ppk disertasi morotai u wisata
Post on 02-Jan-2016
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN
DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT KABUPATEN PULAU MOROTAI
PROVINSI MALUKU UTARA
Oleh:
ABDURRACHMAN BAKSIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk
pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan
Barat, dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
ABSTRAK
ABDURRACHMAN BAKSIR. Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA sebagai ketua komisi pembimbing, DJAMAR T.F. LUMBANBATU dan M.F. RAHARDJO sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini berlokasi di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat bertujuan mengkaji daya dukung dan menyusun model konsep pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Data dan informasi disusun secara partisipatif dengan menggunakan kuesioner dan survei lapangan. Metode analisis data terdiri dari analisis spasial dengan metode sistem informasi geografis dan analisis kesesuaian lahan, pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2.
Zonasi kawasan pulau-pulau kecil dengan kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan, dapat dibagi atas tiga zona pengelolaan, yaitu zona inti dengan luas wilayah 1.618 ha, zona pemanfaatan dengan luas wilayah 12.412 ha, dan zona penyangga dengan luas wilayah 32.381 ha. Kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ekowisata terdiri dari ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata selam, dan wisata lamun. Wisata rekreasi panjang pantai 58.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari. Penekanan model pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata berkelanjutan pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pemanfaatan keanekaragaman hayati dan kealamian pulau yang diterapkan, jika lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.
Kata Kunci : Pengelolaan pulau-pulau kecil, Ekowisata berkelanjutan
iv
ABSTRACT
ABDURRACHMAN BAKSIR. The Management of Small Island for Ecotourism Sustainable Used of South Morotai and South-West Morotai District, North Maluku Province. Under the supervision of FREDINAN YULIANDA, DJAMAR T.F. LUMBANBATU and M.F. RAHARDJO
This research was located in South Morotai and South-West Morotai District.The
objectives of this researchis to study carrying capacity and to establish model concept management small islands for ecotourisms sustainable used. Data and information were collected in participative term by used a questioner and field survey. Analysis methods consist of spatial analysis used geographycal information system and suitable area analysis, for modelling used software Stella 9,02.
The small island areas zonation using ecology, economic, social and institution criterias could be divided into 3 management zones such as the center zone with of 1618 ha, used zone with widely of 12.412 ha, and buffer zone with widely of 32.381 ha. Whereas suitable area for ecotourism zone consist of coastal ecotourism for recreation tourism categories, marine ecotourism categories for snorcling tourism, marine ecotourism categories for diving tourism, marine ecotourism category for seagrass. Shore longs of recreation tourism 59.809 m with of carrying capacity is 2.353 person/day, snorcling tourism with widely area used 226 ha with percentage rate of coral cover community 42 % with of carrying capacity 7.624 person/day, diving tourism with widely area 1.248 ha with percentage rate of coral cover community 40% with of carrying capacity 39.942 person/day, seagrass tourism with widely area used 102 ha with percentage rate of seagrass cover 58 % with of carrying capacity 4.733 person/day. Management model KP2K MS2B for ecotourism sustainability base on environmental conservation of ecologycal small island with the primary point were archipelago small island, integration in percentage pattern of the diversity used rate and the naturalism of island, if the invironmental ecological was disturbed, it will influence the sustainability of carrying capacity and the ecotourisms demand will affected too.
Key Words : Small islands Management, Sustainable Ecotourism
v
RINGKASAN
Kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) terdiri atas 23 pulau-pulau kecil yang tersebar dalam wilayah seluas 13.264 ha yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau-pulau kecil Morotai memiliki kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), padang lamun, dan salah satu pulau kecil Zumzum pernah dijadikan sebagai markas pusat komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang dalam perang dunia II, yang menyimpan peralatan perang, antara lain: pistol, rangka pesawat, dan mobil perang.
Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Salah satu konsep alternatif pengembangan wisata bahari saat ini adalah ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keaslian alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya.
Potensi sumberdaya KP2K MS2B masih belum dimanfaatkan secara optimal bagi wisata bahari. Oleh karena itu hendaknya mempertimbangkan kesesuaian sumberdaya, penataan sistem zonasi, daya dukung dan pola pemanfaatan sumberdaya yang tepat, agar konsep pengelolaan tersebut dapat dikembangkan dalam suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil yang sesuai dengan dinamika sumberdaya dan kebutuhan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan dan menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup penelitian adalah mendapat data dan informasi mengenai profil sumberdaya pulau-pulau kecil, keadaan perairan dan sosial ekonomi budaya yang dijadikan masukan data untuk membuat pemodelan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata berkelanjutan.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data profil sumberdaya pulau-pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/ stakeholder berbincang dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Analisis kesesuaian ekowisata menggunakan matriks kesesuaian sampai dengan pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial dengan menggunakan ArcView 3.2, sedangkan model KP2K MS2B dianalisis dengan pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2 dibuat model dan mensimulasi faktor-faktor serta menduga kemungkinan di masa depan meliputi model lingkungan ekologi kawasan ekowisata dan model pendapatan kawasan ekowisata.
Hasil penelitian menunjukkan KP2K MS2B dibagi dalam tiga zona yaitu zona inti , zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga, pulau yang memiliki nilai tertinggi akan memiliki tingkat pengelolaan yang tinggi pula (beragam). Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam zona inti karena memiliki nilai >70 %, Pulau Dodola, Rao Selatan, Galogalo dan Ngelengele masuk dalam zona pemanfaatan terbatas memiliki nilai 60 % - ≤ 70%, dan pulau Zumzum dan sekitarnya dan Pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona penyangga nilainya 58,62 %. Kesesuaian lahan ekowisata terdiri dari
vi
ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, selam dan lamun.
Daya dukung KP2K MS2B untuk ekowisata sangat ditentukan oleh luas area yang dapat dimanfaatkan dan persentase penutupan komunitas karang, untuk wisata rekreasi panjang pantai 59.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 Ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang selam 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari.
Hasil simulasi skenario yang dikembangkan menghasilkan nilai prediksi ke depan untuk pengelolaan ekowisata berkelanjutan penekanannya pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau dan kealamian pulau yang diterapkan. Apabila lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.
vii
@ Hak Cipta Milik IPB Tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
viii
PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN
DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT, KABUPATEN PULAU MOROTAI
PROVINSI MALUKU UTARA
Oleh:
ABDURRACHMAN BAKSIR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
ix
HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi : Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan Di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara Nama : ABDURRACHMAN BAKSIR NRP : C261040071 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program : Doktor (S3)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Fredinan Yulianda. M.Sc
Ketua
Prof.Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Anggota Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Lautan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 17 Desember 2009 Tanggal Lulus :
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
KaruniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul
“Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di
Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai,
Provinsi Maluku Utara”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Dalam disertasi ini dikaji potensi ekowisata sumberdaya pulau-pulau kecil yang
merupakan aset daerah yang harus dilindungi, untuk keberlanjutan ekowisata pulau-
pulau kecil dibuat pemodelan untuk menduga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan
datang, aplikasinya lebih ditekankan pada daya dukung kawasan dalam upaya menjaga
kelestarian sumberdaya pulau-pulau kecil yang dampaknya secara tidak langsung pada
pendapatan kawasan wisata, ini semua sebagai acuan bagi siapa saja yang terlibat dalam
proses pengeloloan pulau-pulau kecil.
Kami menyadari bahwa dalam disertasi ini masih banyak kekurangan, diharapkan
baik kepada diri sendiri maupun pembaca disertasi ini dengan kelemahan tersebut dapat
menjadi inspirasi dan motivasi untuk terus berkarya dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dikemudian hari. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Bogor, Januari 2010
Penulis
xi
UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang karena
kemurahanNya semata maka penulisan disertasi dapat diselesaikan. Merupakan suatu
kebahagian dan kebanggaan bagi penulis, karena dalam penulisan disertasi ini banyak
mendapat dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Komisi pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda M.Sc dan
Prof. Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr, dan Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA
sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan dan dukungan
sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
2. Rektor Universitas Khairun, yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan
studi Doktor pada pogram studi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan IPB
3 Pimpinan dan staf pengajar program studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang
telah memberikan bekal ilmu dan pemahaman berkaitan dengan sumberdaya pesisir
dan lautan.
4 Pusat Kajian dan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang telah membantu dalam
melakukan penelitian di kawasan pulau-pulau kecil Morotai .
5 Mitra Bahari - COREMAP II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, BPPS Dikti RI, Yayasan Maluku,
Yayasan Damandiri, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Walikota Kota
Ternate atas santunan dana dalam membantu penulis ke arah penyelesaian studi.
6 Penghargaan juga disampaikan kepada kedua orang tua dan mertua: Ayahanda A.W
Baksir, Ibunda Aminah Alammarie (Alm) dan Kuraisin Kuilien, yang telah
membesarkan dan mendidik serta selalu berdoa memberikan dorongan semangat, Istri
(Irla Ammarie) dan anak-anak tercinta (Alifah (Alm) dan Ghifar), kakakku (Muh
Irvan, Achmad Zuchry dan Nailah), seluruh keluarga besar Baksir- Ammarie serta
teman-teman seangkatan 9 pada program studi SPL IPB dan teman-teman yang lain
atas dukungan doa, kasih sayang, perhatian, dan dedikasinya selama studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
xii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ternate sebagai anak bungsu dari pasangan A.W Baksir dan
(Alm) Aminah Ammarie. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado, lulus pada tahun 1994. Pada
tahun 1997, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perairan pada Program
Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. kesempatan untuk melanjutkan
ke program Doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di
Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana
(BPPS) diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional RI.
Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan UNKHAIR Ternate. Dua buah artikel telah diterbitkan dengan judul Analisis
kesesuaian lahan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata bahari di Kecamatan
Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat , Kabupaten Morotai Provinsi Maluku Utara
pada Jurnal Ichtyos Volume 8 No 1 akhir Januari 2009 dan Model pengelolaan ekowisata
pulau-pulau kecil berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat
Kabupaten Morotai Provinsi Maluku Utara pada Jurnal Torani edisi Maret 2009. Karya-
karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xxiii
1 PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................
1.5 Kerangka Pemikiran................................................................................
1.6 Kebaruan.................................................................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil...............................................................
2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari................................
2.3 Daya Dukung Ekowisata.........................................................................
2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan............................................................
2.5 Pemodelan...............................................................................................
2.6 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil.........................................................
3 METODE PENELITIAN.............................................................................
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................
3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian....................................................
3.3 Responden dan Focus Group Discussion (FGD)...................................
3.4 Analisis Data...........................................................................................
3.4.1 Analisis Zonasi ...........................................................................
3.4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata KP2K MS2B.................
3.4.3 Analisis Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil.................
1
1
3
4
4
5
8
9
9
12
16
17
20
22
25
25
26
30
34
35
39
41
xiv
3.4.4 Analisis Biaya Perjalanan………………………………………
3.4.5 Analisis Keberlanjutan Ekowisata ....................………….......
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN........................................…..
4.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan……………..................................
4.2 Lingkungan Biofisik Kimia Perairan.....................................................
4.2.1 Batimetri Pulau-Pulau Kecil.......................................................
4.2.2 Arus.............................................................................................
4.2.3 Pasang Surut................................................................................
4.2.4 Suhu dan Salinitas Perairan Laut...............................................
4.2.5 Kualitas Air Laut......................................................................
4.2.6 Kualitas Air Sumur......................................................................
4.2.7 Kualitas Air Sungai.....................................................................
4.2.8 Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil......................................
4.3 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya.............................................
4.3.1 Kependudukan............................................................................
4.3.2 Sarana Sosial...............................................................................
4.3.3 Perekonomian Rakyat.................................................................
4.3.4 Sosial Budaya..............................................................................
5 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................
5.1 Zonasi Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat............................... ...........................................
5.2 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat........................................................
5.2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi....................................................................................... 5.2.2. Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun.... ........................ 5.3 Daya Dukung KP2K MS2B Ekowisata Pantai Kategori Wisata
Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Selam dan Lamun....................................................................................................
5.4 Biaya Perjalanan Wisata........................................................................
42
44
51
51
52
52
52
53
54
54
55
55
56
61
61
64
65
66
70
70
75
77
77
83
86
xv
5.5 Keberlanjutan KP2K MS2B................................................................... 5.5.1 Penyusunan Skenario.................................................................. 5.5.2 Pembangunan Model................................................................... 5.5.3 Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan...................... 5.6 Arahan Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan................................................ 6 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 6.1 Kesimpulan............................................................................................. 6.2. Saran....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................................
86 87 88 91
154
158 158 158
161
168
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik............................................................................................................ Penelitian Pemodelan Pulau Kecil............................................................... Jenis, Tehnik dan Sumber Pengambilan Data Penelitian.............................. Stasiun Penyelaman....................................................................................... Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut.......................................................... Parameter dan Metode Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari................. Parameter, Metode Kualitas Air Sumur........................................................ Parameter, Metode Kualitas Air Sungai....................................................... Komponen Perwakilan Masyarakat Tiap Kecamatan................................. Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi......................................................................................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling....................................................................................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam........ Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun....... Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Areal Kegiatan (Lt)............. Kebutuhan Pelaku yang Terlibat Dalam Pengelolaan KP2K MS2B Untuk Ekowisata Berkelanjutan............................................................................... Nama dan Luas Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.................................................................................... Persentase Tutupan Karang ..........................................................................
14
23
26
28
28
29
30
31
32
37
40
40
41
41
42
45
51
57
xvii
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Persentase Tutupan Karang dan Komunitas Karang.................................... Kelompok Spesies, Jumlah Spesies, Jumlah Individu dan Populasi Dominan Ikan Karang Yang Ditemukan Di Terumbu Karang Kecamatan Morotai Dan Morotai Selatan Barat............................................................. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan .......................................................................................................... Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan Barat................................................................................................. Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan........................................................................................................... Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan Barat.............................................................................................................. Nilai Persentase Kriteria Pengelolaan KP2K MS2B..................................... Zona Inti, Zona Pemanfaatan Terbatas dan Zona Penyangga Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat................................................................................................. Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun KP2K MS2B................................................................................................. Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun ...... Simulasi Skenario Kawasan Lindung Pulau Kecil........................................
57
59
61
62
63
63
70
76
82
85
92
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan.......................................................... Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-Pulau Kecil………………………………………………………………….. Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antara Pulau-Pulau Kecil…………….. Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan…………………………….. Tahapan Analisis Sistem................................................................................ . Peta Lokasi Penelitian..................................................................................... Peta Stasiun Pengamatan, Pengambilan Contoh Air Laut dan Ekonomi Budaya............................................................................................................ Proses Analisis Data....................................................................................... Proses Penyusunan Zonasi di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.................................................... Diagram Sebab Akibat (Causal Loop) Pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata Berkelanjutan................................................................................. Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran Selama 24 jam (25-26 Juni) di Perairan Morotai............................................................................................. Peta Kawasan Lindung KP2K MS2B………………………………………. Peta Kesesuaian Ekowisata di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula……………………................………………………………….. Peta Kesesuaian Lahan Ekowisata Ekowisata Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba……….……………………………………………..…….... Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Dodola dan Zumzum………………..… Model Global Keterkaitan Antar Sub Model..................................................
7
10
11
18
21
25
27 34
36 47
53
71 78
79 80
87
xix
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Submodel Lingkungan Ekologi Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil………………………………………..……………………………….. Submodel Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil…...……………...... Submodel Pendapatan Wisata ..............………………………..…………… Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan Laju Degradasi 1%............................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %..........................................................
89
90
91
95 96
98
99
100
102
103
104
106
107
xx
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan Laju Degradasi 4%............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %.............................................................
110
111
112
114
116
117
119
120
121
123
124
xxi
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %.............................................................
125
126
128
130
131
132
134
136
137
138
140
xxii
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekrasi Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekrasi Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %.......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %.......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %..........................................................
141
142
144
145
147
148
149
151
152
153
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Analisis Biaya Perjalanan Wisata........................................................................ Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari.................... Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sumur………………...………………. Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sungai................................................... Sebaran Seagrass Di Perairan Selatan Pulau Morotai, Halmahera 2005............. Penilaian Kriteria Pengelolaan Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Morotai.. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula………………………..……. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba…………………………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Dodola dan Gugus Zumzum…………………………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba…………....……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Gugus Dodola dan Gugus Zumzum…….……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba………….……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Dodola dan Gugus Zumzum.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Pantai Wayabula.……………………………………………………………………….
169 172 173 174 175 176 178 179 180 181 182
183
184
185
186 187
xxiv
17 18 19 20 21
Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Ngelengele Besar, Loleba Besar dan Pesisir Pantai Wabula dan Daruba……… Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Dodola Besar, Dodola Kecil, Zumzum dan Pesisir Pantai Daruba.……………………. Contoh Formulasi Simulasi Skenario KP2K MS2B………………………. Foto-Foto Ikan Karang yang Ditemukan di Perairan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.......................................................................................... Panorama Pulau Kecil KP2K MS2B..................................................................
188
189 190 195 196
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai suatu negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki jumlah
pulau-pulau kecil lebih dari 17.000 buah pulau, keberadaan pulau-pulau kecil tersebut
sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang
banyak melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark 1996; Dahuri 2003;
Bengen dan Retraubun 2006). Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta
jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru yang dapat
menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di pulau-pulau kecil
apabila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kapasitas
daya dukung lingkungan.
Salah satu kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah kawasan pulau-pulau
kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) yang
merupakan salah satu kawasan pulau-pulau kecil yang baru dimekarkan dari Kabupaten
Halmahera Utara berdasarkan Undang Undang RI No 53 Tahun 2008 tentang
pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, maka secara administratif berubah nama
menjadi Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan pulau-pulau kecil
ini terdiri dari 23 pulau kecil, diantaranya ada sembilan pulau dihuni secara permanen
oleh penduduk, sedangkan yang lainnya tidak berpenduduk.
Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman
sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut (terumbu
karang dan ikan hias), padang lamun, dan perikanan. Salah satunya adalah panorama
pantai pasir putih sepanjang 6 km yang menghubungkan Pulau Dodola Kecil dan Pulau
Dodola Besar, sedangkan penelitian dari P2O-LIPI (2006) di perairan Morotai
memperlihatkan bahwa jenis lamun (7 jenis), ikan karang (69 jenis) makro algae (40
spesies), fauna ekhinodermata (22 jenis). Krustasea (kepiting 8 jenis), (udang karang 2
jenis), juga terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies dilindungi seperti
kima raksasa (Tridacna), Lola (Trochus) dan ketam kenari (Birgus latro).
2
Secara umum kawasan pulau-pulau kecil ini dikelilingi ekosistem terumbu
karang pantai (fringing reef) dan terumbu karang penghalang (barrief reef) yang cukup
luas. Selain itu juga, memiliki tipologi terumbu karang curam yang sangat cocok untuk
wisata pantai (penyelaman dan dive-spot).
Kawasan pulau-pulau kecil ini juga menyimpan nilai historis, seperti pulau kecil
Zumzum yang memiliki pantai pasir putih pernah dijadikan sebagai markas pusat
komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang
dalam perang dunia II, pulau ini menyimpan peralatan perang antara lain: Pistol, rangka
pesawat, mobil perang. Dibagian Selatan dari ibukota Kecamatan Morotai Selatan
terdapat peningggalan bekas perang dunia II Bandara Pitu di Daruba yang dibangun
sebagai pangkalan militer Amerika pada saat itu, hingga saat ini sebagian masih dijadikan
sebagai pangkalan TNI Angkatan Udara dengan tujuh landasan pacu masing-masing
panjangnya 3 km, selain itu masih banyak pulau-pulau kecil lainnya yang memiliki obyek
historis.
Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K
MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Peruntukan
kegiatan pariwisata secara riil di lapangan merupakan kegiatan yang menjadi prioritas
pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Morotai Selatan dan
Morotai Selatan Barat, dengan berpedoman pada sumberdaya berupa keindahan alam,
pasir putih, panorama dasar laut yang indah, serta sosial budaya masyarakat dapat
dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk dikelola.
Salah satu tipologi kegiatan pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan wisata
saat ini adalah kegiatan ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keaslian alam yang
dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya (Bookbinder et al.
2000; Bjork 2000). Secara ekonomis, kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan
manajemen pengelolaan kawasan ekowisata dapat menerima langsung penghasilan dan
pendapatan, serta mampu menghasilkan produk barang dan jasa secara
berkesinambungan dan menguntungkan. Secara ekologis, sumberdaya alamnya dapat
dipelihara dan tidak dieksploitasi berlebihan sehingga tidak mengalami degradasi. Secara
sosial-budaya meningkatkan kesejahteraan, keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat sehingga menghasilkan kesetaraan dan keadilan yang dapat mengurangi
3
konflik serta mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli
2000).
Oleh karena itu dalam penyusunan arahan pengembangan KP2K MS2B perlu
dikembangkan suatu rencana pengelolaan dengan pendekatan ekowisata yang bisa
mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat,
keberlanjutan sumberdaya serta ekosistem pulau-pulau kecil. Harapan ini akan lebih
realistis dan dapat dipertanggung jawabkan jika arahan pengembangan dan pengelolaan
kawasan untuk ekowisata tersebut dikaji secara ilmiah, dengan tetap mempertimbangkan
kebutuhan dan realitas dinamika masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagai kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keindahan,
keragaman sumberdaya hayati, nilai budaya dan sejarah maka KP2K MS2B ini
berpotensi dijadikan sebagai suatu kawasan pariwisata alami, karena menyediakan
sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang karang, padang lamun, hutan
mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Kawasan pulau-pulau kecil ini akan
memberikan jasa lingkungan yang besar yang dapat menggerakkan industri pariwisata.
Keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sebagai kawasan wisata alam tentunya
sangat rentan terhadap segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya seperti
penggunaan bom dan sianida untuk penangkapan ikan, sehingga di beberapa kawasan
pulau-pulau kecil terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan aset wisata alam.
Benda-benda peninggalan sejarah perang dunia II seperti kapal ponton, bunker
kesemuanya tinggal rangkanya, hal ini akan membawa perubahan pada ekosistemnya.
Perubahan-perubahan tersebut akan berpengaruh pada kualitas lingkungan, apabila suatu
bentuk pengelolaan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan sumberdaya
alam, maka akan terjadi perubahan-perubahan kualitas lingkungan di kawasan pulau-
pulau kecil untuk ekowisata.
Adanya perubahan kualitas lingkungan suatu kawasan ekowisata akan
memberikan dampak pada keberadaan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga
mempengaruhi pendapatan wisata. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pengelolaan
kawasan pulau-pulau kecil yang mencakup semua komponen kegiatan terkait satu sama
4
lain, dengan memperhatikan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia.
Untuk menggambarkan komponen-komponen yang terkait dalam pengelolaan
pulau-pulau kecil untuk ekowisata, diperlukan suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil
untuk pemanfaatan ekowisata yang merupakan cerminan dari keadaan sebenarnya di
alam, memberikan penjelasan terhadap komponen-komponen yang saling berinterkasi,
sehingga membentuk suatu konsep model yang akan digunakan.sesuai dengan dinamika
sumberdaya dan kebutuhan masyarakat
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Diperlukan kajian daya dukung pulau-pulau kecil untuk pengembangan
ekowisata berkelanjutan
2) Konsep model pengelolaan pulau-pulau kecil diperlukan sebagai dasar
pertimbangan untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1) Mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan
ekowisata berkelanjutan
2) Menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil
kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan
ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi daya dukung dan konsep pengelolaan KP2K
MS2B bagi para pihak-pihak berkepentingan, terutama pemerintah Kabupaten Morotai
dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata
berkelanjutan.
5
1.5 Kerangka Pemikiran
Kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan
Barat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Secara geostrategis
kawasan pulau kecil ini terletak dari arah selatan pintu masuk ke pasifik dan dapat
dijangkau dari berbagai belahan dunia seperti Asia, Eropa, Amerika dan Australia,
dengan akses yang dimiliki berupa peninggalan bandara pesawat terbang pada zaman
perang dunia II.
Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman
sumberdaya alam dan nilai historis. Panorama pantai pasir putih hampir terdapat di
seluruh di pulau-pulau kecil ini, sedangkan karakteristik budaya masyarakatnya
merupakan perpaduan budaya adat Tobelo–Galela, yang sampai saat ini masih
berkembang di masyarakat pulau Morotai adalah gotong royong. Jenis tarian seperti tide-
tide, cakalele, denge-denge, bobaso, salumbe, tokuwela, yangere dan togal, adapun jenis
musik tradisional meliputi musik bambu tiup, gala, bambu hitadi, jangere, upacara adat
hibua lamo, adat perkawinan dan sejarah tona malangi.
Potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil seperti letaknya yang sangat strategis,
keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), keanekaragaman hayati terumbu
karang, ikan karang, panorama pulau, pasir putih, nilai historis, dan keanekaragaman
suku dan budaya merupakan aset untuk pengembangan ekowisata. Namun setelah
dicermati untuk dapat melestarikan potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil dilakukan
dengan penetapan zonasi kawasan konservasi KP2K MS2B, zonasi ditetapkan dengan
maksud untuk mempermudah pengendalian, pemanfaatan dan pemeliharaan
keberlanjutan sumberdaya pulau-pulau kecil.
Zonasi kawasan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari
zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lain, yang secara obyektif menggunakan
penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan dikelompokkan atas kelompok kriteria
ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Salm et al. 2000).
Zona inti sesuai dengan peruntukannya untuk perlindungan habitat dan populasi
sumberdaya pulau-pulau kecil serta pemanfaatannya terbatas untuk penelitian, zona
pemanfaatan terbatas bentuk pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya
6
pesisir, ekowisata dan perikanan tradisional, sedangkan zona lainnya merupakan zona
diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas karena fungsi dan kondisinya ditetapkan
sebagai zona tertentu antara lain: zona rehabilitasi dan sebagainya (Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 17 tahun 2008 tentang kawasan
konservasi di wilayah pulau-pulau kecil).
Berdasarkan hal tersebut disesuaikan dengan implementasi pengelolaaan KP2K
MS2B maka zonasi kawasan pulau-pulau kecil dibagi atas tiga zona yaitu: zona inti, zona
pemanfaatan terbatas dan zona penyangga (perpaduan dari zona pemanfaatan terbatas dan
zona lainnya). Khusus untuk zona penyangga sifatnya lebih terbuka tetapi tetap dikontrol
dan beberapa pemanfaatan masih diijinkan, zona ini ditujukan untuk menjaga kawasan
konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu , dan melindungi
kawasan konservasi dari pengaruh eksternal (Bengen dan Retraubun 2006).
Zona yang telah ditetapkan disesuaikan dengan peruntukannya, sehingga zona
pemanfaatan terbatas dan zona penyangga dijadikan sebagai penilaian kesesuaian lahan
ekowisata dalam menentukan kawasan wisata rekreasi, snorkling, selam dan lamun.
Dalam menunjang keberlanjutan kawasan wisata tersebut harus diketahui daya dukung
kawasan ekowisata, karena mengarah pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya
daya tarik wisata suatu lokasi, secara ekologis tetap akan memiliki keterbatasan daya
dukung, sehingga jumlah para wisatawan yang datang dalam suatu ruang dan waktu patut
diperhitungkan.
Diharapkan studi ini menghasilkan daya dukung kawasan ekowisata, serta suatu
konsep yang diwujudkan dalam suatu pemodelan pengelolaan pulau-pulau kecil untuk
pemanfaatan ekowisata berkelanjutan yang dapat melestarikan sumberdaya alam kawasan
pulau-pulau kecil dapat terjaga dengan baik, secara sosial dapat melestarikan budaya
setempat, dan secara ekonomis menjadi sumber pendapatan daerah dan kesejahteraan
masyarakat. Secara sistematik, kerangka pemikiran penilitian disajikan pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan
8
1.6 Kebaruan
Berdasarkan hasil penelitian pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan
ekowisata KP2K MS2B dan penelesuran literatur tentang model pengelolaan pulau-
pulau kecil, maka didapatkan dua hal yang baru dalam penelitian ini yaitu: Pertama,
model dinamik pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfatan ekowisata berkelanjutan,
penekanan pada simulasi skenario dinamik kriteria ekologi berhubungan dengan daya
dukung dan pendapatan wisata. Kedua aplikasi ekowisata merupakan satu pendekatan
baru dalam pengelolaan KP2K MS2B khususnya di Kabupaten Pulau Morotai, sehingga
dengan menggunakan ekowisata sebagai bagian dari bentuk pengelolaan pulau-pulau
kecil, akan menciptakan produk wisata yang unggul.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Secara umum pengelolaan diartikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup
perencanaan dan pengawasan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Secara
spesifik sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan pelaksanaan suatu
kegiatan berdasarkan tujuannya.
Banyak ahli berbeda pendapat tentang definisi pulau kecil. Ada yang menyatakan
pulau kecil adalah pulau dengan ukuran <10.000 km2 (Diaz Arenas dan Febrillet Huertas
1986; Beller et al.1990), dipertegas dalam keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
nomor 41 tahun 2000 tantang pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang
berkelanjutan dan berbasis masyarakat menyebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau
yang ukuran luasnya <10.000 km2 dengan jumlah penduduk <200.000 jiwa, sedangkan
menurut perundangan terbaru pulau kecil adalah pulau yang luas areanya ≤2.000 km2
(Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau terluar ; UU RI No. 27
tahun 2007).
Pengertian pengelolaan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pulau-pulau kecil yang luas
areanya ≤ 2.000 km2, secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi,
sosial budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan banyak faktor yang harus diperhatikan
seperti: Pulau kecil secara fisik memiliki sumberdaya daratan (terestrial) yang sangat
terbatas, habitatnya seringkali terisolasi dari habitat lain, area tangkapan air terbatas dan
mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila
dibandingkan dengan pulau kontinen, secara ekologi memiliki kondisi yang sangat
rentan, sehingga interaksi antara lahan dan perairan laut melalui proses hidrologis dan
arus laut sebagaimana pergerakan biotanya, mempunyai karakteristik yang spesifik (Salm
et al. 2000).
Menurut Adrianto (2004), dalam perspektif ekosistem wilayah pesisir, wilayah
pulau-pulau kecil dapat dibagi menjadi beberapa sub-wilayah yaitu : (1) wilayah perairan
10
lepas pantai (coastal offshore zone); wilayah pantai (beach zone); (3) wilayah dataran
rendah pesisir (coastal lowland zone); (4) wilayah pesisir pedalaman (inland zone).
Selanjutnya dalam hubungannya dengan keterpaduan, pendekatan berbasis keberlanjutan
sistem wilayah pesisir di pulau-pulau kecil menjadi syarat mutlak pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir di pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan faktor
keterpaduan antar komponen yang secara riel tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yang
akan menjadi tercapainya keberlanjutan pembangunan, pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Ilustrasi pengelolaan wilayah pesisir interkorelasi antar sub-wilayah
dalam wilayah pesisir dan laut pulau-pulau kecil disajikan pada Gambar 2
Social Welfare The Offshore Zone The Beach Zone
IMPLEMENTATION MONITORING
Environmental MANAGEMENT Economic Integrity Efficiency The Island Zone The Low-Land Zone
Gambar 2 Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-
Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)
Kaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia, menurut peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 tahun 2008 tantang pemanfaatan pulau-pulau
kecil dan perairan di sekitarnya menyebutkan bahwa pulau dengan luas areanya ≤ 2.000
km2 kegiatan yang sesuai mencakup konservasi sumberdaya alam, budidaya laut,
pariwisata bahari, usaha penangkapan ikan berkelanjutan, pendidikan dan penelitian, dan
sebagainya. Dari penjelasan di atas, Cambers (1992) dalam Adrianto (2004) menyatakan
bahwa strategi pengelolaan pulau-pulau kecil harus dapat mengkaitkan seluruh kegiatan
dan pemangku kepentingan yang ada di pulau-pulau kecil, dengan menggunakan sistem
yang terkoorganisasi. Selanjutnya dijelaskan sistem terkoordinasi yang dapat
• Process • Interaction • Activies •
11
diidentifikasi dalam pulau-pulau kecil, paling tidak terdapat lima proses yaitu proses
alam, proses sosial, proses ekonomi, perubahan iklim dan proses pertemuan antara
daratan dan laut yang masing-masing merupakan komponen dalam sistem pulau-pulau
kecil yang tidak bisa dipisahkan satu sama antara lain sistem lingkungan daratan, sistem
lingkungan laut dan sistem aktivitas manusia (Gambar 3)
Terkait satu sama lain
Gambar 3 Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antar Komponen Pulau-Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)
Dalam mengelola kawasan pulau-pulau kecil ketiga sistem ini saling terkait, tetapi
yang paling utama memahami fungsi masing-masing sistem ini, sebagai contoh kawasan
pulau-pulau kecil luas lingkungan lautnya lebih luas dari lingkungan daratannya untuk itu
diperlukan suatu pemahaman peran lingkungan laut, aspek-aspek apa saja yang ada di
dalamnya. Aspek-aspek yang dimaksud seperti terumbu karang, padang lamun dan
mangrove, ketiga ekosistem ini memberikan sumbangan yang besar bagi kegunaan
wilayah di pesisir dan pulau-pulau kecil
Moberg dan Folke (1999) menyatakan peran terumbu karang, khususnya terumbu
karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak dari laut, lain itu mempunyai utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat
mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi flora dan biota
yang hidup bagi di terumbu karang dan sekitarnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa biota-
biota ini ada yang beruaya ke ekosistem yang lain seperti lamun dan mangrove, lamun
merupakan produsen detritus dan zat hara, sebagai tempat berlindung, mencari makan,
Lingkungan daratan
Lingkungan laut
Aktivitas manusia
12
tumbuh besar bagi biota yang lain, sedangkan mangrove peredam gelombang, pelindung
pantai, dan penghasil sejumlah besar detritus terutama berasal dari daun dahan pohon
mangrove yang rontok, juga sebagai daerah asuhan, mencari makan, baik yang hidup di
pantai maupun di lepas pantai.
Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembangunan pada kawasan
tersebut apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal
yang cukup nyata. Dengan demikian setiap konservasi atau eksploitasi yang dilakukan
akan berdampak terhadap fungsi ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil, dengan
perkataan lain sesungguhnya pembangunan selalu membawa resiko lingkungan maupun
sosial bagi pulau-pulau kecil. Oleh karena itu kajian mendasar yang intensif menduduki
posisi penting dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pulau-pulau kecil
(Kusumastanto 2000).
2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari
Istilah ecotourism diterjemahkan menjadi ekowisata, yaitu jenis pariwisata yang
berwawasan lingkungan. Maksudnya melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam dan
lingkungan sehingga membuat orang tergugah untuk mencintai alam (Ziffer 1989;
Young 1992; Valentine 1993; Scace 1993). Semua ini sering disebut dengan istilah
“kembali ke alam”.
Pengertian ekowisata dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Namun
pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang
bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara
ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Ceballos-
Lascurain 1991; Carter dan Lowman 1994; Honey 1999; Bjork 2000; Wunder 2000)
Ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata yang menghargai
kaidah-kaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara
terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam dengan pengembangan ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan (Choy 1997; Fandeli 2000; Buchsbaum 2004).
