problematika hukum dalam pembiayaan …/problem... · menyediakan bahan referensi yang berkaitan...
Post on 03-Feb-2018
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD
(KARTU KREDIT) DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA)
SYARIAH SURAKARTA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Agnie Rosetyanjaya Putra
NIM.E0007064
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Agnie Rosetyanjaya Putra
NIM : E0007064
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD
DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-
hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, januari 2012
yang membuat pernyataan
Agnie Rosetyanjaya Putra
NIM.E0007064
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Agnie Rosetyanjaya Putra, E.0007064. 2012. PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI BANK BNI SYARIAH SURAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, kemudian tujuan selanjutnya yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui perbandingan keuntungan dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan tujuan terakhir dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penyelesaian dari problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasanah crad di bank BNI Syariah Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, mengkaji mengenai problematika hukum apa yang ada, bagaimana perbandingan keuntungan bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, dan mengkaji bagaimana penyelesaian problematika hukum yang ada tersebut. Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data penelitian yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembiayaan hasanah card di Bank BNI Syariah Surakarta, ada dua macam problematika hukum yang ditemui yaitu adanya kredit macet dan pemalsuan data. Apabila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, hasanah card memiliki sejumlah keuntungan salah satunya adalah biaya yang dikenakan jauh lebih murah atau dengan kata lain hasanah card jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensonal hal ini dikarenakan dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya sistem bunga berbunga (riba) oleh karena itu, di dalam perhitungannya hasanah card tidak mengenal adanya bunga tetapi hanya ujrah (jasa). Di dalam penyelesaian problematika hukum yang dijumpai tersebut, dalam hal kredit macet secara garis besar penyelesaian yang ditempuh ada dua jalan, yang pertama secara prosedural yang meliputi pengiriman surat tagihan maupun mendatangi nasabah secara langsung, dan cara prosedural yang selanjutnya yaitu dengan jalan rescheduling, restructuring, recontioning (3R). Cara yang kedua adalah secara penyelesaian sengketa yang terbagi atas secara litigasi dan non litigasi. Cara litigasi, berdasarkan Pasal (49) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka penyelesaian sengketa perekonomian syariah menjadi wewenang peradilan agama. Jalan non litigasi terbagi atas dua jalan, yaitu jalan arbitrase yang di bawah naungan BASYARNAS (badan arbitrase syariah nasional), dan jalan nonlitigasi yang terakhir adalah jalaur alternatif penyelesaian sengketa.
Key word : problematika, BASYARNAS, hasanah card
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Every story always has an ending
But in life every ending is a new beginning
Tidak ada sukses yang permanen, sama seperti tidak ada kegagalan yang benar-benar tak bisa diperbaiki
(Mike Ditka)
Percaya dan yakin pada diri sendiri, hanya itu resep paling manjur untuk menaklukkan kehidupan
(Johann Wolfgang von Goethe)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini Penulis persembahkan untuk:
v Allah SWT, yang selalu meridhoi dan ada untuk penulis kapan pun penulis
perlukan.
v Papa dan mama yang selalu mendukung dan mendoakan penulis, semoga
persembahan ini dapat membanggakan papa dan mama.
v Kakakku mbak Jayanti Agustiningrum Permatasari S,H yang selalu
mendoakan dan membantu penulis.
v Adik adiku, Aci, Andra, dan Angga yang selalu mendukung serta
mendoakan penulis.
v Fifie Khoirunissa, yang selalu ada dan selalu mendukung penulis.
v Pak Har, Kang Pery, Lek Eko, Pithik, Pakde Yanto, Deddy dan MATNO
Crew.
v Tanah airku Indonesia tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Dzat yang Maha Agung, yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sholawat serta salam senantiasa tertuju
pada insan teragung, Rasulullah Muhammad SAW
Alhamdulillah, atas ijin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum
di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Surakarta dengan judul :
“PROBLEMATIKA HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANAH CARD DI
BANK BNI SYARIAH SURAKARTA”.
Dalam penulisan hukum ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis
terima dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, ijinkan penulis menghaturkan
terimakasih kepada :
1. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Djuwityastuti, S.H, selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr.Adi Sulistiyono S.H., M.H., selaku Pembimbing I Penulisan
Hukum yang telah sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan
motivasi bagi Penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum ini.
4. Bapak Pujiyono, S.H., M.H., selaku pembimbing II Penulisan Hukum
yang telah bersedia menyediakan waktu, pikiran dan berbagi ilmu dengan
Penulis.
5. Bapak Tuhana S,H.MSi, selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang
berguna bagi Penulis selama Penulis menempuh pendidikan di Fakultas
Hukum UNS.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam
Penulisan Hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan
anggota PPH yang banyak membantu Penulis dalam Penulisan Hukum
ini.
8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu
menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik Penulisan
Hukum.
9. Pimpinan Cabang serta Karyawan PT Bank BNI Syariah Surakarta,
Bapak Arief Mursidi selaku kepala PT. Bank BNI Syariah cab Surakarta,
serta bapak Mujiyono selaku kepala bag hasanah card yang telah
memberikan waktu dan tempat kepada Penulis untuk melakukan
penelitian dan wawancara.
10. Papa, Mama, kakakku, dan juga adik adiku tercinta atas cinta dan kasih
sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan yang
tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan
Hukum ini.
11. Kekasihku Fifie Khoirunissa yang dengan sabar selalu memberiku
dukungan serta semangat dalam menyelesaikan penulisan ini.
12. Teman-teman kuliah di Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret
angkatan 2007.
13. Semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
AGNIE ROSETYANJAYA PUTRA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO.................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
E. Metode Penelitian ................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Tinjauan tentang Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah ............................................. 13
b. Produk produk Bank Syariah ...................................... 13
c. Dasar Hukum Bank Syariah ........................................ 14
2. Tinjauan tentang perjanjian
a. Pengertian perjanjian................................................... 15
b. bentuk bentuk perjanjian Bank ................................... 17
3. Tinjauan tentang lembaga pembiayaan
a. Pengertian pembiayaan .............................................. 18
b. Pengertian perusahaan peambiayaan ......................... 19
c. Asas asas perusahaan pembiayaan .............................. 19
d. Prinsip pembiayaan yang baik ................................... 20
e. Kegiatan perusahaan peambiayaan ............................ 22
f. Dasar hukum perusahaan pembiayaan ....................... 25
4. Tinjauan tentang Hasanah Card
a. Pengertian kartu kredit ............................................... 26
b. Sejarah singkat Hasanah Card .................................. 27
c. Akad Hasanah Card .................................................. 27
d. Pengertian Hasanah Card .......................................... 28
e. Pihak pihak yang terlibat dalam Hasanah Card ........ 28
f. Macam macam kartu kredit........................................ 32
g. Dasar hukum Hasanah Card...................................... 33
5. Tinjauan tentang Problematika hukum .............................. 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah singkat Bank BNI Syariah Surakarta .................. 42
2. Gambaran singkat Hasanah Card ................................... 43
B. Pembahasan
1. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah
Card di Bank BNI Syariah Surakarta
a. Prosedur pengajuan Hasanah Card ........................... 47
b. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah
Card ....................................................................... 49
2. Perbandingan keuntungan Hasanah Card dengan
kartu kredit konvensional ................................................ 54
3. Penyelesaiaan problematika hukum dalam
pembiayaan Hasanah Card di Bank BNI Syariah
Surakarta
a. kredit macet ................................................................. 56
b. pemalsuan data ............................................................ 78
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 81
B. Saran....................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Akad dalam Hasanah Card ......................................................... 28
Tabel 2. Informasi limit dan biaya Hasanah Card .................................... 49
Tabel 3. Perbandingan perhitungan Hasanah Card dengan kartu kredit
konvensional ............................................................................................... 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ................................................................ 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Uang atau dana merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia,
dengan berbagai cara manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan dana
tersebut. Ditengah terpaan krisis ekonomi yang berkepanjangan masyarakat
dituntut untuk mampu bersikap bijaksana dalam mengelola keuangan
sehingga arus perputaran uang tetap stabil. Dalam upaya mempertahankan
stabilitas ekonomi, maka jumlah uang yang beredar akan dibatasi yang pada
akhirnya berimbas pada kenaikan harga, terutama harga kebutuhan sehari
hari. Kenaikan harga tersebut pasti akan menimbulkan perubahan yang cukup
signifikan terhadap tingkat perekonomian serta daya beli masyarakat. Dalam
keadaan demikian diperlukan adanya pranata yang dapat membantu
memenuhi kebutuhan tersebut, kredit/ pembiayaan melalui jasa perbankan
merupakan salah satu bentuk layanan jasa yang disediakan sebagai sarana
bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bank syariah muncul sebagai wadah yang menjembatani hubungan
antara masyarakat sebagi pihak yang membutuhkan dengan penyedia modal,
dengan cara pemenuhan kebutuhan melalui pembiayaan khusunya kredit.
Bank syariah memberikan peran yang sangat besar dan dirasakan cukup
membantu serta meringan kan beban masyarakat. Diantara berbagi jenis
pembiayaan yang saat ini marak di kalangan masyarakat layanan jasa
perbakan syariah memiliki keunggulan serta peran yang sangat
menguntungkan, karena fasilitas dan produk yang ditawarkan mempunyai
suatu sistem yang diciptakan untuk membantu masyarakat sesuai dengan
prinsip syariah dengan tujuan melepaskan masyarakat dari berbagai kesulitan
dengan terbebas dari sistem bunga berbunga atau riba.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang
“Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan” menjelaskan kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lembaga pembiayaan diperluas sehingga menjadi 6 (enam) jenis kegiatan
usaha yang meliputi:
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)
2. Modal Ventura (Venture Capital)
3. Anjak Piutang (Factoring)
4. Pembiayaan Konsumen (Constumer Finance)
5. Kartu Kredit (Credit Card)
6. Perdagangan, Surat Berharga (Security Wesel)
Kartu kredit atau yang sering disebut dengan credit card merupakan
salah satu solusi sementara untuk membantu masyarakat dalam masalah
financial. Pemakaian kartu plastik ajaib ini sudah cukup meluas. Bahkan
seringkali seseorang memegang beberapa kartu kredit sekaligus. Hal itu
dikarenakan kemudahan seseorang dalam memperoleh kartu kredit, dikatakan
mudah karena dalam memperoleh kartu kredit syarat syarat yang harus
dipenuhi relatif gampang yaitu diantarany hanya dengan cukup mengajukan
permohonan dan memenuhi syarat syarat yang ditentukan lainnya.
Kepemilikan kartu kredit memang dapat menjadi indikasi akan
bonafiditas atau tingkat perekonomian dari pemiliknya, yaitu :
“indications to seller that the person who recieved the card from the issuer has a satisfactory credit rating and that if cerdit is extended, the issuer of the card will pay (or see to it that the seller recieves paymnet) for th mechandise delivered” (Jack P. Friedman, 1987 : 136).
Kartu kredit merupakan produk yang eksklusive dimana memilikinya seolah
olah tingkat status mereka meningkat (Siamat, 2001 :399).
Kartu Kredit sebagai salah satu bentuk baru dari fasilitas perbankan di
bidang pembiayaan, merupakan sarana pembiayaan yang perkembangannya
begitu pesat dan menjamur. Berbagai kemudahan dan keuntungan yang
ditawarkan Kartu Kredit seolah menjadi sihir berbagai kalangan untuk tertarik
menggunakan kartu kredit. Masyarakat merasa lebih aman menggunakan
kartu kredit untuk menunjang kegiatan sehari – hari, dibandingkan bila harus
membawa cash money.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
using credit cards eliminates to carry cash with you, you can buy even if you have not money, you buy now but pay later, they enable you to buy on installments, you can also use credit cards in your business dealings and so on. (Halil Tunali)
Dengan melihat peluang tersebut dimana kartu kredit seolah menjadi
kebutuhan pokok setiap bank, baik bank pemerintah ataupun swasta berlomba
lomba meniciptakan layanan pembiayaan kartu kredit dengan berbagai
fasilitas dan keunggulan masing masing. Di sini hasanah card merupakan
salah satu jenis kartu kredit yang menjadi produk unggulan dari BNI Syariah.
Munculnya hasanah card memiliki fungsi dan tujuan yang disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat dengan tidak meninggalkan prinsip syariah.
Bila disejajarkan dengan kartu kredit dari bank konvsional, hasanah card
memiliki berbagai keunggulan. Dalam kartu kredit konvensional bunga yang
dikenakan relatif tinggi, untuk saat ini bank konvensional hampir
mengenakan bunga 4%, dengan hal tersebut akan sangat memberatkan para
pemegang kartu, kemudian pengenaan biaya biaya yang lain seperti biaya
bulanan, biaya tahunan, denda, biaya administrasi yang terlalu tinggi. Belum
lagi, jika adanya kredit macet, penggunaan pihak ketiga sebagai penagih (debt
collector) yang dirasa sangat menggangu kenyamanan para nasabah, tetapi
tidak demikian halnya dalam bank syariah, khususnya pada bank BNI Syariah
Surakarta.
