psikologi tumbuh kembang anak
Post on 23-Oct-2015
36 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Latar Belakang
Masa balita adalah masa emas dalam rentang perkembangan seorang individu.Pada masa
ini, pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, keterampilan motorik dan sosial emosi
berjalan demikian pesatnya. Masa balita juga merupakan masa kritis yang akan menentukan hasil
proses tumbuh kembang anak selanjutnya. Dalam masa perkembangan balita, anak mengalami
perubahan yang terjadi dalam hal perubahan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian (Soetjiningsih, 2005).
Frankenburg dkk (1981) dalam (Soetjiningsih, 2005), melalui DDST (Denver
Developmental Screening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam
menilai perkembangan anak balita, salah satunya adalah personal sosial (kepribadian / tingkah
laku sosial ). Adapun aspek aspek yang berhubungan adalah kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan beriteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan personal sosial sangat dipengaruhi
lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua / orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan
kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Dalam perkembangan anak terdapat
masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Stimulasi merupakan salah satu faktor
dalam pencapaian perkembangan personal sosial adalah upaya orang tua atau keluarga untuk
mengajak anak bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang. Aktivitas bermain dan
suasana cinta ini penting guna merangsang seluruh sistem indera, melatih kemampuan motorik
halus dan kasar, kemampuan berkomunikasi serta perasaan dan pikiran anak. Rangsangan atau
stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor eksternal yang sangat penting dalam menentukan
perkembangan anak (Agusminto, 2008).
Salah satu stimulasi yang dapat meningkatkan perkembangan personal sosial adalah
stimulasi kecerdasan multipel (multiple inteligensia) merupakan berbagai jenis stimulasi
kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak antara lain verbal-linguistic (kemampuan
menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat, diskusi, tulisan), logical–mathematical
(kemampuan menggunakan logika-matematik dalam memecahkan berbagai masalah), visual
spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), body-kinesthetic (ketrampilan gerak, menari,
1
olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dengan bunyi, nada, melodi, irama),
intrapersonal (kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri), interpersonal
(kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist (kemampuan
memahami dan memanfaatkan lingkungan) (Meta, 2009).
Kemampuan orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan terhadap anaknya
dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan jumlah
anak. Ketidakmampuan dalam memberikan stimulasi akan membuat orang cenderung
membiarkan anak berkembang apa adanya tanpa rangsangan dari luar sementara mereka juga
memberi perlindungan yang berlebih kepada anaknya sehingga menghambat kesiapan
berkembangnya kemampuan anak, banyak orang awam khususnya orang tua berpendapat bahwa
masalah tumbuh kembang yang terjadi pada anak bisa berkurang bahkan hilang sendiri dengan
perjalanan waktu seiring bertambahnya usia anak (Retno, 2009).
Seorang balita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan, bahaya yang timbul
bukan hanya saat ini saja tapi juga berpengaruh sampai beberapa tahun ke depan karena beberapa
alasan antara lain pengembangan psikososial yang terlambat akan menimbulkan akibat yang
tidak dan kurang menguntungkan pada perkembangan konsep diri anak, ketidaktepatan konsep-
konsep yang dipelajari selama masa ini sangat berbahaya karena kesalahan konsep-konsep ini
seringkali berurat berakar sebelum diketahui oleh orang-orang dewasa sehingga akan timbul
masalah pada perilaku dan emosinya (Monks, 2005). Alasan kedua, keterlambatan
pengembangan personal sosial berbahaya karena tidak menyediakan landasan bagi ketrampilan
berinteraksi dengan lingkungan. Tidak adanya landasan bagi ketrampilan personal sosial
menyebabkan balita akan terlambat dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya sehingga balita
juga bermasalah dalam hubungan sosial awal karena tidak diterima oleh teman sebayanya yang
akan menyebabkan balita merasa kesepian dan tidak mempunyai kesempatan untuk berperilaku
sesuai dengan harapan teman sebaya (Monks, 2005).
2
Pembahasan
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena
itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Komunikasi
merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan orang lain, dengan adanya
komunikasi maka terjadilah hubungan sosial, karena bahwa manusia itu adalah sebagai makluk
social, di antara yang dengan yang lainnya saling membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi
yang timbalk balik. Dalam hubungan seseorang dengan orang lain tentunya terjadinya proses
komunikasi itu tentunya tidak terlepas dari tujuan yang menjadi topik atau pokok pembahasan,
dan juga untuk tercapainya proses penyampaian informasi itu akan berhasil apabila ditunjang
dengan alat atau media sebagai sarana penyaluran informasi atau berita. Dalam kenyataannya
bahwa proses komunikasi itu tidak selama lancar , hal terjadi dikarenakan kurangnya
memperhatikan unsur-unsur yang mestinya ada dalam proses komunikasi. Dari uraian tersebut,
bahwa dalam komunikasi itu perlu diperhatikan mengenai unsur-unsur yang berkaitan dengan
proses komunikasi, baik itu oleh komunikator maupun oleh komunikan, dan juga bahwa
komunikator harus memahami dari tujuan komunikasi.