Dukungan konservasi sumberdaya alam dilakukan dengan melaksanakan program
pembangunan yang memperhatikan kualitas daya dukung kawasan dan bersifat ramah
13
lingkungan. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kualitas
keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal.
Ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang
tumbuh berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Akar dari ekowisata
terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka. Jadi dengan kata lain ekowisata
menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggung jawab
sosial.
Dalam hubungannya dengan ekowisata di pulau-pulau kecil, seperti telah
dijelaskan di atas wilayah pulau-pulau kecil dikelilingi oleh wilayah laut yang lebih luas
dari daratannya, pengembangan ekowisata lebih mengarah kepada wisata bahari. Dengan
demikian wisata bahari merupakan wisata yang lebih banyak dikembangkan di wilayah
pulau-pulau kecil.
Konsep dan definisi tentang wisata bahari dikemukan para ahli seperti Hall (2001)
membagi wisata atas dua bagian yaitu : wisata pesisir dan wisata bahari, wisata pesisir
berhubungan dengan kegiatan leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah
pesisir dan perairan lepas pantai, meliputi rekreasi menonton ikan paus dari pinggiran
pantai, berperahu, memancing, snorkling dan menyelam, sedangkan wisata bahari
berhubungan dengan wisata pantai tetapi lebih mengarah pada perairan laut dalam
seperti: memancing di laut dalam dan berlayar dengan kapal pesiar.
Orams (1999) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan suatu kegiatan
rekreasi, dari satu tempat ke tempat lain dimana laut sebagai media tempat mereka,
sedangkan Hidayat (2000) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan kegiatan wisata
yang menyangkut dengan laut seperti santai di pantai menikmati alam sekitar, berenang,
berperahu, berselancar, ski air, menyelam dan berwisata ke alam laut (menikmati
terumbu karang dan biota laut), obyek purbakala, kapal karam dan pesawat tenggelam,
serta berburu ikan-ikan.
Secara umum perkembangan pariwisata dari tahun ke tahun makin menjanjikan,
badan dunia turis (WTO) memperkirakan selama tahun 1996 ada 592 juta wisatawan
internasional yang berkunjung dengan pendapatan sekitar $US 423 milyar, ke depan
sampai pada tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan wisatawan meningkat rata-rata 4,3%
per tahun dengan pendapatan $US 5juta per hari (Orams 1999). Di Indonesia selama dua
14
dekade pertengahan dekade 1980-an sampai tahun 1990-an, jumlah wisatawan
mancanegara yang mengunjungi obyek wisata bahari pada akhir pelita VII diperkirakan
sebesar 1,64 juta jiwa dengan pendapatan devisa sebesar $US 2,16 milyar.
Keadaan tersebut akan memberikan pendapatan devisa bagi negara yang cukup
besar terutama kontribusinya pada perkembangan wisata bahari di tanah air. Dalam
kasus-kasus tertentu dengan semakin meningkatnya pendapatan, karena meningkatnya
jumlah wisatawan, tidak lagi memperhatikan aspek lingkungan ekologi maka akan
merusak sumberdaya hayati. Beberapa kasus yang dilaporkan beberapa peneliti
berhubungan dengan dampak dari wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat wisata
seperti: Hall (2001) melaporkan sejumlah dampak wisata terhadap lingkungan dan
ekologi yang terjadi di pulau-pulau Pasifik (Tabel 1)
Tabel 1 Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan dan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik • Kerusakan habitat dan kerusakan ekosistem akibat :
- pembangunan lapangan golf - pengelolaan kawasan wisata yang buruk sehingga flora dan fauna hilang - peledakan bom (merusakan sumberdaya pesisir laut) - pembangunan jalan, runway, pelabuhan, areal parkir dan - penggunaan kapur di hotel-hotel
• Terganggunya air tanah - pemakaian air tanah yang berlebihan oleh resort wisata - runoff akibat pengerukan pasir di daerah pesisir
• Diperkenalkannya spesies eksotik untuk wisata sehingga meningkatkan perburuan flora dan fauna pada suatu ekosistem sehingga dapat merusak:
- ekosistem mangrove - ekosistem terumbu karang dan - ekosistem pasir
Sumber : Hall (2001)
Kasus yang lain dilaporkan oleh Orams (1999) seperti di Teluk Hanauma Hawai,
taman lautnya dipromosikan sebagai daerah tujuan wisata, sehingga berbagai aktivitas di
arahkan ke teluk mulai dari bis-bis wisatawan, kegiatan snorkling sampai ikan-ikan di
teluk ini menjadi makanan populer, tuntutan perbaikan fasilitas untuk melayani
wisatawan seperti jalan diperbaiki, parkiran diperbesar , fasilitas wc dan piknik ditambah.
Dari hasil studi ditetapkan 1.000 pengunjung/hari tapi karena popularitas Hanauma terus
meningkat pengunjung melebihi 10.000 setiap harinya pada tahun 1981 dan diperkirakan
lebih dari 2 juta wisatawan mengunjungi teluk ini setiap tahun sehingga mengakibatkan
biomas organisme karang, sponge dan fauna laut menurun.
15
Zakai et al. (2001) menggambarkan dampak dari pariwisata selam di terumbu
karang Eilat bagian Utara Laut Merah dengan frekuensi menyelam lebih besar dari
250.000 per tahun dengan panjang garis pantai hanya12 Km, menyebabkan terumbu
karang banyak yang rusak. Hal yang sama terjadi di taman laut Gilitungan Philipina,
rekreasi menyelam dengan frekuensi menyelam sebanyak 25.925 pada tahun 2003
memberikan kekhawatiran akan rusaknya terumbu karang (Frederick et al. 2005)
Studi kasus yang lain di pulau-pulau Karibia, pariwisata bahari mempengaruhi
sosial budaya masyarakat seperti pemindahan penduduk lokal dari tempat tinggal mereka
di pinggiran pantai, sebelum pengembangan pariwisata di St Thomas, lebih dari 50 pantai
merupakan tempat mereka, namun pada tahun 1970 hanya tinggal dua untuk mereka
selebihnya untuk wisatawan (Orams 1999).
Kasus-kasus tersebut di atas merupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan wisata, tetapi ada juga dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat,
seperti keadaan ini telah dilakukan di pulau Nusa Lembongan yang merupakan pulau
kecil di sebelah selatan pulau Bali. Kegiatan ekowisata yang dilakukan ternyata
menambah pendapatan masyarakat dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan tersebut
menjaga keletarian sumberdaya hayati (Yuanike 2003). Pengembangan pariwisata
bahari di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Pulau Seribu Utara memberikan kontribusi
pendapatan keluarga yang ikut serta dalam kegiatan pariwisata bahari rata-rata sebesar
99,56% (Rp 902.000.-) per bulan dari total pendapatan Rp 906.000.- (Aziz 2003).
Fenomena tersebut di atas memberikan gambaran dampak pariwisata bahari bisa
positif dan negatif tergantung pada penggunaan sumberdaya alam (Orams 1999). Oleh
karena itu di dalam ekowisata dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian
alam dan lingkungan, memelihara keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasaan
hidup, menciptakan ketenangan, kesunyian memelihara flora dan fauna, serta
terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan
manusia dengan alam sekitarnya, wisatawan yang datang tidak semata-mata untuk
menikmati alam sekitar tetapi juga mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan
atau pengalaman, dengan demikian maka selaraslah arti ekowisata sebagai wisata yang
bertanggung jawab.
16
2.3 Daya Dukung Ekowisata
Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya
dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan
pengembangannya (McNeely 1994). Daya dukung ekowisata juga diartikan sebagai
tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana
(infrastruktur) obyek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana tersebut
dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasaan pengunjung tidak
terpenuhi, dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan
budaya (Ceballos-Lascurain 1991; Simon et al. 2004). Selanjutnya ditambahkan bahwa
kapasitas sosial dan psikologi dari lingkungan ekowisata dapat mendukung aktivitas dan
pengembangan ekowisata.
Beberapa komponen dasar yang mempengaruhi daya dukung ekowisata antara
lain :
• Komponen Biofisik
Komponen biofisik yang mempengaruhi daya dukung terutama berkaitan erat
dengan sumberdaya alam.
• Komponen Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya pada masyarakat dapat sebagai dampak kegiatan
ekowisata pada suatu tingkat tertentu. .
• Komponen Psikologi
Komponen psikologi dari daya dukung ekowisata lebih ditekankan pada jumlah
maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu area pada suatu waktu
(Ceballos-Lascurain 1991)
• Komponen Manajerial
Daya dukung obyek wisata alam ditinjau dari komponen manajerial merupakan
jumlah pengunjung maksimum yang masih dapat dikelola pada suatu area
ekowisata (obyek wisata alam).
Belum ada sebuah rumus baku yang disepakati untuk mengetahui sampai sejauh
mana daya dukung tersebut tidak terlampaui, berapa jumlah wisatawan yang diizinkan,
dan seberapa lama wisatawan diizinkan memasuki dan menggunakan daerah tujuan
wisata (Simon et al. 2004 ; Wearing dan Neil 1999). Hal itu karena perilaku pengunjung
17
saat mengunjungi daerah tujuan wisata, musim dan regulasi yang ditetapkan berbeda-
beda akan mempengaruhi analisis yang dilakukan.
Wearing dan Neil (1999) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan
wisata, diskusi tentang daya dukung lingkungan mempunyai tiga elemen yang harus
diperhatikan, yakni sebagai berikut:
• Elemen ekologis, hal yang terkait dengan lingkungan alamiah destinasi wisata
• Sosiokultural, hal ini pada intinya terkait dengan dampak wisata terhadap
populasi masyarakat setempat dan budayanya.
• Fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan
Daya dukung bersifat tidak tetap atau dinamis, yaitu dapat berkurang oleh
perilaku manusia maupun kerusakan alam serta juga dapat ditingkatkan melalui suatu
perlakuan pengelolaan lingkungan secara benar dan terencana (Clark 1996). Daya
dukung memberikan suatu pedoman bagi penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang
khususnya berkenaan dengan pentingnya pemeliharaan kualitas pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Dengan demikian merencanakan kawasan wisata dengan mengindahkan daya
dukung menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan. Wearing dan Neil (1999)
menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan sektor wisata, isu daya
dukung lingkungan harus dimasukkan dalam isu-isu tataguna lahan. Salah satunya
dengan penerapan sistem zonasi yang merupakan strategi yang dapat diterapkan untuk
memenuhi daya dukung.
2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan
Ekowisata berkelanjutan banyak diilhami oleh konsep pembangunan
berkelanjutan. Sebagaimana pembangunan berkelanjutan, definisi wisata berkelanjutan
juga sangat sulit pada tahap operasional. Namun, serangkaian parameter sering
digunakan untuk merujuk kepada wisata berkelanjutan, antara lain wisata yang
mempunyai dampak minimal terhadap lingkungan memberikan dampak yang
menguntungkan bagi komunitas atau masyarakat lokal, serta memberikan pendidikan
konservasi bagi pengunjung (McMinn 1997).
18
Yudaswara (2004) menganalisa kebijakan pengembangan wisata bahari dalam
pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan (studi kasus Pulau Menjangan
Kabupaten Buleleng- Bali), ternyata kawasan pariwisata berkelanjutan terpilih menjadi
skenario yang optimal bagi pengelolaan kawasan Pulau Menjangan. Di gugus pulau
Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu masyarakat memiliki
kegiatan ekonomi yang sangat terkait dengan sumberdaya alam yakni perikanan dan
pariwisata, masyarakat yang terlibat kegiatan pariwisata memiliki pendapatan yang lebih
baik (Ruyani 2003).
Tosun (2001) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu
konsep untuk menjembatani pembangunan kawasan tanpa harus mengorbankan
keanekaragaman hayati. Konsep pembangunan berkelanjutan banyak didasari oleh
adanya fakta bahwa penggunaan keanekaragaman hayati pada faktanya cenderung
mengarah kepada perilaku eksploitasi (Dymond 1997). Konsep ini menyarankan adanya
penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.
Secara teoritis konsep wisata berkelanjutan dinyatakan oleh Casagrandi dan
Rinaldi (2002) bahwa keberlanjutan wisata pulau-pulau kecil mengikuti ”model
minimalis” tergantung dari tiga aspek tiga komponen utama yaitu : kondisi lingkungan
(E= Environmental ); Investasi (C=Capital); dan Wisata (T= Tourism). Ketiga
komponen ini saling terkait (Gambar 4). Selanjutnya dijelaskan, wisatawan akan
berkunjung apabila lingkungannya baik, tetapi dengan bertambahnya wisatawan melebih
daya dukung akan memperburuk lingkungan, dan akan berakibat pada kapital, sebaliknya
wisatawan yang banyak akan menambah kapital, dan kapital ini bisa dikembalikan untuk
perbaikan lingkungan
Gambar 4 Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan (Casagrandi dan Rinaldi 2002)
Turism Sub Sistem T = Tourist Vector C = Capital Vector E = Environment Vector
Abstract Model of Tourism
Minimal Model Tourism
19
Ada hal menarik berhubungan dengan wisata berkelanjutan yaitu destinasi
berkelanjutan. Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi yang baku tentang apa yang
disebut sebagai destinasi wisata berkelanjutan, karena destinasi wisata bersifat unik (Lee
2001; Ryhannen 2001). Demikian juga kriteria untuk merujuk kepada destinasi
berkelanjutan sangat beragam, tergantung kepada skema-skema atau cara yang dipakai
untuk mendefinisikan destinasi berkelanjutan. Namun, Mc Minn (1997) mengusulkan
bahwa daya dukung lingkungan merupakan salah satu alat yang dapat dipakai untuk
mengukur, sejauh mana sebuah destinasi bisa berkelanjutan.
Fennel dan Eagles (1990) menyarankan adanya enam prinsip penting yang harus
dipenuhi oleh pengunjung dalam penyelenggaraan ekowisata berkaitan dengan
keberlangsungan destinasi, yakni sebagai berikut : 1) Semaksimal mungkin berusaha
meniadakan dampak negatif dari kehadiran mereka terhadap lingkungan destinasi wisata
dan penduduk lokal. 2) Melakukan perjalanan wisata ini dengan tujuan untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam dan keunikan lokal. 3) Ikut
membantu memaksimal partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal,
dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata.
4) Selayaknya, pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha konservasi
daerah yang dilindungi. 5) Memberikan keuntungan ekonomi dibandingkan sekadar
mengalihkan masyarakat setempat dari pekerjaan tradisional mereka. 6) Membuka
peluang bagi mahasiswa masyarakat lokal dan pekerja wisata, untuk memanfaatkan
keindahan sumberdaya alam.
Konsep-konsep di atas, sangat jelas tergambarkan bahwa untuk mencapai
destinasi wisata yang berkelanjutan, dibutuhkan integritas ekologis sebagai usaha
mencapai visi pembangunan berkelanjutan. Model di atas membutuhkan komitmen dari
banyak pihak dalam mewujudkan destinasi yang berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan dan mempertahankan sektor wisata, sebagai bagian dari strategi
penerimaan devisa. Yang perlu diperhatikan adalah sebagai sebuah proses, hal tersebut
membutuhkan waktu yang relatif panjang. Ekosistem yang mengalami kerusakan
membutuhkan waktu untuk memperbaiki dirinya, termasuk kemampuan-kemampuan
faktor biotik penyusunnya, yakni tumbuhan dan hewan.
20
2.5 Pemodelan
Banyak ahli mendefenisikan model: Jorgensen (1988); Hall and Day (1997);
(Suryani 2006); (Hartrisari 2007) menyatakan bahwa model merupakan gambaran
(abstraksi) penyederhanaan dari suatu sistem ataupun keadaan yang sebenarnya. Sistem
adalah sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan tertentu dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tertentu
(Forrester 1968; Jeffer 1978; Grant et al. 1997; Aminullah dan Muhammadi 2001;
Eriyatno 2003; Hartrisari 2007).
Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat
menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem, untuk itu model disusun dan
digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak
mungkin untuk bekerja pada keadaan yang sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya
memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Pembuat model ingin tahu lebih banyak mengenai struktur dan perilaku alam,
baik pada saat ini maupun di masa datang dengan pemodelan. Hannon dan Ruth (1994);
Suryani (2006); Hartrisari (2007) menyatakan bahwa pemodelan adalah berfikir dengan
mengikuti sekuen logis, secara berstruktur, proses yang kreatif, tidak linier,
menampilkan kembali, pembentukan model dari sistem tersebut dengan menggunakan
bahasa formal tertentu, dan hasil proses tersebut adalah model. Pemodelan yang efektif
merupakan keterkaitan antara dunia nyata sehingga tujuan model sebagai
penyederhanaan sistem akan tercapai. Model disusun untuk menyelesaikan persoalan
yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Eriyatno (2003) dan Hartrisari (2007) menyatakan tahapan-tahapan dalam
pembuatan model yaitu: Analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem
seperti pada Gambar 5.
21
Gambar 5. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 2003)
Selanjutnya dijelaskan tahapan-tahapan dalam pendekatan sistem sebagai berikut
• Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada
tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem,
setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi kerja sistem,
• Formulasi kebutuhan merupakan hal yang penting harus dikenali apakah
kontradiktif atau sejalan, kebtuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem tidak
akan menimbulkan permasalahan untuk pencapaian tujuan sistem karena semua
pelaku menginginkan kebutuhan tersebut.
• Identifikasi sistem
Pada tahap ini harus dikenali hubungan antara pernyataan hubungan dengan
pernyataan masalah, salah satunya diagram lingkar sebab akibat (causal loop
diagram) atau diagram input-output (black box diagram)
Sedangkan Grant et al., (1997) menyatakan bahwa ada empat tahap dalam sistem
analisis yaitu:
• Perumusan Model Konseptual
Tujuan dari fase pertama ini adalah untuk menentukan konsep dan tujuan model
sistem yang dianalisis. Dalam tahap ini diputuskan komponen mana yang
berkaitan dengan pencapaian tujuan model tersebut. komponen-komponen
22
tersebut digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol yang diindikasikan
menyerupai keadaan sebenarnya di lapangan
• Spesifikasi Model Kuantitatif
Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif dan sistem
yang diinginkan. Pembentukan model kuantitatif ini dilakukan dengan
memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan
menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model
sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat diopreasikan
melalui program simulasi
• Evaluasi Model
Tujuan tahap ini, mengevaluasi model dilakukan untuk mengetahui manfaat
model terhadap tujuan pemodelan yang diharapkan, dalam beberapa hal, tahap
ini disebut juga sebagai validasi model dimana seringkali dilakukan dengan
membandingkan prediksi model dengan kondisi nyata, pada tahap ini juga lebih
ditekankan pada analisis terhadap perilaku komponen dan hasilnya terhadap
tujuan pemodelan
• Penggunaan Model
Tahap ini merupakan akhir tahapan analisis sistem dimana kita menjawab
pertanyaan yang diidentifikasi pada saat mendisain analisis sistem. Hal ini
mencakup analisis, interpretasi, dan prosedur komunikasi hasil simulasi.
Sesudah membuat model, maka langkah selanjutnya untuk menentukan
keputusan yang diambil berhubungan dengan model yang dibuat adalah dengan
simulasi. Eriyatno (2003) dan Suryani (2006): menyatakan bahwa simulasi adalah
suatu aktitivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku
dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan
sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.
2.6 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil
Secara umum penelitian-penelitian tentang pemodelan pulau kecil
menggambarkan suatu keadaan yang terjadi pada pulau tersebut. Keadaan yang terjadi
tentunya berhubugan dengan kasus atau merupakan gambaran sebagian dari kenyataan
23
yang ada, sebagai contoh: Brander and Taylor (1998) mengadakan penelitian di Pulau
Easter dengan menggambarkan keadaan sumberdaya terbarukan dan dinamika
sumberdaya manusia, dilanjutkan oleh Matsumoto (2001) dengan melihat populasi
penduduk dan degradasi sumberdaya yang cepat.
Di Indonesia penelitian yang berhubungan dengan pemodelan pulau kecil sudah
mulai dilakukan, seperti : Maanema (2003) membangun model pariwisata dan model
budidaya laut untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil studi kasus Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu, Susilo (2003) membangun model ekonomi-ekologis studi kasus
kelurahan Pulau Panggang dan Pari Kepulauan Seribu, Ola (2004) membangun model
ekologi, budaya dan ekonomi di Kepulauan Wakatobi dan Parwinia (2007) pemodelan
ko eksestensi pariwisata dan perikanan di Selat Lembe Sulawesi Utara.
Berikut ini adalah gambaran umum penelitian pulau kecil yang berhubungan
dengan pemodelan (Tabel 2)
Tabel 2 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil Peneliti Judul penelitian Gambaran umum penelitian • Brander JA
and Taylor MS. 1998. Journal The American Economic Review
• Matsumoto A. 2001. Journal, Discrete Dynamic in Nature and Society
• Maanema M.
2003. Disertasi IPB Bogor
The Simple Economc of Easter Island: A Ricardo Malthus Model of Renewable Resource Use Economi Dynamic Model for Small Island Model Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus di Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu)
Suatu model ekuilibrium umum sumber daya terbarukan dan dinamika populasi manusia. Mengatasi masalah tersebut dengan membangun model formal yang menghubungkan dinamika populasi dan dinamika sumber daya terbarukan. Secara teoritis kebanyakan pulau-pulau di Pasifik mengikuti pola evolusi yang sama seperti dinamika pertumbuhan populasi penduduk yang cepat dan degradasi sumberdaya. Kasus Pulau Easter sekitar abad ke-4 dan pertengahan abad ke-18 yang mengindikasikan bahwa model ekonomi menghubungkan dinamika sumberdaya dan dinamika populasi penduduk sehingga dapat dikatakan evolusi sejarah masa lalu di pulau-pulau kecil merupakan pertumbuhan keberlanjutan ekonomi dunia. Membangun model pemanfaatan pulau-pulau kecil, yang terdiri dari model untuk pariwisata dan model untuk budidaya laut yang didasarkan pada kesesuaian kondisi perairan, serta model penangkapan ikan yang didasarkan pada kajian stok ikan, selanjutnya menciptakan model integrasi pemanfaatan gugus Pulau Pari yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
24
• Susilo SB.
2003. Disetasi IPB Bogor
• Ola OL. 2004.
Disertasi IPB Bogor
• Parwinia.
2007. Disertasi IPB Bogor
Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil studi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Model pengelolaan pulau-pulau kecil dalam rangka pengembangan wilayah kepulauan wakatobi Pemodelan Ko-eksistensi pariwisata dan perikanan: Analisis konvergensi-divergensi (KODI) di selat Lembeh Sulawesi Utara
Menilai keberlanjutan pulau-pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang dan di Kelurahan Pulau Pari, melalui penyusunan indeks dan status keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil dan analisis keseimbangan ekonomi ekologis serta mendeterminasi tingkat kemajuan maupun ketertintinggalan atribut-atribut aspek pembangunan di daerah studi serta membuat evaluasi dinamika variabel ekonomi dan ekologi untuk memudahkan perencanaan pembangunan selanjutnya agar sesuai dengan kriteria pembangunan yang berkelanjutan, pada tahapan pembuatan model ekonomi-ekologis dilihat hubungan antara atribut ekonomi (tenaga kerja) dan atribut ekologis (biomas, x) Menjabarkan model pengelolaan pulau-pulau kecil dalam rangka pengembangan wilayah dengan melihat sumberdaya alam lautan dan daratan pulau-pulau kecil di kepulauan Waktobi dikaji dalam 3 aspek yaitu aspek ekologi, budaya dan ekonomi. Aspek ekologi ; pemanfaatan ekosistem mangrove untuk pemukiman penduduk oleh masyarakat dampaknya terhadap penurunan biomassa kepiting pada lingkungan mangrove, penurunan ikan Belanak pada lingkungan lamun, dan ikan Kerapu pada lingkungan terumbu karang. Aspek Budaya ; pemanfaatan ekosistem terumbu karang untuk fondasi rumah dampaknya terhadap degradasi terumbu karang dan penurunan biomassa ikan Kerapu. Aspek ekonomi; kontribusi sektor-sektor dalam pengelolaan wilayah kepulauan Wakatobi. Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan, menganalisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan, juga menganalisis pola konvergensi/ divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi.
Dari gambaran substansi kajian yang telah diteliti sebelumnya, semuanya belum
menunjukkan adanya kajian tentang aspek ekologi yang mengarah pada
keanekaragaman hayati pulau, kealamian pulau, keunikan pulau dan kerentaan pulau dan
skenario dinamik. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu model
skenario dinamik yang didasarkan pada daya dukung kawasan dalam upaya pengelolaan
pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai
Selatan dan Morotai Selatan Barat.
25
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai
Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi
Maluku Utara yang terdiri dari 23 pulau. Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2006
sampai Mei 2007. KP2K MS2B terletak antara 1056’LU - 2025’LU dan 128010’ BT -
128025’ (Gambar 6).
Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian
26
3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data untuk KP2K MS2B dilakukan melalui pengumpulan data
primer dan data sekunder. Data primer (biofisik dan sosial ekonomi budaya) diperoleh
secara langsung di lapangan dengan menerapkan metode transek, pencatatan langsung,
dan wawancara melalui kuesioner kepada responden, untuk profil sumberdaya pulau-
pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan
dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yaitu pendekatan partisipatif
dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/stakeholder berbincang dalam diskusi
kelompok terarah (focus group discussion).
Data sekunder diperoleh melalui menerapkan metode penelurusan informasi yang
terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah dan masyarakat. Jenis data metode
pengumpulan dan sumber pengambilan data baik data primer dan sekunder disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis, Tehnik, dan Sumber Pengambilan Data Penelitian Jenis Data Tehnik Pengambilan Data Sumber Data Data Primer • Profil sumberdaya pulau-pulau kecil:
- Terumbu karang • Profil pantai dan perairan • Keadaan Perairan - Air laut (Parameter fisika, kimia dan logam berat) - Air Sumur Sungai (Parameter Fisika dan kimia) - Kecepatan arus, kecerahan,
pH, suhu, salinitas)
• Ekonomi budaya - Ekonomi
(mata pencaharian, tingkat pendapatan dan pengeluaran, sarana dan prasarana.
- Budaya (asal mula penduduk sistem mata pencaharian, sistem nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, agama, kerajinan tradisional, dan kesenian
Data Sekunder (Kependudukan, batas wilayah, monografi desa, data yang terkait hasil-hasil penelitian wilayah tersebut, padang lamun, ikan karang, terumbu karang)
Pengamatan/pengukuran langsung Line intercept transeck Analisa citra + Sistem informasi geografis (SIG) Botol sampel Botol sampel Tali pelampung, sechi disc, pH meter, termometer, hand refraktometer Kuesioner Wawancara - Individu - Kelompok
Penelusuran dokumen laporan penelitian, hasil kajian
Lapangan Lapangan Laboratorium SIG Laboratorium Lapangan Lapangan Kantor Camat , BPS HALUT PSL UNKHAIR, P2O-LIPI, BPS MALUT,
27
Pengambilan data terumbu karang dan pengambilan contoh kualitas air laut
dilakukan pada stasiun yang ditetapkan (Gambar 7). Penentuan stasiun penelitian
dilakukan secara purposive sampling mewakili seluruh lokasi penelitian.
Gambar 7 Peta Stasiun Penyelaman, Pengambilan Contoh Air Laut dan Ekonomi Budaya
28
Stasiun penyelaman seperti pada Gambar 7 terdiri dari 15 stasiun pengamatan, 7
stasiun merupakan stasiun penyelaman secara langsung (data primer) dan tidak langsung
8 stasiun (data sekunder) (Tabel 4).
Tabel 4 Stasiun Penyelaman Stasiun Penyelaman Posisi Geografis Keterangan • Secara langsung (Primer)
Saminyamao 2017'24" LU dan 1220 9'36" BT No 3 Wayabula 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 4 Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT No 5 Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10 Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12 Mitita 1058'12" LU dan 1280 13'48" BT No 16
• Tidak langsung (Sekunder) Selat Rao 2017'54" LU dan 1280 11'11" BT No 2 Tanjung Tiley 2013'12" LU dan 1280 14'24" BT No 7 Ngelengele Besar 2012'32" LU dan 1280 11'10" BT No 6 Ngelengele Kecil 2010'48" LU dan 128012'36" BT No 8 Loleba Besar 208'36" LU dan 1280 13'28" BT No 9 Galogalo Besar 207'48" LU dan 1280 11'60" BT No 11 Dodola Kecil 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 13 Kolorai 203'35" LU dan 128012'45" BT No 14
Stasiun pengambilan contoh kualitas air laut terdiri dari 5 stasiun seperti pada
Tabel 5
Tabel 5 Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut Posisi Geografis Keterangan Posiposi Rao 2018'36" LU dan 1280 10'48" BT No 1 Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT) No 5 Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10 Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12 Pelabuhan 2002'60" LU dan 1280 17'24" BT No 15
Stasiun pengambilan contoh air sumur, air sungai, dan data sosial, ekonomi
budaya, terletak di daerah sekitar Daruba (ibukota kecamatan Morotai Selatan) dan
Wayabula (ibukota kecamatan Morotai Selatan Barat)
Data persentase penutupan terumbu karang (life form) diperoleh berdasarkan
metode line intercept transeck dengan menghitung persentase penutupan suatu jenis
karang hidup pada suatu area tertentu dihitung dengan menggunakan rumus (English et al.
1994) sebagai berikut:
29
%1001 xN
LiL
n
i∑
== ........................................................................(3.1)
Keterangan :
L = persentase penutupan karang (%)
Li = panjang lifeform (intercept colony) jenis ke-i
N = panjang transek (50m)
n = banyaknya lifeform jenis ke-i
Untuk mengetahui kualitas air laut, pengukuran dilakukan secara langsung dan
tidak langsung di lapangan. Contoh air laut diambil menggunakan wadah botol plastik
dan botol gelas pada stasiun yang telah ditentukan kemudian sampel air laut diawetkan
dengan cara dimasukkan kedalam kotak pendingin untuk selanjutnya dianalisis di
laboratorium, begitu pula dengan kualitas air sumur, dan air sungai. Parameter kualitas
air laut, air sumur dan air sungai tertera pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.
Tabel 6 Parameter dan Metode Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari Parameter Metode/Alat Fisika: Warna Kolorimetrik Bau -- Kecerahan *) Secchi disc Padatan Tersuspensi Gravimetrik Suhu *) Termometer Kimia: pH *) pH meter Salinitas *) Refraktometer Oksigen Terlarut *) DO meter BOD5 Winkler Ammonia (NH3-N) Phenate Nitrat (NO3-N) Brusin Sulfat Fosfat Acorbic acid Sianida (CN) Spektrofotometer Sulfida (H2S) spektofotometer Minyak dan Lemak Gravimetrik Fenol Amino Antiferin Surfaktan (MBAS) Metelin Blue Logam Berat: Raksa (Hg) Spektrofotometer Khrom Hexavalen (Cr6+) AAS Arsen (As) AAS Kadmium (Cd) AAS Tembaga (Cu) AAS Timah Hitam (Pb) AAS Seng (Zn) AAS Nikel (Ni) AAS
*) = Pengukuran in situ
30
Tabel 7 Parameter, Metode Kualitas Air Sumur Parameter Metode/Alat Fisika Suhu *) Termometer Warna Kolorometrik Kekeruhan Turbiditimeter Padatan terlarut (TDS) Gravimetrik Bau -- Rasa -- Kimia pH *) pH meter Kesadahan Total Titrimetrik-EDTA Sulfida (H2S) Iodometri Chlorida (Cl) Titrimetrik-Perak Nitrat Nilai Permanganat (TOM) Titrimetrik- KMNO4 Nitrat (NO3-N) Brusin Sulfat-Spektrofotometer Nitrit (NO2-N) Colorimetric-Spektrofotometer Sulfat (SO4) Spektrofotometer Besi (Fe) Spektorofotometer Barium (Ba) AAS Natrium (Na) AAS Mangan (Mn) AAS Fluorida (F) SPADNS Seng (Zn) AAS Timbal (Pb) AAS Cadmium (Cd) AAS Argentum (Ag) AAS Mercury (Hg) AAS Arsen (As) Spektrofotometer Cyanida (CN) Spektrofotometer Chrom hexavalen (Cr6+) AAS Tembaga (Cu) AAS Selenium (Se) AAS Detergen Metelin Blue Alumunium (Al) BAAS
*) = Pengukuran in situ
3.3 Responden dan Focus Group Discussion (FGD)
Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah komponen masyarakat dari
berbagai pihak dan latar belakang dalam kegiatan pengelolaan ekowisata kawasan pulau-
pulau kecil Morotai, yang terdiri atas masyarakat yang berada di Kecamatan Morotai
Selatan dan Morotai Selatan Barat (Tabel 9). Secara umum masyarakat yang diundang
diharapkan mewakili seluruh komponen masyarakat di dua Kecamatan dengan jumlah
masing-masing 45 orang, namun masyarakat yang hadir pada dua kecamatan ini berbeda-
beda, di Daruba (ibukota kecamatan Morotai Selatan) 38 orang dan di Wayabula
(ibukota kecamatan Morotai Selatan Barat) mencapai 60 orang.
31
Tabel 8 Parameter, Metode Kualitas Air Sungai Parameter Metode Fisika Temperatur *) Termometer Residu Terlarut ( TDS ) Gravimetrik Residu Tersuspensi ( TSS ) Gravimetrik Kimia pH *) pH meter BOD5 Winkler COD Closed Reflux-Spektrofotometer Oksigen Terlarut ( DO ) *) DO meter Total Fosfat Spektrofotometer Nitrat ( NO3-N ) Brusin Sulfat- Spektrofotometer Amonia ( NH3-N ) Phenate- Spektrofotometer Nitrit ( NO2-N ) Colorimetric- Spektrofotometer Arsen ( As ) Spektrofotometer Kobalt ( Co ) AAS Barium ( Ba ) AAS Boron ( B ) AAS Selenium ( Se ) AAS Kadmium ( Cd ) AAS Khrom Heksavalen ( Cr6+ ) AAS Tembaga ( Cu ) AAS Besi ( Fe ) AAS Timbal ( Pb ) AAS Mangan ( Mn ) AAS Air Raksa ( Hg ) AAS Seng ( Zn ) AAS Khlorida ( Cl ) Titrimetrik-Perak Nitrat Sianida ( CN ) Spektrofotometer Fluorida ( F ) SPADNS Sulfat ( SO4 ) Spektrofotometer Khlorin bebas ( Cl2 ) Spektrofotometer Sulfida Iodometri Kimia Organik Minyak dan Lemak Gravimetrik Detergen sebagai MBAS Metilin Blue Senyawa Fenol Amino Antifirin
*) = Pengukuran in situ
Pembagian peserta dalam kelompok dilakukan berdasarkan kehadiran dan
ketersediaan fasilitator. Waktu diadakan diskusi kelompok terarah (FGD) di Daruba dan
Wayabula peserta dibagi dalam 2 kelompok, pada setiap kelompok selanjutnya dipilih
ketua dan sekretaris kelompok. Ketua kelompok memimpin peserta diskusi untuk
mengidentifikasi masalah, potensi dan harapan, kemudian menjadi wakil peserta sebagai
presenter hasil diskusi. Pada saat ini fasilitator hanya bertugas sebagai pendamping dan
pengarah. Jadi apa yang dihasilkan masyarakat betul-betul mencerminkan aspirasi
masyarakat.
