riau merdeka
Post on 21-Aug-2015
10.109 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GERAKAN RIAU MERDEKA 1
GERAKAN RIAU
MERDEKA
GERAKAN RIAU MERDEKA 32 P en g a n t a r P e n u l i s
Hery Suryadi
Penerbit Pustaka PelajarYogyakarta
2008
GERAKAN
RIAUMERDEKA
Men
ggug
at S
entr
alis
asi
Kek
uasa
an y
ang
Ber
lebi
han
Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentangPerubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan ataumemperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana denganpidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyakRp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaranhak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
GERAKAN RIAU MERDEKA 54 P en g a n t a r P e n u l i s
“Berlaku dan bertindak adil itu dimulai sejak dalam pikiran”(Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Tetraloginya)
GERAKAN RIAU MERDEKAMenggugat Sentralisasi Kekuasaan yang Berlebihan
Hery Suryadi
Editor
ZULKARNAIN
Sampul
DAS_UKI
Perwajahan
ARNAIN ’99
CETAKAN I
Desember 2008
Penerbit:Pustaka Pelejara
Celeban Timu UH III, Yogyakarta, IndonesiaTelp. (0274) 22961 Fax. (0274) 857397
e-mail: unripress@hotmail
ISBN 979-0000-09-0
GERAKAN RIAU MERDEKA 76 P en g a n t a r P e n u l i s
Pengantar Penulis
iau pada masa lalu memiliki sejarah yang gilang
gemilang. Daerah ini merupakan bagian dari
kejayaan sebuah imperium Melayu yang mem-
bentang dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang)
hingga pesisir Timur Sumatera. Namun sejarah panjang
bangsa Melayu yang selalu dipecah-belah oleh kekuatan
eksternal, dalam hal ini kolonialisme dan imperialisme,
membuat nama Riau secara perlahan-lahan mengabur di
tengah persaingan zaman.
Terusirnya penjajah dari tanah air, setelah proklamasi
kemerdekaan, mendatangkan harapan akan bangkitnya
kembali nama Riau. Harapan itu sepertinya tidak pernah
terwujud, malahan di bawah pemerintahan segelintir elite
bangsa yang congkak, marwah Riau semakin diketepikan.
Berbagai kebijakan sepihak dan arogan tidak hentinya
diterapkan pemerintah pusat ke daerah ini. Sumberdaya
alam yang melimpah tidak sedikitpun bisa dinikmati
R
GERAKAN RIAU MERDEKA 98 P en g a n t a r P e n u l i s
Sekali lagi, munculnya gerakan menuntut Riau
Merdeka adalah akumulasi persoalan selama ini terutama
pembagian rezeki yang kurang adil sebagai akibat politik
sentralisasi. Kekecewaan tersebut termanifestasi dalam
bentuk perlawanan daerah. Per-lawanan ini karena daerah
merasa kekayaan sumberdaya alamnya dirampas oleh
pusat tanpa mendapatkan hak yang layak bagi daerah
(deprivasi relatif). Seperti halnya gerakan berbasis ke-
daerahan pada masa Orde Lama, munculnya Gerakan Riau
Merdeka dipicu oleh kriris politik nasional sebagai akibat
krisis ekonomi yang berke-panjangan. Meluasnya tuntutan
yang dimotori oleh gerakan mahasiswa untuk melakukan
perubahan di segala bidang berakhir dengan runtuhnya
rezim autoritarian Orde Baru. Momentum di mana negara
dalam keadaan lemah ini dimanfaatkan oleh aktor-aktor
gerakan di Riau untuk menuntut bagi hasil minyak antara
pusat-daerah.
Tuntutan bagi hasil minyak tersebut mendapat respon
positif dari Presiden Habibie dan berjanji akan dikabulkan
dalam masa dua bulan. Sampai dengan tenggat waktu yang
dijanjikan tuntutan tersebut tidak dikabulkan sehingga
membuat aktoraktor gerakan yang mengatasnamakan
Gerakan Pers Kampus dan beberapa intelektual mencetus-
kan ide memerdekakan Riau. Militer sebagai representasi
negara cenderung hati-hati dalam menangani isu disinte-
grasi karena posisinya yang kurang menguntungkan.
Untuk konteks Riau, Kol (inf) Muhammad Gadillah, orang
Riau pertama yang menjadi Danrem, sehingga memiliki
ikatan emosional karena ia tahu keadaan Riau sebenarnya
justru selama bertugas di Riau. Ia selalu memberi dukung-
masyarakat. Semuanya dikuras habis untuk kepentingan
penguasa semenjak merdeka hingga runtuhnya rezim
Orde Baru.
Riau bisa dikatakan hanya dijadikan “ladang per-
buruan” oleh sekelompok elit yang mengatasnamakan
negara. Sebagai daerah modal yang menyumbangkan lebih
dari 60 persen pendapatan negara dari sektor migas,
kondisi Riau sangatlah ironi. Perampasan hak-hak masya-
rakat Riau, tidak saja di bidang ekonomi, tetapi juga di
bidang politik yang dilakukan secara sistematis. Peram-
pasan hak-hak yang dilakukan membuat posisi masyarakat
tempatan terpinggirkan.
