reza ringkasan eksekutif plts
Post on 15-Jan-2016
97 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
1
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. LATAR BELAKANG PROYEK DAN PEMRAKARSA
1.1. LATAR BELAKANG PROYEK
Proyek PLTS di Sumatera Utara 40 MW, akan dibangun dalam 2 (dua) tahun
anggaran 2015 dan 2016 yang berlokasi di Desa Paluh Kurau Dusun XIII
Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa
Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara merupakan sumber panas matahari yang besar dan tersedia.
Potensi Energi Terbarukan Solar sell ini merupakan daya yang diperoleh adalah
hasil kali panas lumen matahari dan tinggi luas panel surya.
Dalam rangka pelayanan/peningkatan pengadaan listrik, PT. Wina Harapan
Sentosa merencanakan akan membangun sarana prasarana kelistrikan, yaitu
Pembangkit Tenaga Surya dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sei
Bingai. Untuk mewujudkan program tersebut, PT. Wina Harapan Sentosa
merupakan perusahaan swasta nasional dituntut melaksanakan salah satu
sektor pembangunan “Sektor Penerangan/Kelistrikan Tenaga Surya”. Dengan
demikian, menawarkan penyediaan energi listrik terbarukan tenaga matahari,
yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTM).
1.2. LATAR BELAKANG PEMRAKARSA
PT. Wina Harapan Sentosa adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang
jasa industri pembangkit tenaga listrik dan pengelolaan sumber daya alam
ketenagalistrikan terutama dalam hal teknik pembangunan dan pengelolaan
proyek. Perusahaan ini didirikan di Medan pada 9 September tahun 2008
dengan tujuan berperan serta dalam pembangunan di Indonesia.
Data PT. Wina Harapan Sentosa sebagai berikut:
Nama Perusahaan : PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Alamat Perusahaan : Jalan Taman Kirana No.54
Medan 20215, Sumatera Utara
Penanggung Jawab : Reza Fadhila,Ph.D
Akte Notaris : No. 20 Tanggal 9 September 2008
N P W P : No. 03.080.211.0-077.000
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
2
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2. Matahari Untuk PLTS di Indonesia
Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis
energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian
yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak
terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak
lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan
menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.
Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan menggunakan
teknologi fotovoltaik adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel
surya. Sel surya konvensional yang sudah komersil saat ini menggunakan
teknologiwafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup kompleks dan mahal.
Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali dengan proses pemurnian
silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot), dilanjutkan dengan pemotongan
silika menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika diproses menjadi sel surya,
kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah
mengintegrasi modul surya dengan BOS (Balance of System) menjadi sistem PLTS.
BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti
inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain.
Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat
dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum
dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia
baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan
mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel
surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang
masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai
teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya
penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh
daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat
pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi
merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dengan asumsi penguasaan
pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap
keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini
tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke
pabrikasi sel surya.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
3
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.1 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS)
Sejarah PLTS tidak terlepas dari penemuan teknologi sel surya berbasis silikon pada
tahun 1941. Ketika itu Russell Ohl dari Bell Laboratory mengamati silikon polikristalin
akan membentuk buit in junction, karena adanya efek segregasi pengotor yang
terdapat pada leburan silikon. Jika berkas foton mengenai salah satu sisi junction,
maka akan terbentuk beda potensial di antara junction, dimana elektron dapat mengalir
bebas. Sejak itu penelitian untuk meningkatkan efisiensi konversi energi foton menjadi
energi listrik semakin intensif dilakukan. Berbagai tipe sel surya dengan beraneka
bahan dan konfigurasi geometri pun berhasil dibuat.
Sel Surya (Fotovoltaik) sel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah divais yang
mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut
sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya
matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan
listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem
solar thermal. Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau
sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti
dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika
disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5
sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2 . Besar tegangan
dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel
surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri
dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi
penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara
paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan
daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
4
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output.
(Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson)
Struktur Sel Surya Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis
teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel
surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian
penyusun sel yang berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan dibahas di tulisan
“Sel Surya : Jenis-jenis teknologi”). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara
kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis
material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya
generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).
Secara umum ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya terdiri dari :
1. Substrat/Metal backing Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen
sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena
juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan
material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya dye-
sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat
masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi
juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO).