Tumbuh Kembang Anak Dari Segi Sosial.
Tumbuh kembangnya anak dari segi sosial dapat dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
o Masa Bayi (sosialisasi elementer)
Pada masa ini anak akan mengalaminya dalam waktu kurang lebih sekitar umur 15-18 bulan,
perkembangannya tergantung dari evolusi ataupun perubahannya dari kemampuan
bawaannya. Seperti contoh: perilaku yang tidak baik akan mempengaruhi tingkah laku anak.
Memberikan perhatian dalam segala hal apa pun akan mempermudah pada alat sensorik
maupun motorik emosional dalam bahasa untuk melakukan perkembangan social yang akan
lanjut.
o Masa Kanak-Kanak
Meniru sutu pekerjaan yang dilakukan orang tunya dapat ia lakukan pada saat si anak
mencapai usia sekitar 18 bulan pertama, namun hal yang ia kerjakan bersifat menentang atau
melawan dari setiap reaksi dengan marah-marah ataupun dengan ribut. Mulainya bersifat
3
dengan tegas dan susah dikendalikan yaitu mulai dirasakan pada saat anak mulai menginjak
usia sekitar 2 tahun.
Prinsip-prinsip Perkembangan Psikososial Anak Usia Dini
1) Pengalaman Masa Lalu.
Anak yang percaya dengan lingkungan sekitarnya akan berkembang menjadi anak yang
memiliki otonom. Otonomi ini diungkapkan dengan rasa bebas untuk melakukan eksplorasi
terhadap lingkungannya. Anak yang tidak memiliki kepercayaan terhadap lingkungan di
sekitarnya akan menjadi anak yang malu dan ragu-ragu.
2) Perkembangan di Masa yang Akan Datang.
Masa sekolah merupakan masa yang positif dalam usia dini. Positif berarti mengembangkan
anak sesuai dengan fase perkembangan psikososialnya. Apabila anak tidak mengalami
perkembangan psikososial, anak akan terhambat dalam perkembangan psikososial.
3) Perlakuan Orang-orang di Sekitar Anak.
Orang-orang yang ada di sekitar anak berperan dalam mengembangkan psikososial
anak.Memberikan anak untuk berinteraksi sosial, untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya.
Perkembangan Emosi dan Sosial
Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang
bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat
menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat
penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan kemampuan kognitif
dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam
Pamela W., 1995:417). Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan
kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417).
Keluarga dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan
perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
4
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh
terhadap perilaku anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan
emosional, yaitu :
a) Dicintai, b) Dihargai, c) Merasa aman, c) Merasa kompeten, d) Mengoptimalkan
kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam
mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh
ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan
memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan
anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain :
a) Ekspresi wajah, b) Napas, c) Ruang gerak, d) Pergerakan tangan dan lengan
Perilaku Emosional dalam Masa Bayi
Pada waktu lahir, emosi tampak dalam bentuk sederhana, hampir tidak terbedakan sama
sekali. Dengan bertambahnya usia, berbagai reaksi emosional menjadi kurang sabar, kurang acak
dan lebih terbedakan, dan reaksi emosional dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsangan.
Ada dua ciri khusus dari emosi masa bayi pertama, emosi bayi sangat berbeda dengan
emosi remaja dan orang dewasa, dan kadang-kadang dari anak-anak yang lebih tua. Emosi bayi
misalnya, disertai oleh reaksi perilaku yang terlampau hebat bagi rangsangan yang
menimbulkannya, terutama dalam hal marah dan takut. Emosi-emosi itu singkat saja tetapi kuat:
sering muncul tetapi bersifat sementara dan berubah menjadi emosi lain kalau perhatian bayi
dialihkan.
Kedua, emosi lebih mudah dibiasakan pada masa bayi dibandingkan pada periode-
periode lain. Ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan intelektual bayi sehingga mereka
mudah dan cepat bereaksi terhadap rangsangan yang pada waktu lalu membangkitkan reaksi
emosional. Kadang-kadang misalnya bayi tidak mau masuk ke kamar dokter kalau pada
kunjungan terakhir ia disuntik.
