preskas obgyn lina (2)
Post on 18-Jan-2016
27 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
G4P3A0 Hamil 29 Minggu dengan Diabetes Melitus Pre Gestasional dan Janin IUFD
Disusun Oleh :
Karlina Lestari
1102010142
Pembimbing :
dr. Nandi Nurhandi, SpOG
KEPANITERAAN KLINIK OBSGYN
RSUD KABUPATEN BEKASI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun Presentasi Kasus G4P3A0
HAMIL 29 MINGGU DENGAN DIABETES MELITUS PRE GESTASIONAL DAN JANIN IUFD
Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiannya sehingga
diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan
datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada dr. Nandi
Nurhandi Sp.OG sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit kronis serius yang menyerang masyarakat Indonesia
saat ini. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat
jumlah penderita Diabetes Mellitus setelah India, China, dan Amerika Serikat. Diabetes Melitus
adalah gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa
atau akibat kekurangan maupun resistensi insulin.
Diabetes kini diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang berperan. Defisiensi insulin
absolut menandai Diabetes Mellitus tipe I sementara defek sekresi insulin atau resistensi insulin
menandai Diabetes Melitus tipe II,
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyulit medik yang sering terjadi saat kehamilan.
Angka kejadiannya 3-5% dari semua kehamilan. Kehamilan dengan DM terdiri dari Diabetes Gestasi
(DMG) atau intoleransi karbohidrat yang ditemukan pertamakali saat hamil, yang terjadi pada hampir
90% kasus, sedangkan yang 10% lainnya adalah Diabetes Pragestasi (DMpG) yang meliputi DM tipe
1 dan tipe 2. Peningkatan angka kematian dan angka kesakitan perinatal pada kehamilan dengan DM
berkorelasi langsung dengan kondisi hiperglikemia ibu.
Diabetes mellitus juga menyumbang angka kematian bayi atau IUFD, berdasarkan penelitian
WHO diseluruh dunia, terdapat kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Indonesia, diantara
Negara ASEAN merupakan Negara dengan angka kematian perinatal tertinggi,yang berarti
kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat
menyeluruh dan lebih bermutu. Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar
5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa kematian bayi terjadi setiap 25-26 menit sekali. Berdasarkan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 angka kematian bayi mencapai
32/1000 kelahiran hidup. Target Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 kematian bayi
menurun menjadi 23/100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012).
Kejadian kematian janin intrauterine pada kasus-kasus kehamilan dengan DM juga dikaitkan dengan
kondisi hiperglikemia yang berakhir dengan keadaan lactic acidosis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS PADA KEHAMILAN
Definisi
Definisi Diabetes mellitus secara umum menurut American Diabetes Association, adalah penyakit
metabolic yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, gangguan
metabolisme insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan, disfungsi serta
kegagalan organ. (American Diabetes Association, 2014)
Diabetes mellitus (DM) dalam kehamilan diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM yang
mendahului kehamilan, yaitu DM pragestasional dan DM yang terjadi saat kehamilan, yaitu DM
gestasional. Dampak terbesar pada kondisi ini, meningkatnya morbiditas dan mortalitas baik ibu
maupun janin.(Williams Obstetric and Gynecologic, 23rd Edition)
Diabetes Melitus Pragestasional (DMpG)
Definisi
Diabetes pragestasi (DMpG) terjadi sebelum terjadinya kehamilan (DM Tipe 1 dan 2) Terminologi
lain adalah Overt atau Preexisting DM. Angka kejadian sekitar 0,5%
(Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, 2013)
Diagnosis
Pada anamnesa ada riwayat DM Tipe 1 atau Tipe 2, pemakaian obat anti-diabetes Insulin atau
OAD dan diet DM sebelum terjadinya kehamilan.
Resiko
Resiko maternal dan perinatal akan meningkat dengan adanya:
1. Vaskulopati, misalnya adanya retinopati, nefropati
dan hipertensi
2. Regulasi glukosa yang jelek
3. Faktor prognostik yang jelek seperti ketoasidosis, pielonefritis, hipertensi dalam kehamilan
(HDK) dan perawatan antenatal yang jelek.
Perawatan Sebelum Kehamilan
Tujuan.
1. Regulasi glukosa untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan bawaan janin dan keguguran.
Waspada terjadinya hipoglikemi.
2. Menentukan adanya vaskulopati dengan evaluasi opthalmologi, penyakit jantung koroner,
fungsi ginjal, fungsi tiroid.