Akumulasi dari persoalan selama inilah, di saat
momentum perubahan (reformasi) tahun 1998 berde-
ngung, muncul gerakan menuntut Riau Merdeka yang
dipelopori oleh kalangan intelektual kritis di Riau dengan
basis pendukung utamanya adalah mahasiswa. Menguat-
nya perlawanan tersebut juga disebabkan lambannya
pemerintah pusat merespon tuntutan masyarakat Riau
terhadap penjualan bagi hasil minyak bumi. Kondisi di
mana pada saat bersamaan terjadi krisis politik nasional
sehingga negara dalam keadaan lemah.
Gerakan ini berawal dari respon atas tuntutan bagi
hasil minyak dari masyarakat Riau terhadap pemerintah
pusat di bawah Pemerintahan Habibie. Ketika itu, Habibie
dianggap ingkar janji dengan mengulur-ulur waktu dalam
memutuskan diterima atau tidaknya tuntutan tersebut.
Dalam konteks itu, gerakan selalu berasosiasi dengan
tindakan yang dilakukan untuk memberikan respon atau
reaksi atas kondisi tertentu (realitas sosial) di masyarakat.
GERAKAN RIAU MERDEKA 1110 P en g a n t a r P e n u l i s
an pusat-daerah akan terus mengalami pasang surut selama
cara pandang antara Pusat dan Daerah terhadap format
politik nasional terutama menyangkut otonomi daerah
memiliki perbedaan yang tajam.
Untuk keperluan penerbitan dari tesis ke buku,
beberapa materi direvisi dan sistematikanya disesuaikan
dengan kaidah buku pada umumnya. Akhir kata, saya
menyadari buku ini mungkin saja masih jauh dari kesem-
purnaan, karena itu penulis bertanggung jawab jika ada
yang memberikan masukan ataupun kritikan. Semoga ber-
manfaat adanya.
Pekanbaru, Desember 2008
Hery Suryadi
an secara pasif (sekutu) sehingga gerakan ini menjadi
luas.Gerakan menuntut Riau Merdeka bukanlah sesuatu
yang muncul begitu saja, tanpa ada faktor penyebab yang
paling signifikan.
Tidak berbeda jauh dengan periode 1950-1960,
menguatnya perlawanan daerah setelah reformasi juga
dilingkupi oleh krisis politik nasional pasca tumbangnya
Orde Baru. Pada tahap ini, dipahami ada sesuatu yang salah
dari hubungan pemerintah pusat dan daerah yang hanya
memarjinalkan peran masyarakat lokal baik secara eko-
nomi maupun politik. Pada saat bersamaan, melemahnya
negara secara resiprokal memperkuat civil society. Variabel
lain munculnya gerakan Riau Merdeka –sebagai akibat
menguatnya civil society— adalah peran dari aktor-aktor
sebagai crafter dalam memanfaatkan momentum ketika
struktur penopang negara, yakni Golkar, militer, dan biro-
krasi, mengendur.
Gerakan Riau Merdeka memang agak unik. Sejak
awal, oleh para penggagasnya sudah ditegaskan bahwa
gerakan ini adalah sebuah gerakan damai (peaceful freedom).
Pada sisi lain, gerakan ini sudah pada tahap membuat
semacam teks proklamasi yang diberi judul teks “Deklarasi
Riau Berdaulat”. Dari pemahaman tersebut, gerakan me-
nuntut Riau Merdeka secara substansi lebih tepat dikate-
gorisasikan gerakan sosial.
Buku ini merupakan metamorfosis dari tesis saya pada
Program Pascasarjana Jurusan Ilmu Politik Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang menganalisis tentang
Kemunculan Gerakan Riau Merdeka (1998-2001). Fokus
perhatiannya lebih memandang bahwa persoalan hubung-
GERAKAN RIAU MERDEKA 1312 P en g a n t a r P e n u l i s
Kenangan & Penghargaan
uji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wata’ala karena berkat dan rahmat-
Nya jualah akhirnya saya dapat merampungkan
karya intelektual ini. Saya merasakan pekerjaan pembuat-
an tesis ini cukup melelahkan, penuh tantangan, dan sekali-
gus mengasah perjalanan intelektual saya.
Bermula pada awal September 1999, keberangkatan
saya ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu di Universitas
Gadjah Mada. Semua itu ditempuh dalam suka maupun
duka sebagai upaya mengarungi rimba ilmiah di tengah
kegalauan dan gonjang-ganjing perpolitikan di Indonesia
kala itu. Bebekal nekad—karena itulah petuah dari seorang
rekan sekiranya mau melanjutkan studi—penulis berang-
kat menuju Yogyakarta bersama anak pertamanya (umur
enam bulan ketika itu), istri, mertua perempuan, dan
kakak ipar dengan bus Lorena. Perjalanan lebih kurang
memakan waktu 2 hari 3 malam karena harus transit di
P
GERAKAN RIAU MERDEKA 1514 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n
University Australia dengan karya monumentalnya The
Decline or Constitutional Democracy ini Indonesia dan Prof.