5
Pola Emosi yang Umum
Terdapat sejumlah pola emosional tertentu yang umum pada bayi.reaksi emosional bayi
berbeda terhadap beberapa rangsangan tertentu yang berlainan, bergantung sebagian besar pada
pengalaman lalunya. Misalnya, bayi yang jarang berhadapan dengan orang-orang diluar rumah
atau yang dirawat hampir secara terpisah dari anggota-anggota keluarganya cenderung
mengalami “masa lalu” yang lebih menonjol dari pada bayi yang banyak berhubungan dengan
orang-orang di luar rumah dan dirawat oleh nenek, perawat bayi,orang tua dan saudara-
saudaranya.
Perbedaan-perbedaan dalam reaksi emosi mulai tampak dalam masa bayi dan di
pengaruhi oleh sejumlah factor, terutama oleh kondisi-kondisi fisik dan mental dari bayi pada
masa munculnya rangsangan dan berhasil tidaknya reaksi yang pernah diberikan sebelumnya
dalam memenuhi kebutuhannya. Kalau di waktu lalu, bayi dihukum karena menarik, menggit,
atau merobek sesuatu, ia akan memuaskan rasa ingin tahunya dengan pendekatan tanpa tangan,
hanya melihat benda dan menyentuhnya.
Dominasi Emosi dalam Masa Bayi
Salah satu perbedaan terpenting dalam reaksi emosional meliputi dominasi emosi
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Beberapa bayi mengalami lebih banyak emosi senang
dari pada tidak senang, sedangkan bayi lain mengalami sebaliknya, bergantung terutama pada
kondisi fisik dan kondisi-kondisi dalam lingkungan.
Misalnya, bayi yang lebih banyak menangis karena marah atau takut dari pada tersenyum
atau menunjukkan emosi senang lainnya, akan sakit-sakitan atau akan hidup dalam lingkungan di
mana ia diabaikan atau dikenakan hukuman. Sebaliknya, bayi dengan dominasi emosi senang
akan berada dalam kondisi fisik yang lebih baik atau hidup dalam lingkungan yang merangsang
emosi yang menyenangkan dan di mana ia dilindungi dari rangsangan yang biasnya akan
menimbulkan emosi tidak menyenangkan seperti takut dan marah.
Pada semua usia kuatnya emosi senang merupakan jaminan untuk penyesuaian yang baik
dari pada kuatnya emosi kurang senang. Terlebih pada masa bayi. Bayi yang mengalami banyak
emosi senang meletakkan dasar-dasar untuk menyesuaian pribadi dan menyesuaian social yang
baik dan untuk pola-pola perilaku yang akan menimbulkan kebahagiaan.
6
Pola Emosional Yang Lazim Pada Masa Bayi
Kemarahan
Pasangan yang lazim membangkitkan kemarahan bayi adalah campur tangan terhadap
gerakan-gerakan mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, tidak mengizinkannya mengerti
sendiri, dan tidak memperkenankannya melakukan apa yang dia inginkan. Lazimnya, tanggapan
marah mengambil bentuk menjerit, meronta-ronta, menendangkan kaki, mengibaskan tangan,
dan memukul atau menendang apa saja yang ada di dekatnya. Pada tahun kedua bayi dapat juga
melonjak-lonjak, berguling-guling, meronta-ronta dan menahan nafas.
Ketakuan
Perangsang yang paling mungkin membangkitkan ketakutan bayi adalah suara keras
orang, barang, dan situasi asing, ruang gelap, tempat tinggi dan binatang. Perangsang yang
terjadi tiba-tiba atau tidak terduga atau yang tidak lazim bagi bayi biasanya membangkitkan rasa
takut juga. Tanggapan rasa takut yang lazim pada masa bayi terdiri dari upaya menjauhkan diri
dari perangsang yang menakutkan dengan merengek, menangis, dan menahan nafas.
Rasa ingin tahu
Setiap mainan atau barang baru dan tidak biasa adalah perangsang untuk keingintahuan
kecuali jika kebaruan itu begitu tegas sehingga menimbulkan ketakutan. Bila rasa takut
berkurang, ia akan digantikan oleh rasa ingin tahu. Bayi mudah mengungkapkan rasa ingin
tahunya terutama melalui ekspresi wajah-menegangkan otot muka, membuka mulut, dan
menjulurkan lidah, kemudian, bayi akan menangkap barang yang membangkitkan rasa ingin
tahunya tersebut, memegang, membolak-balik, melempar, atau memasukannya ke mulutnya.
Kegembiraan
Kegembiraan dirangsang oleh kesenangan fisik. Pada bulan kedua atau ketiga, bayi
bereaksi pada orang yang mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati dan
memperhatikannya. Mereka mengungkapkan rasa senang atau kegembiraannya dengan
tersenyum,tertawa, dan menggerakan lengan serta kakinya. Bila rasa senang sangat besar, bayi
berdekut, berdeguk, atau bahkan berteriak dengan gembira, dan semua gerakan tubuh menjadi
makin intensif.
