refrat - gangguan lapang pandang
Post on 29-Jan-2016
219 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFRAT KELOMPOK
LAPANG PANDANG
Oleh:
Didik Darmaji (201020401011130)
Inggrit Pratiwi (201020401011139)
Houdini Pradanawan S (201020401011140)
Pembimbing:
dr. Kartini, SpM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5
BAB III KESIMPULAN...................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Lapangan pandang merupakan perluasan perifer dari dunia visual (James
dkk, 2006). Tranquair mengatakan bahwa lapangan pandang bagaikan sebuah
pulau penglihatan ( island of vision ) di lautan yang gelap, dimana pulau tersebut
merupakan lapangan pandang dan lautan gelap merupakan daerah sekililing yang
tidak dapat dilihat.2 Lapangan pandang sendiri juga dibagaikan sebuah bukit,
dimana ketajaman penglihatan yang terbaik berada di fovea atau puncak bukit dan
menurun secara progresif ke perifer. Pada orang normal, lapangan pandang
meluas hingga sekitar 50° ke arah superior, 60° ke arah nasal, 70° ke arah inferior,
dan 50° ke arah temporal. Di sisi temporal lapang pandang terletak bintik buta
antara 10° dan 20° (Riordan, 2010 dan Kanski, 2003).
Pada kelainan lapangan pandang, dapat terjadi penyempitan dari batas
lapangan pandang tersebut atau adanya bintik buta di berbagai macam daerah di
lapangan pandang. Oleh karena kelaianan lapangan pandang yang besar sekalipun
dapat saja tidak jelas bagi pasien, pemeriksaan lapangan pandang sebaiknya
dilakukan pada setiap pemeriksaan oftalmologis. Hasil dari pemeriksaan lapangan
pandang dapat membantu diagnosis penyebabnya (Vorvick, 2011).
Terdapat berbagai macam metode pemeriksaan lapangan pandang, dari
yang sederhana hingga kompleks dan membutuhkan alat khusus. Antara lain
pemeriksaan lapangan pandang yang sering digunakan adalah : tes konfrontasi,
3
perimetri, dan kisi – kisi Amsler. Pemilihan metode pemeriksaan lapangan
pandang dapat disesuaikan kebutuhan. Pemeriksaan – pemeriksaan tersebut tidak
ada yang menimbulkan nyeri dan tidak memiliki risiko (Vorvick, 2011 dan Pavon,
2002)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang
individu.Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan
pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang
dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan
yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja (Graff dan Rhees, 1993).
Gambar 1.1Lapangan Pandang Mata
(Fox, 2003)
5
Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk ke dalam
mata sampai ke fotoreseptor di retina.Setelah itu, transmisi impuls pada
nervusoptikus kepada kiasma optik. Traktus optikus, yaitu serabut saraf optik
darikiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral dimana penglihatan di
interpretasikan (Graff dan Rhees, 1993).
Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin
menipis lensa mata untuk memfokusnya. Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh
otot siliari yang terdapat pada badan siliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi
kontraksi, fiber dalam ligamen suspensori meregang dan menyebabkan lensa menebal dan
menjadi lebih konveks (Graff dan Rhees, 1993).
Gambar 1.2Lintasan Visual(Dejong, 1992)
6
2.2 Anatomi Mata
Gambar 2.1Bola Mata Potongan Lateral
(Graff dan Rhees, 1993)
Struktur sferis bola mata yang normal berdiameter 25 mm. Mata
terdiridaripada tiga lapisan tunika, suatu lensa dan dua jenis cairan kavitas. Bagian
sisimata dikawal oleh enam jenis otot yang membantu pergerakan bola mata
(Graff dan Rhees, 1993).
7
Gambar 2. 2Nervus Okulomotorius dan otot pergerakan mata
(Dejong, 1992)
Nervus optikus mengandung lebih dari 1 juta akson yang berasal dari
lapisan sel ganglion retina dan berlanjut sampai di korteks oksipital. Secara
anatomis, nervus optikus dibagi menjadi 4 bagian yaitu : intraokular, intraorbital,
intrakanalikular dan intra cranial (Fox, 2003).
Nervus opticum tersusun dari serabut-serabut afferent sel-sel ganglion di
stratum optikum dari retina. Lapisan retina pertama ialah stratum optikum
tersebut. Lapisan sel retina kedua dan ketiga terdiri dari sel antara yang
menghantarkan impuls penglihatan dari batang dan kerucut ke sel di stratum
optikum (Sidharta, 2010).
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh batang dan kerucut sebagai
gelobang cahaya. Gelombang ini mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh
serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi ke
makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar makula
mennghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh
kedua mata terletak pada tempat di kedua makula secara setangkup.
8
Apabilaproyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan
terlihatgambaran penglihatan yang kembar (diplopia) (Sidharta, 2010).
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum.
