resus tonsilitis
Post on 13-Jul-2016
29 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUSTonsilitis
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian SyaratKepaniteraan Klinik di Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Jogja
Diajukan Kepada:dr. Indera Istiadi, Sp. THT
Disusun oleh :Raditya Priambodo
20100310058
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2016
I. Pengalaman
Seorang An. N, berusia 16 tahun datang ke poli THT RSUD Jogja dengan
keluhan nyeri saat menelan yang dirasakan sejak 2 HSMRS, keluhan disertai
perasaan seperti ada yang mengganjal tenggorokan, penurunan nafsu makan, batuk,
pusing, mual dan demam. Pasien mengaku memiliki riwayat radang amandel yang
kambuh kambuhan sejak kecil. Pasien sering merasa lemas dalam beraktivitas
belakangan ini. Dari pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, pada
pemeriksaan status lokalis telinga dan hidung tidak terdapat kelainan, pada
tenggorok dari inspeksi didapatkan tonsil T2/T2, hiperemis, tampak jaringan parut,
dengan permukaan granular, detritus +/+, kripta melebar, uvula, gigi geligi dalam
natas normal. Pasien didiagnosis dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Pada
pasien dianjurkan untuk dilakukan tonsilektomi.
II. Masalah yang Dikaji
Pada pasien dilakukan tonsilektomi, sebarnya apakah tonsilektomi, indikasi,
serta komplikasi pada tonsilektomi.
III. Pembahasan
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,
dan bakteri pathogen dalam kripta.
Sedangkan Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina
seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih
tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula
dan pilar.
Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil
Indikasi Tonsilektomi
A. Indikasi absolut:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya
6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal
infeksi
7. Karier difteri
8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.
Gambar. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia
B. Indikasi relatif:
1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi
penatalaksanaan medis yang adekuat).
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan
patogenik (karier).
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi
mononukleosis.
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan
tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap
penatalaksanaan medis.
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial
dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal
persisten.
Kontraindikasi
A. Kontraindikasi absolut:
a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura
b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan
sebagainya.
B. Kontraindikasi relatif:
a. Palatoschizis
b. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%)
c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler)
d. Poliomielitis epidemik
e. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)
Jenis-jenis Tonsilektomi
Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya:
1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare
2. Tonsilektomi metode Sluder – Ballenger
3. Tonsilektomi metode Kriogenik
4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi
5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser
Gambar. Tonsilektomi
Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah
penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun
jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya
membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di
fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan
ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar
dengan anastesi lokal atau umum.
2. Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d’entre bagi mikroorganisme,
sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan
trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi
endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi
meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-
paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu
operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal.
Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses
parafaring dilakukan insisi drainase.
3. Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung
saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan
analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme
faring.
4. Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai
pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle
dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
5. Perubahan suara
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial
serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya
menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan
dapat kembali lagi dalam tempo 3 – 4 minggu.
6. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka
bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.
IV. Daftar Pustaka
Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi keenam:
Anatomi dan Fisiologi Faring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.
Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Tonsilitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI; 78-85.
Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179-185.
Soepardi EA, Rusmarjono. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala dan leher : faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Edisi ke-6.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2007. H : 223-1.
Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar
Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI (1)
Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:
http://repository.usu.ac.id/] (2)
Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada
Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009. (3)
Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.
EMedicine.com.inc.2002 : 1-10 (4)
top related