referat forensik 2.docx
Post on 08-Apr-2016
38 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Cannabis, yang lazim disebut ganja, mengacu pada varietas Cannabissativa, atau
tanaman rami India, yang berisi obat psikoaktif Δ-9-tetrahydrocannabinol (THC).
Cannabis dalam bentuk ganja (bahan resin kering dari daun ganja) atau cannabinoids
lainnya dianggap sebagai zat ilegal yang paling umum digunakan di dunia. Efeknya telah
dikenal selama ribuan tahun, dan digambarkan pada awal abad ke-5 SM, ketika
sejarahwan Yunani Herodotus menceritakan tentang sebuah suku nomaden yang setelah
menghirup asap dari biji rami, muncul dari tenda mereka dengan senang dan berteriak
gembira.
Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat adiktif, yang hanya larut
dalam lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THC tinggal lama di dalam lemak
jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan brain damage).
Gambarannya yaitu kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik.
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari populasi
yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan
mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi
seumur hidup dari penyalahgunaan zat sekitar 20%.
Disamping presentasi populasi yang melaporkan menggunakan satu atau lebih zat
terlarang dalam kehidupan mereka (hampir 40%) dan biaya yang mengejutkan pada
masyarakat (lebih 200 juta dolar pertahun). Fenomena penyalahgunaan zat memiliki
banyak implikasi pada penelitian otak dan psikiatri klinis. Beberapa zat dapat
mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari dalam; seperti mood dan aktifitas
yang dapat diamati dari luar; yaitu perilaku. Zat dapat menyebabkan gangguan
neuropsikiatri yang tidak dapat dibedakan dengan gangguan psikiatri dengan penyebab
tidak diketahui (contohnya skizofrenia dan gangguan mood) dan sehingga gangguan
psikiatrik primer dan gangguan yang melibatkan panggunaan zat mungkin berhubungan.
Pada tahun 1999 penelitian kanabis di komisi White House of National Drug
Control Policy, peneliti-peneliti pada National Academy of Science menyimpulkan
diantaranya termasuk bahwa kanabionid memiliki peran alami dalam pengaturan sakit :
1
mengatur pergerakan dan ingatan; otak menjadi toleransi terhadap kanabis, memiliki
kemampuan untuk ketergantungan dan gejala putus obat ringan; memiliki nilai terapetik
ringan untuk menghilangkan nyeri, mual dan meningkatkan nafsu makan tapi penelitian
lebih lanjut diperlukan dan sebagai pengobatan yang efektif namun efek psikologis
seperti menurunkan cemas, sedasi dan euphoria mempengaruhi nilai terapeutik.
Hubungan antara kanabis dan manusia telah ada sedikitnya 10.000 tahun. Dari
asalnya di Cina atau Asia Tengah, di zanman neolitik, penamaan kanabis telah menyebar
hampir di selutuh dunia. Penggunaan pertama dari tanaman ini kemungkinan sebagai
bahan nutrisi sejak zaman neolitik (setelah 6500 sebelum masehi). Galen, Bapak
pengobatan menulis pada tahun 200 sebelum Masehi bahwa biasanya sekali-kali
memberikan kenikmatan dan kegembiraan.
Di Indonesia, terdapat antara 2-3 juta orang yang pernah mengisap ganja.
Pengguna pemula ganja, terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama
4-5 tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana – mana.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya
penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya,
tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya
mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Tanaman ganja
biasanya dibuat menjadi rokok mariyuana.
. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, dimana (-)-Δ9-
tetrahydrocannabinol (Δ9-THC) adalah yang paling banyak. Tanaman kanabis biasanya
dipotong, dikeringkan, dipotong kecil-kecil, selanjutnya digulung menjadi rokok
(biasanya disebut “joints”), yang selanjutnya dihisap seperti rokok. Nama yang umum
untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed, tea, dan Mary Jane. Nama lain untuk
kanabis yang menggambarkan tipe kanabis dalam berbagai kekuatan, adalah hemp,
chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla. Bentuk kanabis yang paling poten berasal
dari ujung tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna
cokelat-hitam yang berasal dari daun, yang disebut sebagai hashish atau hash.
Efek euforia dari kanabis telah dikenali selama beribu-ribu tahun. Efek medis
yang potensial dari kanabis sebagai analgesik, antikonvulsan, dan hipnotis telah lama
dikenali pada abad ke-19 dan ke-20. belakangan ini kanabis dan komponen aktifnya yang
utama, Δ9-THC, telah berhasil digunakan untuk mengobati mual sekunder karena obat
terapi kanker dan untuk menstimulasi nafsu makan pada pasien dengan sindrom
imunodefisiensi (AIDS). Beberapa laporan yang kurang meyakinkan adalah tentang
penggunaan Δ9-THC dalam pengobatan glaukoma.
