proposal bab 123
Post on 27-Dec-2015
54 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU
MENGGOSOK GIGI SETELAH SARAPAN DAN SEBELUM
TIDUR PADA ANAK USIA 6-8 TAHUN DI KELURAHAN
SUNGAI BELIUNG PONTIANAK TAHUN 2014
ARTA DEBORAH SIMANJUNTAK
I31110028
USULAN PENELITIAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun
dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak yang sehat harus menjadi perhatian
utama masyarakat. Perhatian terhadap kesehatan anak merupakan hal yang penting untuk
mencegah masalah kesehatan anak yang semakin meningkat termasuk di Indonesia
(Hidayat, 2008).
Masalah kesehatan anak dijadikan prioritas dalam upaya pengembangan bangsa,
dikarenakan anak merupakan generasi yang memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan sebagai penerus bangsa (Hidayat, 2008). Masalah yang sering dialami
oleh anak-anak adalah masalah dalam kesehatan gigi dan mulut (Damayanti, 2011). Oleh
karena itu, orang tua merupakan unsur penting dalam perawatan anak dan juga berperan
penting dalam menangani segala masalah kesehatan anak (Hidayat, 2012).
Peran orang tua yang aktif sangat diperlukan dalam perkembangan dan
pertumbuhan anak. Peran orang tua yang dimaksud adalah usaha langsung orang tua
terhadap anak seperti membimbing, memberi pengertian, mengingatkan, dan
menyediakan fasilitas kepada anak serta menciptakan lingkungan rumah sebagai
lingkungan sosial yang pertama dialami anak. Setiap perilaku atau tingkah laku orang tua
yang dilakukan berulang-ulang, maka anak pun akan menirunya dan akan menjadi ciri
kebiasaan anak (Suherman, 2000).
Menjadi orang tua memang bukan pekerjaan mudah, namun penuh anugerah dan
kebahagiaan melihat seorang anak lahir dan tumbuh menjadi besar merupakan
pengalaman yang sangat menakjubkan dan luar biasa. Menjadi orang tua tidak harus
melalui pendidikan formal khusus, harus dari TK sampai Universitas. Namun menjadi
orang tua dapat terjadi tanpa ada latar belakang pendidikannya. Untuk menjadi orang tua
yang sukses, orang tua harus mengenal kekuatan dan kelemahan diri dan belajar
mengenali kelemahan dan kekuatan anak-anak (Graha, 2007).
2
Orang tua juga harus menyadari bahwa pentingnya kunjungan pemeliharaan
kesehatan anak setiap tahunnya, termasuk dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak
(Potter dan Perry, 2010). Apabila anak-anak dalam satu keluarga sehat, tentu karena
orang tua keluarga itu dapat memperhatikan sungguh-sungguh kesehatan anaknya. Baik
buruk anak tercermin dari sikap dan perilaku orang tua terhadap anaknya, termasuk juga
dalam mengurus kesehatan gigi anaknya, misalnya menggosok gigi anaknya. Oleh
karena itu, apabila di dalam satu keluarga gigi anak-anaknya sehat maka boleh diambil
kesimpulan orang tua berhasil menjaga kesehatan keluarganya. Dengan kata lain orang
tua yang bijaksana adalah orang tua yang gigi anaknya sehat (Machfoeds, 2005).
Menggosok gigi adalah usaha untuk membersihkan gigi dari sisa makanan yang
dapat menyebabkan masalah gigi. Manfaat menggosok gigi antara lain menyingkirkan
plak, mencegah penyakit periodontal, dan menyegarkan napas. Keefektivitan menggosok
gigi berhubungan dengan penatalaksanaan menggosok gigi. Penatalaksanaan menggosok
gigi antara lain mengetahui dan menerapkan teknik menggosok gigi yang benar, memilih
sikat dan pasta gigi yang tepat, serta teratur menggosok gigi. Penatalaksanaan
menggosok gigi yang benar, mengatasi masalah kesehatan gigi, seperti karies gigi yang
sekarang menjadi salah satu masalah kesehatan gigi terbesar yang dialami oleh seluruh
anak didunia (Anggraeni, 2013).
Karies merupakan penyebab patologi primer atas penanggalan gigi pada anak.
Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian
besar orang dewasa pernah menderita karies. Di Amerika Serikat, karies gigi merupakan
penyakit kronis anak-anak yang sering terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi. Anak
usia antara 6-12 tahun atau anak usia sekolah masih kurang mengetahui dan mengerti
memelihara kebersihan gigi dan mulut, terbukti pada angka nasional untuk karies gigi
usia 12 tahun 76,62% (WHO, 2003).
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena prevalensi karies mencapai 80%. Prevalensi karies gigi
anak-anak Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 76,2%, dan prevalensi tertinggi terdapat
di Jakarta yaitu sebesar 52,7% (SKRT, 2001). Prevalensi nasional masalah gigi-mulut di
Indonesia adalah 23,5%. Terdapat 19 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi-mulut
di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Jambi, Bengkulu, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan
3
Papua Barat. Prevalensi nasional gosok gigi setiap hari adalah 91,1%. Terdapat 11
provinsi mempunyai prevalensi gosok gigi setiap hari di bawah prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara,
Papua Barat dan Papua. Prevalensi nasional waktu menggosok gigi sesudah sarapan
12,6% dan sebelum tidur 28,7%. Prevalensi perilaku menggosok gigi yang benar 7,3%
dan yang tidak benar 92,7%. Pada prevalensi nasional karies aktif adalah 43,4%.
Sebanyak 14 provinsi memiliki prevalensi karies aktif di atas prevalensi nasional, yaitu
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku (RISKESDAS
Nasional, 2007). Pada tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi-mulut di Indonesia
adalah 29,5%. Prevalensi karies gigi anak dengan usia 5-9 tahun yaitu sebesar 28,9% dan
anak usia 10-14 25,2%. Terdapat 3 provinsi yang mempunyai prevalensi masalah gigi-
mulut tertinggi (>35%) yaitu Kalimantan Selatan 36,1%, Sulawesi Tengah 35,6%, dan
Sulawesi Selatan 36,2%. Prevalensi menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8 dan tertinggi
di DKI Jakarta sebesar 98,1%, terendah di Papua sebesar 49,6%. Prevalensi nasional
waktu menggosok gigi pada saat sesudah sarapan 3,8% dan sebelum tidur 27,3.
