populasi dan konservasi owa jawa-jurnal maida
Post on 03-Jan-2016
282 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
POPULASI DAN KONSERVASI OWA JAWA (Hylobates
moloch, Audebert 1798 ) DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT
Oleh : Sity Maida1
Abstrak
Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan satwa liar arboreal endemik pulau
Jawa.Keberadaannya kini semakin terancam punah, status konservasi pada Owa jawa
adalah Endangered.Karya tulis ini bersifat kajian pustaka atau library research yang
bertujuan untuk mengetahui populasi Owa jawa dan status konservasinya. Data yang
diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis. Penelitian tahun 2007
menyebutkan bahwa estimasi Owa jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah
345 individu dan akan terus menurun seiring dengan meningkatnya deforestasi hutan yang
merupakan habitat dari Owa jawa.S.M
Kata kunci: Owa jawa, Populasi, Konservasi, Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman sumber daya
hayati,baik yang terdapat di darat, laut maupun di udara. Indonesia merupakan negara
dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia. Hutan hujan tropis merupakan
hutan yang ditumbuhi oleh tanaman yang tinggi dengan kanopi yang padat dan hijau.
Hutan hujan tropis terdiri dari 4 lapisan2, yaitu: ujung, kanopi, understorey, dan lantai
hutan. Lapisan kanopi pada hutan hujan tropis terdiri dari pohon-pohon tinggi dengan
tipe percabangan yang rapat. Struktur percabangan seperti ini sangat berpengaruh
terhadap tipe pergerakan satwa arboreal.
Salah satu satwa arboreal yang endemik di Indonesia tepatnya di pulau Jawa
yaitu Owa jawa (Hylobates moloch).Owa jawa termasuk kedalam suku Hylobatidae,
1Mahasiswa Biologi 2011-Jurusan Biologi Universitas Negeri Jakarta
2Drinnen K, Tropical Rainforest 3rdEdition, (Moody Gardens: Education Department
Curiculum,2000),hlm.4.
2
pergerakan3 Hylobatidae cenderung menggunakan percabangan sebagai tumpuan
dalam bergerak. Pada beberapa jenis Owa (gibbon) seperti siamang, menggunakan
tipe- tipe pergerakannya sesuai dengan kondisi substrat atau percabangan yang
digunakan, sehingga pohon sangat berperan penting dalam keberlangsungan hidup
Owa jawa. Perusakan hutan,atau perubahan struktur hutan dari Owa jawa menjadikan
primata endemik ini terancam punah, karena perburuan dan penyempitan habitat4.
Banyak faktor lain yang mendukung hewan ini untuk punah. Perubahan status
konservasi dan keberadaan populasi Owa jawa di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango sangat menarik untuk diketahui lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu kajian
pustaka mengenai populasi Owa jawa untuk mengetahui status konservasinya.
B. Tinjauan Pustaka
Owa jawa merupakan salah satu primata endemik pulau Jawa yang
persebarannya terbatas5 hanya di Jawa bagian barat dan bagian tengah.
Filum : Chordata
Anak Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Primata
Anak Bangsa : Anthropoidea
Induk Suku : Hominoidea
Suku : Hylobatidae
Marga : Hylobates
Jenis : Hylobates moloch Audebert,1798
3Jhon G Fleagle dan Mittermeier, R. A,“Locomotor behaviour, body size and isolation,”(Tesis Anglia
Polytechnic, University Cambridge,Britania,1980), hlm.18. 4http://www.iucnredlist.org
5Rahmuddin,“Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) di Hutan Lindung Papandayan,
Garut, Jawa Barat,”(Tesis, Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor,Bogor,2009) dalam
“Kumpulan hasil-hasil penelitian Owa jawa di Bodogol Taman Nasional Gunung Gede
pangrango,”Jurnal Conservation Intenational Indonesia, 2010,hlm.8.
