prevalensi appendicitis di rsu kota tangerang …
Post on 12-Nov-2021
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PREVALENSI APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN
PADA TAHUN 2016 – 2017
Laporan Penelitian Ini Menjadi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh :
Wahyuning Hapsari
NIM : 11151030000017
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 5 Oktober 2018
Wahyuning Hapsari
ii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG
SELATAN PADA TAHUN 2016 – 2017
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokeran Fakultas Kedokteran untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Wahyuning Hapsari
NIM: 11151030000017
Pembimbing 1
dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD
NIP.19660420 199412 1 001
Pembimbing 2
dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad
NIP.19640909 199603 1 001
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian berjudul ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU
KOTA TANGERANG SELATAN PADA TAHUN 2016 – 2017 yang diajukan
oleh Wahyuning Hapsari (NIM: 11151030000017), telah diajukan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran pada Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada
Program Studi Kedokteran.
Ciputat, Oktober 2018
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD
NIP.19660420 199412 1 001
Penguji 1
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP.19780507 200501 1 005
Penguji 2
dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed
NIP.19800522 200912 1 005
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FK UIN
dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM
NIP.19651123 200312 1 003
Kaprodi PSKed FK UIN
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP.19780507 200501 1 005
Pembimbing 1
dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD
NIP.19660420 199412 1 001
Pembimbing 2
dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad
NIP.19640909 199603 1 001
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
yang amat berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul “ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2016-2017”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini tidak
terlepas dari dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait, lewat tulisan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghormatan kepada :
1. dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD, FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD selaku pembimbing satu, atas segala
motivasi dan bimbingan, dan waktu luang yang diberikan dari awal
laporan penelitian ini disusun hingga selesai disusun.
4. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad selaku pembibing dua, atas segala kesabaran,
bimbingan dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lebih baik.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul riset 2015,
yang selalu mengingatkan dan memberikan motivasi agar penulis segera
menyelesaikan laporan penelitian ini.
6. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang Selatan yang telah menjadi
wadah bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan dan
pengetahuannya dengan mengizinkan penulis untuk menggunakan data
rekam medis pasien.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Darikoen Kardi dan Ibu Tresnawati
yang selalu tidak kenal lelah memberikan motivasi, nasihat, do’a serta
v
vi
kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis. Kakak-kakak penulis
Rizal Hardiyanto, Rahayu Dwikanthi dan Arya Wiranata serta adik
penulis Moch. Tegar Aulia atas semua do’a dan dukungan yang telah
diberikan.
8. Sahabat-sahabat terdekat penulis, Ressy Rizki Utari, Syara Azhari
Fauziyya, Syifa Hanifa Alawiyah, Puji Adhiayati, Dinan Fatharani, Ira
Ainurrahmah, Nilna Faza Mardiyatin, Fitria Tahta Alfina, Auliya
Yasmin Uzair, Lilis Siti Nursaadah, Syifa Sukmahayati, dan Rissa
Rizkiia Z, Eneng Siti Nurazizah, Safira Belarizkia atas semua motivasi,
hiburan, dukungan dan pikiran-pikiran positifnya agar penulis selalu
semangat dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
9. Teman-teman sekelompok penelitian, Syifa Sukmahayati, Allifka
Ramadhanti, Farah Alvi Ramadhani, dan Fitria Rahmi Ramadhani atas
semua perhatian dan pikiran-pikiran positifnya agar kita semua bisa
menyelesaikan penelitian ini bersama-sama.
10. Seluruh teman-teman angkatan 2015, atas semua dukungan dalam
menyelesaikan laporan penelitian ini.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian ini
dapat terselesaikan
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk laporan penelitian ini.
Demikian laporan penelitian yang dapat penulis tulis, semoga dapat
memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Ciputat, 12 Oktober 2018
Wahyuning Hapsari
vii
ABSTRAK
Wahyuning Hapsari. Program Studi Kedokteran. Angka Kejadian
Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2016-2017
Latar Belakang: Appendicitis adalah salah satu keadaan bedah yang paling sering
terjadi di dunia, dan Indonesia adalah negara yang memiliki angka morbiditas
appendicitis tertinggi diantara negara-negara ASEAN (Association of South East
Asia Nation). Sebagian besar kasus apedisitis tidak menunjukkan gejala yang khas,
sehingga banyak kasus yang terlambat diagosis dan ditemukan sudah menjadi kasus
kronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian appendicitis di
RSU Kota Tangerang Selatan. Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data diperoleh dari data
rekam medik dengan sampel sebanyak 365 kasus. Hasil: Prevalensi appendicitis
berjumlah 365 kasus. Angka kejadian appendicitis adalah sebagai berikut;
distribusi pasien appendicitis berdasarkan status perawatan pasien yang tertinggi
adalah pasien rawat jalan berjumlah 133 (70%) kasus pada tahun 2016 dan 116
(66%) kasus pada tahun 2017. Distribusi pasien appendicitis akut berdasarkan usia
tertinggi pada kelompok usia 17-25 tahun. Distribusi pasien perempuan lebih
mendominasi dibandingkan pasien laki-laki, tahun 2016 pada rawat jalan berjumlah
86 (70,5%) kasus dan rawat inap berjumlah 36 kasus (29,5%) pada tahun 2017
rawat jalan didominasi perempuan dengan 79 kasus (76%) sedangkan rawat inap
didominasi laki-laki dengan 34 kasus (47,89%) . Distribusi pasien appendicitis
kronik lebih tinggi dibanding appendicitis akut. Distribusi pasien appendicitis
dengan tindakan konservatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilakukan
operasi. Simpulan: usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian
appendicitis.
Kata Kunci : appendicitis, usia, jenis kelamin, status perawatan pasien, jenis
appendicitis, tindakan medik.
vii
viii
ABSTRACT
Wahyuning Hapsari. School of Medicine. Incindence of Appendicitis in South
Tangerang Hospital in 2016-2017
Background: Appendicitis is one of the most common surgical conditions in the
world, and Indonesia is the country with the highest appendicitis morbidity rates
among ASEAN countries (Association of South East Asia Nation). Most cases of
appendicitis do not show typical symptoms, so many cases that are late to be
diagnosed and found to have become chronic cases. This study aims to determine
the incidence of appendicitis in South Tangerang Hospital. Method: This research
uses descriptive method with cross sectional design. Data collection was obtained
from medical record data with a sample of 365 cases. Results: The prevalence of
appendicitis is 365 cases. The highest distribution of appendicitis patients based on
patient care status was outpatients with 133 (70%) cases in 2016 and 116 (66%)
cases in 2017. The distribution of acute appendicitis patients was based on the
highest age in the 17-25 year age group. The distribution of female patients was
more dominant than male patients, in 2016 there were 86 (70.5%) outpatient cases
and 36 inpatients (29.5%) in 2017 female dominated outpatients with 79 cases
(76% ) while inpatients were dominated by men with 34 cases (47.89%). The
distribution of patients with chronic appendicitis is higher than acute appendicitis.
Distribution of appendicitis patients with conservative measures is higher than
those performed surgery. Conclusion: age and sex affect the incidence of
appendicitis.
Keywords: appendicitis, age, gender, patient care status, type of appendicitis,
medical action.
