prosiding seminar heritage tangible intangible
Post on 30-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Heritage Tangible Intangible http://seminar.iplbi.or.id/prosiding-seminar-heritage-tangible-intangible/
June 21, 2017 by iplbi
PROSIDING SEMINAR HERITAGE TANGIBLE INTANGIBLE
CIREBON 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon
Universitas Indraprastha
Universitas Trisakti
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia
ISBN Online 978-602-17090-4-7
ISBN Cetak Jilid 1 978-602-17090-5-4
ISBN Cetak Jilid 2 978-602-17090-6-1
PEMBICARA KUNCI
Pemaknaan Tempat dalam Pelestarian Arsitektur
Widjaja Martokusumo
Halaman 01-10
BANGUNAN WARISAN
Hasil Penelitian
Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar terhadap Iklim Tropis Lembab
Andi Eka Oktawati, Wasilah Sihabuddin
Halaman A 001-010
Akulturasi Budaya pada Masjid Gedhe Mataram Jogjakarta
Endang Setyowati, Gagoek Hardiman, Titien Woro Murtini
Halaman A 011-018
Karakteristik Benteng Fort Rotterdam sebagai Urban Artefact Kota Makassar
Andi Hildayanti, Wasilah
Halaman A 019-026
Konsep Desain Atap Aula Timur dan Aula Bara Institut Teknologi Bandung
Yohana Friscila Ezra Sitorus
Halaman A 027-032
Penerapan Tradisi “Payango” pada Rumah Tinggal Masyarakat Gorontalo sebagai Upaya
Pelestarian Budaya Lokal
Ernawati , Heryati , M Muhdi Ataufiq
Halaman A 033-040
Penyesuaian Ruang Arsitektur dalam Kehidupan Berbudaya Masyarakat Migran Madura
Abraham Mohammad Ridjal
Halaman 041-050
Perpaduan Gaya Arsitektur Jawa Kuno, Tiongkok, dan Eropa pada Arsitektur Masjid Agung
Banten
Mohammad Thareq Defa
Halaman A 051-054
Simbolisme Masjid Agung Demak
Marwoto 1, Elisya Wulandari
Halaman A 055-062
Studi Langgam pada Hotel Toeng Hoa dengan Observasi Ornamen Bangunan
Lucky Lukman Hakim
Halaman A 063-066
Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
Nafiah Solikhah
Halaman A 067-074
Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul
Endah Tisnawati, Dita Ayu Rani Natalia
Halaman A 075-082
Diskursus
Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Perspektif Indonesia
Adang Sujana
Halaman A 083-090
Adaptasi Gaya Eropa pada Kantor Gubernur Jawa Timur
Aysha Nurshabira
Halaman 091-094
Akulturasi Budaya dalam Makna dan Fungsi di Masjid Agung Sumenep
Adisti Yonita Widiatami
Halaman A 095-102
Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta
Firdha Ruqmana
Halaman A 103-108
Analisis Tujuh Prinsip Desain pada Bangunan Utama Hogere Burger School Semarang, SMA 1
Semarang
Annisa Yulita Pertiwi
Halaman A 109-116
Ekspresi Majapahit dalam Ornamen Bangunan Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon
Yanuar Mandiri
Halaman A 117-124
Ekspresi Tropis dalam Modernitas Karya A.F. Aalbers. Studi Kasus De Driekleur
Andrew Cokro Putra, Bambang Setia Budi
Halaman A 125-132
Ekspresi Vernakular Minangkabau pada Masjid Raya Gantiang
Ganda Saputra Sinaga
Halaman A 133-138
Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan
Rihan Rizaldy Wibowo
Halaman A 139-144
Identifikasi Elemen Arsitektur Khas C.P. Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Masjid Raya
Cipaganti
Raudina Rachmi, Bambang Setia Budi
Halaman A 145-152
Keberagaman Ornament pada Fasad Bangunan Bank Indonesia Bandung
Afif Muhammad Edi
Halaman A 153-160
Konsep Keabadian, Serta Kajian Tektonika Arsitektur Candi di Jawa Timur Yang Disandingkan
dengan Gereja Puh Sarang Kadiri
R.Bambang Gatot Soebroto, Nuffida
Halaman A 161-170
Konservasi Gedung Lawang Sewu sebagai Warisan Sejarah Indonesia
Jovita Liyonis
Halaman A 171-174
Makna Bangunan Menara Masjid Agung Banten
Ulama Andika
Halaman A 175-180
Masjid Agung Kasepuhan Cirebon sebagai Masjid Kuno di Indonesia dengan Orientasi Kiblat
Imega Reski
Halaman A 181-186
Memaknai Lukisan Kaca Patri Lawang Sewu, Semarang
Jovani Debora Emmanuella
Halaman A 187-192
Pencahayaan Menggunakan Atap Kaca pada Gedung Ned.- Ind. Gas. Mij., Showroom en
Kantoor; Becker en Co
Khalil Ambiya
Halaman A 193-196
Pengantar Tipologi Pintu dan Jendela pada Bangunan Gedung Sate Bandung
Desti Sukmamiranti
Halaman A 197-202
Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Demak
Nugraha Pratama
Halaman A 203-206
Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan
Hasna Anindyta
Halaman A 207-212
Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus
Andanti Puspita Sari Pradisa
Halaman A 213-218
Perpaduan Gaya Arsitektur Eropa dan Timur Tengah pada Bangunan Masjid Istiqlal Jakarta
Fatimatuz Zahra
Halaman A 219-226
Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
Indah Mega Ashari
Halaman A 227-232
Pertimbangan Penentuan Ketinggian Panggung pada Rumah Melayu Kampar
Ratna Amanati
Halaman A 233-238
Ragam Ornamen Arsitektur Masjid Sultan Abdurrahman Pontianak
Shinta Rizkia Putri
Halaman A 239-246
Sayap Timur Gedung Sate Kemegahan Arsitektur, Kekayaan Sejarah, dan Keberlangsungannya
dalam Era Milenium
Annisa Fadhilah Farid
Halaman A 247-250
Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung
Andita Aprilina Nugraheni
Halaman A 251-258
Sejarah Terbentuknya Langgam Masjid Jami Angke
Putri Isti Karimah
Halaman A 259-264
Transformasi Bentuk Arsitektur Masjid Agung Palembang
Setyo Nugroho, Husnul Hidayat
Halaman A 265-272
Usaha Preservasi pada Masjid Jami Kalipasir, Tangerang, Banten
Maretta Arninda Dianty
Halaman A 273-278
Kasus Studi
Analisis Penulis Mengenai Akulturasi Budaya pada Aula Timur ITB
Muhammad Hafiz Asyraf, Bambang Setia Budi
