rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi (phsl)...
Post on 02-Mar-2019
260 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
REKOMENDASI PEMUPUKAN HARA SPESIFIK LOKASI (PHSL) TANAMAN SAYURAN
Oleh : Dr. Lutfi Izhar, SP., MSc
Peneliti Sistem Usaha Pertanian Loka pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau
Tanaman sayuran merupakan komoditas penting yang dikonsumsi untuk
menunjang kesehatan manusia. konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah yaitu
sebesar 41,90 kg/kapita/tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar FAO sebesar 73
kg/kapita/tahun. Kementrian Pertanian mencanangkan Gerakan Makan Sayuran
(GEMA Sayuran) di seluruh Indonesia sebagai salah satu upaya untuk menaikkan
tingkat konsumsi sayur.
Ketersediaan lahan dan potensi pengembangan sayuran khususnya di dataran
rendah masih berpeluang besar. Lahan potensial yang dapat digunakan sebagai lahan
pertanian mencapai 48.747.000 ha, sedangkan lahan dataran rendah yang potensial
tersedia dan belum efektif digunakan sekitar 25.090.000 ha. Lahan pada jenis tanah
ini sebagian besar cocok untuk dikembangkan sebagai lahan usahatani tanaman
sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dibutuhkan masyarakat, dan mampu
beradaptasi di berbagai jenis lahan pertanian.
Pengembangan dan permintaan komoditas sayuran menunjukkan
kecenderungan yang selalu meningkat, namun produktivitas tanaman sayuran
Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika,
Jepang dan Eropa. Sebagai contoh salah satu tanaman sayuran yaitu tomat,
produktivitas rata-rata nasional tanaman tomat di Indonesia hanya mencapai 16,8 ton
ha-1 (BPS, 2012), sedangkan menurut data (FAO, 2012) di Amerika Serikat mencapai
81,1 ton ha-1, di Jepang mencapai 56,2 ton ha-1, dan di Belanda mencapai 56, 2 ton
ha-1.
2
Rendahnya produktivitas tanaman sayuran karena belum optimalnya
penerapan teknologi budidaya yang baik seperti karakterisasi lahan, perbenihan,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen. Budidaya
sayuran yang belum memperhatikan perihal tersebut di atas berakibat pada tidak
optimalnya produksi dan kondisi lingkungan sekitar lokasi budidaya akan rusak
(degradasi lahan).
Alternatif peningkatan produktivitas sayuran dapat dilakukan dengan cara
perbaikan kualitas tanah melalui kesesuaian pemupukan hara spesifik lokasi (PHSL).
Penanganan hara tersebut dilakukan melalui aplikasi pemupukan yang sesuai kondisi
spesifik tanah.
Pemupukan adalah penambahan hara ke dalam media tumbuh tanaman seperti
tanah dan air untuk mendukung pertumbuhan maksimum tanaman apabila jumlah
hara tersebut tidak dapat dipenuhi dari dalam media tumbuh. Salah satu filosofi
pemupukan adalah tingkat kecukupan bagi tanaman (crop sufficiency level) yang
banyak diaplikasikan oleh berbagai negara dalam rangka membangun rekomendasi
pemupukan dengan keramahan lingkungan (environmentally friendliness) yang
tinggi. Dampak negatif aplikasi pemupukan terhadap tanaman, terhadap manusia
maupun terhadap lingkungan akan timbul apabila implementasi filosofi pemupukan
tidak diterapkan secara baik dan benar.
Saat ini tanah yang terkontaminasi bahan kimia dari aplikasi pemupukan
anorganik berlebihan dan aplikasi pestisida tidak sesuai anjuran, semakin tersebar
dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. Upaya-upaya tertentu diperlukan untuk
mencegah kerusakan tanah dan pencemaran lingkungan (polusi, pencemaran air dan
eutrofikasi) di sekitar wilayah usahatani sayuran oleh unsur kimia yang berlebihan
saat diaplikasi dalam usaha budidaya. Perkembangan harga pupuk yang semakin
meningkat, mengharuskan petani dan pemangku kepentingan menerapkan aplikasi
pemupukan yang lebih efisien dan efektif.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
kontaminasi bahan kimia yang berlebihan pada tanah pertanian serta penerapan
pupuk yang efisien adalah perakitan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah.