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
5
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2. Material semikonduktor Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya
yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya
generasi pertama (silikon), dan -3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material
semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus
gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum
diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material
semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya
material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon,
disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam
penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide). Bagian
semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material
semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas)
dan tipe-n (silikon tipen, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi
kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga
prinsip p-n junction dan sel surya akan dibahas dibagian “cara kerja sel surya”.
3. Kontak metal / contact grid Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian
material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif
transparan sebagai kontak negatif.
4. Lapisan antireflektif Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan
cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi
oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan
besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan
cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang
dipantulkan kembali.
5. Enkapsulasi / cover glass Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi
modul surya dari hujan atau kotoran. 2.3 Cara Kerja Sel Surya el surya konvensional
bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p
dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat
elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron
(muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan
positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa
terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
6
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk
mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah
menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
2.2 Prinsip Kerja Sel Surya
Sel surya adalah dioda semikonduktor yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik
dan merupakan komponen utama dalam sistem PLTS. Selain terdiri atas modul-modul
sel surya, komponen lain dalam sistem PLTS adalahBalance of System (BOS) berupa
inverter dan kontroller. PLTS sering dilengkapi dengan batere sebagai penyimpan
daya, sehingga PLTS dapat tetap memasok daya listrik ketika tidak ada cahaya
matahari.
Gambar Sel Surya sebagai Komponen Utama PLTS
Pembangkitan energi listrik pada sel surya terjadi berdasarkan efek fotolistrik, atau
disebut juga efek fotovoltaik, yaitu efek yang terjadi akibat foton dengan panjang
gelombang tertentu yang jika energinya lebih besar daripada energi ambang
semikonduktor, maka akan diserap oleh elektron sehingga elektron berpindah dari pita
valensi (N) menuju pita konduksi (P) dan meninggalkan hole pada pita valensi,
selanjutnya dua buah muatan, yaitu pasangan elektron-hole, dibangkitkan. Aliran
elektron-hole yang terjadi apabila dihubungkan ke beban listrik melalui penghantar
akan menghasilkan arus listrik.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
7
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Gambar Prinsip Kerja Sel Surya
2.3 Tipe Sel Surya
Ditinjau dari konsep struktur kristal bahannya, terdapat tiga tipe utama sel surya, yaitu
sel surya berbahan dasar monokristalin, poli (multi) kristalin, dan amorf. Ketiga tipe ini
telah dikembangkan dengan berbagai macam variasi bahan, misalnya silikon, CIGS,
dan CdTe.
Berdasarkan kronologis perkembangannya, sel surya dibedakan menjadi sel surya
generasi pertama, kedua, dan ketiga. Generasi pertama dicirikan dengan
pemanfaatanwafer silikon sebagai struktur dasar sel surya; generasi kedua
memanfaatkan teknologi deposisi bahan untuk menghasilkan lapisan tipis (thin film)
yang dapat berperilaku sebagai sel surya; dan generasi ketiga dicirikan oleh
pemanfaatan teknologi bandgap engineering untuk menghasilkan sel surya berefisiensi
tinggi dengan konsep tandem atau multiple stackes.
Kebanyakan sel surya yang diproduksi adalah sel surya generasi pertama, yakni
sekitar 90% (2008). Di masa depan, generasi kedua akan makin populer, dan kelak
akan mendapatkan pangsa pasar yang makin besar. European Photovoltaic Industry
Association (EPIA) memperkirakan pangsa pasar thin film akan mencapai 20% pada
tahun 2010. Sel surya generasi ketiga hingga saat ini masih dalam tahap riset dan
pengembangan, belum mampu bersaing dalam skala komersial
2.4 Kajian Investasi Pabrikasi Sel Surya di Indonesia
Keekonomian pabrikasi sel surya di Indonesia dilakukan dengan memperhitungkan
faktor ketersediaan pasokan wafer silikon sebagai bahan baku utama, kapasitas
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
8
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
produksi optimum, potensi pasar, faktor biaya, serta dampak dan manfaat yang dapat
dihasilkan dari proyek pembangunan pabrik sel surya.
Contoh skema insentif untuk membangun pasar dalam negeri :
1. Subsidi
Subsidi dapat diberikan langsung kepada produsen sel surya atau pembuat
perangkat pendukung Balance of System (BOS) agar harga sel surya beserta
BOS dapat terjangkau oleh masyarakat.