EPIDEMIOLOGI
Kanabis adalah zat gelap yang paling sering digunakan di Amerika Serikat. Di
tahun 1991 kira-kira sepertiga keseluruhan populasi telah menggunakan kanabis
sekurangnya satu kali, dan kira-kira 5 persen sekarang merupakan pemakai. Di dalam
kelompok usia 18 sampai 25 tahun, kira-kira 50 persen pernah menggunakan kanabis
3
sekurangnya satu kali, dan 13 persen sekarang merupakan pemakai. Di dalam kelompok
usia 12 sampai 17 tahun, kira-kira 13 persen pernah menggunakan kanabis sekurangnya
satu kali, dan 4 persen sekarang merupakan pemakai. Tetapi, pada umumnya,
penggunaan kanabis telah menurun dari tingkatnya yang tinggi di akhir tahun 1970-an.
Data epidemiologis tahun 1991 berikut ini berasal dari National Institute on Drug
Abuse (NIDA):
Prevalensi
Kira-kira sepertiga (32,2 persen) dari populasi yang dilaporkan pernah
menggunakan mariyuana satu kali atau lebih selama hidupnya, 9,5 persen pernah
menggunakannya di tahun terakhir, dan 4,8 persen pernah menggunakannya di bulan
terakhir.
Persentasi tersebut ditranslasikan menjadi 67,4 juta anggota populasi yang pernah
menggunakan mariyuana di dalam hidupnya, 19,2 juta dalam tahun terakhir, dan 9,7 juta
dalam bulan terakhir.
Orang dewasa yang berusia 26 sampai 34 tahun merupakan kelompok usia yang
paling mungkin pernah menggunakan mariyuana, tetapi mereka yang berusia 18 sampai
25 tahun merupakan yang paling mungkin menggunakan mariyuana dalam tahun terakhir
atau bulan terakhir. Kira-kira 60 persen orang dewasa yang berusia 26 sampai 34 tahun
pernah menggunakan mariyuana, dibandingkan dengan 51 persen orang dewasa yang
berusia 18 sampai 25 tahun, 24 persen orang dewasa yang berusia lebih dari 34 tahun,
dan 13 persen pemuda. Diperkirakan 13 persen dari orang dewasa yang berusia 18
sampai 25 tahun pernah menggunakan mariyuana dalam bulan terakhir, dibandingkan
dengan 7 persen dari mereka yang berusia 26 sampai 34 tahun dan persentasi yang lebih
kecil pada kelompok usia lainnya.
Pemuda yang berusia 12 sampai 17 tahun merupakan kelompok usia yang paling
kecil kemungkinannya pernah menggunakan mariyuana selama hidupnya, dan orang
dewasa yang berusia 35 tahun dan lebih merupakan kelompok usia yang paling kecil
kemungkinannya pernah menggunakan mariyuana dalam tahun terakhir dan bulan
terakhir.
4
Hubungan Demografik
Jenis kelamin. Angka penggunaan mariyuana dalam bulan terakhir oleh laki-laki
adalah hampir dua kali dari angka pada wanita. Keseluruhan 6,1 juta laki-laki di dalam
populasi pernah menggunakan mariyuana dalam bulan terakhir, dan demikian juga 3,6
juta wanita.
Ras dan etnisitas. Kulit hitam kira-kira 1,6 kali lebih mungkin menggunakan
mariyuana dalam bulan terakhir dibandingkan kulit putih atau Hispanik. Walaupun
golongan kulit putih secara proporsional lebih mungkin menggunakan mariyuana dalam
blan terakhir, hampir tiga perempat (73,4 persen) dari penggunaan saat ini (current user)
adalah kulit putih. Keseluruhan 7,1 juta kulit putih telah menggunakan mariyuana dalam
bulan terakhir, dibandingkan dengan 1,7 juta kulit hitam, 0,7 juta Hispanik, dan 0,2 juta
lainnya.
Kepadatan populasi. Penghuni daerah metropolitan besar dan kecil secara
bermakna lebih mungkin dibandingkan penduduk daerah Selatan atau Utara Tengah
untuk menggunakan mariyuana dalam bulan terakhir. Lebih dari 2 juta penduduk masing-
masing daerah tersebut menggunakan mariyuana dalam bulan terakhir.
