prosiding fgd penyediaan data dasar dan peta...
Post on 06-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Prosiding FGDProsiding FGDProsiding FGD PENYEDIAAN DATA DASAR danPENYEDIAAN DATA DASAR danPENYEDIAAN DATA DASAR dan
PETA KADASTRAL di PROVINSI RIAUPETA KADASTRAL di PROVINSI RIAUPETA KADASTRAL di PROVINSI RIAU
Hotel Grand Jatra Pekanbaru Riau 28 November 2012
PROSIDING FGD PENYEDIAAN DATA DASAR DAN
PETA KADASTRAL DI PROVINSI RIAU
Hotel Grand Jatra Pekanbaru Riau
28 November 2012
PROJECT: PROVISION OF BASELINE DATA AND DASTRAL MAPS
FOR THE RIAU PROVINCE IN INDONESIA
PT. Waindo SpecTerra:
Head Office: Komplek Perkantoran Pejaten Raya
Jl. Pejaten Raya No. 2 Jakarta Selatan 12510
Phone: +62 21 7986 816
email: dis001@cbn.net.id
website: www.waindo.co.id
Project Office: Jl. Bengkulu / Kapling 2 No. 1i Tangkerang.
Pekanbaru - Riau
Phone: +62 761 45845
website: www.redd-riau.com
Contact Person:
Yuniarto Nugroho
GIS Specialist
email: yuniarta@waindo.co.id
Bukti Bagja
Forest Management Specialist
email: bagjabukti@waindo.co.id
Petrus Paryono
RS-GIS Expert
email: petrus@waindo.co.id
Editor
Petrus Paryono
Tim Penulis
Bukti Bagja
Dwi Nanto
Yuniarto Nugroho
Sampul dan Tata Letak
Petrus Paryono
Desember 2012
Diperkenankan memperbanyak sebagian dan atau seluruh isi laporan ini dengan tanpa merubah maksud dan tujuannya.
Di dukung oleh
vii
Perubahan iklim merupakan realitas yang menjadi keprihatinan bersama
masyarakat di dunia Internasional. Di antara langkah yang tengah diperjuangkan
oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi perubahan iklim adalah
pengurangan emisi dari sektor kehutanan melalui implementasi program REDD+
(Reducing Emissions From Deforestation and Forest Degradation) di Indonesia.
Kegiatan Focused Group Discussion (FGD) Penyediaan Baseline Data dan Peta
Kadastral yang telah dilakukan di Provinsi Riau ini adalah bagian kecil dari persiap
an pelaksanaan REDD+ di Indonesia khususnya di Provinsi Riau sebagai salah satu
Provinsi percontohan. Payung pelaksanaan FGD adalah Proyek Penyediaan Base-
line Data dan Peta Kadastral di Provinsi Riau yang digagas oleh Satgas Persiapan
Kelembagaan REDD+ bekerjasama dengan lembaga United Nations Development
Program (UNDP).
Di dalam prosiding ini, disajikan berbagai hal yang terumuskan selama FGD
yang dihadiri perwakilan dari stakeholder utama pengelolaan data dan informasi
di Provinsi Riau. Harapannya, semoga prosiding FGD ini menjadi salah satu bahan
PengantarPengantarPengantar
viii
untuk perbaikan pengeloaan data dan informasi di Provinsi Riau yang tidak
hanya bermanfaat untuk pelaksanaan REDD+, tetapi juga untuk pembangunan
Provinsi Riau di tahun-tahun yang akan datang.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu pelak-
sanaan FGD baik langsung ataupun tidak langsung.
Wassalam
Panitia Pelaksana
ix
Pengantar ............................................................................ v
Daftar Isi ............................................................................. vii
I. Pendahuluan ............................................................. 1
II. Sambutan-sambutan ................................................. 3
iII. Presentasi Umum Pengantar Diskusi ......................... 11
3.1. Presentasi Pemateri 1 (Ir. Erwinsyah) ........................ 11
3.2. Presentasi Pemateri 2 (Dr. Doddy Kusmayadi) .......... 17
2.3. Diskusi dan Tanya Jawab ............................................. 26
IV. PELAKSANAAN DISKUSI GRUP ..................................... 31
4.1. Diskusi Grup 1 ............................................................. 31
4.2. Diskusi Grup 2 ............................................................. 34
4.3. Diskusi Grup 3 ............................................................. 39
Lampiran ............................................................................. 43
Lampiran 1 Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 1 ................. 43
Lampiran 2 Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 2 ................. 46
Lampiran 2 Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 2 ................. 52
Daftar IsiDaftar IsiDaftar Isi
x
1
1.1. Latar Belakang
REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) adalah
bagian dari komitmen pembangunan Indonesia pada dunia internasional dalam
merespon perubahan iklim dan ancaman pemanasan global. Adanya komitmen
pemerintah yang mengikat secara politik dalam forum antarnegara dan antarpi-
hak (khususnya dalam UNFCCC) berupa upaya Pemerintah Indonesia untuk pe-
menuhan target penurunan emisi karbon 26% (tanpa bantuan) sampai 41%
(dengan bantuan luar) pada 2020, telah mendorong REDD+ menjadi bagian dari
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia dari pusat hingga
daerah.
Sebagai upaya menuju pencapaian komitmen politik tersebut, saat ini Pe-
merintah Indonesia secara serentak melakukan upaya-upaya koordinasi dan kon-
solidasi pembangunan antara pusat, wilayah, daerah, instansi sektoral dan
parapihak untuk melakukan masa persiapan atau penyiapan REDD+ (readiness)
I I I
PendahuluanPendahuluanPendahuluan
2
dengan menetapkan wilayah Demonstrative Activity dari REDD+ (provincial level
of DA-REDD+) sejak 2010 yang lalu. Salah satu wilayah yang potensial ditetapkan
sebagai wilayah DA-REDD+ tingkat Provinsi dari sembilan Provinsi adalah Provinsi
Riau.
Sejalan dengan ditunjuknya Provinsi Riau sebagai salah satu wilayah poten-
sial DA-REDD+, Gubernur Riau telah membentuk Satuan Tugas REDD+ Provinsi
melalui Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.833/VII/2011 yang bertu-
gas untuk melakukan masa persiapan (readiness) REDD+ tingkat Provinsi. Tugas-
tugas pokok Satgas REDD+ Provinsi Riau yang berkenaan dengan readiness
REDD+ adalah: i) penguatan kelembagaan Satgas REDD+ Provinsi (termasuk di
dalamnya konsolidasi penyediaan data dan informasi wilayah), ii) penyusunan
strategi daerah, iii) menjalin kerjasama dengan pihak luar, serta iv) mengkaji
aspek advokasi hukum atau legislasi pelaksanaan REDD+.
Para narasumber dari Satgas REDD+ dan BIG
3
Informasi dan Data Sumberdaya Hutan-Alam Terintegratif
REDD+ adalah pendekatan pembangunan global yang mengacu kepada ke-
pentingan pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi berkelanjutan
(sustainable growth), rendah karbon (low carbon development) dan perlindung-
an biodiversitas (conservation and biodiversity). Oleh sebab itu ketersediaan dan
keterpaduan data-informasi tentang potensi sumberdaya alam dan daya dukung
lingkungan sangat penting dalam masa persiapan pelaksanaan REDD+.
Untuk mencapai pemenuhan kebutuhan pengintegrasian informasi-data
sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan di level Provinsi di Riau maka Sat-
gas REDD+ mengajak semua pihak, instansi pemerintah terkait, para pihak non
pemerintah untuk secara aktif dan partisipatif menyusun perencanaan, aktivitas
dan pelembagaan data-informasi berbasis sumberdaya alam dan daya dukung
lingkungan bagi pembangunan Riau dalam pendekatan REDD+.
Sebagai bentuk pelaksanaan target pengintegrasian dan pelembagaan data-
informasi SDA di level Provinsi di Riau maka Satgas REDD+ berencana mengada-
kan serangkaian FGD dengan melibatkan semua pihak, instansi pemerintah
Provinsi terkait, wakil pemerintah pusat di Provinsi dan Kabupaten, perguruan
tinggi, lembaga penelitian dan NGO.
FGD Integrasi Informasi-data SDA dan Pelembagaan akan dilaksanakan se-
cara serial berdasarkan kelompok target atau pemangku kepentingan yaitu FGD
untuk instansi pemerintah Provinsi, FGD untuk instansi perwakilan pemerintah
pusat dan FGD untuk perguruan tinggi, lembaga riset dan NGO.
1.2. Tujuan Umum FGD
Secara umum FGD ditujukan sebagai ajang komunikasi dan sosialisasi persiap
an REDD+ dan tugas-wewenang Satgas REDD+ Provinsi Riau kepada para pe-
mangku kepentingan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup di Riau.
4
Secara khusus FGD ditujukan untuk menghimpun masukan dari berbagai pi-
hak dalam rangka penyediaan data-informasi SDA yang komprehensif dan peru-
musan konsep pelembagaan data-informasi SDA dalam satu wadah penyediaan
dan pelayanan.
5
Sambutan Sekretaris Daerah Provinsi Riau
(Diwakili oleh Bapak Ir. Fredrik Suli, MM. dari Satgas REDD+ Provinsi
Riau)
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati:
Ketua Satgas Persiapan Kelembagaan REDD plus/ UKP4 Republik Indonesia
atau yang mewakili,
Perwakilan dari Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia,
Saudara-saudara Kepala SKPD di lingkup Pemerintahan Provinsi Riau,
Saudara-saudara Kepala Dinas Kehutanan dan Bappeda Kabupaten / Kota di
Provinsi Riau
Para Akademisi serta Perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat di Provinsi
Riau,
IIIIII
SambutanSambutanSambutan
6
Para undangan dan Hadirin sekalian,
Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat, rahmat serta inayat-Nya, pada hari ini kita dapat menghadiri acara Focus
Group Discussion dengan tema “Penyediaan Data Dasar dan Pemetaan Kadastral
di Provinsi Riau”, dalam keadaan sehat wal’afiat.
Hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini negara kita bersama negara-negara
lain di dunia terus bekerja keras menjalankan tugas mulia dalam mengelola dam-
pak perubahan iklim. Tugas itu merupakan bagian dari tugas kemanusiaan yang
harus dijalankan secara bersama-sama, karena dampak perubahan iklim tidak
mengenal batas-batas administrasi ataupun batas-batas sosial.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia melalui pidato Pre-
siden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT G20 di Pittsburgh pada September
2009 telah menyatakan komitmen untuk secara sukarela melakukan penguran-
gan emisi sebesar 41% dari acuan tingkat emisi (baseline) , dengan perincian 26%
dengan sumberdaya sendiri dan tambahan sebesar 15 % dengan bantuan sum-
berdaya internasional yang diproyeksikan tercapai pada tahun 2020.
