HERMENEUTIKA KECURIGAAN DALAM
MENGGALI KARAKTER DAN PERAN PEREMPUAN DALAM
KITAB HAKIM-HAKIM
Selama teks Alkitab ditulis dengan bahasa androsentris dalam budaya
patriarkal, hermeneutik kecurigaan tidak memulai dengan beranggapan bahwa
tokoh perempuan merupakan tokoh utama seperti dalam cerita Martha dan Maria
dalam Luk 10:38-42 (Fiorenza, 1992:57). Karena hermeneutika kecurigaan lebih
melihat untuk mengusut bagaimana dan mengapa cerita itu ditulis dengan
melibatkan kedua tokoh tersebut. Maka alasan dengan memilih menggunakan
metode hermeneutika kecurigaan daripada metode yang lainnya karena metode ini
lebih relevan untuk mengulas tokoh-tokoh perempuan yang disebutkan dalam
kitab Hakim-hakim. Dan siapa yang akan diuntungkan dengan menyebutkan
tokoh-tokoh tersebut dalam setiap kisahnya.
1. Akhsa, Seorang Istri yang Cerdas.
Tokoh perempuan pertama yang disebutkan dengan nama dalam Kitab
Hakim-hakim adalah Akhsa (Hak 1:12). Kisah Akhsa juga diceritakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
kitab Yosua 15:15-19. Keduanya mengisahkan cerita yang sama tentang Akhsa
bahwa Akhsa adalah sosok perempuan yang berbakti. Ia patuh pada perkataan
ayahnya dan menghormati suaminya. Di dalam Kitab Yosua, Akhsa adalah salah
satu dari dua perempuan yang disebutkan namanya. Selain Akhsa ada Rahab
seorang perempuan sundal (Yos 2:1-21). Sedangkan Akhsa dalam Hakim-hakim
adalah putri dari Kaleb, orang Keni yang diberikan oleh ayahnya sebagai hadiah
untuk seorang pahlawan pemberani. Rahab dan Akhsa bukanlah orang Israel.
Rahab adalah orang Yerikho (Yos 2:1) dan Akhsa adalah keturunan Yitro (mertua
Musa seorang imam di Midian) (Kel 3:1). Meskipun keduanya sebagai orang
asing karena keturunannya di antara bangsa Israel, mereka mengakui bahwa
Yahwe adalah Allah yang Maha Kuasa. Sebelas ayat pertama menceritakan
bahwa Yehuda dan Simeon berperang melawan penduduk asli Kanaan. Mereka
menyerang orang-orang yang tinggal di Yerusalem, di pegunungan dan kaki bukit.
Dalam cerita ini, pelaku yang ditonjolkan hanyalah Yehuda dan Simeon sebagai
laki-laki yang berani memimpin bangsa Israel berperang melawan penduduk
Debir yang dulunya bernama Kiryat-Sefer. Sedangkan prajurit-prajurit serta
lawan-lawan bangsa Israel tidak diceritakan dengan nama jelas. Tiba-tiba karakter
baru muncul yang bukan keturunan bangsa Israel tetapi adalah orang Keni
keturunan Yitro (Hak 1:16). Orang Keni setia pada Israel sepanjang perjalanan
Israel. Namun orang Keni berpergian secara terpisah dengan bangsa Israel sebagai
bangsa yang besar. Dalam Hakim-hakim diceritakan bahwa orang Keni
merupakan sosok yang berpengaruh dan diceritakan secara hormat terbukti
dengan tindakan memberikan putrinya sebagai hadiah kepada siapa yang bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
merebut kota Kiryat-Sefer. Sementara di zaman itu, perempuan Israel lebih
dihargai daripada perempuan asing menjadi pertimbangan bagi kaum feminis
untuk menafsirkan tujuan Kitab Hakim-hakim dengan menyebut dengan jelas
nama perempuan sebagai hadiah : Akhsa. Di satu sisi, perempuan Israel juga telah
mendapatkan tugas atau kewajiban sebagai hadiah laki-laki atas prestasinya. Di
zaman itu perempuan Israel dianggap lebih berharga dari perempuan asing
(Brenner, 1999:21). Di sisi lain, perempuan asing yang disebutkan jelas namanya
tidak luput mendapatkan perlakuan seperti itu.
Hadiah dari Kaleb diberikan kepada keponakannya, Otniel yang berhasil
merebut kota Kiryat- Sefer (Hak 1:13). Orang Keni bukanlah kelompok Israel
yang melakukan perjalanan bersama. Dua kenyataan ini menimbulkan penafsiran
bagi cendekia feminis bahwa sayembara yang dilakukan Kaleb adalah sayembara
lokal diantara orang Keni dan tidak melibatkan bangsa Israel. Sehingga
penghargaan kepada wanita Israel tidak dikalahkan oleh kehadiran Akhsa.
Kemudian Hakim-hakim melanjutkan kisah pernikahan Akhsa dan Otniel. Dalam
kisah inilah digambarkan Akhsa sebagai tiga tokoh yaitu sebagai hadiah, sebagai
pengantin dan sebagai anak. Ketika penggambaran yang berbeda ini tetap saja
berkaitan dengan jenis kelamin. Cerita yang berawal dari peperangan dan
kematian beralih pada tanah, air dan keturunan kemudian kembali lagi pada
perang, kematian dan kekuasaan. Peran perempuan dalam perikop ini sangat
sedikit namun penuh penafsiran. Akhsa sebagai hadiah justru menjadi jackpot
bagi Otniel. Aksha sebagai pengantin dengan statusnya sebagai istri, ia membujuk
suaminya. Para penafsir laki-laki memberikan penjelasan bahwa Akhsa dan Otniel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
melakukan hubungan suami istri dalam masa ini. Oleh para feminis diberikan
penafsiran yang memberikan kekuatan pada keberadaan perempuan yang cerdas
dalam situasi apapun. Akhsa membujuk Otniel saat mereka sedang berhubungan
ketika naluri laki-laki tunduk pada perempuan sehingga Otniel setuju dengan
saran Akhsa untuk menemui ayahnya dan meminta tanah dari ayahnya (Brenner,
1999:24). Akhsa dengan cerdasnya memanfaatkan kesempatan, meski
pernikahannya bukan keinginannya tapi ia melakukan kewajibannya sebagai
seorang istri dan tetap memikirkan masa depannya. Dikisahkan bahwa mereka
sudah mendapatkan tanah pertanian yang sangat kering dan Akhsa meminta
kepada Kaleb untuk mendapatkan tanah yang lebih subur melalui suaminya (Hak
1:15). Namun Aksha sudah mempunyai scenario sendiri ketika bertemu ayahnya
nantinya. Bagaimanapun juga tindakan Akhsa kepada suaminya menunjukkan
karakter feminin yaitu malu dan menahan diri. Di sisi lain, Akhsa menunjukkan
sifat pintar dari seorang perempuan. Dengan membujuk suaminya untuk
mendapatkan tanah, ia telah bertindak aktif demi masa depan mereka, inisiatif
muncul dari perempuan. Tanggapan Otniel sebagai suaminya adalah bertindak
sesuai bujukan istrinya. Sama seperti kisah Adam, Hawa juga membujuk Adam
agar memakan buah terlarang dan mereka jatuh dalam dosa. Namun akibat yang
diterima Akhsa dan Otniel berbeda dengan Adam dan Hawa, mereka
mendapatkan tanah sebagai tempat tinggal yang nyaman dengan mata air yang
melimpah.
Gambaran Akhsa sebagai anak nampak dalam pertemuan mereka dengan
ayahnya. Dikisahkan bahwa mereka naik keledai dan Akhsa turun dari keledai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tindakan ini ditafsirkan oleh cendekia feminis bahwa Akhsa tidak sekedar turun
dari keledainya namun menghampiri ayahnya dengan bersujud, maka reaksi dari
ayahnya cukup singkat namun menunjukkan emosi terkejut,”Ada apa?”(Hak
1:14). Tindakan Akhsa ini mencerminkan rasa hormat seorang anak yang tulus
pada ayahnya meski ia adalah seorang istri yang harus lebih menghormati
suaminya (Brenner, 1999:25). Lalu ia mulai mengutarakan maksudnya bahwa ia
menginginkan hadiah karena hadiah tanah yang diberikan ayahnya adalah tanah
gersang (Hak 1:15). Hadiah yang dimaksud Akhsa adalah mata air. Dari kata-kata
Akhsa ini, ia ingin mengingatkan ayahnya tentang berkat Allah kepada Israel
dalam Kitab Kejadian 22:15-18 (Brenner, 1999:25). Karena orang Keni setia
pada YHWH maka penulis Kitab Hakim-hakim menyamakan status orang Keni
yang juga mendapatkan berkat layaknya orang Israel. Yang menjadi lebih
istimewa adalah berkat ini tidak diberikan kepada anak laki-laki namun anak
perempuan. Jadi, di zaman itu anak perempuan juga diakui sebagai pewaris berkat
atau tradisi dari keluarga. Permintaan Akhsa tentang tanah yang subur, dalam Yos
15:16-19 diceritakan bahwa Kaleb hanya memberikan air saja agar tanahnya tidak
tandus (Frolov, 2013:50). Dalam Yos 15:13-19 disebutkan tempat-tempat pertama
dari Yehuda kemudian berakhir pada Yos 15:6. Cerita tentang Kaleb, Akhsa dan
Otniel dalam Hakim-hakim, seolah-olah permintaan Akhsa dikabulkan oleh Kaleb
dengan memindahkan dua desa atau kota menjadi milik Akhsa.
Pertemuan dengan ayahnya memperlihatkan budaya patriarkal karena
Akhsa harus membujuk suaminya dan pergi bersama. Kalau suaminya tidak
menyetujui saran Akhsa maka sia-sia saja rencana Akhsa untuk mendapatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
tanah yang subur. Untuk berkunjung pada ayahnya sendiri Akhsa dan suaminya
harus pergi bersama dalam satu tujuan yang sama. Di zaman ini pastilah seorang
anak kandung lebih dihargai kedudukannya daripada orang lain. Apapun yang
mereka minta pada ayahnya akan diperjuangkan sendiri meski tidak disetujui oleh
suaminya. Namun berbeda pada zaman Hakim-hakim yang menghidupi budaya
patriarkal bahkan keberadaan anak kandung tidak berarti untuk menentukan masa
depannya dengan suaminya. Artinya kekuasaan tetap ada pada laki-laki tanpa
memandang hubungan darah. Bagaimanapun juga, tindakan Akhsa adalah angin
segar bagi cendekia feminis yang merindukan keberadaannya. Tindakan awal
Akhsa ini memberi nuansa baru bahkan mengalahkan pencitraan yang ada
terhadap perempuan Israel. Perempuan Israel dipandang lebih berharga daripada
perempuan asing, namun Akhsa sebagai orang Keni adalah perempuan cerdas,
istri yang bijak dan memperhatikan masa depan keluarga dengan baik. Meski
awalnya ia adalah “perempuan hadiah”, kenyataannya ia lebih dari sekedar hadiah
bagi Otniel karena mendapatkan harta sekaligus. Di tempat lain, teks Kitab Suci
menampilkan perempuan bijaksana dan memberi suaminya keuntungan melalui
kecerdasan perempuan (Brenner, 1999:24).
Akhirnya, tiga tokoh tersendiri yang diceritakan dalam satu kesatuan yaitu
Kaleb, Akhsa, dan Otniel merupakan keluarga dasar leluhur Yehuda yang terkenal
(Frolov, 2013:42).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
2. Debora : Karisma Perempuan yang Meruntuhkan Patriarki
Lagi-lagi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (Hak 4:1).
Tuhan menyerahkan mereka ke tangan Yabin yang mempunyai tentara bernama
Sisera dengan 900 kereta besinya (Hak 4:3). Kemudian Tuhan mengutus Debora,
seorang nabiah yang juga merupakan istri dari Lapidot dan banyak umat
mendatanginya untuk meminta keadilan (Hak 4:4). Debora adalah satu-satunya
perempuan yang menjadi hakim atas Israel. Ia adalah seorang hakim dalam arti
pengadilan (Bergant, 2002:256). Debora menyebut dirinya sebagai ibu Israel di
Israel (Hak 5:7). Pembaca akan tertarik dengan peran gender dan karakter Debora
sebagai pemimpin Israel. Perempuan hebat ini mumpuni dalam berbagai bidang
misalnya pemerintahan, rumah tangga dan kesenian. Ia menjadi pemimpin bagi
bangsa yang besar, seorang istri yang juga bekerja sebagai hakim dan
menggunakan nyanyian sebagai sarana memuji Allah. Dalam karyanya sebagai
hakim, Debora memanggil Barak untuk menjadi teman perang dengan 10.000
prajurit bani Naftali melawan Sisera (Hak 4:6). Ahli tafsir mengungkapkan bahwa
Debora mempunyai kewenangan lebih luas daripada Barak. Hal ini dikarenakan
bahwa Barak tidak mau menjadi posisi pertama dalam peperangan karena ia
membuat syarat dengan Debora jika Debora ikut berperang maka ia juga akan
maju berperang (Hak 4:8). Artinya, Debora mempunyai berkat sendiri untuk
menemani Barak berperang. Teladan lain dari cuplikan kisah ini adalah
kerendahan hati Debora. Debora tidak menganggap diri lebih tinggi daripada
Barak, meskipun Debora adalah pemimpin. Debora menempatkan diri dibawah
pimpinan Barak dan bersama-sama dengan Barak menempatkan diri mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dibawah pimpinan Allah. Debora, Yael, Yudith dan Ester merupakan barisan
wanita kuat yang diambil dalam Aliktab untuk menunjukkan kemampuan
perempuan dan sebagai model pengajaran moral bagi perempuan.
Musuh yang harus dihadapi Debora adalah Sisera. Sisera diceritakan bak
Goliat. Sisera sebagai panglima tentara pastilah kuat dan tak terkalahkan dengan
900 kereta besinya. Karena keangkuhannya ini, ia dibenci bangsa Israel yang telah
menindas mereka selama 20 tahun (Hak 4:3). Sehingga layak mendapatkan
kematian yang memalukan di tangan seorang wanita. Pada zaman itu bagi seorang
pahlawan gagah perkasa menjadi hal yang memalukan jika dikalahkan oleh
seorang perempuan yang tidak terdidik di bidang militer.
Cerita berakhir bahagia dengan kemenangan yang dibawa oleh Debora.
Debora merayakannya dengan nyanyian. Bait-bait puisi tersebut merupakan
kidung kemenangan Allah. Munculnya masalah sejarah tentang nyanyian Debora
dalam bab 5 yang dianggap lebih dulu dibuat daripada cerita Debora di bab 4.
Kidung Debora dianggap salah satu teks tertua Alkitab, maka teks ini sukar
dipahami (Bergant, 2002:256). Lebih-lebih hubungannya dengan bab 4 tidak
selalu jelas. Ada perbedaan cerita kematian Sisera antara bab 4 dan bab 5. Di
dalam kidung Debora, diceritakan bahwa Sisera mati karena dipukul oleh Yael
(Hak 5:26) sedangkan dalam kisah Debora dan Barak diceritakan bahwa Sisera
mati karena ditanamnya patok pada pelipis Sisera (Hak 4:21). Kisah Debora dan
Barak merupakan motivasi kuat untuk berharap dan percaya kepada Tuhan, yang
dapat menghancurkan musuh-musuh Israel dan memberi kebebasan dari
penindasan asalkan Israel berseru kepada Tuhan (Bergant, 2002:257).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kesimpulannya, Sisera dikalahkan oleh Debora, Barak dan Yael. Debora
dengan kecerdasannya merencanakan strategi untuk berperang dengan Sisera serta
melakukan koalisi dengan Barak. Barak dengan kekuataanya menghimpun
prajurit dari suku Naftali dan Zebulon serta dengan pedangnya membunuh prajurit
Sisera. Sedangkan Yael dengan keluguannya dan metode uniknya mengakhiri
hidup Yael dengan palu dan patok. Debora dan Yael adalah perempuan berani
yang mau merelakan dirinya terlibat dalam peperangan. Namun mereka tidak
memanfaatkan keistimewaannya sebagai perempuan untuk melancarkan aksinya.
Adegan-adegan yang mereka lakukan menginspirasi perempuan lainnya bahwa
perempuan sangat kuat dan bisa melakukan segala hal.
3. Teman Perjuangan yang Sangat Heroik : Yael
Karakter wanita utama berikutnya adalah Yael, perempuan yang
disebutkan dalam nyanyian Debora (Hak 5:1-31). Yael diceritakan sebagai istri
Heber, orang Keni (Hak 5:24). Peran Yael dalam cerita Debora sangatlah penting.