Gambar 1. Kanabis ( ganja)
NEUROFARMAKOLOGI
Seperti yang disebutkan sebelumnya, komponen utama dari kanabis adalah Δ9-
THC; tetapi, tanaman kanabis mengandung lebih dari 400 zat kimia, yang kira-kira 60
buah diantaranya secara kimiawi berhubungan dengan Δ9-THC. Pada manusia Δ9-THC
5
secara cepat dikonversi menjadi 11-hidroksi-Δ9-THC, suatu metabolit yang aktif di
dalam sistem saraf pusat.
Suatu reseptor spesifik untuk kanabiol telah diidentifikasi, diklon (clonned), dan
dikarakterisasi. Reseptor adalah anggota dari keluarga reseptor yang berkaitan dengan
protein G. Reseptor kanabinoid diikat dengan protein G inhibitor (Gi), yang berikatan
dengan adenilil siklase di dalam pola menginhibisi. Reseptor kanabinoid ditemukan
dalam konsentrasi yang tertinggi di ganglia basalais, hipokampus, dan serebelum, dengan
konsentrasi yang lebih rendah di korteks serebral. Reseptor tidak ditemukan di batang
otak, suatu kenyataan yang konsisten dengan efek kanabis yang minimal pada fungsi
pernafasan dan jantung. Penelitian pada binatang telah menemukan bahwa kanabinoid
mempengaruhi neuron monoamin dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa binatang tidak menggunakan
kanabinoid dengan sendirinya, seperti yang mereka lakukan dengan zat yang
disalahgunakan lainnya. Selain itu, suatu perdebatan tentang apakah kanabinoid
menstimulasi yang disebut pusat kesenangan (reward centers) di otak, seperti neuron
dopaminergik dari area tegmental ventralis. Tetapi, toleransi terhadap kanabis memang
terjadi, dan ketergantungan fisikologi adalah tidak kuat. Gejala putus kanabis pada
manusia adalah terbatas samapi peningkatan ringan dalam iritabilitas, kegelisahan,
insomnia, anoreksia, dan mual ringan; semua gejala tersebut ditemukan hanya jika
seseorang menghentikan kanabis dosis tinggi secara mendadak.
Jika kanabis digunakan seperti rokok (smoked), efek euforia tampak dalam
beberapa menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30 menit, dan berlangsung 2 sampai 4
jam. Beberapa efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5 sampai 12 jam. Kanabis
juga dapat digunak peroral jika disiapkan dalam makanan, seperti brownies dan cakes.
Kira-kira harus digunakan dua sampai tiga kali lebih banyak kanabis yang digunakan
peroral untuk sama kuatnya dengan kanabis yang digunakan melalui inhalasi asapnya.
Banyak variabel yang mempengaruhi sifat psikoakttif dari kanabis, termasuk potensi
penggunaan kanabis, jalur pemberian, teknik mengisap, efek pirolisis dari kandungan
kanabinoid, dosis, lingkungan, pengalaman masa lalu pemakai, harapan pemakai, dan
kerentanan biologis unik dari pemakai terhadap efek kanabinoid.
6
CARA KERJA
THC terutama berpengaruh pada jaringan otak, system kardiovaskular, dan paru,
sifatnya akut dan reversible. THC bekerja pada reseptor Beta 1 dan Beta 2 yang terdapat
di seluruh otak, terutama korteks serebri , hipokampus, serebelum, dan striatum. Tubuh
menghasilkan agonis THC endogen, yaitu anandamida (suatu derivate asam arakhidonat)
dan N- palmito-etanolamida. Bila reseptor Beta 1 dan 2 distimulasi oleh THC atau agonis
endogen, hal ini akan menimbulkan perubahan pada second messenger dan terjadi
perubahan norepinefrin (NE) dan dopamine (DA) pada korteks prefrontal dan
mesolimbic, termasuk pada system opioida dan mengubah GABA reseptor sehingga
pengguna ganja memiliki potensi untuk menggunakan zat psikoaktif lain. Dapat terjadi
toleransi silang ringan dengan alkohol.
THC dapat dideteksi dalam air seni samapai seminggu setelah penggunaan
berakhir. Penelitian pada hewan dengan menggunakan THC yang bermuatan radioaktif,
menunjukan bahwa THC masih ditemukan dalam tubuh samoai satu bulan setelah
penggunaan terakhir.
DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS
Diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabis dapat
ditegakkan berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia, Edisi III) dan DSM-IV (diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition).