Dwigh Y. King dari Northen Illinos University, USA. Prof
King adalah teman sekelas Prof Amien Rais ketika studi
doktoral di Universitas Chicago. Apa yang dapat dipetik
dari mereka adalah rendah hati, mencintai pekerjaan,
serius, menghargai pendapat orang, dan bersahabat.
Teman-teman seangkatan terdiri dari pelbagai latar
belakang, ada yang free lance, dosen, staf kedubes Jepang
di Jakarta, birokrat, aktivis dengan beragam latar belakang
disiplin ilmu, yakni ada yang sarjana hubungan inter-
nasional, ilmu peme-rintahan, hukum, sejarah, sosiologi,
STPDN, administrasi negara, komunikasi dll. Semua
mereka menyenangkan, sepertinya masa-masa indah
terutama tahun-tahun pertama itu sulit untuk diulang.
Memasuki tahun kedua, satu persatu ada yang serius meng-
garap tesis, santai-santai, ada yang hilang entah kemana.
Saya masuk kategori yang kedua. Di luar dugaan, teman-
teman yang dalam persepsi saya serius dalam perkuliahan
ternyata ketinggalan kereta dari teman-teman yang
dianggap biasa-biasa saja.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun
berganti tahun, tepat tanggal 9 Agustus 2001, saya ujian
seminar proposal bersama dengan Munafrizal, Indah, dan
Nasirudin di hadapan penguji, yakni Dr. Pratikno (Pem-
bimbing), Prof. Riswandha Imawan, dan Dr. Purwo
Santoso. Semestinya Prof. Afan Gaffar (alm) masuk dalam
tim penguji tapi berhalangan hadir karena kesibukannya
menjadi staf ahli Mendagri. Dari empat orang yang telah
mengikuti seminar, Munafrizal (saya selalu memanggilnya
Bogor.
Di katakan nekad karena surat panggilan dari UGM
tiba tanggal 30 Agustus 1999, sementara pendaftaran ulang
berakhir 4 September 1999. Ketika itu, saya sungguh tidak
punya sepersen pun persiapan biaya untuk berangkat.
Mujur, seorang sohib, yakni Bang Syarifudin mengulurkan
pinjaman lunak sebesar Rp. 1 juta. Terima kasih yang
setulus-tulusnya, bang. Pada kesempatan ini, saya juga
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Hj.
Azlaini Agus yang telah memberikan finansial untuk test
potensi akademik dan TOEFL.
Tanggal 4 September 1999 dini hari pukul 04.00 WIB
kami tiba di terminal Tirtonadi Solo. Dari Solo, kami men-
cater mobil Suzuki Carry menuju Yogyakarta dengan tarif
Rp. 80.000.- Tepat di depan Candi Prambanan, mobil yang
kami tumpangi menabrak tembok pembatas jalan antara
mobil dan becak karena sopirnya mengantuk. Syukur
Alhamdulillah tidak ada luka. Akan tetapi ban mobil ter-
sebut pecah. Itu pengalaman pertama.
Pengalaman kedua, yakni tepat dua minggu berada
di Yogya, tetangga kos saya membacok pacarnya. Penye-
babnya tak etis saya kemukakan di sini. Tak lama berselang,
tersiar kabar bahwa si cowok memiliki trak record psiko-
logis yang kurang baik. Saya pun diminta menjadi saksi
pada kasus ini. Entah bagaimana ceritanya, kasus ini tidak
dilanjutkan. Artinya, saya batal bersaksi di pengadilan.
Memasuki masa-masa perkuliahan, sepertinya
angkatan ’99 Program Studi Ilmu Politik termasuk ber-
untung karena diajar oleh dua orang Indonesia yang cukup
ternama, yakni Prof. Hebert Feith (alm) dari Monash
GERAKAN RIAU MERDEKA 1716 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n
hardik kedua orang tua, terkhusus ibu. Saya percaya, sekali
kita durhaka pada orang tua dan mereka tersinggung dari
lubuk hati yang paling dalam sehingga keluar sumpah
seranah, niscaya hidup kita tidak akan selamat. Jadi, selamat
berbakti dan pandai-pandailah menjaga hati kedua orang
tua!
Tak lupa pula tentunya saya persembahkan tesis ini
kepada istri tercinta, Kartini Rosadi, yang dalam suka
maupun duka selalu setia mendampingi dengan penuh
keikhlasan. Kepada kedua ananda tercinta, buah hati
belabuhan jantung, Alifia Dayang Maisuri dan Ahmad
Taqiyudin Zallum Qazvini, yang ketika memandang
mereka semua kelelahan sirna seketika, pembangkit
inspirasi. Dari merawat merekalah sejak dari kandungan
hingga tumbuh besar, saya menyadari betapa pentingnya
menghargai hak-hak asasi manusia. Menyaksikan istri
mabuk karena hamil, mencari barang yang diinginkan
(ngidam), ke bidan dan dokter, yang semuanya mem-
butuhkan biaya, proses persalinan dengan taruhan nyawa,
masa perawatan bayi yang membuat siklus tidur dan
istirahat kita terganggu, imunisasi, menjaga mutu nutrisi
agar tumbuh sehat dan cerdas, masa pertumbuhan yang
butuh perhatian ekstra, masa nakal-nakalnya...ough sangat
melelahkan dan pada saat bersamaan mengasyikkan.
