protokol tambahan pad a konvensi-konvensi · pdf filepad a konvensi-konvensi jenewa ......
Post on 30-Mar-2018
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROTOKOL TAMBAHANPADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA
12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN
PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN
BUKAN INTERNASIONAL (PROTOKOL II)
Disusun oleh :
DIREKTORAT JENDERAL
ADMINISTRASI HUKUM UMUM
DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2003
PROTOKOL TAMBAHANPADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA
12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN
PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN
BUKAN INTERNASIONAL (PROTOKOL II)
Disusun oleh :
DIREKTORAT JENDERAL
ADMINISTRASI HUKUM UMUM
DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2003
PENGANTAR
Memahami akan pentingnya data informasi yang lengkap,
sistematis dan akurat mengenai Terjemahan Protokol I dan II
Konvensi Jenewa Tahun 1949, maka diterbitkan Buku Terjemahan
Protokol Tambahan pada Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus
1949 dan yang berhubungan dengan Perlindungan Korban-korban
Pertikaian-pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) dan
Bukan Internasional (Protokol II).
Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat
dan instansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta, serta
kalangan akademisi di dalam mencari data mengenai Keputusan
Presiden tentang amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, sehingga memungkinkan terlaksananya penerbitan buku
himpunan ini, disampaikan ucapan terima kasih.
Semoga penerbitan Buku Terjemahan Protokol Tambahan
pada Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 dan yang
berhubungan dengan Perlindungan Korban-korban Pertikaian-
pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) dan Bukan
Internasional (Protokol II), akan bermanfaat bagi masyarakat dan
dapat memudahkan kelancaran pelaksanaan tugas bagi instansi
yang memerlukannya.
Jakarta, Agustus 2003
DIREKTUR JENDERAL
ADMINISTRASI HUKUM UMUM
ZULKARNAIN YUNUS, S.H., M.H.
NIP. 040034478
iii
1
PROTOKOL - I
PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-
KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949, DAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN
KORBAN-KORBAN SENGKETA-SENGKETA
BERSENJATA INTERNASIONAL
(PROTOKOL -I)
PEMBUKAAN
Pihak-Pihak Peserta Agung,
Mengumumkan hasrat keinginan mereka yang
sungguh-sungguh untuk melihat terwujudnya, perdamaian
diantara rakyat-rakyat.
Mengingat bahwa sesuai dengan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa setiap negara berkewajiban untuk tidak
melakukan ancaman atau penggunaan kekerasan di dalam
hubungan-hubungan internasionalnya terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik dari sesuatu
Negara, atau dengan cara apapun lainnya yang bertentangan
dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berpendapat, sekalipun demikian, perlu menegaskan
kembali dan mengembangkan ketentuan-ketentuan yang
melindungi para korban sengketa-sengketa bersenjata
dan melengkapi tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
memperkuat kembali penerapannya.
Menyatakan keyakinan mereka bahwa tidak satupun
ketentuan di dalam protokol ini atau di dalam Konvensi-
konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dapat diartikan
sebagai mengesahkan atau mengijinkan setiap tindakan
agresi atau setiap penggunaan kekerasan yang bertentangan
dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2
Menegaskan kembali selanjutnya bahwa
ketentuan-ketentuan dari Konvensi-Konvensi Jenewa
tanggal 12 Agustus 1949 dan Protokol ini harus diterapkan
sepenuhnya di dalam segala keadaan bagi semua orang yang
dilindungi oleh persetujuan-persetujuan tersebut tanpa suatu
pembedaan yang merugikan yang didasarkan atas sifat atau
asal mula sengketa bersenjata itu atau atas sebab-sebab yang
ditimbulkan oleh atau yang dianggap berasal dari Pihak-
pihak dalam sengketa.
Telah menyetujui sebagai berikut :
BAB - I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pasal 1 --- Asas-asas umum dan ruang lingkup penerapan
1. Pihak-pihak Peserta Agung berjanji untuk
menghormati dan menjamin dihormatinya
Protokol ini dalam segala keadaan.
2. Dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam
Protokol ini atau di dalam persetujuan-
persetujuan internasional 1ainnya, orang-orang
sipil dan kombatan-kombatan tetap berada di
bawah perlindungan dan kekuasaan asas-asas
hukum internasional yang berasal dari kebiasaan
yang telah berlaku, dari asas-asas kemanusiaan
dan dari suara hati nurani rakyat.
3. Protokol ini, yang melengkapi Konvensi-
konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 untuk
perlindungan korban-korban perang, harus
berlaku di dalam situasi-situasi yang disebut
dalam pasal 2 yang umum dikenal pada
Konvensi-Konvensi tersebut.
3
4. Yang dimaksud situasi-situasi di dalam ayat
di atas termasuk pula sengketa-sengketa
bersenjata yang didalamnya rakyat-rakyat
sedang berperang melawan dominasi
kolonial dan pendudukan asing dan melawan
pemerintahan-pemerintahan rasialis untuk
melaksanakan hak menentukan nasib sendiri
mereka, sebagaimana yang dijunjung tinggi
di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Deklarasi tentang Asas-asas Hukum
Internasional mengenai Hubungan-hubungan
Persahabatan dan Kerjasama di antara Negara-
Negara sesuai dengan Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa.
Pasal 2 --- Definisi - definisi
Untuk tujuan-tujuan Protokol ini :
(a) “Konvensi Pertama”, “Konvensi Kedua”,
“Konvensi Ketiga” dan “Konvensi
Keempat", masing-masing berarti
Konvensi Jenewa untuk Perbaikan
Keadaan yang luka dan sakit dalam
Angkatan Perang di Medan Pertempuran,
tanggal 12 Agustus 1949, Konvensi
Jenewa untuk Perbaikan Keadaan
Anggota Angkatan Perang di Laut yang
Luka, Sakit dan Korban Karam. tanggal
12 Agustus 1949; Konvensi Jenewa
mengenai Periakuan Tawanan Perang.
tanggal 12 Agustus 1949; Konvensi
Jenewa mengenai Perlindungan Orang-
orang Sipil di Waktu Perang tanggal
12 Agustus 1949; untuk perlindungan
korban-korban Perang;
4
(b) “Peraturan-peraturan hukum internasional
yang dapat diterapkan dalam sengketa
bersenjata” berarti peraturan-peraturan
yang dapat diterapkan dalam sengketa
bersenjata seperti yang dimaksudkan
di dalam persetujuan-persetujuan
internasional yang didalamnya yang
diartikan dengan Pihak-Pihak dalam
sengketa adalah Pihak-pihak, dan asas-
asas dan peraturan-peraturan hukum
internasional yang secara umum diakui
yang dapat diterapkan dalam sengketa
bersenjata;
(c) “Negara Pelindung” berarti sebuah negara
netral atau negara lainnya bukan pihak
dalam sengketa yang telah ditunjuk oleh
suatu Pihak dalam sengketa dan disetujui
oleh Pihak lawannya dan yang telah
menyetujui untuk melaksanakan fungsi-
fungsi yang dibebankan kepada suatu
Negara Pelindung berdasarkan Konvensi
dan Protokol ini;
(d) “pengganti” berarti suatu organisasi yang
bertindak menggantikan suatu Negara
Pelindung sesuai dengan Pasal 5.
Pasal 3 --- Permulaan dan akhir penerapan.
Tanpa mengurangi arti ketentuan-ketentuan
yang dapat diterapkan di segala waktu :
(a) Konvensi dan Protokol ini harus berlaku
sejak dari permulaan setiap situasi seperti
yang disebut dalam Pasal I dari Protokol ini;
5
(b) Penerapan Konvensi dan Protokol ini
harus berakhir, di wilayah pihak-pihak
dalam sengketa, pada saat diakhirinya
secara umum operasi-operasi militer dan
dalam hal wilayah-wilayah yang diduduki,
pada saat diakhirinya pendudukan itu
kecuali, didalam kedua keadaan tersebut,
bagi orang-orang yang pembebasan
terakhir, pemulangan atau penempatan
kembali mereka berlangsung sesudahnya.
Orang-orang ini harus tetap memperoleh
manfaat dari ketentuan-ketentuan
yang bersangkutan dari Konvensi dan
Protokol ini sampai pembebasan terakhir,
pemulangan dan penempatan kembali
mereka.
Pasal 4 --- Kedudukan hukum pihak - pihak dalam
sengketa.
Penerapan Konvensi itu dan Protokol ini,
maupun diadakan persetujuan-persetujuan
yang mengukuhkannya, tidak boleh
mempengaruhi kedudukan hukum dari Pihak-
Pihak dalam sengketa. Baik pendudukan
suatu wilayah ataupun penerapan Konvensi
dan Protokol ini tidak boleh mempengaruhi
kedudukan hukum dari wilayah yang masih
menjadi masalah.
Pasal 5 --- Penunjukan negara-negara pelindung dan
penggantinya.
1. Kewajiban dari Pihak-pihak dalam sengketa
untuk sejak permulaan sengketa itu menjamin
pengawasan dan pelaksanaan Konvensi
6
itu dan Protokol ini dengan penerapan sistim
Negara-Negara Pelindung, termasuk inter alia -
penunjukan dan penerimaan negara-negara itu,
sesuai dengan ayat-ayat berikut ini. Negara-
negara Pelindung harus berkewajiban menjaga
kepentingan-kepentingan dari Pihak-Pihak
dalam sengketa.
2. Sejak dari permulaan situasi termaksud dalam
Pasal l, setiap Pihak dalam sengketa tanpa
menunda-nunda harus menunjuk sebuah
negara pelindung untuk tujuan menerapkan
Konvensi dan Protokol ini, begitu pula tanpa
menunda-nunda dan untuk tujuan yang sama
harus mengijinkan kegiatan-kegiatan sebuah
Negara Pelindung yang telah disetujuinya
setelah penunjukan oleh Pihak lawannya.
3. Apabila sejak dari permulaan situasi termaksud
dalam Pasal 1, sebuah Negara Pelindung
belum ditunjuk atau disetujui, maka Komite
Internasional Palang Merah, tanpa mengurangi
hak dari sesuatu organisasi kemanusiaan
yang tak berpihak lainnya untuk berbuat
serupa, harus menawarkan jasa-jasa baiknya
kepada Pihak-Pihak dalam sengketa dengan
mengingat kepada penunjukkan tanpa ditunda-
tunda sebuah Negara Pelindung yang disetujui
oleh Pihak-pihak dalam sengketa. Untuk
tujuan itu maka ia, inter alia, boleh meminta
masing-masing Pihak memberikan kepadanya
sebuah daftar dari sedikitnya lima negara yang
oleh pihak tersebut dianggap dapat diterima
untuk bertindak sebagai Negara Pelindung
atas namanya dalam hubungan dengan pihak
7
lawannya, dan meminta kepada setiap pihak
lawan untuk memberikan sebuah daftar dari
sedikitnya lima negara yang akan diterima
sebagai Negara Pelindung dari Pihak Pertama;
daftar-daftar ini harus disampaikan kepada
Komite (Internasional Palang Merah ) di dalam
waktu dua minggu setelah menerima permintaan;
Komite tersebut harus memperbandingkannya
dan mencari persetujuan atas sesuatu negara
yang diusulkan yang namanya tercantum
didalam kedua daftar tersebut.
4. Apabila tidak ada Negara Pelindung, walaupun
adanya ayat tersebut diatas, maka Pihak-
pihak dalam sengketa harus menerima tanpa
menunda-nunda tawaran yang mungkin dibuat
oleh Komite Internasional Palang Merah atau
oleh suatu organisasi lainnya yang menawarkan
semua jaminan tidak berpihak dan upaya-
upaya, setelah konsultasi gang harus diadakan
dengan Pihak-Pihak yang dimaksud dan
memperhatikan hasil konsultasi itu. untuk
bertindak sebagai pengganti. Berfungsinya
pengganti itu harus mendapatkan persetujuan
dari Pihak-Pihak dalam sengketa; Pihak-pihak
dalam sengketa harus melakukan setiap usaha
untuk memungkinkan dilakukannya operasi-
operasi oleh organisasi pengganti didalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya
berdasarkan Konvensi dan Protokol ini.
5. Sesuai dengan Pasal 4, penunjukan dan
penerimaan Negara Pelindung untuk tujuan
menerapkan Konvensi dan Protokol ini tidak
boleh mempengaruhi kedudukan hukum dari
8
Pihak-pihak dalam sengketa atau dari sesuatu
wilayah, termasuk wilayah yang diduduki.
6. Pemeliharaan hubungan-hubungan diplomatik
antara Pihak-pihak dalam sengketa atau
pemberian kepercayaan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan sesuatu Pihak dan
warga negaranya kepada sebuah Negara ketiga
sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum
Internasional mengenai hubungan-hubungan
diplomatik tidak merupakan penghalang bagi
ditunjuknya Negara-negara Pelindung untuk
tujuan menerapkan Konvensi dan Protokol ini.
7. Setiap sebutan suatu Pelindung selanjutnya di
dalam Protokol ini termasuk pula pengganti.
Pasal 6 --- Orang-orang yang memenuhi syarat keahlian
1. Pihak-pihak Peserta Agung dengan bantuan
Perhimpunan-Perhimpunan Palang Merah
Nasional (Bulan Sabit Merah, Singa dan
Matahari Merah) harus berusaha juga dimasa
damai, untuk mendidik tenaga-tenaga yang
memenuhi syarat keahlian guna memungkinkan
pelaksanaan Konvensi dan Protokol ini, dan
khususnya kegiatan-kegiatan Negara-negara
Pelindung.
2. Pengadaan tenaga-tenaga tersebut dan
pelatihannya berada di dalam yurisdiksi dalam
negeri.
3. Komite Internasional Palang Merah harus
memiliki bagi kepentingan Pihak-pihak Peserta
Agung daftar-daftar tenaga-tenaga yang sudah
9
terdidik sedemikian yang mungkin untuk tujuan
itu telah ditetapkan dan dikirimkan kepadanya
oleh Pihak-pihak Peserta Agung.
4. Didalam setiap hal, syarat-syarat yang
mengatur dipekerjakannya tenaga-tenaga itu
diluar wilayah nasional, harus tunduk pada
persetujuan-persetujuan khusus antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
Pasal 7 --- Sidang-sidang
Negara penyimpan Protokol ini harus
mengadakan sidang dari Pihak-pihak Peserta
Agung, atas permintaan dari satu atau lebih
Pihak-pihak tersebut itu dan atas persetujuan
suara terbanyak dari pihak-pihak tersebut,
untuk mempertimbangkan masalah-masalah
umum mengenai penerapan Konvensi dan
Protokol.
10
BAB - II
YANG LUKA, SAKIT DAN KORBAN KARAM
BAGIAN - I --- PERLINDUNGAN UMUM
Pasal 8 --- Peristilahan
Untuk tujuan-tujuan dari Protokol ini :
(a) yang dimaksud dengan “yang luka” dan
“yang sakit” adalah orang-orang, baik
militer maupun sipil yang karena trauma,
penyakit atau gangguan mental atau
ketidak-mampuan jasmani, memerlukan
bantuan atau perawatan kesehatan, dan
yang menjauhkan diri dari setiap tindakan
permusuhan.
lstilah-istilah ini juga meliputi hal-hal
kesehatan ibu, bayi-bayi yang baru lahir
dan orang-orang lainnya yang mungkin
memerlukan bantuan atau perawatan
kesehatan yang segera, seperti halnya ibu-
ibu yang lemah atau sedang mengandung,
dan yang menjauhkan diri dari tindakan
permusuhan.
(b) yang dimaksud dengan “korban karam”
adalah orang-orang baik militer maupun
sipil, yang hidupnya berada dalam
hahaya di laut maupun di perairan lainnya
sebagai akibat kemalangan yang dialami
oleh mereka atau oleh kapal atau alat
angkutan udara yang membawa mereka
dan yang tidak melakukan tindakan
permusuhan. Orang-orang ini asalkan
11
mereka terus menjauhkan diri dari
setiap tindakan permusuhan, akan tetap
dianggap sebagai korban karam selama
penyelamatan mereka sampai mereka
memperoleh kedudukan lain berdasarkan
Konvensi dan Protokol ini;
(c) yang dimaksud dengan “anggota-anggota
dinas kesehatan” adalah orang-orang
yang oleh suatu Pihak dalam sengketa
ditugaskan khusus untuk tujuan-tujuan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (e) atau untuk administrasi satuan-
satuan kesehatan atau untuk pelaksanaan
kerja atau administrasi pengangkutan
kesehatan. Penugasan-penugasan itu
dapat bersifat tetap atau sementara. Di
dalam istilah ini termasuk:
(i) tenaga-tenaga dinas kesehatan
dan suatu pihak dalam sengketa,
baik militer maupun sipil.
termasuk mereka yang diterangkan
didalam Konvensi Pertama dan
Konvensi Kedua, dan mereka yang
ditugaskan pada organisasi-
organisasi pertahanan sipil:
(ii) tenaga-tenaga kesehatan dari
Perhimpunan-Perhimpunan Palang
Merah Nasional (Bulan Sabit Merah,
Singa dan Matahari Merah) dan
perhimpunan-perhimpunan pemberi
bantuan sukarela nasional lainnya
yang patut diakui dan diberi kuasa
oleh suatu pihak dalam sengketa;
12
(iii) tenaga-tenaga kesehatan dari satuan
kesehatan atau pengangkutan
kesehatan seperti diterangkan
didalam Pasal 9, ayat (2).
(d) yang dimaksud dengan anggota-anggota
dinas “keagamaan” adalah rokhaniwan-
rokhaniwan, militer maupun sipil, seperti
petugas agama, yang khusus bekerja pada
tempat ibadah mereka dan ditugaskan :
(i) pada angkatan Perang dari Pihak
dalam sengketa;
(ii) pada satuan kesehatan atau
pengangkutan kesehatan dan Pihak
dalam sengketa;
(iii) pada satuan kesehatan atau
pengangkutan kesehatan seperti
diterangkan dalam Pasal 9, ayat (2);
atau
(iv) pada organisasi pertahanan sipil dan
Pihak dalam sengketa.
Penugasan tenaga-tenaga dinas
keagamaan itu dapat hersifat tetap atau
sementara, dan ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengannya yang tercantum
di dalam sub-ayat (k) berlaku bagi
mereka;
(e) “satuan-satuan kesehatan” berarti
hentukan-hentukan dan satuan-satuan
lainnya, baik militer maupun sipil,
13
yang diselenggarakan untuk tujuan-
tujuan kesehatan, yaitu pencarian,
pengumpulan, pengangkutan, diagnosa
atau penanganan termasuk penanganan
pertolongan pertama bagi yang luka,
sakit dan korban karam, atau untuk
pencegahan penyakit. Istilah ini juga
mengandung arti, misalnya rumah-rumah
sakit dan satuan-satuan serupa lainnya,
pusat-pusat transfusi darah, pusat-
pusat dan lembaga-lembaga pengobatan
pencegahan, depo-depo kesehatan, dan
tempat-tempat penyimpanan alat-alat
kesehatan dan obat-obatan dan satuan-
satuan tersebut. Satuan-satuan kesehatan
itu dapat berupa benda tidak bergerak atau
bergerak, bersifat tetap atau sementara:
(f) “pengangkutan kesehatan” berarti
pengangkutan melalui darat, laut dan udara
bagi yang luka, sakit, korban karam, tenaga
kesehatan, tenaga petugas keagamaan
(rokhaniwan), peralatan, kesehatan atau
perbekalan kesehatan yang dilindungi oleh
Konvensi dan Protokol ini;
(g) “angkutan kesehatan” berarti setiap alat
pengangkutan, baik militer maupun sipil,
tetap atau sementara, yang ditugaskan
khusus untuk pengangkutan kesehatan
dan berada di bawah kontrol seorang
pejabat yang berwenang dari Pihak dalam
sengketa;
(h) “kendaraan kesehatan” berarti alat angkut
kesehatan apa saja melalui darat:
14
(i) “kapal dan atas angkut kesehatan” berarti
alat angkut kesehatan apa saja melalui air;
(j) “pesawat - terbang kesehatan” berarti atas
angkut kesehatan apa saja melalui udara;
(k) “tenaga kesehatan tetap”, “satuan kesehatan
tetap” dan “angkutan kesehatan tetap”
berarti semuanya itu yang ditugaskan
khusus untuk tujuan-tujuan kesehatan
selama suatu jangka waktu yang tidak
ditentukan. “Tenaga kesehatan sementara”.
“kesatuan kesehatan sementara” dan
“angkutan kesehatan sementara” berarti
semuanya itu yang ditugaskan khusus
untuk tujuan-tujuan kesehatan selama
jangka waktu terbatas di dalam seluruh
jangka waktu itu, kecuali ditentukan
lain daripada tersebut itu. Istilah-istilah
“tenaga kesehatan”, “satuan kesehatan”
dan “angkutan kesehatan” meliputi baik
golongan tetap maupun sementara.
(l) “lambang pengenal” adalah lambang
pengenal palang merah bulan sabit merah
atau singa dan matahari merah di atas
dasar putih apabila digunakan untuk
perlindungan satuan-satuan dan alat
angkut kesehatan, atau tenaga-tenaga
dinas kesehatan dan dinas keagamaan
(rokhaniwan), perlengkapan atau
perbekalan kesehatan;
(m) “isyarat pengenal” adalah setiap isyarat
atau pesan yang ditentukan secara khusus
untuk menandai satuan-satuan atau alat
15
angkut kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Bab III Iampiran I Protokol ini.
Pasal 9 --- Bidang Penerapan
1. Bab ini, yang ketentuan-ketentuannya
dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan yang
luka, sakit dan korban karam, harus berlaku
bagi semua mereka yang terkena oleh situasi
yang disebut di dalam Pasal 1, tanpa sesuatu
pembedaan yang merugikan yang didasarkan
atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama atau keyakinan, pandangan politik
atau pandangan lainnya. asal kebangsaan atau
sosial, kekayaan, keturunan atau kedudukan
lainnya, atau atas kriteria lain yang serupa.
2. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
hal-hal sebagaimana dimaksud dari Pasal-pasal
27 dan 32 dari Konvensi Pertama harus berlaku
bagi satuan-satuan dan alat angkut kesehatan
yang bersifat tetap (kecuali kapal-kapal rumah
sakit, yang baginya berlaku Pasal 25 dari
Konvensi Kedua) dan anggota-anggotanya
disediakan bagi Pihak dalam sengketa untuk
tujuan-tujuan kemanusiaan :
(a) oleh sebuah Negara netral atau Negara
lainnya yang bukan pihak dalam sengketa;
(b) oleh sebuah perhimpunan pemberi
bantuan yang diakui dan dikuasakan dari
Negara tersebut diatas;
(c) oleh sebuah organisasi kemanusiaan
internasional yang tidak berpihak.
16
Pasal 10 --- Perlindungan dan Perawatan
l. Semua yang luka, sakit dan korban karam, dari
pihak manapun mereka itu, harus dihormati
dan dilindungi.
2. Dalam segala keadaan mereka itu harus
diperlakukan secara perikemanusiaan dan harus
memperoleh perawatan kesehatan dan perhatian
penuh yang diperlukan karena keadaan mereka
sampai sejauh apa yang dapat dilakukan dan
dengan sesedikit mungkin penundaan. Tidak
boleh ada perbedaan diantara mereka itu yang
didasarkan atas alasan apapun selain daripada
keadaan kesehatan mereka.
Pasal 11 --- Perlindungan bagi orang-orang
1. Kesehatan dan keutuhan jasmani atau rokhani
dari orang-orang yang berada di bawah
kekuasaan Pihak-Pihak lawannya atau yang
diinternir, ditahan atau dengan cara lain
dicabut kemerdekaannya sebagai akibat dari
suatu situasi tersebut dalam Pasal 1, tidak
boleh dibahayakan jiwanya oleh suatu tindakan
yang tidak dapat dibenarkan atau sengaja tidak
dilakukan.
Karena itu, adalah dilarang menempatkan
orang-orang yang ditetapkan dalam Pasal ini
dibawah suatu prosedur perawatan kesehatan
yang tidak didasarkan pada keadaan kesehatan
orang yang bersangkutan dan yang tidak
sesuai dengan ukuran-ukuran perawatan
kesehatan yang diakui secara umum yang akan
diterapkan dalam keadaan kesehatan serupa
17
pada orang-orang warganegara dari Pihak yang
menjalankan prosedur dan yang sama sekali
tidak dicabut kemerdekaannya.
2. Terutama adalah dilarang melaksanakan
terhadap orang-orang tersebut diatas, sekalipun
dengan persetujuan mereka
(a) mutilasi anggota tuhuh;
(b) percobaan-percobaan kesehatan ataupun
ilmiah:
(c) memindahkan jaringan syaraf tubuh atau
organ-organ tubuh untuk pencangkokan.
kecuali apabila tindakan-tindakan itu
dapat dibenarkan sesuai dengan keadaan
sebagaimana diatur dalam ayat (1).
3. Pengecualian-pengecualian terhadap
pelarangan dalam ayat 2 huruf c dapat dilakukan
hanya didalam hal pemberian sumbangan darah
untuk transfusi atau sumbangan kulit untuk
mengenten, asalkan saja diberikan secara
sukarela dan tanpa suatu paksaan apapun atau
tipu muslihat, dan kemudian hanya untuk
tujuan-tujuan pengobatan penyakit, dengan
syarat-syarat yang sesuai dengan ukuran-
ukuran pengobatan dan pengawasan kesehatan
yang diakui secara umum, yang bertujuan bagi
kemanfaatan pemberi sumbangan maupun
penerima sumbangan.
4. Setiap tindakan sengaja atau sengaja tidak
dilakukan yang membahayakan, secara gawat
kesehatan jasmani atau rokhani ataupun
keutuhan jasmani seseorang yang berada di
18
dalam kekuasaan suatu pihak yang bukan Pihak
tempat ia bergantung dan yang melanggar
setiap larangan tersebut dalam ayat (1) dan ayat
(2) ataupun yang tidak mau memenuhi syarat-
syarat seperti tersebut dalam ayat 3, akan
merupakan pelanggaran terhadap Protokol ini.
5. Orang-orang yang disebut di dalam ayat (1)
berhak menolak suatu operasi pembedahan.
Dalam hal penolakan ini, tenaga dinas
kesehatan harus berusaha mendapatkan sebuah
pernyataan tertulis mengenai hal tersebut, yang
ditanda tangani atau diakui oleh pasien.
6. Setiap Pihak dalam sengketa harus memiliki
suatu catatan kesehatan untuk setiap sumbangan
darah bagi transfusi atau sumbangan kulit bagi
pengentenan oleh orang-orang yang disebut
dalam ayat (1), jika sumbangan itu dibawah
tanggung jawab Pihak tersebut. Selain itu,
setiap pihak dalam sengketa harus berusaha
memiliki suatu catatan tentang semua prosedur
pengobatan yang dilakukan berkaitan dengan
setiap orang yang diinternir, ditahan atau
dengan cara lain yang dicabut kemerdekaannya
sebagai akibat suatu situasi yang disebut dalam
Pasal 1.
Catatan-catatan ini harus setiap saat selalu
tersedia untuk pemeriksaan oleh Negara
Pelindung.
19
Pasal 12 --- Perlindungan satuan - satuan kesehatan.
1. Satuan-satuan kesehatan harus setiap saat
selalu dihormati dan dilindungi dan tidak boleh
menjadi sasaran serangan.
2. Ayat (1) harus berlaku bagi satuan-satuan
kesehatan sipil asalkan mereka:
(a) termasuk dalam salah satu dari Pihak-
Pihak dalam sengketa:
(b) diakui dan dikuasai oleh pejabat yang
berwenang dari salah satu Pihak-Pihak
dalam sengketa, atau
(c) dikuasai sesuai dengan Pasal 9 ayat
(2), dari Protokol ini atau Pasal 27 dari
Konvensi Pertama.
3. Pihak-pihak dalam sengketa diundang untuk
saling memberitahu mengenai letak tempat
dari satuan-satuan kesehatan yang menetap.
Tiadanya pemberitahuan itu tidak boleh
membebaskan salah satu dari Pihak-Pihak
tersebut dan kewajiban mematuhi ketentuan-
ketentuan ayat (1).
4. Dalam keadaan apapun satuan-satuan kesehatan
tidak boleh dipergunakan dalam usaha untuk
melindungi obyek-obyek militer dari serangan.
Apabila mungkin Pihak-Pihak dalam sengketa
harus menjamin bahwa satuan-satuan kesehatan
ditempatkan sedemikian rupa sehingga serangan-
serangan terhadap obyek-obyek militer tidak
membahayakan keselamatan mereka.
20
Pasal 13 --- Penghentian perlindungan bagi satuan-satuan
kesehatan sipil.
1. Perlindungan yang merupakan hak bagi satuan-
satuan kesehatan sipil tidak boleh berakhir
kecuali jika mereka dipergunakan di luar fungsi
kemanusiaan mereka untuk melakukan tindakan-
tindakan yang merugikan musuh. Akan tetapi
perlindungan dapat berakhir hanya setelah
diberikan suatu peringatan dengan menetapkan,
manakala dianggap patut, suatu batas waktu yang
layak, dan setelah peringatan seperti itu masih tetap
diabaikan.
2. Hal-hal berikut ini tidak boleh dianggap sebagai
tindakan-tindakan yang membahayakan musuh :
(a) bahwa anggota-anggota dari satuan tersebut
dilengkapi dengan senjata-senjata ringan
perorangan untuk pertahanan diri atau untuk
pertahanan yang luka-luka dan yang sakit
yang berada didalam tanggung jawabnya.
(b) bahwa kesatuan itu dikawal oleh sebuah
satuan piket atau oleh satuan pengawal atau
oleh satuan pengantar;
(c) bahwa senjata-senjata ringan dan amunisi
yang disita dari yang luka-luka dan yang
sakit, dan yang belum diserahkan kepada
dinas ketentaraan yang berhak, diketemukan
pada satuan-satuan kesehatan tersebut.
(d) bahwa anggota-anggota Angkatan Perang
dan kombatan-kombatan lainnya terdapat
21
di dalam satuan tersebut karena alasan-
alasan kesehatan.