Halaman A 279-284
Arsitektur Makam Siti Fatimah binti Maimun Gresik
Luqman Arifin Siswanto
Halaman A 285-288
Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota
Cimahi
Jeremy Meldika
Halaman A 289-294
Elemen-Elemen Arsitektural Post Kantoor di Tanah Deli
Lia Veronica Wirjono
Halaman A 295-302
Fungsi Makna Bentuk Gereja Katedral Santo Petrus Bandung
Hero Renaldi
Halaman A 303-310
Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten
Alya Nadya
Halaman A 311-316
Gedung Pengadilan Landraad, Memori dan Upaya Pelestariannya
Muhammad Fajri Arief Mahmuda
Halaman A 317-320
Gedung Sate, Keindahan Ornamen Arsitektur Indo-Eropa
I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria
Halaman A 321-326
Grand Hotel Preanger dari Waktu ke Waktu, sebuah Montase Sejarah
Eko Bagus Prasetyo, Bambang Setia Budi
Halaman A 327-336
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Rumah Ketib Anom di Kauman Surakarta
Ardhini Zulfa
Halaman A 337-344
Jejak Societeit Concordia di Bandung
Gusti Reynaldi Cakramurti
Halaman A 345-350
Kemiripan Arsitektur Tiang Masjid Ampel Karangasem Bali dengan Masjid Agung Demak
Afrizal Fikri
Halaman A-351-354
Langkah Awal Konservasi Kediaman Raden Saleh
Lady Viona Yacup
Halaman A 355-358
Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang
Safira
Halaman A 359-364
Masjid Agung Banten Perpaduan Tiga Budaya dalam Satu Arsitektur
Bintang Widya Laksmi
Halaman A 365-368
Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut
Annisa Maharani
Halaman A 369-374
Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja
Franciska Tjandra
Halaman A 375-380
Masjid dan Makam Sendang Duwur, Perwujudan Akulturasi
Ayeesha Putri Zarifa
Halaman A-381-384
Masjid Pacinan Tinggi, Hancur atau Belum Selesai
Rizkia Amalia
Halaman A 385-392
Masjid Raya Cipaganti, Heritage Kota Bandung yang Memadukan Gaya Arsitektur Jawa dan
Eropa
Zulva Fachrina
Halaman A 393-398
Masjid Sultan Suriansyah sebagai Simbol Dimulainya Pergerakan Islam di Kalimantan Selatan
Noortieni Khairulisa
Halaman A 399-402
Masjid Wapauwe, Saksi Perkembangan Islam di Wilayah Timur Nusantara
Dwi Astuti
Halaman A 403-408
Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang Perlu Dilestarikan
Muhammad Fadhil Fathuddin
Halaman A 409-414
Nilai Arsitektur Lokal Masjid Gunung Pujut, Lombok, NTB
Yuninda Dian Pamungkas
Halaman A 415-418
Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe
Cut Azmah Fithri, Sisca Olivia, Nurhaiza
Halaman A 419-426
Pelestarian Bangunan dan Obyek Peninggalan di Kutai Kartanegara sebagai Pembentuk Identitas
Kota
Eva Elviana, Diyan Lesmana
Halaman A 427-434
Penelusuran Warisan Budaya Jakarta melalui Heritage Bangunan Masjid Al-Alam Marunda
Ahmad Darmawan
Halaman A 435-440
Pengaruh Belanda dalam Arsitektur Masjid Agung di Priangan 1800 – 1942
Annisha Ayuningdiah
Halaman A 441-448
Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta
Lilis Yuniati
Halaman A 449-454
Penghawaan dan Pengaruh Psikologi pada Aula Barat dan Aula Timur ITB
Muhammad Fahry Aziz, Bambang Setia Budi
Halaman A 455-462
Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya, Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan
AM Sangaji Yogyakarta
Augustinus Madyana Putra, Andi Prasetiyo Wibowo
Halaman A 463-468
Perpaduan antara Tradisi Islam dan Kebudayaan Eropa pada Arsitektur Istana Maimun
Pipin Kurniawati
Halaman A 469-472
Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya
Maulidinda Nabila
Halaman A 473-478
Perubahan Atap Masjid Agung Garut
Devinna Febrianni
Halaman A 479-484
Perubahan pada Masjid Tuo Kayu Jao Setelah Pemugaran
Alisha Dwi Nefertity
Halaman A 485-490
Perubahan pada Menara Masjid Sunan Ampel Surabaya Tahun 1870-2012
Arif Satya Wirawan, Bambang Setia Budi
Halaman A 491-498
Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta
Fida Windari Dewi, Bambang Setia Budi
Halaman A 499-504
Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang
Faisal Prabowo
Halaman A 505-510
Sejarah Stasiun Bandung dari Masa ke Masa
Muhammad Aodyra Khaidir
Halaman A 511-514
Studi Dokumentasi Area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon
Farhatul Mutiah
Halaman A 515-520
Studi Kasus Bangunan Cagar Budaya, Dokumentasi Gedung “Eks Museum Mpu Tantular”Jalan
Taman Mayangkara no.6, Surabaya
Andy Mappajaya, Josef Prijotomo,Josephine Roosandriantini, Angger Sukma Mahendra,Tanti
Satriana Rosary N, Tjahja Tribinuka, Nur Endah Nuffida, M.Dwi Hariadi, V.Totok Noerwasito ,
Nurfahmi Muchlis, Murtijas Sulistijowati
Halaman A 521-524
Tantangan Konservasi pada Rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga
Pedawa, Buleleng-Bali
Tri Anggraini Prajnawrdhi
Halaman A 525-532
Transformasi Atap Masjid Raya Bandung
Zuhrissa Putrimeidia Aswati
Halaman A 533-538
Transformasi Tipologi Bentuk Kubah Masjid Raya Baiturrahman sebagai Bangunan Bersejarah
di Aceh
Armelia Dafrina
Halaman A 539-546
Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro
Uswatun Chasanah
Halaman A 547-554
KAWASAN WARISAN
Hasil Penelitian
Aspek Intangible di Balik Jejak Rancang Bangun Arsitektur Kolonial Masa Pengembangan
Wilayah Kota Malang 1917-1929
Noviani Suryasari
Halaman B 001-008
Commercial Property Development and Heritage Conservation in Ho Chi Minh City’s District
One
Laras Primasari, Athina Ardhyanto
Halaman B 009-016
Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan
Karangasem di Bali