3
Beberapa morfologi6 pada Owa jawa yaitu Owa jawa memiliki tubuh yang ditutupi
rambut berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu.Bagian atas kepalanya
berwarna hitam. Bagian muka seluruhnya juga berwarna hitam dengan alis berwarna
abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Beberapa individu memiliki
dagu berwarna gelap. Warna rambut jantan dan betina berbeda, terutama dalam
tingkatan umur.Umumnya anak yang baru lahir berwarna lebih cerah.Antara jantan
dan betinanya memiliki rambut yang sedikit berbeda.Panjang tubuh berkisar antara
750 - 800 mm. Berat tubuh7 jantan antara 4-8 kg sedangkan betina antara 4-7 kg. Ciri
khas yang lain adalah lengannya sangat panjang dan lentur, lebih panjang dari
kakinya hampir dua kali panjang tubuh, dengan jari pendek dan senjang dari telapak
tangan. Sendi pada ibu jari dan pergelangan tangannya adalah kontraksi peluru dan
soket bukan sendi engsel pada banyak primata sehingga mobilitasnya sangat
tinggi.Owa jawa memiliki tubuh yang langsing karena beradaptasi terhadap
pergerakannya dan membantu dalam berayun (brakiasi).Suara8 pada Owa jawa dapat
didengar oleh manusia hingga jarak 500-1500 meter.
Owa jawa merupakan primata diurnal yang mayoritas melakukan aktivitas
harian dari feeding (makan), travelling (berjalan), resting (istirahat) dan social
(sosial) dari pagi hingga menjelang petang.Pada umumnya, aktivitas makan dan
berjalan sangat bergantung pada lokomosinya (pergerakan).Lokomosi berfungsi
untuk mendukung pergerakan ketika mencari makan maupun memperluas daerah
jelajah. Owa jawa merupakan primata arboreal yang melakukan pergerakan dengan
berbagai cara, 9yaitu brakiasi (brachiation), memanjat (climbing), bipedal
6 JatnaSupriatna dan E. Hendras, Panduan Lapangan Primata Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2000),hlm.255 7Jatna Supriatna dan E.H. Wahyono, Panduan Lapangan Primata Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2000),hlm.257 8Markus Kappeler, The gibbon in Java,(1984) Dalam: Preuschoft, H.,D.J.Chivers,W.Y. Brockelman,
dan N. Creel (eds.),The lasser apes: Evolutionary and behavioural biology,( Edinburgh: Edinburgh
University Press,1984), hlm.19 – 31. 9Chivers, D. J.An introduction to the socio-ecology of Malaysian forest primates,(1973) dalam: R.P
Michael dan J.H Crook(ed),Comparative Ecology and Behaviour in Primate, (London: Academic
Press, T.Th),hlm.101-146.
4
(bipedalism), dan meloncat (leaping).Frekuensi penggunaan keempat tipe bergerak
tersebut bergantung pada kondisi percabangan, salah satunya adalah stabilitas substrat
di kanopi hutan. Owa umumnya menggunakan empat tipe substrat10
, yaitu: cabang
kecil, cabang besar, batang pohon, dan liana. Struktur percabangan seperti ini sangat
berpengaruh terhadap tipe pergerakan satwa arboreal yang hidup di wilayah Hutan
hujan tropis.
Hutan hujan tropis merupakan hutan yang ditumbuhi oleh tanaman yang
tinggi dengan kanopi yang padat dan hijau. Hutan hujan tropis terdiri dari 4 lapisan11
,
yaitu: ujung, kanopi, understorey, dan lantai hutan. Keberadan hutan hujan tropis
sangat penting bagi biodiversitas indonesia, khususnya primata endemik yang ada di
Indonesia. Kehidupan Owa jawa relatif bergantung pada kondisi hutan yang belum
terganggu. Habitatnya terpusat di bagian kecil hutan dataran rendah dan hutan
pegunungan bawah yang masih utuh dengan ketinggian 0-1500 mdpl.
Gambar 1. Peta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
10
Claire J. H. Thompson,“Gibbon locomotion in disturbed Peat-Swamp Forest, Sebangau, Central
Kalimantan,” (Disertasi, The Anatomy School, Universitas of Cambridge,2007),hlm.20. 11
Drinnen, Loc. Cit.
5
Distribusi Owa jawa meliputi kawasan hutan di Jawa Barat dan sebagian Jawa
Tengah.Menempati hutan hujan tropis dataran rendah sampai perbukitan hingga
ketinggian 1500 meter dpl. Penyebaran di Jawa Barat seperti di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun, Taman Nasional Ujung
Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang dan Leuweng Sancang sedangkan didaerah
Jawa Tengah sekitar Gunung Slamet dan Pegunungan Dieng. Salah satunya adalah
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), merupakan salah satu
Taman Nasional tertua di Indonesia.Memiliki luas lebih kurang 21.975 ha.Secara
geografis TNGGP terletak antara 1060 51’ - 1070 02’ BT dan 60 41’ – 60 51’ LS.
Secara administrasi Taman Nasional ini termasuk dalam wilayah tiga kabupaten di
propinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan habitat dari satwa liar,
salah satunya adalah Owa jawa.
