referat arum
Post on 30-Jun-2015
151 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REFERAT
SINDROMA THALASEMIA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian OSCE
Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
DISUSUN OLEH :
Dyah Arum Kusumaningtyas
06711211
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2011
Halaman Pengesahan
REFERAT
SINDROM THALASEMIA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian OSCE
Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Telah di presentasikan pada tanggal
25 Januari 2011
Tempat : RSUD Sragen
Ka. SMF Ilmu Kesehatan Anak Koord. Ilmu Kesehatan AnakRSUD SRAGEN RSUD SRAGEN
dr. Pursito, Sp.A dr. Tunjung Respati Sp.A, M.Kes
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan
secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan
pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound
heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta
mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk
mempertahankan kualitas hidupnya.
Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi didunia, sangat umum di jumpai disepanjang sabuk thalassemi yang
sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas molekular
penyakit tersebut baik carrier thalasemia-α maupun carrier thalassemia-ß sangat
bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan populasi sehingga dapat
dijadikan petanda genetik populasi tertentu.
Karena Indonesia termasuk dalam sabuk thalassemik dan sebagian besar
wilayahnya endemis malaria diduga kedua jenis thalassemia tersebut terdapat
pada populasi Indonesia yang cukup tinggi yaitu sebagai mekanisme mikroevolusi
untuk menangkis malaria. Beberapa penelitian, khususnya thalassemia- ß, telah
dilaporkan Lanni (2002) bahwa data terbaru yang cukup representatif yang
mewakili 17 populasi di Indonesia menunjukkan prefalensi carrier yang bervariasi
yaitu 0 - 10 %.
Sementara itu keberadaan carrier thalassemia ß di Indonesia masih kurang
dicermati walaupun telah dilaporkan bahwa prefalensinya cukup tinggi pada
berbagai populasi di daratan Asia atau Pasific. WHO (1987) memperkirakan ada
13.000-16.000 bayi thalassemia-ß lahir setiap tahun di dunia. Jika mereka bisa
mencapai usia dewasa, diperkirakan ada sekitar 680.000 penderita thalassemia-ß
di Asia Tenggara.
Angka yang paling banyak disitasi di Indonesia adalah estimasi Wong (1983)
yang memperkirakan hanya ada sekitar 0.5% dari total penduduk Indonesia yang
membawa sifat kelainan darah dan angka ini jauh lebih rendah dari prefalensi
carrier thalassemia-ß yang diperkirakan mencapai 3.5%.
Namun, banyak peneliti percaya bahwa prefalensi carrier talasemia-ß di
Indonesia jauh diatas yang diperkirakan Wong tersebut. Dugaan tersebut juga
didukung oleh bukti-bukti bahwa cukup banyak bayi atau janin hydrop fetalis dan
Hb-H yang terjaring di Rumah Sakit-Rumah Sakit terutama pada mereka yang
mempunyai pengaruh kuat unggun gen Mongoloid. Namun seberapa anak besar
prevalensi carrier tersebut pada berbagai populasi di Indonesia belum pernah
dilaporkan secara rinci.7
Salah satu delesi penyebab thalassemia-ß yang paling sering dijumpai pada
populasi di Asia Tenggara adalah mutasi—SEA. Bentuk homozigot mutasi ini
menghasilkan janin atau bayi hydrop fetalis. Mutasi delesi banyak di jumpai pada
populasi Asia Tenggara yang mendapat pengaruh kuat unggun gen Mongoloid
sehingga dianggap sebagai petanda genetik populasi di Asia Tenggara. Distribusi
mutan ini telah dijumpai di Thailand, Malaysia, dan Filipina dalam frekuensi
polimorfik, tetapi tidak dijumpai pada populasi Papua ataupun populasi lainnya di
kepulauan Pasifik.7
Carrier thalassemia-ß di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Lie-Injo
(1959) tentang kasus bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis di Jakarta. Wahidayat juga
melaporkan kasus thalassemia-ß baik Hb-H maupun bayi hydrop fetalis yang
cukup banyak terjaring di Jakarta terutama pada suku Cina. Sementara itu
keberadaan thalassemia-ß pada populasi di Medan pertama kali dilaporkan oleh
Hariman bahwa dari 300 sampel darah tali pusar yang ditapis 2,5% di antaranya
diduga carrier thalassemia-ß
Keberadaan carrier thalassemia-ß perlu diwaspadai karena pasangan carrier
kelainan darah tersebut mempunyai kemungkinan 25% anak-anaknya akan lahir
sebagai bayi Hb-Bart’s hydrop fetalis dan akan segera meninggal setelah lahir
atau semasa janin. Di samping itu, jika carrier thalassemia-ß menikah dengan
carrier thalassemia-ß, 25% keturunannya juga berkemungkinan menderita Hb-H
atau secara klinis disebut dengan thalassemia intermedia dan mayor.
