repetisi pada kumpulan puisi nyanyian akar rumput › dspace › bitstream...puisi baru, dan puisi...
Post on 06-Jul-2020
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REPETISI PADA KUMPULAN PUISI NYANYIAN AKAR RUMPUT
KARYA WIJI THUKUL DAN RELEVANSINYA
DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
KELAS VII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
oleh:
Indri Purnamasari Yusuf
1111013000011
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Indri Purnamasari Yusuf
Tempat/Tgl.Lahir : Tangerang, 26 Mei 1993
NIM : 1111013000011
Jurusan / Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : Repetisi Pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Karya Wiji Thukul dan Relevansinya Dengan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII
Di Sekolah Menengah Pertama
Dosen Pembimbing : Jamal D. Rahman, M. Hum.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
REPETISI PADA KUMPULAN PUISI NYANYIAN AKAR RUMPUT
KARYA WIJI THUKUL DAN RELEVANSINYA
DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
KELAS VII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Skripsi
Dajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Indri Purnamasari Yusuf
NIM 1111013000011
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
ABSTRAK
INDRI PURNAMASARI YUSUF, 1111013000011, “Repetisi pada Kumpulan
Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII di Sekolah Menengah
Pertama”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dosen Pembimbing: Jamal D. Rahman, M.Hum., Desember 2015.
Tujuan penelitian adalah untuk: 1) mengetahui jenis-jenis repetisi pada
kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul; 2) mengetahui fungsi
repetisi dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul; dan 3)
mengetahui relevansi antara repetisi dengan pembelajaran di kelas.
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi yaitu
mengumpulkan data primer berupa puisi pilihan karya Wiji Thukul. Analisis data
yang digunakan adalah menemukan dan mencari fungsi repetisi, kemudian
menyimpulkan tentang penggunaan repetisi.
Hasil penelitian menunjukkan gaya bahasa perulangan atau repetisi yang
terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul
sebanyak 96 repetisi. Repetisi yang paling banyak digunakan pada kumpulan puisi
ini adalah anafora sebanyak 26 puisi. Fungsi repetisi yang paling banyak
digunakan adalah fungsi membuat makna menjadi menegas atau intensif.
Relevansinya terhadap pembelajaran di kelas adalah membantu siswa untuk
mengerti dan memahami penggunaan repetisi yang terdapat dalam puisi sehingga
dapat memudahkan siswa untuk mampu menulis puisi dengan menggunakan
pilihan kata yang tepat.
Kata kunci: Nyanyian Akar Rumput, gaya bahasa, repetisi, pembelajaran sastra
ii
ABSTRACT
INDRI PURNAMASARI YUSUF, 1111013000011, “Repetition on a Collection
of Nyanyian Akar Rumput Poetry and Relevance to Learning Indonesian
Language and Literature in 7th
class at Junior High School”, Education
Department of Indonesia Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and
Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Jamal
D. Rahman, M.Hum., Desember 2015.
The research objective is to: 1) determine the types of repetition on
Nyanyian Akar Rumput a collection of poems by Wiji Thukul; 2) determine the
function of repetition on Nyanyian Akar Rumput a collection of poems by Wiji
Thukul; and 3) determine the relevance between repetition and classroom learning.
This research using descriptive qualitative method. Observation techniques
use for data collecting, the primary from few selected poems by Wiji Thukul.
Select and find functions repetition of poems to analyze the data, then conclude
the use of repetition
The result of this reseach, Wiji Thukul using 96 repetitions on Nyanyian
Akar Rumput. Most Repetitions used is anaphora as much as 26 poems. Function
widely used to assert or intensive. Relevance to learning in the classroom is
helping students to understand and comprehend the use of repetition found in
poetry so as to facilitate the students to be able to write poetry using the right
word.
Keywords: Nyanyian Akar Rumput, style, repetition, learning literature
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
rahmatnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
menjauhkan kita dari zaman kebodohan.
Skripsi berjudul “Repetisi pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Karya Wiji Thukul dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia”, ini penulis susun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkaitan dengan
hal itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belumlah sempurna.
Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kepentingan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput
dari hambatan, dan rintangan. Selain itu, penulis juga membutuhkan bimbingan,
dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
sebagai ungkapan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof.Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Makyun Subuki, M.Hum. ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan
semangat dan saran-saran;
3. Dona Aji Karunia P., M.A. Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang memberikan
saran-saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini;
4. Jamal D. Rahman, M.Hum. sebagai dosen pembimbing yang meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, dan saran saat
penyusunan skripsi ini;
5. Bapak dan Ibu Dosen di Lingkungan Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selama ini telah
memberikan penulis berbagai ilmu pengetahuan;
iv
6. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Yusuf Supardi
dan Ibu Atih Setiawati yang telah memberikan doa, motivasi, materi, dan
mengorbankan segalanya demi kesuksesan putrinya;
7. Saudara kandung penulis, yaitu Pujiastuti Rahayu Yusuf dan Nursetiadi
Darmawan Yusuf yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada
penulis;
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Banat, Muthia, Aidah, Nur, Nona, Mira,
Caca, Isma dan Anisah yang selalu memberi doa serta semangat kepada
penulis;
9. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Angkatan 2011;
10. Semua pihak yang telah berjasa dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berdoa dan berharap agar semua pihak yang turut membantu
mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Demikianlah yang
dapat penulis sampaikan, penulis mohon maaf atas kesalahan yang terdapat
pada skripsi ini dan penulis menerima kritik dan saran yang dapat membangun
skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Tangerang, 20 Desember 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................ 4
C. Pembatasan Masalah ....................................................... 4
D. Perumusan Masalah ........................................................ 5
E. Tujuan Penelitian ............................................................ 5
F. Manfaat Penelitian .......................................................... 5
G. Metode Penelitian ........................................................... 6
H. Fokus Penelitian ............................................................. 8
I. Subjek dan Objek Penelitian .......................................... 9
J. Teknik Penelitian ............................................................ 9
K. Prosedur Penelitian.......................................................... 10
BAB II GAYA BAHASA DALAM PUISI .......................................... 11
A. Kumpulan Puisi .............................................................. 11
1. Pengertian Puisi ........................................................ 11
2. Jenis-jenis Puisi ......................................................... 13
a. Puisi Lama ........................................................... 13
b. Puisi Baru ............................................................ 13
c. Puisi Kontemporer .............................................. 14
3. Struktur Puisi ............................................................. 15
a. Struktur Fisik Puisi .............................................. 15
b. Struktur Batin Puisi ............................................. 16
B. Pengertian Gaya Bahasa .................................................. 17
vi
C. Macam-macam Gaya Bahasa .......................................... 19
1. Gaya Bahasa Perbandingan ....................................... 20
2. Gaya Bahasa Pertentangan ........................................ 21
3. Gaya Bahasa Pertautan .............................................. 22
4. Gaya Bahasa Perulangan ........................................... 23
a. Aliterasi .............................................................. 24
b. Asonansi .............................................................. 24
c. Antanaklasis ........................................................ 25
d. Kiasmus ............................................................... 25
e. Epizeukis ............................................................. 26
f. Tautotes ............................................................... 26
g. Anafora ................................................................ 26
h. Episfora ............................................................... 27
i. Simploke ............................................................. 27
j. Mesodiplosis ....................................................... 28
k. Epanalepsis .......................................................... 28
l. Anadiplosis .......................................................... 28
D. Penelitian yang Relevan .................................................. 29
BAB III WIJI THUKUL ......................................................................... 32
A. Biografi Wiji Thukul ....................................................... 32
B. Pemikiran Wiji Thukul .................................................... 33
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................. 36
A. Analisis Struktur Puisi .................................................... 36
1. Analisis Struktur Fisik Puisi “Catatan” ..................... 36
2. Analisis Struktur Batin Puisi “Catatan” .................... 43
B. Repetisi Pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar
Rumput Karya Wiji Thukul ............................................. 46
C. Analisis Fungsi Repetisi Pada Kumpulan Puisi
Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul .................... 70
D. Relevansi Repetisi Dengan Pembelajaran di Kelas ........ 82
BAB V PENUTUP .................................................................................. 85
vii
A. Simpulan ......................................................................... 85
B. Saran ................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 87
PROFIL PENULIS
viii
DAFTAR TABEL
Table 4.1 Kata Konkret dalam Puisi “Catatan”
Tabel 4.2 Kata Abstrak dalam Puisi “Catatan”
Table 4.3 Tabel Imaji dalam Puisi “Catatan”
Table 4.4 Jenis dan Jumlah Repetisi
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah dan Jenis Repetisi pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar
Rumput
Lampuran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra memiliki peran yang penting dalam masyarakat
karena karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial
masyarakat yang tejadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan
orang untuk berpikir tentang kehidupan. Masalah sosial dan kejadian yang
dialami, dirasakan dan dilihat oleh pengarang kemudian melahirkan ide
atau gagasan yang dituangkan dalam karyanya. Sebuah karya sastra
memilki daya gugah terhadap batin dan jiwa seseorang. Selain itu juga,
karya sastra merupakan media untuk mengutarakan sisi-sisi kehidupan
manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan manusia yang
kadang-kadang kebenaran itu bersifat sejarah. Diantara genre besar sastra
Indonesia yaitu novel, puisi dan drama, yang memuat pokok apresiatif
kesusastraan khususnya dalam prinsip otonomi sastra yang kompleks
adalah puisi, sebab puisi merupakan lukisan kata-kata tertentu yang
menghasilkan dunianya yang baru, yakni dunia teks.
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra bersifat imajinatif.
Bentuk karya sastra lain adalah cerpen, novel, dan drama. Puisi itu
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang
merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Proses
penciptaan puisi, sama halnya dengan proses penciptaan karya seni lainnya.
Sesuatu akan dianggap berhasil jika karya itu dimaknai oleh pembacanya.
Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan
yang merangsang imanjinasi pancaindra dalam susunan yang berirama.
Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
penting.
Secara umum puisi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi lama,
puisi baru, dan puisi kontemporer. Puisi lama adalah puisi yang terikat
oleh aturan-aturan. Jenis-jenis puisi lama, yaitu mantra, pantun, karmina,
2
seloka, gurindam, syair, talibun, pribahasa, dan soneta. Puisi baru adalah
puisi yang tidak terikat oleh aturan seperti puisi lama. Jenis-jenis puisi
baru menurut isinya adalah balada, himne, ode, epigram, romansa, elegi,
dan satire. Jenis-jenis puisi baru menurut bentuknya adalah distikon,
terzina, kuatrain, kuint, sektet, septime, soneta, dan oktaf atau stanza. Puisi
kontemporer adalah puisi yang lahir dalam kurun waktu tertentu atau
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Jenis-jenis puisi
kontemporer adalah puisi mantra, puisi mbeling, dan puisi konkret.1
Meskipun perjalan perpuisian Indonesia modern terbilang singkat
(sejak Pujangga Baru hingga saat ini) namun karya yang telah dihasilkan
tidaklah sedikit. Setiap karya mendapat apresiasi dari masyarakat.
Apresiasi yang diberikan sangat beragam di antaranya kritik dalam bentuk
esai sastra, puisi yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan yang
kemudian dipelajari oleh siswa di sekolah, serta penghargaan terhadap
penyair yang melahirkan karya-karya yang berkualitas. Banyaknya
apresiasi yang dilakukan, maka dapat dilihat bahwa masyarakat menikmati
karya-karya tersebut.
Salah satu tokoh perpuisian Indonesia yang seorang aktivis dan
seniman adalah Wiji Thukul. Tahun 1990-an, Wiji Thukul hadir
menggetarkan dunia sastra dengan puisi-puisi kerakyatannya.Ia bersama
kaum muda PRD (Partai Rakyat Demokratik) terlanjur menjadi berani dan
melawan. Wiji Thukul adalah satu-satunya yang berani menyatakan bahwa
estetika yang sejati adalah estetika yang berprinsip: “Hanya Satu Kata:
Lawan!”. PRD dan Thukul sadar bahwa fase 1990-an adalah fase
memimpin keberanian rakyat, mendobrak kebekuan perjuangan elitis dan
pragmatis. Puisi-puisi Thukul adalah sejumlah kesaksian yang begitu tegar,
getir, dan siap menjadi pisau. Ia menyadarkan ruang pikir kita bahwa
ternyata hidup tidak hanya berisi kesenangan semata. Thukul memaparkan
pula, bagaimana ia mencintai perempuan, dengan bermodal baju yang loak
pundaknya. Pemakaian simbol binatang banyak pula hadir, simak dalam
1D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 91.
3
sajak Tikus. Thukul mencoba menggugat tentang kekalahan si kecil
dengan yang besar. Banyak puisi yang lahir dari tangan Wiji Thukul, di
antaranya Nyanyian Akar Rumput (1988), Lingkungan Kita Si Mulut Besar
(1991), Tong Potong Roti (1989), Balada Pak Bejo (1988), Kenangan
Anak-Anak Seragam (1988), Bunga Dan Tembok (1987-1988), Satu Mimpi
Satu Barisan (1992), Tikus (1997), Rumput Ilalang (1997), dan lain
sebagainya.
Dalam mengkaji sebuah puisi, unsur bahasa yang bertindak sebagai
medium harus menjadi perhatian utama. Hal ini karena puisi merupakan
peristiwa bahasa. Benar bahwa puisi lahir melalui imajinasi penyair, tetapi
imajinasi tersebut ditampilkan lewat bahasa. Bahasa merupakan bahan
mentah yang diolah oleh penyair menjadi sebuah karya sastra. Aspek-
aspek bahasa yang terdapat pada puisi diantaranya pemadatan bahasa,
pemilihan kata khas, kata kongkret, pengimajian dan irama.
Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham,
tetapi yang lebih penting adalah keberdayaan pilihan kata itu mengusik
dan meninggalkan kesan kepada sensitifitas pembaca.2 Masalah pemilihan
kata dalam puisi terlepas dari struktur kebahasaan puisi yang
memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin
dikemukakan. Penggunaan stile, (style, gaya bahasa, majas) dalam puisi
akan memengaruhi gaya dan keindahan bahasa karya tersebut. Majas
secara tradisional dapat disamakan dengan gaya bahasa. Sebaliknya,
menurut teori sastra komtemporer majas hanyalah sebagian kecil dari gaya
bahasa.3 Gaya bahasa merupakan salah satu unsur puisi yang memberikan
efek keindahan dan nilai estetik dalam sebuah puisi. Macam-macam gaya
bahasa ada empat, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa
pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan. Dari
setiap macam-macam gaya bahasa dibagi pula menjadi beberapa jenis
bahasa. Dari empat jenis bahasa, peneliti menggunakan gaya bahasa
2 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1988), h. 13.
3 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 225
4
perulangan. Karena pada puisi-puisi Wiji Thukul banyak kata-kata yang
menggunakan perulangan, sehingga peneliti tertarik untuk
menganalisisnya.
Pada pembelajaran puisi di sekolah, guru biasanya tidak membahas
secara mendetail apa saja macam-macam gaya bahasa. Siswa hanya
diperkenalkan secara umum apa itu arti gaya bahasa. Sehingga, siswa tidak
terampil dalam menulis puisi. Banyak gaya bahasa yang bisa siswa
digunakan dalam menciptakan puisi, tetapi jika tidak ada yang memberi
tahu apa saja macam-macamnya, maka siswa tidak akan menggunakan
gaya bahasa yang baik. Peran guru dalam pengajaran sangat penting untuk
memperkenalkan hal-hal yang murid belum ketahui.
Fokus pada penelitian ini adalah penggunaan repetisi dalam puisi.
Seperti yang sudah dipahami secara umum bahwa salah satu syarat puisi
yang baik adalah penekanan pada setiap kata-kata. Penekanan ini
diwujudkan melalui penggunaan repetisi. Meskipun unsur repetisi dalam
ungkapan-ungkapan tidak sepenuhnya disadari oleh penulis, penggunaan
repetisi termasuk wilayah keahlian penyair dan merupakan fungsi ritual
bahasa sebuah puisi. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti “Repetisi
pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul dan
Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang teridentifikasi sebagai
berikut:
1. Siswa kurang mengetahui macam-macam gaya bahasa.
2. Siswa kurang mengerti macam-macam repetisi.
3. Siswa sulit memahami fungsi dari repetisi.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan tentang repetisi
pada kumpulan puisiWiji Thukul yang berjudul Nyanyian Akar Rumput.
5
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Jenis repetisi apa saja yang terdapat dalam kumpulan puisi
Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul?
2. Apakah fungsi repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar
Rumput karya Wiji Thukul?
3. Apakah relevansi antara repetisi dengan pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Pertama?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan maslah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian
Akar Rumput karya Wiji Thukul.
2. Mengetahui fungsi repetisi dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar
Rumput karya Wiji Thukul.
3. Mengetahui relevansi antara repetisi dengan pembelajaran di kelas.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupunpraktis. Secara teoritis penelitian ini memberikan manfaat
diantaranya:
1. Memberikan pengetahuan dasar tentang gaya bahasa dan macam-
macam repetisi dalam karya sastra (puisi).
2. Mengembangkan pemahaman teoritik tentang repetisi dalam
pembelajaran kajian puisi.
6
Selain manfaat teoritis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis
diantaranya:
1. Menjadi bahan ajar untuk guru bahasa Indonesia dalam
pembelajaran di kelas.
2. Menjadi sarana untuk berlatih, belajar, serta menambah wawasan
khususnya pada bidang ilmu sastra.
G. Metode Penelitian
Metode ialah adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas
langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat.
Sebagai alat, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga
lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami.4
Penelitian ini berjudul Repetisi pada Kumpulan Puisi Nyanyian
Akar Rumput Karya Wiji Thukul dan Relevansinya dengan Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam penelitian ini, metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
(Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok. Penelitian kualitatif bersifat induktif, peneliti membiarkan
permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk
interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup
deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil
wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-
catatan. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan
berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model secara kualitatif.
Perspektif, strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam.5
4 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 34. 5 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.
20.
7
Bogan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data dekstriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Krik
dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.6
Dari definisi yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
metodologi kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
dengan cara menganalisis data yang didapat dari fenomena, peristiwa
sikap, persepsi, pemikiran orang, dan lain sebagainya.
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian
yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan lain. Contohnya, dapat berupa penelitian tentang
kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, peranan organisasi, gerakan
sosial, atau hubungan timbal balik. Sebagian datanya dapat dihitung
sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.7
Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama,
menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan kedua
menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).8
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.
Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat
setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus
penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan
6Ibid., h. 21
7Ibid.
8 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013), h. 60.
8
berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-
kenyataan.9
Dengan menggunakan metode ini, penulis megintrepertasikan dan
berusaha memahami isi puisi dan berbagai perulangan repetisi pada puisi-
puisi tersebut. Peneliti mengumpulkan data secara terbuka terutama
dimaksudkan untuk mengembangkan tema-tema dari data.10
Pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang
menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan
tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Karya sastra menjadi sesuatu
yang inti.11
Peneliti menggunakan pendekatan objektif karena akan
meneliti tentang gaya bahasa bagian unsur instrinsik yang terdapat dalam
puisi kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul.