3. Penyuluhan pasien dan suami tentang rencana perawatan pada kasus kehamilan dengan DM.
4
4. Pemberian asam folat untuk pencegahan risiko terjadinya defek pada susunan syaraf janin.
5. Konseling kontrasepsi.
Deteksi dan Evaluasi Kelainan Bawaan Janin
1. Pemeriksaan HbA1C ibu pada trimester 1 untuk mengetahui regulasi glukosa darah 3 bulan
terakhir.
2. Pemeriksaan AFP pada UK 16 minggu untuk memperkirakan kemungkinan adanya kelainan
bawaan janin.
3. USG pada UK 13-14 minggu untuk mendeteksi anensefalus.
4. USG pada UK 18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin termasuk pembuluh
darah besar untuk mendeteksi kemungkinan kelainan jantung bawaan.
Perawatan Antenatal
A. Regulasi gula darah.Yang paling penting selama perawatan kehamilan adalah regulasi glukosa darah.
Kadar glukosa yang diharapkan selama hamil :
5
B. Terapi Insulin.
- Multiple Insulin Injection. - Continuous-subcutaneous insulin infusion (insulin pump). - Insulin reguler lispro, diberikan secara continuous basal rate dan bolus pada pasien dengan kepatuhan tinggi.
Kadar rata-rata 100 mg/dL
Sebelum makan pagi < 95 mg/dL
Sebelum makan siang,
makan malam, sebelum tidur
< 100 mg/dL
1 jam setelah makan <140 mg/dL
2 jam setelah makan <120mg/dL
Rencana Persalinan
Saat persalinan.Pengelompokan risiko kehamilan dengan DM ini ditujukan ke arah risiko terjadinya kematian janin dalam rahim.1. Risiko rendah.
- Regulasi baik- Tidak ada vaskulopati- Pertumbuhan janin normal- Pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik- Tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)Persalinan diperbolehkan sampai UK 40 minggu.
2. Risiko tinggi.- Regulasi jelek- Ada komplikasi vaskulopati- Pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/PJT)- Polihidramnion- Pernah lahir mati (stillbirth)Pertimbangkan untuk terminasi kehamilan pada UK 38 minggu (bila test maturasi paru janin positif).
Cara persalinan
1. Pada kasus-kasus risiko rendah diperbolehkan melahirkan ekspektatif spontan pervaginam sampai dengan usia hamil aterm
6
C. Diet yang dianjurkan.
- Rencana : 3 kali makan dan 3 kali snack - Kalori : 30-35 kcal/kg berat badan normal Total 2000-2400 kcal/hari
- Komposisi : Karbohidrat 40-50%, kompleks dan tinggi serat, Protein 20%, Lemak 30-40% (asam lemak jenuh < 10%).
- Pertambahan berat badan ibu 10-11 kg.
D. Pedoman penggunaan insulin dan asupan karbohidrat.
- 1 unit rapid-acting insulin akan menurunkan glukosa darah 30 mg/dL.
- 10 g karbohidrat akan meningkatkan glukosa darah 30 mg/dL (1 unit insulin rapid acting diberikan pada pemberian karbohidrat 10g)
E. Pemantauan janin.
Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk mencegah kematian janin 1. Profil Biofisik Janin. 2. Pemeriksaan USG untuk memantau pertumbuhan janin (makrosomia/PJT)
3. Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan maturasi paru janin bila direncanakan sectio saecaria
2. Pada kasus-kasus risiko tinggi direncanakan terminasi pada UK 38 minggu dengan
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Cara persalinan tergantung indikasi
obstetri.
3. Pada kasus-kasus dengan makrosomia, berat janin ≥4500 g dapat dipertimbangkan untuk SC elektif.
Regulasi glukosa intrapartum
1. Periksa kadar glukosa darah (kapiler) setiap jam dan pertahankan selalu dibawah 110 mg/dL.2. Kontrol glukosa selama proses persalinan.
Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Didefinisikan sebagai derajat apapun intoleransi glukosa dengan onset atau
pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO-World Health Organisation
2011). Hal ni berlaku baik insulin atau modifikasi diet hanya digunakan untuk
pengobatan dan apakah atau tidak kondisi tersebut terus berlangsung setelah
kehamilan. Ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi
glukosa yang belum diakui mungkin telah dimulai bersamaan dengan
kehamilan.
Etiologi
1. Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta
(organ yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu
pergeseran dari ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk
membantu mencegah ibu dari mengembangkan gula darah rendah
2. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan terganggunya intoleransi glukosa
progresif (kadar gula darah yang lebih tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadar
gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa
bagi memproduksi sumber energi
3. Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah
normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun,
jika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek
dari peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik,
mengakibatkan GDM.
Faktor Risiko
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan:
· Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal).· Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black,
penduduk asli Amerika, atau Asia).
7
· Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).
· Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes).
· Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4kg.· Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati.· Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya.· Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (suatu kondisi yang disebut
polihidramnion).