Ialah orang yang membunuh Sisera dengan caranya sendiri (Hak 5:26). Yael
adalah pahlawan sejati dari cerita Hakim Debora (Webb, 2012:182). Demi
membantu Debora, ia mengabaikan sopan santun menerima tamu yang pada saat
itu dihidupi oleh masyarakat. Sisera sebagai tamu tidak menyimpan curiga pada
Yael dan ia melakukan perannya sebagai tamu dengan meminta layanan dari Yael
(Hak 4:17-20). Di saat Sisera lengah, Yael memanfaatkan kesempatan untuk
membunuh Sisera. Metode yang digunakan Yael sangatlah cerdik namun tidak
mengabaikan kualitasnya sebagai perempuan. Pada awalnya ia tetap melayani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Sisera dengan baik. Adegan kekerasannya dengan Sisera menampilkan sosok
perempuan yang berani sekaligus kejam.
Dalam kisah Debora, pembaca seakan-akan diperkenalkan pahlawan
perempuan pilihan Allah yaitu Debora. Namun pada akhirnya pahlawan sejati
adalah Yael, istri orang Keni. Allah telah menyerahkan Sisera pada tangan wanita
(Webb, 2012:183).
Yael sangat diperhatikan oleh Debora, hingga ia menyinggung namanya
dalam Kidung Debora. Debora sangat berterima kasih atas kepahlawanan Yael.
Debora memuji Yael sebagai perempuan yang diberkati melebihi perempuan-
perempuan lain di dalam kemah (Hak 5:24). Artinya dalam perkemahan tersebut,
tidak hanya Yael yang pada saat itu tinggal di kemah. Ada beberapa perempuan
yang juga di sana. Perempuan-perempuan tersebut, sebagai pembanding Yael
karena Sisera memutuskan untuk datang ke kemah Yael. Hal ini menunjukkan
bahwa Yael memiliki keistimewaan tersendiri. Secara tidak langsung, Debora
memperkenalkan pahlawan perempuan yang menemaninya. Dalam kisah tersebut,
tidak diceritakan bagaimana Debora, Barak, dan Yael meninggal sehingga sulit
untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam perdamaian di Israel
seperti dalam Hak 2:18 (Frolov, 2013:131).
4. Delila, Perempuan Mandiri yang Berinisiatif.
Tokoh Delila dalam Kitab Hakim-hakim sangatlah akrab didengar.
Mendengar nama Delila pasti merujuk pada Simson, jagoan Israel yang sangat
kuat (Hak 16:4). Bahkan banyak pembaca lebih mengenal sosok Delila daripada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Debora. Dalam Kitab Hakim-hakim, Simson muncul karena kekuatannya dan
Delila muncul karena hubungannya dengan Simson. Nama Delila diberikan
sebagai kata lain untuk seorang wanita yang menggoda dan memikat secara
seksual (Brenner, 1999:93). Karakter Delila yang diceritakan menimbulkan
banyak spekulasi. Ada yang berpendapat bahwa Delila adalah perempuan yang
liar, penggoda yang bermuara pada perempuan nakal dan buruk dengan daya
seksualnya. Maka banyak kaum feminis menganalis dan membahas sebagai
penafsiran yang ideal bagi perempuan.
Diceritakan bahwa Delila adalah sosok perempuan yang mempesona.
Kualitas yang paling penting dari perempuan adalah keindahan, sensualitas,
kecerdasan, kepercayaan diri, keterampilan, dan ketekunan. Semua kualitas ini
dimiliki oleh Delila untuk menjatuhkan seorang laki-laki yang dianggap sempurna
dan tak terkalahkan. Delila merupakan perempuan yang membawa tipu muslihat
feminin melawan kekuatan maskulin, kecerdasannya melawan kekuatan fisik.
Akibat kualitasnya ini, seringkali Delila diasumsikan sebagai pelacur meski tidak
ada teks yang menyatakan seperti itu. Nama Delila diartikan “malam” dalam kata
Ibrani, maka diyakini sebagai orang Israel (Webb, 2012:393). Tetapi di mana ia
tinggal dan melihat perilakunya membuatnya jauh lebih mungkin sebagai orang
Filistin (Webb, 2012:394). Sebagai orang Filistin, Delila adalah pahlawan bagi
bangsanya. Salah satu buktinya adalah Delila menuruti permintaan raja-raja kota
yang merupakan orang Filistin yang saat itu menjadi musuh bangsa Israel (Hak
16:5). Delila menyetujui untuk menjadi mata-mata suaminya sendiri. Delila
adalah orang Filistin, maka ia layak mendapatkan gelar pahlawan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menggunakan inisiatifnya tanpa kekerasan fisik untuk mengalahkan orang terkuat
yang tak terkalahkan.
Kisah Simson dan Delila dapat dikatakan sebagai salah satu kisah cinta
lintas budaya layaknya Romeo dan Juliet. Dalam kasus ini, kaum feminis lebih
senang merujuk pada teks daripada seni. Delila merupakan gambaran perempuan
yang diceritakan sebagai antagonis (Hak 16:19). Lebih-lebih karena disebutkan
namanya sehingga penting untuk menafsirkan karakter Delila secara lebih
mendalam. Dalam kisahnya, Delila tidak memiliki kemerdekaan karena ia
menuruti setiap perkataan tokoh-tokoh lainnya yaitu Simson dan raja-raja kota. Ia
diceritakan sebatang kara tanpa orang tua dan sanak saudara. Semua yang ia
lakukan demi mempertahankan keadaan ekonominya. Sebagai perempuan yang
tinggal di perbatasaan atau bahkan sebagai orang Filistin, maka ia akan mengenal
dekat orang Filistin. Sehingga ia juga akan merasa berkhianat jika mengabaikan
permintaan raja-raja kota. Jika ia diposisikan sebagai orang Israel, tawaran raja-
raja kota sangat menggiurkan dengan imbalan yang begitu besar. Tidak ada
ruginya ia melepaskan suaminya demi stabilitas finansialnya. Kemungkinan juga
raja-raja kota memintanya dengan ancaman sehingga Delila merasa tertekan dan
terpaksa menyetujui tawaran mereka. Alkitab tidak menceritakan banyak tentang
hal semacam ini. Mengenai daya tarik yang dimiliki Delila sehingga Simson jatuh
cinta padanya, menurut teolog feminis cerita ini telah merendahkan Delila bahkan
lebih buruk daripada seorang pelacur. Para penafsir berpendapat bahwa Delila
menggunakan seksualitasnya demi keuntungannya sendiri. Ia nekat mengkhianati
suaminya bahkan memberikan suaminya pada musuh demi uang. Meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
demikian, pernikahan Simson dan Delila dilakukan tanpa adanya dukungan dari
orang tua keduanya seperti pernikahan Simson dengan orang Filistin yang
terdahulu. Maka pernikahan seperti ini nampaknya hanyalah sebuah peristiwa
belas kasihan bukanlah sebuah suka cita.
Diceritakan pula bahwa yang jatuh cinta adalah Simson bukan dari
keduanya (Hak 16:4). Sebagai istri, Delila sudah melaksanakan tugasnya untuk
kepentingan suami dan kehidupan ekonomi mereka berdua. Jika pokok
permasalahannya ada pada imbalan yang akan diterima Delila dari tawaran raja-
raja kota, bisa jadi Simson belum melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami
yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Di dalam
teks Alkitab juga tidak diceritakan bahwa Delila mengambil imbalan yang
ditawarkan raja-raja kota tersebut untuk digunakan bersenang-senang (Hak
16:18). Di pihak lain, akibat cintanya pada Delila, Simson kehilangan akal
sehatnya. Kejadian Delila mempertanyakan kelemahan Simson yang terjadi
sebanyak tiga kali dan setiap jawaban Simson langsung ia buktikan (Hak 16:7-
19). Dari ketiga kejadian tersebut, Simson sama sekali tidak menyimpan rasa
curiga kepada Delila mengapa ia terus mempertanyakan kelemahannya. Dari
kejadian tersebut, terlihat kelemahan terbesar dari Simson yang sangat kuat adalah
tidak berakal (Frolov, 2013:269). Cerita terus berlanjut dengan rengekan Delila
yang membuat Simson tidak dapat mengabaikannya karena rasa cintanya kepada
Delila dan berujung pada kejujuran Simson atas kelemahannya (Hak 16:16-17).
Waktunya Delila unjuk gigi atas kualitas feminin yang ia miliki. Delila merayu
Simson dengan daya tarik seksualnya sehingga ia dapat melancarkan aksinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
sehingga Simson ditundukkan oleh perempuan itu, sebab kekuatannya telah
lenyap dari padanya (Hak 16:19).
Tafsiran lain yang dikemukakan teolog feminis adalah mengenai gaya
cerita kisah Simson dan Delila. Cerita sebelumnya selalu menceritakan
kepahlawanan Simson yang happy ending seolah-olah Simson tidak mempunyai
kelemahan bahkan setelah ia mengingkari jalan Allah kepadanya (Hak 14:8). Pada
cerita sesudahnya juga masih diceritakan kepahlawanan dan kekuatan Simson
menaklukkan musuhnya meski Simson juga akhirnya mati (Hak 16:30). Maka,
tidak salah jika Delila ditempatkan dalam cerita Simson yang diposisikan sebagai
tokoh antagonis. Delila tetap bukan pelaku utamanya ia hanya sebagai pemeran
pembantu untuk memberikan cerita jatuhnya orang pilihan Allah seperti cerita
Hakim-hakim lainnya. Delila merupakan wanita mandiri yang tidak terikat pada
siapapun entah pada petinggi Filistin maupun kerabatnya. Oleh karena itu ia tidak
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan mediator sebagai pertimbangan atas
tawaran raja-raja kota. Ia perempuan mandiri yang mengambil inisiatif dari
dirinya sendiri semata-mata demi kondisi ekonominya.
Usaha keras teolog feminis untuk memperbaiki citra Delila tidaklah
mudah dan sepenuhnya berhasil. Bagaimanapun juga tafsiran telah melekatkan
citra perempuan jahat dan tidak bermoral bagi Delila yang hanya menggunakan
daya tarik seksualnya tanpa hati nurani yang mengakibatkan mutilasi bagi
Simson, suami sekaligus pahlawan bangsa Israel. Delila menjadi gambaran
perempuan yang berbahaya bagi maskulinitas dan misi laki-laki. Ambiguitas dari
sosok Delila sering ditemui dalam kisah-kisah dalam Alkitab lainnya. Alkitab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
selalu meninggalkan pertanyaan terbuka, apalagi narasi berkaitan dengan nilai-
nilai masyarakat yang dihidupi. Alkitab dibuat dengan latar belakang yang kental
akan budaya patriarkal sehingga penindasan terhadap perempuan layak untuk
diberikan dalam narasi. Bagaimanapun juga teolog feminis kecewa dengan
metode Delila dalam menjatuhkan pahlawan Israel yang besar (Brenner,
1999:115).
5. Perempuan yang Disebutkan Tanpa Nama Secara Individu
a) Putri Yefta, Gadis Yang Dikurbankan Ayahnya Demi Nazar.
Kisah Putri Yefta merupakan tragedi Yunani yang pernah juga dialami
oleh Iphigenia, yaitu seorang putri yang dikorbankan oleh ayahnya demi
memuaskan dewa (Frolov, 2013:208). Konsep cerita ini menyerupai konsep cerita
tragedi Yunani kuno yaitu pahlawan yang terjebak dalam kesulitan atau bencana
bukan karena mereka telah melakukan kesalahan namun karena telah ditetapkan
oleh kekuatan yang lebih tinggi yang tidak bisa dikendalikan dan dipahami.
Dalam kisah Alkitab baik Yefta maupun putrinya adalah korban dari iman
mereka (Brenner, 1999:48). Yefta bernazar bahwa akan mempersembahkan
kurban bakaran apapun yang datang untuk menyambut dia sewaktu kembali
dengan selamat dari perang melawan bani Amon (Hak 11:31). Mungkin ketika
bernazar Yefta sedang kehilangan akal sehatnya dan dipenuhi oleh semangat dan
emosi untuk mengalahkan bani Amon. Nazar adalah suatu usaha manusia untuk
menguatkan permintaan atau membujuk Tuhan untuk memberikan apa yang
diminta. Yefta seolah terhanyut dalam kemabukan kekuasaan dan kehormatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
yang mungkin ada dalam pemikirannya hanyalah menundukkan bani Amon. Yefta
sudah lama hidup dengan bangsa Aram, sehingga nazar yang menjadikan manusia
sebagai kurban bakaran adalah hal yang biasa. Karena orang-orang Aram
mempunyai unsur agama padang gurun dimana manusia harus membujuk Tuhan
agar permintaannya terkabulkan. Di dalam Im 18:21, 20:2-5 melakukan nazar
seperti ini dikutuk. Pada akhirnya Yefta menang telak atas bani Amon dan ia
pulang ke Mizpa dan disambut oleh putri semata wayangnya dengan tari-tarian
sambil memukul rebana (Hak 11:34). Dalam keadaan seperti ini, sosok
kepemimpinan Yefta sedang diuji untuk menimbang dan memutuskan konflik
batin yang ada pada dirinya. Yefta menang perang namun juga sedang
mempersiapkan kematian anak perempuannya. Namun tentu saja tidak ada ayah
sekejam apapun yang merencanakan dengan sengaja kematian putrinya. Menurut
Merie Claire Barth Frommel kisah ini merupakan “cerita celaka” karena cerita ini
tidak ada keadilan dan pembebasan diantara kedua pihak, dan cenderung
menindas perempuan secara fisik. Mungkin sumpahnya terjebak seperti itu karena
ia tahu bahwa merupakan kebiasaan gadis-gadis untuk keluar menyambut
pemenang (Brenner, 1999:48). Namun, ayah dan anak tidak boleh melanggar
nazarnya. Putri Yefta menerima nazar ayahnya dan mempersilakan ayahnya untuk
menaati nazarnya dengan syarat memberinya waktu selama dua bulan untuk
mengembara ke pegunungan (Hak 11:36-37). Pergi ke pegunungan ditafsirkan
oleh para ahli dengan pergi ke Mahkamah Agama. Putri Yefta pergi ke
Mahkamah Agama untuk mencari tahu jalan keluar agar terlepas dari sumpah
ayahnya. Putri Yefta seolah tidak mempunyai daya dan kuasa untuk menentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
hal ini. Setiap orang tidak ingin dijadikan kurban bakaran layaknya Putri Yefta.
Putri Yefta terasa dibelenggu oleh sistem patriarki sehingga ia harus tunduk pada
apa yang ayahnya inginkan. Sistem patriarki itu menuntut perempuan yang belum
menikah untuk tunduk pada ayahnya dan kalau ayahnya sudah tidak ada maka
perempuan harus tunduk pada saudara laki-lakinya kalau sudah menikah maka
perempuan harus tunduk pada suaminya. Penekanan penulis pada sosok putri
Yefta bahwa ia adalah anak tunggal dan tidak mempunyai saudara laki-laki
maupun perempuan lagi (Hak 11:34). Disini ingin menyatakan bahwa putri Yefta
adalah individu yang malang dan jatuh dalam perangkap ayahnya sendiri bukan
karena ayahnya kejam atau tidak berperasaan. Salah satu jawaban filsafat adalah
keadilan keilahian Yunani di luar pemahaman manusia dan tidak bisa memuaskan
orang Bijak (Brenner, 1999:49).
Kisah Yefta memposisikan Yefta dalam beberapa karakter. Awalnya Yefta
adalah anak dari perempuan sundal sehingga dia harus dibuang dalam kehidupan
yang tersingkir dan berteman dengan para perampok hingga akhirnya ia menjadi
pemimpin dari perkumpulan perampok tersebut (Hak 11:2-3). Kemudian pria
gagah ini menjadi panglima yang cerdas dan tenang dalam menentukan strategi
perang. Yefta cepat akrab dengan orang-orang yang dulu pernah membuangnya
tak kalah pentingnya, ia juga percaya pada Allah Israel yang terlihat dalam
perundingannya dengan raja Amon. Pencitraannya turun saat pertemuannya
dengan putrinya sepulang perang dengan membawa kemenangan. Ia lebih
memilih menepati nazarnya daripada mempertahankan nyawa putri tunggalnya.
Peristiwa lainnya adalah ketika ia bertemu dengan suku Efraim yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
mengancamnya. Reaksinya sangat emosional dan segera ingin melakukan perang
dengan suku Efraim (Hak 12:4). Ia berperang dengan suku Efraim dengan bengis
dan kembali pada pencitraan awal mula yaitu laki-laki yang telah dibuang dan
berteman dengan para perampok. Dalam kasus putri Yefta, para ekseget telah
membuat penafsiran dan perbandingan bahwa menempatkan putri Yefta sebagai
tumbal atau kurban bakaran adalah sebuah tindakan yang tidak menghormati
prinsip-prinsip dasar Allah Israel. Yefta tidak mengandalkan Allah seperti apa
yang dilakukan Abraham saat mengurbankan anaknya (Kej 22:8). Tindakan
seperti ini merupakan tragedi mengerikan dan memberi pemikiran bahwa Allah
butuh tumbal. Hasilnya, Yefta mendapatkan pencitraan yang sangat bodoh dan
tidak menghormati Allah. Di sisi lain, beberapa ekseget memberi penafsiran
bahwa dosa yang dilakukan Yefta adalah ketidaktahuan. Yefta bukanlah seorang
yang ahli dalam hukum Taurat yang bisa merumuskan nazar dengan tepat yang
melibatkan kematian dan kehidupan.