viii
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1. Landasan Teori ............................................................................................. 5
2.1.1.Anatomi Apendiks .................................................................................. 5
2.1.2. Fisiologi Apendiks ................................................................................. 7
2.1.3. Histologi Apendiks ................................................................................ 7
2.2. Appendicitis .................................................................................................. 8
2.2.1. Definisi................................................................................................... 8
2.2.2. Epidemiologi .......................................................................................... 9
2.2.3. Etiologi................................................................................................. 11
2.2.4. Patofisiologi ......................................................................................... 12
2.2.5. Gejala Appendicitis .............................................................................. 13
ix
x
2.2.6. Klasifikasi Appendicitis ....................................................................... 14
2.2.8. Diagnosis Banding ............................................................................... 21
2.2.9.Tatalaksana ........................................................................................... 22
2.2.9.1. Komplikasi ........................................................................................ 24
2.3. Kerangka Teori ........................................................................................... 25
2.4. Kerangka Konsep ................................................................................... 26
2.5. Definisi Operasional ................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29
3.1. Desain Penelitian ........................................................................................ 29
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 29
3.3. Populasi Penelitian ..................................................................................... 29
3.3.1. Populasi Target .................................................................................. 29
3.3.2. Populasi Terjangkau ........................................................................ 29
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................... 29
3.5. Besar Sampel .............................................................................................. 30
3.6. Cara Pengambilan Sampel .......................................................................... 30
3.7. Alur Penelitian ............................................................................................ 30
3.8. Cara Kerja Penelitian .................................................................................. 30
3.9. Rencana Analisis ........................................................................................ 31
4.0. Etika ............................................................................................................ 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 33
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................... 33
4.1.2. Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun
2016-2017 ...................................................................................................... 33
4.1.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status
Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan .................................................. 33
4.1.4. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Status
Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan .................................................. 34
4.1.5. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU
Kota Tangerang Selatan ................................................................................. 35
4.1.6. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Usia di RSU
Kota Tangerang Selatan ................................................................................. 36
xi
4.1.7. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSU Kota Tangerang Selatan .................................................................... 37
4.1.8. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSU Kota Tangerang Selatan .................................................................... 38
4.1.9. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis
Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ................................... 39
4.1.9.1 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis
Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ................................... 40
4.1.9.2 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Tindakan
Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ............................................. 41
4.1.9.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Tindakan
Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ............................................. 42
4.2. Pembahasan ................................................................................................ 43
4.2.1. Karakteristik Pasien ............................................................................. 43
4.2.2. Jenis Appendicitis ................................................................................ 45
4.2.3. Tindakan Medik ................................................................................... 45
4.3. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 45
BAB V RINGKASAN DAN SARAN ................................................................. 46
5.1. Ringkasan ................................................................................................... 46
5.2. Saran ........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
LAMPIRAN ......................................................................................................... 52
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lokasi Apendiks pada Usus Besar.....................................5
Gambar 2.2 Variasi Regio Anatomi Apendiks.......................................6
Gambar 2.3 Histologi Apendiks.............................................................8
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul.............................14
Tabel 2.2 Skor Alvarado...................................................................19
Tabel 2.4 Definisi Operasional.........................................................28
xiii
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................34
Grafik 4.1.4 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................35
Grafik 4.1.5 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Usia di RSU Kota Tangerang Selatan..............................36
Grafik 4.1.6 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Usia di RSU Kota Tangerang Selatan..............................37
Grafik 4.1.7 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Jenis Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan...............38
Grafik 4.1.8 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Jenis Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan...............39
Grafik 4.1.9 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Jenis Appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................40
Grafik 4.1.9.1 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Jenis Appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................41
Grafik 4.1.9.2 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................42
xiv
xv
Grafik 4.1.9.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang
Selatan..............................................................................43
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN : Assocation of South East Asia Nation............................................2
SIAS : Spina Iliaka Anterior Superior........................................................6
GALT : Gut Associated Lymphoid Tissue....................................................7
IgA : Imunoglobulin A............................................................................7
MALT : Mucosa-Associated Lymphoid Tissue............................................8
USG : Ultrasonografi...............................................................................20
CT Scan : Computerized Tomography Scan.................................................21
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data............................................55
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup......................................................56
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada
kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot
diatasnya, dan hiperestesia kulit, dan appendicitis kronik ditandai adanya
penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.1
Appendicitis pada usia muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia folikel
limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada lanjut usia, obstruksi
biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang terbentuk disekitar
pusat bahan fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat keluar, apendiks
membengkak, meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri appendicitis
biasanya dimulai sebagai nyeri samar di regio periumbilikal karena serat
nyeri aferen masuk medulla spinalis setinggi T10. Kemudian, nyeri hebat di
quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi peritoneum parietalis yang
melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha pada sendi panggul
mencetus nyeri.2
Appendicitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling
sering terjadi di dunia dengan prevalensi appendicitis secara global
berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.3 Tercatat bahwa angka kejadian
appendicitis di negara-negara barat mengalami stabilisasi, angka
kejadiannya mencapai 100 per 100.000 penduduk pada Amerika utara
dengan jumlah kasus yang mencapai 378.614 pada tahun 2015 dan 151 per
100.000 penduduk pada Eropa Barat4 dan juga sekitar 300.000 orang
menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan
perkiraan insiden appendicitis seusia hidup berkisar dari 7-14% berdasarkan
jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan diagnosis yang telah
dikonfirmasi.5 Memasuki abad ke 21 angka kejadian appendicitis pada
1
2
newly industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan
prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per
100.000 penduduk.4
Angka kejadian appendicitis di negara berkembang lebih rendah
dibandingkan negara maju, karena di negara maju mayoritas penduduknya
mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan rendah serat.3
Appendicitis menyerang 10 juta penduduk indonesia setiap
tahunnya, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di Indonesia mencapai
95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi diantara
negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN).6 Menurut
Departemen Kesehatan RI tahun 2008, telah dilakukan survey pada 12
provinsi di Indonesia yang menunjukkan jumlah appendicitis yang dirawat
di rumah sakit berjumlah 3.251 kasus yang menunjukkan adanya
