referat part 1
Post on 07-Aug-2015
57 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Anatomi Mata
2.1.1. Anatomi umum
Mata terdiri dari :
Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di
posterior (sklera) Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot
ekstraokular melekat pada sklera sementara saraf optik meninggalkan
sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.1
Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior
mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam retina. 1
Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot
siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan
memungkinkan fokus mata berubah-ubahh. Epitel siliaris mensekresi
akueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris
merupakan tempat perlekatan iris. 1
Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus
(zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus siliaris. 1
Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh
suatu jaringan sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar
jalinan ini, kanal Sclemm mengalirkan akueous humor dari bilik anterior
ke dalam sistem vena, sehingga terjadi drainase akueous. Daerah ini
dinamakan sudut drainase. 1
2
Gambar. Penampang Bola Mata2
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata
anterior. Di antara iris, lensa, dan korpus siliar terdapat bilik mata posterior (yang
berbeda dari korpus vitreous). Kedua bilik ini terisi oleh akueous humor. Di
antara lensa dan retina terletak korpus vitreous. 1
Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak
mata atas dan bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul Tenon) memisahkan
konjungtiva dari sklera dan memanjang ke belakang sebagai satu penutup di
sekitar otot-otot rektus. 1
2.1.2 Retina
Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung 1)
Sel-sel kerucut, yangg berfungsi untuk penglihatan warna, dan 2) Sel-sel batang
yang terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan di
dalam gelap. Bila sel batang atau pun kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan
3
melalui lapisan sel saraf yang berurutan dalam retina itu sendiri dan, akhirnya ke
dalam serabut nervus optikus dan korteks serebri. Tujuan bab ini adalah untuk
menjelaskan mengenai mekanisme yang dipakai oleh sel batang dan kerucut
untuk mendeteksi cahaya putih dan cahaya berwarna serta selanjutnya mengubah
bayangan visual menjadi sinyal serabut optik. 3
Gambar. Makula lutea dan fovea sentralis2
Lapisan retina terdiri dari :
1. Lapisan pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut yang menonjol pada lapisan pigmen
3. Lapisan nukleus luar yang mengandung badan sel batang dan kerucut
4. Lapisan pleksiform luar
5. Lapisan nukleus dalam
6. Lapisan pleksiform dalam
7. Lapisan ganglion
8. Lapisan serabut saraf optik
4
9. Membran limitan dalam
Sesudah melewati susunan lensa mata dan selanjutnya melalui humor
vitreus, cahaya memasuki retina dari sebelah dalam. Cahaya itu akan
melewati sel-sel ganglion, lapisan pleksiform, dan lapisan nukleus sebelum
akhirnya sampai pada lapisan batang dan kerucut yang terletak di sepanjang
sisi luar retina. Jarak yang ditempuh ini merupakan ketebalan yang besarnya
beberapa ratus mikrometer; tajam penglihatan jelas berkurang karena
perjalanan melalui jaringan non-homogen ini. Namun, di bagian fovea sentral
retina, seperti yang akan di bahas kemudian, lapisan dalam akan ditarik ke
samping guna mengurangi hilangnya tajam penglihatan ini 3
2.1.3 Daerah fovea retina dan peranannya dalam tajam penglihatan
Fovea merupakan suatu daerah yang sangat kecil di bagian tengah retina,
yang menempati suatu daerah yang luasnya kurang dari 1 milimeter persegi;
terutama berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis, dengan
diameter hanya 0,3 milimeter, hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut;
sel-sel kerucut ini mempunyai struktur khusus yang membantu mendeteksi
bayangan penglihatan secara lebih rinci. Sel-sel kerucut yang terletak di fovea
sentralis ini memiliki bentuk yang panjang dan raping, berbeda dengan sel
kerucut yang berbentuk lebih gemuk yang terletak pada retina di bagian yang
lebih perifer. Dalam bagian fovea, pembuluh-pembuluh darah, sel-sel
ganglion, lapisan sel-sel inti dalam, dan lapisan pleksiform terletak lebih
tersebar di satu sisi dan bukannya terletak tepat di puncak konus. Keadaan ini
menyebabkan cahaya tiba di konus tanpa di redam. 3
2.2. Fisiologi Penglihatan
2.2.1. Adaptasi Terang-Gelap
Adaptasi adalah kemampuan mata untuk menyesuaikan diri pada
intensitas cahaya yang berubah-ubah.5 Ada dua tipe adaptasi :
5
1) Adaptasi terang : sistem visual akan menyesuaikan dalam beberapa
detik terhadap lingkungan yang lebih terang dengan penurunan
sensitivitasnya.