Karenanya, saya selalu memanjatkan doa pada ilahi semoga
anak-anakku kelak menjadi anak yang sehat, cerdas, taat
beragama, menemukan jodoh yang baik. Berbakti kepada
orang tua, serta berguna bagi agama, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Kepada saudara-saudara: Bang Syafri dan Kak Azizah
dengan “pustaka berjalan” karena koleksi bukunya sekitar
4.000 buah) dan Indah menyelesaikan ujian tesisnya pada
Juli 2002. sementara pasca seminar, praktis tesis saya
terbengkalai. Ini karena saya terlibat dalam Proyek Penyu-
sunan Master Plan Riau 2020 selama satu tahun enam
bulan. Ketika itu, saya agak sulit mengambil keputusan
apakah ikut dalam proyek ini atau mengerjakan tesis.
Akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa ini juga
bagian dari kerja besar buat daerah dan tentunya sekali
seumur hidup. Meskipun harus saya akui, ada rasa penye-
salan sediki karena pengerjaan tesis menjadi terhambat.
Yah, itulah hidup punya pilihan-pilihan yang harus
diputuskan meskipun itu pahit.
Tesis ini mulai dikerjakan dimotivasi oleh tekad untuk
membahagiakan Ayahnda Muhammad Afis Daud (alm)
tercinta, meskipun beliau tidak sempat menyaksikannya.
Pesan itu terngiang-ngiang selalu agar saya secepatnya
menyelesaikan studi supaya ia bisa hadir ketika wisuda
kelak. Kalau mengingatnya, air mata ini pun menetes
karena ada sesuatu yang saya tidak bisa per-sembahkan
kepadanya. Sebagai anak, saya hanya bisa mendoakan
semoga arwah beliau mendapat tempat yang pantas di sisi-
Nya. Amin yaa rabbal ‘aalamin.
Karya ini dedikasikan untuk Ibunda tercinta, Hj.
Tengku Salmiah, yang dengan keringat dan tulang depan
kerat (baca: tenaga) dengan gigih membantu ayah menam-
bah penghasilan keluarga sehingga kami kakak beradik
dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sungguh,
sentuhan dan didikan seorang ibu begitu sangat berarti
dalam sebuah keluarga, karenanya jangan pernah meng-
GERAKAN RIAU MERDEKA 1918 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n
Cornelis Lay, MA yang wawasan ilmu politik sangat baik,
Sugiono, MA (alm), Prof. Sunyoto Usman, dan Dr Purwo
Santoso, Mas Purwo—yang menurut saya adalah bibit
unggul muda yang dimiliki FISIP UGM, rendah hati dan
serius. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Eric Hiariej,
M. Phil, yang bersedia menjadi salah satu dewan penguji
tesis. Kepada Mbak Rus dan Pak Suparman yang selalu
sabar melayani urusan administrasi mahasiswa serta Bapak/
Ibu/Saudara/i yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Terima kasih juga kepada masyarakat Riau c.q. peme-
rintah Provinsi yang uangnya ada saya nikmati selama dua
tahun untuk uang buku. Terima kasih juga kepada Drs.
H. Wan Abubakar MS, M. Si (Wakil Gubernur Riau) atas
bantuan pribadinya secara material. Kepada masyarakat
Kabupaten Bengkalis c.q. Riza Pahlevi (mantan Wakil
Bupati) yang baik hati dan friendly, rendah hati, dan
seorang politisi handal yang sangat paham bagaimana
menjaga konstituen. Kepada masyarakat Kabupaten
Kepulauan Riau c.q. Andi Anhar Chalid (mantan Ketua
DPRD Kepri) yang memberi jalan bagi saya untuk
mendapatkan bantuan dana. Kepada seluruh awak Pusat
Penelitian Industri dan Perkotaan (PPIP) Universitas Riau,
Dr. Ashaluddin Jalil, MS, Drs. Ali Yusri, MS, Dr. Aras
Mulyadi, DEA, Bang Icap, Nadhra, Simon, Meyzi, April,
Ismail, dan Rusli yang selalu membersihkan head printer
yang selalu trouble, tempat dimana wadah saya untuk
mengarungi lautan ilmiah sekaligus menambah income,
suka duka selalu kami arungi bersama.
Kepada teman-teman angkatan ’99 Munafrizal, Arif,
Arjul, Nasiruddin, La Bilu, Edwin, Indah, Rindu, Kang Yaya,
beserta kemenakan, Ayi (Akong), Wanda (Dulkarim),
Zirham (Candil), dan Dara (budak kecik tak bisa dikasih-
tahu) atas bantuan moril maupun materil. Kak Yanti dan
Bang Muji serta keponakan saya, Pandu (Van Damme) dan
Farhan, yang selalu digedor ketika kesulitan likuiditas dan
karenanya rekening BCA saya tidak ditutup karena selalu
tidak ada saldo. Kelik yang entah mau jadi apa karena tak
mau kuliah dan kerja. Kami sekeluarga pernah menya-
rankan agar ia jadi Mbah Dukun karena senang klenik tapi
dengan tegas ditampiknya. Serba tanggung sehingga apa
yang dikerjakannya selalu gagal di tengah jalan. Umi, si
bungsu yang boros dan hanya puas dengan ijazah diplo-
manya.