Banyak wanita yang mengalami GDM tidak memiliki faktor risiko
yang diketahui.
Patogenesis
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin
dengan peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia.
Resistensi insulin biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh
sisa dari kehamilan. Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol
laktogen, plasenta, prolaktin, dan hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang
utama kepada resistensi insulin yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada
insulin mungkin berperan dalam memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang
cukup dari glukosa dengan mengubah metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke
lemak.
Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin
dibandingkan dengan resistensi insulin terlihat pada kehamilan normal. Mereka
juga memiliki penurunan dari peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin
khususnya pada fase pertama sekresi insulin. Penurunan pada insulin fase pertama
mungkin menandakan kerusakan fungsi sel β.
Gejala Klinis
Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus)
diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup
untuk menangani gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi
glukosa atau intoleransi karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk:
- Gula dalam urin
- Sentiasa rasa haus
- Sering buang air kecil
- Kelelahan
- Mual
8
- Sering infeksi kandung kemih, vagina dan kulit
- Penglihatan kabur
Pemeriksaan
- Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) adalah rutin untuk semua wanita hamil.
Tes ini juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes
gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan
gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil.
Prosedur pemeriksaan bagi Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO)
Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar
150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat
yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid
(kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat,
asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol.
- Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan
darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil
darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam
dan 1½ jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah
pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam
- Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan
sampel darah dilakukan sebagai berikut :
1. Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji
glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan
mengumpulkan sampel urinenya.
2. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam
segelas air (250ml). Lebih baik jika diberi dengan perasa.
3. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah
untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita
mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya
secara terpisah.
Intepretasi hasil Lab TTGO bagi GDM
- Puasa: 95 mg / dL atau lebih tinggi
- Jam Pertama: 180 mg / dL atau lebih tinggi
9
- Jam Kedua: 155 mg / dL atau lebih
- Jam Ketiga: 140 mg / dL atau lebih
Diagnosis
Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya diabetes
melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung pada faktor
risiko yang dimiliki ibu.
Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi: obesitas, adanya riwayat diabetes
melitus gestasional sebelumya, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes,
abortus berulang, adanya riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000 gram,
dan adanya riwayat preeklampsia.
Pasien dengan faktor risiko tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar diagnosis
diabetes melitus di kunjungan antenatal pertama. Diagnosis diabetes melitus ditegakkan
bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala klasik hiperglikemia)
ATAU kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl ATAU kadar glukosa 2 jam setelah
TTGO >200 mg/dl ATAU kadar HbA1C >6,5%. Hasil yang lebih rendah
perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO di usia kehamilan antara 24-28
minggu.
Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko dilakukan
pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:
Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian
berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian diikuti
pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan kadar glukosa
darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:
o Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU
o Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU
o Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl
10
Penatalaksanaan
Manajemen Farmakalogi
Insulin adalah terapi farmakologis yang paling konsisten yang telah ditunjukkan
untuk mengurangi morbiditas janin ketika ditambahkan dengan evaluasi Terapi
Nutrisi Medis (MNT). Pemilihan kehamilan untuk terapi insulin dapat
didasarkan pada ukuran glikemia ibu dengan atau tanpa penilaian karakteristik
pertumbuhan janin. Ketika kadar glukosa ibu digunakan, terapi insulin
dianjurkan ketika MNT gagal untuk mempertahankan glukosa dipantau
berdasarkan kadar glukosa berikut:
o Glukosa darah puasa seluruh : ≤ 95 mg / dl (5,3 mmol / l)
o Glukosa plasma puasa : ≤ 105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau
o Glukosa darah postprandial 1-jam keseluruhan : ≤ 140 mg/
dl (7,8 mmol / l)
o Glukosa 1-jam postprandial plasma : ≤ 155 mg / dl (8,6 mmol / l) atau
11
o Glukosa darah postprandial 2-jam keseluruhan: ≤ 120 mg / dl (6,7 mmol
/ l)
o Glukosa postprandial plasma 2-jam : ≤ 130 mg / dl (7,2 mmol / l)
Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis regimen insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM.
Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat
mengidentifikasi sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia dengan
tidak adanya terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama pada
kehamilan dengan ibu kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8 mmol / l).
Agen penurun glukosa oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan.
Namun, dalam satu percobaan klinis yang membandingkan penggunaan insulin
dan glyburide pada wanita dengan GDM menunjukkan idak mampu memenuhi
tujuan glikemik pada MNT .