Pasal 14 --- Pembatasan atas rekuisisi satuan-satuan
kesehatan sipil
1. Penguasa pendudukan berkewajiban menjamin
bahwa kebutuhan kesehatan bagi penduduk
sipil diwilayah yang didudukinya tetap selalu
dipenuhi.
2. Penguasa pendudukan karenanya tidak boleh
merekuisisi satuan-satuan kesehatan sipil,
perlengkapan mereka, material mereka atau jasa
jasa dari anggota-anggota mereka, selama sumber-
sumber perlengkapan, material dan jasa-jasa ini
diperlukan bagi penyediaan pelayanan kesehatan
yang layak untuk penduduk sipil dan bagi
perawatan kesehatan yang masih harus diteruskan
pada setiap orang yang luka-luka dan yang sakit
yang sudah berada di dalam perawatan.
3. Asalkan ketentuan umum di dalam ayat (2)
tetap dipenuhi, Penguasa Pendudukan boleh
merekuisisi sumber-sumber tersebut diatas.
dengan syarat-syarat khusus sebagai berikut :
(a) bahwa sumber-sumber tersebut diperlukan
untuk perawatan kesehatan yang segera
dan layak bagi anggota-anggota Angkatan
Perang yang luka-luka dan sakit dan
Penguasa Pendudukan atau tawanan-
tawanan perang;
(b) bahwa rekuisisi itu berlaku terus hanya
selama adanya keharusan demikian, dan
22
(c) bahwa pengaturan-pengaturan mendesak
dibuat untuk menjamin tetap terus
dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan
kesehatan penduduk sipil dan mereka
yang luka-luka dan yang sakit yang
masih dalam perawatan, yaitu mereka
yang dikenakan rekuisisi itu.
Pasal 15 --- Perlindungan bagi anggota-anggota dinas
kesehatan sipil dan dinas keagamaan.
1. Anggota-anggota dinas kesehatan sipil harus
dihormati dan dilindungi.
2. Apabila diperlukan, semua bantuan yang bisa
diperoleh harus diberikan kepada anggota-
anggota dinas kesehatan sipil di wilayah
dimana dinas-dinas kesehatan sipil tercerai
berai oleh sebab kegiatan tempur.
3. Penguasa Pendudukan harus memberikan
kepada anggota-anggota dinas kesehatan sipil
di wilayah-wilayah pendudukan setiap bantuan
yang memungkinkan mereka melaksanakan
fungsi-fungsi kemanusiaan mereka sesuai
kemampuan yang ada pada mereka. Penguasa
Pendudukan tidak boleh menuntut bahwa di
dalam melaksanakan fungsi-fungsi itu tenaga-
tenaga kesehatan tersebut harus memberikan
pengutamaan bagi perawatan seseorang
kecuali atas dasar alasan kesehatan. Mereka
tidak boleh dipaksa melakukan tugas-tugas
yang tidak sesuai dengan tugas kemanusiaan
mereka.
23
4. Anggota-anggota dinas kesehatan sipil harus
mempunyai hak masuk ke setiap tempat dimana
jasa-jasa mereka sangat diperlukan dengan
dikenakan tindakan-tindakan pengawasan dan
Pengamanan selama Pihak yang bersangkutan
dalam sengketa menganggapnya perlu.
5. Rokhaniwan-rokhaniwan dari dinas keagamaan
sipil harus dihormati dan dilindungi, Ketentuan-
ketentuan dan Konvensi dan Protokol ini
yang mengenai perlindungan dan pengenalan
anggota-anggota dinas kesehatan harus berlaku
sama pada orang-orang tersebut itu.
Pasal 16 --- Perlindungan umum tugas-tugas kesehatan.
1. Di dalam keadaan apapun seseorang tidak boleh
dihukum karena melakukan kegiatan-kegiatan
kesehatan yang sesuai dengan norma-norma
etika kedokteran, tidak peduli apakah orang
tersebut menarik manfaat dari kegiatannya itu.
2. Orang-orang yang bekerja dalam kegiatan-
kegiatan kesehatan tidak boleh dipaksa
untuk melakukan tindakan-tindakan atau
melaksanakan pekerjaan yang bertentangan
dengan aturan-aturan etika kedokteran atau
ketentuan-ketentuan lainnya yang bertujuan
bagi manfaat orang yang luka-luka, yang sakit
atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dan Konvensi atau Protokol ini, atau dipaksa
untuk tidak melakukan tindakan-tindakan atau
melaksanakan pekerjaan yang diwajibkan
24
oleh kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan
tersebut.
3. Tidak seorangpun yang bekerja dalam kegiatan-
kegiatan kesehatan boleh dipaksakan untuk
memberikan kepada siapapun, baik dari Pihak
lawan maupun dari Pihaknya sendiri, kecuali
diwajibkan oleh Undang-undang dari Pihak
tersebut terakhir, keterangan mengenai mereka
yang luka-luka dan yang sakit yang berada atau
pernah berada di dalam perawatannya, apabila
pada pendapatnya keterangan itu akan terbukti
merugikan diri orang-orang yang dirawat itu
atau keluarga mereka.
Namun, peraturan-peraturan mengenai
kewajiban memberitabukan tentang penyakit-
penyakit yang dapat menular harus dihormati.
Pasal 17 --- Peranan penduduk sipil dan perhimpunan-
perhimpunan bantuan
1. Penduduk sipil harus menghormati mereka
yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,
sekalipun dari Pihak lawan, dan tidak boleh
melakukan tindakan kekerasan terhadap
mereka. Penduduk sipil dan perhimpunan-
perhimpunan bantuan, seperti Perhimpunan-
Perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan
Sabit Merah, Singa dan Matahan Merah), harus
diperbolehkan mengumpulkan dan merawat
yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,
juga di daerah-daerah yang diserbu atau yang
diduduki, sekalipun atas prakarsa mereka
sendiri.
25
Tidak seorangpun boleh dirugikan, dituntut
dinyatakan bersalah atau dihukum karena
melakukan tindakan-tindakan kemanusiaan itu.
2. Pihak-Pihak dalam sengketa boleh meminta
kepada penduduk sipil dan perhimpunan-
perhimpunan bantuan seperti disebut dalam ayat
1 untuk mengumpulkan dan merawat mereka
yang luka-luka, yang sakit dan korban karam,
dan mencari mereka yang tewas dan melaporkan
tempatnya, Pihak-pihak dalam sengketa itu
harus memberikan baik perlindungan maupun
fasilitas-fasilitas yang diperlukan bagi mereka
yang memenuhi permintaan itu. Apabila Pihak
lawan menguasai atau menguasai kembali
daerah. pihak tersebut harus juga memberikan
perlindungan dan fasilitas-fasilitas serupa
selama diperlukan.
Pasal 18 --- Pengenalan
1. Setiap pihak dalam sengketa harus herusaha
menjamin bahwa anggota-anggota dinas
kesehatan dan dinas keagamaan dan satuan-
satuan dan alat angkut kesehatan dapat
dikenal.
2. Setiap Pihak dalam sengketa harus berusaha
mengambil dan melaksanakan metoda-
metoda dan tata cara (prosedur) yang akan
memungkinkan untuk mengenal satuan-satuan
dan alat angkut kesehatan yang menggunakan
lambang pengenal dan isyarat pengenal.
3. Diwilayah pendudukan dan di daerah-daerah
dimana pertempuran sedang berlangsung atau
26
mungkin akan terjadi, anggota-anggota dinas
kesehatan dan dinas keagamaan hendaknya
dapat dikenal dengan lambang pengenal
dan dengan suatu kartu tanda pengenal yang
menerangkan kedudukan mereka.
4. Dengan seijin pejabat yang berwenang, satuan-
satuan dan alat angkut kesehatan harus ditandai
dengan lambang pengenal. Kapal-kapal dan
angkutan perairan yang disebut dalam Pasal 22
dan Protokol ini harus di tandai sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan Konvensi kedua.
5. Selain dari lambang pengenal itu, suatu Pihak
dalam sengketa, sebagaimana ditetapkan
didalam Bab III dan lampiran I pada Protokol
ini, dapat mengijinkan penggunaan isyarat
pengenal untuk mengenal satuan-satuan dan
alat angkut kesehatan. Dengan perkecualian,
didalam hal-hal khusus seperti tercantum di
dalam Bab tersebut, alat angkut kesehatan
boleh menggunakan tanda-tanda pengenal
tanpa memperlihatkan lambang pengenal.
6. Penerapan ketentuan-ketentuan dan ayat (1)
sampai dengan 5 dari pasal ini diatur oleh Bab-
bab I sampai dengan III dari Lampiran 1 pada
Protokol ini.
Tanda-tanda yang dimaksudkan dalam Bab
III dari Lampiran itu semata-mata untuk
penggunaan satuan-satuan dan alat angkut
kesehatan, kecuali sebagaimana ditetapkan
di dalamnya. tidak boleh dipergunakan untuk
suatu tujuan lain dari pada untuk mengenal
satuan-satuan dan alat angkut seperti yang
diperinci di dalam Bab tersebut.
27
7. Pasal ini tidak memberikan kewenangan yang
lebih luas lambang pengenal itu dimasa damai
selain yang diterangkan di dalam Pasal 44 dan
Konvensi Pertama.
8. Ketentuan-ketentuan Konvensi dan Protokol ini
yang mengenai pengawasan atas penggunaan
lambang pengenal dan yang mengenai
pencegahan dan penindakan terhadap setiap
penyalahgunaannya harus berlaku bagi isyarat
pengenal.
Pasal 19 --- Negara-Negara Netral dan lainnya yang bukan
pihak-pihak dalam sengketa.
Negara-negara netral dan negara lainnya yang
bukan Pihak-Pihak dalam sengketa harus
menerapkan ketentuan-ketentuan yang relevan
dan Protokol ini pada orang-orang yang
dilindungi oleh Bagian ini yang dapat diterima
atau diasingkan di dalam wilayah mereka.
dan pada setiap orang yang tewas dan Pihak-
Pihak dalam sengketa yang mungkin mereka
temukan.
Pasal 20 --- Larangan tindakan - tindakan pembatasan.
Tindakan-tindakan pembatasan terhadap
orang-orang atau benda-benda yang dilindungi
oleh Bagian ini adalah dilarang.
28
BAGIAN - II --- PENGANGKUTAN KESEHATAN
Pasal 21 --- Kendaraan-kendaraan kesehatan
Kendaraan-kendaraan kesehatan harus
dihormati dan dilindungi dan cara yang sama
seperti satuan-satuan kesehatan yang bergerak
berdasarkan Konvensi-Konvensi dan Protokol
ini.
Pasal 22 --- Kapal-kapal rumah sakit dan alat angkut air
penyelamat pantai.
1. Ketentuan-ketentuan dari Konvensi-konvensi
yang mengenai :
(a) kapal-kapal yang diterangkan dalam
Pasal-Pasal 22. 24, 25 dan 27 dan
Konvensi Kedua,
(b) sekoci-sekoci penolong dan atas angkut
air kecil mereka,
(c) tenaga-tenaga kesehatan dan para awak
kapal mereka, dan
(d) yang luka, sakit dan korban karam yang
berada di kapal.
harus juga berlaku manakala perahu tersebut
mengangkut orang-orang sipil yang luka, sakit
dan korban-korban karam yang tidak termasuk
dalam salah satu dari golongan-golongan
yang dimaksudkan dalam Pasal 13 Konvensi
Kedua. Namun orang-orang sipil itu tidak boleh
diserahkan kepada sesuatu Pihak yang bukan
Pihaknya, atau ditawan di laut. Apabila mereka
berada dalam kekuasaan suatu pihak dalam
sengketa yang bukan Pihaknya sendiri, bagi
29
mereka ini harus berlaku Konvensi keempat
dan Protokol ini.
2. Perlindungan yang ditetapkan oleb Konvensi
bagi perahu-perahu yang dimaksud dalam
Pasal 25 dari Konvensi kedua harus berlaku
pula bagi perahu-perahu rumah sakit yang
disediakan guna tujuan-tujuan kemanusiaan
untuk suatu pihak dalam sengketa :
(a) oleh sebuah Negara netral atau negara
lainnya yang bukan Pihak dalam sengketa;
atau
(b) oleh sebuah organisasi kemanusiaan
internasional yang tidak berpihak.
asalkan, didalam kedua hal tersebut.
syarat-syarat yang diterangkan dalam
Pasal tersebut dipenuhi.
3. Alat angkutan air kecil yang dimaksud
dalam Pasal 27 dan Konvensi Kedua harus
dilindungi walaupun seandainya tidak dibuat
pemberitahuan lebih dulu seperti dikemukakan
dalam Pasal tersebut. Namun demikian Pihak-
Pihak dalam sengketa diminta untuk saling
memberitabukan setiap perincian dari alat
angkut air itu guna memungkinkan pengenalan
mereka dan pemberian pengakuan mereka.
30
Pasal 23 --- Kapal-kapal dan angkutan air kesehatan
lainnya.
1. Kapal-kapal dan alat angkutan air kesehatan
yang lain dari yang dimaksudkan dalam Pasal
22 dari Protokol ini dan Pasal 38 dari Konvensi
kedua, harus dihormati dan dilindungi, baik
dilaut maupun di perairan lainnya, dengan cara
yang sama seperti satuan-satuan kesehatan
bergerak berdasar-kan Konvensi dan Protokol
ini. Karena perlindungan hanya dapat efektif
apabila kapal-kapal itu dapat dikenal dan diakui
sebagai kapal-kapal atau alat angkutan air
kesehatan, maka perahu-perahu itu hendaknya
ditandai dengan lambang pengenal dan sejauh
mungkin sesuai dengan ayat (2), Pasal 43 dari
Konvensi Kedua.
2. Kapal-kapal dan alat angkutan air yang dimaksud
dalam ayat (1) harus tetap tunduk kepada hukum
perang. Setiap kapal perang di atas permukaan
air yang dapat dengan segera memberlakukan
komandonya boleh memerintahkan kapal-
kapal itu berhenti, memerintahkan kapal-kapal
itu berangkat, atau menyuruh kapal-kapal itu
harus mematuhi setiap komandonya. Kapal-
kapal dan alat angkutan air yang demikian itu
tidak boleh dengan cara apapun mengalihkan
dari tugas kesehatan mereka selama kapal-
kapal itu diperlukan bagi yang luka-Iuka, sakit
dan korban karam yang ada di atas kapal.
3. Perlindungan yang ditetapkan dalam ayat (1)
akan berakhir hanya di bawah syarat-syarat
yang dimaksud dalam Pasal-Pasal 34 dan 35
dari Konvensi Kedua.
31
Suatu penolakan yang jelas untuk mematuhi
komando yang diberikan sesuai dengan ayat
(2) harus dianggap sebagai tindakan yang
merugikan musuh berdasarkan Pasal 34 dari
Konvensi Kedua.
4. Suatu Pihak dalam sengketa dapat
memberitabukan kepada Pihak lawannya
sejauh mungkin sebelum pelayaran di mulai
tentang nama, uraian, waktu pelayaran
yang diharapkan, arah dan kecepatan yang
diperkirakan dari kapal atau alat angkutan air
kesehatannya, khususnya dalam hal kapal-
kapal yang berukuran diatas 2.000 ton bobot
mati, dan dapat memberikan keterangan
lainnya yang akan memudahkan pengenalan
dan pengakuan.
Pihak lawan dalam pada itu harus
memberitabukan tentang telah diterimanya
keterangan tersebut.
5. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 37 dari
Konvensi Kedua harus berlaku bagi anggota-
anggota dinas kesehatan dan dinas keagamaan
di atas kapal-kapal dan alat angkutan air yang
demikian itu.
6. Ketentuan-ketentuan dan Konvensi Kedua
harus berlaku bagi yang luka-luka, sakit
dan korban karam, yang dimaksud dalam
golongan-golongan yang dimaksud dalam
Pasal 13 dari Konvensi Kedua dan dalam Pasal
44 dari Protokol ini, yang mungkin berada di
atas kapal-kapal kesehatan dan alat angkutan
air seperti tersebut itu. Orang-orang sipil yang
luka-luka, sakit dan korban karam yang tidak
32
termasuk dalam salah satu dari golongan-
golongan yang dimaksudkan dalam Pasal 13
dan Konvensi Kedua, selama di laut, tidak
boleh diserahkan kepada setiap Pihak yang
bukan Pihaknya sendiri atau untuk pindah dari
kapal-kapal atau alat angkutan air itu; apabila
mereka berada di dalam kekuasaan suatu Pihak
dalam sengketa yang bukan Pihaknya sendiri,
mereka ini harus dilindungi oleh Konvensi
Keempat dan Protokol ini.
Pasal 24 --- Perlindungan alat angkutan udara kesehatan
Alat angkutan udara kesehatan harus dihormati
dan dilindungi, tunduk pada ketentuan-
ketentuan dari Bab ini.
Pasal 25 --- Alat angkutan udara kesehatan di daerah-
daerah yang tidak dikuasai oleh pihak lawan.
Didarat dan diatas daerah-daerah yang secara
fisik dikuasai oleh angkatan perang yang
bersahahat atau di laut dan diatas laut dari
daerah-daerah yang tidak secara fisik dikuasai
oleh suatu Pihak lawan, Penghormatan dan
perlindungan alat angkutan udara dan suatu
Pihak dalam sengketa tidak tergantung kepada
sesuatu persetujuan dengan suatu Pihak lawan.
Akan tetapi demi keselamatan yang lebih
besar, suatu pihak dalam sengketa yang alat
angkutan udara kesehatannya beroperasi di
daerah-daerah itu dapat memberitahu pihak
lawannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29, khususnya ketika alat angkutan udara
itu sedang melakukan penerbangan yang
33
membawa-nya sampai berada di dalam jarak
tembak sistim senjata dari permukaan bumi ke
udara dan Pihak lawannya.
Pasal 26 --- Alat angkutan udara kesehatan di daerah-
daerah serangan atau yang serupa.
1. Di darat dan diatas bagian-bagian dan daerah
serangan yang secara fisik dikuasai oleh
angkatan perang kawan dan di darat dan
diatas daerah-daerah yang belum dengan jelas
dikuasai secara fisik oleh siapa, perlindungan
bagi alat angkutan udara kesehatan dapat
menjadi efektif sepenuhnya hanya melalui
persetujuan sebelumnya antara pejabat-pejabat
militer yang berwenang dan Pihak-Pihak
dalam sengketa, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29. Walaupun dalam keadaan tiadanya
persetujuan seperti itu, alat angkutan udara
kesehatan yang melakukan penerbangan atas
resikonya sendiri harus dihormati setelah
dikenal.
2. “Daerah serangan” berarti suatu daerah di darat
dimana unsur-unsur yang sedang bergerak maju
dan angkatan perang yang sedang berperang
berada dalam keadaan saling berhadapan satu
sama lainnya, terutama dimana kedua-duanya
dihadapkan pada tembakan langsung dari
darat.
Pasal 27 --- Alat angkutan udara kesehatan didaerah-daerah
yang dikuasai oleh Pihak Lawan.
l. Alat angkutan udara kesehatan dan suatu Pihak
dalam sengketa harus terus dilindungi ketika
34
sedang melakukan penerbangan di atas daerah-
daerah darat dan laut yang secara fisik dikuasai
oleh suatu Pihak lawan, asalkan persetujuan
sebelumnya bagi penerbangan-penerbangan
seperti itu telah diperoleh dari pejabat yang
berwenang dan Pihak lawan itu.
2. Sebuah alat angkutan udara kesehatan yang
terbang di atas suatu daerah yang secara
fisik dikuasai oleh Pihak lawan tanpa, atau
menyimpang dari ketentuan-ketentuan dari
suatu persetujuan yang ditetapkan dalam ayat
(1) di atas, baik disebabkan oleh kesalahan
navigasi atau karena suatu keadaan darurat
yang menimpa keselamatan penerbangannya
itu. harus berusaha sedapat-dapatnya untuk
mengenalkan dirinya dan memberitahu Pihak-
lawan tentang keadaanya.
Segera setelah alat angkutan udara kesehatan
itu diakui oleh pihak lawan, maka Pihak lawan
ini harus melakukan segala usaha yang patut
untuk memberikan perintah mendarat atau
turun di laut, seperti ditunjukkan dalam Pasal
30, ayat (1) atau mengambil langkah-langkah
lain guna menyelamatkan dirinya sendiri, dan
di dalam kedua hal itu, memberikan waktu
bagi alat angkutan udara itu untuk mematuhi
perintahnya sebelum melancarkan suatu
serangan terhadap alat angkutan udara tersebut.
Pasal 28 --- Pembatasan-pembatasan terhadap operasi-
operasi alat angkutan kesehatan.
1. Pihak-pihak dalam sengketa dilarang
mempergunakan alat angkutan udara kesehatan
35
mereka untuk mencoba mendapatkan sesuatu
keuntungan militer atas Pihak lawannya.
Kehadiran alat angkutan udara kesehatan tidak
boleh dipergunakan dalam suatu usaha untuk
menjadikan sasaran-sasaran militer bebas
(immune) dari sasaran serangan.
2. Alat angkutan udara kesehatan tidak boleh
dipergunakan untuk mengumpulkan atau
mengirimkan bahan-bahan keterangan
intelijens dan tidak boleh membawa sesuatu
alat perlengkapan yang dimaksudkan untuk
tujuan-tujuan seperti itu. Alat angkutan udara
kesehatan dilarang membawa seseorang atau
muatan yang tidak termasuk di dalam perumusan
dalam Pasal 8, huruf f. Membawa kedalam
alat angkutan udara kesehatan barang-barang
bernilai pribadi milik penumpang atau alat-
alat perlengkapan yang semata-mata bertujuan
untuk memudahkan navigasi. komunikasi
atau pengenalan pesawat tersebut tidak boleh
dilarang.
3. Alat angkutan udara kesehatan tidak boleh
membawa persenjataan apapun kecuali senjata-
senjata ringan dan amunisi yang diambil dan
yang luka-luka, sakit dan korban karam yang
berada dalam alat angkutan udara itu dan yang
belum diserahkan kepada dinas kctentaraan
yang berhak, dan senjata-senjata ringan
perorangan itu yang mungkin diperlukan
untuk memungkinkan anggota-anggota dinas
kesehatan di dalam alat angkutan udara itu
melakukan pembelaan diri mereka dan yang
luka-luka, sakit dan korban karam yang berada
di dalam tanggung jawab mereka.
36
4. Ketika melakukan penerbangan seperti yang
dimaksud dalam Pasal-pasal 26 dan 27,
alat angkutan udara kesehatan tidak boleh
dipergunakan untuk mencari yang luka-luka,
sakit dan korban karam, kecuali dengan
persetujuan sebelumnya dari Pihak lawan.
Pasal 29 --- Pemberitahuan dan persetujuan mengenai alat
angkutan udara kesehatan.
1. Pemberitahuan berdasarkan Pasal 25, atau
permintaan untuk mengadakan persetujuan
sebelumnya berdasarkan Pasal-Pasal 26,27,28
(ayat 4), atau 31 harus menyatakan jumlah alat
angkutan udara yang diusulkan, rencana-rencana
penerbangan mereka dan alat-alat pengenalan,
dan harus benar-benar dimaksudkan bahwa setiap
penerbangan akan dilaksanakan sesuai dengan
Pasal 28.
2. Suatu Pihak yang menerima suatu
pemberitahuan seperti dimaksud dalam Pasal
25 harus dengan segera mengumumkan telah
diterimanya pembentahuan itu.
3. Suatu Pihak yang menenma suatu permintaan
akan persetujuan sebelumnya berdasarkan
Pasal-Pasal 26, 27, 28 (ayat 4), atau 31 harus
dengan secepat mungkin memberitahu Pihak
yang mengajukan permintaan itu:
(a) bahwa permintaan itu disetujui;
(b) bahwa permintaan itu ditoiak: atau
(c) tentang usul-usul alternatif yang layak
terhadap permintaan itu. Pihak tersebut
dapat juga mengusulkan suatu pelarangan
37
atau pembatasan penerbangan-
penerbangan lain di dalam daerah selama
waktu terlibat. Apabila Pihak yang
memajukan permintaan itu menerima
usul-usul alternatif itu. maka ia harus
memberitahu kepada Pihak lainnya itu
tentang telah diterimanya usul-usul
alternatif itu.
4. Pihak-Pihak tersebut harus mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menjamin
bahwa pemberitahuan dan persetujuan dapat
dihuat secepatnya.
5. Pihak-pihak tersebut diatas juga harus
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk
menyebarluaskan dengan cepat isi dari setiap
pemberitahuan dan persetujuan itu kepada
satuan-satuan militer yang bersangkutan
dan harus menginstruksikan satuan-satuan
itu mengenai alat-alat pengenalan yang
akan dipergunakan oleh alat angkutan udara
kesehatan tersebut.
Pasal 30 --- Pendaratan dan pemeriksaan alat angkutan
udara kesehatan.
1. Alat angkutan udara kesehatan yang terbang di
atas daerah-daerah yang secara fisik dikuasai
oleh Pihak lawan, atau diatas daerah-daerah
yang belum dengan jelas dikuasai secara fisik.
dapat diperintahkan untuk mendarat atau turun
di laut, secara layak, untuk membolehkan
pemeriksaan sesuai dengan ayat-ayat berikut
ini. Alat angkutan udara kesehatan harus
mematuhi perintah yang demikian itu.
38
2. Apabila sebuah alat angkutan udara seperti
itu mendarat atau turun ke laut, baik karena
diperintahkan untuk melakukan hal itu maupun
karena sebab-sebab lain, alat angkutan udara
tersebut dapat mematuhi untuk dilakukannya
dikenakan pemeriksaan semata-mata untuk
mematuhi hal-hal seperti yang dimaksud dalam
ayat (3) dan (4).
Setiap pemeriksaan demikian harus dimulai
tanpa ditunda-tunda dan harus dilakukan secara
cepat.
Pihak yang melakukan pemeriksaan tidak
boleh meminta yang luka-luka dan sakit untuk
dipindahkan dari alat angkutan udara itu kecuali
pemindahan mereka itu sangatlah penting bagi
pemeriksaan. Pihak tersebut harus di dalam
keadaan apapun menjamin bahwa keadaan
yang luka-luka dan sakit tidak dirugikan oleh
pemeriksaan atau pemindahan itu.
3. Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa
alat angkutan udara tersebut :
(a) adalah sebuah alat angkutan udara
kesehatan didalam pengertian seperti
dalam Pasal 8, huruf (j),
(b) adalah tidak melanggar syarat-syarat
tercantum dalam Pasal 28, dan,
(c) tidak terbang bukan tanpa atau melanggar
suatu persetujuan sebelumnya dimana
persetujuan seperti itu diperlukan,
maka alat angkutan udara tersebut
beserta penumpang-penumpangnya yang
39
termasuk dari Pihak lawan atau sebuah
negara netral atau negara lain yang bukan
Pihak dalam sengketa harus diijinkan
untuk melanjutkan penerbangannya tanpa
ditunda-tunda.
4. Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa
alat angkutan udara tersebut
(a) adalah bukan alat angkutan udara
kesehatan di dalam pengertian seperti
dalam Pasal 8, huruf (f),
(b) melanggar syarat-syarat yang tercantum
dalam Pasal 28, atau
(c) telah terbang bukan tanpa atau melanggar
suatu persetujuan sebelumnya dimana
persetujuan itu diperlukan.
maka alat angkutan udara tersebut
boleh disita. Para penumpangnya harus
diperlakukan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berhubungan dengan-nya
dari Konvensi dan Protokol ini.
Setiap alat angkutan udara yang disita,
yang telah ditugaskan sebagai sebuah alat
angkutan udara kesehatan yang bersifat
tetap, boleh dipergunakan setelah itu
hanya sebagai sebuah alat angkutan udara
kesehatan.
Pasal 31 --- Negara-negara netral atau negara lainnva yang
bukan pihak-pihak dalam sengketa.
1. Kecuali dengan persetujuan sebelumnya. alat
angkutan udara kesehatan tidak boleh terbang
diatas atau mendarat di wilayah dari sebuah
40
negara netral atau negara lainnya yang bukan
suatu Pihak dalam sengketa. Akan tetapi dengan
suatu persetujuan demikian, alat angkutan udara
itu harus dihormati sepanjang penerbangannya
dan juga selama waktu singgah di wilayah
tersebut. Namun demikian alat angkutan udara
itu harus tunduk pada setiap panggilan untuk
mendarat atau turun di laut, sebagaimana
diisyaratkan.
2. Apabila didalam keadaan tidak ada suatu
persetujuan atau menyimpang dan ketentuan-
ketentuan dan suatu persetujuan sebuah
alat angkutan udara terbang di atas wilayah
dari suatu negara netral atau negara lainnya
yang bukan suatu pihak dalam sengketa,
baik disebabkan kesalahan navigasi atau
karena suatu keadaan darurat yang menimpa
keselamatan penerbangan, maka alat angkutan
udara tersebut harus melakukan setiap usaha
memberitabukan tentang penerbangannya
itu dan mengenalkan diri. Segera setelah alat
angkutan udara kesehatan itu dikenal, Negara
itu harus melakukan segala usaha yang layak
untuk memerintahkannya mendarat atau turun
ke laut seperti dimaksud dalam Pasal 30, ayat
1, atau mengambil langkah-langkah lain untuk
menyelamatkan kepentingannya sendiri, dan
kesemuanya itu untuk mematuhi perintahnya
sebelum melancarkan suatu serangan terhadap
alat angkutan udara tersebut.
3. Jika sebuah alat angkutan udara, baik karena
adanya persetujuan maupun karena berada
didalam keadaan dimaksud dalam ayat (2) di
41
atas, mendarat atau turun di laut di wilayah
dari sebuah negara netral atau negara lain
yang bukan Pihak dalam sengketa, baik karena
diperintahkan untuk melakukan hal itu atau
karena sebab-sebab lain, alat angkutan udara
tersebut harus dikenakan pemeriksaan dengan
tujuan untuk menetapkan apakah alat angkutan
udara terbang itu benar-benar sebuah alat
angkutan udara kesehatan. Pemeriksaan itu
harus dimulai tanpa ditunda-tunda dan harus
dilakukan dengan cepat. Pihak yang melakukan
pemeriksaan tidak boleh meminta luka-luka
dan sakit dari Pihak yang menjalankan alat
angkutan udara itu agar dipindahkan dari alat
angkutan udara kecuali pemindahan mereka
itu memang sangat penting bagi pemeriksaan.
