rasisme dalam film agathe clÈry makalah non-seminar
Post on 16-Jan-2017
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
RASISME DALAM FILM AGATHE CLÈRY
MAKALAH NON-SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
YANIA HUMAIRA 1106080124
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS
DEPOK JUNI 2014
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 5!
Rasisme dalam Film Agathe Clèry
Yania Humaira, Arif Budiman
Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia
Email: yaniahumaira@yahoo.com
Abstrak
Rasisme merupakan salah satu masalah yang sempat terjadi dalam waktu yang lama di Prancis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperlihatkan gambaran rasisme dalam film Agathe Clèry karya Étienne Chatiliez serta kemunculan anti-rasisme dalam film tersebut. Penelitian dianalisis menggunakan teori rasisme M.J. Maher dan teori pengkajian film Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie. Rasisme pada tokoh utama dalam film didasari oleh dua sudut pandang yaitu, pelaku tindakan rasisme dan korban tindakan rasisme secara bersamaan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kemunculan anti-rasisme yang disebabkan oleh efek rasisme dalam kehidupan sosial sehari-hari serta dunia pekerjaan.
Kata kunci; Rasisme, film, anti-rasisme, kehidupan sosial, dunia pekerjaan.
Racism in the Film Agathe Clèry
Abstract
Racism is one of the problems that had occurred for a long time in France. This study has the objective to present a picture of racism in the movie Agathe Clery by Étienne Chatiliez as well as the emergence of anti-racism in the film. The study was analyzed using the racism theory of M.J. Maher and film analysis theory Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie. Racism on the main character in the film is based on two perspectives, as the doer of racism and also the victim of racism. The results obtained in this study is the emergence of anti-racism caused by the effects of racism in social life and work.
Keywords; Racism, films, anti-racism, social life, work.
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 6!
Pendahuluan
Istilah rasis telah ada sejak sekitar tahun 1936. Konsep ini telah ada dalam bahasa
Inggris pada 1862, racial dan sejak tahun 1907, konsep racialism dan racialist muncul.
Pertengahan antara tahun 1907 dan 1936, sudut pandang pada istilah racialist berubah dari
sebuah ilmu belaka menjadi suatu ilmu politik. Orang yang mempelajari tentang perbedaan
antara ras-ras dapat disebut sebagai racialist, dari sudut pandang ilmu pengetahuan mau pun
ilmu medis. Berdasarkan fakta sejarah, kemudian muncul konsep di mana seseorang dianggap
rasis apabila ia berkulit putih, sementara hal itu tidak berlaku bagi mereka yang berkulit
hitam.
Menurut M.J. Maher, rasisme adalah seperangkat keyakinan atau praktik yang
mengasumsikan adanya perbedaan yang melekat dan signifikan antar genetika berbagai
kelompok manusia. Perbedaan-perbedaan ini mempengaruhi timbulnya superioritas dan
inferioritas. Sebuah tindakan dianggap rasis ketika seseorang merendahkan, tidak acuh,
bersikap menyakiti orang lain berdasarkan perbedaan ras, misalnya, lelucon rasial,
ketidakadilan pekerjaan atau pemecatan seseorang dengan alasan perbedaan ras (7).
Pernyataan ini didukung oleh Bonnett yang mengatakan bahwa rasisme adalah sebuah bentuk
sosial yang mengganggu, sebuah bentuk pandangan asing (tidak bersahaja), sebuah penopang
kelas penguasa, dapat menghambat kemajuan suatu komunitas, merupakan sebuah kesalahan
intelektual, dapat mendistorsi dan menghapus identitas seseorang, merupakan suatu anti-
egaliter dan tidak adil secara sosial (4-7).
Kaum mayoritas melakukan tindak rasisme kemudian menyebabkan kaum minoritas
melakukan hal yang sama. Rasisme tidak lagi berbicara mengenai kulit hitam tetapi masalah
seputar orang kulit putih (Karim dan John, 237) yang kini sudah berkembang di abad 21.
Masalah ini masih belum dapat terungkap secara gamblang, belum dianggap serius seperti
masalah rasisme orang kulit hitam. Kasus rasisme di Prancis akhirnya membentuk pernyataan
khusus bagi masing-masing ras pendatang, Asia dan Afrika, orang berkulit kuning dan orang
berkulit hitam atau noir, masing-masing adalah kulit berwarna. Akan tetapi, tidak bagi orang-
orang kulit putih, tidak ada ‘panggilan’!khusus bagi orang kulit putih (Karim dan John, 236).