Afeksi
Setiap orang yang mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmaninya, atau
memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka. Kemudian, mainan dan
7
hewan kesayangan keluarga mungkin juga menjadi objek cinta bagi mereka. Umumnya, bayi
mengungkapkan efeksinya dengan memeluk, menepuk, dan mencium barang atau orang yang
dicintai.
Usia 7-12 bulan
Saat usia ini ungkapan emosi melalui perubahan tubuh dan roman muka. Perkembangan
emosinya sejak permulaan masa bayi, yakni lingkungan mempengaruhi perkembangan
emosional anak.Perkembangan emosi berjalan maju seiring pertumbuhan dan kematangan
biologis.Kehidupan emosi pada tahun pertama kehidupan anak harus berlangsung dengan baik
apabila tidak ingin terjadi permasalahan yang berhubungan dengan perkembangan setelah
dewasa.Sudah sejak lahir emosi bayi berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan orang
tua dan kemudian dengan orang-orang terdekat yang ada di lingkungannya.
Perkembangan sosial, pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial atau
homosapiens yang selalu berinteraksi dengan orang lain dan memerlukan mereka baik langsung
maupun tidak langsung. Perkembangan sosial mengikuti suatu pola, yaitu urutan perilaku sosial
yang teratur dan pola ini sama pada semua anak di dalam suatu kelompok budaya. Selama tahun
pertama masa bayi, umumnya anak masih dalam keadaan seimbang yang membuat anak tampak
ramah, mudah dirawat dan menyenangkan.
Dasar Teori
Freud dalam Suryabrata (1987) menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu
sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan.Selain mengalami masa
oral, sepanjang kehidupannya seorang mengalami berbagai dimensi perkembangan yang meliputi
berbagai segi kehidupan.
Menurut Gessel, pada usia satu tahun perkembangan anak didominasi oleh proses
pematangan aspek fisiologis, sedangkan menurut Piaget dan Inhelder, pada usia ini anak mampu
untuk melihat dirinya sendiri sebagai obyek dalam hubungan dengan objek-objek di sekitarnya
(Hurlock, 1999).
Hurlock (1999) seorang ahli pendidikan anak memberikan beberapa peristilahan yang
berhubungan dengan masa bayi yaitu:
1. Masa dasar
2. Masa bekurangnya ketergantungan
3. Masa meningkatnya individualitas
8
4. Masa permulaan sosialisasi
5. Masa yang lucu dan menarik
6. Masa berbahaya
Berdasarkan pemaparan di atas, jelaslah bahwa usia satu tahun merupakan bagian dari masa
penting dari kehidupan seorang anak.
Usia 2 tahun
Usia dua tahun merupakan awal kehidupan yang sangat berarti bagi seorang anak dimana
ia akan tumbuh menjadi sosok alami yang berbeda dari periode-periode berikutnya. Tingkah laku
anak pada usia dua tahun tidak lagi didominasi oleh tingkah laku spontan, tetapi sudah
merupakan tingkah laku yang lebih terkendali karena di dalam beraktivitas anak mulai
menggunakan otot dan otaknya.
Dilihat dari aspek perkembangan, anak dua tahun mampu bersosialisasi. Anak mulai
mencapai puncak rasa takut yang khas, emosi-emosi berlangsung singkat tetapi kuat, sering
muncul tetapi bersifat sementara dan berubah menjadi emosi lain jika perhatian dialihkan.
Dasar Teoritis
Menurut Piaget, anak usia 2 tahun masih berada dalam tahap akhir perkembangan
sensory motor dimana anak belajar melalui ”five sense” panca inderanya yang diwujudkan
melalui gerakan reflek. Pengamatan yang dilakukan Piaget membuatnya mengambil kesimpulan
bahwa anak dalam masa pra-operasional melihat sesuatu benar-benar dari sudut pandangnya
sendiri yang dikatakan sebagai Egosentris.
Charlotte Buhler dalam Lubis (1987) menempatkan anak usia 2 tahun dalam masa kedua
dimana keadaan dunia luar mulai dikuasai dan dikenalnya melalui bermain, kemajuan bahasa
dan pertumbuhan berbagai aspek kemampuan yang semakin bervariasi. Menurut pandangan
Erikson pada anak usia 2 tahun anak mengalami otonomi yang berlawanan dengan rasa malu dan
ragu-ragu.
Menurut Harlock (1980), anak usia 2 tahun berada dalam tahap mainan (toy stage).