Penerapan subsidi akan lebih efektif jika di Indonesia terdapat industri sel surya,
baik pembuatan, perakitan, maupun industri BOS.
Untuk rural electrification, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi daerah
atau desa yang menerima bantuan sel surya dengan hanya membebani
masyarakat pedesaan dengan tariff listrik yang jauh di bawah normal (jangan
gratis)
2. Feed-in tariff
Feed-in tariff ialah harga yang dibayarkan oleh perusahaan listrik negara ketika
membeli listrik dari pembangkit listrik jenis energi terbarukan dengan harga yang
ditetapkan oleh pemerintah setempat. Feed-in tariff ini merupakan insentif lain
yang bertujuan untuk meningkatkan pemakaian listrik yang bersumber dari
energi terbarukan, salah satunya sel surya.
Adanya infrastruktur yang memungkinkan masyarakat pengguna sel surya untuk
menjualnya ke perusahaan listrik semisal PLN. Rumah dengan konsep BIPV
diberikan koneksi ke jaringan listrik setempat, bukan untuk mengambil listrik dari
PLN melainkan untuk mengalirkan (atau “menjual”) listriknya ke PLN.
3. Pemberian kredit
Program kredit sel surya disertai dengan program feed-in tariff, sehingga waktu
pelunasan kredit terbantukan dengan adanya pemasukan dari penjualan listrik dari
rumah ke perusaaan listrik.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
9
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.5 Metode analisa biaya
Cara yang dilakukan untuk menilai kelayakan finansial pembangunan pabrik sel surya
dilakukan dengan menggunakan metode “ discount cash flow “ secara konvensional,
yaitu dengan penentuan Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), dan
Payback Period.
Asumsi dan kondisi dasar perhitungan
Asumsi dan kondisi dasar perhitungan menyangkut faktor kapasitas produksi, biaya
investasi awal, kebutuhan bahan pembantu, kebutuhan tenaga listrik, kebutuhan
tenaga kerja, kebutuhan perbaikan dan perawatan mesin, harga pokok produksi (HPP),
dan proyeksi penjualan.
Hasil perhitungan dan analisa biaya
Dari hasil perhitungan biaya diketahui bahwa untuk membangun pabrik sel surya
polikristal silikon dengan kapasitas 25 MWp/tahun membutuhkan investasi sebesar
Rp.670 miliar.
Perhitungan Profitabilitas Proyek (dalam rupiah)
Hasil analisis biaya dengan semua asumsi yang berlaku menunjukkan: IRR = 17,18%,
NPV = 63,037,225,027, Payback Period = 7 tahun. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa investasi pembangunan pabrik sel surya secara finansial layak
dengan mempertimbangkan bahwa berbagai asumsi dan kondisi sewaktu studi ini
disusun tidak berubah.
Dengan kapasitas produksi sel surya sebesar 25 MWp/tahun, industri sel surya akan
dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (dengan asumsi penguasaan pasar
adalah 50%). Untuk kapasitas produksi ini dibutuhkan pasokan bahan baku (wafer
polikristal silikon) minimal 12,016,342 lembar/tahun.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
10
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.6 Perbandingan Penggunaan Sel Surya Dengan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi
dunia yaitu pada tahun 70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu
dapat berubah menjadi arus listrik yang searah yaitu dengan menggunakan silikon
yang tipis. Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan
tekanan yang diatur sehingga Si itu berubah menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu
dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut
juga dengan sel surya fotovoltaik. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi sejajar/seri
dalam sebuah panel yang terbuat dari alumunium atau baja anti karat dan dilindungi
oleh kaca atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan
listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir
arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang
mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu. Pada asasnya sel surya fotovoltaik
merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak seimbang dan
berdasarkan efek fotovoltaik. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1
volt tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu
intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan
bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi karena daya guna konversi energi radiasi
menjadi energi listrik berdasarkan efek fotovoltaik baru mencapai 25% maka produksi
listrik maksimal yang dihasilkan sel surya baru mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini
terlihat bahwa PLTS itu membutuhkan lahan yang luas. Hal itu merupakan salah satu
penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya fotovoltaik
berbentuk kristal mahal, hal ini karena proses pembuatannya yang rumit. Namun,
kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah terpencil sulit dibubungkan
dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis Indonesia mempunyai
potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4,5
kWh/m2 /hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup
cerah. Untuk itulah perlu diusahakan menekan harga fotovoltaik misalnya dengan cara
sebagai berikut. Pertama menggunakan bahan semikonduktor lain seperti Kadmium
Sulfat dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel
surya dari 10% menjadi 15%. Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali
digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan sistem desentralisasi yang dikenal
dengan Solar Home System (SHS), kemudian untuk TV umum, komunikasi dan pompa
air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani,
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
11
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan
dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian sistem fotovoltaik di Indonesia sudah
mencapai berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi kesehatan 16%, hibrida
7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6% dan
lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh proyeksi kebutuhan sistem
PLTS diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu menurut perkiraan yang lain
pemakaian fotovoltaik di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW
terutama untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan permintaan fotovotaik
diperkirakan sudah mencapai 52 MWp. Komponen utama sistem surya fotovoltaik
adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk
membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan
thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana,
sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul fotovoltaik
tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya
yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total.
Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa
menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di
Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat
laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka
pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya
dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam
bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati
tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan
dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup canggih dan
keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan
mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi
surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang
dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit
pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penerapannya fotovoltaik
dapat digabungkan dengan pembangkit lain seperti pembangkit tenaga diesel (PLTD)
dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTM). Penggabungan ini dinamakan sistem
hibrida yang tujuannya untuk mendapatkan daya guna yang optimal. Pada sistem ini
PLTS merupakan komponen utama, sedang pembangkit listrik lainnya digunakan untuk
mengkompensasi kelemahan sistem PLTS dan mengantisipasi ketidakpastian cuaca
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
12
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
dan sinar matahari. Pada sistem PLTS-PLTD, PLTD-nya akan digunakan sebagai
"bank up" untuk mengatasi beban maksimal. Pengkajian dan penerapan sistem ini
sudah dilakukan di Bima (NTB) dengan kapasitas PLTS 13,5 kWp dan PLTD 40 kWp.
Penggabungan antara PLTS dengan PLTM mempunyai prospek yang cerah. Hal ini
karena sumber air yang dibutuhkan PLTM relatif sedikit dan itu banyak terdapa di desa-
desa. Untuk itulah pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang telah merealisasi
penerapan sistem model hidro ini di desa Taratak (Lombok Tengah) dengan kapasitas
PLTS 48 kWp dan PLTM sebesar 6,3 kW. Pada sistem hibrida antara fotovoltaik
dengan Fuel Cell (sel bahan bakar), selisih antara kebutuhan listrik pada beban dan
listrik yang dihasilkan oleh fotovoltaik akan dipenuhi oleh fuel cell. Controller berfungsi
untuk mengatur fuel cell agar listrik yang keluar sesuai dengan keperluan. Arus DC
yang dihasilkan fuel cell dan arus fotovoltaik digabungkan pada tegangan DC yang
sama kemudian diteruskan ke power conditioning subsystem (PCS) yang berfungsi
untuk mengubah arus DC menjadi arus AC. Keuntungan sistem ini adalah efisiensinya
tinggi sehingga dapat menghemat bahan bakar, dan kehilangan daya listrik dapat
diperkecil dengan menempatkan fuel cell dekat pusat beban.
2.6 Sistem PLTS
PLTS dengan sistem sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara
terpusat dan suplai daya ke konsumen dilakukan melalui jaringan distribusi. Sistem ini
cocok dan ekonomis pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya
PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas
baterai 200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah.
Sementara itu PLTS dengan sistem individu daya terpasangnya relatif kecil yaitu
sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan penerangan, informasi (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio
komunikasi). Dan sampai tahun 95 sistem ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang
tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang meliputi
pemeliharaan dan pembayaran dilaksanakan oleh KUD. Melihat trend harga sel surya
yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang
ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu semakin ditingkatkan.
Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun
dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan
pembangkit dengan surya fotovoltaik. Pertama energi yang digunakan adalah energi
yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua perawatannya mudah dan sederhana. Ketiga
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
13
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian suku cadang
dan penyetelan pada pelumasan. Keempat peralatan bekerja tanpa suara dan tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja secara otomatis.
Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya atau lebih umum dikenal dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa keuntungan yaitu:
1. Sumber energi yang digunakan sangat melimpah
2. Sistem yang dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah
diinstalasi dan diperbesar kapasitasnya.