Dalam menganalisis repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar
Rumput karya Wiji Thukul, menggunakan metode kualitatif deskriptif
artinya bahwa yang akan dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk
deskripsi: menggunakan penjabaran atau penjelasan melalui kata-kata
yang akan dibuktikan dengan kutipan-kutipan pendukung, tidak berupa
angka-angka atau koefisian yang tentang variabel. Metode deskriptif
digunakan untuk menganalisis gaya bahasa repetisi.
H. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah analisis repetisi kumpulan puisi
Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan relevansinya dengan
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Repetisi yang dianalisis adalah
semua puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput
karya Wiji Thukul, agar data yang didapat lebih banyak. Sehingga akan
terlihat hasilnya, repetisi mana yang paling banyak digunakan.
9 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.
23. 10
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), h.28. 11
Dr. Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 183.
9
I. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dan objek penelitian adalah tempat memeroleh data. Dalam
penelitian ini, subjeknya ialah repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar
Rumput karya Wiji Thukul. Objek penelitian yang digunakan ialah semua
puisi dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul.
J. Teknik Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian berbasis content analysis.
Artinya dokumen merupakan objek penelitian dalam penelitian ini.
Dokumen yang diteliti berupa puisi-puisi pilihan Wiji Thukul. Data primer
penelitian ini adalah semua puisi Wiji Thukul dalam kumpulan puisi yang
berjudul Nyanyian Akar Rumput. Data tersebut diperoleh langsung dari
buku teks yang berjudul Kumpulan Lengkap Puisi Nyanyian Akar Rumput
Wiji Thukul yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama.
Pada penelitian ini, penjelasan secara deskriptif dipilih oleh peneliti
pada saat pengolahan data. Penjelasan secara deskriptif merupakan ciri
khas pada penelitian data kualitatif. Setiap data yang diperoleh
dideskripsikan dalam bentuk bahasa dan kata-kata. Dalam penelitian ini,
ada beberapa tahap yang dilalui pada saat menganalisis data, di antaranya:
a. Mengumpulkan data primer berupa puisi-puisi pilihan karya Wiji
Thukul dari tahun 1986-1997.
b. Melakukan pembacaan secara intensif terhadap puisi-puisi yang
menjadi data penelitian.
c. Mengumpulkan data-data tambahan sebagai pendukung data primer
dalam penelitian. Data-data pendukung diperoleh dari buku-buku,
dokumen, jurnal, data online, dan sebagainya.
10
d. Menganalisis secara cermat data-data dengan menggunakan analisis
repetisi.
e. Menentukan kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan.
K. Prosedur Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a. Memilih dan menentukan repetisi pada puisi Wiji Thukul.
b. Melakukan pembacaan intensif terhadap data penelitian.
c. Menemukan repetisi yang terdapat pada data penelitian.
d. Mencari fungsi dari repetisi yang terdapat pada data penelitian.
e. Memberikan kesimpulan tentang penggunaan repetisi pada kumpulan
puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul.
11
BAB II
GAYA BAHASA DALAM PUISI
A. Kumpulan Puisi
Kumpulan dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
sesuatu yang telah dikumpulkan; himpunan.1 Jadi, yang dimaksud dengan
kumpulan puisi adalah kumpulan atau himpunan dari beberapa judul puisi
menjadi sebuah buku.
1. Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diwujudkan
dengan kata-kata indah dan bermakna dalam. Dibanding karya-karya
sastra yang lain, puisi termasuk dalam kategori karya sastra paling tua.
Sebab, kemunculannya sudah lebih dulu daripada karya-karya sastra yang
lain, seperti cerpen, dongeng, novel, hikayat, dan sebagainya.2
Poerwadarminta mengartikan puisi sebagai karangan kesusastraan yang
berbentuk sajak (syair, pantun, dsb).3
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif.
Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak digunakan makna kias dan
makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang
lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak
kemungkinan makna.4 Puisi adalah seni perkataan yang mesra. Pujangga
yang mendapat inspirasi mengumpulkan kata-kata untuk menjelmakan
perasaan yang bergelora dalam kalbunya.5
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 756. 2 Ristri Wahyuni, Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun Lama, (Yogyakarta: Saufa,
2014), h. 12. 3 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1995), h. 105. 4 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 22.
5 Sutan Takdir Alisjahbana, Kebangkitan Puisi Baru Indonesia, (Jakarta: PT. Dian Rakyat,
1986), hlm. 21
12
Puisi adalah bahasa penyair dalam mengucapkan seninya. Seperti
bahasa apa pun juga, puisi baru bisa dimengerti, diresapi dan dinikmati
setelah orang mempelajari khazanah kata, idiomatic, serta lain-lainnya.
Dengan kata lain: puisi pun menuntut persiapan-persiapan seperlunya dari
pembaca.6
Kata “puisi” berasal dari bahasa Yunani kuno „poiѐ ό‟ atau „poiό‟
yang berarti saya mencipta. Secara mudahnya, puisi didefinisikan sebagai
seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk
tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja
pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan
puisi tidak sebagai jenis literature tapi sebagai perwujudan imajinasi
manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga
merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam
keadaan hatinya.7
Herman J. Waluyo menyatakan puisi merupakan bentuk
kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya.
Pengulangan kata tersebut menghasilkan rima, irama, atau ritme.8 Watts
Dunton menyatakan puisi adalah ekspresi yang konkret dan bersifat
artistik dan pikiran manusia secara emosional dan berirama. Lascelles
Abercramble menyatakan puisi adalah ekspresi dan pengalaman imajinatif,
yang hanya bernilai atau berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang
bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa, yang
mempergunakan setiap rencana yang matang dan bermanfaat.9
6 Ajib Rosidi, Membicarakan Puisi Indonesia, (Jakarta: Binacipta, 1985), h. ix.
7 D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 9.
8Ibid., h. 10.
9Ibid., h. 11.
13
Lain halnya dengan Reeves dalam Waluyo memberikan batasan
yang berhubungan dengan struktur fisik dengan menyatakan bahwa puisi
adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh pikat.10
Dari berbagai pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
puisi adalah karya sastra berupa perwujudan imajinasi dalam kreativitas
manusia yang mempunyai ciri khas masing-masing dalam penulisannya.
Jenis puisi dalam sasatra Indonesia berdasarkan waktu kemunculannya
dikenal ada tiga yaitu: puisi lama (tradisional), puisi baru (modern), dan
puisi kontemporer.
2. Jenis-jenis Puisi
a. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan-aturan itu antara lain: (1) Jumlah kata dalam 1 baris; (2)
Jumlah baris dalam 1 bait; (3) Persajakan (rima); (4) Banyak suku
kata tiap baris; dan (5) Irama.11
b. Puisi Baru
Puisi baru adalah puisi yang tidak terikat seperti puisi lama.
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam
segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Namun demikian,
bentuk puisi lama tetap mempengaruhi penulisan puisi baru. Puisi
baru lebih menekankan kebebasan ekspresi. Dalam penulisan puisi
baru yang diperhatikan adalah pemilihan kata, rima, irama, gaya
bahasa dan makna.12
c. Puisi Kontemporer
10
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1995), h. 72. 11
Ibid., h. 73. 12
Ibid., h. 78.
14
Istilah puisi kontemporer dipadankan dengan istilah puisi
inkonvensional, puisi masa kini, puisi mutakhir. Istilah
kontemporer di dalam puisi kontemporer tidak menunjuk kepada
waktu walaupun di dalam kamus istilah itu berarti dewasa ini,
masa kini atau mutakhir. Pengenaan atau penerapan istilah
kontemporer pada puisi kontemporer lebih mengarah kpada
kehendak menunjukkan pada kondisi kreatif seniman di dalam
mengolah dan menemukan idiom-idiom baru.
Puisi kontemporer tidak hanya terikat kepada tema (struktur
tematik), tetapi juga terikat kepada struktur fisik puisi (struktur
sintaksis). Berdasarkan keberadaan puisi kontemporer ini, maka
pengertiannya (1) puisi yang muncul pada masa kini yang bentuk
dan gayanya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi pada umumnya;
(2) puisi yang lahir di dalam kurun waktu tertentu yang memiliki
ciri-ciri yang berbeda dengan puisi lainnya.13
Jenis-jenis puisi kontemporer ada tiga, yaitu mantra,
mbeling, dan konkret. Puisi Wiji Thukul merupakan puisi mbeling.
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan.
Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum
berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah
Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak,
dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi
nama “Puisi Mbeling”. Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu
dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri
puisi mbeling adalah:14
a. Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua
unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan
tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain
yang disembunyikan (tersirat).
13
Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 14-
15. 14
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 93.
15
b. Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem
perekonomian dan pemerintahan.
c. Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap
sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufikk Ismail
menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Sebagian besar puisi Wiji Thukul menyampaikan berbagai
kritik sosial terhadap pemerintahan dan perekonomian. Ada juga
yang menceritakan tentang kemiskinan, kemerdakaan dan lain
sebagainya. Sehingga, puisi Wiji Thukul merupakan puisi
kontemporer berjenis puisi mbeling.
3. Struktur Puisi
Struktur di dalam puisi dibagi menjadi dua bagian, yakni struktur fisik
dan struktur batin. Struktur fisik puisi merupakan hal-hal yang tampak
mencakup penampilannya di atas kertas dalam bentuk perwajahan
puisi, diksi, imaji, majas dan rima. Sementara itu, di dalam puisi ada
yang tidak secara langsung dapat dilihat, disebut struktur batin. Berikut
ini penjelasan mengenai struktur fisik puisi:
a. Struktur Fisik Puisi
1) Perwajahan (tipografi)
Perwajahan puisi (tipografi) adalah bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan dihentikan dengan titik.15
. Jadi, tipografi
adalah ciri khas penulis dalam menuliskan bentuk puisinya.
2) Diksi
15
Ibid,. h. 18.
16
Diksi adalah pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata. Mengutip pernyataan Barfield
dalam Pradopo, baginya bila kata-kata dipilih dan disusun dengan
cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan imaginasi
estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puitik.16
Jadi, diksi
merupakan pilihan kata yang menjadi ciri khas penulis.
3) Imaji
Tarigan mengatakan bahwa pemilihan kata atau
penggunaan kata yang tepat dapat memperkuat serta memperjelas
daya bayang pikiran manusia dan energi tersebut dapat pula
mendorong imajinasi untuk menjelmakan gambaran yang nyata.17
Jadi, imaji adalah penggambaran yang diciptakan oleh penyair
dalam bentuk kata-kata pada puisinya.
b. Struktur Batin Puisi
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
struktur batin puisi merupakan hal-hal yang tidak terlihat, namun
dapat dihayati dalam sebuah puisi. Struktur batin puisi adalah
struktur yang berada dalam puisi tetapi secara tersirat.18
Berikut ini
bagian-bagian di dalam struktur batin tersebut, yakni:
1) Tema adalah gagasan pokok atau pokok persoalan yang ingin
dikemukakan oleh penyair. Tema memiliki fungsi sebagai
landasan utama dari terciptanya karya tersebut. Beberapa tema
yang sering dipergunakan oleh penyair di antaranya: tema
ketuhanan, tema kemanusiaan, tema pratiotisme, tema
16
Rachmat Joko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2000), h. 54. 17
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: IKAPI, 1993), h. 80. 18
D Damayanti, op.cit., h. 21.
17
percintaan, atau tema keadilan sosial.19
Jadi, tema adalah pokok
pikiran yang ingin disampaikan oleh penyair.
2) Nada adalah sikap penyair kepada pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Sebagai sebuah contoh,
misalkan saja penyair menyampaikan tema dengan nada
menggurui, mendikte, atau bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, atau menyerahkan masalah begitu
saja kepada pembaca dengan nada sombong, menganggap
bodoh, rendah pembaca, dan lain-lain. 20
3) Perasaan adalah pandangan hidup seorang penyair yang
memandang suatu peristiwa alam dengan ketajaman. Rasa
adalah the poet’s attitude toward his subject matter, yakni
sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung
dalam puisinya.21
4) Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca. Pesan merupakan anjuran atau nasihat penyair
kepada pembaca puisi.22
Jadi, amanat adalah pesan yang ingin
disampaikan oleh penyair.
B. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan unruk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal
lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat
mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.
Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan
timbal balik. Kian kaya kosakata seseorang, kian beragam pulalah gaya
19
Ibid., h. 22. 20
Ibid. 21
Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 11. 22
D Damayanti, op.cit., h. 22.
18
bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas turut
memperkaya kosakata pemakainya. Itulah sebabnya maka dalam
pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa merupakan suatu teknik
penting untuk mengembangkan kosakata para siswa.23
Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang tumbul atau hidup dalam hati pengarang, yang
menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati penikmat puisi. Gaya
bahasa yang digunakan memiliki tujuan untuk menghidupkan kalimat dan
memberi gerak pada susunan kalimat dalam puisi. Sehingga penikmat
puisi dapat mengeluarkan reaksi tertentu dan pendapat atau tanggapan
mengenai isi puisi.24
Dari berbagai pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
gaya bahasa adalah susunan kata-kata indah yang digunakan untuk
menghidupkan kalimat.
Unsur-unsur yang membentuk puisi terdiri bermacam unsur, salah
satunya adalah majas atau gaya bahasa. Majas dalam penciptaan puisi
diartikan sebagai cara menyatakan suatu maksud dengan cara
menyamakan, membandingkan, menyindir, menegaskan,
mempertentangkan dengan sesuatu yang lain yang memiliki hubungan
tertentu.
Sebagai contoh, untuk melukiskan keadaan seseorang yang sangat
tinggi dinyatakan dengan pohon atau tiang listrik, cita-cita yang tinggi
dinyatakan sebagai menara atau awan, dan sebagainya. Dengan demikian
majas dapat dikatakan sebagai cara menampilkan diri dalam bahasa.
Tarigan mengatakan bahwa majas adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain pilihan kata atau diksi,
frase, klausa dan kalimat. Menurut Goris Kerag, sebuah majas dikatakan
23
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1986),
h. 5. 24
D. Damayanti, op.cit., h. 32.
19
baik bila mengandung tiga dasar, yaitu kejujuran, sopan santuun dan
menarik.25
C. Macam-macam Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya Bahasa dikenal dalam retorika dengan
istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam
alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini
akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak
pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah,
maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis
atau mempergunakan kata-kata secara indah.
Oleh karena perkembangan itu, gaya Bahasa atau style menjadi
masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan
cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk
menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya Bahasa meliputi
semua hirarki kebahasaan: piihan kata secara individual, frasa, klausa, dan
kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana keseluruhan.26
Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan
bahasa. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak,
dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin
baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya;
semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian
diberikan padanya.
Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan
jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).27
Gaya bahasa dalam sastra dapat disebut dengan istilah stalistika.28
Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya,
25
Ibid., h. 43. 26
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.
112. 27
Ibid., h. 113.
20
sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya.
Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra.29
Gaya bahasa dalam karya puisi adalah suatu alat untuk melukiskan
atau menggambarkan, menegaskan ispirasi atau ide dalam bentuk bahasa
dengan gaya yang mempesona. Gaya bahasa tidak dapat dipaksakan
kehadirannya dalam sebuah karya puisi. Membangun gaya bahasa
biasanya tergantung pada kita dalam memahami perbendaharaan kata.30
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, gaya bahasa
adalah cara pengarang mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang khas,
yang memperlihatkan kepribadian dari si penulis.
Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Lain penulis
lain pula klasifikasi yang dibuatnya. Gorys Keraf telah memperbincangkan
jenis-jenis gaya bahasa dengan sangat terperinci dalam bukunya „Diksi dan
Gaya Bahasa‟, Gaya bahasa yang beraneka ragam itu kita bagi menjadi
empat kelompok, yaitu (a) gaya bahasa perbandingan, (b) gaya bahasa
pertentangan, (c) gaya bahasa pertautan, dan (d) gaya bahasa perulangan.31
1. Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perulangan atau gaya bahasa kiasan adalah
membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba
menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal
tersebut.32
Macam-macam gaya bahasa perbandingan adalah:
a. Persamaan atau simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit, yaitu ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal
yang lain. Contoh:
28
Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990), h. 93. 29
Suwandi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi, (Yogyakarta: MedPress, 2008), h. 71. 30
Diane Abdul Jalil, Teori dan Periodisasi Puisi Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1990), h.
31. 31
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1986),
h. 6. 32
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.
136.
21
Kikirnya seperti sepiting batu
Bibirnya seperti delima merekah
Matanya seperti bintang timur33
b. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan
dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa,
buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Contoh:
Pemuda adalah bunga bangsa.
Orang itu adalah buaya darat.34
c. Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Contoh:
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah
lagi ketakutan kami.35
2. Gaya Bahasa Pertentangan
a. Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu
pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu
hal. Contoh:
Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak
aku.36
b. Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan
sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Contoh:
Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami
bertahun-tahun lamanya.37
33
Ibid.,h. 138. 34
Ibid.,h. 139. 35
Ibid.,h. 140. 36
Ibid.,h. 135.
22
c. Ironi
Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu
dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung
dalam rangkaian kata-katanya. Contoh:
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua
kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!38
d. Oksimoron
Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha
menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.
Contoh:
Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar.39
3. Gaya Bahasa Pertautan
a. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan
sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai
pertalian yang sangat dekat. Contoh:
Saya minum satu gelas, ia dua gelas.
Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur.40
b. Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang
mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan
sebagian. Contoh:
Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-.41
c. Alusi
37
Ibid.,h. 133 38
Ibid.,h. 143. 39
Ibid.,h. 136. 40
Ibid.,h. 142 41
Ibid.,h. 142
23
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan
kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini
adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-
peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata,
mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Contoh:
Kartini kecil turut memperjuangkan persamaan haknya.42
d. Eufemismus
Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan
yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan
yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin
dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Contoh:
Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (= gila).43
4. Gaya Bahasa Perulangan
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting
dalam sebuah kalimat.44
Perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa
yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata atau frase
ataupun bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan
dalam sebuah konteks yang sesuai.45
Boulton mengatakan, bahwa pengulangan bunyi/kata/frasa
memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni.46
Kata ulang
dapat kita bicarakan dengan meninjaunya dari dua segi. Pertama, dari
segi bentuknya; kedua, dari segi makna atau fungsi perulangan kata.47
Penulis dapet menyimpulkan bahwa gaya bahasa perulangan
adalah pengulangan bunyi, kata, atau frasa yang dianggap penting
42
Ibid.,h. 141. 43
Ibid.,h. 132 44
Prof. Dr. Gorys Keraf, Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Flores:
Penerbit Nusa Indah), h. 42. 45
Ibid., h. 180 46
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 93. 47
Yus Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku, (Bandung: CV Pustaka Prima, 1981),
h. 21.
24
untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Macam-
macam repetisi adalah:
a. Aliterasi
Tarigan menyatakan bahwa aliterasi dalah gaya bahasa
yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata-kata yang
permulaannya sama bunyinya.
Gorys Keraf mengatakan bahwa aliterasi adalah semacam
gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa,
untuk perhiasan atau untuk penekanan.48
Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud
perulangan konsonan pada suatu kata atau beberapa kata, biasanya
terjadi pada puisi.49
Jadi, aliterasi adalah gaya bahasa atau repetisi yang
berwujud perulangan konsonan yang sama pada suatu kata atau
beberapa kata dalam puisi. Contoh:
Kau keraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkai bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
b. Asonansi
Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang
berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam
kata puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan
atau menyelamatkan keindahan.50
48
Gorys Keraf, op.cit., h. 181. 49
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 44. 50
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1986),
h. 182.