Pihak yang melakukan pemeriksaan dalam
keadaan apapun harus menjamin bahwa keadaan
yang luka-luka dan sakit tidak dirugikan oleh
pemeriksaan atau pemindahan itu.
Apabila pemeriksaan itu membuktikan
bahwa alat angkutan udara itu adalah benar-
benar sebuah alat angkutan udara kesehatan,
maka alat angkutan udara beserta para
penumpangnya, selain dan mereka yang harus
ditahan sesuai dengan peraturan-peraturan
hukum internasional yang dapat diterapkan
dalam sengketa bersenjata, harus diperbolehkan
melanjutkan kembali penerbangannya, dan
fasilitas-fasilitas yang layak harus diberikan
bagi dilanjutkannya penerbangan itu.
Apabila pemeriksaan itu membuktikan bahwa
alat angkutan udara itu bukan alat angkutan
udara kesehatan, maka alat angkutan udara
itu harus disita dan para penumpangnya harus
diperlakukan sesuai dengan ayat 4.
42
4. Selain dari untuk sementara, yang luka-luka,
sakit dan korban karam yang diturunkan dari
sebuah alat angkutan udara kesehatan dengan
seijin dari pejabat setempat di wilayah sebuah
Negara netral atau Negara lainnya yang bukan
Pihak dalam sengketa, kecuali disetujui dengan
cara lain antara Negara tersebut dan Pihak-
Pihak dalam sengketa, harus ditahan oleh
Negara tersebut, dimana peraturan-peraturan
hukum internasional yang dapat diterapkan
dalam sengketa bersenjata mengharuskan
demikian, sehingga dengan cara seperti itu
mereka tidak dapat lagi ambil bagian dalam
peperangan. Biaya perawatan di rumah sakit
dan pengasingan mereka harus dibebankan
oleh Negara tersebut kepada Negara asal yang
bersangkutan.
5. Negara-negara netral atau lainnya yang bukan
Pihak-Pihak dalam sengketa harus menerapkan
syarat-syarat dan pembatasan-pembatasan
apapun secara sama bagi semua Pihak dalam
sengketa terhadap jalur penerbangan alat
angkutan udara kesehatan di atas wilayahnya
atau terhadap pendaratan alat angkutan udara
kesehatan diwilayahnya.
43
BAGIAN - III --- ORANG - ORANG YANG HILANG
DAN TEWAS.
Pasal 32 --- Ketentuan Umum.
Dalam pelaksanaan Bagian ini, kegiatan-
kegiatan dan Pihak-pihak Peserta Agung,
Pihak-Pihak dalam sengketa dan Organisasi-
organisasi kemanusiaan inter-nasional yang
disebutkan dalam Konvensi dan Protokol ini
pertama-tama harus benar-benar terdorong
terutama oleh hak dan keluarga-keluarga untuk
mengetahui nasib anggota-anggota keluarga
mereka.
Pasal 33 --- Orang-orang yang hilang
1. Segera keadaan mengijinkan, dan seiambat-
lambatnya mulai saat berakhirnya perang yang
aktif berlangsung, setiap pihak dalam sengketa
harus mencari orang-orang yang dilaporkan
hilang oleh pihak lawan. Pihak lawan itu
harus menyampaikan semua keterangan yang
bersangkutan dengan persoalan mengenai
orang-orang yang hilang itu agar supaya
memudahkan pencariannya.
2. Agar supaya memudahkan pengumpulan
keterangan sesuai dengan ayat tersebut di
atas. maka berkaitan dengan orang-orang
yang tidak akan mendapatkan pertimbangan
yang menguntungkan berdasarkan Konvensi
dan Protokol ini, setiap Pihak dalam sengketa
harus:
(a) mencatat keterangan yang diperinci
dalam pasal 138 dan Konvensi ke empat
44
yang mengenai orang-orang yang telah
ditahan, dihukum penjara atau dengan
cara lain dimasukkan dalam tawanan
selama lebih dari dua minggu sebagai
akibat peperangan atau pendudukan, atau
yang telah meninggal dunia selama dalam
masa penahanan;
(b) Sejauh mungkin memudahkan dan
apabila perlu melaksanakan pencarian
dan pencatatan keterangan-keterangan
mengenai orang-orang itu, jika mereka
itu telah meninggal dalam keadaan
lain sebagai akibat permusuhan atau
pendudukan.
3. Keterangan-keterangan mengenai orang-
orang yang dilaporkan hilang sesuai dengan
ayat I dan permintaan-permintaan mengenai
keterangan-keterangan itu harus dikirimkan
secara langsung atau melalui Negara Pelindung
atau Badan Pencarian Pusat dari Komite
Internasional Palang Merah atau Perhimpunan-
Perhimpunan Palang Merah Nasional (Bulan
Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah).
Apabila keterangan itu tidak dikirimkan
melalui Komite Internasional Palang Merah dan
Badan Percarian Pusatnya, setiap Pihak dalam
sengketa harus menjamin bahwa keterangan itu
juga diberikan kepada Badan Pencarian Pusat.
4. Pihak-pihak dalam sengketa harus berusaha
bersepakat mengenai pengaturan-pengaturan
bagi regu-regu yang akan mencari, mengenal
dan menemukan kembali yang tewas dari
daerah-daerah medan pertempuran, termasuk
45
pengaturan-pengaturan, apabila dianggap
layak, agar regu-regu tersebut disertai oleh
tenaga-tenaga dari Pihak lawan pada waktu
melaksanakan tugasnya di daerah-daerah yang
dikuasai oleh Pihak lawan. Anggota-anggota
regu tersebut harus dihormati dan dilindungi
sewaktu-waktu melaksanakan semata-mata
tugas-tugas kewajibannya itu.
Pasal 34 --- Jenazah orang vang tewas.
1. Jenazah orang-orang yang meninggal karena
sebab-sebab yang berhubungan dengan
pendudukan atau di dalam tahanan sebagai
akibat dari pendudukan atau permusuhan
dan jenazah dari orang-orang yang bukan
warganegara dari negara dimana mereka
meninggal sebagai akibat dari permusuhan
harus dihormati, dan tempat-tempat kuburan
semua orang itu harus dihormati, diperlihatkan
dan ditandai sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 130 dan Konvensi ke empat, apabila
jenazah atau kuburan mereka tidak mendapat
pertimbangan yang lebih menguntungkan
berdasarkan Konvensi dan Protokol ini.
2. Segera setelah keadaan dan hubungan antara
Pihak-pihak yang bermusuhan mengijinkan,
maka Pihak-Pihak Peserta Agung yang
wilayah-wilayahnya menjadi tempat letak
pemakaman itu dan sedapat mungkin pula
tempat-tempat lain dan jenazah orang-orang
yang tewas sebagai akibat permusuhan atau
selama pendudukan atau dalam tahanan, harus
mengadakan persetujuan-persetujuan agar
supaya :
46
(a) memudahkan bagi anggota-anggota
keluarga yang meninggal dan wakil-wakil
dari dinas-dinas pencatatan makam resmi
memasuki tempat-tempat pemakaman
tersebut dan mengatur persiapan-
persiapan yang praktis untuk masuk ke
tempat-tempat pemakaman itu;
(b) melindungi dan memelihara secara tetap
tempat-tempat pemakaman itu;
(c) memudahkan pemulangan jenazah-
jenazah yang meninggal itu dan barang-
barang milik pribadinya ke tanah air
mereka atas permintaanya kecuali jika
negara itu berkeberatan, atas permintaan
anggota-anggota keluarganya.
3. Dalam keadaan tiadanya persetujuan-
persetujuan seperti yang dimaksud dalam ayat
huruf (b) dan atau huruf (c) dan apabila negara
asal dari yang meninggal itu tidak bersedia
mengurus atas biayanya pemeliharaan tempat-
tempat pemakaman itu, maka pihak peserta
Agung yang wilayahnya menjadi tempat letak
pemakaman itu dapat menawarkan fasilitas
bagi pemulangan jenazah-jenazah yang tewas
itu ke negara asalnya. Apabila tawaran seperti
itu belum diterima, maka setelah habis masa
waktu lima tahun mulai dari tanggal penawaran
itu dibuat dan dengan pemberitahuan tepat pada
waktunya kepada negara asal yang meninggal,
Pihak Peserta Agung boleh mengambil
mengatur dalam peraturan undang-undangnya
sendiri mengenai tempat-tempat penguburan
dan pemakaman.
47
4. Suatu Pihak Peserta Agung yang wilayahnya
menjadi tempat pemakaman seperti dimaksud
dalam Pasal ini harus diperbolehkan
mengeluarkan jenazah dari makam hanya ;
(a) jika sesuai dengan ayat-ayat (2) huruf (c)
dan (3), atau
(b) apabila mengeluarkan jenazah dari makam
itu merupakan soal mengesampingkan
kepentingan masyarakat termasuk hal-hal
kepentingan kedokteran dan penyelidikan,
dalam hal mana Pihak Peserta Agung itu
harus senantiasa menghormati jenazah,
dan harus memberitahu negara asal yang
meninggal itu tentang maksudnya untuk
mengeluarkan jenazah dan makamnya
beserta pula dengan perincian tentang
tempat penguburan kembali yang
dimaksudkannya.
48
BAB - III
CARA-CARA DAN ALAT-ALAT PEPERANGAN
STATUS KOMBATAN DAN TAWANAN PERANG
BAGIAN - I --- CARA - CARA DAN ALAT - ALAT
PEPERANGAN
Pasal 35 --- Ketentuan-ketentuan dasar
1. Dalam setiap sengketa bersenjata, hak dari
Pihak-pihak dalam sengketa untuk memilih
cara-cara atau alat-alat peperangan tidak tak
terbatas.
2. dilarang menggunakan senjata-senjata,
projektil-projektil dan bahan-bahan dan cara-
cara peperangan yang bersifat mengakibatkan
luka (injury) yang berlebihan atau penderitaan
yang tidak perlu.
3. dilarang menggunakan cara-cara atau alat-
alat peperangan yang bertujuan, atau dapat
diharapkan mengakibatkan kerusakan yang
hebat, meluas dan berjangka waktu lama
terhadap keadaan lingkungan alam.
Pasal 36 --- Senjata-senjata baru.
Didalam penyelidikan, pengembangan
menghasilkan atau mendapatkan suatu senjata
baru, alat-alat atau cara peperangan, suatu
Pihak Peserta Agung berkewajiban menetapkan
apakah di dalam keadaan tertentu atau segala
keadaan penggunaannya tidak akan dilarang
oleh Protokol ini atau oleh sesuatu peraturan
lain dari hukum internasional yang berlaku
terhadap Pihak Peserta Agung tersebut.
49
Pasal 37 --- Larangan Tindakan Licik
1. dilarang untuk membunuh, melukai
atau menawan seorang musuh dengan
mempergunakan kelicikan. Tindakan-tindakan
mengelabuhi musuh hingga menyebabkan
musuh percaya bahwa ia berhak atau
berkewajiban untuk memberi perlindungan di
bawah ketentuan-ketentuan hukum internasio-
nal yang berlaku dalam sengketa bersenjata,
dengan maksud menghianati kepercayaan itu,
merupakan kelicikan. Tindakan-tindakan
berikut ini adalah contoh-contoh kelicikan
(a) pura-pura bermaksud untuk berunding
di bawah bendera gencatan senjata atau
menyerah;
(b) pura-pura (menyatakan diri) tidak mampu
karena luka-luka atau sakit;
(c) Pura-pura sebagai orang sipil, status
bukan kombatan; dan
(d) pura-pura status dilindungi dengan
mempergunakan tanda-tanda, lambang-
lambang atau pakaian seragam
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Negara
netral atau Negara lainnya bukan pihak
dalam sengketa.
2. Tipu daya dalam perang tidak dilarang. Tipu
daya demikian adalah tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menyesatkan seorang musuh
atau untuk membujuknya berbuat tidak hati-
hati tetapi yang tidak melanggar ketentuan
hukum internasional yang berlaku dalam
sengketa bersenjata dan yang bukan merupakan
kelicikan karena tipu daya itu mengundang
50
kepercayaan dari seorang musuh berkenaan
dengan perlindungan di bawah hukum
internasional. Contoh-contoh tentang tipu daya
seperti itu adalah sebagai berikut: penggunaan
penyamaran, umpan, gerakan militer tipuan
dan keterangan yang menyesatkan.
Pasal 38 --- Lambang-lambang yang diakui
1. dilarang mempergunakan tidak selayaknya
lambang pengenal palang merah, bulan sabit
merah atau singa dan matahari merah atau
lambang-lambang, tanda-tanda atau isyarat-
isyarat lainnya yang telah ditetapkan oleh
Konvensi atau oleh Protokol ini. Juga dilarang
menyalahgunakan dengan sengaja di dalam
suatu sengketa bersenjata lambang-lambang,
tanda-tanda atau isyarat-isyarat, termasuk
bendera gencatan senjata dan lambang
perlindungan harta benda kebudayaan.
2. Dilarang mempergunakan lambang pengenal
Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecuali jika
dikuasakan penggunaannya oleh Organisasi
tersebut.
Pasal 39 --- Lambang-lambang Kebangsaan
1. Dilarang mempergunakan di dalam suatu
sengketa bersenjata bendera-bendera atau
lambang-lambang, lencana-lencana atau
pakaian-pakaian seragam militer dari negara-
negara netral atau negara lainnya yang bukan
pihak-pihak dalam sengketa.
51
2. Dilarang mempergunakan bendera-bendera
atau lambang-lambang, lencana-lencana atau
pakaian seragam militer dari Pihak-pihak
lawan pada waktu melancarkan serangan-
serangan atau untuk menghalang-halangi.
menguntungkan, melindungi gerakan-gerakan
militer.
3. Tidak satupun ketentuan dalam Pasal ini atau
dalam Pasal 37, ayat (I) huruf d, mempengaruhi
ketentuan-ketentuan hukum internasional
yang telah ada dan diakui secara umum yang
berlaku pada kegiatan mata-mata atau untuk
penggunaan bendera-bendera di dalam cara
melakukan sengketa bersenjata di laut.
Pasal 40 --- Markas
Dilarang memerintahkan bahwa tidak boleh
ada seorangpun dibiarkan hidup. mengancam
seorang musuh dengan cara demikian atau
melakukan permusuhan atas dasar hal
tersebut.
Pasal 41 --- Perlindungan bagi seorang musuh yang "hors
de combat”
1. Seorang yang diakui atau yang didalam keadaan
tertentu, harus diakui sebagai hors de combat
tidak boleh dijadikan sasaran serangan.
2. Seseorang adalah hors de combat apabila :
(a) ia berada didalam kekuasaan suatu Pihak
lawan;
(b) ia terang-terangan menyatakan suatu
maksud untuk menyerah, atau
52
(c) ia telah diserahkan dalam keadaan tidak
sadar atau kalau tidak dalam keadaan
tidak berdaya disebabkan oleh luka-luka
atau sakit dan karenanya tidak mampu
membela diri.
asalkan didalam setiap hal-hal tersebut itu
ia sama sekali tidak melakukan sesuatu
tindakan bermusuhan dan tidak mencoba
melarikan diri.
3. Apabila orang-orang yang berhak atas
perlindungan sebagai tawanan-tawanan perang
jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan
didalam keadaan-keadaan tempur yang tidak
biasa yang tidak memungkinkan pengungsian
mereka sebagaimana ditetapkan dalam Bab
III, Bagian I dan Konvensi ketiga, mereka ini
harus dibebaskan dan segala tindakan-tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan harus diambil
untuk menjamin keselamatan mereka.
Pasal 42 --- Penumpang - penumpang Alat Angkutan Udara
1. Tidak seorangpun yang terjun dengan payung
dan sebuah alat angkutan udara yang dalam
keadaan bahaya (distress) boleh dijadikan
sasaran serangan selama dalam penerjunannya
itu.
2. Setelah sampai di darat didalam wilayah yang
dikuasai suatu Pihak lawan, seseorang yang
telah terjun payung dan sebuah alat angkutan
udara dalam keadaan bahaya harus diberi
kesempatan untuk menyerah sebelum dijadikan
sasaran serangan, kecuali jelas bahwa ia
melakukan suatu tindakan permusuhan.
53
3. Pasukan-pasukan lintas udara tidak dilindungi
oleh Pasal ini.
BAGIAN - II --- STATUS KOMBATAN DAN TAWANAN
PERANG
Pasal 43 --- Angkatan Perang.
1. Angkatan perang dari suatu Pihak dalam
sengketa terdiri dari semua angkatan, kelompok-
kelompok dan satuan-satuan bersenjata yang
diorganisir yang berada dibawah suatu komando
yang bertanggung jawab kepada Pihak tersebut
atas perbuatan bawahannya, bahkan apabila
Pihak tersebut diwakili oleh sebuah Pemerintah
atau suatu kekuasaan yang tidak diakui oleh
suatu Pihak lawan. Angkatan Perang seperti
itu harus tunduk pada suatu peraturan disiplin
tentara, yang intern alia, harus berlaku sesuai
dengan ketentuan hukum internasional yang
dapat diterapkan dalam sengketa bersenjata.
2. Anggota-anggota angkatan perang dari suatu
Pihak dalam sengketa (selain dari tenaga-
tenaga kesehatan dan rokhaniwan-rokhaniwan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan
Konvensi ketiga) adalah kombatan, yaitu
mereka yang mempunyai hak untuk turut serta
secara langsung dalam permusuhan.
3. Apabila suatu pihak dalam sengketa
menggabungkan kedalam angkatan perangnya
para militer atau badan penegak hukum yang
bersenjata, maka Pihak itu harus memberitahu
Pihak-pihak lain dalam sengketa.
54
Pasal 44 --- Kombatan dan Tawanan Perang.
1. Setiap kombatan, sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 43, yang jatuh ke dalam kekuasaan
Pihak lawan harus menjadi tawanan perang.
2. Walaupun semua kombatan berkewajiban
mematuhi ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang berlaku dalam sengketa
bersenjata, pelanggaran-pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan itu tidak boleh
menghilangkan hak seorang kombatan sebagai
kombatan atau haknya sebagai seorang tawanan
perang, jika ia jatuh kedalam kekuasaan Pihak
lawan, kecuali sebagaimana ditetapkan dalam
ayat-ayat 3 dan 4.
3. Untuk meningkatkan perlindungan bagi
penduduk sipil dari akibat-akibat peperangan,
maka kombatan-kombatan wajib membedakan
diri dari penduduk sipil ketika mereka sedang
terlibat dalam suatu serangan atau dalam
suatu operasi militer sebagai persiapan untuk
suatu serangan. Akan tetapi, dengan mengakui
bahwa terdapat keadaan-keadaan didalam
sengketa bersenjata dimana seorang kombatan-
kombatan bersenjata tidak dapat membedakan
diri dari penduduk sipil disebabkan oleh
sifat peperangan itu, maka ia harus tetap
mendapatkan kedudukannya sebagai kombatan,
asalkan saja dalam keadaan seperti itu ia
membawa senjatanya secara terang-terangan :
(a) selama setiap pertempuran (military
engagement), dan
55
(b) selama waktu ia dapat dilihat oleh pihak
musuhnya ketika ia sedang terlibat dalam
suatu penyebaran militer menjelang
dilancarkannya suatu serangan dimana ia
ikut serta.
Tindakan-tindakan yang sesuai dengan
persyaratan dalam ayat ini tidak
boleh dianggap sebagai tindakan licik
sebagaimana dimaksud Pasal 37, ayat 1
huruf c.
4. Seorang kombatan yang jatuh kedalam
kekuasaan suatu pihak lawan ketika ia
dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan-
persyaratan yang disebut dalam kalimat kedua
ayat 3 itu akan kehilangan haknya sebagai
seorang tawanan perang, namun demikian
kepadanya akan diberikan perlindungan yang
sama dalam segala hal seperti yang diberikan
kepada tawanan perang oleh Konvensi Ketiga
dan oleh Protokol ini. Perlindungan ini
mencakup perlindungan-perlindungan yang
sama dengan yang diberikan kepada tawanan-
tawanan perang oleh Konvensi Ketiga dalam
hal dimana seseorang diadili dan dihukum
karena pelanggaran yang dilakukannya.
5. Setiap kombatan yang jatuh ke dalam kekuasaan
suatu pihak lawan pada saat tidak terlibat dalam
suatu serangan atau dalam suatu operasi militer
sebagai persiapan untuk suatu serangan tidak
akan kehilangan hak-haknya sebagai seorang
kombatan dan sebagai tawanan perang karena
kegiatan-kegiatannya sebelumnya.
56
6. Pasal ini sama sekali tidak mengurangi hak
seseorang sebagai seorang tawanan perang
sesuai dengan Pasal 4 dari Konvensi Ketiga.
7. Pasal ini tidak dimaksudkan untuk merubah
praktek negara yang telah diterima secara umum
yang berhubungan dengan pemakaian seragam
oleh kombatan-kombatan yang ditugaskan
pada satuan-satuan reguler berseragam dan
bersenjata suatu Pihak dalam sengketa.
8. Selain dari pada golongan-golongan
(categories) orang-orang yang disebut dalam
Pasal 13 dari Konvensi Pertama dan Kedua,
semua anggota angkatan perang dari suatu
Pihak dalam sengketa seperti dirumuskan
dalam Pasal 43 dari Protokol ini, akan diberi
hak mendapatkan perlindungan berdasarkan
Konvensi-Konvensi tersebut jika mereka itu
luka-luka atau sakit atau dalam hak Konvensi
Kedua, korban karam di laut atau di perairan
lainnya.
Pasal 45 --- Perlindungan bagi orang-orang yang telah ikut
serta dalam permusuhan.
1. Seorang yang ikut serta dalam permusuhan dan
jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan
akan dianggap sebagai tawanan perang, dan
oleh karena itu akan dilindungi oleh Konvensi-
konvensi Ketiga, apabila ia menuntut status
demikian, atau apabila tampaknya ia berhak
akan status semacam itu atau apabila Pihak
yang ia taati menuntut kedudukan demikian
atas namanya dengan pemberitahuan kepada
57
Negara penahan atau kepada Negara Pelindung.
Apabila timbul suatu keragu-raguan apakah
orang semacam itu berhak akan status tawanan
perang, ia akan tetap mempunyai status itu
dan oleh karenanya akan dilindungi oleh
Konvensi Ketiga dan oleh Protokol ini sampai
saat statusnya ditetapkan oleh Mahkamah yang
berwenang.
2. Apabila seseorang yang telah jatuh dalam
kekuasaan suatu Pihak lawan tidak ditahan
sebagai seorang tawanan perang dan akan
diadili oleh Pihak tersebut karena suatu
pelanggaran yang timbul dari permusuhan ia
harus mendapat hak untuk mengemukakan
haknya atas status tawanan perang di hadapan
suatu Mahkamah dan memohon masalah
tersebut diputuskan.
Apabila prosedur yang dapat diterapkan,
memberi kemungkinan keputusan ini akan
ditetapkan sebelum pemeriksaan pengadilan
atas pelanggarannya. Wakil-wakil dari
Negara Pelindung berhak untuk menghadiri
sidang-sidang Mahkamah dimana masalah
itu diputuskan, kecuali dalam keadaan yang
sangat khusus, persidangan tersebut diadakan
in camera untuk kepentingan keamanan negara.
Dalam keadaan demikian, Negara Penahan
harus memberitabukan secepatnya kepada
Negara Pelindung.
3. Setiap orang yang telah ikut serta dalam
permusuhan yang tidak berhak akan status
tawanan perang dan yang tidak mendapat
perlakuan yang lebih menguntungkan sesuai
dengan Konvensi Keempat setiap saat akan
58
berhak mendapat perlindungan dari Pasal 75
Protokol ini. Dalam wilayah pendudukan,
setiap orang seperti itu, kecuali jika ia ditahan
sebagai seorang mata-mata harus juga berhak
atas hak-haknya berkomunikasi berdasarkan
Konvensi tersebut, sekalipun ada Pasal 5 dari
Konvensi Keempat itu.
Pasal 46 --- Mata-mata
1. Tanpa mengecualikan ketentuan lain dan
Konvensi atau Protokol ini, setiap anggota
angkatan perang dari suatu Pihak dalam
sengketa yang jatuh ke dalam kekuasaan suatu
Pihak lawan ketika sedang melakukan kegiatan
mata-mata tidak akan mempunyai hak atas
status tawanan perang dan akan diperlakukan
sebagai mata-mata.
2. Seorang anggota angkatan perang dari
suatu pihak dalam sengketa yang atas nama
Pihak dimana ia bergabung, berada dan di
wilayah yang dikuasai oleh Pihak lawan,
mengumpulkan atau berusaha mengumpulkan
keterangan-keterangan tidak akan dianggap
melakukan kegiatan mata-mata apabila ia pada
waktu berbuat demikian mengenakan pakaian
seragam angkatan perangnya.
3. Seorang anggota angkatan perang dari
Pihak dalam sengketa yang menjadi seorang
penduduk dari wilayah yang diduduki Pihak
lawan dan yang, atas nama Pihak dimana ia
bergabung, mengumpulkan atau berusaha
mengumpulkan keterangan-keterangan bernilai
militer di wilayah tersebut, tidak akan dianggap
59
melakukan perbuatan mata-mata kecuali
apabila ia melakukannya dengan tindakan yang
tidak benar /palsu atau sengaja dengan cara
diam-diam. Lagi pula, penduduk seperti itu
tidak akan kehilangan haknya mendapat status
tawanan perang dan tidak dapat diperlakukan
sebagai seorang mata-mata kecuali jika ia
ditangkap ketika sedang melakukan kegiatan
mata-mata.
4. Anggota angkatan perang dan suatu Pihak
dalam sengketa yang bukan penduduk wilayah
yang diduduki oleh Pihak lawan dan yang
telah melakukan kegiatan mata-mata di dalam
wilayah tersebut tidak akan kehilangan haknya
akan status tawanan perang dan tidak dapat
diperlakukan sebagai seorang mata-mata
kecuali jika ia tertangkap sebelum ia bergabung
kembali dengan angkatan perang dimana ia
menjadi anggotanya.
Pasal 47 --- Tentara Bayaran
1. Tentara bayaran tidak akan mendapat hak
sebagai seorang kombatan atau seorang
tawanan perang.
2. Tentara bayaran adalah setiap orang yang :
(a) direkrut secara lokal atau diluar Negara
itu untuk bertempur di dalam suatu
sengketa bersenjata.
(b) yang secara nyata ikut serta dalam
permusuhan;
(c) mempunyai motifasi untuk ikut serta
dalam permusuhan terutama karena
60
keinginan mendapat keuntungan pribadi
yang dijanjikan oleh atau atas nama Pihak
dalam sengketa, konpensasi material yang
jauh melebihi yang dijanjikan kepada atau
dibayarkan kepada kombatan yang nama,
pangkat atau fungsi dalam kekuatan
bersenjata dari pihak tersebut.
(d) bukan warganegara dari suatu Pihak
dalam sengketa ataupun bukan penduduk
wilayah yang dikuasai oleh suatu Pihak
dalam sengketa:
(e) bukan anggota angkatan perang suatu
pihak dalam sengketa; dan
(f) tidak dikirim oleh suatu negara yang
bukan Pihak dalam sengketa untuk
bertugas resmi sebagai anggota dan
angkatan perangnya.
61
BAB - IV
PENDUDUK SIPIL
BAGIAN - I --- PERLINDUNGAN UMUM
TERHADAP AKIBAT
PERMUSUHAN.
SUB BAGIAN - I --- KETENTUAN DASAR DAN
PENERAPANNYA DILAPANGAN
Pasal 48 --- Ketentuan dasar
Agar dapat dijamin penghormatan dan
perlindungan terhadap penduduk sipil dan
obyek sipil, Pihak-Pihak dalam sengketa setiap
saat harus membedakan penduduk sipil dari
kombatan dan antara obyek sipil dan sasaran
militer dan karenanya harus mengarahkan
operasinya hanya terhadap sasaran-sasaran
militer saja.
Pasal 49 --- Definisi tentang serangan dan ruang lingkup
penerapan.
1. “Serangan” berarti tindakan kekerasan terhadap
pihak lawan, baik dalam penyerangan atau
dalam pertahanan.
2. Ketentuan-ketentuan Protokol ini yang
berhubungan dengan serangan berlaku bagi
semua serangan dalam wilayah mana saja
dilaksanakan, termasuk wilayah nasional milik
Pihak dalam sengketa tetapi yang berada di
bawah pengawasan Pihak lawan.
62
3. Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini berlaku
bagi setiap peperangan darat, udara atau laut
yang dapat mempengaruhi penduduk sipil,
perorangan sipil atau obyek sipil di darat.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan tersebut
berlaku juga bagi semua serangan dari laut
atau dari udara terhadap sasaran di darat, akan
tetapi dengan cara lain tidak mempengaruhi
ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
berlaku dalam sengketa bersenjata di laut atau
di udara.
4. Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini menambah
ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
perlindungan kemanusiaan yang tercantum di
dalam Konvensi Keempat, terutama Bab II
nya, dan perjanjian-perjanjian internasional
lainnya yang mengikat Para pihak Peserta
Agung, maupun ketentuan-ketentuan hukum
internasional lainnya yang berhubungan
dengan perlindungan orang sipil dan obyek
sipil didarat, di laut ataupun di udara dari
akibat permusuhan.
SUB BAGIAN - II --- ORANG-ORANG SIPIL DAN
PENDUDUK SIPIL
Pasal 50 --- Definisi tentang orang-orang sipil dan
penduduk sipil
1. Seorang sipil adalah setiap orang yang tidak
termasuk dalam salah satu dari penggolongan-
penggolongan orang-orang yang disebut dalam
Pasal 4 A(1), (2), (3) dan (6) dari Konvensi
63
Ketiga dan dalam Pasal 43 dari Protokol ini.