I Gusti Ngurah Wiras Hardy
Halaman B 017-024
Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta
Angela Upitya Paramitasari
Halaman B 025-032
Identifikasi Tujuan Wisata Reliji Masjid-Masjid Cirebon
Dhini Dewiyanti, Dini Rosmalia, Sally Oktaviana
Halaman B 033-038
Kajian Facade Rumah Tradisional Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo
Dyan Agustin, Wiwik Dwi S
Halaman B 039-044
Kajian Model Revitalisasi Kawasan Heritage Kesawan Medan
Dwi Lindarto Hadinugroho
Halaman B 045-052
Karakteristik Kawasan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Budaya Kraton Yogyakarta
Riana Viciani G, Himasari Hanan
Halaman B 053-060
Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru
Wisata Sejarah
I Made Suarya, I Nyoman Widya Paramadhyaksa, Ni Ketut Agusinta Dewi, I Gusti Agung Bagus
Suryada
Halaman B-061-068
Konstruksi Tipologi Lanskap Budaya Jawa Kuno dari Relief Candi Panataran di Propinsi Jawa
Timur
Chairul Maulidi, Wara Indira Rukmi
Halaman B 069-072
Kosmologi Elemen Lanskap Budaya Cirebon
Dini Rosmalia, L. Edhi Prasetya
Halaman B 073-082
Pelestarian dan Penataan Bangunan Kota (Urban Heritage) di Kabupaten Magelang
Indah Yuliasari
Halaman B 083-088
Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang
Retno Purwanti
Halaman B 089-094
Pelestarian Makna Universal, Kelokalan dan Wujud Arsitektur Bangsal Sitihinggil di Kraton
Yogyakarta
Alwin Suryono
Halaman B 095-102
Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang
Gianyar
Made Prarabda Karma
Halaman B 103-110
Pengaruh Adaptasi Arsitektur Tropis pada Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Blang Mee
Samudera Pase
Nova Purnama Lisa, Nurhaiza
Halaman B 112-118
Pengaruh Kualitas Bangunan dan Kondisi Lingkungan Bangunan Bersejarah Terhadap Wisata
Budaya di Kota Medan
Yuanita F.D Sidabutar, Sirojuzilam, Suwardi Lubis, Rujiman
Halaman B 119-128
Peran Aspek Lokal dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten
Albertus Sidharta Muljadinata, Antariksa, Purnama Salura
Halaman B 129-136
Persepesi Masyarakat terhadap Nilai Sakral dari Alun-alun Bandung
Heru Wibowo, Tri Widianti Natalia
Halaman B 137-140
Perubahan Ruang Bermukim di Kampung Kapitan Palembang
Irma Indriani
Halaman B 141-148
Pesanggrahan Ambarukmo, Mengingat yang Terlupakan
Yudha Pracastino Heston, Rr. Dyah Kartika
Halaman B 149-156
Pola Tata Ruang Kampung Kwarasan Magelang Karya Thomas Karsten
M. Maria Sudarwani, Iwan Priyoga
Halaman B 157-160
Prinsip Rancangan Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Kota Gorontalo
Elvie F. Mokodongan, Y.P. Erick. Ambarmoko
Halaman B-161-170
Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan
Junianto, Rosalia Niniek Sri Lestari, A. Tutut Subadyo
Halaman B 171-176
Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Budaya
Ni Made Yudantini, Kadek Agus Surya Darma, Wayan Wiryawan
Halaman B 177-184
Diskursus
Analisis VGA Sebuah Pendekatan untuk Membaca Nilai Integrasi Ruang pada Bangunan
Ndalem Joyokusuman Yogyakarta
Sidhi Pramudito, Gerarda Orbita Ida Cahyandari, Vincentia Reni Vita Surya
Halaman B 185-192
Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di Desa Penglipuran,
Bangli
Ida Ayu Dyah Maharani, Imam Santosa, Prabu Wardono, Widjaja Martokusumo
Halaman B 193-200
Letak Gedung De Vries di Bandung
Moch Ginanjar Busiri
Halaman B 201-204
Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta
Nindyasti Dilla Himaya
Halaman B 205-210
Ragam Ornamentasi pada Fasad Bangunan Kolonial di Jalan Groote Postweg, Bandung
Nahrul Ulum
Halaman B 211-218
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven
Teresa Zefanya, Bambang Setia Budi
Halaman B 219-226
Sambuangan Taguk Pulih sebagai Wujud Saujana Arsitektur Suku Bajo
Syahriana Syam, Ananto Yudono, Ria Wikantari, Afifah Harisah
Halaman B 227-234
Siapa Pemilik Sense of Place? Tinjauan Dimensi Manusia dalam Konservasi Kawasan Pusaka
Kota Lama
Christin Dameria, Roos Akbar, Petrus Natalivan
Halaman B 235-240
Studi Dampak Pembangunan Stasiun Bandung terhadap Daerah Sekitarnya
Febri Nur Fitrianto
Halaman B 241-246
Sudut Pandang Baru terhadap Revitalisasi dan Adaptasi Kompleks Gedung Galeri Nasional
Indonesia
Jarot Mahendra
Halaman B 247-254
Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta
Steven Nio, Julia Dewi
Halaman B 255-260
Wajah Militair Hospitaal dan ‘Kota Militer’ Cimahi
Aileen Kartiana Dewi
Halaman B 261-266
Kasus Studi
Dualisme Fungsi Sumur Gumuling sebagai Masjid dan Benteng Pertahanan
Retno Rosati Rosati
Halaman B 267-274
Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta
Hazimah Ulfah Az Zaky
Halaman B 275-282
Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali
Annisa Nurul Lazmi, Dita Ayu Rani Natalia
Halaman B 283-292
Konsep Rancangan Ruang Terbuka Publik dengan Pendekatan Naratif Kasus Studi: Taman
Lapangan Banteng Jakarta
Jessica Apriliani, Julia Dewi
Halaman B 293-296
Konservasi Puri Smarapura di Klungkung, Bali
Ni Ketut Agusintadewi
Halaman B 297-304
Penelaahan Wajah Braga Dulu dan Sekarang
Yasmin Chairani Ulfhah
Halaman B 305-312
Pengantar Arsitektur Bangunan Perumahan Militer pada Zaman Kolonial di Kota Cimahi
Muhammad Rizky Mulyana
Halaman B 313-316
Pengaruh Arsitektur Hindu pada Masjid Tuha Indrapuri
Dininta Annisa
Halaman B 317-320
Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariwisata Kreatif Studi Kasus Kawasan
Kota Lama Semarang
Mussadun
Halaman B 321-326