Tak lupa kepada Dr. Pratikno, pembimbing penulis.
Orangnya bersahaja, rendah hati, tipikal ilmuwan yang
senang berbagi ilmu, dan tidak merasa lebih pintar dari
mahasiswa. Padahal ketika berdiskusi dengannya, saya
semakin merasa bahlul. Ia punya pemikiran yang jernih
dan cemerlang sehingga membuat saraf kejut saya
tersentak. Sarannya selalu kontekstual hal mana tidak
pernah saya pikirkan sebelumnya. Yah, saya merasa tidak
ada apa-apa. Terima kasih atas bimbingannya Mas Tik
(begitu kami selalu memanggilnya). Semoga Allah selalu
memberkati anda. Amin.
Kepada dosen-dosen selama saya menuntut ilmu: Prof
Afan Gaffar (alm), Prof. Riswanda Imawan yang sangat
kocak dan sangat menguasai bidang ilmunya terutama
sistem kepartaian dan pemilu. Mas Ris sangat berhavioralis
karena senang bermain dengan angka-angka ketika
menganalisis perilaku politik dan seorang insomnia sejati.
GERAKAN RIAU MERDEKA 2120 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n
FISIP Unri dan Drs. Ishak, M. Si, Ketua Program Non
Reguler FISIP Unri yang selalu meng-handle tugas-tugas
saya ketika saya harus berangkat ke Yogyakarta untuk
bimbingan dan konsultasi tesis. Tak lupa saya ucapkan
terima kasih kepada Drs. Muhammad Ridwan, M. Si,
mantan Wakil Dekan II FISIP Unri. Thanks for everything.
Akhirul kalam, saya ucapkan terima kasih kepada
para ilmuwan yang pemikirannya penulis kutip meskipun
tidak dikenal orangnya, narasumber, key informan, serta
pihak-pihak yang turut serta membantu selesainya karya
ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Mas Anto, Nasyiwan, Mas Hisyam, Mbak Retno, Mbak
Susi, Teh Ida, Tiwi, Iman, Dian, Mas Dwi, Ono san,
Sachiko, Izzul, Mas Saptoso, Mbak Susi, Hermie, Mbak
Ratna, Falzah, Puji, dan teman-teman lain yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, semoga perjalanan mencari
ilmu kita tidak sia-sia.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
Syafa’atun binti Kariadi yang telah memberikan pelajaran
berharga kepada saya arti pentingnya sebuah perjuangan
dalam menggapai kehidupan. Kepada bapak kos, Pak
Djemiko dan keluarga yang tidak pernah menaikkan sewa
kamar selama penulis tinggal lebih kurang dua tahun.
Keluarga besar Ibu Hj. Eli Kusnaliah (orang tua angkat
penulis) di Yogya dan Reren yang selalu meminjamkan
mobilnya. Kepada Jun Foster, teman setia main biliar ketika
penulis merasa jenuh dengan tugas-tugas rutin. Per-
sahabatan sejati yang telah dibangun semoga selalu abadi.
Ia mulai merintis usaha sendiri, semoga sukseslah,
kamerad!
Kepada Prof. Dr. Muchtar Ahmad, M. Sc, mantan
Rektor Universitas Riau, yang selalu memberi izin dan moti-
vasi untuk terus menuntut ilmu. Pak Hasanudin dan Aulia
seorang birakrat yang selalu risau dengan keadaan masya-
rakat. Kepada Eddy Mohd. Yatim dan H. Fahrullazi, kedua
teman baik saya yang selalu memberi motivasi ketika
masa-masa dimana saya hampir kehilangan orientasi
karena terbentur biaya untuk menyelesaikan studi ini.
Meskipun terkadang tak jarang kritik mereka membuat
merah kuping agar saya menyelesaikan studi dengan
segera. Kepada Drs. M. Y. Tiyas Tinov, M. Si, Wakil I Dekan
22 K e n a n g a n & P e n g h a rg a a n GERAKAN RIAU MERDEKA 23
Daftar Isi
Pengantar Penulis ~ 5
Kenangan & Penghargaan ~ 11
Daftar Isi ~ 19
Bab 1 Pendahuluan ~ 23
Bab 2 Benih-benih Ketegangan Pusat-Daerah ~ 37
Bab 3 Jejak Riau Menapak Jalan Kebebasan ~ 57
A. Riau sebagai Entitas ~ 58
B. Perjuangan Rakyat Riau untuk Kemerdekaan ~
67
C. Provinsi Riau Masa Orde Lama ~ 69
D. Provinsi Riau Masa Orde Baru ~ 80
E. Historiografi Keinginan Riau untuk Merdeka ~
92
Bab 4 Bersatu dalam Gerak Perjuangan ~ 101
A. Gerakan Mahasiswa di Riau: Bola Salju Gerakan
Reformasi Nasional ~ 101
B. Gerakan Moral Intelektual di Riau: Perjuangan
GERAKAN RIAU MERDEKA 2524 Da f a r I s i
Bab 1
PENDAHULUAN
Kegagalan membangun sistem pemerintahan yang kewenangannya
terdesentralisasikan secara lebih bermakna dari waktu ke waktu,
menimbulkan keyakinan baru bagi masyarakat di daerah bahwa pusat bukan
hanya mengeksploitir mereka, tetapi juga mengambil hak mereka untuk
mendapat pelayanan yang baik oleh sebuah pemerintahan yang baik.