32
Tabel 9 Komponen Perwakilan Masyarakat Tiap Kecamatan
Komponen Morotai Selatan (orang)
Morotai Selatan Barat (orang)
Tokoh Masyarakat 2 2 Tokoh Pemuda 2 2 Ormas/LSM 2 2 Kepala Desa 5 5 Kepala Dusun 5 5 Tokoh Agama 3 3 Nelayan 10 10 Petani 10 10 Pedagang/Ketua Kelompok 2 2 Pihak Industri 2 2 Bank dan Perkreditan 2 2 Jasa Wisata 2 2 Tokoh Wanita/PKK 3 3 Jumlah 45 45
Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian
masyarakat/pemangku kepentingan berbincang dalam diskusi kelompok terarah.
Selengkapnya metode FGD yang dimodifikasi dari IIRR (1998); Brown et al. (2001)
prosesnya sebagai berikut:
1. Penjaringan Masalah
Dalam proses ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, dan mengumpulkan
informasi tentang persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, mengajak
masyarakat untuk mengenali secara seksama masalah-masalah yang mereka hadapi.
2. Identifikasi dan Klarifikasi
Proses ini merupakan lanjutan dari tahap penjaringan, setelah masyarakat menulis
permasalahan pada potongan kertas dikumpulkan oleh fasilitator. Permasalahan yang
telah dituliskan masyarakat pada potongan kertas tersebut kemudian diidentifikasi
secara umum dan ditempelkan pada papan tulis sesuai dengan klasifikasi masalah.
Klasifikasi dilakukan sesuai dengan jenis dan kategori permasalahan yang
diungkapkan masyarakat. Kemudian dari kategori/klasifikasi masalah diurutkan atau
dikelompokkan terhadap masalah yang sejenis. Ini dimaksudkan untuk
mempermudah fasilitator dan masyarakat dalam menganalisis masalah dan mencari
solusi penyelesaian masalah
3. Analisis Masalah
Analisis masalah dilakukan secara terbuka, dimana keaktifan masyarakat dalam
menganalisis masalah tersebut lebih diutamakan. Analisis masalah diarahkan agar
33
masyarakat memahami masalah-masalah yang mereka hadapi. Pada tahapan ini,
dilakukan pemisahan atas masalah-masalah mana yang dapat dan menjadi
kewenangan masyarakat untuk diselesaikan dan masalah-masalah mana yang
menjadi kewenangan institusi desa/kelurahan atau pemerintah daerah. Masalah yang
dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, didiskusikan pada saat itu juga oleh
masyarakat.
4. Rumusan Masalah
Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penjaringan, klasifikasi, analisis,
dan rumusan. Proses analisis sendiri bermakna sebagai tindakan untuk menemukan
kaitan antara satu fakta dengan fakta yang lain. Apa yang dirumuskan haruslah
sederhana, jelas, dan konkriet. Agar rumusan masalah tersebut mencerminkan
kebutuhan dari masyarakat, maka harus melibatkan masyarakat dalam proses
tersebut.
5. Pemetaan Proses
Pemetaan proses adalah suatu metode untuk menyandingkan dan menempatkan
informasi tentang keberadaan, distribusi, akses dan penggunaan sumberdaya dalam
kerangka ekonomi dan budaya dari suatu kelompok masyarakat. Pemetaan
sumberdaya ini dapat dilakukan untuk memetakan: Sumberdaya dan ekosistem yang
menjadi basis ekonomi, isu dan permasalahan di wilayah perencanaan, sumberdaya
masyarakat dan kelembagaan yang berkembang, hak-hak dan pengelolaan
masyarakat, infrastruktur dan prasarana wilayah, area konflik (bila terjadi)
6. Pemetaan (Plot Spasial)
Metode untuk penyampaian kepentingan–kepentingan yang beragam (dan
berbenturan) diantara pemakai/pengguna sumber alam melalui batas atau zonasi
wilayah dengan memakai pemetaan partisipatif.
Sedangkan khusus untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan
seseorang yang pernah melakukan perjalanan wisata ke kawasan pulau Morotai, maka
jumlah responden yang diambil sebanyak 48 orang (Lampiran 1). Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara “ purposive sampling” yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu, memilih para responden yang telah melakukan perjalanan wisata
ke kawasan pulau Morotai (Sugiyono 2005).
34
3.4 Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan
lokasi dan kepentingan analisis untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Kerangka analisis data pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai
Selatan dan Morotai Selatan Barat disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Proses Analisis Data
35
3.4.1 Analisis Zonasi
Analisis zonasi bertujuan untuk melakukan konservasi sumberdaya pesisir dan
laut dalam mendukung kegiatan ekowisata, sebagai perwujudan UU No 27 tahun 2007
maka KP2K MS2B diwujudkan dalam bentuk zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan
zona penyangga. Penetapan zonasi KP2K MS2B dilakukan dengan penerapan kriteria
(Tabel 10) yang terdiri terdiri atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan
kelembagaan (Salm et al. 2000; Soselisa 2006). Kelompok kriteria ekologi yaitu
keanekaragaman hayati, kealamian, keunikan, kerentanan dan keterkaitan pulau.
Kelompok kriteria ekonomi yaitu spesies penting, kepentingan perikanan, bentuk
ancaman dan pariwisata. Kelompok kriteria sosial yaitu tingkat dukungan masyarakat
sekitar, rekreasi, budaya, estetika, konflik kepentingan, keamanan, aksessibilitas,
kepedulian dan kepentingan penelitian dan pendidikan. Kelompok kriteria kelembagaan
yaitu keberadaan lembaga sosial, dukungan infrastuktur sosial dan dukungan pemerintah.
Penentuan zonasi peruntukan KP2K MS2B menggunakan persentase total nilai
dari masing-masing pulau yang diperoleh dengan membandingkan penjumlahan nilai
kriteria pada masing-masing pulau dengan total nilai keseluruhan kriteria dikalikan 100%
(Salm dan Usher 1984 dalam Soselisa 2006). Kemudian dengan menggunakan teknik
interval kelas, zonasi peruntukan pulau dibagi atas tiga zona. Pertama zona inti (nilai
perhitungan >70%), kedua zona pemanfaatan terbatas (nilai perhitungan 60% - ≤70%),
dan ketiga zona penyangga (nilai perhitungan 50% - <60%).
Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis (SIG) Arc View, yaitu sistem informasi spasial menggunakan
komputer, manampilkan basis data yang mempunyai fungsi pokok menyimpan,
memperbaharui, menganalisis dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial.
Proses penyusunan zonasi gugusan pulau-pulau kecil dengan menggunakan SIG disajikan
pada Gambar 9
36
Gambar 9 Proses Penyusunan Zonasi di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Kecamatan Morotai Selatan Barat
KP2K MS2B
DATA PRIMER DATA SEKUNDER
PETA DASAR
KRITERIA • EKOLOGI • SOSIAL • EKONOMI • KELEMBAGAAN
BASIS DATA
SURVEI LAPANGAN
PLOTTING ZONASI
• KESESUAIAN LAHAN • KONDISI/PEMANFAATAN
SAAT INI
ANALISIS PENENTUAN ZONASI
PETA ZONASI KP2K MS2B
37
Tabel 10 Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B KRITERIA NILAI KRITERIA Tinggi = 3 Sedang = 2 Rendah = 1 I. EKOLOGI 1.1 Keanekaragaman hayati pulau I.1.1. Ekosistem Bila ada 4 ekosistem Bila ada 2-3 ekosistem Bila ada 1 ekosistem I.1.2. Life Form Karang Bila ada > 10 life form Bila ada 6-9 life form Bila ada < 5 life form I.1.3. Spesies Ikan Karang Bila ada > 120 jenis Bila ada 61-120 jenis Bila ada <61 jenis I.1.4. Spesies Rumput Laut Bila ada > 19 jenis Bila ada 10-19 jenis Bila ada <10 jenis I.1.5. Spesies Lamun Bila ada > 5 jenis Bila ada 4-5 jenis Bila ada 1-3 jenis I.1.6. Spesies Mangrove Bila ada > 5 jenis Bila ada 4-5 jenis Bila ada 1-3 jenis I.1.7. Taxa Bentos Bila ada > 7 taxa Bila ada 5-7 taxa Bila ada <5 taxa
1.2 Kealamian pulau I.2.1. % Penutupan Komunitas Karang Tutupan karang >75% Tutupan karang 51-75% Tutupan karang <51% I.2.2. Abrasi pantai Tidak terdapat abrasi pantai Abrasi pantai 25-50% Abrasi pantai >50%
1.3 Keunikan pulau - Sebagai habitat satwa (Burung atau Penyu) - Memiliki bentuk tubir terumbu karang 900 - Ada goa-goa, alur-alur dan lain-lain - Spesis langkah yang dilindungi
Ada semua komponen keunikan Ada 2-3 komponen Ada 1 komponen
1.4 Kerentanan pulau I.4.1. Status (berpenduduk atau tidak) Tidak berpenduduk Berpenduduk sementara Berpenduduk I.4.2. Tingkat keterbukaan terhadap laut
>50% sisi pulau berhadapan 25-50% sisi pulau berhadapan <25% sisi pulau berhadapan dengan laut terbuka dengan laut terbuka dengan laut terbuka
1.5 Keterkaitan Pulau >3 pulau dalam gugusan 2-3 pulau dalam gugusan pulau sendiri
Total Nilai I
II. EKONOMI
2.1 Spesies Penting - Terdapat ikan pelagis ekonomis penting - Terdapat ikan karang (kelompok target dan Hias), - terdapat echinodermata (teripang) - Terdapat krustasea ekonomis penting (Lobster dan Kepiting), - Terdapat rumput laut ekonomis penting
Memenuhi semua komponen 3-4 komponen 1-2 komponen
2.2 Kepentingan Perikanan
- Sebagai daerah penangkapan ikan pelagis, - Daerah penangkapan ikan karang, - Daerah penangkapan siput dan gurita, - Daerah penangkapan lobster. – Daerah penangkapan teripang, - Daerah perikanan budidaya. memenuhi semua kriteria 4-5 kriteria 1-3 kriteria
2.3 Bentuk Ancaman
- Penggunaan bom, sianida, - Jangkar perahu, - Tongkat pendorong perahu, - Tuba Memenuhi semua kriteria memenuhi 2-3 kriteria hanya 1 kriteria
2.4 Pariwisata
- Terdapat wisata bahari, - Terdapat wisata pantai, - Terdapat wisata sejarah Terdapat semua komponen 2 komponen terdapat satu komponen
Total Nilai II
38
Sambungan Tabel 10 Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B KRITERIA NILAI KRITERIA Tinggi = 3 Sedang = 2 Rendah = 1 III SOSIAL 3.1 Tingkat Dukungan Masyarakat
- Pemerintah desa,- Tokoh adat, - Tokoh agama, - Masyarakat. Terdapat dukungan semua komponen 2-3 komponen 1 komponen
3.2 Tempat Rekreasi
- Terdapat daratan pantai luas, - Perairan pantai tenang, - Perairan lautan yang tenang. Terdapat 3 komponen Terdapat 2 komponen Terdapat 1 komponen
3.3 Budaya
- Memiliki sejarah, - Memiliki nilai budaya dan seni, - Memiliki agama. Terdapat semua komponen Terdapat 2 komponen 1 Komponen
3.4 Estetika
- Bentuk pulau,- Keanekaragaman ekosistem tinggi, - Keanekaragaman habitat tinggi, - Keanekaragaman habitat tinggi, - Keanekaragaman jenis biota. Bila terdapat semua komponen Terdapat 2-3 komponen 1 komponen
3.5 Konflik Kepentingan
- Perorangan, - Warga masyarakat, - Masyarakat. Tidak terdapat semua komponen Ada 1 komponen Ada 2-3 komponen
3.6 Keamanan
- Aman sepanjang musim, - Aman pada musim barat dan timur Sepanjang musim Salah satu musim Tidak aman sepanjang musim
3.7 Aksessibilitas
- Berkaitan dengan ketersedian alat transpor laut. Tersedia alat transpor umum Alat transpor masyarakat Alat transpor sewa
3.8 Kepedulian
- Kegiatan pengawasan (monitoring), - Kegiatan pendidikan dan pelatihan. Peduli Acuh tak acuh Tidak peduli
3.9 Penelitian dan pendidikan
- Penelitian dan pendidikan oleh pemerintah, - Penelitian dan pendidikan oleh perguruan tinggi, - Penelitian dan pendidikan oleh LSM. Memenuhi semua kriteria Memenuhi 2 kriteria Memenuhi 1 kriteria
Total Nilai III IV Kelembagaan 4.1 Keberadaan lembaga sosial Ada >1 lembaga sosial Ada 1 lembaga sosial Tidak ada lembaga sosial 4.2 Dukungan infrastruktur sosial Ada >1 infrastuktur sosial Ada 1 infrastuktur sosial Tidak ada infrastuktur 4.3 Dukungan pemerintah Dukungan pemerintah pusat dan daerah Pusat atau daerah Tidak dukungan
Total Nilai IV Sumber : Modifikasi Salm et al., (2000); Soselisa (2006)
39
3.4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata KP2K MS2B
Peruntukan kesesuaian lahan ekowisata KP2K MS2K dilakukan di zona
perikanan berkelanjutan (pemanfaatan lansung) dan zona penyangga (pemanfaatan tidak
langsung), tehnik yang digunakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) sebagai
berikut:
Pertama, membuat matriks kesesuaian lahan ekowisata meliputi peruntukan
ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata selam, wisata
rekreasi dan wisata lamun. Matriks ini sangat penting, mengingat dari matriks tersebut
dapat diketahui parameter yang menjadi indikator kesesuaian melalui pembobotan dan
nilai pada setiap parameter yang menentukkan bobot terbesar, sedangkan kriteria (batas-
batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi.
Kedua, penghitungan nilai kesesuaian lahan ekowisata pulau-pulau kecil
ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot dan nilai.
Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Dalam penelitian ini kelas lahan
dibagi dalam tiga kelas yang didefinisikan sebagai berikut :
Kelas S1 : Sangat Sesuai
Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan
yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata
berpengaruh terhadap kegiatan atau hasil produksi.
Kelas S2 : Sesuai
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan
mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan dan meningkatkan
masukan yang diperlukan.
Kelas N : Tidak Sesuai
Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
Keempat, penghitungan nilai interval kelas dari masing-masing nilai kesesuaian
lahan ekowisata. Dengan cara ini, kelas kesesuaian lahan ekowisata untuk kategori
tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan
dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.2.
40
Kesesuaian lahan ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari
kategori wisata snorkling, wisata selam dan wisata lamun dianalisis dengan
menggunakan parameter dan kriteria dari BAKOSURTANAL (1996), Soselisa (2006),
dan Yulianda (2007). Parameter, pembobotan dan kriteria dari masing-masing kelas
kesesuaian lahan ekowisata disajikan pada Tabel 11, Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.
Tabel 11 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Kategori dan Nilai Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai Nilai
Kedalaman Perairan (m) Tipe pantai Substrat dasar perairan Kecepatan arus (m/det) Kemiringan Pantai (o) Kecerahan perairan (%) Biota berbahaya
5 5 5 4 4 3 3
0-3 Pasir putih. Pasir 0-0,2 <10 >80 Tidak ada
3 3 3 3 3 3 3
>3-8 Pasir putih, sedikit karang Karang berpasir >0,2 – 0,4 10-25 >35-80 Bulu babi
2 2 2 2 2 2 2
>8 Lumpur, berbatu, terjal Pasir berlumpur >0,4 >25 <35 Bulu babi, ikan Pari, Lepu, Hiu
1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007) Tabel 12 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling
Kategori dan Skor Parameter Bobot Sangat Sesuai
Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai Nilai
Kecerahan Perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (m/det Kedalaman terumbu karang (m)
5 5 4 4 3 3
100 >75 >12 >50 0-0,15 1-5
3 3 3 3 3 3
>40-99 30-75 6-12 20-50 0,15-0,40 >5-10
2 2 2 2 2 2
<40 <30 <6 <20 >0,40 >10 ; <1
1 1 1 1 1 1
Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)
41
Tabel 13 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam
Kategori dan Skor Parameter Bobot Sangat Sesuai
Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai
Nilai
Kecerahan Perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (m/det) Kedalaman terumbu karang (m)
5 5 4 4 3 3
>80 >75 >12 >50 0-0,15 6-15
3 3 3 3 3 3
>35-80 30-75 6-12 20-50 0,15-0,40 >15-25 ; 3-<6
2 2 2 2 2 2
<35 <30 <6 <20 >0,40 >25 ; <3
1 1 1 1 1 1
Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)
Tabel 14 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Kategori dan Skor Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai
Nilai
Tutupan Lamun (%) Kecerahan perairan (%) Jenis ikan Jenis lamun Jenis substrat Kecepatan arus (cm/det) Kedalaman lamun
5 4 4 4 3 3 3
>75 >75 >7 Cymodecea, Halodule, Halophila Pasir berkarang 0-15 1-3
3 3 3 3 3 3 3
>40– 75 37-75 3-7 Syringodium, Thalassoden- dron Pasir >15-50 >3-10
2 2 2 2 2 2 2
<40 <37 <3 Enhalus Pasir berlumpur >50 >10<1
1 1 1 1 1 1 1
Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)
3.4.3 Analisis Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil
Daya dukung didalam pariwisata didefinisikan sebagai maksimum jumlah turis
yang dapat ditoleransi tanpa menimbulkan dampak tidak dapat pulih dari ekosistem atau
lingkungan dan pada saat yang sama tidak mengurangi kepuasan kunjungan (Davis and
Tisdel 1995). Analisis daya dukung ekowisata ditujukan dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya pulau-pulau kecil secara lestari. Penilaian daya dukung ekowisata mengacu
pada metode yang diperkenalkan oleh Yulianda (2007). Daya dukung kawasan (DDK)
42
adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan
yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus :
DDK = K Wp
Wtx
Lt
Lp..............................................................................(3.2)
Keterangan :
DDK = Daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis
kegiatan yang dikembangkan (Tabel 15).
Tabel 15 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Areal Kegiatan (Lt) No Jenis Kegiatan Jumlah
Pengunjung (orang)
Unit Area (Lt)
Keterangan
1 2 3 4
Rekreasi pantai Selam Snorkling Wisata Lamun
1 2 1 1
50 m
2000 m2
500 m2
500 m2
1 orang setiap 50m panjang pantai Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m
Sumber: Yulianda 2007 3.4.4 Analisis Biaya Perjalanan
Analisis biaya perjalanan dihitung dengan pendekatan ”Metode Biaya Perjalanan”
(Travel cost method/ TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk
memperkirakan nilai ekonomi suatu kawasan wisata. Pendekatan TCM didasarkan pada
dua asumsi penting yaitu (Gringalunas and Congar 1995 dalam Adrianto 2006):
Asumsi 1 : Pengunjung menempuh perjalanan dengan satu tujuan yaitu mengunjungi
sebuah tempat, dalam konteks model ini kawasan pulau-pulau kecil.
Asumsi 2 : Pengunjung tidak mendapat manfaat tertentu selama perjalanan (misalnya
manfaat berupa kepuasaan menikmati pemandangan selama perjalanan), kecuali manfaat
ketika sampai di lokasi yang dituju (Kepuasaan terhadap panorama pasir putih, laut yang
bersih dan lain-lain. Apabila selama perjalanan pengunjung juga mendapatkan manfaat
43
selain yang dari lokasi, maka manfaat perjalanan dan lokasi dianggap manfaat bersama
TCM diperoleh melalui penjumlahan dari total biaya perjalanan dari rumah ke tempat
wisata.
Dengan menggunakan TCM, dapat diperkirakan fungsi umum sebuah perjalanan
wisata sebagai berikut : V = f (TC, S)..........................................................................(3.3)
Keterangan :
V = jumlah kunjungan
TC = biaya perjalanan pada suatu lokasi waktu
S = vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif.
Dalam penelitian ini persamaan biaya perjalanan dari lokasi asal ke lokasi tujuan
sebagai berikut :
V = f (TC,D,I , A).......................................................................................(3.4)
Keterangan :
V = jumlah kunjungan
TC = biaya perjalanan
D = jarak dari rumah ke lokasi
I = pendapatan pertahun.
A = umur.
Penentuan turunan permintaan kunjungan wisata diperoleh dengan melakukan
regresi persamaannya sebagai berikut :
Ln Vi = β0 + β1 ln TCi + β2 ln Di + ln β3 ln Ii + β4 ln Ai....................................(3.5)
Keterangan :
Vi = tingkat kunjungan
TCi = biaya perjalanan
Di = jarak dari rumah ke lokasi
Ii = pendapatan pertahun
Ai = umur.
Selanjutnya penghitungan surplus konsumen rata-rata individu dapat diperkirakan
dengan menggunakan persamaan, sebagai berikut :
CSi = -Vi / β1.................................................................................................(3.6)
44
Keterangan :
CSi = konsumen surplus individu
Vi = tingkat kunjungan individu
β1 = nilai regresi dari biaya perjalanan (TC)
Total manfaat nilai wisata dari suatu kawasan wisata diperoleh dari hasil
perkalian konsumen surplus rata-rata individu dengan jumlah pengunjung riil pada tahun
tertentu, persamaannya sebagai berikut :
TB = CSi x TV ...................................................................................................(3.7)
Keterangan :
TB = total manfaat lokasi wisata
CSi = konsumen surplus individu
TV = total kunjungan pertahun (diambil data sekunder).
3.4.5 Analisis Keberlanjutan Ekowisata
Keberlanjutan ekowisata KP2K MS2B dianalisis dengan pendekatan pemodelan
sistem. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum
pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual,
sedangkan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan
dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga
dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 2003).
Eriyatno (2003); Hartrisari (2007) menyatakan bahwa sebelum membangun suatu
model diperlukan tahapan-tahapan sistem yaitu: Analisis kebutuhan, formulasi masalah,
dan identifikasi sistem.
• Analisis Kebutuhan
Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan, dapat
melibatkan sejumlah pemangku kepentingan yang memiliki kebutuhan dan pandangan
berbeda terhadap pengelolaan KP2K MS2B. Jumlah pemangku kepentingan seperti pada
waktu diadakan FGD, sedangkan dari perguruan tinggi (3 responden). Pemangku
kepentingan yang terlibat terdiri dari :
• Pemerintah, yaitu lembaga lokal yang memegang kebijakan pembangunan pariwisata
• Masyarakat, yaitu masyarakat yang tinggal dan atau bekerja di wilayah KP2K MS2B
45
• Perguruan Tinggi, yaitu lembaga yang bertanggung jawab dalam penelitian dan
pelestarian lingkungan.
• Swasta, yaitu kelompok yang menanamkan modal/berinvestasi dalam pembangunan
pariwisata
• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki kepedulian terhadap pembangunan pariwisata.
Pendapat para pelaku tersebut didapatkan melalui bantuan wawancara waktu
diadakan FGD sedangkan kebutuhan pelaku yang terlibat dalam pengelolaan KP2K
MS2B untuk ekowisata berkelanjutan seperti pada (Tabel 16).
Tabel 16 Kebutuhan Pelaku yang Terlibat Dalam Pengelolaan KP2K MS2B untuk
Ekowisata Berkelanjutan Pemangku kepentingan) Kebutuhan Pemerintah Masyarakat Perguruan tinggi Swasta LSM
• Sumberdaya pulau-pulau kecil yang lestari • Menciptakan lapangan kerja baru • Terwujudnya kawasan pulau-pulau kecil yang integratif. • Tersedianya lapangan kerja • Pendapatan yang layak • Lingkungan yang lestari • Kawasan konservasi/lindung • Tersedianya lokasi/tempat penelitian dan pendidikan • Kualitas lingkungan terjaga • Tersedia lahan untuk berinvestasi • Keamanan terjamin • Perbaikan kualitas lingkungan • Terciptanya kerjasama antar LSM dalam mendorong
pengembangan masyarakat
• Formulasi Masalah
Formulasi permasalahan merupakan aktivitas merumuskan pemasalahan sistem
yang dikaji. Pada umumnya pengusahaan sumberdaya pesisir berhubungan dengan
beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan serta problematika
pengelolaan pesisir (Wong 1988). Secara umum akan sangat mempengaruhi keberadaan
sumberdaya masa kini dan masa akan datang. Atas dasar itulah disusun suatu pendekatan
46
desain sistem yang mendorong disusunnya penelitian ini dengan suatu perumusan
masalah seperti potensi sumberdaya pulau-pulau kecil yang belum optimal dan degradasi
sumberdaya. Beberapa faktor penyebab antara lain belum terinventarisir sumberdaya dan
belum adanya konsep pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata.
• Identifikasi Sistem
Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian
ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut, dari hubungan itu dapat
ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat
dibentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) pengelolaan KP2K MS2B untuk
pemanfaatan ekowisata berkelanjutan masing-masing pulau. Contoh diagram lingkar
sebab-akibat Pulau Dodola untuk wisata rekreasi disajikan pada (Gambar 10).
Diagram sebab akibat pada Gambar 10 di bawah ini menunjukkan bahwa upaya
perbaikan lingkungan ekologi Pulau Dodola saat ini dipengaruhi oleh total persentase
kriteria nilai ekologi dan persentase perbaikan lingkungan. Total persentase kriteria nilai
ekologi dipengaruhi oleh laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP), laju
pelestarian kealamian pulau (KAP), keunikan pulau (KUP), kerentanan pulau (KRP), dan
keterkaitan pulau (KTP).
Kelima parameter di atas yang paling berpengaruh adalah laju pelestarian KHP
dan laju pelestarian KAP sedangkan KUP, KRP dan KTP adalah tetap. Peningkatan laju
pelestarian KHP dan KAP akan meningkatkan total persentase kriteria nilai ekologi yang
akan meningkatkan upaya perbaikan lingkungan ekologi Dodola, sehingga akan
meningkatkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini, sebaliknya laju degradasi
lingkungan ekologi akan mempengaruhi degradasi lingkungan ekologi. Peningkataan laju
degradasi lingkungan ekologi akan menurunkan degradasi lingkungan ekologi,
sedangkan penurunan degradasi lingkungan ekologi akan meningkatkan kualitas
lingkungan ekologi Dodola saat ini, sebaliknya peningkatan degradasi lingkungan
ekologi akan menurunkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini.
Kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini secara tidak langsung akan
menambah jumlah wisatawan. Penambahan jumlah wisatawan ini akan mempengaruhi
jumlah wisatawan rekreasi, sebaliknya pengurangan jumlah wisatawan akan
47
mempengaruhi jumlah wisatawan rekreasi yang akan mempengaruhi pula pendapatan
wisata rekreasi Dodola.
Gambar 10 Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop) Pengelolaan KP2K MS2B Untuk Ekowisata Berkelanjutan
Selanjutnya pendapatan wisata rekreasi Dodola dipengaruhi oleh total manfaat
kawasan wisata pertahun, total manfaat kawasan pertahun dipengaruhi oleh jumlah
kunjungan wisata per tahun dan konsumen surplus, sedangkan konsumen surplus
dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisata per tahun dan koefisien biaya perjalanan.
Peningkatan pendapatan wisata rekreasi akan meningkatkan pula total manfaat bersih
48
kawasan wisata per tahun, sedangkan pendapatan wisata rekreasi ini akan dipakai
beberapa persennya sebagai biaya untuk perbaikan lingkungan ekologi, sehingga akan
mempengaruhi upaya perbaikan lingkungan Dodola. Keadaan tersebut di atas berlaku
yang sama pada tiap-tiap pulau dengan jenis wisata yang berbeda seperti Rao selatan,
Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan Galogalo.
• Pemodelan Sistem
Membangun model dilakukan menggunakan software Stella 9.0.2 dibuat model
dan mensimulasi faktor-faktor serta menduga kemungkinan di masa depan (Muhammadi
et al. 2001). Dalam pemodelan sistem yang dilakukan disini meliputi sub-sub model
sebagai berikut: a) Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil b)
Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil c) pendapatan ekowisata
pulau-pulau kecil.
- Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil
Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil dibangun
dengan pendekatan kriteria ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil (Salm et al. 2000;
Soselisa 2006). Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil menjelaskan
keberadaan parameter kriteria ekologi kawasan lindung seperti keragaman hayati pulau,
kealamian pulau, keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau, kemudian
untuk menilai kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil dalam
kategori baik, sedang dan buruk dihitung dengan model matematis secara umum
menggunakan persamaan sebagai berikut:
∑
∑
=
==n
i
n
i
WixN
WixNiKNKEKLP
1
1
max)(
)(2 …………………………………………..(3.8)
Keterangan: NKEKLP2K = Nilai Kriteria Ekologi Kawasan Lindung Pulau_Pulau Kecil n = Banyaknya sub parameter ekologi Wi = Bobot sub parameter ekologi pulau i Ni = Nilai sub paramater pulau i Nmax = Nilai maksimum sub parameter ekologi
49
Dengan ketentuan :
0,7 < NKEKLP2K ≤ 1,0 kondisi baik
0,4 < NKEKLP2K ≤ 0,7 kondisi sedang
0,0 ≤ NKEKLP2K ≤ 0.4 kondisi buruk
Persamaan (3,8) merupakan penentuan kualitas lingkungan ekologi, selanjutnya
menjadi acuan untuk upaya perbaikan lingkungan ekologi dan degradasi lingkungan
ekologi yang secara matematis sebagai berikut:
TPNKE = LPKHP+LPKAP+KUP+KRP+KTP.................................................(3.9)
Keterangan: TPNKE = Total persentase nilai kriteria ekologi LPKHP = Laju persentase keanekaragaman hayati pulau LPKAP = Laju persentase kealamian pulau KUP = Keunikan pulau KRP = Kerentanan pulau KTP = Keterkaitan pulau
Dengan demikian maka:
UPL = (PPL + TPNKE) x ( KLEP2K).........................................................(3.10) Keterangan: UPL = Upaya perbaikan lingkungan PPL = Persentase perbaikan lingkungan KLP2k = Kualitas lingkungan ekologi pulau-pulau kecil DLE = KLEP2K x LDLE x FJW..................................................................(3.11) Keterangan DLE = Degradasi lingkungan ekologi LDLE = Laju degradasi lingkungan ekologi FJW = Fraksi jumlah wisatawan
Empat persamaan di atas menjadi dasar sub model lingkungan ekologi kawasan
lindung pulau-pulau kecil yang dapat dianalisis dan disimulasikan menggunakan software
Stella 9.0.2.
- Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil
Daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil menjelaskan jumlah
maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan pulau-pulau kecil
yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia (Yulianda 2007). Sub model ini dibangun berdasarkan persamaan (3.2) yang
merupakan gambaran dari jumlah wisatawan kawasan ekowiata pantai kategori wisata
50
rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata selam dan wisata lamun,
selanjutnya jumlah wisatawan saat ini akan mempengaruhi pengurangan wisatawan.
Adapun formulasi matematisnya sebagai berikut:
PtW = JWW i x FPKL..................................................................................(3.12)
Keterangan: PtW = Penambahan wisatawan JWW i = Jumlah wisatawan wisata i FPKL = fraksi penambahan kualitas lingkungan PkW = JW Wi...............................................................................................(3.13) Keterangan:
PkW = Pengurangan wisatawan
Persamaan (3.2), (3,12) dan (3,13) menjadi dasar pembangunan model daya
dukung kaawasan ekowisata pulau-pulau kecil untuk selanjutnya dianalis dan
disimulasikan.
- Submodel pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau kecil
Model pendapatan wisata yang dibangun melalui pendekatan ”Metode Biaya
Perjalanan” (Travel cost method/ TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk
memperkirakan nilai rekreasi dari suatu kawasan wisata. Metode ini merupakan metode
pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai
pasar (Adrianto 2006).
Submodel ini dibangun berdasarkan persamaan (3.4), (3.5), (3.6) dan (3.7) yaitu
tingkat kunjungan wisatawan dan koefisien biaya perjalanan akan mempengaruhi
konsumen surplus, sedangkan konsumen surplus dan jumlah kunjungan wisatawan
pertahun akan mempengaruhi total manfaat kawasan wisata, sehingga model
matematisnya sebagai berikut
PdW i = TMKWT x PkW...............................................................................(3.13) Keterangan PdW i = Pendapatan wisatawan i TMKWT = Total manfaat kawasan wisata per tahun
Persamaan-persamaan tersebut di atas menjadi acuan dalam membangun model
pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau kecil untuk selanjutnya dianalsis dan
disimulasikan. Kemudian dari ke tiga submodel ini digabung menjadi suatu model
pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan.
51
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan
Kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan
Barat merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang teletak di bagian Selatan dan Selatan
Barat pulau Morotai, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan ini
terdiri dari 23 pulau-pulau kecil, 9 pulau dihuni dan, 14 pulau tidak dihuni oleh
masyarakat (Tabel 17 ).
Tabel 17 Nama dan Luas Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat Nama Pulau Luas (m2) Keterangan Rao Saminyamao Burung Kacuwawa Ngelengele Besar Ngelengele Kecil Loleba Besar Loleba Kecil Galogalo Besar Galogalo Kecil Pelo Dodola Besar Dodola Kecil Kolorai Kokoya Mitita Zumzum Jojoromu Kapakapa Lungulungu Ruberube Rukeruke Bobongone
61.287.196 522.291 48.972 88.059
1.516.703 152.006
1.237.070 421.241 362.300 218.309 49.128
948.283 121.653 188.705 106.947
380.297 674.228
5.858 9.987
540.803 441.495 258.930 72.860
Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk
Sumber: Data Primer (2006).
Secara administratif pemerintahan, pulau-pulau kecil ini masuk dalam dua
wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat. Kedua
kecamatan ini, pusat pemerintahan kecamatannya terletak di Pulau Morotai. Pusat
pemerintahan Kecamatan Morotai Selatan di Daruba, sedangkan Morotai Selatan Barat di
Wayabula. KP2K MS2B berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Selat
Morotai di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Barat.
52
4.2 Lingkungan BioFisik-Kimia Perairan
4.2.1 Batimetri Pulau-Pulau Kecil
Secara umum kondisi batimetri pulau-pulau kecil dikelilingi terumbu karang pada
sisi barat bagian selatan dari Pulau Morotai. Perairan ini terletak antara Tanjung
Wayabula di Selat Rao yang terjal (kedalaman 200 m berada pada jarak 990 m dari
pantai) ke selatan sampai tanjung Dehigila di ujung barat pulau Morotai yang sangat
terjal (kedalaman 200 m berada hanya 200 m dari garis pantai). Di sekitar perairan antara
gugusan pulau-pulau kecil dan terumbu karang ini dengan pulau Morotai, dasar perairan
relatif dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3-50 m. Batimetri antara gugusan
karang terluar ke laut lepas memperlihatkan garis kedalaman 200 m berada pada jarak
100 – 7.500 m.
