refrat
Post on 25-Oct-2015
44 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REFERAT
MANAGEMENT DIARE
Oleh
Ana Kurniawati (J 5000 90008
Fitriana Sistyaningtyas (J 5000 900 19
Rahmat Agung ( J 5000 900….
Pembimbing
dr. Eko J Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD DR HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Hasil Riskesda 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%,
untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia
15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hampir selalu
termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Diperkirakan ditemukan
penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari
penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+40 juta kematian). Sebagian dari penderita
(1-2%) akan jatuh dalam dehidrasi dan jika tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat
meninggal.3
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting
yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama
kematian dan menjamin nutrisi untuk mencegah virus mengganggu pertumbuhan akibat
diare.1 Episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan
berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak.1
Lebih dari 1,5 juta anak di bawah lima tahun meninggal tiap tahun akibat diare akut.
Jumlah ini dapat dikurangi secara drastis melalui terapi seperti pencegahan dan
penatalaksanaan dehidrasi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO) dan penyediaan cairan yang
didapatkan dari rumah, pemberian ASI, makanan berkelanjutan, penggunaan antibiotic
selektif dan suplementasi zinc selama 10-14 hari.
Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah
/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan
menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi
diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara
umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita,
4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang
menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair),
dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali
perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare ,
tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi
diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-
kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1
B. Cara penularan dan faktor resiko.
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik. 1
C. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non-inflamatory dan inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin
oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan
dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan
oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,4
Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur 5
D. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara lain
:vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurologik dari
infeksi usus bisa berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri
perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti: enteric virus, bakteri yang memproduksi
enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit.
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis :
Masa Tunas
Panas
Mual, muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
lamanya sakit
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
-
5-7 hari
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus, kramp
+
>7hari
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus,kolik
+
3-7 hari
6-72 jam
-
+
-
-
2-3 hari
6-72 jam
++
-
Tenesmus, kramp
-
variasi
48-72 jam
-
Sering
Kramp
-
3 hari
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain
Sedang
5-10x/hari
Cair
-
Langu
Kuning hijau
-
anorexia
Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
-
Merah-hijau
+
Kejang+
Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
+
Sepsis +
Banyak
Sering
Cair
-
-
Tak berwarna
-
Meteorismus
Sedikit
Sering
Lembek
+
-
Merah-hijau
-
Infeksi sistemik+
Banyak
Terus menerus
Cair
-
Amis khas
Seperti air cucuian beras
-
-
Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang
terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare.
Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa dehidrasi,
kehilangan BB<3%
Dehidrasi ringan sedang,
kehilangan BB 3%-9%
Dehidrasi berat, kehilangan
BB>9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable Apatis, letargi, idak sadar
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus
berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Baik,sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa,tidak haus
*Gelisah,rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus ingin minum banyak
*lesu,lunglai/tidak sadar
Sangat cekung
Kering
Sangat kering
*malas minum atau tidak bias
minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang
Bila ada 1 tanda* ditambah 1
atau lebih tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda* ditambah 1
atau lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L
Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik
Rasa haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit/ selaput lender Basah Kering Kering sekali
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis, hiperfleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%
Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja
F. Tata laksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:6
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah
diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:7
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Bila terdapat dua tanda atau lebih
- Keadaan umum baik, sadar
- Mata tidak cekung
- Minum biasa, tidak haus
- Turgor kulit kembali segera
Terapi diare di rumah
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
- Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama.
- Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan.
- Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum
dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan.
- Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
Umur < 1 tahun beri 50 – 100 ml setiap kali berak
Umur > 1 tahun beri 100 – 200 ml setiap kali berak
- Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare
memburuk
- Ajari ibu cara mencampur dan member oralit
b. Beri obat Zinc
Beri zinc 10 hari berturut- turut walaupun diare sudah berhenti. Pemberian
diberi dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air atau ASI
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
- Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat
- Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
- Beri makanan kaya kalium
- Beri makanan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-
4 jam)
- Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
d. Antibiotic hanya diberikan sesuai indikasi, misalnya disentri, kolera.
e. Nasehati ibu atau pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
- Berak cair lebih sering
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan dan minum sangat sedikit
- Timbul demam
- Berak berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari
2. Rencana terapi B
Bila terdapat dua tanda atau lebih:
- Gelisah, rewel
- Mata cekung
- Ingin minum terus, ada rasa haus
- Turgor kulit lambat
a. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/ sedang, jumlah oralit yang diberikan
dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan:
Oralit yang diberikan= 75 ml x BB anak
- Bila BB tidak diketahui, berikan oralit sesuai table dibawah ini:
Umur 4 bln 4-12 bln 12-24 bln 2-5 th
BB < 6kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
- Berikan bila anak menginginkan lebih banyak oralit
- Edukasi ibu untuk meneruskan ASI
- Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan 100-200 ml air
- Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI
dan oralit
- Beri obat zinc selama 10 hari berturut- turut
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit
- Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
- Berikan sedikit demi sedikit tapi sering
- Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
- Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan hilang
c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi.
- Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur
- Bila anak menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rancana terap B
- Anak mulai diberi makanan, susu, dan sari buah
- Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C
d. Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B
- Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam
dirumah
- Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
- Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Bila terdapat dua tanda atau lebih
- Lesu, lunglai/ tidak sadar
- Mata cekung
- Malas minum
- Turgor kulit kembali sangat lambat
Dapatkah Pemberian
cairan intravena?
Ya - Beri cairan intravena segera
RL atau NaCl 0,9% 100ml/kgBB dibagi:
Bayi <1tahun 30ml/kgBB selama 1jam
dilanjutkan 70ml/kgBB selama 5jam
Anak >1tahun 30ml/kgBB selama 30 menit,
kemuadian 70ml/kgBB selama 2,5jam
- Diulang bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai tiap 15-30 menit, bila nadi belum
teraba beri tetesan lebih cepat
Beri oralit (5ml/kg/jam) bila anak bias
minum, biasanya setelah 3-4jam (bayi) atau
1-2jam (anak)
Beri zinc selama 10 hari berturut-turut
Setelah 6jam (bayi) atau 3jam (anak) nilai
kembali derajat dehidrasi. Kemudian
lanjutkan terapi dengan rencana terapi yang
sesuai
Apakah terapi
adekuat (dalam 30
menit)?
Ya - Rujuk penderita untuk terapi intravena
- Bila penderita bias minum, sediakan oralit dan
tunjukkan cara pemberiannya
Apakah dapat
menggunakan NGT
untuk rehidrasi?
Ya - Rehidrasi dengan oralit melalui NGT, berikan
sedikit demi sedikit 20 ml/kgBB/jam selama
6jam
- Nilai setiap 1-2jam:
Bila muntah dan perut kembung beri cairan
lebih lambat
Bila rehidrasi tidak tercapai dalam 3jam,
rujuk untuk terapi intravena
- Setelah 6jam, nilai kembali dan pilih rencana
terapi yang sesuai
Apakah penderita Ya - Mulai rehidrasi dengan oralit peroral, berikan
dapat minum? sedikit demi sedikit 20ml.kgBB selama 6jam
- Nilai setiap 1-2jam:
Bila muntah dan perut kembung beri cairan
lebih lambat
Bila rehidrasi tidak tercapai dalam 3jam,
rujuk untuk terapi intravena
- Setelah 6jam, nilai kembali dan pilih rencana
terapi yang sesuai
Rujuk anak untuk
rehidrasi via NGT
atau iv
- Amati minimal 6jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga rehidrasi
sengan member oralit
- Bila umur anak > 2 tahun dan sedang ada
wabah kolera, pikirkan kemungkinan kolera
dan beri antibiotic yang tepat secara oral begitu
anak sadar
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan
dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO
dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah
dikembangkan oralit baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama
dengan oralit yang lama, namun efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama.