25
Asonansi ialah sejenis gaya bahasa repetisi yang berjudul
perulangan vokal, pada suatu kata atau beberapa kata. Biasanya
dipergunakan dalam puisi untuk mendapatkan efek penekanan.51
Asonansi merupakan ulangan bunyi vokal pada kata-kata
tanpa selingan persamaan bunyi konsonan.52
Jadi, asonansi adalah perulangan bunyi vokal yang
memberikan efek keindahan dalam puisi. Contoh:
Segala ada menekan dada
Mati api di dalam hati
Harum sekuntum bunga rahasia
Dengan hitam kelam
c. Antanaklasis
Ducrot & Todorov menyatakan bahwa antanaklasis adalah
gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan
makna yang berbeda.53
Contoh: Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.54
d. Kiasmus
Ducrot & Todorov menyatakan bahwa kiasmus adalah gaya
bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan
inversi hubungan antara dua kata dalam satu.55
Contoh: Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang
salah.56
51
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 45. 52
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), h. 92. 53
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahas, (Bandung: Angkasa, 1986),
h. 185. 54
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 45. 55
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, op.cit., h. 187. 56
D. Damayanti, op.cit., h. 45.
26
e. Epizeukis
Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat
langsung, yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan
diulang beberapa kali berturut-turut.
Contoh:
a) Ingat kami harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat.57
b) Kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar
semua ketinggalan kita.58
f. Tautotes
Keraf menyatakan bahwa tautotes adalah gaya bahasa
perulangan atau repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam
sebuah konstruksi. Contoh:
a) Aku adalah aku, kau adalah aku, kau dan aku sama saja.59
b) Kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi
seteru.60
g. Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa
perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
Contoh:
a) Kucari kau dalam toko-toko
Kucari kau karena cemas karena sayang
Kucari kau karena sayang karena bimbang
Kucari kau karena kaya mesti diganyang61
57
Ibid.,h. 46. 58
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.
127. 59
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesi, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 46. 60
Gorys Keraf, op.cit., h. 127. 61
D. Damayanti, op.cit., h. 46.
27
b) Bahasa yang baku pertama-tama berperan sebagai pemersatu
dalam pembentukan suatu masyarakat bahasa-bahasa yang
bermacam-macam dialeknya. Bahasa yang baku akan
mengurangi perbedaan variasi dialek Indonesia secara
geografis, yang tumbuh karena kekuatan bawah-sadar pemakai
bahasa Indonesia, yang bahasa pertamanya suatu bahasa
Nusantara.62
h. Epistrofa
Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa
perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh:
a) Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur
Aku mencercah daging ketika kau tidur63
b) Bumi yang kaudiami, laut yang kaulayari adalah puisi
Udara yang kauhirup, air yang kauteguki adalah puisi
Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli adalah puisi
Gubuk yang kauratapi, gedung yang kautinggali adalah puisi64
i. Simploke
Keraf menyatakan bahwa simploke adalah sejenis gaya
bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir
beberapa baris atau kalimat berturut-turut.65
Contoh:
a) Ada selusin gelas ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin piring ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin barang lain ditumpuk ke atas. Tak pecah.66
b) Kamu bilang hidup ini brengsek. Aku bilang biarin.
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Aku bilang biarin.
62
Gorys Keraf, op.cit., h. 127. 63
D. Damayanti, op.cit.,h. 47. 64
Gorys Keraf, op.cit., h. 128. 65
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1986),
h. 196. 66
D. Damayanti, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Araska, 2013), h. 47.
28
Kamu bilang aku nggak punya kepribadian. Aku bilang biarin.
Kamu bilang aku nggak punya pengertian. Aku bilang biarin.67
j. Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang
berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau
beberapa kalimat berurutan. Contoh:
a) Pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa.
Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat.68
b) Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon
Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng
Para pembesar jangan mencuri bensin
Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri69
k. Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang
berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat
menjadi terakhir. Epanalepsis ialah gaya bahasa repetisi yang
berupa perulangan kata pertama pada akhir baris, klausa atau
kalimat.70
Contoh:
a) Saya akan berusaha meraih cita-cita saya.
b) Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.
Kami cintai perdamaian karena Tuhan kami.
Berceriteralah padaku, ya malam, berceriteralah.
Kuberikan setulusnya, apa yang harus kuberikan.71
l. Anadiplosis
67
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.
128. 68
D. Damayanti, op.cit., h. 47. 69
Gorys Keraf, op.cit., h. 128. 70
D. Damayanti, op.cit.,h. 47. 71
Gorys Keraf, op.cit., h. 128.
29
Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana
kata atu frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata
atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh:
a) Dalam raga ada darah
Dalam darah ada tenaga
Dalam tenaga ada daya
Dalam daya ada segalanya72
b) Dalam mutiara ada tiram; dalam tiram ada mutiara
Dalam mutiara: ah taka da apa
Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati
Dalam hati: ah tak apa jua yang ada
Dalam syair ada kata, dalam kata ada makna
Dalam makna: Mudah-mudahan ada Kau!73
D. Penelitian yang Relevan
Pada penelitian ini penulis meneliti tentang Repetisi pada
Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul dan
Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Satra Indonesia. Peneliti
menggunakan metodologi kualitatif deskriptif.
Penelitian yang sesuai dengan penelitian sebelumnya dirumuskan
melalui judul, penulis, dan tahun penyusunan, yaitu:
Pertama, “Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru dalam
Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah
Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di Sekolah” oleh Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini memaparkan
tentang potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru. Penelitian yang
menggunakan tinjauan sosiologi sastra ini bertujuan untuk mengetahui
sebuah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru dalam kumpulan
72
D. Damayanti, op.cit., h. 48. 73
Gorys Keraf, op.cit., h. 128-129.
30
puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Berdasarkan
penelitian, ditemukan 22 puisi yang menampilkan potret buruh Indonesia
pada Masa Orde Baru dari 169 puisi yang terhimpun dalam kumpulan
puisi Nyanyian Akar Rumput. Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang
buruh tersebut menampilkan berbagai potret buruh Indonesia seperti
kehidupan ekonomi buruh yang sulit, permasalahan upah buruh yang
rendah, permasalahan lembur paksa, jaminan kesehatan dan keselamatan
buruh yang kuang mendapatkan perhatian oleh pihak perusahaan, serta
tindakan represif dari pihak perusahaan kepada buruh.
Selanjutnya yang kedua, “Kritik Sosial Dalam Kumpulan PuisiAku
Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul (Kajian Resepsi Sastra)” oleh
Hantisa Oksinata Mahasiswi Universitas Negeri Sebelas Maret. Penelitan
ini mendeskripsikan: (1) unsur batin dan kritik sosial yang terdapat dalam
puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul, dan (2) resepsi pembaca
dalam puisi Aku Ingin Jadi Peluru. Penelitian ini, merupakan penelitian
deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi (content analysis).
Penelitian ini mendeskripsikan, menganalisis, menafsirkan data. Metode
analisis isi, yaitu dengan menggunakan pendekatan resepsi sastra.
Pendekatan resepsi sastra digunakan untuk mengetahui bagaimana
tanggapan pembaca mengenai antologi puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya
Wiji Thukul. Teknik pengambilan data menggunakan teknik purposive
sampling. Dengan demikian, dari 141 puisi yang terdapat dalam kumpulan
puisi Aku Ingin Jadi Pelurukarya Wiji Thukul diambil 11 puisi yang
mewakili tema kritik sosial.
Dan yang ketiga, “Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya
Wiji Thukul: Tinjauan Semiotik” oleh Moh. Anas Irfan Mahasiswa
Universitas Jember. Kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru merupakan
kumpulan lima subbab berisi 140 puisi. Peneliti membahas lima judul
puisi pada kumpulan puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul,
kelima puisi tersebut yaitu: (1) Nyanyian Akar Rumput‟ ; (2) Kuburan
31
Purwoloyo‟ ; (3) Ayolah Warsini‟ ; (4) Bunga dan Tembok‟ ; dan (5)
Kemarau‟ . Kelima judul tersebut mengungkapkan realitas sosial rakyat
kecil dan penguasa pada masa pemerintahan Orde Baru. Tujuan penelitian
ini mendeskripsikan unsur dan keterjalinan antarunsur struktur yang
membangun kelima judul puisi tersebut dengan menggunakan pendekatan
semiotik. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan struktural dan semiotik.
Dari ketiga puisi yang relevan, penelitian yang peneliti lakukan
sangat berbeda. Kumpulan puisinya pun berbeda, yang menjadi relevan
adalah Wiji Thukul sebagai pengarangnya. Penelitian pertama, “Potret
Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru dalam Kumpulan Puisi Nyanyian
Akar Rumput Karya Wiji Thukul: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Sekolah” oleh Dimas Albiyan Yuda Nurhakiki. Penelitian kedua, “Kritik
Sosial Dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul
(Kajian Resepsi Sastra)” oleh Hantisa Oksinata. Dan penelitian ketiga,
“Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukul: Tinjauan
Semiotik” oleh Moh. Anas Irfan.
Namun, permasalahan yang diambil dari ketiga penelitian dengan
yang diteliti oleh peneliti sangatlah berbeda. Peneliti melakukan analisis
terhadap puisi-puisi dengan mengambil permasalahan mengenai gaya
bahasa repetisi atau perulangan. Sedangkan peneliti yang pertama
mengambil permasalahan mengenai potret buruh Indonesia pada masa
orde baru. Selanjutnya peneliti yang kedua mengambil permasalahan
mengenai kritik sosial, dan yang ketiga mengambil permasalahan
mengenai tinjauan semiotik.
32
BAB III
WIJI THUKUL
A. Biografi Wiji Thukul
Widji Widodo atau lebih dikenal dengan Widji Thukul lahir di
kampung Sorogenen, Solo, 26 Agustus 1963 adalah seorang sastrawan dan
aktivis Indonesia. Thukul adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia
lahir dari keluarga sederhana, ayahnya adalah seorang penarik becak,
sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu.
Widji Thukul sudah mulai menulis puisi sejak SD, dan mulai
tertarik pada dunia teater sejak duduk di bangku SMP. Bersama kelompok
Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota. Ia
juga pernah mencari nafkah dengan berjualan koran, jadi calo karcis
bioskop, dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel.
Thukul bersekolah di SMP Negeri 8 Solo kemudian melanjutkan
pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan
Indonesia jurusan tari. Thukul memutuskan untuk berhenti sekolah karena
masalah kesulitan ekonomi keluarga.
Pada Oktober 1989, Thukul menikahi Siti Dyah Sujirah alias Sipon
yang saat itu berprofesi sebagai buruh. Tak lama setelah menikah, mereka
dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani yang memiliki
makna „berani menggandeng keberanian di hari yang Fitri‟. Pada 22
Desember 1993 anak kedua mereka lahir dan diberi nama Fajar Merah,
karena Thukul ingin mempunyai anak yang bisa menerangi dunia.
Meski hidup dalam ekonomi sulit, Thukul aktif menyelenggarakan
kegiatan teater dan melukis dengan anak-anak kampung Kalangan, tempat
ia dan anak istrinya tinggal. Pada tahun 1994, terjadi aksi petani di Ngawi,
Jawa Timur. Thukul yang saat itu memimpin massa untuk melakukan
orasi kemudian ditangkap serta dipukuli oknum militer.
Pada tahun 1992 ia ikut demonstrasi memprotes pencemaran
lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo. Tahun-tahun
33
berikutnya Thukul aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker). Pada
tahun 1995 ia mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada
mobil oleh aparat saat ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex. Setelah
Peristiwa 27 Juli 1996 hingga 1998, sejumlah aktivis ditangkap, diculik
dan hilang, termasuk Widji Thukul. Sejumlah orang mengaku masih
melihatnya di Jakarta pada April 1998. Pada April 2000, istri Thukul,
Sipon melaporkan suaminya telah hilang ke Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Thukul kemudian masuk daftar
orang hilang sejak tahun 2000.
B. Pemikiran Wiji Thukul
Wiji Thukul berasal dari keluarga rakyat kecil yang hidupnya lekat
dengan kemiskinan. Ia tumbuh di kampung Kalangan yang terletak di sisi
timur kota Solo. Milieu kampung ini adalah pabrik-pabrik dengan segala
buruhnya. Ayah Thukul seorang penarik becak, istrinya buruh menjahit,
dan mertuanya pedagang barang rongsokan. Thukul sendiri pernah bekerja
sebagai pelitur mebel.1
Ketika tampil membaca puisi di Kedutaan Jerman di Jakarta pada
tahun 1989, Thukul sendiri mengatakan, bahwa ia sangat terpengaruh oleh
kehidupan lingkungannya itu, yaitu lapisan masyarakat bawah, sebuah
kampung di kota Solo. Kehidupan mereka yang sangat ia kenal itulah yang
membuatnya memutuskan untuk berbicara mengenai kelompok
masyarakat tersebut dalam syair-syairnya.2
Rupanya, pengalaman
hidupnya yang lekat dengan kemiskinan dan pergaulannya yang dekat
dengan “masyarakat lapisan bawah” seperti buruh itulah yang lambat-laun
mengendap dalam dirinya dan kemudian dituangkan ke dalam karyanya.
Terlebih saat Thukul menyaksikan sekaligus merasakan, bahwa sering
terjadinya ketidakadilan dan tindak kesewenang-wenangan terhadap rakyat,
1 Ton, “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman”, (Jakarta: Warta
Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000), h. 10. 2 KNI, “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman”, (Padang:
Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989), h.7.
34
terutama buruh, yang dilakukan oleh penguasa dan pemilik modal.
Sastrawan yang baik selalu mampu mencerminkan kondisi sosial yang
terjadi di zamannya. Thukul pun dalam proses perjalanan kreatifnya
dihadapkan dengan zaman yang dibungkam oleh sebuah rezim bernama
Orde Baru. Ia menyaksikan sekaligus merasakan bagaimana kesewenang-
wenangan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru yang sarat dengan politik
represi, mulai dari intimidasi, teror, penangkapan, penculikan, dan
sebagainya.3 Apa yang Thukul saksikan sekaligus rasakan inilah yang
kemudian membentuk puisi-puisinya sebagai suara yang mewakili rakyat
kecil.
Thukul paham akan makna kemiskinan dan penyebabnya, maka
tampak seluruh energi estetiknya dikerahkan untuk menuliskan puisi
perlawanan kepada mereka yang dianggap telah menyebabkan
ketimpangan sosial. Misalnya ketika berbicara soal tukang becak yang
jidatnya berlipat-lipat seperti sobekan luka, yang terdesak lahannya oleh
bus kota.4
Puisi-puisi Thukul menampakkan wajah protes yang meluap,
pertanyaan-pertanyaan satire−yang menuju sebuah muara yang bagaimana
pun dalam peristiwa politik dan kehidupan bernegara melulu rakyat kecil
yang menjadi korban.5
Dalam memandang karya sastra, sebagaimana tercermin dalam
salah satu puisinya, ia tidak bersikap seperti para penyembah kesenian.
Karya-karyanya bagai tidak membutuhkan legitimasi dari pusat-pusat dan
rezim kebudayaan mana pun. Bagi Thukul, menulis adalah suatu
keputusan dan ia percaya bahwa kata-kata mempunyai kekuatan.6
Thukul sendiri pernah mengatakan, bahwa ia sebenarnya juga bisa
menulis syair-syair yang bahasanya indah-indah, tetapi menurutnya
3 LHS, “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh”, (Majalah Pembebasan Nomor
18/V/Juli/2000), h.10. 4 Ton, op.cit.,, h. 10. 5 Alex R. Nainggolan, “Puisi Thukul Bukan Sekadar Modal Dengkul”, (Jakarta: Harian
Sinar Harapan, Nomor 4777, Sabtu, 14 Agustus 2004), h.12. 6 Ton, op.cit., h. 10.
35
rasanya tidak etis, sebab ia tidak ingin membuat apa yang ditulisnya tidak
dipahami oleh keluarga dan tetangganya ketika membaca tulisannya. Maka,
ia memilih menulis apa yang bisa dimengerti oleh keluarga dan
tetangganya.7
Thukul adalah penyair yang paling fasih dan otentik dalam
menyuarakan orang kecil. Dia bisa bicara tentang buruh pabrik, kebutuhan
elementer manusia berupa rumah; tentang preman yang mayatnya
ditemukan di rel kereta api; atau baju sobek yang dibeli dari tukang loak
untuk istrinya. Pendeknya dialah juru bicara kaum yang tidak diuntungkan
proses pembangunan. Sketsa-sketsanya tentang kota pun didominasi potret
ketimpangan.
Puisi-puisi Thukul mencapai kematangan pengucapan ketika
dirinya dihadapkan pada ancaman, siksaan. Ini terutama terlihat dalam
puisi yang ditulisnya sejak 1996 setelah ia berulang kali mengalami
penangkapan dan penyiksaan yang membuat matanya nyaris buta. Saat itu
sebelum hilang, dia bagai terus bergerilya. Kala dia mengatakan darah
sudah kuteteskan/ dari bibirku/ luka sudah kaubilurkan/ ke sekujur
tubuhku/ cahaya sudah kau rampas/ dari biki mataku, (Derita sudah naik
seleher), baris-baris itu tidak dibangun dari imaji-imaji. Ia adalah realitas
yang dirasakan sendiri. Thukul tak perlu “memperindah” kata-katanya.8
Menurut Thukul, penyair haruslah berjiwa “bebas dan aktif” dalam
berkarya. Penyair tentu perlu memedulikan apa kata kritikus, tetapi
kritikus hanya nomor empat, selebihnya adalah kuasa si penyair sendiri.
7 KNI, “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman”, (Padang:
Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989), h.7. 8 Ton, op.cit., h. 10.
36
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Stuktur Puisi
Struktur di dalam puisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur
fisik dan struktur batin. Pada penelitian ini, penulis akan membahas
struktur puisi yang terdapat di dalam buku kumpulan puisi Nyanyian Akar
Rumput. Penulis memilih satu puisi yang berjudul Catatan untuk dianalisis
struktur fisik dan batin. Puisi dipilih berdasarkan banyaknya repetisi dalam
puisi terserbut dari lima puisi yang dianalisis oleh penulis.
1. Analisis Struktur Fisik Puisi “Catatan”
Sebelum memulai ke tahap analisis struktur fisik puisi “Catatan”,
untuk memudahkan peninjauan penulis akan mencantumkan puisi
tersebut:
Catatan 1
Gerimis menderas tengah malam ini
Dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-sendi
Dalam sunyi hati menggigit lagi
Ingat
Saat pergi
Dan pipi kiri-kananmu
Kucium
Tak sempat mencium anak-anak
Khawatir
Membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
Bertanya apa mereka saat terjaga
Aku tak ada (seminggu sesudah itu
Sebulan sesudah itu
Dan ternyata lebih panjang dari yang kalian harapkan!)