2) Adaptasi gelap : sistem visual akan meneyesuaikan dengan
peningkatan sensitivitas secara lambat atau beberapa menit.5
Ketika seseorang berada di tempat terang dalam waktu yang lama,
makafotokimiawi yang ada di sel batang maupun sel kerucutnya akan
berkurang akibat diubahmenjadi retinal dan opsin, dan retinal sendiri akan
diubah menjadi vitamin A. Hal inimenyebabkan penurunan sensitifitas mata
di tempat yang terang, atau disebut adaptasiterang.3
Sebaliknya, ketika seseorang berada di tempat gelap dalam waktu yang
lama, makaretinal dan opsin yang ada akan diubah lagi menjadi pigmen peka
cahaya, dan vitamin Ayang tersimpan diubah menjadi retinal untuk makin
meningkatkan jumlah pigmentersebut. Batas akhirnya ditentukan oleh jumlah
opsin yang ada di dalam sel batang dankerucut untuk bergabung dengan
retinal. Proses ini akan kembali meningkatkansensitivitas mata akan cahaya,
bahkan hingga 60.000 kali lipat, dalam kurun waktutertentu.3
Untuk sensitivitas mata di tempat gelap, awalnya dapat diperankan oleh
sel kerucut.Namun karena sifat alamiahnya yang lebih peka pada cahaya
terang, maka lambat launsensitivitasnya akan melemah dan menjadi tidak
berespon terhadap jumlah cahaya yangsedikit. Saat itulah sel batang akan
mengambil peranan, untuk jangka waktu yang lebihlama, dari hitungan menit
hingga berjam-jam, seperti yang digambarkan pada kurva dibawah ini.3
6
Gambar. Adaptasi Gelap6
Selain peranan konsentrasi rodopsin tersebut, mekanisme lainnya untuk
kondisiterang dan gelap adalah dengan perubahan pada ukuran pupil
serta adaptasi saraf. Perubahan ukuran pupil dapat memberi pengaruh hingga
30 kali lipat dalam sepersekiandetik karena akan berefek pada jumlah cahaya
yang diterima mata. Sedangkan untuk adaptasi saraf, diperankan oleh jalinan-
jalinan sel yang berperan dalam jaras penglihatan,yang menurunkan besar
rangsangan visual dari sel-sel yang berada di lapisan retina.Meski
pengaruhnya kecil, namun mekanisme ini berjalan lebih cepat, yaitu
dalamsepersekian detik.3
7
2.3 Night Blindness
2.3.1 Definisi
Night blindness atau rabun senja/rabun ayam/niktalopia merupakan sebuah
penyakit mata yang menyebabkan penderitanya kesulitan atau gagal melihat jika
kekurangan sumber cahaya (pada malam hari atau cahaya redup).7,8
2.3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, night blindness sering dianggap remeh oleh masyarakat, tidak
perlu ditindak lanjuti dan akan sembuh sendiri. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan masyarakat yang rendah.9
Rabun senja salah satunya disebabkan oleh kekurangan vitamin A (KVA) atau
xeroftalmia. Berdasarkan hasil survey xeroftalmia (1992) menurut kriteria WHO,
KVA di Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (< 0,5%),
namun pada survey tersebut, 50% balita masih menderita KVA subklinis (serum
retinol <20 µg/dL).9
2.3.3 Pemeriksaan Penunjang
2.3.3.1 Elektroretinografi (ERG)
Tujuan
Pemeriksaan ERG berguna untuk mengetahhui apakah
gangguan fungsi retina teretak pada sel kerucut dan batang atau pada
sel bipolar.10
Dasar
Elektrode yang diletakkan pada kornea memberi reaksi identik
di permukaan retina. Elektroda ini dihubungkan dengan alat pencatat.
ERG terdiri atas gelombang defleksi negatif kornea pada permukaan
(gelombang a), disusul gelombang tinggi yang merupakan defleksi
positif kornea (gelombang b) dan kemudian disusul gelombang lebih
rendah yang merupakan respons positif yang panjang (gelombang c).