Rubin, Frein, Vandenberg dan Smilansky berpendapat bahwa anak usia 2 tahun berada dalam
masa bermain fungsional (Functional Play) dimana anak senang akan gerakan yang bersifat
sederhana dan berulang-ulang.
Usia 3-5 tahun
9
Berdasarkan tinjauan Psikologi Perkembangan pada saat memasuki usia 3 tahun, biasanya
seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya.
Perilaku anak usia 3 tahun diwarnai imajinasi, umumnya mereka masih sulit untuk membedakan
antara imajinasi dengan realitas
Pada tahap selanjutnya, sekitar usia 4 tahun seorang anak semakin bersemangat untuk
mempelajari hal-hal baru. Pada umumnya di akhir usia yang keempat, daya khayal anak semakin
menipis seiring dengan meningkatnya kemampuan memahami realitas.
Masa kanak-kanak khususnya usia 3-5 tahun, pada sebagian besar anak dirasakan seolah-
olah sebagai masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan, yaitu:
o Usia Sulit. Sebagian besar orang tua menganggap awal masa kanak-kanak sebagai usia yang
mengundang masalah.
o Usia Bermain. Berbagai studi tentang berbagai cara bermain dan alat permainan pada anak
menunjukkan bahwa kegiatan bermain mencapai puncaknya.
o Usia Prasekolah. Karena pada masa ini sebagian besar anak-anak sudah mulai mengikuti
pendidikan ’formal’ seperti di kelompok bermain dan Taman Kanak-Kanak.
o Masa Berkelompok. Pada masa inilah anak tumbuh dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk mempelajari dasar-dasar berperilaku sosial.
o Usia Penjelajah. Sebuah label yang menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui
keadaan lingkungannya.
o Usia Bertanya. Salah satu cara yang umum dalam menjelajahi lingkungan adalah dengan
bertanya, jadi periode ini sering juga disebut usia bertanya.
o Usia Meniru. Karena masa ini merupakan masa peka untuk menjadi sama dengan orang lain
di sekitarnya.
o Masa Kreatif. Diyakini bahwa kreativitas yang ditunjukkan anak pada masa ini merupakan
bentuk kreativitas yang original dengan frekuensi kemunculannya yang seolah tanpa
terkendali.
Dasar Teoritis
Menurut Montessori masa ini ditandai dengan masa peka terhadap segala stimulus yang
diterimanya melalui panca indera. Piaget berpandapat bahwa anak pada rentang usia ini masuk
dalam perkembangan berpikir pra operasional kongkrit.
10
Social Skills Milestones
Satu Tahun:
Tersenyum dengan spontan
Memberikan respon yang berbeda pada orang lain yang tidak dikenal daripada pada orang
yang dikenal
Memberikan perhatian saat namanya dipanggil
Memberikan respon ketika dilarang
Meniru perilaku sederhana orang lain
Antara satu tahun dan dua tahun:
Memperhatikan dirinya sendiri di cermin atau
Melihat gambar dirinya di foto
Mengetahui namanya sendiri
Bermain sendiri; initiates own play
Meniru perilaku orang dewasa ketika bermain
Menolong mengambil barang barang
Usia dua dan tiga tahun:
Bermain dekat dengan anak lain
Melihat anak-anak lain; bergabung bermain dengan anak lain
Sudah mulai mampu mempertahankan diri
Mulai bermain rumah-rumahan
Bermain sendiri
Ikut berpartisipasi dalam kegiatan sederhana dalam kelompok
Mulai mengetahui jenis kelamin
Usia antara tiga dan empat tahun:
Bermain bersama anak-anak lain; Mulai berinteraksi dengan anak lain
Berbagi permainan ; mengantri dengan arahan dari orang dewasa
Mulai bermain peran , berakting
Usia antara empat dan lima tahun :
Bermain dan berinteraksi dengan anak-anak lain
Bermain peran sudah mendekati kenyataan , dengan memberikan perhatian dan lebih detil
seperti waktu dan ruang
11
Bermain dengan kostum
Ada ketertarikan dengan mengeksplorasi perbedaan jenis kelamin
Usia antara lima dan enam tahun:
Memilih teman
Bermain permainan sederhana(ex:games komputer)
Bermain permainan yang lebih kompetitif
Sudah bermain secara kooperatif dengan anak-anak (mengambil keputusan), permainan
dengan aturan , bermainnya sudah lebih adil/fair
Pola Perkembangan Perilaku Sosial
Perilaku sosial dini mengikuti pola yang cukup dapat diramalkan meskipun dapat terjadi
perbedaan-perbedaan karena keadaan kesehatan atau keadaan emosi atau kondisi lingkungan.