Dada mengepal perasaan
Waktu itu
Cuma terbisik beberapa patah kata
Di depan pintu
Kaulepas aku
Meski matamu tak terima
1 Wiji Thukul, Nyanyian Akar Rumput, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h.
165.
37
Karena waktu sempit
Aku harus gesit
Genap ½ tahun aku pergi
Aku masih bisa merasakan
Bergegasnya pukulan jantung
Dan langkahku
Karena penguasa fasis
Yang gelap mata
Aku pasti pulang
Mungkin tengah malam dini
Mungkin subuh hari
Pasti
Dan mungkin
Tapi jangan
Kautunggu
Aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
Karena hak
Telah dikoyak-koyak
Tidak di kampus
Tidak di pabrik
Tidak di pengadilan
Bahkan di rumah pun
Mereka masuki
Muka kita sudah diinjak!
Kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
Dan aku jarang pulang
Katakan
Ayahmu tak ingin jadi pahlawan
Tapi dipaksa jadi penjahat
Oleh penguasa
Yang sewenang-wenang
Kalau mereka bertanya
“apa yang dicari?”
Jawab dan katakan
Dia pergi untuk merampok
Haknya
Yang dirampas dan dicuri
Adapun, analisis struktur puisi di atas, yakni sebagai berikut:
38
1) Tipografi
Tipografi dalam puisi “Catatan” memiliki 6 bait dan 47
larik. Tipografi di dalam puisi ini masih terikat dengan bentuk
konvensional. Dapat dilihat dari sistematika penulisan bait dan
larik yang tidak membuat suatu bentuk khusus. Adapun,
jumlah larik pada tiap baitnya berbeda. Pada bait pertama,
jumlah lariknya adalah 22, bait kedua jumlah lariknya adalah
enam (6), bait ketiga jumlah lariknya adalah tujuh (7), bait
keempat jumlah lariknya adalah sembilan (9), bait kelima
jumlah lariknya adalah tujuh (7), dan bait terakhir enam (6)
larik.
Dari perbedaan di atas terlihat adanya pola yang berbeda
pada larik pertama dengan larik-larik selanjutnya. Pola tersebut
seperti membentuk sebuah pantun yang berpola sampiran dan
isi. Pada larik pertama dapat dilihat bahwa ungkapan-ungkapan
yang digunakan penyair, seperti hanya pembuka bagi bait
selanjutnya. Bait kedua hingga akhir menunjukkan isi dari
gagasan puisi “Catatan” tersebut.
2) Diksi
Diksi yang digunakan penyair di dalam puisi “Catatan”
sangat sederhana seperti bahasa sehari-hari yang mudah
dimengerti. Hal itu sesuai dengan pemikiran Widji Thuku,
yakni ia tidak ingin keluarga dan tetangganya tidak dapat
memahami ketika membaca tulisannya. Adapun begitu,
pemilihan kata yang digunakan di dalam puisi sarat dengan
kesan satire, sehingga puisi ini dapat dikatakan sebagai puisi
satire. Puisi satire digunakan oleh penyair untuk
mengungkapkan penghayatannya atau bahkan pengalamannya
sendiri terhadap ketidakadilan dari pihak pemerintah.
Penggunaan kata konkret dan abstrak yang digunakan
penyair pada puisi “Catatan” sudah tentu mendukung unsur
39
satire tersebut. Misalnya saja, penggunaan kata konkret seperti
“aku” maupun “penguasa fasis”. Kedua kata tersebut
menunjukkan hubungan yang terjadi antara aku-lirik dengan
objek di dalam puisi. Lebih jelasnya lihatlah tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Kata Konkret dalam Puisi “Catatan”
Bait Larik Kata Konkret
I
1 Gerimis
2 Telapak kaki
6 Pipi kiri- kananmu
7 Kucium
8 Anak-anak
11 Mereka
12 Aku
14 Kalian
15 Dada
18 Pintu
19 Kau – Aku
20 Matamu
22 Aku
II
1 Aku
2 Aku
4 Langkahku
6 Mata
III
1 Aku
7 Kau
IV
1 Aku
4 Kampus
5 Pabrik
40
6 Pengadilan
7 Rumah
8 Mereka
9 Muka-kita
V 1 Anak-anak
2 Aku
4 Ayahnya
VI 1 Mereka
4 Dia
Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kata
konkret digunakan penyair sangat bervariasi. Adapun, kata konkret
yang paling banyak digunakan adalah kata “aku”. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap peristiwa yang digambarkan dalam
puisi tersebut merujuk pada sudut pandang aku-lirik. Peristiwa
yang dilihat melalui sudut pandang aku-lirik ini dapat disinyalir
sebagai ungkapan oleh subjek-lirik atau penyair. Selain dari kata
konkret, dalam puisi “Catatan” juga terdapat kata abstrak yang
mendukung adanya kata konkret. Kata asbtrak juga dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Kata Abstrak dalam Puisi “Catatan”
Bait Larik Kata Konkret
1 Menderas
2 Dingin
8 Mencium
11 Saat terjaga
12 Tak ada
14 Harapkan
15 Mengepal
41
I 18 Depan
19 Lepas
20 Tak terima
22 Gesit
II
1 Pergi
2 Merasakan
6 Gelap
III
1 Pulang
7 Tunggu
IV
1 Pulang-pergi
4 Tidak
5 Tidak
6 Tidak
8 Masuki
9 Sudah diinjak
V 1 Bertanya
2 Jarang pulang
4 Pahlawan
VI 1 Bertanya
4 Merampok
Kata asbtrak dalam tabel di atas, dapat dilihat sangat
bervariasi. Variasi kata abstrak hadir di dalam puisi digunakan
penyair untuk menggambarkan suasana dan gagasan-gagasan
yang hendak disampaikan kepada pembaca. Misalnya saja, kata
abstrak “tidak” yang digunakan untuk mendukung kata konkret
“pabrik”, “kampus”, dan juga “pengadilan” menegaskan bahwa
hak asasi rakyat tidak ada di tempat-tempat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa kata konkret dan kata
abstrak dalm puisi “Catatan” saling menguatkan satu sama
lainnya.
42
3) Pencitraan atau imaji
Imaji di dalam puisi “Catatan” cukup banyak. Pengimajian
yang digunakan penyair pada puisi cukup bervariasi. Adapun,
imaji yang terdapat di dalam puisi di antaranya imaji
penglihatan, pendengaran, rasa, gerak dan rabaan. Frekuensi
kemunculan masing-masing imaji tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Table 4.3
Tabel Imaji dalam Puisi “Catatan”
Bait Larik Jenis Citraan Keterangan Citraan
I 1 Penglihatan Menderas
2 Rabaan Dingin
3 Pendengaran Sunyi
3 Penglihatan Menggigit
8 Penglihatan Mencium
9 Rasa Khawatir
15 Gerak Mengepal
17 Pendengaran Terbisik
22 Gerak Gesit
II 3 Penglihatan Pukulan
IV 7 Penglihatan Masuki
8 Penglihatan Diinjak
V 5 Penglihatan Dipaksa
43
VI 4 Penglihatan Merampok
6 Gerak Dirampas
Berdasarkan tabel imaji di atas, maka dapat dilihat
bagaimana citraan yang dominan terdapat di dalam puisi
“Catatan”. Citraan penglihatan digunakan sebanyak delapan (8)
kali, citra gerak muncul sebanyak tiga (3) kali, citra
pendengaran dua (2) kali, citra rasa sebanyak satu (1) kali dan
citra rabaan satu (1) kali. Hal itu menunjukkan bahwa penyair
lebih banyak menggunakan citraan penglihatan untuk
mewujudkan nada kritik dalam puisinya. Citraan penglihatan
membantu gambaran-gambaran ketidakadilan maupun
kekecewaan aku-lirik terhadap pemerintah tersampaikan
dengan lugas kepada pembaca.
2. Analisis Struktur Batin Puisi “Catatan”
1) Tema
Tema dalam puisi “Catatan” adalah kritik sosial terhadap
pemerintahan yang otoriter. Kritik sosial tersebut jelas ditujukan
kepada pemerintahan yang diceritakan oleh aku-lirik telah merebut
dan merenggut hak asasi manusia. Hak yang berada di ruang
publik bahkan ruang pribadi aku-lirik. Hal tersebut diungkapkan
penyair dengan kata yang lugas. Seperti pada larik /karena
penguasa fasis/ yang gelap mata/. Kemudian, kekecewaan
terhadap pemerintah tersebut tidak hanya dialami oleh aku-lirik,
namun oleh seluruh rakyat dengan ungkapan seperti pada larik
/muka kita sudah diinjak/. Agaknya, kata konkret “kita” dapat
dijadikan sebagai rujukan untuk masyarakat secara umum.
Kritik yang disampaikan dapat dilihat melalui puisi
“Catatan” dengan sangat jelas. Pada bait kedua sampai bait terakhir,
44
diungkapkan pula dengan rasa kekecewaan atau pun juga dengan
teknik menyindir. Sebagai contoh, perhatikan potongan bait di
bawah ini:
Karena hak
Telah dikoyak-koyak
Tidak di kampus
Tidak di pabrik
Tidak di pengadilan
Bahkan di rumah pun
Mereka masuki
Muka kita sudah diinjak!
Potongan bait di atas menunjukkan kritik sosial yang
memadukan antara rasa kecewa dan sindiran terhadap perlakuan
pemerintah. Penegasan pemerintah tersebut ditunjukkan melalui
pemanfaatan kata “mereka”. Perlakuan pemerintah yang telah
merampas hak rakyat dan juga menghina harga diri dari “kita”
dianggap sebagai sebuah bentuk kejahatan. Hal itu diperkuat
melalui larik /oleh penguasa/ yang sewenang-wenang/.
2) Nada
Nada yang hendak disampaikan oleh penyair di dalam puis,
yakni seolah mengajak pembaca untuk menyadari ketidakadilan
yang sedang dialami oleh objek dalam lirik. Kemudian, mengajak
pembaca untuk melawan pemerintah atas perampasan hak-hak
yang telah direnggut dari objek-lirik. Ajakan tersebut diungkapkan
penyair dengan nada yang kuat dan tegas. Hal itu dapat ditinjau
dari gamblang dan langsungnya penyair menyuarakan kritik. Tidak
tampaknya bahasa-bahasa puitis atau kesan basa-basi dalam diksi
yang dipilih. Melalui ketegasan dan kekonretan dalam puisi di atas,
diharapkan tumbuhnya energi pembangun jiwa muncul dari
pembaca agar segera bergerak untuk melawan segala kerusakan
yang telah terjadi.
45
Misalnya saja pada potongan puisi “Catatan” dalam bait
kelima dan keenam, seperti berikut:
Kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
Dan aku jarang pulang
Katakan
Ayahmu tak ingin jadi pahlawan
Tapi dipaksa jadi penjahat
Oleh penguasa
Yang sewenang-wenang
Kalau mereka bertanya
“apa yang dicari?”
Jawab dan katakan
Dia pergi untuk merampok
Haknya
Yang dirampas dan dicuri
Kata abstrak seperti “katakan” dan “jawab” seakan
memerintahkan pula kepada pembaca secara langsung untuk
melakukan hal yang sama dengan ayahmu dalam lirik. Untuk
kemudian menjadi penjahat demi melawan penguasa yang
sewenang-wenang atau bahkan merampas kembali hak asasi diri
dari pencuri hak tersebut, yakni pemerintah.
3) Amanat
Amanat yang ingin disampaikan pada puisi “Catatan” di
atas adalah rakyat harus memiliki kekuatan juga keberanian untuk
mempertahankan serta memperjuangkan hak-haknya sebagai
manusia. Amanat di atas menegaskan bahwa rakyat memiliki
kekuasaan penuh untuk mengungkapkan keinginan dan keadilan
baik di dalam lingkup publik atau pun ruang pribadinya. Tidak ad
yang bisa merampas hak tersebut, bahkan pemerintah sekalipun.
Melalui puisi tersebut pula penyair seakan berpesan kepada
pembacanya untuk tidak berhenti melakukan perlawanan terhadap
pemerintahan yang sewenang-wenang dan otoriter. Kendatipun,
dengan melakukan perlawanan tersebut rakyat akan dianggap dan
diperlakukan sebagai seorang penjahat.
46
B. Repetisi Pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji
Thukul.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis terhadap objek
penelitian. Penelitian dilakukan pada semua puisi dalam kumpulan puisi
Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul. Dari berbagai macam repetisi,
dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul ini ada
repetisi yang digunakan dan ada juga repetisi yang tidak digunakan.
Analisis repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji
Thukul adalah sebagai berikut:
a) Aliterasi
Gaya bahasa atau repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang
sama pada suatu kata atau beberapa kata dalam puisi.
1) Balada Pak Bejo2
Aku sudah keliling kota
Aku sudah kerja keras
2) Biarkanlah jiwamu berlibur, hei penyair 3
Segarkanlah paru-paru dengan pemandangan-pemandangan baru
Pergilah ke parangtrits menikmati gubuk-gubuk penduduk
Yang menangkap jingking
Bahasa kita adalah bahasa Indonesia benar
Bukan bahasa yang gampang dibolak-balik artinya oleh penguasa
Bbm adalah singkatan dari bahan bakar minyak
Bukan bolak-balik mencekik
3) Dalam kamar 6 x 7 meter4
Mimpi-mimpi bagusku kubunuh dengan kenyataan
2 Ibid., h. 69.
3 Ibid., h. 87.
4 Ibid., h. 95.
47
Tinggal tubuh kurus kering dan cericit tikus
Ketika kuterbaring tidur di tikar dan bantal
4) Darman 5
Tetapi kepada tangis anak-anaknya
Tidak bisa menulikan telinga
5) Kepada ibuku 6
Tetapi petani ditipu pabrik gula
Dan Jakarta seperti parispenuh Honda, Suzuki, mercy, jimny
6) Kidung di kala sedih 7
Tak cukup dengan sepasang telinga dan dua biji mata
Tetapi bebaskan hati untuk menyaring batu-batu telinga
7) Puisi dua matahari 8
Suatu fajar pagi paman matahari muncul kembali
“paman aku menemukan lagi satu matahari!”
8) Api 9
(dan pipiku kiri-kanan masih merah bekas ciuman)
(dan wajahku masih merah dadu)
9) Supardini matangguan ini untukmu 10
Antara kelahiran dan kematian, kehidupan
Arti kelahiran dan kematian
5 Ibid., h. 108.
6 Ibid., h. 109.
7 Ibid., h. 111.
8 Ibid., h. 119.
9 Ibid., h. 125.
10 Ibid., h. 129.
48
10) Juruh 11
Dalam seperti sumur rasa yang dipendam
Simpan ragam suara dan kepiluan
11) Puisi menolak patuh 12
Pidato kenegaraan atau siaran pemerintah
Tentang kenaikan pendapatan rakyat
Secara umum, fungsi aliterasi dari berbagai macam puisi di
atas adalah untuk menguatkan ritma.
b) Asonansi
Gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vocal yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi untuk mendapatkan efek
penekanan.
1) Ibu 13
Jika kau menagih baktiku
Itu sudah kupersembahkan ibu
Waktu hidup tak kubiarkan beku
Itulah tanda baktiku kepadamu
2) Juruh 14
Aku ingat salju dan ingat jepang
Ingat kuli dan ingat hening biru
3) Semenjak aku berkenalan denganmu 15
Seribu lenganku
11
Ibid., h. 131. 12
Ibid., h. 190. 13
Ibid., h. 113. 14
Ibid., h. 131. 15
Ibid., h. 132.
49
Seribu kakiku
Menjauhkanku padamu
4) Lirik-lirik pagi 16
Kilatan merah matahari di lengkung embun
Rekah jatuh di tanah pagi
Musik riuh hati yang sepi
5) Sajak ini mengajakmu tamasya 17
Kita sering mengumbar mata hingga buta
Hingga ternganga di dunia batas
Di balik mata
6) Aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai 18
Di sana ada meja penuh kue aneka warna
Mereka menawarkannya padaku
Kuterima kucicipi semua
Enak!
7) Kemarau 19
Barangkali
Itu dirimu
Atau diriku
8) Puisi sikap 20
Maunya mulutmu bicara terus
Tapi telingamu tak mau mendengar
16
Ibid., h. 133. 17
Ibid., h. 136. 18
Ibid., h. 137. 19
Ibid., h. 159.
20
Ibid., h. 176.
50
Maumu aku ini jadi pendengar terus
Fungsi repetisi asonansi pada puisi-puisi di atas adalah
menguatkan ritma.
c) Antanaklasis
Gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna
yang beda.
1) Puisi dua matahari 21
Sejak itu aku hidup dengan dua matahari:
Matahari yang muncul di setiap pagi
Dan matahariyang ada di dalam diriku sendiri
Fungsi repetisi antanaklasis adalah membuat makna
menjadi menegas.
d) Kiasmus
Gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula
merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat.
1) Nyanyian Abang Becak 22
Lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
Perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
Fungsi repetisi kiasmus di atas adalah untuk membuat nada atau
suasana menjadi lebih efektif dan sugestif.
21
Ibid., h. 119. 22
Ibid., h. 51.
51
e) Epizeukis
Gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang
ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-
turut.
1) Riwayat 23
Kuhancurkan
Kubentuk lagi
Kuhancurkan
Kubentuk lagi
Patungku tak jadi-jadi
Aku ingin sempurna
Patungku tak jadi-jadi
2) Reportase dari Puskesmas 24
Barangkali karena ikat laut yang kumakan ya
Barang kali ikan laut.
Ternyata cuma seratus lima putuh
Murah sekali oo… murah sekali!
3) Nyanyian Abang Becak 25
Harga minyak mundhak, lombok-lombok akanmundhak
Sandang pangan akanmundhak
4) Apa yang berharga dari puisiku 26
lm. 63)
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
Dan jika yang dimakan tidak ada?
23
Ibid., h. 22. 24
Ibid., h. 45. 25
Ibid., h. 50. 26
Ibid., h. 63.
52
5) Satu Mimpi Satu Barisan 27
Karena mogok karena ingin perbaikan
Karena upah, yak karena upah
6) Surat 28
Akasia yang rimbun, rimbun sekali
7) Api 29
Api yang bernama rahmat
Tak mungkin dimatikan, takakan kumatikan
8) Aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai 30
Ada potret penuh debu, potret mereka yang hadir
9) Sajak untukmu 31
Ini bukan selatan, bukan, ini bukan utara, bukan bukan bukan
Ini bukan barat, bukan timur
10) Tentang sebuah gerakan 32
Setiap orang butuh tanah
Ingat: setiap orang!
11) Catatan 33
Aku pasti pulang
Mungkin tengah malam dini
Mungkin subuh hari
27
Ibid., h. 99. 28
Ibid., h. 122. 29
Ibid., h. 125. 30
Ibid., h. 137. 31
Ibid., h. 150. 32
Ibid., h. 152. 33
Ibid., h. 165.
53
Pasti
Dan mungkin
Tapi jangan
Kautunggu
Aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
Karena hak
12) Puisi di kamar 34
Kelahiran tak mungkin dihentikan, tak mungkin
Kugerakkan tanganku, kugerakkan pikiranku
Aku menulis, aku menulis, terus menulis
13) Terus terang saja 35
Tapi aku belum menjadi aku sejati
Karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%
Namun aku sangsi
Karena kemelaratan belum dilumpuhkan
Aku sangsi pada yang 100% benar
Terus terang saja!