Mereka adalah pelaku pertama tindakan rasisme, oleh sebab itu, muncul anti-white sebagai
bagian dari rasisme itu sendiri. Anti-white adalah pandangan orang kulit hitam terhadap orang
kulit putih yang dianggap superior dan sombong dan hal ini adalah bentuk dari sikap
penolakan terhadap sifat-sifat orang kulit putih tersebut. Selanjutnya, perkembangan anti-
rasisme di Prancis adalah yang paling baik berdasarkan kebijakan-kebijakan dan pergerakan
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 7!
anti-rasisme yang ada dan berdasarkan hal itu pula, media berperan penting sebagai
penyebaran aksi anti-rasisme.
Rasisme yang kerap terjadi di banyak negara bahkan dapat dilakukan tanpa disadari.
Masalah rasial tiap negara multietnis tentu berbeda-beda walaupun didasari oleh hal yang
sama yaitu kedatangan penduduk asing. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas,
artikel ini ditulis untuk memaparkan bentuk-bentuk rasisme di Prancis yang ditunjukkan
dalam film serta bagaimana upaya tokoh utama mengatasi isu tersebut. Analisis dilakukan
dengan meninjau aspek naratif, aspek visual, serta aspek sonor (dialog) film menggunakan
teori pengkajian film Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie dalam buku The Art of Watching
Films. Selain itu, teori rasisme M.J. Maher dalam buku Racism and Cultural Diversity:
Cultivating Racial Harmony through Counselling, Group Analysis, and Psychotherapy juga
akan diterapkan sebagai dasar untuk menemukan bagian-bagian yang menunjukkan tema
besar dalam film.
Tinjauan Teoritis
Rasisme
Menurut American Psychiatric Association1 (Juli 2006) (4), dalam M. J. Maher
"dengan mengakui bahwa rasisme dan diskriminasi rasial dapat mempengaruhi kesehatan
mental dengan mengurangi citra diri korban, keyakinan dan pengoptimalan fungsi mental.
Suatu upaya harus dilakukan untuk menghilangkan rasisme dan diskriminasi rasial dengan
mengembangkan apresiasi dalam bentuk penghormatan terhadap multikulturalisme dan
keragaman.” Rasisme dapat dilakukan oleh siapa pun dan terjadi pada siapa pun terutama di
negara-negara multikultural.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan M. J. Maher, rasisme dapat digolongkan
menjadi beberapa bagian berdasarkan perilaku dan korban, serta efek yang ditimbulkan oleh
kedua belah pihak. Jenis rasisme pertama yaitu rasisme individu, yaitu sebuah tindakan
merendahkan seseorang atas dasar ras yang dilakukan oleh sang pelaku dengan tidak
mengacuhkan keberadaan dan menyakit perasaan orang lain dalam bentuk perekrutan kerja
yang tidak adil, pemecatan atau membentuk lelucon terhadap ras seseorang. Kedua, jenis
rasisme ini berupa perbuatan bermusuhan yang bersifat penyerangan fisik ataupun psikis
terhadap pihak lain yaitu mikro-agresi. Tipe ini merupakan sebuah tindakan yang dapat !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1!http://www.psychiatry.org/about-apa--psychiatry !
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 8!
membentuk perilaku orang lain menjadi lemah dengan segala ketergantungan yang
dimilikinya terhadap orang lain. Artinya, rasisme tipe ini dapat mengukung seseorang untuk
tetap berada dalam peran yang lebih rendah dan tetap merasakan represi sehingga dapat
menghasilkan penurunan moral seseorang (7).
Selain itu, terdapat dua jenis rasisme lainnya yang dipaparkan M. J. Maher yaitu
rasisme struktural/institusionil. Rasisme jenis ini meliputi peran perusahaan atau suatu
organisasi terhadap para pekerja atau anggotanya. Pada bagian ini, rasisme tergolong sebagai
bentuk sikap membeda-bedakan atas dasar ras dalam melayani atau memberikan jasa terhadap
orang lain. Hal tersebut termasuk bentuk sikap tidak profesional dan merupakan suatu
ketidakadilan terhadap kaum minoritas. Trade Union Congress dalam M.J. Maher telah
mencatat akibat dari tindakan rasisme institusionil. Para korban rasisme mengeluhkan adanya
perasaan terisolasi di tempat kerja; diabaikan, menjadi korban, atau dipecat. Mereka
menjelaskan bagaimana rasisme telah mengubah diri mereka, misalnya, timbul perasaan
membenci diri sendiri, perasaan merusak diri sendiri, dan rasa rendah diri (4). Selanjutnya,
rasisme masuk pada tahap diskriminasi ketika kekuasaan atau kekuatan digunakan untuk
bertindak berdasarkan prasangka rasial atas tujuan mengontrol, mengesampingkan,
mengecualikan individu berdasarkan ras (8).