Prevalensi nasional menggosok gigi dengan benar sebesar 2,3%, prevalensi provinsi
tertinggi di Sulawesi Barat 8,0% dan terendah di Lampung 0,4%. Prevalensi karies gigi
anak dengan usia 5-9 tahun yaitu sebesar 21,6% dan anak dengan usia 10-14 tahun yaitu
sebesar 20,6% (RISKESDAS Nasional, 2013).
Prevalensi orang dengan pengalaman karies anak di Kalimantan Barat yaitu
sebesar 75,1% dan prevalensi karies aktif 57,2%. Prevalensi perilaku menggosok gigi
setiap hari di Kalimantan Barat 93,5% dan prevalensi menyikat gigi yang benar 10,6%
(RISKESDAS Nasional, 2007). Prevalensi masalah gigi-mulut di Kalimantan Barat pada
tahun 2013 sebesar 20,6%, prevalensi anak dengan umur 5-9 tahun sebesar 28,9% dan
anak dengan umur 10-14 tahun 25,2%. Prevalensi perilaku menggosok gigi setiap hari
94,1% dan prevalensi menyikat gigi yang benar 3,5% (RISKESDAS Nasional, 2013).
Data Dinas Kesehatan Kota Pontianak tahun 2011 menunjukkan bahwa anak umur
5-9 tahun yang mengalami keluhan karies gigi sejumlah 395 orang anak dan anak umur
10-14 tahun sejumlah 534 orang anak. Pada tahun 2012 anak umur 5-9 tahun yang
mengalami keluhan karies gigi sejumlah 362 orang anak dan anak umur 10-14 tahun
sejumlah 505 orang anak. Pada tahun 2013 anak umur 5-9 tahun yang mengalami
4
keluhan karies gigi sejumlah 351 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 754
orang anak. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar (2002), Prevalensi karies gigi di
Provinsi Kalimantan Barat mencapai 99,0%. Dalam penelitian Rusmali (2010),
prevalensi karies gigi anak di Kota Pontianak tahun 2010 mencapai 57,0%. Frekuensi
menyikat gigi anak di Kota Pontianak, yaitu menyikat gigi 1x sehari sebanyak 4,5%,
menyikat gigi 2x sehari sebanyak 58,5% dan menyikat gigi 3x sehari 37,0%.
Data Puskesmas Perumnas II Kelurahan Sungai Beliung Pontianak tahun 2011
menunjukkan bahwa anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi
sejumlah 265 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 159 orang anak. Pada
tahun 2012 anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi sejumlah
134 orang anak dan anak umur 10-14 tahun sejumlah 174 orang anak. Pada tahun 2013
anak umur 5-9 tahun yang berkunjung dengan keluhan karies gigi sejumlah 206 orang
anak dan umur 10-14 tahun sejumlah 163 orang anak.
Pada penelitian sebelumnya oleh Listiowati (2009), memperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan bermakna antara peran orang tua terhadap perawatan gigi dengan
perilaku menggosok gigi sebelum tidur pada anak di TK Al-Firdaus Mranggen Demak
Semarang. Berdasarkan fenomena karies gigi yang terjadi, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi
setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung
Pontianak. Alasan peneliti mengambil penelitian anak yang berusia 6-8 tahun, karena
anak usia sekolah khususnya anak SD yang berusia 6-8 tahun merupakan usia yang
rentan mengalami karies. Karena pada periode tersebut gigi permanen dan gigi susu
berada di dalam mulut bersamaan. Dan pada usia 6-8 tahun gigi anak akan berganti
menjadi gigi permanen, sehingga butuh perhatian khusus oleh orang tua dalam
melakukan perawatan gigi anak, khususnya dalam perilaku menggosok gigi.
1.2 Perumusan Masalah
Karies merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dalam masyarakat, dan
dapat ditemukan pada anak usia dini. Karies gigi yang masih besar khususnya di Kota
Pontianak yang mencapai 57,0% pada tahun 2010 membuat orang tua harus lebih displin
lagi dalam melakukan perawatan gigi anak, khusunya dalam perilaku menggosok gigi.
Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan peran
orangtua dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak
usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung Pontianak.
5
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok
gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak usia 6-8 tahun di Kelurahan
Sungai Beliung Pontianak
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui peran orang tua dalam perilaku menggosok gigi di Kelurahan
Sungai Beliung Pontianak
2) Mengetahui perilaku menggosok gigi anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai
Beliung Pontianak
3) Menganalisis hubungan peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi pada
anak usia 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung Pontianak.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Orang Tua
Menambah pengetahuan orang tua tentang perawatan gigi anak, dalam hal
membimbing dan memberi pengertian, mengingatkan, serta menyediakan
fasilitas kepada anak agar dapat memelihara kesehatan gigi.
1.4.2 Bagi Sekolah
Memberikan informasi tambahan kepada sekolah untuk meningkatan
pembelajaran tentang perawatan gigi kepada siswa serta menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya kesehatan gigi.
1.4.3 Bagi Petugas Kesehatan
Menjadi salah satu bahan informasi dalam penanganan perawatan gigi anak.
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah informasi tentang perawatan gigi pada anak dan peran orang tua
terhadap perilaku menggosok gigi pada anak. Selain itu, sebagai pengalaman
belajar dalam kegiatan penelitian.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Orang Tua
2.1.1 Pengertian
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal.
Peran didasarkan pada ketentuan dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi
harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran
tersebut ( Friedman, 1998). Menurut Soekanto (1990), Peran adalah aspek dinamis
dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.
Orang tua merupakan seorang atau dua orang ayah ibu yang bertanggung
jawab pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan (Widnaningsih,
2005). Orang tua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orang tua dapat
ditiru, sehingga anak yang bersekolah pun sudah mau dan mampu menyikat gigi
dengan baik dan teratur melalui orang tuanya (Maulani, 2005).
Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah
mendidik anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak, maka mereka
mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi,
tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru
dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat
melaksanakan pendidikan terhadap anaknya, maka diperlukan adanya beberapa
pengetahuan tentang pendidikan (Maulani, 2005).
2.1.2 Macam-macam Peran
Ada dua macam peran, yaitu :
1. Peran Formal
Peran formal merupakan peran yang membutuhkan keterampilan dan
kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut. Peran formal yang
standar yaitu terdapat seorang ayah dan ibu yang memiliki tugas dan peran
masing-masing. Ayah sebagi pencari nafkah dan ibu sebagai pengatur ekonomi
keluarga dan disamping itu juga terdapat tugas pokoknya sebagai ibu yaitu
7
sebagai pengasuh anak. Jika salah satu anggotanya tidak memenuhi peran
tersebut, maka untuk memenuhi suatu peran tersebut diantaranya harus
mengambil alih peran tersebut agar semua peran tetap berfungsi (Friedman,
1998).