Berbagai cara telah dilakukan Pemerintah dalam rangka melaksanakan komit-
men tersebut, termasuk dengan memperjuangkan pelaksanaan REDD plus yaitu
mekanisme pengurangan emisi melalui pengurangan deforestasi dan degradasi
Sambutan oleh Bp. Fredrik Suli, Satgas REDD+ Prov. Riau
7
hutan yang dipadukan dengan upaya konservasi, pengelolaan hutan berkelan-
jutan, dan peningkatan stok karbon.
Melalui skema ini, Pemerintah mengharapkan bahwa selain menurunkan emisi
gas rumah kaca, juga akan dapat membantu menurunkan tingkat kemiskinan
dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana kita ketahui, Provinsi Riau telah dipilih bersama sejumlah Provinsi
lain di Indonesia sebagai Provinsi Percontohan untuk pelaksanaan REDD+ di In-
donesia. Hal ini tentu saja menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Pemerintah
Provinsi untuk menunjukan komitmen Provinsi Riau dalam upaya penurunan
emisi gas rumah kaca.
Bagi Pemerintah Provinsi Riau sendiri, pengurangan emisi gas rumah kaca meru-
pakan salah satu bagian penting dari kebijakan strategis pelestarian lingkungan
hidup yang telah dicanangkanPemerintah Provinsi Riau berkepentingan untuk
meningkatkan kualtias lingkungan dan menghindarkan diri dari citra sebagai
daerah yang kerap menghasilkan pencemaran lingkungan.
Namun demikian, kebijakan strategis lingkungan hidup ini ini akan terus di-
jalankan secara berkesinambungan dan sinergi dengan rencana pembangunan
lainnya yang juga menjadi prioritas yaitu: Peningkatan Sumberdaya Manusia,
Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dalam upaya pengentasan kemiskinan, Pe-
nyediaan infrastruktur dalam upaya mendukung peningkatan investasi, Terwu-
judnya Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance dan Clean Government),
dan lain sebagainya.
Sejumlah langkah telah disiapkan di antaranya yaitu pembentukan Satgas REDD+
Provinsi Riau melalui SK Gubernur No. 359 / IV / 2012, penyusunan Strategi dan
Rencana Aksi Provinsi (SRAP) dan Rencana Aksi Daerah (RAD) penurunan emisi
gas rumah kaca yang sedang dalam tahap penyelesaian, pembentukan Dewan
Daerah Perubahan Iklim di tingkat Provinsi dan Kabupaten, serta sejumlah lang-
kah lain yang strategis.
8
Semua upaya tersebut tentu saja akan sangat memerlukan dukungan keter-
sediaan data dasar yang baik dan akurat. Tanpa adanya data dasar yang baik,
maka dapat dipastikan upaya-upaya pengurangan emisi gas rumah kaca akan
mengalami kendala. Oleh karenanya pada kesempatan yang baik ini, secara
khusus saya sampaikan penghargaan kepada Satgas REDD+ Provinsi Riau dan
juga Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ UKP4 pusat atas inisiatif penyeleng-
garaan FGD Penyiapan Data Dasar dan Pemetaan Kadastral di Provinsi Riau, se-
bagai bagian dari persiapan pelaksanaan REDD+ di Provinsi Riau.
Hadirin yang saya hormati,
Saya berharap, kegiatan FGD ini akan berhasil dengan baik, sehingga selain men-
jadi bagian dari persiapan pelaksaan REDD+ di Provinsi Riau, juga menjadi golden
momment atau momentum emas untuk mewujudkan pengelolaan data dan in-
formasi yang baik, transparan, dan profesional sehingga mendukung terwu-
jdunya Tata Pemerintahan yang baik.
Akhirnya dengan mengucakan Bismillahirrahmanirrahim, Focus Group Discussion
Penyediaan Data Dasr dan Pemetaan Kadastral di Provinsi Riau ini secara rsemi
dibuka. Semoga Allah SWT meridhoi semua upaya kita.
Terima Kasih
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sekretaris Daerah Provinsi Riau
Selaku Ketua Satgas REDD+ Provinsi Riau
Drs. H. Wan Syamsir Yus
9
Sambutan Panitia Pelaksana
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Untuk Kita Semua
Yth. Bpk Drs. H. Wan Syamsir Yus.
Ketua Umum Satgas REDD+ Provinsi Riau (Sekertaris Daerah Provinsi Riau)
atau yang mewakili
Yth. Bpk. Heracles Lang dan Bapak Erwinsyah
Dari Satgas Penyiapan Kelembagaan REDD+ Pusat.
Yth. Bpk. Dr. Dody Sukmayadi.
Dari Bakosurtanal / Badan Informasi Geospasial.
Yth. Bpk/Ibu Kepala SKPD di lingkup Pemerintahan Provinsi Riau
Yth. Bpk/Ibu Kepala BAPPEDA, & Kepala Dishut Kabupaten/Kota Provinsi Riau
Yth. Para Akademisi Perguruan Tinggi di Provinsi Riau
Yth. Para Koordinator LSM di Prop.Riau
Kami mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan para peserta dan undang
an telah hadir dalam acara FGD ini. Bahwa untuk mencapai pemenuhan kebu-
tuhan pengintegrasian informasi data sumberdaya alam dan daya dukung ling-
kungan di level Provinsi Riau, Satgas REDD+ Riau mengajak semua pihak untuk
secara aktif dan partisipatif menyusun perencanaan, aktivitas dan pelembagaan
data-informasi berbasis sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan bagi
pembangunan Riau dalam pendekatan REDD+.
Semoga proses kegiatan yang kita selenggarakan hari ini mendapatkan hasil yang
baik, sehingga apa yang kita harapkan bersama dalam kegiatan ini bisa terwujud.
10
Selanjutnya kami akan menyambut baik, hal-hal yang menjadi prioritas kegiatan
dalam setiap rekomendasi dalam kegiatan ini.
Mewakili dari seluruh kepanitiaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyi-
apan acara ini, sekali lagi kami mengucapkan terimakasih.
Pekanbaru, 28 November 2012
Wassalamu’alikum wr.wb.
Direktur Waindo SpecTerra Indonesia
Lissa Rukmi
11
3.1. Presentasi Pemateri 1 (Ir. Erwinsyah)
Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Pertemuan Para Pemimpin G-
20, di Pittsburgh, Amerika Serikat, tahun 2009, menyatakan bahwa Indonesia
akan menurunkan emisi gas rumah kaca secara sukarela sebesar 26% pada tahun
2020 dengan kekuatan sendiri dan menjadi 41% dengan dukungan Internasional,
maka Dunia angkat topi atas kebijakan terobosan dari Pemimpin Indonesia tadi.
Moderator : Ir. Mardiansyah (UNRI)
Pemateri 1 : Ir. Erwinsyah (Satgas REDD+ Pusat)
“ Penyiapan kelembagaan REDD+ di Indonesia “
Pemateri 2 : Dr. Doddy Kusmayadi (Badan Informasi Geospasial) “ Penguatan pengelolaan data dan informasi Geo
spasial untuk menunjang aspek berbagi pakai data dan infirmasi geospasial “
III III III
Presentasi Umum Presentasi Umum Presentasi Umum
Pengantar DiskusiPengantar DiskusiPengantar Diskusi
12
Saat pertemuan Conference of the Parties (COP) -15 UNFCCC di Copenhagen,
Denmark, tahun 2009, Dunia menyambut keputusan Indonesia yang sangat vi-
sioner, bahkan Norwegia langsung menawarkan US$ 1 milyar untuk program
REDD+ yang dikaitkan dengan pengurang-an emisi gas rumah kaca dari sektor
kehutanan.
Memang, pemanasan global hanya dapat diredam melalui upaya mengu-
rangi emisi karbon dengan cara menyerap semaksimal mungkin CO2 di alam, dan
melalui proses fotosintesis, CO2 tadi dikonversikan menjadi gas Oksigen untuk
kehidupan mahluk di Bumi.
Emisi gas CO2 dapat diserap oleh hutan dan lautan, dan disini peran Indone-
sia menjadi penting. Untuk kehutanan, segera digelar Program REDD+ (Reducing
Emmisions from Deforestation and Forest Degradation, + forest conservation,
sustainable forest management, forest rehabilitation and reforestation).
Sedang untuk kelautan, dirintis Program Coral Triangle Initiative (CTI) untuk
penyelamatan terumbu karang dan Program Blue Carbon untuk penyerapan
emisi karbon dari terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut dan padang
lamun.
Berdasarkan data dan hasil analisis Kementerian Kehutanan, pada periode
1985-1997 telah terjadi laju deforestasi di Indonesia seluas 1,8 juta ha/tahun,
Paparan Kelembagaan REDD+ oleh Bp. Erwinsyah
13
lalu meningkat pada periode 1997-2000 sebesar 2,8 juta ha/tahun, dan menurun
kembali pada periode 2000-2005 sebesar 1,08 juta ha/tahun (Kemenhut, 2011).
Hasil melalui analisa tulang ikan dalam konsultasi publik yang diselenggarakan
oleh Bappenas di tujuh wilayah regional Indonesia, terdapat beberapa faktor
penyebab utama deforestasi dan degradasi hutan yaitu perencanaan tata ruang
yang tidak efektif dan tenurial yang lemah, manajemen hutan yang tidak efektif,
tata kelola dan penegakan hukum yang lemah (Draft Final Stranas REDD+, 2011).
Minimnya data dan informasi yang akurat menyebabkan perencanaan tata
ruang yang tidak efektif, berakibat pada terjadinya tumpang tindih penggunaan
lahan. Dampaknya, terjadi konflik antar sektor, semisal antara sektor kehutanan
dan pertambangan. Situasi tersebut semakin diperparah dengan lemahnya
aturan main tenurial, sehingga mengakibatkan tidak jelasnya status dan batas
kawasan hutan. Hal seperti ini dengan mudah memicu konflik penggunaan ka-
wasan hutan.