Didepan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan
tergabungmenjadi satu berkas untuk kemudian terpisah lagi dan melanjutkan
perjalanannyake korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat
kedua nervi optisibergabung menjadi satu berkas dinamakan kiasma. Di serabut-
serabut nervusoptikus yang mengantarkan impuls visual dari belahan nasal dari
retina menyilanggaris tengah. Sedangkan serabut-serabut nervus optikus yang
mengantarkanimpuls dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi yang sama.
Setelahmengadakan pergabungan tersebut, nervus optikus melanjutkan
perjalanannyamenjadi traktus optikus (Sidharta, 2010).
Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum
lateralemerupakan jaras visual, sedangkan yang berakhir di kolikus superior
mengantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks
optosomatik.Setelahbersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran
impuls visual selanjutnyadilaksanakan oleh serabut-serabut genikolokalkarina,
yaitu juluran neuron korpusgenikulatum laterale yang menuju ke korteks
kalkarinus.Korteks tersebut ialahkorteks periseptif visual primer (area
17).Setibanya impuls visual disitu terwujudlah suatu perasaan (sensasi visual
sederhana). Dengan perantaraankorteks area 18 dan 19 perasaan visual itu
mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan (Sidharta, 2010).
9
Gambar 2.3Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (Tampak Basal)
(Budiono, 2009)
2.3 Pemeriksaan Lapangan Pandang
Bila kita memfiksasi pandangan kita ke satu benda, benda ini terlihatnyata,
sedangkan benda-benda di sekitarnya tampak kurang tajam. Seluruhlapangan yang
terlihat, bila kita memfiksasi mata ke satu benda disebut lapanganpandang (David,
1966).
Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer
daripenglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi
padasatu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu
pusatmelihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di
bagianperifer retina (David, 1966).
Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak
sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-
100derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke
bawah60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam pemeriksaan lapang pandang
10
yaitudengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter atau tangent screen
(David, 1966).
Kampimeter adalah papan hitam yang diletakkan di depan penderita pada
6jarak 1 atau 2 meter, dan sebagai benda penguji (test object) digunakan
bundarankecil berdiameter 1 sampai 3 mm. Mata pasien difiksasi di tengah dan
bendapenguji digerakkan dari perifer ke tengah dari segala jurusan. Kita catat
tempatpasien mulia melihat benda penguji. Dengan demikian diperoleh
gambarankampus penglihatan (Lumbantobing, 2010).
Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknyapada
bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaansewaktu
pemeriksaan sama dengan kampimeter (Lumbantobing, 2010).
Pemeriksaan lapangan pandang (visual field´) yang sederhana
dapatdilakukan dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan
pemeriksa(yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder.
Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan caraPasien duduk atau
berdiriberhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter.Bila mata
kananyang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus
ditutup,misalnya dengan tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus
menutup matakanannya. Pasien diminta untuk memfiksasi pandangannya pada
mata kiri pemeriksa (David, 1966).
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahanantar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke
dalam.Jika pasiensudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi
tanda dandibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila terjadi gangguan
11
lapangpandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
Gerakanjari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal,
temporal).Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata (Lumbantobing,
2010).
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa
sudahdapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien
menyempit.Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata
dapatmemperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus
optikus (Lumbantobing, 2010).
2.4 Kelainan Pada Pemeriksaan Lapang Pandang
Gambar 2.6Lintasan Impuls Visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan Visual(Budiono, 2009)
12
1
2
3
4
5
6
7
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga
korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada
lapang pandang atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan
menyebabkan hilangnya penglihatan monokular atau disebut anopsia (no.1) pada
mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis
retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang
akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis
retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax (Budiono,
2009 dan Lumbantobing, 2010).
Lesi pada bagian lateral khiasma optikum akan menyebabkan
hemianopsia binasal (no.2), sedangkan lesi pada bagian medial kiasma akan
menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal
(no.3). Kelainan seperti ini banyak disebabkan oleh lesi khiasma, seperti tumor
dan kista intrasellar, erosi dari processus clinoid seperti yang terjadi dengan tumor
atauaneurisma dorsal dari sella tursica, kalsifikasi di antara atau di atas sella
tursikaseperti yang terjadi dengan kista dan aneurisma kraniofaringioma, dan juga
padameningioma suprasellar. Juga dapat disebabkan oleh trauma dan tumor pada
regiokhiasma.Hemianopsia bitemporal bisa didapatkan pada kista
suprasellar.Bisajuga ditemukan pada pasien dengan tumor pituitari tapi bersifat
predominanparasentral.Pada adenoma pituitari juga bisa terkadi kebutaan atau
anopsia padasalah satu mata dan hemianopsia temporal pada mata yang
lainnya.Lesi padatraktus optikus akan menyebabkan hemianopsa homonim
kontralateral (no.4).Serabut-serabut dari retina pada bagian temporal akan rusak,
bersamaan denganserabut dari bagian nasal retina mata yang lain yang
13
bersilangan. Lesi padaradiasio optika bagian medial akan menyebabkan
quadroanopsiainferior homonim kontralateral (no.7), sedangkan lesi pada serabut
lateralnya akanmenyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral
(no.6).Quadroanopsia atau kuadranopia biasanya terjadi pada lesi yang terdapat
padabagian temporo-parietal. Lesi pada bagian posterior radiasio optika
akanmengakibatkan hemianopsia homonim yang sama dan sebangun
denganmengecualikan penglihatan makular (no.5) (budiono, 2009; Dejong, 1992;
dan Ginsberg, 2008).