C. METODE PENULISAN
Tulisan dalam karya tulis ini bersifat kajian pustaka atau library research.
Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis
sehinggamenunjukkansuatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan
lebihlanjut. Objek tulisan ini adalah Populasi dan Konservasi Owa jawa (Hylobates
moloch) Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, diharapkan adanya manfaat
baik dari segi Data base ataupun upaya konservasi dan penyelamatan habitat Owa
jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan dengan
populasi Owa jawa, struktur sosial, habitat Owa jawa,faktor-faktor yang mendukung
populasi Owa jawa, ancaman pada Owa jawa, dan upaya konservasi Owa jawa.
Informasi ini diperoleh dari berbagai literatur baik berupa majalah, jurnal ilmiah,
internet maupun buku yangrelevan dengan objek yang akan dikaji.
Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua hasil diseleksi untuk
mengambil data dan informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk
6
menyajikan masalah yang akan dibahas.
D. ANALISIS
Pada penelitian tahun 2007 menyatakan bahwa estimasi populasi Owa jawa12
di Taman nasional gunung gede pangrango yaitu sebesar 347 individu dan 105
kelompok. Jumlah tersebut terus menurun seiring dengan terjadinya degradasi habitat
pada Owa jawa. Beberapa faktor bisa mempengaruhi bertambah dan menurunnya
populasi Owa jawa di Taman nasional gunung gede pangrango seperti keberadaan
pohon pakan yang akan selalu berbanding lurus dengan jumlah populasi Owa jawa,
Menurut Fithriyani (2002), pohon pakan13
yang mendominasi diantaranya rasamala
(Althingia exelca), afrika (Maesopsis eminii), dan puspa (Schima walichii).
Keberadaan pohon pakan pada habitat Owa jawa juga sangat berpengaruh terhadap
tipe pergerakannya.
Gambar 2. Frekuensi Tipe Pergerakan pada Owa Jawa Dewasa
12
Febriany Iskandar, Ani mardiastuti, Entang Iskandar, Randall C. Kyes,“Populasi Owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,Jawa barat,”Jurnal Primatologi Indonesia. Vol.6 No.1 (Juni, 2009),hlm.14-18. 13
Umi Fithriyani, “Variasi Pola pakan Owa jawa (Hylobates moloch, Audebert 1798) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa barat,”Jurnal Conservation International Indonesia,(2011),hlm.115-125
7
Dalam penelitian mengenai Hubungan Tipe Bergerak Dengan Tipe
Percabangan PadaLokomosi Owa Jawa di PPKA-Bodogol, Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango tahun 2012,Owa jawa cenderung akan memilih substrat horizontal
untuk melakukan tipe pergerakan berayun (brakiasi) karena sesuai dengan adaptasi
morfologinya yaitu memiliki tangan yang lebih panjang dibandingkan dengan
panjang tubuhnya. Tipe pergerakan ini bisa menjadi indikator dari pohon pakan yang
juga merupakan salah satu pendukung ekosistem pada habitat Owa jawa.Berdasarkan
IUCN (2008), status konservasi Owa jawa berubah dari kategori kritis (Critically
Endangered) menjadi kategori genting (Endangered), hal ini berdasarkan penelitian
Nijman pada tahun 2008 mengenai studi populasi Owa jawa.
E. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil – hasil penelitian menunjukan bahwa populasi Owa jawa di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mengalami penurunan, hal ini dikarenakan
deforestasi yang berlebihan di pulau Jawa yang telah menyebabkan habitat dan
populasi Owa jawa terus menurun dengan drastis. Menurut MacKinnon (1987) Owa
jawa telah kehilangan lebih dari 96% habitat aslinya. Habitat yang tersisa saat ini
merupakan hutan-hutan yang berukuran relatif kecil dan terfragmentasi satu sama
lain. Menurut Supriatna & Wahyono (2000), awalnya Owa jawa terdapat di sebagian
hutan-hutan di Jawa Barat, dan menempati habitat seluas 43.274 km2, tetapi kini
keberadaannya semakin terdesak dan hanya tinggal di daerah yang dilindungi yang
luasnya sekitar 600 km2, yaitu: Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Halimun,
Gunung Gede Pangrango, Cagar Alam Gunung Simpang, Cagar Alam Leuweng
Sancang, Kawasan Wisata Cisolok. Di Jawa Tengah Masih dapat dijumpai di sekitar
Gunung Slamet sampai ke Dieng. Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk
pulau Jawa yang sangat pesat sehingga kawasan hutan hujan tropik menyusut drastis
kerusakan hutan dan konversi lahan pertanian, hilangnya hutan sebagai habitat Owa
jawa.