14) Momok hiyong 36
Emas doyan, hutan doyan
Kursi doyan, nyawa doyan
Luar biasa
34 Ibid., h. 166.
35 Ibid., h. 175.
36 Ibid., h. 188.
54
15) Tujuan kita satu, ibu 37
Kita tidak sendirian
Kita satu jalan
Tujuan kita satu, ibu: pembebasan!
16) Aku masih utuh dan kata-kata belum binasa 38
Aku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa
Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan
17) Puisi sikap 39
Andai benar
Ada kehidupan lagi nanti
Setelah kehidupan ini
18) Bukan kat baru 40
Kita dibayar murah
Sudah lama, sudah lama
Sudah lama kita saksikan
Jembatan ke dunia baru
Dunia baru, ya, dunia baru
37
Ibid., h. 195. 38
Ibid., h. 196. 39
Ibid., h. 176. 40
Ibid., h. 206.
55
19) Para jenderal marah- marah(13) 41
Pembantaian, pembantaian
Dan pembantaian
Karena kau terus berbicara
Berbicara dan berbicara
20) Para jenderal marah-marah (20) 42
MERDEKA MERDEKA MERDEKA
Siapa yang merdeka?
Fungsi repetisi epizeukis secara umum pada puisi-puisi di
atas adalah membuat makna menjadi menegas.
f) Tautotes
Gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata berulang-
ulang dalam sebuah konstruksi.
1) Repostase dari puskesmas 43
Sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam
Tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama
Ini namanya sama rasa sama rasa
Ini namanya setiap warga negara mendapatkan haknya
Semua yang sakit diberi obat yang sama
Fungsi repetisi tautotes di atas adalah menimbulkan keharuan.
g) Anafora
Gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada
setiap baris atau setiap kalimat.
41 Ibid., h. 226.
42 Ibid., h. 236.
43 Ibid., h. 45.
56
1) Sajak Ibu 44
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
2) Ceritakanlah ini kepada siapa pun 45
Walau senjata ditodongkan kepadamu
Walau sepatu di atas kepalamu
Di atas kepalaku
Di atas kepala kita
3) Sajak tikar plastik – tikar pandan 46
Tikar plastik bikinan pabrik
Tikar pandan dianyam tangan
Tikar plastik makin mendesak
Tikar pandan bertahan
4) Sajak tapi sayang 47
Kembang dari pinggir jalan
Kembang yang tumbuh di tembok
5) Balada Pak Bejo 48
Mbok bejo tak mau mendengar
Mbok bejo tetap marah
Mbok bejo terus marah
Mbok bejo terus mengomel
44
Ibid., h. 30. 45
Ibid., h. 35. 46
Ibid., h. 54. 47
Ibid., h. 57. 48
Ibid., h. 69.
57
Lupa anak, lupa utang
Lupa sewa rumah
Lupa bayaran sekolah
6) Kota 49
Bahasa sibuk adalah bahasa kota
Yang tak bisa diajak bicara
Bahasa sibuk adalah bahasa untung rugi
Bahasa sibuk adalah bahasa sibuk
7) (akasia bercerita) 50
Agak lama dia memondong anak bayinya
Agak lama hujan tercurah memandikan mereka berdua
Agak lama bayinya menangis dalam curah hujan
8) Juruh 51
Siapa dalam sunyi
Siapa menetes dalam sunyi
Siapa bergurau
9) Lirik-lirik pagi 52
Yang menggores hari dan kucur
Yang menggores hati dan hilang
10) Autobiografi 53
Tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia
49
Ibid., h. 94. 50
Ibid., h. 127. 51
Ibid., h. 131. 52
Ibid., h. 133. 53
Ibid., h. 135.
58
Tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia
11) Lampu merah 54
Sama-sama tak tahu ujungnya
Sama-sama tak tahu di mana akhirnya
12) 16 september 55
Pertemuan perpisahan, kehilangan dan penemuan
Pertemuan perpisahan, pengalaman manik-manik mata
13) Sajak tiga bait kepada: kun 56
Ada yang mengajak berhenti ketika lari
Ada yang mengajak bicara ketika diam
Ada yang mengajak terbahak ketika bungkam
Ada yang mengajak jaga ketika tidur
14) Kucing, ikan asin, dan aku 57
Biar kubacok dia
Biar mampus!
15) Catatan 58
Tidak di kampus
Tidak di pabrik
Tidak di pengadilan
Bahkan rumah pun
54
Ibid., h. 144. 55
Ibid., h. 145. 56
Ibid., h. 146. 57
Ibid., h. 155. 58
Ibid., h. 165.
59
16) Riwayat 59
Tanyakan kepada yang mampu membaca
Tanyakan kepada yang tak pura-pura buta
17) Malam di kota khatulistiwa 60
Dan rebung bambu
Dan belacan
Dan tempoyak
Menguasai pasar ini
18) Hayati 61
Tanah bapaknya bapakmu
Tanah mamaknya mamakmu
19) Hari itu aku akan bersiul-siul 62
Aku tidak akan datang
Aku tidak akan menyerahkan suaraku
Aku tidak akan ikutan masuk
Ke kotak suara itu
20) Baju loak sobek pundaknya 63
Harganya murah
Harganya murah bojoku
Di pedagang loak
Di pedagang loak bojoku
Karena aku berorganisasi
Karena aku berorganisasi bojoku
59
Ibid., h. 178. 60
Ibid., h. 180. 61
Ibid., h. 181. 62
Ibid., h. 186. 63
Ibid., h. 197.
60
Tak ada setrika bojoku
Tak ada setrika
Agar tak lusuh
Agar tak lusuh
Karena baju ini untukmu bojoku
21) Leuwigajah 64
Leuwigajah terus minta darah tenaga muda
Leuwigajah makain panas
22) Makin terang bagi kami 65
Kami satu: buruh
Kami punya tenaga
23) Edan 66
Padahal mukena tak dibawa pulang
Padahal mukena dia taruh
Di tempat kerja
24) Para jenderal marah-marah (13) 67
Mayat-mayat bergelimpangan
Mayat-mayat disembunyikan
Kau tak bisa mnguburkan aku
Kau tak bisa menyembuhkan lukaku
Karena kau tak kenal aku
64
Ibid., h. 201. 65
Ibid., h. 204. 66
Ibid., h. 211. 67
Ibid., h. 226.
61
Karena kau terus berbicara
25) Para jenderal marah-marah (16) 68
Malam yang gelap ini untukku
Malam yang gelap ini selimutku
Selamat tidur, tanah airku
Selamat tidur, anak-istriku
26) Para jenderal marah-marah (17) 69
Bernapas panjanglah kau, bernapas panjanglah para korban
Bernapas panjanglah aku
Bernapas panjanglah kalian
Bernapas panjanglah semua
Secara umum, fungsi repetisi anafora pada puisi-puisi di
atas adalah membuat makna menjadi menegas.
h) Epistrofa
Gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada
akhir baris atau kalimat berurutan.
1) Pasar malam 70
Bukankah waktu terus laju ke depan, tuan?
Bukankah kita menuju kerentaan, tuan?
Maka belilah pupur awet muda ini, tuan
Belilah perhiasan dan baju itu, tuan
Belilah ini, tuan
Sebelum penyakit atau maut merenggut nyawa tuan
68 Ibid., h. 231.
69 Ibid., h. 232.
70 Ibid., h. 128.
62
2) Biji-biji karambol 71
Tengah malam, ada suara jatuh
Biji-biji karambol di tengah malam jatuh
3) Sajak hari demi hari 72
Hari demi hari tanggal, gelisahku
Kisah demi kisah tanggal, gelisahku
4) Gentong kosong 73
Gentong kosong
Botol kosong
5) Kucing, ikan asin, dan aku 74
Aku hidup
Ia hidup
Kami sama-sama makan
6) Catatan 75
Aku tak ada (seminggu sesudah itu
Sebulan sesudah itu
7) Derita sudah naik seleher 76
Kaulempar aku dalam gelap
Hingga hidupku menjadi gelap
71
Ibid., h. 139. 72
Ibid., h. 149. 73
Ibid., h. 154. 74
Ibid., h. 155. 75
Ibid., h. 164. 76
Ibid., h. 170.
63
8) Buron 77
Baju lain
Celana lain
Potongn rambut lain
Buku yang dibaca lain
Bahan percakapan lain
Nama lain
Identitas lain
Secara umum, fungsi repetisi epistrofa pada puisi-puisi di
atas adalah menguatkan ritma.
i) Simploke
Gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir
beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
1) Jangan lupa, kekasihku 78
Jangan lupa, kekasihku
Jika kau ditanya siapa mertuamu
Jawablah: yang menarik becak itu
Itu bapakmu, kekasihku
Jangan lupa, kekasihku
Pada siapa pun yang bertanya
Sebutkan namamu
Jangan malu
Itu namamu, kekasihku
2) Mandi 79
Saya menunggu sunyi?
Saya merindukan sunyi
77 Ibid., h. 173.
78 Ibid., h. 71.
79 Ibid., h. 141.
64
3) Rumput ilalang 80
Walau kaubabat berulang kali
Walau kaubakar berulang kali
4) Riwayat 81
Bangkai-bangkai mengapung
Hanyut dibawa arus ke hilir
Bangkai kakek-nenek kami
Bangkai-bangkai jepang mengambang
Dibarat parang kakek-nenek kami
5) Baju loak sobek pundaknya 82
Untukmu bojoku
Baju itu untukmu
6) Bukan kata baru 83
Kau-aku tahu
Berapa harga lengan dan otot kau-aku
Kau tahu berapa upahmu
Kau tahu
Fungsi repetisi simploke adalah membuat nada atau
suasana menjadi lebih efektif dan sugestif.
80
Ibid., h. 172. 81
Ibid., h. 177. 82
Ibid., h. 197. 83
Ibid., h. 207.
65
j) Mesodilopsis
Gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di
tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.
1) Teka-teki yang ganjil 84
Sejak itu kami selalu merasa seperti
Sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
2) Ibu 85
Tetapi nilai hidup adalah di dalam nasi semata
Apakah anak adalah tabungan
3) Topeng ragil kuning 86
Engkau sudah melihat dan tertipu
Engkau tidak melihat ngengat merapuhi pelupuk
4) Api 87
(dan pipiku kiri-kanan masih merah bekas ciuman)
(dan wajahku masih merah dadu)
5) Bunga 88
Bunga warna-warni sekejap
Merah warni sekejap lenyap
Fungsi repetisi mesodiplosis adalah membuat makna
menjadi menegas.
84
Ibid., h. 98. 85
Ibid., h. 113. 86
Ibid., h. 114. 87
Ibid., h. 125. 88
Ibid., h. 143.
66
k) Epanalepsis
Gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari
baris, klausa atau kalimat menjadi akhir.
1) Kenangan anak-anak seragam 89
Aku harus tahu siapa presidenku
Aku harus tahu ibu kota negaraku
2) Merontokkan pidato 90
Mereka gagal memaksaku
Aku tak akan mengakui kesalahanku
3) Tujuan kita satu, ibu 91
Kutundukkan kepalaku
Bersama rakyatmu yang berkabung
l) Anadiplosis
Gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu
klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau
kalimat berikutnya.
1) Catatan malam 92
Tapi kekasihku cinta
Cinta menuntun kami ke masa depan
2) Apa yang berharga dari puisiku 93
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bus kota
89
Ibid., h. 78. 90
Ibid., h. 187. 91
Ibid., h. 194. 92
Ibid., h. 24. 93
Ibid., h. 63.
67
Kalau bus kota lebih murah, siapa yang salah
3) Aku menuntut perubahan 94
Tak bisa menolong kami
Kami tak percaya lagi pada itu
4) Biji-biji karambol 95
Biji-biji karambol di tengah malam jatuh
Jatuh angka-angka satu sampai mati
5) Tiga sajak pendek 96
Kini kembali
Kembali aku tertegun
6) Baju loak sobek pundaknya 97
Pundaknya sedikit robek
Sedikit robek bojoku
Tapi aku bimbang
Aku bimbang bojoku
Nanti kalau aku pulang
Kalau aku pulang bojoku
Dari data-data yang saya paparkan di atas, Wiji Thukul
menggunakan semua jenis repetisi. Repetisi yang paling banyak digunakan
adalah anafora sebanyak 26 puisi, dilanjutkan dengan epizeukis 20 puisi,
aliterasi 11 puisi, asonansi dan epistrofa 8 puisi, anadiplosis 6 puisi,
94
Ibid., h. 74. 95
Ibid., h. 139. 96
Ibid., h. 140. 97
Ibid., h. 197.
68
mesodiplosis 5 puisi, epanalepsis 3 puisi, dan yang terakhir antanaklasis,
kiasmus, dan tautotes sebanyak 1 puisi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Jenis dan Jumlah Repetisi
Jenis
Repetisi
Jumlah
Repetisi
Keterangan Fungsi
Anafora
26 Halaman 30, 35, 54, 57, 69, 94, 127, 131, 133, 135, 144, 145, 146, 155, 165, 178, 180, 181, 186, 197, 201, 204, 211, 226, 231, 232
Membuat makna
menjadi menegas
Epizeukis
20 Halaman 22, 45, 50, 63, 99, 122, 125, 137, 150, 152, 165, 166, 175, 176, 188, 195, 196, 206, 226, 236
Membuat makna
menjadi menegas
Aliterasi 11 Halaman 69, 87, 95, 108, 109, 111, 119, 125, 129, 131, 190
Menguatkan ritma
Asonansi
8 Halaman 113, 131, 132, 133, 136, 137, 159, 176
Menguatkan ritma
Epistrofa
8 Halaman 128, 139, 149, 154, 155, 164, 170, 173
Menguatkan ritma
Anadiplosis
6 Halaman 24, 63, 74, 139, 140, 197
Membuat nada
atau suasana
menjadi lebih
efektif dan sugestif
Simploke 6 Halaman 71, 141, 172, 177, 197, 207
Membuat nada
atau suasana
menjadi lebih
efektif dan sugestif
Mesodilopsis 5 Halaman 98, 113, 114, 125, 143
Membuat makna
menjadi menegas
69
Epanalepsis 3 Halaman 78, 187, 194 Menguatkan ritma
Antanaklasis 1 Halaman 119 Membuat makna
menjadi menegas
Kiasmus 1 Halaman 51 Membuat nada
atau suasana
menjadi lebih
efektif dan sugestif
Tautotes 1 Halaman 45 Menimbulkan
keharuan
Jumlah 96
Dalam tabel di atas terlihat bahwa repetisi yang paling banyak
digunakan pada kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput adalah anafora
sebanyak 26 puisi yang menggunakan anafora. Fungsi anafora dari
berbagai puisi di atas adalah membuat makna menjadi menegas atau
memberi makna penegasan. Lihat pada kutipan puisi di bawah ini:
Sajak Ibu 98
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
Makna dari kutipan puisi di atas adalah bahwa kasih sayang
seorang ibu terhadap anaknya tidak akan berhenti. Walaupun si aku atau
adiknya membuat masalah terhadap hidupnya. Fungsi anafora pada
kutipan puisi di atas adalah membuat makna menjadi menegas, terlihat
pada kata /ibu menangis/. Dengan kata itu, menegaskan bahwa si ibu akan
tetap menangis walaupun anaknya mendapat susah, bahagia, membuat
masalah dengan mencuri sepeda ataupun keluar dari penjara. Si ibu akan
98
Ibid., h. 30.
70
tetap sayang terhadap anak-anaknya walaupun selalu disakiti oleh anak-
anaknya.
Kutipan puisi di atas merupakan salah satu contoh yang
menjelaskan bahwa anafora memiliki fungsi membuat makna menjadi
menegas. Dalam repetisi-repetisi lain juga terdapat makna membuat
makna menjadi menegas, tetapi dalam anafora memiliki fungsi paling
banyak menegaskan. Karena dengan perulangan-perulangan kata anafora
yang digunakan dapat memberi kesan menegaskan makna dalam puisi.
Tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa pasti dalam satu puisi terdapat
dua fungsi repetisi bahkan lebih di dalamnya, karena fungsi repetisi dilihat
juga dari kandungan makna yang terdapat dalam puisi tersebut.
C. Analisis Fungsi Repetisi Pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Karya Wiji Thukul
Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai fungsi repetisi pada
kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul. Data yang
didapat sudah dijabarkan pada sub-bab A, hasilnya sudah diketahui
repetisi mana saja yang paling banyak digunakan dan yang sedikit
digunakan. Adapun fungsi-fungsi repetisi pada puisi, yaitu:
1. Menguatkan ritma.99
2. Membuat makna menjadi menegas atau intensif.100
3. Membuat nada atau suasana menjadi lebih efektif dan sugestif.101
4. Menimbulkan keharuan.102
Nada yang meninggi-merendah, tekanan yang mengeras-melembut,
dan tempo yang mencepat-melambat yang terdengar ketika seseorang
berbicara adalah lagu berbicara orang itu. Disadari atau tidak, lagu itu
dapat mencerminkan sikap pembicara terhadap apa yang dibicarakan dan
99
Dr. S. Effendi, Bimbingan Apresiasi Puisi, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 2002), h.
144. 100
Ibid., h. 144. 101
Ibid. 102
Hasanuddin WS, Membaca dan Menilai Sajak, (Bandung: CV Angkasa, 2012), h. 64.
71
terhadap orang yang diajak berbicara. Selain itu, lagu ikut menentukan
ragam makna. Sekian ragam lagu, sekian pula ragam makna.
Suara lagu pun mempunyai ragam yang berlainan. Ada yang berbicara
dengan suara „merdu‟, ada pula dengan suara „sumbang‟. Suara merdu
terdengar „manis‟, suara sumbang menyakitkan telinga. Tetapi, kemanisan
itu sesungguhnya baru benar-benar manis apabila ia „lebur‟ dalam lagu.
Artinya, apabila kemanisan itu dapat menguatkan atau menegaskan makna,
sikap, dan suasana yang dijelmakan oleh lagu itu.103
Pada puisi, perulangan-perulangan bunyi itu terdengar manis atau
merdu jika perulangan-perulangan bunyi itu lebur dalam ritma atau
menguatkan ritma. Dan bisa jadi makna pada suatu puisi menjadi menegas
atau intensif. Nada serta suasana pun menjadi lebih efektif dan sugestif.
Pembaca dapat tergugah oleh keintensifan dan kesugestifan itu.104
Dari empat fungsi-fungsi repetisi, dapat dianalisis pada puisi Wiji
Thukul yang sudah dikategorikan macam-macam repetisinya. Analisis
fungsi repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji
Thukul adalah sebagai berikut:
B.1. Menguatkan Rima
Tujuan kita satu, ibu 105
Kutundukkan kepalaku
Bersama rakyatmu yang berkabung
Bagimu yang bertahan di hutan
Dan terbunuh di gunung
Di timur sana
Di hati rakyatmu
Tersebut namamu selalu
Di hatiku
Aku penyair mendirikan tugu
Meneruskan pekik salammu
103
Dr. S. Effendi, op.cit., hlm 143 104
Ibid., hlm. 144 105
Wiji Thukul, op.cit., h. 194.