peningkatan dibandingkan jumlah sebelumnya yaitu berjumlah 1.236
kasus.7 Tercatat berjumlah 144 kasus appendicitis akut ditemukan di RS
RUMKITAL dr Mintoharjo Jakarta Pusat dalam kurun waktu satu tahun
pada tahun 2014.8
Dalam profil kesehatan Provinsi Banten 2016, tidak ditemukan data
mengenai kejadian appendicitis di Provinsi Banten. Begitupula dengan
angka kejadian appendicitis yang ada di setiap kecamatan yang ada di
Provinsi Banten.9
Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa.
Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta. Provinsi
Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung
darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Sebagian wilayahnya yaitu
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang
merupakan kota penyangga Provinsi DKI Jakarta.9 Kota Tangerang Selatan
merupakan kota administrasi penyangga Provinsi DKI Jakarta dengan
jumlah penduduk sebanyak 1.593.812 jiwa10, memiliki peduduk yang gaya
hidupnya menyerupai penduduk DKI Jakarta. Hal ini memunculkan dugaan
tingginya angka appendicitis di Kota Tangerang Selatan. Tercatat
berjumlah 111 kasus appendicitis akut ditemukan di RSUD Kota Tangerang
3
Selatan dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2015 dengan angka kejadian
tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun.11
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada RSUD Kota
Tangerang Selatan, yang merupakan RS rujukan tingkat pertama. Tujuan
dari penilitian ini untuk mendapatkan gambaran angka kejadian
appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan dari tahun 2016-2017.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2016-2017?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
iMengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2016 -2017
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017
b. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien
c. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap
jenis kelamin
d. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap
usia
e. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien tehadap
jenis appendicitis
f. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 - 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap
tindakan medik
4
1.4. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam penelitian
sederhana
b. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis
c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat selama menempuh
pendidikan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bagi Institusi
a) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Sebagai tambahan kepustakaan untuk mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
- Dapat memberikan informasi bagi peneliti lainnya dan juga
dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lainnya
- Untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
universitas yang dapat ikut berkontribusi dalam program
pemerintah untuk mengurangi angka kejadian appendicitis
b) RSU Kota Tangerang Selatan
- Sebagai bahan evaluasi untuk menindaklanjuti kasus
appendicitis yang terjadi di wilayah Tangerang Selatan
- Dapat memberikan informasi dan gambaran RSUD Kota
Tangerang Selatan mengenai angka kejadian appendicitis
Bagi Masyarakat
a. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1.Anatomi Apendiks
Apendiks (secara tradisional, apendiks vermiformis; L. Vermis,
seperti cacing) adalah divertikulum apendiks vermiformis (panjang 6-10
cm) yang berisi massa jaringan limfoid. Apendiks berasal dari aspek
posteromedial caecum di sebelah inferior taut ileocaecal.2
Gambar 2.1 Lokasi Apendiks pada Usus Besar
Sumber : Tortora, 2014
Apendiks memiliki mesentrium triangular pendek, mesoapendiks,
yang berasal dari sisi posterior mesentrium ileum terminalis. Mesoapendiks
menempel pada caecum dan bagian proksimal apendiks. Posisi apendiks
bervariasi, tetapi biasanya retrocaecal. Apendiks retrocaecal memanjang ke
superior ke arah flexura colica dextra dan biasanya bebas. Kadang-kadang
apendiks terletak di bawah lapisan peritoneal caecum, tempatnya sering
menyatu dengan caecum atau dinding abdomen posterior. Apendiks dapat
berprojeksi ke arah inferior atau melewati tepi pelvis. Posisi anatomis
apendiks menentukan gejala serta tempat spasme muskular dan nyeri tekan
5
6
bila apendiks meradang. Dasar apendiks terletak di sebelah dalam suatu titik
yang merupakan sepertiga jalan sepanjang linea obliquus yang
menggabungkan SIAS kanan dengan umbilicus (titik McBurney pada linea
spinoumbilikalis).2
Gambar 2.2 Variasi Regio Anatomi Apendiks
Sumber : Harrison, 2015
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis, yaitu dari plexus mesenterica superior. Serabut
saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal dan serabut
saraf parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut saraf aferen dari
apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis
thorakal 10.2 Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di
sekitar umbilikus. Apendiks diperdarahi oleh a. Apendikularis yang
merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.12
Retrocaecal
Postileal
Promonteric
Pelvical
Subcaecal
7
2.1.2. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan mukus 1-2 ml per hari. Mukosa dalam
apendiks diduga berperan dalam patogenesis appendicitis. Imunoglobulin
sekretoar (IgA) yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan
limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan diseluruh tubuh.12
2.1.3. Histologi Apendiks
Gambaran mikroskopik apendiks vermiformis secara struktural
mirip dengan kolon, terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa,
tunika muskularis dan tunika serosa. Tetapi ada beberapa modifikasi yang
khas untuk apendiks.13
Terdapat beberapa persamaan antara mukosa apendiks dengan usus
besar yaitu terdapat epitel pelapis dengan banyak sel goblet, lamina propria
dibawahnya yang mengandung kelenjar intestinal (kriptus lieberkuhn) dan
mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada apendiks memiliki kurang
berkembang, lebih pendek dan sering terlihat berjauhan letaknya. Jaringan
limfoid difus didalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat
sampai ke submukosa berdekatan.13
Pada apendiks terdapat banyak limfonoduli dengan pusat germinal,
dan sangat khas untuk apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria
namun karena ukurannya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan
sampai ke submukosa. Pada tunika muskularis terdapat pertemuan
gabungan dari taenia coli.13
Submukosa memiliki banyak pembuluh darah. Lapisan selanjutnya
yaitu muskularis eksterna, memiliki 2 lapisan yaitu lapisan sirkular dalam
dan longitudinal luar yang mana diantara 2 lapisan tersebut terdapat ganglia
8
parasimpatis pleksus meientericus auerbach. Lapisan yang terluar yaitu
serosa yang mengandung substansi lemak.13
Gambar 2.3 Histologi Apendiks
Sumber : diFiore, 2003
Apendiks merupakan organ yang terletak di bagian awal usus besar
dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan
lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek
dan kurang padat, dan tidak memiliki taeniae coli. Apendiks tidak memiliki
fungsi pencernaan, tetapi merupakan komponen penting sebagai MALT
(Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel
limfoid pada dindingnya.14
2.2. Appendicitis
2.2.1. Definisi
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada
kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot
diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan
ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis
tersebut.1
9
2.2.2. Epidemiologi
Appendicitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling
sering terjadi di dunia dengan prevalensi appendicitis secara global
berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.3 Pada tahun 2015 di Amerika
Serikat angka kejadian pasien yang masuk ke dalam departemen
kegawatdaruratan karena nyeri pada abdomen mencapai 38,8 juta, dan
penyakit penyebab yang paling sering adalah appendicitis yang
menyebabkan dilakukannya tindakan apendektomi mencapai 250.000
kasus.15 Tercatat bahwa angka kejadian appendicitis di negara-negara barat
mengalami stabilisasi, angka kejadiannya mencapai 100 per 100.000
penduduk pada Amerika utara dengan jumlah kasus yang mencapai 378.614
pada tahun 2015 dan 151 per 100.000 penduduk pada Eropa Barat4 dan juga
sekitar 300.000 orang menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika
Serikat dengan perkiraan insiden appendicitis seusia hidup berkisar dari 7-
14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan diagnosis
yang telah dikonfirmasi.5 Memasuki abad ke 21 angka kejadian appendicitis
pada newly industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan
prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per
100.000 penduduk.4
Di indonesia, kasus appendicitis akut menempati urutan yang paling
tinggi dibandingkan dengan kasus kegawatdaruratan yang lainnya.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan, kemungkinan karena tidak diduga.
Insiden tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun setelah itu terjadi
penurunan.16,12 Data epidemiologi appendicitis akut jarang terjadi pada
balita, tetapi meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada saat
remaja serta awal usia 20-an, kemudian akan menurun pada menjelang
dewasa. Kejadian appendicitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki
pada masa prapuber,sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda
rasionya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.
10
Appendicitis menyerang 10 juta penduduk indonesia setiap
tahunnya, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di Indonesia mencapai
95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi diantara
negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN).6 Menurut
Departemen Kesehatan RI tahun 2008, telah dilakukan survey pada 12
provinsi di Indonesia yang menunjukkan jumlah appendicitis yang dirawat
di rumah sakit berjumlah 3.251 kasus yang menunjukkan adanya
peningkatan dibandingkan jumlah sebelumnya yaitu berjumlah 1.236
kasus.7 Tercatat berjumlah 144 kasus appendicitis akut ditemukan di RS
RUMKITAL dr Mintoharjo Jakarta Pusat dalam kurun waktu satu tahun
pada tahun 2014.8
Hasil laporan dari RS Gatot Soebroto, Jakarta tahun 2006 sebabkan
oleh pola makan pasien yang rendah akan serat setiap harinya. Menurut data
yang diperoleh dari rekam medis di ruang bedah (Bougenvile) rumah sakit
Dr. Soegiri Lamongan pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai Desember
sebanyak 126 orang (100%). Pada tahun 2014, bulan Januari sampai
September terdapat 104 orang (100%) yang menderita appendicitis yang
meliputi pasien appendicitis akut (86 %). Appendicitis infiltrate (3 %),
appendicitis kronis (7%), appendicitis perforasi (4%) yang di rawat inap
dirung bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Berdasarkan observasi pada
tanggal 20 Oktober 2014 di ruang bedah (Bougenvile), dari 5 pasien(100%)
post op apendik pada 4 pasien (80%) mengalami nyeri sedang dan nyeri
ringan minimal 1 pasien (20%), Hal itu menunjukkan bahwa pasien post
apendicitis yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri itu cukup tinggi
terutama di ruang Bougenvile RSUD Dr. Soegiri Lamongan.17 Angka
kejadian appendicitis di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode
oktober 2012 – september 2015, menunjukkan bahwa terdapat 650 pasien.