Kondisi batimetri selat Rao pada bagian yang tersempit tergolong landai pada
bagian yang terdangkal, kedalaman bervariasi antara 5 – 42 m. Pada bagian ini terdapat
perairan yang dangkal yang menjorok dari pulau Rao tegak lurus ke tengah selat sejauh
1.500 m dengan kedalaman 8 – 9 m. Lebar selat Rao tersempit adalah sekitar 2.150 m,
sedangkan panjang selat Rao dengan kedalaman kurang dari 200 m hanya 4.000 m.
Sedangkan garis pantai di sebelah barat terutama yang terletak pada selat Rao dan
beberapa lokasi ke arah selatan yang mempunyai alur bebas ke laut tetapi terlindung dari
hantaman gelombang dari laut bebas mempunyai potensi untuk dikembangkan.
4.2.2 Arus
Secara umum kecepatan arus bervariasi antara 1,02 m/det – 1,28 m/det. Menurut
P20-LIPI (2006) bahwa perairan bagian barat pulau Morotai, pada lapisan termoklin di
bawahnya (50 – 200 m), arus bergerak ke arah utara – timur laut dan ke arah utara – barat
daya. Sedangkan pada lapisan homogen, arus lebih lemah dengan arah dominan ke utara-
timur laut. Dengan demikian, pada bagian barat perairan Pulau Morotai, pergerakan arus
umumnya ke utara – timur laut atau utara – barat pada lapisan permukaan hingga
kedalaman 600 m, dengan kecepatan yang lebih tinggi di lapisan atas (0,04 – 0,8 m/det)
dan lebih rendah di lapisan dalam (0,05 – 0,4 m/det). Kecepatan arus ini tergolong kuat
karena terletak pada selat sehingga cenderung menyebabkan aliran kuat.
53
Pada bagian selatan perairan pulau Morotai, arus dominan bergerak ke barat daya
dan ke barat daya – selatan – tenggara dengan kecepatan bervariasi antara 0,05 – 0,8
m/det pada lapisan permukaan. Pada lapisan termoklin dibawahnya, arah arus masih
sama yakni dominan ke barat daya dengan kecepatan yang cenderung sama dengan arus
dipermukaan dan arah barat daya – selatan – tenggara. Pada lapisan dalam (> 300 m),
arah arus masih cenderung ke barat daya dan di lapisan 800 – 100 m, arah arus tidak
teratur.
4.2.3 Pasang Surut
Hasil pengukuran pasang surut yang dicatat secara manual setiap jam dengan
menggunakan tiang pasut berskala yang ditempeli dengan selang plastik transparan dari
pukul 8.00 WIT (25 Juni 2006) sampai 8.00 WIT (26 Juni 2006) di Desa Daruba,
Kecamatan Morotai Selatan (2o2,9’ LU, 128o16,8’ BT) ditunjukkan pada Gambar 11.
Dari grafik pasang surut tersebut secara visual bahwa tipe pasang surut adalah pasang
campuran dominasi semi harian. Kisaran pasang surut dari 24 jam pengukuran tersebut
bervariasi antara 1,07 m – 1,36 m.
0
50
100
150
200
250
300
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (jam)
Ele
vasi
(cm
)
Gambar 11 Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran selama 24 Jam (25-26 Juni 2006) di Perairan Morotai.
54
4.2.4 Suhu dan Salinitas Perairan Laut
Hasil pengukuran lapang suhu perairan laut di lima lokasi pengamatan, diperoleh
kisaran antara 29,1 – 30,4 0C. Suhu perairan ini menggambarkan kondisi alamiah karena
perairan tersebut berada di daerah tropis. Perbedaan suhu di atas dikarenakan perbedaan
pada saat waktu pengukuran, bila tidak ada arus atau arus sangat lemah, suhu air laut di
pagi hari cenderung sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu air laut pada siang
hari. Hal ini karena pada siang hari, permukaan air laut akan mengalami sedikit
pemanasan oleh cahaya matahari.
Salinitas air laut di semua lokasi sama yaitu 35 %0. Nilai ini menggambarkan
nilai salinitas di perairan laut terbuka, karena jauh dari daratan, di titik-titik pengamatan
tidak ada pengaruh air tawar, dan perairan laut Pulau Morotai berada di bagian selatan
Samudera Pasifik dan pengambilan contoh air dilakukan pada musim kemarau (bulan Juli
2006). Pada musim hujan, perairan laut khususnya yang berdekatan dengan muara-
muara sungai, nilai salinitasnya sedikit menurun. Hal ini disebabkan masuknya air tawar
yang masuk dari sungai tersebut.
4.2.5 Kualitas Air Laut
Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air laut untuk wisata bahari
(Lampiran 2), sebagian besar parameter memenuhi kriteria sesuai dengan keputusan
Menteri Negara Lingkugan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut.
Hanya sebagian kecil saja enam parameter yang tidak memenuhi kriteria tersebut yaitu:
oksigen, sulfida, fenol, arsen, kadmium dan tembaga.
Pada stasiun 5 perairan Daruba (Pelabuhan), mengandung oksigen lebih kecil
daripada 5 mg/l (baku mutu air laut untuk wisata bahari adalah lebih besar daripada 5
mg/l). Hal ini karena di perairan tersebut merupakan tempat berlabuhnya berbagai jenis
kapal (kapal feri, speed, dan kapal nelayan), banyak sampah organik yang dibuang ke laut
oleh penduduk, dan perairannya dangkal sehingga terjadi proses dekomposisi secara
aerobik sampah organik tersebut. Oleh karena itu kandungan oksigen di perairan Daruba
sedikit lebih kecil dibandingkan dengan perairan perairan lainnya. Kandungan sulfida di
stasiun 1, stasiun 4, masing-masing sebesar 0,180 mg/l dan 0,370 mg/l lebih besar
daripada nilai baku mutunya yaitu 0,01 mg/l. Keadaan ini tidak terlalu dikhawatirkan
55
karena di perairan tersebut kandungan oksigennya besar yaitu lebih besar daripada 5
mg/l, sehingga diharapkan sulfida yang ada akan berubah bentuk menjadi sulfat yang
tidak berbahaya.
Kandungan fenol di stasiun 1 (0,009 mg/l) dan stasiun 5 (0,008 mg/l) lebih besar
dari nilai baku mutunya yaitu 0,002 mg/l. Fenol di perairan dapat berasal dari pelapukan
bahan-bahan organik yang telah berlangsung cukup lama, dan dapat berasal dari ceceran
Bahan Bakar Minyak (BBM).
Beberapa logam di beberapa stasiun yang nilainya telah melebihi nilai baku mutu
untuk biota laut adalah arsen, kadmium, dan tembaga. Logam-logam ini diperkirakan
kondisi geologis daerah setempat, karena ditemukan kandungan logam tembaga di sungai
yang juga melebihi baku mutu (Lihat Lampiran 3. Kualitas Air Sungai). Hal ini karena di
sekitar lokasi perairan Morotai tidak terdapat kegiatan yang berpotensi dapat
meningkatkan kandungan logam berat tersebut. Di perairan sekitar Pulau Morotai tidak
terlihat adanya kotoran dalam bentuk benda-benda terapung buangan kegiatan penduduk,
dan juga tidak terlihat adanya lapisan minyak. Secara umum, kualitas air laut di sekitar
Pulau Morotai memenuhi syarat untuk wisata bahari.
4.2.6 Kualitas Air Sumur
Secara umum, kualitas air sumur yang diamati semuanya memenuhi syarat
sebagai air baku air minum (Lampiran 3). Di Sumur 1, kandungan padatan terlarut
(TDS), sulfida, dan khlorida, masing-masing adalah 1.540 mg/l, 0,25 mg/l, dan 999 mg/l.
Nilai-nilai tersebut lebih besar daripada nilai baku mutu masing-masing menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 416 tahun1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air, sumur tersebut sedikit terpengaruh oleh air payau,
keadaan ini diperkuat oleh nilai kesadahan (218 mg CaCO3/l), dan sulfat (121 mg/l).
4.2.7 Kualitas Air Sungai
Dari empat sungai yang diambil contoh airnya, kandungan residu terlarut, BOD,
dan COD telah ada yang melebihi nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
No. 82 Tahun 2001 Kelas I dan Kelas II (Lampiran 4). Nilai residu terlarut di Stasiun 2
dan Stasiun 3 cukup tinggi. Hal ini karena titik pengambilan contoh berada dekat muara
56
sehingga terkena pengaruh air laut. Kandungan tembaga di semua sungai mempunyai
nilai (berkisar dari 0,11 – 0,17 mg/l) yang lebih besar daripada nilai baku mutunya yaitu
0,02 mg/l. Hal ini diduga karena kondisi geologis dari batuan yang ada.
Secara umum ke empat sungai yang diamati memenuhi syarat sebagai air baku air
minum dan untuk keperluan perikanan. Untuk waktu ke depan, air sungai tersebut dan
sungai sungai lainnya berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku air minum. Di
Pulau Morotai, banyak sungai kecil yang berair pada saat musim hujan saja, sedangkan
pada musim kemarau sungai tersebut kering.
4.2.8 Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil
Terumbu Karang
Hamparan terumbu karang di pulau Morotai terpusat pada pulau-pulau kecil di
sebelah barat pulau Morotai dan terumbu juga terdapat di pulau Morotai seperti
Wayabula, dan Mitita. Hampir semua pulau-pulau kecil terdapat terumbu karang. Kondisi
terumbu karang di perairan Pulau Morotai relatif baik. Tutupan karang keras berkisar
1,60 – 57,32 % dengan kategori rusak hingga baik (Tabel 18). Karang keras terdiri dari
karang keras Acropora dan Non-Acropora. Karang Non Acropora lebih dominan
ditemukan hampir di seluruh perairan pulau Morotai. Kondisi karang keras di Pulau
Burung paling buruk dengan persentasi tutupan 1,60 % karang keras non Acropora,
sedangkan karang keras yang paling baik ditemukan di Wayabula dengan tutupan 53,20
% karang keras non Acropora.
Tutupan komunitas karang di perairan Pulau Morotai berkisar 17,70 – 84,70 %
dengan kategori rusak hingga sangat baik (Tabel 19). Komunitas karang terburuk terdapat
di Pulau Burung, dan terbagus di Wayabula dan Mitita. Umumnya kerusakan karang
disebabkan kerusakan fisik (bekas pengeboman) dan diantaranya di beberapa tempat di
musim-musim tertentu seperti di Pulau Dodola dan Pulau Saminyamau mempunyai
partikel terlarut (terutama bahan organik) yang relatif tinggi yang dapat menghambat
penetrasi cahaya matahari. Hal ini juga ditandai dengan spesies indikator karang lunak
yang dapat lebih menyesuaikan dengan partikel terlarut. Wayabula dan Mitita yang
memiliki komunitas karang terbaik juga memiliki karang lunak yang relatif dominan di
57
perairan tersebut. Hal ini juga disebabkan kecepatan arus yang relatif lebih kuat
dibandingkan di daerah pulau-pulau kecil sehingga karang lunak dapat hidup lebih baik.
Tabel 18 Persentase Tutupan Karang (%) Tutupan
Lokasi HCA HCNA DC ALG Others Abiotik
Wayabula* 0,00 53,20 1,00 2,40 31,50 11,90 Dodola Besar* 2,80 7,40 12,60 5,20 13,00 59,00 Pulau Burung* 0,00 1,60 7,40 10,20 16,10 64,70 Posi-Posi Rao* 31,70 24,00 2,70 13,90 1,00 26,70 Saminyamao* 12,60 10,00 7,40 0,00 9,80 60,20 Mitita* 7,00 28,93 5,87 7,28 43,59 7,34 Loleba Kecil* 31,70 24,00 2,70 13,90 1,00 26,70 Loleba Besar** 4,00 53,32 6,00 14,64 7,94 14,10 Tanjung Tiley** 0,40 13,66 7,60 19,30 33,54 25,50 Ngelengele Besar** 9,98 20,48 6,9 18,2 11,08 34,36 Ngelengele Kecil** 10,56 17,82 5,5 7,5 38,16 20,46 Kolorai** 32,96 3,6 5,4 7,94 3,76 46,34 Galogalo** 4,22 28,14 9,9 36,58 15,86 5,30 Selat Rao** 18,26 9,36 5,9 18,38 30,5 17,6 Dodola Kecil** 1,40 28,72 10,02 36,96 18,60 4,30
Keterangan * = Data Primer terolah
** = Data Sekunder (Sumber PSL UNKHAIR 2005) HCA = Hard Coral Acropora HCNA = Hard Coral Non-Acropora DC = Dead Coral ALG = Algae
Tabel 19 Persentase Tutupan Karang dan Komunitas Karang
Lokasi % Tututupan Karang
Keterangan % Komunitas Karang
Keterangan
Wayabula 53,20* Baik 84,70* Sangat baik Dodola Besar 10,20* Rusak 23,20* Rusak Pulau Burung 1,60* Rusak 17,70* Rusak Posiposi Rao 55,70* Baik 56,70* Baik Saminyamau 22,60* Rusak 32,40* Sedang Mitita 35,93* Sedang 79,52* Sangat baik Loleba Kecil 55,70* Baik 56,70* Baik Loleba Besar 57,32** Baik 65,26** Baik Tj tiley 14,06** Rusak 47,60** Sedang Ngelengele Besar 30,46** Sedang 41,54** Sedang Ngelengele Kecil 28,38** Sedang 66,54** Baik Kolorai 36,56** Sedang 40,32** Sedang Galogalo 36,36** Sedang 43,20** Sedang Selat Rao 27,62** Sedang 58,12** Baik Dodola Kecil 30,12** Sedang 48,72** Sedang
Keterangan: * = Data primer terolah ** = Data sekunder (Sumber : PSL UNKHAIR 2005)
58
- 75 % - 100 % = sangat baik - 25% - 49,9% = sedang - 50 % - 74,9% = baik - 0,5% - 24,9% = rusak
Sumber : KEPMEN LH No 4 (2001) tentang Persentase Tutupan Karang
Ikan Karang
Ikan karang di ekosistem terumbu karang sekitar pulau-pulau kecil Kecamatan
Morotai Selatan, dan Morotai Barat dikelompokkan dalam tiga kategori : 1) spesies
indikator 2) spesies target, dan 3) spesies mayor. Secara umum kondisi ikan karang pada
masing-masing lokasi bervariasi, baik jumlah spesies, jumlah individu, dan populasi
dominan (Tabel 20).
Spesies Indikator
Spesies indikator merupakan jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat
dengan terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator
untuk mengetahui kondisi terumbu karang. Kelompok spesies indikator (Famili
Chaetodontidae) (Lampiran 20), merupakan contoh yang baik penghuni terumbu karang
primer yang tipikal, karena hidupnya selalu berasosiasi dengan terumbu karang, baik
sebagai habitat maupun sebagai tempat mencari makanan dan mungkin sebagian besar
sejarah hidupnya berlangsung disini (Reese 1989). Ketertarikan Chaetodontidae terha-
dap terumbu karang kuat sekali. Chaetodontidae pada umumnya bersifat omnivora.
Makanan kegemarannya adalah polip-polip karang.
Pada beberapa lokasi, seperti pulau Dodola Besar kondisi terumbu karangnya
sudah dalam kategori buruk/rusak (10,20 %), tetapi peluang bertumbuhnya ikan karang
khususnya spesies indikator masih dimungkinkan (Tabel 20). Salah satu faktor yang
mendukung adalah wilayah terumbu karang yang terhampar luas dan menyambung dari
pulau satu ke pulau lain, sehingga walaupun sifat dasar ikan-ikan ini ”territorial” tetapi
tempat perpidahannya masih lebar.
Spesies Target
Populasi ikan karang yang termasuk dalam kelompok spesies target (Lampiran
20), umumnya bernilai ekonomis penting untuk konsumsi/pangan, misalnya ikan kerapu,
beronang, kakap, biji nangka, dan lain-lain. Jenis-jenis ikan karang khususnya spesies
target yang dominan di perairan terumbu karang kepulauan Morotai yaitu, Caesio spp
59
dan Pterocaesio spp (Tabel 20) walaupun ada juga lokasi yang didominasi oleh ikan
karang genus Siganus spp, dan Acanthurus spp.
Hasil temuan ini memperlihatkan bahwa ikan-ikan karang ekonomis yang
umumnya ditemukan adalah kelompok pelagis karang, dimana sifat ikan-ikan ini tidak
menghabiskan seluruh waktunya di daerah terumbu karang. Selain itu, dibandingkan
dengan ikan karang jenis lainnya seperti Epinephelus spp, Plectorhinchus spp, Lutjanus
spp, Cephalopolis spp. Jenis Caesio spp maupun Pterocaesio spp, memiliki nilai
ekonomis yang lebih rendah. Artinya, potensi perikanan terumbu karang di kepulauan
Morotai semakin terancam.
Tabel 20 Kelompok Spesies, Jumlah Spesies, Jumlah Individu dan Populasi Dominan Ikan Karang yang Ditemukan Di Terumbu Karang Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat
Lokasi Kelompok Spesies
Jumlah Spesies
Jumlah Individu
Populasi Dominan
P. Rao Spesies Indikator 13 47 Chaetodon kleinii Spesies Target 60 727 Caesio teres Spesies Mayor 61 1482 Chromis analis P.Ngelengele Besar Spesies Indikator 9 36 Chaetodon Ideinii Spesies Target 47 371 Acanthurus tompsoni Spesies Mayor 46 604 Dascyllus auranus P.Ngelengele Kecil Spesies Indikator 11 59 Chaetodon kleinii Spesies Target 60 551 Acanthurus lineatus Spesies Mayor 48 986 Chromis analis P. Galogalo Besar Spesies Indikator 18 66 Chaetodon kleinii Spesies Target 73 1582 Pterocaesio tile Spesies Mayor 61 1419 Chromis analis P. Loleba Besar Spesies Indikator 11 41 Chaetodon kleinii Spesies Target 52 1100 Caesion cuning Spesies Mayor 52 1982 Chromis atripes P. Dodola Besar Spesies Indikator 7 32 Chaetodon kleinii Spesies Target 45 1024 Caesio teres Spesies Mayor 37 1682 Abudefduf vaigiiensis P. Kolorai Spesies Indikator 11 53 Chaetodon kleinii Spesies Target 41 806 Caesio teres Spesies Mayor 43 1470 Chromis atripes Tanjung Tiley Spesies Indikator 7 23 Chaetodon kleinii Spesies Target 34 407 Siganus vulpinus Spesies Mayor 34 675 Choromis analis
Sumber : PSL UNKHAIR 2005
Spesies Mayor
Kelompok spesies mayor (Lampiran 20) sering dijumpai melimpah di terumbu
karang, terutama populasi dari famili Pomacentridae, Labridae dan Serranidae untuk sub
famili Anthiinae. Selain memiliki nilai ekologis, kelompok ikan ini mempunyai nilai
60
ekonomis penting sebagai ikan hias dan sampai saat ini masih kurang diminati untuk
dikonsumsi karena mungkin dianggap masih berukuran kecil.
Dua genus yang paling banyak jumlah individunya yaitu Chromis sp, dan
Dascyllus sp. Kedua genus ini biasanya ditemukan dalam jumlah yang banyak dan
mengelompok untuk setiap genus.
Lamun
Sebaran lamun cukup luas hampir sama dengan sebaran terumbu karang,
meskipun tidak seluas hamparan karang. Jenis lamun yang ditemukan di perairan
Morotai antara lain: Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Halodule sp,
Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides dan Halophila sp. Persentase tutupan,
subsrat dan sebaran padang lamun di pesisir selatan Pulau Morotai dapat di lihat pada
(Lampiran 5).
Tutupan padang lamun di perairan selatan pulau Morotai berkisar antara 5-95%.
Bervariasinya pertumbuhan dan kelebatan padang lamun erat kaitannya dengan habitat
dimana lamun itu tumbuh. Wilayah perairan bagian selatan pulau Morotai yang
mempunyai ciri-ciri profil pantai yang curam, perairan berombak, tipe subsrat bervariasi
seperti pecahan karang, gravel dan pasir kasar, habitat semacam ini di perairan selatan
Pulau Morotai didominasi jenis Thalassia hemprichii, sedangkan jenis lainnya yang
tersebar secara sporadis seperti Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Halophila
ovalis. Jenis lamun seperti Enhalus acoroides, Syringodium isoetifoilium, Cymnodecea
rotundata mulai banyak ditemukan pada habitat yang sedikit ada lumpur, pasir halus
sampai kasar dan sedikit kerikir yang ditemukan di wilayah perairan Barat Pulau
Morotai.
Habitat ini dicirikan dengan pesisir pantai banyak dijumpai ekosistem mangrove,
sehingga jenis Enhalus acoroides mulai banyak ditemukan. Pesisir barat pulau Morotai
jenis-jenis seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Thalassia
hemprichii juga tersebar secara sporadis. Persentase tutupan relatif tinggi dapat
ditemukan di tanjung pulau Morotai sisi selatan dan barat. Pesisir barat pulau Morotai
yang dicirikan dengan profil pantai relatif landai. Banyak pulau-pulau kecil sangat
berfungsi sebagai penahan gelombang dan substrat pada umumnya berupa Lumpur, pasir
61
halus sampai pasir kasar dan kerikil sehingga frekuensi jenis Enhalus acoroides lebih
banyak ditemukan di pesisir pantai sisi barat pulau Morotai.
4.3 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kependudukan
Jumlah penduduk kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat secara
keseluruhan pada tahun 2005 adalah 30.163 jiwa yang tersebar di 17 desa Kecamatan
Morotai Selatan (Tabel 21), 13 desa pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai
Selatan Barat. Kecamatan Morotai Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19.930
jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 10.126 jiwa lebih banyak daripada perempuan
9.804 jiwa.
Tabel 21 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Morotai Selatan Jenis Kelamin
Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah
Keluarga Juanga 242 236 478 82 Pandanga 332 376 708 149 Kolorai 198 196 394 65 Daruba 2.078 1.980 4.058 451 Gotalamo 896 1.002 1.898 283 Darame 300 282 582 110 Wamama 371 363 734 205 Totodoku 740 734 1.474 227 Momojiu 131 120 251 47 Sabatai Baru 250 240 490 89 Sabatai Lama 458 275 733 171 Daeo 894 886 1.780 253 Sambiki 795 711 1.506 311 Sangowo 1.014 1.021 2.035 433 Dehegila 745 715 1.460 316 Pilowo 429 428 857 104 Galogalo 253 239 492 88 Jumlah 10.126 9.804 19.930 3.384
Sumber : Kantor Camat Morotai Selatan 2005
Dibandingkan dengan jumlah penduduk kecamatan Morotai Selatan, kecamatan
Morotai Selatan Barat lebih sedikit penduduknya sebanyak 10.336 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki 5.393 jiwa dan penduduk perempuan 10.336 jiwa (Tabel 22), hal ini
disebabkan jumlah desanya lebih sedikit dan tersebar di beberapa pulau-pulau kecil.
62
Tabel 22 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Morotai Selatan Barat
Jenis Kelamin Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah Keluarga
Wayabula 498 445 943 201 Ngelengele Kecil 282 240 522 102 Waringin 237 212 449 112 Aru Irian 107 101 208 50 Cocomare 165 164 329 82 Tilei 879 824 1703 393 Tutuhu 384 338 722 155 Ciogerong 580 564 1144 255 Aru Burung 289 264 553 121 Laomadoro 435 402 837 195 Leoleo 795 718 1513 368 Posiposi 498 449 947 262 Saminyamo 244 222 466 103 Jumlah 5.393 4.943 10.336 2.399
Sumber: Kecamatan Morotai Selatan Barat dalam Angka Tahun 2005
Mata pencaharian penduduk kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan
Barat sebagian besar sebagai petani (lebih dari 70 %), sedangkan mata pencaharian
lainnya adalah pedagang, Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri.
Di Kecamatan Morotai Selatan, sebagian besar penduduknya memiliki mata
pencaharian dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2.479 KK atau 73,26 %. Sementara
kepala kelaurga yang memiliki mata pencaharian dari sektor jasa berjumlah 501 KK atau
14,80% (Tabel 22). Sama halnya dengan Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan
Morotai Selatan Barat juga penduduknya sebagian besar mata pencahariannya yang
paling dominan adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2162 KK atau 89,09 %.
Sektor lainnya hanya sebanyak 165 KK (6,8%) yang memiliki mata pencaharian dari
sektor jasa dan 100 KK (4,21%) dari sektor perdagangan. Sementara untuk sektor
pertambangan/penggalian, dan lainnya, tidak satu KK pun yang menjadikannya sebagai
sumber mata pencaharian.
Sama halnya dengan kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Selatan
Barat juga penduduknya sebagian besar mata pencahariannya yang paling dominan
adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2162 KK atau 89,09 %. Sementara sektor
lainnya hanya sebanyak 165 KK (6,8 %) yang memiliki mata pencaharian dari sektor jasa
dan 100 KK (4,21 %) dari sektor perdagangan (Tabel 23).
63
Sementara untuk sektor pertambangan/penggalian, dan lainnya, tidak satu KK pun
yang menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian (Tabel 24)
Tabel 23 Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Morotai Selatan Mata Pencaharian Desa
Pertanian Pertambangan/ Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan Jasa
Juanga 19 - 15 6 22 Pandanga 119 - 8 7 15 Kolorai 40 - 7 1 17 Daruba 137 - 5 190 119 Gotalamo 206 - 1 17 59 Darame 68 - - 2 40 Wamama 143 - 2 21 39 Totodoku 193 - 5 8 21 Momojiu 33 - - 2 12 Sabatai Baru 75 - - 3 11 Sabatai Lama 152 - 2 5 12 Daeo 233 - 2 5 13 Sambiki 278 - 6 12 15 Sangowo 348 - 7 24 54 Dehegila 278 - 16 1 21 Pilowo 84 - 7 1 12 Galogalo 53 - 15 1 19 Jumlah 2479 - 98 306 501
Sumber : Kantor Camat Morotai Selatan 2005
Tabel 24 Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Morotai Selatan Barat Mata Pencaharian
Desa Pertanian Pertambangan/ Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan Jasa
Wayabula 157 - - 10 20 Ngelengele Kecil 90 - - 4 12 Waringin 117 - - 3 8 Aru Irian 38 - - - 6 Cocomare 72 - - 1 6 Tilei 349 - - 10 15 Tutuhu 128 - - 8 7 Ciogerong 229 - - 5 8 Aru Burung 105 - - 4 2 Laomadoro 161 - - 7 7 Leoleo 338 - - 8 7 Posiposi 279 - - 25 54 Saminyamo 99 - - 1 5 Jumlah 2162 - - 100 165
Sumber: Kecamatan Morotai Selatan Barat dalam Angka Tahun 2005
64
Di samping kelompok-kelompok etnik setempat, kelompok-kelompok etnik lain
yang berasal dari luar Maluku Utara seperti Sulawesi (Selatan, Tenggara, Tengah,
Utara) Jawa, Sumatera, Cina Ambon dan lain-lain datang dan menetap. Diantara
mereka ada yang kawin dengan penduduk asli setempat dan ada yang tinggal
sementara waktu karena mencari nafkah. Demikian pula dengan penganut agama lain
yang disamping Islam dan Kristen, seperti Konghucu, Hindu dan Budha meskipun dalam
jumlah yang kecil. Mereka ini hidup berdampingan dan kadangkala ada pula yang
membaur dengan suku maupun penganut agama lainnya.
Diakui bahwa dengan potensi hasil rempah-rempah di daerah ini, maka bahasa
memegang peran penting dalam perdagangan pada abad-abad lampau, namun bersamaan
dengan itu pula terjadi infiltrasi kebudayaan dari luar yang kuat terutama pengaruh
bahasa Melayu sehingga secara keseluruhan masyarakat yang ada di Maluku Utara
umumnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utama sementara bahasa daerah
digunakan manakala lawan bicara memiliki suku yang sama atau paling tidak memahami
bahasa daerah digunakan pada lingkungan suku bangsa yang sama atau pada mereka
yang mengetahui bahasa tersebut.
4.3.2 Sarana Sosial
Pada umumnya sarana publik dan pendukung kehidupan serta perekonomian
warga yang ditemukan di pulau-pulau terpencil masih tergolong minim. Di Kecamatan
Morotai Selatan jalan penghubung antar desa berupa jalan beraspal dan di Kecamatan
Morotai Selatan Barat, jalan penghubung antar desa berupa jalan desa yang tidak
beraspal.
Demikian pula dengan kondisi aliran listrik (PLN) masih bersifat temporer yang
menyala sekitar 12.00 jam per hari, yaitu mulai 18.00 – 06.00WIT. untuk kecamatan
Morotai Selatan Barat , pemanfaatan listrik (PLN) sebanyak 172 kepala keluarga dan non
PLN sebanyak 360 kepala keluarga. Sedangkan di Kecamatan Morotai Selatan pengguna
PLN sebanyak 1.833 kepala keluarga dan yang non PLN sebanyak 39 kepala keluarga.
Pelanggan telepon kabel tidak ditemukan di Kecamatan Morotai Selatan sedangkan di
Kecamatan Morotai Selatan Barat 250 kepala keluarga. Untuk air minum dan air mandi
seluruh desa mengunakan air tanah (sumur).
65
Sarana pendidikan sudah tergolong cukup baik, ketersedian lembaga pendidikan
dasar hingga menengah, SD hingga SMU. Jumlah sekolah negeri yang terdapat dalam
kecamatan Morotai Selatan Barat SD berjumlah 13, SLTP sebanyak 1, SMU sebanyak 1.
Jumlah sekolah swasta yang ada di Kecamatan Morotai Selatan Barat SD sebanyak 5 dan
SLTP sebanyak 1. Sarana pendidikan sudah tergolong cukup baik, ketersedian lembaga
pendidikan dasar hingga menengah, SD hingga SMU. Jumlah sekolah negeri yang
terdapat dalam Kecamatan Moroai Selatan SD berjumlah 17, SLTP sebanyak 3, SMU
sebanyak1. Jumlah sekolah swasta yang ada di Kecamatan Morotai Selatan SD sebanyak
3, SLTP sebanyak 2, dan SMU sebanyak 3.
Sarana pendukung publik lainnya mulai dari puskesmas dan tenaga medisnya,
transportasi laut dan darat, pos dan telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan masing-
masing hanya terdapat di ibukota kecamatan dan kondisinya yang kurang dirawat.
4.3.3 Perekonomian Rakyat
Selain sektor perikanan dan kelautan, kehutanan dan pariwisata, terdapat juga
potensi besi putih yang merupakan industri kerajinan tangan masyarakat setempat.
Sektor informal ini berkembang cukup pesat di masyarakat, dan umumnya sebagai salah
satu cinderamata khas Morotai. Daerah pemasaran hasil kerajinan besi putih selain
dipasarkan di Kota Ternate, juga telah meluas sampai ke Menado (Sulawesi Utara).
Salah satu produksi perikanan yang cukup prospektif serta memiliki keunggulan
kualitasnya adalah ikan asin (ikan garam) yang dihasilkan masyarakat Morotai sebagai
tambahan mata pencaharian penduduk yang umumnya berdomisili di daerah-daerah
pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.
Potensi perairan Morotai yang lain adalah jenis terumbu karang, ikan hias dan
konsumsi yang beragam jenisnya serta rumput laut maupun keindahan taman lautnya.
Hal tersebut turut memberikan peluang usaha dalam pengembangan budidaya laut seperti
rumput laut maupun peningkatan pendapatan dan sektor pariwisata.
Sektor pariwisata yang ada di Pulau Morotai beragam dan variatif seperti wisata
peninggalan sejarah, wisata pantai maupun keindahan taman bawah laut yang sangat
menawan. Potensi pariwisata Morotai yang belum dikembangkan sebagai obyek wisata
yang menarik dan mendatangkan devisa antara lain : Telaga Kaca, Pulau Zumzum (bekas
66
kediaman Jenderal Mc Arthur), pulau Galogalo, Panser serta Bunker bekas peninggalan
PD II, Taman laut Dodola, Ngelengele dan lain-lain.
4.3.4 Sosial Budaya
Mayoritas mata pencaharian penduduk pulau Morotai adalah petani dan nelayan
(sebagian besar permukim di pesisir dan pulau-pulau kecil). Tidak mempunyai penduduk
asli, pendatang dari pulau Halmahera sebagian besar suku Tobelo dan Galela.
Karakteristik budaya masyarakat adalah perpaduan budaya Halmahera secara umum dan
lebih khusus budaya dan adat Tobelo – Galela. Budaya yang sampai saat ini masih
berkembang di masyarakat Pulau Morotai adalah gotong royong.
Jenis tarian yaitu: Tide-Tide, Cakalele, Denge-denge, Bobaso, Salumbe,
Tokuwela, Yangere, Tari Kabata Talaga Lina, Togal. Sedangkan jenis musik tradisional
meliputi Musik Bambu Tiup, Gala, Musik Bambu Hitadi, Musik Jangere, Upacara Adat
Hibua Lamo, Adat Perkawinan, Sejarah Tona Malangi (tersebar di tiga Kecamatan di
Pulau Morotai).
Tarian Tide-tide
Tarian Tide-tide adalah merupakan salah satu tarian khas pulau Morotai,
Halmahera Utara. Tarian ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat
malam syukuran anak atau pada pesta perkawinan secara adat dan juga pada saat acara
pesta rakyat serta dipertunjukan untuk menyambut tamu. Selain itu tarian ini dapat
disuguhkan pada saat ke tide-tide dapat disebut dengan tarian pergaulan karena pada
gerakan-gerakan tertentu memberikan makna yang sangat berarti. Untuk itu para penari
sangat berhati-hati dalam gerakannya. Salah satu contoh para penari laki yang
berhadapan dengan seorang gadis maka pada gerakan tangan yang diangkat keduanya
dapat memberikan makna sangat berarti, disini bisa terjadi ikatan antara seorang pria dan
seorang wanita sampai pada tingkat perkawinan atau keduanya memahami isyarat pada
gerakan-gerakannya itu. Tarian ini ditarikan oleh sekelompok orang baik laki-laki
maupun perempuan yang diikuti oleh tiga kelompok tingkatan usia yaitu –Tingkat anak-
anak, remaja dan dewasa sementara alat yang digunakan pada acara tersebut adalah tifa –
gong dan biola para pemusik berjumlah 6 orang baik laki-laki maupun perempuan
67
sedangkan para penari minimal berjumlah 12 orang masing-masing 6 laki-laki dan 6
perempuan.
Tarian Cakalele
Tarian cakalele adalah salah satu tarian ciri khas pulau Morotai Halmahera Utara.
Tarian ini disebut sebagai tarian perang dan juga sebagai tarian adat. Tarian cakalele
juga dapat dilakukan pada acara-acara tertentu. Misalnya acara penjemputan tamu secara
adat, acara perkawinan secara adat atau pada acara pentas budaya. Tarian cakalele dapat
dilakukan sekelompok orang atau dua orang laki-laki dan perempuan. Para penari laki-
laki biasanya menggunakan alat tari yang disebut parang dan salawaku, sedangkan
perempuan menggunakan lenso tangan (saputangan) atau tangan kosong. Tarian ini
biasanya seorang perempuan menari sambil berputar mengelilingi laki-laki yang disebut
Basisi. Sementara para pemusik yang mengiringi cakalele berjumlah 4 oang dengan alat
yang digunakan adalah gong dan tifa dilengkapi dengan alat pemukul yang dibuat dari
kayu.