Bila ada keraguan apakah seseorang itu seorang
sipil, maka orang itu harus dianggap sebagai
seorang sipil.
2. Penduduk sipil terdiri dari semua orang sipil.
3. Hadirnya dilingkungan penduduk sipil orang-
orang yang tidak termasuk di dalam definisi
orang sipil tidak mengurangi sifat sipil dari
penduduk itu.
Pasal 51 --- Perlindungan bagi penduduk sipil
1. Penduduk sipil dan orang-orang sipil
perorangan harus mendapatkan perlindungan
umum terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari
operasi-operasi militer. Agar perlindungan ini
dapat dirasakan hasilnya, ketentuan-ketentuan
berikut ini, yang merupakan tambahan pada
ketentuan-ketentuan hukum internasional
lainnya yang dapat diterapkan, harus dipatuhi
dalam segala keadaan.
2. Dengan demikian penduduk sipil maupun
perorangan-perorangan sipil tidak boleh
menjadi sasaran serangan. Tindakan-tindakan
atau ancaman-ancaman kekerasan yang tujuan
utamanya adalah menyebarkan teror dikalangan
penduduk sipil adalah dilarang.
3. Orang-orang sipil harus mendapat perlindungan
yang diberikan oleh Bagian ini, kecuali dan
selama mereka ikut serta langsung dalam
permusuhan.
64
4. Serangan yang tidak membedakan sasaran
adalah dilarang. Serangan-serangan yang tidak
membedakan sasaran itu adalah :
(a) serangan-serangan yang tidak ditujukan
terhadap sasaran khusus militer;
(b) serangan-serangan yang mempergunakan
suatu cara atau alat-alat tempur yang
tidak dapat ditujukan terhadap sasaran
khusus militer;
(c) serangan-serangan yang memper-
gunakan suatu cara atau alat-alat tempur
yang akibat-akibatnya tidak dibatasi
sebagaimana ditentukan oleh Protokol
ini; dan karena itu, dalam tiap hal
tersebut, serangan-serangan seperti itu
pada hakekatnya adalah menyerang
tanpa membeda-bedakan sasaran-sasaran
militer dengan orang-orang sipil dan
obyek-obyek sipil.
5. Jenis-jenis serangan berikut ini adalah antara
lain yang harus dianggap sebagai yang tidak
membeda-bedakan sasaran :
(a) suatu serangan dengan pemboman dengan
menggunakan cara-cara atau alat-alat
apapun yang memperlakukan sejumlah
sasaran militer yang jelas terpisahkan
dan berbeda yang terletak disebuah kota
besar, kota, desa atau daerah lain yang
juga berisikan pemusatan orang-orang
sipil dan obyek-obyek sipil sebagai suatu
sasaran militer tunggal; dan
65
(b) suatu serangan yang dapat diduga akan
menimbulkan kerugian yang tidak perlu
berupa jiwa orang-orang sipil, luka-luka
dikalangan orang-orang sipil, kerusakan
obyek-obyek sipil, atau gabungan dari
semuanya itu yang akan merupakan hal
yang melampaui batas dibandingkan
dengan keuntungan militer yang
konkrit dan langsung yang diharapkan
sebelumnya.
6. Serangan-serangan terhadap penduduk sipil
atau orang-orang sipil dengan cara tindakan-
tindakan pembatasan adalah dilarang.
7. Kehadiran atau gerakan-gerakan penduduk
sipil atau orang-orang sipil perorangan tidak
boleh dipergunakan untuk menjadikan tempat-
tempat atau daerah-daerah tertentu kebal dari
operasi-operasi militer, khususnya dalam usaha
untuk melindungi sasaran-sasaran militer dan
serangan-serangan atau untuk melindungi,
membantu atau menghalang-halangi operasi-
operasi militer. Pihak-pihak dalam sengkcta
tidak boleh mengarahkan gerakan penduduk
sipil atau orang-orang sipil perorangan agar
supaya berusaha melindungi sasaran-sasaran
militer dari serangan-serangan atau melindungi
operasi-operasi militer.
8. Setiap pelanggaran terhadap larangan-larangan
itu tidak boleh membebaskan Pihak-pihak dalam
sengketa dari kewajiban-kewajiban hukum
mereka berkaitan dengan pendudukan sipil dan
orang-orang sipil, termasuk kewajiban untuk
66
mengambil tindakan-tindakan pencegahan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 57.
SUB BAGIAN - III --- OBYEK-OBYEK SIPIL
Pasal 52 --- Perlindungan urnum bagi obyek-obyek sipil
1. Obyek-obyek sipil tidak boleh dijadikan
sasaran serangan atau tindakan pembatasan.
Obyek-obyek sipil adalah semua obyek yang
bukan sasaran militer seperti dirumuskan
dalam ayat (2).
2. Serangan-serangan harus dengan tegas dibatasi
hanya pada sasaran-sasaran militer. Sebegitu
jauh mengenai obyek-obyek, sasaran-sasaran
militer dibatasi pada obyek-obyek yang oleh
sifatnya, letak tempatnya, tujuannya atau
kegunaannya memberikan sumbangan yang
efektif bagi aksi militer yang jika dihancurkan
secara menyeluruh atau sebagian, direbut atau
dinetralisasi, didalam keadaan yang berlaku
pada waktu itu, memberikan suatu keuntungan
militer yang pasti.
3. Apabila diragukan apakah suatu obyek yang
biasanya diabdikan pada tujuan-tujuan sipil,
seperti tempat pemujaan, rumah atau tempat
tinggal lainnya atau rumah sekolah, sedang
digunakan untuk memberikan sumbangan
yang efektif bagi aksi militer, maka obyek itu
harus dianggap sebagai tidak dipergunakan
sedemikian.
67
Pasal 53 --- Perlindungan bagi obvek-obyek budaya dan
tempat pemujaan
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dan
Konvensi Den Haag tentang Perlindungan
obyek-obyek budaya jika terjadi sengketa
bersenjata tanggal 14 Mei 1954, dan dari
Piagam-Piagam Internasional lainnya yang
bersangkutan dengan hal itu, adalah dilarang :
(a) melakukan tindakan-tindakan permusuhan
apapun yang ditujukan terhadap
monumen-monumen sejarah, karya-karya
seni atau tempat-tempat pemujaan yang
merupakan warisan budaya atau spirituil
dari suatu bangsa;
(b) menggunakan obyek-obyek seperti itu
untuk menunjang usaha militer;
(c) menjadikan obyek-obyek seperti itu
sebagai obyek pembatasan.
Pasal 54 --- Perlindungan obyek-obvek yang mutlak
diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk
Sipil.
1. Menimbulkan kelaparan sampai mati pada
orang-orang sipil sebagai suatu cara berperang
adalah dilarang.
2. Dilarang untuk menyerang, menghancurkan,
meniadakan atau menelantarkan obyek-
obyek yang mutlak diperlukan adanya bagi
kelangsungan hidup penduduk sipil, seperti
bahan makanan, daerah-daerah pertanian yang
menghasilkan bahan makanan, hasil panen,
ternak, instalasi air minum dan perbekalan
68
bangunan pengairan, dengan tujuan khusus
untuk meniadakan nilai obyek-obyek itu
sebagai sumber pangan bagi penduduk sipil atau
bagi Pihak lawan, apapun alasannya, apakah
untuk melaparkan sampai mati penduduk sipil,
menyebabkan mereka mengungsi, atau karena
alasan lainnya lagi.
3. Larangan-larangan termaksud dalam ayat (2)
tersebut diatas tidak boleh berlaku bagi obyek-
obyek yang tercakup oleh ayat itu apabila obyek-
obyek itu dipergunakan oleh Pihak lawan :
(a) semata-mata sebagai sumber pangan bagi
anggota-anggota angkatan perangnya;
atau
(b) kalaupun tidak sebagai sumber pangan,
tetapi langsung menunjang aksi militer,
asalkan saja, dalam hal apapun,
terhadap obyek-obyek itu tidak akan
diambil tindakan-tindakan yang akan
membiarkan penduduk sipil hidup dengan
bahan makanan yang sedemikian tidak
mencukupi hingga menyebabkan mereka
mati kelaparan atau memaksa mereka
untuk mengungsi.
4. Obyek-obyek tersebut diatas tidak boleh
dijadikan obyek pembatasan.
5. Dengan mengakui kebutuhan-kebutuhan vital
dari Pihak manapun dalam sengketa di dalam
pertahanan wilayah nasionalnya terhadap
penyerbuan, maka penangguhan dari larangan-
larangan yang tercantum dalam ayat (2) dapat
69
dilakukan oleh suatu Pihak dalam sengketa
di dalam wilayah yang berada di bawah
kekuasaannya diniana kebutuhan militer yang
sangat mendesak memerlukannya.
Pasal 55 --- Perlindungan lingkungan alam
1. Didalam peperangan harus dijaga agar
melindungi lingkungan alam terhadap
kerusakan yang meluas, jangka panjang dan
parah. Dalam perlindungan ini termasuk
larangan penggunaan cara-cara atau alat-alat
perang yang dimaksudkan atau dapat diharapkan
mengakibatkan kerusakan sedemikian
terhadap lingkungan alam dan karena itu
merugikan kesehatan, atau kelangsungan hidup
penduduk.
2. Serangan-serangan terhadap lingkungan alam
dengan cara pembatasan adalah dilarang
Pasal 56 --- Perlindungan bangunan dan instalasi yang
mengandung tenaga yang membahayakan
1. Bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi
yang mengandung tenaga yang membahayakan,
yaitu bendungan, tanggul dan pusat (stasiun)
pembangkit tenaga listrik nuklir, tidak boleh
dijadikan obyek serangan, sekalipun obyek-
obyek tersebut merupakan sasaran militer,
apabila serangan seperti itu dapat menyebabkan
terlepasnya tenaga yang membahayakan dan
kerugian-kerugian hebat dikalangan penduduk
sipil sebagai akibatnya. Sasaran-sasaran
militer lainnya yang terletak di atau di dekat
bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi
70
tersebut tidak boleh dijadikan obyek serangan
apabila serangan itu dapat menyebabkan
terlepasnya tenaga yang membahayakan dari
bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi
itu dan kerugian-kerugian hebat dikalangan
penduduk sipil sebagai akibatnya.
2. Perlindungan istimewa terhadap serangan
seperti ditetapkan oleh ayat 1 harus berakhir :
(a) bagi sebuah bendungan atau sebuah
tanggul hanya apabila bangunan itu
dipergunakan di luar fungsinya yang biasa
dan sebagai penunjang tetap, mempunyai
arti penting dan langsung untuk operasi-
operasi militer dan apabila serangan itu
merupakan satu-satunya cara yang dapat
dilakukan untuk mengakhiri fungsinya
sebagai penunjang itu ;
(b) bagi sebuah pusat pembangkit tenaga
listrik nuklir hanya apabila instalasi
ini memberikan tenaga listrik sebagai
penunjang tetap, mengandung arti
penting dan langsung untuk operasi-
operasi militer dan apabila serangan itu
merupakan satu-satunya cara yang dapat
dilakukan untuk mengakhiri fungsinya
sebagai penunjang itu,
(c) bagi sasaran-sasaran militer lainnya yang
terletak di atau di dekat bangunanbangunan
atau instalasi-instalasi tersebut hanya
apabila dipergunakan sebagai penunjang
tetap, mengandung arti penting dan
langsung untuk operasi-operasi militer
71
dan apabila serangan itu merupakan satu-
satunya cara yang dapat dilakukan untuk
mengakhiri fungsinya sebagai penunjang itu.
3. Didalam segala hal, penduduk sipil dan orang-
orang sipil harus tetap berhak atas semua
perlindungan yang diberikan kepada mereka oleh
hukum internasional, termasuk perlindungan
tindakan-tindakan pencegahan yang ditetapkan
dalam Pasal 57. Apabila perlindungan itu
berakhir dan ada diantara bangunan-bangunan,
instalasi-instalasi atau sasaran-sasaran militer
tesebut dalam ayat 1 diserang, maka haruslah
diambil segala tindakan pencegahan yang
praktis untuk menghindarkan terlepasnya
tenaga yang membahayakan itu.
4. Dilarang untuk menjadikan setiap bangunan,
instansi atau sasaran militer tersebut dalam
ayat 1 sebagai obyek tindakan pembatasan.
5. Pihak-pihak dalam sengketa akan berusaha
untuk menghindari penempatan sesuatu
sasaran militer didekat bangunan-bangunan
atau instalasi tersebut dalam ayat 1. Namun
demikian, instalasi-instalasi bangunan-
bangunan atau instalasi-instalasi yang
dilindungi dari serangan diperbolehkan dan
instalasi tersebut tidak akan dijadikan sebagai
obyek serangan, asalkan instalasi-instalasi itu
tidak dipergunakan dalam permusuhan kecuali
untuk aksi-aksi bertahan yang diperlukan
guna menangkis serangan-serangan terhadap
bangunan-bangunan atau instalasi-instalasi
yang dilindungi itu dan bahwa persenjataannya
terbatas pada senjata-senjata yang mampu
72
hanya untuk menghalau aksi permusuhan
terhadap bangunan-bangunan atau instalasi-
instalasi yang dilindungi itu.
6. Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak
dalam sengketa bersenjata didorong untuk
membuat persetujuan-persetujuan lebih lanjut
diantara mereka untuk memberikan tambahan
perlindungan bagi obyek-obyek yang
mengandung tenaga yang membahayakan.
7. Agar dapat memudahkan pengenalan-
identifikasi obyek-obyek yang dilindungi oleh
Pasal ini. Para Pihak dalam sengketa dapat
memberikan lambang dengan tanda khusus
yang terdiri dari sekelompok tiga lingkaran
berwarna merah jingga terang (orange) yang
diletakkan pada sumbu yang sama, seperti di
jelaskan dalam pasal 16 dari Lampiran I pada
Protokol ini. Tiadanya tanda tersebut sama
sekali tidak membebaskan suatu Pihak dalam
sengketa dan kewajiban-kewajiban Pasal ini.
BAGIAN - IV --- TINDAKAN PENCEGAHAN
Pasal 57 --- Pencegahan dalam serangan
1. Didalam cara melakukan operasi-operasi
militer, perhatian yang terus menerus harus
diberikan untuk menyelamatkan penduduk
sipil, orang-orang sipil dan obyek-obyek sipil.
2. Berkenaan dengan serangan-serangan,
tindakan-tindakan pencegahan seperti berikut
ini harus diambil :
73
(a) mereka yang merencanakan atau
memutuskan dilancarkannya suatu
serangan harus :
(i) melakukan segala sesuatu yang
mungkin dikerjakan untuk meneliti
bahwa sasaran-sasaran yang akan
diserang bukanlah orang-orang
sipil maupun obyek-obyek sipil dan
tidak berada dibawah perlindungan
khusus, melainkan sasaran militer
di dalam pengertian ayat 2 dan Pasal
52 dan bahwa ketentuan-ketentuan
dari Protokol ini tidak melarang
untuk menyerang,
(ii) mengambil segala tindakan
pencegahan yang dapat dikerjakan
dalam memilih alat-alat dan cara-
cara serangan, dengan mengingat
untuk menghindarkan, dan dalam
keadaan apapun mengurangi,
kerugian yang tidak perlu berupa
tewasnya orang-orang sipil, terluka
orang-orang sipil dan rusaknya
obyek-obyek sipil;
(iii) berusaha untuk mengambil
keputusan untuk melancarkan
suatu serangan dapat diduga akan
mengakibatkan kerugian yang tidak
perlu berupa tewasnya orang-orang
sipil, terlukanya orang-orang sipil,
rusaknya obyek-obyek sipil. atau
gabungan dan semuanya itu. yang
merupakan hal-hal berlebih-lebihan
74
dibandingkan dengan keuntungan
militer yang nyata dan langsung
yang semula diharapkan.
(b) suatu serangan harus dibatalkan atau
ditunda apabila menjadi jelas bahwa
sasarannya adalah bukan sasaran militer
atau berada di bawah perlindungan khusus
atau bahwa serangan itu akan diduga
akan mengakibatkan kerugian yang tidak
perlu berupa tewasnya orang-orang sipil,
terlukanya orang-orang sipil, rusaknya
obyek-obyek sipil, atau gabungan dan
semuanya itu, yang merupakan hal
berlebih-lebihan dibandingkan dengan
keuntungan militer yang nyala dan
langsung yang semula diharapkan;
(c) Peringatan pendahuluan yang efektif
harus diberikan terhadap serangan-
serangan yang dapat merugikan penduduk
sipil kecuali keadaan tidak mengijinkan.
3 Apabila pilihan dimungkinkan antara beberapa
sasaran militer untuk memperoleh keuntungan
militer yang sama, maka sasaran yang akan
dipilih adalah sasaran yang apabila diserang
dapat diharapkan mengakibatkan bahaya yang
paling kecil bagi nyawa orang-orang sipil dan
obyek-obyek sipil.
4. Didalam cara melakukan operasi-operasi
militer di laut atau diudara, setiap Pihak
dalam sengketa, sesuai dengan hak-haknya
dan kewajibannya berdasarkan ketentuan-
ketentuan hukum internasional yang dapat
75
diterapkan dalam sengketa bersenjata, harus
mengambil segala tindakan pencegahan yang
masuk diakal untuk menghindarkan jatuhnya
korban jiwa orang-orang sipil dan rusaknya
obyek-obyek sipil.
5. Tidak satupun ketentuan dan Pasal ini dapat
diartikan sebagai mengijinkan dilancarkan-
nya serangan apapun terhadap penduduk sipil,
orang-orang sipil atau obyek-obyek sipil.
Pasal 58 --- Tindakan pencegahan terhadap akibat-akibat
serangan.
Pihak-pihak dalam sengketa harus sejauh
mungkin dilakukan :
(a) tanpa mengurangi arti Pasal 49 dari
Konvensi Keempat berusaha untuk
memindahkan penduduk sipil, orang-
orang sipil dan obyek-obyek sipil yang
berada dibawah kekuasaan mereka dari
daerah dekat sasaran-sasaran militer.
(b) menghindarkan penempatan-penempatan
sasaran-sasaran militer di dalam atau di
dekat daerah-daerah yang berpenduduk
padat;
(c) mengambil tindakan-tindakan yang perlu
lainnya untuk melindungi penduduk sipil,
orang-orang sipil dan obyek-obyek sipil
terhadap bahaya-bahaya yang diakibatkan
oleh operasi-operasi militer.
76
SUB BAGIAN - V --- KAWASAN-KAWASAN DAN
DAERAH-DAERAH DI BAWAH
PERLINDUNGAN ISTIMEWA.
Pasal 59 --- Kawasan-kawasan yang tidak dipertahankan
1. dilarang bagi Pihak-pihak dalam sengketa
untuk menyerang, dengan cara apapun juga,
kawasan-kawasan yang tidak dipertahankan.
2. Pejabat-pejabat yang berwenang dari suatu Pihak
dalam sengketa dapat mengumumkan sebagai
suatu kawasan yang tidak dipertahankan setiap
tempat yang berpenduduk yang ada di dekat
atau didalam sebuah daerah-daerah dimana
angkatan perang bertempur, yang mungkin
dapat diduduki oleh suatu Pihak lawan. Suatu
kawasan seperti itu harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
(a) Semua kombatan, baik senjata-senjata
bergerak (mobile weapons) maupun
perlengkapan-perlengkapan militer
bergerak, harus telah dievakuasi.
(b) Instalasi-instalasi atau bangunan-
bangunan militer yang menetap tidak
boleh dipergunakan untuk hal yang
bersifat bermusuhan;
(c) pejabat-pejabat atau penduduk tidak
boleh melakukan tindakan-tindakan
permusuhan; dan
(d) tidak boleh dilakukan kegiatan-kegiatan
untuk menunjang operasi-operasi militer;
3. Kehadiran di dalam kawasan ini orang-orang
yang secara istimewa dilindungi di bawah
77
Konvensi dan Protokol ini, dan pasukan-
pasukan polisi yang tetap ditugaskan untuk
tujuan semata-mata memelihara hukum dan
ketertiban, tidaklah bertentangan dengan
syarat-syarat yang ditetapkan dalam ayat (2).
4. Pengumuman yang dibuat bcrdasarkan ayat (2)
diatas harus dialamatkan kepada Pihak lawan
dan harus merumuskan dan menerangkan
setepat mungkin batas-batas dari tidak
dipertahankan itu. Pihak dalam sengketa yang
kepadanya pengumuman itu dialamatkan
harus memberitabukan telah diterimanya
pengumuman itu dan harus memperlakukan
kawasan tersebut sebagai suatu kawasan yang
tidak dipertahankan, kecuali jika syarat-syarat
yang ditetapkan dalam ayat (2) di atas tidak
benar-benar dipatuhi, dalam hal demikian
Pihak itu harus dengan segera memberitabukan
kepada pihak yang membuat pengumuman.
Meskipun jika syarat-syarat yang ditetapkan
dalam ayat (2) tidak dipenuhi kawasan itu
harus senantiasa mendapat perlindungan yang
ditetapkan oleh peraturan lain dari Protokol
ini dan aturan-aturan lain dalam hukum
internasional yang berlaku dalam sengketa
bersenjata.
5. Pihak-pihak dalam sengketa dapat menyetujui
ditetapkannya kawasan-kawasan yang tidak
dipertahankan sekalipun kawasan-kawasan
itu tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan dalam ayat (2), persetujuan itu
harus merumuskan dan rnenerangkan setepat
mungkin batas-batas dari kawasan yang tidak
78
dipertahankan; kalau perlu, dapat menetapkan
pula cara-cara pengawasannya;
6. Pihak yang menguasai suatu kawasan yang
diatur oleh persetujuan seperti itu harus
menandainya, sejauh mungkin, dengan tanda-
tanda yang dapat disetujui oleh Pihak lainnya,
yang harus dipasang di tempat-tempat dimana
tanda-tanda itu dapat dengan jelas terlihat,
terutama digaris kelilingnya dan batas-batasnya
dan di jalan besar;
7. Suatu kawasan kehilangan kedudukannya
sebagai suatu kawasan yang tidak dipertahankan
apabila tidak lagi memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan dalam ayat (2) atau dalam
persetujuan yang dikemukakan dalam ayat
(5). Dalam hal yang mungkin terjadi seperti
itu, kawasan tersebut harus tetap mendapatkan
perlindungan seperti yang ditetapkan oleh
ketentuan-ketentuan lainnya dari Protokol ini
dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum
internasional yang dapat diterapkan dalam
sengketa bersenjata.
Pasal 60 --- Daerah Demiliterisasi
1. Pihak-pihak dalam sengketa dilarang untuk
memperluas operasi-operasi militernya
sampai ke daerah-daerah yang telah mereka
beri kedudukan sebagai daerah yang
didemiliterisasi berdasarkan persetujuan
diantara mereka, apabila perluasan operasi
militer itu bertentangan dengan syarat-syarat
dalam persetujuan itu;
79
2. Persetujuan itu harus merupakan suatu
persetujuan yang tegas, dapat diadakan secara
lisan atau tertulis, baik secara langsung
maupun melalui sebuah negara Pelindung atau
sesuatu organisasi kemanusiaan yang tidak
berpihak, dan dapat terdiri atas pernyataan-
pernyataan dari masing-masing Pihak
yang saling dipertukarkan dan kesepakatan
bersama. Persetujuan itu dapat diadakan di
masa damai maupun setelah pecahnya perang,
dan hendaknya merumuskan dan menerangkan
setepat mungkin batas-batas dari daerah
demiliterisasi itu dan jika perlu menetapkan
cara-cara pengawasannya;
3. Pokok persoalan dan suatu persetujuan
seperti itu biasanya harus berupa daerah yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(a) semua kombatan, baik senjata-senjata
bergerak maupun perlengkapan-
perlengkapan militer bergerak, harus
telah dievakuasi;
(b) instalasi-instalasi atau bangunan-
bangunan militer yang menetap tidak
boleh dipergunakan untuk hal yang
bersifat bermusuhan.
(c) pejabat-pejabat atau penduduk tidak
boleh melakukan tindakan-tindakan
permusuhan, dan
(d) setiap kegiatan yang berkaitan dengan
usaha militer harus telah berhenti.
Pihak-pihak dalam sengketa harus bersepakat
mengenai penafsiran yang akan diberikan
80
kepada syarat yang ditetapkan dalam huruf d
dan mengenai orang-orang yang akan diijinkan
masuk kedaerah demiliterisasi selain mereka
yang disebut dalam ayat (4)
4. Kehadiran orang-orang yang dilindungi
secara istimewa di bawah Konvensi dan
Protokol ini, dan Pasukan-pasukan polisi yang
tetap ditugaskan untuk tujuan semata-mata
memelihara hukum dan ketertiban, tidaklah
bertentangan dengan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam ayat (3),
5. Pihak yang menguasai daerah seperti itu harus
menandainya, sejauh mungkin, dengan tanda-
tanda yang dapat disetujui oleh Pihak lainnya,
yang harus dipasang ditempat-tempat dimana
tanda-tanda itu dapat dengan jelas terlihat,
terutama di garis kelilingnya dan batas-
batasnya serta di jalan-jalan besar.
6. Apabila pertempuran berlangsung dekat suatu
daerah demiliterisasi, dan apabila Para Pihak
dalam sengketa telah menyetujui, maka tidak
satupun pihak dan mereka dapat mempergunakan
daerah itu untuk tujuan-tujuan yang berhubungan
pelaksanaannya operasi-operasi militer atau secara
sepihak membatalkan status daerah tersebut.
7. Apabila salah satu Pihak-pihak dalam sengketa
melakukan suatu pelanggaran terang-terangan
atas ketentuan-ketentuan dari ayat (3) atau
(6), maka Pihak lainnya harus dibebaskan dan
kewajiban-kewajibanya di bawah persetujuan
yang memberikan kepada daerah itu status
daerah demiliterisasi. Dalam keadaan seperti
81
itu, daerah tersebut kehilangan status itu tetapi
harus tetap mendapatkan perlindungan yang
ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan lainnya
dari Protokol ini dan peraturan-peraturan
lainnya dari hukum internasional yang dapat
diterapkan dalam sengketa bersenjata.
SUB BAGIAN - VI --- PERTAHANAN SIPIL
Pasal 61 --- Definisi dan Ruang Lingkup
Untuk keperluan Protokol ini :
(a) “Pertahanan Sipil” berarti pelaksanaan
beberapa atau semua tugas kemanusiaan
tersebut di bawah di maksudkan untuk
melindungi penduduk sipil terhadap
bahaya-bahaya, dan membantunya
agar pulih kembali dan akibat-akihat
langsung dari permusuhan atau bencana
kehancuran dan juga memberikan kondisi
yang diperlukan untuk kelangsungan
hidupnya. Tugas-tugas itu adalah :
(i) memberi peringatan;
(ii) pengungsian (evakuasi);
(iii) pengurusan tempat-tempat ber-
lindung;
(iv) pengurusan tindakan-tindakan
pemadaman lampu;
(v) pertolongan;
82
(vi) pelayanan kesehatan, termasuk
pertolongan pertama, dan bantuan
keagamaan;
(vii) pemadaman kebakaran;
(viii) deteksi dan penandaan daerah-
daerah bahaya;
(ix) dekontaminasi dan tindakan-
tindakan perlindungan serupa;
(x) penyediaan akomodasi darurat
dan perbekalan;
(xi) bantuan darurat dalam mengatur
kembali dan menjaga ketertiban
dalam wilayah yang dilanda
bencana;
(xii) perbaikan darurat bagi bangunan-
bangunan umum yang sangat
diperlukan;
(xiii) pemakaman darurat bagi yang
meninggal;
(xiv) bantuan dalam penyelamatan
obyek-obyek yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup;
(xv) kegiatan-kegiatan tambahan yang
diperlukan untuk melaksanakan
setiap tugas tersebut diatas,
termasuk, tetapi tidak terbatas pada
perencanaan dan pengorganisasian.
83
(b) “Organisasi pertahanan sipil” berarti
organisasi-organisasi dan satuan-satuan
lainnya yang di organisir atau dikuasakan
oleh pejabat yang berwenang dan suatu
Pihak dalam sengketa untuk melaksanakan
setiap tugas yang dimaksud dalam huruf a
diatas, dan yang ditugaskan dan mengabdi
semata-mata kepada tugas-tugas tersebut.
(c) “personil” dan organisasi pertahanan sipil
berarti orang-orang yang ditugaskan oleh
suatu Pihak dalam sengketa khusus untuk
menjalankan tugas-tugas tersebut dalam
huruf a, termasuk personil yang ditunjuk
oleh pejabat yang berwenang dan Pihak
tersebut secara khusus untuk organisasi
tersebut.
(d) “material” dan organisasi pertahanan
sipil berarti peralatan, perbekalan
dan angkutan yang dipergunakan oleh
organisasi tersebut untuk menjalankan
tugas-tugas yang disebut dalam huruf a.
Pasal 62 --- Perlindungan Umum
1. Organisasi pertahanan sipil orang-orang sipil
(civilian civil defence organizations) dan
anggota-anggota mereka harus dihormati dan
dilindungi, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Protokol ini, terutama ketentuan-ketentuan dari
Bagian ini. Mereka akan berhak menjalankan
tugas pertahanan sipil mereka, kecuali dalam
keadaan kepentingan militer yang sangat
mendesak.
84
2. Ketentuan-ketentuan dari ayat (1) akan juga
berlaku bagi orang-orang sipil, yang walaupun
bukan anggota dari organisasi pertahanan sipil
orang-orang sipil, memenuhi seruan dan pejabat
yang berwenang dan menjalankan tugas-tugas
pertahanan sipil di bawah pengawasannya.
3. Gedung-gedung dan material yang digunakan
untuk tujuan-tujuan pertahanan sipil dan
tempat-tempat berlindung yang disediakan
bagi penduduk sipil dilindungi oleh Pasal 52.
Obyek-obyek yang digunakan untuk tujuan-
tujuan pertahanan sipil tidak boleh dihancurkan
atau dialihkan dan penggunaannya yang benar
kecuali oleh Pihak yang memiliki obyek-obyek
itu.