2. Peran Informal
Peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu
didasarkan pada usia, jenis kelamin, tetapi lebih berdasarkan pada personalitas
atau kepribadian individu. Jika pelaksanaan peran informal efektif maka dapat
mempermudah pelaksanaan peran-peran formal (Friedman, 1998).
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi peran
1. Faktor kelas sosial
Menurut Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa kelas sosial
ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
Yang dimana semakin tinggi status sosial, maka semakin tinggi kelas sosial
nya, dikarena terpenuhinya semua kebutuhan yang diperlukan.
Pada keadaan status ekonomi yang kurang, peran sang ibu penting dalam
hal ini. Ibu lebih bersifat tradisional padangannya terhadap mengasuh anak
dengan suatu penekanan yang lebih besar pada kehormatan, kedisplinan, dan
kepatuhan serta kebersihan. Dibandingkan dengan keluarga menengah atas
yang lebih menitik beratkan pada pengembangan pengendalian kekuatan
sendiri dan kemandirian prinsip perkembangan dan psikologi antara orang tua
dan anak (Friedman, 1998).
2. Faktor bentuk keluarga
Tahap pengembangan keluarga dimulai dari terjadinya pernikahan dan
saling menyatukan dua pribadi yang berbeda, dan akan melanjutkan ke tahap
pesiapan menjadi orang tua. Pada setiap individu peran yang berbeda sesuai
dengan keadaan (Firedman, 1998).
3. Faktor model peran
Individu merupakan bagian dari masyarakat, informasi yang diterima
individu terkait dengan masalah sehari-hari dalam masyarakat akan
menyebabkan masalah peran pada diri individu tersebut sehingga akan terjadi
trasisi peran dan konflik peran (Friedman, 1998)
8
4. Faktor peristiwa situasional khususnya khususnya masalah kesehatan
Pada kehidupan situasional yang berhadapan dengan keluarga dengan
pengaruh sehat-sakit terhadap peran keluarga. Peran sentral ibu sebagai
pembuat keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, konselor, dan pemberi
asuhan keluarga (Firedman, 1998).
2.1.4 Peran orang tua terhadap perawatan gigi anak
Anak-anak memang masih dalam taraf memerlukan bimbingan yang ketat,
orang tua memerlukan kesabaran yang luar biasa dan kebijaksanaan yang
sempurna. Anak-anak umumnya senang mengonsumsi permen, padahal permen
adalah musuh gigi anak-anak. Artinya, apabila anak-anak terlalu banyak makan
permen dan jarang membersihkan segera setelah mengulum permen, maka giginya
akan banyak kariesnya. Oleh karena itu harus dibatasi anak-anak mengonsumsi
permen atau cokelat manis yang sangat mudah menempel di sela-sela gigi
(Machfoedz, 2005).
Anak-anak bealum dapat menggosok gigi secara benar dan mungkin saja
malah tidak mau. Maka dari itu, harus dicari cara agar anak senang menggosok
gigi. Caranya dapat dilakukan ketika masih usia gigi anak tumbuh, yakni setelah
usia enam bulan, mulai diperlihatkan cara menggosok gigi. Bila ayah atau ibu
sedang menggosok gigi, ajaklah anak untuk melihat (Machfoedz, 2005).
Menggosok gigi anak merupakan salah satu cara paling baik dan efektif
untuk mencegah karies gigi dan memelihara kesehatan gigi anak. Menggosok gigi
merupakan membersihkan gigi dari partikel makanan, plak, bakteri dan
mengurangi ketidaknyamanan dari bau dan rasa yang tidak nyaman (Potter, 2005).
Beberapa hal yang harus diperhatikan didalam menerapkan teknik
pemeliharaan kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar adalah :
1. Waktu yang tepat untuk menggosok gigi
Menggosok gigi yang tepat waktunya ialah sesudah makan dan sebelum
tidur. Kebiasaan menggosok gigi pagi pada saat mandi saja sangat tidak
dianjurkan, sebab sesudah menggosok gigi pagi disaat mandi, orang akan makan
pagi. Setelah makan pagi, jika hanya dilakukan dengan kumur-kumur saja akan
kotor. Kuman paling aktif dapat merusak email gigi sekitar setengah jam sejak
saat selesai makan. Pada saat itu sisa makan akan segera dirubah oleh kuman
menjadi asam yang dapat melunakkan email tersebut (Machfoedz, 2005).
9
Maulani (2005) mengemukakan bahwa menggosok gigi setelah sarapan
khususnya makanan karbohidrat, akan mengalami fermentasi atau peragian
terhadap glukosa. Hasilnya berupa senyawa bersifat asam dan membuat
lingkungan sekitar gigi bersuasana asam. Dalam beberapa menit derajat
keasaman tadi akan meningkat atau pH-nya turun. Jika berlanjut, penurunan
nilai pH kritis yaitu nilai pH yang dapat memicu hilangnya garam kalsium pada
email gigi sebagai penyebab gigi berlubang. Namun ada bakteri yang bernama
Veillonella alcalescens, akan merusak kembali senyawa asam tersebut. Setelah
beberapa waktu, pH plak akan berangsur naik kembali mencapai ph normal.
Setelah 20-30 menit setelah makan, pH akan kembali normal. Masa 20-30 menit
setelah kita menyantap makanan yang mengandung karbohidrat (mengandung
gula) merupakan saat-saat yang sangat rentan untuk terjadinya kerusakan gigi.
Menggosok gigi yang benar adalah sekitar setengah jam sesudah sarapan dan
frekuensi menyikat gigi yang baik adalah minimal dua kali sehari, pagi 30 menit
setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur (Maulani, 2005).
2. Mengajarkan anak syarat-syarat memilih sikat gigi yang baik.
Memilih sikat gigi anak juga harus disesuaikan keadaan gigi anak. Apabila
gigi dan rahangnya kecil, orang tua dapat memilih sikat gigi dengan bulu yang
pendek dan sempit. Namun apabila gigi dan rahangnya agak besar, orang tua
memiliki sikat gigi dengan bulu yang lebih lebar dan lebih sesuai. Sikat gigi
yang cocok untuk anak adalah sikat gigi dengan bulu nilon yang lembut atau
ujung bulunya membulat karena bulu sikat gigi dan ujung yang kasar dapat
melukai gusi sedangkan anak masih belajar melakukan kontrol terhadap sikat
giginya.
