portofolio ke
Post on 26-Jan-2016
230 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
1
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
2
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari sabtu, 12 Desember
2015 pukul 15.00 WITA di ruang VK RSUD Balangan.
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. Mahliana
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Lampihong
MRS : Sabtu, 12 Desember 2015 pkl 12.30 WITA
Identitas Suami
Nama : Tn. Sofia
Usia : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tani
Alamat : Lampihong
Keluhan Utama:
Nyeri perut bagian bawah
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu SMRS,
nyeri menjalar hingga ke pinggang. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam yang
dirasakan pasien sejak 2 hari SMRS. Awalnya hanya berupa flek-flek, 8 Jam
SMRS keluar darah dari jalan lahir banyak berwarna kehitaman. Pasien juga
mengeluh mual (+) muntah (-). Pasien mengaku melakukan test kehamilan
4
dan hasilnya positif. 2 hari SMRS pasien periksa ke rumah sakit kab. Lain
dengan hasil usg dicurigai KET.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki
penyakit-penyakit lain.
Riwayat menstruasi
menarche usia 13 tahun
lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
HPHT : 20 - 10 - 2015
TP : 27 – 07 - 2016
Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah 3 kali. Dengan suami ke-3 baru 3 bulan.
Riwayat obstetrik
1. 2002 / Abortus
2. 2003/ Abortus
3. 2005 / premature usia kehamilan 7 bulan/ Spontan / Perempuan / umur 1
hari meninggal
4. Hamil ini
2.2 Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 56 kg, tinggi badan : 157 cm
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 90x/menit, regular isi cukup, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 20x/menit, regular
Suhu : 36,3oC, aksiler
5
Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi :
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), Suara Nafas (+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
6
D SSonor SonorSonor SonorSonor Sonor
Superior : Hangat (+), edema (-)
Inferior : Hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi : Ballotement belum teraba
Leopold I : tidak teraba
Leopold II: tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ : -
Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri
goyang portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+) minimal, pengeluaran jaringan (+).
Inspekulo : tidak ada perdarahan
2.3 Diagnosis
G4P0120 Hamil 7-8 minggu dengan Susp. kehamilan ektopik terganggu
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
DARAH LENGKAP
Tanggal 12-12-15 13-12-15 14-12-15 15-12-15 18-12-15 19-12-15
Hb 6,4 8,3 10,1 10,5 10,9 11,3
Hct 17,4% 22 % 27,5% 28,1% 33,2 % 34,1
Leukosit 11.400 12.800 13.500 9200 13.300 6500
Trombosit 126.000 136.000 153.000 127000 81000 180000
BT 1’10 1,02 detik 1,46
CT 7’10 3,49 detik 4,09
KIMIA DARAH LENGKAP
7
Tanggal 12-12-2015 14-12-2015GDS 106 126SGOT 84 28SGPT 24 28Ureum 22 32Creatinin 1,82 0,54HbsAg Negatif
URIN LENGKAPTanggal 12-12-2015
Berat Jenis 1,025
Epitel sel Positif
Leukosit 0-1/lpb
Eritrosit 1-3/lpb
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
pH 5.0
Protein -
2.5 Follow Up
Waktu Observasi
12-12-2015 Pasien baru dengan keluhan perut bagian bawah sejak 1 minggu SMRS, nyeri menjalar hingga ke pinggang. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam yang dirasakan pasien sejak 2 hari SMRS. Awalnya hanya berupa flek-flek, 8 Jam SMRS keluar darah dari jalan lahir banyak berwarna kehitaman. Pasien juga mengeluh mual (+) muntah (-). Test kehamilan positif.
Tanda vital :TD : 100/80 mmhg, N: 90x/menit, RR : 26x/menit, T: 36,5oCAnemis (+/+)Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut datar Palpasi : fundus uteri & ballottement belum teraba, nyeri tekan (+) Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri goyang portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks posterior (+) minimal, pengeluaran darah (+) berwarna merah kehitaman.