Layanan hasanah card dapat dinikmati oleh setiap nasabah diberbagai
tempat yang menyediakan pelayanan kartu kredit, sehingga meskipun
hasanah card merupakan satu satunya kartu kredit berbasis syariah tetap
dapat dimanfaatkan dengan cakupan yang sangat luas sama halnya kartu
kredit pada umunya.
Dengan latar belakang munculnya kartu kredit sebagai sarana penunjang
kebutuhan ekonomi masyarakat, tentunya masyarakat akan lebih tertarik serta
memilih jenis kartu kredit yang memberikan keuntungan serta fasilitas
maksimal tetapi dengan biaya minimal. Hasanah card ternyata mampu
menjawab tuntuan masyarakat tersebut, di mana sistem yang diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
cukup membantu dan meringankan masyarakat. Sistem perhitungan Kartu
kredit yang terkenal dengan sebutan kredit bunga berbunga tanpa batas yang
tentunya sangat memberatkan masyarakat, tidak berlaku bagi hasanah card
karena menganut prinsip yang mengharamkan riba, sehingga cara perhitungan
yang digunakan tetap disesuaikan dengan jumlah penggunaan yang dipakai
oleh nasabah dan keuntungan yang diperoleh bank merupakan hasil dari jasa
(ujrah). Hal inilah yang menyebabkan hasanah card cukup dapat diterima di
kalangan masyarakat meskipun hasanah card tampil sebagai kartu kredit
baru.
Seiring dengan pesatnya pengunaan kartu kredit tersebut, penyalah
gunaannya juga banyak terjadi. Di samping itu, ternyata juga seringkali
terjadi bahwa para pihak yang terlibat dalam pengunaan atau penerbitan atau
pemakaian kartu kredit tidak selamanya melaksanakan prestasinya seperti
yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan, kesilapan, maupun karena
seribu satu alasan lainnya. Karena itu, kehadiran sektor hukum yang adil,
tegas, dan predictable untuk menata penggunaan kartu kredit tentu merupakan
kebutuhan dunia bisnis yang nyata dalam prakteknya.
Sektor hukum khususnya hukum bisnis dewasa ini sudah cukup
berkembang. Merupakan suatu fenomena dengan fakta yang tidak
terbantahkan, terlebih lagi di era globalisasi ini, dimana hampir semua yang
terjadi di negeri lain di bidang bisnis dan karenanya juga disektor legal,
akhirnya juga dipraktekkan di Indonesia.
Perkembangan sektor hukum bisnis yang begitu cepat tersebut membawa konsekuensi terhadap perlunya sektor hukum di bidang ini ditelaah ulang agar tetap up to date, seirama dengan perkembangan masa, maka jika yang mengatur perbankan dikenal adanya hukum perbankan atau mengatur perkreditan yang namanya hukum perkreditan, tentunya yang mengatur bantuan finansial lewat lembaga pembiayaan dikenal juga cabang hukum bisnis yang namanya hukum pembiayaan (Munir Fuady, 1999: 2).
Sebagai salah satu upaya untuk mengawasi, menjalankan dan
meminimalisasi kejahatan – kejahatan yang terjadi dalam dunia perbankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
khususnya mengenai pembiayaan, maka dibentuklah suatu lembaga yang
disebut dengan Lembaga pembiayaan yaitu salah satu bentuk usaha di bidang
lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di
Indonesia. Kegiatan lembaga pembiayaan dilakukan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan surat sanggup
bayar (Dyah Wulandari, 2010:2).
Akan tetapi dibalik semua kemudahan, keuntungan dan kecanggihan
yang ditawarkan tersebut, juga dapat menimbulkan berbagai masalah bila
tidak berhati – hati dan bijak dalam penggunaannya. Akibat dari kekurang
hati – hatian dan sifat konsumtif yang tidak terkendali, muncul berbagai
kecurangan dan penyalahgunaan kartu kredit, sehingga diperlukan adanya
suatu pranata hukum yang dapat mengatur berbagai permasalahan tersebut.
Berdasarkan latar belakang sebgaimana tersebut diatas, penulis
memfokuskan penelitian dengan mengambil judul : PROBLEMATIKA
HUKUM DALAM PEMBIAYAAN HASANNAH CARD (KARTU KREDIT)
DI BANK BNI (BANK NEGARA INDONESIA) SYARIAH SURAKARTA
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah
apa yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam
mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih
rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Apa problematika hukum yang ada dalam pembiayaan hasannah card
(kartu kredit)?
2. Bagaimana perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan
dengan kartu kredit konvensional ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3. Bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan
hasannah card (kartu kredit)?
C. TUJUAN PENELITIAN
“Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal-hal yang hendak dicari, ditemukan, atau ingin dicapai dari kegiatan penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yang dikaji oleh penulis. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis sendiri baik berupa tujuan secara obyektif maupun tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui problematika hukum apa yang ada dalam pembiayaan
Hasanah Card ;
b. Mengetahui perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan
dengan kartu kredit konvensional dan;
c. Mengetahui bagaimana penyelesaian problematika hukum dalam
pembiayaan Hasanah Card.
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah wawasanan, pengetahuan, dan kemampuan analitis penulis
tentang Hukum Perdata terutama menyangkut masalah hasanah card (
kartu kredit), mengetahui keuntungan hasanah card dibandingkan
dengan kartu kredit konvensional, dan mengetahui bagaimana
penyelesaiannya apabila terjadi permasalahan dalam pembiayaan
hasanah card (kartu kredit) sesuai dengan hukum perdata;
b. Mengetahui kesesuaian teori yang diperoleh dan kenyataan yang
terjadi dalam praktik kehidupan; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh atau meraih gelar
Sarjana Strata satu (S1) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penulis dalam hal ini berharap bahwa kegiatan penelitian hukum ini akan
bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang terkait dengan penulisan
hukum ini yaitu pembaca. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari
penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat dan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya;
b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Perdata
tentang problematika hukum dalam pembiayaan kartu kredit
khususnya di Bank BNI syariah Surakarta; dan
c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi
para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk
mengkaji permasalahan yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti;
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui
kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh; dan
c. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung
dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dan konstruksi, yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2010 : 42).
Untuk mendapatkan data dan penelitian yang rinci dan utuh dalam memberikan uraian, maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. “Metode penelitian pada dasarnya adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dan/atau informasi empiris untuk memecahkan permasalahan dan/atau menguji hipotesis penelitian” (Tajul Arifin, 2008:77).
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah dan ditinjau dari tujuan penelitian hukum dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini termasuk penelitian yang bersifat hukum deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa – hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori – teori baru (Soerjono Soekanto, 2008: 10).
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang digunakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:250).
Penulis menggunakan metode ini karena metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
serta lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dengan pola-pola nilai yang dihadapi.
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
“Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi obyek penelitian atau yang diperoleh secara langsung dari responden-responden berupa keterangan atau fakta-fakta “(Soerjono Soekanto, 2006:12). Data primer dalam penelitian ini adalah berupa hasil wawancara dengan bapak Mujiyono selaku pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta dan beberapa nasabah Bank BNI Syariah Surakarta khususnya produk Hasanah Card, diantaranya yaitu Jayanti Agustiningrum AP, SH; Ir, Woro Yulianti; dan Ellus Yuniati
b. Data Sekunder
“Data sekunder adalah data yang didapat dari keterangan-keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sumber-sumber tertulis lainnya” (Soerjono Soekanto, 2006:12).
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi hasil pengkajian dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, majalah, jurnal, atau arsip-arsip yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.data sekunder di bidang hukum ditinjau dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan dalam:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer
terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau
risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini
adalah:
1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
4) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan.
5) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember
1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
6) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 125/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988 tentang Tata Cara Pelakaksanaan
Lembaga Pembiayaan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
2005:41). Bahan hukum sekunder berupa data yang diperoleh secara
tidak langsung dari kepustakaan yaitu berupa buku-buku, dokumen-
dokumen, jurnal hukum, artikel-artikel, internet dan sumber-sumber
lainnya yang memiliki korelasi, khususnya yang berkaitan dengan
penelitian hukum penulis; dan
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara,
Merupakan cara memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab secara mendalam dengan sumber data primer, yaitu pihak-pihak yang berkompeten di Bank BNI Syariah Surakarta.
b. Observasi
Adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
c. Studi kepustakaan
Adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data-data dengan mempelajari:
1) Dokumen-dokumen atau berkas-berkas lainnya yang diperoleh dari
Bank BNI Syariah Surakarta.
2) Buku-buku serta bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan
pokok-pokok bahasan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
“Analisis data merupakan proses yang dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian mereduksi data, dan menyusunnya dalam satuan-satuan yang dikategorisasikan sehingga data yang diperoleh tersebut dapat ditafsirkan” (Lexy J. Moleong, 2009:247).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Guna menerangkan secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang supaya memudahkan pemahaman mengani seluruh isi penulisan hukum ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini penulis memberikan landasan teori atau penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori atau konseptual dan kerangka pemikiran.
1. Kerangka teori, berisi uraian sistematis tentang berbagai
keterangan yang dikumpulkan dari pustaka yang ada
hubungannya dan menunjang penelitian. Kerangka teori
dalam penelitian ini menjelaskan tinjauan mengenai kartu
kredit, dan tinjauan mengenai jaminan.
2. Kerangka pemikiran, menggambarkan logika hukum
untuk menjawab permasalahan penelitian.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses penelitian, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah terdiri atas dua kata, yaitu Bank dan Syariah. Kata Bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata Syariah dalam versi bank syariah di indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan /atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam (Zainudin Ali, 2008:1) Sedangkan pengertian yang lain tentang Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.(Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)
b. Produk produk Bank Syariah
Pertumbuhan produk perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya di negara Republik Indonesia, yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia, jauh tertinggal bila dibandingkan Amerika yang penduduk muslimnya sangat kecil. Produk syariah baru dikenal di Indonesia diawal 1990-an, yaitu ketika bank muamalat Indonesia berdiri. Berdasarkan Undang undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 19-21 tentang Perbankan Syariah, maka dapat dijabarkan beberapa produk dari Bank Syariah, yaitu :
1) Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2) Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
3) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
4) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,
Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
5) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
7) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8) Kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah;
9) Surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah
10) Letter of Credit
c. Dasar hukum Bank Syariah
Bank syariah secara yuridis normatif dan secara yuridis empiris diakui keberadaannyadi negara republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, di antaranya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Selain itu, pengakauan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dengan kata lain, dasar hukum dari perbankan syariah adalah : 1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan.
6) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank
Syariah.
7) Surat keputusan direksi Bank Indonesia tentang Bank
Umum berdasarkan prinsip syariah direksi Bank
Indonesia.
8) Fatwa DSN-MUI tentang hukum perbankan.
2. Tinjauan umum tentang perjanjian
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atas suatu peristiwa. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUH Perdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. cakap untuk membuat suatu perjanian
c. mengenai hal atau obyek tertentu
d. suatu sebab (causa) yang halal
syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUH Perdata, meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit. “Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.” Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.” Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak. Menurut hukum perjanjian, kredit harus tertulis dan memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUH Perdata. Namun dari sudut pembuktian, perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada Pasal 1 angka 11 Undang-undang Perbankan. Dalam pasal itu disebutkan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
“penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain”. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan sudah tidak disarankan untuk digunakan karena perjanjian secara lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah di kemudian hari meskipun secara teori diperbolehkan. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara Bank dengan Debitor sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit.
Dalam praktek Bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :
a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan
Dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan Bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitor untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-sayarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut.
b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris
yang dinamakan akta otentik atau akta notariil
Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditor atau lebih dari satu bank).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3. Tinjauan Umum tentang lembaga pembiayaan
a. Pengertian pembiayaan
Pembiayaan yang berasal dari kata dasar biaya. “Biaya adalah uang yang dikeluarkan untuk mengadakan sesuatu. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah perbuatan (hal dsb) membiayai atau membiayakan” (KBBI,1985 :135-136).
b. Pengertian Perusahaan pembiayaan
Dengan semakin maraknya dunia bisnis, tidak bisa kita elakan lagi adanya kebutuhan dana yang dperlukan baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk membutuhkan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain didalam mengembangkan usahanya.
Awal mulainya lembaga pembiayaan disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tangal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan.
Menurut pasal 1 Keppres di atas dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
c. Asas-asas mengenai Perusahaan pembiayaan
Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan. Terdapat tiga asas umum mengenai pembiayaan (http:// studihukum.wordpress.com):
1) Asas yang pertama adalah asas kebebasan berkontrak,
dimana lembaga pembiayaan bebas dalam melakukan
perjanjian pembiayaan dengan pihak mana saja asalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
ada kesepakatan di antara para pihak dan memenuhi
persyaratan yang ada.
