politeness theories (teori-teori kesantunan berbahasa)

Post on 08-Aug-2015

134 Views

Category:

Education

6 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Logika Tiga Dimensi Teori-teori Kesantunan Berbahasa

(The Triadic Logic of Linguistic Politeness Theories)

Prof. E. Aminudin AzizDrs. (UPI), M.A., Ph.D. (Monash)

Jurusan Pendidikan Bahasa InggrisFakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

Clayton, 10 Oktober 2000

Kesantunan dan Ketakziman Berbahasa Kesantunan berbahasa (politeness) terkait dengan

upaya seorang penutur untuk mengurangi dampak dari sebuah tindakan yang mungkin mengancam wajah (face-threatening acts);

Ketakziman berbahasa (deference) terkait dengan upaya seorang penutur untuk menunjukkan rasa hormat terhadap mitra tuturnya (face-satisfying acts)

Kesantunan dan Ketakziman terkait dengan upaya pemuliaan “wajah”.

KONSEP WAJAH

Sebuah atribut sosial yang dimiliki setiap jiwa, bersifat sakral, dan setiap pemiliknya akan berusaha mempertahankan kesakralannya (Goffman 1959; berdasarkan rumusan Hu

[1942] yang mengacu pada konsep wajah dari K’ung Fu-tzu [+/- 2500 SM])

DALAM FILOSOFI K’UNG FU-TZU (TRADISI CINA)

Wajah = Mian/lian(Dimaknai lebih sebagai metafora ketimbang wujud kasar)

Wajah bersifat sosial dan ia ada pada seseorang sebagai pinjaman dari masyarakat, yang sewaktu-waktu

dapat dicabut

Konsep Dasar Wajah

Relasional Kepatuhan terhadap prinsip ini mutlak

diperlukan untuk menjaga keharmonisan sosial dan hubungan baik seluruh warganya, sekalipun dengan pengorbanan pribadi

Sifat relasional wajah terkait dengan mekanisme yang berlaku dalam mengatur hubungan dan perilaku antarpersonal warga masyarakat dalam mewujudkan keharmonisan masyarakatnya.

Komunal/Sosial Kepatuhan terhadap prinsip ini didorong

oleh rasa takut memperoleh sangsi sosial warga masyarakat akibat kesalahan yang diperbuat

Sifat komunal/sosial wajah didasarkan pada gagasan bahwa wajah adalah perisai yang dapat melindungi seseorang dari berbagai kemungkinan “serangan dan cercaan” warga masyarakat lainnya tentang perilaku pemiliknya. Kehilangan perisai tersebut akan berdampak pada hilangnya wajah seseorang di mata anggota masyarakat lainnya.

Hirarkis Menyiratkan keharusan untuk selalu berada

pada tataran “wajar” dan “saling menghargai”, diwujudkan dalam bentuk “yang tua sayang terhadap yang muda, yang muda menghormati yang lebih tua”.

Wajah dikatakan bersifat hirarkis, karena realisasi penghormatan terhadap “wajah” (baca: harga diri) seseorang, seringkali didasarkan atas atribut-atribut sosial yang membeda-bedakan seseorang dengan lainnya, seperti faktor senioritas dalam usia, asal muasal keturunan, jabatan, harta kekayaan, dan sejenisnya.

Moral Ditujukan untuk menggapai derajat

manusia yang memiliki integritas moral tinggi

Wajah dikatakan berbasis moral mengingat hanya orang yang memiliki integritas moral yang kuatlah yang akan peduli terhadap kesakralan wajahnya. Hanya orang yang bermoral yang akan peduli dengan wajah (baca: harga diri) yang telah diperolehnya dari masyarakat.

Brown&Levinson (1978; 1987)

Wajah Positif (Positive Face) Harapan/keinginan pemilik wajah

agar segala hasil jerih payah dan prestasinya dapat dihargai secara wajar oleh lingkungannya.

Wajah Negatif (Negative Face) Harapan/keinginan pemilik wajah

agar ia tidak menerima gangguan dari lingkungannya

Kesantunan Positif(Positive Politeness)

Waduh, bajunya bagus banget tuh! (menunjukkan apresiasi/pujian terhadap milik/prestasi seseorang)

Sekarang sudah baikan, ‘kan? (menunjukkan empati dan solidaritas)

Kita memang orang-orang hebat dan layak terpilih. (ungkapan inklusif, mengakui adanya kebersamaan bagi semua)

Kita pasti bisa menyelesaikan tugas berat itu pada waktunya dan pasti berhasil dengan baik. (menunjukkan optimisme)

Hati-hati di jalan ya? (memberikan perhatian; bersifat sok akrab)

Kesantunan Negatif(Negative Politeness)

Saya nggak tahu, apakah Ibu lebih suka jengkol atau petai? (tidak memaksakan; memberikan pilihan)

Maunya sih...Bapak berkenan hadir pada acara kami itu. Tapi, kalau terlalu sibuk, ya...gimana lagi. (tidak ingin mengganggu kebebasan pihak lain; menghargai komitmen pihak lain)

Maaf ya mau nanya, kalau bis kota ke alun-alun lewat sini nggak? (mengakui bahwa tindakan ini mengganggu pihak lain)

Keputusannya saya serahkan kepada Bapak saja. (memberikan kewenangan penuh dan kebebasan kepada pihak lain).