Perkembangan Pola Tata Ruang Kawasan Destinasi Pariwisata Kepulauan di Pulau Batam
Nurul Nadjmi
Halaman B 327-336
Studi Deret Pohon Mahoni sebagai Elemen Lanskap Heritage pada Aksis Struktur Ruang Kota
Kolonis di Kota Metro
Fritz Akhmad Nuzir
Halaman B 337-340
Jalan Braga Menuju Kawasan Heritage Tujuan Wisata Dunia
Titik Savitrie
Halaman B-341-350
Re-Kriteria Konsep Pelestarian Kawasan Pusaka Perkotaan dalam Konteks Pascabencana di
Banda Aceh
Zya Dyena Meutia
Halaman B-351-356
Pengabdian
Pendampingan dalam Pendataan Bangunan di Kawasan Permukiman Tradisional 3-4 Ulu
Palembang
Tutur Lussetyowati, Meivirina Hanum, Ari Siswanto
Halaman B 357-364
WARISAN BUDAYA
Hasil Penelitian
Cultural Attachment sebagai Pembentuk Sense of Place Kampung Bugisan, Yogyakarta
Emmelia Tricia Herliana, Himasari Hanan, Hanson Endra Kusuma
Halaman C 001-008
Identifikasi Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat
Erlina Laksmiani Wahjutami
Halaman C 009-016
Intangible Cultural Heritage Candi Sumberawan dalam Perspektif Kosmologi
Ema Y. Titisari, Antariksa, Lisa Dwi W, Surjono
Halaman C 017-022
iTripbudaya Aplikasi Berbasis Android untuk Pengembangan Heritage Tourism di Kota Gresik
Karina Pradinie, Putu Gde Ariastita, Azka Nur Medha
Halaman C 023-028
Pariwisata dan Pelestarian Suatu Pendekatan untuk Mencegah Kerusakan pada Bangunan Candi
Masa Sriwijaya
Ari Siswanto, Farida, Ardiansyah, Hendi Warlika Sedoputra
Halaman C 029-038
Pencarian Intisari Pesan Fundamental dalam Tradisi dan Seting Pementasan Calonarang di Desa
Getakan, Klungkung, Bali
I Nyoman Widya Paramadhyaksa
Halaman C 039-046
Diskursus
Alkuturasi Budaya Hindu Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram
Fenyta Rizky Rahmadhani
Halaman C 047-052
Arsitektur Vernakular, Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
Ami Arfianti, Josef Prijotomo, Purwanita Setijanti
Halaman C 053-060
Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan Karyanya di Batavia
Alvin Fauzi
Halaman C 061-068
Caruban sebagai Asal Nama “ Cirebon” Eksplorasi Spirit Arsitektur
Sudarmawan Juwono, Dwi Aryanti, Kiki Maria
Halaman C 069-076
Gaya Arsitektur Bioskop Majestic di Bandung
Adin Baskoro Pratomo
Halaman C 077-080
Pandangan Lintas Budaya terhadap Tempat-Tempat Suci Bersejarah (Historic Sacred Places) di
Minahasa, Sulawesi Utara
Cynthia E.V Wuisang, Dwight, M. Rondonuwu
Halaman C 081-088
Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan
Yuni Rahmawati
Halaman C 089-096
Schoemaker dan Jejaknya di Kota Bandung
Anisa Chandra Kharimah
Halaman C 097-102
Tinjauan Kritis terhadap Peraturan Menteri PURP Nomor 01 PRTM 2015
Yanto Horas Mangihut Manurung
Halaman C 103-110
Valuasi Cagar Budaya, Perspektif Manajemen Sumber Daya Budaya
R. Ahmad Ginanjar Purnawibawa
Halaman C 111-116
Kasus Studi
Adaptasi Karya Arsitektur Wolff Schoemaker terhadap Iklim Tropis di Kota Bandung, Indonesia
Dhaifina Mazaya
Halaman C 117-124
Bangunan Berarsitektur Tradisional Jawa dengan Pengaruh Arsitektur Eropa
Haneke Tiara
Halaman C 125-128
Kajian Pemikiran Akulturasi Henry Maclaine Pont pada Elemen Desain Interior Aula Timur dan
Aula Barat ITB
Guino Verma
Halaman C 129-136
Kota Pusaka dan Pemikiran Kembali tentang Historical Attachment dalam Persepsi
Masyarakat Studi Kasus: Parakan, Temanggung
Ari Widyati Purwantiasning, Kemas Ridwan Kurniawan
Halaman C 137-144
Refleksi Budaya Komunitas Islam Aboge Cikakak pada Masjid Saka Tunggal Banyumas
Awaliyah Mudhaffarah
Halaman C 145-150
Savepasarcinde Upaya Penyelamatan Bangunan Cagar Budaya
Johannes Adiyanto
Halaman C 151-158
Telaah Wujud Kebudayaan dalam Arsitektur Tradisional Makassar
Imriyanti, Shirly Wunas, Mimi Arifin, Idawarni J. Asmal
Halaman C 159-164
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 1
Tantangan konservasi pada Rumah Bandung Rangki dan Sri
Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng-Bali
Tri Anggraini Prajnawrdhi (1)
anggieprajnawrdhi@unud.ac.id
(1)Lab Perancangan Kota, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana
Abstrak
Desa Bali Aga atau dikenal juga dengan Desa Bali Mula adalah suatu bentuk permukiman yang
ditinggali oleh penduduk asli yang ada di Bali sebelum datangnya agama Hindu Majapahit. Desa Bali
Aga tersebar di tujuh buah kabupaten di Bali. Dokumentasi terhadap desa Bali Aga di seluruh Bali
sudah dilakukan sejak dahulu, namun tidak semua desa Bali Aga terdokumentasikan dengan baik
terutama dari segi Arsitektur. Desa Pedawa memiliki bangunan rumah tinggal khas Desa Pedawa yang
yang belum pernah didokumentasikan dari segi Arsitektur. Desa ini memiliki rumah khas yang disebut
dengan Bandung Rangki dan Sri Dandan. Tulisan ini menjelaskan tentang makna pada bangunan
rumah tinggal serta tantangan konservasi yang dihadapi. Melalui pendekatan kualitatif, observasi
lapangan dan interview yang dilakukan terhadap rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan, didapatkan
bahwa makna yang terkandung dalam setiap ruang yang ada pada bangunan rumah tinggal ini sangat
erat kaitannya dengan pola hidup serta sistim kepercayaan masyarakat Desa Pedawa. Sedangkan
tantangan konservasi yang dihadapi adalah minimnya pemahaman masyarakat terhadap konservasi
serta berubahnya gaya hidup serta mata pencaharian masyarakat, serta minimnya ketersediaan
material alami. Tulisan ini mengungkapkan bahwa tantangan konservasi terhadap karya Arsitektur
tidak lepas dari faktor manusia serta lingkungan sekitarnya.