Tarian Denge-denge
Denge-denge adalah salah satu tarian pergaulan khas Pulau Morotai Halmahera
Utara yang biasanya dilakukan oleh sekelompok baik orang laki-laki maupun perempuan
ini diiringi dengan nyanyian-nyanyian yang sangat unik karena lantaran lagu memiliki
makna yang sangat filosofis, dengan berbalas pantun baik laki maupun perempuan.
Tarian ini memiliki gerakan yang sangat halus para penari sangat hati-hati dengan
memaknai pukulan musik yang dimainkan oleh pemusik. Tarian ini tidak dapat
dielaborasikan dengan tarian lain karena bila terjadi elaborasi tarian maka akan terjadi
perubahan makna. Lagu denge denge yang berbalas pantun dapat menyuarakan syair
bahasa cinta dan bahasa dan masa depan sehingga ada makna tertentu pada saat beralas
pantun diakhiri dengan sebuah kesepakatan bila para pelantun itu seorang pemuda dan
seorang gadis maka diakhiri dengan sebuah perkawinan. Denge denge ini hanya terdapat
pada suku Galela, Tobelo dan Loloda (hampir punah).
68
Tarian Bobaso
Bobaso adalah salah satu tarian pergaulan yang merupakan sebuah perpaduan
tarian antara tide-tide dan denge-denge sehingga menghasilkan bobaso dengan memiliki
keunikan-keunikan dalam tarian ini. Tarian ini sangat lamban dan halus. Bobaso juga
melantunkan syair-syair yang memberikan isyarat-isyarat dalam bahasa cinta dan masa
depan dari suara dan makna kalimat menimbulkan sebuah kesepakatan dan juga terjadi
penolakan bila tidak memenuhi persyaratan yang dilantunkan oleh seorang perempuan.
Tarian ini hanya terdapat pada suku Tobelo, Galela dan Loloda.
Tarian Salumbe
Tarian salumbe adalah salah satu tarian pergaulan yang hampir punah merupakan
tarian tradisional dengan cara berbalas sair dari daerah Galela, Tobelo dan Loloda yang
sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Halmahera Utara khususnya
masyarakat Morotai Utara. Tarian ini terdiri atas delapan orang laki dan perempuan
diiringi dengan alat tifa, gong dan biola.
Tokuwela
Tokuwela adalah salah satu pertunjukan tadisional berbalas pantun yang
membutuhkan personil lebih dari 20 orang yang diiringi dengan lagu Tokuwela laki-laki
dan perempuan. Tokuwela mempunyai dua pengertian yaitu : Toku memberikan
pengertian berjalan disebuah ketinggian yang memiliki jarak contoh seorang anak kecil
yang berjalan diatas tangan yang saling berpegangan antara laki dan perempuan. Wela
adalah para pemain tali dengan menyanyikan lagu-lagu tokowela. Karena seorang anak
kecil akan berjalan diatas tangan. Acara ini dapat dilakuan oleh suku Galela, Tobelo, dan
Loloda pada acara- acara tertentu (hampir punah).
Yangere
Yangere adalah salah satu musik tradisional pulau Morotai Halmahera Utara.
Musik ini dimainkan oleh sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan dengan
menggunakan gitar tradisional dari kayu dan berbentuk empat persegi. Musik ini sangat
69
unik bila dibandingkan dengan alat yang digunakan para pemusik tradisional lainnya
(Disbudpar Halut 2006).
Kerajinan
Kerajinan merupakan suatu hasil karya secara tradisional masyarakat Morotai.
Kerajinan masyarakat Morotai yang sangat terkenal adalah besi putih (hanya ada di
Daruba Kecamatan Morotai Selatan), kerajinan ini sudah di pasarkan baik secara lokal
maupun di luar pulau Morotai. Selain itu juga terdapat alat-alat perlengkapan dapur dan
berkebun seperti parang, tikar saloi susiru, susaji dan lain-lain yang hampir terdapat di
seluruh Kecamatan Morotai.
70
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Zonasi Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat
Wilayah kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai
Selatan Barat memiliki potensi sumberdaya. Berdasarkan hasil penghitungan persentase
nilai total untuk menentukan zonasi kawasan pulau-pulau kecil melalui penerapan kriteria
ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Lampiran 6), sistem zonasi KP2K MS2B,
mengelompok pulau-pulau berdasarkan karakteristik sumberdaya dan sistem ekologi
sesuai sistem gugusan pulau. Pulau yang memiliki nilai tertinggi akan memiliki tingkat
pengelolaan yang tinggi pula (beragam). Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam
zona inti karena memiliki nilai >70%, Pulau Dodola, Rao Selatan, Galogalo dan
Ngelengele masuk dalam zona pemanfaatan terbatas memiliki nilai 60%- ≤70%, dan
Pulau Zumzum dan sekitarnya dan Pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona
penyangga nilainya 50% - < 60% (Tabel 25).
Tabel 25 Nilai Persentase Kriteria Pengelolaan KP2K MS2B Lokasi Pulau Nilai Total (%) Tipe Zona Rao Utara Rao Selatan Ngelengele Galogalo Dodola Zumzum dan sekitarnya Ruberube dan sekitarnya Mitita
72,41 64,37 68,97 62,07 68,97 58,62 58,62 72,41
Inti Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Penyangga Penyangga Inti
Sumber Hasil Analisis
Selanjutnya dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS) sistem zonasi
yang terbentuk sesuai dengan pengembangan ekowisata dalam kawasan konservasi
pulau-pulau kecil terdiri dari tiga zona yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan
zona penyangga (Gambar 12).
71
Gambar 12 Peta Kawasan Lindung KP2K MS2B
72
Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam zona inti karena memiliki nilai
72,41%, Zona ini mempunyai luas 1.660 ha yang terdiri dari Pulau Rao bagian utara
dengan luas perairan 1.430 ha, pulau Mitita mempunyai luas 230 ha dengan luas perairan
192 ha, luas daratannya 38 ha (Tabel 26).
Pulau Rao bagian utara yang mempunyai topografi berbukit memiliki pantai
berpasir, mangrove, dan pantai berbatu dan terdapat sarang burung Walet (Lampiran 21).
Daerah ini mempunyai terumbu karang yang relatif masih bagus, pantai yang relatif
alami, pemandangan yang indah, mempunyai habitat alami bagi biota laut. Namun
demikian arus dan gelombang cukup kuat di daerah ini karena pulau Rao terletak terbuka
menghadap laut lepas.
Pulau Mitita yang terletak di selatan Pulau Morotai mempunyai kondisi
lingkungan laut yang hampir sama dengan Pulau Rao bagian utara. Pulau Mitita
mempunyai potensi terumbu karang yang baik (Lampiran 21), pemandangan yang indah,
pantai pasir putih, dan habitat penyu. Pantainya agak landai dan mempunyai flat
hamparan karang yang cukup lebar. Hal yang sama dilakukan di gugusan Pulau-Pulau
Kecil Padaido, Kabupaten Biak Papua, Gugusan Pulau Padaido Bawah. Pulau-pulau
kecil ini memiliki hutan dan semak yang masih asli, dan merupakan habitat dari berbagai
jenis burung dan kelelawar, pantai pulang berkarang batu dan pada bagian yang
terlindung berpantai pasir, kawasan ini masuk dalam zona inti (Soselisa 2006).
Zona inti kawasan lindung pulau-pulau kecil Morotai mempunyai fungsi lindung
dan diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil, penelitian dan pendidikan (UU RI No 27 2007). Beberapa ketentuan
yang harus diterapkan pada zona inti agar fungsinya dapat dipertahankan adalah
ketentuan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Hal-hal yang diperbolehkan
dilakukan dalam zona inti adalah pengamatan biota laut tanpa menyentuh atau
mengambilnya yang dapat mengganggu kehidupan biota, dan kegiatan-kegiatan untuk
kepentingan penelitian dan pendidikan, terutama penelitian yang memberikan kontribusi
terhadap kelestarian sumberdaya alam.
Hal-hal yang tidak diperbolehkan antara lain: Mengambil biota baik yang hidup
maupun mati, melakukan perusakan pada ekosistem terumbu karang seperti dengan
mematahkan, mengebom, meracun, dan mencemari karang, melakukan perusakan pada
73
ekosistem lamun seperti dengan mencabut, memotong, dan mencemari lamun, melakukan
perusakan pada ekosistem mangrove seperti menebang pohon, mematahkan ranting,
mencabut anakan mangrove, mencemari lingkungan mangrove, membuang sampah,
limbah cair/padat atau benda apapun di dalam zona inti, dan melakukan pembangunan
fisik kecuali pos jaga atau pengawas dan menara.
Rao Selatan, gugus Ngelengele dan gugus Galogalo dan gugus Dodola masuk
dalam zona pemanfaatan terbatas (Gambar 12) karena memiliki nilai masing-masing
64,37%, 68,97%, 62,07 dan 68,97% dengan luas total 12.412 ha (Tabel 26). Zona
pemanfaatan terbatas merupakan kawasan pulau dan pesisir perairan yang karena kondisi
ekologi, ekonomi dan sosial difungsikan sebagai kawasan pemanfaatan terbatas. Bentuk
pemanfaatan hendaknya mempertimbangkan keseimbangan alam, tidak melebihi daya
dukung kawasan, sehingga kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan dalam kawasan
ini akan dibatasi.
Kawasan ini daratan pantainya berpasir putih yang ditumbuhi vegetasi pantai dan
beberapa pohon kelapa serta dihuni oleh penduduk, dengan hamparan rataan terumbu
berpasir yang luas dan ditumbuhi sekelompok kecil padang lamun, serta lebih terbuka
untuk pemanfaatan tetapi tetap dikontrol. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara
tradisional dan beberapa bentuk pemanfaatan wisata masih dapat diizinkan. Dalam
pengembangannya, aspek ekologi, ekonomi dan sosial pulau mendapat perhatian yang
berimbang, sesuai daya dukung lingkungan.
Zona pemanfaatan terbatas dikelola untuk memanfaatkan sumber daya pulau-
pulau kecil dan lingkungannya melalui kegiatan perikanan budidaya, ekowisata dan
perikanan tradisional (UU RI No 27 2007). Pola pemanfaatan di zona ini adalah
pemanfaatan lestari yang mengutamakan pemanfaatan terbatas diperuntukan bagi
perlindungan habitat dan populasi sumber daya ikan, penangkapan ikan dengan alat dan
cara yang ramah lingkungan, budi daya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi,
penelitian dan pengembangan, dan pendidikan (PERMEN KP No 17 2008). Dengan
demikian kegiatan pemanfaatan harus memperhatikan batas daya dukung kawasan
sehingga pertumbuhan populasi dan keseimbangan alam dapat dipertahankan.
Hal-hal yang diperbolehkan dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas antara
lain: Penangkapan ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, tangkapan yang
74
lestari, budidaya rumput laut, keramba jaring apung, mutiara, dan budidaya lainnya
dengan teknologi yang ramah lingkungan, serta memperhatikan daya dukung lingkungan,
kegiatan wisata dan rekreasi yang ramah lingkungan dengan konsep pemanfaatan
ekowisata, kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, terutama
penelitian yang memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan lestari.
Hal-hal yang tidak diperbolehkan dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas
antara lain: Melakukan tangkap lebih, dan penangkapan ikan-ikan berukuran belum
dewasa, mengambil biota laut yang dilindungi, melakukan perusakan pada ekosistem
terumbu karang seperti dengan mematahkan, mengebom, meracun, dan mencemari
karang, melakukan perusakan pada ekosistem lamun seperti dengan mencabut,
memotong, dan mencemari lamun, melakukan perusakan pada ekosistem mangrove
seperti menebang pohon, mematahkan ranting, mencabut anakan mangrove, mencemari
lingkungan mangrove, membuang sampah, limbah cair/padat atau benda apapun di dalam
kawasan yang menyebabkan penurunan daya dukung kawasan, dan melakukan
pembangunan fisik yang merubah bentangan alam yang dapat menurunkan daya dukung
kawasan.
Pulau Zumzum dan sekitarnya dan pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona
penyangga nilainya 58,62%. Zona penyangga terdiri seluruh daerah di luar zona inti dan
zona pemanfaatan yang sudah di plotting termasuk di dalamnya gugus Zumzum dan
Ruberube, ekositem mangrove, sempadan pantai dan sempadan sungai dari tanjung
wayabula sampai tanjung Gila (Gambar 12) dengan luas total zona penyangga 32.381 ha
(Tabel 26). Daerah ini mempunyai fungsi ekologis, serta potensi sumberdaya wisata dan
konservasi mangrove yang dapat dikembangkan.
Zona penyangga mempunyai fungsi sebagai penyangga habitat dan ekosistem
penting (zona inti dan zona pemanfaatan terbatas) agar keseimbangan alam tetap terjaga.
Zona ini lebih terbuka tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat
diijinkan dan penyangga disekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga
kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan
melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal (Bengen dan Retraubun 2006).
Hal-hal yang diperbolehkan dilakukan di dalam zona penyangga adalah
pemanfaatan tidak langsung yang tidak mengambil sumberdaya hayati laut, melakukan
75
wisata dan transportasi, dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan
pendidikan yang mendukung lingkungan zona inti dan zona pemanfaatan terbatas.
Hal-hal yang tidak diperbolehkan di dalam zona penyangga adalah:
memanfaatkan atau mengambil biota langsung di dalam kawasan yang dapat
menimbulkan pengaruh ekologis terhadap zona inti dan zona pemanfaatan terbatas,
membuang sampah, limbah cair/padat atau benda apapun di dalam kawasan yang
menyebabkan penurunan daya dukung kawasan, dan melakukan pembangunan fisik
yang merubah bentangan alam yang dapat menurunkan daya dukung kawasan.
5.2 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat
Kesesuaian lahan ekowisata pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan
Morotai Selatan Barat ditujukan untuk menetapkan kegiatan ekowisata yang dapat
dikembangkan di zona pemanfaatan terbatas dan zona pennyangga. Berdasarkan hasil
analisis kesesuaian lahan pulau-pulau kecil terdiri atas lahan yang sangat sesuai, sesuai
dan tidak sesuai, untuk menentukan lahan pulau-pulau kecil yang ditetapkan sebagai
kegiatan ekowisata, maka lahan pulau-pulau kecil yang sangat sesuai dan sesuai digabung
untuk kemudian dipergunakan sebagai kawasan ekowisata. Kegiatan ekowisata yang
dihasilkan adalah ekowisata pantai dan ekowisata bahari. Ekowisata pantai yang
dimaksud adalah wisata rekreasi, sedangkan ekowisata bahari terdiri dari wisata
snorkling, wisata selam dan wisata lamun.
Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kesesuaian lahan ekowisata dalam bentuk
peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kesesuaian lahan diberikan warna yang
berbeda untuk menunjukan kekontrasannya sehingga mudah dibedakan (Gambar 13, 14,
15). Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan ekowisata untuk kegiatan wisata
yang direncanakan.
76
Tabel 26 Zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga kawasan lindung pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.
Zona Lokasi Karakteristik Ekologi Posisi Geografis Luas (ha) Inti Perikanan pemanfaatan terbatas Penyangga (pemanfaatan tidak langsung)
Rao bagian Utara Pulau Mitita Rao bagian Selatan Gugus Ngelengele Gugus Galogalo – Loleba Gugus Dodola Seluruh daerah di- luar Zona Inti dan Zona pemanfaatan terbatas yang sudah diplotting termasuk di dalamnya Gugus Zumzum& Ruberube, Ekosistem mangrove, Sempadan pantai & Sempadan Sungai dari tj Wayabula – tj Gila (Gambar 6)
Mangrove, terumbu karang, sebagian pantai berbatu terjal, sarang walet, migrasi ikan tuna, pemandangan yang unik Terumbu karang bagus, pasir putih, habitat penyu Pantai pasir putih, mangrove, terumbu karang, arus agak kuat Mangrove, Terumbu karang, lamun, pasir putih, perairan tenang Mangrove, Terumbu karang, lamun, pasir putih, perairan tenang Terumbu karang, lamun, mangrove, pasir putih, perairan tenang Pantai pasir putih, mangrove, kondisi terumbu karang rusak, perairan tenang, mangrove, muara sungai, perairan pantai, vegetasi pantai, Vegetasi pinggir sungai
2023'24" – 20 25'48" LU dan 12808'2" – 1280 10'48" BT 1057'36" – 10 58'12" LU dan 128013'12" – 1280 13'48" BT 1057'36" – 10 58'12" LU dan 128013'12" – 1280 13'48" BT 209'00" – 20 13'12" LU dan 128010'12" & 128011'24" - 1280 12'36" & 128013'48" BT 206'00" – 20 9'00" LU dan 128010'48" – 1280 13'48" BT 200'36" – 20 6'00" LU dan 12809'36" & 128012'36" - 1280 11'24" & 128015'00" BT 1) 2025'48"–2025'48" LU & 12807'12"- 1280 11'60" BT, 2) 2014'60"–2014'60"LU &12807'12"- 1280 9'60" BT 3) 207'48"–207'48" LU & 12808'60"- 1280 9'36" BT, 4) 201'48"–2014'48" LU & 12808'60"- 1280 11'24" BT 5) 1057'36"–1057'36" LU & 128011'24"- 1280 15'36" BT Tj. Wayabula 2016'48"LU &128011'60" Tj. Gila 1058'48"LU &128015'36"
1.430 (perairannya saja) 188 1.743 3.308 2.990 4.371 32.381
77
5.2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi
Hampir seluruh pantai dan tepian laut pulau-pulau kecil dimanfaatkan sebagai
objek dan daya tarik wisata dan rekreasi. Menikmati keindahan alam pantai, berolahraga
pantai, berjemur di pinggiran pantai, menikmati burung-burung (birds watching),
berekreasi/piknik, berkemah, berenang, snorkling, memancing dan berlayar merupakan
kegiatan-kegiatan wisata pesisir yang berlangsung di daerah pantai, lahan pasang-surut,
terumbu karang, gosong karang dan perairan laut.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan KP2K MS2B untuk ekowisata pantai
kategori wisata rekreasi, seluruh pulau-pulau kecil sesuai untuk wisata rekreasi (Tabel
27), mulai dari Posiposi Rao (pulau Rao) sampai Pulau Bobongone (Lampiran 7, 8, 9)
dengan jumlah panjang pantainya 58.509 m. Panjang pantai untuk masing-masing pulau
tidak sama walaupun ada pulau yang ukurannya besar tapi memiliki garis pantai yang
pendek, contoh Pulau Dodola Besar merupakan pulau dengan panjang pantai paling
terpanjang yaitu 4.499 m sedangkan panjang pantai terpendek yaitu Pulau Pelo 437 m.
Kesesuaian lahan tersebut didasarkan pada keberadaan panorama alam pantai
pasir putih dan perairan yang jernih hampir terdapat di seluruh pulau-pulau kecil. Objek
dan daya tarik lahan ekowisata tersebut memungkinkan rekreasi pesisir yang dapat
dinikmati adalah menikmati keindahan alam pantai, keindahan bawah laut dengan
perahu kaca, olah raga pantai, berjemur, rekreasi atau piknik pantai, berkemah, dan
menikmati burung-burung, berenang, memancing dan berperahu. Namun demikian,
pulau-pulau ini memiliki faktor pembatas seperti kurangnya sarana transportasi dan tidak
adanya sarana akomodasi, kelistrikan dan telekomunikasi.
5.2.2 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun
Hasil analisis kesesuaian lahan ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata
selam dan wisata lamun (Tabel 26) menunjukan tiap-tiap pulau kecil tidak sama. Wisata
snorkling yang mengandalkan keindahan dasar perairan terutama komunitas karang,
terdapat di seluruh pulau-pulau kecil mulai dari Posiposi Rao (pulau Rao) sampai pulau
Bobongone (Lampiran 10, 11, 12).
78
Gambar 13 Peta Kesesuaian Ekowisata di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula
79
Gambar 14 Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba
80
Gambar 15 Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Dodola dan Gugus Zumzum
81
Kesesuaian wisata snorkling terdapat di seluruh pulau-pulau kecil, dengan luas
lahan secara keseluruhan 226,9 ha. Luas lahan ini karena ditunjang dengan keberadaan
perairan yang jernih, hampir terdapat di seluruh pulau-pulau kecil, merupakan parameter
utama untuk menentukan suatu kawasan dijadikan sebagai kawasan wisata snorkling.
Selain itu lahan ini memiliki persentase penutupan komunitas karang yang baik, namun
faktor-faktor yang kurang mendukung adalah ketersedian sarana transportasi, keamanan,
pondok wisata dan kelistrikan.
Seperti wisata snorkling, kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata
selam merupakan jenis wisata yang mengandalkan keindahan dasar perairan terutama
komunitas karang yaitu komunitas penyusun ekosistem terumbu karang selain karang
keras adalah karang lunak, spong, zoanthid, anemon laut, dan alga kapur (English. et al,
1994). Selain itu juga faktor-faktor yang lain seperti kecerahan perairan, tutupan
komunitas karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang
merupakan faktor yang menentukan kesesuaian lahan wisata selam.
Kawasan pulau-pulau kecil seluruhnya sesuai untuk kegiatan wisata selam
(Lampiran 13, 14, 15), dengan luas lahan 1.224 ha (Tabel 27). Kesesuaian lahan ini
karena dicirikan dengan adanya faktor-faktor pembatas seperti kecerahan perairan,
tutupan komunitas karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu
karang. Kecerahan perairan lebih besar daripada 80 % hampir terdapat di seluruh pulau-
pulau kecil, sedangkan pulau Saminyamao dan pantai Wayabula kecerahannya 100 %,
tutupan komunitas karangnya rata-rata 40 % (kategori sedang) masih dalam kategori
sesuai untuk kawasan selam (Yulianda 2007).
Kesesuaian lahan untuk wisata lamun mengandalkan keindahan padang lamun di
dasar perairan yang disajikan pada (Tabel 27) hanya terdapat di tujuh tempat yaitu pantai
Wayabula, Pulau Ngelengele Besar, Pulau Loleba Besar, Pulau Dodola Besar, Pulau
Dodola Kecil, Pulau Zumzum, dan pantai Wayabula + Daruba (Lampiran 16, 17, 18)
dengan luas lahan wisata lamun 102 ha. Faktor-faktor yang menentukan kesesuaian
wisata lamun seperti faktor tutupan lamunnya rata-rata 58,46 % dan jenis lamun seperti
Cymodecea, Halodule, Halophila. Syringodium dan Thalassodendron. Faktor-faktor
yang kurang mendukung adalah jenis substrat berpasir pada saat musim pancaroba airnya
keruh, sehingga mengganggu penglihatan.
82
Tabel 27 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun KP2K MS2B
Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai dan Ekowisata Bahari Wisata Rekreasi Wisata Snorkling Wisata Selam Wisata Lamun
Nama Pulau/Lokasi
Panjang garis pantai (m) Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha) Posiposi Rao 8.644 20 31 Saminyamao 2.755 3 7 Pantai Wayabula 8.882 84 370 16 Burung 824 2 12 Ngelengele Besar 3.647 9 56 4 Ngelengele Kecil 1.489 6 70 Kacuwawa 1.196 2 17 Loleba Besar 3.669 15 241 3 Loleba Kecil 2.546 10 165 Galogalo Besar 1.563 11 39 Galogalo Kecil 2.289 8 39 Pelo 437 0,7 2 Dodola Besar 4.499 13 66 4 Dodola Kecil 1.291 3 21 2 Kolorai 1.783 5 10 Kokoya 1.015 2 13 Zumzum 4.078 10 27 4 Jojoromo 306 0,1 0,7 Kapakapa 354 0,1 1,5 Lungulungu 2.917 3 11 Ruberube 2.556 4 12 Rukeruke 1.484 3 10 Bobongone 585 13 3 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 1 3 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 2 8 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 3 14 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 4 17 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 5 11 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 6 10 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 7 6 Jumlah 58.809 226,9 1.224 102
Sumber : Hasil analisis SIG
83
5.3 Daya Dukung KP2K MS2B Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Selam, dan Lamun
Daya dukung ekowisata KP2K MS2B adalah jumlah maksimum pengunjung yang
secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa
menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Berdasarkan hasil analisis daya dukung
ekowisata pantai kategori wisata rekreasi KP2K MS2B (Tabel 28), setiap pulau
mempunyai daya dukung berbeda-beda tergantung pada panjang pantai. Makin panjang
pantai, maka jumlah pengunjung yang dapat ditampung di kawasan wisata rekreasi
makin banyak, begitu pula sebaliknya makin pendek panjang garis pantai jumlah
pengunjung yang ditampung di kawasan wisata rekreasi makin sedikit.
Contoh pantai Wayabula memiliki panjang garis pantai 8.644 m, dengan panjang
garis pantai 50 m diperuntukkan untuk 1 orang, waktu yang disediakan kawasan untuk
kegiatan wisata rekreasi adalah 6 jam/hari dan waktu yang dihabiskan oleh setiap
pengunjung 3 jam/hari (Yulianda 2007) maka daya dukung kawasannya adalah sebanyak
346 orang/hari. Pulau Jojoromu memiliki panjang garis pantai terpendek 306 m, maka
daya dukung kawasannya 12 orang/hari.
Daya dukung wisata snorking merupakan daya tampung kawasan snorkling untuk
menampung pengunjung yang ingin melakukan kegiatan snorkling menikmati keindahan
komunitas karang tanpa menimbulkan kerusakan pada alam dan manusia. Daya dukung
wisata snorkling mempertimbangkan kondisi persentase tutupan komunitas karang,
sehingga kawasan yang dimanfaatkan mengikuti persentase tutupan komunitas karang
dari luas kesesuaian wisata snorkling.
Berdasarkan hasil analisis daya dukung untuk kategori wisata snorkling yang
disajikan pada (Tabel 28). Contoh pantai Wayabula memiliki luas kawasan wisata
snorkling yang sangat luas 84 ha, dengan area untuk 1 orang 500 m2, waktu yang
disediakan kawasan untuk kegiatan snorkling 6 jam/hari dan waktu yang dihabiskan oleh
setiap pengunjung 3 jam (Yulianda 2007) dengan persentase tutupan komunitas karang
84,70 %, maka pengunjung yang bisa ditampung sebanyak 2.849 orang/hari. Pulau
Jojoromo dan Kapakapa memiliki luasan kawasan wisata snorkling yang paling kecil
masing-masing 0,1 ha dengan persentase tutupan komunitas karang 31,92 % dan 32,54 %
maka pengunjung yang bisa ditampung masing-masing sebanyak 1 dan 2 orang/hari.
84
Sama seperti daya dukung wisata snorkling, daya dukung wisata selam juga
merupakan daya tampung suatu kawasan selam menampung pengunjung yang ingin
melakukan kegiatan selam menikmati keindahan komunitas karang tanpa menimbulkan
kerusakan pada komunitas karang dan manusia. Daya dukung wisata selam juga
mempertimbangkan kondisi persentase tutupan komunitas karang, sehingga kawasan
yang dimanfaatkan mengikuti persentase tutupan komunitas karang dari luas kesesuaian
wisata selam.
Berdasarkan hasil analisis daya dukung ekowisata bahari kategori wisata selam
yang disajikan pada (Tabel 28), daya dukung wisata selam sangat tergantung pada
persentase tutupan karang. Makin besar persentase tutupan komunitas karang maka
semakin besar pula daya dukung suatu kawasan, contoh pantai Wayabula luas kawasan
selam 370 ha dengan luas 2000 m2 untuk 2 orang, waktu yang disediakan kawasan untuk
kegiatan selam 8 jam/hari dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk kegiatan selama
2 jam (Yulianda 2007), maka daya tampung kawasan adalah 12.563 orang/hari. Berbeda
dengan pulau Jojoromo luasan wisata selamnya 0,7 ha dengan persentase tututupan
komunitas karang 31,92 % maka daya dukungnya adalah 9 orang/hari.
Daya dukung wisata lamun merupakan daya tampung suatu kawasan menampung
pengunjung yang ingin menikmati keindahan jenis-jenis lamun terutama dari jenis
Cymodecea, Halodule, Halophila, Syringodium dan Thalassodendron. Penghitungan
daya dukung wisata lamun sangat dipengaruhi oleh luas lahan kesesuaian wisata lamun
dan persentase tutupan lamun.
Berdasarkan hasil analisis daya dukung ekowisata bahari kategori wisata lamun
yang disajikan pada Tabel 28, contoh pantai Wayabula luas lahan wisata lamun sebesar
16 ha dengan luas 500 m2 untuk 1 orang, waktu yang disediakan oleh kawasan 4 jam/hari
dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk kegiatan wisata lamun 2 jam (Yulianda
2007), sedangkan persentase penutupan lamun sebesar 63 %, maka daya dukung
kawasan lamun adalah 419 orang/hari. Pulau Dodola Kecil luasan wisata lamun 2 ha
dengan persentase tutupan lamun 65 % maka daya tampung pengunjung 53 orang/hari.
85
Tabel 28 Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun
Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun Wisata Rekreasi Wisata Snorkling Wisata Selam Wisata Lamun
Nama Pulau/Lokasi
Panjang garis pantai (m)
Daya dukung (Ha)
Luas (ha) Daya dukung (orang)
Luas (ha) Daya Dukung (orang)
Luas (ha) Daya Dukung (orang)
Posiposi Rao 8.644 346 20 460 31 716 Saminyamao 2.755 110 3 45 7 96 Pantai Wayabula 8.882 355 84 2.849 370 12.563 16 419 Burung 824 33 2 19 12 150 Ngelengele Besar 3.647 146 9 161 56 944 4 124 Ngelengele Kecil 1.489 60 6 162 70 1.864 Kacuwawa 1.196 48 2 32 17 238 Loleba Besar 3.669 147 15 384 241 6.393 3 74 Loleba Kecil 2.546 102 10 240 165 3.748 Galogalo Besar 1.563 63 11 201 39 675 Galogalo Kecil 2.289 92 8 133 39 675 Pelo 437 17 0.7 15 2 44 Dodola Besar 4499 180 13 123 66 615 4 95 Dodola Kecil 1291 52 3 66 21 416 2 53 Kolorai 1.783 71 5 87 10 158 Kokoya 1.015 41 2 36 13 230 Zumzum 4.078 163 10 171 27 450 4 105 Jojoromo 306 12 0,1 1 0,7 9 Kapakapa 354 14 0,1 2 1,5 20 Lungulungu 2.917 117 3 77 11 131 Ruberube 2.556 102 4 45 12 140 Rukeruke 1.484 59 3 34 10 240 Bobongone 585 23 13 14 3 33 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 1 3 85 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 2 8 193 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 3 14 348 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 4 17 371 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 5 11 177 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 6 10 200 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 7 6 86 Jumlah 58.809 2.353 226,9 5.357 1.224,2 30.548 102 2.330
86
5.4 Biaya Perjalanan Wisata
Biaya perjalanan KP2K MS2B untuk wisata diketahui melalui besarnya
pengeluaran wisatawan yang datang ke kawasan ekowisata. Adapun biaya yang
dikeluarkan wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata antara lain biaya
transportasi, biaya konsumsi, biaya akomodasi, belanja souvenir, dan biaya lainnya.
Semua biaya ini dihitung dari sejak wisatawan berangkat dari daerah asal hingga di
kawasan pulau-pulau kecil Morotai. Kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh wisatawan yang menjadi manfaat dari kawasan wisata Morotai.
Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak
memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggunakan biaya-biaya
perjalanan/TCM. Metode ini memiliki asumsi dasar bahwa setiap individu baik aktual
maupun potensial, bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat
tertentu tanpa harus membayar nilai masuk (no entry fee). Manfaat langsung yang
bersifat tidak ekstraktif dari wisata rekreasi, wisata snorkling, wisata selam, dan wisata
lamun, diperoleh melalui besaran pengeluaran para wisatawan yang mendatangi kawasan
wisata tersebut.
Dalam fungsi permintaan yang digunakan dalam penelitian ini, frekuensi
kunjungan (V) dipengaruhi oleh biaya pengeluaran wisata (TC), jarak (Di), pendapatan
(Ii), dan umur (Ai). Dengan menggunakan regresi linier berganda diperoleh koefisien
biaya perjalanan -0,0241 sehingga untuk mendapatkan total manfaat nilai wisata KP2K
MS2B, dilakukan perhitungan konsumen surplus yang diperoleh dengan membagi total
jumlah tingkat kunjungan wisata dan nilai regresi biaya perjalanan yaitu (63/0,0241) =
2.614, kemudian nilai konsumen surplus dikalikan dengan jumlah pengunjung pada tahun
2006 yaitu (2.614 x 26.455 orang/tahun) = 69.153.370, sehingga total manfaat lokasi
wisata Rp 69 juta/tahun.
5.5 Keberlanjutan KP2K MS2B
Keberlanjutan KP2K MS2B untuk ekowisata dianalisis dengan pendekatan
pemodelan sistem. Pemodelan sistem merupakan abstraksi dari sebuah obyek atau situasi
aktual (Suryani 2006). Dalam hal ini yang akan dimodelkan adalah model global
keterkaitan antara submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil,
87
submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil dan sub model pendapatan
kawasan ekowisata pulau-pulau kecil (Gambar 16)
Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil
Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil
Day a dukung kawasan wisata
Daya dukung kawasan wisata
Pendapatan wisata
Pendapatan wisata
Gambar 16. Model Global Keterkaitan Antar Sub Model
Dalam membangun model keberlanjutan KP2K MS2B dilakukan dengan
menggunakan software Stella versi 9.0.2, dengan demikian pemodelan dilakukan dengan
tahapan-tahapan : (1) penyusunan skenario (2) pembangunan model dan (3) simulasi
skenario.
5.5.1 Penyusunan Skenario
Skenario merupakan rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilakukan
dalam kondisi nyata yang didasarkan pada perkiraan faktor-faktor di masa mendatang.
Perkiraan mengenai kondisi faktor-faktor dimasa mendatang, dapat disusun skenario
yang mungkin terjadi di KP2K MS2B.
Skenario utama yang dimodelkan, yaitu skenario model kondisi saat ini KP2K
MS2B. Skenario model kondisi saat ini akan melihat sejauhmana kecenderungan
kondisi kualitas lingkungan ekologi tiap-tiap pulau akan mempengaruhi daya dukung
kawasan ekowisata yang secara langsung mempengaruhi pendapatan wisata.
Kecenderungan sebuah sistem dasar dapat memberikan suatu pemahaman dan
gambaran bagaimana suatu sumberdaya alam harus dikelola secara benar agar tercapai
kesimbangan ekosistem di masa depan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan
simulasi dinamis dalam rentan waktu 30 tahun. Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi
bahwa kecenderungan sistem saat ini akan terus berlanjut di masa akan datang.