72
A luta continua
Kutundukkan kepalaku
Kepadamu kawan yang dijebloskan
Ke penjara negara
Hormatku untuk kalian
Sangat dalam
Karena kalian lolos dan lulus ujian
Ujian pertama yang mengguncangkan
Kutundukkan kepalaku
Kepadamu ibu-ibu
Hukum yang bisu
Telah merampas hak anakmu
Tapi bukan hanya anakmu, ibu
Yang diburu, dianiaya, difitnah
Dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
Karena itu aku pun anakmu
Karena aku ditindas
Sama seperti anakmu
Kita tidak sendirian
Kita satu jalan
Tujuan kita satu, ibu: pembebasan!
Kutundukkan kepalaku
Kepada semua kalian para korban
Sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk
Kepada penindas
Tak pernah aku membungkuk
Aku selalu tegak
Penyair merasa senasib dengan para aktivis pembela hak-hak rakyat
kecil yang dianggap sebagai kawan yang dijebloskan/ ke penjara Negara.
Menurut Wiji Thukul mereka telah lolos dan lulus ujian/ ujian pertama
yang mengguncang. Untuk mereka, penyair menyatakan kutundukkan
kepalaku/kepadamu ibu-ibu/ hukum yang bisa/ telah merampas hak
anakmu.
Penyair bersimpati kepada para ibu yang ditinggal pergi oleh rekan-
rekan seperjuangannya, tapi bukan cuma anakmu ibu/ yang diburu
73
dianiaya difitnah/ karena itu aku pun anakmu/ karena aku ditindas/ sama
seperti anakmu. Perjuangan yang dilakukan bersama-sama itu telah
menumbuhkan semangat, kita tidak sendirian/ kita satu jalan/ tujuan kita
satu ibu: pembebasan!.
Pada dua bait terakhir, penyair menegaskan kepada ibu-ibu dan orang-
orang yang menderita ia menundukkan kepala, sedangkan kepada
penindas/ tak pernah aku membungkuk/ aku selalu tegak.
Pada baris pertama, terdapat repetisi epanalepsis. Fungsi repetisi pada
kutipan ini adalah menguatkan rima, karena perulangan kata pertama dari
kalimat menjadi akhir, “Kutundukkan kepalaku”. Dengan kalimat tersebut,
puisi di atas menjadi lebih merdu ketika dibaca. Karena perulangan
kalimat yang sama pada awal bait menguatkan rima menjadi lebih merdu.
Pada baris ketiga, terdapat repetisi epizeukis yang berfungsi membuat
makna menjadi menegas. Dengan kata /kita/, menegaskan bahwa yang
ingin bebas dari penjajah tidak hanya penyair dan si ibu. Tetapi, rakyat
yang bertahan di hutan, yang terbunuh di gunung, yang dijebloskan ke
penjara, yang diburu, dianiaya, difitnah, dan diadili di pengadilan juga
ingin bebas dari penjajah.
B.2. Membuat Makna Menjadi Menegas Atau Intensif
Pada fungsi repetisi kedua ini, banyak yang peneliti ambil untuk
dijadikan contoh. Fungsi yang paling banyak digunakan adalah fungsi
menegas. Puisi yang pertama adalah:
Apa yang berharga dari puisiku 106
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau adikku tak berangkat sekolah
Karena belum membayar spp
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
106
Wiji Thukul, op.cit., h. 63.
74
Dan jika yang dimakan tidak ada?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bus kota
Kalau bus kota lebih murah, siapa yang salah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau ibu dijiret utang
Kalau tetangga dijiret utang?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau kami terdesak mendirikan rumah
Di tanah-tanah pinggir selokan
Sementara harga tanah semakin mahal
Kami tak mampu membeli
Salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau orang sakit mati di rumah
Karena rumah sakit yang mahal
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau yang kutulis dalam waktu berbulan-bulan
Apa yang bisa kuberikan dalam kemiskinan menjiret kami?
Apa yang telah kuberikan
Kalau penonton baca puisi memberi keplokan
Apa yang telah kuberikan?
Apa yang telah kuberikan?
Pada puisi di atas terdapat repetisi epizeukis. Makna pada kutipan di
atas adalah penyair ingin menceritakan bagaimana naiknya ekonomi dan
membuat semua barang-barang menjadi mahal. Ketika usaha dalam
kehidupan sudah sangat susah, dan harus memenuhi kebutuhan di tengah
ekonomi yang semakin berat bagi kaum lemah. Dilukiskan dengan
pekerjaan tukang becak yang kalau becaknya tiba-tiba rusak, maka tidak
akan membeli nasi dan tidak akan bisa makan.
Dengan ini, fungsi repetisi pada kutipan di atas adalah membuat makna
menjadi menegas. Dengan kata /jika/, menegaskan makna bahwa tidak
akan bisa makan jika tidak mendapatkan uang dari hasil menggoes sebuah
becak.
75
Puisi kedua yang mempunyai makna menegas adalah:
Tentang sebuah gerakan 107
Tadinya aku pengin bilang
Aku butuh rumah
Tapi lantas kuganti
Dengan kalimat:
Setiap orang butuh tanah
Ingat: setiap orang!
Aku berpikir tentang
Sebuah gerakan
Tapi mana mungkin
Aku nuntut sendirian?
Aku bukan orang suci
Yang bisa hidup dari sekepal nasi
Dan air sekendil
Aku butuh celana dan baju
Untuk menutup kemaluanku
Aku berpikir tentang gerakan
Tapi mana mungkin
Kalau diam?
Puisi di atas mempunyai makna bahwa penyair ingin menyampaikan
rasa kepedulian dan kasih sayangnya kepada masyarakat yang kurang
mendapat perhatian. Penyair ingin membuat sebuah gerakan, tetapi mana
mungkin sendirian dan mana mungkin kalau diam saja. Pada puisi di atas,
terdapat repetisi epizeukis yang berfungsi membuat makna menjadi
menegas. Kata /setiap orang/, menegaskan bahwa yang butuh tanah, yang
butuh rumah tidak hanya si aku atau penyair saja. Tetapi, setiap orang
butuh tanah maka ditegaskan dengan kata /setiap orang/.
Puisi ketiga yang mempunyai makna menegas adalah:
(akasia bercerita) 108
107
Wiji Thukul, op.cit., h. 152. 108
Wiji Thukul, op.cit., h. 127.
76
Sebuah topi mahal jatuh di jalan raya
Pada suatu sore sesudah hujan lebat
Tak dipungut kembali oleh pemiliknya
Akasia tepi jalan
Dengan butiran air di pucuk-pucuk daunnya
Akan bercerita dengan jujur
Sedia apa kiranya sampai pipinya sipu-sipu malu
Pipi akasia
Pipi kotamu pula
Tadi seorang gelandangan menyeberang jalan ini
Lalu lintas ramai hingga agak lama dia di seberang
Jalan sana
Agak lama dia memondong anak bayinya
Agak lama hujan tercurah memandikan mereka berdua
Agak lama bayinya menangis dalam curah hujan
Tapi tak ada topi di kepada mereka
Dan orang-orang yang punya payung
Bersiul-siul memuji kebesaran alam ciptaan tuhan
Topi mahal itu jatuh di jalan itu juga
Tapi hujan sudah reda lama
Topi mahal itu tak dipungut kembali oleh pemiliknya
Bukankah harganya tak seberapa?
Pada puisi di atas, akasia menjadi saksi perwajahan suasana di sebuah
kota (mungkin Jakarta). Terlihat ada sebuah topi mahal yang jatuh dan
tidak diambil oleh pemiliknya, yang membuat topi itu menjadi sia-sia
tidak terpakai. Sedangkan di sisi lain ada seorang gelandangan dan
bayinya malah terkena hujan, tanpa memiliki penutup kepala ataupun
payung. Sedangkan orang yang berteduh atau memiliki payung, mereka
„bersyukur‟ hujan turun. Sehingga, akasia di sini menjadi saksi bahwa ada
kondisi sosial yang timpang diantara masyarakat satu dan yang lainnya.
Repetisi pada kutipan di atas adalah anafora yang berfungsi membuat
makna menjadi menegas. Oleh karena pada frasa /agak lama/ menegaskan
bahwa sudah lama seorang gelandangan dan bayinya terkena hujan. Tetapi,
tidak ada yang memberinya payung atau topi untuk berlindung.
77
B.3. Membuat Nada Atau Suasana Menjadi Lebih Efektif Dan
Sugestif
Fungsi repetisi yang ketiga, terdapat pada puisi Biarkanlah jiwamu
berlibur, hei penyair 109
terdapat repetisi aliterasi yaitu:
Lupakanlah itu, para kritikus sastra!
Segarkanlah paru-paru dengan pemandangan-pemandangan baru
Pergilah ke parangtrits menikmati gubuk-gubuk penduduk
Yang menangkap jingking
Atau ke makam imogiri berziarah
Atau ke mataram
Atau pergi menyelamlah ke keributan jalan raya kotamu
Barangkali masih akan kautemukan polisi lalu lintas
Yang seperti maling
Berdagang kesempatan dalam pasar lakon
Aku kepingin ngopi di pinggir jalan
Sambal menertawakan sejarah dan kebenaran
Mengisap rokok mbako lintingan
Menatap zaman yang makin mirip kebun binatang!
Begitu panjang riwayat bangsa
Tetapi hari ini kita baru pandai memuja
Masa lalu
Mengelus-ngelus Borobudur, mendewakan nilai ketimuran
Semu
Tetapi sibuk breakdance
Dan membiarkan penyelewengan kekuasaan
Membangun gedung-gedung, melebarkan jalan raya
Dan menyingkirkan kaki lima
Iki jaman edan!
Bukan! Ini bukan zaman edan, pak
Jika kita masih punya malu pada diri sendiri
Dan berhenti mengotori teluk Jakarta dengan kotoran Industri
Berhenti membabati hutan-hutan Kalimantan
Dan kemudian kembali kita ber-sumpah pemuda:
Indonesia! satu tanah airku, satu bangsaku, satu bahasaku
Pulau kita di ujung sana
Dan pulau kita di ujung sana adalah kepulauan kita
Bukan lumbung padi jepang, cina, atau amerika
Bangsa kita di ujung sana dan di sudut itu
Bukan hanya milik para nelayan yang dibelit utang
Juga bukan cuma milik kaum petani
Yang gagal panennya dikhianati kemarau panjang
109
Wiji Thukul, op.cit., h. 87.
78
Bukan milik satu-dua tauke, juragang, atau cukong!
Bahasa kita adalah bahasa Indonesia benar
Bukan bahasa yang gampang dibolak-balik artinya oleh penguasa
Bbm adalah singkatan dari bahan bakar minyak
Bukan bolak-balik mencekik
Maka berbicara tentang nasib rakyat
Tidak sama dengan pki atau malah dicap anti-pancasila
Itu namanya manipulasi bahasa
Kita harus berbahasa Indonesia yang baik dan benar
Kata siapa kepada siapa.
Biarkanlah jiwamu berlibur, hei penyair!
Pergi tamasya ke mana saja lepaskan penat
Tapi jangan pergi ke taman hiburan jurug
Di sana malam sudah jadi tempat praktik majalah seks
Pergi saja kepada gesang
Katakan bahwa bengawan solo semakin gawat.
Biarkanlah jiwamu berlibur, hei penyair!
Lupakanlah hiruk pikuk dunia pendidikan
Lupakanlah jumlah spanduk universitas swasta
Yang ditawarkan tahun ajaran baru ini
Lupakanlah barusan penganggur
Yang berbaris lulus dari bangku sma
Ya, tinggalkan sementara waktu dunia lakon kita ini
Beharui kembali cinta di hati
Pada puisi di atas, repetisi pertama baris kedua memberi kesan bahwa
satu-satunya yang bisa menyegarkan badan adalah pemandangan-
pemandangan hijau (sebut saja seperti pegunungan, hutan, dan lain-lain).
Pada baris ketiga terlihat bahwa penyair yaitu Wiji Thukul sangat lihai
dalam menggambarkan suasana nyata yang terjadi di Parangtritis. Baris
kedua memiliki makna bahwa alam dalam keadaan tertentu akan sanggup
membuat jiwa siapapun merasa sedang berlibur.
Pada repetisi kedua, memiliki makna kita tidak hanya harus berbahasa
yang baik dan benar, tetapi juga berbahasa kebenaran (menyampaikan
kebenaran). Jujur dan tidak memutarbalikan kebenaran melalui bahasa.
Dengan ini, fungsi repetisi pertama yaitu huruf /p/ yang terdapat dalam
kutipan puisi di atas adalah membuat nada atau suasana menjadi lebih
efektif dan sugestif. Maksudnya dengan puisi ini, penyair dapat memberi
79
kesan sugestif yaitu sebuah rangsangan, dorongan kepada pembaca agar
pembaca dapat menikmati sebuah liburan dengan sebuah sajak-sajak yang
disajikan oleh penyair yaitu Wiji Thukul.
Fungsi repetisi kedua yaitu huruf /b/ yang terdapat dalam kutipan puisi
di atas adalah membuat nada atau suasana menjadi lebih efektif dan
sugestif. Sama halnya dengan fungsi repetisi pertama, namun makna
dalam repetisi ke dua ini adalah penyair ingin memberi dorongan kepada
pembaca agar berani bicara dalam menyampaikan kebanaran, jujur dan
tidak memutarbalikan kebenaran. Tidak hanya membuat nada atau suasana
menjadi lebih efektif dan sugestif, repetisi pada huruf /b/ ini juga berfungsi
menguatkan rima. Dengan perulangan-perulangan huruf /b/ yang melebur
dalam ritma, atau menguatkan ritma.
B.4. Menimbulkan Keharuan
Fungsi repetisi yang keempat adalah menimbulkan keharuan, terdapat
pada puisi yang berjudul:
Catatan 110
Gerimis menderas tengah malam ini
Dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-sendi
Dalam sunyi hati menggigit lagi
Ingat
Saat pergi
Dan pipi kiri-kananmu
Kucium
Tak sempat mencium anak-anak
Khawatir
Membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
Bertanya apa mereka saat terjaga
Aku taka da (seminggu sesudah itu
Sebulan sesudah itu
Dan ternyata lebih panjang dari yang kalian harapkan!)
Dada mengepal perasaan
Waktu itu
Cuma berbisik beberapa patah kata
110
Wiji Thukul, op.cit., h. 165.
80
Di depan pintu
Kaulepas aku
Meski matamu tak terima
Karena waktu sempit
Aku harus gesit
Genap ½ tahun aku pergi
Aku masih bisa merasakan
Bergegasnya pukulan jantung
Dan langkahku
Karena penguasa fasis
Yang gelap mata
Aku pasti pulang
Mungkin tengah malam dini
Mungkin subuh hari
Pasti
Dan mungkin
Tapi jangan
Kautunggu
Aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
Karena hak
Telah dikoyak-koyak
Tidak di kampus
Tidak di pabrik
Tidak di pengadilan
Bahkan di rumah pun
Mereka masuki
Muka kita sudah diinjak!
Kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
Dan aku jarang pulang
Katakan
Ayahmu tak ingin jadi pahlawan
Tapi dipaksa jadi penjahat
Oleh penguasa
Yang sewenang-wenang
Kalau mereka bertanya
“apa yang dicari?”
Jawab dan katakana
Dia pergi untuk merampok
Haknya
Yang dirampas dan dicuri
81
Dalam puisi ini, penyair merasakan menjadi buronan pemerintah.
Haknya bersuara dan hidup layak dirampas karena puisi-puisinya ditakuti
kekuasaan Orde Baru. Dalam puisi tersebut, Wiji Thukul memang tidak
mengalami secara fisik masa romusha ataupun kerasnya kerja paksa
pembangunan Anyer-Panarukan. Dia hanya tahu kekejaman masa colonial
berkuasa di Indonesia. Tapi dengan kecerdasan dan kejeliannya, dia
mampu menyamakan atau membuat alasan bahwa keadaan masa lampau
mempunyai persamaan seperti keadaan saat dia menulis puisi, walaupun
pelaku yang dia sasar bukan lagi kaum kolonial dari luar.
Fungsi repetisi di atas adalah menimbulkan keharuan, diliat dari kata
/mungkin/. Karena penyair belum tentu akan pulang menemui keluarganya,
sehingga menimbulkan keharuan bagi pembaca. Ditambah dengan kata-
kata /Tapi jangan/ /kau tunggu/, menambah keharuan ketika membacanya.
Karena penyair belum tahu pasti kapan bisa pulang, sehingga keluarganya
tidak diminta untuk menunggui penyair pulang.
Dari berbagai repetisi yang didapat, penulis hanya memilih 5 puisi
untuk dijelaskan makna dan fungsi repetisinya. Pada ke-5 puisi tersebut,
tidak hanya terdapat satu fungsi saja, tetapi ada juga yang lebih dari satu
fungsi. Dalam pemaparan fungsi-fungsi repetisi di atas, didapat bahwa
fungsi repetisi yang paling banyak digunakan adalah fungsi membuat
makna menjadi menegas. Jumlah fungsi ini ada 5 dalam repetisi, yaitu
pada puisi Apa yang Berharga dari Puisiku (2), Tujuan Kita Satu, Ibu (1),
Tentang Sebuah Gerakan (1), dan Akasia Bercerita (1). Fungsi yang kedua
adalah membuat nada atau suasana menjadi lebih efektif dan sugestif (2),
dan fungsi yang ketiga adalah menguatkan rima (1), terdapat dalam puisi
yang berjudul Biarkanlah Jiwamu Berlibur, Hei Penyair. Dan fungsi
repetisi yang terakhir adalah menimbulkan keharuan, yang terdapat pada
puisi yang berjudul Catatan (1).
82
D. Relevansi Repetisi Dengan Pembelajaran di Kelas
Pengajaran sastra di sekolah menengah pada dasarnya bertujuan
agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga
sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Dengan
membaca karya sastra diharapkan siswa memperoleh pengertian yang baik
tentang menusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, dan mendapatkan
ide-ide baru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok
pengajaran sastra adalah untuk mencapai kemampuan apresiasi kreatif.
Apresiasi kreatif menurut J. Grace adalah berupa respon sastra. Respon ini
menyangkut aspek kejiwaan, terutama berupa perasaan, imajinasi, dan
daya kritis. Dengan memiliki respon sastra, siswa diharapkan mempunyai
bekal untuk mampu merespon kehidupan ini secara artistik imajinatif,
karena sastra ini sendiri muncul dari pengolahan tentang kehidupan ini
secara artistik dan imajinatif dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya.111
Dalam pembelajaran sastra di sekolah khususnya puisi siswa
diminta untuk dapat mengpresiasi puisi. Mengapresiasi puisi berarti
kesanggupan dalam mengenal, memahami, menghargai, menilai, dan
memberi makna terhadap puisi yang dibaca. Mengenai tingkatan apresiasi
puisi Djojosuroto membaginya dalam lima tingkatan yaitu: penikmatan,
penghargaan, pemahaman, penghayatan, dan aplikasi.112
Pada tingkatan awal apresiasi puisi di sekolah, barulah berupa
pengenalan dengan mendengarkan pembacaan puisi. Misalnya, siswa
diminta untuk mendengarkan pembacaan puisi dan merefleksikannya baik
itu dibacakan langsung oleh guru maupun penyair melalui tayangan video,
SK yaitu memahami pembacaan puisi dan KD ialah merefleksi puisi yang
dibacakan (KD 3.2). Hal ini ditujukan agar siswa mengenal, senang dan
111
M. Atar Semi, Rancangan Pengajaran Bahasa & Sastra Indonesia, (Bandung:
Angkasa, 1989), h. 152-153. 112
Kinayati Djojosuroto dan Noldy Pelenkahu, Teori dan Pemahaman Apresiasi Puisi,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), h. 102.