2) Asas yang kedua adalah asas kehati-hatian, dalam asas
ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan
pembiayaan, pihak lembaga pembiayaan tidak lupa juga
memperhatikan aspek kehati-hatian, hal ini utuk
meminimalisir adanya kerugian atau kendala-kendala
yang timbul dari pembiayaan tersebut, hal ini untuk
melindungi pihak lembaga pembiayaan maupun pihak
nasabah (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998).
3) Asas yang ketiga adalah asas demokrasi ekonomi,
dengan mengacu kepada penjelasan Pasal 33 UUD 1945
diketahui bahwa ayat 1, 2 dan 3 Pasal 33 UUD 1945 ini
pada dasarnya merupakan landasan dari Demokrasi
Ekonomi atau lebih populer dengan istilah Sistem
Ekonomi Kerakyatan, adalah suatu sistem perekonomian
yang mengutamakan peningkatan partisipasi seluruh
anggota masyarakat dalam proses penyelenggaraan
perekonomian. Dengan demikian maka dalam Sistem
Ekonomi Kerakyatan ini setiap anggota masyarakat tidak
hanya diperlakukan sebagai objek, tetapi juga sebagai
subjek yang memiliki hak untuk berpartisipasi secara
langsung dalam penyelenggaraan perekenomian dan
sekaligus turut serta mengawasi penyelenggaraannya.
d. Prinsip prinsip pembiayaan yang baik
Lembaga keuangan melakukan fungsi menyalurkan kredit/pembiayaan melalui berbagai unit usahanya. Pembiayaan tersebut merupakan sumber profit dalam rangka menjaga kesinambungan usaha permodalan dan memberikan konstribusi bagi negara melalui pembayaran pajak. Dari kedua manfaat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memenuhi target pembiayaannya, lembaga pembiayaan dituntut untuk selalu memenuhi prinsip-prinsip pembiayaan yang sehat. Dalam dunia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
perbankan berlaku prinsip umun yang dikenal dengan 5-C yang meliputi: character, capacity, capital, condition, dan collateral.
Bagi suatu lembaga pembiayaan, prinsip tersebut dapat diterapkan dengan penyesuaian pada situasi dan kondisi. Sesuai dengan pengertian kredit (berasal dari kata credo) yaitu kepercayaan (trust), maka debitur yang dibiayai adalah mereka yang diyakini akan sanggup untuk mengembalikan kredit/pembiayaan itu berikut dengan margin/bunganya. Menurut Roger H. Hale dalam bukunya Credit Analyze a Complete Guide, terdapat beberapa langkah pemberian kredit yang sehat, yang merupakan pengembangan dari prinsip 5-C. Mengacu pada pendapat Hale tersebut, beberapa langkah berikut perlu dijadikan pedoman dalam penyaluran kredit/pembiayaan, antara lain:
1) Dokumen kredit/pembiayaan harus diterima oleh kreditur
secara lengkap, karena ketidaklengkapan dokumen dapat
menjadi masalah di kemudian hari.
2) Kumpulkan fakta secara lengkap berdasarkan data yang akurat.
Pastikan bahwa seluruh aspek yuridis telah terpenuhi.
3) Pihak kreditur harus benar-benar memahami bisnis calon
debitur, termasuk trend dan prospeknya.
4) Pofesional dalam menilai agunan. Perlu diingat bahwa sumber
utama pengembalian kredit harus berasal dari cashflow
perusahaan debitur bukan dari penjualan agunan yang
merupakan second way out dalam pengembalian kredit.
5) Risiko kredit/pembiayaan harus dianalisa secara cermat oleh
pihak independen.
6) Keputusan menyangkut persetujuan kredit/pembiayaan harus
bebas dari intervensi atau tekanan pihak manapun.
7) Pelunasan harus menjadi dasar dan tujuan dari
kredit/pembiayaan, sehingga besarnya pinjaman selalu
mempertimbangkan kemampuan pihak debitur dalam
pengembaliannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
8) Jika kredit disalurkan melalui lembaga perantara (bank
pelaksanaan), maka pastikan bahwa lembaga perantara tersebut
dalam kondisi sehat.
9) Penanganan adminsitrasi dan dokumentasi kredit harus
dilakukan secara tertib semenjak pengajuan kredit, proses
persetujuan, pelimpahan, pembayaran angsuran, dan
pelunasannya.
10) Monitoring terhadap mutu kredit/pembiayaan harus dilakukan
secara berkala dan dilakukan oleh seluruh unsur terkait.
11) Penggunaan kredit/pembiayaan harus dapat ditelusuri dan
dipertanggungjawabkan.
12) Kreditur harus melakukan pembinaan dan pendampingan
kepada debitur agar usahanya semakin maju dan dapat
melunasi pinjaman tepat pada waktunya.
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian kredit/pembiayaan tidak dapat dilakukan secara gegabah. Kehati-hatian sejak awal merupakan pencegahan yang paling efektif dalam rangka memperoleh portfolio kredit yang sehat.
e. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha
dari Perusahaan Pembiayaan antara lain :
1) Sewa Guna Usaha.
Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease)
maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease)
untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran.
Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk
pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha, baik
dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.
Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara
membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian
disewagunausahakan kembali.
Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih
berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi Sewa
Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.
2) Anjak Piutang
Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu
perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan
bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan
atas piutang tersebut.
Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam
bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang
(Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari
penjual piutang (With Recourse).
Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang
(Without recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana
Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh resiko tidak
tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan
dari penjual piutang (With recourse) adalah kegiatan anjak
piutang dimana penjual piutang menanggung resiko tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada
Perusahaan Pembiayaan.
3) Usaha Kartu Kredit
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan
pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan
menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit
dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat
dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang
dan/atau jasa.
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu
kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib
mengikuti ketentuan Bank Indonesia.
4) Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk
penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain :
a) Pembiayaan kendaraan bermotor;
b) Pembiayaan alat-alat rumah tangga;
c) Pembiayaan barang-barang elektronik;
d) Pembiayaan perumahan.
f. Dasar Hukum Perusahaan Pembiayaan
1) Peraturan presiden no.61 tahun 1988 tentang lembaga
pembiayaan
Dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsug dari masyarakat (Pasal 1).
Dan yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan utuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan (Pasal 1).
2) Keputusan menteri keuangan nomor
:1251/KMK.013/1988 tentang ketetuan dan tata cara
pelaksanaan lembaga pembiayaan
Pasal 2
Dalam Pasal 2 dijelaskan, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha :
a) Sewa guna usaha
b) Modal ventura
c) Perdagangan surat berharga
d) Anjak piutang
e) Usaha kartu kredit
f) Pembiayaan konsumen.
Pasal 9
Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh :
a) Bank
b) Lembaga keuangan bukan bank
c) Perusahaan pembiayaan.
4. Tinjauan umum tentang hasannah card (kartu kredit)
a. Pengertian kartu kredit
Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan dentitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan unutk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari barang atau jasa yang dibeli di tempat tempat tertentu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
seperti toko, hotel, restaurant, penjualan tiket pengangkutan, dll (munir fuady,1999:174).
Selanjutnya membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu kredit untuk melunasi harga barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak pemegang kartu kredit plus biaya biaya lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan, uang pangkal, dan sebagainya.
Credit cards are plastic cards bearing an account number assigned to a cardholder with a credit limit than can be used to purchase goods, services, and interest is charged on the outstanding balance.(international research journal of finance and economics, issue 11 2007)
Adapun pendapat lain yang mengatakan, “kartu kredit adalah alat pembayaran melalui jasa bank/perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa, atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/perusahaan pembiayaan” (munir fuady,2000:263).
b. Sejarah singkat Hasanah Card
Bisnis kartu kredit di Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar
saat ini telah mencapai lebih dari 13 juta kartu yang diterbitkan oleh 22
bank dan lembaga pembiayaan. Berbagai macam penawaran yang
menarik, dari sisi joint promo maupun fitur. Bahkan saat ini jenis kartu
kredit yang beredar telah ada yang menggunakan sistem Syariah.
Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) pada bulan
Februari 2009 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI
Syariah telah meluncurkan salah satu jenis pembiayaan yang berbasis
Kartu Kredit yaitu iB Hasanah Card dengan menggandeng provider
MasterCard International. Untuk peluncuran produk Hasanah Card
sendiri diawali di Jakarta pada tahun 2008, kemudian disusul di
Semarang pada tahun 2009 untuk wilayah Surakarta sendiri, Bank BNI
Syariah meluncurkan Hasanah Card pada tahun 2010, tepatnya pada
bulan Februari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dasar yang dipakai dalam penerbitan iB Hasanah Card adalah
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006
mengenai Syariah Card dan surat persetujuan dari Bank Indonesia
No.10/337/DPbs tangal 11-03-2008. Sesuai dengan fatwa DSN
No.54/DSN-MUI/X/2006 Syariah Card didefinisikan sebagai kartu
yang berfungsi sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum antara
para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
fatwa.
c. Akad Hasanah Card
Dalam Hasanah Card, ada beberapa akad (Akad Syariah Card)
yang menjadi acuan sesuai dengan yang diatur dalam Fatwa DSN
No. 54/DSN-MUI/X/2006
Kafalah
Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang
Kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar
(dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu
dengan Merchant dan atau penarikan uang tunai selain
Bank atau ATM Bank Penerbit Kartu.
Qard Penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang
iB Hasanah Card atas seluruh transaksi penarikan tunai
dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.
Ijarah Penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan
pelayanan terhadap Pemegang Kartu.
Tabel.1 d. Pengertian hasannah card (kartu kredit)
Hasannah card adalah kartu berbasis syariah yang berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima di seluruh tempat yang bertanda master card dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia.(www.BNI.co.id)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
e. Pihak pihak yang terlibat dalam hasannah card (kartu kredit)
Transaksi yang dilakukan dengan mengunakan hasannah card (kartu kredit) melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing masing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik mengenai hak maupun kewajibannya. Pihak pihak yang terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri.
Dalam sistem kerja hasannah card ( kartu kredit) ada 4 pihak, yaitu:
a. Pihak penerbit (issuer)
Pihak penerbit kartu kredit ini terdiri dari :
a) Bank
b) Lembaga keuangan yang khusus bergerak di bidang
penerbitan kartu kredit
c) Lembaga keuangan yang disamping bergerak didalam
penerbitan kartu kredit bergerak juga di bidang kegiatan
kegiatan lembaga keuangan lainnya.
Kepada pihak penerbit ini, oleh hukum dibebankan kewajiban sebagai berikut :
a) Memberikan kartu kredit kepada pemegangnya
b) Melakukan pelunasan pembayaran harga barang atau jasa
atas tagihan yang disodorkan oleh penjual
c) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit terhadap
setiap tagihannya dalam suatu periode tertentu.
d) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit berita
berita lainnya yang menyangkut dengan hak, kewajiban
dan kemudahan bagi pemegang tersebut.
Selanjutnya bagi pihak penerbit kartu kredit oleh hukum hukum diberikan hak-hak sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
a) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit
pembayaran kembali uang harga pembelian barang atau
jasa.
b) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit
pembayaran lainnya, seperti bunga, denda, iuran tahunan,
dll.
c) Menerima komisi dari pembayaran tagihan kepada
perantara penagihan atau kepada penjual.
b. Pihak pemegang kartu kedit (card holder)
Secara hukum, pihak pemegang kartu kredit mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a) Tidak melakukan pembelian dengan kartu kredit yang
melebihi batas maksimum.
b) Menandatangani slip pembelian yang disodorkan oleh
pihak penjual.
c) Melakukan pembayaran kembali harga pembelian sesuai
dengan tagihan oleh pihak penerbit kartu kredit.
d) Melakukan pembayaran pembayaran lainnya.
Selanjutnya pihak pemegang kartu kredit mempunyai hak hak sebagai berikut :
a) Hak untuk membeli barang atau jasa dengan menggunakan
kartu kredit, dengan atau tanpa batas maksimum.
b) Kebanyakan dari kartu kredit juga memberikan hak kepada
pemegangnya untuk mengambil uang cash, baik pada
mesin teller tertentu, ataupun via bank bank lain atau bank
penerbit. Biasanya jumlahnya pengambilan uang cash
tersebut dibatasi sampai pada batas plafond tertentu.
c) Hak untuk menapatkan informasi dari penerbit tentang
perkembangan kreditnya dan tentang kemudahan
kemudahan sekiranya ada yang diperuntukan baginya.
c. Pihak penjual barang/jasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Sedangkan pihak penjual barang atau jasa, terhadap mana kartu kredit akan atau telah dipergunakan, secara hukum mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
a) Memperkenankan pihak pemegang kartu kredit untuk
membeli barang atau jasa dengan memakai kartu kredit.
b) Bila perlu melakukan pengecekan atau otorisasi tentang
pengunaan dan keabsahan kartu kredit yang bersangkutan.
c) Menginformasikan kepada pemegang kartu kredit tentang
charge tambahan selain harga jika ada.
d) Menyodorkan slip pembelian untuk ditandatangani oleh
pihak pembeli.
e) Membayar komisi ketika melakukan penagihan kepada
perantara atau kepada penerbit kartu kredit.