Putri Yefta merupakan salah satu perempuan muda yang diceritakan
dalam Kitab Hakim–Hakim tanpa nama. Hanya diketahui ayahnya yang bernama
Yefta sehingga ia akrab disebut putri Yefta. Sebagai seorang anak, ia menyambut
kedatangan dan kemenangan ayahnya dengan rebana dan tarian. Antusiasme
membawanya untuk segera menemui ayahnya sehingga ia keluar terdahulu
daripada perempuan-perempuan lainnya yang ada di rumahnya dengan bahagia.
Ayahnya sangat kaget juga sedih hingga tidak bisa menahan emosinya untuk
segera menemui putrinya. Ayahnya mungkin juga marah pada kondisi seperti itu
dan tidak tahu harus bagaimana memperlakukan anaknya, ingin memeluk tapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
sadar akan nazarnya. Kemudian ayahnya mengoyakkan bajunya dan berkata
bahwa hatinya hancur (Hak 11:35). Dalam kebahagiaannya, ia mungkin bingung
mengapa sambutannya malah membuat hati ayahnya hancur. Dalam
kebahagiaannya itu juga, ternyata ada ancaman kematian baginya. Ia harus
mematuhi sumpah ayahnya dan mengurbankan dirinya tanpa ada penyelamat bagi
hidupnya. Dalam kesedihannya, ia meminta kepada ayahnya untuk memberikan
waktu selama dua bulan untuk menangisi kegadisannya. Bisa dikatakan putri
Yefta adalah sosok anak yang sangat patuh, ia tidak membiarkan ayahnya
melanggar nazarnya sendiri. Putri Yefta tidak meminta ayahnya untuk mengganti
kurban bakaran pada obyek lainnya atau menawarkan rencana alternatif bagi
ayahnya agar nyawanya selamat. Dalam kasus ini, putri Yefta adalah sosok anak
idaman bagi orang tua. Ia tidak mempermalukan ayahnya yang saat itu sebagai
pemimpin yang sangat terkenal dan kuat. Bahkan syarat yang ia minta
menambahkan nilai positif pada dirinya karena ia ingin menghabiskan waktunya
dengan bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia ingin membagikan perasaannya,
kekuatan doa serta pengalaman iman pada teman-temannya serta mempersiapkan
diri untuk menyerahkan hidupnya sebagai seorang gadis. Dan ratapan anak-anak
perempuan Israel selama empat hari dalam setahun untuk mengenang
pengorbanan putri Yefta (Hak 11:40) bukanlah suatu adat kesukuan (Frolov,
2013:215).
Tafsiran mengenai putri Yefta pergi ke tempat penatua-penatua berkumpul
bertujuan untuk mencari solusi atas nazar ayahnya dan membuktikan bahwa
dirinya adalah seorang gadis (Frolov, 2013:216). Kemungkinan yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
putri Yefta di tempat tersebut adalah mencurahkan kesedihan dan air matanya
untuk masa mudanya. Ia juga sempat berbicara dengan Allah dan ibunya. Dalam
pembicaraannya dengan Allah, ia merasa mendapat kekuatan dan dorongan untuk
menepati nazar ayahnya karena kematiannya akan menjadi berharga di hadapan
Allah. Perasaaan emosionalnya membuatnya menangis dalam kasih sayang
teman-temannya. Anak perempuan akan menangisi kegadisannya karena dia tidak
akan bisa menikah dengan siapa pun. Menangis dapat membantu mengurangi dan
meringankan rasa sakit. Setelah waktu yang diberikan habis, ia kembali pada
ayahnya.
Cerita dalam Alkitab tidak pernah melukiskan bahwa Allah tidak
menuntut tumbal manusia. Misalnya kutipan tentang persembahan Ishak oleh
Abraham, dan puncaknya dalam Yer 19:5 “Mereka telah mendirikan bukit-bukit
pengorbanan bagi Baal untuk membakar anak-anak mereka sebagai kurban
bakaran kepada Baal, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan atau Kukatakan
dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku.” Dari kutipan tersebut, dapat
diketahui bahwa kurban bakaran menggunakan manusia adalah tindakan terkutuk
bagi Allah. Merujuk dari kutipan-kutipan tersebut, maka muncullah beberapa
tafsiran yang berbeda bahwa pada akhirnya putri Yefta memang menjadi kurban
bakaran bagi Baal. Di lain pihak, putri Yefta tidak kembali pada ayahnya setelah
diizinkan pergi dua bulan menggembara ke pegunungan karena ia menghabiskan
waktunya untuk melayani Allah dalam pengasingan secara total dan tidak
menemui seorang laki-laki pun (Frolov, 2013:218).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
b) Ibu Simson, Ibu Teladan Merawat Anak.
Cerita Simson dalam bab 13 menyebutkan peran ibunya namun tidak
disebutkan namanya dengan jelas. Ibu Simson adalah perempuan pertama yang
dikenalkan dalam kisah tersebut (Hak 13:3). Kemudian disusul beberapa sosok
perempuan lainnya misalnya gadis Filistin yang dicintai Simson (Hak 14:1) dan
Delila (Hak 16:4). Ibu Simson dikenalkan sebagai seorang istri dari Manoah yang
mandul (Hak 13:2). Akan tetapi, Ibu Simson yang menerima kabar pertama kali
dari malaikat tanpa suaminya (Hak 13:3). Dan untuk kali keduanya Ibu Simson
meminta malaikat untuk memberikan kabar itu di depan suaminya juga (Hak
13:10). Kitab Hakim-hakim menyatakan bahwa Manoah berasal dari Zora,
keturunan suku Dan (Hak 13:2). Zora disebutkan bagian kota dari suku Yehuda
dan Dan (Yos 15:33. 19:41) (Bergant, 2002:263). Hidup perkawinan antara
Manoah dan istrinya tidak diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim, namun dalam
penafsirannya diyakini ada pertengkaran diantara mereka yang saling
menyalahkan atas belum adanya keturunan (Murphy, 2002:2). Istri Manoah layak
melihat malaikat untuk pertama kalinya karena ia dituduh mandul padahal yang
sebenarnya mandul adalah Manoah (Murphy, 2002:3). Peran malaikat dalam hal
ini adalah sebagai pendamai bahwa istrinya yang dikenal mandul layak untuk
ditemui malaikat bukan Manoah yang dinyatakan benar dan tidak bersalah atas
ketiadaan keturunan (Murphy, 2002:2). Peristiwa ini membawa angin segar bagi
kaum feminis karena perempuan tidak selalu salah apabila mandul atau tidak
mempunyai keturunan. Di pihak lain, ketiadaan keturunan dalam perkawinan
Manoah merupakan rasa malu yang besar (Gunn, 2005:190). Hakim Ebzan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
memiliki 60 anak dan mengadakan 120 pesta pernikahan untuk anak-anaknya
(Hak 12:9) sama sekali tidak mengundang Manoah dengan alasan Manoah tidak
akan kembali mengundang Hakim Ebzan karena mereka tidak akan memiliki anak
(Gunn, 2005:190-192). Ebzan beralasan bahwa bagaimana keledai tandus ini akan
membayar saya? Pasangan ini tidak memiliki anak, dan mereka tidak akan pernah
mampu untuk mengundang saya dalam perjamuan mereka (Gunn, 2005:192).
Namun pada akhirnya istri Manoah melahirkan satu anak dan menjadi hakim
besar bagi Israel sedangkan semua anak-anak hakim Ebzan meninggal (Gunn,
2005:193). Kemandulan istri Manoah membuatnya menjadi deretan perempuan
mandul terkenal dalam Perjanjian Lama yaitu Sara, Ribka, Lea, Rahel, Istri
Manoah dan Hana.
Penampakan malaikat terhadap ibu Simson mendapatkan banyak
penafsiran. Sesudah penampakan yang pertama, ia menceritakannya kepada
Manoah bahwa ia melihat abdi Allah yang rupanya sebagai rupa malaikat Allah
yang amat menakutkan (Hak 13:6). Dalam adegan ini, ibu Simson awalnya takut
karena malaikat tersebut menakutkan. Menurut tafsir, reaksi ibu Simson ini
merupakan suatu krisis iman karena dibandingkan dengan Abraham yang juga
didatangi malaikat ia mengenali sosok tersebut sebagai malaikat dan tidak terlalu
takut seperti ibu Simson (Murphy, 2002:4). Malaikat lebih memilih datang kepada
istri Manoah daripada kepada Manoah karena menurut para rabi saat itu hal ini
berkaitan dengan karakter Manoah yang bebal dan tidak tahu Kitab Suci
sedangkan istrinya adalah orang benar (Murphy, 2002:5). Hal ini juga nampak
dalam reaksi keduanya saat melihat malaikat bersama. Manoah berkata bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
mereka akan mati karena telah melihat Allah (Hak 13:22) namun jawaban dari
istrinya mencerminkan jawaban yang cerdas dan mampu membuat tenang
suaminya (Hak 13:23).
Pertemuan mereka dengan malaikat membawa kehidupan baru, istri
Manoah yang dinyatakan mandul ternyata hamil dan harus menjalani syarat yang
telah diberikan malaikat. Tak hanya sampai disitu, setelah ia melahirkan ia harus
merawat Simson dengan baik karena merupakan pilihan Allah dan tidak sekalipun
mencukur rambut Simson (Hak 13:5). Dalam kehidupannya merawat Simson, ia
taat menjaga janji malaikat. Ketika Simson menjadi dewasa, ia meminta
orangtuanya untuk melamar perempuan Filistin yang ia cintai (Hak 14:5-7).
Kedua orangtua Simson berupaya untuk mencegah Simson menikahi orang
Filistin. Alasan keduanya karena Simson adalah pilihan Allah dan ketika ibunya
hamil dilarang untuk minum anggur. Sedangkan Simson bertemu dengan wanita
Filistin di Timna, tempat kebun anggur berada, sehingga mereka berpikir bahwa
mungkin ada hubungannya dengan anggur maka akan dilarang juga oleh Allah
(Gunn, 2005:195). Meski pada akhirnya Simson mengabaikan saran orangtuanya.
Peran Ibu Simson sangatlah memberi teladan bagi pembaca. Sebagai
seorang perempuan yang dinyatakan mandul dan membawa rasa malu yang besar,
ia tetap dipercaya Allah untuk melahirkan pemimpin Israel dengan syarat yang
akan ia jalani selama hidupnya merawat anaknya sejak dari rahim hingga ia
meninggal. Selama ia hidup sebagai ibu Simson ia selalu taat dan menjaga janji
dari Allah itu untuk menjadikan anaknya pilihan Allah. Sebagai Ibu, ia juga tidak
luput dari kebandelan anaknya. Ketika seorang anak memilih seorang perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
untuk menjadikannya sebagai istri, meski ibu dan ayahnya melarang, ia
mengabaikannya. Setelah Simson menikah, maka berakhir juga cerita tentang
ibunya dalam Kitab Hakim-hakim. Simson telah mendapatkan perempuan lain
untuk kehidupannya yang akan datang.
c) Perempuan Sebagai Pelaksana Kutuk
Abimelekh yang mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin bangsa
Israel melakukan kejahatan agar ambisinya terwujud dengan membunuh tujuh
puluh saudaranya (Hak 9:5). Ia memerintah selama tiga tahun setelah Allah
membangkitkan semangat jahat pada orang Sikhem sehingga terjadilah perang
untuk merebut kota-kota (Hak 9:22). Pada saat tiba di Tebes, tempat penduduk
Sikhem melarikan diri, Abimelekh mengepung Tebes (Hak 9:50). Namun naas
baginya, ia tertimpa sebuah batu kilangan oleh seorang perempuan (Hak 9:53).
Kemudian Abimelekh meminta bujangnya untuk membunuh Abimelekh dengan
pedangnya karena dia sekarat dan tidak mau diketahui bahwa yang telah
membunuhnya adalah seorang perempuan (Hak 9:54). Karena pada saat itu
dikalahkan oleh seorang perempuan adalah sebuah aib (Brenner, 1999:263).
Dalam penutup kisah Abimelekh dikatakan bahwa “Demikianlah kutuk Yotam
bin Yerubaal mengenai mereka” (Hak 9:57b).
Tokoh perempuan dalam cerita Abimelekh sangat penting perannya karena
ia berhasil membunuh Abimelekh. Sayangnya, tidak disertai dengan nama yang
jelas. Hal ini membuktikan bahwa penulis Hakim-hakim juga sepakat dengan
keyakinan Abimelekh bahwa dikalahkan seorang perempuan merupakan aib maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
tidak diberi nama jelas pada perempuan tersebut. Kitab Hakim-hakim dalam cerita
ini belum membela pahlawan perempuan yang berhasil membunuh pemimpin
jahat bagi mereka.
d) Ibu Yefta, Perempuan Yang Ditemui Simson Sebagai Perempuan Sundal dan
Ibu Abimelekh sebagai Gundik Gideon
Perempuan sundal yang disebutkan pertama kali adalah ibu Yefta (Hak
11:1), disusul oleh perempuan sundal yang dihampiri oleh Simson setelah ia
menyandang status duda (Hak 16:1). Perempuan sundal sudah terdapat dalam
sejarah mula-mula. Dalam beberapa kitab, perempuan sundal dideskripsikan
sebagai perempuan yang menggunakan pakaian yang sangat berbeda dan
mencolok (Yeh 16:16). Disebut juga sebagai perempuan yang melepaskan hawa
nafsunya dengan setiap orang (Yeh 16:25). Kadang juga disebut sebagai orang
asing dan mendapat gelar sebagai penyembahan berhala (Yes 1:21). Perempuan
sundal yang pertama adalah ibu Yefta. Ayah Yefta adalah Gilead yang
mempunyai istri sangat banyak, salah satunya adalah ibu Yefta yang tidak
disebutkan namanya sebagai perempuan sundal (Hak 11:1). Gilead memiliki
hubungan yang singkat dengannya. Ketika Gilead meninggal, anak dari Gilead
yang sah mengusir Yefta dari rumah (Hak 11:2). Dalam peristiwa tersebut
memungkinkan bahwa ibu Yefta sudah dahulu diusir atau tidak dibawa ke rumah
karena Alkitab tidak menceritakannya. Dari kisah ini, dapat disimpulkan bahwa
sosok perempuan sundal sangat dibenci oleh seluruh anggota keluarga. Bahkan
anak yang dilahirkannya meski memiliki hubungan darah dengan ayah, namun
tidak berhak untuk memiliki warisan dari ayahnya. Ibu Yefta telah memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
kehidupan yang keras bagi anaknya untuk hidup berdampingan dengan
saudaranya yang memiliki status sah dalam keluarga.
Perempuan sundal yang kedua disebutkan adalah saat peristiwa Simson
bertemu dengan perempuan sundal berlokasi di Gaza (Hak 16:1), salah satu kota
orang Filistin di pantai selatan Palestina (Brenner, 1999:265). Pertemuannya
hanya dikisahkan begitu saja dan dilanjutkan dengan kisah heroik Simson yang
mencabut pintu gerbang kota yang amat kuat. Citra Simson yang amat kuat tidak
terkalahkan oleh hati yang luka karena perempuan. Setelah ia menyandang status
duda dan bertemu dengan perempuan sundal, memungkinkan keyakinan Simson
untuk menumbuhkan kembali rasa cinta pada perempuan. Bisa jadi pertemuannya
dengan perempuan sundal menambahkan kekuatan Simson untuk merobohkan
pintu gerbang kota.
Perempuan ketiga bukan sebagai perempuan sundal namun sebagai gundik
yang melahirkan Abimelekh (Hak 8:31). Ia adalah ibu Abimelekh, gundik
Gideon. Abimelekh bukanlah seorang hakim, ia merebut kekuasaan raja menurut
keinginannya sendiri (Indra Sanjaya, 2011:12). Seorang gundik adalah istri yang
sah, tetapi kelas dua (Bergant, 2002:260). Meskipun demikian, diceritakan bahwa
Gideonlah yang memberikan nama pada anak gundiknya itu. Hal ini berarti
diantara Gideon, Abimelekh, dan gundiknya memiliki hubungan yang lebih baik
daripada gundik lainnya (Frolov, 2013:169). Dalam Hak 9:18, ibu Abimelekh
disebutkan sebagai budak perempuan yang memberikan kesan rendahnya peran
ibu Abimelekh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
e) Istri Pertama Simson
Perempuan selanjutnya yang diceritakan secara individu tanpa nama
adalah istri pertama Simson yang akhirnya menjadi mantan istrinya. Dia adalah
perempuan Filistin yang sangat Simson cintai (Hak 14:7) bahkan Simson banyak
melakukan tindakan yang membahayakan bagi diri Simson (Hak 14:8). Orang tua
Simson tidak suka karena ia bukan perempuan Israel, seorang istri asing
dipandang berbahaya untuk keamanan (Bergant, 2002:263). Bagaimanapun, di
mata Simson perempuan Filistin merupakan perempuan yang menarik (Frolov,
2013:255). Kisah perkawinan Simson tidak diceritakan dengan jelas, hanya teka-
teki yang lebih menonjolkan perjuangan istrinya untuk menaati perintah orang-
orang sebangsanya yang mengakibatkan kerugian di pihak Simson (Hak 14:15-
18). Kisah perceraian Simson dengan orang Filistin dimulai ketika Simson
membuat teka-teki kepada ketiga puluh temannya. Hadiah bagi yang menang
adalah pakaian kebesaran. Diperkirakan pada saat itu Simson tidak memiliki
pakaian pesta untuk pesta pernikahannya sendiri. Teka-teki Simson tidak mungkin
diterka jika orang tidak tahu hidup pribadi sang pahlawan (Bergant, 2002:264).