8
Lapor dr. Sp. OG, advis :P: IVFD RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr
Transfusi 2 kolf PRC/ hr s/d HB >10gr/dl po: hb-vit 2x1tab
Observasi KU, TTV, Nyeri perut dan Perdarahan
13-12-2015 S: nyeri perut hilang timbul, perdarahan pervaginam (<),
mual (-), muntah (-), makan/minum (-), bab/bak (+/+)
Tanda vital :TD : 110/70 mmhg, N: 82x/menit, RR : 24x/menit, T: 36,6oCAnemis (+/+)Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut datar Palpasi : fundus uteri & ballottement belum teraba, nyeri tekan (+)P: IVFD RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr
Transfusi 2 kolf PRC/ hr s/d HB >10gr/dl
Cek DL post transfusi
Saran USG hari senin 14-12-2015
14-12-2015
Hb : 8,3
S: nyeri perut (+), perdarahan pervaginam (+), mual (+),
muntah (-), makan/minum (+/+), bab/bak (+/+)
Tanda vital :TD: 90/70 mmhg, N: 90x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,5oCAnemis (-/-)Pemeriksaan fisik abdomen;
Inspeksi : perut datar Palpasi : fundus uteri & ballottement belum teraba, nyeri tekan (+) - - -P: IVFD RL 20 tpm - 0 - Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr + + +
Transfusi 2 kolf PRC/ hr s/d HB >10gr/dl
Cek DL post transfusi
9
Saran USG
Hasil USG :
- Blast terisi cukup
- GS intrauterin
- Tampak cairan di cavum Douglas
Rencana Laparotomy
15-12-2015 S: nyeri perut hilang timbul, perdarahan pervaginam (<),
mual (-), muntah (-), makan/minum (-), bab/bak (+/+)
Tanda vital :TD: 88/40 mmhg, N: 96-110x/menit, RR: 20-24x/menit, T: 39,4oCPemeriksaan fisik abdomen;
Inspeksi : perut datar Palpasi : fundus uteri & ballottement belum teraba, nyeri tekan (+)
P: Loading kristaloid 2000mlkoloid 500ml, ulangi pemeriksaan post resusitasi
Tanda vital :TD: 122/78 mmhg, N: 70x/menit, RR: 20x/menit, T: 37,8oCproduksi urine 200cc/2jamlanjut persiapan tindakan operasi
2.6 Follow up ruangan
Tgl S O A P15-12-15
Sadar baik, nyeri luka op(+)Ma/mi -/-, BAB (-)BAK (+) kateter)Flatus (-),
St presentTD : 128/70N : 100 x/mntRR : 16 x/mntTax : 36,8°C
St general: dbn
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (+)
DL: Pk. 1 7.00 Hb : 12,4
Pasca salfingektomi sinistra hari-0
Tx: O2 8 lpm sungkupIVFD RL:Nacl (2:1)Transfusi WB 1 kolf (cek DL 5 jam post op)Puasa 6 jamCefotaxim 2 x 1gInf. Metronidazole 3x500mg ivAlinamin F 3x1 ampanalgetik via syring pump 0,9cc/jamRaivas via syring pump sesuai hemodinamikInf. Paracetamol 3x1gr
10
Eritrosit: 4,20Leukosit: 32.800trombosit: 113.000Hct : 33,5
ivtranxa 3x500mg iv (14.00)Vit k 2x10mg iv(14.00)
Monitoring kesadaran, Vital sign, Produksi urine-Balance cairan
16-12-15
Nyeri luka op. (+), Ma/mi +/+ BAB (-)BAK (+)Flatus (+)
St presentTD : 129/77N : 80 x/mntRR : 18 x/mntTax : 36,8°C
St general: dbnAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (+), Luka operasi terawat
Post salfingektomi sinistra hari-1
Tx: O2 2-4 lpm nkIVFD RL:Nacl (3:1)inj. Cefotaxim 2 x 1gInf. Metronidazole 3x500mg ivAlinamin F 3x1 ampRaivas via syring pump sesuai hemodinamikInf. Paracetamol 3x1gr ivTranxa 3x500mg ivVit k 2x10mg iv(14.00 Terakhir)Monitoring kesadaran, Vital sign, Produksi urine-Balance cairan
17-12-15
Nyeri perut (<)Ma/mi +/+BAB (-)BAK (+)
St presentTD : 110/70N : 74 x/mntRR : 20 x/mntTax : 36,5°C
St general: dbnAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (-), Luka operasi terawat
Post Salfingektomi Sinistra hari-2
Tx: IVFD RL 20 tpminj.Cefotaxim 2 x 1gInf. Metronidazole 3x500mg ivpo: Paracetamol 4x500mg
Monitoring kesadaran, Vital sign, bila KU baik pindah keruangan
18-12-15
Nyeri perut (-), demam (+), ma/mi (+/+), BAB/BAK(-
St presentTD : 110/80N : 100 x/mntRR : 20 x/mntTax : 39,1°C
Post Salfingektomi Sinistra hari-3
Tx: IVFD RL 20 tpmInf. PCT (now)Inj. Cefotaxim 2x1Inf. Metronidazole
11
/+), mobilisasi (+)
St general: dbnAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (-), Luka operasi terawat
3x500mg (iv)
Po. Pct 4x500mgCek Lab
hasil : trombosit : 81000R/ inj. Metilprednisolon 2x62,5
19-12-15
Demam(-), nyeri perut(-), ma/mi(+/+), BAB(-), BAK (+), mobilisasi (+)
TD : 110/80N : 100 x/mntRR : 20 x/mntTax : 39,1°CSt general: dbnAbdomen : Distensi (-), BU (+) N, Nyeri tekan (-), Luka operasi terawat
Post Salfingektomi Sinistra hari-4
Tx :Aff InfusAff DCDressing luka op
Po: asmef 3x500mgHb vit 2x1Cefadroxil 3x500mg
BLPLKontrol poli obsgyn
BAB III
12
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4
3.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.1
13
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk
dan keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara
sedang berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah
daripada di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi
tinggi.1
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.1
3.3 Faktor resiko
Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas kaitan yang
dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi oral, keguguran
spontan, atau kelahiran secara sesar.6
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:
Riwayat Kehamilan Jelek
14
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai
konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan
mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa. 1
Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan
ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan
gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat
fisiologis. 1
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1
Riwayat operasi tuba
15
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1
3.4 Klasifikasi kehamilan ektopik
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan :
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa
terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5
16
Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik
3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
17
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.3
gambar 2 Abortus Tuba
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
18
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. 3
Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba
19
3.6 Jenis Kehamilan ektopik
1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi
akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan
isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup
sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada
kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
20
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh
karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3
5. Kehamilan ektopik kronik
Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen
dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila
janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan
ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
21
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3
3.7 Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.1
22
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks
uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1
3.8 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5
23
Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5
Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
24
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3
Gambar 5 teknik Kuldosintesis
3.9 Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5
3.10 Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
25
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier,
atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian
diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen
dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada
sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-
hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran
produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan
menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan
bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
26
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
27
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi
kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada
dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat
yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal
MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG
berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka
mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
28
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada
tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan
dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau
kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
• Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
• Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
•Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
• hemodinamik stabil
• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
• Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
•Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan
• Pasien dapat diandalkan dan bersedia untuk kembali control
• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10
29
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
Definisi
Kehamilan ektopik terganggu :
Suatu keadaan dimana implantasi hasil
konsepsi terjadi diluar cavum
endometrium
Trisemester pertama
Faktor Resiko :
- kerusakan dan disfungsi tuba,
riwayat operasi, riwayat
kehamilan yang jelek, riwayat
infeksi, riwayat penggunaan
hormon progesterone dan
AKDR.
- Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
- Umur tua
- Perokok
implantasi hasil konsepsi terjadi diluar
cavum endometrium
Trisemester pertama
Faktor resiko :
- Usia 37 tahun
- Riwayat kehamilan jelek
Teori Kasus
30
Keluhan :
Amenorea
Nyeri perut bawah bersifat tajam,
hampir diseluruh regio.
Perdarahan pervaginam
Darah berwarna coklat/kehitaman
Keluhan gastrointestinal
Nyeri saat menarik nafas dan sesak
Pusing
Keluhan :
Amenorea
Perdarahan pervaginam
Nyeri perut bawah menjalar ke
pinggang
Darah berwarna kehitaman
Mual-muntah
4.2 Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pemeriksaan fisik
Anemis
Nyeri tekan abdomen
Uterus membesar
VT : nyeri goyang porsio (+),
forniks posterior menonjol dan
nyeri pada penekanan.
Pemeriksaan fisik :
Anemis (+), Hb : 6,4
Nyeri tekan abdomen bag.bawah
Tinggi fundus sulit dievaluasi
VT : vulvovagina normal, tidak ada
pembukaan, nyeri goyang portio
(+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+)
berwarna merah kehitaman.
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang :
Darah Lengkap
Test kehamilan
HCG-
USG
Pemeriksaan penunjang :
Darah lengkap Hb: 6.4,
HCT :17,4 %, leukosit : 11.900,
trombosit : 126.000
Test kehamilan : (+)
31
Dilatasi /kerokan
Kuldosintesis
Laparoskopi
USG : Ada cairan di cavum
douglass
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi
2) Medikamentosa
Methotrexate
Penatalaksaan :
Dilakukan pembedahan yaitu
laparotomi ( salpingektomi sinistra)
Medikamentosa tidak dilakukan.
32
BAB V
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum
uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering
mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny. Mahliana, 37 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian
bawah sejak 1 minggu SMRS, nyeri menjalar hingga ke pinggang. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan
adanya perdarahan pervaginam yang dirasakan pasien sejak 2 hari SMRS.
Awalnya hanya berupa flek-flek, 8 Jam SMRS keluar darah dari jalan lahir
banyak berwarna kehitaman. Pasien juga mengeluh mual (+) muntah (-). Pasien
mengaku melakukan test kehamilan dan hasilnya positif. 2 hari SMRS pasien
periksa ke rumah sakit kab. Lain dengan hasil usg dicurigai KET.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik, diputuskan untuk dilakukan Laparotomi.
Pasien dipulangkan dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik
kandungan. Secara umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah
tepat.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan
tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21
desember 2015.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
34
top related