Sampai saat ini belum ada tindakan kuratif yang memadai untuk mengatasi
thalassemia mayor. Cangkok sumsum tulang yang dilakukan selain tidak bersifat
permanen juga mempunyai survival rate yang rendah. Hal ini membutuhkan
biaya yang cukup besar dan harus dilakukan di luar negeri.
Terapi gen pada penderita thalassemia juga hanya dilakukan dalam tingkat
penelitian. Anjuran WHO (1984) terhadap penyakit ini adalah melakukan tranfusi
darah secara rutin dengan pemberian agen pengkelat besi dan pemberian beberapa
ajuvan yang bersifat antioksidan.
Terapi tranfusi reguler dibutuhkan untuk mempertahankan Hb sekitar 10 gr%
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dan juga
menekan eritropoiesis endogen untuk menghindari eritropoiesis tidak efektif
sehingga mengurangi hepatosplenomegali oleh karena hematopoesis
ekstrameduler, deformitas tulang dan pembesaran jantung, sehingga penderita
thalassemia dapat mengalami kehidupan hampir seperti anak normal, yang
tentunya memperbaiki kualitas hidupnya.7,11,12
Pemberian transfusi yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi
hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi
dalam jaringan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ
tubuh seperti hati, limpa, ginjal, jantung, tulang dan pankreas.13
Pasien dengan kadar feritin 3000 ng/ml menunjukkan harapan hidup yang
lebih tinggi dari kadar feritin >3000 ng/ml (p<0,006). Pasien dengan kadar feritin
1500 ng/ml menunjukkan berkurangnya komplikasi dibanding dengan >1500
ng/ml (p<0,024).
Terapi kelasi besi sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pemberian 10-
20 kali transfusi atau kadar feritin meningkat diatas 1000 µg/l.15,16,17 Bila terapi
simptomatis ini diberikan sesuai dengan kebutuhan, maka perubahan fisik yang
terjadi sebagai akibat dari patofisiologi thalassemia beta mayor dapat dibatasi dan
pasien dapat menjalankan suatu kehidupan yang relatif normal. Sebaliknya bila
terapi yang diberikan tidak adekuat, maka thalassemia beta mayor merupakan
penyakit terminal dengan angka kematian cukup tinggi.18
Tindakan ini harus dilakukan terus menerus seumur hidup dan diperlukan
biaya yang cukup besar. Efek sampingnya juga cukup tinggi jika dilakukan
dengan tidak memadai. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah tindakan
preventif dan kontrol baik berupa tindakan konseling genetik pra-nikah sebagai
pencegah terjadinya kasus baru thalassemia. Tindakan preventif ini hanya dapat
dilakukan jika prevalensi dan jenis mutan pada populasi bersangkutan telah
diketahui.
Kondisi kronik thalassemia beta mayor menunjukkan tampilan klinis wajah
khas facies Cooley, hidung menjadi pesek, maloklusi antara rahang atas dan
bawah, ekspansi tulang panjang mengakibatkan tulang panjang menjadi rapuh
dan mudah terjadi fraktur, penutupan prematur dari epifisis femur bagian bawah
sehingga pasien bertubuh pendek, perut anak membuncit, akibat pembesaran hati
dan limpa. Hepatomegali disebabkan proses hematopoiesis ekstra meduler dan
deposit besi yang berlebihan. Splenomegali terjadi karena limpa membersihkan
sejumlah eritrosit rusak sehingga terjadi hiperplasia limpa sebagai kompensasi.