88
Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) panjang garis pantai wisata rekreasi adalah 50 m untuk 1 orang
2) luas terumbu karang wisata snorkling adalah 500 m2 untuk 1 orang
3) luas terumbu karang wisata selam adalah 2.000 m2 untuk 2 orang
4) luas padang lamun wisata lamun 500 m2 untuk 1 orang
5) waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata rekreasi 6 jam/hari,
wisata snorkling 6 jam/hari, wisata selam 8 jam/hari dan wisata lamun 4 jam/hari,
sedangkan waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk wisata rekreasi adalah 3
jam/hari, wisata snorkling 3 jam/hari, wisata selam 2 jam/hari, dan wisata lamun 2
jam/hari, masing-masing jenis wisata waktunya tetap sepanjang tahun.
6) Keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau tidak mengalami perubahan
sepanjang tahun.
5.5.2 Pembangunan Model
Seperti telah dijelaskan di atas model yang dibangun terdiri dari tiga sub model
yaitu; sub model lingkungan ekologi pulau-pulau kecil, sub model daya dukung kawasan
ekowisata pulau-pulau kecil, dan sub model pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau
kecil. Masing-masing sub model disesuaikan dengan peruntukannya dalam mendukung
model yang dibangun, berikut adalah gambaran model:
Deskripsi Model
• Submodel lingkungan ekologi pulau-pulau kecil menggambarkan kualitas lingkungan
ekologi kawasan lindung dari masing-masing pulau saat ini. Adapun untuk
menggambarkan kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung tersebut, diperlukan
faktor-faktor ekologi kawasan lindung yang berperan atau faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti keanekaragaman hayati pulau (KHP), kealamian pulau
(KAP), keunikan pulau (KUP), kerentanan pulau (KRP), keterkaitan pulau (KTP).
Diantara kelima faktor di atas, dua faktor yang paling berpengaruh menentukan
kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil yaitu KHP dan KAP
sedangkan faktor yang lain turut berpengaruh namun merupakan faktor tetap yaitu
keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau. Sebagai contoh laju
pelestarian KHP dan laju pelestarian KAP akan meningkatkan total persentase nilai
89
kriteria ekologi yang akan meningkatkan upaya perbaikan lingkungan ekologi Pulau
Dodola. Peningkatan upaya perbaikan lingkungan ekologi Dodola akan
meningkatkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini, apakah pada keadaan
baik, sedang dan buruk, sebaliknya peningkatan laju degradasi lingkungan ekologi
akan meningkatkan degradasi lingkungan ekologi yang akan menurunkan kualitas
lingkungan ekologi Dodola saat ini. Keadaan yang sama juga berlaku untuk pulau-
pulau kecil yang lain seperti Rao Selatan, Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan
Ruberube (Gambar 17)
kualitas l ingkungan ekologiDodola saat ini
Upaya perbaikanLingkungan
ekologi Dodola
degradasi l ingkunganekologi
Total persentase nilaikri teria ekologi
fraksi jumlahwisatawan
fraksi penambahan kualitas lingkungan
laju degradasilaju pelestarian KHPLaju pelestarian KAP
KUP
persentaseperbaikan lingkungan
KRP
KTP
Satuan kualitas lingkungan
Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil
Gambar 17 Submodel Lingkungan Ekologi Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil
• Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil menggambarkan
jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di suatu kawasan
wisata pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.
Sub model ini masih berhubungan dengan sub model lingkungan ekologi pulau-pulau
kecil, karena daya dukung kawasan ekowisata tiap-tiap pulau selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang mempengaruhinya juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungan
ekologi, sebagai contoh:
Submodel daya dukung kawasan rekreasi Dodola saat ini menggambarkan jumlah
wisatawan rekreasi Dodola saat ini yang dipengaruhi oleh penambahan wisatawan
yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas lingkungan ekologi Dodola saat
ini. Jumlah wisatawan rekreasi Dodola saat ini sebenarnya merupakan formulasi dari
daya dukung kawasan wisata yang diperoleh dari potensi ekologis pengunjung per
90
satuan unit area (K rekreasi Dodola) biasanya 1 orang, panjang garis pantai (Lp
rekreasi Dodola), Unit area untuk rekreasi (Lt rekreasi Dodola) adalah 50 m panjang
garis pantai untuk 1 orang, waktu yang disediakan untuk kawasan rekreasi Dodola
dalam satu hari adalah 6 jam/hari (Wt rekreasi Dodola), waktu yang dihabiskan
pengunjung untuk setiap kegiatan rekreasi adalah 3 jam/hari (Wp rekreasi Dodola)
dan kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola saat ini.
Hal yang sama juga untuk daya dukung kawasan snorkling Dodola namun
perbedaanya pada nilai dari (K snorkling Dodola) adalah 2 orang, luas area kawasan
snorkling Dodola (Lp Dodola) diperoleh dari rata-rata penutupan komunitas karang
snorkling Dodola dikalikan dengan Lp Dodola, unit area untuk snorking (Lt snorkling
Dodola) adalah 500 m2, waktu yang disediakan kawasan snorkling Dodola dalam
satu hari (Wt snorkling Dodola) adalah 6 jam/hari, waktu yang dihabiskan oleh
pengunjung untuk kegiatan snorkling (Wp snorkling Dodola) adalah 3 jam/hari.
Untuk daya dukung kawasan selam Dodola dan daya dukung kawasan lamun Dodola
faktor-faktor yang mempengaruhinya hampir sama dengan daya dukung kawasan
snorkling Dodola. Perbedaannya hanya pada nilai-nilai setiap faktor yang
mempengaruhinya seperti: daya dukung kawasan selam Dodola (K selam Dodola)
adalah 2 orang, (Lt selam Dodola) adalah 2.000 m2, (Lp selam Dodola) dikalikan
dengan rata-rata penutupan komunitas karang selam Dodola, (Wt selam Dodola)
adalah 8 jam/hari dan (Wp selam Dodola) adalah 2 jam/hari. Untuk Daya dukung
kawasan lamun Dodola juga sama disesuaikan dengan nilai yang ada. Keadaan ini
berlaku pula untuk daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil yang lain
seperti: Rao Selatan, Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan Ruberube (Gambar 18)
Jumlah wisatawanrekreasi Dodola saat ini
Penambahan wisatawan
fraksi jumlahwisatawan
satuan jumlahwisatawan
penguranganwisatawan
fraksi penambahan kualitas l ingkungan
Daya dukung kawasan wisata
Gambar 18 Submodel Daya Dukung Ekowisata Kawasan Pulau-PulauKecil
91
• Submodel pendapatan ekowisata pulau kecil menggambarkan jumlah biaya yang
dikeluarkan pengunjung sampai ke tempat wisata. Adapun submodel ini
berhubungan dengan sub model daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil
dan submodel pendapatan ekowisata pulau kecil. Contoh pendapatan wisata rekreasi
Pulau Dodola. Pendapatan wisata rekreasi Pulau Dodola dipengaruhi oleh total
manfaatan kawasan pertahun, total manfaat kawasan pertahun dipengaruhi oleh
konsumen surplus dan jumlah kunjungan wisatawan pertahun, sedangkan konsumen
surplus dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisatawan dan koefisien biaya
perjalanan. Pendapatan wisata rekreasi juga dipengaruhi oleh jumlah wisatawan
rekreasi Dodola saat ini, dengan demikian peningkatan jumlah wisatawan Dodola saat
ini akan meningkatkan pendapatan wisata rekreasi, dan peningkatan pendapatan
wisata rekreasi akan meningkatkan total manfaat bersih wisata Dodola per tahun,
pendapatan wisata rekreasi ini juga dipakai untuk membiayai perbaikan lingkungan,
sehingga akan mempengaruhi kualitas lingkungan ekologi Dodola (Gambar 19).
penguranganwisatawan
biaya perbaikanlingkungan
Total manfaat bersih kawasan wisata rekreasi Dodola per tahun
pendapatan wisata rekreasi Dodola
Total manfaat kawasanwisata per tahun
Konsumen surplus
Tingkat kunjunganwisatawan Koefisien biaya
perjalanan
Jumlah kunjungan wisata per tahun
persentase perbaikan lingkungan
Pendapatan wisata rekreasi
Gambar 19 Submodel Pendapatan Wisata
5.5.3 Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan
Simulasi skenario dilakukan sebagai suatu rancangan kebijakan yang
memungkinkan dilakukan dalam keadaan nyata didasarkan pada model yang dibuat.
Sebagai suatu strategi pengelolaan keberlanjutan KP2K MS2B, kebijakan dilakukan
92
melalui penyusunan skenario yang telah dibuat. Skenario yang disimulasikan adalah
skenario saat ini tiap-tiap pulau kecil yaitu laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau
(KHP), laju pelestarian kealamian pulau (KAP), laju degradasi lingkungan ekologi
kawasan lindung pulau-pulau kecil dan persentase perbaikan lingkungan ekologi.
Simulasi skenario yang dibuat seperti pada Tabel 29.
Tabel 29 Simulasi Skenario Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Simulasi Skenario Hasil Kualitas Lingkungan dan
NKEKLP2K - Pulau Dodola Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP 1%,KAP 1 %, persentase
perbaikan lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 4%
• Sedang ke baik (0,70 ke 0,84) • Sedang ke Sedang (0,70 ke 0,66)
- Rao Selatan Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 17%
• Sedang ke baik (0,61 ke 0,73)
• Sedang ke Buruk (0,61 ke 0,40)
- Ngelengele Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkunganekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 4%
• Baik ke baik (0,73 ke 0,87)
• Baik ke sedang (0,73 ke 0,69)
Galogalo Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestaarian KHP1%,KAP 1%, persentase
perbaikan lingk ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 17%
• Sedang ke baik (0,60 ke 0,72)
• Sedang ke buruk (0,60 ke 0,40)
Zumzum Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 3% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 7%
• Sedang ke baik (0,48 ke 0,74)
• Sedang ke buruk (0,48 ke 0,39)
- Ruberube Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan
lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 15%
• Sedang ke baik (0,56 ke 0,72)
• Sedang ke buruk (0,56 ke 0,39)
Simulasi skenario yang dibuat untuk tiap-tiap pulau tidak sama, karena perbedaan
kondisi ekologinya, sehingga simulasi skenario yang dibuat pada prinsipnya mencari
93
keadaan kualitas lingkungan ekologi saat ini yang langsung dalam keadaan baik atau
buruk sehingga yang lainnya tidak dipakai.
Keadaan tersebut akan menentukan pencapaian waktu, kualitas lingkungan
ekologi kawasan pulau-pulau kecil yang akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung
masing-masing wisata dan pendapatan dari masing-masing jenis wisata. Adapun formula
skenario dapat dilihat pada Lampiran 19. Berikut adalah hasil model simulasi skenario
yang mewakili KP2K MS2B.
• Simulasi Skenario Pulau Dodola
Wisata rekreasi Pulau Dododa
- Simulasi skenario wisata rekreasi laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)
Dodola, kealamian pulau (KAP) Dodola 1 % dan persentase perbaikan lingkungan
ekologi 1 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi 1 % menggambarkan upaya yang
dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Dodola, dengan upaya perbaikan
lingkungan ekologi Dodola sebesar 3 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi yang
terjadi sebesar 1% pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.
Hasil simulasi skenario (Gambar 20) menunjukkan kondisi kualitas lingkungan
ekologi pulau Dodola dari tahun ke tahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun
2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola adalah 0,70 (kategori sedang), pada
tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya pulau Dodola karena pada
tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan
suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada. Kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola 0,70 memberikan
pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung
Pulau Dodola berada dalam keadaan sedang mengarah ke baik seperti mangrove, padang
lamun dan pantai pasir putih, dengan keadaan pulau saat ini belum terjadi abrasi pantai
dan belum berpenduduk, namun ada beberapa parameter yang memprihatinkan seperti
persentase penutupan komunitas karang <51 % yaitu 23,20 %.
94
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,71 - 0,84) menyebabkan jumlah
wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau
Dodola. Hal ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi Dodola mencapai
190 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Dodola dengan panjang garis
pantainya saat ini 4.499 m adalah 180 orang/hari.
Apabila keadaan tersebut berlanjut terus, maka tahun 2022 sampai tahun 2036
terjadi kecenderungan kualitas lingkungan semakin menurun (NKEKLP2K adalah 0,83 –
0,54). Seperti dinyatakan (Davis dan Tisdel 1995) bahwa daya dukung terlampaui maka
akan berpengaruh pula pada degradasi sumberdaya terutama pada ekosistem terumbu
karang .
Diupayakan untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi
dan jumlah wisatawan rekreasi Dodola belum melampaui daya dukung kawasan rekreasi
Dodola, maka kualitas lingkungan ekologi Dodola dipertahankan sampai pada tahun
2021 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.84 dan jumlah wisatawan 169 orang/hari pada
tahun 2015, artinya untuk mencapai keadaan ini harus ada upaya melestarikan
sumberdaya pulau Dodola terutama ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan
(dari tahun 2010- 2021) dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas
karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase
penutupan komunitas karang harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan
komunitas karang saat ini 23.20 %.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin
bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata
rekreasi, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi Dodola mencapai Rp.11,7
milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.117 juta
(1 % dari pendapatan wisata rekreasi Dodola).
95
6:21 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
100
600
1100
0
400000000
800000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisata…i Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 20 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata rekreasi Dodola laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Seperti dengan simulasi skenario di atas, simulasi skenario wisata rekreasi Pulau
Dodola dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan
ekologi 1 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi 4 % menunjukkan upaya
perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi. Upaya perbaikan
lingkungan hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 4 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 21) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari tahun ke tahun, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan
(NKEKLP2K 0,70 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010
(NKEKLP2K 0.69) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem
mangrove dan telah terjadi abrasi pantai 25-50 %.
96
6:28 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
60
95
130
0
45000000
90000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisata…i Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
2
2
3
3
3 3
Gambar 21 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Dodola dengan Laju Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan laju Degradasi 4%
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan dari tahun-tahun semakin berkurang sampai pada tahun 2021 berjumlah 77
orang/hari dan penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
wisata rekreasi Dodola pada tahun 2021 sebesar Rp. 5,3 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 53 juta. Pada tahun-tahun berikutnya ada upaya ke arah perbaikan
lingkungan sehingga jumlah wisatawan juga meningkat pada tahun 2036 berjumlah 84
orang/hari.
Wisata Snorkling Pulau Dodola
- Simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Hasil simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola dengan laju pelestarian
KHP 1 %, laju pelestarian KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 %
dengan laju degradasi 1% menggambarkan upaya yang dilakukan dalam memperbaiki
lingkungan ekologi ke arah yang lebih baik sebesar 3 % dibandingkan dengan laju
degradasi sebesar 1 %. Hasil simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola seperti
pada (Gambar 22) menunjukkan ada upaya perbaikan lingkungan ekologi Pulau Dodola
97
sebesar 3 % dengan laju degradasi 1 % mengakibatkan kualitas lingkungan ekologi Pulau
Dodola saat ini makin membaik, pada tahun 2006-2009 (NKEKLP2K 0,70 kategori
sedang) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,84 kategori baik).
Membaiknya kualitas lingkungan ekologi ini diikuti pula dengan semakin
bertambahnya jumlah wisatawan snorkling Dodola sampai melampaui daya dukung
kawasan wisata snorkling. Pada tahun 2016 jumlah wisatawan untuk wisata snorkling
sudah mencapai 129 orang/hari dari daya dukung kawasan wisata snorkling 123
orang/hari dengan luasan kawasan wisata snorkling Pulau Dodola yang dapat
dimanfaatkan sebesar 13 ha dengan persentase tutupan komunitas karang sebesar 23,20
%, bertambahnya jumlah wisatawan menyebabkan pada tahun 2022 kualitas lingkungan
ekologi mulai menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K 0,54).
Upaya pencapaian pada tahun 2015 (lima tahun ke depan dari tahun 2010).
Wisata snorkling dengan kualitas lingkungan ekologi 0,79 dengan jumlah wisatawan
tidak melebihi daya dukung kawasan wisata snorkling Pulau Dodola, seperti dengan
wisata rekreasi. Untuk mencapai keadaan ini harus ada upaya melestarikan sumberdaya
pulau Dodola terutama ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan (dari tahun
2010- 2021) dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 %
(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan
komunitas karang harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan komunitas karang
saat ini 23.20 %.
Adanya upaya pelestarian sumberdaya ke arah yang baik mengakibatkan
peningkatan kualitas lingkungan ekologi, dan akan berdampak pada peningkatan jumlah
wisatawan yang secara tidak langsung akan menambah pendapatan wisata pada tahun
2015 sebesar Rp 7,9 milyar dengan biaya untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp 79
juta.
98
6:31 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
50
400
750
0
250000000
500000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…g Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 22 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Dodola dengan Laju
Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata snorkling laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase
perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 4 % menggambarkan laju
degradasi sumberdaya sebesar 4 % lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan
ekologi Dodola sebesar 3 %. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 23)
menunjukkan kualitas lingkungan dari tahun ke tahun mengarah pada penurunan
sumberdaya sampai pada tahun 2021 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,66 kategori
sedang).
Kualitas lingkungan ekologi semakin menurun berdampak pada jumlah
wsiatawan, secara tidak langsung mempengaruhi pendapatan wisata snorkling Pulau
Dodola sampai pada tahun 2021 sebesar Rp 3,6 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 36 juta. Adanya upaya ke arah perbaikan lingkungan sesudah tahun 2021,
menyebabkan jumlah wisatawan terus meningkat sampai pada tahun 2036 berjumlah 57
orang/hari
99
6:32 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
40
65
90
0
30000000
60000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…g Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
2
2
3
3
3 3
Gambar 23 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Pulau Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %
Wisata Selam Pulau Dodola
- Simulasi skenario wisata selam laju pelestarian KHP 1%, KAP 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1%
Simulasi skenario dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian KAP 1 %
dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Dodola
sebesar 3 % lebih besar dari laju degradasi sebesar 1 %. Berdasarkan hasil simulasi
skenario pada (Gambar 24) menunjukkan adanya peningkatan upaya pelestarian
sumberdaya pulau Dodola sehingga menyebabkan kualitas lingkungan ekologi Dodola
makin meningkat sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,84 kategori baik), peningkatan
kualitas lingkungan tersebut diikuti pula dengan makin bertambahnya jumlah wisatawan
sampai melampaui daya dukung kawasan wisata selam Dodola, yaitu pada tahun 2016
sudah mencapai 647 orang/hari, padahal daya dukung kawasan Dodola adalah 615
orang/hari dengan luas kawasan selam Dodola yang dapat dimanfaatkan sebesar 66 ha
dengan persentase penutupan komunitas karang sebesar 23,20%.
100
6:34 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
0
2000
4000
0
1.5e+009
3e+009.
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…m Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 24 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %
Peningkatan jumlah wisatawan yang melebihi daya dukung kawasan wisata selam
Dodola menyebabkan kualitas lingkungan ekologi Dodola makin menurun, hal ini terlihat
pada tahun 2022-2026 (NKEKLP2K 0,83 – 0,77 kategori sedang). Sebagai ilustrasi
terhadap ekosistem terumbu karang dapat terjadi dengan cepat, laju kerusakan terumbu
karang bisa terjadi dalam satu hari karena tekanan wisatawan di zona terumbu karang,
sebaliknya, pemulihan ekosistem terumbu karang menuju kondisi semula, memerlukan
waktu lama. Laju pertumbuhan spesies karang yang masih diperkirakan tumbuh antara
lain adalah 7,5 – 8,0 mm/tahun pada jenis Astreophora myriophthalmia; 6,7 – 8,0
mm/tahun untuk Favia speciosa, dan 7,8 mm/tahun untuk Goniastrea retiformis
(Supriharyono 2000).
Upaya pencapaian pada tahun 2015 (lima tahun ke depan dari tahun 2010) untuk
wisata selam dengan tidak melebihi daya dukung kawasan wisata selam Pulau Dodola.
Untuk mencapai keadaan ini harus sama seperti simulasi skenario wisata snorkling Pulau
Dodola dengan mengupayakan melestarikan sumberdaya pulau Dodola terutama
ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan (dari tahun 2010- 2021) dengan target
pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN
101
LH No 4 2001). Keadaan ini berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang
harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 23.20 %.
Upaya pelestarian sumberdaya Pulau Dodola mengakibatkan peningkatan kualitas
lingkungan ekologi, dan akan berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan yang
secara tidak langsung akan menambah pendapatan wisata selam Pulua Dodola pada tahun
2015 sebesar Rp 39,9 milyar dengan biaya untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp 399
juta.
- Simulasi skenario wisata selam laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata selam dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menunjukkan
upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi. Upaya
perbaikan lingkungan hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 4 %,
hal ini berarti telah terjadi penurunan keanekaragaman hayati terutama mangrove, begitu
pula dengan abrasi pantai dapat mencapai 25-50 % yang sebelumnya tidak terjadi abrasi.
Hasil simulasi skenario (Gambar 25) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,70
kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.69)
sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang). Hal ini juga akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun ke tahun semakin berkurang pada tahun
2021 berjumlah 262 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula
pada pendapatan wisata rekreasi Dodola pada tahun sebesar Rp. 18,1 milyar dengan biaya
perbaikan lingkungan Rp 181 juta.
102
6:35 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
200
350
500
0
150000000
300000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…m Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 25 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %
Wisata Lamun Pulau Dodola
- Simulasi skenario wisata Lamun laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata lamun dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya perbaikan ekologi Dodola sebesar 4 % lebih besar daripada laju
degradasi sebesar 1 %. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 26) menunjukkan
kualitas lingkungan ekologi dari tahun-tahun mengarah pada perbaikan sumberdaya
sampai pada tahun 2021 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,84 kategori baik).
Kualitas lingkungan ekologi yang semakin baik, akan meningkatkan kualitas
ekosistem yang lain seperti terumbu karang, mangrove dan lamun. Upaya yang
dilakukan ini akan berdampak pada ekosistem lamun karena ekosistem padang lamun
bukan merupakan suatu ekosistem yang terisolasi tetapi, berinteraksi dengan ekosistem
lain di sekitarnya seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang (Retraubun dan
Bengen 2006).
103
6:37 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
50
300
550
0
200000000
400000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…n Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 26 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas tetap dijaga, maka pada tahun-tahun berikutnya tidak
akan terjadi abrasi pantai. Kondisi ekologis wisata yang semakin baik akan menjaga
abrasi dan erosi tanah pesisir. Sebagai contoh kerusakan hutan pantai secara luas dan
drastis terjadi di kawasan Nusa Tenggara akibat pembangunan pariwisata yang tidak
memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Di Gili Anyer, Gili Meno, dan Gili Trawangan,
formasi pes-caprae (sejenis tumbuhan kangkung pantai berbunga terompet ungu Ipomoea
pes-caprea) ini pernah menutupi sebagian besar pantai ketiga pulau kecil tersebut, karena
dipandang mengotori destinasi wisata tumbuhan ini ditebang dan dibersihkan untuk
ditanami kelapa dan pohon-pohon asem serta pembangunan destinasi dan akomodasi
pariwisata (Monk et al. 2000)
Keadaan ini pula menyebabkan jumlah wisatawan semakin meningkat sampai
melampaui daya dukung kawasan wisata lamun Dodola pada tahun 2016 berjumlah 99
orang/hari, saat ini adalah 95 orang/hari dengan luas kawasan wisata lamun Dodola yang
dapat dimanfaatkan sebesar 4 ha dengan persentase tutupan lamun sebesar 64 %.
Peningkatan jumlah wisatawan wisata lamun yang melebihi daya dukung kawasan wisata
lamun akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan ekologi yang secara tidak
104
langsung akan berdampak pada pendapatan wisata lamun pada tahun 2015 adalah Rp. 6,1
milyar dengan biaya perbaikan lingkungan wisata lamun adalah Rp. 61 juta.
- Simulasi skenario wisata lamun laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata lamun dengan laju KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase
perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menggambarkan laju
degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Hasil simulasi skenario
seperti pada (Gambar 27) menunjukkan kualitas lingkungan ekologi Dodola mengalami
penurunan sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang).
9:51 AM Thu, Jan 14, 2010Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
30
50
70
0
25000000
50000000
1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…n Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 27 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %
Penurunan kualitas lingkungan ekologi, akibat dari laju degradasi lebih besar dari
upaya perbaikan lingkungan ekologi sehingga menyebabkan jumlah wisatawan Dodola
berkurang sampai 40 orang/hari pada tahun 2021 dengan pendapatan wisata lamun
Dodola Rp 2,7 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan 27 juta.
105
• Simulasi Skenario Rao Selatan
Wisata rekreasi Rao Selatan
- Simulasi skenario wisata rekreasi laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)
Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao Selatan 1 % dan persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang
dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan, dengan upaya perbaikan
lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju degradasi yang terjadi sebesar 1
% pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 28) menunjukkan kondisi kualitas
lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun-ketahun semakin membaik. Kondisi saat ini
kualitas lingkungan ekologi dari tahun 2006-2009 adalah 0,61 (kategori sedang ), pada
tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena pada
tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan
suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan rekreasi Rao Selatan, keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah wisatawan
rekreasi Rao Selatan mencapai 362 orang/hari. Seharusnya daya dukung kawasan
rekreasi Rao Selatan saat ini adalah 346 orang/hari dengan panjang garis pantai rekreasi
Rao Selatan yang dapat dimanfaatkan 8.644 m.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K adalah
0,47). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah
wisatawan wisata rekreasi Rao Selatan, diupayakan kualitas lingkungan ekologi Rao
Selatan dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,73
dengan jumlah wisatawan pada tahun 2016 berjumlah 318 orang/hari (belum melampaui
106
daya dukung wisata rekreasi Rao Selatan), artinya untuk mencapai keadaan ini harus ada
upaya melestarikan sumberdaya Rao Selatan terutama ekosistem mangrove dan
ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas
karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti 12 tahun ke depan
sejak tahun 2010 - tahun 2022 tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 0,27 % dari persentase komunitas karang saat ini 56,70 %
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata rekreasi, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan
mencapai Rp.21,9 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan
sebesar Rp.219 juta (1 % dari pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan)
6:39 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
1000
2000
0
1e+009.
2e+009.
1: kualitas lingk…o Selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
33
33
Gambar 28 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
107
- Simulasi skenario wisata rekreasi Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata rekreasi Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar
17 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 29) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61
kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.54)
sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Hal ini berarti telah terjadi
degradasi sumberdaya lingkungan ekologi Rao Selatan seperti mangrove, persentase
penutupan komunitas karang saat ini 56,70 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001)
menurun sampai pada kondisi buruk lebih kecil dari 25 %, begitu pula dengan ekosistem
yang lain seperti ikan karang, rumput laut dan bentos menurun pada kondisi buruk,
peningkatan abrasi juga terjadi saat ini 25-50 % meningkat sampai mencapai lebih besar
dari 50 %.
7:15 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
150
300
0
150000000
300000000
1: kualitas lingk…o Selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
2
2
2 2
3
3
3
3
Gambar 29 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
108
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun ke tahun semakin berkurang, pada tahun
2017 berjumlah 21 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada
pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 29 juta. Penurunan jumlah wisatawan ini terus terjadi sampai pada tahun
2027 jumlah wisatawan berjumlah 5 orang/hari, pada tahun-tahun berikutnya ada upaya
meningkatkan kembali kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan sehingga pada tahun
2036 jumlah wisatawan miningkat 131 orang/hari.
Wisata Snorkling Rao Selatan
- Simulasi skenario wisata snorkling laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao
Selatan 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 30) menunjukkan kondisi kualitas
lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun-ketahun semakin membaik. Pada tahun 2006
sampai tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan adalah 0,61 (kategori
sedang), pada tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena
pada tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat
dijadikan suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk
memperkenalkan kegiatan wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan 0,61 memberikan pengertian bahwa
kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Rao Selatan
berada dalam keadaan sedang, seperti mangrove terdiri dari 4-5 jenis, persentase
109
penutupan komunitas karang 56,70 %, dan keadaan pulau ini sudah terjadi abrasi pantai
25-50 %.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan wisata snorkling Rao Selatan. Keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah
wisatawan snorkling Rao Selatan mencapai 480 orang/hari, padahal daya dukung
kawasan snorking Rao Selatan saat ini 460 orang/hari dengan persentase penutupan
komunitas karang 56,70 % dengan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan
sebesar 20 ha.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K
adalah 0,67). Diupayakan keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan
jumlah wisatawan snorkling Rao Selatan belum melampaui daya dukung kawasan
snorkling Rao Selatan, maka kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan dapat
dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,73 dan
jumlah wisatawan belum melampaui daya dukung kawasan wisata snorkling Rao Selatan
pada tahun 2016 adalah 421 orang/hari.
Hal tersebut memberikan gambaran upaya pelestarian sumberdaya pulau Rao
Selatan seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang
dengan target pencapaian dua belas tahun ke depan (dari tahun 2010-2022) persentase
penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti
tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 0,27% dari
persentase komunitas karang saat ini 56,70%.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Rao Selatan,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata snorkling Rao Selatan, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata snorkling
Rao Selatan mencapai Rp.29,1 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan
lingkungan sebesar Rp.291 juta (1% dari pendapatan wisata snorkling Rao Selatan)
110
10:57 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
1500
3000
0
1e+009.
2e+009.
1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 30 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi.
Upaya perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar
17 %,
Hasil simulasi skenario (Gambar 31) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61
kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,54)
sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Penurunan kualitas
lingkungan akan menyebabkan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang,
rumput laut mengalami penurunan.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun-tahun
semakin berkurang pada tahun 2017 berjumlah 28 orang/hari, penurunan jumlah
wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Rao Selatan dengan
111
pendapatan wisata snorkling sebesar Rp. 1,9 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan
Rp 39 juta.
10:58 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
150
300
0
200000000
400000000
1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
2
2
22
3
3
3
3
Gambar 31 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
Wisata Selam Rao Selatan
- Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao
Selatan 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 32) menunjukkan kondisi kualitas
lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun ke tahun semakin membaik. Pada tahun 2006
sampai tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan adalah 0,61 (kategori
sedang), pada tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena
pada tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat
112
dijadikan suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk
memperkenalkan kegiatan wisata yang ada.
11:01 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
2000
4000
0
1.5e+009
3e+009.
1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 32 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan wisata selam Rao Selatan. Keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah
wisatawan wisata selam Rao Selatan mencapai 748 orang/hari, padahal daya dukung
kawasan wisata selam Rao Selatan 716 orang/hari dengan persentase penutupan
komunitas karang 56,70 % dan kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan sebesar
31 ha.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K adalah
0,67). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah
wisatawan wisata selam Rao Selatan, belum melampaui daya dukung kawasan wisata
selam Rao Selatan, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan dapat
dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,72 dan pada
tahun 2016 jumlah wisatawan 656 orang/hari.
113
Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa harus ada upaya
melestarikan sumberdaya pulau Rao Selatan dua belas tahun ke depan (dari tahun 2010-
2022) terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu
karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60%
(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan
komunitas karang harus bertambah 0,27 % dari persentase komunitas karang saat ini
56,70 %
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata selam Rao Selatan,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata selam Rao selatan, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata selam Rao
Selatan mencapai Rp.45,4 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan
lingkungan sebesar Rp.454 juta (1% dari pendapatan wisata selam Rao Selatan)
- Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP
2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan. Upaya
perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 17 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 33) sama seperti simulasi skenario wisata
snorkling Rao Selatan menunjukan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari
sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61 kategori
sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,54) sampai pada
tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Penurunan kualitas lingkungan akan
menyebabkan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, rumput laut
mengalami penurunan.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun-tahun
semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah 99 orang/hari, penurunan jumlah
wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Rao Selatan dengan
114
pendapatan wisata selam sebesar Rp. 6,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp
136 juta.
11:03 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
250
500
0
350000000
700000000
1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
2
2
2 2
3
33
3
Gambar 33 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Rao Selatan dengan Laju
Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
• Simulasi Skenario Ngelengele
Wisata rekreasi Ngelengele
- Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)
Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi
1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 34) menunjukkan kondisi kualitas
lingkungan ekologi Ngelngele dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai
tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Ngelengele adalah 0,73 (kategori baik), pada
115
tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena pada tahun-tahun
ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu
kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan pengertian bahwa
kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Ngelengele
berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove, padang
lamun dan persentase penutupan komunitas karang 41,54% dengan life form karang lebih
besar dari 10, dan keadaan pulau ini sudah terjadi abrasi pantai 25-50%.
Semakin membaik kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya sampai tahun
2022 (NKEKLP2K adalah 0,87 kategori baik) menyebabkan jumlah wisatawan semakin
banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan wisata rekreasi Ngelengele, keadaan
ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi Ngelengele mencapai 160
orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Ngelengele 146 orang/hari dengan
panjang garis pantai 3.647 m.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K
adalah 0,80). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan
jumlah wisatawan rekreasi Ngelengele belum melampaui daya dukung kawasan rekreasi
Ngelengele, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele dapat
dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.87 dan
jumlah wisatawan pada tahun 2015 adalah 142 orang/hari.
Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa dua belas tahun ke depan
(dari 2010-2022) harus ada upaya melestarikan sumberdaya Ngelengele terutama seperti
ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target
pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN
LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 1,54% dari persentase komunitas karang saat ini 41,54%, keadaan ini dapat
dipertahankan maka tidak akan terjadi abrasi pantai.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Ngelengele,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
116
wisata rekreasi Ngelengele, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi
mencapai Rp.9,8 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan
sebesar Rp.98 juta (1 % dari pendapatan wisata rekreasi Ngelengele)
12:48 PM Thu, Jan 14, 2010Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
100
500
900
0
350000000
700000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 34 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP
1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya
perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 4 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 35) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem
mangrove.
117
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan semakin berkurang pada tahun 2021 berjumlah 65 orang/hari, penurunan
jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata rekreasi Ngelengele
pada tahun 2021 sebesar Rp. 4,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 44 juta.
Selanjutnya upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga
jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 71 orang/hari.
11:05 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
50
80
110
0
40000000
80000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
2
2
3
3
3 3
Gambar 35 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %
Wisata Snorkling Ngelengele
- Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)
Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi
1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju
118
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 36) menunjukan kondisi kualitas
lingkungan ekologi Ngelengele dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai
tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Ngelengele adalah 0,73 (kategori baik), pada
tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Ngelengele karena pada tahun-tahun
ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu
kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan pengertian bahwa
kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Ngelengele
berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove, padang
lamun, persentase penutupan komunitas karang 41,54 %, dan keadaan pulau ini sudah
terjadi abrasi pantai 25-50%.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,74 - 0,87 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan wisata snorkling Ngelengele, keadaan ini terjadi pada tahun 2016 jumlah
wisatawan wisata snorkling Ngelengele mencapai 176 orang/hari, padahal daya dukung
kawasan wisata snorkling Ngelengele 161 orang/hari dengan persentase penutupan
komunitas karang 41,54 % dan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan
sebesar 9 ha.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, pada tahun 2023 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K
adalah 0,56). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan
jumlah wisatawan wisata snorkling Ngelengele, belum melampaui daya dukung kawasan
wisata snorkling Ngelengele, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele
dapat dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.87
dan jumlah wisatawan tahun 2015 adalah 157 orang/hari.
Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa dua belas tahun ke depan
(dari tahun 2010-2022) harus ada upaya melestarikan sumberdaya Ngelengele terutama
119
ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target
pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN
LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 1,54 % dari persentase komunitas karang saat ini 41,54 %.
11:06 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
100
550
1000
0
350000000
700000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 36 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Ngelengele,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata snorkling Ngelengele, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata snorkling
Ngelengele mencapai Rp.10,8 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan
lingkungan sebesar Rp.108 juta (1 % dari pendapatan wisata snorkling Ngelengele)
- Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 4 %.
120
Hasil simulasi skenario (Gambar 37) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem
mangrove.
11:07 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
55
90
125
0
45000000
90000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 37 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin berkurang sampai pada tahun 2021 berjumlah 71 orang/hari,
penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling
Ngelengele pada tahun 2021 sebesar Rp. 4,9 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan
Rp 49 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,
menyebabkan jumlah wisatawan wisata snorkling Ngelengele pada tahun 2036
meningkat 78 oranghari.
121
Wisata Selam Ngelengele
- Simulasi skenario wisata selam Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata selam Ngelengele dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)
Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi
1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 38), seperti hasil simulasi snorkling
Ngelengele menunjukkan kondisi kualitas lingkungan ekologi Ngelengele dari tahun-
ketahun semakin membaik. Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan
pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung
Ngelengele berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove,
padang, persentase penutupan komunitas karang 41,54 %, dan keadaan pulau ini sudah
terjadi abrasi pantai 25-50 %.
11:08 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
500
3500
6500
0
2e+009.
4e+009.
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 38 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
122
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,74 - 0,87 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan wisata selam Ngelengele. Keadaan ini terjadi pada tahun 2016 jumlah
wisatawan wisata selam Ngelengele 1.037 orang/hari, padahal daya dukung kawasan
wisata selam Ngelengele 944 orang/hari dengan persentase penutupan komunitas karang
41,54 % dan kawasan wisata selam Ngelengele yang dapat dimanfaatkan sebesar 9 ha.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin
bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata
rekreasi, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi mencapai Rp.64 milyar
dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.640 juta (1 %
dari pendapatan wisata selam Ngelengele)
- Simulasi skenario wisata selam Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata selam Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 4 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 39) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem
mangrove.
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan semakin berkurang pada tahun 2021 berjumlah 421 orang/hari, penurunan
jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Ngelengele pada
tahun 2021 sebesar Rp. 29,1 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 291 juta.
123
Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga jumlah
wisatawan pada tahun 2036 meningkat 461 orang/hari.
11:08 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
300
500
700
0
250000000
500000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
2
2
3
3
3 3
Gambar 39 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %
Wisata Lamun Ngelengele
- Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata lamun dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya perbaikan ekologi Ngelengele sebesar 4 % lebih besar daripada
laju degradasi sebesar 1%. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 40)
menunjukkan kualitas lingkungan ekologi dari tahun-tahun mengarah pada perbaikan
sumberdaya sampai pada tahun 2022 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,87 kategori
baik).
Kualitas lingkungan ekologi yang semakin baik, maka akan berdampak pada
ekosistem lamun yang merupakan obyek yang menjadi wisata lamun Ngelengele.
Keadaan ini di tetap dijaga, maka pada tahun-tahun berikutnya tidak akan terjadi abrasi
pantai, dan berdampak pada jumlah wisatawan semakin meningkat sampai melampaui
124
daya dukung kawasan wisata lamun Ngelengele pada tahun 2016 berjumlah 135
orang/hari, saat ini daya dukung kawasan wisata lamun adalah 121 orang/hari dengan
luas kawasan wisata lamun Ngelengele yang dapat dimanfaatkan sebesar 4 ha dengan
persentase tutupan lamun sebesar 64 %. Peningkatan jumlah wisatawan wisata lamun
yang melebihi daya dukung kawasan wisata lamun akan menyebabkan penurunan
kualitas lingkungan ekologi yang secara tidak langsung akan berdampak pada pendapatan
wisata lamun.
11:10 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
50
400
750
0
300000000
600000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 40 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata lamun Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %
Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele dengan laju KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menggambarkan
laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Hasil simulasi
skenario seperti pada (Gambar 41) menunjukkan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele
mengalami penurunan sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).
Penurunan kualitas lingkungan ekologi, akibat dari laju degradasi lebih besar dari
upaya perbaikan lingkungan ekologi sehingga menyebabkan jumlah wisatawan lamun
125
Ngelengele berkurang sampai 55 orang/hari pada tahun 2021 dengan pendapatan wisata
lamun Ngelengele Rp 3,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan 38 juta.
11:10 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1
1
1
40
65
90
0
35000000
70000000
1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1 1
1
2
2
2
2
3
3
3 3
Gambar 41 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata lamun Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %
• Simulasi Skenario Galogalo
Wisata Rekreasi Galogalo
- Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)
Galogalo 1 %, kealamian pulau (KAP) Galogalo 1 % dan persentase perbaikan
lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang
dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Galogalo, dengan upaya perbaikan lingkungan
ekologi Galogalo sebesar 3 % dengan laju degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada
tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.
Hasil simulasi skenario (Gambar 42) menunjukan kondisi kualitas lingkungan
ekologi Galogalo dari tahun-ketahun semakin membaik. Tahun 2006 sampai tahun 2009
kualitas lingkungan ekologi Gologalo adalah 0,60 (kategori sedang ), pada tahun-tahun
ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Galogalo karena pada tahun-tahun ini baru
126
mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu kawasan
ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan kegiatan
wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Galogalo 0,60 memberikan pengertian bahwa
kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Galogalo berada
dalam keadaan sedang seperti, lamun terdiri 1 – 3 spesies, persentase penutupan
komunitas karang 43,20%, belum terjadi abrasi pantai dan belum berpenduduk, namun
ada beberapa parameter yang memprihatinkan seperti mangrove sangat sedikit dan
banyak yang rusak.
11:11 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
200
400
0
150000000
300000000
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
33
33
Gambar 42 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata rekreasi Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,61 - 0,72) menyebabkan jumlah
wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi
Galogalo, ini terjadi pada tahun 2018 jumlah wisatawan rekreasi Galogalo mencapai 73
orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Galogalo dengan panjang garis
pantainya saat ini 1.563 m adalah 63 orang/hari.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka tahun 2022 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 kualitas
lingkungan dalam kategori baik (NKEKLP2K adalah 0,66). Pancapaian keadaan yang
127
baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Galogalo, belum
melampaui daya dukung kawasan rekreasi Galogalo, maka diupayakan kualitas
lingkungan ekologi Galogalo dapat dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan
kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan jumlah wisatawan rekreasi Galogalo pada tahun
2017 adalah 63 orang/hari.
Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa harus ada upaya
melestarikan sumberdaya Galogalo terutama ekosistem terumbu karang dengan target
pencapaian sebelas tahun ke depan (dari tahun 2010-2021) dengan persentase penutupan
komunitas karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun
persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 1,43 % dari persentase
penutupan komunitas karang saat ini 43,20 %.
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin
bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata
rekreasi, sehingga pada tahun 2017 pendapatan wisata rekreasi mencapai Rp.4,3 milyar
dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.43 juta (1 % dari
pendapatan wisata rekreasi Galogalo)
- Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 17 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 43) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem
128
lamun, terumbu karang lebih kecil 20% dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah
terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50%.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2016 berjumlah
6 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
wisata rekreasi Galogalo sebesar Rp. 382 juta dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 7,6
juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan
jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 23 orang/hari.
11:14 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
20
40
0
30000000
60000000
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
2
2
22
3
33
3
Gambar 43 Perilaku skenario model saat ini wisata rekreasi Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
Wisata Snorkling Galogalo
- Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo dengan laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Galogalo 1 %, kealamian pulau (KAP) Galogalo
1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Galogalo,
dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Galogalo sebesar 3 % dengan laju degradasi
129
yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30
tahun.
Hasil simulasi skenario (Gambar 44) menunjukkan kondisi kualitas lingkungan
ekologi Galogalo dari tahun-ke tahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun 2009
kualitas lingkungan ekologi Galogalo adalah 0,60 (kategori sedang), pada tahun ini
belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Galogalo karena pada tahun-tahun ini baru
mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu kawasan
ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan kegiatan
wisata yang ada.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,61 - 0,72 kategori sedang ke baik)
menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung
kawasan wisata snorkling Galogalo, keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah
wisatawan wisata snorkling Galogalo mencapai 206 orang/hari, padahal daya dukung
kawasan wisata snorkling Galogalo 201 orang/hari dengan persentase penutupan
komunitas karang 43,20 % dan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan
sebesar 11 ha.
Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2022 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K
adalah 0,66). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan
jumlah wisatawan wisata snorkling Galogalo, belum melampaui daya dukung kawasan
wisata snorkling Galogalo, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Galogalo dapat
dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan
jumlah wisatawan 181 orang/hari.
Keadaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya
Galogalo sebelas tahun ke depan terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun
dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas
karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase
penutupan komunitas karang harus bertambah 1,53 % dari persentase penutupan
komunitas karang saat ini 43,20 %.
130
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Galogalo,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata snorkling Galogalo, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata snorkling
Galogalo mencapai Rp.12,5 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan
lingkungan sebesar Rp.125 juta (1 % dari pendapatan wisata snorkling Galogalo)
11:18 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
100
550
1000
0
350000000
700000000
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
3
3
33
Gambar 44 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya
perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 17 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 45) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).
131
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem
lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah
terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2016 berjumlah 18
orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata
snorkling Galogalo sebesar Rp. 1,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 37
juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan
jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 75 orang/hari.
11:21 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
100
200
0
100000000
200000000
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
12
2
2 2
3
33
3
Gambar 45 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
Wisata Selam Galogalo
- Simulasi skenario wisata selam Galogalo pelestarian KHP 1%, KAP 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1%
Simulasi skenario wisata selam Galogalo dengan laju pelestarian KHP 1%, KAP 1
% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar daripada laju degradasi
132
1 %. Upaya perbaikan lingkungan ekologi 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 1 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 46) menunjukkan telah terjadi peningkatan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penaikan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0.61) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik).
Kondisi ini mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya Galogalo sama seperti
skenario wisata snorkling Galogalo terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun
dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas
karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase
penutupan komunitas karang harus bertambah 2,8 % dari persentase penutupan
komunitas karang saat ini 43,20 %.
11:22 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
2000
4000
0
1.5e+009
3e+009.
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
2
33
33
Gambar 46 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2016 berjumlah 609 orang/hari,
jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata selam Galogalo yaitu 675
orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 39 ha dengan
persentase penutupan komunitas karang 43,20 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini
akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Galogalo, sehingga pada tahun
133
2015 jumlah wisatawan wisata selam Galogalo sebesar Rp. 37,6 milyar dengan biaya
perbaikan lingkungan Rp 376 juta.
- Simulasi skenario wisata selam Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
Simulasi skenario wisata selam Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP
2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 17 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 47) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).
Kondisi ini sama seperti simulasi skenario pada wisata snorkling Galogalo mengartikan
bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang
lebih kecil 20% dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai
lebih besar 50%.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan selam Galogalo semakin berkurang pada tahun 2016
berjumlah 60 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada
pendapatan wisata selam Galogalo sebesar Rp. 4,1 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 83 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun
selanjutnya, menyebabkan jumlah wisatawan selam Galogalo pada tahun 2036
meningkat sampai mencapai 252 orang/hari.
134
11:24 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
250
500
0
300000000
600000000
1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
2
2
2 2
3
3
3
3
Gambar 47 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %
• Simulasi Skenario Zumzum
Wisata Rekreasi Zumzum
- Simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pelestarian KHP 2%, KAP 2% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3% dengan laju degradasi 1%
Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)
Zumzum 2 %, kealamian pulau (KAP) Zumzum 2 % dan persentase perbaikan
lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang
dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Zumzum lebih besar daripada laju
degradasi, dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Zumzum sebesar 7 % dengan laju
degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Hasil simulasi skenario (Gambar 48) menunjukan kondisi kualitas lingkungan
ekologi pulau Zumzum dari tahun-ke tahun semakin membaik. Tahun 2006 sampai tahun
2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Zumzum adalah 0,48 (kategori sedang ), pada
tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya pulau Zumzum karena pada
tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan
135
suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Pulau Zumzum (NKEKLP2K Zumzum 0.48)
memberikan pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi
kawasan lindung Pulau Zumzum berada dalam keadaan sedang artinya berdasarkan
kriteria ekologi kawasan lindung pulau Zumzum sumberdaya hayati terutama terumbu
karang, persentase komunitas karangnya 41.06 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4
2001), mangrove sangat memprihatinkan jumlahnya hanya sedikit, lamunnya masih ada
4-5 jenis, sudah terjadi abrasi pantai masuk dalam kategori sedang 25-50% dan pulau ini
belum berpenduduk.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2019 (NKEKLP2K adalah 0,51 - 0,74) menyebabkan jumlah
wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau
Zumzum, hal ini terjadi pada tahun 2015 jumlah wisatawan rekreasi Pulau Zumzum
mencapai 185 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Pulau Zumzum dengan
panjang garis pantainya saat ini 4.078 m adalah 162 orang/hari.
Apabila keadaan ini berlanjut terus, maka tahun 2020 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 kualitas lingkungan dalam
kategori buruk (NKEKLP2K adalah 0,33). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas
lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Pulau Zumzum, belum melampaui
daya dukung kawasan rekreasi Pulau Zumzum, maka diupayakan kualitas lingkungan
ekologi Pulau Zumzum dapat dipertahankan sampai pada tahun 2019 dengan kualitas
lingkungan ekologi 0.74 dan jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah 139 orang/hari.
Keadaaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya
Pulau Zumzum terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase
penutupan komunitas karangnya sembilan tahun ke depan (2019) adalah 60 % (kategori
baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas
karang harus bertambah 2,10 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini
41,06 %.
136
4:26 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
0
1
0
1500
3000
0
1e+011.
2e+011.
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat…i Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi
1
1
1
1
22
2
23
3
3
3
Gambar 48 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas tetap dipertahankan akan berpengaruh pada pendapatan
wisata rekreasi, semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat
pula pendapatan wisata rekreasi Pulau Zumzum, sehingga pada tahun 2015 pendapatan
wisata rekreasi mencapai Rp.11 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan
lingkungan sebesar Rp.224 juta (2 % dari pendapatan wisata rekreasi Zumzum)
- Simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7%
Simulasi skenario wisata rekrasi Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 7 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 49) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,46) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk).
137
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem
lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah
terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah 20
orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata
rekreasi Zumzum sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 14 juta.
Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga jumlah
wisatawan pada tahun 2036 tetap meningkat sampai mencapai 11 orang/hari.
4:28 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
5
45
85
0
3e+009.
6e+009.
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat…i Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi
1
11
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 49 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %
Wisata Snorkling Zumzum
- Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 6 % daripada laju degradasi
1 %.
138
Hasil simulasi skenario (Gambar 50) menunjukan telah terjadi peningkatan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penaikan sama seperti
simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,51) sampai
pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada upaya
melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke depan terutama ekosistem
mangrove, padang lamun dan terutama ekosistem terumbu karang dengan target
pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN
LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 2,10 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.
4:31 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
0
1
0
2000
4000
0
1.5e+011
3e+011.
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata snorkling
1
1
1
1
22
2
23
3
3
3
Gambar 50 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2014 berjumlah 146 orang/hari,
jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Zumzum yaitu
171 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 10 ha dengan
persentase penutupan komunitas karang 41,06 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini
akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Zumzum, sehingga pada tahun
2014 pendapatan wisata snorkling Zumzum sebesar Rp. 10,1 milyar dengan biaya
139
perbaikan lingkungan Rp 304 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata snorkling
Zumzum)
- Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 7 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 51) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dari
keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,48
kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,46)
sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi ini mengartikan
bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang
lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai
lebih besar 50 %.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah
21 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
wisata snorkling Zumzum sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan
Rp 14 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,
menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai mencapai 11
orang/hari.
140
4:32 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
5
45
85
0
3e+009.
6e+009.
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata snorkling
1
11
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 51 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %
Wisata Selam Zumzum
- Simulasi skenario wisata selam Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata selam Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP
2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 7 % daripada laju degradasi
1 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 52) sama seperti hasil simulasi skenario wisata
rekreasi, snorkling Zumzum menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas lingkungan
dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K
0,48 kategori sedang), namun mulai mengalami penaikan pada tahun 2010 (NKEKLP2K
0.51) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini
mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke
depan terutama ekosistem mangrove, padang lamun dapat mencapai 4-5 jenis dan
terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan
komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun
141
persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 2,10 % dari persentase
penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.
4:34 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
0
1
0
4000
8000
0
1e+010.
2e+010.
1: kualitas ling…i Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
23
3
3
3
Gambar 52 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 sudah melampaui jumlah
wisatawan wisata selam pulau Zumzum berjumlah 513 orang/hari, padahal daya dukung
jumlah wisatawan wisata selam pulau Zumzum adalah 450 orang/hari dengan luas
kawasan wisata selam pulau Zumzum yang dapat dimanfaatkan 27 ha dengan persentase
penutupan komunitas karang 41,06 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini akan
berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam pulau Zumzum, sehingga pada tahun
2014 pendapatan wisata selam pulau Zumzum sebesar Rp. 26 milyar dengan biaya
perbaikan lingkungan Rp 801 juta. (3 % dari biaya pendapatan wisata selam Pulau
Zumzum).
142
- Simulasi skenario wisata selam Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
Simulasi skenario wisata selam Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP
1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 3% daripada laju degradasi
7%.
Hasil simulasi skenario (Gambar 53) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata rekreasi, snorkling Pulau
Zumzum dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan
(NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010
(NKEKLP2K 0,46) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi
ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun
1-3 jenis, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah
terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.
4:36 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
150
300
0
100000000
200000000
1: kualitas ling…i Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
11
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 53 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah
54 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
143
wisata selam Zumzum sebesar Rp. 3,7 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan
Rp 37 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,
menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 tetap meningkat sampai mencapai 30
orang/hari.
Wisata Lamun Zumzum
- Simulasi skenario wisata lamun Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata lamun Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP
2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 7 % daripada laju
degradasi 1%.
Hasil simulasi skenario (Gambar 54) menunjukkan telah terjadi peningkatan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang), pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.51)
sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada
upaya melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke depan terutama
ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target
pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN
LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 2,10% dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2014 berjumlah 89 orang/hari,
jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata selam Zumzum yaitu 105
orang/hari dengan luas kawasan wisata lamun yang dapat dimanfaatkan 4 ha dengan
persentase tutupan lamun 61%. Bertambahnya jumlah wisatawan ini akan berpengaruh
pula pada pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum, sehingga pada tahun 2014
pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum sebesar Rp. 6,1 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 185 juta. (3 % dari biaya pendapatan wisata Pulau Zumzum)
144
4:37 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
0
1
0
1000
2000
0
2e+009.
4e+009.
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
1
1
1
22
2
23
3
3
3
Gambar 54 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %
- Simulasi skenario wisata lamun Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan
persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %
Simulasi skenario wisata lamun Pulau Zumzum dengan laju pelestarian KHP
1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi
7 % menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil 3 % daripada laju
degradasi 7 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 55) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata rekreasi, snorkling, dan
selam pulau Zumzum dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,46 kategori sedang) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39
kategori buruk), kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan
seperti ekosistem lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak
ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.
145
4:38 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
25
50
0
20000000
40000000
1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan
1
11
1
2
2
22
3
3
3 3
Gambar 55 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan lamun semakin berkurang pada tahun 2019
berjumlah 13 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada
pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum sebesar Rp. 871 juta dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 8,7 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun
selanjutnya, menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai
mencapai 7 orang/hari.
• Simulasi Skenario Ruberube
Wisata Rekreasi Ruberube
- Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)
Ruberube 1 %, kealamian pulau (KAP) Ruberube 1 % dan persentase perbaikan
lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang
dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Ruberube lebih besar daripada laju
146
degradasi, dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ruberube sebesar 4 % dengan
laju degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu
selama 30 tahun.
Hasil simulasi skenario (Gambar 56) menunjukan kondisi kualitas lingkungan
ekologi pulau Ruberube dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun
2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Ruberube adalah 0,56 (kategori sedang ), pada
tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Pulau Ruberube karena pada
tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan
suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan
kegiatan wisata yang ada.
Kualitas lingkungan ekologi Pulau Ruberube (NKEKLP2K Ruberube 0.56)
memberikan pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi
kawasan lindung Pulau Ruberube berada dalam keadaan sedang artinya berdasarkan
kriteria ekologi kawasan lindung pulau Ruberube sumberdaya hayati terutama terumbu
karang, persentase komunitas karangnya 29,30 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4
2001), mangrove sangat memprihatinkan jumlahnya hanya sedikit, lamunnya masih ada
4-5 jenis, sudah terjadi abrasi pantai masuk dalam kategori sedang 25-50 %.
Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun
2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,58 - 0,72) menyebabkan jumlah
wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau
Ruberube, hal ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi pulau Ruberube
mencapai 105 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi pulau Ruberube dengan
panjang garis pantainya saat ini 2.556 m adalah102 orang/hari.
Apabila keadaan ini berlanjut terus, maka tahun 2022 terjadi kecenderungan
kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2026 kualitas lingkungan
dalam kategori buruk (NKEKLP2K adalah 0,54). Pencapaian keadaan yang baik antara
kualitas lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Pulau Ruberube, belum
melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau Ruberube, maka diupayakan kualitas
lingkungan ekologi Pulau Ruberube dapat dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan
kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan jumlah wisatawan tidak melebihi daya dukung
kawasan wisata rekreasi Pulau Ruberube.
147
Keadaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya
Pulau Ruberube terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase
penutupan komunitas karangnya 11 tahun ke depan (2021) adalah 60 % (kategori baik
KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang
harus bertambah 2,79 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 29,30 %.
4:40 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
400
800
0
3e+010.
6e+010.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi
1
1
1
1
22
2
2
3
3
3
3
Gambar 56 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ruberube dengan Laju
Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Ruberube,
semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan
wisata rekreasi Ruberube, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi
mencapai Rp. 6,1 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan
sebesar Rp.122 juta (2 % dari pendapatan wisata rekreasi Ruberube)
- Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %
dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %
Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %
menunjukan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
148
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 15 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 57) menunjukan telah terjadi penurunan kualitas
lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan
(NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010
(NKEKLP2K 0,51) sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi
ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun,
terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi
pantai sampai lebih besar 50 %.
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah 17
orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata
rekreasi Ruberube sebesar Rp. 1,1 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 23 juta.
Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan jumlah
wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai mencapai 67 orang/hari
4:55 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
35
70
0
2.5e+009
5e+009.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 57 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %
149
Wisata Snorkling Ruberube
- Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube dengan laju pelestarian KHP 1 %,
KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 4 % dari laju degradasi 1 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 58) menunjukkan telah terjadi peningkatan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penaikan, pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0.58) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik).
Kondisi ini mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya Pulau Ruberube sebelas
tahun ke depan terutama ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu
karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 %
(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan
komunitas karang harus bertambah 2,79 % dari persentase penutupan komunitas karang
saat ini 29,30 %.
5:01 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
200
400
0
1.5e+010
3e+010.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata snorkling
1
1
1
1
22
2
2
3
3
3
3
Gambar 58 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %
150
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 berjumlah 39 orang/hari,
jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Ruberube yaitu
45 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 4 ha dengan
persentase penutupan komunitas karang 29,30 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini
akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Ruberube, sehingga pada tahun
2015 pendapatan wisata snorkling Ruberube sebesar Rp. 2,7 milyar dengan biaya
perbaikan lingkungan Rp 54 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata snorkling Ruberube)
- Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube pelestarian KHP 2%, KAP 2 %
dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %
Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2 %,
KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %
menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.
Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi
sebesar 15 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 59) menunjukkan telah terjadi penurunan
kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas
lingkungan (NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun
2010 (NKEKLP2K 0,51) sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk).
Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem
lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah
terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.
151
5:03 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
15
30
0
1.5e+009
3e+009.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata snorkling
1
1
1
1
2
2
2
2
3
33
3
Gambar 59 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah
7 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
wisata snorkling Ruberube sebesar Rp. 509 juta dengan biaya perbaikan lingkungan Rp
10 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan
jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 29 orang/hari.
Wisata Selam Ruberube
- Simulasi skenario wisata selam Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
Simulasi skenario wisata selam Ruberube dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP
1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %
menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 4 % daripada laju degradasi
1 %.
Hasil simulasi skenario (Gambar 60) sama seperti simulasi skenario wisata
snorkling Ruberube menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas lingkungan dari
152
keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,56
kategori sedang) mulai mengalami penaikan, pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.58) sampai
pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada upaya
melestarikan sumberdaya Pulau Ruberube sebelas tahun ke depan terutama ekosistem
mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian
persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4
2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 2,79 %
dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 29,30 %.
5:06 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
1000
2000
0
4e+010.
8e+010.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata selam
1
1
1
1
2 2
2
2
3
3
3
3
Gambar 60 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2% dan Laju Degradasi 1 %
Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah
wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 berjumlah 121 orang/hari,
jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Ruberube yaitu
140 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 12 ha dengan
persentase penutupan komunitas karang 29,30%. Bertambahnya jumlah wisatawan ini
akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Ruberube, sehingga pada tahun
2015 pendapatan wisata selam Ruberube sebesar Rp. 8,4 milyar dengan biaya perbaikan
lingkungan Rp 167 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata selam Ruberube)
153
- Simulasi skenario wisata selam Ruberube pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %
Simulasi skenario wisata selam Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2%, KAP
2% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15%
menunjukan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya
perbaikan lingkungan ekologi hanya 6% bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar
15%.
Hasil simulasi skenario (Gambar 61) sama seperti simulasi skenario wisata
snorkling Ruberube menunjukkan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari
keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,56
kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,51)
sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi ini mengartikan
bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang
lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai
lebih besar 50 %.
5:15 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
1
1
0
50
100
0
3.5e+009
7e+009.
1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata selam
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 61 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %
154
Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan
berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah
23 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan
wisata selam Ruberube sebesar Rp. 1,5 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan
Rp 31 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,
menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 91 orang/hari.
5.6 Arahan Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan
Ekowisata Berkelanjutan
• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisita berkelanjutan dalam bentuk
zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga, harus di wujudkan oleh
semua pihak dalam rangka melindungi habitat-habitat yang kritis, mempertahankan
keanekaragaman hayati, melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya,
menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata, serta mempromosikan pembangunan
kelautan berkelanjutan. Tindakan yang direkomendasikan sebagai berikut :
- Peningkatan kesadaran masyarakat dalam melestarikan KP2K MS2B melalui
penyuluhan peningkatan kualitas SDM baik formal maupun tidak formal.
- Pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan seperti : penetapan tata ruang
termasuk zonasi, pengembangan usaha-usaha ekonomi masyarakat dan
pengembangan wisata di KP2K MS2B yang diagendakan oleh pemerintah
setempat. Proses partisipasi masyarakat yang dinilai efektif adalah dengan
pertemuan melalui metode FGD (focus group discussion) melibatkan unsur
masyarakat, instansi pemerintah terkait, dan pengguna atau stakehorders dalam
setiap rencana pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata
berkelanjutan.
• Sesuai dengan analisis kesesuaian lahan untuk ekowisata, yang meliputi ekowisata
pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, selam dan
lamun, memperhatikan daya dukung kawasan ekowisata atau jumlah maksimum
individu/wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan tersebut tanpa
mengakibatkan kerusakan sumberdaya. Daya dukung pengunjung ditujukan pada
pengembangan ekowisata dengan memanfaatkan potensi pulau-pulau kecil, pantai
155
dan perairan, dengan pengembangan wisata alam tidak bersifat turis massal, mudah
rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas. Untuk kegiatan ekowisata pantai
diasumsikan setiap orang membutuhkan 50 m panjang pantai, karena pengunjung
akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti
berjemur, berjalan-jalan, menikmati panorama alam, memancing, berenang sekitar
pulau dan lain-lain, sedangkan ekowisata bahari seperti penyelaman setiap 2 orang
membutuhkan 2000 m2 atau 200 m x 10 m , untuk snorkling dan lamun setiap orang
membutuhkan 500 m2 atau 100 m x 5 m. Adapun tindakan yang direkomendasikan :
- Melakukan evaluasi/ atau pemantauan terhadap sumberdaya alam, secara berkala
setahun dua kali, dalam upaya mengetahui daya dukung kawasan untuk
keberlangusungan ekowisata.
- Sosialisaikan program yang berhubungan dengan pelestarian sumberdaya kepada
para pengunjung, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga daya dukung kawasan
ekowisata.
• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan yang
terintegrasi adalah sebuah model pembangunan pariwisata yang terencana dan
didesain untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu arahan model pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk ekowisata
berkelanjutan yang diusulkan penekanannya adalah pada pelestarian lingkungan
ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-
pulau kecil. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah:
- Gugus Rao Selatan, terdiri dari Posiposi Rao, Pulau Saminyamao dan Pantai
Wayabula dengan kondisi saat sekarang memiliki mangrove 4-5 jenis dan
persentase penutupan komunitas karangnya 56,70%. Apabila laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1%, kealamian pulau (KAP)
Rao Selatan 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju
degradasi 1 %, maka target pencapaian 12 tahun ke depan dari tahun 2010 – tahun
2022 dengan ekosistem mangrove dapat tumbuh melebihi dari kondisi saat ini,
ekosistem terumbu karang persentase penutupan komunitas karangnya mencapai
60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti ke depan sejak tahun 2010
156
- tahun 2022 tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah
0,27 %.
- Gugus Ngelengele, terdiri dari pulau Burung, pulau Ngelengele Besar, pulau
Ngelengele Kecil dan Pulau Kacuwawa dengan kondisi saat ini seperti mangrove,
padang lamun teridiri dari 4-5 jenis dengan persentase penutupan komunitas
karangnya 41,54 % dan sudah terjadi abrasi pantai 25-50 %. Apabila laju
pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1%, kealamian pulau
(KAP) Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan
laju degradasi 1 %, maka target pencapaian selama 12 tahun ke depan dari tahun
2010 - tahun 2022, dengan upaya melestarikan sumberdaya hayati seperti
ekosistem mangrove, padang lamun melebihi dari kondisi saat ini, dan persentase
penutupan komunitas karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No
4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus
bertambah 1,54 %, keadaan ini dapat dipertahankan maka tidak akan terjadi abrasi
pantai.
- Gugus Galogalo yang terdiri dari pulau Lolobe Besar, pulau Loleba Kecil, pulau
Galogalo Besar, Pulau Galogalo Kecil dan Pulau Pelo dengan kondisi saat ini
seperti lamun terdiri dari 1-3 jenis, dengan persentase penutupan komunitas
karangnya 43,20 %, mangrove sangat sedikit banyak yang rusak. Apabila laju
pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Galogalo 1 %, kealamian pulau
(KAP) Galogalo 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan
laju degradasi 1 %, maka target pencapaian 11 tahun ke depan (dari tahun 2010-
2021) sumberdaya mengalami peningkatan ke kategori baik dengan cara
mereboisasi mangrove, dan persentase penutupan komunitas karangnya 60 %
(kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase
penutupan komunitas karang harus bertambah 1,43 %.
- Gugus Dodola terdiri dari Pulau Dodola Besar, Pulau Dodola Kecil, Pulau
Kolorai dan Pulau Kokoya dengan kondisi saat ini seperti spesies magrove 4-5
jenis dengan persentase penutupan komunitas karang memprihatinkan 23,20 % .
Apabila laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Dodola, kealamian
pulau (KAP) Dodola 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 %
157
dengan laju degradasi 1 %, maka upaya yang dilakukan lebih meningkatkan
sumberdaya pulau-pulau kecil ke depan, dengan target pencapaian sebelas tahun
ke depan (dari tahun 2010 - 2021), pelestarian sumberdaya terutama mangrove
dan lamun ditingkatkan dari kondisi saat ini dan persentase penutupan komunitas
karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap
tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 3,34 %.
- Gugus Zumzum terdiri dari Pulau Zumzum, Pulau Jojoromu, Pulau Kapakapa,
Pulau Lungulungu, Pulau Ruberube, Pulau Rukeruke dan Pulau Bobongone
dengan kondisi saat ini seperti mangrovenya sangat memprihatinkan jumlahnya
sangat sedikit, persentase penutupan komunitas karangnya 41,06 % dan sudah
terjadi abrasi pantai 25-50 %. Apabila laju pelestarian keanekaragaman hayati
pulau (KHP) Zumzum 2 %, kealamian pulau (KAP) Zumzum 2 % dan persentase
perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %, maka target
pencapaian 9 tahun ke depan terutama sumberdaya yang kritis seperti ekosistem
mangrove dapat tumbuh melebihi kondisi saat ini, persentase penutupan
komunitas karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001),
berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah
2,10 %.
• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan dapat
terlaksana dengan baik apabila semua pemangku kepentingan mempunyai komitmen
untuk melestarikan sumberdaya pulau-pulau kecil. Implementasinya dapat berupa
dukungan legal melalui keputusan formal dalam bentuk peraturan pemerintah daerah
(PERDA).
• Dewasa ini satu hal yang harus dihadapi dalam pengelolaan pulau-pulau kecil adalah
perubahan iklim yang menyebabkan menaiknya permukaan air laut diakibatkan oleh
terjadinya pemanasan global. Kenaikan ini akan mempengaruhi keberadaan pulau-
pulau kecil bahkan hilang dan tenggelam. Peneliti dari Commonwealth Scientific
and Industry Research Organization (CSIRO) Australia telah membuat
perbandingan model pengukuran dari kenaikan permukaan air laut regional terhadap
hasil observasi dari catatan pengukuran pasang surut dan pengukuran altimeter dari
satelit. Mereka menyimpulkan bahwa perkiraan terbaik tentang rata-rata kenaikan
158
permukaan air laut secara global untuk periode tahun 1950 sampai dengan tahun
2000 berkisar antara 1,8 sampai 1,9 mm pertahun (berada di bawah 10 cm). Hal ini
dibuktikan oleh kenaikan air laut tertinggi (sekitar 3 mm pertahun atau 30 cm per
abad) terjadi di daerah Pasifik Barat dekat khatulistiwa dan samudera Hindia pada
daerah Ekuator Barat. Pittock (2005) memperkirakan adanya kenaikan suhu udara
(rata-rata) selama 3 tahun berturut-turut pada akhir abad 20, diperkirakan suhu
atmosfer bumi akan meningkat antara 1,40C sampai dengan 5,80C selama periode
tahun 1990 sampai dengan tahun 2100, sedangkan Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan suhu permukaan global akan meningkat
1.10C sampai dengan 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) pada tahun yang sama.