Kemudian teman-temannya membujuk istri Simson untuk merayu Simson agar
memberitahukan jawaban kepadanya dan meneruskan kepada mereka. Aksi
rayuan sang istripun berhasil, dan sang istri pun memberitahukan kepada teman-
teman Simson. Saat tiba hari memberikan jawaban, teka-teki Simson berhasil
ditebak oleh teman-temannya. Akibatnya, Simson harus membunuh tiga puluh
orang untuk mendapatkan pakaian kebesaran yang telah dijanjikannya (Hak
14:19). Saat pulang, amarahnya begitu besar hingga Simson memutuskan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
memberikan istrinya kepada pengiringnya yang juga temannya (Hak 14:20). Dan
mereka pun bercerai. Meskipun Simson marah, ia tetap kembali ke rumah
ayahnya dan tidur dengan istrinya (Hak 14:19b-15:1) (Frolov, 2013:267).
Keluarga istrinya tidak mempunyai rasa kecewa sekalipun, setelah Simson
melampiaskan kekecewaannya, mungkin karena mereka tidak terikat perkawinan
yang sah (Frolov, 2013:257).
Saat amarahnya mereda, ia berkunjung ke rumah mertuanya untuk
menemui mantan istrinya dengan membawa hadiah (Hak 15:1). Ternyata
kedatangannya ditolak oleh ayah mertuanya dan mantan istrinya telah diberikan
kepada pembantu Simson yang terbaik (Hak 15:1b-2a). Karena besar sakit
hatinya, Simson melampiaskan secara berlebihan bahkan perkelahiannya dengan
ratusan anjing hutan sukar dibayangkan (Bergant, 2002:265). Aksinya berlanjut
hingga membakar ladang gandum orang lain (hak 15:5). Akibatnya, mantan istri
Simson dan ayahnya dibakar massa (Hak 15:6).
Mantan istri yang jelas diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim adalah
mantan istri Simson. Dari cerita Simson dengan mantan istrinya yang berakhir
dengan kematian mantan istrinya beserta ayahnya secara tragis. Posisi perempuan
sangat berbahaya bagi seorang pahlawan, seperti penilaian awal orangtua Simson.
Awalnya perempuan itu sangat menarik bagi sang pahlawan, hingga sang
pahlawan tahu bahwa ia telah ditipu oleh kecantikan sang perempuan namun sang
pahlawan tetap mempertahankan perempuan tersebut meski sudah memberikan
sang perempuan kepada orang lain hingga sang perempuan mati di tangan orang
banyak. Perempuan kembali ditempatkan dalam posisi yang selalu mengagungkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
kecantikan untuk menjatuhkan sang pahlawan. Sangat disayangkan, tindakan sang
pahlawan yang berlebihan dan berakhir dengan pembunuhan yang tragis hanya
karena dihina oleh sebuah keluarga.
f) Adik Ipar Simson
Perempuan yang dimaksud adalah perempuan yang ditawarkan kepada
Simson untuk dinikahi sebagai pengganti mantan istrinya (Hak 15:2). Sebagai
mertua yang mengetahui bahwa Simson adalah pahlawan dan telah dikenal
banyak orang sebagai sosok yang kuat, ia tidak merelakan mengakhiri hubungan
baiknya. Maka ia menawarkan anak perempuan lainnya untuk dinikahi Simson
sebagai pengganti istrinya agar keluarganya tetap selamat lepas dari pembalasan
orang Filistin yang telah dikalahkan oleh Simson.
g) Ibu Mikha
Kisah Mikha (Hak 17-18) merupakan tambahan pada kitab Hakim-hakim
yang menceritakan tentang zaman sebelum kerajaan: perpindahan suku Dan ke
Utara (Bergant, 2002:266). Bab 17 merupakan latar belakang dari peristiwa
dalam bab 18. Ibu Mikha membuatkan patung pahatan yang ditaruh di rumah
Mikha (Hak 17:4), sesuatu yang dilarang keras oleh hukum Musa (Kel 20:4-5).
Pada awalnya Mikha mengangkat salah seorang anaknya menjadi imam di kuilnya
(Hak 17:5b). Kemudian Mikha mengangkat seorang imam Lewi (Hak 17:10)
yang mengisyaratkan bahwa orang-orang Lewi sudah dikenal sebagai ahli dalam
bidang ibadat (Bergant, 2002:266). Peran Ibu Mikha dalam kisah ini cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
singkat namun memiliki dampak yang cukup besar bagi iman Mikha. Ibu Mikha
menyarankan agar menyucikan timbunan perak curian Mikha (Hak 17:3). Dan
Mikha menyetujuinya (Hak 17:5). Mikha dan ibunya tidak hanya melanggar
perintah Musa tetapi juga menyembah dewa Israel yang berhubungan dengan
praktek orang Kanaan (Bil 33:52, Im 7:5) (Frolov, 2013:282). Hal ini berarti
mereka yang menyembah YHWH berpindah pada tuhan Kanaan.
Ibu Mikha yang diceritakan mempunyai banyak harta, membuat
kecurigaan pada teolog feminis. Bagaimana bisa ia mempunyai banyak harta di
tengah kehidupan patriarkal di Israel (Frolov, 2013:282). Jika itu semua adalah
harta milik suaminya yang sudah meninggal, mengapa Mikha harus mencurinya
karena ia juga berhak untuk mewarisinya (Frolov, 2013:283). Ibu Mikha yang
mempunyai uang perak seribu seratus itu (Hak 17:2) jumlahnya sama dengan
uang yang ditawarkan kepada Delila (Hak 16:5) (Linden, 2009:74). Dengan
menyebutkan jumlah yang sama bukanlah suatu kebetulan (Frolov, 2013:282).
Jika memang ibu Mikha adalah Delila, tidak ada teks yang mendukungnya
sehingga sulit untuk menentukan apakah tafsiran tersebut benar. Ada bukti yang
menentang bahwa ibu Mikha adalah Delila (Frolov, 2013:283). Mikha adalah
orang dari pegunungan Efraim (Hak 17:1). Sedangkan Delila adalah perempuan
dari Lembah Sorek (Hak 16:4). Simson adalah keturunan bangsa Dan (Hak 13:2),
tinggal di Mahane-Dan yang terletak di antara Zora dan Esytaol (Hak 13:25) dan
dikubur di antara Zora dan Esytaol (Hak 16:31). Tidak ada teks yang
menceritakan apakah Delila pindah, atau Ibu Mikha tinggal dalam satu rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
dengan Mikha atau berdekatan. Secara geografis, Delila dan Ibu Mikha tidak
berada dalam satu tempat yang sama (Frolov, 2013:283).
Mikha telah mencuri uang perak milik ibunya dan dia mengakui setelah
mendengar kutukan dari ibunya (Hak 17:2). Ibu Mikha memaafkan dan memohon
rahmat Tuhan agar kutukannya berubah menjadi berkat. Dalam adegan ini, Ibu
Mikha berperan sebagai ibu yang pemaaf dan mengasihi anaknya. Ibu mana yang
tidak marah jika hartanya dicuri oleh anaknya tanpa ada alasan yang jelas? Ibu
Mikha juga menyesal telah memberikan kutuk pada anaknya dan berusaha
mengubah kutuk menjadi berkat meski dengan cara yang salah. Usaha Ibu Mikha
menyenangkan hati Mikha juga dengan turut membangun kuil. Bagaimanapun
juga, Ibu Mikha merupakan sosok seorang ibu yang lebih mengutamakan
keselamatan anaknya.
h) Gundik Orang Lewi
Perempuan yang akan dibahas berikutnya adalah perempuan tanpa nama
yang disebutkan sebagai gundik dari Betlehem-Yehuda yang ada dalam Kitab
Hakim-hakim bab 19. Cerita ini merupakan gambaran perempuan yang menjadi
korban terutama atas kekerasan seksual. Kisah ini terjadi pada zaman tidak ada
raja di Israel. Cerita ini tentang orang Lewi pergi ke Betlehem dan mendapatkan
gundik disana. Kisah ini penuh dengan ironi yang dramatis (Bergant, 2002:267).
Di dalamnya terdapat beberapa tempat yang disebutkan. Ayat 3-10 terjadi di
Betlehem, tempat tinggal keluarga perempuan. Ayat 11-15 terjadi di Yebus
sebagai Yerusalem. Nyatanya Yerusalem tidak pernah memiliki nama itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
mungkin Yebus adalah pinggiran kota Yerusalem (Bergant, 2002:267). Ayat 16-
29 peristiwa terjadi di Gibea, salah satu kota milik suku Benyamin. Cerita ini
mengisahkan alasan pecahnya perang antara Benyamin dengan suku-suku Israel
lainnya (Bergant, 2002:267). Ayat 29-30 adegan terjadi di tempat tinggal orang
Lewi yang menjadi suami gundik itu.
Cerita ini diawali dengan tindakan serong yang dilakukan oleh gundiknya
kepada suaminya (Hak 19:2). Meski dalam cerita perempuan selalu disebut
sebagai gundik, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah istri
tidak resmi atau selir. Akan tetapi, dalam seluruh kisahnya tidak diceritakan istri
resmi dari orang Lewi itu. Tiba-tiba saja perempuan dari Betlehem ini disebut
sebagai gundik. Kemungkinan adanya gelar ini adalah karena tindakan serong
perempuan ini maka ia disebut gundik. Ditambah lagi, orang Lewi merupakan
pelayan Tuhan (Ul 10:8). Di dalam masyarakat yang patriarki, hal ini
mengakibatkan pembunuhan karakter pada orang Lewi. Citra orang Lewi sebagai
orang baik bisa dipertahankan di ayat-ayat pertama karena ia setia pada gundiknya
dan menjemputnya untuk pulang dari rumah orang tuanya (Hak 19:3). Tindakan
serong yang dilakukan oleh perempuan ini tidak disebutkan secara jelas. Menurut
hukum saat itu, apabila kedapatan berzinah maka akan dihukum mati (Im 20:20).
Oleh karena itu, tindakan serong perempuan ini bukanlah berzinah sehingga ia
hanya mendapatkan hukuman pisah ranjang dan dikembalikan kepada orang
tuanya (Frolov, 2013:310)
Saat menjemput gundiknya di rumah mertuanya di Betlehem, mertuanya
terus berusaha untuk menunda kepulangan keduanya (Hak 19:4-9). Sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
pembaca, tindakan ini penuh dengan makna mendalam sebagai ayah dari seorang
putri mungkin ia enggan melepas anaknya kembali pada suaminya atau ia
menginginkan mediasi antara menantunya dengan keluarga pihak perempuan
dengan damai. Adegan ini menimbulkan kesan bahwa seorang ayah sangat
perhatian terhadap kehidupan rumah tangga anaknya, lebih-lebih saat
mendapatkan permasalahan.
Cerita dilanjutkan di daerah Yebus yang disebut Yerusalem. Pada saat itu
Yerusalem masih kota orang Kanaan dan Gibea terletak 3 mil sebelah utara
Yerusalem (Bergant, 2002:267). Di tempat ini mereka berdiskusi tentang tempat
mereka akan menginap karena hari sudah malam (Hak 19:10-11). Keputusan yang
mereka ambil adalah melanjutkan perjalan sampai ke Gibea dan menginap disana
karena Gibea kepunyaan suku Benyamin yang dirasa cukup aman bagi mereka
sebagai rombongan pejalan kaki (Hak 19:12-14).
Setelah sampai di Gibea, mereka sebagai orang asing tidak tahu harus
menginap dimana karena tidak mempunyai teman atau saudara (Hak 19:15).
Sebagai orang asing, ditawari rumah untuk menginap oleh orang tua dengan
keramahannya merupakan suatu kebahagiaan yang sangat besar bagi mereka yang
memang membutuhkan tempat (Hak 19:16-21). Dalam suasana yang akrab dan
penuh keramaian di rumah orang tua penolong, tiba-tiba datanglah berandalan
yang mengepung rumah itu (Hak 19:22). Tujuan berandalan itu tidak jelas, entah
ingin merampok memeras orang asing yang datang atau memang sengaja
membuat onar. Kemudian terjadilah perubahan karakter dari orang tua yang baik
menjadi tokoh antagonis yang kejam dan tidak bermoral. Ia sengaja memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
tamu perempuannya dan anaknya sendiri untuk diperkosa oleh berandalan dan
melindungi orang Lewi (Hak 19:24). Dikisahkan bahwa yang diambil kelompok
berandalan tersebut adalah gundiknya orang Lewi saja (Hak 19:25). Bagi
perempuan yang disebut gundik, malam itu adalah malam yang sangat
mengerikan. Ia diperkosa oleh kelompok berandalan yang tidak tahu berapa
jumlahnya hingga fajar menyingsing. Perjuangannya untuk tetap hidup terus ia
jalani agar sampai di rumah dimana suaminya tinggal. Namun, tak sampai ia
bertemu dengan suaminya ia sudah mati di depan pintu rumah itu. Kisah ini
membangkitkan emosi pembaca apalagi perempuan, mengapa ada malam naas
seperti itu yang harus dijalani oleh seorang perempuan dan mengapa tidak ada
perlawanan sedikitpun dari laki-laki yang telah menolongnya atau dari suaminya.
Tragedi mengerikan ini dilanjutkan dengan adegan dramatis yang
menggambarkan besarnya cinta suami kepada gundiknya. Ia berusaha
membangunkan gundiknya yang saat itu sudah mati dan membawa pulang
mayatnya ke rumah (Hak 19:28). Karena sakit hati dan ingin membalas dendam
namun tidak tersalurkan, ia melakukan mutilasi atas mayat gundiknya itu dan
mengirimkannya pada 12 suku Israel (Hak 19:29).
Kisah ini menimbulkan banyak kesan di masa kini, antara lain:
Cerita ini menggambarkan betapa kuatnya patriarki sehingga
perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk berbicara bahkan ia
tidak mempunyai kesempatan untuk membela diri dan
mempertahankan kehidupannya. Bahkan sebagai korban, ia tidak bisa
mengungkapkan kepedihan hatinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Sistem patriarki dalam cerita ini mengorbankan perempuan. Untuk
menjaga nyawanya, laki-laki tua penolong dan suaminya menyerahkan
perempuan untuk menjadi tumbal agar nyawa mereka selamat. Mereka
sebagai laki-laki yang lebih kuat secara fisik daripada perempuan tidak
melakukan perlawanan sekecilpun pada kelompok berandal.
Gaya pencitraan dalam kisah ini yang terlalu berpusat pada kesalahan
perempuan yang tidak jelas. Di awal cerita dikisahkan bahwa
perempuan mempunyai kesalahan kepada suaminya yang baik sebagai
orang Lewi dan pada akhirnya perempuan mati karena diperkosa. Jika
ingin memberikan pesan kepada perempuan agar setia pada
pasangannya, eksploitasi atas nasib malang sebagai hukuman
perempuan justru membuat kesan kematian bagi perempuan yang
mengerikan dan kejam jika dilakukan sebagai hukuman.
Penyebutan tokoh perempuan sebagai gundik dan mendapatkan
kekerasan seksual yang mengerikan memberi kesan bahwa gundik
sebagai istri yang tidak sah tidak layak mendapatkan cinta yang tulus
dan perlakuan yang baik.
Sisi positifnya adalah kesetiaan dari orang Lewi yang membawa
jenasah perempuan itu ke rumah dan melakukan mutilasi atas dasar
rasa dendam dan kecewa pada orang-orang yang telah memperkosa
gundiknya hingga mati. Artinya, meski status perempuan itu sebagai
gundik ia layak mendapatkan perhatian dan kesetiaan dari suaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
i) Anak perempuan yang akan Dikorbankan Ayahnya Demi Keselamatan
Ayahnya dan Orang Lewi
Perempuan yang dimaksud adalah anak perempuan dalam Hak 19:24 dia
adalah anak dari orang asing yang menyambut orang Lewi dan gundiknya di
Gibea. Pada saat genting, dengan adanya gerombolan perampok yang mendatangi
rumah orang asing itu. Ia menawarkan anak perempuannya kepada perampok
untuk diperkosa untuk mempertahankan keselamatan tamunya dan dirinya sendiri.