Lemahnya manajemen hutan di Indonesia diakibatkan oleh dua faktor yaitu,
(i) tidak tersedianya data dan informasi status dan batas kawasan hutan yang
akurat, dan (ii) keterbatasan sumber daya manusia (kuantitas maupun kualitas).
Lemahnya transparansi dalam proses pemberian ijin pengelolaan hutan
menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi manfaat dan hasil hutan. Selain itu,
partisipasi masyarakat yang lemah, khususnya yang tinggal di sekitar hutan
berkontribusi pada perambahan hutan, yang meningkatkan laju deforestasi dan
degradasi hutan.
Dasar Hukum yang Belum Jelas dan Lengkap serta Penegakan Hukum yang Le-
mah
Penyeban utamanya adalah ketidakselarasan hukum antara sektor kehu-
tanan dan sektor pengguna hutan, misalnya sektor pertanian dan pertambangan,
14
baik yang terjadi secara vertikal (antara pusat dengan Provinsi, dan Kabupaten).
Kelemahan penegakan hukum terjadi karena proses penegakan hukum yang ti-
dak mampu menyentuh aktor intelektual (pelaku besar), namun hanya sebatas
pelaku di lapangan.
Selain itu, berdasarkan hasil konsultasi publik tersebut berhasil memetakan
4 faktor pendorong terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yaitu; (i) Para-
digma pembangunan yang belum patuh pada prinsip pembangunan berkelan-
jutan, (ii) Kurangnya kepemimpinan dalam proses pengaturan dan pengelolaan
hutan, (iii) Mengejar target pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan daya
dukung lingkungan dan kelestarian hutan, dan (iv) Adanya kesenjangan permin-
taan dan pasokan kayu serta sawit.
REDD+ akan diterapkan di Indonesia dengan cakupan: (1) Penurunan defor-
estasi; (2) Penurunan degradasi hutan; (3) Peningkatan konservasi stok karbon
melalui konservasi, penerapan pengelolaan hutan lestari dan pengayaan sim-
panan karbon. Pelaksanaan REDD+ juga ditujukan untuk meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat yang sumber pendapatanya tergantung pada hutan, dan
meningkatkan konservasi keanekaragamanhayati yang berada dalam ekosistem
hutan. Program REDD+ di Indonesia akan dilakukan di atas lahan hutan, lahan
gambut dan juga lahan APL (Area Penggunaan Lain) sejauh itu relevan dengan
cakupan dan tujuan di atas. Mitigasi emisi GRK yang berbasis lahan melalui
REDD+ memerlukan tata ruang yang jelas disertai kepastian sistem tenurial atau
hak menguasai lahan. Dengan kepastian ini tidak hanya hak tetapi juga tang-
gungjawab atas lahan menjadi jelas. Kepastian berusaha dan melakukan kegiatan
ekonomi menjadi lebih terjamin. Di sekitar hutan terdapat 70 juta orang yang
hidupnya tergantung pada keberadaan hutan.
Dalam pelaksanaannya pemerintah RI akan memanfaatkan peluang-peluang
melakukan reklasifikas fungsi lahan dan pertukaran peruntukan sesuai dengan
15
tujuan mengurangi emisi GRK melalui penurunan deforestasi dan degradasi hu-
tan. Secara makro, 13 juta hektar lahan tanpa tutupan hutan yang terdapat di
kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi dapat dipertukar-
fungsikan dengan 18 juta hektar hutan primer yang masih baik di kawasan hutan
produksi konversi dan APL. Delapan juta hektar dari hutan primer yang masih
baik ini bahkan berada di lahan gambut.Upaya penurunan emisi melalui skema
REDD+ yang didukung oleh penyelarasan tata ruang dan penguatan tata kelola
hutan dan lahan memerlukan upaya yang terkoordinasi dengan tujuan utama: 1)
Mengurangi emisi dari deforestatsi dan degradasi hutan; 2) Meningkatkan
cadangan karbon di kawasan hutan; 3) Melindungi dan meningkatkan manfaat
keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan lainnya; 4) Menjaga pertumbuhan
ekonomi.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut di dalam Strategi Nasional REDD+ di-
canangkan 5 pilar yaitu: (1) Kelembagaan, (2) Kerangka hukum dan peraturan,
(3) Pelaksanan Program Strategis, (4) Perubahan paradigma dan budaya kerja,
serta (5) Pelibatan para pihak. Kelembagaan yang kuat (Pilar 1) diperlukan agar
dapat bekerja secara lintas sektoral dan multi-pihak dengan tata kelola yang
transparan. Untuk itu akan dibentuk Badan REDD+ yang memiliki status seting-
kat Komisi atau Unit Kerja Presiden. Badan REDD+ bertanggungjawab langsung
kepada Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini diperlengkapi dengan instru-
ment pendanaan yang akuntabel dan sistem MRV yang kredibel.
Dalam Strategi Nasional REDD+ juga memprogramkan penguatan kerangka
hukum dan peraturan (Pilar 2), proses, kapasitas dan kelembagaan untuk
mengeliminer hambatan dicapainya tujuan di atas. Mulai paruh awal tahun 2011
dilaksanakan kajian, definisi, perancangan dan perencanaan pembentukan kebi-
jakan dan regulasi, penyelarasan insentif serta kelembagaan. Pengembangan
kerangka hukum kehutanan yang berkesinambungan dengan perubahan iklim
16
mencakup sektor kehutanan dan lahan gambut di Indonesia sebagai acuan
dalam penyusunan kebijakan dan juga menjadi perangkat harmonisasi peraturan
antar sektor. Pengembangannya akan dilakukan oleh lembaga REDD+ yang su-
dah terbentuk, yakni Task Force REDD Nasional. Hasil pekerjaan ini mulai diim-
plementasikan pada akhir paruh kedua tahun 2011.
Untuk melaksanakan program strategis yang secara langsung terkait dengan
pengendalian emisi, fokus pelaksanaan diarahkan untuk membantu pelaksaan
REDD+ di Provinsi contoh yang telah siap. Program strategis ini difokuskan pada:
(1) Pengelolaan landscape berkelanjutan, (2) Pengembangan sistem ekonomi
berbasis SDA, dan (3) Konservasi dan Rehabilitasi. Ketiga program strategis ini
menjadi tumpuan untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon sekaligus mewu-
judkan kepastian hak dan akses masyarakat adat dan lokal lainnya terhadap pe-
manfaatan SDA. Nantinya seluruh Provinsi berhutan mendapatkan dukungan
parsial dari Badan REDD+ dan didorong untuk belajar dari dua Provinsi percon-
tohan yang telah berjalan sebelumnya. Program REDD+ akan dikembangan se-
cara lebih sistematis pada tahun 2014 untuk seluruh Indonesia. Sebelum sampai
pada pelaksanaan seluruh Provinsi, Badan REDD+ juga membantu keahlian tek-
nis dan sumber daya serta kebutuhan koordinasi terhadap proyek REDD+ dan
mengambil pelajaran dari aktivitas ini.
Pemaparan oleh Bp. Doddy, BIG.
17
3.2 Presentasi Pemateri 2 (Dr. Doddy Kusmayadi)
Membicarakan tentang kebutuhan data dan informasi geospasial, sama hal-
nya dengan membicarakan kebutuhan negara dalam melaksanakan program
pembangunan, karena data geospasial merupakan pondasi penyelenggaraan
pembangunan.
a. Informasi Geospasial
Informasi geospasial adalah informasi yang terkait dengan lokasi / posisi ob-
jek di atas permukaan bumi atau memiliki referensi kebumian (georeference). Di
bawah ini adalah ilustrasi dari data spasial.
Gambar 1. Ilustrasi data geospasial
Data geosapasial dapat dituangkan dalam peta yang merupakan kompilasi
ragam informasi keruangan. Di dalam selembar peta, terkandung beragam infor-
masi yang menyangkut aspek keruangan. Peta juga menjadi representasi fakta,
rencana, simulasi, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan. Dalam sis-
18
tem informasi goegrafis berbasis komputer, data geospasial divisualisasikan se-
cara teknis menjadi data tabular & grafik, seperti ilustrasi di bawah ini:
Gambar 2. Visualisasi data geospasial
Data GeoSpasial sendiri memiliki karakter many layers dan many actors. In-
formasi geospasial merupakan kepentingan semua sector, sehingga diperlukan
kesamaan gerak antar instansi dan diperlukan adanya referensi tunggal yang
seragam untuk seluruh instansi.
a. Informasi GeoSpasial Sebagai Pondasi Pembangunan
Data dan informasi geospasial berperan dalam setiap aktivitas pemerintah.
Sekitar ±90% aktivitas kepemerintahan memiliki elemen spasial. Sekitar +65%
dari aktivitas kepemerintahan, menggunakan elemen spasial sebagai identifier
utama (core identifier) untuk mengintegrasikan berbagai jenis informasi.
Implikasinya, seluruh data dan informasi dapat dengan mudah diintegrasikan
untuk memecahkan masalah secara komprehensif, lebih cepat dan lebih baik
untuk menghasilkan berbagai macam analisis yang lebih tajam dan konferehen-
sif.
19
Di sisi lain, ketersediaan data, akses dan pemanfaatan terhadap data geo-
spasial yg terpercaya, up-to-date dan akurat masih menjadi masalah utama saat
ini. Permasalahan ini menimbulkan implikasi negatif berupa kualitas pengambi-
lan keputusan yang berakibat rendahnya kualitas tindakan yang diambil.
Saat ini, berbagai organisasi/institusi telah mengumpulkan dan mengelola
berbagai macam data dan informasi geospasial untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing membentuk pulau-pulau geoinformasi (islands of geo-inform-
ation).
b. Kelembagaan Informasi Geospasial
Kelembagaan pengelolaan informasi geospasial secara umum diatur dalam
UU NO. 4/2011 dan PERPRES NO. 85/2007. Pengaturan dalam Undang-undang
dan Perpres tersebut ditujukan untuk menjamin:
Referensi Tunggal Demi Padunya IG di Indonesia
Menjamin Ketersediaan dan Akses IG yang Dapat Dipertanggung-
jawabkan.