Sedangkan yang menjadi hak dari pihak penjual adalah :
a) Meminta pelunasan harga barang atau jasa yang dibeli oleh
pembeli.
b) Meminta pembeli atau pemegang kartu kredit untuk
menandatangani slip pembelian.
c) Menolak unutk menjual barang aau jasa jika tidak terdapat
otorisasi dari penerbit kartu kredit.
d. Pihak perantara
Pihak perantara ini terdiri dari perantara penagihan (antara penjual dan penerbit), dan perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit.)
Pihak perantara penagihan yang disebut juga dengan aquirer adalah pihak yang meneruskan tagihan kepada pihak penerbit berdasarkan tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual. Pihak perantara penagihan inilah yang melakukan pembayaran kepada pihak penjual tersebut. Apabila pihak perantara penagihan ini terpisah dari pihak penerbit, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
seperti juga tagihan perantara penagihan tersebut kepada penerbit, maka jumlah yang harus dibayar kepada penjualpun terkena potongan komisi oleh pihak perantara.
Selanjutnya yang dimaksud dengan perantara pembayaran adalah bank-bank dimana pembayaran kredit/harga dilakukan oleh pemegang kartu kredit. Selanjutnya bank-bank ini akan mengirim uang pembayaran tersebut kepada penerbit. Pihak perantara pembayaran ini berkedudukan dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama saja seperti pemberian jasa pengiriman uang lainnya yang biasa dilakukannya. Dalam hal ini bank perantara ini akan mendapatka bayaran berupa fee tertentu (munir fuady, 1999 :175).
f. Macam macam hasannah card/kartu kredit
Keleluasaan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi kepada jenis kartu kredit yang dimilikinya. Setiap jenis kartu kredit memiliki keunggulan dan kekurangannya. Oleh karena itu nasabah harus pandai dalam memilih kartu kredit yang sesuai dengan keinginannya.
Jenis hasanah card/kartu kredit yang ada saat ini dilihat dari berbagai sisi adalah :
Dilihat dari segi fungsi
1) Charge card
Adalah kartu kredit dimana pemegang kartu kredit harus membayar semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus pada saat jatuh tempo.
2) Credit card
Adalah suatu sistem dimana pemegang kartu kredit dapat melunasi semua tagihan yang terjadi atas dirinya secara sekaligus ataupun secara angsuran pada saat jatuh tempo.
3) Debit card
Adalah kartu kredit dimana pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank dimana saat membuat kartu kredit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4) Cash card
Adalah kartu kredit yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di teller bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan diluar bank.
5) Check guarantee
Adalah kartu kredit yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai.
Berdasarkan wilayah
1) Kartu lokal
Adalah kartu kredit yang hanya dapat digunakan dalam suatu wilayah tertentu saja.
2) Kartu internasional
Adalah kartu kredit yang dapat digunakan antar lintas negara, atau tidak terbatas hanya dalam suatu wilayah tertentu saja. (kasmir,2002 :320).
g. Dasar hukum hasanah card
1) Perjanjian para pihak sebagai dasar hukum
Sebagaimana diketahui bahwa sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUHPer). Dengan berdasarkan kepada Pasal 1338 ayat (1) KUHPer maka asal saja dibuat secara tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku maka setiap perjanjian lisan maupun tertulis yang dibuat oleh para pihak dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak tersebut. Dan memang ternyata ada perjanjian perjanjian yang dibuat oleh mereka yang berhubungan dengan penerbitan dan pengoperasian kartu kredit tersebut.
Karena itu Pasal 1338 ayat (1) KUHPer dapat menjadi salah satu dasar hukum berlakunya. Dengan demikian pula, tentunya pasal pasal tentang perikatan dalam buku ke III berlaku terhadap perjanjian perjanjian yang berkenaan dengan kartu kredit, secara mutatis mutandis.
2) Perundang-undangan sebagai dasar hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Seperti telah disebutkan bahwa baik KUHD maupun KUHPer tidak dengan tegas memberikan dasar hukum bagi eksistensi kartu kredit, tetapi ada berbagai perundang undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi landasan hukum bagi penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini. Yaitu sebagai berikut :
a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang
Perbankan seperti yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Sejauh yang berhubungan dengan perbankan, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, seperti yang telah diubah dengan Udang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 6 huruf I hanya dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
b) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Surat surat Berharga Syariah
Dalam undang-undang ini tepatnya dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa “surat berharga syariah negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing”
c) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
Keberadaan sistem bagi hasil dalam kegiatan operasional perbankan di Indonesia untuk pertama kali diadopsi secara formal melalui pemberlakuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun demikian, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut dinilai belum memberikan landasan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
kuat terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia, mengingat belum ada ketegasan pemberlakuan prinsip syariah. Penggunaan istilah bagi hasil dalam perundangundangan pada saat itu belum mencakup secara tepat pengertian perbankan syariah yang memiliki cakupan lebih luas. Karena itu melalui lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 tanggal 10 November 1998 disahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dikarenakan pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu Undang-undang itu sendiri, maka pada tahun 2008, diresmikanlah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mengatur mengenai seluruh kegiatan perbankan syariah. Menimbang bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa perbankan syariah semakin meningkat, perbankan syariah juga memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional, dan pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu Undang-undang tersendiri. Oleh karena hal ini maka diresmikan undang undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, maka yang pengertian dari Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Pasal 1 angka 7). Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 8). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 9). Sejauh yang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
perbankan syariah, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit dan produk produk lain yang berdasar pprinsip syariah mendapat legitimasinya dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
d) Keppres Nomor 6 tahun 1998, tentang Lembaga
Pembiayaan
Pasal 2 ayat 1 dari Keppres Nomor 6 ini antara lain menyebutkan bahwa satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Selanjutnya menurut Pasal 3 dari keppres Nomor 6 ini, yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan tersebut, termasuk kegiatan kartu kredit adalah :
a) Bank
b) Lembaga keuangan bukan Bank (sekarang sudah
tidak ada lagi dalam sistem hukum keuangan
kita)
c) Perusahaan pembiayaan
e) Keputusan Menteri Keuangan no.1251/ kmk.013/
1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan
lembaga pembiayaan.
Pasal 2 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 ini kembali menugaskan bahwa salah satu dari kegiatan lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kedit yang dapat dipergunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadan barang atau jasa.
f) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 10/8/PBI/2008
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor. 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 maka yang dimaksud dengan alat pembayaran dengan menggunakan kartu adalah alat pembayaran yang berupa kartu debet, kartu kredit, Automated Teller Machine (ATM), dan/atau kartu prabayar. Pengertian kartu kredit sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.
g) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor. 54/DSN-MUI/X. 2006 Tentang
Kartu Kredit Syariah.
Berdasarkan Fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang dimaksud dengan kartu kredit syariah adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah. Para pihak sebagaimana dimaksud adalah pihak penerbit kartu (mushdir albithaqah),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah). Terdapat ketentuan-ketentuan yang membedakan antara kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional.
h) Berbagai peraturan perbankan lainnya
Masih terdapat berbagai peraturan perbankan lainya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung tentang kartu kredit ini, yang dikleuarkan dari waktu ke waktu (munir fuady, 1999:180).
5. Tinjauan umum tentang problematika hukum
Problematika adalah suatu permasalahan yang belum terselesaikan atau masih menjadi suatu kendala (KBBI, 1985:133-134). Sedangkan untuk pengertian problematika hukum adalah suatu permasalahan hukum yang masih belum terselesaikan, atau masih terdapat kendala kendala dalam menyelesaikannya, atau suatu permasalahan hukum yang sering dijumpai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
UU N.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan peraturan yang lainnya
Dasar hukum Bank Syariah Hasanah Card
keuntungan
Pemalsuan data Kredit macet
problematika
penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan :
Dalam kehidupan sehari hari, baik itu perusahaan maupun manusia pribadi tentu saja tidak lepas dari yang namanya kebutuhan dana. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan hasanah card/kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank BNI Syariah. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 merupakan dasar hukum dari sistem operasional perbankan syariah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah, maka Bank BNI Syariah juga mengeluarkan salah satu produk pembiayaan mereka, yaitu melalui hasanah card. Dibalik keuntungan yang ada dalam hasanah card, tentu akan diiringi dengan problematika yang ada. Dalam kasus ini, yang menjadi problematika adalah kredit macet dan pemalsuan data. Oleh karena itu, dalam penulisan hukum ini, akan membahas mengenai bagaimana penyelesaian problematika yang ada tersebut, sesuai dengan peraturan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Sejarah Singkat Bank BNI Syariah Surakarta
Krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem
perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil,
transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat
terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April
2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor
cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin.
Selanjutnya UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang
dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di
Kantor Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih
kurang 750 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di
dalam pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap
memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH. Ma'ruf Amin,
semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga
telah memenuhi aturan syariah.
Di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan
bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun
2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan
beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS).
Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor
eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan
diterbitkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat
dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga
semakin meningkat.
Sebagai salah satu wujud dalam rangka pelebaran sayap usaha
bank BNI Syariah, dibukalah salah satu cabang yang cukup pesat
perkembangannya, yaitu di Kota Surakarta pada tanggal 19 juni 2002.
2. Gambaran singkat Hasanah Card BNI Syariah Surakarta
BNI Syariah sebagai salah satu penyedia layanan jasa perbankan
berusaha memberikan layanan terbaik yang mampu memenuhi
kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan serta perekonomian
masyrakat. Oleh sebab itu, produk produk BNI Syariah diupayakan
dapat mengakomodir semua kebutuhan kebutuhan masyarakat.
Adapun produk-produk tersebut pada garis besarnya terbagi atas dua
jenis, yaitu produk tabungan / dana, dan produk pembiayaan.
a. Produk tabungan
1) iB Hasanah
adalah jenis tabungan dalam mata uang rupiah yang dikelola
berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah mutlaqah
(akad antara para pihak pemilik modal/shahibul maal dengan
pengelola/ mudharib, yang kemudian akan dibagikan sesuai
dengan nisbah yang disepakati) dan akad wadi’ah (adala
transaksi penitipan dana dari nasabah kepada bank, dengan
jaminan dana dapat ditarik sewaktu waktu oleh nasabah)
2) wadiah iB Hasanah
adalah jenis tabungan dengan akad titipan sehingga pemilik
modal (shahibul maal) menitipkan sejumlah dana kepada
mudharib (bank) sebagai pengelola modal, dimana pemilik
modal tidak berhak atas sejunmlah bagi hasil dari pengelolaan
modal tersebut dikarenakan mudharib tidak memungut biaya
administrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3) Prima/bisnis iB Hasanah
Adalah jenis tabungan dengan akad mudharabah mutlaqah
(sama dengan iB Hasanah) tetapi berbeda pada besarnya biaya
administrai, setoran awal, dan besarnya nisbah bagi hasil.
4) Tapenas iB Hasanah
Adalah satu jenis tabungan tetapi ada unsur investasi
berjangka, karena pada jenis tabungan ini pemilik modal tidak
dapat menarik modalnya sewaktu waktu sesuai dengan akad
yang telah menentukan jangka waktu pencairan dana. Tapenas
ini bertujuan untuk tabungan perencanaan masa depan
misalnya, biaya sekolah, umroh, pernikahan, dll.
5) Tabungan Haji
Adalah tabungan dengan prinsip yang sama dengan Tapenas iB
Hasanah tetapi pada tabungan ini bertujuan untuk pembiayaan
pemberangkatan haji dan ter-link dengan siskohat depag yang
berfungsi sebagai jaminan pendaftaran pemberangkatan haji.
6) Deposito iB Hasanah
Adalah investasi berjangka dimana pemilik modal menitipkan
sejumlah dana kepada Bank untuk dikelola, dan Bank akan
memberikan bagi hasil sesuai dengan nisbah dan jangka waktu
yang diberikan. Dalam deposito ini, pemilik modal hanya dapat
mencairkan dana sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan.
b. Produk Pembiayaan
1) Multiguna iB Hasanah
Multiguna iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan
konsumtif yang diberikan kepada anggota masyarakat
untuk membeli barang kebutuhan konsumtif dengan agunan
berupa barang yang dibiayai (apabila bernilai material) dan
atau fixed asset yang ditujukan untuk kalangan profesional
dan pegawai aktif yang memiliki sumber pembayaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kembali dari penghasilan tetap dan tidak bertentangan
dengan undang-undang/hukum yang berlaku serta tidak
termasuk kategori yang diharamkan Syariah Islam.
2) Griya iB Hasanah
Griya iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif
yang diberikan kepada anggota masyarakat untuk membeli,
membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun,
rukan, apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah
kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar
kembali masing-masing calon.