Kondisi ini berlangsung sangat lama, sehingga menimbulkan berbagai
ketidakpuasan. Pada puncaknya, muncul gagasan untuk kembali ke bentuk
pemerintahan federal, atau bahkan merdeka.1
epanjang sejarah republik sejak tahun 1945 hingga
saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa kali
pemberontakan daerah. Pada fase awal kemer-
dekaan, pemberontakan daerah dapat dipahami sebagai
akumulasi permasalahan yang sangat kompleks dan saling
1. Elaborasi dari Andi A. Mallarangeng dan M. Ryaas Rasyid,Otonomi dan Federalisme, dalam Adnan Buyung Nasution, HarunAlrasyid, Ichlasul Amal, dkk., 1999, Federalisme untuk Indonesia,Kompas, Jakarta, h. 21.
S
Konsepsional ~ 113
C. Perluasan Gerakan: Bersatunya Kekuatan
Reformasi di Riau ~ 126
Bab 5 Bendera Riau Merdeka Akhirnya Berkibar ~ 135
A. Setting Politik Nasional pasca Orde Baru: Bermula
dari Legitimasi ~ 136
B. Riau Merdeka: Dialektika Hubungan Pusat-
Daerah ~ 140
C. Dinamika Gerakan Riau Merdeka ~ 160
D. Kongres Rakyat Riau II: Instutisionalisasi yang
Absurd ~ 172
Bab 6 Penutup ~ 183
Daftar Pustaka ~ 191
Biodata Penulis ~ 198
GERAKAN RIAU MERDEKA 2726 P en d a h u l u a n
4 Pratikno, 1999, Hubungan Pusat-Daerah Gelombang Ketiga: SosokOtonomi Daerah di Indonesia Pasca Soeharto, Jurnal UNISIA No. 39/XXII/III/1999, UII, Yogyakarta.
5 Nazaruddin Syamsuddin, 1989, Integrasi Politik di Indonesia,Gramedia, Jakarta, h. 1.
kebudayaan. 4
Diawali oleh pemberontakan Darul Islam di Jawa
Barat tahun 1947, telah diikuti oleh suatu gerakan pemisah-
an diri di Maluku pada akhir April 1950. Sebelum peme-
rintah mampu mengakhiri perlawanan-perlawanan ter-
sebut, gerakan Darul Islam telah diperkuat oleh suatu
pemberontakan di Aceh tahun 1953. Hanya beberapa tahun
kemudian, pada tahun 1958 meletuslah pemberontakan
lainnya di Sumatera dan Sulawesi Utara yang dicetuskan
oleh beberapa pemimpin tingkat nasional yang dihormati
dan perwira-perwira militer daerah. Pemberontakan
lainnya di Irian Jaya oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM)
meletus akhir Juli 1965 yang diawali penyebaran pamflet
pada tanggal 19 April 1965 berisi tuntutan Negara Papua
Merdeka. Tantangan-tantangan sentrifugal ini kemudian
diperkaya lagi pada tahun 1976 dengan munculnya
Gerakan Aceh Merdeka.5
Pemberontakan daerah pada masa itu dapat dipahami
sebagaimana periode awal masyarakat politik dalam
membangun negara-bangsa. Hanya bermula dari suatu
revolusi yang dilandasi nasionalisme, persamaan senasib
sepenanggungan, dan patriotisme yang tinggi dalam
mengusir penjajah. Dilandasi oleh beberapa persamaan ter-
sebut, persoalan integrasi nasional tidak mengalami
2 Ini berdasarkan orang-orang yang menggerakkan Permesta danPRRI terutama yang berkolaborasi dengan penguasa militer didaerah. Selain itu, terdapat perbedaan cara pandang antara pusatdan daerah dalam menentukan politik pemerintahan terutamamenyangkut hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
3 Lihat Yusril Ihza Mahendra, Perpolitikan Konsep Federal di Indo-nesia dan Konsekuensinya, dalam Adnan Buyung Nasution dkk.,Ibid, h. 160-161.
tumpang tindih mulai dari polarisasi baik secara individu
maupun kelompok pada level pemerintah pusat yang
dipicu oleh pertentangan ideologi, friksi antarelit, militer
versus Partai Komunis Indonesia dalam merebut pengaruh
kekuasaan (baca: presiden), pertarungan antara sub-
budaya politik Jawa dan sub-budaya politik luar Jawa.