Mewujudkan Kebergunaan dan Keberhasilgunaan IG Melalui Kerjasama,
Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi
Mendorong Penggunaan IG dalam Pemerintahan dan Kehidupan Masyara-
kat.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 4 tahun 2011, saat ini BAKOSUR-
TANAL sedang dalam tahap transformasi menjadi lemabga baru bernama Badan
Informasi Geospasila (BIG). Tabel 1 menunjukkan perbandingan kewenangan
antara Bakosurtanal (lama) dengan BIG (saat ini).
a. Informasi Geospasial (IG) di NKRI
Di dalam UU 4/2011 (pasal 25), penyelenggaraan IG mencakup: Pengum-
20
pulan Data Geospasial (DG); Pengolahan DG dan Informasi Geospasial (IG); Peny-
impanan dan Pengamanan DG dan IG; Penyebarluasan DG Dan IG; dan Peng-
gunaan IG. Secara umum elemen dari penyelengara IG di Indonesia mencakup
57 kementerian / lembaga, 34 Provinsi dan seluruh (+500) Kabupaten dan Kota
di Indonesia.
Gambar 3. Keterlibatan lembaga dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial
Bakosurtanal BIG Pengkaji Kebijakan
Nasional Bidang Sur-
vei Dan Pemetaan
(SurTa)
Pembina infrastruktur
di bidang surta dan
data spasial
Penyelenggara SurTa dan Pembangunan
Informasi Geospasial Dasar (IGD)
Pembina Bidang SurTa dan Pembangunan
Informasi Geospasial Tematik (IGT)
Penyelenggara Infrastruktur dan Jaringan
Informasi Geospasial (IIG)
Tabel 1. Perbandingan Kewenangan Bakosurtanal dan BIG
21
Dalam pasal 3 UU No. 4 /2011 disebutkat bahwa penyelenggaraan IG bertu-
juan untuk:
Menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG yang dapat dipertanggung-
jawabkan
Mewujudkan Penyelenggaraan IG yang Berdaya Guna dan Berhasil Guna Me-
lalui Kerja Sama, Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi;
Mendorong Penggunaan IG Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan dalam
Berbagai Aspek Kehidupan Masyarakat.
Karakteristik Tata Kelola Informasi Geospasial secara nasional yang baik
menurut Pasal 2, UU No. 4 Tahun 2011 memiliki:
Kepastian hukum: berlandaskan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi para pemangku ke-
pentingan.
Keterpaduan: dilakukan bersama-sama oleh Pemerintah, Pemerintah daerah
dan setiap orang, yang harus saling mengisi dan saling memperkuat dalam
memenuhi kebutuhan IG.
Keterbukaan: dapat dipergunakan oleh banyak pihak dengan memberikan
akses yang mudah kepada masyarakat untuk mendapatkan IG
Kemutakhiran: disajikan dan/atau tersedia harus dapat menggambarkan
fenomena dan/atau perubahannya menurut keadaan yang terbaru.
Keakuratan: disajikan harus diupayakan untuk menghasilkan DG dan IG yang
teliti, tepat, benar, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan
Kemanfaatan: harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Demokratis: harus dilaksanakan secara luas dengan melibatkan peran serta
masyarakat.
22
Dalam pelaksanaannya, seluruh proses penyelenggaraan IG yang baik dan
terkoordinasi ditujukan untuk menghindari terjadinya hal-hal di bawah ini:
Duplikasi data; Duplikasi data yang menyebabkan inefisiensi penggunaan
sumberdaya dan komplikasi lainnya (contoh: konflik batas wilayah), sangat
memungkinkan terjadi diantara stakeholder. Duplikasi data disebabkan oleh
produksi data dasar/tematik yang tidak sesuai dengan tupoksinya. Pada prin-
sipnya kegiatan pemetaan tidak sepenuhnya diharuskan memproduksi data
baru, namun bisa menggunakan data lain yang sesuai dengan spesifikasinya.
Ketidakseragaman data; Kualitas data yang dihasilkan tidak akan seragam
karena setiap institusi mempunyai proses bisnis, alur kerja, alur data, norma,
pedoman, standar, dan quality control masing-masing.
Kesulitan integrasi data; Ketidak-sesuaian dalam integrasi data antar institusi
karena speksifikasi teknik dan metadata yang berbeda.
Kunci suksesnya adalah mengintegrasikan dan menyediakan metadata yang
mengandung pernyataan kualitas informasi dan mengusulkan Ina-geoportal se-
bagai wadah untuk sinergi antara produsen dengan pengambil keputusan.
Infrastruktur Informasi Geospasial
Membangun infrastruktur informasi geospasial lebih dari sekedar operasion-
alisasi teknologi infomasi, di dalamnya terlibat proses pengaturan lembaga, hu-
kum dan kebijakan, sumberdaya manusia, pengetahuan, standar, dan lain seba-
gainya
Langkah yang harus ditempuh dalam peningkatan tata kelola IG adalah: Total
Quality Data Management seperti ilustrasi berikut ini:
23
Gambar 4. Infrastruktur Informasi Geospasial
Gambar 5. Total Quality Data Management
Implementasi penyelenggaraan IG antar institusi pemerintah diatur dalam
Inpres NO. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kuali-
tas, Pengolahan, Pengelolaan, dan Distribusi Data Citra Satelit Penginderaan
Jauh Resolusi Tinggi. Ilustrasi proses tersebut adalah:
24
Gambar 6.Penyelenggaraan IG antara institutsi pemerintah
Penyelenggaraan infrastruktur Data Spasial Nasional (DSN) diatur dalam Per-
pres No 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (IJDSN). Dari Per-
pres tersebut dapat dilihat komponen dari JDSN di Indonesia (Ina SDI) yaitu
seperti dalam ilustrasi berikut:
Gambar 7. Komponen Ind – SDI (IDSN)
25
Terkait dengan JDSN, BIG telah meluncurkan Ina-GeoPortal sebagai alat un-
tuk berbagi Pakai (Sharing) Informasi Geospasial. Ina-GeoPortal sebagai bagian
dari Ina-SDI Network dapat diakses dalam : http://tanahair.indonesia.go.id.
Fungsi utama dari Ina-Sdi tersebut adalah: Search & Discover, integrasi: Drag-
Drop XLS & GPX, analisis (GIS Desktop Tools), berbagi data dan application, pro-
duksi peta, publikasi informasi geospasial, dan akses melalui mobile device.
Dengan Ina-Geoportal masyarakat dan pemerintah dapat membuat dan mem-
publikasikan peta-peta dalam suatu sistem terintegrasi dan bergeoreferensi One
Map, One Solution, for the Nations.
Gambar 8. Komponen Ina–goportal
26
3.3. Diskusi dan Tanya Jawab
1. Bapak Rafflis (Transparansi Internasional).
Pertanyaan:
Kondisi saat ini bisa dibilang terjadi carut marut tata ruang karena tidak punya
data. (Oleh karenanya) terkait dengan (kebijakan) one map, ketika keharusan
pembenahan itu disiapkan tahun ini, persoalannya apakah data yang mau dis-
ediakan sekarang dapat terkejar?
Terkait dengan pasal 1 poin c UU 41 (tentang Kehutanan), maka akan ada konse-
kuensinya. Kalau kita lihat data kawasan hutan, Provinsi Riau memiliki kawasan
hutan yang belum ditetapkan, sehingga pasti kembali ke TGHK yang skalanya
1:500.000, sementara one map mentargetkan data 1:50.000, kemungkinan data
tidak akan siap dengan mudah.
Jawaban Bapak Dr. Dody Kusmayadi:
Dalam pengadaan data 1:50.000, BIG sdang mengupayakan skala 50 ribu selesai
untuk Provinsi Riau. Melalui koordinasi BIG dengan UKP4, apapun kondisinya
bisa sedikit menekan kekawatiran semua yang terlibat dalam pengadaan data.
Kedepannya untuk lebih memudahkan akses informasi data (peta), pihak pemer-
intah akan menggunakan metode publikasi melalui portal dan rencana tersebut
sedang dalam proses pengadaan, artinya secepatnya akan terealisasi. Inisiasi
pembangunan jaringan media publikasi data tersebut tidak lain bertujuan ingin
menjadi refrensi kepentingan REDDD.
Untuk memudahkan koordinasi terkait kebutuhan-kebutuhan informasi data,
portal tersebut bisa digunakan sebagai media koordinasi dan informasi, sekaligus
memunculkan proses koreksi bersama agar bisa terus diperbaiki.
27
2. Ibu Ambar (Dinas Perkebunan Provinsi Riau).
Pertanyaan:
Areal perkebuan di Riau cukup dominan (sekitar 3,2 juta Ha), dan masih sedikit
informasi terkait hal itu. Jika kita ingin menghubungan data tersebut untuk di-
maksimalkan menjadi data dasar REDD, bagai mana arahannya? Dan apa yang
harus dilakukan bersama? Kita ingin punya pemetaan perkebuanan, karet,
sawit,dll. bagaimana memaksimalkannya?
Jawaban Bapak Dr. Dody Kusmayadi:
Saat ini (memang) belum semua Kementrian dan sektor terjaring dalam portal,
baru Kementeran Kehutanan dan beberapa sektor lainnya. (Kedepannya), de-
ngan maksimalnya informasi data dan koordinasi maka akan semakin terasa
kewilayahan NKRI yang bisa dijelajah dan akses bersama dalam ruang lingkup
database. Yang kurang kita tambah (bersama-sama) dan yang lebih kita lebihkan,
dengan harapan kita bisa melakukan proses-proses yang lebih baik, jelas dan
Sesi Tanya-jawab dengan peserta
28
menghasil sesuatu yang bisa kita jadikan pedoman bersama dalam melakukan
dan perencanaan kerja-kerja.
3. Bapak Suwondo (UNRI).
Langkah apa yang dilakukan Satgas REDD+ pusat mengantisipasi terbatasnya
data dari berbagai Institusi di Provinsi termasuk (terbatasnya data dari) RTRW?
sehingga one map tetap dapat terwujud.
Untuk Pak Dodi, kampus memiliki banyak keterbatasan, kontribusi seperti apa
yang bisa ditempuh kampus? apa ada biaya lagi untuk ikut berpartisipasi dalam
jaringan?
Jawaban Bapak Erwinsyah:
Pertama, yang dipersiapkan 2012 itu adalah kelembagaan Satgasnya. Kegiatan
yang sedang berjalan saat ini, satgas mempersiapkan proses terbentuknya lem-
baga baru. Pemetaan-pemetaan yang sudah ada merupakan bahan baku one
map di Riau. Apa yang terjadi dengan bahan baku tersebut itu sepenuhnya kewe-
nangan UKP4.