Jumlah pasien terbanyak ialah appendicitis akut yaitu 412 pasien (63%)
sedangkan appendicitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien,
yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193
pasien (30%) dengan komplikasi appendicitis perforasi dan 7 pasien (1%)
dengan periapendikuler infiltrate. Di RS Tk. III R.W. Mongisidi Telling
11
Manado angka kejadian apendiksitis tahun 2016 yaitu 42 pasien. Dalam
penelitian yang dilakukan Dani & Calista (2013) yang berjudul karakteristik
penderita appendicitis akut di Rumah Sakit Imanuel Bandung menyatakan
bahwa keluhan utama yang tersering dari 152 kasus appendicitis adalah
nyeri perut di bagian kanan bawah sebanyak 96,05 %.18
2.2.3. Etiologi
Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi
bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit
ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia
jaringan limfoid12 yang merupakan salah satu respon imun dari infeksi,
faktor resiko infeksi diantaranya adalah buruknya personal hygiene
terutama anak yang ditunjukan dari hasil penelitian di bahwa 51,5% pasien
appendicitis anak memiliki personal hygiene yang rendah.19 Selanjutnya
dapat terjadi karena penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,
tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir
menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica,
merupakan langkah awal terjadinya appendicitis pada lebih dari separuh
kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga
menunjukkan peran kebiasaan makan.12
Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa kebiasaan
makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat
menimbulkan appendicitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang akan mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional pada
apendiks sehingga pertumbuhan bakteri flora kolon biasa akan meningkat.12
Organisme lain, termasuk anaerob juga dapat menyebabkan
inflamasi apendiks. Kadang-kadang cacing, termasuk Enterobius
vermicularis dan Ascaris Lumbricoides dapat mempercepat dan
mengakibatkan terjadinya kolik (rasa nyeri). Setelah terjadinya obstruksi
karena sebab apapun dapat menyebabkan tekanan keluar dari apendiks dan
12
menghasilkan luka pada jaringan, sehingga menyebabkan invasi leukosit,
pembentukan nanah, dan gangrene apabila tidak segera ditangani maka
apendiks akan segera mengalami perforasi.20
Appendicitis pada orang muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia
folikel limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada orang lanjut
usia, obstruksi biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang
terbentuk disekitar pusat bahan fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat
keluar, apendiks membengkak, meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri
appendicitis biasanya dimulai sebagai nyeri samar di regio periumbilikal
karena serat nyeri aferen masuk medulla spinalis setinggi T10. Kemudian,
nyeri hebat di quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi peritoneum
parietalis yang melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha pada
sendi panggul mencetus nyeri.2
2.2.4. Patofisiologi
Fungsi apendiks sebenarnya belum dipahami dengan jelas,
meskipun terdapat jaringan limfatik di atasnya yang menunjukkan adanya
peran dalam sistem kekebalan tubuh. Apendiks dianggap sebagai vestigial
organ, tetapi ide ini keliru karena peran apendiks telah ditetapkan sebagai
neuroendokrin dan struktur imunologi.21
Patogenesis utama pada sebagian besar pasien dengan appendicitis
akut disebabkan karena obstruksi lumen, yang penyebabnya dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab, termasuk fecalith, hiperplasia limfoid,
benda asing, parasit, dan oleh tumor primer (karkinoid, adenokarsinoma,
sarkoma kaposi, dan limfoma) dan metastatik (kolon dan payudara).21
Obstruksi lumen akan menyebabkan peningkatan pengeluaran
mukus sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen yang
menstimulasi serabut saraf eferen visceral sehingga menimbulkan rasa nyeri
yang samar-samar, nyeri difus dibawah abdomen epigastrium. Peningkatan
sekresi mukus akan menyebabkan peningkatan tekanan lumen pada
apendiks menjadi tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri, sehingga
bakteri lebih mudah menginvasi dinding lumen apendiks. Akibat invasi
13
bakteri akan menyebabkan aktivasi mediator inflamasi pada jaringan
apendiks. Pada saat eksudat inflamasi terhubung dengan peritoneum
parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri
yang terlokalisir pada titik McBurney.21
Appendicitis dapat terjadi tanpa adanya obstruksi pada lumen, dapat
terjadi karena penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke
apendiks. Terjadi abcess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.
Mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran
klinisnya tentu berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.22
2.2.5. Gejala Appendicitis
Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual, muntah, peningkatan jumlah leukosit, demam
ringan (37,5- 38.50C) dan umumnya nafsu makan menurun,12 sedangkan
appendicitis kronik akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ
apendiks vermiformis.1 Gejala biasanya berlangsung selama 1-2 hari.23
Tabel 2.1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul
Gejala Frekuensi
Nyeri Abdomen >95%
Anoreksia >70%
Konstipasi 4-16%
Diare 4-16%
Demam 10-20%
Perpindahan nyeri ke kuadran kanan bawah 50-60%
Mual >65%
Muntah 50-75%
Sumber : Harrison, 2015
14
2.2.6. Klasifikasi Appendicitis
Terdapat dua klasifikasi appendicitis yaitu akut dan kronik,
berikut adalah derajat-derajatnya :
1. Appendicitis akut
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik
Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendistis akut dibagi menjadi:
a) Appendicitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema,
dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam
ringan.24
b) Appendicitis Supuratif
Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai
edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding
apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat
menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke
dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga
serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
15
Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif
dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.24
c) Appendicitis Akut Gengrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah
arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.
Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu,
hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.24
d) Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang apendiks
yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24,25
e) Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang
terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan,
lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.24
f) Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang
sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga
perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24
16
2. Appendicitis Kronik
Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik dan
makroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik
antara 1-5%. Appendicitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut
lagi dan disebut appendicitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.24
2.2.7. Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis appendicitis dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan, yaitu:
a. Anamnesis
Pasien dengan appendicitis biasanya datang dengan keluhan utama
nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri kolik-umbilikal yang
biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke iliaka
kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam.
Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada
kasus appendicitis26
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak
dinding perut yang mengencang (distensi), pada perabaan (palpasi) di
daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
dilepas juga akan terasa nyeri, ini adalah kunci dari diagnosis appendicitis
akut. Kemudahan atau kesulitan dalam gerakan mencapai posisi terlentang
bisa digunakan sebagai tanda ada atau tidaknya iritasi peritoneum lokalisata.
Palpasi dilakukan dengan lembut dari sisi kiri ke sisi kanan abdomen untuk
17
menilai rigiditasnya, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pasien
mengalami iritasi peritoneum atau tidak, tapi palpasi tidak bisa dijadikan
pedoman dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan berdasarkan lokasi
apendiks.27
Karena banyak kemungkinan sebab lain keadaan intraabdomen akut
atau bahkan sistemik bisa meniru appendicitis akut, sehingga tidak mungkin
membuat diagnosis spesifik. Macam-macam pemeriksaan fisik dilakukan:
a) Inspeksi
Inspeksi pada appendicitis akut biasanya ditemukan adanya
distensi perut.27
b) Palpasi
Palpasi dinding abdomen dilakukan dengan ringan dan hati-
hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi, ditekan dengan sangat pelan dan halus, pada berbagai
tempat pada dinding perut (dinamakan pemeriksaan raba dangkal-
superfisial), kemudian baru dilakukan pemeriksaan raba dalam.27
c) Auskultasi
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis appendicitis, tetapi bila telah terjadi peritonitis maka
tidak terdengar bunyi peristaltik usus.27
d) Pemeriksaan status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
Nyeri tekan McBurney positif apabila didapatkan nyeri tekan
pada kuardan kanan bawah atau titik McBurney dan nyeri
menetap.27,12,28
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) merupakan nyeri hebat
di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc Burney28
18
Defence muscular merupakan nyeri tekan seluruh lapang
abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal28
Rovsing sign merupakan nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri yang dijalarkan
karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan28
Obturator sign digunakan untuk melihat apakah apendiks
yang meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus
atau tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang, pada appendicitis pelvika akan
menimbulkan nyeri12,28
Psoas sign dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka
itu berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas.12,28
e) Rectal toucher/ Colok dubur
Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri pada
angka 9-12.27
f) Skor Alvarado
Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis ialah menggunakan skor Alvarado.
Skor Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986
dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan
laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis appendicitis.27
Tabel 2.2 Skor Alvarado
Kriteria Nilai
19
3 Gejala
Migrasi nyeri ke RLQ 1
Anoreksia 1
Mual-Muntah 1
3 Tanda
Nyeri dalam RLQ 2
Rebound Tenderness 1
Demam (≥37,3° C) 1
2 Penemuan Lab
Leukosit (>10.000) 2
Shift to Left (>75%) 1
Total 10
Sumber: Tamanna, 2012
Temuan pada pasien dengan suspect appendicitis lalu
dijumlahkan dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah
ditetapkan. Hasil penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel
interpretasi skor Alvarado.29
Interpretasi:
Skor 7-10 = Appendicitis akut
Skor 5-6 = Curiga appendicitis akut
Skor 1-4 = Bukan appendicitis akut
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar
diagnosis appendicitis akut. Pemeriksaan tambahan dilakukan apabila
ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis.27
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai
appendicitis biasanya meliputi hitung jumlah dan jenis sel darah
lengkap dan urinalisis. Leukositosis moderat biasanya terjadi pada
pasien appendicitis (75%) dengan jumlah leukosit berkisar antara
20
10.000-18.000 sel/mL dengan pergeseran ke kiri dan didominasi
oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian, tidak adanya
leukositosis tidak menutupi kemungkinan terjadinya appendicitis.
Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin, terkadang
ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria.27
2) Pemeriksaan radiologi
a. Ultrasonography (USG)
Banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut
maupun appendicitis abses, Ultrasonography sangat bermanfat
terutama bagi wanita hamil dan anak-anak, tingkat
keakuratannya paling tinggi (93-98%). Tetapi sulit dilakukan
pada dewasa karena jumlah lemak dan gas yang banyak sehingga
apendiks sulit terlihat. Untuk dapat mendiagnosis apendistis akut
diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser
pada abdomen. Akurasi penggunaan USG ini sangat dipengaruhi
oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada pemeriksaan
appendicitis dengan menggunakan USG ditemukan fekalit,
udara intralumen, penebalan dinding apendiks dan adanya
pengumpulan cairan. Apabila apendiks mengalami perforasi
akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses
apendiks dapat diidentifikasi.27
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
CT-Scan dapat melihat jelas gambaran appendicitis.