Strategi Tak Langsung(Off-record Strategies)

Sepertinya di dalam ruang ini panas sekali ya? (meminta agar mitra tutur menghidupkan kipas angin, membuka jendela, atau pengatur suhu ruang/AC)

Tidak ada alasan untuk tidak memberi maaf. Saya tidak sejahat yang dikira orang lain. (ungkapan menerima permohonan maaf dari mitra tutur)

Alangkah bijaksana dan terhormat Anda apabila tidak menambah polusi di ruang ini (larangan untuk tidak merokok).

Sudah beberapa bulan ini saya belum bisa membayar SPP anak-anak. (permintaan untuk dipinjami uang)

Konsep wajah dari Brown and Levinson

Konsep wajah menurut ajaran K’ung Fu Tzu

1. berpusat pada aspek wajah yang dimiliki oleh individu,

1. berpusat pada aspek wajah yang dimiliki oleh masyarakat,

2. berusaha mengakomodasi keinginan dan harapan individu.

Wajah diperlakukan sebagai bentuk keinginan,

2. berusaha mengakomodasi keharmonisan perilaku individu

berdasarkan penilaian masyarakat. Wajah

diperlakukan sebagai tantangan normatif dalam masyarakat,

3. terdiri dari wajah positif dan wajah negatif. Wajah negatif

merujuk pada kebutuhan individu untuk bebas dari

imposisi/tekanan eksternal.

3. terdiri dari lian and mianzi. Mianzi tidak dapat

dipersamakan atau difahami dalam kaitannya dengan wajah

negatif.

Grice (1975): Prinsip Kerjasama(Cooperative Principle)

Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity)

Maksim Kualitas (Maxim of Quality)

Maksim Relasi (Maxim of Relation)

Maksim Cara (Maxim of Manner)

Leech (1983): Prinsip Kesantunan(Principle of Politeness)

Jenis-jenis tindak tutur yang ingin dinyatakan penutur melalui tuturannya

Posisi yang diambil oleh penutur dengan cara berbuat jujur, benar, santun, ironis, dsb.

Sasaran ilokusi penutur(S’s illocutionary goals)

Sasaran sosial Penutur(S’s social goals)

Retorika Antarpersonal(Interpersonal Rhetoric)

Retorika Tekstual(Textual Rhetoric)

 Maksim kebijaksanaan (Tact maxim) Minimalkan kerugian kepada orang lain Maksimalkan keuntungan bagi orang lain

Maksim kemurah-hatian (Generosity maxim) Minimalkan keuntungan untuk diri sendiri Maksimalkan kerugian untuk diri sendiri

Maksim Pujian (Approbation maxim) Minimalkan cacian kepada orang lain Maksimalkan cacian kepada diri sendiri

Maksim Kesederhanaan (Modesty maxim) Minimalkan pujian untuk diri sendiri Maksimalkan cacian untuk diri sendiri

Maksim Kesepahaman (Agreement maxim) Minimalkan ketidaksepahaman antara diri sendiri dan

orang lain Maksimalkan kesepahaman antara diri sendiri dan orang

lain

Maksim Simpati (Sympathy maxim) Minimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain Maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain

Aziz (2000): Prinsip Saling Tenggang Rasa(Principle of Mutual Consideration/PMC)

Terhadap mitra tutur Anda, gunakanlah tuturan yang Anda sendiri pasti akan

senang mendengarnya apabila tuturan tersebut digunakan orang lain kepada Anda

dan …

Terhadap mitra tutur Anda, jangan gunakan tuturan yang Anda sendiri pasti tidak akan

menyukainya apabila tuturan tersebut digunakan orang lain kepada Anda

Prinsip-prinsip dalam PMC

Daya Sanjung dan Daya Luka (Harm&Favour Principle)

Prinsip Berbagi Rasa (Shared Feeling Principle) Prinsip Kesan Pertama (Prima facie Principle) Prinsip Keberlanjutan (Continuity Principle)

Keunggulan PMC

Bekerja dalam mekanisme Kausalitas (bandingkan dengan teori Leech [1983] yang sangat Tautologis)

Mengasumsikan bahkan menyaratkan adanya Kesantunan sebelum berkomunikasi (pre-event politeness) Kesantunan pada saat berkomunikasi (on-the-spot politeness) Kesantunan setelah berkomunikasi (post-event politeness)

TIGA DIMENSI LOGIKA KESANTUNAN BERBAHASA (2005)

Kebebasan Individual(Individual Freedom)

Ketentraman Sosial(Social Harmony)

Kepuasan Ilahiah(Godlines Contentment)

Dari Gambar di atas…Proses Komunikasi mesti memuat:

NiatFormulasi UjaranRealisasi UjaranKeberlanjutan Interaksi Komunikasi

Catatan: Proses di atas terpancar dalam sebuah spektrum– niat

menjadi intinya, dan ia berwarna lebih solid Batas-batas dari proses di atas adalah garis-garis putus;

bergantung pada context of situations (Cf. Hymes’ SPEAKING)

TERIMA KASIH

Ingat Kunjungi

www.rumahbelajarlinguistik.blogspot.comwww.rumahbelajarlinguistik.blogspot.com

top related