Pada saat di lahirkan bayi tidak memilih dalam arti tidak memperduliakan siapa yang mengurus
kebutuhan fisiknya. Nyatanya bayi dapat ditekankan baik oleh botol air panas, bantal yang
empuk, maupun oleh belaian-beaian manusia. Tetapi sekitar usia enam bulan timbul senyum
sebagai reaksi terhadap rangsang perabaan yang dikenakan pada bibir yang menimbulkan seflek
senyum dan ini dianggap sebagai permulaan sebagai sosialisasi.
Selama tahun pertama masa bayi, bayi dalam keadaan seimbang yang membuat ia ramah,
mudah dirawat dan menyenangkan. Sekitar pertengahan tahun kedua, keseimbangan berubah
menjadi ketidakseimbangan sehingga bayi menjadi rewel, tidak kooperatif dan sulit dihadapi.
Sebelumnya masa bayi berakhir keseimbangan kembali lagi dan bayi kembali lagi dan bayi
kembali memperlihatkan perilaku yang menyenangkan dan perilaku social.
Perkembangan sosialisasi
Pengalaman sosial yang dini memainkan peranan yang penting dalam menentukan
hubungan social di masa depan dan pola perilaku terhadap orang-orang lain. Dan karena
kehidupan bayi berpusat disekitar rumah, maka di rumahlah diletakkan dasar perilaku dan sikap
socialnya kelak. Terdapat sedikit bukti yang menyatakan bahwa sikap social atau antisocial
merupakan sikap bawaan. Malahan, apakah seseorang menjadi terikat ke luar atau ke dalam
ekstrovert atau introvert bergantung terutama pada pengalaman-pengalaman social awal.
Penelitian tentang penyesuaian social anak-anak yang lebih besar dan bahkan para remaja
menunjukkan pentingnya peletakan dasar-dasar social pada masa bayi. Hal ini berdasarkan dua
alasan. Pertama, jenis perilaku yang di perlihatkan bayi-bayi dalam situasi sosial mempengaruhi
12
penyesuaian pribadi dan sosialnya. Seprti ditunjukan oleh tautermannova,” Seorang anak yang
tersenyum cenderung lebih banyak memancing perasaan yang intensif dari ibu dan menjadi
pasangan yang baik dalam hubungannya dengan ibunya atau pengasuh yang lain dan
memperoleh perhatian yang lebih banyak dari orang dewasa dari pada mereka yang kurang
senyum. Passman menerangkan bahwa kalau anak usia dua atau tiga tahun telah terikat pada
beberapa benda, mainan atau selimut yang disukai, maka “ benda kesayangan, dapat berupa
benda mati atau benda hidup, dapat berfungsi sebagai pengurangan rasa khawatir. Kalau seorang
anak prasekolah ditemani oleh benda kesayangan, maka kekahawatiran menghadapi situasi baru
akan berkurang dan memudahkan penyesuaian diri dalam situasi itu.
Alasan kedua mengapa dasar-dasar sosial yang dini itu penting adalah bahwa sekali
terbentuk dasar-dasar itu cenderung menetap kalau anak menjadi lebih besar. Anak yang pada
saat bayi banyak menangis cenderung agresif dan menunjukkan perilaku-perilaku yang mencari
perhatian lain. Sebaliknya, bayi yang ramah dan lebih bahagia biasanya penyesuaian sosialnya
lebih baik apabila telah menjadi besar nantinya.
Tentu saja ini tidak berarti bahwa kondisi-kondisi tidak dapat diubah dengan bertambah
majunya bayi atau selama masa kanak-kanak ketika menjadi jelas bahwa dasar-dasar yang buruk
merupakan penyebab dari penyesuaian pribadi dan penyesuaian social yang buruk. Tetapi,
mengadakan perubahan setelah pola perilaku menjadi kebiasaan tidaklah mudah. Juga tidak ada
jaminan bahwa perubahan-perubahan ini akan sempurna. Itulah sebabnya mengapa dasar-dasar
social yang baik sangat penting selama tahun-tahun masa bayi.
13
Withdrawal (menarik diri)
Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Menurut Townsend, M.C
(1998) Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Sedangkan
menurut Depkes RI (1989) Penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan
melepaskan diri baik perhatian ataupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara
langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap. Jadi menarik diri adalah
keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan dan
menghindari interaksi dengan orang lain secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap.