Tindakan rasisme sudah menjadi wajar untuk beberapa golongan dan menimbulkan
signifikansi antara mayoritas dan minoritas. Kontradiksi sosial yang ditimbulkan dari sikap
rasisme dapat merusak persatuan masyarakat suatu negara dan hal tersebut perlu diawasi agar
tidak menimbulkan kesenjangan yang berujung pada kekerasan, baik itu kekerasan fisik mau
pun mental. Salah satu cara untuk melakukan perubahan kepada masyarakat adalah
penyebaran informasi yang kini dapat dengan mudah dilakukan melalui media dan film
merupakan salah satu cara dalam penyampaian pesan tersebut.
Kajian Film
Analisis sebuah film didasari oleh pikiran terbuka akan semua hal. Film dengan
berbagai tema berbeda melahirkan variasi selera pada manusia. Boggs dan Petrie mengatakan
bahwa dalam menganalisis sebuah film kita harus berfokus pada tujuan dan arti dibuatnya
sebuah film. Boggs dan Petrie memaparkan langkah-langkah untuk menganalisis sebuah film
yang salah satunya adalah cara mengidentifikasi tema, kemudian, penilaian terhadap isi yang
diberikan film. Dalam konteks analisis film, tema mengacu pada pusat perhatian pada unsur
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 9!
yang memersatukan film atau fokus khusus yang menyatukan keseluruhan film (18) seperti
suara, tampilan gambar, tokoh, latar.
Ide suatu film dapat dikomunikasikan melalui suatu insiden tertentu atau melalui apa
yang diucapkan oleh tokoh dalam film dalam bentuk per kata atau per kalimat. Suatu tema
dalam film juga muncul melalui berbagai bentuk interpretasi yang saling berkesinambungan.
Pernyataan pelengkap yang disajikan dalam istilah berbeda atau pendekatan ide dari sudut
pandang yang berbeda namun masih berada dalam satu tema yang sama (22). Ada pun ide
pokok suatu film terbagi menjadi tujuh kategori, di antaranya adalah implikasi moral,
kebenaran sifat manusia, masalah sosial, perjuangan untuk martabat manusia (22).
Mengidentifikasi tema sebuah film dapat dilakukan pada bagian awal atau pun
bagian akhir analisis film (27). Analisis harus menjadi suatu klarifikasi atas pandangan kita
terhadap isi film. Tidak hanya itu, unsur-unsur yang ada pada film seperti narasi, tokoh, dan
latar dipaparkan menjadi satu kesatuan yang selaras. Setelah melakukan identifikasi tema
suatu film, penting dalam analisis film untuk melakukan evaluasi. Tema dievaluasi secara
universal, artinya, memahami bahwa tema dalam film tersebut melekat dalam pikiran orang-
orang dan bukan hanya terjadi pada suatu golongan namun pada seluruh umat manusia dalam
usia berapa pun (28).
Profesi imigran di Prancis
Media dapat mempengaruhi persepsi seseorang akan suatu hal dan film sebagai salah
satu media penyebaran informasi dan pesan dapat membentuk persepsi tersebut (Rizky
Nurmaya, 40). Film Agathe Cléry karya Étienne Chatiliez merupakan salah satu film yang
berkisah mengenai rasisme di Prancis. Film ini dirilis oleh Pathé pada tahun 2008 dan
merupakan film dengan genre musikal dan komedi. Film ini mengungkapkan serangkaian
tindak rasisme yang terjalin dalam hubungan pertemanan, pekerja, serta pandangan orang
kulit hitam terhadap orang kulit putih. Tokoh utama, Agathe Cléry, adalah seseorang yang
rasis. Ia mendapati orang-orang pendatang berperilaku tidak etis dan menganggap mereka
sebagai suatu ancaman bagi orang Prancis asli. Suatu hari, ia mengidap penyakit berupa virus
yang menyerang kulitnya, sehingga warna kulitnya yang putih berubah menjadi hitam
layaknya kaum noir. Agathe dihadapkan pada tindakan-tindakan rasisme dan ia mengubah
dirinya menjadi pribadi yang membela korban rasisme. Ia melakukan aksi anti-rasisme dan
berupaya menjalin hubungan yang baik dengan orang kulit berwarna.