3
Analisis uji tanah merupakan upaya untuk implementasi pemupukan yang menjamin
ketersediaan hara tanaman serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Uji tanah harus melalui beberapa tahapan yaitu uji korelasi dan uji kalibrasi
berdasarkan analisis hara tanah. Prosedur pemupukan ini telah diadopsi oleh banyak
laboratorium uji tanah di negara maju guna membantu petani dan pemangku
kepentingan lainnya dalam upaya aplikasi pupuk yang tepat dan ramah lingkungan.
Melalui upaya pemupukan yang baik diharapkan peningkatan produktivitas tanaman
akan tercapai dengan selalu memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan tanpa
adanya kelebihan dan polusi unsur kimia di tanah.
Uji tanah dapat memberikan informasi kebutuhan hara esensial yang optimum
untuk tanaman. Aplikasi pemupukan berdasarkan uji tanah akan mempertimbangkan
kondisi hara tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk
tidak berlebih dengan memperhatikan dukungan lingkungan dan tidak kekurangan
bagi kebutuhan hara tanaman.
Studi dan penelitian rekomendasi pupuk berdasarkan uji tanah di Indonesia
sudah mulai sejak tahun 1970-an namun masih terfokus untuk tanaman padi
(pangan). Rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah untuk tanaman sayuran
masih sedikit sekali. Pemupukan yang dilakukan hanya berdasarkan uji dosis pupuk
dan bervariasi dengan skala selang yang luas. Metode ini kurang optimal bagi
perkembangan dan pertumbuhan tanaman karena tidak mempertimbangkan
ketersediaan hara yang ada di dalam tanah.
Faktor penting dalam budidaya sayuran adalah identifikasi ketersediaan unsur
hara. Pengelolaan unsur hara yang salah melalui teknik budidaya yang kurang baik
akan mempengaruhi dan membatasi ketersediaannya sehingga produksi tanaman akan
menurun.
Umumnya metode analisis hara tanah di Indonesia masih menggunakan
menggunakan pelarut single nutrient soil analysis, karena terbatasan biaya.
Sedangkan dinegara maju uji tanah telah menggunakan multi nutrient soil analysis.
Kedua metode uji tanah ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu metode uji
korelasi, uji kalibrasi dan pembuatan rekomendasi pemupukan. Melalui tahapan uji
4
tersebut akan didapatkan uraian informasi akan kebutuhan unsur hara tanaman
khususnya sayuran pada waktu dan tempat tertentu.
Unsur hara utama dan esensial bagi tanaman sayuran adalah Fosfor (P) dan
Kalium (K). Apabila unsur hara esensial tersebut tidak cukup bagi tanaman maka
akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan produksi tanaman. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah memberikan tambahan suplai kedua unsur hara P dan K dengan
penggunaan pupuk anorganik yang optimal melalui rekomendasi pemupukan sesuai
dosis dan berimbang.
Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Prosedur Operasional Baku (POB)
atau Best Management Practices untuk rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi
(PHSL) yang dibangun berdasarkan analisis tanah. Bahkan pemupukan masih belum
masuk ke dalam salah satu faktor dari POB tersebut. Akibatnya rekomendasi pupuk
yang ada sangat bervariasi dengan skala rentang dosis yang lebar sehingga sangat
sulit dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan hasil sayuran secara maksimal.
Disamping itu, status kecukupan hara tanaman khususnya P dan K terutama di
dataran rendah lahan kering belum tersedia, sedangkan data status tersebut sangat
diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk.