Manajemen Non-Farmakalogi
Semua wanita dengan GDM harus mendapat konseling gizi, oleh seorang ahli
diet terdaftar bila mungkin, sesuai dengan rekomendasi oleh American Diabetes
Association. Individualisasi terapi nutrisi medis (MNT) tergantung pada berat
badan ibu dan tinggi dianjurkan. MNT harus mencakup penyediaan kalori dan
nutrisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan harus
konsisten dengan tujuan glukosa darah ibu yang telah ditetapkan. Diet kurang
kalori dapat digunakan bagi tahap sedang.
Untuk wanita gemuk (BMI> 30 kg / m 2). Pembatasan kalori 30-33% (25 kkal / kg berat aktual per hari) telah terbuktikan dapat mengurangi hiperglikemia
dan kadar plasma trigliserida menunjukkan peningkatan menunjukkan peningkatan pada ketonuria. Pembatasan karbohidrat untuk 35-40% dari kalori telah terbukti menurunkan kadar glukosa ibu dan membaikan kondisi ibu dan janin
Program latihan fisik yang sedang telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi
glukosa ibu pada wanita dengan GDM. Meskipun dampak latihan komplikasi
neonatal menunggu uji klinis yang ketat, efek penurun glukosa menguntungkan
menjamin rekomendasi bahwa perempuan tanpa kontraindikasi medis atau
obstetri didorong untuk memulai atau melanjutkan program latihan sederhana
sebagai bagian dari pengobatan untuk GDM.
Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
12
Definisi
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab
yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy).
Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika
terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah
usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan
kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu
lahir diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American
College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk
IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr
atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih Tapi tidak semua negara
menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari
pengertian IUFD.
Etiologi
Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%,
insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang
penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor
janin, maternal dan patologi dari plasenta.
a. Faktor Ibu
1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,
sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat antara ibu
dan janin akan mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi
kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu suatu reaksi
imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan
pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites),
pembengkakan kulit janin dan penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung.
Akibat dari penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan
membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika kondisi demikian
terjadi dapat menyebabkan kematian janin.IUFD akibat ketidakcocokan Rh darah ibu dan
janin terjadi sekitar 2,7%3.
2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
13
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara
golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini
disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah
ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.IUFD akibat ketidakcocokan golongan
darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%.
3) Berbagai penyakit pada ibu hamil
Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga mengakibatkan kematian janin dapat
disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :
1. Kelainan Metabolik
a. Diabetes Gestasional
Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya IUFD
sekitar 16,2%. Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan
kecepatan metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti
hiperglikemia dan keto-asidosis.
2. Kelainan Vaskular
a. Hipertensi Gestasional
Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin berkurang yang
disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh
spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu. IUFD akibat
hipertensi gestasional terjadi sekitar 21,6%.
b. Pre-eklamsi
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya
tidak mengalami hipertensi. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal,
perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat
berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine
fetal death (IUFD).2 IUFD akibat hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.
4) Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma terjadi misalnya
karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja
mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau
ablasio plasenta, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat
menyebabkan kematian janin. IUFD akibat trauma saat hamil dilaporkan terjadi sekitar 8%
5) Infeksi pada ibu hamil
14
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan (4%),
kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan kelainan tertentu (7%),
toksoplasmosis bawaan (5%). Secara keseluruhan, kurang dari ¼ bayi yang mengalami
toksoplasmosis kongenital menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar baru
akan memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin dan dapat
menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Gejala
defisit neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental dan
hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi korioretinitis. 7,8
b. Rubella
Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%), kematian janin dalam
kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang berat.8Infeksi rubella pada janin dapat
menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus, dan
kelainan kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam kandungan yang
berdampak pada kematian janin
c. Cytomegalovirus
Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal, dengan insidens
mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada janin dapat menghambat
pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, hidrosefalus,
mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus sehingga mengganggu kesejahteraan janin dalam
kandungan yang berdampak pada kematian janin
d. Herpes Simplex Virus
Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan lahir. Virus
kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban pecah. Hampir separuh dari
neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan resiko infeksi mereka tersebut berhubungan
dengan jenis infeksi maternal primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi
maternal primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.Dari suatu penelitian
dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan terhadap virus rekurens pada saat
persalinan yang terinfeksi. Hal ini diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan
terdapat antibodi yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya
penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran yang baik.
e. Malaria
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra uteri dapat terjadi
akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan
gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental. Kematian janin intra uteri akibat
malaria dilaporkan terjadi sebanyak 4%.
f. TBC
15
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkanoleh
basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan belum terbukti meningkatkan risiko TB,
epidemiologi TB pada kehamilan adalah refleksi dari kejadian umum kasus TB.Indonesia
merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC setelah India (30%)
dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total penderita TBC di
dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama dengan pada wanita tidak
hamil. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu hamil dapat hadir secara diam-diam, karena
gejala malaise dan kelelahan yang terjadi lebih dianggap gejala akibat kehamilan daripada
penyakit. Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali penurunan berat badan.
Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan aborsi spontan, kehamilan
dengan rahim kecil, dan berat badan sub-optimal pada kehamilan. Lainnya termasuk
persalinan prematur, berat lahir rendah dan peningkatan mortalitas neonatal. Keterlambatan
diagnosis merupakan faktor independen, yang dapat meningkatkan morbiditas obstetri sekitar
empat kali lipat, sementara risiko persalinan prematur mungkin meningkat sembilan kali lipat.
6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian janin sekitar 5% 2,3 Jika
kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan
berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah
menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk kedalam paru-paru
janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color Doppler sehingga bisa dilihat arus
arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian kehamilan harus segera dihentikan dengan
cara induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir kehamilan.
7) Hamil pada usia lanjut
Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35
tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita
pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada pasien primipara
dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini
adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional,
hipertensi, dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.
8) Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian dikarenakan
fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin tidak lagi ada. Insidensi
terjadinya IUFD karena kematian ibu adalah 50%.
9) Ruptur uteri
16
Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang tetapi memiliki
insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu. Berdasarkan penelitian dari tahun
1976-2012, menggambarkan kejadian pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara
2.951.297 wanita hamil, menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146
kehamilan (0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor risiko yang
paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang menghasilkan sayatan ketebalan penuh
(seperti miomektomi), persalinan disfungsional, augmentasi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin, turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.
b. Faktor Janin
1) Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja
dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan
menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat menyebabkan iskemik,
hipoksia dan kematian janin dalam kandungan (10,8%).Gerakan janin yang sangat aktif
menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.
2) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan
bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Kematian janin akibat kelainan
genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko
tinggi dan memakan biaya banyak.
3) Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan
hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam
jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar 1,6%
4) Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak
berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan
janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan
menyebabkan kematian pada janin.1,3 Kematian janin akibat malformasi janin terjadi sekitar
1,3%.
5) Kehamilan multiple
17
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat.
Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia kehamilan
yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa disebabkan
regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika
ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan
pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin sekitar 18%
6) Intra Uterine Growth Restriction
Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada
tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan
yang mungkin berbagi penyebab yang sama dengan insufisiensi plasenta.IUGR adalah
penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel,
malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk,
dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan
kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur.
7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka
akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning, pengapuran
otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan
janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati. Dilaporkan bahwa
kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh kasus IUFD
c. Faktor Plasenta
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran,
kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai
infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. Kompresi
tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. Kompresi tali pusat dapat
menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik,
hipoksia dan kematian. Secara keseluruhan faktor plasenta dapat menyebabkan kematian
janin sebanyak 25-30%
3. Patologi Anatomi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya
mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah.
Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan
dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan
18
yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan
meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi
pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut1
a) Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi
merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam janin
mati.
d) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antar
tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.
4. Tanda dan Gejala
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada
beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.1 Tanda-tanda lain yang juga
dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada usia
kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara). Gerakan janin
normalnya minimal 10 kali sehari.
2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan atau
melemah.
3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat kehamilan
normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak kunjung besar, dicurigai
bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.
4) Bunyi jantung anak tidak terdengar
5) Palpasi janin menjadi tidak jelas
6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7) Pada foto rontgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin
19
Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan. Pada
satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis dihubungkan
dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya
diinduksi dalam waktu 6 jam.
Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa turun
yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan tunggal
karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada beberapa kasus
kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin
mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa
spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum,
resiko berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.
Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh dilatasi
dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang dari 28
minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal suppositoria
(10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam),
dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan
kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih
rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk
induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan pada wanita
denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri.
Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus kematian
janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang masih hidup.
Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan pemberian morfin
biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri.
Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:
1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan secara berhati-
hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi janin untuk membiarkan
pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga
mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih
siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut,
koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu
setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung
trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin time (PTT), dan analisis
produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada
semua gravida rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan
dosis kecil (30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.
20
2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin terjadi pada
gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya. Keadaan ini biasanya
asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan
dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah
komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat
timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika
kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya
telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.
3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam) adalah
efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester.1,3 Walaupun insidensi
keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat
menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu
sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis
untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali
rahim. Persiapkan aminophylline dan terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika
prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus
dihindari karena resiko rupture uterin.