Gelombang a berasal dari fotoreseptor retina, gelombang b berasal dari
8
sel bipolar, terutama sel muller, dan gelombang c berasal dari sel
pigmen epitel retina.10
Alat
Alat ERG
Teknik
1) Diberikan anastesi lokal pada mata yang akan diperiksa
2) Lensa kontak dengan eektrode dipasang pada mata tersebut
3) Elektroda diletakkan di dahi dan di daun telinga
4) Elektroda di dahi berfungsi sebagai pola negatif
5) Dari lensa kontak kornea potensi listrik akan keluar, diteruskan
pada alat preamplifier, dan layar
6) Dilakukan rangsangan
Nilai
- Terdapat periode laten sebuah rangsangan sampai timbulnya
gelombang a kira-kira 0.2 m detik
- Terdapat periode implisit antara rangsangan dengan puncak
gelombang b
- Gelombang hilang pada gangguan retina (retinopatidan
hipoksia)
- Prosedur ini berguna untuk membedakan berbagai kelainan
retina seperti distrofi kerucut dan retinitis pigmentosa10
Catatan
- Amplitudo tergantung pada lama dan intensitas adaptasi sebelum tes
dilakukan sehingga nilai setiap pemeriksaan dapat berbeda10
- Hasil dari pemeriksaan ERG pada pasien buta senja : gelombang a
menghilang dan pada keadaan lanjut gelombang ERG menghilang sama
sekali11
9
2.3.3.2 Uji Adaptasi Gelap
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat fungsi sel batang retina pada
pasien yang mengeluh buta senja.10
Dasar
Mengukur pertambahan sensitivitas visual pada mata dari tempat
terang ke gelap.10
Alat
Adaptometer (Goldmann Weeker).10
Teknik
1) Pasien disinari dengan sinar terang standar dari alat adaptometer
selama 10 menit
2) Kemudian seluruh ampu digelapkan, pasien diminta fiksasi pada
target berwwarna merah daam alat
3) Dalam waktu 30 detik dicari ambang rangsang sinar pada satu
daerah lapang pandangan dengan menaikkan intensitas sinar
dengan lens fillter yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terlihat
oeh pasien
4) Dibuat grafik timbulnya rangsangan dibanding dengan waktu pada
satu daerah lapang pandangan 10
Nilai
- Grafik menurunnya ambang retina dibanding dengan waktu
menunjukkan telah terjadinya adaptasi kerucut
- Gelombang menaik menunjukkan adaptasi gelap sudah terjadi
atau adaptasi batang yang sudah berfungsi di tempat gelap
tersebut
- Merupakan ambang kerucut yang terlihat sesudah 5 menit dan
- Merupakan ambang batang yang terlihat sesudah 30 menit10
10
Catatan
Alat ini dapat dipakai pada keadaan tertentu seperti ambang rangsang rendah,
pada berbagai macam tajam penglihatan dan ambang terhadap warna tertentu.
Walaupun tes ini tes subyektif, simulasi dan pasien tidak kooperatif cepat
diketahui. Regenerasi pigmen dan adaptasi gelap berupa reaksi fotokimia yang
berjalan lebih lambat dibandingkan dengan adaptasi terang. Alat ini dapat
dipergunakan pada setiap pasien yang mengeluh buta hitam.10 Tes ini mungkin
dapat membantu diagnosis walaupun pada anak-anak kurang dapat dipercaya
hasilnya.11
2.3.3.3. Pemeriksaan Kadar Vitamin A Dalam Darah
Apabila terdapat kadar vitamin A lebih kecil dari 20 mcg/100 ml dalam
plasma menunjukkan kurangnya pemasukkan vitamin A. Kadar normal vitamin
vitamin A di dalam darah 20-50 mcg/100 ml.11
2.3.4 Etiologi dan Terapi
Night blindness merupakan gejala dari beberapa penyakit mata. Kondisi ini
dapat muncul sejak lahir (herediter), trauma maupun malnutrisi, misalnya
defisiensi vitamin A, (didapat).12 Berikut adalah penyakit dengan keluhan night
blindness.