Namun dalam pemeriksaan normal apendiks jarang
tervisualisasi dengan pemeriksaan skrinning, gambaran
penebalan dinding apendiks dan jaringan sekitar yang melekat
mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta akurasi
yang baik untuk mendeteksi appendicitis. Pemeriksaan ini
21
terbatas digunakan pada wanita hamil dan anak-anak karena
menggunakan radiasi.27
c. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras
BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3
secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih
8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil
apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.30
2.2.8. Diagnosis Banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis
appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang
hampir sama dengan appendicitis, diantaranya :
1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare sebelum
terjadinya rasa sakit. Nyeri pada abdomen lebih ringan, demam dan
leukositosis kurang terlihat dibandingkan appendicitis akut.12
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan
mual dan nyeri tekan abdomen.12
3. Demam dengue, dimulai dengan nyeri pada abdomen mirip peritonitis dan
diperoleh hasil positif untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit
yang meningkat.12
4. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan
appendicitis akut. Demam biasanya lebih tinggi dari pada appendicitis dan
nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.12
5. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.12
22
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar
rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan
bisa terjadi syok hipovolemik.12
7. Divertikulitis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan
appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip
pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan
bedah yang sama.12
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi
gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.12
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat apendiks dan menyerupai
appendicitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan terjadi
hematuria, demam atau leukositosis.12
2.2.9.Tatalaksana
Tatalaksana yang seharusnya dilakukan kepada pasien appendicitis
adalah tindakan bedah berupa apendektomi atau laparotomi, namun ada
pula tatalaksana yang hanya berupa konservatif.31
1. Konservatif
Perbaikan keadaan umum dengan infus, dan pemberian
antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta kuman
anaerob12
2. Apendektomi
Pengangkatan apendiks dengan pembedahan (apendektomi)
biasanya dilakukan dengan insisi gridion (memecah otot) atau
transversa yang dipusatkan pada titik McBurney di quadran
kanan bawah. Secara tradisional, insisi gridion dibuat dibuat
tegak lurus terhadap linea spinoumbilicalis, tetapi insisi
transversa juga sering digunakan. Pemilihan tempat dan jenis
insisi adalah berdasarkan kebijakan ahli bedah. Sementara
23
apendiks yang meradang secara khas terletak di sebelah dalam
titik McBurney, tempat nyeri maksimal dan nyeri tekan
menunjukkan lokasi sebenarnya.2
Setelah insisi kulit dan jaringan subkutan, aponeurosis
obliquus externus diinsisi sepanjang garis seratnya. Suatu lubang
dibuat dijalan yang sama pada musculus transversus abdominis
dan musqulus obliquus internus, sehingga menghindari suplai
sarafnya. Nervus iliohypogastricus diidentifikasi diantara
lapisan otot segar dan diretraksi. Fascia transversalis dan
peritoneum diinsisi, dan caecum dibawa ke dalam luka bedah.
Apendiks berasal dari konvergensi ketiga taenia coli. Oleh karen
itu, jika apendiks tidak jelas, salah satu taenia coli dilacak
sampai dasarnya. Mesoapendiks yang berisi pembuluh darah
apendicularis diligasi kuat dan dibagi. Dasar apendiks diikat,
apendiks dieksisi, dan puntungnya biasanya dikauter dan
diinvaginasi ke dalam caecum. Insisi kemudian ditutup lapis
demi lapis. Karena setiap lapis otot berjalan dengan arah yang
berbeda, insisi dilindungi dengan baik ketika lapisan yang
diretraksi dikembalikan ke posisi normalnya.2
Pada kasus yang jarang dari malrotasi usus, atau kegagalan
turunnya caecum, apendiks tidak berada pada quadran kanan
bawah. Bila caecum terletak tinggi (caecum subhepatik),
apendiks terdapat di regio hipokondriak kanan dan nyeri terletak
di regio tersebut, bukan di quadran kanan bawah.2
3. Laparoskopi
Ketika diagnosis tidak jelas, pemeriksaan isi abdomen
dengan laparoskop yang dijalankan melalui suatu insisi kecil
pada dinding abdomen anterolateral berguna dalam
membedakan appendicitis akut dengan penyebab lain nyeri
abdominal, yang meliputi penyakit radang panggul. Laparoskopi
telah digunakan selama bertahun-tahun oleh ahli ginekologi
24
dalam mengevaluasi perempuan dengan nyeri abdomen bawah.
Selain itu, laparoskopi digunakan untuk mengangkat vesica
fellea dan apendiks dan untuk mengobati obstruksi abdominal.2
2.2.9.1. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.12
2.2.9.2. Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan
persiapan pra bedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah.
Appendicitis yang tidak mengalami komplikasi membawa mortalitas
<0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan pra bedah, bedah dan
pasca bedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada appendicitis yang
mengalami komplikasi telah berkurang drastis menjadi 2-5%, tetapi tetap
tinggi dan tak dapat diterima pada anak dan orang tua yaitu sebesar 10-
15%. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi
bedah lebih dini.32
2.2.9.3. Angka Kejadian
1. Prevalensi : Semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan
kasus lama) dari populasi yang beresiko menderita penyakit tersebut dalam
periode waktu tertentu.33
2. Insidensi : Angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang
beresiko selama periode waktu tertentu.33
25
2.3. Kerangka Teori
Hiperplasia
jaringan
limfoid
Makan
rendah
serat
Benda
asing
Neoplasma
Fekalit
Dx klinis : Appendicitis
Infeksi
bakteri
Parasit
Anamnesis :
- Usia
- Jenis Kelamin
Prevalensi
Appendicitis
Tindakan medis
Akut Kronik
Operasi Tidak Operasi
Rawat
inap
Rawat
jalan
Pemeriksaan fisik :
- Nyeri tekan Mc
Burney
- Defence Muscular
- Rovsing sign
- Obturator sign
- Psoas sign
Prognosis
Komplikasi
Rekam medik
Angka
kejadian
Insidensi
Appendicitis
26
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Anamnesis :
- Usia
- Jenis Kelamin
Pemeriksaan
Fisik
Appendicitis
Akut Kronik
Tindakan medis
Operasi Tidak operasi
Rawat
inap
Rawat
jalan
Prevalensi
appendicitis
Insidensi
appendicitis
27
2.5. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Cara pengukuran Skala
Pengukuran
Referensi
Pengelompokkan
1 Prevalensi
appendicitis
Semua
kasus yang
terdiagnosa
appendicitis
yang terjadi
di RSU
Kota
Tangerang
Selatan
Rekam
medik
Rekam medik Ordinal
2 Status
perawatan
Status
perawatan
yang tertera
pada rekam
medik
pasien
Rekam
medik
1. Rawat inap
2. Rawat jalan
Nominal
3 Jenis
kelamin
Indikasi
jenis
kelamin
ketika lahir
Rekam
medik
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal Kategori
berdasarkan
pengelompokkan
jenis kelamin
menurut Badan
Pusat Statistik
Indonesia
4 Usia Usia pasien
yang tertera
pada status
pasien
Rekam
medik
1. 0-5 tahun
2. 6-11 tahun
3. 12-16 tahun
4. 17-25 tahun
5. 26-35 tahun
6. 36-45 tahun
Ordinal Kategori
berdasarkan
pengelompokkan
usia menurut
Kementrian
28
7. 46-55 tahun
8. 56-65 tahun
9. >65 tahun
Kesehatan RI
Tahun 2009
5 Jenis
Appendicitis
Status
diagnosa
pasien yang
tertera pada
rekam
medik
Rekam
medik
1. Akut
2. Kronik
Nominal Buku Ajar Ilmu
Bedah Tahun
2010
6 Tindakan
Medis
Tatalaksana
yang tertera
pada rekam
medik
Rekam
medik
1. Laparatomi
2. Apendektomi
3. Tidak
Operasi
Nominal
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross
sectional yaitu pengambilan data variabel independen dan dependent dilakukan
dalam waktu yang bersamaan dan bersifat retrospektif. Data yang digunakan
adalah data sekunder menggunakan rekam medis.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak pembuatan proposal sampai selesai
laporan perbaikan, yaitu mulai September 2017 sd Oktober 2018.