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah
konjungtiva (yaitu, mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi
ortostatik dapat terjadi.peningkatan nafsu makan-sering kali disebut sebagai pengunyah-
dan mulut kering adalah efek intoksikasi kanabis yang sering lainnya. Belum pernah
dicatat secara jelas kasus kematian yang disebabkan oleh intoksikasi kanabis saja, yang
mencerminkan tidak adanya efek dari zat pada kecepatan pernafasan. Efek merugikan
potensial yang paling serius dari dari penggunaan kanabis berasal dari inhalasi
hidrokarbon karsinogenik yang sama-sama ditemukan dalam tembakau konvensional,
dan beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kanabis yang berat berada dalam
risiko mengalami penyakit pernafasan kronis dan kanker paru-paru. Praktik mengisap
7
rokok yang yang mengandung kanabis sampai sangat habis, yang disebut lipas (roach),
meningkatkan lebih lanjut asupan tar (yaitu, materi partikel). Banyak laporan menyatakan
bahwa penggunaan kanabis jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral,
kerentanan kejang, kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktivitas
kekebalan, perubahan konsentrasi testosteron, dan disregulasi siklus menstruasi; tetapi,
laporan tersebut belum secara pasti ditegakkan, dan hubungan antara efek tersebut
dengan penggunaan kanabis tidak pasti.
Diagnostic and Statistical Manual of MentalDisorders edisi keempat (DSM-IV)
menuliskan gangguan berhubungan dengan kanabis tetapi mempunyai kriteria spesifik
dalam bagian gangguan berhubungan dengan kanabis hanya untuk intoksikasi kanabis.
Kriteria diagnostik untuk gangguan berhubungan dengan kanabis lainnya ditemukan di
dalam bagian DSM IV yang memusatkan pada gejala fenomenologi utama- sebagai
contoh, gangguan psikotik akibat kanabis, dengan waham, di dalam bagian DSM- IV
tentang gangguan psikotik akibat zat.
Ketergantungan Kanabis dan Penyalahgunaan Kanabis
DSM-IV memasukkan diagnosis ketergantungan kanabis dan penyalahgunaan
kanabis. Data eksperimental dengan jelas menunjukkan toleransi terhadap banyak efek
kanabis; tetapi, data kurang mendukung adanya ketergantungan fisik. Ketergantungan
psikologis pada pemakaian kanabis terjadi pada pemakai jangka panjang.
Intoksikasi Kanabis
DSM-IV meresmikan kriteria diagnostik untuk intoksikasi kanabis. Kriteria
diagnostik menyebutkan bahwa diagnosis dapat diperkuat dengan kalimat ”dengan
gangguan persepsi”. Jika tes realitas yang intak tidak terdapat, diagnosis adalah gangguan
psikotik akibat kanabis.
Intoksikasi kanabis sering kali meninggikan kepekaan pemakai terhadap stimuli
eksternal, mengungkapkan perincian yang baru, membuat warna-warna tampak lebih
terang dari pada sebelumnya dan perlambatan waktu secara subjektif. Pada dosis tinggi,
pemakai mungkin juga merasakan depersonalisasi dan derealisasi.
8
Keterampilan motorik terganggu oleh pemakaian kanabis, dan gangguan pada
keterampilan motorik tetap ada setelah efek euforia dan subjektif telah menghilang.
Selama 8 sampai 12 jam setelah menggunakan kanabis, pemakai mengalami suatu
gangguan keterampilan motorik yang mengganggu operasi kendaraan bermotor dan
mesin mesin berat lainnya. Selain itu, efek tersebut adalah aditif dengan efek alkohol,
yang sering kali digunakan dalam kombinasi dengan kanabis.
Delirium Intoksikasi Kanabis
Delirium Intoksikasi Kanabis adalah suatu diagnosis DSM-IV. Delirium yang
berhubungan dengan intoksikasi kanabis ditandai oleh gangguan kognitif dan tugas
kinerja yang jelas. Bahkan dosis kecil kanabis menyebabkan gangguan daya ingat, waktu
reaksi, persepsi, koordinasi motorik, dan pemusatan perhatian. Dosis tinggi yang juga
menggangu tingkat kesadaran pemakai mempunyai efek nyata pada pengukuran kognitif
tersebut.
Gangguan Psikotik Akibat Kanabis
Gangguan Psikotik Akibat Kanabis adalah didiagnosis dengan adanya psikosis
akibat kanabis. Gangguan psikotik akibat kanabis jarang terjadi, tetapi ide paranoid
sementara adalah lebih sering. Psikosis yang jelas agak sering di negara-negara di mana
orang-orangnya mempunyai jalur untuk mendapatkan kanabis dengan potensi yang
tinggi. Episode psikotik sering kali disebut sebagai kegilaan rami (hemp insenity).