83
tertarik untuk dapat menikmati puisi. Pada tingkatan kedua siswa diminta
untuk menanggapi cara pembacaan puisi, SKnya yaitu memahami
pembacaan puisi dan KDnya adalah menanggapi cara pembacaan puisi
(KD 13.1). Tingkatan ini disebut sebagai tingkat penghargaan. Selanjutnya
untuk sampai ditingkat pemahaman siswa diminta untuk memahami puisi
melalui identifikasi unsur-unsur bentuk puisi, baik fisik maupun batin,
dengan SK memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan
KD ialah membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara,
mimik, kinesik yang sesuai denga nisi puisi (KD 15.1). Setelah itu,
berlanjut pada tingkat penghayatan, pada tahap ini siswa diminta untuk
merefleksikan isi puisi (KD 13.2). Kemudian sebagai tingkatan akhir,
yaitu tingkat aplikasi siswa diharapkan mampu menulis puisi dengan
pilihan kata yang sesuai dan juga memperhatikan unsur persajakan,
terdapat pada SK mengungkapkan keindahan alam dan pengalaman
melalui kegiatan menulis kreatif puisi dan KD menulis kreatif puisi
berkenaan dengan keindahan alam (KD 16.1).
Dalam pembelajaran di sekolah, guru yang mengajarkan puisi harus
mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik
tentang puisi ini. Karena dengan begitu, tingkatan apresiasi puisi dapat
tercapai dengan baik. Penguasaan guru dalam materi puisi yang diajarkan
juga diperlukan dalam pembelajaran ini, karena dengan pemilihan bahan
ajar yang tepat dapat membantu siswa proses pembelajaran. Jika dikaitkan
dengan kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul, guru
dapat menjadikan buku ini sebagai bahan ajar gaya bahasa perulangan atau
repetisi. Puisi-puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi ini kaya akan
penggunaan repetisi. Dengan menggunakan buku kumpulan puisi
Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul ini, siswa dapat diperkenalkan
macam-macam repetisi. Tidak hanya satu macam repetisi, tetapi semua
repetisi. Tidak hanya mengetahui yang umum dikenal, tetapi tahu semua
gaya repetisi. Dengan demikian, siswa diharapkan mampu mengerti dan
84
memahami penggunaan repetisi yang terdapat dalam karya sastra
khususnya puisi sehingga memudahkan siswa untuk bisa sampai tingkatan
apresiasi puisi. Dengan mengetahui macam-macam repetisi, siswa dapat
mempraktikan penggunaan repetisi dalam membuat puisi.
85
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penggunaan gaya bahasa perulangan atau
repetisi pada kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul, dapat
diambil simpulan sebagai berikut.
1. Gaya bahasa perulangan atau repetisi yang tedapat dalam kumpulan
puisi Nyanyian Akar Rumput sebanyak 96 repetisi. Jenis-jenis repetisi
yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput adalah (1)
aliterasi sebanyak 11 puisi; (2) asonansi sebanyak 8 puisi; (3)
antanaklasis sebanyak 1 puisi; (4) kiasmus sebanyak 1 puisi; (5)
epizeukis sebanyak 20 puisi; (6) tautotes sebanyak 1 puisi; (7) anafora
sebanyak 26 puisi; (8) epistrofa sebanyak 8 puisi; (9) simploke
sebanyak 6 puisi; (10) mesodilopsis sebanyak 5 puisi; (11) epanalepsis
sebanyak 3 puisi; dan (12) anadiplosis sebanyak 6 puisi.
2. Fungsi-fungsi repetisi yang terdapat pada puisi, yaitu (1) menguatkan
ritma; (2) membuat makna menjadi menegas atau intensif; (3)
membuat nada atau suasana menjadi lebih efektif dan sugestif; dan (4)
menimbulkan keharuan. Fungsi repetisi yang terdapat pada kumpulan
puisi Nyanyian Akar Rumput paling banyak adalah membuat makna
menjadi menegas atau intensif. Fungsi-fungsi yang terdapat dalam
kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput, yaitu fungsi pertama yang
menguatkan rima, terdapat dalam puisi yang berjudul Biarkanlah
Jiwamu Berlibur, Hei Penyair. Fungsi yang kedua adalah membuat
makna menegas atau intensif terdapat pada puisi Apa yang Berharga
dari Puisiku, Tujuan Kita Satu, Ibu, Tentang Sebuah Gerakan, dan
Akasia Bercerita. Fungsi yang ketiga adalah membuat nada atau
suasana menjadi lebih efektif dan sugestif terdapat pada puisi
Biarkanlah Jiwamu Berlibur, Hei Penyair, dan fungsi repetisi yang
86
terakhir adalah menimbulkan keharuan, yang terdapat pada puisi yang
berjudul Catatan.
3. Gaya bahasa perulangan atau repetisi yang terdapat dalam kumpulan
puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul ini memiliki relevansi
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Kumpulan puisi
ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan rujukan bagi
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya apresiasi puisi di
sekolah karena kaya akan penggunaan repetisi. Dengan demikian
diharapkan siswa mampu mengerti dan memahami penggunaan gaya
bahasa perulangan atau repetisi yang terdapat dalam karya sastra
khususnya puisi sehingga dapat memudahkan siswa untuk bisa
mencapai tingkatan apresiasi tertinggi berupa aplikasi seperti mampu
menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai
(KD 16.1). Dengan menggunakan buku kumpulan Nyanyian Akar
Rumput karya Wiji Thukul ini, siswa dapat diperkenalkan macam-
macam repetisi. Tidak hanya satu repetisi, tetapi semua macam-macam
repetisi dan makna repetisi dalam puisi.
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan, maka saran yang dapat
diberikan adaah sebagai berikut.
1. Diharapkan kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul
ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi puisi di
sekolah.
2. Guru sebaiknya memberikan materi khusus mengenai gaya bahasa
perulangan atau repetisi dengan menambahkan indikator pada salah
satu kompetensi dasar. Indikator dapat berupa ketercapaian siswa
untuk mampu mengerti dan memahami tentang berbagai macam
repetisi dan penggunaannya dalam pembelajaran maupun kehidupan
sehari-hari.
87
3. Kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul ini
hendaknya menjadi salah satu buku yang harus ada di perpustakaan
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Sutan Takdir. Kebangkitan Puisi Baru Indonesia. Jakarta: PT.
Dian Rakyat, 1986.
Atmazaki. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya. 1990.
Badudu, Yus. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: CV Pustaka
Prima. 1981.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta. 2008.
Damayanti, D. Buku Pintar Sastra Indonesia. Yogyakarta: Araska, 2013.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.
Djojosuroto, Kinayati dan Noldy Pelenkahu. Teori dan Pemahaman
Apresiasi Puisi. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2009.
Effendi, S. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
2002.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.
Endaswara, Suwandi. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress. 2008.
Jalil, Diane Abdul. Teori dan Periodisasi Puisi Indonesia. Bandung:
Angkasa. 1990.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2010.
Keraf, Gorys. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:
Penerbit Nusa Indah.
KNI. “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan
Jerman”. Padang: Harian Haluan. Tahun 40. Nomor 307. Senin, 13 Nopember
1989.
LHS. “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh”. Majalah Pembebasan
Nomor 18/V/Juli/2000.
Nainggolan, Alex R. “Puisi Thukul Bukan Sekadar Modal Dengkul”.
Jakarta: Harian Sinar Harapan. Nomor 4777. Sabtu, 14 Agustus 2004.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 1995.
Pradopo, Rachmat Joko Pradopo. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. 2000.
Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009.
Rosidi, Ajib. Membicarakan Puisi Indonesia. Jakarta: Binacipta, 1985.
Semi, M. Atar. Rancangan Pengajaran Bahasa & Sastra Indonesia.
Bandung: Angkasa. 1989.
Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013.
Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa,
1986.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: IKAPI.
1993.
Thukul, Wiji. Nyanyian Akar Rumput. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2014.
Ton. “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman”.
Jakarta: Warta Kota. Tahun II nomor 82. Minggu, 30 Juli 2000.
Wahyuni, Ristri. Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun Lama.
Yogyakarta: Saufa, 2014.
Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga,
1995.
WS, Hasanuddin. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: CV Angkasa.
2012.
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Indri Purnamasari Yusuf
NIM : 1111013000011
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : “Repetisi pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Karya Wiji Thukul dan Relevansinya dengan Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas VII di Sekolah
Menengah Pertama.”
No. Referensi Paraf
Pembimbing
1. Alisjahbana, Sutan Takdir. Kebangkitan Puisi Baru
Indonesia. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
2. Atmazaki. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa
Raya. 1990.
3. Badudu, Yus. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung:
CV Pustaka Prima. 1981.
4. Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rineka Cipta. 2008.
5. Damayanti, D. Buku Pintar Sastra Indonesia. Yogyakarta:
Araska, 2013.
6. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.
7. Djojosuroto, Kinayati dan Noldy Pelenkahu. Teori dan
Pemahaman Apresiasi Puisi. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher. 2009.
8. Effendi, S. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya. 2002.
9. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
10. Endaswara, Suwandi. Metodologi Penelitian Sastra
Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
MedPress. 2008.
11. Jalil, Diane Abdul. Teori dan Periodisasi Puisi Indonesia.
Bandung: Angkasa. 1990.
12. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2010.
13. Keraf, Gorys. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran
Bahasa. Flores: Penerbit Nusa Indah.
14. KNI. “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di
Kedutaan Jerman”. Padang: Harian Haluan. Tahun 40.
Nomor 307. Senin, 13 Nopember 1989.
15. LHS. “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh”. Majalah
Pembebasan Nomor 18/V/Juli/2000.
16. Nainggolan, Alex R. “Puisi Thukul Bukan Sekadar Modal
Dengkul”. Jakarta: Harian Sinar Harapan. Nomor 4777.
Sabtu, 14 Agustus 2004.
17. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. 1995.
18. Pradopo, Rachmat Joko Pradopo. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2000.
19. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2012.
20. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode Dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
21. Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika Kajian Puitika Bahasa,
Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2009.
22. Rosidi, Ajib. Membicarakan Puisi Indonesia. Jakarta:
Binacipta, 1985.
23. Semi, M. Atar. Rancangan Pengajaran Bahasa & Sastra
Indonesia. Bandung: Angkasa. 1989.
24. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
1988.
25. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT
Grasindo. 2008.
26. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
27. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung:
Angkasa, 1986.
28. Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra.
Bandung: IKAPI. 1993.
29. Thukul, Wiji. Nyanyian Akar Rumput. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2014.
30. Ton. “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan
Kekejaman”. Jakarta: Warta Kota. Tahun II nomor 82.
Minggu, 30 Juli 2000.
31. Wahyuni, Ristri. Kitab Lengkap Puisi, Prosa, dan Pantun
Lama. Yogyakarta: Saufa, 2014.
32. Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1995.
33. WS, Hasanuddin. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung:
CV Angkasa. 2012.
Lampiran 1
Jenis dan Jumlah Repetisi Pada Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput
Jenis Jumlah Puisi
a. Anafora 26 1) Sajak Ibu (Hlm. 30)
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
2) Ceritakanlah ini kepada siapa pun (Hlm. 35)
Walau senjata ditodongkan kepadamu
Walau sepatu di atas kepalamu
Di atas kepalaku
Di atas kepala kita
3) Sajak tikar plastik – tikar pandan (Hlm. 54)
Tikar plastik bikinan pabrik
Tikar pandan dianyam tangan
Tikar plastik makin mendesak
Tikar pandan bertahan
4) Sajak tapi sayang (Hlm. 57)
Kembang dari pinggir jalan
Kembang yang tumbuh di tembok
5) Balada Pak Bejo (Hlm. 69)
Mbok bejo tak mau mendengar
Mbok bejo tetap marah
Mbok bejo terus marah
Mbok bejo terus mengomel
Lupa anak, lupa utang
Lupa sewa rumah
Lupa bayaran sekolah
6) Kota (Hlm. 94)
Bahasa sibuk adalah bahasa kota
Yang tak bisa diajak bicara
Bahasa sibuk adalah bahasa untung rugi
Bahasa sibuk adalah bahasa sibuk
7) (akasia bercerita) (Hlm. 127)
Agak lama dia memondong anak bayinya
Agak lama hujan tercurah memandikan mereka
berdua
Agak lama bayinya menangis dalam curah
hujan
8) Juruh (Hlm. 131)
Siapa dalam sunyi
Siapa menetes dalam sunyi
Siapa bergurau
9) Lirik-lirik pagi (Hlm. 133)
Yang menggores hari dan kucur
Yang menggores hati dan hilang
10) Autobiografi (Hlm. 135)
Tak pernah selesai pertarungan menjadi
manusia
Tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia
11) Lampu merah (Hlm. 144)
Sama-sama tak tahu ujungnya
Sama-sama tak tahu di mana akhirnya
12) 16 september (Hlm. 145)
Pertemuan perpisahan, kehilangan dan
penemuan
Pertemuan perpisahan, pengalaman manik-
manik mata
13) Sajak tiga bait kepada: kun (Hlm. 146)
Ada yang mengajak berhenti ketika lari
Ada yang mengajak bicara ketika diam
Ada yang mengajak terbahak ketika bungkam
Ada yang mengajak jaga ketika tidur
14) Kucing, ikan asin, dan aku (Hlm. 155)
Biar kubacok dia
Biar mampus!
15) Catatan (Hlm. 165)
Tidak di kampus
Tidak di pabrik
Tidak di pengadilan
Bahkan rumah pun
16) Riwayat (Hlm. 178)
Tanyakan kepada yang mampu membaca
Tanyakan kepada yang tak pura-pura buta
17) Malam di kota khatulistiwa (Hlm. 180)
Dan rebung bambu
Dan belacan
Dan tempoyak
Menguasai pasar ini
18) Hayati (Hlm. 181)
Tanah bapaknya bapakmu
Tanah mamaknya mamakmu
19) Hari itu aku akan bersiul-siul (Hlm. 186)
Aku tidak akan datang
Aku tidak akan menyerahkan suaraku
Aku tidak akan ikutan masuk
Ke kotak suara itu
20) Baju loak sobek pundaknya (Hlm. 197)
Harganya murah
Harganya murah bojoku
Di pedagang loak
Di pedagang loak bojoku
Karena aku berorganisasi
Karena aku berorganisasi bojoku
Tak ada setrika bojoku
Tak ada setrika
Agar tak lusuh
Agar tak lusuh
Karena baju ini untukmu bojoku
21) Leuwigajah (Hlm. 201)
Leuwigajah terus minta darah tenaga muda
Leuwigajah makain panas
22) Makin terang bagi kami (Hlm. 204)
Kami satu: buruh
Kami punya tenaga
23) Edan (Hlm. 211)
Padahal mukena tak dibawa pulang
Padahal mukena dia taruh
Di tempat kerja
24) Para jenderal marah-marah (13) (Hlm. 226)
Mayat-mayat bergelimpangan
Mayat-mayat disembunyikan
Kau tak bisa mnguburkan aku
Kau tak bisa menyembuhkan lukaku
Karena kau tak kenal aku
Karena kau terus berbicara
25) Para jenderal marah-marah (16) (Hlm. 231)
Malam yang gelap ini untukku
Malam yang gelap ini selimutku
Selamat tidur, tanah airku
Selamat tidur, anak-istriku
26) Para jenderal marah-marah (17) (Hlm. 232)
Bernapas panjanglah kau, bernapas panjanglah
para korban
Bernapas panjanglah aku
Bernapas panjanglah kalian
Bernapas panjanglah semua
b. Epizeukis 20 1) Riwayat (Hlm. 22)
Kuhancurkan
Kubentuk lagi
Kuhancurkan
Kubentuk lagi
Patungku tak jadi-jadi
Aku ingin sempurna
Patungku tak jadi-jadi
2) Reportase dari Puskesmas (Hlm. 45)
Barangkali karena ikat laut yang kumakan ya
Barang kali ikan laut.
Ternyata cuma seratus lima putuh
Murah sekali oo… murah sekali!
3) Nyanyian Abang Becak (Hlm. 50)
Harga minyak mundhak, lombok-lombok akan
mundhak
Sandang pangan akan mundhak
4) Apa yang berharga dari puisiku (Hlm. 63)
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
Dan jika yang dimakan tidak ada?
5) Satu Mimpi Satu Barisan (Hlm. 99)
Karena mogok karena ingin perbaikan
Karena upah, yak karena upah
6) Surat (Hlm. 122)
Akasia yang rimbun, rimbun sekali
7) Api (Hlm. 125)
Api yang bernama rahmat
Tak mungkin dimatikan, tak akan kumatikan
8) Aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah
selesai (Hlm. 137)
Ada potret penuh debu, potret mereka yang hadir
9) Sajak untukmu (Hlm. 150)
Ini bukan selatan, bukan, ini bukan utara,
bukan bukan bukan
Ini bukan barat, bukan timur
10) Tentang sebuah gerakan (Hlm. 152)
Setiap orang butuh tanah
Ingat: setiap orang!
11) Catatan (Hlm. 165)
Aku pasti pulang
Mungkin tengah malam dini
Mungkin subuh hari
Pasti
Dan mungkin
Tapi jangan
Kautunggu
Aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
Karena hak
12) Puisi di kamar (Hlm. 166)
Kelahiran tak mungkin dihentikan, tak mungkin
Kugerakkan tanganku, kugerakkan pikiranku
Aku menulis, aku menulis, terus menulis
13) Terus terang saja (Hlm. 175)
Tapi aku belum menjadi aku sejati
Karena aku dibungkam oleh demokrasi 100%
Namun aku sangsi
Karena kemelaratan belum dilumpuhkan
Aku sangsi pada yang 100% benar
Terus terang saja!
14) Momok hiyong (Hlm. 188)
Emas doyan, hutan doyan
Kursi doyan, nyawa doyan
Luar biasa
15) Tujuan kita satu, ibu (Hlm. 195)
Kita tidak sendirian
Kita satu jalan
Tujuan kita satu, ibu: pembebasan!
16) Aku masih utuh dan kata-kata belum binasa
(Hlm. 196)
Aku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat
penguasa
Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan
17) Puisi sikap (Hlm. 176)
Andai benar
Ada kehidupan lagi nanti
Setelah kehidupan ini
18) Bukan kat baru (Hlm. 206)
Kita dibayar murah
Sudah lama, sudah lama
Sudah lama kita saksikan
Jembatan ke dunia baru
Dunia baru, ya, dunia baru
19) Para jenderal marah- marah (13) (Hlm. 226)
Pembantaian, pembantaian
Dan pembantaian
Karena kau terus berbicara
Berbicara dan berbicara
20) Para jenderal marah-marah (20) (Hlm. 236)
MERDEKA MERDEKA MERDEKA
Siapa yang merdeka?
c. Aliterasi 11 1) Balada Pak Bejo (Hlm. 69)
Aku sudah keliling kota
Aku sudah kerja keras
2) Biarkanlah jiwamu berlibur, hei penyair (Hlm.