2.3.4.1 Retinitis pigmentosa
Retinitis pigmentosa merupakan kelainan genetik dengan gejala buta
senja, perubahan pigmen retina dan menyempitnya lapang pandangan dan
berakhir dengan hilangnya penglihatan. Kelainan yang diturunkan adalah pada
fotoreseptor kerucut dan batang atau sel pigmen epitel retina, mulai dengan
degenerasi sel batang.13
Gejalanya adalah buta senja didahului penglihatan terowong untuk
beberapa tahun. Disusul dengan berkurangnya penglihatan perifer yang
11
berakhir dengan penglihatan sentral. Gambaran potongan histologik ‘tulang
berwarna hitam’, terdapat sekeliling ekuator dengan ora serata, degenerasi
kisi-kisi pada bilateral, papil pucat seperti lilin, pembuluh darah mengecil
(edema makula kistik) dan katarak subkapsular. Biasanya buta setelah usia 40
tahun.13
Gambar. Retinitis pigmentosa14
Saat ini belum ada terapi definitif untuk retinitis pigmentosa. Namun
vitamin A palmitat 15.000 IU diketahui bermanfaat tetapi terbatas untuk
pasien yang tidak hamil, usia lebih dari 21 tahun dengan monitor fungsi hati
dan level vitamin A serum. Bedah katarak dapat meningkatkan ketajaman
visual sentral.14
2.3.4.2. Gyrate atrophy
Gyrate atrophy adalah kelainan herediter resesif autosom yang
dikarakteristikan dengan atrofi korioretinal progresif yang mengakibatkan
deteriorasi progresif pada penglihatan perifer dan malam yang mengarah pada
kebutaan. Pada kondisi ini terjadi defisiensi aminotransferase ornitin,
mengakibatkan peningkatan ornitin plasma 10 – 20 kali lipat.15
Terapi yang dapat dilakukan adalah
12
Mengurangi konsumsi protein dieteri.
Suplementasi vitamin B6 (piridoksin), dengan dosis awal 50 mg/hari per
oral dan ditingkatkan sampai 500 mg/hari. Follow up level ornitin serum
(o,15 – 0,20 mmol/L adalah optimal).14
2.3.4.3. Koroideremia
Koroideremia merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan penglihatan
progresif yang umumnya menyerang laki-laki.16 Gejala awalnya adalah
niktalopia, diikuti dengan kehilangan penglihatan perifer secara tersembunyi.
Selanjutnya terjadi penurunan penglihatan sentral dan kebutaan pada usia
lebih lanjut.14
Belum ada penanganan efektif yang tersedia unutk koroideremia, tapi
kacamata gelap berwarna dapat membantu memperbaiki gejala. Sedangkan
untuk kelainan X-resesif, konseling genetik dapat menjadi pertimbangan.14
2.3.4.4 Congenital stationary night blindness
Congenital stationary night blindness merupakan rabun senja yang
muncul sejak lahir yang dicirikan dengan dengan lapang pandangan yang
masih normal, fundus dapat normal atau tidak, tidak progresif. Salah satu
variannya adalah Oguchi disease, dicirikan dengan fenomena Mizuo, yaitu
fundus yang memperlihatkan gambaran tapetum pada kondisi adaptasi-terang
tapi terlihat berwarna pada kondisi adaptasi-gelap.14
Gambar. Oguchi disease14
13
2.3.4.5 Defisiensi vitamin A
Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsin
atau visual purple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada
protein. Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi
konversi rodopsin menjadi visual yellow dan kemudian visual white. Pada
konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A. sementara regenerasi visual purple
hanya akan terjadi bila tersedia vitamin A tanpa regenerasi, maka penglihatan
pada cahaya remang setelah mata menerima cahaya terganggu.1 Pada tahap
awal terapinya yaitu dengan menjalani diet sehat yang mengandung kaya
vitamin A (seperti hati, wortel, susu, kuning telur) atau suplemen oral vitamin
A.17
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut 11
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan
kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan
14
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus
segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan
X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea
cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea). 11
1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang.
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat
melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta
senja.. 11
Gambar. Rabun Senja11
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/
menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut
15
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di
dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan di depannya. 11
2. Xerosis konjungtiva = XIA
Gambar. Xerosis Konjungtiva11
Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah
warna kecoklatan. 11
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah
mata sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam
masyarakat. 11
16
Gambar. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot11
Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik11
4. Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita,
penyakit infeksi dan sistemik lain). 11
Gambar. Xerosis kornea11
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan
kornea.