Sikat gigi anak diganti setidaknya 2 bulan sekali atau segera ganti jika bulu
sikat gigi sudah melebar. Sikat gigi anak lebih cepat rusak karena mereka masih
dalam proses berlatih, sehingga kadangkala tekanan sikat gigi berlebihan
membuat bulunya menjadi lebih cepat rusak dan melebar. Sikat gigi tidak boleh
dipakai bersama-sama atau berganti-ganti. Jadi jika mempunyai anak lebih dari
satu, tentukan warna masing-masing kesukaan anak dan 2 bulan kemudian
diganti ataupun bila bulu sikat gigi sudah melebar. Orang tua berperan
mengingatkan anak menggosok giginya sendiri, sehingga disaat orang tua lupa,
anak dapat menggosok giginya sendiri dengan tepat (Maulani, 2005). Bila anak
10
sudah mulai menggosok giginya sendiri, orang tua harus mengawasi sesekali
waktu sikat gigi anak. Seringkali sisa pasta gigi mengendap pada dasar bulu
sikat gigi. Setelah sikat gigi bersih, letakkan sikat dengan bulu di atas, sehingga
memungkinkan air mengalir kebawah dan bulu sikat cepat kering. Dengan
mengajak anak dalam memilih dan membeli pasta gigi dan sikat gigi
kesukaannya, motivasi anak akan meningkat dan ia akan rajin membersihkan
gigi setiap hari dengan sikat gigi kesayangannya tersebut (Maulani, 2005).
Menurut Machfoedz (2005), Sikat gigi yang baik memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut yaitu :
a. Tangkai lurus dan mudah dipegang
b. Kepala sikat gigi kecil, sikat gigi besar tidak dapat masuk ke bagian-bagian
yang sempit dan dalam
c. Bulu sikat gigi harus lembut dan data
3. Memberikan pasta gigi yang baik
Saat ini pasta gigi untuk anak-anak ada dalam bermacam-macam warna
dan rasa dengan bentuk gel bening maupun pasta. Untuk anak yang belum bisa
berkumur dan meludah, bisa dipilihkan pasta gigi yang tidak mengandung fluor.
Jika sudah bisa meludah dan bisa membuang kumurnya, anak boleh diberi pasta
gigi yang mengandung flour. Pasta gigi anak yang mengandung fluor sebanyak
30% dari kandungan fluor pasta gigi dewasa. Orang dewasa menggunakan 0,30
gr pasta gigi sekali pakai, sedangkan pada anak-anak sepertiganya. Diperkirakan
25%-33% anak menelan pasta gigi sewaktu menyikat giginya, sehingga
kemungkinan anak menelan fluor adalah sebanyak 0,5-0,6 mgF/hari.
Perlu perhatian orang tua untuk mengawasi anaknya dalam menyikat gigi,
karena pasta gigi anak yang zaman sekarang sudah banyak beraneka rasa, jadi
memungkin anak akan memakan pasta giginya. Terlalu banyak menelan pasta
gigi dapat membahayakan anak. Jadi pasta gigi yang dipilih berdasarkan
kebutuhan dan usia anak dan diawasi oleh orang tua (Maulani, 2005).
4. Mengajarkan anak cara menggosok gigi yang benar
Pada dasarnya menggosok gigi yang benar adalah menyikat semua
permukaan gigi sampai bersih dan plak juga hilang sempurna. Gerakan menyikat
gigi pelan-pelan, dan bersihkan salah satu sisi dulu baru berpindah ke sisi lain
(Machfoedz, 2005). Tujuan menggosok gigi adalah untuk membersihkan sisa
makanan yang menempel pada gigi. Menggosok gigi yang benar dilakukan
11
dengan menyikat seluruh permukaan gigi, atas, bawah, depan, belakang untuk
menghilangkan plak (Maulani, 2005).
Melakukan gosok gigi sebaiknya dilakukan selama 2 menit supaya air
ludah juga dapat keluar dan membersihkan kantong gusi yang terletak di
perbatasan gigi dan gusi. Kantong gusi ini mempunyai kedalaman normal 2-4mm
yang perlu juga dibersihkan untuk mencegah makanan menempel di sela-sela
gigi. Kemiringan bulu sikat gigi sebesar 45º pada daerah kantong gusi dapat
membantu bulu sikat gigi yang masuk ke dalam kantong gusi untuk melakukan
pembersihan yang maksimal. Selain melakukan penyikatan gigi dengan bulu
sikat dengan kemiringan 45º, jangan lupa menyikat permukaan gigi yang
menghadap ke lidah dan permukaan gigi yang menghadap ke langit-langit mulut.
Setelah menggosok gigi, sikat pula lidah karena lidah ini permukaannya tidak
rata dan bisa menyimpan sisa-sisa makanan yang menimbulkan bau. Berkumur
yang baik sebanyak sekali saja untuk membantu fluor yang terdapat pada pasta
gigi tetap tertinggal lebih lama di dalam gigi dan rongga mulut. Sikat gigi
terpantau dengan pasta gigi yang mengandung fluorida pada anak-anak sekolah
dasar dapat menurunkan kejadian karies 12%-40% (Maulani, 2005).
Teknik menggosok gigi anak usia sekolah dasar menurut Srigupta (2004),
meliputi membersihkan permukaan dalam dan luar dari gigi bagian atas dengan
gerakan memutar ke bawah, lalu membersihkan permukaan dalam dan luar dari
gigi bagian bawah dengan gerakan memutar ke atas selanjutnya membersihkan
permukaan gigi depan bagian dalam dengan gerakan dari dalam ke luar. Setelah
itu bersihkan juga permukaan gigi geraham bagian atas dan bawah yang
digunakan untuk mengunyah dengan gerakan dari belakang ke depan lalu dari
dalam keluar dan dari luar ke dalam.
5. Mengajarkan anak cara menyimpan sikat gigi yang benar
Sesudah menggosok gigi, sikat gigi yang digunakan harus dicuci bersih.
Bila diletakkan begitu saja maka air yang terdapat di sikat gigi tersebut tidak
segera kering dan kuman yang tinggal akan berkembang biak. Tetapi bila
digantung maka sikat gigi akan segera kering dan bersih dari kuman. Tempat
yang basah memungkinkan kuman menempel dan berkembang biak
(Machfoedsz, 2005).