8
Menurut Chivers (1980), Owa jawa merupakan primata arboreal yang
melakukan pergerakan dengan berbagai cara, yaitu brakiasi (brachiation), memanjat
(climbing), bipedal (bipedalism), dan meloncat (leaping). Frekuensi penggunaan
keempat tipe bergerak tersebut bergantung pada kondisi percabangan, salah satunya
adalah stabilitas substrat di kanopi hutan. Owa umumnya menggunakan empat tipe
substrat14
, yaitu: cabang kecil, cabang besar, batang pohon, dan liana. Oleh karena
itulah lapisan kanopi pada hutan hujan tropis yang terdiri dari pohon-pohon tinggi
dengan tipe percabangan yang rapat, sangat penting keberadaannya untuk
keberlangsungan hidup Owa jawa.Struktur percabangan seperti ini sangat
berpengaruh terhadap tipe pergerakan satwa arboreal. penelitian mengenai tipe
pergerakan pada Owa jawa, menunjukan bahwa Owa jawa lebih banyak melakukan
tipe pergerakan yaitu Berayun atau Brachiasi, pada tipe pergerakan ini Owa jawa
membutuhkan substrat untuk bergerak, substrat yang mendukung pada tipe
pergerakan brakiasi adalah percabangan pohon yang horizontal, kuat, dan memiliki
kanopi yang rapat.
Selain itu, Owa jawa merupakan primata diurnal yang mayoritas melakukan
aktivitas harian dari feeding (makan), travelling (berjalan), resting (istirahat) dan
social (sosial) dari pagi hingga menjelang petang.Pada umumnya, aktivitas makan
dan berjalan sangat bergantung pada lokomosinya (pergerakan).Lokomosi berfungsi
untuk mendukung pergerakan ketika mencari makan maupun memperluas daerah
jelajah. Owa jawa merupakan primata frugivora atau pakannya didominasi oleh buah,
beberapa pohon yang menjadi pohon pakannya adalah Pohon rasamala (Althingia
excelsa), puspa (schima walichii), dan afrika (maesopsis eminii).Oleh karena itu, Owa
jawa sangat bergantung kepada pohon-pohon yang berada dihabitatnya untuk dapat
melakukan lokomosi dan aktivitas sosial lainnya.Penebangan liar di dalam kawasan
hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, perambahan kawasan hutan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, aktivitas pengunjung yang datang ke kawasan
14
Claire, Loc. Cit.
9
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pengambilan kayu bakar oleh masyarakat
sekitar, dan pengambilan hasil hutan bukan kayu dari dalam kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, telah merubah habitat Owa jawa.15
Faktor lain yang mendukung populasi Owa jawa terus menurun
adalahsifatnya yang Monogamous, jantan Owa jawa hanya kawin dengan satu betina
Owa jawa, dan dalam satu kelompok Owa jawa hanya terdiri dari jantan dewasa,
betina dewasa, dan satu sampai dua anak dibawah sub adult, karena pada Owa jawa
dewasa yang sudah sub adult atau bernjak dewasa, akan memisahkan diri dan
membentuk kelompok tersendiri. Owa jawa dikenal setia dengan pasangannya,
karena jika ditinggal mati oleh pasangannya, Owa jawa tidak akan mencari pasangan
lain hingga Owa jawa yang ditinggal pergi oleh pasangannya akan terus sendiri,
sehingga sangat sulit bagi Owa jawa untuk menambah populasinya. Selain itu
ancaman perburuan untuk menjadikan Owa jawa ini sebagai hewan peliharaan
merupakan ancaman serius bagi keberadaannya di alam.Para pemburu seringkali
menembak mati induk owa jawa untuk diambil anaknya.