Yang paling penting adalah kita harus menjaga kualitas data itu agar bisa
Sesi Pengantar Diskusi
29
digunaan dengan baik, tidak hanya untuk REDD+ namun juga menjadi pegangan
bersama dalam menetukan pembangunan. Proses juga diharapkan jangan ber-
henti sebelum mendapat hasil yang maksimal. Jika lembaga baru belum terben-
tuk maka Satgas akan tetap lanjut. Yang jelas satgas terus bekerja meski terbatas
waktunya.
Beberapa langkah kerja telah dilakukan oleh satgas dalam mempersiapkan one
map. Contohnya di Kalteng ada Perda tahun 2008 yang memiliki peta yang ber-
beda dengan implementasi TGHK diwilayah tersebut. Dari sisi satgas sebenarnya
masalah kebijakan-kebijakan ini akan menjadi bawan review, mana yang cocok
dengan lapangan dan mana yang tidak. Kita harus berikan informasi yang benar
untuk dapat melakukan revisi peraturan.
Terkait dengan keterlibatan publik, di Barito selatan, sebagai contoh, Bupatinya
mengatakan bahwa apabila SK yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak
telah ditandatangani pemerintah, maka secara hak dan tanggungjawab dalam
pelaksanaannya publik harus terlibat.
30
31
Moderator : Ir. Emi Sajati (UNILAK)
Narasumber : Ir. Erwinsyah (Satgas REDD+ Pusat)
Tema : Kesiapan Instansi Pemerintah Provinsi Riau Menjawab Ke-
butuhan Integrasi Data-Informasi SDA dan Pelembagaan
dalam Persiapan REDD+ di Provinsi Riau
Tujuan : FGD ke-1 bertujuan untuk mendapatkan perspektif para
pemangku kepentingan di Pemerintah Provinsi (instansi ter-
kait pelayanan dan pengelolaan data-informasi SDA) serta
pemetaan kebutuhan-kebutuhan teknis bagi penguatan
data-infromasi dan kelembagaan terkait rencana pelak-
sanaan readiness REDD+ di Riau.
Peserta : Bappeda Riau, Dishut Provinsi, BLH, PDE, BPN, PU, Dinas
Perkebunan, Dinas, Pertambangan, BPKH, KPH Model,
BPLH, KLH-Ekoregion, BP-DAS dan BPS
DISKUSI GRUP 1
IVIVIV
Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan
Diskusi GrupDiskusi GrupDiskusi Grup
32
Diskusi Grup 1
1. Paparan pembukaan diskusi grup
Ir. Emy Sajati, M.Si.
Secara umum tujuan diskusi grup ini adalah untuk mendukung kegiatan yang
sedang dijalankan oleh Satgas REDD+ melalui PT. Waindo SpecTerra, yaitu untuk
menjawab berbagai pertanyaan terkait dengan pengelolaan data yaitu:
Bagaimana permasalahan umum pengelolaan data di Provinsi Riau?
Siapa yang sebaiknya yang menangani penyediaan data, penyimpanan, moni-
toring dan verifikasi , dan sharing data dan informasi ?
Payung hukum apa yang diperlukan untuk menegaskannya
Bagaimana sebaiknya mekanisme pendanaan untuk menjalankannya ?
2. Kesimpulan dan Hasil diskusi
Tema Diskusi Hasil Diskusi
Permasalahan
Pemanfaatan data yang telah ada agar efeketif dan
dapat digunakan oleh banyak instansi.
Permasalahan klasik berupa perbedaan data antar
beberapa instansi pemerintah ataupun pihak lain
yang memproduksi data.
Standar penyajian data yang berbeda sehingga kuali-tas data pun akan berbeda.
33
Tema Diskusi Hasil Diskusi
Langkah Perbaikan
Perancangan lembaga yang menjadi pusat data
spasial Provinsi yang bersifat lintas sector dan me-
mungkinkan adanya pertukaran data kepada seluruh
stakeholder.
Mekanisme sharing ditetapkan oleh Sekda selaku
ketua satgas dan SK akan ditingkatkan menjadi per-
aturan Gubernur.
Bappeda dapat memainkan peran koordinasi yang
memungkinkan semua sub simpul terkoneksi. Data
juga dipublikasikan melalui Bappeda.
Pengoptimalan SDDKN (Sistem Database Dukungan
Kebijakan Nasional) dan SDDKD (Sistem Database
Dukungan Kebijakan Daerah).
Mekanisme pendanaan berdasarkan payung hukum
SK Gubernur
Fokus perbaikan data spasial dalam waktu dekat
adalah peta landuse
Peningkatan kualitas peta dasar secara bertahap
34
1. Paparan Pembukaan Diskusi Grup 2 Defri Yoza, S.Hut Msi. Salah satu amanat REDD+ adalah, mengharuskan kita punya data yang valid yaitu satu data Provinsi. Seperti kita ketahui banyak data yang terjadi saat ini seperti peta nya, kebun dan lain sebagainya belum bisa mewakili akan kebutuhan terse-but, salah satunya data peta Parsial. Dari situasi dan kondisi yang belum bisa banyak membantu tersebut, kita akan membentuk sebuah lembaga yang kita sepakati bersama.
Moderator : Defri Yoza, S.hut, Msi. (UNRI)
Narasumber : Heracles Lang (UNDP)
Tema : Peran Pemerintah Kabupaten dalam Integrasi Data-
Informasi SDA dan Pelembagaan dalam Persiapan REDD+
di Provinsi Riau
Tujuan : FGD ini bertujuan menjaring perspektif para pemangku
kepentingan instansi di tingkat Kabupaten yang berada
di Provinsi Riau dan pemetaan peran untuk kebutuhan-
kebutuhan teknis bagi penguatan data-infomasi dan
kelembagaan terkait pelaksanaan readiness REDD+ di
Riau.
Peserta : Pemerintah Kabupaten di Provinsi Riau (Bappeda Kota
Dumai, Dinas Kehutanan Kota Dumai, Bappeda Kabu-
paten Bengkalis, Dishutbun Kabupaten Bengkalis, Bap-
peda Kabupaten Indragiri Hilir, Dishut Kabupaten In-
dragiri Hilir, Dishut Kabupaten Indragiri Hulu, Dishut Ka-
bupaten Kampar, Bappeda Kabupaten Kuansing, Dishut
Kabupaten Kuansing, Bappeda Kabupaten Pelelawan,
Dishut Kabupaten Pelelawan, Bappeda Kabupaten Rokan
Hilir, Dishut Kabupaten Rokan Hilir, Dishut Kabupaten
Rokan Hulu, Dishut Kabupaten Siak, Dishut Kabupaten
Meranti.
DISKUSI GRUP 2
35
Heracles Lang (UNDP) Diskusi akan kita mulai dengan mengambil contoh dari Kalimantan tengah. Situasi disana sekarang prinsipnya telah selesai hanya tinggal pendetilan yang harus di evaluasi. Di depan (slide) merupakan data REDD mereka. Lingkupnya lebih kecil. Konsultan skala namanya ditugaskan pada mereka dimana ada kom-ponen-komponen penyediaan data dasar.
Di lingkup kerja mereka ada ditujukan Pemkab mereka bertugas untuk pengum-pulan data dasar, ada dengan metode training, lokakarya yang kesemuanya dila-kukan dengan diperesentasi. Ada konsultasi tingkat Kabupaten, ini yang mereka hasilkan hanya untuk meggambarkan kompleksitas data. Mereka tidak ada bata-san khusus, hanya luasannya saja satu Provinsi harus ada semua data. Nanti akan disesuaikan dengan kebutuhan data.
Yang ditemukan mereka dari prose pengumpulan data antara lain, Izin usaha dikeluarkan biasa saja lokasinya akan bergeser dan berkurang kemudian prinsip pelepasan kawasan akan jadi menjadi permasalahan yang sama halnya ini meru-pakan tantangan konsultan.
Eksplorasi hasil izin ternyata tidak bisa diekplorasi, ketersedian data nya tidak tahu yang mana. Garis hijau merupakan data nasional, pink data Provinsi. Disini terlihat ada tumpang tindih konsesi perkebunan di daerah pertambanagan. Setelah itu mereka menilai data dasar berdasarkan data-data yang telah ada. Kesimpulannya bahwa penting nya data dasar dimulai dari perencanaan. Proses pendataan, strategi daerah, penataan ruang, pemanfaatan lahan, berdasarkan daerahnya, strategi pembangunan, evaluasi dan monitor tata ruang. Yang pasti kesepakatan terutama di Kabupaten/Kota dan Provinsi, nanti digabungkan ting-kat Provinsi berapa Kabupatennya, maka dapat dihitung jumlah karbonnya.
Diskusi Grup 2
36
Tema Diskusi Hasil Diskusi
a. Permasalahan Akses
Data Kabupaten
Sumber data GIS yang selama ini digunakan adalah
Dinas Kehutanan Provinsi dan Instansi Pusat. Update
oleh Kabupaten dilakukan untuk sebagian kecil data
spasial. Namun demikian masih ada kesulitan untuk
mendapatkan data dari instansi vertikal.
Untuk pemetaan penutupan/penggunaan lahan ke-
sulitan utama adalah citra sebagai data dasar untuk
diolah. Untuk keperluan kehutanan resolusi citra
20m sudah mencukupi.
Data Bappeda dan Dishut seringkali berbeda karena
pihak ketiga (konsultan) yang bekerja dengan data
tersebut juga berbeda.
Data-data dasar terkadang tersedia melalui pengum-
pulan dari pihak lain termasuk swasta,
b. Permasalahan Ka-
pasitas Sumber
Daya Manusia
Masing-masing Kabupaten memiliki keterbatasan
SDM yang menguasai pengelolaan data spasial.
Permasalahannya, tenaga terlatih seringkali dipindah
tugas karena kepentingan politik, sehingga SDM yang
seringkali kembali nol.
c. Kelengkapan dan
Kualitas Data
Sarana dan prasarana
Masih terdapat kekurangan sarana dan prasarana
untuk pengelolaan data khususnya spasial
Kualitas Data
Seringkali terdapat perbedaan data antar instansi
seperti data sungai ataupun garis pantai.
Sulit untuk menadapatkan data GIS dengan tingkat
ketelitian tinggi dan valid, selain masalah tenaga
yang handal juga masalah sumber data yang akurat.
2. Kesimpulan dan Hasil diskusi
37
Tema Diskusi Hasil Diskusi
Kelengkapan Data Dasar
Permasalahan yang dihadapi di sebagian tempat
adalah belum adanya kesepakatan tentang batas
wilayah administratif.