Tempat penelitian adalah RSU Kota Tangerang Selatan.
3.3. Populasi Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Semua pasien dengan diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 - 2017
3.3.2. Populasi Terjangkau
Semua pasien dengan diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2016 – 2017
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi : Semua pasien dengan diagnosa appendicitis tahun
2016-2017 di RSU Kota Tangerang Selatan.
Kriteria eksklusi :
a. Pasien dengan diagnosa appendicitis Tahun 2016 – 2017 di RSU Kota
Tangerang Selatan yang merupakan rujukan dari RS di sekitarnya
b. Pasien dengan diagnosa appendicitis Tahun 2016 – 2017 di RSU Kota
Tangerang Selatan yang data rekam mediknya tidak lengkap
29
30
3.5. Besar Sampel
Sampel yang diambil adalah total sampling, yaitu semua pasien yang
mempunyai diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan periode
tahun 2016 – 2017 merupakan sampel dari penelitian ini.
3.6. Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil berdasarkan total sampel dengan memperhatikan kriteria
inklusi dan eksklusi.
3.7. Alur Penelitian
3.8. Cara Kerja Penelitian
1) Persiapan
Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah memperbaiki proposal,
membuat surat perizinan penelitian dan memproses izin penelitian.
2) Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data sekunder pada penelitian kuantitatif, peneliti
lakukan dengan mengajukan proposal dan surat izin pengambilan data
Izin Penelitian
Pengajuan izin ke
RSU Kota
Tangerang Selatan
Pengambilan data
rekam medik di RSU
Kota Tangerang
Selatan
Pengolahan Data
Hasil Penelitian
31
rekam medik ke RSU Kota Tangerang Selatan. Setelah mendapatkan data
kemudian dilakukan analisis data.
3) Pengolahan Data
Mengolah data secara univariat menggunakan Ms. Excel
4) Pelaporan Hasil
Melakukan pelaporan hasil yang dibuat dalam bentuk makalah laporan
penelitian
3.9. Rencana Analisis
Untuk melihat distribusi frekuensi serta persentase dari variabel yang
diteliti, baik variabel terikat maupun yang tidak terikat
Analisa dilakukan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi
responden dengan cara menampilkan tabel–tabel frekuensi untuk melihat
gambaran distribusi responden menurut berbagai variabel yang diteliti.
Rumus untuk analisis univariat yaitu :
%100xN
FP
Keterangan :
P = Presentase
F = Frekuensi Jumlah responden yang sesuai kriteria
N = Jumlah sampel
32
4.0. Etika
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari fakultas
kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan RSU Kota Tangerang
Selatan. Data yang didapat dari rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan
dijaga kerahasiaannya.
Pada penelitian ini akan menerapkan 3 prinsip, yaitu:
a. Respect for persons (menghormati harkat dan martabat manusia)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh RSU Kota Tangerang
Selatan akan dijaga oleh peneliti.
b. Beneficience and maleficience (memenuhi persyaratan ilmiah
bermanfaat dan tidak merugikan)
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat
penelitian dan meminimalkan kerugian yang timbul akibat penelitian
ini.
c. Justice (keadilan)
Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi responden.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.2. Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun
2016-2017
Pada periode 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2017 ditemukan
365 kasus dengan diagnosis appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan.
Dari jumlah kasus yang ditemukan tersebut, seluruhnya memiliki data status
perawatan, usia, jenis kelamin, jenis appendicitis, dan tindakan medis.
4.1.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status
Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
status perawatan pasien yaitu pasien yang menjalani rawat jalan dan rawat
inap di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat dilihat pada
grafik 4.1.3.
Grafik 4.1.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
133;
70%
57;
30%
Rawat Jalan Rawat Inap
33
34
Berdasarkan grafik 4.1.3 angka kejadian appendicitis tahun 2016 di
RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan berjumlah 133 kasus (70%)
sedangkan rawat inap 57 kasus (30%).
4.1.4. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Status
Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
status perawatan pasien, yaitu pasien yang menjalani rawat jalan dan rawat
inap di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 dapat dilihat pada
grafik 4.1.4.
Grafik 4.1.4 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.4 angka kejadian appendicitis tahun 2017 di
RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan berjumlah 116 kasus (66%)
sedangkan rawat inap 59 kasus (34%)
116;
66%
59;
34%
Rawat Jalan Rawat Inap
35
4.1.5. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU
Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
usia pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat dilihat
pada grafik 4.1.5.
Grafik 4.1.5 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia
di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.5 angka kejadian appendicitis berdasarkan
usia tahun 2016 di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan dengan
angka tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun berjumlah 31 kasus (60,78%)
dan yang terendah pada rentang usia 56-65 tahun berjumlah 11 kasus
(91,6%) sedangkan pada rentang usia 0-5, 6-11 dan >65 tahun adalah 0
kasus (0%). Pada rawat inap angka kejadian tertinggi pada rentang usia 17-
25 tahun berjumlah 20 kasus (39,22%) dan terendah pada rentang usia 56-
65 tahun yaitu 1 kasus (8,3%) sedangkan pada rentang usia 0-5 dan >65
tahun adalah 0 kasus (0%).
0 0
16
31
21
27 27
11
001
10
20
12
8
5
10
0
5
10
15
20
25
30
35
0-5 6-11 12-16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65
Ju
mla
h P
asi
en
Usia Pasien
Rawat Jalan Rawat Inap
36
4.1.6. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Usia di RSU
Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
usia pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat dilihat
pada grafik 4.1.6.
Grafik 4.1.6 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Usia
di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.6 angka appendicitis tahun 2017 berdasarkan
usia di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan dengan angka
kejadian tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun berjumlah 33 kasus
(70,21%) dan terendah pada rentang usia 56-65 dan >65 tahun yaitu 3 kasus
(75%) sedangkan pada rentang usia 0-5 tahun berjumlah 0 kasus (0%) sama
halnya dengan rawat inap, angka kejadian appendicitis tertinggi pada
rentang usia 17-25 tahun yaitu 14 kasus (29,79%) dan terendah pada rentang
usia56-66 dan >65 tahun yaitu 1 kasus (25%) sedangkan rentang usia 0-5
tahun yaitu 0 kasus (0%).
0
6
23
33
22
19
8
3 3
0
810
14 13
8
4
1 1
0
5
10
15
20
25
30
35
0-5 6-11 12-16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65
Ju
mla
h P
asi
en
Usia Pasien
Rawat Jalan Rawat Inap
37
4.1.7. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Kelamin di
RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
jenis kelamin pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat
dilihat pada grafik 4.1.7.
Grafik 4.1.7 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.7 angka kejadian appendicitis tahun 2016
berdasarkan jenis kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat
jalan pada perempuan berjumlah 86 kasus (70,5%) dan pada laki-laki
berjumlah 47 kasus (69,12%) sedangkan pada rawat inap, perempuan
berjumlah 36 kasus (29,5%) dan laki-laki berjumlah 21 kasus (30,88%)
47
86
21
36
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Laki-laki Perempuan
Ju
mla
h P
asi
en
Jenis Kelamin Pasien
Rawat Jalan
Rawat Inap
38
4.1.8. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin di
RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
jenis kelamin pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 dapat
dilihat pada grafik 4.1.8.
Grafik 4.1.8 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.8 angka kejadian appendicitis tahun 2017
berdasarkan jenis kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan
pada perempuan berjumlah 79 kasus (76%) dan laki-laki 37 kasus (52,11%)
sedangkan pada rawat inap pada laki-laki berjumlah 34 kasus (47,89%) dan
pada perempuan 25 kasus (24%)
37
79
34
25
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Laki-laki Perempuan
Ju
mla
h P
asi
en
Jenis Kelamin Pasien
Rawat Jalan
Rawat Inap
39
4.1.9. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis
Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
jenis appendicitis pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017
dapat dilihat pada grafik 4.1.9.
Grafik 4.1.9 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis
Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.9 angka kejadian appendicitis tahun 2016
berdasarkan status diagnosa pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada
rawat jalan didapatkan angka kejadian tertinggi pada kasus kronik
berjumlah 125 kasus (72,7%) dan kasus akut berjumlah 8 kasus (44,44%)
sama halnya dengan rawat inap, angka tertinggi pada kasus kronik
berjumlah 47 kasus (27,3%) dan terkecil pada kasus akut yaitu 10 kasus
(55,56%)
8
125
10
47
0
20
40
60
80
100
120
140
Akut Kronik
Ju
mla
h P
asi
en
Jenis Appendicitis
Rawat Jalan
Rawat Inap
40
4.1.9.1 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis
Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
jenis appendicitis pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017
dapat dilihat pada grafik 4.1.9.1.