4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup banyak untuk
memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan aman. Pemeriksaan
keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut
ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki
persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat dipakai untuk
memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan
tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan
kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.
Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah lanjut memerlukan
keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria
mungkin berguna dalam kasus tersebut.
5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika diperkirakan
terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan persalinan, berikan dosis
immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang
penting dalam perawatan total pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi
janin, karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.
21
Amati absorpsi janin yang telah
mati.Amati koagulopati maternal
Pertimbangkan untuk menunda intervensi
dengan alasan psikologis untuk
Ditemukan kehamilan ganda dengan
satu janin masih hidup
Ditemukan janin tunggal
Tentukan usia kehamilan dan cari adanya
kehamilan ganda
Penanganan Khusus
22
Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.
Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan usia kehamilan.
Jika terjadi pada kehamilan
akhir, pertimbangkan
intervensi dengan induksi
persalinan atau seksio sesaria
untuk mencegah koagulopati
Amati absorpsi janin yang telah
mati.Amati koagulopati maternal
Pertimbangkan untuk menunda intervensi
dengan alasan psikologis untuk
Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum
atau berikan regimen prostaglandin
intramuskular / intravaginal
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak
diobati.
Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya
berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara di dalam
jantung dan edema scalp.
USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin di
mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan: tidak ada denyut jantung janin,
ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.
Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan
dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:
- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;
- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.
Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prosaglandin.
- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau
kateter foley.
Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.
- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan serviks belum
matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi sesudah 6 jam.
- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50 mcg
setiap 6 jam.
Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih 4 dosis.
Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati.
Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan
ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan
infeksi.
23Hitung trombosit
Kadar fibrinogen
Waktu protrombin (PT)
Partial Thromboplastin Time
Hilangnya pergerakan janin
Tidak terdapat pertumbuhan janin
Tidak terdapat denyut jantungj
DUGAAN KEMATIAN JANIN
6. Komplikasi yang mungkin Terjadi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila
janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu. Akan tetapi, kasus
janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi.
Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati,
sehingga timbulah proses persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut:
1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada proses
pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding.
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah
kematian janin.
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal harus
segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara normal, karena bila melalui
operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk
melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu
mengalami preeklampsia
BAB III
LAPORAN KASUS
24
Hitung trombosit
Kadar fibrinogen
Waktu protrombin (PT)
Partial Thromboplastin Time
Hilangnya pergerakan janin
Tidak terdapat pertumbuhan janin
Tidak terdapat denyut jantungj
A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. S
Umur : 39 th
Pendidikan : SMEA
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Alamat : Kp. Jati, Cibitung
Tanggal Masuk : 21 Oktober 2014
Nama : Tn. R
Umur : 30 th
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada pasien tanggal 21 Oktober 2014 jam 14.00
Keluhan Utama :
Pasien ingin kontrol kehamilan.
Keluhan Tambahan :
(-)
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli RSUD Kab. Bekasi, atas rujukkan bidan dikarenakan hasil laboratorium
gula darah sewaktu (GDS) pasien mencapai 600mg/dl, pasien mengatakan bahwa memang memiliki
penyakit diabetes mellitus yang terkontrol sejak 1 tahun lalu, pasien rutin mengkonsumsi
Glibenklamid dan suntik insulin sendiri. Pasien juga mengeluhkan tidak merasakan pergerakan janin
sejak kemarin sore (20 Oktober 2014) serta mengeluarkan keputihan yang cukup banyak berwarna
kuning keruh dan sedikit berbau sejak awal kehamilan namun pasien tidak memeriksakan penyebab
keputihan, keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pada kehamilan ini pasien mudah lelah
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya.
Dokter kemudian mendiagnosis pasien mengalami diabetes mellitus tipe II,IUFD. Pasien
mengatakan sedang hamil 7 bulan dan ini merupakan kehamilan yang keempat dan belum pernah
keguguran.
Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit darah tinggi,jantung, paru, ginjal dan alergi disangkal.