Kata-kunci : Bali Aga, Bandung Rangki, Pedawa, rumah tinggal, Sri Dandan
Pendahuluan
Dokumentasi terhadap bangunan rumah tinggal di Desa Pedawa ini sangat penting untuk dilakukan
mengingat perubahan terhadap arsitektur rumah tradisional sudah tidak bisa dihindarkan lagi.
Perubahan lazimnya disebabkan oleh ledakan jumlah penduduk dan juga disertai oleh tingginya arus
migrasi ke Bali. Hal ini sudah menjadi suatu permasalahan yang sangat krusial. Ledakan penduduk
akibat migrasi menyebabkan harga lahan meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan
terjadi perubahan fungsi lahan dan bangunan. Tak pelak arsitektur rumah tradisional pun mengalami
perubahan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka lahan hijau menipis dan tingkat
persaingan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi meningkat, tak pelak hal ini akhirnya merubah
mata pencaharian dan sekaligus merubah gaya hidup masyarakat.
Perubahan tidak hanya terjadi di perkotaaan, namun juga di pedesaan. Rumah tradisional di desa Bali
Aga pun tidak luput dari perubahan. Berangkat dari hal ini, maka dokumentasi bangunan arsitektur
yang ada pada desa Bali Aga harus segera dilakukan, sehingga mampu menjadi bahan pengetahuan
bagi generasi masa mendatang. Dan tak kalah pentingnya juga, dokumentasi terhadap bangunan
arsitektur ini menjadi suatu upaya pelestarian bangunan bersejarah. Desa Pedawa dipilih sebagai
obyek karena belum ada penelitian maupun dokumentasi terhadap bangunan arsitektur yang ada pada
desa ini. Rumah tinggal yang bernama Bandung Rangki dan Sri Dandan merupakan warisan budaya
yang sudah harus dilestarikan. Dalam hal ini penulis memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan
Tantangan konservasi pada rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng- Bali
2 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
sebuah temuan yang bersifat dokumentasi yang nantinya mampu menyumbangkan hasil penelitiannya
tentang arsitektur rumah tradisional pada desa-desa Bali Aga di Bali secara khusus dan arsitektur
nusantara secara umum.
Kegiatan
Desa Pedawa merupakan salah satu desa tua yang berada di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.
Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti peninggalan bersejarah di jaman Megalithikum yang berbentuk
dua buah sarkopagus pada wilayah desa ini. Sebelum desa ini bernama Desa Pedawa, nama yang
diberikan untuk desa ini adalah Gunung Tambleg yang artinya orang-orang lugu. Namun, kemudian
nama tersebut berganti menjadi Gunung Sari yang berarti daerah yang subur. Setelah mengalami
pergantian nama sebanyak dua kali, akhirnya nama Pedawa yang berarti Panjak Dewa dipergunakan
sebagai nama desa ini sejak abad ke 15. Selain kata Pedawa yang di artikan sebagai Panjak Dewa,
kata Pedawa juga dianggap berasal dari kata Pada Wang yang berarti orang yang sama/ kesamen,
oleh sebab itu di desa ini tidak ada yang memiliki kasta, semua penduduk yang ada pada desa ini
memiliki tingkatan yang sama. Desa Pedawa berada pada posisi ketinggian berkisar diantara 450-800
meter dari atas permukaan laut. Berada pada jarak 12 km dari Kecamatan Banjar dan 30 km dari Kota
Singaraja. Desa ini memiliki lima buah banjar adat yang disebut dengan nama Sambangan.
Penduduk asli desa Pedawa yang disebut sebagai orang Bali Aga menyakini bahwa leluhur mereka
berasal dari daerah Danau Tamblingan yang berada di Kabupaten Buleleng yang berbatasan dengan
Kabupaten Tabanan. Dan saat ini kondisi demografi sudah mengalami perubahan yang diakibatkan
oleh datangnya penduduk pendatang dari daerah lain atau desa lain yang sudah menetap di desa ini.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya bertani dan pada jaman dulu daerah ini sangat terkenal
dengan produksi gula aren-nya. Masyarakatnya banyak yang menjadi penyadap gula aren pada saat
itu, namun sekarang produksi gula aren menurun karena hanya sedikit masyarakat yang membuat
gula aren, dan sudah beralih ke profesi yang lain yang lebih mendatangkan keuntungan. Penduduk di
Desa Pedawa yaitu 5.625 orang, penduduknya bekerja sebagai petani sebanyak 1.037, peternak
sebanyak 343, karyawan perusahan swasta 300, karyawan pemerintah 101 karyawan pemerintah,
pegawai negeri sipil 59 orang dan sisanya sebagai pembantu rumah tangga, pensiunan dan lain-lain.
Penduduk pada desa ini disebut dengan Krama. Krama desa Pedawa dibagi menjadi tiga buah bagian
yaitu: Krama Ngarep (warga utama); Krama Sampingan (anggota keluarga) dan; Krama Baki (janda
atau duda). Dan dengan adanya pertambahan penduduk yang berasal dari luar Desa Pedawa, maka
sekarang bertambah menjadi Krama Tamiu (penduduk yang berasal dari luar).
Kegiatan penelitian dan dokumentasi yang dilakukan di Desa Pedawa dilaksanakan dalam rangka
pembuatan database arsitektur desa-desa Bali Aga di seluruh Bali. Program Studi Arsitektur Universitas
Udayana akan membuat database lengkap tentang seluruh bangunan arsitektur desa-desa Bali Aga
yang berada di seluruh Bali. Desa-desa Bali Aga yang memiliki potensi besar terkait dengan dunia
pariwisata memiliki porsi yang paling besar dalam penelitian seperti desa-desa Trunyan, Penglipuran,
desa Tenganan dan beberapa desa lainnya. Terdapat 62 buah desa-desa Bali Aga yang tersebar
diseluruh Bali ini diidentifikasi bersadarkan penelitian dari Carole Muller (1980), berdasarkan
identifikasi yang dilakukan berdasarkan inventarisasi Desa-Desa Tradisional Bali, Pemerintah Propinsi
Daerah Tingkat I Bali, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali, Proyek Perencanaan Konservasi
Lingkungan Desa (1988/1989). Belum semua dari 62 desa Bali Aga ini terdokumentasikan secara
arsitektur.