17
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) 11
Gambar. Keratomalasia dan ulkus kornea11
6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka
pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau
jaringan
parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun
dengan operasi cangkok kornea. 11
Gambar. Sikatriks kornea11
7. Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol. 11
18
Gambar. Xeroftalmia fundus11
2.3.4.6 Defisiensi zink
Defisiensi zink dapat menyebabkan abnormalitas adaptasi gelap. Hal
ini dikarenakan zink dibutuhkan dalam metabolisme vitamin A.14
2.3.4.7 Miopi yang tidak dikoreksi
Miopi yang tidak dikoreksi dapat menjadi penyebab tersering penglihatan
malam yang buruk.14
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi
Jangka
Waktu Kemungkinan
Cystoid macula edema
Pembengkakan retina di makula dapat
terjadi dalam kasus-kasus lanjut retinitis
pigmentosa.17
Jangka
panjang
medium
Kehilangan lapangan pandang
Penyempitan bidang visual perifer dapat
terjadi pada sejumlah dystrophies
chorioretinal dan retinitis
Variabel tinggi
19
pigmentosa. Tingkat kehilangan
lapangan tergantung pada kelainan
genetik yang mendasari.17
Katarak (subcapsular posterior)
Katarak subcapsular posterior dapat
terjadi pada semua bentuk retinitis
pigmentosa.17
Variabel tinggi
Mengurangi ketajaman visual
Ketika fungsi retina di daerah makula
terpengaruh, ketajaman visual
memburuk. Jangka waktu tergantung
pada kondisi yang mendasari dan
kelainan genetik.17
Variabel medium
20
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
Night blindness atau rabun senja/rabun ayam/niktalopia merupakan sebuah
penyakit mata yang menyebabkan penderitanya kesulitan atau gagal melihat jika
kekurangan sumber cahaya (pada malam hari atau cahaya redup).
Penyebab dari night blindness itu sendiri adalah herediter (sejak lahir),
defisiensi vitamin A, defisiensi zink dan miopi ang tidak terkoreksi.
Night blindness selain herediter (sejak lahir) atau pun di dapat biasanya
merupakan suatu gejala dari penyakit mata lainnya seperti retinitis pigmentosa, gyrate
atrophy, koroider emia, dan congenital stationary night blindness.
Night blindness harus diterapi karena jika tidak akan menimbulkan
komplikasi, yaitu :
- Cystoid makula edema
- Kehilangan lapangan pandang
- Katarak (subcapsular posterior)
- Mengurangi ketajaman visual
21
Daftar Pustaka
1. James,. Bruce,. Chew,. Bron. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi
Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga
2. Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.W.M. 2007. Gray’s Anatomy for Students.
US: Elsevier Inc.
3. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC.`
4. Ilyas, S. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
5. Tortora,. Gerard, J., Bryan, H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology
12th Edition Volume 1. Asia : John Wiley & Sons.
6. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc.
7. Agusyanti. 2012. Rabun Senja atau Rabun Ayam (Nyctalopia). Sulawesi
Selatan: Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Diunduh dari http://dinkes-
sulsel.go.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=1075&Itemi
d=102 pada 28 Desember 2012 pukul 19:06 wib.
8. Kumala, P. Komala S., et al. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi
25. Jakarta: EGC.
9. Untoro, R. 2003. Deteksi Dini Tatalaksana Kasus Xeroftalmia: Panduan bagi
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
10. Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
11. Ilyas, Sidarta, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
12. Editor. 2012. Nyctalopia. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Nyctalopia
diakses pada 28 Desember 2012 pukul 19:10 wib
22
13. Ilyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
14. Gesternblith, A.T., Rabinowitz, M.P., et al. 2012. The Wills Eye Manual:
Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Diseases 6th
Edition. Phipadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
15. Javadzadeh, A., Gharabaghi, D. 2007. Gyrate atrophy of the choroid and
retina with hyper-ornithinemia responsive to vitamin B6: a case report. Iran:
BioMed Central Journal of Medical Case Reports.
16. Editor. 2012. Choroideremia. United States: US National Library of
Medicine. Available at http://ghr.nlm.nih.gov/condition/choroideremia
diakses pada 28 Desember 2012 pukul 19:19 wib.
17. BMJ Editors. 2012. Night Blindness. UK: BMJ Publishing Group: Best
Practice BMJ.
top related