3) Pembiayaan THI iB Hasanah
Pembiayaan THI iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan
konsumtif yang ditujukan kepada nasabah untuk memenuhi
kebutuhan biaya setoran awal Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPIH) yang ditentukan oleh Departemen
Agama, untuk mendapatkan nomor seat porsi haji dengan
menggunakan akad ijarah.
4) CCF iB Hasanah
CCF iB Hasanah adalah pembiayaan yang dijamin dengan
cash, yaitu dijamin dengan simpanan dalam bentuk
Deposito, Giro, dan Tabungan yang diterbitkan BNI
Syariah.
5) OTO iB Hasanah
Oto iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif
murabahah yang diberikan kepada anggota masyarakat
untuk pembelian kendaraan bermotor dengan agunan
kendaraan bermotor yang dibiayai dengan pembiayaan ini.
6) Multijasa iB Hasanah
Multijasa iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan
konsumtif yang diberikan kepada masyarakat untuk
kebutuhan jasa dengan agunan berupa fixed asset atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kendaraan bermotor selama jasa dimaksud tidak
bertentangan dengan undang-undang/hukum yang berlaku
serta tidak termasuk kategori yang diharamkan Syariah
Islam.
7) Gadai Emas iB Hasanah
Gadai Emas iB Hasanah atau disebut juga pembiayaan rahn
merupakan penyerahan hak penguasaan secara fisik atas
barang berharga berupa emas (lantakan dan atau perhiasan
beserta aksesorisnya) dari nasabah kepada bank sebagai
agunan atas pembiayaan yang diterima.
8) iB Hasanah Card
Hasannah card adalah kartu berbasis syariah yang
berfungsi seperti kartu kredit sehingga diterima di seluruh
tempat yang bertanda master card dan semua ATM yang
bertanda CIRRUS di seluruh dunia Bisnis kartu kredit di
Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat
dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah kartu yang beredar
saat ini telah mencapai lebih dari 10 juta kartu yang
diterbitkan oleh 21 bank dan lembaga pembiayaan.
Berbagai macam penawaran yang menarik, dari sisi joint
promo maupun fitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
B. PEMBAHASAN
1. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card
a. Prosedur pengajuan Hasanah Card
Dalam memperoleh Hasanah Card, ada beberapa hal yang harus
dipenuhi oleh nasabah calon pemegang Hasanah Card yaitu selain
mengisi aplikasi aplikasi yang telah disediakan oleh pihak Bank,
ada beberapa syarat umum yang harus diperhatikan. Hal tersebut
adalah :
1) Golongan kartu Hasanah Platinum:
Calon pemegang kartu harus memiliki penghasilan 500 juta
rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun maksimal 65
tahun
2) Golongan kartu Hasanah Gold
Calon pemegang kartu harus memiliki penghasilan 60 juta
rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun dan maksimal
65 tahun
3) Golongan kartu Hasanah Classic
Calon pemegang kartu harus memiliki pengahasilan 25 juta
rupiah per tahun, dengan usia minimal 21 tahun dan maksimal
65 tahun.
Dokumen pendukung yang juga harus dilampirkan beserta formulir
isian aplikasi iB Hasanah Card :
1) karyawan/TNI/polisi : foto kopi KTP/paspor dan juga bukti
penghasilan asli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2) dokter/Profesioal : foto kopi KTP/paspor, bukti penghasilan asli,
dan surat ijin profesi
3) pengusaha : foto kopi KTP/paspor, bukti penghasilan asli, dan foto
kopi akte pendirian/SIUP/TDP
“Untuk Dokter/Profesional lainnya dapat berupa fotokopi Tabungan/SPT dan untuk Pengusaha fotokopi Rekening Koran 3 bulan terakhir/SPT. Bila Anda mendapat limit kartu Rp. 50 juta atau lebih akan diperlukan NPWP.”(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)
Informasi Limit Kartu dan Biaya
No Parameter Classic Gold Platinum
1 Limit Kartu Kategori 1 4 Juta Kategori 1 10 Juta Kategori 1 50 Juta
Kategori 2 6 Juta Kategori 2 15 Juta Kategori 2 75 Juta
Kategori 3 8 Juta Kategori 3 20 Juta
Kategori 4 25 Juta
Kategori 5 30 Juta
2 Annual Membership Fee
Kartu Utama 120,000 240,000 600,000
Kartu Tambahan 60,000 120,000 300,000
3 Monthly Fee
Kategori 1 118,000 Kategori 1 295,000 Kategori 1 1,475,000
Kategori 2 117,000 Kategori 2 442,500 Kategori 2 2,212,500
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Kategori 3 236,000 Kategori 3 590,000
Kategori 4 737,500
Kategori 5 885,000
Tabel.2
b. Problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah Card
Dalam era globalisasi di mana IPTEK telah mengalami
perkembangan dengan begitu pesatnya, tingkat intelegensi serta
kebutuhan masyarakat juga turut berkembang seiring dengan segala
pemenuhannya. Guna memenuhi berbagai kebutuhan tersebut
diperlukan suatu alat ataupun jasa yang dapat menjembatani aspek
pemenuhan tersebut. Dalam hal ini Hasanah Card atau yang lebih
dikenal dengan nama kartu kredit hasanah card merupakan salah satu
bentuk layanan perbankan yang bertujuan untuk memberikan
kemudahan dengan berbagai fasilitas yang disediakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat terutama dalam penyediaan modal
secara instan.
Berbagai kemudahan yang disediakan oleh Hasanah Card di
samping memberikan kemudahan serta biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan kartu kredit lain ternyata juga menciptakan
dampak negatif baik bagi nasabah sebagai pengguna jasa ataupun bank
sebagai penjamin. Masalah tersebut antara lain munculnya sifat
konsumerisme dalam pola hidup masyarakat yang menjadi kurang
terkendali yang tidak jarang tanpa diikiuti dengan perhitungan yang
matang akan kemampuan untuk melakukan pembayaran. Beberapa hal
yang menjadi alasan semakin maraknya kejahatan dalam dunia
perbankan terutama dalam penggunaan kartu kredit :
1) Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi
2) Ketentuan hukum yang kurang mengikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3) Ekspresive dalam hal ini adanya tekanan ekonomi dalam
masyarakat
4) Ketidakseimbangan antara kebutuhan hidup dengan
kemampuan masyarakat.
Dengan berbagai permasalahan yang muncul di samping berbagai
fasilitas yang ditawarkan, dalam kesempatan ini penulis bermaksud
untuk mengupas mengenai berbagai permasalahan yang sering timbul
dalam penggunaan kartu kredit khususnya Hasanah Card, baik dari
sisi nasabah maupun dari sisi penjamin. Masalah – masalah tersebut
antara lain :
1) Kredit macet / kredit bermasalah
Kredit macet sering timbul disebabkan karena adanya
perhitungan yang kurang tepat mengenai penggunaan
kartu kredit dan juga karena kekurang akuratan pihak
provider penyedia layanan jasa dalam memverifikasi data
nasabah yang layak untuk mendapatkan kartu kredit
adanya kredit macet disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain :
1) Managemen usaha nasabah gagal
2) Kredit tidak sesuai dengan tujuan semula
3) Force majeur
4) Analisa kredit dan vefikasi data yang kurang
akurat
5) Karakter nasabah yang tidak memiliki itikad
baik
6) Nasabah memberi data palsu
7) Nasabah meninggal dunia
8) Kurangnya pengawasan dan pembinaan dari
bank kepada debitur.
Selain itu, pada umumnya pemahaman masyarakat
mengenai kartu kredit masih sangat minim, baik mengenai
tata cara penggunaan, perhitungan ijarah/monthly fee
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang akan ditagihkan maupun mengenai proses klaim
apabila terjadi masalah. Selama ini pemahaman
masyarakat terhadap kartu kredit adalah bentuk dari kredit
tanpa agunan, sehingga masyarakat menjadi salah dalam
menafsirkan yang pada akhirnya berdampak pada
kesalahan penggunaan kartu kredit.
Sistematika antara kredit tanpa agunan dengan kartu kredit
sangatlah berbeda, dimana kredit tanpa agunan
menggunakan sistem pembayaran flat ataupun anuitas
dengan menerapkan sistem denda pada setiap
keterlambatan, sedangkan pada kartu kredit menerapkan
sistem bunga berbunga serta denda untuk setiap
keterlambatan pembayaran diluar jatuh tempo yang pada
akhirnya semakin lama tagihan dari nasabah akan semakin
membengkak apabila terjadi keterlambatan.
2) Pemalsuan data
Dalam proses permohonan kepemilikan kartu kredit,
diperlukan data – data yang akurat dari seorang calon
nasabah yang diantaranya meliputi identitas diri nasabah,
sumber penghasilan nasabah, kepemilikan kartu kredit
lain ataupun pinjaman lain. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan calon nasabah, kemampuan bayar
pembayaran kredit.
Dengan adanya proses verifikasi data calon nasabah,
tidak jarang dan tidak sedikit nasabah – nasabah tersebut
tidak mampu memenuhi persyaratan untuk membuat
kartu kredit, sehingga permohonan untuk memiliki kartu
kreditpun ditolak. Dengan adanya target yang harus
dipenuhi oleh petugas serta kebutuhan maupun
keinginan akan dana instan dari masyarakat, sedangkan
syarat – syarat administrasi tidak dapat terpenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sehingga menimbulkan berbagai kecurangan dan
kejahatan sebagai langkah untuk mencapai target serta
mendapatkan kartu kredit.
Salah satu kejahatan yang marak terjadi berkaitan dengan
proses pengajuan kartu kredit adalah pemalsuan/
manipulasi data nasabah, adapun beberapa metode yang
sering digunakan dalam proses pemalsuan antara lain :
a) Manipulasi data yang sering dilakukan adalah dengan
meningkatkan data penghasilan dari calon nasabah
baik oleh petugas maupun oleh nasabah sendiri
dengan tujuan agar proses pengajuan kartu kredit
mendapatkan persetujuan ataupun mendapatkan limit
kartu yang tinggi. Pemalsuan data ini tentunya sangat
tidak dibenarkan, selain melanggar ketentuan
peraturan perundang undangan, dan memenuhi
rumusan pidana (KUHPidana) juga pada akhirnya
akan mempersulit petugas ataupun nasabah sendiri.
Ketika suatu keadaan dipaksakan dari kondisi
seharusnya, tentunya akan menimbulkan dampak
yang tidak baik terutama ketika terjadi hal – hal yang
tidak diinginkan. Begitu pula dalam proses pengajuan
kartu kredit, ketika kemampuan ekonomi seorang
nasabah dimanipulasi dari kemampuan sebenarnya
maka ketika nasabah mendapatkan kartu kredit
dengan limit yang melebihi kapasitas kemampuannya
serta menggunakan dengan berlebihan, pada akhirnya
menimbulkan kewajiban pembayaran yang akan
sangat membebani nasabah tersebut. Beban
kewajiban tersebut belum tentu dapat dipenuhi oleh
nasabah karena besarnya tagihan yang melebihi
prosentase.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b) Menyalin data nasabah dengan suatu alat tertentu
misal EDC ( Electronic Data Captured), pada
modus ini pelaku biasanya beroperasi pada SPBU
dengan berpura – pura menawarkan bantuan ketika
mesin EDC pada SPBU rusak. Setelah nasabah
melakukan transaksi pada EDC pelaku, pelaku akan
melakukan copy data SPBU yang kemudian akan
diklaimkan sebagai hasil transaksi SPBU di Bank
untuk dicairkan.
c) Bekerjasama dengan petugas kasir
d) Menyadap jaringan Telkom karena mesin EDC pada
merchant tersambung dengan telepon. Cara yang
digunakan adalah dengan mencetak kartu kredit
palsu, dengan cara mencetak kartu kosong bersama
pita magnetig terlebih dahulu yang sudah dilekatkan
pada kartu. Data nasabah bank pemegang kartu kredit
dimasukkan dengan cara menggesek pada mesin
gesek yang sudah diformat berdasarkan data kartu
kredit bank yang hendak dicatut.
e) Pemalsuan dengan cara skimming yaitu dengan
menduplikasi kartu kredit yang asli.
Dengan adanya pemalsuan data yang pada akhirnya
menjerumuskan nasabah kedalam lilitan hutang yang
susah untuk dapat dipenuhi, pada akhirnya juga
memberikan dampak kepada petugas selaku pihak yang
yang memiliki kewajiban untuk melakukan penagihan
atas sejumlah hutang nasabah tersebut.
Proses penagihan tidak selalu dapat berjalan lancar,
karena tingkat kemampuan ekonomi nasabah yang tidak
setara dengan pengeluaran akibat penggunaan kartu
kredit. Ketidaklancaran pembayaran tersebut tentunya
akan menimbulkan masalah baru, yang muncul sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
efek dari proses manipulasi data. Masalah baru tersebut
akan semakin meluas ketika nasabah tidak mampu
membayar, sedangkan petugas memiliki beban tanggung
jawab untuk melakukan penagihan. Seringkali terjadi
kekerasan dalam proses penagihan, yang pada akhirnya
membawa permasalahan tersebut kedalam ranah hukum
yang tentunya akan menjadi semakin berkepanjangan
dan merugikan kedua belah pihak.