Penelitian pada desa-desa Bali Aga yang berlokasi di Kabupaten Bangli terutama yang berada di daerah
Kintamani sudah banyak diteliti diantaranya desa Buahan, desa Pinggan dan desa Sukawana telah
dilakukan oleh Yudantini (2013), desa Trunyan oleh Dwijendra (2015), desa Penglipuran oleh Widarji
(2014), desa Tenganan oleh Hadi Kusuma (2014); Kumurur (2009); Purwantiasning (2007). Beberapa
Tri Anggraini Prajnawrdhi
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 3
penelitian yang telah dilakukan selama ini terhadap desa Pedawa yaitu dilakukan pada bidang
arsitektur yaitu menjadi bagian dari penelitian terhadap konsep ruang pada keseluruhan desa Bali Aga
oleh Siwalatri, dkk (2015) namun tidak spesifik pada desa Pedawa; di bidang pertanian khususnya
pada tanaman kopi yang banyak tumbuh pada daerah tersebut (www.pps.unud.ac.id); di bidang
pengelolaan dana desa Adat dan Desa Dinas oleh Tera Padmani, dkk (2015); penelitian di bidang
kesehatan yaitu keterkaitan obesitas dan hipertensi pada penduduk Bali Aga di desa Pedawa oleh
Budiarta dan Suka Aryana (2012); penelitian terhadap pengaruh model pembelajaran IPA di kelas V
SD di desa Pedawa oleh Komang Arini, dkk (2013).
Rumah tradisional di Desa Pedawa memiliki posisi yang menyesuaikan dengan jalan lingkungan
setempat. Parimin (1986) mengklasifikasikan empat buah atribut dalam perumahan tradisional Bali
diantaranya: (1) Atribut Sosiologi menyangkut sistem kekerabatan masyarakat Bali yang dicirikan
dengan adanya sistem desa adat, sistem banjar, sistem subak, sekeha, dadia, dan perbekelan; (2)
Atribut Simbolik berkaitan dengan orientasi perumahan, orientasi sumbu utama desa, orientasi rumah
dan halamannya; (3) Atribut Morpologi menyangkut komponen yang ada dalam suatu perumahan inti
(core) dan daerah periphery di luar perumahan, yang masing-masing mempunyai fungsi dan arti pada
perumahan tradisional Bali; dan (4) Atribut Fungsional menyangkut fungsi perumahan tradisional Bali
pada dasarnya berfungsi keagamaan dan fungsi sosial yang dicirikan dengan adanya 3 pura desa.
Semua atribut yang dipaparkan oleh Parimin terdapat pada desa ini. Baik atribut sosial yaitu adanya
bale banjar, atribut simbolik, morpologi maupun atribut fungsional yaitu terdapatnya pura-pura di desa
Pedawa yang terdiri dari Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem. Pola permukiman yang mengelompok
merupakan salah satu ciri dari permukiman pada desa ini, dan kelompok permukiman tersebut memiliki
sebuah ruang luar komunal/ natah umum dan ber-orientasi pada natah umum, dan kelompok
permukiman ini dihubungkan oleh sebuah jalan lingkungan menuju ke jalan utama. Namun dengan
adanya jalan baru, terjadi perubahan pola natah umum menjadi natah privat, dan masih-masing rumah
membuat pagar pembatas dan memiliki natah sendiri, sehingga terpisah antara rumah satu dengan
yang lainnya. Pola perubahan ini dapat umumnya terjadi pada permukiman yang berada di pusat desa
Pedawa. Untuk masyarakat dengan profesi petani, rumah mereka langsung berhadapan dengan
tempat penyimpanan padi yang disebut Jineng/lumbung.
Bandung Rangki adalah rumah tinggal yang memiliki saka/tiang sebanyak 18, dan Sri Dandan adalah
rumah yang memiliki saka/tiang berjumlah 16. Bandung Rangki dan Sri Dandan memiliki fungsi-fungsi
tersendiri yang sangat unik dan sangat dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat setempat dan juga
pola kehidupan mereka. Fungsi-fungsi yang ada pada rumah meliputi fungsi-fungsi dasar pada rumah
tinggal namun semuanya menyatu dalam sebuah bangunan rumah tradisional Pedawa. Fungsi-fungsi
yang diwadahi adalah fungsi: (1) Istirahat: terdapat dua buah tempat tidur yang menyatu dengan
tiang yang menyangga bangunan. Bale Gede atau Pedeman Gede yang berfungsi untuk tempat tidur
orang tua dan juga sebagai Bale Banten pada saat ada upacara keagamaan maupun untuk tempat
menidurkan mayat jika ada kematian; dan Bale Cenik atau Pedeman Alit yang berfungsi sebagai
tempat tidur anak. Kedua jenis tempat tidur ini memiliki perbedaan ukuran, Pedeman Gede memiliki
ukuran yang lebih besar dari Pedeman Alit pada Bandung Rangki, sedangkan pada Sri Dandan, kedua
Bale ini memiliki ukuran yang sama. Pedeman Gede memiliki pelangkiran diatas bale, pelangkiran ini
adalah pelangkiran untuk memuja leluhur masing-masing; (2) Memasak dan membuat gula aren:
Dapur yang dikenal dengan Paon terdiri tiga bagian penting yaitu: Paon Tuak (berukuran paling besar),
Paon Jakan (berukuran sedang) dan Irun (berukuran sedikit lebih kecil dari Paon Jakan). Diatas Paon
terdapat rak-rak yang terbuat dari kayu bernama Lancat dan Penapi. Kelengkapan dapur lainnya
adalah Penukub (loteng) yang berada pada plafond dekat dengan dapur yang berfungsi sebagai
tempat menyimpan makanan yang sudah dimasak; (3) Sosial: Ruang dalam yang merupakan ruang
kosong yang berada ditengah-tengah rumah tradisional disamping sebagai area sirkulasi dalam rumah,
juga merupakan area bersama yang dapat dipergunakan untuk bercengkrama dengan sesama
penghuni rumah atau menerima sanak saudara yang datang. Sedangkan ruang tambahan yang
Tantangan konservasi pada rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng- Bali
4 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
befungsi sebagai area penerima tamu ataupun ruang bersantai sambil mengerjakan pekerjaan ruang
disebut dengan Terempang atau teras depan; (4) Keagamaan: Pelangkiran yang berfungsi untuk
menuja leluhur masing-masing keluarga yang terdapat di dalam rumah diatas Pedeman Gede.