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 10!
Selain untuk menampakkan peristiwa rasisme di Prancis, film ini juga menampilkan
gambaran kondisi sosial dan ekonomi Prancis. Tampak pada gambar 1 posisi imigran sebagai
pekerja kelas rendah. Pada gambar sisi kiri adalah petugas kebersihan lobby apartemen tempat
Agathe tinggal dan sisi kanan adalah pekerja kebersihan kota. Pada gambar 1, Agathe
diberitahu oleh pembantu apartemen bahwa perpanjangan sewa apartemen milik Agathe tidak
bisa dilakukan akibat perubahan warna tubuhnya yang dianggap sebagai perubahan identitas
oleh badan hukum pengelola apartemen. Tindakan pengelola apartemen jelas termasuk ke
dalam rasisme, sebab masih mempermasalahkan perbedaan warna kulit. Para imigran dapat
selalu dijumpai bekerja pada sektor pelayanan tingkat bawah seperti pembantu perusahaan
atau rumah tangga dan separuh dari pekerja imigran perempuan menjalani profesi ini (Rizky
Kusuma, 30).
Rasisme di Prancis melalui tokoh utama Agathe Cléry
Pada awal film, keberadaan kaum pendatang di Prancis langsung digambarkan sebagai
golongan dengan profesi rendah. Penggambaran ini tidak serta merta hanya mengacu pada
jenis pekerjaan, namun juga langsung merujuk pada perilaku yang “liar” dari para kaum
pendatang yang tidak dapat terkontrol dengan baik. Prancis dipenuhi oleh kaum pendatang
yang membawa serta sanak keluarganya untuk tinggal di Prancis demi mendapatkan
kehidupan yang lebih layak.
Sejak abad 19, telah berdatangan kaum buruh dari negara-negara di sekitar Prancis
dan mereka memutuskan menetap setelah beberapa lama tinggal di Prancis (Rizky Kusuma,
2). Kota Paris, sebagaimana tergambar pada gambar 2, langsung dideskripsikan sebagai kota
dengan penduduk kaum pendatang yang tidak teratur dan serampangan.
Gambar 1. Profesi para imigran sebagai buruh.
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 11!
Akibat adanya tindakan yang dilakukan oleh orang-orang dominan, salah satu sifat
kaum pendatang yang dapat dilihat di sini yaitu inferior (M.J. Maher, 19). Kaum pendatang,
dipandang memiliki derajat yang lebih rendah dan hal tersebut dapat dilihat melalui sikap
tokoh utama pada film, Agathe, yang menunjukkan ketidaksenangan atas kehadiran para
pendatang yang ia sebut orang Rumania. Ia, dengan ketus, mengatakan bagaimana kotanya
sudah terlalu terganggu dengan banyaknya orang-orang Rumania setelah dengan lantang
mengusir anak-anak yang secara gaduh mencuci kaca mobil milik asistennya yang ia
tumpangi. Ia juga menyebut mereka dengan panggilan “bodoh”. Secara tegas dalam film,
tokoh Agathe yang direpresentasi sebagai orang Prancis membenci kehadiran kaum
pendatang dan sudut pandang orang Prancis terhadap mereka langsung tertuju pada
kebodohan kaum pendatang tersebut.
Penggambaran di atas dapat mengarahkan kita pada pengertian bahwa orang-orang
kulit putih menerima begitu saja keyakinan bahwa kaumnya lebih unggul ketimbang kulit
berwarna tanpa mempertanyakannya. Mereka mengabaikan perbedaan dan tetap menjaga
kesadaran mereka akan hak yang mereka miliki sebagai orang kulit putih (M.J. Maher, 240).
Selain itu, Agathe sebagai orang Prancis dibentuk menjadi tokoh yang mengorganisir
pekerjaan dengan baik dan teliti. Ia nampak fokus dan sangat peduli dengan kesempurnaan
dan kerapihan pekerjaannya. Hal ini bertolak belakang dengan penggambaran orang-orang
pendatang Rumania yang diperlihatkan dalam film. Pandangan seperti ini tentu
dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa historis yang kemudian dapat membentuk stereotipikal
orang kulit berwarna oleh orang kulit putih.