2. Perbandingan keuntungan hasanah card dibandingkan dengan
kartu kredit konvensional
Kartu pembiayaan iB Hasanah Card atau sering disebut Hasanah Card
merupakan salah satu produk unggulan BNI Syariah, dimana hanya
ada tiga pemain utama pada bisnis kartu pembiayaan syariah ini
sebagaimana telah dijelaskan di depan. iB Hasanah Card ini telah
sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006, dengan
akad kafalah (prinsip perwakilan), qard (prinsip utang-piutang tanpa
bunga/denda) dan ijarah (sistem biaya sewa atas penyediaan jasa).
Adapun keuntungan hasanah card bila dibandingkan dengan kartu
kredit konvensional adalah Hasanah Card mempunyai fitur yang lebih
menarik dibandingkan kartu kredit konvensional, dengan segmen pasar
tidak hanya terbatas pada pasar muslim saja tetapi juga segmen pasar
rasional (non muslim). Biaya di kartu hasanah card lebih ompetitif
dan ekonomis dibandingkan di konvensional, dengan transaksi yang
sama nilainya total biaya bulanan pada Hasanah Card lebih kecil
dibandingkan biaya pada kartu kredit konvensional. Sebagai contoh :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Kartu kredit konvensional
Credit
limit
Nominal
trx
Tgl
trx
Tgl
post
Tgl
cycle
Due
date
Tgl
payment
Jumlah
paymnet bunga
10.000.000 1.000.000 1 2 18 8 5 1.000.000 -
10.000.000 1.000.000 1 2 18 8 5 500.000 38.959
Waktu
bunga Nominal Jumlah hari Rate Bunga
Bunga dari
tgl trx –
cycle
1.000.000 16 3% 15.781
bunga dari
tgl cycle –
tgl payment
1.000.000 17 3% 16.767
Bunga dari
tgl payment
– cycle
500.000 13 3% 6.411
38.959
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Hasanah card
Cred limit Nominal
trx
Tgl
trx
Tgl
cycle
Tgl
post
Due
date
Tgl
payment
Juml
payment
Monthly
fee
Cash
rebate
Net
fee
10.000.000 1.000.000 1 18 2 8 5 1.000.000 295.000 295.000 -
10.000.000 1.000.000 1 18 2 8 5 500.000 295.000 28.250 14.750
Tabel.3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan limit yang sama,
nominal peminjaman yang sama, besar angsuran yang sama dan
tanggal pembayaran angsuran yang sama, hasanah card jauh lebih
murah bila dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, yaitu
14.750 : 38.959.
3. Penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan Hasanah
Card (kartu kredit)
a. Kredit Macet
PT. Bank BNI Syariah Surakarta. adalah suatu badan usaha, dalam
hal ini berbentuk perseroan terbatas, yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya tabungan, dan
menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
pinjaman atau pembiayaan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Undang-
undang Perbankan, yang mendefinisikan bank sebagai berikut:
”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat
dalam bentuk kreditdan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Bank Syariah, PT. Bank BNI Syariah Surakarata
merupakan bank syariah, karena sistem operasionalnya
berdasarkan prinsip prinsip syariah.
Salah satu jenis layanan perbankan yang diberikan oleh PT. Bank
BNI Syariah Surakarta adalah pemberian fasilitas kredit melalui
hasanah card (kartu kredit). Menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-
Undang Perbankan disebutkan bahwa: ”Kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Sehingga menurut pasal tersebut, ada beberapa
unsur kredit yaitu:
1) Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditor
dengan pihak debitor, yang disebut dengan perjanjian kredit.
Dalam hal ini, ada pemberian kredit dari PT Bank BNI Syariah
Surakarta selaku Kreditor kepada nasabah atau debitor. Pemberian
kredit tersebut dinyatakan dengan adanya perjanjian kredit antara
kreditor dan debitor. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1313
KUH Perdata Bab II buku III tentang Perikatan, yang menyebutkan
bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”. Untuk sahnya perjanjian tersebut diperlukan empat syarat,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
a) Sepakat mereka yang mengikat diri
Sepakat dimaksud bahwa subyek yang mengadakan perjanjian
harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, jadi mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
menghendaki suatu secara timbal balik. Dalam hal ini, para pihak,
yaitu PT Bank BNI Syariah Surakarta dan nasabah, saling sepakat
mengenai isi perjanjian kredit tersebut. Dengan adanya
kesepakatan maka akan timbul hak dan kewajiban bagi masing-
masing pihak.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Orang yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau aqil balik dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Menurut KUH
Perdata yang dimaksud cakap adalah mereka yang telah berumur
21 tahun atau belum 21 tahun tetapi telah kawin atau pernah kawin.
Dalam hal ini, nasabah harus cakap melakukan perbuatan hukum.
Hal ini didasarkan pada data yang diberikan oleh nasabah kepada
PT Bank BNI Syariah Surakarta.
c) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu maksudnya adalah sudah ditentukan macam atau
jenis benda atau barang dalam perjanjian itu mengenai barang itu
sudah ada atau sudah berada di tangan pihak yang berkepentingan
pada waktu perjanjian dibuat tidak diharuskan oleh Undang-
undang dan juga mengenai jumlah tidak perlu disebutkan. Selain
itu, perjanjian kredit juga mengatur mengenai besarnya bunga yang
wajib dibayar oleh nasabah, jangka waktu pengembalian kredit dan
juga jaminan.
d) Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal adalah isi dari perjanjian itu sendiri, sebab
yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang,
kesusilaan, ketertiban umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1337
KUHPerdata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Perjanjian kredit tersebut dapat dibuat dalam bentuk perjanjian
bawah tangan maupun dalam bentuk akta notariil. Berdasarkan
hasil penelitian, isi perjanjian kredit yang terjadi dalam kasus ini
tidak melanggar atau bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan, ketertiban umum.
Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dibagi ke dalam 2 (dua)
kelompok, yaitu :
(1) Syarat Subyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada subyek-
subyek perjanjian itu, atau dengan perkataan lain syarat-syarat
yang harus dipernuhi oleh mereka yang membuat perjanjian, yang
meliputi: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan
kecakapan pihak yang membuat perjanjian
(2) Syarat Obyektif, yaitu syarat yang menyangkut pada obyek
perjanjian itu, meliputi: suatu hal tertentu dan suatu sebab yang
halal Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka salah satu
pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu
dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak
yang tidak cakap. Jadi perjanjian yang telah dibuat akan tetap
mengikat para pihak selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas
permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.
Dengan dipenuhinya syarat- syarat sahnya perjanjian sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif
maupun syarat obyektif, maka perjanjian kredit antara PT Bank
BNI Syariah Surakarta selaku Kreditor dan nasabah selaku Debitor
adalah perjanjian yang sah.
2) Adanya para pihak
Para pihak yang dimaksud yaitu pihak kreditor sebagai pihak yang
memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Syariah Surakarta, dan pihak debitor sebagai pihak yang
membutuhkan uang pinjaman.
3) Adanya unsur kepercayaan dari Kreditor bahwa pihak debitor
mau dan mampu membayar atau mencicil kreditnya.
Berarti pihak Kreditor, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI
Syariah Surakarta percaya bahwa nasabah selaku pihak debitor.
Dalam hal ini, adanya kepercayaan PT Bank BNI Syariah
Surakarta terhadap kemampuan nasabah untuk membayar dan
melunasi pinjaman didasarkan pada hasil analisa dan penilaian
yang meliputi:
a) Character
Character merupakan keadaan watak atau sifat dari diri
calon debitor baik dalam kehidupan pribadi maupun
lingkungan usahanya. Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan dan diteliti adalah mengenai: riwayat hidup,
kebiasaan sehari-hari, sifat- sifat pribadi, cara hidup,
keadaan keluarga, hobi dan sosial kehidupan dari
pemohon kredit. Guna mengetahui bagaimana watak dan
karakter dari seseorang maka petugas bagian kredit dalam
hal ini account officer akan melakukan analisis dan
checking-checking, hal mana diperlukan guna memperoleh
informasi mengenai reputasi dan kualifikasi calon debitor.
Penilaian ini sangat berguna untuk mengetahui itikad baik
calon debitor dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan syarat-syarat dan atau ketentuan-ketentuan
sebagaimana yang diatur dalam perjanjian kredit.
b) Capacity
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon debitor
dalam menjalankan usahanya guna memperoleh profit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
yang selanjutnya atas keuntungan yang diperoleh akan
digunakan untuk melunasi kewajiban hutangnya kepada
bank.
c) Capital
Capital adalah dana yang dimiliki oleh calon debitor untuk
menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.
Besarnya modal yang dimiliki oleh calon debitor
merupakan hal yang sangat berpengaruh atas
pengembalian kreditnya kepada bank utamanya pada saat
seperti sekarang ini dimana dunia usaha dilanda oleh badai
krisis. Dalam hal usaha debitor mengalami keterpurukan
maka debitor sangat membutuhkan dana untuk dapat
keluar dari keterpurukan tersebut sementara lain bank
tidak dapat membantu debitor untuk memberikan kredit
baru kepada debitor. Ukuran besar atau kecilnya modal
yang dimiliki oleh debitor dapat terlihat pada neraca
perusahaan yaitu pada komponen “owner equity”, laba
yang ditahan dan lain-lain ataupun pada besarnya modal
yang telah disetor dalam akta pendirian pada waktu
perusahaan tersebut didirikan. Selain itu, PT Bank BNI
Syariah Surakarta mempunyai pertimbangan terhadap
calon debitor berdasarkan kebutuhan modalnya apabila
ternyata yang bersangkutan telah memiliki pinjaman di
bank lain dan nilai pinjamannya Data tersebut dapat
diperoleh dari Bank Indonesia (BI Checking).
d) Collateral
Collateral adalah barang-barang baik milik debitor
ataupun pihak ke-3 (tiga) yang diserahkan dan atau
digunakan oleh debitor sebagai agunan kredit kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
bank. Collateral bermanfaat sebagai alat pengaman apabila
usaha debitor yang dibiayai dengan kredit tersebut
mengalami kegagalan atau karena sebab-sebab lainnya
debitor tidak dapat melunasi kewajiban hutangnya kepada
bank.. Jaminan ini mempunyai sifat pelengkap dari
kelayakan keterlaksanaan (feasibility) dari suatu proyek
debitor. “Jaminan tidak akan dapat memperbaiki tingkat
kelayakan suatu proyek, namun agar proyek yang feasible
tersebut menjadi bankable (dapat dibiayai dengan kredit
dari bank) harus ada jaminan (collateral) tersebut. pada
dasarnya seluruh harta benda debitor dapat dijadikan
jaminan atas pelunasan seluruh hutangnya, namun
diperlukan jenis jaminan yang akan memudahkan
penagihan hutang, yang tersedia setiap waktu untuk
dieksekusi dan diuangkan, oleh karena itu ditunjuk suatu
barang tertentu milik debitor
e) Condition of economy
Terciptanya kondisi ekonomi yang kondusif sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit.
Kondisi ekonomi adalah situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi dan budaya dan lain-lain yang mempengaruhi
keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk
kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat
mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang
memperoleh kredit. Berlarut-larutnya krisis ekonomi yang
dibarengi dengan krisis politik yang berkepanjangan pada
suatu negara yang pada akhirnya mengakibatnya lesunya
dunia usaha akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan bayar debitor untuk melunasi kewajiban
hutangnya kepada bank. Hal ini didasarkan pada Pasal 8
Undang-undang Perbankan yang menentukan: “Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk
melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dan
dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-
undang Perbankan bahwa: “untuk memperoleh keyakinan
tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitor. Analisa terhadap nasabah debitor tersebut
dikenal dengan sebutan “the five C of credit analysis”
4) Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak
debitor. Kesanggupan dan janji untuk membayar hutang biasanya
dicantumkan dalam perjanjian kredit antara pihak kreditor dan
pihak debitor.
5) Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak
kreditor kepada pihak debitor.
6) Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa
oleh pihak debitor kepada kreditor disertai dengan pemberian
imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. Mengenai
seberapa besarnya pembayaran kembali yang disertai bunga serta
jangka waktu pengembalian kredit ditentukan oleh pihak Bank
selaku kreditor yang dicantumkan dalam perjanjian kredit. Dalam
Perjanjian Kredit antara PT Bank BNI Syariah Surakarta dengan
nasabah sebagaimana ternyata dalam akta Perjanjian Kredit yang
dibuat, ditentukan bahwa bunga yang harus dibayar oleh debitor
sebesar 2,95% (dua koma sembilan lima persen) dari nilai kredit
yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
7) Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditor
dengan pengembalian kredit oleh debitor. Adanya perbedaan
waktu tersebut dapat digunakan oleh debitor untuk memanfaatkan
kredit yang telah diterimanya guna kepentingan debitor.
8) Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya
perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu
pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya
pembayaran kembali suatu kredit. Hal ini mungkin saja terjadi,
karena ada kemungkinan usaha debitor penurunan. Berdasarkan
hasil penelitian, “permohonan kredit diawali dengan 3 (tiga)
kemungkinan, yaitu:
a) Walk in Customer, dalam hal ini calon debitor yang
datang ke bank untuk memohon fasilitas kredit
b) Soliciation, dalam hal ini bank yang mendatangi dan
menawarkan fasilitas kredit kepada calon debitor.
c) Reference, dalam hal ini calon debitor
diperkenalkan kepada bank oleh nasabah bank atau
pejabat bank.
Setiap pemberian kredit selalu menuntut pertanggung-jawabandari
pejabat kredit yang memutus baik secara jabatan maupun secara
pribadi, sehingga keputusan kredit yang bermasalah dapat
diminimalkan sejauh mungkin. Namun kredit yang bermasalah
tetap ada. Suatu kredit yang dikategorikan kredit bermasalah pada
awalnya ditandai dengan adanya tanda-tanda dari debitor atau
usaha debitor yang dibiayai mengalami kesulitan financial dalam
pengembalian kredit sebagaimana mestinya. Penyelesaian kredit
bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank BNI Syariah Surakarta,
secara garis besar dapat ditempuh melalui 2 (dua) upaya tempuh
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1. Secara prosedural
Penyelesaian kredit bermasalah secara prosedural adalah upaya
penanganan kredit bermasalah yang sifatnya sementara
“temporer” karena manakala upaya ini gagal maka upaya akhir
yang ditempuh adalah upaya penyelesaian melalui jalur
penyelesaian sengketa. Penyelesaian kredit bermasalah secara
prosedural dilakukan oleh bank dengan harapan debitor dapat
kembali melakukan pembayaran kreditnya sebagaimana mestinya
baik melalui cara penagihan secara langsung ataupun lewat
pengiriman surat peringatan dari pihak Bank.
“Proses penyelesaian kredit secara prosedural yang dilakukan oleh PT Bank BNI Syariah Surakarta dapat berupa: penagihan langsung, penagihan hutang melalui pihak ketiga, penagihan dengan melalui jasa iklan/ mass media, pelunasan hutang oleh pihak ketiga. Pada umumnya penagihan langsung dilakukan sendiri oleh bank tanpa menggunakan jasa-jasa atau media bantuan dari pihak ketiga. Upaya penagihan langsung biasanya dilakukan oleh Account Officer ataupun Remidial Officer dari bank yang bersangkutan dengan mendatangi langsung debitor ataupun mengirim surat, somasi dan panggilan kepada debitor untuk menghadap pejabat bank guna menyelesaikan kreditnya di bank.”(wawancara dengan bapak Mujiono, selaku kepala bagian Hasanah Card)
Dan cara prosedural selanjutnya selain penagihan secara langsung
adalah dengan cara 3 R (rescheduling, restructuring,
reconditioning). Secara administratif, kredit yang diselesaikan
secara prosedural adalah kredit yang semula tergolong kurang
lancar, diragukan atau macet yang kemudian diusahakan untuk
diperbaiki sehingga mempunyai kolekbilitas lancar. Tindakan
penyelesaian kredit bermasalah dapat ditempuh dengan upaya :
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling)
Rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak
bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
kepada debitor. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak
debitor (berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan
yang dilakukan account officer bank) tidak mampu
untuk memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran
kembali angsuran pokok maupun bunga kredit.
Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian
atau seluruh kewajiban debitor. Hal tersebut
disesuaikan dengan proyeksi arus kas yang bersumber
dari kemampuan usaha debitor yang sedan mengalami
kesulitan. Penjadualan tersebut bisa berbentuk :
1) memperpanjang jangka waktu kredit
2) memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya
semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan
kemudian menjadi 6 bulan
3) menurunkan jumlah untuk setiap angsuran yang
mengakibatkan perpanjangan jangka kredit yaitu
perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut
jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning)
Reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk
menyelamatkan kredit yang diberikannya dengan cara
mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan)
yang semula disepakati bersama pihak debitor dan bank
yang kemudian dituangkan dalam perjanjian kredit.
“Perubahan kondisi kredit dibuat dengan
memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh
debitor dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya.
Dalam hal ini perubahan tersebut meliputi antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1) Kapitalisasi bunga yaitu bunga yang dijadikan
utang pokok sehingga nasabah untuk waktu
tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti
uang pokoknya dapat melebihi plafon yang
disetujui. Sehingga perlu peningkatan fasilitas
kredit disamping itu bunga tersebut dihitung
bunga majemuk yang pada dasarnya akan
memberatkan nasabah. Cara ini dapat dilakukan
jika prospek usaha nasabah baik.
2) Penundaan pembayaran bunga yaitu bunga tetap
dihitung. Tetapi penagihan atau pembebanannya
kepada nasabah tidak dilaksanakann sampai
nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga
yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan
tidak menambah plafon kredit.
3) Penurunan suku bunga yaitu dalam hal nasabah
dinilai masih mampu membayar bunga pada
waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan
terlalu tinggi untuk tingkat aktifitas dan hasil
usaha pada waktu itu. Cara ini ditempuh jika hasil
operasi nasabah memang menunjukkan surplus
atau laba dan likuiditas memungkinkan untuk
membayar bunga.
4) Pembebanan bunga yaitu dalam hal nasabah
memang dinilai tidak sanggup membayar bunga
karena usaha nasabahnya mencapai tingkat
kembali pokok atau break even. Pembebanan
bunga ini dapat dilakukan untuk sementara,
selamanya aataupun untuk seluruh utang bunga.
5) Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi
jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
6) Jaminan kredit/agunan, beberapa jaminan yang
semula harus diberikan atau diserahkan pada
bank terpaksa tidak bisa terlaksana karena
beberapa alasan misalnya tanah yang akan
dijadikan jaminan ternyata masih dalam sengketa.
7) Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus
dibayar debitor kepada bank, misalnya dalam
kasus yang terjadi pada kredit sindikasi.
8) Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai
bank berdasarkan analisis yang dilakukan bank
maupun atas nasehat dari konsultan yang ditunjuk
bank. Hal ini terpaksa dilakukan untuk
mengamankan jalannya proyek dan merupakan
persyaratan baru atau persyaratan tambahan yang
diminta oleh bank yang harus dipenuhi debitor
dalam rangka penyelamatan proyek.
9) Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut.
yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-
syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan
jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau
persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut
maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring)
Secara umum tujuan dilakukannya rekstrukturisasi
kredit adalah meningkatkan kemampuan debitor dalam
membayar pokok dan bunga jaminan. Dalam
melakukan rekstrukturisasi kredit hal yang harus
iperhatikan adalah prospek usaha dan itikad baik
debitor. Prospek usaha dapat dinilai dengan melihat
potensi perusahaan untuk menghasilkan net cash inflow
yang positif dan prospek market dari produk atau jasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang dihasilkan. Sedangkan itikad baik debitor dapat
dilihat dari antara lain kemauan dan kesediaan debitor
dalam melakukan negoisasi dengan kreditor, memikul
beban kerugian yang akan ditetapkan sebagai hasil
negosiasi dan mempunyai atau akan menyampaikan
rencana rekstrukturisasi untuk dibahas dengan kreditor.
Rekstrukturisasi disebut sebagai langkah atau upaya
reaktif apabila dilakukan bagi kredit yang mengalami
kesulitan pembayaran pokok/bunga. Sedangkan
rekstrukturisasi disebut sebagai upaya preventif apabila
kredit masih tergolong lancar namun diperkirakan akan
mengalami kesulitan pembayaran angsuran
pokok/bunga. Restructing atau rekstrukturisasi menurut
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang
Rekstrukturisasi kredit dalam Pasal 1 huruf c adalah
upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha
perkreditan agar debitor dapat memenuhi
kewajibannya. Rektrukturisasi kredit dapat dilakukan
dengan cara-cara
sebagai berikut :
1) Penurunan suku bunga kredit
Penurunan suku bunga kredit tidak dapat dikatakan sebagai
rekstrukturisasi kredit apabila penurunan dimaksud bertujuan
menyesuaikan dengan bunga pasar yang pada saat bersamaan
juga mengalami penurunan. Kaitannya dengan Batas Maksimum
Pemberian Kredit (selanjutnya disingkat menjadi BMPK),
perpanjangan jangka waktu yang sebelumnya telah melampaui
BMPK diberlakukan sebagai pelampauan BMPK yang wajib
diselesaikan dalam jangka waktu 9 bulan sedangkan penyertaan
modal sementara dalam rangka rektrukturisasi kredit
dikecualikan dari perhitungan BMPK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2) pengurangan tunggakan bunga kredit
kreditor dapat memberikan keringanan berupa mengurangi
jumlah bunga yang tertunggak atau menghapus seluruh
tunggakan bunga kredit. Debitor dibebaskan dari kewajiban
membayar tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya.
Langkah ini diambil agar debitor mempunyai kembali
kemampuan melanjutkan kegiatan usahanya sehingga dapat
digunakan membayar utang pokoknya.
3) Pengurangan tunggakan pokok kredit
Kreditor dapat memberikan keringanan berupa mengurangi
utang pokok yang tertunggak. Langkah ini merupakan
reksstrukturisasi yang paling maksimal yang dapat diberikan
oleh bank karena langkah ini biasanya diikuti dengan
penghapusan bunga dan denda seluruhnya.
Pengurangan tunggakan pokok ini merupakan pengorabanan
yangsangat besar dari bank karena aset bank yang berupa utang
pokok tidak kembali dan merupakan kerugian bagi bank.
4) Perpanjangan waktu kredit
Perpanjangan waktu kredit merupakan bentuk rekstrukturisasi
kredit yang bertujuan memperingan debitor untuk
mengembalikan hutangnya.
Diharapkan dengan perpanjangan waktu ini dapat memberikan
kesempatan kepada debitor untuk melanjutkan usahanya
sehingga pendapatan yang harusnya digunakan untuk membayar
hutang digunakan untuk memperkuat usahanya.
5) Penambahan fasilitas kredit
Dalam hal ini rektrukturisasi kredit dilakukan dengan cara
penambahan fasilitas kredit yang harus digunakan sesuai
prosedur yang ketat dan terdapat agunan yang cukup. Dengan
adanya penambahan fasilitas kredit dimana debitor diberikan
kredit lagi sehingga utang menjadi besar nantinya diharapkan
debitor dapat mempunyai kemampuan untuk menjalankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
kembali usahanya dan pendapatan dari usahanya dapat
digunakan untuk membayar utang lama dan utang baru.
6) Pengambilalihan asset debitor sesuai dengan ketentuan yang
berlaku Pengambilalihan asset debitor sesuai dengan ketentuan
yang mengacu kepada Undang-undang Perbankan khususnya
Pasal 12A yang mengatur kemungkinan Bank Umum dapat
membeli sebagian atau seluruh anggunan baik melalui penjualan
umum atau pelelangan ataupun diluar pelelangan berdasarkan
penyerahan secara sukarela.
Namun kemudahan ini oleh undang-undang diadakan
pembatasan yaitu :
a) Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan dari
kredit macet
b) Agunan yang telah dibeli wajib dicairkan selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 tahun
c) Dalam jangka waktu 1 tahun bank dapat menangguhkan
kewajiban-kewajiban
yang berkaitan dengan pengalihan hak atas agunan yang
bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7) Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada
perusahaan debitor
Yaitu apabila upaya penyelamatan melalui penurunan suku
bunga, pengurangan tunggakan bunga dan usaha lainnya tidak
dapat dilakukan langkah ini diambil setelah melalui analisi yang
mendalam serta mempertimbangkan akan terjadinya perubahan
status bank terhadap debitor. Konversi kredit menjadi
penyertaan modal sementra pada perusahaan debitor hanya
dilakukan apabila dipenuhi persyaratan persyaratan tertentu,
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
a) Jangka waktu penyertaan maksimum 5 tahun atau kurang
dari 5 tahun apabila perusahaan telah memperoleh laba
selama 2 tahun berturut-turut.
b) Setelah 5 tahun harus dihapus bukukan. Dalam hal ini bank
tidak perlu ijin Bank Indonesia namun harus sesuai dengan
anggaran dasar dan kebijakan masing-masing bank. Selain
itu juga harus memperhatikan BMPK. Konversi kredit
harus dilakukan oleh satuan kerja yang tersisa dengan
satuan kerja pemberian kredit dan dipimpin oleh pejabat
yang memiliki kewenangan untuk melakukan negoisasi
dengan debitor dalam rangka konversi kredit.
Secara garis besar, penyebab terjadinya kredit macet / kredit
bermasalah ada dua hal, yaitu :
1) Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya
unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan.