25
Riwayat penyakit keluarga :
Nenek pasien menderita diabetes melitus
Riwayat menstruasi :
Menarche : 15 tahun
Siklus : Teratur, tiap 1 bulan sekali
Lama : 5 hari
Riwayat KB :
2011-2012 memakai KB suntik tiap 3 bulan
Riwayat Obstetri:
Paritas : G4P3A0
HPHT : 12 Maret 2014
TP : 19 November 2014
Usia kehamilan : 29 minggu
Riwayat Persalinan
No Jenis Kelamin Umur
Kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong Umur Anak BBL
1 Perempuan Aterm Pervaginam Bidan 21th 3200gr
2 Perempuan Aterm Pervaginam Bidan 14th 3000gr
3 Laki-laki Aterm Pervaginam Bidan 7th 3400gr
4 Hamil ini
Catatan penting selama asuhan antenatal :
ANC di bidan teratur.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
26
Suhu : 36,7 oC
Pernafasan : 18 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara tambahan (-)
Jantung : Bunyi Jantung I/Bunyi Jantung II reguler murni, suara BJ tambahan
(-)
Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
2. Status obstetri
a. Pemeriksaan luar
TFU : 26 cm
TBJ klinis : (26 – 13) x 155 = 2.015 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, kesan punggung di
kanan dan bagian kecil-kecil menonjol di sebelah kiri, kesan ekstremitas
Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, simetris, kesan kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin belum memasuki PAP
Gerakan Janin : Tidak ada
His : (-)
DJJ : (-)
b. Pemeriksaan Laboratorium (21 Oktober 2014)
Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin : 13.5 g/dl Glukosa Sewaktu : 648 mg/dL
Leukosit : 8.000/mm
Eritrosit : 4,3 jt/mm3
Hematokrit : 37,4
Trombosit : 170 ribu/mm3
c. Pemeriksaan Penunjang
USG (hasil tidak dilampirkan)
Hasil : - DJJ –
27
- Gerakan janin –
- BPD, AC dan FL sesuai dengan usia 29 minggu,
- Plasenta berada di fundus uteri
- Cairan ketuban Cukup
- Spalding sign +
D. DIAGNOSIS KERJA
Ibu : G4P3A0 hamil 29 minggu dengan diabetes mellitus tipe II
Janin : Janin tunggal, IUFD, intra uterin, presentasi kepala, DJJ : -.
E. RENCANA PENATALAKSANAAN
- Infus RL 20 tts/mnt
- Misoprostol 200µg ½ tab setiap 6 jam
- Observasi TTV
- Konsultasi Penyakit Dalam
FOLLOW UP
28
Ruang VK
Tanggal,
Jam PemeriksaanTemuan Klinis dan Penatalaksanaan
21-10-2014
15.30
S : pasien mengatakan tidak ada keluhan
O : KU baik Kesadaran : Composmentis
TD : 120/80 Nadi : 88x/menit RR : 18x/menit Suhu : 36,7⁰C
TFU : 26 cm His : (-) DJJ : (-)
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan
Lab : GDS : 684mg/dl
A : G4P3A0 hamil 29 minggu dengan DM tipe II dan IUFD
P : - Misoprostol 200µg ½ tab
- Insulin 20U
- Mengobservasi kondisi ibu dan DJJ
- Konsultasi Penyakit Dalam
21-10-2014
jam 21.30
S : Pasien mengatakan mulas-mulas
O : KU baik Kesadaran : composmentis
TD : 120/80 mmHg R : 22x/menit N : 80x/menit S :
36,3⁰C
His : (-) DJJ : 130 dpm
Lab : GDS : 413 mg/dl
A : G4P3A0 hamil preterm dengan DM tipe II dan IUFD
P : - Misoprostol 200µg ½ tab
- Insulin 20U IM
- Mengobservasi kondisi ibu dan DJJ
jam 00.50Kala I
Pembukaan lengkap
Kala II
Pasien melahirkan pervaginam, bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat
2400 kg dan panjang 42 cm, tidak tampak tanda-tanda maserasi
29
Kala III
Tali pusat memanjang, semburan darah tiba-tiba, darah berwarna hitam
Kala IV
Laserasi perineum derajat I
jam 01.20
S: Pasien mengatakan luka jahitan mulai terasa nyeri namun lega telah
melahirkan.
O: KU: nampak sakit ringan Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 Nadi : 80 x/menit RR : 18 x/menit Suhu : 36,7⁰C
A: P4A0
P: - Infus RL + 2 amp syntosinon 20 tts/menit
- Asam Mefenamat tab 500mg- Cefadroxil tab 500mg
jam 03.30 GDS : 358 mg/dl
Ruang Rawat lantai III Penyakit Dalam
Tanggal,
Jam PemeriksaanTemuan Klinis dan Penatalaksanaan
24-10-2014
14.00
S: Nyeri pasca persalinan (-)
O: KU: baik Kesadaran : Composmentis
TD : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu :
36,5 ⁰C
Kontraksi uterus baik, perdarahan normal, TFU 2 jari dibawah pusat.
A : P5A0 post persalinan pervaginam dengan DM tipe II dan IUFD
Lab GDS : 06.00 : 328mg/dl
12.00 : 470mg/dl
P : - infus RL
- Cefadroxil 500mg 3x1
30
- Asam Mefenamat 500mg 3x1
- Sulfous ferrous 500mg 2x1
- Lynoral tab 3x1
- Insulin
Prognosis :
Ibu : dubia ad bonam
31
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien berumur 39 tahun, dengan diagnosis G4P3A0 hamil preterm dengan DiabetesMelitus Pre Gestasional dan Janin IUFD
1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan teori ?