Warna kulit, dalam film, menurut orang Prancis adalah sesuatu yang patut
dipertimbangkan khususnya dalam dunia kerja. Orang Prancis tidak transparan mengenai hal
ini dan menganggap bahwa orang kulit hitam tidak sesuai ditempatkan dalam suatu
perusahaan yang dalam konteks ini menitikberatkan pada perusahaan kosmetik. Neville,
Gambar 2. Anak-anak imigran memberi jasa cuci kaca mobil secara sembarangan
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 12!
Spanierman, Doan dalam M.J. Maher (214) mengatakan bahwa « buta warna » merupakan
bentuk penolakan, distorsi, dan sikap meminimalisir rasisme. « Buta warna » ini didasari oleh
adanya ras dominan yang memungkinkan individu, kelompok, dan suatu sistem secara sadar
atau tidak sadar membenarkan rasisme dan mendorong status quo atas suatu ras.
Penggambaran ciri orang kulit hitam dan kulit putih
Film Agathe Cléry mengangkat fokus tema pada ciri orang kulit hitam dalam cara
yang implisit menampilkan ciri orang kulit putih melalui tindakan-tindakan menyikapi
permasalahan ras. Dalam adegan pada gambar 3, tokoh utama Agathe memaparkan sifat-sifat
orang kulit hitam seperti bodoh, buruk rupa, memiliki tangan dan bentuk bibir yang besar. Ia
bahkan menyamai orang kulit hitam dengan monyet. Ciri orang kulit hitam yang tergambar
dalam adegan ini tidak hanya merujuk pada stereotip mentalnya saja namun juga pada
bentukan fisik orang kulit hitam. Berawal dari prasangka yang didasari oleh bentuk fisik, kita
dapat menemukan ciri-ciri lain dari orang kulit hitam yang terbentuk akibat perilaku orang
kulit putih antara lain, agresif, kuat secara fisik, pemalas, inferior, labil secara emosional,
imigran (M.J. Maher, 19).
Chester pierce dalam M.J. Maher mengatakan bahwa rasisme adalah tindakan
membuat orang lain tetap berada dalam suatu rancangan dalam peran yang lebih rendah,
selalu bergantung pada orang lain, dan tidak berdaya. Tindakan ini bersifat non verbal dan
kinetis, cocok untuk mengontrol uang, waktu, energi, dan mobilitas individu (biasanya non-
putih atau perempuan), seraya menghasilkan perasaan degradasi. Tipe rasisme ini disebut
sebagai mikro-agreasi (7). Sikap superioritas ini dilakukan secara tidak sadar namun tetap
dapat menurunkan kepercayaan diri korbannya.
Gambar 3. Agathe mengeluhkan penyakit yang dideritanya kepada orang tuanya
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 13!
Gambar 4. Agathe kehilangan konsentrasi dan hampir tertabrak motor
Gambar 4 adalah adegan saat Agathe usai meletakkan arsip pekerjaan di agen pusat
pencari pekerjaan Anpo (Accueil Pôle employ)2 dan berjalan hendak menyebrangi jalan raya.
Ia sedang tidak memerhatikan jalan saat suatu ketika seorang pengendara motor hampir
menabrak dirinya. Sang pengendara motor kesal dan mencibir Agathe dengan suruhan untuk
memanjat kembali pohon kelapa layaknya seekor monyet.
Penggunaan kata “kelapa” pada Agathe dapat mengacu pada budaya orang kulit putih
yang diinternalisasi oleh orang kulit hitam (M.J. Maher, 393), bahwa orang kulit hitam sering
kali berupaya untuk menjadi sederajat dengan orang kulit putih. Buah kelapa memiliki warna
gelap pada bagian luar dan putih pada bagian dalam, sang pengendara motor sebagai orang
Prancis telah menyindir Agathe dengan sebutan khusus untuk orang kulit hitam yang banyak
menetap di Prancis. Tindakan memaki sang pengendara motor merupakan sebuah bentuk
tindakan rasisme, sebab, ia telah menggunakan kata-kata yang merujuk pada ciri fisik Agathe.