Limpa yang terlalu besar membatasi gerak penderita sehingga menimbulkan
peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Bila terjadi
ruptur sangat berbahaya bagi anak karena dapat terjadi perdarahan yang banyak,
sedangkan anak thalassemia xx sendiri selalu dalam keadaan kadar hemoglobin
yang rendah.19,20
Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana
berat badan dan tinggi badan menurut umur berada dibawah persentil 50 dengan
mayoritas gizi buruk.21 Wahidiyat I (1996), menemukan 2,7% penderita
thalassemia beta mayor digolongkan dalam gizi baik, sedangkan 64,1% gizi
kurang dan 13,2% gizi buruk.21
Aspek klinis ini berpengaruh besar terhadap kehidupan anak sehari-hari,
timbulnya stress tambahan dan dampak psikologis pada keluarga dan anak.22,23
Penyakit ini juga menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi penderita
maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Timbulnya suatu penyakit
pada proses maturasi fisik dan psikososial dapat mengganggu kualitas hidup
seseorang, pada individu tersebut dapat terlihat gejala sisa secara fisik, psikologis
dan sosial.24
Masalah tumbuh kembang anak dengan penyakit kronik tergantung cara anak
memahami dirinya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya dan kematian.25
Perawatan yang lama dan sering di rumah sakit, tindakan pengobatan yang
menimbulkan rasa sakit dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas, kondisi
ini memiliki implikasi serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas
hidupnya.26 Faktor penyebab turunnya kualitas hidup pada anak baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama belum diketahui secara pasti, sampai saat
ini belum diketahui pasti. Demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup anak thalassemia beta mayor sangat kompleks dan multifaktorial
akibat pengaruh dari penyakitnya sendiri maupun pengobatannya.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
mengenai sindroma thalasemia, gejala, tanda, diagnosis, terapi dan akibat yang
dapat ditimbulkan pada seorang anak selama dalam proses pertumbuhannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kata thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti laut
(mengarah ke mediterania) dan emia yang berarti berhubungan dengan darah.
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai
derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial
gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia, banyak di antara mutasi
ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.
GAMBAR 1. Variasi mutasi pada gen ß yang menghasilkan thalasemia-ß
Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia
secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk
hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin
mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan
perubahan hemotologi mirip thalassemia.
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-
daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua
India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau
Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-β. Di
beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau
lebih gen thalassemia.
2.2 ETIOLOGI
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali
dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau
normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb :
bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb.
Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer
dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α
(atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk,
tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb
memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan
dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam
kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi
dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk
membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2). Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi,
dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari
α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga,
Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.
GAMBAR 2. Gen Rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai rantai
non α untuk memproduksi bermacam macam Hb normal.
Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis
rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang
berlebihan berbeda beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang
berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor
sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang
bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada
thalassemia-α. Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada
tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa.
Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk
homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan
dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4).
Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada
manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini. Rantai α yang terakumulasi
di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di
dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang
signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi
intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan
yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai
yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis
maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan
thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari
rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan
untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan
sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit
dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa
oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia
berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada
penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas
oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia
berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari
massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan
deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat,
berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari
penyakit ini.
Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang
bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak
diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara
teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat
dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara
teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang
sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis
inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan.
Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi
karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar
yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi
besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat
diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan
besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien
dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat
meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut
dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung
meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag
menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin
diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga
menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi
yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka
mendapat transfusi darah teratur atau tidak.
Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan
penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya
memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan
protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada
thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini
cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan
akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan
hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif
untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik
malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada
thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif
pada daerah tropis dan subtropis.
Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya
keseimbangan antara kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan
kesehatan pada penderita heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum
jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit
malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait
thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian
pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga
memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak
ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.
Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir
seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area
tertentu di dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara
Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania
seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang
tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara, India,
Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- α lebih sering ditemukan
di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.