3. Perawatannya mudah
4. Tidak menimbulkan polusi
5. Dirancang bekerja secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil.
6. Relatif aman
7. Keandalannya semakin baik
8. Adanya aspek masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri
9. Mudah untuk diinstalasi
10. Radiasi matahari sebagai sumber energi tak terbatas
11. Tidak menghasilkan CO2 serta emisi gas buang lainnya
Salah satu kendala yang dihadapi dengan dalam pengembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya adalah Investasi awalnya yang tinggi dan harga per kWh listrik yang
dibangkitkan juga masih relatif tinggi yaitu Sekitar ($ USD 3 –5 / Wp). Untuk beberapa
kondisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat bersaing dengan pembangkit
Konvensional Diesel/Mikrohydro, yaitu pada tempat-tempat terpencil yang sarana
perhubungannya masih belum terjangkau jaringan listrik umum (PLN)
Indonesia mempunyai intensitas radiasi yang berpotensi untuk membangkitkan energi
listrik, dengan rata-rata daya radiasi matahari di Indonesia sebesar 1000 Watt/m2. Data
hasil pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian
besar dilakukan oleh BPPT dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga 1995
ditunjukkan pada Tabel 1.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa Nusa Tenggara Barat dan Papua mempunyai intensitas
radiasi matahari paling tinggi di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan Bogor
mempunyai intensitas radiasi matahari paling rendah di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam penelitian potensi PLTS di Indonesia ini, semua wilayah baik yang mempunyai
intensitas radiasi matahari paling tinggi maupun paling rendah dipertimbangkan.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
14
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Secara umum biaya pembangkitan PLTS lebih mahal dibandingkan dengan biaya
pembangkitan pembangkit listrik tenaga fosil, pembangkit listrik tenaga air, minihidro,
dan panas bumi. Tetapi seiring dengan adanya penelitian dari Amerika yang
menyatakan bahwa biaya investasi PLTS di masa datang akan menurun, sehingga
dengan dihapuskannya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap
dimungkinkan PLTS dapat dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik alternatif.
Pada tahun 2002, masih banyak daerah terpencil dan pedesaan yang tidak dilewati
jaringan listrik PLN, sehingga hanya pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang
dimanfaatkan di daerah tersebut.
Dengan makin sulitnya memperoleh kesinambungan pasokan minyak solar,
menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia memanfaatkan PLTS untuk subsitusi
PLTD. Pemanfaatan PLTS khusus untuk daerah pedesaan yang kebutuhan listriknya
rendah, mengingat di daerah ini listrik diutamakan untuk penerangan. Selain untuk
penerangan ada beberapa wilayah yang memanfaatkan PLTS sebagai sumberdaya
listrik untuk telekomunikasi, lampu suar, lemari pendingin (Puskesmas), dan pompa air.
Pada tahun tersebut, total kapasitas terpasang PLTS di wilayah Indonesia hampir mencapai 3 MWp
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
15
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.7 Teknikal jenis PLTS yang direncanakan
Jenis PLTS yang ingin dibangun adalah jenis Solar Thermal sebagaimana
digambarkan pada diagram di bawah ini
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
16
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.8 Analisis Perkiraan Kapasitas Listrik PLTS pada Kasus Dasar dan PVCOST
Berdasarkan output model MARKAL dari kasus dasar dan PVCOST terlihat bahwa
dengan biaya investasi PLTS sebesar 1.650 US$/kW, pada tahun 2010 PLTS sudah
dapat bersaing dengan pembangkit listrik lainnya. Walaupun pada kenyataannya pada
tahun 2002 beberapa wilayah di Indonesia telah memanfaatkan PLTS hampir sebesar
3 MWp yang diterapkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
yang mengacu pada Bantuan Presiden (BANPRES), bantuan dari luar negeri (AUSAid
dan World Bank) serta beberapa badan Pemerintah lainnya seperti Direktorat Jendral
Listrik Pertambangan dan Energi (DJLPE), Pememerintah Daerah (PEMDA) dan badan
pemerintah lainnya yang dialokasikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra
Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan
Papua. Akan tetapi pemanfaatan PLTS tersebut dalam penerapannya tidak didasarkan
pada harga ekonomi.