Ia menurunkan kepercayaan diri Agathe terhadap dirinya sendiri dan telah menyakiti mental
Agathe atas dasar fisik yang dimilikinya.
Pada gambar 5, terlihat jelas bagaimana Agathe dengan kulitnya yang berwarna hitam
diposisikan tepat di depan dua foto berukuran besar dari seorang wanita berkulit putih. Jika
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!2!http://www.pole-emploi.fr/informations/informations-legales-@/article.jspz?id=60533!
Gambar 5. Agathe kembali bekerja dan ditemui oleh semua staf kantornya
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 14!
melihat simbol-simbol yang ada pada cuplikan film di atas, kita dapat langsung mengetahui
bagaimana ciri orang kulit hitam dan orang kulit putih yang dipaparkan dalam film berkaitan
dengan rasisme. Cara simbol ditampilkan dalam cuplikan ini besifat implisit, hal ini dapat
dilihat dari bagaimana kedua gambar diposisikan di antara tubuh hitam Agathe. Penempatan
gambar seperti ini termasuk sebuah konotasi dari pencitraan seorang perempuan mana yang
dapat disebut cantik.
Makna konotatif dalam film terlihat dari elemen sinematografi dalam film tersebut.
Makna sinematografi dalam sebuah film tergantung pada konvensi sebuah masyarakat
(Monaco, 162) yang pada peristiwa ini dapat mengarahkan kita pada konvensi masyarakat
Prancis yaitu, gambaran orang Prancis dalam film yang masih percaya bahwa kecantikan
seorang perempuan hanya dapat dimiliki oleh perempuan Prancis, tepatnya perempuan
berkulit putih.
Kekontrasan warna kulit Agathe akibat penyakit maladie d’addison yang
menyerangnya membuat Agathe sukar bekerja dengan orang-orang kulit putih. Perusahaan
tempat Agathe bekerja adalah sebuah perusahaan alat kecantikan wanita yang berfokus pada
kecantikan kulit orang kulit putih. Perbedaan warna kulit membatasi ruang sosial bagi orang
kulit hitam. Produk kecantikan perusahaan Scandinav3 tersebut dipasarkan hanya kepada
wanita berkulit putih dan pada gambar 6 memperlihatkan bahwa para hadirin merupakan
orang-orang Prancis.
Rasisme dalam dunia kerja di Prancis
Gambar 6. Agathe memasarkan produk Scandinav kepada orang kulit putih (orang Prancis)
Rasisme individu terjadi ketika ada degradasi individu, sikap mengabaikan dan
perlakuan menyakiti orang lain dengan alasan perbedaan ras, misalnya, menjadikan ras
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!3!Nama produk kecantikan dalam film.!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 15!
sebuah lelucon, perekrutan kerja yang tidak adil, dan pemecatan individu berdasarkan ras
(M.J. Maher, 7). Rasisme tipe ini digambarkan dalam adegan gambar 6 Agathe harus
menyebutkan bagaimana produk ini dapat mempertegas keindahan kulit putih seseorang. Di
sela-sela presentasi terdengar tawa meledek dari hadirin bagaikan apa yang sedang dilakukan
oleh Agathe merupakan sebuah lelucon. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suatu
tindakan termasuk rasisme apabila telah menyinggung seseorang hanya berdasarkan warna
kulit.
Selain itu, ditemukan pula rasisme institusionil dalam adegan pada gambar 7.
Rasistem tipe ini terjadi pada tingkat organisasi atau kelompok dan dapat dibentuk ke dalam
suatu kebijakan sedemikian rupa sehingga suatu kelompok dapat disukai sementara kelompok
yang lain tidak, hal ini dilakukan berdasarkan ras (M.J. Maher, 8). Rasisme tipe ini
merupakan kegagalan kolektif suatu organisasi untuk memberikan layanan yang sesuai dan
profesional untuk orang-orang karena warna mereka, budaya atau etnik yang dapat dilihat
atau terdeteksi dalam proses, sikap dan perilaku yang bersifat diskriminasi melalui prasangka
tanpa disadari, kebodohan, kesembronoan dan stereotip rasis yang merugikan etnis minoritas
(M.J. Maher, 8).
Gambar 7. Agathe melakukan wawancara pekerjaan di perusahaan milik orang Prancis dan
milik imigran.