Selain itu kewenangan pengelolaan tata batas
khususnya kehutanan masih di pusat.
Pemerintah Kabupaten seringkali tidak mendapat
tembusan informasi sehingga seringkali harus men-
cari sendiri data.
RTRW Provinsi Riau belum pasti, sehingga peng-
gunaan data spasial menjadi sulit termasuk data
kawasan hutan.
d. Langkah Perbaikan
Diusulkan ada satu sistem yang bertanggungjawab
mengelola data tapi seluruh instansi dapat mengak-
ses.
Diusulkan ada petugas yang menangani dan bisa
selalu berkoordinasi terkait sirkulasi data dan dan
informasi. Kemudahan informasi dan data akan ber-
arti penghematan biaya
Harus ada penegasan tapal batas.
Diperlukan forum yang peduli pengelolaan data
spasial di Provinsi Riau. Contohnya di Yogyakarta,
ada forum yang membahas sampai ke status areal.
Diperlukan pengaturan kelembagaan karena penye-
diaan data sangat dipengaruhi oleh kewenangan
masing-masing.
Perlu dilakukan sertifikasi agar data bisa dipercaya
untuk diakses bersama untuk kebutuhan bersama.
38
Tema Diskusi Hasil Diskusi
e. Kelembagaan
Bappeda tepat sebagai simpul, dan tata ruang di-
alihkan kepada ciptakarya. Namun demikian siapa
yang mampu mengkoordinir dan mampu itu yang
paling penting, namun harus dengan dukungan SDM
memadai.
Diskusi di Grup 2 (Pemerintah Kabupaten)
39
Moderator : Bukti Bagja (Waindo)
Narasumber : Dr. Arif Darmawan (UKP4/ Satgas REDD+ Pusat)
Tema : Sumbangan Pemetaan Partisipatif bagi Integrasi Data-
informasi SDA dan Pelembagaan untuk Persiapan REDD+ di
Provinsi Riau
Tujuan : FGD ke-2 bertujuan untuk mendapatkan perspektif para
pemangku kepentingan di luar pemerintahan (terutama
kelompok pemerhati (NGO) pengelolaan SDA dan lingkun-
gan hidup, Lembaga Penguatan Masyarakat Adat, Pergu-
ruan Tinggi dan lembaga penelitian) dan pemetaan kebutu-
han teknis penguatan kelembagaan di Provinsi Riau.
Peserta : UNRI (Universitas Negeri Riau), Universitas Lancang Kuning,
Universitas Islam Riau, Perkumpulan Elang, TI (Transparansi
Internasional)-Forest Crime Program, WALHI ED Riau, KAR
(Koalisi Air untuk Rakyat), STR (Serikat Tani Riau), JMGR
(Jaringan Masyarakat Gambut Riau), FKKM (Forum Komuni-
kasi Kehutanan) Riau, AJI (Aliansi Jurnalis Independen),
Rumah Pohon, WWF, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat)
Riau, dan Yayasan Hakiki.
DISKUSI GRUP 3
1. Paparan pembukaan diskusi grup 3
Bukti Bagja (PT. Waindo SpecTerra)
Untuk implementasi REDD+ (MRV) ataupun untuk pembangunan pada umumnya
diperlukan adanya data/informasi spasial maupun non-spasial yang: Tunggal,
resmi, diakui bersama, selalu diperbaharui, memiliki kualitas baik (reliable, verifi-
able), serta dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Saat ini, di
Provinsi Riau sejumlah data/informasi tersebut secara umum telah tersedia di
40
berbagai instansi dalam berbagai format.
Namun demikian terdapat indikasi permasalahan mendasar yang melatarbe-
lakangi diskusi ini yaitu:
Mekanisme dan pengaturan kelembagaan yang ada saat ini masih belum me-
menuhi standar kebutuhan REDD, terutama untuk data/informasi spasial
(dalam hal: penyediaan data/ informasi, penyimpanan, monitoring dan verifi-
kasi, dan sharing (penyebaran) data/informasi)
Sejumlah data/informasi yang telah tersedia saat ini masih memerlukan pene-
gasan dalam hal konsistensi, kelengkapan,dan kedalaman informasinya se-
hingga dapat memenuhi persyaratan REDD ataupun perencanaan pemban-
gunan.
Kondisi Eksisting
Secara umum selama ini telah berjalan proses pengelolaan data/informasi di
berbagai lingkup pemerintahan, namun demikian terdapat sejumlah catatan ter-
kait dengan sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan dan perlunya pene-
gasan mekanisme dan kelembagaan khusus yang mengatur penyediaan / pem-
baharuan peta, penyimpanan peta, monitoring dan verifikasi peta, dan juga shar-
ing peta.
Pertanyaan Diskusi
Sesuai tema dan tujuan diskusi, pertanyaann utama dalam diskusi adalah:
Bagaimana sebaiknya mekanisme/proses dan kelembagaan dijalankan, agar
dapat dapat memenuhi standar kebutuhan REDD dan juga perencanaan pem-
bangunan pada umumnya?
Siapa yang sebaiknya menangani penyediaan, penyimpanan, monitoring dan
verifikasi, dan sharing (penyebaran) data dan informasi?
Payung hukum apa yang diperlukan untuk menegaskannya?
Bagaimana sebaiknya mekanisme pendanaan untuk menjalankannya?
41
2. Kesimpulan dan Hasil diskusi
Tema Diskusi Hasil Diskusi
a. Permasalahan Pengelolaan Data
Perbedaan konten data untuk tema yang sama
Tumpang tindih perizinan di lapangan baik antar sek-
tor maupun dengan wilayah kelola masyarakat
Keakuratan peta-peta
Transparansi ketersediaan data di instansi pemerin-
tahan contoh: Dishut yang tidak transparan tentang
status hutan sehingga masyarakat tidak mengetahui
status tentang lahan tersebut
b. Tindakan Perbaikan
Standarisasi metodologi pengambilan data dan peta
untuk menghindari perbedaan hasil pemetaan.
Adanya metode verifikasi data melalui konsultasi
publik termasuk mengakomodasi komplain
Adanya pola umum acuan pemberian izin dari pe-
merintah agar tidak tumpang tindih
Menghindari pola top down dan lebih bottom up
dalam pengumpulan data
Adanya payung hukum
Pemanfaatan dana APBN dan APBD
Transparansi dan Pelibatan multipihak (partisipatif)
dalam pembuatan dan pengelolaan data
Diperlukan kesepakatan baseline data mana yang
akan dipakai Diperlukan ketegasan mengenai data
dan informasi yang menjadi rujukan bersama melalui
proses review multi-stakeholder.
Dimulai dengan segera meski tidak sempurna
Direkomendasikan peningkatan kapasitas kelemba-
gaan dari instansi pemerintah dan juga masyarakat
Direkomendasikan perbaikan data untuk data-data
yang diproduksi di tingkat nasional seperti data ka-
42
Tema Diskusi Hasil Diskusi
c. Kelembagaan
Adanya kelembagaan yang mengelola data dan infor-
masi sangat dibutuhan dengan koridor: Independen,
Transparan, dapat diverifikasi dan membuka akses
publik, multistakeholder dan lintas sektor, kewenan-
gan yang tegas, serta memiliki kesesuaian vertikal
Payung hukum pengelolaan data yang paling me-
mungkinkan saat ini adalah dalam bentuk SK Guber-
nur atau Peraturan Gubernur.
Alternatif lembaga pemerintah: Bappeda (memiliki
kelemahan dalam hal kemampuan teknis dan terlalu
luasnya beban dan spektrum kerja), Balitbang
(memiliki kelemahan dalam hal teknis dan kapasitas
kelembagaan saat ini yg masih belum cukup kuat),
Diskominfo dan PDE (memiliki kelemahan dalam hal
substansi data, Forum Lintas Stakeholder (memiliki
kelemahan dalam hal payung hukum dan dukungan
pendanaan). Sementara untuk data non peta adalah:
Bappeda, Balitbang, Diskominfo, dan Statistik
Diskusi Grup
43
Tema Diskusi Catatan Diskusi
a. Permasalahan
1. Fredrik Suli (Dishut Provinsi)
Pemanfaatan data yang telah ada agar efeketif.
Permasalahan klasik berupa perbedaan antar in-
stansi pemerintah dan pihak lain.
Standar penyajian data yang berbeda sehingga
kualitas data pun akan berbeda.
b. Langkah perbaikan
1. Fredrik Suli (Dishut Provinsi)
Mekanisme sharing data geospasial dan kejelasan
standar dan acuan kualitas data.
2. Siswi Harini (BPS Riau)
Jika nasional telah memiliki data spasial , sebaiknya
bisa di-share ke Provinsi atau Kabupaten/Kota
Lampiran 1. Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 1 (Pemerintahan Provinsi)
LampiranLampiranLampiran
44
Tema Diskusi Catatan Diskusi
b. Langkah perbaikan
(lanjutan)
3. Erwinsyah (Satgas REDD+)
Inti dari penyelengaraaan kegiatan ini adalah ko-
laborasi dari inisiatif pemetaan yang suadah ada,
yang akan diupayakan penyatuannya menuju data
tunggal. Kegiatan ini mendorong adanya partisipa-
tory mapping yang melibatkan instansi ataupun
masyarakat
4. Pak Akbar
Keputusan penetapan kawasan bersifat politis
karena terkait kepentingan, sehingga harus di
dorong oleh UKP4
c. Pendanaan
1. Fredrik Suli (Dishut Provinsi)
Mekanisme pendanaan harus berdasar payung hu-
kum dan SOP yang jelas sesuai dengan undang-
undang yang mendasarinya
2. Erwinsyah (Satgas REDD+ )
Tentunya pelaksanaan data termasuk participatory
mapping akan memerlukan dana, oleh karenanya
salah satu sumber pendaaan pengadaan data da-
pat menggunakan APBD.
d. Kelembagaan
1. Fredrik Suli(Dishut Provinsi)
Bappeda merupakan sumber informasi untuk
keperluan perencanaan. Banyak data yang diperlu-
kan sehingga memungkinkan semua sub simpul
terkoneksi dengan Bappeda, Bappeda bertugas
mengakomodir dinas – dinas yg ada di Provinsi,
data dipublikasikan melalui Bappeda.
Bisa dibuat semacam sekber yang memfasilitasi
para pejabat yang terkait. Anggota sekber meru-
pakan bagian dari satgas pusat. Sekber ditetapkan
dan jangan sampai terpecah-pecah. Tim pemetaan
harus berada dibawah sekber.