Mencermati hal tersebut, KP2K MS2B memiliki elevasi yang rendah, kaya akan
keanekaragaman hayati, namun belum memiliki suatu kajian yang
mempertimbangkan fenomena pemanasan global berakibat pada menaiknya
permukaan air laut, sebagai suatu cara mengantisipasi ke depan hilangnya pulau-
pulau kecil. Untuk itu diperlukan suatu kajian sebagai berikut:
- Perlu kajian mengenai menaiknya permukaan air laut pulau-pulau kecil
Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.
- Perlu mengantisipasi dengan melakukan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil
secara terpadu dan berkesinambungan.
159
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
• Daya dukung KP2K MS2B untuk ekowisata sangat ditentukan oleh luas area yang
dapat dimanfaatkan dengan kondisi kualitas lingkungan saat ini dalam keadaan
sedang-baik, untuk wisata rekreasi panjang pantai 58.809 m daya dukungnya 2.353
orang/hari, wisata snorkling kawasan yang dapat dimanfaatkan 226,9 ha daya
dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam 1.248 ha daya dukungnya 39.942
orang/hari dan wisata lamun luas kawasannya 102 ha daya dukungnya 4.733
orang/hari.
• Model pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata berkelanjutan penekanannya pada
pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya
adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pelestarian
keanekaragaman hayati pulau (KHP), laju pelestarian kealamian pulau (KAP),
persentase perbaikan pulau dan laju degradasi yang diterapkan. Untuk pelestarian
lingkungan ekologi gugus Rao Selatan dan Ngelengele target pencapaian 12 tahun
ke depan (tahun 2010 – 2022), gugus Galogalo dan Dodola target pencapaian 11
tahun ke depan (tahun 2010 – 2021), gugus Dodola 11 tahun ke depan (tahun 2010 –
2011) dan gugus Zumzum 9 tahun ke depan (tahun 2010 – 2019)
6.2 Saran
• Diperlukan penelitian lanjutan tentang model keberlanjutan pulau-pulau kecil yang
didasari atas perilaku sistem yang ada seperti aspek sosial budaya, ekonomi dan
kelembagaan dan lebih terfokus pada salah satu pulau kecil
• Diperlukan upaya rehabilitasi dan konservasi terhadap ekosistem yang ada di pulau-
pulau kecil, khususnya sumberdaya alam seperti ekosistem terumbu karang dan
pantai pasir putih tempat bertelurnya penyu. Rehabilitasi bertujuan memperbaiki
kondisi ekosistem yang ada agar dapat pulih dan menambah daya saing terhadap
objek yang akan dijadikan daya tarik ekowisata, sedangkan konservasi menjaga
keberadaan ekosistem yang telah direhabilitasi agar tetap terjaga dengan baik.
160
• Diperlukan kerjasama semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan kawasan
pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata seperti pemerintah, swasta,
masyarakat, dan pihak keamanan dalam mengantisipasi penangkapan ikan masih
mempergunakan bom dan sianida yang dapat merusak terumbu karang merupakan
aset untuk wisata, pengambilan benda-benda sejarah oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
• Diperlukan upaya mengantisipasi pemanasan global menyebabkan perubahan iklim
yang bisa berpengaruh pada menaiknya permukaan air laut yang dapat berpengaruh
pada hilangnya keberadaan dari pulau-pulau kecil ini.
161
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L. 2004. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan. PKSPL IPB.
_________. 2006. Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya
Pesisir dan Laut. PKSPL IPB. Aminullah E dan Muhammadi. 2001. Konsep Dasar Sistem Dinamis dalam Analisis
Sistem Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.
Aziz A. 2003. Kajian Pengembangan Pariwisata Bahari di Kelurahan Pulau Kelapa
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik (BPS) Morotai Selatan. 2003. Kecamatan Morotai Selatan dalam
Angka. BPS MORSEL. Badan Pusat Statistik (BPS) Morotai Selatan Barat. 2005. Kecamatan Morotai Selatan
Barat dalam Angka. BPS MORSELBAR. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). 1996.
Pengembangan Protipe Wilayah Pesisir dan Marin Kupang Nusa Tenggara Timur. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Cibinong.
Brander JA dan Taylor MS. 1998. The Simple Economic of Easter Island: A Ricardo-
Malthus Model of Renewable Resource Use. The American Economic Review 88(1) : 119-138
Bengen DG dan Retraubun ASW. 2006. Menguak Realitas Eko-Sosio Sistem Pulau-
Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P42L). Bogor.
Beller W,d’ Ayala and Hein P, 1990. Sustainable Development and Environmental
Management of Small Islands. UNESCO, Paris Bjork P. 2000. Ecotourism From a Conceptual Perspective, an Extended Definition of
Unique Tourism Form. International Journal of Tourism Research. 2: 189-202. Bookbinder MP, Dinerstein E, Rijal A, Cauley H and Rajouria A. 2000. Ecotourism’s
Support of Biodiversity Conservation. Conservation Biology 12(6) : 1399-1404.
162
Brown K, Tompkins E and Adger W.E. 2001. Trade off Analysis for Participatory Coastal Zone Decision Making. Overseas of East Anglia. Norwich.
Buchsbaum BD. 2004. Ecotourism and Sustainable Development in Costa Rica.
Virginia Polytechnic and State University. USA. Carter E and Lowman G. 1994. Ecotourism ; A Sustainable Option. John Willey &
Sons. New York Casagrandi R and Rinaldi S. 2002. A Theoritical Approach to Tourism Sustanaibility.
Conservation Ecology. 6(1) : 13. Ceballos-Lascurain H. 1991. Tourism, Ecotourism and Protected Areas. Parks. Journal
of Sustainable Tourism. 2: 31-35 Choy DL. 1997. Perencanaan Ekowisata, Belajar dari Pengalaman di South East
Queensland. Procedings on the Training and Workshop of Planning Sustainable Tourism. Penerbit ITB. Bandung.
Clark JR. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publisher, Boca Raton.
Florida. Dahuri R, Ginting SP, Rais J dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Davis D and Tisdell C. 1995. Recreational Scuba-Diving and Carrying Capacity in
Marine Protected Areas. Ocean & Coastal Management. 26(1): 19-40. Diaz Arenas A and Febrillet Huertas J. 1986. Hydrology and Water Balance of Small
Islands: A Review of Existing Knowledge. Technical Documents in Hydrology. UNESCO, Paris.
Dinas Budaya dan Pariwisata Halmahera Utara (DISBUDPAR HALUT). 2006. Jenis-
Jenis Tarian dan Kerajinan Halmahera Utara. DISBUDPAR HALUT. Dymond SJ. 1997. Indicators of Sustainable Tourism in New Zealand : A Local
Government Perspective. Journal of Sustainable Tourism 5(4): 279-293. English S, Wilkinson S and Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsville.
163
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor
Fandeli C. 2000. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Dalam Fandeli, C dan Mukhlisin
(Editor). Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 157-167 Hal.
Fennel D and Eagles PFJ. 1990. Ecotourism in Costa Rica: A Conceptual Framework.
Journal of Park and recreacion administration 8 (1):3-34. Forrester JW. 1968. Principles of System. Wright-Allen. Press, Inc. Massachusetts Frederick A, Victoria ECC, Jeddah LDP and Danilo TD. 2005. Impacts of Recrational
Scuba Diving on A Marine Protected Area in Central Philippines: A Case of Gilutongan Marine Sanctuari. Philip. Scient 42: 144-158.
Grant WE, Pederson EK, and Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management ; System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New York.
Hall C.M. 2001. Trends in Ocean and Coastal Tourism: The End of the Last Frontier.
Ocean & Coastal Management 44: 601-608. Hannon B and Ruth M. 1994. Dynamic Modeling. Springer-Verlag. New York. Hardjowigeno S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan
Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor Hidayat A. 2000. Konsep dan Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari. Seawatch
Indonesia. BPPT Jakarta. Honey M. 1999. Ecotourism and Sustainable Development : How Owns Paradise.
Washington DC: Island Press. International Institute of Rural Reconstruction (IIRR). 1998. Participatory Methods in
Community Based Coastal Resource Management 3 Vols. Silang. Cavite Philippiness.
Jeffer JNR. 1978. An Introduction to System Analysis : With Ecological application.
Edward Arnold. London.
164
Jorgensen SE. 1988. Fundamentalis of Ecological Modeling. Elsevier Science Publishers. Amsterdam.
Kay R and Alder J. 1999. Coastal Planning And Management. Routledge. New York. Kusumastanto T. 2000. Perencanaan dan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil.
Makalah pada Lokakarya Pendekatan Penataan Ruang dalam Menunjang Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil. Kerjasama Direktorat Tata Ruang Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil, DITJEN P3K Departemen Perikanan dan Kelautan tanggal 10 Oktober 2000 di Jakarta.
Lee KF. 2001. Sustainable Tourism Destination: The Importance of Cleaner
Production. Journal of Cleaner Production, 9: 313-323. Maanema M. 2003. Model pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus di Gugus
Pulau Pari Kepulauan Seribu). (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Matsumoto A. 2001. Economic Dynamic Model for Small Island. Discrete Dynamics in
Nature and Society 7: 121-132. McNeely JA. 1994. An Introduction to Protected Area Economics and Policy (In:
Protected area Economics And Policy, Munasinghe, M and J. McNeelye eds. 1-11) The Worl Bank, Washington DC.
McMinn S. 1997. The Challenge of Sustainable Tourism. The Environmentalis, 17:
135 – 141. Muhammmadi, Aminullah E dan Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis
(Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen). UMJ Press. Jakarta. Moberg F and Folke C. 1999. Ecological Good and Services of Coral Reef Ecosystem.
Ecological economic 29: 215-233. Monk AK, de Fretes Y and Lilley GY. 2000. The Ecology of Nusa Tenggara and
Maluku. Dalhousie University – CIDA. Ola OL. 2006. Model Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil, Dalam Rangka Pengembangan
Wilayah Kepulauan Wakatobi. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Orams M. 1999. Marine Tourism. Development, Impact and Management.
Routledge. London and New York.
165
Parwinia. 2007. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pusat Studi Lingkungan (PSL UNKHAIR), 2005. Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan Dan Morotai Selatan Barat Kabupaten Halmahera Utara Provinasi Maluku Utara. PSL UNKHAIR Ternate.
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. 2006. Ekspedisi Halmahera. Jakarta. Retraubun ASW. 2006. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil. Seminar Sehari Musyawarah
Kerja Nasional Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia-(HIMiTEKINDO) IPB. 16 Januari 2006.
Reese ES. 1989. Orientation Behavior of Butterflyfishes (Family Chaetodontidae) on
Coral Reef Spatial Learning of Route Specific Landmarks and cognitive maps. Enviromental Biology of Fishes 25:79-86.
Ruyani I. 2003. Kajian Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Gugus
Pulau di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ryhanen H. 2001. Local Involvement in Ecotourism: How to Get Local People and
Villages Interested in Nature Tourism? Paper Presented in International Seminar on Ecotourism in Petrozavodsk.
Salm RV, Clark JR and Siirila E. 2000. Marine and Coastal Protected Areas: A Guide
for Planners and Managers. Third Edition. Internasional Union For Conservation of Nature and Natural Resources, Bland, Switzerland.
Salm R.V and Usher G.F. 1984. Zoining Plan for Bunaken Islands Marine Park.
Prepared for Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. IUCN/WWF Conservation for Development Programme.
Scace, 1993. An Ecotourism Perspective in Nelson J., Butler, R. and Wall, G. (Editors).
Tourism and Sustainable Development : Monitoring, Planning, Managing. Waterlooo: Heritage Reseource Centre. University of Waterloo. p59-82.
Simon FJG, Narangajavana Y and Marques DP. 2004. Carrying Capacity in the
Tourism Industry : A Case Study of Hengisbury Head, Tourism Management, 25: 275-283.
166
Soselisa A. 2006. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Papua. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta Bandung.
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta. Penerbit Djambatan.
Suryani E. 2006. Pemodelan Simulasi. Graha Ilmu. Yogyakarta. Susilo SB. 2003. Kerberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Studi Kasus
Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tosun C. 2001. Challenges of Sustainable Tourism Development in Developing World:
the Case of Turkey. Tourism Management. 25: 289-303. Valentine P. 1993. Ecotourism and Nature Conservation. A Definition With Some
Recent Development in Micronesia. Tourism Management. 142: 107-115. Wearing S and Neil S. 1999. Ecotourism: Impact, Potentials and Possibilities.
Oxford: Butterworth-Heinemann. Wunder S. 2000. Ecotourism and Economic An Empirical Approuch. Ecological
Economics. 29:465-479. Yuanike. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Patisipasi Masyarakat
Di Kawasan Nusa Lembongan, Bali. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Yudaswara. 2004. Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Dalam Pengelolaan Pulau-
Pulau Kecil Secara Berkelanjutan (Studi Kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng Bali). (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Young M. (1992). Ecotourism-Profitable Conservation? In Hay, J.E (Editor),
Ecotourism Business in The Pacific: Promoting a Sustainable Experience. Conference Proceedings. Environmental Science, University of Auckland: Auckland. 55-60.
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. Seminar Sains Departemen MSP, 21 Februari. Bogor
167
Zakai D, Nanette E and Furman C. 2001. Impact of Intensive Recreational Diving on Reef Coral at Eilat, Northen Red Sea. Biological Conservation. 105:179–187
Ziffer K. 1989. Ecotourism : The Uneasy Alliance. Washington DC. Coservation
International, Ernst and Young.
168
LAMPIRAN
169
Lampiran 1 Analisa Biaya Perjalanan Wisata
No. Kunjungan
(V)
Total Pengeluaran (TC)
(Rp)
Jarak dari rumah (D)
(km)
Pendapatan per tahun (I)
(Rp)
Umur(A) (tahun)
Ln V
Ln TC Ln D Ln I Ln A
1 2 2.050.000 385 9.000.000 22
0.69 14.53 5.95 16.01 3.09
2 1 235.000 1 2.100.000 20
0.00 12.37 0.00 14.56 3.00
3 1 920.000 185 2.700.000 24
0.00 13.73 5.22 14.81 3.18
4 1 228.000 1 900.000 25
0.00 12.34 0.00 13.71 3.22
5 1 1.055.000 200 3.300.000 23
0.00 13.87 5.30 15.01 3.14
6 2 1.220.000 150 9.000.000 27
0.69 14.01 5.01 16.01 3.30
7 1 2.240.000 200 5.700.000 29
0.00 14.62 5.30 15.56 3.37
8 3 700.000 200 9.000.000 30
1.10 13.46 5.30 16.01 3.40
9 3 300.000 1 1.500.000 21
1.10 12.61 0.00 14.22 3.04
10 1 2.375.000 375 9.000.000 20
0.00 14.68 5.93 16.01 3.00
11 1 820.000 100 3.300.000 19
0.00 13.62 4.61 15.01 2.94
12 1 1.450.000 314 9.000.000 25
0.00 14.19 5.75 16.01 3.22
13 2 700.000 200 9.000.000 23
0.69 13.46 5.30 16.01 3.14
14 1 240.000 1 2.700.000 18
0.00 12.39 0.00 14.81 2.89
15 1 1.000.000 1 3.900.000 25
0.00 13.82 0.00 15.18 3.22
16 1 1.675.000 50 1.500.000 20
0.00 14.33 3.91 14.22 3.00
17 1 2.145.000 400 5.700.000 20
0.00 14.58 5.99 15.56 3.00
18 1
1.680.000
1
1.500.000
31
0.00
14.33
0.00
14.22
3.43
19 2 1.030.000 175 2.100.000 17
0.69 13.85 5.16 14.56 2.83
20 1 330.000 1 900.000 20 0.00 12.71 0.00 13.71 3.00
170
21 1 435.000 1 900.000 20
0.00 12.98 0.00 13.71 3.00
22 1 250.000 1 5.100.000 25
0.00 12.43 0.00 15.44 3.22
23 4 620.000 376 900.000 30
1.39 13.34 5.93 13.71 3.40
24 1 460.000 360 900.000 32
0.00 13.04 5.89 13.71 3.47
25 1 307.000 410 900.000 29
0.00 12.63 6.02 13.71 3.37
26 2 525.000 367 900.000 30
0.69 13.17 5.91 13.71 3.40
27 1 240.000 1 3,900.000 34
0.00 12.39 0.00 15.18 3.53
28 1 1.275.000 367 9.000.000 26
0.00 14.06 5.91 16.01 3.26
29 1 645.000 1 6.600.000 38
0.00 13.38 0.00 15.70 3.64
30 1 292.000 1 9.000.000 23
0.00 12.58 0.00 16.01 3.14
31 1 850.000 368 5.100.000 40
0.00 13.65 5.91 15.44 3.69
32 1 1.050.000 200 9.000.000 24
0.00 13.86 5.30 16.01 3.18
33 1 700.000 190 5.700.000 30
0.00 13.46 5.25 15.56 3.40
34 1 400.000 1 9.000.000 25
0.00 12.90 0.00 16.01 3.22
35 1 1.200.000 500 2.100.000 22
0.00 14.00 6.21 14.56 3.09
36 2 5.990.000 250 9.000.000 21
0.69 15.61 5.52 16.01 3.04
37 1 4.192.000 340 9.000.000 23
0.00 15.25 5.83 16.01 3.14
38 1
1.452.000
1
5.700.000
25
0.00
14.19
6.91
15.56
3.22
39 1 536.000 100 1.500.000 20
0.00 13.19 4.61 14.22 3.00
40 2 1.500.000 378 2.100.000 34
0.69 14.22 5.93 14.56 3.53
41 1 910.000 410 1.500.000 20
0.00 13.72 6.02 14.22 3.00
42 1 200.000 1 900.000 17
0.00 12.21 0.00 13.71 2.83
43 1 275.000 1 2.700.000 23 0.00 12.52 0.00 14.81 3.14
171
44 1 250.000 1 900.000 18
0.00 12.43 0.00 13.71 2.89
45 1 950.000 75 3.900.000 24
0.00 13.76 4.32 15.18 3.18
46 1 1.841.000 200 9.000.000 24
0.00 14.43 5.30 16.01 3.18
47 2 1.500.000 275 9.000.000 22
0.69 14.22 5.62 16.01 3.09
48 1 1.731.000 455 9.000.000 21
0.00 14.36 6.12 16.01 3.04
jumlah 63 52.969.000 9.571 225,000,000.00 1,179
9.13 651.48 177.21 721.71 152.64
172
Lampiran 2 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari STASIUN PENGAMATAN
No. Parameter Satuan BAKU MUTU
**) ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5
Fisika: 1 Warna Pt Co 30
2 Bau - Tidak bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau
3 Kecerahan *) m Coral : >5 100 100 100 100 -
4 Padatan Tersuspensi mg/l Coral : 20 48 47 47 46 51
5 Suhu *) oC Alami 29,8 29,1 29,4 30,4 29,4
Kimia :
1 pH *) - 7 - 8,5 8,15 8,00 8,05 8,00 7,95
2 Salinitas *) O/oo Coral:34-35%0 35 35 35 35 35
3 Oksigen Terlarut *) mg/l >5 7,44 6,96 6,73 7,75 3,98
4 BOD5 mg/l 20 5,16 5,12 5,20 4,13 3,65
5 Ammonia (NH3-N) mg/l 0,3 0,045 0,048 0,089 0,034 0,069
6 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 0,044 0,049 0,058 0,053 0,042
7 Phosphat mg/l 0,015 <0,001 <0,001 0,002 <0,001 <0,001
8 Sianida (CN) mg/l 0,5 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
9 Sulfida (H2S) mg/l 0,01 0,180 <0,03 <0,03 0.,370 <0,03
10 Minyak dan Lemak mg/l 1 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01
11 Phenol mg/l 0,002 0.009 <0,001 <0,001 <0,001 0.008 19 Sutrfaktan (MBAS) mg/l 1 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
Logam Berat
11 Raksa (Hg) mg/l 0,002 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
12 Khrom Hexavalen (Cr6+) mg/l 0,002 0,01 0,01 0,01 0,01 <0,01
13 Arsen (As) mg/l 0,025 0,016 0,045 0,009 0,016 0,014
14 Kadmium (Cd) mg/l 0,002 0,002 <0,001 <0,001 0,002 0,002
15 Tembaga (Cu) mg/l 0,050 0,048 0,510 0,550 0,440 0,470
16 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,005 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002
17 Seng (Zn) mg/l 0,095 0,012 0,019 0,019 0,015 0,014
18 Nikel (Ni) mg/l 0,075 0,003 0,002 0,001 0,002 0,002
Keterangan Stasiun : St 1 = Perairan Dodola St 2 = Perairan Ngelengele Besar St 3 = Perairan Selat Rao St 4 = Perairan Loleba St 5 = Perairan Daruba (Pelabuhan) *) = Pengukuran in situ **) = Kep. Men LH No 51 Tahun 2004, untuk wisata bahari.
173
Lampiran 3 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sumur
NO. PARAMETER SATUAN STASIUN PENGAMATAN BM
ST. 1 ST. 2 ST. 3 ST. 4 **)
I. Fisika
1 Suhu *) oC 27,3 27,9 29,2 27,4 dev. 3oC
2 Warna Pt.Co 3 2 1 1 15
3 Kekeruhan NTU 0,4 0,5 0,3 0,5 5
4 Padatan terlarut (TDS) mg/l 1540 730 650 440 1000
5 Bau - alami alami alami alami alami
6 Rasa - Tb tb tb tb tb
II. Kimia
1 pH *) - 6,91 7,29 7,07 6,84 6,5 - 8,5
2 Kesadahan Total mgCaCO3/l 218,78 205,79 54,15 99,64 500
3 Sulfida (H2S) mg/l 0,5 <0,03 0,19 0,27 0,05
4 Chlorida (Cl) mg/l 999,69 97,49 6,03 18,43 250
5 Nilai Permanganat (TOM) mg/l 9,16 7,9 5,37 8,53 10
6 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,051 0,064 0,272 0,339 10
7 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,002 <0,002 0,002 <0,002 1,0
8 Sulfat (SO4) mg/l 121,32 7,99 5,23 27,07 400
9 Besi (Fe) mg/l 12,128 0,333 0,227 0,44 0,3
10 Barium (Ba) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1,0
11 Natrium (Na) mg/l 34,6 32,8 36,4 36,1 200
12 Mangan (Mn) mg/l 0,046 0,042 0,038 0,035 0,1
13 Fluorida (F) mg/l 0,057 0,054 0,037 0,035 1,5
14 Seng (Zn) mg/l 0,058 0,056 0,086 0,082 5,0
15 Timbal (Pb) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05
16 Cadmium (Cd) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,005
17 Argentum (Ag) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05
18 Mercury (Hg) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001
19 Arsen (As) mg/l 0,013 0,041 0,018 0,023 0,05
20 Cyanida (CN) mg/l <0,001 0.003 0.003 0.003 0,1
21 Chrom hexavalen (Cr6+) mg/l <0,001 <0,001 0.01 <0,001 0,05
22 Tembaga (Cu) mg/l 0,15 0,05 0,05 0,12 1,0
23 Selenium (Se) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,01
24 Detergen mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05
25 Alumunium (Al) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,2
**) Baku Mutu Air Minum menurut Menteri Kesehatan RI NO.416/MENKES/PER/IX/1990
Keterangan Stasiun : ST. 1 = Stasiun 1 (Sumur)
ST. 2 = Stasiun 3 (Sumur)
ST. 3 = Stasiun 4 (Sumur)
ST. 4 = Bere-bere (Sumur beratap)
174
Lampiran 4 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sungai
STASIUN PENGAMATAN Baku Mutu **) No. Parameter Satuan
ST. 1 ST. 2 ST. 3 ST. 4 Gol. I Gol. II I Fisika 1 Temperatur *) ºC 29,9 28,7 26,8 30,1 deviasi3 deviasi 3 2 Residu Terlarut ( TDS ) mg/l 260 4520 4640 370 1000 1000 3 Residu Tersuspensi mg/l 6 17 22 16.00 50 50
II Kimia
1 pH *) - 7,85 7,91 7,71 6,84 6 - 9 6 - 9 2 BOD5 *) mg/l 4,57 4,8 4,43 0,7 2 3 3 COD mg/l 12,05 78,27 72,25 45,16 10 25 4 Oksigen Terlarut ( DO ) *) mg/l 3,54 9,01 4,67 3,51 6 4 5 Total Fosfat mg/l 0,045 0,114 0,059 0,045 0,2 0,2 6 Nitrat ( NO3-N ) mg/l 0,072 0,062 0,088 1,652 10 10 7 Amonia ( NH3-N ) mg/l 0,025 0,104 0,067 0,02 0,5 (-) 8 Nitrit ( NO2-N ) mg/l <0,002 <0,002 <0,002 0.152 0,06 0.06 9 Arsen ( As ) mg/l 0,026 0,02 0,02 0,02 0,05 1
10 Kobalt ( Co ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,2 0,2 11 Barium ( Ba ) mg/l 0,008 0,008 <0,001 <0,001 1 (-) 12 Boron ( B ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 1 13 Selenium ( Se ) mg/l 0,016 0,018 <0,001 <0,001 0,01 0,05 14 Kadmium ( Cd ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,01 0,01 15 Khrom Heksavalen ( Cr6+ ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 0,05 16 Tembaga ( Cu ) mg/l 0,110 0,130 0,170 0,140 0,02 0,02 17 Besi ( Fe ) mg/l 0,188 0,248 0,265 0,248 0,3 (-) 18 Timbal ( Pb ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,03 0,03 19 Mangan ( Mn ) mg/l 0,036 0,032 0,028 0,026 0,1 (-) 20 Air Raksa ( Hg ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 0,002 21 Seng ( Zn ) mg/l 0.054 0.052 0.045 0.043 0,05 0,05 22 Khlorida ( Cl ) mg/l 7.09 2730 6930 886.00 600 (-) 23 Sianida ( CN ) mg/l 0.003 0.004 0.002 0.004 0.02 0.02 24 Fluorida ( F ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,5 1.5 25 Sulfat ( SO4 ) mg/l 5,34 138,67 190,29 27,27 400 (-) 26 Khlorin bebas ( Cl2 ) mg/l 0,02 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 27 Sulfida mg/L 0.025 <0,03 <0,03 0,9 0,002 0,002
III Kimia Organik 1 Minyak dan Lemak mg/l <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 1000 1000
2 Detergen sebagai MBAS mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 200 200
3 Senyawa Fenol mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 1 **) Baku Mutu berdasarkan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran *) Data lapang Keterangan Stasiun: ST.1 = Stasiun 2 sungai ST.2 = Sopi (dekat ke Muara) ST.3 = Takawele (dekat ke Muara) ST.4 = Sungai Wayabula
175
Lampiran 5 Sebaran Seagrass Di Perairan Selatan Pulau Morotai, Halmahera 2005
Posisi Waktu Tutupan Seagrass Transek Lon lat jam Menit (%)
x substrat Jenis
1 128,3247 2,0339 10 45 5 5 5 5 kerikir Th 2 128,3125 2,0237 11 05 5 25 25 18,3 kerikir Th,Hu,En,Ho 3 128,2930 2,0082 14 45 95 80 95 90 kirikir Th,Cr,Hu,Hp 4 128,2716 2,0005 15 05 95 95 80 90 Pasir kasar Th,Si,Hu,Hp 5 128,2603 1,9781 15 50 5 65 40 36,7 Fine sand Hp,Th 6 128,2660 1,9834 16 08 5 65 80 50 Pasir kasar Ea,Th,Si,Hp 7 128,2765 1,9921 16 30 30 65 95 63,3 Pasir kasar Ea,Th,Si 8 128,2859 2,0026 16 50 95 80 95 90 Pasir kasar, kerikir Th,Ea,Si,Ho 9 128,2847 2,0208 17 11 80 95 95 90 Lumpur Th,Ea,Si,Hp 10 128,2898 2,0357 Ea,Hp 11 128,2847 2,0208 17 11 80 95 95 90 Lumpur Th,Ea,Si,Hp
Posisi Waktu Tutupan Seagrass Transek Lon lat jam Menit (%)
x substrat jenis
1 128,2851 2,0691 10 12 5 5 5 5 lumpur Ea 2 128,2686 2,0777 11 45 30 5 5 Karang, kerikil Ho,Ea,Si 3 128,2446 2,1009 11 15 5 5 5 5 Pasir halus. Ea 4 128,2454 2,1237 11 40 95 95 - 95 lumpur Ea,Si.Th,Hp,Ho 5 128,2449 2,1436 12 05 5 5 5 5 lumpur Ea,Ho,Th 6 128,2431 2,1639 12 25 5 5 5 5 Kerikir Ho,Ea,Si 7 128,2398 2,2065 12 50 30 30 30 30 Pasir halus Ho,Ea,Th 9 128,2446 2,2433 - - 30 65 95 50 pasir Ea,Th, Ho,Hu,Si
Sumber : (P2O-LIPI 2006)
Keterangan:
Th = Thalassia hemprichii Ea = Enhalus acoroides
Hu = Halodule uninervis Ho = Halophila ovalis
176
Lampiran 6 Penilaian Kriteria Pengelolaan Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Morotai
Lokasi / Nilai K R I T E R I A
DD RU RS GL NG ZM RB MT
I. EKOLOGI
I.1. Keragaman hayati pulau
I.1.1. Ekosistem 3 3 3 3 3 2 3 2
I.1.2. Life Form Karang 2 3 2 2 3 2 2 3
I.1.3. Spesies Ikan Karang 2 3 2 2 2 1 2 3
I.1.4. Spesies Rumput Laut 2 2 2 2 2 1 2 3
I.1.5. Spesies Lamun 1 1 1 1 2 2 2 2
I.1.6. Spesies Mangrove 2 2 2 0 2 0 0 1
I.1.7. Taxa Bentos 2 2 1 1 1 1 1 2
I.2. Kealamian pulau
I.2.1. % Penutupan Karang 1 2 2 1 2 1 1 3
I.2.2. Abrasi pantai 3 2 2 3 3 2 2 3
I.3. Keunikan pulau 2 3 2 2 2 1 1 3
I.4. Kerentanan pulau
I.4.1. Status (berpenduduk atau tidak) 3 3 1 3 3 3 2 3
I.4.2. Tingkat keterbukaan terhadap laut 2 3 2 2 2 1 1 3
I.5. Keterkaitan Pulau 3 2 2 3 3 2 3 1
Total Nilai I 28282828 31313131 24242424 25252525 29292929 11119999 22222222 32323232
II. EKONOMI
2.1. Spesies Penting 2 3 2 2 2 1 1 3
2.2. Kepentingan Perikanan 1 2 2 1 2 1 2 2
2.3. Bentuk Ancaman 3 3 3 3 3 3 3 2
2.4. Pariwisata 2 2 2 2 2 3 2 2
Total Nilai II 8888 10101010 9999 8888 9999 8888 8888 9999
III. SOSIAL
3.1. Tingkat Dukungan Masyarakat 3 3 3 3 3 3 3 3
3.2. Rekreasi 3 2 2 2 3 2 2 3
3.3. Budaya 1 1 1 1 1 2 1 1
3.4. Estetika 3 3 2 3 3 2 2 3
3.5. Konflik Kepentingan 1 1 1 1 1 2 2 1
3.6. Keamanan 3 2 2 3 3 2 3 2
3.7. Aksessibilitas 1 1 3 1 1 1 1 1
3.8. Kepedulian 2 1 1 1 1 1 1 2
3.9. Penelitian dan pendidikan 2 2 1 1 1 2 1 1
Total Nilai III 19191919 16161616 16161616 16161616 17171717 17171717 16161616 17171717
177
Tabel Lanjutan
Lokasi K R I T E R I A
DD RU RS GL NG ZM RB MT
IV. Kelembagaan
4.1. Keberadaan lembaga sosial 1 1 2 1 1 1 1 1
4.2. Dukungan infrastruktur sosial 1 2 2 1 1 2 1 1
4.3. Dukungan pemerintah 3 3 3 3 3 3 3 3
Total Nilai IV 5555 6666 7777 5555 5555 7777 5555 5555
Total Nilai I + II + III + IV 60606060 63636363 56565656 54545454 60606060 55551111 51515151 63636363
Persentase dari nilai total (87) 68,9768,9768,9768,97 72,4172,4172,4172,41 64,3764,3764,3764,37 62,0762,0762,0762,07 68,9768,9768,9768,97 55558888,,,,62626262 58,6258,6258,6258,62 72,4172,4172,4172,41
Sumber : Hasil Analisis. Keterangan : DD = Dodola, RU = Rao Utara,RS = Rao Selatan GL = Galogalo, NG = Ngelengele, ZM= Zumzum dan sekitarnya RB = Ruberube dan sekitarnya, MT = P. Mitita
178
Lampiran 7 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Di Posiposi Rao, Saminyamo, Dan Pantai Wayabula
179
Lampiran 8 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba
180
Lampiran 9 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Dodola Dan Gugus Zumzum
181
Lampiran 10 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Di Posiposi Rao, Saminyamao Dan Pantai Wayabula
182
Lampiran 11 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba
183
Lampiran 12 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Dodola dan Gugus Zumzum
184
Lampiran 13 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Di Posiposi Rao, Saminyamao Dan Pantai Wayabula
185
Lampiran 14 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba
186
Lampiran 15 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Dodola Dan Gugus Zumzum
187
Lampiran 16 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Di Pantai Wayabula
188
Lampiran 17 Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Di Ngelengele Besar, Loleba Besar Dan Pesisir Pantai Wayabula Dan Daruba
189
Lampiran 18 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Dodola Besar, Dodola Kecil, Zumzum dan Pesisir Pantai Daruba
190
Lampiran 19 Contoh Formulasi Simulasi Skenario KP2K MS2B - Pulau Dodola Daya dukung kawasan wisata rekreasi Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini = 126 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 126 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)* kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata rekreasi Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__rekreasi) *dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__rekreasi = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__rekreasi*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406
191
Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun Daya dukung kawasan wisata snorkling Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini = 86 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 86 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi) *kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata snorkling Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__snorkling) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__snorkling = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__snorkling*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455
192
Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun Daya dukung kawasan wisata selam Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini = 430 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 430 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+ Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)*kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata selam Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__selam) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__selam = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__selam*persentase__perbaikan_lingkungan
193
Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun
Daya dukung kawasan wisata lamun Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini = 66 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 66 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+ Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)*kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata lamun Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__lamun) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__lamun = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0
194
biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__lamun*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun
195
Lampiran 20 Foto-Foto Ikan Karang yang di Temukan di Perairan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.
Spesies Ikan Indikator Dominan (Chaetodon kleinii)
Spesies Ikan Target Dominan (Caesio sp)
Abudefduf spp., Chromis spp. Dascyllus spp.
Apogonidae Amphiprion spp
Beberapa Spesies Ikan Mayor
196
Lampiran 21 Panorama Pulau Kecil KP2K MS2B
Kondisi Pantai dan bawah air Pulau Mitita
Pantai Utara Rao yang terjal dan sarang burung walet
197
Pantai Pulau Dodola dan terumbu karang yang indah
top related