Oralit baru dengan low osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi
intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi
kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan
WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak.1,8
Mencegah dan menanggulangi Dehidrasi.
Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :
1. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok).
2. Mengganti defisit yang terjadi.
3. Rumatan (maintenance) untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang
sedang berlangsung (ongoing losses).
Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral.
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat
menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang, bila diare
profus 3 dengan pengeluaran air tinja yang hebat (> 100 ml/kg/hari) atau muntah hebat
(severe vomiting) dimana penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang
sangat hebat (violent meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka
dapat dilakukan rehidrasi panenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral
dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi.
1. Dehidrasi Ringan – Sedang
a. Tahap rehidrasi
Mengganti defisit. Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat
dilakukan dengan pemberian oralit sesuai dengan defisit yang terjadi4:
Dehidrasi ringan ( 5% ) : 50 ml/kg ( 4 – 6 jam pada bayi )
( 3% ) : 30 ml/kg ( 4 – 6 jam pada anak besar )
Dehidrasi sedang ( 5 – 10% ) : 50 –100 ml /kg ( 4 – 6 jam pada bayi )
( 6% ) : 60 ml/kg ( 4 – 6 jam pada anak besar )
b. Tahap rumatan
Dalam tahap rumatan ini meliputi untuk memenuhi kebutuhan cairan
rumatan dan kebutuhan perubahan cairan rumatan yang disebabkan oleh
kehilangan cairan yang sedangberjalan (ongoing losses)
Terdapat beberapa model untuk menghitung kebutuhan cairan rumatan :
berdasarkan berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori yang
seperti kita ketahui bahwa 1 ml air diperlukan setiap 24 jam bagi setiap
kalori yang dikeluarkan dan bahwa kebutuhan metabolik menentukan
penggunaannya dari cadangan tubuh. Kalori yang dikonsumsi setiap
kesatuan berat badan, atau tingkat metabolik menurun dengan bertambah
besarnya dan usia anak ( Tabel 1,2 ).
Tabel 1. Kebutuhan Rumatan Kalori dan air per kesatuan berat badan
Rumatan Rumatan
Berat badan K cal/kg/24 jam ml air/kg/24jam
10 kg pertama
10 kg ke-dua
Setiap kg penambahan BB
100
50
20
100
50
20
Untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan (ongoing
losses) karena diare : 10 ml/kg bb (untuk diare infantile) dan 25 ml/kg bb
(untuk kholera) untuk setiap diare cair yang terjadi disamping pemberian
makanan dan minuman sebagaimana biasanya sebelum diare. Oralit
merupakan cairan elektrolit–glukosa yang sangat esensial dalam
pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan–sedang
Tabel 2. Perubahan dari Kebutuhan Rumatan (ongoing abnormal losses).
Faktor Perubahan dari kebutuhan
Panas
Hiperventilasi
Keringat
Diare
12% per 0 C
10-60 ml/100 K cal
10- 25 ml/100 K cal
10- 25 ml/100 K cal
Lustig JV,1993 dengan modifikasi9
2. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan
anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma,
pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan
elektrolit parenteral.
Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap :
a. Terapi awal
Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal dengan
cara re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler. Idealnya adalah
bahwa seluruh cairan yang diberikan hendaknya tetap berada didalam ruang
vaskuler. Untuk itu larutan elektrolit dengan kadar Na yang sama dengan
darah lebih dianjurkan. Perlu penambahan glukosa dalam cairan, karena
penderita yang sakit peka untuk terjadinya hipoglikemi dan penambahan
basa untuk koreksi asidosis.
b. Terapi lanjutan
Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan berikutnya
untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan Na serta
mengganti kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan (ongoing
losses) serta kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan). Walaupun
pemberian K sudah dapat dimulai, namun hal ini tidak esensial, dan
biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam. Perkecualian dalam hal ini adalah
bila didapatkan hipokalemia yang berat dan nyata. Pada saat tercapainya
tahap ini, kadang perlu diketahui nilai elektrolit serum sehingga terapi
cairan dapat dimodifikasi sesuai dengan kadar Na yang ada (isonatremi,
hiponatremi atau hipernatremi).
1) Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 – 149 mEq/l )
Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan
eksternal Na dari cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan
ekstraseluler yang masuk kedalam cairan intraseluler sebagai
kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dengan demikian
pemberian Na dalam jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari
cairan ekstraseluler akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan
dari Na tubuh total dari penderita; Na intraseluler yang berlebihan
kelak akan kembali ke dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K,
dengan akibat terjadinya ekspansi ke ruang ekstraseluler. Untuk
menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan hilangnya Na dan air dari
cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam pertama pemberian
cairan.
Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan
dan elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian
kehilangan cairan yang normal (ongoing normal losses) maupun yang
abnormal (ongoing abnormal losses) yang terjadi melalui diare ataupun
muntah.
Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap
berikutnya adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa
kehilangan cairan dan elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya
pemberian K.
Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan
menambah 25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan
dan dengan menambah kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang
sedang berjalan (ongoing abnormal losses). Kehilangan K mungkin
sama dengan kehilangan Na namun hampir keseluruhan K yang hilang
adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus diganti dengan
memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan
dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat
dipastikan bahwa akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya
penggantian K dilakukan dalam waktu 3 - 4 hari. K juga jangan
diberikan apabila terdapat kenaikan K serum atau sampai ginjal
berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat pemberian K
harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat, kadar
K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan
pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam.
2) Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l )
Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar
dari pada air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung
dengan formula berikut :
Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal - nilai Na yang diperiksa) X total
cairan tubuh (dalam L).
Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh
yang diperkirakan adalah 50 - 55% dari berat badan waktu masuk dan
bukan 60% seperti nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya
merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh keseluruhan (total) adalah
yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Hal ini memungkinkan bagi
penggantian Na yang hilang dari cairan ekstraseluler, untuk ekspansi
cairan ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk
mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti
pada tulang.
Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi
isonatremi, kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan
pemberian Na perlu diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion
tsb. Pemberian jumlah ekstra dari Na yang diperlukan untuk mengganti
kehilangan ekstra dapat dibagi rata dalam beberapa hari sehingga
koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai pada saat volume telah
bertambah. Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan secara mendadak
dengan pemberian larutan garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala
keracunan air seperti kejang. Gejala jarang timbul kecuali bila serum
Na berkurang dibawah 120 m Eq/L dan hal ini biasanya cepat dikontrol
dengan pemberian larutan Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai
maksimum 12 ml/kg berat badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan
terutama pada tahap awal pemberian cairan karena adanya resiko
terjadinya hiponatremi simptomatik.
3) Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l )
Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak,
dengan perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi
subdural. Kerusakan serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf
yang menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut yang nyata, sering
pula timbul kejang pada pasien dengan hipernatremi. Diagnosis dari
kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di topang dengan
ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal.
Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena
kembalinya Na serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh
kenaikan jumlah Na dalam sel otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang
dalam gilirannya akan menimbulkan perpindahan yang berlebihan dari
air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum kelebihan Na sempat
dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan melakukan koreks
hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah sebabnya
terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak
melebihi 10 m Eq/24 jam.
Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan
volume cairan ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga
jumlah air dan Na yang diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila
dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi. Jumlah yang sesuai
adalah pemberian 60 - 75 ml/kg/24 jam dari larutan 5% dektrosa yang
mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.
Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar
25% pada tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai
ADH (antidiuretic hormone) yang tinggi yang menimbulkan
berkurangnya volume urin.
Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan
(ongoing abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila
timbul kejang, dapat diberikan Nacl 3% 3 - 5 ml/kg intravena atau
manitol hipertonik. Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan
memberikan sejumlah besar air, dengan atau tanpa garam, sering
menimbulkan ekspansi volume cairan ekstraseluler sebelum terjadi
ekskresi Cl yang nyata atau koreksi dari asidosis. Sebagai akibatnya
dapat terjadi sembab dan gagal jantung yang memerlukan digitalisasi.
Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi
hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan memberikan jumlah yang
cukup kalium. Tetapi sekali timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5
ml/kg kalsium glukonat 10%) intravena. Komplikasi lain adalah
terjadinya kerusakan tubulus ginjal dengan gejala azotemia dan
berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal, sehingga memerlukan
modifikasi cara pemberian terapi cairan. Walaupun dehidrasi
hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya tetap sulit
dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi yang
terencana dengan baik.
c. Terapi akhir (pencegahan dan terapi defisiensi nutrisi)
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi
kebutuhan penderita akan kalori , namun hal ini tidaklah menjadi masalah
besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita
telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya, segala kekurangan
tubuh akan lemak, protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya
mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan/minuman sebagai mana
biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan
terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan
(continued feeding).
Pengobatan Dietetik
Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) sudah tidak dilakukan lagi
karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Sebagai pegangan
dalam melaksanakan pengobatan dietetic dipakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai
singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education.3
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau
paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus
akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur,
makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada
umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan
anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari
yang berperan memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak
minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan
untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau
bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan
terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%.
Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.10
Gejala klinis menghilang
(hari)
Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan
anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti
serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih.
Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat pengosongan lambung
pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi memperkecil jumlah laktosa pada
usus halus per satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering dalam jumlah kecil juga
memberikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa dan penyerapanya.
Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok
setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus karena kaya akan karoten. Campur
makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta
ditambahkan tahu,tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk
menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak
gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya
dihindari.
ZINC
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare
akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen di usus.
Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc
untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun angka telah sembuh
dari diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.1,11
PROBIOTIK
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan mikroorganisme hidup dalam
makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan
dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan
lingkungan mikrolumen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen
pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus
melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama diare
harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan
makanan yang kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar anak
dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa).
Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri
yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa usus dapat mencegah
kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada manusia mempunyai
kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel epitel
mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan
melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan Lactobacillus strain
LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan tersebut
dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk
mencegah perlekatan diarrheagenic Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif
seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah
perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan
infeksi E coli daripada setelah infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengan
reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui
kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi
substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile
fatty acid, hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,12
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus.
Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya
mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk
anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut
tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
1. Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh
bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella,
Campilobacter, dan sebagainya,1 Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena
potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam
sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta
berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
gejala sepsis12.
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Erythromycin 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Furasolidon 5mg/kg/hari
Dibagi 4 dosis selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Trimetoprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol
25-50mg/kg/hari
dibagi 2 dosis selama 5 hari
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari
dibagi 4 dosis selama 5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari
pada kasus berat)
Atau
Dehidro emetin hidrokhlorida
1-1,5 mg/kg ( maks 90mg )
(im) s/d 5 hari tergantung reaksi
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
2. Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis
dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Bila diberikan
bersamaan dengan cairan rehidrasi akan memberikan hasil yang lebih baik bila
dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi saja Produk yang
termasuk dalam kategori ini adalah:1,3
a. Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuanya untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan
lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan
melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan
praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada
anak.
b. Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture
opiii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal
atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak
satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan
diare.
c. Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dengan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
obat-obat lain:
d. Anti muntah
e. Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi
Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare,
terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan
lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.
Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare
kronik1. Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah
penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan
mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air
susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan
pemberiannya selama diare13
Penelitian yang dilakukan oleh Lama More RA dkk menunjukkan bahwa
suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan
beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan
untuk replikasi sel teramsuk sel epitel usus dan sel imunokompeten14.