Sebelum melakukan uji tanah, hal penting dan perlu dilakukan adalah
identifikasi hara tanah melalui dua cara yaitu: (1) pengambilan hara dengan tahapan
perbedaan kandungan hara dari berbagai lokasi dengan jenis tanah yang sama, dan
(2) pembuatan status hara yang bertingkat, dimana dilakukan di satu lokasi tertentu
dengan luasan tertentu dengan kondisi hara awal kandungan hara tanah yang rendah
atau sangat rendah. Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi dan uji kalibrasi.
Uji korelasi adalah suatu tahapan kegiatan penelitian uji tanah, yang bertujuan
untuk menentukan atau menyeleksi jenis pengekstrak terbaik guna mengukur jumlah
unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu. Uji korelasi tanah menggunakan
larutan ekstraksi yang sifatnya selektif dan sebaiknya berkonsentrasi rendah. Pelarut
tersebut hanya mengekstrak bentuk unsur-unsur tertentu dalam bentuk tersedia bagi
tanaman. Unsur dalam bentuk ini umumnya berupa ion dalam larutan yang tidak
terikat, terikat lemah dan imobil.
5
Metode ekstraksi hara fosfor yang biasa digunakan untuk tanah-tanah masam
adalah larutan HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Morgan Wolf.
Sedangkan untuk tanah alkalin (basa) antara lain Olsen dan Colwell. Metode
ekstraksi kalium yang biasa digunakan adalah larutan K-HNO3, larutan HCl 25%,
larutan NaHCO3, Bray 1, Bray, Truog, Mehlich 1, dan Morgan. Sedangkan untuk
tanah alkalin (basa) antara lain Olsen, NH4-asetat pH 7 dan larutan NH4OAc 1 N.
Metode ekstrasi terbaik bagi tanaman sayuran menunjukan hasil yang sangat
bervariasi. Setiap jenis tanaman sayuran memiliki spesifik pengekstrak terbaik guna
mengukur jumlah unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu (Table 1). Uji
korelasi ini bertujuan untuk menentukan atau menyeleksi jenis pengekstrak terbaik
guna mengukur jumlah unsur yang tersedia bagi tanaman dan tanah tertentu.
6
Tabel 1. Hasil Penelitian Uji Korelasi pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Jenis Tanaman Metode ekstraksi Koefisien
korelasi Jenis tanah Unsur hara Sumber pustaka
Cabai (Amaranthus sp)
HCl 25 % Olsen Bray I Meclich I Morgan vanema
0.76 0.91 0.76 0.78 0.69
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Terong (Solanum melongena
L.)
HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema
0.72 0.67 0.57 0.45 0.38
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Cabai (Capsicum anuum L.)
HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema
0.79 0.90 0.82 0.89 0.71
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Tomat (Lycopersicum esculentum L.)
HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema
0.47 0.81 0.59 0.56 0.17
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.)
HCl 25 % Olsen Bray I Mehlich I Morgan vanema
0.75 0.50 0.85 0.59 0.65
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Kacang panjang (Vigna unguilata)
HCl 25 % Olsen Bray I Meclich I Morgan vanema
0.86 0.78 0.75 0.80 0.64
Ultisols Fosfor Kartika J.G., dan Anas D.,
S. 2008
Kentang (Solanum tuberosum L.) Bray I 0.82 Hydric
Dystrandept Fosfor Widjaja-Adhi
dan Wandjik. 1984
Kacang panjang (Vigna unguilata)
Truog Mehlich I HCl 25 % Olsen Bray I Water Morgan vanema
0.57 0.73 0.76 0.77 0.77 0.62 0.65
Ultisols Fosfor Susila, A.D., et al. 2010
Tomat (Lycopersicum
esculentum L.) Mulsa
HCl 25 % Morgan vanema NH4OAc 1M pH 7 Bray I Meclich I
0.66 0.89 0.83 0.66 0.50
Inceptisols Kalium Amisnaipa, et al. 2005.
Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Truog Morgan wolf Bray II Bray I Mehlich I
0.81 0.67 0.82 0.80 0.89
Inceptisols Fosfor Izhar et al, 2012.
7
Uji tanah menggunakan metode ekstraksi belum memiliki arti luas secara
agronomis bila nilai uji tanah dari metode-metode tersebut belum dikalibrasikan
dengan kisaran produksi di lapangan (Tabel 2). Pada uji kalibrasi tanah didapatkan
suatu nilai yang terbagi atas beberapa tingkatan seperti ketersediaan unsur hara yang
sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kemungkinan respon tanaman seperti pertumbuhan dan
perkembangan serta hasil panen di setiap tingkatan ketersediaan hara. Adapun
tahapan utama melakukan proses pengujian kalibrasi tanah antara lain: analisis tanah,
menumbuhkan tanaman di lapangan, mendapatkan data hasil yang dapat dipasarkan
(marketable yield), menghubungkan proses pengujian relatif uji tanah terhadap hasil.
Tabel 2. Hasil Penelitian Uji Kalibrasi pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia
Jenis Tanaman Metode ekstraksi Jenis tanah Kategori respon Hasil
relatif (%) Dosis pupuk prediksi Sumber pustaka
Kentang (Solanum
tuberosum L.) Bray 1 Hydric
Dystrandept
Rendah Sedang Tinggi
- < 15 ppm P
15 – 30 ppm P > 30 ppm P
Widjaja-Adhi dan Wandjik.
1984
Yard Long Bean (Vigna unguilata) Olsen Ultisols
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
≤ 18.4 ppm P2O5 18.4-<117.3 ppm P2O5
117.3-<267.1 ppmP2O5
≥ 267.1 ppm P2O5
Susila, A.D., et al. 2010
Yard Long Bean (Vigna unguilata) Bray 1 Ultisols
Rendah Sedang Tinggi
50-75 75-100 >100
≤ 87.8 ppm P2O5 871.8–233.8 ppm P2O5
≥ 233.8 ppm P2O5
Susila, A.D., et al. 2010
Tomato (Lycopersicum esculentum L.)
Morgan Vanema Inceptisols
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
≤ 58.3 ppm K 58.3 - <103.3ppm K 103.3 - < 205 ppm K
≥ 205
Amisnaipa, et al 2005.
Tomato (Lycopersicum esculentum L.)
Mulsa
NH4OAc pH 7 Inceptisols
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
≤ 90.5 ppm K 90.5 – < 158.5 ppm K 158.5 - < 296 ppm K
≥ 296 ppm K
Amisnaipa, et al 2005.
Tomato (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Mehlich I Inceptisols
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
< 50 50-75 75-100 >100
≤ 1.7 ppm P2O5 1.7 – < 18.1 ppm P2O5
18.1 - < 48.1 ppm P2O5
≥ 48.1 ppm P2O5
Izhar et al 2012.
8
Uji kalibrasi dengan satu lokasi membutuhkan kondisi awal hara tanah yang
rendah sehingga dapat dilakukan pembuatan status hara pada level yang berbeda dari
sangat rendah sampai sangat tinggi. Pola budidaya tanaman sayuran akan
berpengaruh terhadap hasil dan dosis metode ekstraksi yang terpilih. Budidaya secara
tradisional akan berbeda dengan pola budidaya yang lebih modern seperti aplikasi
mulsa, irigasi drip dan pemberian nutrien yang terukur.
Tabel 3. Rekomendasi Pemupukan pada Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia
Tanaman Metode ekstraksi Jenis tanah Kategori
respon Dosis pupuk Sumber pustaka
Kacang Panjang (Vigna unguilata) Olsen Ultisols Rendah
Sedang 516 SP-36 kg ha-1 486 SP-36 kg ha-1
Susila, A.D., et al. 2010
Kacang Panjang (Vigna unguilata) Bray 1 Ultisols Rendah
Sedang 512 SP-36 kg ha-1 448 SP-36 kg ha-1
Susila, A.D., et al. 2010
Tomat (Lycopersicum esculentum L.)