87)
Segarkanlah paru-paru dengan pemandangan-
pemandangan baru
Pergilah ke parangtrits menikmati gubuk-gubuk
penduduk
Yang menangkap jingking
Bahasa kita adalah bahasa Indonesia benar
Bukan bahasa yang gampang dibolak-balik
artinya oleh penguasa
Bbm adalah singkatan dari bahan bakar minyak
Bukan bolak-balik mencekik
3) Dalam kamar 6 x 7 meter (Hlm. 95)
Mimpi-mimpi bagusku kubunuh dengan
kenyataan
Tinggal tubuh kurus kering dan cericit tikus
Ketika kuterbaring tidur di tikar dan bantal
4) Darman (Hlm. 108)
Tetapi kepada tangis anak-anaknya
Tidak bisa menulikan telinga
5) Kepada ibuku (Hlm. 109)
Tetapi petani ditipu pabrik gula
Dan Jakarta seperti paris penuh Honda, Suzuki,
mercy, jimny
6) Kidung di kala sedih (Hlm. 111)
Tak cukup dengan sepasang telinga dan dua biji
mata
Tetapi bebaskan hati untuk menyaring batu-batu
telinga
7) Puisi dua matahari (Hlm. 119)
Suatu fajar pagi paman matahari muncul kembali
“paman aku menemukan lagi satu matahari!”
8) Api (Hlm. 125)
(dan pipiku kiri-kanan masih merah bekas
ciuman)
(dan wajahku masih merah dadu)
9) Supardini matangguan ini untukmu (Hlm. 129)
Antara kelahiran dan kematian, kehidupan
Arti kelahiran dan kematian
10) Juruh (Hlm. 131)
Dalam seperti sumur rasa yang dipendam
Simpan ragam suara dan kepiluan
11) Puisi menolak patuh (Hlm. 190)
Pidato kenegaraan atau siaran pemerintah
Tentang kenaikan pendapatan rakyat
d. Asonansi 8 1) Ibu (Hlm. 113)
Jika kau menagih baktiku
Itu sudah kupersembahkan ibu
Waktu hidup tak kubiarkan beku
Itulah tanda baktiku kepadamu
2) Juruh (Hlm. 131)
Aku ingat salju dan ingat jepang
Ingat kuli dan ingat hening biru
3) Semenjak aku berkenalan denganmu (Hlm. 132)
Seribu lenganku
Seribu kakiku
Menjauhkanku padamu
4) Lirik-lirik pagi (Hlm. 133)
Kilatan merah matahari di lengkung embun
Rekah jatuh di tanah pagi
Musik riuh hati yang sepi
5) Sajak ini mengajakmu tamasya (Hlm. 136)
Kita sering mengumbar mata hingga buta
Hingga ternganga di dunia batas
Di balik mata
6) Aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah
selesai (Hlm. 137)
Di sana ada meja penuh kue aneka warna
Mereka menawarkannya padaku
Kuterima kucicipi semua
Enak!
7) Kemarau (Hlm. 159)
Barangkali
Itu dirimu
Atau diriku
8) Puisi sikap (Hlm. 176)
Maunya mulutmu bicara terus
Tapi telingamu tak mau mendengar
Maumu aku ini jadi pendengar terus
e. Epistrofa 8 1) Pasar malam (Hlm. 128)
Bukankah waktu terus laju ke depan, tuan?
Bukankah kita menuju kerentaan, tuan?
Maka belilah pupur awet muda ini, tuan
Belilah perhiasan dan baju itu, tuan
Balilah ini, tuan
Sebelum penyakit atau maut merenggut nyawa
tuan
2) Biji-biji karambol (Hlm. 139)
Tengah malam, ada suara jatuh
Biji-biji karambol di tengah malam jatuh
3) Sajak hari demi hari (Hlm. 149)
Hari demi hari tanggal, gelisahku
Kisah demi kisah tanggal, gelisahku
4) Gentong kosong (Hlm. 154)
Gentong kosong
Botol kosong
5) Kucing, ikan asin, dan aku (Hlm. 155)
Aku hidup
Iahidup
Kami sama-sama makan
6) Catatan (Hlm. 164)
Aku tak ada (seminggu sesudah itu
Sebulan sesudah itu
7) Derita sudah naik seleher (Hlm. 170)
Kaulempar aku dalam gelap
Hingga hidupku menjadi gelap
8) Buron (Hlm. 173)
Baju lain
Celana lain
Potongn rambut lain
Buku yang dibaca lain
Bahan percakapan lain
Nama lain
Identitas lain
f. Simploke 6 1) Jangan lupa, kekasihku (Hal. 71)
Jangan lupa, kekasihku
Jika kau ditanya siapa mertuamu
Jawablah: yang menarik becak itu
Itu bapakmu, kekasihku
Jangan lupa, kekasihku
Pada siapa pun yang bertanya
Sebutkan namamu
Jangan malu
Itu namamu, kekasihku
2) Mandi (Hlm. 141)
Saya menunggu sunyi?
Saya merindukan sunyi
3) Rumput ilalang (Hlm. 172)
Walau kaubabat berulang kali
Walau kaubakar berulang kali
4) Riwayat (Hlm. 177)
Bangkai-bangkai mengapung
Hanyut dibawa arus ke hilir
Bangkai kakek-nenek kami
Bangkai-bangkai jepang mengambang
Dibarat parang kakek-nenek kami
5) Baju loak sobek pundaknya (Hlm. 197)
Untukmu bojoku
Baju itu untukmu
6) Bukan kata baru (Hlm. 207)
Kau-aku tahu
Berapa harga lengan dan otot kau-aku
Kau tahu berapa upahmu
Kau tahu
g. Anadiplosis 6 1) Catatan malam (Hlm. 24)
Tapi kekasihku cinta
Cinta menuntun kami ke masa depan
2) Apa yang berharga dari puisiku (Hlm. 63)
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bus kota
Kalau bus kota lebih murah, siapa yang salah?
3) Aku menuntut perubahan (Hlm. 74)
Tak bisa menolong kami
Kami tak percaya lagi pada itu
4) Biji-biji karambol (Hlm. 139)
Biji-biji karambol di tengah malam jatuh
Jatuh angka-angka satu sampai mati
5) Tiga sajak pendek (Hlm. 140)
Kini kembali
Kembali aku tertegun
6) Baju loak sobek pundaknya (Hlm. 197)
Pundaknya sedikit robek
Sedikit robek bojoku
Tapi aku bimbang
Aku bimbang bojoku
Nanti kalau aku pulang
Kalau aku pulang bojoku
h. Mesodilopsis 5 1) Teka-teki yang ganjil (Hlm. 98)
Sejak itu kami selalu merasa seperti
Sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
Dan teka-teki itu selalu muncul
2) Ibu (Hlm. 113)
Tetapi nilai hidup adalah di dalam nasi semata
Apakah anak adalah tabungan
3) Topeng ragil kuning (Hlm. 114)
Engkau sudah melihat dan tertipu
Engkau tidak melihat ngengat merapuhi pelupuk
4) Api (Hlm. 125)
(dan pipiku kiri-kanan masih merah bekas
ciuman)
(dan wajahku masih merah dadu)
5) Bunga (Hlm. 143)
Bunga warna-warni sekejap
Merah warni sekejap lenyap
i. Epanalepsis 3 1) Kenangan anak-anak seragam (Hlm. 78)
Aku harus tahu siapa presidenku
Aku harus tahu ibu kota negaraku
2) Merontokkan pidato (Hlm. 187)
Mereka gagal memaksaku
Aku tak akan mengakui kesalahanku
3) Tujuan kita satu, ibu (Hlm. 194)
Kutundukkan kepalaku
Bersama rakyatmu yang berkabung
j. Antanaklasis 1 1) Puisi dua matahari (Hlm. 119)
Sejak itu aku hidup dengan dua matahari:
Matahari yang muncul di setiap pagi
Dan matahari yang ada di dalam diriku sendiri
k. Kiasmus 1 1) Nyanyian Abang Becak (Hlm. 51)
Lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
Perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
l. Tautotes 1 1) Repostase dari puskesmas (Hlm. 45)
Sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam
Tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang
sama
Ini namanya sama rasa sama rasa
Ini namanya setiap warga negara mendapatkan
haknya
Semua yang sakit diberi obat yang sama
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah :SMP Islam Al Mujahidin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Alokasi Waktu : 4 × 40 menit (2 kali pertemuan)
Standar Kompetensi : 3. Memahami pembacaan puisi
Kompetensi Dasar : 3.2. Merefleksi puisi yang dibacakan
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
• mendengarkan pembacaan puisi;
• menanggapi pembacaan puisi;
• menemukan isi puisi yang didengarkan.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
II. Materi Ajar
Puisi
III. Metode Pembelajaran
- Diskusi - Latihan
- Contoh
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
Apersepsi
• Mengingatkan kembali wawasan Peserta didik tentang cara pemahaman puisi
• Berdiskusi menemukan makna dalam puisi
Motivasi :
• Membuat Tes puisi.
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan
mimik yang tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
dan
memfasilitasi peserta didik Menjelaskan pembacaan teks puisi ”Sebelah
Tangan” yang dibacakan
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
Memberikan tanggapan terhadap pembacaan teks puisi ”Sebelah Tangan”
Membahas isi puisi ”Sebelah Tangan”
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
C. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik;
Menyimpulkan kegiatan menanggapi pembacaan puisi
Menyelesaikan latihan
V. Sumber/Alat/Bahan
Video pembacaan puisi
Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII, BSE (Buku Sekolah Elektronik)
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu menangkap isi
puisi seperti gambaran
pengindraan, perasaan,
dan pendapat
Mampu mengemukakan
pesan- pesan puisi
Mampu mengaitkan
kehidupan dalam puisi
dengan kehidupan nyata
siswa
Tes tulis
Uraian
Tes
praktik/kin
erja
Uraian
Uraian
Uji petik
kerja
Tulislah gambaran
penginderaan, perasaan,
dan pendapat yang
terdapat dalam puisi yang
dibacakan!
Tulislah pesan-pesan
yang terdapat di dalam
puisi yang dibacakan!
Deskripsikan persamaan
dan perbedaan kehidupan
pribadimu dengan
kehidupan dalam puisi
Bentuk tes: lisan
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Menghayati pembacaan teks puisi
a. Apresiatif (3)
b. Kurang apresiatif (2)
c. Tidak apresiatif (1)
5
2 Menceritakan isi puisi
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
5
3 Menuliskan kutipan yang menyatakan perasaan penulis
a. Benar (3)
b. Kurang benar (2)
c. Tidak benar (1)
5
4 Menemukan perasaan lain penulis pada teks puisi tersebut
a. Benar (3)
b. Kurang benar (2)
c. Tidak benar (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala SMP Islam Al Mujahidin
(Maman Syaifurahman M.Pd)
Tangerang Selatan, September 2015
Guru Mapel BHS Indonesia.
(Indri Purnamasari Yusuf)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMP Islam Al Mujahidin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Alokasi Waktu : 2 × 40 menit
Standar Kompetensi : 13. Memahami pembacaan puisi
Kompetensi Dasar : 13.1. Menanggapi cara pembacaan puisi
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
• mengungkapkan isi puisi;
• menangkap isi puisi sesuai dengan gambaran pengindraan;
• merefleksi isi puisi.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
II. Materi Ajar
Puisi
III. Metode Pembelajaran
- Contoh - Penugasan
- Tanya jawab - Diskusi
- Latihan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
• Apersepsi dan tanya jawab mengenai puisi
• Motivasi : Menyebutkan cara membaca puisi dan memahami isi puisi
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan
mimik yang tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
dan
memfasilitasi peserta didik Menjelaskan cara membacakan puisi dengan
baik
Menyimak pembacaan puisi yang dibacakan oleh salah seorang siswa
Melakukan pembahasan mengenai isi puisi
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
Membacakan puisi dan didengarkan oleh orang lain
Menyebutkan perasaan pengarang pada puisi yang telah dibaca
Menjelaskan amanat yang terdapat dalam puisi
memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
C. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik;
Menyimpulkan cara membaca puisi
Menyimpulkan cara memahami isi puisi
V. Sumber/Alat/Bahan
Teks puisi
Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII, BSE (Buku Sekolah Elektronik)
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu mengemukakan
cara pelafalan, intonasi,
ekspresi pembaca puisi
Mampu memberi
tanggapan dengan alasan
yang logis pembacaan
puisi yang
didengar/disaksikan
Observasi Lembar
observasi
Pelafalan tanggapan
terhadap pembacaan
puisi: sangat jelas, jelas,
kurang jelas, tidak jelas!
Isi tanggapan sesuai
dengan unsur-unsur
pembacaan puisi: sesuai
semua, sebagian besar
sesuai, sebagaian kecil,
tidak sesuai, dst.
Bentuk tes: lisan
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Membacakan teks puisi
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
5
2 Membahas isi puisi
a. Tepat (3)
5
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
3 Menjawab pertanyaan tentang puisi
a. Semua benar (3)
b. Sebagian besar benar (2)
c. Sebagian besar salah (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala SMP Islam Al Mujahidin
(Maman Syaifurahman M.Pd)
Tangerang Selatan, September 2015
Guru Mapel BHS Indonesia.
(Indri Purnamasari Yusuf)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMP Islam Al Mujahidin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Alokasi Waktu : 6 × 40 menit (3 kali pertemuan)
Standar Kompetensi : 15. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca
puisi
dan buku cerita anak
Kompetensi Dasar : 15.1. Membaca indah puisi dengan menggunakan irama,
volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
• memahami puisi yang akan dibacakan;
• mendeklamasikan puisi dengan memerhatikan lafal, intonasi, dan ekspresi
sesuai dengan isi puisi.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
II. Materi Ajar
Puisi
III. Metode Pembelajaran
- Tanya jawab - Latihan
- Contoh
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama , keduadan ketiga :
A. Kegiatan Awal
Apersepsi
• Bertanya jawab mengenai persiapan deklamasi puisi
Motivasi :
• Membahas cara mendeklamasikan puisi dengan benar
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan
mimik yang tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
dan
memfasilitasi peserta didik mendeklamasikan puisi dengan memerhatikan
lafal, intonasi, dan ekspresi sesuai dengan isi puisi
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
Mendengarkan percakapan tentang persiapan mendeklamasikan puisi
Mendengarkan pembacaan deklamasi puisi
Mempelajari puisi yang akan dideklamasikan
Mendeklamasikan puisi yang telah dideklamasikan
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan penyimpulan
C. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik;
Menyimpulkan kegiatan deklamasi puisi
Mengerjakan latihan
V. Sumber/Bahan/alat
Teks puisi
Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII, BSE (Buku Sekolah Elektronik)
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu menandai
penjedaan dalam puisi
yang akan dibacakan
Mampu membaca indah
puisi
Tes
praktik/kin
erja
Uji petik
kerja
Berilah penanda jeda pada
puisi yang akan kamu baca!
Bacalah puisi yang kamu
beri penanda jeda dengan
lafal, intonasi, mimik, dan
suara yang tepat!
Bentuk tes: lisan dan tertulis
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Menyusun perencanaan gerak, mimik, dan ekspresi deklamasi
puisi
a. Kreatif (3)
b. Kurang kreatif (2)
c. Tidak kreatif (1)
5
2 Tampil mendeklamasikan puisi
a. Ekspresif (3)
b. Kurang ekspresif (2)
c. Tidak ekspresif (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala SMP Islam Al Mujahidin
(Maman Syaifurahman M.Pd)
Tangerang Selatan, September 2015
Guru Mapel BHS Indonesia.
(Indri Purnamasari Yusuf)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMP Islam Al Mujahidin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Alokasi Waktu : 4 × 40 menit (2 kali pertemuan)
Standar Kompetensi: 16. Mengungkapkan keindahan alam dan pengalaman
melalui kegiatan menulis kreatif puisi
Kompetensi Dasar : 16.1. Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
• menentukan tema puisi;
• menulis puisi mengenai keindahan atau keadaan alam.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
II. Materi Ajar
Puisi
III. Metode Pembelajaran
- Contoh - Latihan
- Tanya jawab – Penugasan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama dan kedua :
A. Kegiatan Awal
Apersepsi :
• Mengajak Peserta didik mengamati fenomena sosial di sekitar siswa
Motivasi :
• Menulis puisi dengan tema yang disukai
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan
mimik yang tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
dan
memfasilitasi peserta didik Menulis kreatif puisi berkenaan dengan
keindahan alam
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik Memerhatikan puisi ”Perempuan-Perempuan
Perkasa”
memfasilitasi peserta didik Mengidentifikasi kiasan-kiasan pada puisi
memfasilitasi peserta didik melakukan Memaknai isi puisi
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan penyimpulan
C. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik
tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta
didik;
Menyimpulkan kegiatan deklamasi puisi
Mengerjakan latihan
V. Sumber/Bahan/Alat
Puisi
Antologi puisi, majalah, atau koran
Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII, BSE (Buku Sekolah Elektronik)a
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu menulis larik-
larik puisi yang berisi
keindahan alam
Mampu menulis puisi
dengan pilihan kata yang
tepat dan rima yang
menarik
Portofolio Lembar
penilaian
portofolio
Tulislah puisi tentang
keindahan alam dengan
pilihan kata yang tepat
dan rima yang menarik!
Perbaikilah puisi tentang
keindahan alam yang
kamu tulis sesuai saran
teman/gurumu!
Bentuk tes: lisan dan tertulis
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Menentukan tema puisi dengan memerlukan kreativitas dan
orisionalitas
a. Menarik (3)
b. Kurang menarik (2)
5
c. Tidak menarik (1)
2 Menulis puisi dengan memerhatikan pilihan kata
a. Baik (3)
b. Kurang baik (2)
c. Tidak baik (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala SMP Islam Al Mujahidin
(Maman Syaifurahman M.Pd)
Tangerang Selatan, September 2015
Guru Mapel BHS Indonesia.
(Indri Purnamasari Yusuf)
PROFIL PENULIS
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 26 Mei
1993 ini memiliki nama lengkap Indri Purnamasari Yusuf.
Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Yusuf Supardi dan Atih
Setiawati. Penulis tinggal di Perumnas 2 Karawaci Tangerang.
SD penulis di SDI Al Istiqomah, SMP penulis di SMPN 9
Tangerang, SMA penulis di SMAN 2 Tangerang Selatan, dan
alhamdulillah lulus perkuliahan di Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Penulis memiliki hobi menulis, membaca dan berenang.
Dari kecil penulis sudah menulis buku harian, kegiatan sehari-
hari selalu dicatatnya hingga dewasa ini. Cita-cita penulis ingin
menjadi guru yang baik, disenangi oleh siswa-siswinya, dan dapat menjadi panutan untuk
mereka. Penulis memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia karena memang
penulis suka sekali dengan bahasa. Jika bisa, penulis ingin mempelajari seluruh bahasa di dunia.
Selain bercita-cita sebagai guru, penulis juga ingin menjadi pengusaha yang sukses.
top related