Berbeda dengan pemberontakan daerah saat ini di mana
para pelakunya tidak terkait dengan struktur kekuasaan,
pemberontakan daerah periode 1950 hingga 1960-an para
pelakunya nyaris orang-orang yang terkait dengan struktur
kekuasaan baik militer maupun sipil.2
Soal ketidakpuasan daerah, Yusril Ihza Mahendra
men-sinyalir sejak Kabinet Wilopo tentang perimbangan
antara pusat dan daerah sudah menjadi masalah. Oleh
Simbolon dan Kawilarang dijadikan alasan untuk menye-
lundupkan kopra dan karet karena dianggap sangat Jawa
centris, yang merupakan cikal bakal pemberontakan PRRI/
Permesta.3 Sementara itu, Legge (1961), Maryanov (1958),
Syamsuddin (1985), dan Harvey (1984) berusaha mema-
hami latar belakang pemberontakan daerah pada masa
Orde Lama dari perspektif hukum politik maupun
GERAKAN RIAU MERDEKA 2928 P en d a h u l u a n
berusaha membangun legitimasi absolut. Developmental-
isme dan fundamentalisme ekonomi yang tangguh, yang
didengung-dengungkan ternyata menjadi bumerang bagi
rezim otoritarian itu sendiri. Orde Baru yang selalu meng-
atasnamakan kepentingan negara, melalui kebijakannya
selama ini secara tidak langsung telah mendorong per-
lawanan daerah lebih menguat dan meluas ketika rezim
ini ambruk.
Kondisi dengan serta merta akhirnya berbalik arah,
ketika penopang utama Orde Baru, yakni militer, Golkar,
birokrasi, dan Soeharto sebagai kosmos berada dalam posisi
yang sangat lemah. Tuntutan perubahan meluas seiring
dengan krisis moneter dan ekonomi bermetamorfosis
menjadi krisis legitimasi yang berujung dengan mundur-
nya Soeharto atas desakan general will pada tanggal 21
Mei 1998, seiring dengan usianya yang semakin renta.7
Selain itu, munculnya gerakan oposisi di luar struktur
kekuasaan terutama dari kalangan intelektual, retaknya
aliansi strategis – militer, birokrasi, dan Golkar— sebagai
penyokong utama Orde Baru sebagai akibat terjadinya
regenerasi kepemimpinan politik, juga turut mendorong
7 Penyebab krisis ekonomi bukannya tidak ada kontinuitas daripilihan strategi pembangunan yang diterapkan Orde Baru.Kebijakan personal Soeharto memberikan konsesi kepadakeluarga dan kroninya turut menyumbang rentannya fundamen-tal ekonomi Indonesia terhadap faktor eksternal karena kapitalterpusat pada segelintir orang. Tentang uraian enggannya OrdeBaru mengadakan autokritik terhadap kebijakan pembangunanekonomi lihat Zaim Saidi, 1998, Soeharto Menjaring Matahari, Mizan,Bandung.6 Lihat Pratikno, Op. Cit.
hambatan yang berarti karena dilakukan secara sukarela.
Bangsa Indonesia ketika itu sedang dihadapkan kepada
usaha mencari format politik nasional. Persoalan integrasi
nasional biasanya muncul pada suatu bangsa yang baru
keluar dari penjajahan ketika negara mulai melakukan
pembangunan (state building), yang cenderung menguta-
makan pembangunan versi negara sehingga mengganggu
nilai-nilai lokalitas yang telah berabad-abad berlangsung.
Seperti tidak belajar pada sejarah, memasuki babak
baru hubungan pusat-daerah, Orde Baru menerapkan
sistem sentralistik dan represif dalam mengatasi perlawanan
daerah seperti diberlakukannya daerah operasi militer
(DOM) di Aceh. Strategi ini terbukti asubstantif dan kontra-
produktif. Untuk jangka pendek, strategi ini sangat efektif
karena gerakan perlawanan daerah berhasil dilokalisir.
Inilah salah satu reputasi politik yang berhasil diraih
pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, yakni keber-
hasilannya meredam pemberontakan daerah yang menjadi
masalah pelik pada periode Orde Lama di bawah
Soekarno.6 Keberhasilan ini ditopang oleh birokrasi, Golkar
dan militer sebagai motor penggerak dalam mengendalikan
dinamika politik lokal. Ianya terbungkus dalam kerangka
desentralisasi (baca: hubungan pusat-daerah) yang semu.
Keberhasilan Orde Baru meredam perlawanan daerah
tidak dengan serta merta mampu meredam munculnya
kembali perlawanan daerah terhadap pemerintah pusat.
Melalui kebijakan ekonomi maupun politiknya, Orde Baru
GERAKAN RIAU MERDEKA 3130 P en d a h u l u a n
10 Bhenyamin Hoessein, Ibid, hal. 60-61. Sistem ini didukung olehsentralisasi sumber keuangan, public policy making, danperencanaan pembangunan serta sentralisasi rekrutmen danpromosi pegawai. Uraian tentang hal ini periksa juga Pratikno,Tragedi Politik Desa 1998-1999: Kelangkaan Kelembagaan Lokaldalam Manajemen Krisis, dalam Angger Jati Wijaya dkk. (editor),2000, Reformasi Tata Pemerintahan Desa Menuju Demokrasi, YAPIKAdan FORUM LSM DIY bekerja sama dengan Pustaka Pelajar,Yogyakarta, h. 112-113.
an pusat-daerah dibangun secara tidak demokratis. Selain
itu, penggunaan asas –desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan— secara bersamaan adalah sesuatu
yang sangat tidak mendorong upaya otonomisasi di tingkat
lokal. Walaupun tidak secara tegas menyebutkan kata
sentralisasi, dalam implementasinya pendekatan sentralisasi
yang paling menonjol.