Pandangan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam membentuk suatu pola pikir
yang buruk dan hal tersebut berpengaruh pada pandangan pada kinerja orang kulit hitam
dalam bekerja. Pekerja kulit putih percaya bahwa orang kulit hitam sering melanggar norma
moral integritas pribadi, yang ditekankan dalam diskusi mereka (kulit putih) mengenai jenis
orang yang paling mereka hargai (Lamont, 65). Gambaran mengenai hal ini ditunjukkan
dalam adegan pada gambar 7 sisi kiri. Orang kulit putih tidak meyakini sepenuhnya kinerja
orang kulit hitam dalam hal pekerjaan, mereka dianggap tidak dapat membaur serta
berintegritas dengan kinerja orang kulit putih. Mereka juga dianggap sulit untuk beradaptasi.
Hal ini dapat ditemukan dalam adegan pada gambar 7 sisi kanan saat Agathe mengatakan
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 16!
bahwa dirinya banyak ditolak oleh perusahaan Prancis atas dasar warna kulit yang
dimilikinya.
Rasisme anti-white
Permasalahan warna kulit terus berlanjut hingga menimbulkan konflik baru. Kepala
perusahaan imigran tidak menginginkan keberadaan satu pun orang Prancis di dalam
perusahaannya (anti-white). Sebagai korban tindakan rasis, pada akhirnya kaum pendatang
pun melakukan hal yang sama terhadap orang kulit putih. Menurut Éric Fassin, definisi
minoritas tidak hanya terlihat dari penampilan fisik mereka tetapi juga hilangnya sosial
mereka, yaitu, keberadaan mereka, bagaimana mereka dibuat tak terlihat (tak diakui), dan
bagaimana mereka berjuang untuk menjadi terlihat (diakui) (Karim dan John, 236).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Fassin dalam Karim dan John, keterlihatan kaum
minoritas (visible) membuat timbulnya suatu sudut pandang mayoritas tak terlihat (invisible).
Masalah yang saat ini masih belum dapat diungkapkan secara gamblang yaitu sebutan
whiteness atau orang kulit putih. Bukan lagi orang kulit hitam atau sebutan untuk kulit
berwarna lainnya. Keistimewaan suatu ras tidak hanya tercipta atas ketimpangan akses ke
sumber daya dari semua jenis, baik materi atau simbolik, atau secara eksklusif pada
pembebasan dari stigmatisasi dan segregasi yang bergantung pada dominasi struktural.
Khususnya, bagi orang dengan sebutan orang kulit putih, mereka tidak termasuk ke dalam
kulit berwarna. Mereka dianggap sebagai manusia yang paling umum dan bukan manusia
dengan sesuatu yang timpang, sama seperti laki-laki yang tidak dianggap sebuah gender,
mereka adalah manusia biasa sementara gender perempuan adalah jenis makhluk tertentu.
Pada akhirnya, manusia tak terlihat yang sesungguhnya adalah manusia berkulit putih (Karim
dan John, 237). Artinya, keadaan menjadi berbalik pada nasib orang kulit putih. Sikap
Gambar 8. Agathe bercerita kepada sahabatnya mengenai gagasan Anti-white
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 17!
perusahaan pendatang, dapat dilihat dalam film, membentuk suatu konsep yang sama dengan
orang kulit putih yaitu menolak keberadaan orang kulit putih.
Tokoh Agathe dalam adegan pada gambar 8 sudah mencapai tahap tindakan anti-
rasisme. Ia menolak adanya penyisihan warna kulit dalam dunia kerja. Hal ini diperkuat
dengan adegan saat Agathe memiliki kesan baik terhadap CV seorang kulit putih berdasarkan
kompetensi yang ada saat bekerja di perusahaan milik imigran. Agathe telah berusaha
mengubah pandangannya terhadap signifikansi warna kulit dalam dunia pekerjaan. Apabila
rasisme telah disadari keberadaannya dan telah ditentang dengan tindakan-tindakan tertentu,
maka di situlah anti-rasisme dibangun berdasarkan pengalaman-pengalaman rasisme yang
terjadi sebelumnya.
Gambar 12. Perusahaan Scandinav didatangi pengacara Agathe karena dianggap telah melakukan diskriminasi rasial.
Rasisme juga dapat terjadi ketika kekuasaan atau kekuatan digunakan untuk bertindak
berdasarkan prasangka rasial atas tujuan mengontrol, mengesampingkan, mengecualikan
individu berdasarkan ras. Agathe memulai tindakan anti-rasisme dengan menuntut perusahaan
Prancis, Scandinav, yang pernah berusaha melakukan tindak rasis terhadapnya sebab rasisme
termasuk ke dalam pelanggaran hukum (M.J. Maher, 8).