Mulsa
Morgan Vanema Inceptisols
Sangat rendah Rendah Sedang
300 KCl kg ha-1 219 KCl kg ha-1 137 KCl kg ha-1
Amisnaipa, et al 2005.
Tomat (Lycopersicum esculentum L.) Tanpa Mulsa
Mehlich I Inceptisols Sangat rendah Rendah
509 SP-36 kg ha-1 198 SP-36 kg ha-1
Izhar, et al 2012.
Rekomendasi pemupukan P dan K untuk tanman sayuran menunjukan hasil
yang berbeda sesuai dengan karakteristik lokasi, jenis lahan, topografi dan keadaan
iklim setempat. Pengujian dosis rekomendasi pemupukan berdasarkan uji hara tanah
perlu dilakukan berulang-ulang di wilayah tertentu dan waktu tertentu dapat
memberikan hasil yang lebih tepat, meminimalisir kesalahan dan lebih dapat
dipercaya.
Aplikasi Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Lebih Lanjut di Indonesia
Aplikasi dan rekomendasi pemupukan berdasarkan analisis tanah telah
berkembang pesat khususnya di beberapa negara maju seperti Amerika, Australia dan
Eropa. Namun aplikasi dan rekomendasi pemupukan dengan metode ini di Indonesia
masih banyak kendala yang dihadapi. Beberapa kendala tersebut antar lain masih
9
terbatasnya dana penelitian, kebijakan pembangunan pertanian yang belum optimal
mendukung pengembangan sektor ini, kolaborasi dan perencanaan pengembangan
teknologi ini yang masih belum berkesinambungan antar institusi dan lembaga.
Aplikasi teknologi rekomendasi pemupukan hara spesifik masih berpeluang
besar di kembangkan di Indonesia. Pemberian rekomendasi pemupukan yang tepat
akan meningkatkan produktivitas sayuran dan tanaman lainnya dengan selalu
berpedoman pada pertanian berkelanjutan yang menerapkan optimalisasi penggunaan
unsur hara dan memperhatikan kelestarian sumberdaya lahan tanpa adanya kelebihan
atau polusi unsur kimia di tanah dan air.
Pembuatan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah untuk tanaman
sayuran dan hortikultura lainnya perlu dilakukan terencana, berkesinambungan dan
spesifik lokasi. Perlu dilakukan uji tanah di seluruh sentra produksi sayuran untuk
berbagai jenis tanaman sayuran. Pembuatan rekomendasi pemupukan melalui uji
tanah yang semakin sering dilakukan akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan
hasil uji yang lebih tinggi dan koefisien korelasi yang semakin baik.
Beberapa strategi pendukung PHSL yang dapat dikembangkan seperti:
1. Pengembangan laboratorium analisis tanah yang berskala provinsi, melalui
peningkatan SDM, keterampilan dan fasilitas laboratoium, standarisasi alat dan
standar prosedur operasional analisis serta monitoring dan evaluasi yang
dilakukan secara berkala. Saat ini hanya terdapat beberapa laboratorium tanah
yang berkembang baik di Indonesia, namun standar analisis masih bervariasi
antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Peluang besar dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih intesif fasilitas laboratorium tanah
yang dimiliki BPTP dan Universitas di daerah dengan wilayah operasional yang
jelas. Validitas data uji tanah sangat tergantung dengan hasil analisa laboratorium,
sehingga perbaikan fasilitas uji tanah pada berbagai laboratorium tanah di seluruh
Indonesia perlu segera diupayakan, perlu metode penyetaraan atau distrandarisasi
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, baku dan hasil yang
mudah dibaca oleh pengguna.