12
Gambar 2.1
2.2 Perilaku
2.2.1Pengertian
Perilaku manusia (human behaviour) merupakan sesuatu yang penting dan
perlu dipahami secara baik. Perilaku manusia mencakup dua komponen, yaitu
sikap atau mental dan tingkah laku. Sikap atau mental merupakan sesuatu yang
melekat pada diri manusia. Sikap diartikan sebagai reaksi manusia terhadap suatu
keadaan atau peristiwa, sedangkan tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari
manusia sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi (Herijulianti,
2001).
Pengertian perilaku dari segi biologis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
atau aktivitas organisme. Adapun perilaku manusia dapat di artikan sebagai
aktivitas manusia yang sangat kompleks sifatnya, antara lain perilaku dalam
berbicara, berpakaian, berjalan dan sebagainya. Perilaku ini umunya dapat dinilai
oleh orang lain, atau biasa disebut internal activities seperti persepsi, emosi,
pikiran dan motivasi (Herijulianti, 2001).
13
2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Oleh karena itu,
untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan suatu kondisi yang
disebut operant conditioning (dengan menggunakan urutan-urutan komponen
penguat berupa hadiah atau reward).
Proses pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skiner
dalam Sunaryo (2004), adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengenalan terhadap sesuatu sebagai penguat, berupa hadiah atau
reward
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-bagian kecil pembentuk
perilaku yang diinginkan, selanjutnya disusun dalam urutan yang tepat menuju
terbentuknya perilaku yang diinginkan
c. Menggunakan bagian-bagian kecil perilaku seperti sebagai berikut :
- Bagian-bagian perilaku disusun secara urut dan dipakai sebagai tujuan
sementara
- Mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian
- Membentuk perilaku terhadap bagian-bagian yang telah disusun
- Jika bagian perilaku utama telah dilakukan, hadiah akan diberikan sehingga
tindakan tersebut sering dilakukan. Dan akhirnya akan dibentuk perilaku
kedua dan seterusnya sampai terbentuk perilaku yang diharapkan
2.2.3 Ciri-Ciri Perilaku
Dikutip dari Sarwono (1983) dalam Sunaryo (2004), Ciri-ciri perilaku
manusia disbanding dengan makhluk lain yaitu :
1. Kepekaan sosial
Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat
menyesuaikan perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia
adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama
dengan orang lain. Perilaku manusia adalah perilaku situsional, artinya perilaku
manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.
2. Kelangsungan Perilaku
Kelangsungan perilaku artinya antara perilaku yang satu ada kaitannya
dengan perilaku orang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang
baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi
secara berkesinambungan.
14
3. Orientasi pada tugas
Orientasi tugas ini merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi
pada suatu tugas tertentu. Ciri perilaku yang terkahir adalah usaha dan
perjuangan.
4. Usaha dan perjuangan
Usaha dan Perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri
serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin
diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita yang ingin
diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya berjuang untuk mendapatkan
sesuatu yang sudah terdapat di alam.
2.2.4 Jenis-Jenis Perilaku
Menurut Maulana (2009) memaparkan perilaku dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan menjadi dua, yaitup Perilaku tertutup
(Convert behaviour) dan perilaku terbuka (Overt behaviour).
1. Perilaku tertutup (Convert behaviour) adalah respon seseorang terhadap
stimulus sifatnya masih tertutup (convert). Respon ini masih terbatas terhadap
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati jelas oleh
orang lain.
2. Perilaku terbuka (Overt behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus
bersifat terbuka atau dalam bentuk tindakan nyata, serta dapat dengan muda
diamati jelas oleh orang lain.
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Dalam menganalisis perilaku manusia dari segi kesehatan orang dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu dari dalam perilaku dan dari luar perilaku. Dan perilaku
terbentuk dari dua faktor, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Terbentuknya suatu perilaku dimulai dari cognitive domain dalam arti
subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi tentang
perawatan gigi sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek terhadap
pengetahuan tentang perawatan gigi. Pengetahuan, sikap, praktek atau tindakan
terhadap perawatan gigi diharapkan akan membentuk perilaku subyek terhadap
perawatan gigi (Maulana, 2009).
15
a.Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil
dari “tahu” dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan juga
merupakan domain (kawasan) yang penting untuk terbentuknya perawatan
gigi yaitu tingkat pengetahuan.
Pengetahuan yang cukup dalam cognitive domain, mempunyai enam
tingkatan, yaitu yang pertama adalah tahu (know) yang artinya mengingat
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap materi perawatan
gigi serta tindakan dalam perilaku menggosok gigi yang telah diterima. yang
kedua adalah memahami (comprehension) , mempunyai arti yaitu suatu
kemampuan untuk menjelaskan atau mempraktekan secara benar tentang
perilaku menggosok gigi. yang ketiga adalah aplikasi (application), diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tentang penting
menggosok gigi. selanjutnya yang keempat adalah analisis (analisys), suatu
kemampuan dalam menghubungkan dan menguraikan seluruh materi
tersebut. Dan yang terakhir membuat dan mengevaluasi (evaluation), dalam
hal ini berkaitan dengan suatu kemapuan untuk melakukan tindakan dan
penilaian terhadap materi tersebut.
b.Sikap
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap
belum merupakan tindakan atau reaksi terbuka, akan tetapi merupakan
predisposisi perilaku (tindakan) atau disebut dengan reaksi tertutup. Sikap
terhadap pentingnya menggosok gigi merupakan respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap materi perawatan gigi. Sikap juga merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap pengetahuan tentang pentingnya perawatan
gigi dalam hal menggosok gigi. Penghayatan terhadap pengetahuan ini
meliputi komponen pokok untuk perawatan gigi,yaitu kepercayaan, ide,
konsep. ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(Notoatmodjo, 2003).
16
c. Tindakan atau praktek
Sikap erat hubungannya dengan tindakan atau praktek. Suatu sikap tiak
secara otomatis terwujud dalam suatu tindakan atau praktek. untuk
mewujudkan suatu sikap menjadi suatu tindakan atau perbuatan nyata, maka
diperlukan faktor pendukung, antara lain fasilitas dan dukungan (support).