Mortalitas dan Morbiditas
Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang
terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa
laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang
bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan
perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan
terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan
kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir
tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini,
tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan
sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas
bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor
yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat
atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati,
infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau
terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat.
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak
diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko
mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload,
infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi
khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.
Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat
timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada
pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa
(carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis
yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat
mendukung diagnosis.
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh
kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan
penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk
thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia.
Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu,
hipokromasia,mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua
orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang
signifikan selama beberapa tahun.
Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai
thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi
yang lebih ringan.
2.4 PATOFISIOLOGI
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu
(α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan
dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai
globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1
untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai
globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan
sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel.
Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk
thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut
sebagai hemoglobinopati karena pada tipe tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai
globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya
produksi dari rantai globin tertentu. Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari
rantai yang tereduksi.
Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama
sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi,
tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-
β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali.
Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya
deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik).
Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang
mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal
ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya
gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.
Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb
dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α
bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat
untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki
keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang
stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira
2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk
membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel,
bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak
sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat
toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe
dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata
dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,
berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan.
Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan
menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang
(eritropoesis inefektif).
2.5 KLASIFIKASI THALASEMIA DAN PRESENTASI KLINIS
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling
penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis
rantai α maupun β.
Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi
gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α
pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui
sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
TABEL 1.Thalasemia α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Klinis Hemoglobin Elektoforesis
Saat lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau–α/-α
2 Trait thal-α 2-10 % Hb
Barts
N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb
Barts
Hb H
--/-- 0 Hydrop fetalis >75% Hb Barts -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
Silent carrier thalassemia-α
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan
secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16. Pada tipe
silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3
dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya
jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga
dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua)
untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua
yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.
Trait thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16
atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di
Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang
terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat
umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas
normal.
GAMBAR 3. Thalasemia alpha menurut hukum mendel
Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus,
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang
diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang
diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam
eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan
sebagai Heinz bodies.
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan
apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
Thalassemia-α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini
terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4
memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi bayi itu mengalami hipoksia berat.
Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland =
ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara
lain :
a. Silent carrier thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel
Trait thalassemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F,
atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat
besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β
mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini
juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus,
yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5%
sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.
a. Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga
seberat thalassemia-β mayor. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+)
menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat
(thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul
pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL
tanpa transfusi.
Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia
ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal
menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,
ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga
ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia.
MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg).
Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan,
tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau
meningkat.
b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung
yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada
5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang
menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum
tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler
dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat
atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi
jantung,termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan
oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot
yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan
mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel
bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi,
terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan
presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun
secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi.
Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar
HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
2.6 STADIUM THALASEMIA
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai
terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem
ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya
ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram
(EKG) dalam 24 jam normal.
Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding
ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG
dalam 24 jam.
Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.
2.7 DIAGNOSIS DIFERENSIAL
- Anemia akut
- Anemia kronis
- Hydrop fetalis
- Pyruvate kinase deficiency
- Thalassemia Intermedia
2.8 PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Klinis
Sehubungan dengan keputusan untuk mulai memberikan tranfusi, sangat
penting untuk memastikan bahwa pasien memang benar menderita thalassemia mayor
dan mengeliminasi penyebab penyebab anemia lainnya. Sebaiknya pemeriksaan
darah dilakukan sebelum tranfusi, karena bila penderita sudah mendapatkan transfusi
maka diagnosis, khususnya thalasemia intermedia menjadi sulit dipastikan.
Pada thalasemia intermedia, biasanya anemia menjadi parah karena adanya faktor
penyerta seperti defisiensi besi dan asam folat dan mengoreksi defisiensi defisiensi
tersebut penting dilakukan untuk mengurangi atau bhkan menghindari kemungkinan
tranfusi pada thalasemia intermedia.