Grafik 4.1.9.1 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Jenis Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.9.1 angka kejadian appendicitis tahun 2017
berdasarkan status diagnosa pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada
rawat jalan didapatkan bahwa angka appendicitis tertinggi pada kasus
kronik yaitu 111 kasus (67,3%) dan terendah yaitu kasus akut berjumlah 5
kasus (50%) sama halnya dengan rawat inap angka tertinggi terdapat pada
kasus kronik berjumlah 54 kasus (32,7%) dan yang terendah adalah kasus
akut berjumlah 5 kasus (50%)
5
111
5
54
0
20
40
60
80
100
120
Akut Kronik
Ju
mla
h P
asi
en
Jenis Appendicitis
Rawat Jalan
Rawat Inap
41
4.1.9.2 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Tindakan
Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
tindakan medik pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016
dapat dilihat pada grafik 4.1.9.2.
Grafik 4.1.9.2 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan
Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.9.2 angka kejadian appendicitis berdasarkan
tindakan medik pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada pasien rawat
jalan yang memilih tindakan medik tidak dilakukan operasi berjumlah 86
kasus (64,7%) dan terendah pada pasien yang melakukan laparotomi yaitu
berjumlah 7 kasus (5,3%) sama halnya pada pasien rawat inap, tindakan
medik yang memilih tidak operasi berjumlah 41 kasus (71,9%) dan terendah
pada tindakan laparotomi yang berjumlah 1 kasus (1,75%)
7
40
86
1
15
41
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Laparotomi Apendiktomi Tidak Operasi
Ju
mla
h P
asi
en
Tindakan Medik Pasien
Rawat Jalan
Rawat Inap
42
4.1.9.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Tindakan
Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan
tindakan medik pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017
dapat dilihat pada grafik 4.1.9.3.
Grafik 4.1.9.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan
Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan grafik 4.1.9.3 angka kejadian appendicitis berdasarkan
tindakan medik pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada pasien rawat
jalan yang memilih tidak dilakukan operasi berjumlah 58 kasus (50%) dan
yang terendah pada laparotomi yang berjumlah 8 kasus (6,89%). Sama
halnya pada pasien rawat inap kasus tertinggi pada pasien yang tidak operasi
berjumlah 29 kasus (49,15%) dan terendah pada kasus apendektomi yang
berjumlah 10 kasus (16,94%)
8
50
58
20
10
29
0
10
20
30
40
50
60
70
Laparotomi Apendiktomi Tidak Operasi
Ju
mla
h P
asi
en
Tindakan Medik Pasien
Rawat Jalan
Rawat Inap
43
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Pasien
a. Usia
Berdasarkan analisis deskritif pada grafik 4.1.5 dan 4.1.6
pada status perawatan pasien yang melakukan rawat jalan atau rawat
inap pada tahun 2016 dan 2017 menempati rentang usia yang sama
yakni tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun yang mana pada tahun
2016 status perawatan pada pasien rawat jalan berjumlah 31 kasus
(60,78%) dan rawat jalan berjumlah 20 kasus (39,22%) sedangkan
pada tahun 2017 pada rawat jalan berjumlah 33 kasus (70,21%) dan
rawat inap 14 kasus (29,79%). Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hartwig Korner et al di Rogaland
Central Hospital, Norway dengan angka kejadian tertinggi pada
rentang usia 13-40 tahun dengan rata-rata usia 22 tahun.34 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Rendy Hidayatullah di RUMKITAL
dr. Mintohardjo Jakarta Pusat didapatkan angka appendicitis
tertinggi pada rentang usia 15-30 tahun (55,17%).8 Penelitian ini pun
menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Iftina tahun 2015 di RSU Kota Tangerang Selatan yang
menunjukkan angka tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun.11 dan
penelitian ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa angka
kejadian appendicitis tertinggi pada usia 20-30 tahun.12 Namun hasil
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Joo Sung sun et al
yaitu angka kejadian appendicitis tertinggi pada rentang usia 31-50
tahun.35
Penyebab paling sering appendicitis adalah terjadinya
sumbatan pada lumen apendiks, pada usia remaja dan dewasa
memungkinkan terjadinya penyumbatan apendiks yang lebih besar,
karena kebiasaan makanan yang kurang terjaga dan kurang serat
akan mempengaruhi terhadap mudahnya invasi bakteri dan pada
saat remaja dan dewasa perkembangan apendiks sudah maksimal
sehingga aktivitas hormon dan kelenjar yang ada di apendiks
44
meningkat sehingga menyebabkan meningkatnya resiko terjadi
sumbatan pada apendiks.36
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan analisis deskriptif pada grafik 4.1.7 dan 4.1.8
terdapat perbedaan antara tahun 2016 dan 2017 yang mana tahun
2016, perempuan lebih banyak yang terkena penyakit appendicitis
dibandingkan laki-laki, Sedangkan pada tahun 2017 pada rawat
jalan didominasi oleh perempuan sebesar 10:100.000 kasus dengan
jumlah totalnya adalah 86 kasus, sedangkan pada rawat inap
didominasi oleh laki-laki sebesar 4:100.000 kasus dengan jumlah
total kasus adalah 36 kasus.. Hasil analisis pada angka kejadian
appendicitis tahun 2016 sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh sebelumnya tahun 2015 di RSU Kota Tangerang Selatan
dengan perempuan berjumlah 64 kasus (57,7%) dan laki-laki
berjumlah 47 kasus (42,3%). Sedangkan hasil analisis angka
kejadian appendicitis tahun 2017 pada rawat inap sesuai dengan
penelitian Hartwig Korner et al yang menyebutkan bahwa laki-laki
(794 kasus) lebih banyak terkena appendicitis dibandingkan
perempuan (692 kasus),34 Hasil penelitian ini juga tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Gloria A Thomas et al pada
RSUD Prof Dr. R.D. Kandou Manado bahwa angka kejadian
appendicitis pada laki-laki berjumlah 363 kasus sedangkan pada
laki-laki 287 kasus.23 Dan menurut buku ajar ilmu bedah angka
kejadian apenditis tertinggi pada laki-laki 1,4 kali lebih banyak
dibandingkan pada perempuan.12 Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Hwang & Khumbaar proporsi jaringan limfoid pada
laki-laki lebih banyak dibandingkan pada perempuan.37
45
4.2.2. Jenis Appendicitis
Berdasarkan analisis deskriptif pada grafik 4.1.9 dan 4.1.91
didapatkan bahwa angka kejadian appendicitis lebih tinggi pada
appendicitis kronik dibandingkan dengan appendicitis akut. Hasil ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gloria A Thomas et al bahwa
angka kejadian appendicitis lebih tinggi pada appendicitis akut berjumlah
412 kasus (63%) sedangkan appendicitis kronik berjumlah 38 kasus (6%).23
Tidak sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Syifa di RSUD DR
Adjidarmo Lebak tahun 2016 dengan kasus terbanyak adalah appendicitis
akut sebanyak 140 kasus (47,8%).38
4.2.3. Tindakan Medik
Berdasarkan analisis pada grafik 4.1.9.2 dan 4.1.9.3 pada tahun 2016
dan 2017 angka kejadian appendicitis berdasarkan tindakan medik hasil
yang tertinggi adalah tidak dilakukan operasi. Berbeda halnya dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ceresoli Marco et al yang menyatakan
bahwa tindakan medik berupa apendektomi lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak dilakukan operasi.4 Berbeda pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Syifa di RSUD DR Adjidarmo Lebak tahun 2016 yang mana
tindakan medik terbanyak adalah apendektomi yaitu 128 pasien (65%).38
4.3. Keterbatasan Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional
sehingga pengambilan data hanya terbatas pada data cuplikan karakteristik
pasien yang tertera pada rekam medik di RSU Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2016-2017, karena pencatatan rekam medik yang masih sangat
terbatas, sehingga masih ada data yang diperlukan untuk mendukung
analisis dalam penelitian ini, tapi tidak tercantum dalam rekam medik
tersebut.8
46
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari hasil penelitian Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota
Tangerang Selatan Tahun 2016-2017, disimpulkan :
1. Angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2016-2017 sebesar 23:100.000 kasus dengan jumlah totalnya
adalah 365 kasus
2. Angka Kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2016-2017 berdasarkan :
a. Status perawatan pasien didominasi oleh pasien rawat jalan.
b. Status perawatan pasien terhadap jenis kelamin terdapat perbedaan,
tahun 2016 perempuan lebih tinggi jumlahnya dibandingkan pasien
laki-laki. Sedangkan pada tahun 2017 pada rawat jalan didominasi
oleh perempuan sebesar 10:100.000 kasus dengan jumlah totalnya
adalah 86 kasus, sedangkan pada rawat inap didominasi oleh laki-
laki sebesar 4:100.000 kasus dengan jumlah total kasus adalah 36
kasus.
c. Status perawatan pasien terhadap usia, rentang usia tertinggi adalah
17-25 tahun.
d. Status perawatan pasien tehadap jenis appendicitis tercatat bahwa
appendicitis kronik lebih tinggi jumlahnya dibandingkan
appendicitis akut.
e. Status perawatan pasien terhadap tindakan medik didominasi oleh
tidak dilakukannya operasi.