Penutup
Berdasarkan jenis-jenis yang telah dipaparkan pada bagian pendahuluan analisis, dapat
dikatakan bahwa film ini termasuk ke dalam kategori ide pokok perjuangan untuk
martabat manusia. Kategori film yang menggambarkan konflik antara dua sifat manusia
yang bertentangan. Konflik pada tokoh utama berupa posisi yang tidak menguntungkan dan
diperlakukan dengan buruk oleh tokoh lain sehingga, selanjutnya, tokoh yang tertindas itu
memiliki peluang menciptakan kesan luar biasa sebagai hasil atas tindakan yang diterima.
Tokoh berjuang melawan kekuatan, sistem, institusi, sikap yang tidak manusiawi (Boggs dan
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 18!
Petrie, 23).
Film Agathe Cléry adalah sebuah film yang mengangkat tema besar rasisme di Prancis
dan cerita yang dikisahkan dalam film ini mencakup seluruh unsur rasisme. Film ini
menceritakan sebuah kisah perjalanan seorang perempuan Prancis yang mengidap penyakit
Addison sehingga kulitnya berubah menjadi hitam pekat menyerupai orang kulit hitam atau
imigran. Setelah melakukan analisis keseluruhan cerita, film menggambarkan tindakan
rasisme tidak hanya pada dunia kerja Prancis namun juga pada kehidupan sosial. Rasisme di
Prancis menimbulkan adanya suatu gerakan baru yaitu anti-rasisme.
Anti-rasisme adalah upaya seseorang untuk melakukan perlawanan pada semua
bentuk tindakan merendahkan atas dasar warna kulit. Anti-rasisme yang dilakukan oleh
Agathe berujung pada suatu pengetahuan dasar mengenai anti-rasisme yaitu kemunculan anti-
white atau warna rasisme baru dikalangan orang-orang mayoritas. Agathe tidak tinggal diam
mengetahui adanya bentuk rasisme lain di lingkungannya. Ia berupaya untuk melawan segala
bentuk rasisme dan akhirnya Agathe mendapatkan buah dari hasil kekuatan mental yang telah
dimilikinya saat menjalani hidup sebagai seorang kulit hitam. Ia belajar dari pengalamannya
menjadi seorang yang rasisme dan sekaligus menjadi seorang pendukung anti-rasisme.
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
! 19!
Daftar Referensi
Boggs, J.M., and D.W. Petrie. The Art of Watching Films (8th ed.). New York: McGraw-Hill,
2012.
Bonnet, Alastair. Anti-Racism. London: Routledge 2000.
Creswell, John W. Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Metode
Campuran. Penerj. Ahmad Wafaid. Yogyakarta : Putaka Pelajar, 2010. Terj. dari
Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Third
Edition, 2009.
Creswell, John W. Qualitative and Research Design : Choosing Among Five Approaches.
California: Sage Publication. 2007.
Freeman, Gary P. Immigrant Labor and Racial Conflict in Industrial Societies: The French
and British Experience, 1945-1975. New Jersey: Princeton University Press, 1979.
Lamont, Michèle. The Dignity of Working Men: Morality and the Boundaries of Race, Class,
and Immigration. New York: Russell Sage Foundation, 2000.
Maher, M. J. Racism and Cultural Diversity: Cultivating Racial Harmony through
Counselling, Group Analysis, and Psychotherapy. London: Karmic Books Ltd, 2012.
Monaco, James. How to Read A Film. Oxford: Oxford University Press, 2000.
Murji, Karim dan John Solomos. Theories of Race and Ethnicity: Comptemporary Debates
and Perspectives. United Kingdom: Cambridge University Press, 2015.
Skripsi dan Tesis
Dewi Ntoma, Rizky Kusuma. Fenomena kaum imigran di Prancis sejak dasawarsa 1970.
Depok: Universitas Indonesia, 2004.
Oktarina, Rizky Nurmaya. Ambiguitas yang Mencerminkan Rasisme dalam Film The
Princess and The Frog (Tesis). Depok: Universitas Indonesia, 2013.
!
Rasisme dalam film…, Yania Humaira, FIB UI, 2016
top related