Deskripsi Kasus
Dodi adalah anak pertama dari dua bersaudara, berusia 5 tahun 6 bulan, saat ini Dodi
duduk di TK Besar.Ibunya mengeluhkan bahwa klien tidak mau pisah dari ibunya.Harus
ditunggui oleh ibunya pada saat sekolah, padahal sewaktu Dodi duduk di TK Kecil mau ditinggal
ibu.Menurut cerita ibu lagi, sewaktu Dodi di Play Grup pernah dijahili temannya. Akhir-akhir
ini, Dodikalau ditinggal oleh ibunya akan marah-marah dan menangis, hal ini sudah terjadi
kurang lebih satu bulan
Dasar Teori
Menurut DSM IV, gejala-gejala yang menunjuk kepada social anxiety seperti menangis,
tantrum, bergetar ketika berada di situasi sosial yang baru dan belum ia kenal setidaknya
berlangsung selama 6 bulan dan berpengaruh pada fungsi harian seseorang(Kearney, 2006).
Social anxiety and withdrawal adalah ketakutan terhadap lingkungan sosial atau situasi
yang dapat menghasilkan perbuatan yang dapat memunculkan rasa malu, yang dapat ditandai
dan muncul terus menerus (American Psychiatric Association dalam Kearney, 2006).
Social Withdrawal dapat dikatakan sebagai perilaku non sosial yang terdiri dari dua
macam perilaku, yaitu solitary-passive withdrawal (yang terdiri dari sikap diam atau tanpa gerak
dalam mengeksplorasi objek dan/atau aktivitas konstruktif ketika sedang bermain sendiri) dan
Reticence (sikap berdiam diri yang merupakan refleksi dari ketakutan dan kecemaan sosial dalam
konteks hubungan dengan teman sebayanya) (Nelson;Rubin;&Fox, 2005).
14
Sedangkan Withdrawal dalam Kamus Psikologi dapat dikatakan sebagai penarikan diri:
1) Memilih untuk tidak berbuat dalam menghadapi tekanan tertentu (hambatan, kesulitan
tertentu); 2) Pengabaian (ketidakacuhan, kelalaian) sosial; merupakan gejala dari ketidaksesuaian
tingkah laku atau behavioral maladjusment yang ekstrim (Kartono&Gulo, 2000)
Indikator dari perilaku social anxiety adalah:
1. Mengerjakan tugas dari guru sendirian
2. Tidak melakukan kontak mata dengan orang lain
3. Berbicara dengan pelan dan/atau sangat sedikit ketika ditanya oleh guru
4. Berbicara dengan pelan dan/atau sangat sedikit ketika diajak berbicara oleh teman sekelas
5. Bergumam sendiri
6. Tidak mau untuk berpartisipasi di dalam aktivitas kelas (misal: bercerita, membaca keras,
mengangkat tangan untuk berbicara dan menjawab pertanyaan)
7. Menghabiskan banyak waktu dengan permainan di dalam kelas sendirian
8. Bermain sendirian di luar kelas, tidak bergabung dengan kelompok anak-anak
9. Tidak memiliki teman dekat
10. Menangis
11. Tantrum
12. Memeluk ibu dengan sangat erat
13. Menolak untuk masuk kelas ketika ibu tidak berada di dekat anak
14. Menunjukkan kecemasan ketika diberi tugas berkelompok oleh guru
15. Menunjukkan kecemasan ketika ditunjuk untuk maju ke depan kelas
Penyebab Menarik Diri
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya
perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito,L.J,1998:352)
Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisosisi (pendukung) terjadi gangguan hubungan sosial yaitu:
15
1) Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses
tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi,
kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari orang tua/pengasuh akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa tidak percaya.
2) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.Kelainan struktur
otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak
produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosialnya).
Stressor Presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang labil, yang dirawat
di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri).
Proses Terjadinya Menarik Diri
Pada mulanya anak merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman.
16
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi
diri, anak menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid).Anak
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru.Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab
kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri
terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan.
Semakin anak menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain.
Tanda dan Gejala Menarik Diri
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
4. Afek tumpul
5. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada.
6. Mengisolasi diri (menyendiri).
7. Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
8. Aktivitas menurun.
9. Kurang energy
10. Harga diri rendah.
11. Menolak berhubungan dengan orang lain.
17
Kesimpulan
Salah satu aspek yang penting dalam pengaturan emosional adalah kemampuan untuk
mentoleransi frustasi, yang merupakan upaya anak untuk menghindari amarah dalam situasi
frustasi yang membuat emosi tidak terkontrol dan perilaku menjadi tidak terorganisir.