45
Tema Diskusi Catatan Diskusi
d. Kelembagaan
(lanjutan)
2. Deni Suryanti (Diskominfo / PDE)
Dinas Kominfo saat ini memiliki sistem SDDKN
(sistem data base dukungan kebijakan nasional)
dan SDDKD (sistem data base dukungan kebijakan
daerah). Untuk menunjang pengumpulan data
umum. Pengumpulan data sudah dilaksanakan
meski belum 100 %, namun setiap tahun sudah
mengirimkan data SDDKN dan SDDKD melalui data
base.
Saat ini Dinas Kominfo mengumpulkan seluruh
SKPD di Provinsi Riau untuk membuat suatu analisa
sistem jaringan ,yang mana kedepannnya akan
dibuat sistem tool ,
3. Siswi hariani ( Badan Pusat Statistik Prov. Riau )
Pemerintah Pusat telah membentuk pusat kelem-
bagaan, kenapa di Provinsi tidak mengacu dengan
pusat
46
Lampiran 2. Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 2 (Pemerintahan Kabupaten)
Topik diskusi Catatan Diskusi
a. Kondisi Sumber
Data Kabupaten
1. Ahmadi (Dishut Siak)
Data GIS yang selama ini digunakan (dikelola) sum-
bernya dari Dishut Riau.
Untuk pemetaan lahan kesulitan utama adalah ci-
tra sebagai data dasar untuk diolah
Kesulitan untuk mendapatkan data secara vertikal
karena seringkali permintaan data ke Provinsi atau
pusat tidak dilayani.
2. (Rokan Hulu)
Permasalahan dasar yang dihadapi yaitu kesulitan
data citra. Untuk keperluan kehutanan resolusi
citra 20m sudah mencukupi. Harapannya data un-
tuk seluruh Indonesia tersedia dan bisa diakses.
3. (Rokan Hilir)
Data Bappeda dan Dishut seringkali berbeda
karena pihak ketiga (konsultan) yang bekerja den-
gan data tersebut juga berbeda.
4. (Indragiri Hulu)
Masalahnya utama adalah masalah kewenangan
mengakses data Provinsi, bagaimana Kabupten
mengupdatenya. Yang pasti update data perlu
koordinasi dengan Bappeda.
5. (Bengkalis)
Pelengkapan data-data dasar terkadang disediakan
melalui permintan ke keperusahaan
6. (Kampar)
Di Dishut Kampar, pemetaan dengan GIS telah ber-
jalan, data didapat dari Dishut Provinsi dan pusat,
beberapa sudah diupdate
47
Topik diskusi Catatan Diskusi
b. Sumber Daya
Manusia
1. Indragiri Hilir
Masing-masing Kabupaten terbatas dengan ke-
mampuan mengoprasionalan sistem GIS, dan kami
sangat berharap sekali ada training
2. Bappeda Inhil
Dibutuhkan banyak pengembangan kapasitas sum-
berdaya manusia dan sistemnya, terlebih ke-
mapuan dalam bidang GIS .
3. (Pelalawan)
Tenaga kerja terlatih seringkali dipindah ketempat
lain karena kepentingan politik, sehingga SDM yang
diperlukan seringkali kembali nol.
4. (Meranti)
Masih terbatas SDM yang menguasai GIS, baru 1
orang itupun masih terbatas masih baru belajar.
5. (Kuantan Singingi)
Telah ada beberapa orang yang bisa GIS, tetapi
seringkali dipindah setelah dilatih.
6. Bengkalis
Beberapa staf sudah bisa GIS , Dishut 2 orang, Bap-
peda ada 2 orang dan pertanahan ada 1 orang.
7. Dumai
Tenaga GIS Dinas ada 3 orang dan berkoordinasi
baik dengan Bappeda, dan pertanahan.
8. Kampar
Tenaga GIS ada 3 orang, digunakan untuk pe-
metaan setelah survey. Juga digunakan untuk me-
layani masyarakat yang butuh konfirmasi lahan
baik dari pihak perusahan maupun masyarakat.
9. Rokan Hulu
Bappeda memiliki 3 bidang yang menangani data.
Sebagian dokumen disimpan di kantor perpusta-
kaan & arsip
48
Topik diskusi Catatan Diskusi
c. Permasalahan
Sarana dan prasarana
1. Bappeda Inhil
Masih terdapat kekurangan sarana dan prasarana
untuk pengelolaan data
Kualitas Data
1. Ahmadi (Dishut Siak)
Seringkali terdapat perbedaan data seperti sungai
ataupun garis pantai yang merupakan data penting
Masalah data wewenang, mengacu kepada dua
lembaga, terjadi perbedaan antara pelepasan
2. Dishut Indragiri Hilir
Seringkali data Dishut tidak sinkron dengan Bap-
peda meski Bappeda banyak datanya yang berasal
dari Dishut.
3. Pelalawan
Data perusahaan yang beroprasi disetiap Kabu-
paten umunya tidak akurat baik dalam perizinan
maupun luasannya. Contoh arealnya disebut 50
ribu Ha padahal aktualnya 60 ribu sehingga pa-
jaknya sering hilang.
4. (Bengkalis)
Sulit untuk mendapatkan data GIS dengan tingkat
ketelitian tinggi dan valid. Selain dibutuhkan
tenaga yang handal juga membutuhkan sumber
data yang akurat
Kelengkapan Data Dasar
1. Rokan Hulu
Permasalahan yang dihadapi di sebagian tempat
adalah belum adanya kesepakatan tentang batas
wilayah administratif.
49
Topik diskusi Catatan Diskusi
c. Permasalahan
(lanjutan)
2. Kabupaten Meranti
Kewenangan tata batas kehutanan masih di pusat.
Wilayah hutan dalam RTRW masih belum jelas,
sehingga sulit ketika ada perusahaan swasta yang
sudah beroprasi tetapi masyarakat mengklaim ter-
lebih dulu itu milik mereka.
3. Indragiri Hulu
Kewenangan juga seringkali tumpang-tindih pusat
dan daerah. Izin HPH-HTI oleh Bupati pada tahun
2005 ditarik pusat.
4. Kabupaten Bengkalis
Pemerintah Kabupaten seringkali tidak mendapat
tembusan informasi dari pusat sehingga seringkali
harus survey kembali.
RTRW Provinsi Riau belum pasti, sehingga peng-
gunaan data spasial menjadi sulit. Jika RTRW telah
ada pemerintah Kabupaten akan bisa bekerja mak-
simal.
Data cukup lengkap di Bengkalis tapi terdapat ban-
yak variasi. Izin PT dipulau Rupat kita input kedata
GIS ternyata berada diluar pulau.
5. Kabupaten Kuantan Singingi
RTRW Kabupten belum disahkan. Saat ini Kabu-
paten/Kota masih merevisi RTRW di Kabupaten
mengacu pada UU yang ada. RTRW kita yang lama
masih berlaku sampai 2013, revisi dari 2009 sampai
sekarang belum tuntas, karena masih menunggu
RTRWP disahkan.
6. Kota Dumai
Data yang baik otomatis harus berdasarkan ken-
yataan lapangan termasuk tentang status kawasan
yang juga harus detail. Yang menjadi masalah
adalah mendapatkan kondisi eksisting sangat sulit.
50
Topik diskusi Catatan Diskusi
d. Langkah perbaikan
1. Rokan Hulu
Diusulkan ada satu sistem yang bertanggungjawab
mengelola data tapi seluruh instansi dapat men-
gakses.
Seharusnya ada petugas yang menangani dan bisa
selalu berkoordinasi terkait sirkulasi data dan dan
informasi. Kemudahan informasi dan data akan
berarti penghematan biaya
Harus ada penegasan tapal batas agar data men-
jadi akurat. Setelah ada tim terpadu masing-masing
wilayah.
2. Kabupaten Meranti
Diperlukan keseriusan tentang data dasar, kita
harapkan sumber tunggal data termasuk data la-
han.
Data daerah tetap di pegang oleh masing-masing
kecuali sudah ada lembaga khusus yang menan-
ganinya. Asisten pembangunan dapat mengkoor-
dinir pengelolaa data.
3. Indragiri hulu
Diperlukan pelatihan dan praktek langsung pengel-
olaan data dan GIS di Kabupaten.
Kewenangan Kehutan di Kabupaten praktis tidak
berdaya ketika berhadapan dengan pusat.
4. Kabuten Bengkalis
Diperlukan forum yang peduli pengelolaan data
spasial di Provinsi Riau. Contohnya di Yogyakarta,
ada forum yang membahas sampai ke status areal.
Penyediaan data akan sangat dipengaruhi oleh
wewenang dan kebijakaan yang dimiliki masing-
masing.
51
Topik diskusi Catatan Diskusi
d. Langkah perbaikan
(lanjutan)
Terkait dengan REDD, diharapkan untuk pulau kecil
izin kehutanan yang tidak beroperasi dicabut dan
dijadikan kawasan konservasi. Di pulau Bengkalis
hutannya hanya 8%, tidak pernah dilakukan tata
batas dan tindakan oleh pemerintah.
Perlu dilakukan sertifikasi agar data bisa dipercaya
untuk diakses bersama untuk kebutuhan bersama.
e. Kelembagaan
1. Rokan Hulu
Bappeda tepat sebagai simpul, dan tata ruang di-
alihkan kepada ciptakarya. Namun demikian siapa
yang mampu mengkoordinir dan mampu itu yang
paling penting.
2. Pelalawan
Kelembagaan mengkoordinir data cukup di Bap-
peda, namun SDM di Bappeda perlu dibenahi.
3. Indragiri hulu
Sepakat Bappeda sebagai simpul, karena di Dishut-
bun lebih fokus pada perizinan terutama perkebun-
an
4. Rokan Hilir
Setuju dengan bappeda untuk penanganan data,
REDD ditangani Sekda
5. Dumai
Penyediaan data dasar sebaiknya di Bappeda se-
suai dengan UU Tata Ruang.
52
Lampiran 3. Catatan Pelaksanaan Diskusi Grup 3 (LSM dan PT)
Topik diskusi Hasil diskusi
a. Permasalahan
pengelolaan data
1. Ismail (Universitas Islam Riau)
Terdapat perbedaan-perbedan data yang didapat-
kan untuk penelitian. Sehingga menjadi salah satu
hal yang membingungkan untuk sumber data
dalam penelitian. Kesimpangsiuran data yang ada
justru menjadi persoalan yang melahirkan perbe-
daan persepsi.