Pada tahun 2010, kapasitas terpasang PLTS dari kedua kasus tersebut baru sekitar
0,0075 GW atau sekitar dua setengah kali lipat dari kapasitas terpasang pada tahun
2002. Sedangkan pada tahun 2015 kapasitas terpasang PLTS untuk kedua kasus
tersebut meningkat menjadi 0,02 GW dan pada tahun 2030 kapasitas terpasang PLTS
meningkat menjadi 15,15 GW pada kasus dasar dan 66,07 GW pada kasus PVCOST.
Dengan demikian, kapasitas terpasang PLTS pada kasus PVCOST pada akhir periode
(2030) meningkat hingga 4 (empat) kali kapasitas PLTS terpasang pada kasus dasar.
Pertumbuhan kapasitas rata-rata pada kasus dasar dan kasus PVCOST selama kurun
waktu 15 tahun adalah 55,6% per tahun pada kasus dasar dan 71,7% per tahun pada
kasus PVCOST. Pertumbuhan yang sangat besar tersebut dapat dikatakan tidak
rasional, karena pada kenyataannya biaya investasi PLTS di Indonesia tidak akan
menurun secara drastis dari 5.830 US$/kW menjadi 1.650 US$/kW dan akhirnya
menjadi 968 US$/kW. Hal tersebut disebabkan piranti utama PLTS yaitu modul
fotovoltaik masih diimpor dari negara lain dan efisiensi dari modul fotovoltaik sangat
rendah yaitu sebesar 16% yang menyebabkan harga PLTS per kW masih sangat
tinggi. Grafik 1 menunjukkan perkiraan biaya investasi dan kapasitas terpasang PLTS
di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2030 pada kasus dasar dan
PVCOST.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
17
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
3. CADANGAN HIDROLOGI SERTA PANAS MATAHARI
a) Catchment Area Sei Bingai dihitung dari lokasi rencana bendung PLTS Desa
Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara seluas ± 155 km². Panjang Sei Bingai sampai ke
PLTS = 2 km, Debit air rata rata harian tidak pernah kering dan cukup besar.
b) Debit tersedia/debit andalan rata-rata bulanan diambil 10 m³/det yang diambil
dari data selama 17 tahun.
c) Debit Banjir Metode Distribusi Extrim Fisher Tippet Value (Distribusi Gumbel)
dimana Q100Thn = 199 m³/det, Q50Thn = 177 m³/det, Q25Thn = 155 m³/det, Q10Thn
= 125 m³/det, Q5Thn = 101 m³/det dan Q2Thn = 65 m³/det.
d) Curah Panas Matahari selama 1 tahun penuh rata-rata bulanan diambil 1
m³/det sebesar 6500KJ/jam yang diambil dari data selama 17 tahun.
e) Indikasi Panas diambil sebagai curah panas terbaik di daerah langkat dan
sekitarnya
4. GEOLOGI
Lokasi pembangunan pembangkit lisrik Tenaga Surya di Desa Paluh Kurau
Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara terletak pada koordinat 03°21'44.10" LU - 98°28'04.90" BT. Lokasi ini
berada pada Medan Quadrangle. Kondisi geologi di lokasi site survey adalah
jenis batuan yang dominan di lokasi tersebut adalah batuan Satuan Binjai (Binjai
Unit) Bereksi aliran bersusunan andesit sampai desit. Sesuai dengan peta
gempa, lokasi yang akan dibangun berada pada wilayah gempa 4 dengan
percepatan pada batuan dasar 0.10g.
5. TOPOGRAFI
Kemiringan daerah antara 2% - 5% dan dan diujung jalan tara 1% - 3%.
Topografi lokasi rencana PLTS sebahagian landai, bergelombang dan berbukit
3% - 8%. Berdasarkan ketinggian tempat daerah site survey berada pada
ketinggian 125 - 300 m diatas permukaan air laut.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
18
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
6. MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL
a) Jenis Turbin
Berdasarkan referensi dari Electrical Engineering Handbook Published by
IEEJ 2003 pemilihan jenis turbin tergantung dari besaran debit dan tinggi
jatuh serta kapasitas terpasang. Untuk PLTS Desa Paluh Kurau Dusun XIII
Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara
direncanakan dipilih turbin jenis Francis.
b) Kapasitas Terpasang
Berdasarkan analisa data debit dan standar perencanaan sebagai berikut:
Psb = t ∙ g ∙ g ∙ Qd ∙ Hn
dimana:
Psb = Kapasitas Daya terpasang (MW)
t = Efisiensi Turbin (Hydraulic Eff.) = 0,85
g = Efisiensi Generator (Electrical Eff.) = 0,85
Qd = Jumlah panas = 8,5 m³/det = 8500 kg/det
Qm = Jumlah panas yang tersedia = 10 m³/det = 10.000 kg/det
Hn = Tinggi efektif = 85 m
Analisa diatas menunjukkan besar daya panas nantinya yaitu 40 MW, maka
untuk itu dipakai Generator dengan kapasitas terpasang (installed capacity)
10 MW atau beberapa unit generator masing-masing sebesar 10 MW (x 4
MW).