Pemberian susu rendah laktosa, formula medium laktosa atau bebas laktosa
diberikan pada penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi
laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan
kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu yang
biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat
sementara dan dalam waktu 2-3 hari akan sembuh terutama pada anak dengan gizi yang
baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap
diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleansi
laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa15. Penulis
lain memberikan formula bebas laktosa atau formula soya untuk penderita intoleransi
laktosa sekunder oleh karena gastroenteritis, malnutrisi protein-kalori dan lain
penyebab dari kerusakan mukosa usus. Pada keadaan ini ASI tetap diberikan; namun
menurut Sullivan PB, tidak perlu memberikan susu rendah laktosa / pengenceran susu
pada anak dengan diare, khususnya untuk usia di atas 1 tahun atau yang sudah makan
makanan padat.
Sebagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut
sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula
khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak enersi seperti pada fase penyembuhan
diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat
menimbulkan diare kronik.
Menanggulangi Penyakit Penyerta.
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga
dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta yang ada.
Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain :
infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik lain (sepsis, campak) , kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal.
G. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit
a. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat
sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi
oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling
aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan
cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma
setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya
lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam.
Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24
jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah
pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai
diberikan. lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1
b. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai
Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar
Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum
Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
c. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB I.V pelan-pelan dalam 5-
10 menit dengan monitor detak jantung.1
d. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K. Jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak
boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukur x BB x
0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang
kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi
larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral
dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa
cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit
yang cukup mengandung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
6. Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan
cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3
7. Kejang3
a. Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita
dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika IV, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan
oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan
cepat pulih kembali.
b. Kejang demam
c. Hipernatremia dan hiponatremia
d. Penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan
diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi.
8. Malasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:3
a. Volume tinja bertambah
b. Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
c. dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa
dan menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24-48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.
9. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena3
10. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu
cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap
2-3 menit), antiemetik sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.3
11. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam
setelah hidrasi cukup.3
H. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status, gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan
campak, dan diare yang terjadi umumnya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11
bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan
6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi
diare. Ada beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6
bulan dalam 2-3 kali pemberian dengan interval 4-6 minggu. 1
I. Prognosis
Dubia ad bonam
Bila penatalaksanaan diare sesuai dengan pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5% akan menjadi diare
persisten16.
Kematian kebanyakan disebabkan karena dehidrasi berat dan septikemia.
Mudahnya bayi berusia muda (< 2 bulan) menderita sepsis diperkirakan karena
integritas mukosa usus dan daya tahan intestinal bayi belum sebaik anak yang besar
(Santosa, 2007). Pada bayi pun lebih mudah terjadi dehidrasi akibat kehilangan cairan
karena permukaan area usus per kg BB lebih luas, peran ginjal belum sempurna dan
meningkatnya kecepatan metabolisme tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare Akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi
IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http://www.who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index%20html.
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
5. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal
of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
6. Firmansyah A dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
7. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
8. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation.
Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.
9. Lustig JV. Fluid & Electrolyte Therapy. In : WER Hathaway,WW Hay Jr,JR
Groothuis,JW Paisley. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 11nd. Prentice-Hall
International Inc 1993; 1129 – 1140.
10. Suandi IKG. Manajemen Nutrisi pada Gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
11. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and
Respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
12. Arimbawa dkk. Peranan Probiotik pada Keseimbangan Flora Normal Usus Dalam
Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
13. Ziyane IS. The Relationship Between Infant Feeding Practices and Diarrhoeal
Infections. J Adv Nurs 1999 Mar;29(3): 721-6.
14. Lama More RA; Gil-Alberdi Gonzalez B. Effect of Nucleotides as Dietary
Supplement on Diarrhea in Healthy Infants. An Esp Pediatri 1998 Apr;48(4):371-5.
15. Suharyono. Terapi Nutrisi Diare Kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak ke. XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994.
16. Firmansyah A dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
top related