Dari anamnesis, akan di dapatkan keluhan keluhan akibat anemia. Anak
tampak pucat, terdapat gangguan nafsu makan, infeksi berulang, kelemahan umum,
gangguan tumbuh kembang, dan perut tampak semakin membesar akibat adanya
pembesaran hati dan limpa. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia
bulan 6 bulan. Pada pemeriksaan fisik selain tampak pucat, wajah tampak khas
gambaran mongoloid (facies cooley) akibat adanya deformitas tulang kepala dengan
zigoma yang menonjol. Disamping itu di dapatkan hepatomegali dan splenomegali.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Melengkapi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan Hb elektroforesis
merupakan pemeriksaan diagnostik yang utama. Hb biasanya rendah, berkisar antara
2-8 gr/dl. Mean corpusceler volume (MCV) dan mean corpusculer hemoglobine
MCH rendah, sementara red blood cell distributing weight (RDW) meningkat.
Biasanya di dapatkan HbF yang meningkat, 20%-90% dari Hb total. Dari preparat
darah apus, akan didapatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, sel target,
anisotisosis berat dengan makroovalositosis, mikroferosit, polikromasi, basophilic
stippling, benda Howell Jolly, poikilositosis dan sel target. Retikulosit juga
meningkat.
Perlu pula diperiksa pedigree kedua orang tuanya dimana thalassemia mayor,
keduanya orangtuanya adalah karier thalasemia yang di tandai dengan kadar HbA2
yang meningkat (>3,5% dari Hb total). Banyak formula yang digunakan untuk
membedakan anemia karena thalassemia (terutama thalasemia karier/intermedia)
dengan anemia kerena defisiensi besi, diantaranya yang paling praktis dan mudah di
ingat adalah indeks mentzer dengan cara yaitu membagi MCV dan jumlah eritrosit.
Bila kurang dari 13 mendukung ke arah thalasemia, bila lebih dari 13
mengindikasikan suatu anemia defisiensi besi.
c. Pemeriksaan Radiologi
Perubahan pada tulang penderita thalasemia akan memberikan gambaran
radiologis yang khas dimana pada foto tulang kepala tampak gambaran hair on end,
korteks menipis diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Sementara
foto tulang pipih dan ujung kepala panjang tampak perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas. Foto thorax perlu dilakukan untuk menilai
komplikasi iron overload. Dikatakan MRI secara kuantitatif dapat menilai timbunan
besi pada hati setara dengan biopsi hati.
Gambar 7. Deformitas tulang dengan foto rontgen
2.9 TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut
setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali
memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai
Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada
semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota
keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah
harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode
pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam
batas normal tanpa transfusi.
Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-
9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan
tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang
adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan
pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah
demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi
bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor
biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa
diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi
terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut
sudah jauh berkurang.
Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja
usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat
menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya
mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang
tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.
Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat
menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat
mencegah kelainan jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12
jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat
ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi
dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah
59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%.
Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,
individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi
yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah
setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk
fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi
daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.
Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel
darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum
memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk
besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut.
Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya,
splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan
penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-
250 mL/ kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena
dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
GAMBAR 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila
memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan
antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil
kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat
menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh
diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
Skrining
Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau
bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui
ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.
Tumbuh Kembang
Keterlambatan tumbuh kembang sering terjadi pada pasien yang menderita
thalasemia berat (sebanyak 30%). Keterlambatan ini di akibatkan oleh kurangnya
sumber kalori untuk proses eritropoesis, sama halnya yang terjadi pada anemia kronis
karena transfusi berulang dalam jangka waktu lama. Walaupun terapi kelasi sangat di
anjurkan pada awal pengobatan, pasien jarang yang dapat tumbuh normal sempurna.
Sisa dari pengobatan kelasi dengan DFO juga dapat menyebabkan keterlambaran
tumbuh kembang.
Beberapa ahli menyarankan menggunakan pengobatan dengan hormon
pertumbuhan pada semua anak yang menderita thalasemia yang tumbuh lebih pendek
karena kekurangan hormon pertumbuhan (growth hormone deficiency) dapat
menerima rekombinan hormon pertumbuhan sebagai pengobatannya. Pengobatan ini
dibuktikan pada sebuah penelitian yang meningkatkan angka pertumbuhan pada
semua pasien.