Suatu tindakan atau praktek memiliki tingkatan diantaranya, persepsi
(perception), respon terpimpin (Guided response), mekanisme (mechanism)
dan adopsi (adoptation). Dalam persepsi (perception), mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan
praktek tingkat pertama, sedangkan pada respon terpimpin (Guided response)
melakukan sesuatu dengan sesuatu yang benar dan sesuai dengan contoh,
misalnya dapat melakukan menggosok gigi dengan urutan yang benar dan
sesuai contoh, ini merupakan praktek atau tindakan tingkat kedua.
selanjutnya pada mekanisme (mechanism) berarti dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis dan tanpa paksaan, misalnya anak dapat
menggosok gigi tanpa disuruh atau tanpa paksaan orang tuanya lagi. maka
dari itu jika tercipata tindakan tersebut maka tercapailah praktek atau
tindakan tingkat ketiga. Tingkatan yang terakhir adalah adopsi (adoptation),
yaitu suatu tindakan atau suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik.
Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
2. Faktor pendorong
Menurut Green (1980) dalam Maulana (2009), Mengemukakan bahwa
faktor pendorong memungkinkan terjadinya perilaku. Hal ini berupa
lingkungan fisik, fasilitas kesehatan serta peran keluarga,terutama orang tua,
guru, dan petugas kesehatan berpengaruh pada perilaku individu. Untuk
bertindak dalam mencapai suatu tujuan terwujudnya perilaku anak yang baik,
maka harus saling bahu membahu agar terciptanya kerjasama yang baik antara
pihak rumah atau keluarga dengan sekolah yang akan mendukung anak dalam
memperoleh pengalaman yang hendak dirancang. Lingkungan yang yang akan
mendorong proses belajar melalui penjelajah dan penemuan untuk terjadinya
suatu perilaku
17
2.3 Perawatan Gigi
2.3.1 Gigi Susu
Pertumbuhan gigi sendiri dimulai dengan munculnya gigi susu. Masa
pertumbuhan gigi susu berbeda pada setiap anak. Munculnya gigi susu normal
pertama kali antara usia 4-6 bulan dan paling lambat antara 20-26 bulan. Gigi akan
tumbuh secara lengkap sejumlah 20 buah gigi, yaitu 10 gigi atas, 10 gigi bawah.
Perbedaan gigi susu dan gigi tetap adalah gigi susu berwarna lebih putih dan relatif
berukuran kecil dibandingkan gigi tetap. Gigi susu satu dengan lainnya memiliki
letak renggang di dalam rongga mulut karena sebagai persiapan tempat gigi tetap
yang berukuran lebih besar.Sehingga gigi tetap rapat satu sama lain. Pergantian
dapat digolongkan menjadi 3 periode berbeda,yaitu periode gigi susu( 0-5 tahun ),
periode gigi bercampur (6-14 tahun ), periode gigi tetap (di atas 14 tahun)
(Maulani, 2005).
Masa pembentukan gigi susu sangat perlu di perhatikan karena merupakan
masalah yang rentan. Maka perlu perhatian orang tua dalam perawatan gigi anak,
terutama pada tahap gigi susu. Sekitar usia 1 tahun atau dalam jangka waktu 6
bulan setelah gigi pertamanya tumbuh. Setelah itu setidaknya rutin memeriksakan
giginya ke dokter gigi setahun sekali. Dan ketika gigi pertamanya sudah tumbuh,
orang dapat melakukan perawatan gigi susu anak dengan menyikat gigi anak. Pilih
sikat gigi dengan kepala yang kecil dan bulu sikat dengan ujung membulat yang
lembut. Biasakan menyikat gigi dua kali sehari, setelah sarapn dan malam minimal
selama 2 menit. Saat ia sudah berusia 18 bulan, sebelum usia tersebut
membersihkan gigi cukup dengan sikat gigi lembut dan air. Ketika anak sudah
berusia 6 tahun anak dapat menggunakan pasta gigi biasa.
2.3.2 Gigi Tetap
Sebelum gigi menjadi menjadi gigi tetap, anak melewati periode gigi
bercampur yang terjadi pada anak usia 6-14 tahun. Gigi bercampur keadaan
dimana gigi susu mulai tanggal dan gigi tetap mulai tumbuh. Dalam kondisi gigi
baik (tidak berlubang) gigi susu akan tanggal dengan sendirinya mulai usia 5-6
tahun, diikuti pertumbuhan gigi tetapnya mulai usia 6-7 tahun untuk menggantikan
gigi-gigi susu dan akan lengkap hingga berjumlah 28 gigi pada usia 12-13 tahun.
Perawatan pada gigi tetap seharusnya tidak luput juga dari perhatian orang tua,
karena apabila gigi tetap mengalami kerusakan akibat gigi berlubang maka harus
dilakukan pencabutan. gigi tetap ini tidak akan ada gigi penggantinya yang akan
18
tumbuh. Untuk mengatasi masalah ini hanya dapat dilakukan perawatan ortodontik
untuk dapat merapikan gigi-gigi yang tidak rapi dan prostetik yaitu mengganti
dengan gigi tiruan dan melakukan sikat gigi 2 kali sehari, setelah sarapan dan
sebelum tidur untuk mencegah karies gigi (Maulani, 2005).
2.4 Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta:EGC
2.5 Hipotesis
Ho : Tidak ada Hubungan antara peran orang dengan perilaku menggosok gigi
pada anak usia 6-8 tahun di Perumnas II Pontianak
Ha : Ada Hubungan antara peran orang dengan perilaku menggosok gigi
pada anak usia 6-8 tahun di Perumnas II Pontianak
19
Faktor predisposisi:- Pengetahuan- Sikap- Tindakan atau praktek
Perilaku Menggosok Gigi Setelah
Sarapan dan Sebelum TidurFaktor Pendukung :
- Lingkungan- Fasilitas Kesehatan- Peran Orang tua
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena peneliti harus
mendefinisikan variabel penelitian dan melakukan analisis atas data yang diperoleh
(Danim, 2003).
3.2 Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik yang merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel (Dahlan, 2010).
Yaitu variabel independen (peran orang tua) dan variabel dependen (perilaku menggosok
gigi setelah sarapan dan sebelum tidur). Desain penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan cross-sectional yang menekankan waktu pengukuran data variabel dependen
dan independen hanya satu kali pada suatu saat yang sama (Nursalam, 2011).
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,
2011). Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak yang
berumur 6-8 tahun di Kelurahan Sungai Beliung. Adapun jumlah anak usia 6-8 tahun di
Kelurahan Sungai Beliung berjumlah 3.360 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat digunakan sebagai subjek
penelitian (Nursalam, 2011). Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah orang tua
yang memiliki anak usia 6-8 tahun di Keluarahan Sungai Beliung.