Penggunaan kanabis jarang disertai dengan pengalaman khayalan buruk (bad-trip), yang
sering kali menyertai intoksikasi halusinogen. Jika gangguan psikotik akibat kanabis
memang terjadi, keadaan ini mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian yang
telah ada sebelumnya pada orang yang terkena.
Gangguan Kecemasan Akibat Kanabis
Gangguan Kecemasan Akibat Kanabis (cannabis-induced anxiety disorder)
adalah suatu diagnosis umum untuk intoksikasi kanabis akut, dimana banyak orang
mengalami keadaan kecemasan singkat yang sering kali dicetuskan oleh pikiran paranoid.
9
Dalam keadaan tersebut, serangan panik dapat diinduksi, didasarkan pada rasa takut yang
tidak jelas dan tidak terorganisir. Tampaknya gejala kecemasan berhubungan dengan
dosis dan merupakan efek merugikan yang paling sering terhadap pemakaian sedang
kanabis yang diisap seperti rokok (smoked). Pemakai yang tidak berpengalaman lebih
mungkin mengalami gejala kecemasan dibandingkan pemakai yang berpengalaman.
Gangguan Berhubungan Kanabis yang Tidak Ditentukan
DSM-IV tidak secara resmi mengenali gangguan mood akibat kanabis (cannabis-
induced mood isorder); dengan demikian, gangguan tersebut diklasifikasikan sebagai
gangguan akibat berhubungan yang tidak ditentukan (NOS; not other-wise specified).
Intoksikasi kanabis dapat disertai dengan gejala depresif, walaupun gejala tersebut dapat
mengarahkan pemakaian kanabis jangka panjang. Tetapi, hipomania, adlah gejala yang
sering pada intoksikasi kanabis.
DSM-IV juga tidak secara resmi mengenali gangguan tidur akibat kanabis atau
disfungsi seksual akibat kanabis; dengan demikian, keduanya diklasifikasikan sebagai
gangguan berhubungan kanabis yang tidak ditentukan (NOS). Jika ditemukan gejala
gangguan tidur maupun gejala disfungsi seksual dan berhubungan dengan penggunaan
kanabis, gejala tersebut hampir selalu menghilang dalam beberapa hari atau satu minggu
setelah menghentikan pemakaian kanabis.
Kilas balik (flash back). Kelainan persepsi yang menetap setelah penggunaan
kanabis tidak secara resmi diklasifikasikan di dalam DSM-IV, walaupun terdapat laporan
kasus orang yang mengalami sensasi berhubungan dengan intoksikasi kanabis-setelah
efek jangka pendek dari substansi telah menghilang. Perdebatan tentang apakah flash-
back berhubungan dengan penggunaan kanabis saja atau apakah berhubungan dengan
penggunaan bersama dengan halusinogen atau kanabis dicampur dengan phencyclidine
(PCP).
Sindrom Amotivasional. Sindrom berhubungan kanabis lain yang kontroversial
adalah sindrom amotivasional. Perdebatan adalah tentang apakah sindrom ini
berhubungan dengan penggunaan kanabis atau apakah mencerminkan sifat karakterologis
10
pada sekelompok orang, tidak tergantung pada penggunaan kanabis. Biasanya, sindrom
amotivasional telah dihubungkan dengan pemakaian kanabis jangka panjang dan berat
dan ditandai oleh ketidakmauan seseorang melakukan suatu tugas-mungkin di sekolah,
pada pekerjaan, atau tiap situasi yang memerlukan pemusatan perhatian atau keuletan
yang lama. Orang digambarkan sebagai menjadi apatik dan anerik, biasanya mengalami
peningkatan berat badan, dan tampak malas.
DAMPAK PEMAKAIAN GANJA
Sebenarnya pemakaian ganja mulai dari biji sampai daunnya memiliki dampak
negatif dan positif, berikut penjelasanya:
Dampak Positif
Pada biji ganja terdapat sumber makanan bergizi dengan protein kualitas tinggi,
bahkan lebih tinggi dari kacang kedelai.
Buah ganja dapat digunakan sebagai bahan bakar, biasa secara langsung atau bisa
juga diolah melalui proses pirolisis menjadi batu bara, metana, metanol, dan
bensin. Minyak ganja lebih baik daripada minyak bumi karena bersih dari unsur
logam dan belerang, sangat aman dan ramah lingkungan.
Bagian seratnya merupakan bahan istimewa untuk pembuatan kertas dan kain.