Karena orang Lewi merupakan pelayan Allah.
Dari kisah ini, diketahui bahwa martabat perempuan tidak layak untuk
dipertahankan dalam masyarakat. Perempuan adalah seonggok daging serba guna
bagi pemiliknya. Anak perempuan yang belum menikah adalah kepunyaan
ayahnya. Hubungan darah serta kasih dalam keluarga tidaklah penting diberikan
bagi perempuan.
6. Perempuan yang Disebutkan Tanpa Nama Secara Berkelompok
Dalam pengelompokkan kali ini, penulis akan merumuskan dalam tiga
kategori menurut perannya dalam Kitab Hakim-hakim mulai dari yang tidak
berarti hingga cukup penting peranannya. Kelompok yang pertama adalah
kelompok dengan peran yang sangat sedikit hanya sebagai saksi atau bahkan
disebutkan karena kodrat seksualnya sebagai perempuan yang berhubungan
dengan pernikahan bagi tokoh utamanya. Kelompok yang kedua adalah kelompok
yang berperan sebagai pembanding sang pahlawan agar terlihat lebih berani.
Sedangkan kelompok terakhir merupakan kelompok tertindas yang cukup
berperan untuk melestarikan suku Benyamin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
a. Kelompok Perempuan yang Memegang Peran Tak Berarti
Dalam Kitab Hakim-hakim disebutkan sebanyak sebelas kelompok
perempuan berbeda yang disebutkan tanpa peran yang berarti. Dalam Mat 14:21
“Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan
anak-anak” tidak disebutkan berapa jumlah perempuan yang ada. Bertolak dari
ayat tersebut, meski perempuan tidak memegang peran berarti dalam suatu kisah,
bagi penulis pentinglah mencatat kelompok perempuan yang dihitung sebagai
saksi dalam peristiwa tertentu. Sebagai kelompok, perempuan juga mempunyai
keterlibatan tertentu dalam suatu peristiwa. Kesebelas kelompok perempuan
tersebut adalah :
Kelompok perempuan Kanaan yang dibiarkan hidup untuk menikah
dengan bangsa Israel (Hak 3:6)
Istri-istri Gideon (Hak 8:30)
Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati (Hak 9:49)
Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang melarikan diri (Hak
9:51)
Anak-anak perempuan yang meratapi putri Yefta (Hak 11:40)
Tiga puluh anak perempuan Ebzan yang dikawinkan ke luar kaumnya
(Hak 12:9)
Saudara perempuan Simson yang ditawarkan ibunya untuk menjadi
istri Simson (Hak 14:3)
Kelompok perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya (Hak
16:27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Anak-anak perempuan Israel yang tidak diizinkan menjadi istri suku
Benyamin (Hak 21:1)
Perempuan Yabesh-Gilead yang dibunuh karena sudah tidak perawan
(Hak 21:11)
Perempuan suku Benyamin yang punah (Hak 21:16)
Dari sebelas kelompok perempuan yang diceritakan, ada lima kelompok
perempuan yang diceritakan sebagai saksi yang tidak mempunyai peran berarti
yaitu kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati, kelompok perempuan
kota Menara-Sikhem yang melarikan diri, anak-anak perempuan Israel yang
meratapi putri Yefta, perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya, dan
perempuan suku Benyamin yang punah. Sedangkan sisanya diceritakan sebagai
kelompok perempuan yang memiliki kodrat seksual sebagai perempuan dan lebih
menunjukkan kepahlawanan dan peran tokoh utama yang berhubungan dengan
pernikahan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kitab Hakim-hakim
menuliskan perempuan sebagai pelengkap kisah kepahlawanan sang hakim karena
diceritakan dalam kelompok, maka dapat mewakili bagaimana pada zaman
Hakim-hakim posisi perempuan dimata laki-laki pada umumnya. Penyebutan
secara berkelompok tersebut dengan tujuan menonjolkan aksi kepahlawanan sang
hakim Israel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
b. Perempuan-Perempuan yang Berkemah dengan Yael
Dalam cerita Debora, tidak disebutkan tetangga perempuan Yael yang ada
di tempat kejadian saat Sisera mendatangi kemah Yael. Namun dalam kidung
Debora, Debora memuji Yael karena dia adalah perempuan yang diberkati
melebihi perempuan-perempuan yang ada di dalam kemah (Hak 5:24). Dalam
pernyataan ini, perempuan-perempuan yang disebutkan hanyalah sebagai
pembanding Yael. Debora menggunakan perempuan-perempuan lain bukan
dirinya sendiri karena Debora juga diberkati oleh Allah. Namun, peran perempuan
yang diberikan oleh Debora adalah sebagai kelompok pembanding dengan Yael.
Mungkin Debora tidak ingin kalah berjasa karena yang membunuh Sisera adalah
Yael sehingga ia menciptakan kidung dengan menyebutkan nama Yael di
dalamnya dengan membandingkan perempuan-perempuan yang ada dalam
perkemahan yang tidak berbuat apapun.
c. Gadis Yabesh-Gilead dan Gadis Silo; Kelompok Perempuan yang Tertindas
Akibat dari balas dendam orang Lewi, yang membagi-bagikan potongan
tubuh gundiknya pada suku Israel, suku Benyamin menjadi musuh semua suku
Israel yang diceritakan dalam bab 20. Menurut kaum feminis, pemerkosaan bukan
hanya kejahatan seksual namun juga sebagai sarana dominasi fisik, mental, dan
spiritual (Brenner, 1999:143). Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21 banyak
melibatkan perempuan sebagai kelompok yang tertindas.
Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21, diceritakan tentang usaha bangsa Israel
untuk tetap melestarikan suku Benyamin yang berjumlah enam ratus laki – laki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
yang masih hidup. Namun, bangsa Israel telah bersumpah tidak akan memberikan
anak perempuannya kepada suku Benyamin (Hak 21:1). Usaha pertama yang
dilakukan bangsa Israel adalah mengorbankan suku lainnya yang tidak
menghadiri sumpah tersebut yaitu suku Yabesh-Gilead (Hak 21:9). Kemudian
oleh mereka dimusnahkanlah orang-orang dari suku Yabesh-Gilead kecuali anak
gadis yang perawan berjumlah empat ratus orang (Hak 21:10-12). Oleh mereka
perempuan-perempuan itu dibawa ke perkemahan di Silo kemudian diserahkan
kepada suku Benyamin untuk dijadikan istri mereka (Hak 21:12b). Akan tetapi,
cara ini belum memecahkan masalah karena suku Benyamin ada enam ratus
sedangkan perempuan yang diberikan hanya empat ratus.
Usaha kedua yang diceritakan adalah orang-orang tua yang ingat akan
pesta tahunan di Silo dimana anak-anak gadis Silo keluar untuk menari-nari
(Bergant, 2002:268). Maka mereka menyuruh laki-laki Benyamin untuk menculik
perempuan-perempuan tersebut untuk dijadikannya istri hingga genap jumlah
perempuan dengan mereka (Hak 21:21). Usaha ini memberikan resiko dengan
adanya campur tangan dari orangtua gadis-gadis Silo yang keberatan atas
penculikan anak-anaknya (Hak 21:22). Suku Israel memberikan pernyataan
bahwa mereka tidak diculik oleh suku Benyamin, jadi orangtua Silo tidak
melanggar sumpah (Hak 21:22b). Pulanglah suku Benyamin untuk membangun
kota-kotanya kembali (Hak 21:23b).
Kaum feminis, melihat cerita ini sebagai penutup kitab Hakim-hakim yang
kejam terhadap perempuan melalui cerita pemerkosaan kolektif yang berangkat
dari pemerkosaan gundik Lewi (Brenner, 1999:146). Mereka menilai bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
bangsa Israel saat itu benar-benar biadab dan tidak mau belajar dari pengalaman.
Bahkan mereka mengorbankan suku lainnya demi suku Benyamin yang awalnya
dinilai bersalah oleh mereka. Tak tanggung-tanggung suku yang mereka
korbankan tidak hanya satu melainkan dua. Demi kelestarian suku Benyamin,
dengan ringannya mereka memusnahkan Yabesh-Gilead. Menurut kaum feminis,
pemerkosaan individual pada gundik orang Lewi memberikan kekalahan pada
suku Benyamin, namun pemerkosaan kolektif pada gadis-gadis Yabesh-Gilead
dan gadis-gadis Silo membawa kelestarian pada suku Benyamin dan kemenangan
pada suku Israel (Brenner, 1999:146-147).
Posisi kaum perempuan diceritakan sangat lemah dan tidak memiliki
kesempatan untuk mempertahankan diri bahkan untuk bernegosiasi. Perjuangan
kaum perempuan untuk melarikan diri, kesakitan atau merasakan nyeri memang
tidak diriwayatkan. Kaum perempuan Yabesh-Gilead menyerah begitu saja
kepada bangsa Israel yang kemudian berpindah tangan pada suku Benyamin.
Awalnya, bangsa Israel mengalahkan Yabesh-Gilead dalam pertempuran sehingga
membawa anak gadis Yabesh-Gilead tidak memerlukan negosiasi (Brenner,
1999:151). Dalam dunia perang, entah itu perang suci atau perang saudara
memberikan laki-laki dengan latar belakang psikologis yang sempurna untuk
melampiaskan kebenciannya pada perempuan. Dalam perang, selalu ditemukan
tindakan pemerkosaan.
Gadis-gadis Silo juga tak kalah memprihatinkan, saat mereka menari-nari
merayakan pesta tahunan di kebun anggur, mereka telah diamati sebagai target
suku Benyamin. Suku Benyamin disuruh penatua-penatua Israel untuk melarikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
seorang gadis Silo untuk menjadi istrinya. Suku Benyamin yang belum
mendapatkan istri Yabesh-Gilead mengincar gadis Silo untuk diculik dan dipaksa
menjadi istrinya. Sistem penculikan ini memberi kesan pemerkosaan heroik,
dimana keinginan untuk mendapatkan perempuan dan pemerkosaan saling
mendominasi. Pemerkosaan selektif tersebut dilakukan karena pemahaman
tradisional bahwa bangsa Israel harus bersatu dalam dua belas suku untuk
menjaga perjanjian mereka dengan Allah. Ritual menari-nari yang dilakukan gadis
Silo dan Putri Yefta telah mengantarkan mereka pada penderitaan dan
pengorbanan bodoh. Hingga cerita yang terakhir dalam Kitab Hakim-hakim,
perempuan tetap menjadi permainan laki-laki dalam kekerasan seksual. Namun,
sebagai penutup dalam Kitab Hakim-hakim 21:25 ditulis bahwa saat itu tidak ada
raja, sehingga orang berbuat apa yang menurutnya benar.
RANGKUMAN
Perempuan-perempuan yang disebutkan dalam Kitab Hakim-hakim
merupakan perempuan yang mewakili banyak karakter dan citra perempuan pada
umumnya. Kitab Hakim-hakim lebih banyak menampilkan perempuan dalam
keadaan yang buruk dan tidak memiliki kemerdekaan. Melalui uraian tokoh-tokoh
perempuan dalam kitab Hakim-hakim dengan metode hermeneutika kecurigaan,
telah ditampilkan karakter yang tidak ditemukan hanya dengan membaca saja.
Melalui pemaknaan dari teolog feminis, pembaca lebih mengetahui peran dan
karakter tokoh perempuan. Dengan hanya membaca, bisa mengelompokkan tokoh
perempuan mana yang baik atau buruk, pasif atau aktif, bijaksana, cerdas, atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
bodoh. Namun melalui hermeneutika kecurigaan tokoh yang dikategorikan jahat
menjadi seorang pahlawan. Misalnya tokoh yang digambarkan secara antagonis
karena telah membuat perangkap bagi pahlawan utama yaitu Delila, dapat
ditafsirkan oleh feminis sebagai pahlawan bagi negerinya, Filistin. Ditambah lagi
peran ibu Simson yang sangat patuh pada Allah untuk merawat anaknya sangat
inspiratif bagi perempuan di zaman ini yang harus mendidik anaknya di tengah
globalisasi.
Kitab Hakim-hakim sebagai kitab iman masih mempunyai pesan yang
relevan di zaman ini. Bagaimana situasi dalam kisah tertentu masih terjadi di
zaman sekarang meski tidak disadari. Misalnya situasi patriarkal dan peperangan.
Dewasa ini, sistem patriarkal memang sudah lenyap, namun tanpa disadari masih
dihidupi dalam masyarakat. Perang senjata menjadi hal yang harus dihindari
namun perang ideologi dan perang dingin merupakan alternatif lain untuk
mempertahankan keberadaan diri. Dari situasi semacam ini, perlu adanya analisis
sosial tentang bagaimana seseorang berada dalam situasi masyarakat tertentu.
Belajar dari peran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim cara apa yang
akan diambil agar perempuan di zaman ini mendapatkan martabat sesuai dengan
kemampuannya tanpa mengurangi penghargaan terhadap perempuan. Salah satu
cara yang bisa ditempuh adalah dengan katekese yang memperkembangkan dan
memberdayakan kemampuan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
BAB IV
USULAN KATEKESE ANALISIS SOSIAL DALAM RANGKA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Pada Bab sebelumnya, penulis memaparkan bagaimana munculnya
feminisme hingga lahirnya teologi feminis dan pengaruhnya dalam Gereja.
Berdasarkan uraian tentang tokoh-tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim
menurut metode hermeneutika kecurigaan, penulis mendapatkan pelajaran baru
tentang penokohan yang ditulis dengan penafsiran kaum feminis. Dalam bab III,
penulis mendapatkan banyak pengetahuan baru. Ternyata tokoh yang
digambarkan secara antagonis misalnya Delila dapat ditafsirkan oleh kaum
feminis sebagai pahlawan bagi negerinya, Filistin. Sebagai pembaca, kesan
pertama yang timbul sangat dipengaruhi dari peran tokoh utama yang diceritakan.
Oleh tokoh feminis, diuraikan juga peran tokoh pembantu yang juga tak kalah
semangat kepahlawanannya. Ditambah lagi peran ibu Simson yang sangat patuh
pada Allah untuk merawat anaknya sangat inspiratif bagi perempuan di zaman ini
yang harus mendidik anaknya di tengah globalisasi. Meski perempuan yang
ditulis dalam Kitab Hakim-hakim tidak berpengaruh banyak dalam setiap
kisahnya, namun berdasarkan telaah kaum feminis menjadi sangat berpengaruh di
tengah kepahlawanan sang tokoh utama.
Berdasarkan hal tersebut, dalam bab ini penulis mencoba merefleksikan
hasil studi pustaka dalam menggali peran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-
hakim serta memberikan sumbangan pemikiran berupa katekese analisis sosial
yang bermanfaat bagi perempuan terutama perempuan muda lulusan SMA yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
memiliki banyak pilihan untuk masa depannya di tengah zaman globalisasi ini.
Misalnya pilihan untuk masuk di perguruan tinggi, untuk berkarir atau untuk
berwira usaha. Katekese analisis sosial ini penulis berikan agar dapat membantu
perempuan lulusan SMA untuk semakin menghayati perannya sebagai putri Allah
dan merenungkan misteri-misteri Kristus serta menanggapinya melalui
pengalaman hidup mereka sehari-hari. Akhirnya mereka mampu memilih masa
depannya sesuai dengan rancangan Allah dan minat serta bakat mereka. Sebagai
perempuan SMA, banyak kalangan yang menganggap bahwa mereka belum
sepenuhnya mandiri dan berperan dalam masyarakat atau belum dewasa. Banyak
tawaran yang diberikan pada mereka, namun mereka harus kritis dan bijaksana
dalam memilih untuk menanggapi tantangan di zaman ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka bab ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu refleksi atas pemahaman teologi feminis, ulasan tentang tokoh perempuan
dalam Kitab Hakim-hakim dan usulan program katekese bagi perempuan lulusan
SMA demi pemberdayaan perempuan.
A. Refleksi Atas Pemahaman Teologi Feminis dan Ulasan tentang Tokoh
Perempuan dalam Kitab Hakim-Hakim
Gerakan feminisme yang melahirkan teologi feminis telah ambil bagian
dalam penafsiran teks Kitab Suci dengan model dan metode yang berpihak pada
perempuan. Upaya-upaya yang telah dilakukan kaum feminis mempunyai satu
tujuan demi membebaskan perempuan dari androsentrisme dan patriarkal. Kitab
Suci menurut kaum feminis belum membebaskan perempuan sebagai individu
yang bermartabat. Tak ubahnya dengan laki-laki, perempuan juga mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
kemampuan dan martabat yang sama sesuai dengan kehendak Allah dalam
penciptaannya (Kej 2:18).