Pasal 63 --- Pertahanan sipil dalam wilayah pendudukan
1. Di wilayah-wilayah pendudukan, organisasi
pertahanan sipil orang-orang sipil akan
menerima dan para pejabat fasilitas-fasilitas
yang diperlukan untuk menjalankan tugas-
tugas mereka. Dalam keadaan apapun, personil
mereka tidak dapat dipaksakan menjalankan
kegiatan yang akan mengganggu pelaksanaan
tugas-tugas tersebut secara benar.
Penguasa Pendudukan tidak akan merubah
struktur atau personil dan organisasi-organisasi
tersebut sedemikian yang dapat mengganggu
pelaksanaan misi mereka secara efisiensi.
Organisasi-organisasi itu tidak akan diharuskan
memberikan prioritas kepada warganegara
atau kepentingan-kepentingan dari Penguasa
tersebut.
85
2. Penguasa Pendudukan tidak akan memaksa
mereka atau membujuk organisasi-organisasi
pertahanan sipil orang-orang sipil untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka dengan
cara yang bertentangan dengan kepentingan-
kepentingan penduduk sipil.
3. Penguasa Pendudukan dapat melucuti personil
pertahanan sipil untuk kepentingan keamanan.
4. Penguasa Pendudukan tidak boleh mengalihkan
dan penggunaan yang sebenarnya maupun
merampas gedung-gedung atau material milik
atau yang digunakan oleh organisasi-organisasi
pertahanan sipil, jika pengalihan atau perampasan
itu akan merugikan penduduk sipil.
5. Asalkan saja ketentuan umum dalam ayat
(4) di atas terus menerus dipenuhi, Penguasa
Pendudukan dapat merekuisisi atau mengalihkan
penggunaan yang sebenarnya sumber-sumber
itu, dengan tunduk kepada syarat-syarat khusus
berikut ini :
(a) bahwa gedung-gedung atau material itu
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan lain dari penduduk sipil; dan
(b) bahwa rekuisisi atau pengalihan itu
hanya berlangsung selama ada kebutuhan
tersebut.
6. Penguasa Pendudukan tidak boleh mengalihkan
atau merekuisisi tempat-tempat berlindung yang
disediakan bagi penggunaan penduduk sipil atau
yang diperlukan oleh penduduk sipil.
86
Pasal 64 --- Organisasi Pertahanan sipil orang-orang sipil
dari Negara-negara netral atau Negara lainnya
yang bukan Pihak-Pihak dalam sengketa
dan organisasi yang di koordinir secara
internasional.
1. Pasal-pasal 62, 63, 65 dan 66 harus juga
berlaku bagi anggota-anggota dan material
dan organisasi pertahanan sipil orang-orang
sipil dari Negara-negara netral atau Negara
lainnya yang bukan Pihak dalam sengketa yang
melaksanakan tugas-tugas pertahanan sipil
seperti tersebut dalam Pasal 61 di wilayah dan
suatu Pihak dalam sengketa, dengan seijin dan
di bawah pengawasan Pihak itu. Pemberitahuan
tentang bantuan itu harus dilakukan sesegera
mungkin kepada Pihak lawan yang bersangkutan.
Dalam keadaan apapun kegiatan itu tidak boleh
dianggap sebagai suatu campur tangan dalam
sengketa. Akan tetapi kegiatan itu hendaknya
dilaksanakan dengan memperhatikan kepada
kepentingan-kepentingan keamanan dan Pihak-
pihak dalam sengketa yang bersangkutan.
2. Pihak-pihak dalam sengketa yang menerima
bantuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan Pihak-pihak Peserta Agung
yang memberikan bantuan itu hendaknya
mempermudah pelaksanaan koordinasi
internasional dan aksi-aksi pertahanan sipil
itu apabila layak. Dalam hal-hal seperti itu,
organisasi-organisasi internasional yang ada
hubungannya itu dicakup oleh ketentuan-
ketentuan dalam Sub Bagian ini.
87
3. Di wilayah-wilayah yang diduduki, Kekuasaan
Pendudukan hanya boleh memindahkan atau
membatasi kegiatan-kegiatan organisasi-
organisasi pertahanan sipil yang terdiri dari
orang-orang sipil dari Negara-negara netral
atau lainnya yang bukan Pihak-pihak dalam
sengketa dan kegiatan-kegiatan organisasi-
organisasi koordinasi internasional, apabila ia
dapat menjamin pelaksanaan yang memadai
tugas-tugas pertahanan sipil dari sumber-
sumbernya atau dari sumber-sumber wilayah
yang didudukinya itu.
Pasal 65 --- Berakhirnya perlindungan
1. Perlindungan yang menjadi hak dan organisasi-
organisasi pertahan sipil orang-orang sipil,
anggota-anggota, gedung-gedung, tempat-
tempat perlindungan material mereka, tidak
akan berakhir kecuali jika mereka ini melakukan
atau dipergunakan untuk melakukan, di luar
tugas-tugas mereka yang sebenarnya, tindakan-
tindakan yang merugikan musuh. Akan tetapi
perlindungan dapat berakhir hanya setelah
diberikan suatu peringatan yang menetapkan,
secara layak, suatu batas waktu yang masuk
akal, dan setelah peringatan itu tetap tidak
diindahkan.
2. Hal-hal berikut ini tidak boleh dianggap
sebagai tindakan yang merugikan musuh :
(a) bahwa tugas-tugas pertahanan sipil
dilakukan dibawah pengarahan atau
pengawasan pejabat-pejabat militer;
88
(b) bahwa anggota-anggota sipil dari
pertahanan sipil bekerja sama dengan
anggota-anggota militer di dalam
menjalankan tugas-tugas pertahanan sipil,
atau bahwa beberapa anggota militer
ditugaskan pada organisasi-organisasi
pertahanan sipil yang terdiri dari orang-
orang sipil;
(c) bahwa pelaksanaan tugas-tugas
pertahanan sipil secara kebetulan dapat
menguntungkan anggota-anggota militer
yang telah jadi korban, terutama mereka
yang hors de combat.
3. Juga tidak akan dianggap sebagai suatu tindakan
yang membahayakan musuh apabila anggota-
anggota sipil pertahanan sipil membawa
senjata-senjata ringan perorangan untuk tujuan
memelihara ketertiban atau untuk bela diri.
Tetapi, di daerah-daerah di mana pertempuran
didarat sedang berlangsung atau mungkin
akan terjadi, Para pihak dalam sengketa harus
mengambil tindakan-tindakan yang layak
untuk membatasi senjata-senjata itu sampai
kepada senjata-senjata genggam, seperti pistol
atau revolver, agar dapat membantu dalam
membeda-bedakan antara anggota-anggota
sipil pertahanan sipil dan kombatan-kombatan.
Walaupun anggota-anggota pertahanan sipil
membawa senjata-senjata ringan perorangan
lainnya di daerah-daerah tersebut, namun
mereka harus dihormati dan dilindungi segera
setelah mereka dikenal demikian.
89
4. Pembentukan organisasi-organisasi pertahanan
sipil orang-orang sipil di sepanjang berkaitan
dengan komando militer, dinas wajib yang
berlaku bagi mereka, juga tidak akan menghapus
perlindungan yang diberikan oleh Sub Bagian
ini kepada mereka.
Pasal 66 --- Pengenalan
1. Setiap Pihak dalam sengketa harus berusaha
menjamin bahwa organisasi-organisasi
pertahanan sipilnya, anggota-anggota, gedung-
gedung dan material mereka, dapat mudah
dikenal pada waktu mereka mengabdikan
diri mereka semata-mata bagi pelaksanaan
tugas-tugas pertahanan sipil. Tempat-tempat
berlindung yang disediakan bagi penduduk
sipil hendaknya dapat dikenal dengan sama
mudahnya.
2. Setiap pihak dalam sengketa harus juga berusaha
mengambil dan melaksanakan cara-cara
(metoda) dan prosedur yang memungkinkannya
mengenali tempat-tempat berlindung penduduk
sipil maupun anggota-anggota, gedung-
gedung dan material pertahanan sipil, yang
pada masing-masing dipasang tanda pengenal
internasional pertahanan sipil.
3. Di wilayah-wilayah yang diduduki dan di
daerah-daerah dimana pertempuran tengah
berlangsung atau diduga akan terjadi, anggota-
anggota pertahanan sipil yang terdiri dari
orang-orang sipil hendaknya dapat dikenal
90
melalui tanda pengenal yang menerangkan
kedudukan mereka.
4. Tanda pengenal Internasional pertahanan sipil
adalah sebuah segitiga sama sisi berwarna biru
diatas dasar merah jingga manakala digunakan
bagi perlindungan organisasi-organisasi
pertahanan sipil, anggota-anggota, gedung-
gedung dan material mereka serta bagi tempat-
tempat berlindung sipil.
5. Selain daripada itu tanda pengenal itu, Pihak-
Pihak dalam sengketa dapat bersepakat
mengenai penggunaan isyarat-isyarat pengenal
bagi tujuan-tujuan pengenalan pertahanan sipil.
6. Penerapan ketentuan-ketentuan dari ayat (1)
sampai (4) itu diatur oleh Sub Bagian V dari
Lampiran I pada Protokol ini.
7. Dimasa damai, tanda yang digambarkan dalam
ayat 4 itu boleh dipergunakan untuk tujuan-
tujuan pengenalan pertahanan sipil, dengan
seijin dari pejabat nasional yang berwenang.
8. Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak dalam
sengketa harus mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk mengawasi pemasangan
tanda pengenal internasional pertahanan
sipil itu dan mencegah serta menindak setiap
penyalahgunaan tanda pengenal itu.
9. Pengenalan personil kesehatan dan keagamaan,
satuan-satuan kesehatan dan angkutan-
angkutan kesehatan pertahanan sipil juga
diatur oleh Pasal 18.
91
Pasal 68 --- Anggota-anggota angkatan Perang dan Satuan-
satuan militer yang ditugaskan pada organisasi-
organisasi pertahanan sipil.
1. Anggota-anggota angkatan perang dan satuan-
satuan militer yang ditugaskan pada organisasi
pertahanan sipil harus dihormati dan dilindungi
asalkan :
(a) anggota-anggota dan satuan-satuan itu
ditugaskan secara tetap dan mengabdi
khusus pada tugas yang disebut dalam
Pasal 61.
(b) jika ditugaskan demikian, anggota-
anggota itu tidak lagi melakukan tugas
militer apapun lainnya selama sengketa
berlangsung;
(c) anggota-anggota itu dapat dibeda-
kan dengan jelas dari anggota-anggota
angkatan perang lainnya melalui
pemasangan secara menyolok tanda
pengenal internasional pertahanan sipil
yang besarnya haruslah sepantasnya,
dan anggota-anggota itu diperlengkapi
dengan kartu pengenal yang menerangkan
kedudukan mereka seperti ditunjukkan
dalam Sub Bagian V dari Lampiran I
pada Protokol ini;
(d) Anggota-anggota dan satuan-satuan itu
hanya diperlengkapi dengan senjata-
senjata ringan perorangan untuk tujuan
memelihara ketertiban atau untuk
pertahanan diri, dalam hal ini ketentuan-
ketentuan Pasal 65, ayat (3) harus juga
berlaku;
92
(e) anggota-anggota itu tidak turut serta
secara langsung dalam permusuhan, dan
tidak melakukan, atau digunakan untuk
melakukan di luar tugas-tugas pertahanan
sipil mereka, tindakan-tindakan yang
merugikan Pihak lawan;
(f) anggota-anggota dan satuan-satuan itu
melaksanakan tugas-tugas pertahanan
sipil mereka hanya di dalam wilayah
nasional Pihak mereka sendiri.
Tidak ditaatinya syarat-syarat yang ditetapkan
dalam huruf e diatas oleh seorang anggota
angkatan perang yang diikat oleh syarat-syarat
tercantum dalam huruf a dan huruf b diatas
adalah dilarang.
2. Apabila jatuh ke dalam kekuasaan suatu Pihak
lawan, anggota-anggota militer yang bertugas
di dalam organisasi-organisasi pertahanan sipil
menjadi tawanan perang.
Di wilayah yang diduduki itu mereka boleh
dipekerjakan pada tugas-tugas pertahanan sipil
jika memang di butuhkan, tetapi hanya untuk
kepentingan penduduk sipil dari wilayah itu,
asalkan saja, jika pekerjaan itu berbahaya,
mereka sukarela melakukan tugas-tugas
tersebut.
3. Gedung-gedung dan barang-barang penting
dari perlengkapan dan angkutan-angkutan dari
satuan-satuan militer yang ditugaskan pada
organisasi-organisasi pertahanan sipil harus
secara jelas ditandai dengan tanda pengenal
93
internasional pertahanan sipil. Tanda pengenal
ini besarnya haruslah sepantasnya.
4. Material dan gedung-gedung dari satuan-
satuan militer yang secara tetap ditugaskan
pada organisasi-organisasi pertahanan sipil
dan khusus untuk melaksanakan tugas-tugas
pertahanan sipil, apabila jatuh ke tangan
suatu Pihak lawan, akan tetap tunduk kepada
peraturan-peratuan hukum perang. Barang-
barang itu tidak boleh dialihkan kegunaannya
dari tujuan-tujuan pertahanan sipilnya selama
diperlukan bagi pelaksanaan tugas-tugas
pertahanan sipil, kecuali bila timbul kebutuhan
militer yang sangat mendesak, hal inipun tidak
dapat dilakukan jika tidak dibuat terlebih
dahulu pengaturan-pengaturan bagi penyediaan
yang cukup untuk keperluan penduduk sipil.
BAGIAN - II --- PERTOLONGAN BAGI
KEPENTINGAN PENDUDUK SIPIL
Pasal 68 --- Bidang Penerapan
Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini berlaku
bagi penduduk sipil sebagaimana dirumuskan
dalam Protokol ini dan merupakan tambahan
bagi Pasal-pasal 23, 55, 59, 60, 61 dan 62
dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan
dengannya dari Konvensi Keempat.
Pasal 69 --- Kebutuhan-kebutuhan Pokok Di Wilayah Yang
Diduduki
94
1. Selain dari pada kewajiban-kewajiban yang
diperinci dalam Pasal 55 dari Konvensi
Keempat mengenai persediaan bahan makanan
dan kesehatan, maka sejauh kemampuan
yang ada padanya dan tanpa pembedaan yang
merugikan, Penguasa Pendudukan harus juga
menjamin penyediaan pakaian, perlengkapan
tidur, alat-alat perlengkapan tempat berlindung,
perbekalan-perbekalan lainnya yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup penduduk
sipil di wilayah pendudukan dan obyek-obyek
yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan
keagamaan.
2. Aksi-aksi pertolongan yang bermanfaat bagi
penduduk sipil di wilayah-wilayah yang
diduduki diatur oleh Pasal-pasal 59, 60, 61, 62,
108, 109, 110 dan Ill dari Konvensi Ke empat,
dan oleh Pasal 71 dari Protokol ini, dan harus
dilaksanakan tanpa ditunda-tunda.
Pasal 70 --- Aksi-aksi Pertolongan
1. Apabila penduduk sipil suatu wilayah yang
berada di bawah pengawasan dari suatu Pihak
dalam sengketa, lain dari pada wilayah yang
diduduki, tidak mendapat persediaan yang
cukup barang-barang keperluan hidupnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, maka
harus diusahakan aksi-aksi pertolongan yang
bersifat kemanusiaan dan tidak berpihak
dan yang dijalankan tanpa pembedaan yang
merugikan, tunduk kepada persetujuan antara
Pihak-pihak yang bersangkutan mengenai
aksi-aksi pertolongan itu. Tawaran-tawaran
pertolongan itu tidak boleh dipandang sebagai
95
campur tangan dalam sengketa bersenjata atau
sebagai tindakan-tindakan tidak bersahabat. Di
dalam membagi-bagikan (distribusi) kiriman-
kiriman barang pertolongan, pengutamaan
(prioritas) haruslah diberikan kepada orang-
orang seperti anak-anak, ibu-ibu yang sedang
mengandung, wanita-wanita yang baru saja
melahirkan dan ibu-ibu yang sedang menyusui,
yang berdasarkan Konvensi Keempat dan
Protokol ini harus mendapat perlakuan hak
istimewa atau perlindungan khusus.
2. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap
Pihak Peserta Agung harus mengijinkan dan
memudahkan perjalanan yang cepat dan lancar
dari semua kiriman barang pertolongan, alat-alat
perlengkapan dan tenaga-tenaga pertolongan
sebagaimana ditetapkan sesuai dengan Bagian
ini, sekalipun bantuan itu ditujukan kepada
penduduk sipil dari Pihak lawan.
3. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap Pihak
Peserta Agung yang mengijinkan perjalanan
kiriman barang pertolongan, alat-alat
perlengkapan dan tenaga-tenaga pertolongan,
sesuai dengan ayat (2) diatas :
(a) harus mempunyai hak untuk memerintahkan
dilakukannya pengaturan-pengaturan tekhnis,
termasuk pengeledahan berdasarkan ketentuan
tersebut kiriman itu diijinkan lewat;
(b) boleh memberikan ijin bersyarat terhadap
pembagian bantuan itu yang dilakukan
di bawah pengawasan sebuah Negara
Pelindung;
96
(c) dalam cara apapun, tidak boleh
mengalihkan kiriman-kiriman barang
pertolongan itu dari tujuan yang telah
dimaksudkan oleh kiriman itu maupun
menunda-nunda pengirimannya, kecuali
bila timbul kebutuhan mendesak bagi
kepentingan penduduk sipil yang
bersangkutan.
4. Pihak-pihak dalam sengketa harus melindungi
kiriman-kiriman barang pertolongan itu dan
memudahkan pembagiannya yang cepat.
5. Pihak-pihak dalam sengketa dan setiap Pihak
Peserta Agung yang bersangkutan harus
mendorong dan memudahkan koordinasi
internasional yang efektif dari aksi-aksi
pertolongan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
Pasal 71 --- Tenaga-tenaga yang turut serta dalam aksi-aksi
pertolongan
1. Apabila diperlukan, personil pertolongan
dapat merupakan bagian dari bantuan yang
disediakan dalam aksi pertolongan, khususnya
bagi pengangkutan dan pembagian (distribusi)
kiriman-kiriman barang pertolongan; turut
sertanya personil itu harus mendapat persetujuan
dari Pihak yang wilayahnya personil itu akan
melaksanakan tugas kewajiban mereka.
2. Personil itu harus dihormati dan dilindungi
3. Sejauh apa yang dapat dilakukan, setiap
Pihak yang menerima kiriman-kiriman barang
97
pertolongan itu harus membantu personil
pertolongan tersebut dalam ayat (1) di atas
dalam melaksanakan tugas pertolongan mereka.
Hanya apabila timbul kebutuhan militer yang
sangat mendesak, kegiatan-kegiatan dari
personil pertolongan itu boleh dibatasi atau
gerakan mereka untuk sementara dibatasi.
4. Di dalam keadaan bagaimanapun, personil
pertolongan itu tidak boleh melampaui
ketentuan-ketentuan dari tugas mereka
berdasarkan Protokol itu. Khususnya mereka
yang diwilayahnya mereka itu sedang
melaksanakan kewajiban mereka. Tugas (misi)
dari setiap orang dari personil itu yang tidak
menghormati syarat-syarat tersebut dapat
dihentikan.
98
BAGIAN - III --- PERLAKUAN ATAS ORANG-
ORANG YANG BERADA DALAM
KEKUASAAN DARI SUATU PIHAK
DALAM SENGKETA.
SUB BAGIAN - I --- BIDANG PENERAPAN DAN
PERLINDUNGAN ORANG-
ORANG DAN OBYEK-OBYEK
Pasal 72 --- Bidang Penerapan
Ketentuan-ketentuan dari Bagian ini adalah
tambahan pada peraturan-peraturan mengenai
perlindungan kemanusiaan atas orang-orang
sipil dan obyek-obyek sipil yang berada di
dalam kekuasaan suatu Pihak dalam sengketa
yang tercantum di dalam Konvensi Ke empat,
khususnya di Sub bagian I dan III, juga pada
peraturan-peraturan hukum internasional
lainnya yang dapat diterapkan berkenaan
dengan perlindungan hak-hak asasi manusia
selama berlangsungnya sengketa bersenjata
internasional.
Pasal 73 --- Pengungsi dan orang yang tidak
berkewarganegaraan
Orang-orang yang sebelum mulainya
permusuhan dianggap sebagai orang yang
tidak berkewarganegaraan atau pengungsi
berdasarkan persetujuan-persetujuan
internasional yang menyangkut hal itu yang
diterima oleh Pihak-pihak yang bersangkutan
atau berdasarkan perundang-undangan nasional
dari negara tempat orang-orang itu berasal atau
negara dimana orang-orang yang dilindungi di
dalam pengertian Bab I dan III dari Konvensi
99
Keempat, dalam segala keadaan dan tanpa
sesuatu pembedaan yang merugikan.
Pasal 74 --- Bersatunya kembali keluarga yang tercerai
berai.
Pihak-pihak Peserta Agung dan Para Pihak
dalam sengketa harus memudahkan dengan
setiap cara yang mungkin bersatunya kembali
keluarga-keluarga yang tercerai berai
sebagai akibat sengketa bersenjata dan harus
mendorong terutama pekerjaan organisasi-
organisasi kemanusiaan yang bekerja di dalam
tugas ini dan sejalan dengan peraturanperaturan
keamanan masing-masing Pihak.
Pasal 75 --- Jaminan-jaminan dasar
1. Selama mereka menjadi korban oleh situasi
tersebut dalam Pasal I dari Protokol ini,
orang-orang yang berada di dalam kekuasaan
suatu Pihak dalam sengketa dan yang tidak
mendapatkan manfaat dari perlakuan yang
lebih menguntungkan berdasarkan Konvensi
atau Protokol ini harus diperlakukan secara
peri kemanusiaan di dalam segala keadaan
dan harus menikmati, sedikit-dikitnya,
perlindungan yang ditetapkan oleh Pasal ini
tanpa sesuatu pembedaan yang merugikan
yang didasarkan atas ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan,
pandangan politik atau lainnya, asal
kebangsaan dan sosial, kekayaan, keturunan
atau kedudukan lainnya, atau atas patokan-
patokan ukuran serupa lainnya. Setiap Pihak harus
100
menghormati pribadi, kehormatan, keyakinan
dan ibadah keagamaan semua orang itu.
2. Tindakan-tindakan berikut ini adalah dan harus
tetap dilarang dalam waktu dan di tempat
apapun, baik yang dilakukan oleh pelaksana-
pelaksana sipil maupun militer :
(a) kekerasan terhadap jiwa, kesehatan,
ataupun kesejahteraan jasmani atau
rokhani orang-orang, terutama :
(i) pembunuhan;
(ii) segala macam penyiksaan, baik
jasmaniah maupun rokhaniah;
(iii) hukuman badan; dan
(iv) mutilasi.
(v) perkosaan terhadap kehormatan
pribadi, terutama perlakuan yang
menghinakan dan merendahkan
martabat, pelacuran paksaan dan
setiap bentuk serangan yang tidak
senonoh;
(vi) penyanderaan;
(vii) hukuman kolektif; dan
(viii) ancaman-ancaman melakukan
setiap tindakan tersebut diatas.
3. Seseorang yang ditangkap, ditahan atau
diasingkan karena tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan sengketa bersenjata harus
diberitahu dengan segera, didalam bahasa yang
ia mengerti, tentang atasan-atasannya mengapa
101
telah diambil tindakan terhadapnya. Kecuali
dalam hal-hal penangkapan atau penahanan
karena pelanggaran-pelanggaran pidana, orang-
orang seperti itu harus dibebaskan dengan
sesedikit mungkin tertunda dan pada setiap
saat segera setelah keadaan yang membenarkan
penangkapan, penahanan alau pengasingannya
berakhir.
4. Tidak boleh menjatuhkan hukuman dan
tidak boleh melaksanakan hukuman terhadap
seseorang yang dinyatakan bersalah karena
suatu pelanggaran pidana yang bersangkutan
dengan sengketa bersenjata, kecuali sesuai
dengan keputusan yang dijatuhkan oleh sebuah
pengadilan yang tidak berpihak dan yang
diadakan secara teratur dengan menghormati
asas-asas umum yang telah diakui tentang
prosedur pengadilan yang teratur, yang antara
lain sebagai berikut :
(a) prosedur itu harus menjamin bagi seorang
tersangka untuk diberitahu tanpa ditunda-
tunda tentang hal ikhwal pelanggaran
yang dituduhkan terhadapnya dan harus
memberikan kepada tersangka sebelum
dan selama diadili semua hak dan sarana
yang diperlukan bagi pembelaan
(b) tak seorangpun boleh dijatuhi hukuman
karena suatu pelanggaran, kecuali atas
dasar tanggung jawab pidana perorangan;
(c) tak seorangpun boleh dituduh atau dijatuhi
hukuman atas suatu pelanggaran kriminal
karena sesuatu tindakan atau kelalaian
yang tidak merupakan suatu pelanggaran
102
internasional yang berlaku atas dirinya
pada waktu tindakan itu dilakukan,
juga tidak boleh seseorang dikenakan
hukuman yang lebih berat daripada yang
dapat diterapkan pada waktu pelanggaran
kriminal itu dilakukan; apabila setelah
dilakukannya pelanggaran itu, ditetapkan
oleh undang-undang ketentuan bagi
dikenakannya suatu hukuman yang lebih
ringan, maka pelanggar harus menda-
patkan keuntungan dari padanya;
(d) seseorang yang dituduh melakukan suatu
pelanggaran dianggap tidak bersalah
sampai ia terbukti bersalah menurut
hukum;
(e) seseorang yang dituduh melakukan suatu
pelanggaran harus mempunyai hak untuk
diadili di dalam kehadirannya;
(f) tak seorangpun boleh dipaksa
memberikan keterangan yang merugikan
dirinya sendiri atau dipaksa mengakui
kesalahan;
(g) seseorang yang dituduh melakukan suatu
pelanggaran harus mem-punyai hak untuk
menanyai, atau meminta agar diperiksa,
saksi-saksi yang merugikan dirinya dan
kehadiran serta pemeriksaan saksi-saksi
yang menguntungkan dirinya di bawah
syarat-syarat yang sama berlakunya bagi
saksi-saksi yang merugikan dirinya;
103
(h) tak seorangpun boleh dituntut atau
dihukum oleh Pihak yang sama karena
suatu pelanggaran yang sebelumnya
mengenai pelanggaran itu suatu keputusan
terakhir yang membebaskan atau
menghukum orang itu telah dijatuhkan
berdasarkan undang-undang dan prosedur
pengadilan yang sama;
(l) Setiap orang yang dituntut karena suatu
pelanggaran harus mempunyai hak untuk
meminta dijatuhkan keputusan pengadilan
secara terbuka; dan
(j) mengenai hukuman yang telah dijatuhkan
oleh pengadilan, seorang terhukum harus
dibantu dalam hal-hal upaya hukum yang
berkenaan dengan pengadilan dan upaya-
upaya hukum lainnya dan batas waktu yang
diperlukan bagi dapat dilaksanakannya
upaya-upaya hukum itu.
5. Wanita yang kemerdekaannya telah dibatasi
karena atasan-atasan yang berhubungan dengan
sengketa bersenjata harus dipisahkan tempat
penahanannya dari tempat penahanan pria.
Wanita harus berada di bawah pengawasan
langsung dari wanita pula. Namun demikian,
dalam hal-hal dimana seluruh keluarga ditahan
atau diasingkan, maka apabila mungkin, mereka
harus ditahan ditempat yang sama dan diberi
tempat tinggal sebagai satu kesatuan keluarga.
6. Orang-orang yang tangkap, ditahan atau
diasingkan karena atasan-atasan yang
berhubungan dengan sengketa bersenjata harus
104
memperoleh perlindungan yang ditetapkan
oleh Pasal ini sampai pembebasan terakhir,
pemulangan kembali atau penempatan kembali
mereka, bahkan setelah sengketa bersenjata itu
berakhir.
7. Untuk mencegah timbulnya keraguan mengenai
penuntutan dan pemeriksaan pengadilan terhadap
orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan-
kejahatan perang atau kejahatan terhadap umat
manusia. asas-asas berikut ini harus berlaku :
(a) orang-orang yang dituduhkan melakukan
kejahatan-kejahatan itu hendaknya
dimajukan untuk tujuan penuntutan dan
pemeriksaan pengadilan sesuai dengan
peraturan-peraturan hukum internasional
yang dapat diterapkan; dan
(b) setiap dari orang-orang itu yang tidak
memperoleh manfaat dari perlakuan
yang lebih baik berdasarkan Konvensi
atau Protokol ini harus diberikan
perlakuan sebagaimana ditetapkan oleh
Pasal ini, apakah kejahatan-kejahatan
yang dituduhkan terhadap mereka itu
merupakan pelanggaran-pelanggaran
berat atau tidak terhadap Konvensi atau
Protokol ini.
8. Tidak satupun dari ketentuan-ketentuan dari
Pasal ini boleh diartikan sebagai membatasi
atau menyalahi setiap ketentuan-ketentuan lain
yang lebih menguntungkan yang memberikan
perlindungan yang lebih besar kepada orang-
orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di
105
atas berdasarkan peraturan-peraturan hukum
internasional maupun yang dapat diterapkan.
SUB BAGIAN - 11 --- TINDAKAN-TINDAKAN BAGI
KEPENTINGAN WANITA DAN
ANAK.
Pasal 76 --- Perlindungan bagi wanita
1. Wanita harus mendapat penghormatan khusus
dan harus dilindungi terutama terhadap
perkosaan, pelacuran paksaan dan setiap
bentuk serangan tak senonoh lainnya.
2. Wanita yang sedang mengandung dan ibu
yang mempunyai anak-anak yang masih
tergantung kepadanya, yang ditangkap, ditahan
atau diasingkan karena alasan-alasan yang
berhubungan dengan sengketa bersenjata,
perkara-perkaranya harus mendapat prioritas
utama untuk dipertimbangkan.