Selain hemianopsia klasik dan kuadranopia, gangguan lapang pandang
laindan fenomena terkait yang dapat terdeteksi pada pemeriksaan lapangan
pandangadalah skotoma sentral merupakan hilangnya penglihatan sentral yang
umumnyaberhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan dan
merupakankarakteristik penyakit nervus optikus dan penyakit makula retina.
Perluasan bintik buta fisiologis, yang terlihat dengan pembengkakan yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan umumnya terjadidengan
ketajaman penglihatan yang masih baik. Penglihatan seperti terowongan(tunnel
vision) merupakan hilangnya lapang pandang perifer dengandipertahankannya
daerah sentral yang disebabkan oleh beberapa penyebab, antaralain penyakit
oftalmologi, yaitu glaukoma kronik sederhana, retinitis pigmentosa,dan penyakit
korteks, yaitu hemianopia homonim bilateral dengan makula yangmasih baik
(macular sparing ) (Budiono, 2009).
Retina mendapat darah dari arteri retina sentralis, yang
merupakanendateri, yaitu arteri yang tidak mempunyai kolateral. Karena itu, lesi
pada retinaakibat penyumbatan arteri retina sentralis tidak akan diperbaiki lagi
14
olehperdarahan kolateral. Arteri retina sentralis adalah cabang dari arteri
oftalmika.Pada thrombosis arteri karotis, pangkal arteri oftalmika dapat ikut
tersumbat juga.Gambaran klinik thrombosis tersebut terdiri dari hemiparesis
kontralateral danbuta ipsilateral (Sidharta, 2010).
Lesi pada nervus optikus sering disebabakan oleh infeksi dan
intoksikasi.Di samping itu, sebab mekanik, seperti jiratan karena araknoiditis
ataupenyempitan foramen optikum (osteitis jenis Paget) atau penekanan karena
tumor hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, aneurisme arteri oftalmika
dapatmengakibatkan kerusakan pada nervus optikus, baik sesisi maupun
bilateral.Gangguan pada nervus optikus, baik yang bersifat radang, maupun
demielinisasi atau degenerasi atau semuanya dinamakan neuritis optika (Sidharta,
2010).
15
BAB III
KESIMPULAN
Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang
individu. Terdapat tiga jenis lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan
pandang yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang
dilihat oleh kedua mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan
yang bisa dilihat oleh salah satu mata saja (Graff dan Rhees, 1993).
Pemeriksaan lapangan pandang sangat beragam dan berguna dalam
menunjang diagnosis penyakit sistem saraf sentral atau penyakit – penyakit lain,
seperti glaukoma dan degenerasi makular yang dapat menyebabkan defek pada
lapangan pandang. Abnormalitas pada lapangan pandang dapat berupa skotoma
atau distorsi penglihatan yang dapat mengganggu penglihatan seseorang.
16
DAFTAR PUSTAKA
Budiono Ari. Nervus Optikus. [online]. 2008. [citied 2011 March 7th].Available
from:URL:http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/nervus-
optikus_files-of-drsmed.pdf Cogan
David G. Neurology of The Visual System. Seventh Printing. USA: Charles
CThomas Publisher; 1966;p.211, 260-264
Dejong, N. Russel. The ocular Nerve. The Neurologic Exammination FourthEd.
New York :Harper & Row Publishers. 1992. P120-123.
Dejong, N. Russel. Dejong's The Neurologic Examination Fifth Ed.Philadelphia :
J.B. Lippincott Company. 1992
Fox, S. T. Sensory Physiology. In Fox Human Physiology 8th Ed. OxfordEngland
: The Mcgraw Hill Company. 2003. p. 261-274.
Ginsberg Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi VIII. Jakarta:Erlangga.
2008.h.22-23
Graff, K. M., Rhees, R. W. Sensory Organs. In Human Anatomy andPhysiology.
United Kingdom. Wbc Comminucation, Inc.1993. p. 90-93.
Ginsberg Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi VIII. Jakarta:Erlangga.
2008.h.22-23
Kanski JJ, Menon J. Clinical Opthalmology. Edisi 5. China: Butterworth –
Heinemann; 2003.
Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 25-30.
17
Mardjono, M., Sidharta, P.Saraf Otak dan Patoloinya. Dalam :Neurolgi
KlinisDasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2010. h. 116-120.
Pavon – Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Edisi 5. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
Riordan – Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
18
top related