Sedangkan kegiatan keagamaaan yang diwadahi di luar rumah yang masih satu natah/ halaman pada
rumah tradisional ini adalah adanya sebuah merajan kecil yang terbuat dari bambu yang disebut
dengan Sanggah Kemulan Nganten. Setiap warga yang sudah berumah tangga wajib membuat
Kemulan Nganten; (5) Penyimpanan: area tambahan yang letaknya di sebelah teras depan atau
Terempang, ruangan ini disebut dengan Sepen. Ruangan ini biasanya menyimpan alat-alat
persembahyangan dan juga beberapa barang yang sekiranya perlu untuk disimpan. Terdapat juga
bangunan yang disebut dengan Jineng (lumbung) yang posisinya berada di depan rumah yang
befungsi untuk menyimpan hasil panen padi bagi penduduk yang berprofesi sebagai petani.
Dan sebuah karya arsitektur,rumah tinggal tradisional mampu mengekspresikan karakteristik dari
sebuah budaya setempat yang meliputi norma, nilai-nilai, pola tingkah laku, artefak serta aktifitas
(Broadbent, 1973). Ekspresi dari sistem sosial budaya masyarakat dan nilai-nilai yang telah disepakati
bersama dalam sebuah lingkungan masyarakat diwujudkan dalam sebuah karya arsitektur, sehingga
hal ini semua karya arsitektur dihasilkan berdasarkan dari kaidah, nilai dan norma budaya masyarakat
setempat (Schulz, 1973). Disini dapat dilihat bahwa Bandung Rangki dan Sri Dandan merupakan suatu
karya arsitektur adalah merupakan perwujudan budaya dari masyarakat desa Pedawa di masa lalu.
Seperti yang diungkapkan oleh Sulistyawati (1985,) rumah tradisional Bali memiliki fungsi menampung
aktivitas kebutuhan hidup seperti: tidur, makan, istirahat dan juga untuk menampung kegiatan yang
bertujuan untuk kepentingan psikologis, seperti melaksanakan upacara keagamaan dan adat. Rumah
tinggal Bandung Rangki dan Sri Dandan, sudah mampu memenuhi segala kegiatan dan kebutuhan
pokok serta tambahan dari penduduk yang tinggal didalamnya di masa lalu. Kebutuhan yang diwadahi
oleh kedua jenis rumah tinggal desa Pedawa ini memiliki hirarki seperti yang diungkapkan oleh Maslow
(1943) menyebutkan bahwa kebutuhan manusia memiliki beragam tingkatan mulai dari kebutuhan
Gambar 1. Denah rumah Bandung Rangki (kiri) dan Sri Dandan (kanan)
Tri Anggraini Prajnawrdhi
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 5
yang paling dasar untuk kelangsungan hidupnya hingga kebutuhan yang sifatnya lebih tinggi yaitu
aktualisasi diri. Seiring dengan kebutuhan manusia tersebut Bandung Rangki dan Sri Dandan mampu
mewadahi berbagi macam dari kebutuhan manusia dari yang paling dasar hingga yang lebih tinggi di
masa lalu. Namun seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, mata pencaharian yang berbeda,
gaya dan pola hidup yang berbeda, hal ini menimbulkan pergeseran kebutuhan sehingga
menyebabkan perubahan pada rumah tinggal ini.
Pelajaran
Rumah tinggal di Desa Pedawa yang ada saat ini sebagaian besar sudah mengalami perubahan baik
dari segi bentuk dan juga fungsi ruangnya dan elemen bangunan. Perubahan yang terjadi baik pada
bentuk, ruang maupun elemen bangunan adalah suatu bentuk adaptasi terhadap cuaca,
perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup. Perubahan yang cukup signifikan pada rumah
Bandung Rangki dan Sri Dandan terjadi pada keseluruhan elemen pembentuk ruangnya. Baik dari
elemen dasar, elemen badan bangunan dan elemen kepala bangunan. Perubahan dalam sebuah karya
arsitektur terkait dengan perkembangan arsitektur itu sendiri tidak bisa terlepas dari proses evolusi
sosok arsitektur, sehingga dalam proses tersebut akan ada yang berubah dan akan ada yang tetap
(Prijotomo, 1988). Dan hal ini perkembangan dan termasuk perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa
dihindari dan akan terjadi seiring dengan perkembangan peradaban umat manusia. Dan pada dasarnya
ruang adalah merupakan suatu pemahaman akan organisasi ruang yang sesuai dengan tujuan dari
manusia sebagai penggunanya (Aspinall, 1993). Perubahan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
Struktur dan bahan atap, struktur atap bambu berubah menjadi kayu dan bahan penutup atap
sirap bambu dan alang-alang menjadi genteng dan seng. Hal ini disebabkan karena bambu dan alang-
alang sudah sangat sulit didapatkan dan harganya sudah sangat mahal dan tidak dapat dijangkau oleh
masyarakat secara umum; (2) Dinding bangunan dan bukaan, dinding anyaman bambu dan tanah
polpolan sudah banyak dirubah menjadi dinding kayu, bata serta batako. Penambahan bukaan seperti
jendela pada rumah ini akhirnya mengurangi kenyamanan thermal, yang mengakibatkan suhu lebih
rendah dari seharusnya, mengingat rumah ini berada di dataran yang cukup tinggi; (3) Bahan lantai,
bahan lantai yang dulunya terbuat dari tanah polpolan diganti menjadi keramik sehingga mengurangi
kenyamanan thermal dan menghambat beberapa aktifitas yang sangat penting yang dilakukan oleh
nenek moyang mereka yaitu memandikan mayat di dalam rumah, dan kegiatan memasak gula aren;
(4) Penghilangan sebagian dari ruang pada bangunan, hal ini dilakukan dengan menghilangkan
sebagian ruang alias pemotongan pada beberapa ruang atau setengah dari rumah untuk
Gambar 2. Potongan rumah Bandung Rangki
Tantangan konservasi pada rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng- Bali
6 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
disambungkan dengan bangunan baru yang dibuat yang disesauaikan dengan kebutuhan dan aktifitas
pemilik.
Dari segala perubahan yang dilakukan, terdapat satu hal penting yang tidak berubah dari keseluuhan
rumah tinggal Bandung Rangki dan Sri Dandan yang diobservasi yaitu ruang yang memiliki aktifitas
ritual. Ritual yang merupakan sebuat atribut budaya adalah merupakan faktor yang sangat penting
dalam suatu tatanan masyarakat tertentu yang menghasilkan suatu setting baik yang bersifat publik
maupun privat dan menghasilkan sebuah struktur ruang tertentu (Knowles, 1996) Ruangan yang
bersifat suci yang biasanya dipergunakan untuk kegiatan ritual bisanya menjadi suatu pusat orientasi
dan identifikasi bagi manusia dan merupakan sebuah struktur ruang (Norberg-Schulz, 1979). Fungsi-
fungsi ruang yang bersifat ritual yang didasarkan oleh kepercayaan masyarakat setempat memiliki
sebuah kekuatan dan merupakan fungsi-fungsi yang dipertahankan oleh masyarakat desa Pedawa
yaitu Pelangkiran yang berada diatas Pedeman Gede dan Sanggah Kemulan Nganten yang terdapat di
hulu bangunan rumah tinggal ini.