Karena tanaman ganja tidak rumit, pada jenis tanaman ganja membutuhkan sangat
sedikit pestisida dari bahan kapas, itulah istimewanya dan ini juga ramah
lingkungan.
Senyawa Delta-9-Tetrahydrocannabinol (THC) yang terdapat pada tanaman ganja
dapat mencegah penyakit pembuluh darah atherosclerosis - misalnya akibat
nikotin pada rokok - menyebabkan munculnya reaksi kekebalan dari tubuh yang
memicu penimbunan lemak di pembuluh arteri.
Ganja memiliki potensi medis dalam pengobatan (meringankan rasa sakit, obat-
obatan dari ganja juga digunakan untuk menambah nafsu makan bagi penderita
anorexia, dan untuk melawan efek samping kemoterapi pada penderita kanker).
Di masyarakat Aceh, ganja digunakan sebagai penyedap masakan.
Secara umum ganja tidak menimbulkan ketagihan (withdrawal), tidak pernah
menimbulkan overdosis dan tidak menimbulkan sifat agresif.
11
Dampak Negatif
Pada kasus-kasus keracunan (pemakaian dalam jumlah sangat banyak) dapat
meningkatkan risiko terkena schizophrenia bagi para pecandunya, yakni adanya
peningkatan gejala seperti paranoid, depresi, dan halusinasi visual (mendengar
suara-suara dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada).
Senyawa THC diduga memiliki sifat menurunkan reaksi kekebalan. Dikatakan
oleh para peneliti, keuntungan penggunaan THC bagi penderita atherosclerosis
hanya didapatkan dalam dosis tertentu saja. Pada dosis yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah, THC tidak memiliki efek pengobatan bagi penyumbatan pembuluh
darah.
Dapat terjadi kerusakan pada otak yang bersifat irreversible atau tak dapat diubah.
Pengkonsumsian ganja jangka panjang dapat menyababkan efek euforia, rasa
santai, mengantuk, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan, membuat
orang menjadi malas, kurang waspada, menghilangkan daya konsentrasi, dan
berkurangnya interaksi sosial.
Dampak fisik: denyut nadi dan tekanan darah cenderung meningkat,
keseimbangan dan koordinasi tubuh menjadi buruk, batuk harian, dahak, bronkitis
dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap selesma dahak.
Pemakaian ganja jangka panjang dapat merusak paru-paru karena tingkat karbon
monoksida pada ganja tiga sampai lima kali lebih tinggi daripada tembakau.
Penggunaan ganja oleh wanita hamil meningkatkan risiko melahirkan bayi
dengan berat badan rendah dan lebih rentan terhadap beberapa masalah kesehatan.
Ibu menyusui yang menghisap ganja menyebarkan THC pada bayinya melalui
ASI, dengan risiko pada pengembangan gerak si bayi.
Anak-anak yang menghisap ganja secara pasif menunjukkan lebih banyak tabiat
yang buruk, pengisapan ibu jari, dan kemarahan dibanding anak yang tidak
terpajan.
Sebab kematian : suicide, infeksi berat, dan tindak kekerasan (termasuk
kecelakaan lalu lintas).
12
Gambar 2. Penyalahgunaan ganja
Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ III
A. Baru menggunakan kanabis
B. Takikardia
C. Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini yang timbul dalam
waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Euforia
2. Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif
3. Perasaan waktu berlalu dengan lambat
4. Apatis
D. Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu
2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Kemerahan konjungtiva
13
2. Nafsu makan bertambah
3. Mulut kering
E. Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan berlebihan, kecurigaan atau
ide – ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau
pekerjaan.
F. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
Gangguan Waham Kanabis
Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ III
A. Baru menggunakan kanabis
B. Timbul Sindrom Waham Organik di dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat
itu
C. Gangguan itu tidak menetap sesudah lebih dari 6 jam penghentian zat itu
D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
UNDANG-UNDANG TENTANG PENYALAHGUNAAN GANJA
Sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, ganja di Indonesia termasuk ke
dalam jenis narkotika yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
(baik sintetis maupun semi sintetis) yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut pakar
kesehatan narkoba, singkatan dari kata narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya,
sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak
dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu
disalahgunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas dosis. Maka dari itu
kepemilikan, penggunaan, dan pengedaran narkoba dilarang oleh negara. Hal itu diatur
lebih lanjut kedalam Undang-Undang tentang narkotika terbaru yaitu Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009.