Melalui metode hermeneutika kecurigaan, kaum feminis mengulas tokoh-
tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim dan menggali nilai positif dari
karakter perempuan-perempuan tersebut. Ternyata apa yang telah tertulis dalam
Kitab Hakim-hakim yang telah menyudutkan tokoh perempuan dapat menjadikan
inspirasi bagi pembaca bagaimana tokoh perempuan tersebut memerankan
perannya untuk menonjolkan sang pahlawan. Perempuan di zaman Hakim-hakim
tertindas oleh kerasnya budaya patriarkal dan ketidakadilan sosial. Mereka
seenaknya dibawa pergi untuk dikawinkan oleh laki-laki (Hak 21:21). Kaum
perempuan diperlakukan tidak adil dan tertindas hanya untuk menonjolkan aksi
heroik sang pahlawan (Hak 9:49).
Dari hasil studi analisis feminis tentang gambaran perempuan dalam Kitab
Hakim-hakim, penulis terkesan dengan empat tokoh perempuan yaitu Yael,
Debora, Akhsa dan Ibu Simson. Yael adalah perempuan sederhana yang
mempunyai suami orang Keni (Hak 4:24). Orang Keni bukanlah bangsa Israel,
namun mereka setia dengan bangsa Israel dan mengikuti perjalanannya. Yael
tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan yang dapat ia banggakan. Ia hidup di
zaman Debora, saat itu Israel mengalami penindasan dari tentara Kanaan yaitu
Sisera yang mempunyai banyak kereta besi dan pasukan (Hak 4:3). Ketika Sisera
lelah berperang, ia memutuskan untuk bertamu di kemah Yael untuk sejenak
beristirahat (Hak 4:18). Yael sebagai perempuan biasa berani mengabaikan sopan
santun menerima tamu dan membunuh Sisera yang telah menindas Israel (Hak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
4:21). Karakter Yael dalam cerita sangat menginspirasi karena meski Yael
memiliki hubungan baik dengan raja Kanaan (Hak 4:17) tapi ia berpihak pada
yang lemah yaitu bangsa Israel walaupun bukan bangsanya sendiri. Hidup di
zaman patriarkal seperti Akhsa memang tidak mudah, sebagai perempuan ia harus
taat pada ayah dan suaminya. Ketaatan bukanlah menjadi beban bagi dirinya
justru menjadi peluang bagi dirinya untuk mendapatkan keuntungan sebagai
seorang istri dalam keluarga. Sebagai seorang perempuan yang dihadiahkan
kepada pahlawan untuk dijadikan istri, ia tidak melakukan tugasnya sebagai
seorang istri dengan tidak tanggung jawab. Akhsa bertanggung jawab penuh atas
keluarganya dan mengusahakan kesejahteraan bagi keluarganya. Seperti karakter
Yael, sebagai perempuan yang harus bertanggung jawab atas peran yang tidak ia
inginkan tetapi ia tetap taat melaksanakan tugasnya dengan penuh kerendahan hati
dan tanggung jawab. Debora adalah satu-satunya pahlawan perempuan yang
diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim sebagai tokoh utamanya. Dalam
kehidupannya ia adalah seorang hakim dalam pengadilan dan banyak
mendengarkan keluhan atau masalah yang dihadapi bangsanya (Hak 4:5). Sebagai
seorang hakim, Debora pasti mempunyai pengetahuan dan wawasan yang ia
dapatkan dari beberapa ilmu sehingga ia berpengalaman memecahkan kasus
banyak orang Israel. Debora dipilih Allah untuk menjadi hakim bagi bangsa Israel
agar membebaskan penindasan dari raja Kanaan. Melalui kisah Debora, pembaca
dapat meneladani bahwa profesi yang cemerlang didapatkan dari pengalaman dan
usaha untuk terus belajar. Perempuan sebagai sarana Allah untuk menjadikan
dunia damai seperti Ibu Simson yang dipilih Allah untuk melahirkan Simson yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
menjadi hakim atas Israel (Hak 13:3). Sebagai seorang perempuan yang dianggap
mandul ia tetap setia pada Allah maka Allah memberikan mukjizat bahwa ia akan
mengandung anak laki-laki yang akan menyelamatkan bangsa Israel (Hak 13:5)
namun ia harus menaati peraturan yang diberikan Allah selama merawat
kandungan dan anaknya. Ibu Simson taat pada perintah Allah dalam merawat
Simson, ia tidak melakukan kesalahan pada Simson hingga menjadi pahlawan
yang kuat. Melalui Ibu Simson, Simson menjadi penyelamat bagi bangsa Israel.
Dari uraian keempat tokoh tersebut, penulis akan menggunakannya
sebagai tokoh teladan dalam katekese yang akan dilaksanakan. Tujuannya adalah
agar perempuan lebih menghayati iman dan perannya dalam masyarakat serta
semakin menguatkan panggilan perempuan sebagai anak-anak Allah.
B. Program Katekese Analisis Sosial
1. Katekese Analisis Sosial
Salah satu upaya konkret yang dapat dilakukan dalam usaha meningkatkan
peran dan kedudukan perempuan dalam Gereja jaman sekarang adalah melalui
Katekese Analisis Sosial. Usaha ini, pertama-tama sebagai bentuk penyadaran
bagi perempuan untuk menghayati panggilannya dalam Gereja dan
masyarakat di tengah situasi hidupnya. Melalui katekese Analisis Sosial,
pengalaman perempuan diungkapkan dan direfleksikan dalam terang iman
kristiani, sehingga semakin disadari peran dan kehadiran Allah yang nyata
dalam situasi hidup dan sosial mereka.
Analisa Sosial (ANSOS) adalah “suatu usaha untuk mempelajari struktur
sosial yang ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
keluarga, sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi
itu menyebabkan ketidakadilan sosial. Dengan mempelajari institusi-
institusi itu, kita akan mampu melihat masalah sosial yang ada dalam
konteksnya yang lebih luas. Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah
sosial yang hendak kita pecahkan dalam konteksnya lebih luas, maka kita
pun dapat menentukan aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat
menyembuhkan sebab terdalam dari masalah tersebut. Jadi, analisis sosial
adalah suatu usaha nyata yang merupakan bagian penting menegakkan
keadilan sosial” (Lalu, 2005:81).
Lewat katekese Analisis Sosial kaum perempuan diharapkan mampu mewujudkan
imannya dalam masyarakat, serta memberikan sumbangan yang khas demi
perwujudan cinta kasih, keadilan, kedamaian, kebenaran dan kesetaraan.
Analisis sosial memungkinkan peserta untuk menangkap dan memahami
realitas yang sedang peserta hadapi karena analisis sosial menggali realitas dari
berbagai segi. Misalnya pada masalah khusus yaitu pengangguran, kelaparan atau
masalah lain yaitu kebijakan pemerintah, program-program bantuan pemerintah.
Dalam analisis sosial peserta dapat membedakan dimensi objektif dan subjektif
dari realitas sosial yang dihadapinya.
Sedangkan Katekese Umat menurut PKKI II diartikan sebagai komunikasi
iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat /
kelompok (Lalu, 2005:5). Melalui katekese umat, peserta dikenalkan dengan
berbagai pengalaman iman orang lain yang relevan dengan tema sehingga peserta
mempunyai gambaran masa depan terhadap pilihannya dan konsekuensinya di
masa depan.
Tujuan katekese adalah berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang
baru mulai tumbuh dan semakin mantap dalam kehidupan Kristiani (CT art. 20).
Melalui katekese analisis sosial ini, peserta mampu bergulat dengan kehidupannya
dan menentukan pilihan yang tepat tanpa melupakan iman Kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tujuan dari komunikasi iman adalah supaya dalam terang Injil semakin
meresapi arti pengalaman sehari-hari, bertobat kepada Allah dan semakin
menyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup sehari-hari dengan
demikian semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih
dan makin dikukuhkan hidup kristianinya. Dengan demikian semakin
bersatu dalam Kristis, menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja
setempat dan mengokohkan Gereja semesta sehingga sanggup memberi
kesaksian tentang Kristus dalam hidup di tengah masyarakat (Lalu,
2005:5).
Dalam rangka membina iman yang sungguh terlibat dan bertanggung jawab dalam
kenyataan sosial, analisis sosial penting untuk diusahakan sebagai titik tolak dan
mewarnai katekese umat.
Tujuan analisis sosial adalah usaha mendalami hubungan institusi-institusi
sosial dan melihat ketidakadilan yang disebabkan oleh institusi-institusi tersebut.
Setelah ditemukan masalah ketidakadilan maka dicari solusinya untuk
menentukan aksi nyata untuk melakukan tranformasi sosial. Masalah-masalah
sosial adalah konteks actual yang mengundang umat untuk membaca tanda-tanda
jaman dalam terang Injil.
Proses katekese analisis sosial menurut Suryo Warsito adalah obsevasi
keadaan, yakni melihat gejala atau fenomena ketidakadilan sosial yang ada.
Dalam observasi gejala aka nada perbedaan masalah. Perbedaan tergantung pada
visi seseorang. Bisa terjadi apa yang masih berupa gejala bagi seseorang,
merupakan masalah bagi yang lainnya. Setelah ditemukan gejala-gejala, kemudian
dicari masalah di balik gejala tersebut atau mencari akar dari ketidakadilan dan
akibat-akibatnya. Langkah selanjutnya adalah mengadakan refleksi teologis
dengan visi kristiani. Melalui tahap ini peserta diajak untuk merefleksikan
pengalaman hidup itu dalam terang iman kristiani, yakni konfrontasi dengan
ajaran Gereja dan Tradisi Kitab Suci. Selanjutnya, peserta diajak untuk mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
dan menemukan jalan keluar atau merencanakan aksi dan kemudian
diwujudnyatakan dalam sikap, tindakan dan perbuatan nyata sehari-hari.
2. Latar Belakang Program Katekese
Di zaman yang sudah sedemikian tinggi peradabannya dan sudah
menguasai alam dengan berbagai teknologi, masih terjadi kesulitan dalam
perhitungan, pemikiran dan penemuan hal-hal baru. Dalam kesulitan tersebut, tak
sedikit perempuan memilih untuk menyerah dan menjadi putus asa. Ada ahli-ahli
yang berpendapat bahwa hidup seseorang sudah tersurat. Setiap peristiwa dan
kejadian akan mengambil tempatnya sendiri dalam mata rantai hidup seseorang.
Apa yang dialami, seolah-olah sudah ditakdirkan sebagai mata rantai arus hidup
ini. Akibatnya, mereka akan tunduk pada alam sekitarnya. Padahal manusia bukan
benda yang hanya tergantung pada pembentukan dari luar (Emanuel, 1978:23).
Manusia mempunyai daya juang untuk membentuk masa depannya sendiri.
Para ahli berpendapat bahwa perkembangan individu melalui tahap-tahap
tertentu yang mempunyai keunikan masing-masing. Masa remaja merupakan
masa perkembangan kematangan fisik kemudian diikuti masa kematangan emosi
dan diakhiri oleh perkembangan intelek (Sri Sulastri 1984:17). Masa remaja lebih
banyak berhubungan dengan belajar di sekolah. Sekolah menjadi tempat belajar
bagi remaja untuk mengembangkan wawasannya dan berlangsungnya proses
pendewasaan sosial. Setelah tamat sekolah, pilihan selanjutnya banyak ditentukan
dari pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sekolah (Sri Sulastri 1984:79).
Bagi mereka yang baru dinyatakan lulus SMA merasa beban belajar sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
berkurang, menjadi lebih dewasa karena tidak lagi memakai seragam. Dunia kerja,
berwira usaha atau pendidikan tinggi terbentang di depan mata mereka. Bagi
mereka yang sukses selama menempuh pendidikan, akan lebih memilih
melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi tidak semua pelajar lancar selama
menempuh pendidikan, status ekonomi keluarga dan tawaran gaji turut ambil
bagian dalam penentuan masa depan remaja. Secara psikis, perempuan dan laki-
laki berbeda sehingga untuk menentukan pilihan juga berbeda. Kepribadian
seorang perempuan merupakan suatu kesatuan antara emosi, rasio dan suasana
hati (Emanuel, 1978:32). Perempuan lebih goyah dalam menentukan suatu hal
tergantung pada suasana hati mereka. Di masa ini, bagi perempuan merupakan
masa yang sangat menentukan masa depannya karena jika salah memilih
penyesalanlah yang akan mereka terima. Untuk itu butuh bimbingan dan
pendekatan yang berlanjut agar mereka dapat menentukan pilihan yang tepat.
Mendaftarkan diri di perguruan tinggi adalah salah satu pilihan yang
dialami siswi lulusan SMA. Melalui perguruan tinggi, perempuan kembali
mengalami masa belajar namun di sini tidak hanya belajar juga lebih
mengembangkan hubungan relasi dengan pendewasaan sosial. Kemampuan
perempuan akan lebih terasah dan menjadi lulusan yang siap kerja secara
professional.
Berwira usaha atau bekerja menjadi pilihan yang menarik apabila gaji
yang ditawarkan cukup banyak, terlebih mereka terbiasa meminta uang jajan dari
orang tua. UMR menjadi tawaran bagi mereka yang mau melamar kerja di pabrik
atau perusahaan lain. Bagi perempuan, hal ini mudah saja karena kebanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
lulusan SMA yang terserap di lapangan pekerjaan adalah perempuan. Menjadi
wira usaha bagi perempuan lulusan SMA tidak semudah mendaftar diri di
perguruan tinggi atau di pabrik. Lulusan SMA tidak memiliki kecakapan khusus
yang diajarkan di sekolah seperti di SMK. Mereka hanya mengandalkan bakatnya
dan belajar secara mandiri.
Ambarawa adalah kota kecil di kabupaten Semarang. Kota-kota besar di
sekitarnya adalah Salatiga, Semarang, Magelang. Di Ambarawa ada beberapa
SMA dan SMK yang cukup banyak dipilih oleh orang tua untuk sekolah anaknya.
Sayangnya, tidak ada universitas di sana sehingga keinginan untuk melanjutkan
ke perguruan tinggi tidak banyak karena mereka tidak mendapatkan gambaran
tentang kehidupan di kampus. Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi mereka
harus menjadi perantau yang terdekat di Salatiga. Di sisi lain, Ungaran sebagai ibu
kota Kabupaten Semarang juga menjadi pusat industri. Banyak pabrik berdiri di
sana terutama garment. Berbekal kursus menjahit, lulusan SMA banyak terserap
di pabrik-pabrik tersebut. Ditambah lagi, menjahit adalah pekerjaan khas
perempuan sehingga bagi sisiwi lulusan SMA tidak sulit untuk segera
mendapatkan sertifikat menjahit di lembaga pelatihan. Bagi lulusan SMA, gaji
yang ditawarkan di semua pabrik yang ada mulai dari UMR sekitar 1,2 juta.
Cukup menggiurkan karena selama mereka bersekolah masih mengandalkan
orang tua sebagai pemasok keuangan mereka dan pabrik-pabrik tersebut lebih
mengutamakan pelamar yang berada di sekitarnya termasuk Ambarawa. Padahal
menjadi buruh pabrik di zaman sekarang terikat dengan kontrak, artinya mereka
harus selalu memperbarui kontrak mereka setiap tahun sehingga cukup sulit untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
menjadi karyawan tetap. Ditambah lagi, apabila pabrik tersebut mendapatkan
kerugian banyak maka buruh pabrik kontraklah yang pertama akan di PHK.
Ketika usia mereka sudah tidak produktif, maka kontrak akan dicabut dan mereka
akan menjadi pengangguran. Pertimbangan untuk menjadi mahasiswi juga cukup
banyak selain harus menjadi perantau. Mereka juga harus beradaptasi dengan
lingkungan baru di kota, dan masih mengandalkan orang tua untuk biaya hidup
dan biaya kuliah. Ada juga orang tua perempuan-perempuan yang telah
merencanakan masa depan anaknya. Akibatnya mereka tidak memiliki pilihan dan
wajib menuruti perintah orang tua mereka meski mereka tidak mempunyai bakat
atau minat di bidang yang telah ditentukan oleh orang tua mereka. Mereka
terpaksa memendam bakat dan minat mereka dan belajar hal-hal yang disenangi
orang tua mereka.
Pemberdayaan perempuan, adalah salah satu cara mencapai pembangunan
bangsa. Perempuan harus mandiri dan mampu menopang kehidupannya sendiri.
Melalui bekerja secara professional, perempuan dapat menafkahi diri sendiri dan
keluarganya namun perempuan juga harus berani menolak ketidakadilan apabila
hak-hak mereka sebagai pekerja atau buruh tidak dilindungi. Bakat dan minat
perempuan harus tersalurkan melalui karya-karya yang bermanfaat bagi banyak
orang. Melalui perguruan tinggi, perempuan mendapatkan wawasan dan
pengetahuan untuk bekal berkarir sehingga tidak mudah dibodohi dengan sistem
kerja kontrak. Bekerja tidak melulu di pabrik, menjadi wira usaha kecil adalah
salah satu langkah yang bisa ditempuh. Dengan mengoptimalkan bakat dan
kemampuan pasti usaha akan berkembang. Kebutuhan utama dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
pemberdayaan adalah inisiatif untuk memulai demi perbaikan diri sendiri. Inisiatif
tidak melulu dengan hal yang besar. Suburnya tanah Ambarawa dapat digunakan
sebagai pertanian, peternakan. Dari latar belakang tersebut, maka penulis lebih
memilih katekese dengan metode analisis sosial.