Berdasarkan IUCN (2008), status konservasi Owa jawa berubah dari kategori
kritis (Critically Endangered) menjadi kategori genting (Endangered). Perubahan
status Owa jawa dari kritis menjadi genting ini menunjukkan bahwa telah tersedia
informasi yang lebih baik, namun bukan berarti ancaman bagi spesies tersebut
menurun. Faktanya, ancaman bagi owa jawa terus meningkat, sehingga dalam daftar
CITES, Owa jawa digolongkan ke dalam Apendiks I (Nijman dalam Rahmudin,
2009).Upaya pelestarian terhadap Owa jawa terus dilakukan, salah satunya dengan
membangun tempat rehabilitasi Owa jawa, yaitu Javan Gibbon Centre (JGC).Pusat
Penyelamatan dan Rehabilitasi owa Jawa berlokasi di kawasan perluasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango tepatnya di resot Bodogol. Upaya lain yang
dilakukan adalah membuat peraturan perundang-undangan mengenai pelarangan
memperjualbelikan Owa jawa, karena Owa jawa digolongkan ke dalam Apendiks I
15
Febriany, Loc. Cit.
10
(Nijman dalam Rahmudin, 2009), dan mempertahankan serta melestarikan habitat
Owa jawa.
F. PENUTUP
Owa jawa merupakan satwa arboreal dan termasuk kedalam primata diurnal
yang mayoritas melakukan aktivitas harian dari feeding (makan), travelling
(berjalan), resting (istirahat) dan social (sosial) dari pagi hingga menjelang
petang.aktivitas makan dan berjalan sangat bergantung pada lokomosinya
(pergerakan). Lokomosi berfungsi untuk mendukung pergerakan ketika mencari
makan maupun memperluas daerah jelajah. Oleh karena itu, Owa jawa membuthkan
pohon-pohon dengan kanopi rapat, dan tinggi serta mempunyai percabangan
horizontal. Penelitian Nijman tahun 1994-2002 menyatakan bahwa estimasi populasi
Owa jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu sebesar 347 individu
dan 105 kelompok dan angka tersebut terus turun karena adanya perambahan
kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, aktivitas pengunjung yang
datang ke kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, perburuan liar Owa
jawa , pengambilan kayu bakar oleh masyarakat sekitar, dan pengambilan hasil hutan
bukan kayu dari dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, telah
merubah habitat Owa jawa. Data-data mengenai populasi dan konservasi Owa jawa
masih belum lengkap dan menyeluruh sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
populasi Owa jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
DAFTAR PUSTAKA
“The IUCN Red List of threatened species: Hylobates moloch”
http://www.iucnredlist.org/details/10550/0 (di akses 26 Desember 2012)
Andayani, N., Brockelman, W., Geissmann, T., Nijman, V. & Supriatna, J. 2008.
Hylobates moloch. dalam: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened
Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>. diakses 31 December
2012
11
Chivers, D. J. An introduction to the socio-ecology of Malaysian forest
primates,(1973) dalam: R.P Michael dan J.H Crook(ed),Comparative
Ecology and Behaviour in Primate, (London: Academic Press,
T.Th),hlm.101-146
Febriany Iskandar, dkk. “Populasi Owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango,Jawa barat.” Jurnal Primatologi Indonesia. Vol.6
No.1 (Juni, 2009),hlm.14-18
Fithriyani, Umi, “Variasi Pola pakan Owa jawa (Hylobates moloch, Audebert 1798)
di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa barat.”Jurnal
Conservation International Indonesia.2011.Hlm.115-125
Fleagle, Jhon G dan Mittermeier, R.A. 1980 .“Locomotor behaviour, body size and
isolation.” Tesis Anglia Polytechnic, University Cambridge,Britania
K, Drinnen. 2000 . Tropical Rainforest 3rdEdition. Moody Gardens: Education
Department Curiculum
MacKinnon, J. 1993 . Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Markus Kappeler. 1984. The gibbon in Java. Dalam: Preuschoft,
H.,D.J.Chivers,W.Y. Brockelman, dan N. Creel (eds.).1984.The lasser
apes: Evolutionary and behavioural biology.Edinburgh: Edinburgh
University Press
Rahmuddin. 2009. “Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch,Audebert 1797) di Hutan
Lindung Papandayan, Garut, Jawa Barat.”Tesis,Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor, dalam “Kumpulan hasil-hasil penelitian Owa jawa di
Bodogol Taman Nasional Gunung Gede pangrango,” Jurnal Conservation
Intenational Indonesia.(2010).Hlm.8.
Supriatna, Jatna dan E. Hendras. 2000 . Panduan Lapangan Primata Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Supriatna, Jatna dan E.H. Wahyono. 2000 . Panduan Lapangan Primata Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
12
Thompson, Claire J. H.2007.”Gibbon locomotion in disturbed Peat-Swamp Forest,
Sebangau, Central Kalimantan.”Disertasi, The Anatomy School,
Universitas of Cambridge.Hlm.20
top related