14
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin untuk kanabis dan zat lainnya telah umum pada beberapa
keadaan seperti program pengobatan dan tempat penempatan tenaga kerja. Kebanyakan
laboratorium menggunakan Enzym-Multiplied Immunoassay Technique (EMIT),
meskipun Radi Immunoassay (RIA) adalah yang paling sering digunakan. Kedua tes di
atas relatif sensitif dan tidak mahal. Membantu sebagai penyaringan (screening) awal
karena jauh dari sempurna. Perbandingan terbaru menunjukkan ketidaksesuaian pada
positif palsu dan negatif palsu meskipun penyaringan dan kondisi laboratorium dalam
penerapan yang terbaik. Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas
Spectroscopy (GC-MS).
Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut off 100 ng/ml
pada 42-72 jam setelah efek psikologis menurun. Karena metabolit kanabinoid adalah
larut lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan
secara perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan secara
iseng dapat memberikan hasil positif untuk 7-10hari dan pada pengguna kanabis berat
dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.
PENGOBATAN
Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan
pengobatan penyalah-gunaan substansi lain-abstinensia dan dukungan. Abstinensia dapat
dicapai melalui intervensi langsung, seperti perawatan di rumah sakit, atau melalui
monitoring ketat atas dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urine,
yang dapat mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian.
Dukungan dapat dicapai dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga, dan
kelompok. Pendidikan harus merupakan inti untuk program abstinensia dan dukungan,
karena pasien yang tidak mengerti alasan intelektual untuk mengatasi masalah
penyalahgunaan substansi menunjukkan sedikit motivasi untuk berhenti. Untuk beberapa
pasien suatu obat antiansietas mungkin berguna untuk menghilangkan gejala putus zat
jangka pendek. Untuk pasien lain penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan
gangguan depresi dasar yang mungkin berespons dengan terapi antidepresan spesifik.
15
PROGNOSIS
Ketergantungan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan
mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang
menyenangkan dari kanabis sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.
Sejarah gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja, dan gangguan
kepribadian antisosial adalah faktor resiko untuk berkembangnya gangguan terkait zat,
termasuk gangguan terkait kanabis. Sedikit data yang tersedia pada perjalanan efek
jangka panjang dari ketergantungan dan penyalahgunaan kanabis.
BAB III
KESIMPULAN
16
Ada tiga alasan yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat: Pertama, pertumbuhan dari periode kesehatan akut (the growth of acute health episodes). Kandungan THC yang tinggi tentunya membawa konsekuensi yang berbeda dengan pengguna ganja dengan THC yang rendah. Meskipun secara teoritis konsumsi bisa saja dikurangi untuk mendapatkan efek yang sama, namun dalam kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan.
Alasan kedua, pertumbuhan kebutuhan tempat rehabilitasi. Peningkatan kadar THC akan berakibat semakin banyaknya pengguna ganja yang kemungkinan menjadi adiksi dan ketergantungan yang pada akhirnya memerlukan tempat untuk rehabilitasi. Sedangkan alasan ketiga adalah terjadinya perubahan pemahaman tentang dampak kesehatan dari konsumsi ganja. Beberapa opini masyarakat saat ini telah mengalami perubahan dimana mengkonsumsi ganja hanya sedikit bahayanya. Opini ini sesungguhnya cukup beralasan karena banyak ilmuwan menemukan kenyataan bahwa bahaya tembakau dan alkohol jauh lebih besar dari bahaya ganja.
Pandangan di atas tentu saja tidak sepenuhnya benar karena posisi ganja dengan tembakau dan alkohol adalah berbeda, sehingga kita belum bisa memprediksi jika kemudahan mendapatkan ganja ini menjadi semudah mendapatkan tembakau maka bagaimana dampaknya terhadap kesehatan masyarakat .Walaupun ada pandangan yang baru, namun World Drug Report (2006) masih tetap dengan keyakinan bahwa ganja adalah tidak baik untuk kesehatan.
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari populasi
yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan
mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi
seumur hidup dari penyalahgunaan zat sekitar 20%.
17
Angka penggunaan mariyuana dalam bulan terakhir oleh laki-laki adalah hampir
dua kali dari angka pada wanita. Kulit hitam kira-kira 1,6 kali lebih mungkin
menggunakan mariyuana dalam bulan terakhir dibandingkan kulit putih atau Hispanik.
Penghuni daerah metropolitan besar dan kecil secara bermakna lebih mungkin
dibandingkan penduduk daerah Selatan atau Utara Tengah untuk menggunakan
mariyuana dalam bulan terakhir.
Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi yang tertinggi di ganglia
basalis, hipokampus, dan serebelum, dengan konsentrasi yang lebih rendah di korteks
serebral. Reseptor tidak ditemukan di batang otak, suatu kenyataan yang konsisten
dengan efek kanabis yang minimal pada fungsi pernafasan dan jantung. Penelitian pada
binatang telah menemukan bahwa kanabinoid mempengaruhi neuron monoamin dan
gamma-aminobutyric acid (GABA).
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah
konjungtiva (yaitu, mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi
ortostatik dapat terjadi.peningkatan nafsu makan-sering kali disebut sebagai pengunyah-
dan mulut kering.
Kriteria diagnostik untuk gangguan berhubungan dengan kanabis lainnya
ditemukan di dalam bagian DSM IV yang memusatkan pada gejala fenomenologi utama-
sebagai contoh, gangguan psikotik akibat kanabis, dengan waham, di dalam bagian DSM-
IV tentang gangguan psikotik akibat zat. DSM-IV memasukkan diagnosis ketergantungan
kanabis dan penyalahgunaan kanabis. DSM-IV meresmikan kriteria diagnostik untuk
intoksikasi kanabis. Intoksikasi kanabis dosis tinggi, pemakai mungkin juga merasakan
depersonalisasi dan derealisasi. Keterampilan motorik terganggu oleh pemakaian kanabis,
dan gangguan pada keterampilan motorik tetap ada setelah efek euforia dan subjektif
telah menghilang. Delirium Intoksikasi Kanabis adalah suatu diagnosis DSM-IV.
Delirium yang berhubungan dengan intoksikasi kanabis ditandai oleh gangguan kognitif
dan tugas kinerja yang jelas. Bahkan dosis kecil kanabis menyebabkan gangguan daya
ingat, waktu reaksi, persepsi, koordinasi motorik, dan pemusatan perhatian. Gangguan
psikotik akibat kanabis jarang terjadi, tetapi ide paranoid sementara adalah lebih sering.
Penggunaan kanabis jarang disertai dengan pengalaman khayalan buruk (bad-trip), yang
sering kali menyertai intoksikasi halusinogen. Jika gangguan psikotik akibat kanabis
18
memang terjadi, keadaan ini mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian yang
telah ada sebelumnya pada orang yang terkena. Gangguan Kecemasan Akibat Kanabis
(cannabis-induced anxiety disorder) adalah suatu diagnosis umum untuk intoksikasi
kanabis akut, dimana banyak orang mengalami keadaan kecemasan singkat yang sering
kali dicetuskan oleh pikiran paranoid.
Kategori gangguan berhubungan kanabis yang tidak ditentukan ini adalah untuk
gangguan yang berhubungan dengan pemakaian kanabis yang tidak dapat
diklasifikasikan sebagai ketergantungan Kanabis, penyalahgunaan kanabis, intoksikasi
kanabis, delirium intoksikasi kanabis, gangguan psikotik akibat kanabis, atau gangguan
kecemasan akibat kanabis.
Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut off 100 ng/ml
pada 42-72 jam. Karena metabolit kanabinoid adalah larut lemak, menetap di cairan
tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan secara perlahan. Uji saring untuk
kanabinoid pada individu dapat memberikan hasil positif untuk 7-10 hari dan pada
pengguna kanabis berat dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.
Perawatan di rumah sakit, atau melalui monitoring ketat atas dasar rawat jalan
dengan menggunakan skrining obat dalam urine, yang dapat mendeteksi kanabis selama
tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian. Dukungan dapat dicapai dengan
menggunakan psikoterapi individual, keluarga dan kelompok.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H I and Saddock BJ, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. 6 th
Edition. USA. William and Wilkins, 2010: 640-646
2. Kaplan H I and Saddock BJ, Comprehensive Textbook of Psychiatry: ed
saddock BJ. Vol. 1. 6th Edition. USA. William and Wilkins, 1995: 810-816.
3. Kusumawardani, dkk. Buku Ajar Psikiatri : ed Elvira, Hadisukanto. FKUI,
2010. 142-143.
4. Diagnostic and Statistics Manual of Mental Disorder edisi keempat.
5. Direktorat Kesehatan Jiwa, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia. Edisi III.. DepKes RI. 1993
6. Camellia V, Gangguan Sehubungan Kanabis. Tersedia di http://
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3396/1/10E00568.pdf.
diunduh pada 27 Desember 2012.
7. Cannabis Related Disorder. Tersedia di http://www.minddisorders.com/Br-
Del/Cannabis-and-related-disorders.html. diunduh pada 27 Desember 2012.
20
top related