3. Sampai pada batas maksinium yang dapat
dilakukan, Pihak-Pihak dalam sengketa harus
berusaha menghindarkan dijatuhkannya
hukuman mati atas diri wanita-wanita hamil
dan ibu-ibu yang mempunyai anak-anak yang
masih tergantung kepadanya pelanggaran yang
berhubungan dengan sengketa bersenjata.
Hukuman mati bagi pelanggaran-pelanggaran
demikian itu tidak boleh dilaksanakan atas
wanita-wanita seperti itu.
106
Pasal 77 --- Perlindungan bagi anak-anak.
1. Anak-anak harus mendapat penghormatan
khusus dan harus dilindungi terhadap setiap
bentuk serangan tidak senonoh. Pihak-Pihak
dalam sengketa harus memberikan kepada
mereka perhatian dan bantuan yang mereka
perlukan, baik karena usia mereka maupun
karena alasan lain.
2. Pihak-pihak dalam sengketa harus mengambil
segala tindakan yang dapat dilakukan agar
supaya anak-anak yang belum mencapai usia
lima belas tahun tidak ikut ambil bagian
langsung dalam peperangan dan, khususnya
mereka harus menjauhkan diri dari (refrain
from) melatih anak-anak itu untuk masuk
angkatan perang mereka. Didalam melatih
anak-anak yang telah mencapai usia lima belas
tahun tetapi yang belum mencapai usia delapan
belas tahun, maka Pihak-pihak dalam sengketa
harus berusaha memberikan pengutamaan
kepada mereka yang tertua.
3. Apabila, di dalam hal-hal yang merupakan
perkecualian, sekalipun adanya ketentuan-
ketentuan dalam ayat (2) di atas, anak-anak
yang belum mencapai usia lima belas tahun ikut
ambil bagian langsung dalam permusuhan dan
jatuh kedalam kekuasaan suatu Pihak lawan,
maka anak-anak itu harus tetap memperoleh
manfaat dari perlindugan istimewa yang
diberikan oleh Pasal ini, apakah mereka ini
merupakan tawanan perang atau tidak.
4. Apabila ditangkap, ditahan atau diasingkan
karena alasan-alasan yang berhubungan
107
dengan sengketa bersenjata, anak-anak itu
harus ditempatkan di markas yang terpisah
dari markas orang dewasa, kecuali jika
keluarga-keluarga mereka ditempatkan sebagai
satuansatuan keluarga sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 75 ayat (5).
5. Hukuman mati karena melakukan suatu
pelanggaran yang berhubungan dengan
sengketa bersenjata tidak boleh dilaksanakan
atas orang-orang yang belum mencapai usia
delapan belas tahun pada saat pelanggaran itu
dilakukan.
Pasal 78 --- Pengungsian anak-anak
1. Tidak satu pihakpun dalam sengketa boleh
menyelenggarakan pengungsian anak-anak,
selain dari pada warganegaranya sendiri, ke
sebuah negara asing, kecuali untuk suatu
pengungsian sementara karena alasan-
alasan perawatan kesehatan atau pengobatan
anak-anak itu memaksakannya atau kecuali
keamanaan anak-anak itu di daerah yang
diduduki menghendaki demikian. Apabila
orang tua atau wali hukum mereka dapat
diketemukan, maka ijin tertulis untuk
pengungsian seperti itu diperlukan. Apabila
orang-orang tersebut tidak dapat diketemukan,
maka ijin tertulis bagi pengungsian seperti
itu diperlukan dari orang-orang yang oleh
undang-undang atau adat kebiasaan dinyatakan
bertanggung jawab utama bagi pemeliharaan
anak-anak itu. Setiap pengungsian seperti
itu harus dilakukan dibawah pengawasan
Kekuasaan Pelindung dengan persetujuan
108
Pihak-Pihak yang bersangkutan, yaitu Pihak
yang menyelenggarakan pengungsian itu, Pihak
yang menerima anak-anak dan Pihak-pihak
manapun yang warganegara-warganegaranya
sedang diungsikan. Dalam setiap hal, semua
Pihak dalam sengketa harus mengambil segala
tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
guna menghindari terjadinya hal yang
membahayakan pengungsian tersebut.
2. Manakala suatu pengungsian terjadi sejalan
dengan ayat (1) diatas, maka setiap pendidikan
anak-anak, termasuk pendidikan agama
dan susila seperti yang dikehendaki orang
tuanya, harus sedapat mungkin dijamin terus
kelangsungannya selama anak-anak itu jauh
dari orang tuanya.
3. Dengan mengingat untuk mempermudah
kembalinya anak-anak yang diungsikan
sesuai dengan Pasal ini kepada orang tua
dari negara mereka, para pejabat dan pihak
yang menyelenggarakan pengungsian itu dan,
sebagaimana selayaknya, para pejabat dan
negara penerima anak itu harus mengadakan
bagi setiap anak sebuah kartu dengan ditempel
fotonya, yang harus dikirimkan ke Badan
Pencari Pusat dan Komite Internasional Palang
Merah. Setiap kartu harus, manakala mungkin,
dan manakala tidak melibatkan resiko yang
membahayakan anak-anak itu, memuat
keterangan-keterangan sebagai berikut:
(a) nama (nama-nama) keluarga dari anak;
(b) nama (nama-nama) kecil dari anak;
109
(c) kelamin dari anak;
(d) tempat dan tanggal lahir (atau, apabila
tanggal tidak diketahui, usia kira-kira);
(e) nama lengkap ayah;
(f) nama lengkap ibu dan nama ibu sebelum
menikah;
(g) saudara terdekat dari anak;
(h) kewarganegaraan anak;
(i) bahasa ibu dari anak, dan bahasa-bahasa
lainnya yang dapat dipergunakan oleh
anak itu;
(j) alamat keluarga dari anak;
(k) nomor pengenal bagi anak;
(l) keadaan kesehatan dari anak;
(m) golongan darah dari anak;
(n) ciri-ciri khusus badan anak;
(o) tanggal kapan dan tempat dimana anak
itu diketemukan;
(p) tanggal kapan dan tempat dari mana anak
itu meninggalkan negaranya;
(q) agama dari anak, kalau ada;
(r) alamat sekarang anak di negara
penerima;
(s) tanggal, tempat dan keadaan anak waktu
meninggalkan dan tempat pengasingan,
seandainya anak itu meninggal sebelum
pemulangannya.
110
SUB BAGIAN - III --- WARTAWAN
Pasal 79 --- Tindakan-tindakan perlindungan bagi
wartawan
1. Wartawan-wartawan yang melakukan tugas-
tugas pekerjaanya yang berbahaya di daerah-
daerah sengketa bersenjata harus dianggap
sebagai orang sipil di dalam pengertian Pasal
50 ayat (1).
2. Mereka ini akan dilindungi sedemikian rupa
di bawah Konvensi dan Protokol ini, asalkan
saja mereka tidak mengambil tindakan yang
mempengaruhi secara merugikan kedudukan
mereka sebagai orang-orang sipil, dan tanpa
mengurangi hak mereka sebagai wartawan
perang yang ditugaskan pada angkatan perang
dengan kedudukan seperti yang ditetapkan
dalam Pasal 4 A(4) dari Konvensi Ketiga.
3. Mereka ini dapat memperoleh kartu pengenal
yang sama dengan model kartu pengenal
dalam Lampiran II dari Protokol ini. Kartu
ini, yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah
dari Negara, dari mana wartawan itu adalah
warganegaranya atau yang wilayahnya ia
bertempat tinggal atau dimana alat pemberitaan
yang mempekerjakannya berada, harus
menyatakan sebenarnya kedudukannya sebagai
seorang wartawan.
111
BAB-V
PELAKSANAAN KONVENSI DAN
PROTOKOL INI
BAGIAN - I --- KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pasal 80 --- Tindakan-tindakan bagi pelaksanaan
1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa tanpa menunda-nunda harus
mengambil segala tindakan yang perlu bagi
pelaksanaan kewajiban-kewajiban mereka di
bawah Konvensi dan Protokol ini.
2. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa harus memberikan perintah-
perintah dan instruksi-instruksi untuk
menjamin ditaatinya Konvensi dan Protokol
ini, dan harus mengawasi pelaksanaannya.
Pasal 81 --- Kegiatan-kegiatan Palang Merah dan
Organisasi-organisasi Kemanusiaan Lainnya.
I . Pihak-Pihak dalam sengketa harus memberikan
kepada Komite Internasional Palang Merah
semua fasilitas di dalam kekuasaan mereka
sehingga memungkinkannya melaksanakan
fungsi-fungsinya yang ditugaskan kepadanya
oleh Konvensi dan Protokol ini, agar supaya
terjamin perlindungan dan bantuan bagi para
korban sengketa; Komite Internasional Palang
Merah dapat juga melaksanakan kegiatan-
kegiatan kemanusiaan lainnya bagi kepentingan
para korban itu, dengan harus mendapatkan
ijin dari Pihak-Pihak dalam sengketa yang
bersangkutan.
112
2. Pihak-Pihak dalam sengketa harus memberikan
kepada organisasi-organisasi Palang Merah
masing-masing Pihak (Bulan Sabit Merah,
Singa dan Matahari Merah) fasilitas-fasilitas
yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan kemanusiaan mereka bagi
kepentingan para korban sengketa, sesuai
dengan ketentuan-kektentuan Konvensi dan
Protokol ini dan asas-asas dasar Palang Merah
sebagaimana dirumuskan oleh Konperensi-
Konperensi Internasional Palang Merah.
3. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa harus mempermudah dengan
setiap cara yang mungkin pemberian bantuan
oleh Organisasi-Organisasi Palang Merah
(Bulan Sabit Merah, Singa dan Matahari Merah)
dan Liga Perhimpunan-Perhimpunan Palang
Merah kepada para korban sengketa sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Konvensi dan
Protokol ini dan asas-asas dasar Palang Merah
sebagaimana dirumus-kan oleh Konperensi
Internasional Palang Merah.
4. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa sedapat mungkin memberikan
fasilitas-fasilitas yang serupa dengan fasilitas-
fasilitas tersebut dalam ayat-ayat (2) dan (3)
kepada organisasi-organisasi kemanusiaan
lainnya seperti ditunjukkan dalam Konvensi
dan Protokol ini, yang tepat pada waktunya
dikuasakan oleh masing-masing Pihak dalam
sengketa dan yang melaksanakan kegiatan-
kegiatan kemanusiaan mereka sesuai dengan
113
ketentuan-ketentuan dari Konvensi dan
Protokol ini.
Pasal 82 --- Penasehat-penasehat hukum dalam angkatan
perang
Pihak-Pihak Peserta Agung setiap waktu,
dan Pihak-Pihak dalam sengketa dalam
waktu sengketa bersenjata, harus menjamin
tersedianya penasehat-penasehat hukum,
apabila diperlukan, untuk memberikan
nasehat kepada Komandan-Komandan muter
pada tingkat yang layak mengenai penerapan
Konvensi dan Protokol ini dan mengenai
instruksi yang tepat yang harus diberikan
kepada angkatan perang mengenai masalah
tersebut.
Pasal 83 --- Penyebarluasan
1. Baik diwaktu damai maupun di waktu sengketa
bersenjata, Pihak-Pihak Peserta Agung
berusaha untuk menyebar-luaskan seluas-luas
mungkin Konvensi dan Protokol ini di masing-
masing negaranya dan, terutama, memasukkan
pelajaran tentangnya dalam program-program
pendidikan militer mereka dan mendorong
penduduk sipil mempelajarinya, sehingga
Konvensi dan Protokol ini dapat menjadi
dikenal dikalangan angkatan perang dan
dikalangan penduduk sipil.
2. Setiap pejabat militer atau sipil yang di waktu
sengketa bersenjata memikul tanggung jawab
berkenaan dengan penerapan Konvensi dan
114
Protokol ini harus mengenal sepenuhnya naskah
(teks) persetujuan-persetujuan tersebut.
Pasal 84 --- Peraturan-peraturan penerapan
Pihak-Pihak Peserta Agung harus saling
memberikan satu sama lainnya sesegera
mungkin, melalui Negara penyimpan Protokol
ini dan, sepatutnya, melalui Negara Pelindung,
terjemahan resmi mereka dari Protokol ini,
maupun Undang-undang dan peraturan-
peraturan yang mungkin mereka ambil guna
menjamin penerapannya.
BAGIAN - 11 --- PENINDAKAN TERHADAP
PELANGGARAN KONVENSI DAN
PROTOKOL INI
Pasal 85 --- Penindakan terhadap pelanggaran Protokol ini
1. Ketentuan-ketentuan Konvensi tentang
penindakan terhadap pelanggaran dan
pelanggaran berat, yang ditambah dengan
Bagian ini, akan berlaku terhadap penindakan
pelanggaran dan pelanggaran-pelanggaran
berat Protokol ini.
2. Tindakan yang dinyatakan sebagai pelanggaran
berat dalam Konvensi merupakan pula
pelanggaran berat dalam Protokol ini apabila
dilakukan terhadap orang-orang yang jatuh
ke dalam kekuasaan suatu Pihak lawan yang
dilindungi oleh Pasal-Pasal 44, 45 dan 73
Protokol ini, atau terhadap yang luka-luka,
sakit dan korban-korban dari Pihak lawan yang
115
dilindungi oleh Protokol ini, atau terhadap
anggota-anggota dinas kesehatan atau dinas
keagamaan, satuan-satuan kesehatan atau
angkutan-angkutan kesehatan yang berada
dibawah pengawasan Pihak lawan dan
dilindungi oleh Protokol ini.
3. Selain daripada pelanggaran berat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, tindakan-tindakan
dibawah ini akan dianggap sebagai pelanggaran
berat dalam Protokol ini, apabila dilakukan
dengan sengaja, bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan Protokol ini,
dan yang mengakibatkan kematian atau luka-
luka parah pada badan atau kesehatan:
(a) menjadikan penduduk sipil atau orang
sipil perorangan obyek serangan;
(b) melancarkan suatu serangan dengan tidak
membedakan sasaran yang dapat menimpa
penduduk sipil atau obyek-obyek sipil
walaupun tahu bahwa serangan seperti
itu akan mengakibatkan korban jiwa
yang sangat banyak, melukai orang-orang
sipil atau merusak obyek-obyek sipil,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57,
ayat (2) (a) (ii) ;
(c) melancarkan suatu serangan terhadap
bangunan-bangunan atau instalasi-
instalasi yang mengandung tenaga yang
membahayakan walaupun tahu bahwa
serangan seperti itu akan mengakibatkan
korban jiwa yang sangat banyak, melukai
orang-orang sipil atau merusak obyek-
116
obyek sipil, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57,ayat (2) (a) (iii);
(d) menjadikan kawasan-kawasan yang
tidak dipertahankan dan daerah yang
didemiliterisasi obyek serangan;
(e) menjadikan seseorang sasaran serangan
walaupun tahu bahwa ia adalah hors de
combat ;
(f) bertentangan dengan Pasal 37,
menyalahgunakan lambang pengenal
palang merah, bulan sabit merah atau
singa dan matahari merah atau tanda-
tanda pelindung lainnya yang diakui oleh
Konvensi dan Protokol ini.
4. Selain dari pada pelanggaran-pelanggaran berat
yang dirumuskan dalam ayat-ayat terdahulu
dan dalam Konvensi, berikut ini harus dianggap
sebagai pelanggaran-pelanggaran berat
protokol ini, jika dilakukan dengan sengaja dan
bertentangan dengan Konvensi atau Protokol :
(a) pemindahan oleh Penguasa Pendudukan
sebagian dari penduduk sipilnya ke
dalam wilayah yang didudukinya, atau
deportasi atau pemindahan seluruh atau
sebagian dari penduduk dibatas wilayah
yang didudukinya atau diluar wilayah
ini, bertentangan dengan Pasal 49 dari
Konvensi Keempat ;
(b) penundaan yang tak dapat dibenarkan
dalam pemulangan kembali tawanan
perang atau orang-orang sipil ;
117
(c) praktek-praktek apartheid dan praktek-
praktek tak berperikemanusiaan dan
yang merendahkan martabat lainnya,
yang melibatkan perkosaan terhadap
kehormatan pribadi yang didasarkan atas
perbedaan ras;
(d) menjadikan sebagai sasaran serangan
monumen-monumen sejarah, karya-karya
seni atau tempat-tempat beribadah yang
jelas diakui, yang merupakan warisan
kebudayaan atau spirituil dari penduduk
dan yang bagi benda-benda tersebut
telah diberikan perlindungan istimewa
oleh peraturan khusus, misalnya didalam
penetapan sebuah organisasi internasional
yang berwenang, serta serangan tersebut
mengakibatkan kehancurannya yang luas,
padahal tidak terdapat bukti pelanggaran
oleh Pihak lawan menurut Pasal 53,
huruf b, dan monumen-monumen sejarah,
karya-karya seni dan tempat-tempat
beribadah itu tidak terletak dikawasan
dekat sasaran-sasaran militer;
(e) merampas dari seseorang yang dilindungi
oleh Konvensi atau sesuai ayat (2) Pasal
ini atas hak-haknya untuk mendapatkan
pengadilan yang jujur dan pengadilan
biasa.
5. Tanpa mengurangi penerapan Konvensi dan
Protokol ini, pelanggaran-pelanggaran berat
atas piagam-piagam tersebut harus dianggap
sebagai kejahatan perang.
118
Pasal 86 --- Tidak melakukan kewajiban
1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa harus menindak pelanggaran-
pelanggaran berat, dan mengambil langkah-
langkah yang perlu untuk menindak semua
pelanggaran lainnya, terhadap Konvensi atau
Protokol ini sebagai akibat tidak dilakukannya
suatu kewajiban ketika sedang bertugas untuk
bertindak yang seharusnya.
2. Kenyataan bahwa suatu pelanggaran terhadap
Konvensi atau Protokol ini dilakukan
oleh seorang bawahan sama sekali tidak
membebaskan para atasannya dari tanggung
jawab pidana atau disiplin, maka dalam hal
ini dapat terjadi, apabila para atasannya
mengetahui, atau telah mendapat keterangan
yang seharusnya memungkinkan mereka dalam
keadaan pada saat itu untuk menyimpulkan
bahwa bawahannya itu tengah melakukan
atau akan melakukan pelanggaran dan apabila
mereka itu tidak mengambil segala tindakan
yang dapat dilakukan dalam batas kekuasaan
mereka untuk mencegah atau menindak
pelanggaran itu.
Pasal 87 --- Kewajiban komandan
1. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-Pihak
dalam sengketa harus meminta komandan-
komandan militer, berkenaan dengan anggota-
anggota angkatan perang yang berada dibawah
perintah mereka dan orang-orang lainnya yang
berada dibawah pengawasan mereka, untuk
mencegah dan, dimana perlu untuk menindak
119
dan melaporkan kepada penguasa yang
berwenang terhadap pelanggaran Konvensi
dan Protokol ini.
2. Agar supaya dapat mencegah dan menindak
pelanggaran-pelanggaran, Pihak-Pihak Peserta
Agung dan Pihak-Pihak dalam sengketa
harus meminta bahwa, sesuai dengan tingkat
tanggung jawab mereka, para komandan
menjamin bahwa anggota-anggota angkatan
perang yang berada di bawah perintah mereka
menyadari kewajiban-kewajiban mereka
terhadap Konvensi dan Protokol ini.
3. Pihak-Pihak Peserta Agung dan Pihak-
Pihak dalam sengketa harus meminta setiap
komandan yang sadar bahwa para bawahan
atau orang-orang lainnya yang berada di
bawah pengawasannya akan melakukan atau
telah melakukan suatu pelanggaran terhadap
Konvensi atau Protokol ini, agar memprakarsai
langkah-langkah sebagaimana diperlu-kan
untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran
terhadap Konvensi atau Protokol ini, dan,
dimana patut, memprakarsai diambilnya
tindakan disiplin atau tindakan pidana terhadap
pelanggar-pelanggar itu.
Pasal 88 --- Saling membantu dalam masalah kejahatan
1. Pihak-Pihak Peserta Agung satu sama lain harus
saling memberikan bantuan sebesar-besarnya
sehubungan dengan pemeriksaan-pemeriksaan
pengadilan kejahatan yang diajukan berkenaan
dengan pelanggaran pelanggaran berat terhadap
Konvensi atau Protokol ini.
120
2. Berdasarkan hak dan kewajiban yang ditetapkan
dalam Konvensi dan dalam Pasal 85, ayat I, dari
Protokol ini, dan apabila keadaan mengijinkan,
Pihak-Pihak Peserta Agung harus bekerja-
sama dalam masalah penyerahan (ekstradisi).
Mereka harus memberikan pertimbangan yang
tepat atas permintaan negara yang diwilayahnya
telah terjadi pelanggaran yang dituduhkannya
itu.
3. Hukum dari Pihak Peserta Agung yang
diminta itu harus berlaku dalam segala
perkara, Ketentuan-ketentuan dari ayat-ayat
tersebut diatas, dalam hal tersebut, tidak
boleh mempengaruhi kewajiban-kewajiban
yang timbul dari ketentuan-ketentuan dari
setiap perjanjian lain yang bersifat bilateral
atau multilateral yang mengatur atau akan
mengatur seluruh atau sebagian dan masalah
saling membantu dalam soal-soal kejahatan.
Pasal 89 --- Kerjasama
Dalam situasi pelanggaran berat terhadap
Konvensi atau Protokol ini, Pihak-Pihak Peserta
Agung berusaha untuk bertindak, bersama-
sama atau sendiri-sendiri, bekerjasama dengan
Perserikatan Bangsa-Bangsa serta sesuai
dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
121
Pasal 90 --- Komisi Penyelidik Internasional
l. (a) Harus dibentuk sebuah Komisi Penyelidik
(Fact-Finding) Internasional (selanjutnya
dalam Pasal ini disebut “Komisi”) yang
terdiri dari lima-belas anggota yang bermoral
tinggi (high moral standing) dan yang diakui
mempunyai sikap yang tidak memihak.
(b) Apabila tidak kurang dari dua-puluh
Pihak Peserta Agung telah menyetujui
untuk menerima wewenang Komisi
tersebut sesuai dengan ayat (2), maka
negara penyimpan selanjutnya harus
pada tiap selang waktu lima tahun setelah
itu, mengadakan sidang perwakilan Para
Pihak Peserta Agung tersebut dengan
tujuan memilih anggota-anggota Komisi.
Dalam sidang itu wakil-wakil harus
memilih anggota-anggota Komisi melalui
pemungutan suara secara rahasia dari
sebuah daftar orang-orang dimana setiap
Pihak Peserta Agung dapat mencalonkan
satu orang.
(c) Anggota-anggota Komisi tersebut harus
bekerja dalam kapasitas pribadi mereka
dan harus memegang jabatannya sampai
pada pemilihan anggota-anggota baru
dalam sidang berikutnya.
(d) Di dalam pemilihan itu Pihak-Pihak
Peserta Agung harus menjamin bahwa
orang-orang yang akan dipilih duduk
dalam Komisi itu secara perorangan
memiliki syarat-syarat kecakapan yang
122
diperlukan dan bahwa, di dalam Komisi
itu sebagai satu keseluruhan, dijamin
perwakilan yang adil menurut pembagian
secara geografis.
(e) Apabila terjadi suatu lowongan tak
terduga, maka Komisi itu sendiri harus
mengisi lowongan tersebut, dengan
memperhatikan benar-benar ketentuan-
ketentuan dari sub-sub ayat di muka.
(f) Negara penyimpan harus menyediakan
bagi Komisi tersebut fasilitas-fasilitas
adininistrasi yang diperlukan untuk
pelaksanaan fungsi-fungsinya.
2. (a) Pihak-Pihak Peserta Agung pada waktu
menanda-tangani, merati-fisir atau turut
serta (accedirig) Protokol ini, atau pada
waktu lain berikutnya, dapat menyatakan
bahwa mereka mengakui ipso facto
dan tanpa persetujuan khusus, dalam
hubungannya dengan setiap Pihak Peserta
Agung lainnya yang menerima kewajiban
serupa, wewenang dari Komisi untuk
menyelidiki tuduhan-tuduhan dan Pihak
lain itu sebagaimana diijinkan oleh Pasal
ini.
(b) Pernyataan-pernyataan yang di-
maksudkan di atas itu harus disimpan
pada Negara Penyimpan, yang selanjutnya
harus mengirimkan salinan-salinannya
kepada Pihak-Pihak Peserta Agung.
(c) Komisi tersebut harus berwenang untuk :
(i) menyelidiki setiap fakta yang
123
dituduhkan sebagai suatu pelanggaran
berat sebagaimana dimaksud dalam
Konvensi dan Protokol ini atau
pelanggaran berat lainnnya terhadap
Konvensi atau Protokol ini.
(ii) melalui jasa jasa baiknya,
mempermudah pemulihan kembali
suatu sikap yang menghormati
Konvensi dan Protokol ini.
(d) Di dalam situasi-situasi lain, Komisi
tersebut harus mengadakan penyelidikan
atas permintaan suatu Pihak dalam sengketa
hanya dengan seijin dari Pihak atau Pihak-
Pihak lainnya yang bersangkutan.
(e) Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut
terdahulu dalam ayat ini, maka ketentuan-
ketentuan Pasal 52 dari Konvensi Pertama,
Pasal 53 dari Konvensi Kedua, Pasal 132
dari Konvensi Ketiga dan Pasal 149 dari
Konvensi Keempat harus tetap berlaku
pada setiap pelanggaran yang dituduhkan
terhadap Konvensi dan juga harus berlaku
pada setiap pelanggaran yang dituduhkan
terhadap Protokol ini.
3. (a) Kecuali jika tidak disetujui oleh Pihak-
Pihak yang bersangkutan, maka semua
penyelidikan harus dilakukan oleh sebuah
Dewan yang terdiri dari tujuh orang
anggota yang diangkat sebagai berikut :
(i) lima anggota dari Komisi, yang bukan
warga negara dari sesuatu Pihak dalam
sengketa, yang ditunjuk oleh Ketua
Komisi atas dasar perwakilan yang
124
adil dari wilayah-wilayah menurut
pembagian secara geografis, setelah
berkonsultasi dengan Pihak-Pihak
dalam sengketa ;
(ii) dua anggota ad hoc, bukan warga
negara dari sesuatu Pihak dalam
sengketa, tiap seorang ditunjuk oleh
masing-masing pihak.
(b) Begitu menerima permintaan agar
dilakukan suatu penyelidikan, Ketua
Komisi harus memperinci suatu batas
waktu yang layak bagi pembentukan suatu
Dewan. Apabila di dalam batas waktu
itu belum ada seorangpun anggota ad
hoc, diangkat, maka Ketua harus dengan
segera mengangkat seorang anggota dari
Komisi yang mungkin diperlukan untuk
melengkapai jumlah ke-anggotaan Dewan
tersebut.
4. (a) Dewan yang dibentuk berdasarkan
ayat 3 tersebut diatas untuk melakukan
penyelidikan itu, harus mengundang
Pihak-Pihak dalam sengketa untuk
membantunya dan menyampaikan
bahan-bahan bukti. Dewan tersebut
dapat juga mencari bahan-bahan bukti
lainnya bila dianggapnya patut dan dapat
melaksanakan penyelidikan menge-nai
situasinya in loco.
(b) Semua bahan bukti harus dijelaskan
sepenuhnya kepada Pihak-Pihak, yang
nantinya harus mempunyai hak untuk
memberikan ulasan atas bukti-bukti
125
tersebut kepada Komisi.
(c) Setiap Pihak harus mempunyai hak untuk
menolak kebenaran bahan bukti itu.
5. (a) Komisi harus mengajukan kepada Para
Pihak suatu laporan mengenai hasil-hasil
penyelidikan dari Dewan, dengan disertai
saran-saran yang mungkin dianggapnya
layak.
(b) Apabila Dewan tidak mampu mendapatkan
bahan-bahan bukti yang cukup bagi
penyimpulan pendapat atas dasar fakta
dan tak berpihak, maka Komisi harus
mengemukakan alasan-alasan atas ketidak
mampuan Dewan itu.
(c) Komisi tidak boleh mengumumkan
hasil-hasil penyelidikan Dewan itu,
kecuali jika semua Pihak dalam
sengketa telah memintanya agar Komisi
mengumumkannya.
6. Komisi harus menetapkan peraturan-
peraturannya sendiri, termasuk peraturan-
peraturan bagi jabatan Ketua Komisi dan
jabatan ketua Dewan. Peraturan-Peraturan
itu harus menjamin bahwa fungsi-fungsi
Ketua Komisi dilaksanakan setiap waktu dan
bahwa bila ada penyelidikan, fungsi-fungsi itu
dilaksanakan oleh seseorang yang bukan warga
negara dari suatu Pihak dalam sengketa.
7. Biaya-biaya adininistrasi dari Komisi harus
ditutup oleh iuran dan Pihak-Pihak Peserta
Agung yang telah membuat pernyataan-
pernyataan seperti dimaksud ayat (2), dan
126
oleh sumbangan-sumbangan sukarela. Pihak
atau Para Pihak dalam sengketa yang meminta
diadakannya penyelidikan harus memberikan
uang muka dana yang diperlukan bagi biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh Dewan dan biaya-
biaya itu harus diganti kembali oleh Pihak atau
Para Pihak, terhadap siapa tuduhan ditujukan,
sampai sebesar lima puluh persen dari biaya
yang dikeluarkan Dewan. Apabila terdapat
tuduhan-tuduhan batasan diajukan kepada
Dewan, maka masing-masing Pihak harus
memberikan uang muka sebesar lima puluh
persen dari dana-dana yang diperlukan.
Pasal 91 --- Pertanggungjawaban
Suatu Pihak dalam sengketa yang melanggar
ketentuan-ketentuan dari Konvensi atau
Protokol ini, apabila keadaannya menuntutnya,
dapat dikenakan ganti rugi. Pihak tersebut harus
bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukan oleh orang-orang yang merupakan
bagian dari angkatan perangnya.
127
B A B - VI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 92 --- Penandatanganan
Protokol ini harus terbuka bagi penandatangan
oleh Para Pihak Peserta Konvensi enam bulan
setelah penandatanganan Akta Akhir (final act)
dan akan tetap terbuka untuk jangka-waktu
dua-belas bulan.