2.10 PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi
dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
BAB III
KESIMPULAN
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,
India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan
rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan
thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe
berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.
Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau kodominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan
heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Terapi thalassemia
antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan
transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek
samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling
mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap
penderita. Sampai saat ini, penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat
bertahan hingga mencapai usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak
tertutup sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi
ke-15. Jakarta : EGC ; 1996
2. Erythropoesis. November 4, 2009 (cited December 6, 2009) Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Erythropoiesis
3. Hemoglobine. December 9, 2009 (cited December 12, 2009). Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin
4. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th
Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division
; 2007
5. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan
Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
6. Yaish HM. Thalassemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available at
:http://emedicine.medscape.com/article/958850-followup
7. Joly P, Lacan P, Garcia C, Couprie N, Francina A. Identification and
molecular characterization of four new large deletions in the beta-globin gene
cluster. Blood Cells Mol Dis. Mar 6 2009;[Medline].
8. Nemeth E. Targeting the hepcidine-ferroportin axis in the diagnosis and
treatment of anemias. Adv Hematol. 2010;[Medline].
9. Deborah Chirnomas S, Geukes-Foppen M, Barry K, et al. Practical
implications of liver and heart iron load assessment by T2*-MRI in children
and adults with transfusion-dependent anemias. Am J
Hematol. Oct 2008;83(10):781-3. [Medline].
10. Hankins JS, McCarville MB, Loeffler RB, et al. R2* magnetic resonance
imaging of the liver in patients with iron overload. Blood. Mar 4 2009;
[Medline].
11. Lucarelli G, Galimberti M, Polchi P, et al. Marrow transplantation in patients
with thalassemia responsive to iron chelation therapy. N Engl J Med. Sep
16 1993;329(12):840-4. [Medline].
12. Gharagozloo M, Bagherpour B, Tahanian M, et al. Premature senescence of T
lymphocytes from patients with beta-thalassemia major. Immunol Lett. Jan
29 2009;122(1):84-8. [Medline].
13. Ghaffari J, Vahidshahi K, Kosaryan M, Parvinnejad N, Mahdavi M, Karami
H. Nitroblue tetrazolium test in patients with beta-thalassemia major. Saudi
Med J. Nov 2008;29(11):1601-5. [Medline].
14. Davison SM, Kelly DA. Management strategies for hepatitis C virus infection
in children. Paediatr Drugs. 2008;10(6):357-65. [Medline].
15. Finkenstedt A, Bianchi P, Theurl I, et al. Regulation of iron metabolism
through GDF15 and hepcidin in pyruvate kinase deficiency. Br J
Haematol. Mar 2009;144(5):789-93. [Medline].
16. Cappellini MD. Long-term efficacy and safety of deferasirox. Blood
Rev. Dec 2008;22 Suppl 2:S35-41. [Medline].
17. Agarwal MB. Deferasirox: oral, once daily iron chelator--an expert
opinion. Indian J Pediatr. Feb 2010;77(2):185-91. [Medline].
18. Bauters T, Mondelaers V, Robays H, Hunninck K, de Moerloose B. Gastric
ulcer in a child treated with deferasirox. Pharm World
Sci. Apr 2010;32(2):112-3. [Medline].
19. Marktel S, Napolitano S, Zino E, et al. Platelet transfusion refractoriness in
highly immunized beta thalassemia children undergoing stem cell
transplantation. Pediatr Transplant. Jan 7 2010;[Medline].
20. Noe A, Cappelli B, Biffi A, et al. High incidence of severe cyclosporine
neurotoxicity in children affected by haemoglobinopaties undergoing
myeloablative haematopoietic stem cell transplantation: early diagnosis and
prompt intervention ameliorates neurological outcome. Ital J Pediatr. Feb
6 2010;36(1):14. [Medline].
21. Italia KY, Jijina FF, Merchant R, et al. Effect of hydroxyurea on the
transfusion requirements in patients with severe HbE-beta-thalassaemia: a
genotypic and phenotypic study. J Clin Pathol. Feb 2010;63(2):147-
50. [Medline].
top related