2) Error Commusion (EC)
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan
lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang
belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
“Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari error omission dan error comussion atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
1) Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2) Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3) Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah kredit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bisa saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan”. (wawamncara dengan bp Mujiyono, kepala bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)
2. Melalui jalur penyelesaian sengketa
a. Secara litigasi
Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur litigasi merupakan
upaya terakhir dari bank “the last action” untuk melakukan upaya
pengembalian kredit debitor baik dengan upaya pengajuan gugatan
secara perdata atas pelunasan kewajiban hutang debitor. Dalam hal
penyelesaian kredit bermasalah melalui cara prosedural sudah tidak
dapat lagi digunakan, maka bank dapat melakukan penyelesaian
kredit melalui jalur litigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pada prinsipnya setiap kredit yang diberikan harus dibayar kembali
oleh debitor , sehingga bank dengan segala cara dan upayanya tetap
harus melakukan upaya penagihan.
“Penyelesaian kredit dengan melakukan upaya hukum melalui jalur peradilan merupakan alternatif akhir yang harus ditempuh bank manakala kredit debitor sudah tidak dapat diselamatkan lagi”.(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)“
Penyelesaian kredit melalui prosedur hukum dapat ditempuh
dengan melakukan :
1) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan negeri.
2) Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan agama
Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syari’ah
yang meliputi:
1) bank syari’ah
2) lembaga keuangan mikro syari’ah
3) asuransi syari’ah
4) reasuransi syari’ah
5) reksa dana syari’ah
6) obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah
syari’ah
7) sekuritas syari’ah
8) pembiayaan syari’ah
9) pegadaian syari’ah
10) dana pensiun lembaga keuangan syari’ah
11) bisnis syari’ah.
Dalam penjelasan Pasal tersebut antara lain dinyatakan: “Yang
dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam”
adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai
hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai
ketentuan Pasal ini.”
Dari penjelasan Pasal 49 tersebut, maka seluruh nasabah lembaga
keuangan dan lembaga pembiayaan syariah, atau bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah dengan sendirinya
terikat dengan ketentuan ekonomi syariah, baik dalam pelaksanaan
akad maupun dalam penyelesaian perselisihan.
b. secara non litigasi
secara non litigasi, penyeleasian sengketa dalam perbankan syariah
dapat ditempuh dengan cara arbitrase dan alternatif penyelessaian
sengketa.
1) Arbitrase
Dalam perspektif Islam arbitrase dapat disepadankan dengan
istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata hakkama, secara
etimologis berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah
suatu sengketa. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan
pengertian menurut terminologisnya. Gagasan berdirinya
lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan
bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum,
para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya
lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori
Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. Setelah
mengadakan beberapa kali rapat dan setelah diadakan beberapa
kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur organisasi
dan prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993
telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI), sekarang telah berganti nama menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang diputuskan
dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan bentuk dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-
09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 sebagai lembaga
arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di
bidang ekonomi syariah.
Badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau pendapat
hukum (bindend advice), yaitu pendapat yang mengikat tanpa
adanya suatu persoalan tertentu yang berkenaan dengan
pelaksanaan perjanjian” yang sudah barang tentu atas
permintaan para pihak yang mengadakan perjanjian untuk
diselesaikan. Apabila jalur arbitrase tidak dapat menyelesaian
perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir
sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim harus
memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang
sebelumnya telah menangani kasus tersebut sebagai bahan
pertimbangan dan untuk menghindari lamanya proses
penyelesaian.
2) Alternatif Penyelesaian Sengketa
Di dalam terminologi Islam dikenal dengan Ash-Shulhu, yang
berarti memutus pertengkaran atau perselisihan. Dalam
pengertian syariat ash-shulhu adalah suatu jenis akad
(perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa) antara 2
(dua) orang yang bersengketa. Alternatif penyelesaian
sengketa hanya diatur dalam satu pasal, yakni Pasal 6 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian sengketa yang menjelaskan tentang mekanisme
penyelesaian sengketa. Sengketa atau beda pendapat dalam
bidang perdata Islam dapat diselesaikan oleh para pihak melaui
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada iktikad
baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi.
Apabila sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan, maka atas
kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat
diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
ahli maupun melalui seorang mediator. Apabila para pihak
tersebut dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun
melalui seorang mediator tidak berhasil juga mencapai kata
sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua
belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi lembaga
Alternative Penyelesaian Pengketa untuk menunjuk seorang
mediator. Tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator
tidak membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi
tetapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan
mereka dan menemukan pemecahan masalah dengan hasil win-
win solution. Tidak ada pihak yang kalah atau yang menang,
semua sengketa diselesaikan dengan cara kekeluargaan,
sehingga hasil keputusan mediasi tentunya merupakan
konsensus kedua belah pihak.
Apabila jalur arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa
tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka lembaga
peradilan atau jalur litigasi adalah jalan terakhir sebagai
pemutus perkara
b. Pemalsuan Data
Guna mengantisipasi serta mengatasi maraknya pemalsuan
data yang timbul sebagai akibat dari dorongan akan kebutuhan
serta masyarakat yang cenderung konsumtif, dalam memproses
aplikasi kartu kredit telah dilakukan verifikasi secara bertingkat
dari cabang hingga ke pusat. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
data yang betul – betul valid sehingga ketika pada akhirnya kartu
kredit tersebut disetujui, segala hak dan kewajiban dapat terpenuhi
dengan baik. Tatacara dan tahapan verifikasi data yang dilakukan
harus sesuai dengan SOP ( Standar Operasional Prosedur ) yang
meliputi verifikasi identitas, alamat harta yang dijaminkan, data
kekayaan dan kredit atau pinjaman yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tahap verifikasi data yang bertingkat dari cabang sampai
dengan pusat tidak akan berguna apabila tidak ada kerjasama dari
semua pihak terutama dari pihak petugas. Petugas selaku pihak
yang memiliki wewenang untuk memutus ataupun tidak terhadap
aplikasi yang diajukan oleh nasabah, memiliki peran besar dalam
kasus ini, disamping kejujuran nasabah dalam memberikan data
diri. Terkadang beban akan target market yang besar dan harus
tercapai, menjadi alasan dan faktor utama bagi petugas untuk turut
serta mendukung berkembangnya pemalsuan data tersebut, hal
inilah yang dimanfaatkan oleh nasabah utuk mendapatkan kartu
kredit walaupun sebenarnya tidak layak untuk mendapatkan.
Karena diawali dengan ketidakjujuran yang mencerminkan
kurangnya tanggung jawab moral baik dari petugas ataupun
nasabah, maka rasio terjadinya masalah dalam penggunaan sampai
dengan pembayaran akan menjadi lebih besar karena kurangnya
rasa tanggung jawab tersebut.
Dalam pelaksanaannya, segala jenis penggunaan kartu kredit
diawasi olek Assosiasi Kartu Kredit Indonesia ( AKKI ) yang juga
bertindak dalam pelaksanaan Manajemen Resiko. Pemalsuan data
dapat dijerat dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan Pasal 49 dengan ancaman diatas 5 tahun
penjara. Guna mengantisipasi dan mengatasi masalah pemalsuan
data tersebut maka yang dapat dilakukan antara lain :
1) Melakukan verifikasi data sesuai dengan prosedur BI
2) Melakukan analisis kelayakan calon debitur, dengan beberapa
tahapan yaitu :
a) Analisis credit sebagai penerapan dari manajemen resiko
dalam pengelolaan bank maka harus dilakukan analisis atas
setiap permohonan
b) Character analisis character, yaitu analisis yang ditujukan
untuk memperoleh keyakinan mengenai kemauan nasabah
untuk membayar kewajiban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c) Capacity – capacity, yaitu kemampuan debitur dalam
membayar kewajiban
d) Collateral – collateral, yaitu analisis mengenai aset calon
debitur
3) Memberikan pendidikan moral spiritual kepada petugas agar
terbebas dari keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan
cara memalsukan data nasabah.
4) Meningkatkan tekhnlogi dan pengamanan kartu kredit agar
tidak dapat diduplikasi
5) Meningkatkan keksadaran petugas tentang etik rahasia bank
serta rahasia nasabah.
“sejauh ini, Bank BNI Syariah Surakarta belum menemui kasus pemalsuan data yang sudah menimbulkan kerugian bagi pihak Bank, apabila ada maka langkah yang akan kami ambil selaku pihak Bank adalah melaporkan kepada pihak kepolisian dan memperkarakan secara hukum yang berlaku. Untuk sampai saat ini, pemalsuan data yang terjadi masih sebatas manipulasi data identitas saja yang dapat kami ketahui lewat BI Checking, jika sudah demikian, maka langsung saja langkah yang kami ambil adalah menolak permohonan yang diajukan “(wawancara dengan Bp Mujiyono, kep bag Hasanah Card BNI Syariah Surakarta)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penulisan hukum tersebut, hasil dari pembahasan dari rumusan-rumusan
masalah yang ditemui, maka dapat ditarik suatu simpulan, yaitu :
1. Dari pembiayaan hasanah card yang diselenggarakan oleh Bank BNI
Syariah Surakarta, terdapat dua problematika hukum yang ditemui, yaitu
adanya kredit macet dan pemalsuan data;
2. Di balik problematika hukum yang ada tersebut, hasanah card mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan kartu kredit konvensional, diantaranya
adalah:
a. tidak berlakunya sistem bunga berbunga seperti halnya dalam kartu
kredit konvensional yang dapat sangat menjebak masyarakat;
b. tidak adanya ketentuan bunga seperti halnya kartu kredit konvensional,
yang ada yaitu biaya jasa (ujrah) yang apabila dihitung-hitung jauh
lebih ekonomis bila dibandingkan dengan bunga pada kartu kredit
konvensional.
3. Penyelesaian problematika hukum dalam pembiayaan hasanah card di Bank
BNI Syariah Surakarta :
a. Dalam hal pemalsuan data, kasus yang paling sering ditemui oleh pihak
Bank BNI Syariah Surakarta adalah masih sejauh manipulasi data diri
saja, dan langkah antisipasi yang diambil oleh Bank BNI Syariah
Surakarta adalah dengan meningkatkan kemampuan analis yang
meliputi :
1) Melakukan verifikasi data calon nasabah sesuai dengan prosedur
BI.
2) Melakukan analis kelayakan calon debitur dengan cara :
a) Analisis credit sebagai penerapan dari manajemen resiko dalam
pengelolaan bank maka harus dilakukan analisis atas setiap
permohonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
b) Character analisis character, yaitu analisis yang ditujukan
untuk memperoleh keyakinan mengenai kemauan nasabah untuk
membayar kewajiban
c) Capacity – capacity, yaitu kemampuan debitur dalam membayar
kewajiban
d) Collateral – collateral, yaitu analisis mengenai aset calon
debitur
3) Memberikan pendidikan moral spiritual kepada petugas agar
terbebas dari keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan cara
memalsukan data nasabah.
a) Meningkatkan tekhnlogi dan pengamanan kartu kredit agar tidak
dapat diduplikasi.
b) Meningkatkan kesadaran petugas tentang etik rahasia bank serta
rahasia nasabah.
b. Dalam hal kredit macet, penyelesaiannya dapat ditempuh dengan dua
cara, yaitu secara prosedural dan secara penyelesaian sengketa.
1) Secara prosedural, langka langkah yang ditempuh adalah dengan
melakukan penagihan secara langsung ataupun dengan cara
mengirimkan surat peringatan dari pihak Bank.
2) Langkah secara prosedural yang berikutnya adalah dengan jalan
rescedhuling, restructuring, dan reconditioning.
Penyelesaian secara penyelesaian sengketa, secara garis besar dibagi dalam
dua cara, yaitu secara litigasi dan non litigasi.
1) Untuk secara litigasi penyelesaiannya dapat dilakukan dengan
menempuh cara melalui pengadilan negeri atau pengadilan agama.
Tetapi berdasar pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006, karena dalam hal ini merupakan perselisihan ekonomi di
bidang perbankan syariah, maka penyelesaiannya melalui
pengadilan agama.
2) Secara non litigasi, upaya yang ditempuh untuk melakukan
penyelesaian perselisihan kredit macet adalah dengan jalan bantuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
badan arbitrase dan atau melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang diharapkan akan maenghasilkan keputusan yang sama-sama
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
B. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penulisan hukum ini adalah
1. Dalam memberikan pembiayaan melalui hasanah card pihak Bank
BNI Syariah Surakarta lebih selektif dalam memilih calon debitur,
hal itu dapat dilakukan dengan cara melakukan verifikasi data
sesuai dengan prosedur yang ada, demi menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, paling tidak meminimalisir resiko-resiko yang
ada.
2. Bank ikut memberikan edukasi kepada calon pemegang hasanah
card mengenai urgensi dari hasanah card itu sediri, dengan
demikian nasabah tidak merasa terlena dengan keuntungan
keuntungan yang ditawarkan oleh Bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
top related