46
47
5.2. Saran
1. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode dan variabel yang
berbeda.
2. Kepada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menambah kepustakaan
mengenai appendicitis
3. Kepada RSU Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pelengakapan data
rekam medik yang lebih baik sehingga dapat dijadikan acuan data kejadian
appendicitis di Tangerang Selatan.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WA N. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010. 142 p.
2. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi 5 Ji. Astikawati
R, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013. 271-276 p.
3. Kong VY, Bulajic B, Allorto NL, Handley J, Clarke DL. Acute appendicitis
in a developing country. World J Surg. 2012;36(9):2068–73.
4. Ceresoli M, Zucchi A, Allievi N, Harbi A, Pisano M, Montori G, et al. Acute
appendicitis: Epidemiology, treatment and outcomes- analysis of 16544
consecutive cases. World J Gastrointest Surg [Internet]. 2016;8(10):693.
Available from: http://www.wjgnet.com/1948-9366/full/v8/i10/693.htm
5. Flum DR. Acute Appendicitis — Appendectomy or the “Antibiotics First”
Strategy. N Engl J Med [Internet]. 2015;372(20):1937–43. Available from:
http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMcp1215006
6. Lubis I, Wijaya H, Lubis M, Lubis C, Divis P, Beshir K. Intestinal Parasitic
Infestation in Indonesia. Jakarta: EGC; 2008.
7. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2009. 24-31 p.
8. Hidayatullah R. Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca Operasi
Apendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo. Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta; 2014.
9. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun
2016. Banten: Dinas Kesehatan Provinsi Banten; 2016.
10. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. Statistik Kota Tangerang
Selatan Tahun 2016. Kota Tangerang Selatan: Badan Pusat Statistik Kota
Tangerang Selatan; 2016.
48
49
11. Amalia I. Gambaran Sosio-Demografi dan Gejala Apendisitis Akut di RSUD
Kota Tangerang Selatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2015.
12. Pieter J. Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. In: Buku Ajar Ilmu
Bedah. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. p. 646–7.
13. Eroschenko VP. Atlas Histologi diFiore. 9th ed. Jakarta: EGC; 2003. 319 p.
14. Mescher AL. Junquiera’s Basic Histology: Text & Atlas. 12th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. 266-275 p.
15. Repplinger MD, Levy JF, Peethumnongsin E, Gussick ME, Svenson JE,
Golden SK, et al. Diagnose Appendicitis in the General Population.
2017;43(6):1346–54.
16. Antonius N. Perbandingan efek pemberian fluorokuinolon injeksi selama 3
hari dilanjutkan oral 4 hari dengan injeksi 7 hari terhadap penyembuhan luka
operasi apendisitis komplikata [Internet]. Universitas Sebelas Maret; 2017.
Available from:
https://eprints.uns.ac.id/39671/1/S561302002_pendahuluan.pdf
17. Faridah VN. Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Of Apendisitis dengan
tehnik Distraksi Nafas Dalam Ritmik. Surya. 2015;07(02):68–74.
18. Kumaat LT. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala. e-Journal
Keperawatan (e-Kp). 2017;5(1):1–10.
19. Azka R. Gambaran Tingkat Personal Hygiene pada Pasien Apendisitis Anak.
Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2018.
20. AG G, TW R, AS N, P T. Goodman & Gillman The Pharmacological Basic
of Therapeutic. 9th ed. New York: The Mc Graw-Hill Companies; 1996.
21. Petroianu A, Villar Barroso TV. Pathophysiology of Acute Appendicitis.
JSM Gastroenterol Hepatol. 2016;4(3):4–7.
22. C.P I. Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H.Adam Malik Medan
Tahun 2009. Universitas Sumatra Utara; 2010.
50
23. Thomas GA, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka kejadian apendisitis di
RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou Manado Periode Oktober 2012 - September
2015. J e-Clinic. 2016;4(1):231–6.
24. Rukmono. Bagian Patologi Anatomi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2011.
25. Rukmono. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. 226-51 p.
26. Gorter RR, Eker HH, Gorter-Stam MAW, Abis GSA, Acharya A, Ankersmit
M, et al. Diagnosis and management of acute appendicitis. EAES consensus
development conference 2015. Surg Endosc [Internet]. 2016;30(11):4668–
90. Available from: http://link.springer.com/10.1007/s00464-016-5245-7
27. Bongala, dkk. Evidence-Based Clinical Practice Guidelines on the Diagnosis
and Treatment of Acute Appendicitis. 2002.
28. Marijata. Nyeri Abdomen Akut. Yogyakarta: Sub Bagian Bedah Digesti
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2010.
27-38 p.
29. Tamanna M, Eram U, Al Harbi T. Clinical Value of Leukocyte Counts in
Evaluation of Patients with Suspected Appendicitis in Emergency
Department. Turkish J Trauma Emerg Surg. 2012;18(6):474–8.
30. Penfold D., Benedict C, Kelly J. Geographic Diparities in the Risk of
Perforated Appendicitis Among Children in Ohio. Int J Health Geogr.
2008;(7):56–7.
31. Brill A, et al. The Effect of Laparoscopic Cholecystectomy, hysterectomy,
and appendetomy on nosocomial infection risks. Vol. 22. 2000.
32. Grace P., Borley. At a Glance Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Erlangga; 2007.
56-8 p.
33. Beaglehole R, Bonita R, Kjellstrom T. Teacher Guide for Basic
51
Epidemiology Part I and II. Geneva: World Health Organization; 1993.
34. Körner H, Söndenaa K, Söreide JA, Andersen E, Nysted A, Lende TH, et al.
Incidence of Acute Nonperforated and Perforated Appendicitis: Age-specific
and Sex-specific Analysis. World J Surg [Internet]. 1997;21(3):313–7.
Available from: http://link.springer.com/10.1007/s002689900235
35. Sun JS, Noh HW, Min YG, Lee JH, Kim JK, Park KJ, et al. Receiver
operating characteristic analysis of the diagnostic performance of a
computed tomographic examination and the alvarado score for diagnosing
acute appendicitis: Emphasis on age and sex of the patients. J Comput Assist
Tomogr. 2008;32(3):386–91.
36. The Society for Surgery of the Alimentary Tract. SSAT Patient Care
Guidelines Appendicitis (Online) [Internet]. 2007 [cited 2018 Oct 4].
Available from: http://www.guidelineappendicitisen.ctg.htm
37. P C, Dani. Karakteristik Penderita Apendisitis Akut di Rumah Sakit
Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2013 - 30 Juni 2013. Bandung; 2013.
38. Sukmahayati S. Angka Kejadian Apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebak pada Tahun 2016. Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta; 2016.
52
LAMPIRAN
52
53
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyuning Hapsari
Tempat, tanggal lahir : Karawang, 28 Agustus 1997
Alamat : Jalan Syeh Quro Dusun Buahaseum I RT 004/002 Desa
Karyamukti Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang
No HP : 082312805633
Email : wahyuning.hapsari@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan
2001 – 2002 : TK Islam Annur Karawang
2002 – 2008 : SDN Lemahabang 1 Karawang
2008 – 2011 :SMP Plus Pesantren Amanah Muhammadiyah
Tasikmalaya
2012 – 2015 :SMA Plus Pesantren Amanah Muhammadiyah
Tasikmalaya
2015 – Sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
top related