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik Probability
Sampling dengan menggunakan rancangan simple random sampling yang dimana teknik
ini dilakukan berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti sendiri.
Menurut Nursalam (2011), besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
20
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah Populasi
d : Tingkat Kepercayaan / tingkat ketepatan yang di inginkan (0,05)
Diketahui :
N : 3360
d : 0,05
Cara menghitung sampel :
399,88 = 400
Jadi, besar sampel yang dibutuhkan dari hasil perhitungan sejumlah 97 responden
(400 responden Ibu dan 400 responden anak)
3.4 Kriteria Sampel Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Orang tua yang memiliki anak usia 6-8 tahun
b. Anak dengan usia 6-8 tahun
21
c. Bersedia menjadi responden
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Tidak mengisi kuisoner secara lengkap
b. Tidak bisa baca tulis
3.5 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka Konsep penelitian digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Skema 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen atau variabel terikat adalah suatu variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas, dengan kata lain dependen
merupakan variabel akibat atau efek (Hidayat, 2011). Variabel terikat (variabel
yang dipengaruhi) dalam penelitian ini adalah perilaku menggosok gigi setelah
sarapan dan sebelum tidur anak usia 6-8 tahun.
3.6.2 Variabel Independen (Variabel bebas)
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
variabel lain, dengan kata lain independen merupakan variabel risiko atau sebab
(hidayat, 2011). Variabel risiko (variabel yang mempengaruhi) dalam penelitian ini
adalah peran orang tua.
3.7 Definisi Operasional
22
Peran Orang tuaPerilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur
Definisi operasional adalah ketika variabel-variabel penelitian menjadi bersifat
operasional. Definisi operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak
menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut (Wasis, 2008).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
1. Peran Orang tua
Suatu aktivitas orangtua untuk mengajarkan anak usia 6-8 tahun dalam memelihara kesehatan gigi yang meliputi : a. Mengajarkan
waktu yang tepat dalam menggosok gigi
b. Mengajarkan syarat-syarat sikat gigi yang baik
c. Mengajarkan pemberian pasta gigi yang baik
d. Mengajarkan cara sikat gigi yang benar
e. Mengajarkan anak untuk menyimpan sikat gigi yang benar
Kuisoner Kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan negative dan positif dengan kategori jawaban :
- selalu = 2- kadang- kadang= 1- tidak pernah= 0
1. Baik (Cut off point ≥ mean/median)
2. Kurang Baik (cut off point ≤ mean/median)
Menggunakan nilai mean jika distribusi data peran orang tuanya normal dan menggunakan nilai median jika distribusi data peran orang tuanya tidak normal.
Nominal
2. Perilaku menggosok gigi setelah sarapan
Anak yang melakukan atau tidak melakukan kebiasaan menggosok gigi setelah sarapan
Kuesioner Kuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaan
1. Melakuka2. Tidak
Melakukan
Nominal
23
3. Perilaku menggosok gigi sebelum tidur
Anak yang melakukan atau tidak melakukan kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur
Kuesioner Kuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaan
1. Melakukan2. Tidak
Melakukan
Nominal
3.8 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 71 Pontianak. Waktu yang diperlukan dari
mulai penyusunan proposal ujian hasil adalah bulan Desember 2013-Mei 2014
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
KegiatanBulan / Tahun 2013-2014
Desember Januari Febuari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan topik dan judul
penelitian
Studi Pendahuluan
penyusunan proposal
Sidang Proposal
Pengambilan data, analisa
dan bimbingan
penyusunan laporan hasil
Ujian Hasil
Pengumpulan Skripsi
3.9 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuisoner, yang dimana untuk
mengukur variabel peran orang tua dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan
sebelum tidur. Kuisoner dalam penelitian ini terdiri dari 2 Kuisoner ,yaitu :
Kuisoner I : Kuisoner ini terkait pertanyaan tentang identitas responden dan terkait
dengan peran orang yang terdiri dari 15 item pertanyaan, masing-masing
item pertanyaan jawaban diukur dengan diberi skor : “selalu” nilainya 3;
“kadang-kadang” nilainya 2; “tidak pernah” nilainya 1 dan akan
dikatergorikan bila baik (Cut off point ≥ mean/median) dan bila Kurang
24
Baik (cut off point ≤ mean/median. Hasil ukur menggunakan nilai mean
jika distribusi data peran orang tuanya normal dan menggunakan nilai
median jika distribusi data peran orang tuanya tidak normal.
Kuisoner II: Kuisoner pada bagian ini terkait dengan identitas anak dan terkait dengan
perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur yang terdiri dari
4 item apertanyaan, yang dapat dikategorikan menjadi melakukan dan tidak
melakukan.
Pembagian kuisoner akan dilakukan apabila kuisoner tersebut telah diuji validitas
dan uji realibilitas.
1. Uji Validitas
Validitas yang merupakan suatu alat ukur dan pengamatan suatu instrumen
(Zuldafrial, 2011). Validitas berkaitan dengan kesesuaian antara satu konsep dengan
indikator yang digunakan (Prasetyo dan Lina, 2011). Uji validitas ini dilakukan
menggunakan uji korelasi pearson product moment dan diuji cobakan pada 20
responden pada taraf signifikan 5% adalah 0,444 (Machfoedz, 2013). Instrumen
dikatakan valid jika nilai r dihitung lebih besar dibandingkan dengan nilai r tabel
pada alpa 0,05 (Listiowati, 2009).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang
berlainan (Zuldafrial, 2011). Bila pengamatan yang diukur tidak sama, maka
dikatakan perangkat ukur tersebut tidak reliabel (Prasetyo dan Lina, 2011). Dari
instrumen tersebut jika alpha cronbach mendekati angka 1 atau ≥ 0,60, maka
instrumen tersebut dikatakan reliabel (Listiowati, 2009)
3.10 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data harus sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari pengisian kuisoner,
prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.10.1 Tahap Persiapan
25
Penelitian akan dilakukan setelah memperoleh ijin dari pihak sekolah
untuk melakukan penelitian. Peneliti akan mendatangi lokasi yang terletak di
SDN 71 dan SDN 72 Pontianak dan melakukan sosialisasi proposal dengan
Kepala sekolah, Guru-guru, dan melakukan pendekatan kepada calon reponden.