Pasal 93 --- Ratifikasi
Protokol ini harus diratifikasi sesegera
mungkin. Piagam-Piagam ratifikasi harus
disimpan pada Dewan Federal Swiss, sebagai
negara penyimpan Konvensi.
Pasal 94 --- Turut serta/assesi dalam Protokol
Protokol ini harus terbuka bagi turut sertanya
tiap Pihak Peserta Konvensi yang belum
menandatanganinya.
Piagam-piagam turut serta/assesi tersebut
harus disimpan pada negara penyimpan.
Pasal 95 --- Mulai berlakunya Protokol
1. Protokol ini mulai berlaku enam bulan setelah
dua piagam ratifikasi atau turut serta/assesi
dalam Protokol ini disimpan.
2. Bagi setiap Pihak Peserta Konvensi setelah
meratifikasi atau turut serta/assesi dalam
Protokol ini, Protokol ini mulai berlaku enam
bulan setelah disimpannya piagam-piagam
ratifikasi atau turut serta/assesi dalam Protokol
ini oleh Pihak yang bersangkutan.
128
Pasal 96 --- Hubungan Perianjian setelah berlakunva
Protokol ini
1. Apabila Pihak-Pihak Peserta Konvensi adalah
juga Pihak-Pihak Peserta Protokol ini, maka
Konvensi-Konvensi tersebut harus berlaku
dengan dilengkapi oleh Protokol ini.
2. Apabila salah satu dari Pihak-Pihak dalam
sengketa tidak terikat oleh Protokol ini, maka
Pihak-Pihak Peserta Protokol harus tetap terikat
oleh protokol di dalam hubungan-hubungan
bersama mereka. Selanjutnya mereka harus
terikat oleh Protokol ini di dalam hubungannya
dengan setiap Pihak yang tidak terikat olehnya,
jika yang terakhir ini menerima dan menerapkan
ketentuan-ketentuan Protokol ini.
3. Penguasa yang mewakili rakyat yang berperang
dengan suatu Pihak Peserta Agung dalam suatu
bentuk sengketa bersenjata yang dimaksudkan
dalam Pasal 1, ayat (4), dapat berusaha
menerapkan Konvensi dan Protokol ini dalam
hubungannya dengan sengketa tersebut dengan
jalan mengeluarkan suatu pernyataan sepihak
(unilateral) yang ditujukan kepada negara
penyimpan. Setelah pernyataan tersebut
diterima oleh negara penyimpan, maka dalam
hubungan dengan sengketa pernyataan tersebut
akan mempunyai pengaruh sebagai berikut :
129
(a) Konvensi dan Protokol ini menjadi
berlaku bagi Penguasa tersebut di atas
sebagai suatu Pihak dalam sengketa
dengan segera;
(b) Penguasa tersebut diatas menerima hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang sama
seperti yang dipunyai oleh suatu Pihak
Peserta Agung dalam Konvensi dan
Protokol ini; dan
(c) Konvensi dan Protokol ini mengikat sama
kuatnya terhadap semua Pihak dalam
Sengketa.
Pasal 97 --- Amandemen
1. Setiap Pihak Peserta Agung dapat mengusulkan
perubahan (amandeman) atas Protokol ini.
Naskah dari setiap amandemen yang diusulkan
harus disampaikan kepada Negara Penyimpan
Protokol ini, yang setelah berkonsultasi dengan
semua Pihak Peserta Agung dan Komite
Internasional Palang Merah, apakah suatu
konferensi akan diadakan guna membicarakan
amandeman yang diusulkan itu.
2. Negara penyimpan akan mengundang untuk
menghadiri Konferensi itu, semua Pihak Peserta
Agung maupun Para Pihak Peserta Konvensi,
baik mereka itu penandatangan Protokol ini
maupun bukan.
130
Pasal 98 --- Peninjauan kembali Lampiran-I
1. Tidak lebih dari empat tahun setelah mulai
berlakunya Protokol ini dan sesudah itu selang
waktu tidak kurang dari empat tahun, Komite
Internasional Palang Merah harus berkonsultasi
dengan Pihak-Pihak Peserta Agung mengenai
Lampiran-I dari Protokol ini dan, apabila
menganggap perlu, dapat mengusulkan
diadakannya suatu sidang dari para ahli
dibidang tehnis untuk meninjau kembali
Lampiran-I dan mengusulkan amandemen-
amandemen pada Protokol sekiranya hal itu
diinginkan. Di dalam waktu enam bulan setelah
pemberitahuan tentang adanya suatu usul untuk
diadakannya sidang kepada Para Pihak Peserta
Agung, kecuali jika sepertiga dari mereka
menolak, maka Komite Internasional Palang
Merah akan mengadakan sidang tersebut
dengan mengundang pula peninjau-peninjau
dari organisasi-organisasi internasional yang
layak. Suatu sidang seperti itu juga akan
diadakan oleh Komite Internasional Palang
Merah setiap saat atas permintaan sepertiga
jumlah Pihak-Pihak Peserta Agung.
2. Negara penyimpan akan mengadakan suatu
konferensi dari Pihak-Pihak Peserta Agung
dan Pihak-Pihak Peserta Konvensi guna
membicarakan amandemen-amandemen yang
diusulkan oleh sidang para ahli teknik, apabila,
setelah sidang tersebut, Komite Internasional
Palang Merah atau sepertiga jumlah Pihak-
Pihak Peserta Agung memintanya.
131
3. Amandemen-amandemen atas Lampiran - I
dapat diterima sepenuhnya dalam konferensi
dengan suatu mayoritas dua pertiga dari
Pihak-Pihak Peserta Agung yang hadir dan
memberikan suara.
4. Negara penyimpan harus memberitahukan
setiap amandeman yang telah diterima baik itu
kepada Pihak-Pihak Peserta Agung dan kepada
Pihak-Pihak Peserta Konvensi Amandemen
tersebut harus dianggap sudah diterima pada
akhir dari jangka waktu satu tahun setelah
pemberitahuan itu, kecuali jika dalam jangka
waktu itu telah disampaikan kepada negara
penyimpan sebuah pernyataan tidak menerima
amandemen tersebut oleh tidak kurang dari
sepertiga jumlah Pihak-Pihak Peserta Agung.
5. Sebuah amandemen yang dianggap telah
diterima sesuai dengan ayat (4) di atas harus
mulai berlaku tiga bulan setelah penerimaannya
bagi semua Pihak Peserta Agung kecuali mereka
yang telah membuat pernyataan tidak menerima
sesuai dengan ayat tersebut. Setiap pihak yang
membuat pernyataan demikian dapat setiap
waktu menarik kembali pernyataannya dan
kemudian amandemen itu akan mulai berlaku
bagi Pihak tersebut tiga bulan sesudahnya.
6. Negara penyimpan harus memberitahu Para
Pihak Peserta Agung dan Para Pihak Peserta
Konvensi tentang mulai berlakunya setiap
amandemen, tentang Para Pihak yang terikat
karena itu, tentang tanggal mulai berlakunya
dalam hubungannya dengan setiap Pihak
tentang pernyataan-pernyataan tidak menerima
132
yang dibuat sesuai dengan ayat 4, dan tentang
penarikan kembali pernyataan itu.
Pasal 99 --- Pernvataan tidak terikat lagi/ Denusiasi
1. Apabila suatu Pihak Peserta Agung hendak
menyatakan tidak terikat pada Protokol
ini, maka pernyataan tidak terikat itu baru
berlaku satu tahun setelah diterimanya piagam
pernyataan tidak terikat itu. Namun, apabila
pada saat berakhirnya masa berlaku satu
tahun itu Pihak yang menyatakan tidak terikat
lagi tersebut terlibat didalam salah satu dari
situasi-situasi seperti termaktub dalam Pasal 1,
maka pernyataan tidak terikat/denusiasi tidak
boleh berlaku sebelum berakhirnya sengketa
bersenjata atau pendudukan dan juga, dalam
keadaan apapun, tidak boleh berlaku sebelum
berakhirnya operasi-operasi yang bersangkutan
dengan pembebasan terakhir, pemulangan
atau pemulihan kembali orang-orang yang
dilindungi oleh Konvensi atau Protokol ini.
2. Pernyataan tidak terikat/denusiasi itu
harus diberitabukan secara tertulis kepada
negara penyimpan, yang selanjutnya akan
menyampaikannya kepada semua Pihak Peserta
Agung.
3. Pernyataan tidak terikat/denusiasi itu hanya
akan berpengaruh dalam hubungan dengan
Pihak yang menyatakan tidak terikat.
4. Setiap pernyataan tidak terikat/ denusiasi
berdasarkan ayat (1) tidak boleh mempengaruhi
kewajiban-kewajiban yang, oleh sebab sengketa
133
bersenjata, berdasarkan Protokol ini sudah
dijalankan oleh Pihak yang menyatakan tidak
terikat dalam hubungan dengan setiap tindakan
yang dilakukannya sebelum pernyataan tidak
terikat/denusiasi ini mulai berlaku.
Pasal 100 --- Pemberitahuan/notifikasi
Negara penyimpan harus memberitahu Para
Pihak Peserta Agung maupun Para Pihak
Peserta Konvensi, baik mereka itu penanda
tangan Protokol ini maupun bukan, tentang :
(a) tandatangan yang dibubuhkan pada
Protokol ini dan penyimpanan piagam-
piagam ratifikasi serta pernyataan
turutserta berdasarkan Pasal-Pasal 93 dan
94;
(b) tanggal mulai berlakunya Protokol ini
berdasarkan Pasal 95;
(c) pemberitahuan/notifikasi dan pernyataan/
deklarasi yang diterima berdasarkan
Pasal-Pasal 84, 90 dan 97;
(d) pernyataan/deklarasi yang diterima
berdasarkan Pasal 96, ayat 3, yang harus
diberitabukan dengan cara yang paling
cepat; dan
(e) pernyataan tidak ter ikat /denusias i
berdasarkan Pasal 99.
134
Pasal 101 --- Pendaftaran
1. Setelah berlakunya Protokol ini harus
dikirimkan oleh negara penyimpan kepada
Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
diregistrasi dan publikasikan sesuai dengan
Pasal 102 dari Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
2. Negara penyimpan juga harus memberitahu
Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
semua ratifi-kasi, pernyataan turut serta/assesi
dan pernyataan tidak terikat/denusiasi yang
diterima olehnya berkenaan dengan Protokol
ini.
Pasal 102 --- Naskah-naskah otentik
Naskah-naskah asli dan Protokol ini, dalam
bahasa-bahasa Arab, Cina, lnggris, Perancis,
Rusia dan Spanyol, yang kesemuanya sama
otentiknya, harus disimpan pada negara
penyimpan, yang harus mengirimkan salinan-
salinannya yang dijamin kebenarannya kepada
semua Para Pihak Peserta Konvensi.
135
LAMPIRAN-I
PERATURAN TENTANG PENGENAL/IDENTIFIKASI
LAMPIRAN - I
PERATURAN TENTANG
PENGENALAN/IDENTIFIKASI
SUB RAGIAN - I --- KARTU TANDA PENGENAL /
KARTU IDENTITAS
Pasal 1 --- Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota
tetap dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan
sipil.
1. Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota
tetap dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan
sipil yang disebut dalam Pasal 18, ayat (3),
Protokol ini hendaknya :
(a) Memuat lambang pengenal dan berukuran
yang besarnya dapat dibawa dalam saku;
(b) tahan lama dan praktis ;
(c) bertuliskan dalam bahasa nasional atau
bahasa resmi (dan boleh disertai tulisan
dalam bahasa-bahasa lainnya) ;
(d) menyebutkan nama, tanggal lahir (atau,
kalau tanggal tidak diketahui, umur pada
saal dikeluarkannya kartu ini) dan nomor
pengenal, kalau ada, dari pemegang
kartu;
136
(e) menyatakan dalam kedudukan apa
pemegang kartu ini berhak atas
perlindungan dari Konvensi-Konvensi
dan Protokol;
(f) memuat foto dari pemegang kartu ini dan
juga tanda tangan atau cap ibujarinya,
atau kedua-duanya ;
(g) memuat cap dan tandatangan dari
penguasa yang berwenang ;
(h) menyatakan tanggal pengeluaran dan
tanggal habis masa berlakunya kartu.
2. Kartu pengenal tersebut harus seragam
diseluruh wilayah tiap Pihak Peserta Agung
dan, sedapat mungkin, harus dari jenis yang
serupa bagi semua Pihak dalam sengketa.
Pihak-Pihak dalam sengketa dapat mengikuti
model (kartu pengenal) dengan satu bahasa
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.
Pada saat pecahnya permusuhan, Pihak-Pihak
tersebut harus saling mengirimkan satu sama
lainnya sebuah contoh model yang masing-
masing mereka pergunakan, apabila model
itu berbeda dari yang diperlihatkan dalam
Gambar 1. Jika mungkin, kartu pengenal itu
dibuat dalam rangkap dua, yaitu satu salinan
disimpan oleh pejabat yang mengeluarkannya,
yang hendaknya selalu mengawasi kartu-kartu
yang telah dikeluarkannya.
3 Dalam keadaan bagaimanapun, anggota-
anggota tetap dinas kesehatan sipil dan
dinas keagamaan sipil tidak boleh dirampas
kartu tanda pengenal mereka. Bila terjadi
137
kartu mereka hilang, mareka harus berhak
mendapatkan sebuah salinan duplikatnya.
Pasal 2 --- Kartu tanda pengenal bagi anggota sementara
dinas kesehatan sipil dan dinas keagamaan
sipil
1. Kartu tanda pengenal bagi anggota-anggota
sementara dinas kesehatan sipil dan dinas
keagamaan sipil, manakala mungkin hendaknya
serupa seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1
dari Peraturan ini. Para Pihak dalam sengketa
dapat mengikuti model yang diperlihatkan
dalam Gambar 1.
2. Jika keadaan tidak memungkinkan diberikannya
kepada anggota-anggota sementara dinas
kesehatan dan dinas keagamaan sipil kartu
tanda pengenal yang serupa dengan kartu
tanda pengenal yang diterangkan dalam Pasal
I dari Peraturan ini, maka kepada anggota
tersebut dapat diberikan surat keterangan yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
yang menjamin bahwa orang yang baginya
kartu tersebut dikeluarkan adalah ditugaskan
untuk melakukan kewajiban sebagai
anggota sementara, dan apabila mungkin,
menyatakan lamanya penugasan dan haknya
untuk mengenakan lambang pengenal. Surat
keterangan tersebut hendaknya menyebutkan
nama dan tanggal lahir pemegang atau kalau
tanggal tidak diketahui, umurnya pada saat
surat itu dikeluarkan, Tugas dan nomor
pengenalnya, kalau ada. Surat keterangan
itu harus dibubuhi tandatangan atau cap ibu
jarinya, atau kedua-duanya.
138
SUB BAGIAN - II --- LAMBANG PENGENAL
Pasal 3 --- Bentuk dan sifat
1. Lambang pengenal (merah diatas dasar putih)
hendaknya besarnya sepatutnya menurut
keadaan. Untuk bentuk-bentuk palang, bulan
sabit atau singa dan matahari, Para Pihak
Peserta Agung dapat mengikuti contoh-contoh
(model) yang diperlihatkan di Gambar 2.
2. Di malam hari atau manakala kemungkinan
penglihatan menjadi berkurang, lambang
pengenal dapat diterangi atau diperjelas; juga
tanda tersebut dapat dibuat dari bahan-bahan
yang memungkinkannya dapat dikenal melalui
alat-alat teknik deteksi.
Pasal 4 --- Penggunaan
1. apabila dimungkinkan, lambang pengenal
dapat diperlihatkan diatas permukaan yang
datar atau pada bendera-bendera yang dapat
dilihat dari berbagai jurusan dan dari tempat
yang sejauh mungkin.
2. Di bawah instruksi-instruksi dan pejabat yang
berwenang, personel dinas kesehatan dan dinas
rokhani yang sedang melakukan kewajiban-
kewajiban mereka di daerah pertempuran,
sedapat mungkin, harus mengenakan tutup
kepala dan pakaian yang memakai lambang
pengenal.
139
SUB BAGIAN- III --- ISYARAT-ISYARAT
PENGENAL
Pasal 5 --- Penggunaan pilihan
1. Tunduk kepada ketentuan-ketentuan dari
Pasal 6 dari Peraturan-Peraturan ini, isyarat-
isyarat yang diperinci dalam Sub Bagian ini
untuk penggunaan khusus oleh satuan-satuan
dan angkutan-angkutan kesehatan tidak
boleh digunakan untuk tujuan lain apapun.
Penggunaan semua isyarat yang ditunjuk dalam
Sub Bagian ini adalah secara pilihan .
2. Alat angkutan udara kesehatan sementara yang
tidak dapat ditandai dengan lambang pengenal,
karena tiada waktu lagi ataupun karena ciri-
ciri khasnya, boleh mempergunakan isyarat-
isyarat pengenal yang diijinkan dalam Sub
Bagian ini.
Tetapi cara yang baik untuk pengenalan yang
efektif dan pengakuan alat angkutan udara itu
adalah dengan cara penggunaan tanda viisuil,
baik lambang pengenal ataupun isyarat cahaya
seperti yang diperinci dalam Pasal 6 atau
kedua-duanya, yang dilengkapi dengan isyarat-
isyarat lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal-Pasal 7 dan 8 dari Peraturan-Peraturan
ini.
140
Pasal 6 --- Isyarat cahaya
1. Isyarat cahaya yang terdiri dari sinar sorot
biru, ditetapkan untuk digunakan oleh alat
angkutan udara untuk menyampaikan isyarat
pengenalnya.
Tidak ada alat angkut udara lain boleh
menggunakan isyarat ini. Warna biru yang
dianjurkan itu diperoleh dengan menggunakan,
sebagai koordinat trichromatik :
garis batas (boundary) sinar hijau y = 0.065 +
0.805 x
garis batas (boundary) sinar putih y = 0.400
-x
garis batas (boundary) sinar ungu x = 0.133 +
0.600 y
Sorotan cahaya rata-rata sinar biru yang
dianjurkan itu adalah antara enampuluh sampai
seratus sorotan tiap menit.
2. Alat angkutan udara kesehatan harus dilengkapi
dengan sinar-sinar itu karena mungkin
diperlukan untuk membuat isyarat cahaya yang
dapat dilihat dari berbagai jurusan.
3. Jika Tidak ada suatu persetujuan khusus
antara Pihak-Pihak dalam sengketa yang
mengharuskan penggunaan sinar sorot biru
bagi pengenalan kendaraan-kendaraan, kapal-
kapal dan alat angkutan kesehatan, maka
penggunaan isyarat-isyarat seperti itu bagi
kendaraan-kendaraan atau kapal-kapal lainnya
adalah tidak dilarang.
141
Pasal 7 --- Isyarat radio
1. Isyarat radio harus terdiri dari suatu pesan
radiotelefonik atau radiotele-grafik yang
didahului oleh suatu isyarat prioritas pengenal
yang harus ditunjukkan dan disetujui oleh suatu
Konperensi Radio Pemerintah Sedunia (World
Adininistrative Radio Conference) dari Um
Telekomunikasi Internasional (Internasional
Telecomunication Union). lsyarat radio itu
harus dikirimkan tiga kali sebelum tanda
panggilan (call sign) dari angkutan kesehatan
yang bersangkutan. Pesan ini harus dikirimkan
dalam bahasa Inggris dalam jarak waktu
(intervals) yang layak pada frekuensi atau
frekuensi-frekuensi yang dirincikan dalam
ayat (3). Penggunaan isyarat prioritas itu harus
dibatasi semata-mata bagi satuan dan angkutan-
angkutan kesehatan.
2. Pesan radio yang didahului oleh isyarat prioritas
pengenal itu yang disebutkan dalam ayat (1)
diatas itu harus menyampaikan keterangan-
keterangan sebagai berikut :
(a) tanda panggilan dari angkutan kesehatan;
(b) posisi dari angkutan kesehatan;
(c) jumlah dan jenis dari angkutan-angkutan
kesehatan;
(d) jalan (route ) yang akan ditempuh;
(e) waktu yang diperkirakan dalam
perjalanan, dan saat keberangkatan dan
kedatangannya, menurut perkiraan yang
layak;
142
(f) keterangan-keterangan lainnya, seperti
ketinggian terbang, frekuensi-frekuensi
radio yang dilindungi, bahasa-bahasa
yang dipakai dan cara (modus) dan
sandi (kode) radar pengawasan sekunder
(secondary surveillance radar).
3. Agar supaya mempermudah komunikasi-
komunikasi seperti yang ditunjukkan dalam
ayat (1) dan (2) itu, maupun komunikasi-
komunikasi yang disebutkan dalam Pasal-
Pasal 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30 dan 31
dari Protokol, Pihak-Pihak Peserta Agung„
PihakPihak dalam sengketa, atau salah satu dari
Pihak-Pihak dalam sengketa, baik bertindak
atas dasar persetujuan maupun bertindak
sendiri, dapat menyebutkan, sesuai dengan
Tabel Allokasi Frekuensi dalam Peraturan-
Peraturan Radio yang dilampirkan pada
Konvensi Telekomunikasi Internasional, dan
mengumumkan frekuensi-frekuensi nasional
yang sudah diseleksi untuk mereka pergunakan
bagi komunikasi itu.
Frekuensi-frekuensi ini harus diberitabukan
kepada Uni Telekomunikasi Internasional
sesuai dengan prosedur-prosedur yang disetujui
oleh Konverensi Radio Pemerintah Sedunia.
Pasal 8 --- Pengenalan elektronik
1. Sistim Radar Pengawasan Sekunder (SSR),
seperti yang dirincikan dalam Lampiran 10
pada Konvensi Chicago mengenai Penerbangan
Sipil Internasional tanggal 7 Desember 1944,
143
sebagaimana telah diubah dari waktu ke
waktu, dapat dipergunakan untuk mengenal
dan mengikuti jalur penerbangan alat angkutan
udara kesehatan. Cara (modus) dan sandi
(kode) SSR yang disediakan bagi penggunaan
khusus alat angkutan udara kesehatan harus
ditetapkan oleh Pihak-Pihak Peserta Agung,
Pihak-Pihak dalam sengketa, atau salah satu
dari Pihak-Pihak dalam sengketa, baik yang
bertindak berdasarkan persetujuan maupun
bertindak sendiri, sesuai dengan prosedur yang
dianjurkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional (international Civil Aviation
Organisation).
2. Pihak-Pihak dalam sengketa, dengan persetujuan
khusus antara mereka, dapat menetapkan bagi
kepentingan mereka suatu sistim elektronik
serupa untuk kendaraan-kendaraan kesehatan,
dan kapal-kapal dan alat angkutan kesehatan.
SUB BAGIAN - IV--- KOMUNIKASI-KOMUNIKASI
Pasal 9 --- Komunikasi radio
Isyarat prioritas yang ditetapkan dalam Pasal 7
dari Peraturan-Peraturan ini dapat mendahului
komunikasi radio yang selayaknya oleh satuan-
satuan dan angkutan-angkutan kesehatan
didalam menerapkan prosedur-prosedur yang
dijalankan berdasarkan Pasal-Pasal 22, 23, 25,
26, 27, 28, 29, 30 dan 31 dari Protokol.
144
Pasal 10 --- Penggunaan sandi-sandi Internasional
Satuan-satuan dan angkutan-angkutan kesehatan
dapat juga menggunakan sandi-sandi dan
isyarat-isyarat yang telah ditetapkan oleh Uni
Telekomunikasi Internasional, Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan
Organisasi Permusyawaratan Maritim Antar
Pemerintah (Inter-Governmental Maritime
Consultative Organisation). Sandi-Sandi dan
isyarat-isyarat ini harus dipergunakan sesuai
dengan patokan-patokan (standards), praktek-
praktek dan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan oleh Organisasi-Organisasi tersebut.
Pasal 11 --- Alat-alat komunikasi lainnya
Apabila komunikasi radio dua jalur (two-way
radiocomunication) tidak mungkin, maka dapat
dipergunakan isyarat-isyarat yang ditetapkan
dalam Peraturan-Peraturan Internasional tentang
Isyarat-Isyarat (International Code of Signals) yang
telah disetujui oleh Organisasi Permusyawaratan
Maritim Antar-Pemerintah atau dalam Lampiran
yang diadakan untuk itu pada Konvensi Chicago
mengenai Penerbangan Sipil Internasional tanggal
7 Desember 1944, sebagaimana yang telah diubah
dari waktu ke waktu.
Pasal 12 --- Rencana Penerbangan
Persetujuan-persetujuan dan pemberitahuan-
pemberitahuan mengenai rencana-rencana
penerbangan yang ditetapkan dalam Pasal
29 dari Protokol sedapat mungkin harus
145
dirumuskan sesuai dengan prosedur-prosedur
yang telah ditetapkan oleh Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Pasal 13 --- Isyarat dan Prosedur bagi penyergapan alat
angkutan udara kesehatan
Apabila suatu alat angkutan udara penyergap
dipergunakan untuk memeriksa kebenaran
identitas sebuah alat angkutan udara
kesehatan ketika dalam penerbangan atau
untuk memintanya mendarat sesuai dengan
Pasal-Pasal 30 dan 31 dari Protokol, maka
prosedur-prosedur penyergapan visuil dan
radio yang biasa berlaku (standard) seperti
yang ditunjukkan oleh Lampiran 2 pada
Konvensi Chicago mengenai Penerbangan
Sipil Internasional tanggal 7 Desember 1944,
sebagaimana telah diubah dan waktu ke
waktu, hendaknya dipergunakan oleh baik alat
angkutan udara yang menyergap maupun alat
angkutan udara kesehatan itu.
SUB BAGIAN - V --- PERTAHANAN SIPIL
Pasal 14 --- Kartu Identitas
1. Kartu Identitas dari anggota pertahanan sipil
yang ditetapkan dalam Pasal 66, ayat 3, dari
Protokol, diatur oleh ketentuan-ketentuan
mengenai hal itu dan Pasal I PeraturanPeraturan
ini.
2. Kartu identitas hagi anggota pertahanan sipil
dapat mengikuti model yang diperlihatkan
dalam Gambar 3.
146
3. Apabila anggota pertahanan sipil diijinkan
membawa senjata ringan perorangan, mulai
berlakunya hendaknya diriyatakan dalam kartu
tersebut.
Pasal 15 --- Tanda pengenal internasional
1. Tanda pengenal internasional dari pertahanan
sipil yang ditetapkan dalam Pasal 66, ayat
(4), dari Protokol, adalah berupa sebuah
segitiga sama sisi berwarna biru di atas dasar
warna merah jingga. Gambar 4 dibawah ini
menunjukkan model tanda pengenal tersebut.
Gambar 4 : Segitiga biru di atas
dasar merah jingga.
2. Dianjurkan bahwa :
(a) apabila segitiga biru itu ada pada bendera
atau ban lengan atau baju, maka bagi
segitiga itu adalah bendera„ ban lengan
atau baju berwama merah jingga.
(b) salah satu dari ketiga sudut segitiga itu
harus diarahkan tegak-lurus ke atas.
(c) tidak satupun sudut dari segitiga itu
menyentuh tepi dasar merah jingga
147
3. Tanda pengenal internasional harus besarnya
sepatutnya sesuai dengan keadaan. Tanda
pengenal itu, apabila mungkin, harus
diperlihatkan di atas permukaan yang datar atau
pada bendera yang dapat dilihat dari berbagai
jurusan dan dari tempat yang sejauh mungkin.
Tunduk kepada instruksi-instruksi pejabat
yang berwenang, anggota-anggota pertahan-
an sipil, sedapat mungkin, harus mengenakan
tutup kepala dan pakaian yang memakai tanda
pengenal internasional. Dimalam hari atau jika
kemungkinan penglihatan berkurang, tanda
tersebut boleh diterangi atau diperjelas, tanda
tersebut dapat juga dibuat dari bahan-bahan
yang memungkinkannya dapat dikenal melalui
alat-alat teknik deteksi.
SUB BAGIAN - VI --- BANGUNAN DAN INSTA-
LASI YANG MENGAN-
DUNG TENAGA YANG
MEMBAHAYAKAN
Pasal 16 --- Tanda khusus internasional
1. Tanda khusus internasional bagi bangunan-
bangunan dan instalasi-instalasi yang
mengandung tenaga yang membahayakan,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 56, ayat
(7), dari Protokol, harus berupa sekelompok
tiga bulatan berwarna merah jingga terang yang
sama besar ukurannya, yang diletakkan pada
satu poros dengan jarak antara tiap bulatan
satu jari-jari bulatan, sesuai dengan Gambar 5
seperti di bawah ini.
148
2. Tanda itu harus besarnya sepatumya sesuai
dengan keadaan.
Apabila dipasang di atas suatu permukaan
yang diperluas, tanda itu dapat diulang-
ulang pemasangannya sesering keadaan
memerlukannya. Apabila mungkin, tanda itu
harus diperlihatkan diatas permukaan yang
datar atau pada bendera sedemikian sehingga
dapat dilihat dari berbagai jurusan dan dari
tempat yang sejauh mungkin.
3. Pada bendera, jarak antara garis luar tanda
tersebut dengan sisi terdekat bendera itu
haruslah satu jari jari dan bulatan. Bendera itu
harus segi empat panjang dan berdasar putih.
4. Pada malam hari atau jika kemungkinan
penglihatan berkurang, tanda itu dapat diterangi
atau diperjelas. Tanda itu dapat pula dibuat
dari bahan-bahan yang kemungkinannya dapat
dikenal melalui alat-alat teknik deteksi.
Gambar 5 : Tanda khusus internasional bagi bangunan
dan instalasi yang mengandung tenaga yang
membahayakan
150
LAMPIRAN - II
KARTU IDENTITAS BAGI WARTAWAN YANG
SEDANG DALAM TUGAS PEKERJAAN YANG
BERBAHAYA
(Nama Negara yang mengeluarkan
kartu ini)
KARTU IDENTITAS BAGI
WARTAWAN YANG DALAM
TUGAS PEKERJAAN
BERBAHAYA
Muka
Perhatian
Kartu identitas ini dikeluarkan
untuk wartawan-wartawan yang
dalam tugas pekerjaan berbahaya
di daerah sengketa bersenjata.