Gambar 4. Pelangkiran (kiri) dan Sanggah Kemulan Nganten dari bambu (kanan)
Gambar 3. Perubahan pada bahan dan struktur atap, dari bambu dan alang-alang menjadi kayu dan genteng
Tri Anggraini Prajnawrdhi
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 7
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasanya hal-hal yang menjadi tantangan terhadap konservasi bangunan rumah
tinggal Bandung Rangki dan Sri Dandan dapat disebabkan oleh dua faktor penting yaitu:
1. Faktor manusia
Manusia memegang peranan penting terhadap perubahan yang terjadi pada bangunan
rumah tinggal ini. Keinginan dari masyarakat untuk melakukan perubahan terhadap rumah
tinggalnya didasari oleh kebutuhan akan ruang-ruang tertentu untuk mewadahi aktifitas
mereka yang sudah mengalami perubahan. Mata pencaharian yang sudah berubah,
mengakibatkan perubahan terhadap bentuk dan fungsi ruang juga material bangunan. Hal
ini sangat ditunjang juga oleh minimnya pemahaman masyarakat terhadap konservasi
terhadap bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah di lingkungan mereka.
2. Faktor alam dan lingkungan
Perubahan atas ketersediaan bahan bangunan yang dulunya di dapat dari alam dan
lingkungan sekitar desa Pedawa mengakibatkan perubahan material bangunan yang
dipergunakan oleh masyarakat saat ini. Dengan melakukan perubahan material, secara tidak
langsung merubah karakter bangunan rumah tinggal Bandung Rangki dan Sri Dandan.
Kedua hal diatas merupakan merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah dan
masyarakat setempat di dalam meng-konservasi rumah tinggal tradisional ini. Karakter dan identitas
bangunan ini sangat ditentukan oleh material bangunan yang menggunakan atap sirap bambu dan
alang-alang, dinding bambu dan tanah polpolan, lantai tanah polpolan serta pola ruang dalam yang
unik. Dengan berubahnya material serta pola ruang dalam yang terjadi, konservasi akan sulit dilakukan.
Daftar Pustaka
Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Heritage, S. (2011). Ideologi dalam Pengembangan Pengetahuan. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1, 01-12. Appendix XVI.C: Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali Tahun 2009-2029 Aspinal, P (1993). ‘Aspect off Spatial Experience and Structure’, in Farmer, B & Louw, H, Companion to
Contemporary Architectural Thought. London: Routlege. Broadbent G, Bunt R & C. Jencks (1980) ‘Signs, Symbols and Architecture’. John Wiley & Sons. Chichester. Budihardjo, E (1986), ‘Architectural Conservation in Bali’, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. …………………,….. (1991) ‘Jatidiri Arsitektur Indonesia’, Alumni, Bandung. Carole Muller, 2011, Bali Aga Villages; field work in the 1980s, Walsh Bay Press. Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali, Inventarisasi Desa-Desa Tradisional Bali, Inventarisasi Desa-Desa Tradisional
Bali, Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali, Proyek Perencanaan Konservasi Lingkungan Desa (1988/1989)
Kaler, I, G, K (1983),’ Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali’, Bali Agung, Denpasar. Knowles, R (1996), ‘Rhythm and Ritual, Maintaining the Identity of a Place,’ Journal Traditional Dwelling and
Settlements, Vol. 94, p: 94-96, Berkeley, IASTE (1996), University of California. Levi-Strauss, C (1963), ‘Structural Anthropology’, Basic Book, New York. Mangunwijaya, Y.B (1988)’ Wastu Citra’, Gramedia. Jakarta. M.McCutcheon, D & Meredith, JR 1993, 'Conducting case study research in operation management', Journal of
Operations Management, vol. 11, pp. 239-256. Prijotomo, Josef, 2012, Guna dan Fungsi pada Arsitektur Bale Banjar Adat di Denpasar, Bali, dalam Prosising Temu
Ilmiah IPLBI 2012. Mukarovsky, J (1981) ‘Structure, Sign and Function’, Yale University Press, New Haven. Norberg-Schulz, C (1977), ‘Intentions in Architecture’, The M.LT Press, Cambridge Massachusetts. ………………………,……….(1979), ‘Genius Loci’, Electa/Rizolly, New York. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Bali, Proyek Perencanaan Konservasi
Lingkungan Desa (1988/1989). Parimin, A, P (1986), ‘Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village: Environmental Hierarchy of Sacred
Profane Concept in Bali’, Disertasi, Universitas Osaka, Japan. Prijotomo, J (1988), ‘Pasang Surut Arsitektur di Indonesia’, CV. Ardjun. Jakarta,
Tantangan konservasi pada rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng- Bali
8 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Rapoport, A (1969), ‘House Form and Culture’, Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey. Reuter, Thomas, 2002, The House of Our Ancestors; Precedence and dualism in highland Balinese society, KITLV
Press, Leiden. Reuter, Thomas A., 2002, Custodians of The Sacred Mountains; Culture and Society in the Highlands of Bali,
University of Hawai‟i Press, Honolulu. Runa, I Wayan, 2004, Sistem Spasial Desa Pegunungan Di Bali Dalam Perspektif Sosial Budaya (PhD disertasi),
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sulistyawati (1985),’ Preservasi Lingkungan Perumahan Pedesaan dan Rumah Tradisional Bali di Desa Bantas,
Kabupaten Tabanan’, P3M, Universitas Udayana, Denpasar. Sumintarja, D (1978) ‘Kompendium Sejarah Arsitektur’, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah. Bandung Summerson, J (1979), ‘The Classical Language of Architecture’, The MIT Press, Cambridge. Wondoamiseno, R (1991), ‘Regionalisme dalam Arsitektur Indonesia, Sebuah Harapan’, Yayasan Arupadatu,
Yogyakarta. Stake, RE 1978, 'The Case Study method in Social Inquiry', American Educational Research Association, vol. 7, no.
2, pp. 5-8. Yudantini, NM, & Kadek Wisnawa, 2013, Rumah Tinggal Bali Aga; Arsitektur Minimalis dan Fungsionalis, Semnas
Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara, Bali-2013, ISBN No. 978-602-7776-68-5
top related