2. Riko (Perkumpulan Elang)
Dari pengalaman dilapangan, terdapat tumpang
tindih izin yang diberikan pada daerah-daerah.
Untuk kepastian keakuratan peta dirasa membin-
gungkan baik peta dari pemerintahan maupun dari
kelompok masyarakat.
Ketidak akuratan data perizinan akan menimbulkan
ketidak cocokan peta wilayah yang ada. Dan
kondisi tersebut diperburuk dengan adanya upaya
pihak pemangku kepentingan dalam hal ini pemer-
intah untuk memaksakan kehendak draf tataruang
untuk segera digunakan secara instan.
Dilihat dari sepintas, pelibatan masyarakat dalam
melakukan proses pemetaan wilayah kelola dalam
bentuk partisipatif memang cukup sederhana. Na-
mun dalam pelaksanaannya, justru banyak akan
menemui kendala-kendala yang cukup serius. Ken-
dala yang paling banyak ditemui adalah, banyaknya
temuan data wilyah sebaran kelola yang ketika di
ukur mengalami tumpang tindih. Wilayah kelola
masyarakat dengan perizinan-perizinan menjadi
primadona dari setiap masalah yang muncul dalam
melakukan proses pemetaan partisipatif.
53
Topik diskusi Hasil diskusi
a. Permasalahan
pengelolaan data
(lanjutan)
Dalam situasi tersebut yang akan terjadi kemudian
adalah, tidak kuatnya data pemetaan yang dimiliki
oleh masyrakat setempat dalam kekuatan hukum.
Karena secara jelas, wilayah perusahaan yang su-
dah memiliki hak kuasa kelola lebih diperkuat den-
gan adanya kepemilikan payung hukum pemerin-
tah.
3. Efrianto (AMAN)
Di Riau ini tidak ada Transparansi terkait sebaran
data yang dimiliki masing-masing instansidan juga
kelompok masyarakat. Misalnya pihak Dishut yang
tidak transparan tentang status hutan sehingga
masyarakat tidak mengetahui status tentang lahan
tersebut. Sehingga hal ini menjadi salah satu pe-
nyebab tumpang tindihnya perizinan yang terjadi
4. Adnan Kasry (UNRI)
Data yang ada di daerah Riau sejak dahulu kala me-
mang sudah menjadi masalah. Terdapat perbedaan
-perbedaan yang dihasilkan karena perbedaan
dalam metode dalam perhitungannya. Sehingga
tidak bisa disalahkan antara metode yang diguna-
kan antara yang satu dengan yang lainnya.
Terdapat tumpang tindih perizinan dalam suatu
wilayah.
b. Saran perbaikan
1. Ismail (UIR)
Para pemangku kepentingan, di antaranya: pemer-
intah daerah, NGO dan pihak perguruan tinggi bisa
berbagi peran dalam skema yang rumuskan ber-
sama.
Payung hukum
Pendanaan dari APBN
54
Topik diskusi Hasil diskusi
b. Saran perbaikan
(lanjutan)
Metode dalam memanajemen sumber data
(kolekting, analisis dan distribusi) hendaknya men-
gacu ke institusi berwenang. misalnya Dinas perta-
nian. yang kemudian itu harus dipercayai
keakuratannya, karena pada umumnya data terse-
butlah yang akan dimanfaatkan untuk proses pem-
bangunan bagi pemerintahan.
2. Riko (Perkumpukan Elang)
Proses-proses melakukan pembuatan data sudah
sewajarnya mengharuskan pelibatan disegala mul-
tipihak, termasuk pihak yang akan menjadi pelaku
langsung dari kebijakan yaitu masyarakat setem-
pat, pelibatan masyarakat dalam melakukan pe-
metaan partisipatif misalnya.
3. Efrianto (AMAN)
Untuk menyongsong REDD+ ini hendaknya juga
perlu diketahui oleh masyarakat luar. Dan yang
terpenting adalah, terlselesaikannya situasi tum-
pang-tindih wilayah kelola yang ada. Sehingga
harapannya kemudian adalah, peta di Riau ini ti-
dak lagi menjadi peta yang abu-abu.
Mekanisme distribusi dan informasi tentang Peta
sampai saat ini dari atas kebawah, hanya dibagi-
bagi lewat komputer saja. Forum lintas sektoral
perlu dibuat untuk menyatukan semuanya, yang
bisa mewakili dari kepentingan-kepentingan se-
mua sektor yang ada dan diharapkan memiliki se-
suatu yang disepakati bersama.
55
Topik diskusi Hasil diskusi
b. Saran perbaikan
(lanjutan)
4. Harry
Antara pemerintah dengan masyarakat sudah tidak
ada lagi saling mempercayai. Apabila ada pembe-
rian izin hendaknya jangan berkonflik apabila izin
telah dikeluarkan, hendaknya di awasi sejak awal.
Masyarakat juga diikutkan atau dilibatkan dalam
penyiapan sebelumnya, misalnya dalam tata kelola
batas izin. Selain itu harus ada komunikasi penyalu-
ran dari masyarakat yang didampingi oleh NGO.
5. Raflis (TI)
Penetapan kawasan hutan didapat dari hasil skor
yang didapat dari data curah hujan, tanah dan to-
pografi. Terkait status kawasan hutan baru ditetap-
kan 21 dari 207 kelompok hutan yang sudah
ditetapkan. Peta-peta yang ada memiliki status
hukum yang jelas.
Saran:
Dibutuhakan verifikasi terhadap data yang dike-
luarkan
Dibutuhkan mekanisme untuk perbaikan data
yang salah, termasuk mekanisme komplain dari
masyarakat asli
Perlu didorong peran serta masyarakat dalam
melakukan verifikasi data dan informasi
6. Yudi Agusrin (WWF)
Yang diperlukan baseline data yang prosesnya dan
pengadaannya dilakukan dan disepakati bersama-
sama. Sepakati dahulu data mana yang akan di-
pakai. Karena apabila sudah sepakat, kemudian
ada kesalahan maka bisa dilakukan proses perbaik-
annya secara bersama-sama.
56
Topik diskusi Hasil diskusi
b. Saran perbaikan
(lanjutan)
7. Mardiansyah (UNRI)
Memulai terlebih dahulu adalah hal yang terbaik.
Yang penting data dahulu yang perlu persoalan
betul tidaknya itu lain hal. Karna ketika kita
menunggu momentum kesiapan sumberdaya
manusia dan data yang cukup kuat dan lengkap
akan memakan waktu yang cukup lama. Salah satu
masalahnya adalah biaya yang merupakan hal
penting untuk disediakan, tidak mendapat jaminan
pasti dari instansi pemerintah.
8. Asri Jon Tanjung (HAKIKI)
Diperlukannya tenaga-tenaga pendamping.
Diperlukan adanya kesepakatan sebelum melang-
kah lebih jauh lagi.
SK Gubernur untuk tinggkat Provinsi dalam hal pa-
yung hukum yang baik.
9. Dina Febriastuti (Aliansi Jurnalis Independen)
Harus ada payung hukumnya karena apabila sudah
ada hasil jika tidak ada payung hukumnya maka
tidak akan diakui. Untuk payung hukum ditingkat
Provinsi bisa saja dari SK Gubernur. Selain itu akse-
sibilitas publik juga harus dibuka. Bisa dengan web-
site atau media yang lainnya. Sehingga masyarakat
luas bisa mengetahui dan mengawasai juga.
10. Adnan Kasry (UNRI)
Untuk pembangunan sekarang hendaknya jangan
Top Down, tetapi daerah tersebut yang menga-
turnya. Untuk kepentingan pola umum hendaknya
dikumpulkan oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Data tersebut bersebaran namun berbeda-beda,
karena tidak ada pola umumnya.
57
Topik diskusi Hasil diskusi
c. Kelembagaan Data
1. Adnan Kasry (UNRI)
Ada 3 badan dalam rujukan pengambilan data Bap-
peda, Statistik dan Balitbang. Dari ketiga instansi
tersebut pada umumnya tidak diisi oleh orang-
orang yang kompeten dibidangnya. Saran untuk
pengelolaan data hendaknya dengan instansi Balit-
bang. Karena pada saat sekarang ini kompetensi
yang ada di dalam Balitbang telah disertifikasi.
Selain itu Balitbang dapat bekerjasama dengan
LSM dan Stakeholders yang lainnya. Bila perlu
menggunakan website, sehingga bisa diakses oleh
masyarakat luas. Selain itu infrastrukstur didalam
Balitbang juga harus sudah memadai. Juga Balit-
bang datanya bisa dipakai sebagai rujukan untuk
pembangunan.
2. Raflis (TI)
Untuk membuat peta boleh siapa saja bisa juga
Pemerintah namun harus diawasai dan melibatkan
NGO dan akademisi. Kesepakan yang diperlukan
penyediaan bisa dari mana saja.
3. Mardiansyah
Diskominfo adalah lembaga central yang berpo-
tensi menjadi simpul data dan informasi
d. Tambahan infor-
masi
1. Riko (perkumpulan Elang)
Untuk salah satu daerah di Kabupaten Siak terda-
pat 3 desa yang berdampingan dengan HTI. Ber-
dasarkan data peta-peta yang telah dikumpulkan
terdapat juga tumpang tindih perizinan. Masyara-
kat telah berupaya menyampaikan peta pada pi-
hak-pihak terkait namun masyarakat selalu kalah
dalam bernegosiasi baik dengan pemerintah mau-
pun dengan perusahaan.
58
Topik diskusi Hasil diskusi
d. Tambahan infor-
masi
(lanjutan)
2. Efrianto (AMAN)
Untuk di daerah Kampar sendiri memiliki peraturan
tentang Hutan Adat tapi sampai saat ini peta hutan
adat itu sendiri belum ada.
3. Fadil (Jikalahari)
Diperlukan modifikasi antara data-data yang ada.
Seperti pengumpulan data-data sekunder dari peta
pemerintahan, perusahaan dan NGO. Disarankan
dengan dibentuknya satgas REDD+ yang ada di
daerah Riau hendaknya peran NGO juga diberikan
ruang untuk diberi kesempatan untuk mempresen-
tasikan peta awal yang bisa diambil oleh pihak
LSM. Masalah pendanaan hendaknya dianggarkan
dalam APBD.
59
Catatan:
60
Catatan:
top related