Pemegang Kartu ini berhak diperla-
kukan sebagai seorang sipil di
bawah Konvensi-Konvensi Jenewa,
12 Agustus 1949, dan Protokol
Tambahan I, -- Kartu ini harus
s e t i a p w a k t u d i b a w a o l e h
pemegangnya. Apabila ia ditahan,
ia harus menyerahkannya kepada
Pejabat yang menahannya guna
membantu didalam pengenalannya.
Catatan :
n Dalam Kartu ldentitas ini selain bahasa Inggris, disertai
pula teks bahasa Arab, Spanyol, Perancis dan Rusia.
151
Belakang
Dikeluarkan oleh (Pejabat yang
berwenang)
................................................
Tempat : ............
Tanggal : ............Photo
pemegang
Kartu
Cap Pejabat
yang mengeluarkan
kartu ini
..................................
(Tanda tangan pemegang kartu)
Nama : ..................
Nama kecil : ..................
Tempat dan : ..................
Tanggal lahir : ..................
Wartawan dari : ..................
Pekerjaan Khusus : ..................
Berlaku sampai : ..................
Tinggi : ................
Mata : ................
Berat : ................
Rambut : ................
Jenis Darah : ................
Faktor Rh : ................
Agama
(tidak wajib) : .................
Sidik jari (tidak wajib) :
(Telunjuk kiri) (Telunjuk kanan)
Ciri-ciri khusus pengenalan pribadi :...................................................................................................................................................................
Catatan :
n Dalam Kartu ldentitas ini selain bahasa Inggris, disertai
pula teks bahasa Arab, Spanyol, Perancis dan Rusia.
152
PROTOKOL II
PROTOKOL TAIniAHAN PADA KONVENSI-
KONVENSI JENEWA
12 AGUSTUS 1949, DAN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN
SENGKETA-SENGKETA BERSENJATA RUKAN
INTERNASIONAL (PROTOKOL II)
MUKADIMAH
Pihak-Pihak Peserta Agung,
Mengingat bahwa asas-asas kemanusiaan yang
dijunjung tinggi dalam Pasal 3 yang umum dikenal dalam
Konvensi-Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949,
merupakan landasan bagi dihormatinya seseorang manusia
dalam peristiwa sengketa bersenjata yang bersifat bukan
internasional.
Mengingat lebih lanjut bahwa piagam-piagam
internasional mengenai hak-hak asasi manusia memberikan
suatu perlindungan dasar bagi seorang manusia.
Menandaskan perlunya menjamin suatu perlindungan
yang lebih baik bagi para korban sengketa-sengketa
bersenjata.
Mengingat bahwa dalam hal tidak dilindungi oleh
Undang-undang yang berlaku, seorang manusia itu tetap
berada di bawah perlindungan asas-asas kemanusiaan dan
suara hati nurani masyarakat.
Telah menyetujui sebagai berikut :
153
BAB - I
RUANG LINGKUP PROTOKOL INI
Pasal 1 --- Bidang penerapan materiil
1. Protokol ini, yang mengembangkan dan
melengkapi Pasal 3 yang umum dikenal pada
Konvensi-konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus
1949 tanpa merubah syarat-syarat pada semua
sengketa bersenjata yang tidak tercakup oleh
Pasal 1 Protokol Tambahan pada Konvensi-
konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949
dan yang berhubungan dengan Perlindungan
Korban-Korban Sengketa-Sengketa Bersenjata
Internasional (Protokol I) dan yang
berlangsung di wilayah dari suatu Pihak
Peserta Agung antara angkatan perangnya dan
angkatan perang pemberontak atau kelompok-
kelompok bersenjata pemberontak lainnya
yang terorganisir yang dibawah komando yang
bertanggung jawab melaksanakan kekuasaan
atas suatu bagian dari wilayahnya sehingga
memungkinkan mereka melaksanakan
operasi-operasi militer secara terus menerus
(sustained) dan yang teratur baik (concerted)
dan memungkinkan mereka melaksanakan
Protokol ini.
2. Protokol ini tidak boleh berlaku pada situasi-
situasi kekacauan dan ketegangan dalam
negeri, seperti kerusuhan-kerusuhan, tindakan-
tindakan kekerasan yang terpencil dan terjadi
disana sini dan tindakan-tindakan lainnya yang
bersifat serupa, yang tidak merupakan sengketa
bersenjata.
154
Pasal 2 --- Bidang penerapan atas orang-orang
1. Protokol ini harus diterapkan tanpa suatu
pembedaan yang merugikan yang didasarkan
atas ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama
atau kepercayaan, pandangan politik atau
pandangan lainnya, asal kebangsaan atau sosial,
kekayaan, keturunan atau kedudukan lainnya,
atau atas sesuatu patokan ukuran serupa lainnya
(dalam hal ini selanjutnya disebut sebagai
“pembedaan yang merugikan”) pada semua
orang yang terkena akibat suatu sengketa
bersenjata sebagaimana yang dirumuskan
dalam Pasal 1.
2. Pada akhir sengketa bersenjata, semua orang
yang telah dirampas kemerdekaan mereka atau
yang kemerdekaannya telah dibatasi karena
atasan-atasan yang berkaitan dengan sengketa
itu, maupun orang-orang yang kemerdekaanya
dirampas atau yang kemerdekaanya dibatasi
setelah sengketa itu karena atasan-atasan yang
sama, harus menikmati perlindungan di bawah
Pasal-pasal 5 dan 6 sampai perampasan atau
pembatasan kemerdekaannya berakhir.
Pasal 3 --- Tidak melakukan campur tangan (non
intervensi)
1. Tak ada sesualupun dalam protokol ini boleh
dipergunakan bagi tujuan yang mempengaruhi
kedaulatan suatu Negara atau tanggung jawab
dari pemerintah, dengan segala cara yang
sah, untuk mempertahankan atau memulihkan
kembali hukum dan ketertiban di Negara itu
155
atau untuk mempertahankan persatuan nasional
dan keutuhan wilayah negara itu.
2. Tak ada sesuatupun dalam Protokol ini boleh
dipergunakan sebagai suatu pembenaran bagi
campur tangan (intervensi), baik langsung
maupun tidak langsung, karena alasan apapun,
didalam sengketa bersenjata atau didalam
masalah-masalah dalam negeri atau luar negeri
dari Pihak Peserta Agung di wilayahnya dimana
sengketa itu terjadi.
BAR - II
PERLAKUAN PERI KEMANUSIAN
Pasal 4 --- Jaminan-jaminan dasar
l. Semua orang yang tidak turut secara langsung
atau yang sudah tidak lagi turut serta di dalam
permusuhan, baik yang kemerdekaanya dibatasi
ataupun tidak, berhak untuk dihormati pribadi,
martabat dan keyakinan serta ibadah-ibadah
keagamaannya. Dalam segala keadaan mereka
harus diperlakukan secara perikemanusiaan,
tanpa ada pembedaan yang merugikan.
Dilarang memerintahkan bahwa tak seorangpun
boleh dibiarkan hidup.
2. Tanpa mengurangi sifat umum ketentuan
diatas, tindakan-tindakan yang ditujukan
terhadap orang-orang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), adalah dan harus tetap dilarang
diwaktu dan ditempat apapun:
156
(a) Tindak kekerasan terhadap jiwa, orang,
kesehatan dan kesejahteraan jasmani
ataupun rokhani mereka, khususnya
terhadap pembunuhan atau perlakuan
kejam seperti penganiayaan, pengudungan
atau setiap bentuk penghukuman
jasmani.
(b) Hukuman kolektif;
(c) Penyanderaan;
(d) Tindakan terorisme;
(e) Pelecehan atas kehormatan pribadi,
terutama perlakuan yang menghina dan
merendahkan martabat wanita, perkosaan,
pelacuran dan setiap bentuk tindakan
yang tidak senonoh;
(f) Perbudakan dan perdagangan manusia
dalam segala bentuk;
(g) Perampokan;
(h) Ancaman untuk melakukan setiap
tindakan tersebut diatas.
3. Anak-anak harus mendapatkan perhatian
perawatan dan bantuan yang mereka butuhkan
terutama :
(a) Dalam bidang pendidikan, tenmasuk
pendidikan agama dan kesusilaan, sesuai
dengan keinginan orang tua mereka,
atau dalam keadaan tidak ada orang tua,
keinginan dari mereka yang bertanggung
jawab atas perawatan anak-anak itu;
157
(b) Harus diambil langkah yang patut untuk
mempermudah bersatunya kembali
keluarga yang terpisah sementara ;
(c) Adanya larangan bagi anak-anak yang
belum mencapai usia lima belas tahun
untuk direkrut dalam angkatan perang
ataupun kelompok-kelompok tertentu,
dan turut serta dalam permusuhan;
(d) Memberikan perlindungan istimewa
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal ini
bagi anak-anak yang belum mencapai
umur lima belas tahun, akan tetap berlaku
bagi mereka, seandainya mereka ikut
serta secara langsung dalam permusuhan,
walaupun telah diatur dalam sub ayat c
diatas, dan mereka ditawan;
(e) Mengambil tindakan-tindakan bila
diperlukan, bila mungkin dengan seijin
orang tua mereka atau orang-orang
yang berdasarkan undang-undang atau
adat kebiasaan bertanggung jawab atas
perawatan mereka, untuk memindahkan
anak-anak untuk sementara waktu dari
daerah dimana permusuhan sedang
berlangsung ke daerah yang lebih aman
di dalam negeri, dan menjamin bahwa
mereka disertai oleh orang-orang yang
bertanggung jawab atas keamanan dan
kesejahteraan mereka itu.
158
Pasal 5 --- Orang-orang yang kemerdekaannya dibatasi
1. Sebagai tambahan atas ketentuan dalam Pasal
4 di atas, ketentuan-ketentuan berikut ini
harus dihormati paling sedikit oleh orang-
orang yang dirampas kemerdekaannya karena
atasan-atasan yang berkaitan dengan sengketa
bersenjata, baik mereka itu diasingkan atau
ditahan yaitu :
(a) Yang luka dan yang sakit harus
diperlakukan sesuai dengan Pasal 7;
(b) Sama halnya dengan penduduk sipil
setempat, bagi orang-orang yang tersebut
dalam ayat ini, harus disediakan makanan
dan air minum, serta mendapatkan
jaminan perlindungan atas kesehatan dan
kebersihan, perlindungan dari kesulitan-
kesulitan yang terjadi karena iklim, dan
bahaya-bahaya karena adanya sengketa
bersenjata;
(c) mereka harus diperbolehkan menerima
pertolongan atau bantuan baik perorangan
maupun kolektif;
(d) mereka harus diperbolehkan melakukan
ibadah agama mereka, dan apabila diminta
dan layak, menerima bantuan spirituil dari
orang-orang seperti rokhaniwan dalam
melakukan fungsi keagamaan mereka;
(e) apabila mereka disuruh bekerja, mereka
harus menperoleh keuntungan sesuai
perjanjian kerja serta jaminan yang sama
159
dengan yang diperoleh penduduk sipil
setempat.
2. Mereka yang bertanggung jawab atas pengasingan
atau penahanan orang-orang yang tersebut dalam
ayat (1) diatas harus pula, di dalam batas-batas
kemampuan mereka, menghormati ketentuan-
ketentuan yang mengatur tentang orang-orang itu :
(a) kecuali apabila laki-laki dan perempuan
dari suatu keluarga ditempatkan di
tempat penampungan yang sama, maka
perempuan harus ditempatkan di tempat
tinggal yang terpisah dari tempat tinggal
laki-laki dan harus berada di bawah
pengawasan langsung penjaga wanita;
(b) orang-orang yang tersebut dalam ayat
(1), diperbolehkan mengirimkan dan
menerima surat-surat dan kartu-kartu,
yang apabila dianggap perlu jumlahnya
dibatasi oleh pejabat yang berwenang;
(c) tempat-tempat pengasingan dan
penahanan tidak boleh terletak dekat
daerah pertempuran. Orang-orang yang
tersebut dalam ayat (1) harus diungsikan
apabila tempat-tempat dimana mereka itu
diasingkan atau ditahan menjadi terbuka
untuk ancaman bahaya yang timbul
dari sengketa bersenjata, dan apabila
pengungsian itu dapat dilaksanakan dalam
keadaan keamanan yang memadai;
(d) Orang-orang tersebut harus mendapatkan
manfaat dari pemeriksaan kesehatan;
160
(e) Kesehatan dan keutuhan jasmani atau
rokhani mereka tidak boleh dibahayakan
karena sesuatu tindakan yang tak dapat
dibenarkan atau karena kelalaian. Oleh
karena itu, orang-orang yang tersebut
dalam pasal ini dilarang dikenakan
prosedur pemeriksaan kesehatan yang
tidak didasarkan atas petunjuk keadaan
kesehatan dari orang yang bersangkutan,
dan yang tidak sesuai dengan ukuran-
ukuran medis yang telah diterima secara
umum, yang diterapkan pada orang-orang
bebas di dalam keadaan yang serupa.
3 Orang-orang yang tidak termasuk dalam
ketentuan ayat (1) diatas, tetapi yang
kemerdekaanya telah dibatasi dalam segala hal,
karena atasan-atasan yang berkaitan dengan
sengketa bersenjata, harus diperlakukan secara
peri-kemanusiaan sesuai dengan Pasal 4 dan
ayat (1) huruf a, c dan d, serta ayat (2) huruf b
dari Pasal ini.
4. Apabila diputuskan untuk membebaskan
orang-orang yang dirampas kemerdekaanya,
maka mereka yang memutuskan memberi
kebebasan harus mengambil tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk menjamin keselamatan
orang-orang itu.
Pasal 6 --- Tuntutan-tuntutan pidana
1. Pasal ini berlaku bagi tuntutan dan hukuman
atas pelanggaran-pelanggaran kriminal yang
berkaitan dengan sengketa bersenjata.
161
2. Tidak ada hukuman yang boleh dijatuhkan
dan dilaksanakan terhadap seseorang yang
dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran,
kecuali yang berkaitan dengan keputusan yang
telah dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang
menawarkan jaminan dasar kebebasan dan
ketidak berpihakan, terutama bahwa :
(a) prosedur akan menjamin seorang
tersangka segera mendapat keterangan
tentang pelanggaran yang dituduhkan
terhadapnya dan memberikannya hak
untuk memperoleh pembelaan sebelum
dan selama pemeriksaan di pengadilan;
(b) tak seorangpun boleh dijatuhi hukuman
karena melakukan suatu pelanggaran,
kecuali atas dasar tanggung jawab pidana
perorangan;
(c) tak seorangpun boleh dinyatakan bersalah
atas suatu pelanggaran kriminal karena
suatu suatu tindakan atau kelalaian, yang
menurut undang-undang saat itu tidak
merupakan suatu pelanggaran kriminil,
dan tidak dapat dijatuhi hukuman yang
lebih berat daripada yang diterapkan
pada saat pelanggaran kriminil itu
dilakukan. Apabila setelah dilakukannya
pelanggaran itu, dan undang-undang
menerapkan ketentuan hukum yang lebih
ringan, maka pelanggar telah memperoleh
keuntungan dan padanya;
(d) setiap orang yang dituduh melakukan
suatu pelanggaran dianggap tidak bersalah
162
sampai kesalahannya itu terbukti menurut
undang-undang;
(e) setiap orang yang dituduh melakukan
suatu pelanggaran mempunyai hak untuk
diadili dalam kehadirannya;
(f) tak seorangpun dipaksa memberikan
keterangan yang merugikan dirinya
sendiri atau mengakui kesalahan.
3. Seorang terhukum harus diberitabukan tentang
hukuman yang dijatuhkan pengadilan, dan
hal-hal lainnya serta batas waktu pelaksanaan
hukuman.
4. Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan
terhadap orang-orang yang berusia di bawah
delapanbelas tahun pada saat pelanggaran
itu dilaksanakan dan juga terhadap wanita
yang sedang mengandung atau ibu-ibu yang
mempunyai anak-anak kecil.
5. Pada akhir permusuhan, pemerintah yang
berkuasa harus memberikan kesempatan luas
untuk pemberian amnesti bagi orang-orang yang
telah turut serta dalam sengketa bersenjata,
atau bagi mereka yang telah dirampas
kemerdekaannya karena alasan-alasan yang
berkaitan dengan sengketa bersenjata, baik
mereka yang diasingkan atau ditahan.
163
BAB - III
YANG LUKA, SAKIT DAN KORBAN KARAM
Pasal 7 --- Perlindungan dan perawatan
1. Semua orang yang luka, sakit dan korban
karam harus dihormati dan dilindungi tanpa
melihat apakah mereka telah turut serta dalam
sengketa bersenjata atau tidak.
2. Dalam segala keadaan mereka harus
diperlakukan secara peri kemanusiaan dan
harus menerima, sejauh dan sesegera mungkin
diberikan perawatan kesehatan dan perhatian
yang diperlukan. Tidak diperbolehkan adanya
pembedaan diantara mereka yang didasarkan
oleh atasan apapun selain dari pada alasan-
alasan kesehatan.
Pasal 8 --- Pencarian
Dalam keadaan mengijinkan, dan terutama
setelah suatu pertempuran, segala tindakan
harus diambil, tanpa ditunda-tunda, untuk
segera mencari dan mengumpulkan yang luka,
sakit dan korban karam, melindungi mereka
terhadap perampokan dan perlakuan buruk,
menjamin perawatan yang layak bagi mereka,
dan mencari yang tewas, mencegah harta
mereka dirampas, serta mengurusi secara layak
jenazah mereka.
164
Pasal 9 --- Perlindungan bagi anggota-anggota dinas
kesehatan dan dinas keagamaan
1. Anggota-anggota dinas kesehatan dan dinas
keagamaan harus dihormati dan dilindungi serta
disediakan segala bantuan dalam melaksanakan
kewajiban mereka. Mereka tidak boleh dipaksa
untuk melaksanakan tugas-tugas yang tidak
sesuai dengan misi kemanusiaan mereka.
2. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
mereka, anggota-anggota dinas kesehatan tidak
boleh diminta untuk memberikan pengutamaan
(prioritas) kepada siapapun juga kecuali atas
dasar pertimbangan atasan medis (medical
grounds)
Pasal 10 --- Perlindungan umum dalam tugas-tugas
kesehatan
1. Dalam keadaan apapun seseorang tidak boleh
dihukum karena melaksanakan tugas-tugas
kesehatan yang sesuai dengan etika kedokteran,
tanpa melihat siapapun orang yang mendapat
perawatan tersebut.
2. Orang-orang yang bertugas dalam kesatuan
kesehatan tidak boleh dipaksa melakukan
tindakan-tindakan atau melaksanakan
pekerjaan yang bertentangan, juga tidak boleh
dipaksa untuk menolak melakukan tindakan-
tindakan yang menurut ketentuan-ketentuan
dalam etika kedokteran, ketentuan-ketentuan
yang bertujuan membantu yang luka, sakit dan
korban karam, atau ketentuan dalam Protokol
ini.
165
3. Kewajiban-kewajiban profesional orang-orang
yang bekerja dalam kesatuan kesehatan untuk
memberikan keterangan tentang orang-orang
yang luka dan sakit yang berada di bawah
perawatan mereka, menurut undang-undang
nasional, harus dihormati.
4. Menurut hukum nasional, tak seorangpun
yang bekerja dalam kesatuan kesehatan
dalam keadaan apapun, dapat dihukum
karena menolak dan tidak dapat memberikan
keterangan tentang orang-orang yang luka dan
sakit, yang berada atau yang pernah berada di
dalam perawatannya.
Pasal 11 --- Perlindungan bagi satuan-satuan dan alat
angkutan kesehatan
1. Satuan-satuan dan alat angkutan kesehatan
harus dihormati dan dilindungi setiap saat dan
tidak boleh menjadi obyek serangan.
2. Perlindungan yang menjadi hak dari satuan-
satuan dan alat angkutan kesehatan tidak boleh
dihentikan kecuali jika mereka dipergunakan
untuk melakukan tindakan-tindakan yang
bersifat permusuhan, diluar fungsi kemanusiaan
mereka.
Perlindungan dapat dihentikan hanya
setelah diberikannya suatu peringatan yang
menetapkan, bilamana pelu, suatu batas waktu
yang masuk akal, dan setelah peringatan itu
tidak diindahkan.
166
Pasal 12 --- Lambang pengenal
Dibawah pengarahan dari pejabat yang
berwenang, lambang pengenal berupa palang
merah, bulan sabit merah dan singa dan matahari
merah diatas dasar putih harus diperlihatkan
oleh anggota-anggota dinas kesehatan dan
keagamaan, dan dipasang pada alat angkutan
kesehatan. Pemakaian lambang pengenal itu
tidak boleh disalahgunakan.
BA B - IV
PENDUDUK SIPIL
Pasal 13 --- Perlindungan bagi penduduk sipil
1. Penduduk sipil dan orang-orang sipil (individual
civilians) harus memperoleh perlindungan
umum terhadap bahaya yang timbul dari
operasi-operasi militer. Agar perlindungan
itu berjalan baik, maka ketentuan-ketentuan
berikut ini harus ditaati dalam segala keadaan.
2. Penduduk sipil maupun orang-orang sipil tidak
boleh menjadi sasaran serangan. Dilarang
melakukan tindakan-tindakan atau ancaman-
ancaman kekerasan yang tujuan utamanya
adalah menyebarkan terror dikalangan
penduduk sipil.
3. Penduduk sipil harus memperoleh perlindungan
sesuai ketentuan dalam Bab ini, kecuali dan
apabila mereka turut serta langsung dalam
permusuhan.
167
Pasal 14 --- Perlindungan obyek-obyek yang sangat
diperlukan bagi penduduk sipil.
Dilarang menimbulkan kelaparan pada
penduduk sipil sebagai suatu cara permusuhan.
Oleh karena itu, dilarang menyerang,
merusak, memindahkan atau menjadikan
tidak berfaedah, obyek-obyek yang sangat
diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk
sipil, seperti bahan makanan, daerah pertanian
untuk menghasilkan bahan makanan, hasil
panen, binatang ternak, instalasi air minum
dan perbekalan serta bangunan irigasi.
Pasal 15 --- Perlindungan bangunan dan instalasi yang
mengandung tenaga yang membayakan
Bangunan atau instalasi yang mengandung
tenaga yang membahayakan, misalnya
bendungan, tanggul dan pusat pembangkit
tenaga listrik nuklir, tidak boleh dijadikan
sasaran serangan, walaupun obyek-obyek
tersebut berada ditempat sasaran militer, apabila
serangan dapat menyebabkan terlepasnya
tenaga-tenaga yang membahayakan itu dan
mengakibatkan kerugian besar bagi penduduk
sipil.
Pasal 16 --- Perlindungan obyek-obyek budaya dan tempat-
tempat beribadah.
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam
Konvensi Den Haag tentang Perlindungan
Harta-Benda Kebudayaan sengketa bersenjata,
tanggal 14 Mei 1954, dilarang melakukan
168
tindakan permusuhan apapun yang ditujukan
pada monumen-monumen bersejarah, karya-
karya seni atau tempat-tempat beribadah yang
merupakan warisan kebudayaan atau spirituil
dari suatu bangsa dan menggunakannya untuk
menunjang usaha militer.
Pasal 17 --- Larangan pemindahan paksa penduduk sipil
1. Perintah pemindahan penduduk sipil karena
alasan-alasan yang berkaitan dengan sengketa
tidak boleh dikeluarkan, kecuali jika
keamanan bagi penduduk sipil yang terlibat
atau adanya atasan-atasan militer yang sangat
mendesak mengharuskan demikian. Dalam hal
pemindahan itu harus dilaksanakan, segala
tindakan yang memungkinkan harus diambil,
agar penduduk sipil dapat menerima keadaan
yang memuaskan, seperti tempat perlindungan,
kebersihan, kesehatan, keamanan dan gizi
makanan.
2. Penduduk sipil tidak dipaksa untuk
meninggalkan wilayah mereka sendiri karena
alasan-alasan yang berkaitan dengan sengketa
itu.
Pasal 18 --- Lembaga pemberi bantuan dan aksi pemberian
pertolongan
1. Lembaga-lembaga pemberi bantuan diwilayah
Pihak Peserta Agung, seperti organisasi-
organisasi Palang Merah (Bulan Sabit Merah,
Singa dan Matahari Merah), dapat menawarkan
jasa-jasa mereka dalam melaksanakan fungsi-
fungsi tradisionil mereka berkenaan dengan
169
korban-korban sengketa bersenjata. Penduduk
sipil atas prakarsa sendiri, boleh menawarkan
untuk mengumpulkan dan merawat yang luka,
sakit dan korban karam.
2. Apabila penduduk sipil menderita kesulitan
hidup diluar batas sebagai akibat kekurangan
perbekalan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidupnya, seperti bahan
makanan dan persediaan obat-obatan, maka
aksi-aksi pertolongan bagi penduduk sipil itu
yang semata-mata bersifat kemanusiaan dan
tidak berpihak, dan yang dilakukan tanpa suatu
perbedaan yang merugikan akan diusahakan
dengan seijin dari Pihak Peserta Agung yang
bersangkutan.
BA B - V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19 --- Penyebar-luasan
Protokol ini harus disebarluaskan seluas
mungkin.
Pasal 20 --- Penandatanganan
Protokol ini terbuka bagi penandatangan oleh
Pihak-Pihak Peserta Konvensi enam bulan
setelah penandatangan Akta akhir dan akan
tetap terbuka untuk jangka waktu dua betas
bulan.
170
Pasal 21 --- Ratifikasi
Protokol ini harus diratifikasi sesegera
mungkin. Piagam ratifikasi itu akan disimpan
pada Dewan Federal Swiss, sebagai negara
penyimpan Konvensi itu.
Pasal 22 --- Pernyataan turut-serta
Protokol ini terbuka bagi turut sertanya
setiap Pihak Peserta Konvensi yang belum
menandatanganinya. Piagam pernyataan
turut serta itu akan disimpan pada negara
penyimpan.
Pasal 23 --- Mulai berlakunya
1. Protokol ini mulai berlaku enam bulan setelah
dua piagam (dokumen) diratifikasi atau setelah
pernyataan turut-serta itu telah disimpan.
2. Bagi setiap Pihak Peserta Konvensi setelah
meratifikasi atau menyatakan turut-serta pada
Protokol ini, maka Protokol ini mulai berlaku
enam bulan setelah piagam (dokumen) ratifikasi
atau pernyataan turut-serta oleh Pihak tersebut
disimpan (deposit).
Pasal 24 --- Amandemen
1. Setiap Pihak Peserta Agung dapat mengusulkan
amandemen-amandemen pada Protokol ini.
Naskah setiap amandemen yang diusulkan itu
harus diberitabukan kepada negara penyimpan
yang selanjutnya harus memutuskan, setelah
berkonsultasi dengan semua Pihak-Pihak Peserta
Agung dan Komite Internasional Palang Merah,
171
tentang perlunya diselenggarakan konferensi
untuk mempertimbangkan amandemen yang
diusulkan itu.
2. Negara penyimpan harus mengundang semua
Pihak Peserta Agung maupun Pihak-Pihak
Peserta Konvensi, baik mereka itu penanda
tangan atau bukan dari Protokol ini, untuk
menghadiri konferensi itu.
Pasal 25 --- Pernyataan tidak terikat lagi
1. Apabila suatu Pihak Peserta Agung hendak
menyatakan tidak terikat pada Protokol ini, maka
pernyataan tidak terikat itu baru berlaku enam
bulan setelah diterimanya piagam (dokumen)
pernyataan tidak terikat lagi tersebut.
Akan tetapi, apabila pada saat habis masa
berlaku enam bulan itu pihak yang menyatakan
tidak terikat itu terlibat dalam keadaan seperti
yang disebut dalam pasal 1, maka pernyataan
tidak terikat itu tidak akan berlaku sebelum
berakhirnya sengketa bersenjata.
Sekalipun demikian, orang-orang yang
telah dirampas kemerdekaannya, atau yang
kemerdekaannya telah dibatasi, karena alasan-
alasan yang berhubungan dengan sengketa itu,
harus tetap terus mendapatkan keuntungan
dari ketentuan-ketentuan Protokol ini sampai
pelepasan terakhir mereka.
172
2. Pernyataan tidak terikat itu harus diberitabukan
secara tertulis kepada negara penyimpan, yang
selanjutnya harus meneruskannya kepada
semua Pihak Peserta Agung.
Pasal 26 --- Pemberitahuan
1. Negara penyimpan akan memberitahu Pihak-
Pihak Peserta Agung maupun Pihak-Pihak
Peserta Konvensi, baik apakah mereka itu
penanda tangan atau bukan dari Protokol ini,
tentang :
(a) tandatangan-tandatangan yang
dibubuhkan pada Protokol ini dan
penyimpan piagam-piagam ratifikasi
(dokumen-dokumen) dan pernyataan
turut-serta berdasarkan Pasal-Pasal 21
dan 22.
(b) tanggal mulai berlakunya Protokol ini
berdasarkan Pasal 23, dan
(c) komunikasi dan pernyataan yang diterima
berdasarkan Pasal 24.
Pasal 27 --- Pendaftaran
1. Setelah mulai berlaku, Protokol ini harus
dikirimkan oleh negara penyimpan kepada
Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk didaftarkan dan diumumkan (dipu-
blikasi), sesuai dengan Pasal 102 dari Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Negara penyimpan harus juga memberitahukan
kepada Sekretariat Perserikatan Bangsa-
173
Bangsa tentang semua ratifikasi dan pernyataan
turutserta yang diterimanya berkenaan dengan
Protokol ini.
Pasal 28 --- Naskah-naskah otentik
Naskah-naskah dari Protokol ini, yang dibuat
dalam bahasa-bahasa Arab, Cina, Inggris,
Perancis, Rusia dan Spanyol, yang kesemuanya
sama otentiknya, harus disimpan pada negara
penyimpan, yang harus mengirimkan salinan-
salinannya yang menjamin kebenarannya
kepada semua Pihak Peserta Konvensi itu.
top related