10
2. Perbaikan struktur pembiayaan pembangunan pertanian, melalui dukungan
pembiayaan yang optimum untuk pengembangan teknologi, informasi dan data
karakteristik lahan pertanaman. Memperbanyak survei kondisi kesuburan tanah,
peningkatan penelitian uji tanah dan diseminasi hasil teknologi rekomendasi
pemupukan pada berbagai jenis tanaman dan jenis lahan tertentu. Pengembangan
piranti uji tanah portable hasil pengembangan Balai Besar Sumber daya Lahan
dan Balai Penelitian Tanah, Bogor yaitu Soil Test Kit sangat menunjang
pengembangan uji tanah secara cepat di berbagai wilayah Indonesia.
3. Pengembangan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang mudah dilakukan
oleh petugas di lapang dan kelompok petani dengan hasil yang dapat dipercaya
dan sesuai dengan spesifik kondisi alami lahan pertanaman. Secara perlahan
dilakukan transfer metode analisis yang hanya menggunakan single nutrient
analysis menjadi multi nutrient analysis khususnya pada beberapa sentra produksi
tanaman unggulan.
4. Perbaikan kelembagaan tani dan kerjasama antar institusi lainnya. Melalui sistem
kearifan lokal, maka diharapkan pembiayaan uji tanah dapat dilakukan di semua
lahan petani dalam waktu tertentu dan luasan tertentu.
5. Pengembangan teknologi pemetaan melalui Sistim Informasi Geografis (SIG)
dengan skala detail mengenai kondisi kesuburan tanah, jenis tanah dan topografi
pada lokasi tertentu dan dalam waktu tertentu yang di overlay dengan peta
pengunaan lahan, jenis tanah, dan kondisi iklim. Hal ini berguna untuk
mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan hara tanah dan pengunaan
pemupukan pada saat itu.
Aplikasi Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Tanaman Sayuran
Secara umum, belum ada dan berkembangan teknologi pemupukan hara
spesifik lokasi berdasarkan analisis tanah yang sesuai untuk wilayah sentra produksi
tanaman sayuran. Sehingga perlu aplikasi beberapa upaya yang harus dilakukan untuk
pembuatan rekomendasi PHSL dan mekanisme ditingkat petani seperti :
11
1. Karakterisasi dan survei kandungan hara di lahan pertanian diseluruh areal
pertanaman untuk mengetahui kondisi eksisting hara yang ada saat ini.
2. Klasifikasi jenis tanah dan kandungan hara yang ada (sifat tanah).
3. Pemataan lahan berdasarkan kondisi hara dan jenis tanah yang dapat di
overlay dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Daerah.
4. Sosialisasi dan Pembuatan Road Map aplikasi dan pengembangan uji tanah
berdasarkan hara spesifik serta pembuatan rekomendasi pemupukan ramah
lingkungan untuk berbagai tanaman sayuran/hortikultura dengan melibatkan
berbagai institusi terkait di daerah seperti universitas, lembaga penelitian,
pemilik laboratorium tanah, pemerintah daerah, lembaga keuangan dan
lembaga tani.
5. Aplikasi secara bertahap sesuai waktu dan indikator pencapaian selama
beberapa tahun kedepan yang melibatkan berbagai institusi. Pentahapan
dilakukan mulai dari sosialisasi, aplikasi di lapangan, transfer teknologi,
pengembangan, pemantapan, penumbuhan kawasan serta implementasi
teknologi dan kelembagaan.
6. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala pada waktu tertentu yang
dilakukan oleh institusi terkait.
7. Aplikasi rekomendasi PHSL harus dilakukan setiap musim tanam akan
dimulai sehingga kondisi hara eksisting dapat diketahui dengan baik tanpa
kelebihan atau kekurangan bagi tanaman serta tidak berdampak negatif
terhadap lingkungan.
12
(a) Inkubasi lahan (b) Pembuatan status hara
(c) Media uji korelasi (d) Uji korelasi
(e) Uji kalibrasi (f) Hasil tomat
Gambar 1. Contoh Tahapan Pembuatan Rekomendasi PHSL Tanaman Tomat di Inceptisols Dramaga, Bogor
top related