Melalui katekese analisis sosial ini, peserta akan diajak untuk menganilisis
realitas sosial di sekitar mereka dan menemukan penyebab suatu masalah serta
akibat yang ditimbulkan kemudian melalui aksi mereka menentukan pilihan untuk
masa depan mereka agar iman mereka tetap tumbuh dan sungguh terlibat serta
bertanggung jawab dalam kenyataan sosial.
Salah satu SMA yang ada di Ambarawa adalah SMA Kanisius Ambarawa.
Sekolah ini terletak di tengah kota Ambarawa, yaitu di depan Gereja St. Yusup
Ambarawa. Penulis memilih sekolah ini karena sekolah ini adalah satu-satunya
SMA Katolik yang ada di Ambarawa. Sebagai SMA, sekolah ini tidak mendalami
salah satu keterampilan untuk siswa-siswinya sehingga mereka mempunyai
wawasan yang umum. Ada berbagai macam sumbangan pemikiran yang dapat
penulis berikan bagi siswi SMA Kanisius Ambarawa, antara lain retret, rekoleksi,
pendidikan kader, camping rohani, out bound, seminar dan sebagainya. Untuk
karya ilmiah ini, penulis mengusulkan dalam bentuk pendalaman iman dengan
metode analisis sosial. Alasannya, pertama, katekese ini merupakan program yang
telah direncanakan oleh penulis. Kedua, penulis ingin memperkenalkan
katekekese analisis sosial kepada siswi SMA Kanisius Ambarawa karena melalui
katekese analisis sosial, peserta nantinya mampu menganalisis dengan kritis
masalah lainnya yang dihadapinya di masa yang akan datang dengan bantuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
terang Injil dan ajaran Gereja. Ketiga, pendalaman iman yang akan dilaksanakan
penulis berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu tertentu sehingga
memungkinkan adanya pergulatan dan perubahan sikap peserta untuk memilih
masa depan sesuai dengan bakat dan minat peserta serta kebutuhan di masa ini.
3. Alasan Pemilihan Tema Katekese
Sesuai dengan judul “Analisis Feminis Tentang Gambaran Perempuan
Dalam Kitab Hakim-Hakim Dan Sumbangannya Untuk Katekese Pemberdayaan
Perempuan”, tema program katekese kepada perempuan-perempuan lulusan SMA
adalah “Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk
Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan
dari Allah di Zaman Sekarang”.
Sumbangan pemikiran ini dalam bentuk katekese yang dibagi dalam empat
subtema, yaitu: “Menjadi Perempuan Taat, Rendah Hati dan Cerdas seperti
Akhsa”, “Allah Memilih Ibu Simson sebagai Sarana Allah untuk Menciptakan
Dunia yang Damai”, “Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik
Menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel” dan “Meneladani
Debora: Hakim Perempuan Pilihan Allah karena Memiliki Wawasan dan
Pengalaman yang Cemerlang”. Melalui subtema ini, perempuan lulusan SMA
diharapkan mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai
perempuan yang memiliki kehendak bebas dan memiliki kecerdasan untuk
berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
4. Rumusan dan Tema Tujuan
Tema umum dan tujuan umum akan dijabarkan dalam dua subtema dengan
rumusan sebagai berikut:
Tema :“Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim
untuk Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan
dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang”.
Tujuan : Peserta mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai
perempuan yang memiliki kehendak bebas dan memiliki kecerdasan
untuk berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang.
Subtema 1: “Menjadi Perempuan Taat, Rendah Hati dan Cerdas seperti Akhsa”
Tujuan : Peserta dapat menggali tugas perutusannya dalam Gereja dan mampu
menemukan perannya di zaman sekarang.
Subtema 2 :“ Allah Memilih Ibu Simson sebagai Sarana Allah untuk Menciptakan
Dunia yang Damai”
Tujuan : Peserta dapat menemukan kekuatan-kekuatan yang ada dalam
perempuan dan menanggapinya sebagai sarana perutusan Gereja di
zaman sekarang.
Subtema 3:“Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik
Menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel”
Tujuan : Peserta dapat menggali permasalahan ketidakadilan atau penindasan
di sekitarnya dan menanggapinya dengan menemukan kekuatan yang
ada untuk mengatasi masalah tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Subtema 4 : “Meneladani Debora: Hakim Perempuan Pilihan Allah karena
Memiliki Wawasan dan Pengalaman yang Cemerlang”
Tujuan : Peserta dapat menentukan pilihan masa depannya sesuai dengan
bakat dan keinginannya dengan langkah yang tepat serta setia dalam
panggilannya melalui karyanya.
5. Petunjuk Pelaksanaan Program
Program katekese ini akan berlangsung selama satu bulan. Dilaksanakan
sekali dalam seminggu di gereja St. Yusup Ambarawa. Kegiatan ini juga turut
melibatkan seksi pewartaan dan OMK sehingga dapat menjadi sumbangan
katekese bagi SISKA (Siswa-Siswi Katolik Ambarawa). Katekese dilaksanakan
di jam sekolah karena letak sekolah dan gereja sangat berdekatan. Satu sub tema
akan dilaksanakan satu hari dalam seminggu. Keempat subtema tersebut
merupakan satu rangkaian materi yang saling melengkapi untuk memahami tema
“Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk
Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai Pewarta Keselamatan dan Pembebasan
dari Allah di Zaman Sekarang”. Penulis akan melaksanakan program ini ketika
peserta dinyatakan lulus dan menanti penerimaan ijasah karena dalam waktu ini
peserta memiliki banyak waktu libur sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam matriks dibawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
6. Matriks Program Katekese Bagi Perempuan Lulusan SMA
Tema Umum : Meneladani Perempuan-Perempuan Dalam Kitab Hakim-Hakim untuk Melaksanakan Perutusan Gereja sebagai
Pewarta Keselamatan dan Pembebasan dari Allah di Zaman Sekarang.
Tujuan Umum : Peserta mampu menggali tugas perutusannya dalam Gereja sebagai perempuan yang memiliki kehendak bebas dan
memiliki kecerdasan untuk berperan dalam kehidupan sosial di zaman sekarang.
N
o
Sub Tema Tujuan Judul
Pertemuan
Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8
1
2
Menjadi
Perempuan
Taat, Rendah
Hati dan
Cerdas
seperti Akhsa
Allah
Memilih Ibu
Simson
Aspek kateketis:
peserta dapat
menggali tugas
perutusannya
dalam Gereja.
Aspek sosiologis:
Peserta dapat
menemukannya
perannya dalam
masyarakat.
Aspek kateketis:
peserta dapat
menemukan
Tugas
Perempuan
Dalam
Gereja dan
Dunia
Saatnya
Perempuan
Bangkit dan
1. Studi kasus
tentang TKW
yang disiksa di
Malaysia
2. Mendalami Hak
1:12-15
1. Studi kasus
tentang kisah
cerita sukacita di
Tanya jawab
Sharing antar
peserta
Informasi
Diskusi
Ansos
Refleksi
Pemeriksaan
batin
Tanya jawab
Sharing antar
peserta
Teks kisah
TKW yang
disiksa di
Malaysia
Daftar
pertanyaan
untuk
mendalami
cerita
FC teks Hak
1:12-15
Teks cerita
sukacita di
tengah badai
Naning,
Pranoto. 2010.
Her Story.
Yogyakarta:Ka
nisius. hal 91
Hak 1:12-15
Hak 13:1-24
Xavier,
Quentin.2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
3
4
sebagai
Sarana Allah
untuk
Menciptakan
Dunia yang
Damai
Meneladani
Yael:
Perempuan
Sederhana,
Setia dan
Cerdik
Menghentika
n Penindasan
yang Dialami
Bangsa Israel
Meneladani
Debora:
kekuatan-
kekuatan yang
ada dalam
perempuan
ciptaan Allah.
Aspek sosiologis:
peserta dapat
menanggapinya
sebagai sarana
perutusan Gereja
di zaman
sekarang.
Aspek kateketis:
peserta dapat
menemukan sifat-
sifat Yael dan
meneladani Yael.
Aspek sosiologis:
peserta dapat
menggali
permasalahan
ketidakadilan/pen
indasan di
sekitarnya.
Aspek kateketis:
peserta dapat
Bergerak
From Zero
to Hero
Bekerja
Demi
tengah badai
Katarina dan
Rita.
2. Mendalami Hak
13:1-24
1. Studi kasus
tentang kisah
Marsinah
2. Mendalami Hak
4:17-24
1. Studi kasus dari
petikan surat RA
Informasi
Diskusi
Ansos
Refleksi
Pemeriksaan
batin
Tanya jawab
Sharing antar
peserta
Informasi
Diskusi
Ansos
Refleksi
Pemeriksaan
batin
Tanya jawab
Sharing antar
Katarina dan
Rita
daftar
pertanyaan
bantuan
untuk
pendalaman
cerita
FC teks
kutipan Hak
13:1-24
Teks cerita
Marsinah,
tragedi
seorang
buruh
Madah Bakti
FC teks Hak
4:17-24
Daftar
pertanyaan
pendalaman
KS
Teks petikan
surat RA
The Power of
Motivation.Yog
yakarta: Andi
Offset.
http://fprsatum
ei.wordpress.co
m/2008/04/27
Hak 4:17-24
Naning,
Pranoto. 2010.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Hakim
Perempuan
Pilihan Allah
karena
Memiliki
Wawasan
dan
Pengalaman
yang
Cemerlang
meneladani
semangat Debora.
Aspek sosiologis:
setelah
menemukan
permasalahan
sosial
disekitarnya,
peserta dapat
menentukan aksi
nyata untuk
menanggapinya.
Kemuliaan
Allah
Kartini
2. Mendalami Hak
4:1-10
peserta
Informasi
Diskusi
Ansos
Refleksi
Pemeriksaan
batin
Kartini
FC teks
kutipan Hak
4:1-10
Her Story.
Yogyakarta:Ka
nisius.
Hak 4:1-10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
7. Contoh Persiapan Katekese Analisis Sosial
a. Tema :Meneladani Yael: Perempuan Sederhana, Setia dan Cerdik
menghentikan Penindasan yang Dialami Bangsa Israel.
b. Tujuan : Agar peserta dapat menggali permasalahan ketidakadilan
atau penindasan di sekitarnya dan menanggapinya
dengan menemukan kekuatan yang ada untuk mengatasi
masalah tersebut.
c. Model : Katekese Umat dengan Analisis Sosial
d. Metode : Tanya jawab, sharing antar peserta, informasi, diskusi,
ansos, refleksi, pemeriksaan batin.
e. Sarana : Madah bakti, teks cerita perjuangan Marsinah, teks
pertanyaan bantuan untuk pendalaman cerita, teks kutipan
Hak 4:17-24
f. Peserta : Siswi SMA Kanisius Ambarawa kelas IX
g. Waktu : 90 menit
h. Sumber bahan :
1) Hak 4:17-24
2) http://fprsatumei.wordpress.com/2008/04/27
3) Brenner, Athalya, ed. 1999. A Feminist Companion to The Bible. England:
Sheffield Academic Pres. Ltd.
i. Pemikiran Dasar
Sebagai lulusan SMA, lapangan kerja terbuka bagi mereka yang ingin
melamar kerja. Tak jarang perusahaan atau pabrik mempekerjakan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
sebagai karwayan rendah karena tingkat pendidikan yang rendah. Kadang
dengan sistem kerja kontrak mereka telah dimanfaatkan tenaganya saja tanpa
ada jaminan atau santunan kesehatan. Suara mereka untuk mendapatkan hak-
hak dasar sebagai buruh tidak dihiraukan oleh pengusaha. Undang-Undang
pun seakan pro dengan pengusaha. Para buruh ini pun pasrah dengan
keadaannya dan menghabiskan masa produktifnya sebagai buruh ketika
mereka sudah tua maka PHK pun menanti. Buruh seakan terbelenggu
dengan sistem yang mengharuskan mereka terus bekerja tanpa mendapatkan
hak-hak dasar sebagai buruh.
Dalam Hak 4:17-24 diceritakan bahwa Yael adalah istri orang Keni dan
bukan bangsa Israel namun ia setia pada bangsa Israel. Yael berpihak pada
Israel dan menolak penindasan yang telah dilakukan raja Kanaan dan Sisera.
Pada saat berperang dengan Debora dan Barak, Sisera lelah dan sejenak
singgah di rumah Yael karena Sisera tahu bahwa Yael memiliki hubungan
baik dengan raja Kanaan. Yael tidak mempedulikan hubungannya dengan
raja Kanaan dan sopan santun menerima tamu, di saat ada kesempatan yang
tepat ia mencoba membunuh Sisera yang telah menindas bangsa Israel.
Dari pertemuan ini kita akan meneladani tokoh Yael, seorang perempuan
sederhana yang berani menolong bangsa Israel. Sebagai perempuan kita
harus mampu melihat ketidakadilan di sekitar kita dan melihat kesempatan
yang ada untuk mengatasi masalah tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
j. Proses Katekese
1) Pengantar
Pendamping memberikan ucapan selamat datang dan menguraikan tujuan
dari pertemuan kali ini.
2) Lagu Pembukaan MB.no 66 “Madah Kasih”
3) Doa Pembukaan
4) Menggali Pengalaman Peserta Melalui Teks “Marsinah, Tragedi Seorang
Buruh”
Pendamping mengajak peserta untuk bersama-sama membaca artikel
“Marsinah, Tragedi Seorang Buruh” (terlampir).
5) Sharing antar Peserta
Peserta diajak untuk mendalami artikel tersebut dengan tuntunan beberapa
pertanyaan berikut:
a) Bagaimana kesan atau perasaaan adik-adik setelah membaca artikel
tersebut?
b) Bagaimana pengalaman adik-adik dalam keluarga? Pernahkan
adik-adik mengalami ketidakadilan dalam keluarga?
c) Apa saja bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan di bidang
pekerjaan, hukum, dan HAM?
d) Bagaimana tanggapan adik-adik tentang eksploitasi perempuan
dalam bentuk iklan, perdagangan wanita, dan pelacuran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
6) Rangkuman dari Pendamping
Marsinah merupakan salah satu contoh orang yang giat
mengembangkan potensi yang ia miliki. Tantangan ekonomi dan kondisi
keluarganya tidak menghalangi dia untuk berkembang. Perjuangannya
membuahkan banyak hasil bagi orang lain walaupun dia harus
mengorbankan jiwanya. Ia berani menyuarakan hal yang benar, yaitu
perbaikan nasib para buruh pabrik.
Analisis sosial dengan “tiga poros” dari kisah Marsinah
Poros Negara
- Kebijakan negara kurang memperhatikan kebutuhan perempuan
sebagai warga negara. Seperti sistem kerja kontrak, yang lebih
memberikan untung pada pemilik usaha.
- Negara demokrasi belum menjamin suara rakyat
- Hukum dan peraturan yang kurang berpihak bagi kepentingan
perempuan. Misalnya UU tentang ketenakerjaan yang
menyudutkan perempuan sebagai buruh.
Poros Pasar
- Pasar kerja yang tersedia sangat terbatas bagi perempuan.
Persaingan pasar kerja lebih mengutamakan profesionalitas yang
umumnya dimiliki laki-laki.
- Eksploitasi tenaga buruh sesuai dengan keingan pengusaha tanpa
memikirkan psikologi buruh.
Poros Mayarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
- Perilaku patriarki
- Masalah yang dihadapi perempuan akibat ketidakadilan sosial;
kemiskinan, putus sekolah.
7) Menyadari Peranan Perempuan dari Kitab Hakim-Hakim 4:17-24
Peserta diajak membaca perikop Kitab Hak 4:17-24 (terlampir).
Peserta diberi waktu untuk hening merenungkan dan menanggapi secara
pribadi perikop Kitap Suci.
8) Sharing antar peserta
Peserta diajak untuk mendalami perikop Kitab Suci dengan tuntunan
beberapa pertanyaan berikut:
a) Bagaimana kesan atau perasaan adik-adik setelah membaca perikop
Kitab Suci tersebut?
b) Bagaimana karakter Yael dalam perikop Kitab Suci tersebut?
c) Pesan apa yang disampaikan Kitab Suci untuk kita sebagai seorang
perempuan?
9) Rangkuman dari pendamping
Ketidakadilan terhadap perempuan juga dialami dalam Kitab Suci,
terutama Perjanjian Lama. Dalam budaya masyarakat zaman itu
perempuan kurang dihargai dan mendapat status kelas dua. Setelah
menikah ia akan dikenal sebagai isti dari suaminya sehingga ia akan
kehilangan bangsanya seperti Yael tidak diketahui dari bangsa mana hanya
diketahui bahwa ia istri orang Keni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Dalam kisah Yael, kita akan melihat bagaimana perjuangan Yael untuk
menyelamatkan bangsa Israel. Yael berkemah dengan perempuan-
perempuan lainnya namun hanya Yael yang mempunyai inisiatif yang
berani untuk membunuh Sisera. Peran Yael sangat penting karena dengan
terbunuhnya Sisera, panglima tentara yang memiliki banyak kereta besi
maka berakhirlah penindasan yang dialami bangsa Israel.