Bagi calon responden orangtua, peneliti akan mendatangi kerumahnya.
3.10.2 Tahap Pemilihan Responden
Langkah-langkah pemilihan responden yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Setelah memperoleh surat ijin untuk melakukan penelitian, peneliti
mendatangi lokasi penelitian yaitu SDN 71 Pontianak dan SDN 72 Pontianak
2. Peneliti memperkenalkan diri dan melakukan penjelaskan singkat kepada
pihak sekolah tentang prosedur dan tujuan penelitian ini dilakukan
3. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden dan melakukan
pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan tentang tujuan dan
prosedur penelitian. Bagi responden yang setuju untuk berpatisipasi dalam
kegiatan penelitian selanjutnya diberikan lembar persetujuan penelitian untuk
ditanda tangani.
4. Peneliti membagi kuisoner kepada orangtua (Ibu) dan memberikan penjelasan
kepada responden tentang cara pengisian kuisoner serta diminta untuk
mengisi biodata orangtua dan mengisi pertanyaan yang terdapat dalam
kuisoner serta diminta memilih jawaban sesuai point yang ada. Bagi orang
yang tidak hadir dalam penelitian,peneliti akan mendatangi rumahnya
5. Peneliti membagikan kuisoner terpimpin kepada anak. Peneliti memberikan
bantuan kepada responden tentang cara pengisian kuisoner dan diminta untuk
memilih jawaban sesuai dengan point yang ada.
6. Kuisoner yang terisi lengkap lalu diserahkan kepada peneliti
3.11 Rencana Pengolahan Data
Hasil data kuisoner yang telah terkumpul lengkap lalu diolah melalui tahapan
pengolahan data sebagai berikut:
3.11.2 Editing
26
Peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang telah diisi oleh responden.
diantaranya, kelengkapan dalam pengisian identitas dan pertanyaan dalam
kuisoner tersebut. sehingga apabila terdapat pengisian yang tidak lengkap ataupun
ketidaksesuaian dalam pengisian,dapat dilengkapkan segera.
3.11.3 Coding
Melakukan kegiatan data mengubah data berbentuk huruf/kalimat menjadi
data angkat atau bilangan yang dimana akan mempermudah pada saat analisa data
dan pada saat entry data. dalam pemberian coding tentang hubungan peran
orang tua jika peran baik = 1, jika kurang baik = 2. Pada perilaku
menggosok gigi anak setelah sarapan dan sebelum tidur melakukan = 1, jika
melakukan = 2.
3.11.4 Entry Data
Data yang didapat dari pengumpulan kuisoner dimasukkan kedalam program
komputer atau software dalam bentuk kode angka.
3.11.4 Cleaning
Setelah semua data responden selesai dimasukkan, dilakukan pengecekan
kembali untuk melihat apakah ada tidaknya kesalahan, ketidaklengkapan,dan
sebagainya,kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
3.12 Analisa Data
Analisa data merupakan proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat
bagaimana menginterpretasikan data, dan kemudian menganalisis data dari hasil yang
sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo dan Lina, 2011).
Analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.12.2 Analisa Univarat
Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel hasil dari
penelitian untuk mengetahui apakah konsep yang diukur sudah siap dianalisa
serta dapat dilihat gambaran secara rinci (Imron dan Munif, 2010). Setiap
variabel dependen dan independen dianalisa dengan statistik deskriptif yaitu
presentatif untuk mengetahui gambaran mengenai peran orang tua yang terdiri
dari 15 item pertanyaan dan dikategorikan menjadi dua peran, yaitu peran baik
(31-45) dan peran kurang baik (15-30), serta mengenai perilaku menggosok
gigi setelah sarapan dan sebelum tidur terdiri dari 4 item pertanyaan dan
kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu melakukan dan tidak melakukan
27
dalam bentuk distribusi frekuensi yang menggunakan program SPSS 17.0 for
Windows system.
3.12.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variable
yang diduga adanya hubungan atau berkoreasi (Notoadmodjo, 2005). Menurut
Imron dan Munif (2010), analisa bivariat digunakan untuk melihat apakah ada
hubungan antara variabel. Hubungan tersebut mempunyai 3 kemungkinan,
yaitu:
1. Ada hubungan tetapi sifatnya simetris, tidak saling mempengaruhi
2. Saling mempengaruhi antara dua variabel
3. Sebuah variabel mempengaruhi variabel lain
Tujuan analisa ini untuk mengetahui hubungan antara peran orangtua
dengan perilaku menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur pada anak
usia 6-8 tahun. Analisa ini menggunakan uji Chi-Square jika nilai expected
kurang dari 5, maksimal 20%. Akan tetapi jika syarat uji Chi-Square tidak
terpenuhi maka menggunakan alternatif uji Chi-Square yaitu Fisher dan
Kolmogorov-Smirnov karena :
a. Variabel yang dihubungkan adalah peran orang tua dengan perilaku
menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur
b. Jenis Hipotesis komparatif
c. Skala variabel kategorik
d. Kelompok data tidak berpasangan
3.13 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, sebelum peneliti mendatangi responden untuk
bersedia menjadi responden, peneliti melakukan meminta ijin kepada pihak sekolah.
Setelah mendapatkan izin dari pihak sekolah kemudian peneliti mendatangi responden
dan meminta calon responden untuk menjadi responden penelitian. Setelah
mendapatkan persetujuan, barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah
etika-etika penelitian yang meliputi :
1. Informed consent ( lembar persetujuan)
Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden. Bila responden bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan bersedia menjadi responden. Tetapi apabila
28
responden menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
hak-hak responden.
2. Anonimity ( tanpa nama )
Kerahasiaan dari identitas responden dalam penelitian ini akan dijaga oleh
peneliti dan hanya digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian.
Kerahasiaan dalam penelitian ini dijaga oleh peneliti dengan tidak mencantumkan
nama, hanya nama inisial responden saja yang di cantumkan, demi menjaga
kerahasiaan identitas responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan informasi)
Kerahasiaan mengacu pada tanggung jawab peneliti untuk melindungi
semua data yang dikumpulkan. seluruh informasi yang diberikan responden,
dijamin peneliti hanya untuk kepentingan penelitian dan hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4. Manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat yang maksimal bagi pasien
orangtua maupun anak, pada khusunya adalah subjek penelitian ini sendiri. Maka
dari itu peneliti berusaha untuk dapat meminimalkan dampak yang dapat
merugikan bagi subyek penelitian.
29
top related