A. Dasar diagnosis Diabetes Melitus :· Anamnesa : Terdapat riwayat diabetes mellitus pada keluarga pasien.
Menurut literatur, diabetes mellitus dapat diturunkan secara genetik
· Pemeriksaan laboratorium : GDS 648 mg/dl
Menurut literatur dari Fourth International Workshop Conference on Gestasional Diaberes Melitus gula darah sebelum makan adalah <95mg/dl dan <140 – 120mg/dl satu atau dua jam setelah makan
· Faktor risiko diabetes mellitus yang ditemukan pada kasus ini adalah riwayat keluarga pasien
dengan diabetes melitus.
Menurut literatur, diabetes mellitus dapat diturunkan secara genetic.
B. Dasar diagnosis IUFD :· Anamnesis : Pasien tidak merasakan gerakan janin satu hari sebelum masuk Rumah Sakit
Menurut literatur, diabetes mellitus adalah factor resiko terjadinya IUFD. Untuk menegakkan
diagnosis IUFD adalah tidak dirasakan gerak janin.
- Pemeriksaan Leopold : Tidak dirasakan adanya gerak janin.- Pemeriksaan USG : Ditemukan adanya spalding sign.
Faktor risiko IUFD pada pasien ini adalah diabetes melitus pada ibu, karena diabetes melitus
menyebabkan hiperglikemi pada janin sehingga kebuthuna oksigen pada janin meningkat dan
menyebabkan janin hipoksia.
2 Apakah terjadinya IUFD pada kasus ini dapat dihindari?
Ya, dengan rutin cek kadar gula darah saat ANC di Rumah Sakit. Sangat dianjurkan untuk
para ibu hamil dengan riwayat diabetes melitus untuk ANC di Rumah Sakit.
Pada fase parturien, diharapkan untuk mengkonsulkan penyakit diabetes melitus ibu ke dokter
spesialis pnyakit dalam
3. Apakah penanganan kasus pasien ini sudah sesuai dengan prosedur ?
32
Menurut penulis, penanganan kasus ini belum sesuai prosedur karena yang mengelola adalah
dokter spesialis penyakit dalam, karena penanganan pada kasus ini adalah untuk menurunkan
kadar gula darah pasien.
4. Penyebab IUFD pada janin adalah akibat kadar gula darah yang tidak dikontrol setiap ANC dan pasien tidak di edukasi tentang resiko kehamilan pada ibu dengan diabetes mellitus.
33
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
- Penegakkan diagnosis pada pasien ini yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan USG
penunjang sudah sesuai dengan teori.
- Penanganan kasus pasien ini sudah sesuai dengan prosedur
- Penyebab IUFD pada pasien ini adalah akibat diabetes melitus
Saran
- Konseling terhadap kasus ini adalah memberitahu kepada pasien agar menggunakan KB.
- Konseling kepada semua ibu hamil untuk mendeteksi dini kadar gula darah pada saat ANC, fase
premarital dan parturien
- Untuk sarana kesehatan primer agar segera merujuk ibu hamil dengan diabetes mellitus agar
komplikasi tidak timbul, khususnya pada kasus ini adalah IUFD.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Association, A. and others, (2013). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
care, 36(Supplement 1), pp.67--74.
2.. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC,Wenstrom KD. Williams
Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill 2001
3. Hermanto, A. (2008). Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi
Berat. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
4. Harkins, V. (2011). GP desk top guidelines for the management of pre-gestational and
gestational diabetes mellitus from pre-conception to the postnatal period. Irish College of General
Practitioners (ICGP).
5. Karkata, M. (2012). Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. HIMPUNAN KEDOKTERAN
FETOMATERNAL PERKUMPULAN OBSTETRI GINEKOLOGI INDONESIA, p.24.
6. Mathiesen, E., Ringholm, L. and Damm, P. (2011). Stillbirth in diabetic pregnancies. Best
Practice \& Research Clinical Obstetrics \& Gynaecology, 25(1), pp.105--111.
7.www.kesehatan.kebumenkab.go.id%2Findex.php%2Fauto-generate-from-title%3Fdownload
%3D2%3Akatapengantar&ei=WVFWVKbXJ4aNuAS2nYGgAQ&usg=AFQjCNEsl2X2q7ur6w5
GyfTNKlhRiFIfg&sig2=Dz2xTJ32zXBrhMaQoG5QTw&bvm=bv.78677474,d.c2E
35
top related