10) Pemeriksaan Batin
Peserta diberi waktu untuk hening merenungkan kisah Marsinah dan
menggali pesan dalam perikop Kitab Suci.
11) Merencanakan Aksi
Peserta diajak berdiskusi memikirkan niat yang akan dilakukan sebagai
perempuan muda yang mempunyai masa depan yang panjang untuk
menentukan pilihan keterlibatan dalam masyarakat dan memperjuangkan
martabat keberadaan perempuan yang adil.
12) Penutup
Peserta diberi kesempatan untuk sharing tentang niat mereka dan diajak
berdoa spontan kemudian ditutup dengan doa Bapa Kami bersama-sama.
13) Doa Penutup
14) Lagu Penutup MB no 69 “Pada Awal Mula Dunia”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan menyampaikan kesimpulan sesuai dengan
rumusan pemasalahan dalam skripsi ini dan saran sebagai tindak lanjutnya.
Kesimpulan dan saran yang penulis berikan bertolak dari beberapa hal yang
menjadi dasar pemikiran seperti yang telah tertuang dalam beberapa bagian
terdahulu dari skripsi ini.
A. Kesimpulan
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan sesuai
dengan rumusan masalah dalam skripsi ini, dengan rincian sebagai berikut :
1. Teologi feminis adalah teologi yang ada karena adanya perjuangan dari
kaum tertindas yaitu perempuan di mana budaya patriarkal telah
membelenggu kaum perempuan. Teologi feminis menjadi tujuan kaum
perempuan untuk mencapai keutuhan martabatnya terutama di dalam Gereja.
Gereja juga ikut ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat sehingga
melalui teologi feminis, kaum perempuan juga mendapatkan keutuhan
martabatnya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Teologi feminis tampak nyata dalam penafsiran Alkitab yang berdasarkan
feminisme. Metode penafsiran feminis adalah penafsiran Alkitab yang
berpihak pada perempuan di mana sebagian besar cerita dalam Alkitab
menampilkan perempuan sebagai kaum lemah dan tertindas. Melalui metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
penafsiran feminis, tokoh perempuan yang lemah dimaknai mempunyai
peran yang lebih baik.
2. Metode penafsiran feminis diterapkan dalam analisis penggambaran
perempuan dalam Kitab Hakim-hakim secara lebih khusus menggunakan
metode hermeneutika kecurigaan yaitu memaknai cerita secara keseluruhan
dan mencari tahu pihak mana yang diuntungkan dengan menampilkan tokoh
perempuan tersebut. Metode hermeneutika ini mengusut mengapa tokoh
perempuan ditampilkan dalam cerita dan bagaimana perannya.
3. Dari hasil studi pustaka tentang penafsiran feminis dalam Kitab Hakim-
hakim, umat diajak untuk merefleksikan pengalaman hidupnya dan lebih
memberdayakan diri sebagai perempuan dengan adanya katekese analisis
sosial. Melalui katekese analisis sosial, umat diajak melihat keadaan dalam
hidup mereka dan menganalisisnya kemudian menemukan ketidakadilan
atau masalah yang ada dan diharapkan peserta mampu menentukan aksi atau
pilihan masa depannya agar terhindar dari ketidakadilan dan terdorong untuk
mengembangkan dirinya sebagai perempuan dalam perutusan Gereja di
masyarakat.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis
menyampaikan beberapa saran sebagai buah refleksi penulis, antara lain:
1. Menghilangkan anggapan bahwa perempuan tidak lebih baik dari laki-laki
dalam segala bidang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
2. Tidak hanya membaca Alkitab saja, tetapi juga membaca penafsirannya.
3. Memberi kesempatan kepada perempuan untuk terlibat secara penuh dalam
berbagai bidang kehidupan.
4. Mengakui potensi dan kemampuan yang sama antara laki-laki dan
perempuan.
5. Menyadari bahwa perempuan adalah mitra sejati laki-laki dalam tugas
mengembangkan Kerajaan Allah di dunia. Maka relasi yang perlu dibangun
adalah kerjasama dan kesetaraan.
6. Menjadi perempuan yang selektif dalam memilih masa depan agar dapat
menjadi perempuan yang mandiri dan bermartabat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
DAFTAR PUSTAKA
Alberto,Soggin. 1975. Di Zaman Pemerintahan Para Hakim. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Andalas, Mutiara. 2009. Lahir Dari Rahim. Yogyakarta: Kanisius.
Asnat, Niwa Natar, ed. 2012. Ketika Perempuan Berteologi. Yogyakarta:Taman
Pustaka Kristen.
Bergant, Dianne CSA, dkk, ed. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama.
Yogyakarta: Kanisius.
Brenner, Athalya, ed. 1999. A Feminist Companion to The Bible. England:
Sheffield Academic Pres. Ltd
Clifford, Anne M. 2002. Memperkenalkan Teologi Feminis. Maumere: Ledalero.
Dapiyanta.2010. Menjadi Sahabat Yesus Untuk SD Kelas V. Yogyakarta:Kanisius
Darmawijaya.2009. Seluk Beluk Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius.
Emanuel, Singgih Gerit. 2000. Berteologi Dalam Konteks.Yogyakarta : Kanisius.
Fiorenza, Elizabeth.1992. But She Said. Boston: Beacon Press.
__________1993.The Non – Ordination Of Women And The Politics Of Power.
London: SCM Press.
_________. Feminist Theology in Different Contexts. London: SCM Press.
Frolov, Serge. 2013. Judges:The Forms of The Old Testament Literature.
USA:Wm.Eerdmans Publising Co.
Gunn, David M. 2005. Judges:Through The Centuries. USA:Blackwell
Publishing Ltd.
Indra Sanjaya. 2011. Diktat Kursus Kitab-Kitab Sejarah IPPAK Semester III.
Iswanti. 2006. Kesadaran Diri Yang Perempuan. Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
King, Rev. Philip. 1960. The Book Of Judges With A Commentary. New York:
Paulist Press.
Johnson, Elizabeth A. 2003. Kristologi Di Mata Kaum Feminis.Yogyakarta:
Kanisius.
Lalu, Yosef. 2005. Katekese Umat. Jakarta:Komisi Kateketik KWI
Leclerc, Annie. 2000. Kalau Perempuan Angkat Bicara. Yogyakarta:Kanisius
Linden, Nico Ter. 2009. Cerita Itu Berlanjut…3. Jakarta : Gunung Mulia.
Lukman, Soetrisno. 1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.
Yogyakarta:Kanisius
Miller, Randolph Crump, ed. 1995. Theologies of Religious
Education.Birmingham: Religious Education Press.
Murphy, Kelly J. 2002. Syllabus Women in Judges. USA: Emory University.
Naning, Pranoto.2010.Her Story. Yogyakarta : Kanisius
Singgih, Gunarsa. 1978. Psikologi Untuk Muda-Mudi. Jakarta:BPK Gunung
Mulia.
Siswa St Ursula. 2008. Perempuan Dalam Gender.Yogyakarta:Pusat Pastoral
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Sri Sulastri. 1984. Psikologi Perkembangan Remaja Dari Segi Kehidupan Sosial.
Bandung:Bina Aksara.
Suleeman, Stephen, terj. 1995. Untuk Mengenang Perempuan Itu. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Sumaryono, E. 1993. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius.
The Pontifical Biblical Commision. 1993. The Interpretation of The Bible in the
Church. Roma: Liberia Editrice Vaticana
Webb, Barry G. 2012. The Book of Judges. Cambridge, UK: William B.
Eerdmans Publishing Company.
Wieringa, Saskia. 2010. Penghancuran Gerakan Perempuan, Politik Seksual di
Indonesia Pascakejatuhan PKI. Jakarta:PT. Buku Kita.
Xavier,Quentin. 2006. The Power Of Motivation. Yogyakarta:Andi Offset.
Zakiyuddin, Baidhawy, ed. 1997. Wacana Teologi Feminis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
Lampiran 1: Bacaan Kitab Suci
Hak 9:41-54
Adapun Abimelekh tinggal di Aruma, tetapi Zebul mengusir Gaal dan saudara-
saudaranya, sehingga mereka ini tidak dapat tinggal di Sikhem. Keesokan harinya orang-orang
kota itu pergi ke ladang. Setelah hal ini dikabarkan kepada Abimelekh, dibawanyalah rakyatnya,
dibaginya dalam tiga pasukan, lalu mereka mengadakan penghadangan di padang. Ketika
dilihatnya, bahwa orang-orang kota itu keluar dari dalam kota, bangunlah ia menyerang mereka
serta menewaskan mereka. Abimelekh dan pasukan yang bersama-sama dengan dia menyerbu
dan menduduki pintu gerbang kota, sedang kedua pasukan lain itu menyerbu dan menewaskan
semua orang yang ada di padang. Sehari-harian itu Abimelekh berperang melawan kota itu; ia
merebut kota itu dan membunuh orang-orang yang di dalamnya; kemudian dirobohkannya kota
itu dan ditaburinya dengan garam. Mendengar itu masuklah seluruh warga kota Menara-Sikhem
ke dalam liang di bawah kuil El-Berit. Dikabarkanlah kepada Abimelekh, bahwa seluruh warga
kota Menara-Sikhem telah berhimpun di sana. Lalu Abimelekh dan seluruh rakyat yang
bersama-sama dengan dia naik ke gunung Zalmon. Abimelekh mengambil kapak, lalu memotong
dahan-dahan kayu, mengangkatnya dan meletakkannya ke atas bahunya sambil berkata kepada
rakyatnya yang bersama-sama dengan dia: "Turutilah dengan segera perbuatanku yang kamu
lihat ini." Kemudian rakyat itu juga masing-masing memotong dahan-dahan, lalu mengikuti
Abimelekh, meletakkan dahan-dahan itu di atas liang dan membakar liang itu di atas kepala
orang-orang itu. Demikianlah semua penduduk kota Menara-Sikhem juga mati, kira-kira seribu
orang laki-laki dan perempuan. Selanjutnya Abimelekh pergi ke Tebes; ia mengepung Tebes,
lalu merebutnya. Tetapi ada sebuah menara yang kuat di tengah-tengah kota, dan semua laki-laki
dan perempuan, seluruh warga kota itu, melarikan diri ke situ; mereka menutup pintu di
belakangnya dan naik ke atas sotoh menara itu. Lalu sampailah Abimelekh ke menara itu,
menyerangnya, dan dapat menerobos sampai ke pintu menara itu untuk membakarnya. Tetapi
seorang perempuan menimpakan sebuah batu kilangan kepada kepala Abimelekh dan
memecahkan batu kepalanya. Dengan segera dipanggilnya bujang pembawa senjatanya dan
berkata kepadanya: "Hunuslah pedangmu dan bunuhlah aku, supaya jangan orang berkata
tentang aku: Seorang perempuan membunuh dia." Lalu bujangnya itu menikam dia, sehingga
mati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
Lampiran 2: Teks cerita
Marsinah, Tragedi Seorang Buruh
Hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Awalnya adalah anak-anak yang bermain
menemukan mayat perempuan pada sebuah gubuk kelompok tani. Mayat tersebut tergeletak
dalam posisi telentang. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka memar bekas pukulan benda keras.
Kedua pergelangan tangannya lecet-lecet, diduga akibat diseret dalam tangan terikat. Tulang
panggulnya hancur karena pukulan benda keras berkali-kali. Dari sela-sela pahanya ada bercak-
bercak darah, diduga akibat penganiayaan dengan benda tumpul. Pada bagian yang sama
menempel kain putih berlumuran darah. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas. Ia adalah
Marsinah, seorang buruh pabrik yang pada beberapa waktu lalu terlibat aksi mogok.
Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini
merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal
mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya –Pu’irah - yang tinggal
bersama bibinya – Sini – di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.
Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem, Kecamatan Gondang. Sedangkan
pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang itu
berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan mencari kebutuhan sehari-hari, ia
berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan
kecil.
Di lingkungan keluarganya, ia dikenal sebagai anak rajin. Jika tidak ada kegiatan sekolah,
ia biasa membantu bibinya memasak di dapur. Sepulang dari sekolah, ia biasa mengantar
makanan untuk pamannya di sawah. Berbeda dengan teman sebayanya yang lebih suka bermain-
main, ia mengisi waktu dengan kegiatan belajar dan membaca. Kalaupun keluar, paling-paling
dia hanya pergi untuk menyaksikan siaran berita televisi.
Ketika menjalani masa sekolah menengah atas, Marsinah mulai mandiri dengan mondok
di kota Nganjuk. Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswi yang
cerdas. Semangat belajarnya tinggi dan ia selalu mengukir prestasi dengan peringkat juara kelas.
Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia tidak
mempunyai cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. “Dia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
sekolah di IKIP. Tapi, uang siapa untuk membiayai di perguruan tinggi itu?” ujar kakek
Marsinah.
Pergi meninggalkan desa adalah sebuah langkah hidup yang sulit terelakkan. Kesempatan
kerja di pedesaan semakin sempit. Kerja sebagai buruh tani semakin kecil peluangnya. Ujungnya
adalah tidak ada pilihan lagi selain pergi ke kota. Maka ia berusaha mengirimkan sejumlah
lamaran ke berbagai perusahaan di Surabaya, Mojokerto, dan Gresik. Akhirnya ia diterima di
pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989. Setahun kemudian, ia pindah ke pabrik arloji
Empat Putra Surya di Rungkut Industri, sebelum akhirnya ia pindah mengikuti perusahaan
tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo. Marsinah adalah generasi pertama
dari keluarganya yang menjadi buruh pabrik.
Kegagalan meneruskan ke perguruan tinggi bukannya membuat semangat belajarnya
padam. “Mbak Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib
seseorang,” ujar salah seorang temannya. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan, Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris di Dian Institut, Sidoarjo.
Kursus komputer dengan paket Lotus dan Word Processor sempat dirampungkan beberapa
waktu sebelum ia meninggal. Semangat belajar yang tinggi juga tampak dari kebiasaannya
menghimpun rupa-rupa informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun
televisi. Minat bacanya juga tinggi. Saking senangnya membaca, ia terpaksa memakai kacamata.
Pada waktu-waktu luang, ia sering kali membuat kliping Koran. Malahan untuk kegiatan yang
satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli Koran dan majalah
bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup.
Ia dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, ringan tangan dan setia kawan.
Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau
ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia sering kali
membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai
seorang pemberani.
Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut – pemberani dan setia kawan – inilah yang
membekalinya menjadi pelopor perjuangan. Pada pertengahan April 1993, para buruh CPS
(Catur Putra Surya) – pabrik tempat Marsinah bekerja – resah karena ada kabar kenaikan upah
menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat imbauan kepada para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu
tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT.CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk
membicarakan kenaikan upah sesuai dengan imbauan Surat Edaran Gubernur.
Keresahan tersebut akhirnya berbuah perjuangan. Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh
PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para kepala bagian. Sebagian buruh bergerombol
dan mengajak teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Hari itu juga, Marsinah pergi ke
kantor Depnaker Surabaya untuk mencari data tentang daftar upah pokok minimum regional.
Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan
pekerja yang hendak mogok.
Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT.CPS melakukan unjuk rasa dengan
mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka
bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga
pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga
mengibas-ngibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa
sambil meneriakkan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
“Ya sudah, kalau teman-teman tidak diperbolehkan masuk, keamanan saya serahkan
kepada Bapak, kami sekarang hendak berunding dengan pengusaha!” ucapnya pada salah
seorang aparat keamanan. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut,
sebagaimana dituturkan kawan-kawannya, Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan.
Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan. Setelah
perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama.
Berakhirkah pertentangan antara buruh dengan pengusaha? Ternyata tidak! Tanggal 5
Mei 1993, ada 13 buruh dipaksa menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima
PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8
buruh di-PHK di tempat yang sama.
Marsinah sadar betul bahwa peristiwa yang menimpa kawan-kawannya adalah suatu
keniscayaan di negeri milik pengusaha ini. Dari kliping-kliping surat kabar yang diguntingnya,
dari keluhan-keluhan kawan-kawannya sepabrik, dari kemarahan-kamarahan yang diteriakkan,
dan dari apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, semuanya memberinya pengetahuan
tentang ketidakberesan yang melanda segala lapisan dalam masyarakat kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
Kemarahannya meledak saat mengetahui perlakuan terhadap kawan-kawannya. “Saya
tidak terima! Saya mau (melapor) ke paklik saya yang jadi jaksa di Surabaya!” teriak Marsinah
gusar. Dengan gundah ia raih surat panggilan Kodim milik salah seorang kawannya, lantas pergi.
Ke mana perginya Marsinah? Tidak ada yang tahu. Yang pasti, Marsinah tidak lagi terlihat di
pabrik tempat ia bekerja. Marsinah telah mati. Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan
Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993.
(Sumber:http://fprsatumei.wordpress.com/2008/04/27)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related