Kemampuan ini muncul mulai usia 2 tahun dan berkembang pesat selama masa prasekolah
(Brigdes dan Grolnick JK, 1995, Eisenberg, dkk, 1994, Van Lieshout, 1975). Ketika menemui
situasi yang menimbulkan frustasi, misalnya alat-alat permainan menarik yang tidak dapat
dijangkau, anak-anak usia prasekolah yang lebih tua tampak tidak terlalu marah dibandingkan
anak-anak yang lebih muda. Mereka tampak masih fokus pada masalah dibandingkan rasa
frustasinya dan mereka membuat respon konstruktif misalnya mencari bantuan. Dalam
perkembangan emosi, anak mengalami perkembangan dalam resiliensi. Riset menunjukkan
bahwa resiliensi bukan bawaan dari lahir. Ini lebih merupakan kapasitas untuk mengembangkan
lingkungan yang suportif (Masten, 2001 dalam DeHart, 2004 : 363). Beberapa anak dapat
melakukan coping lebih baik terhadap stres, tetapi hal ini cenderung berkaitan dengan sejarah
perlekatan yang aman dan dukungan orangtua (Pianta, Egeland and Sroufe, 1990 dalam DeHart,
2004:363).
Kapasitas yang baru muncul ini berpengaruh terhadap hubungan dengan orang tua.
Menolak permintaan orang tua dan tanggapan-tanggapan pasif terhadap permintaan orang tua
menurun pada usia 2 dan 5 tahun (Kuczzynskl dan Kochanska, 1990). Anak-anak tampak
meningkat kemampuannya dalam mentoleransi frustasi ketika diminta melakukan sesuatu yang
berlawanan dengan keinginan mereka. Mereka juga mulai belajar bagaimana menegosiasikan
konflik tersebut (Klimes-Dougan dan Kopp, 1999).
Salah satu bentuk untuk mentoleransi frustasi adalah menunda gratifikasi atau pemebuhan
keinginan, misalnya permen, meskipun ada keinginan. Dengan adanya dukungan dari orang
dewasa anak-anak usia prasekolah dapat mengurangi frustasinya dalam menunda gratifikasi ini.
Hal ini sebenarnya tidak mudah untuk mereka, tetapi sebagian besar anak mampu melakukan.
Kemampuan ini akan berkembang pada usia kanak-kanak pertengahan hingga pada saat anak
mampu melakukannya tanpa adanya bantuan dari orang dewasa (Mischel, Shoda, dan Rodriguez,
1989).
18
Para peneliti masih belum yakin mengapa toleransi terhadap frustasi dapat berkembang
dengan pesat selama masa prasekolah. Anak-anak kemungkinan tampak mampu menekan
perasaannya pada satu level tertentu sehingga mereka terlihat tidak begitu marah (Maccoby,
1980). Pada saat yang bersamaan, anak-anak juga belajar mengenai strategi untuk membantu
mereka membatasi tekanan yang menyebabkan frustasi.
Kemampuan untuk menunjukkan kontrol diri terhadap emosi akan menjadi anugerah yang
dilematis bagi anak apabila anak tidak mampu menyesuaikan levelnya terhadap situasi tertentu.
Pada beberapa situasi anak diharapkan mampu menahan diri, tetapi pada situasi yang lain anak-
anak dapat berperilaku impulsif dan ekspresif seperti yang mereka inginkan. Kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap berbagai situasi disebut ego-resiliensi, karena ego menunjukkan
kapasitasnya untuk fleksibel dan mampu mengontrol ekspresi impulsif dan perasaan (Block dan
Block, 1980). Seperti pada anak-anak lain yang memiliki ego resiliensi, maka dapat menjadi
anak yang ekpresif , spontan pada beberapa situasi tetapi dia juga mampu menahan diri dan
berperilaku disiplin pada keadaan lainnya (Sroufe, 1995 dalam DeHart, 2004:363).
Oleh karena itulah, sangat penting bagi orang dewasa, terutama yang dalam kesehariannya
dekat dengan anak, diantaranya pamong PAUD dan para pemerhati anak untuk selalu berupaya
membangun kapasitas emosional anak sehingga tidak akan menjadi hambatan kelak ketika anak
dewasa. Kapasitas emosional ini merupakan dasar bagi penyesuaian dalam kehidupan anak
selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Jhon W. Santrock, Life-Span Development, University of Texas at Dallas, 1995
Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Gunung Mulia, Jakarta, 1990
Sarlito W Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi,bulan Bintang,
Jakarta, 2002
Hurlock, hal. 86
http://hestywulandari.wordpress.com/2011/07/13/pengembangan-anak-usia-dini/
www.socialanxietyassist.com.au
http://taofiqtn07.blogspot.com/2009/05/menu-pembelajaran-anak-usia-dini.html
http://romiariyanto.blogspot.com/2011/03/tumbuh-kembang-anak-usia-0-2-tahun.html
20
top related