Daya output (Po) Generator:
Po = t x g x 40
Po = 0,85 x 0,85 x 1000 = 43,2 MW
Disamping pemakaian beberapa unit generator masing-masing sebesar 10
MW juga digunakan 20 unit generator sebagai cadangan sebesar 40 MW.
Generator cadangan ini digunakan untuk menjaga keandalan sistem
pembangkitan pada saat pelaksanaan perawatan pusat pembangkit tenaga
listrik dan menjamin tingkat layanan tetap terjaga (perfomance’s
sustainability). Disamping itu juga dapat dioperasikan pada saat jumlah
panas maksimum agar jumlah energi per tahun dapat terpenuhi.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
19
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Adapun besar daya panas maksimum dengan menggunakan debit aktual
sebesar 43,2 MW.
c) Diagram Segaris PLTM Desa Paluh Kurau
PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara akan berada pada sistem feeder BN.3
Kueni. Penyaluran Energi Listrik yang dihasilkan akan dilaksanakan melalui
Banyak Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV melalui interkoneksi ke
system 20 kV (JTM) eksisting.
d) Titik Interkoneksi Ke GI Desa Paluh Kurau Dusun XIII
Jarak antara Power House ke Titik Pengukuran adalah 10,5 Km. Panjang
penghantar dari PLTM Bingai s/d Titik pengukuran sepanjang ± 13 Kms.
Konduktor yang direncanakan konduktor A3C 240 mm². Untuk
menghubungkan Power House PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII
Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara ke
Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 KV eksisting yang lebih handal atau
ke Gardu Induk Binjai. Titik Interkoneksi berada di Dusun Namo Ukur Selatan
pada koordinat 03°28'52.62" LU ; 98°27'33.18" BT. Pengukuran energi
dengan sistem Digital Receiving Input dan Out Put Individual Metering,
semua data masuk dan keluar dapat tersimpan dengan baik dalam memori
sistem. Penyulang Kueni merupakan gardu hubung dari titik transaksi ke
Gardu Induk Belawan.
a) PRA DESAIN PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan
Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Lokasi:
Desa Tanjung Gunung dan Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingai,
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
b) Bangunan Persiapan Konstruksi
Bangunan Sementara (Bangunan Cover + Induk)
Peningkatan Gudang surya panel
Barak Kerja dan Kantor Sementara
c) Konstruksi Bangunan
Tipe = Flat area
Tinggi = 8.00 – 12.00 m
Tinggi Panel = sd 7.03 m
Panjang Lantai awal = 13.62 m
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
20
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Panjang Lantai akhir = 15.00 m
Lebar Bendung = 36.00 m
Elevasi = + 280.00 dpl tergantung konstruksi
Elevasi Lantai depan = + 276.00 dpl
Elevasi Lantai belakang = + 275.00 dpl
d) Penstock
Penstock Utama
Tipe = Pipa Baja Keras
Jumlah jalur = 1 Jalur, bercabang (bifurcation) 2
Diameter Optimum = 1.80 m
Panjang ; tebal pipa = 1030 m ; 13 mm
Bifurcation
Tipe = Pipa Baja Keras
Jumlah jalur = 2 Jalur bercabang
Diameter Optimum = 0.93 m
Panjang ; tebal pipa = 60 m ; 13 mm
e) Gedung Pembangkit
Dimensi = Lebar 10 m, Panjang 10 m, Tinggi 6 m
f) Peralatan Pembangkit
Turbin tipe = Francis
Tegangan dasar = 20 kV
Frekwensi = 50 Hz
Faktor daya = 0,80
g) Pekerjaan Sipil Lainnya
Bangunan Pengambilan
Saluran Penghantar/Saluran Pembawa 4510 m
Bangunan Pelimpah Samping
Bangunan Bak Penenang untuk tube vortex
Bangunan stabilizer electrik
Talang dan Dinding Panas
Tiang dan Kabel Penghantar
Bangunan-bangunan pendukung Lainnya:
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
21
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
7. RINCIAN ANGGARAN BIAYA
a) Biaya investasi adalah biaya finansial yang merupakan sejumlah
pengeluaran yang dibutuhkan untuk penyelesaian atau pelaksanaan
Pembangunan PLTS 40 MW ( dilampirkan berdasarkan FS )
8. ANALISA KEUANGAN
Jumlah dana investasi yang dipergunakan untuk pembangunan PLTS Bingai
Rp. 486.000.000.000, terdiri dari modal Join ventura..
A. Asumsi
1. Biaya Modal Join ventura : 100% berarti bahwa Investor/Pemilik Modal
menginginkan/menetapkan tingkat pengembalian dari modal yang di-
investasikan pada proyek sebesar 100% per tahun. Hal ini merupakan
beban proyek yang dialokasikan untuk pemilik modal.
2. Biaya Hutang : 20%, menunjukkan beban proyek yang dialokasikan untuk
kreditur (Pemberi Pinjaman).
3. Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC) : merupakan biaya modal
rata-rata sumber dana yang digunakan untuk membiayai proyek.
4. Tingkat Inflasi Tahunan : 8 %. Jenis beban/biaya yang diperhitungkan
dipengaruhi inflasi antara lain adalah:
a. Beban Pemeliharaan Rutin
b. Beban Rehabilitasi Berkala
5. Jangka waktu kredit selama 12 bulan, menunjukkan bahwa hutang/kredit
yang digunakan untuk membiayai proyek .
6. Umur Proyek selama 25 tahun, tergantung kontrak minimal 20 tahun
PLTS beroperasi dan menguntungkan sesuai dengan umur pembangkit.
B. Hasil Analisis
Setelah melakukan analisis terhadap data keuangan yang tersedia, diperoleh
hasil sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV) = Rp. 486.000.000.000
2. Internal Rate of Return (IRR) = 20,67%
3. Benefit-Cost Ratio (BCR) = 1,84
4. Payback Period (PP) = 3 tahun + 10 bulan
5. RoE = 92,36%
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
22
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
C. Penilaian Investasi
1. Net Present Value (NPV)
Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai Net Present Value (NPV) proyek
adalah Rp. 486.000.000.000 (positif). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa proyek tersebut layak atau menguntungkan untuk
dilaksanakan. Angka Rp. 486.000.000.000 , berarti bahwa selama umur
proyek (25 tahun), manfaat/benefit dari proyek apabila dinilai sekarang
adalah sebesar Rp. 486.000.000.000 .
2. Internal Rate of Return (IRR)
Hasil analisis menunjukkan IRR = 20,67% dan WACC = 11,40%. Dari
hasil perhitungan diketahui bahwa IRR lebih besar dari WACC, maka
dapat dinyatakan bahwa dengan kriteria IRR, proyek tersebut adalah
layak atau menguntungkan untuk dilaksanakan.
3. Benefit-Cost Ratio (BCR)
Hasil analisis menunjukkan bahwa BCR = 1,84 lebih besar dari 1. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa bahwa proyek tersebut layak atau
menguntungkan.
4. Payback Period (PP)
Hasil analisis menyatakan bahwa Payback Period proyek adalah 4 tahun
+ 8 bulan. Apabila dibandingkan dengan umur proyek yaitu 25 tahun,
maka angka Payback Period tersebut menunjukkan bahwa keuntungan
dari proyek bagi investor diperoleh mulai tahun ke 5 hingga tahun ke 25.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa proyek adalah layak atau
menguntungkan sebab kurang lebih 87% umur proyek merupakan
keuntungan.
5. Return on Equity (RoE)
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada proyek ini diperoleh angka
RoE = 92,36%. Angka ini berarti bahwa tingkat pengembalian/
benefit/hasil dari Modal Sendiri (Equity) yang akan diterima oleh investor
adalah sebesar 92,36% selama umur proyek.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
23
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
D. Manfaat proyek
Manfaat ditinjau umur ekonomi rencana 25 tahun
No Uraian Total Manfaat
1 Energy (MW) Energy Production
25
2 Benefit (Rp/Tahun) Tariff Energy (Rp.1000/KWH)
Rp. 169.000.000.000
BEP Project.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
24
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
top related