Pola hubungan pusat-daerah pada masa Orde Baru
secara teoretik tergolong integrated prefectoral system.
Sistem ini diterapkan dengan alasan sangat bermanfaat bagi
masyarakat yang memiliki konsensus rendah, sering
mengalami perpecahan, ataupun ketidakstabilan politik.
Dalam sistem ini kepala wilayah mengusahakan tercipta-
nya ketertiban dan kestabilan politik. Selaku wakil peme-
rintah pusat, kepala wilayah sekaligus merangkap sebagai
kepala daerah yang menjalankan fungsi mengusahakan
pembinaan bangsa dan menerjemahkan kebijakan nasional
di wilayah yurisdiksinya.10 Pada perkembangannya, atas
nama kepentingan negara, penguasa dapat bertindak
dengan leluasa melalui interpretasi tunggal yang mencakup
semua sektor kehidupan masyarakat.
percepatan perubahan.8 Dari perspektif lain, perubahan
yang terjadi sebagai akibat proses modernisasi yang sedang
berjalan, yang menyebabkan terjadinya transformasi sosial.
Dalam konteks itu, terciptanya kelas menengah yang relatif
otonom terhadap kekuasaan yang berdampak pada
menguatnya civil society di Indonesia.
Perubahan yang begitu cepat dan tiba-tiba (by
accident) salah satu eksesnya berimplikasi kepada per-
lawanan daerah (baca: ancaman disintegrasi) yang semakin
menguat dan meluas sebagai akibat ketidakpuasan ter-
hadap Pemerintah Pusat selama ini. Aceh, Papua, Riau,
dan Kalimantan Timur yang notabene merupakan daerah
modal adalah empat daerah yang menunjukkan sikap
melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Pusat dengan
karakteristiknya masing-masing.
Untuk memahami pemberontakan daerah dewasa ini
tidak terlepas dari format politik Orde Baru terutama dalam
konteks hubungan pusat-daerah dengan UU No. 5 Tahun
1974 sebagai konstruksi yang mendasarinya. Benyamin
Hoessein mencatat bahwa istilah demokrasi hanya disebut
sekali di dalam UU No. 5 Tahun 1974.9 Ini berarti hubung-
8 Uraian lebih lengkap tentang retaknya aliansi strategis harapperiksa Eep Saefullah Fatah, 1998, Menimbang Masa Depan OrdeBaru: Reformasi atau Mati? Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI danMizan, h. 56-66.
9 Yang sangat nyata adalah tidak adanya pasal maupun peraturanpemerintah yang mengatur hubungan keuangan antara pusatdan daerah dalam UU No. 5 Tahun 1974 sehingga alokasi dana kedaerah lebih ditentukan oleh aksessibilitas politik. LihatBhenyamin Hoessein, Sentralisasi dan Desentralisasi: Masalahdan Prospek, dalam dalam Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi(ed.), 1996, Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia,Jakarta, h. 63.
GERAKAN RIAU MERDEKA 3332 P en d a h u l u a n
– ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya— hingga
pada tingkat pemerintahan yang paling rendah.
Pada sisi lain, sistem ini menyebabkan kepala daerah
lebih berperan sebagai perantara (broker) pemerintah pusat
sehingga warna politik nasional sangat kental mewarnai
politik pada tingkat lokal. Kepala daerah bertanggung
jawab kepada pemerintah pusat bukan kepada masyarakat
lokal. Akibatnya dinamika politik lokal menjadi tidak
dinamis, monolitik, dan rigid.
Model ini juga yang menuntut monoloyalitas dan
menyebabkan terjadi hubungan patron-client yang tunggal.
Implikasinya, faktor-faktor produksi secara mutlak di-
kuasai para kroni penguasa. Aksessibilitas kepada kekuasa-
an menjadi sangat menentukan dalam segala hal. Pola ini
juga menjadi suatu budaya politik yang merambat pada
struktur birokrasi di daerah sehingga memunculkan rezim
feodal-aristokratik.12 Dalam konteks ini, dapat dikatakan
bahwa teori otonomi memang ada tetapi pelaksanaan oto-
nomi tidak pernah dilaksanakan di Indonesia hingga saat
ini.13 Semua itu dibangun atas dasar rekayasa regulasi yang
canggih yang menempatkan Pemerintah Pusat pada posisi
yang sangat menentukan.
Bermula dari lepasnya Timor Timur melalui referen-
dum adalah merupakan pendulum munculnya permin-
12 Untuk lebih jelas lihat Priyo Budi Santoso, 1993, Birokrasi PemerintahOrde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural, Rajawali, Jakarta.
13 Lihat Fauzi Kadir, 1999, Seperti Bambu di Tepi Sungai, dalam TabloidPolitik WataN No. 10 Tahun I, 24-30 Desember 1999, Pekanbaru,Riau.
Fungsi tersebut juga menyebabkan posisi kepala
daerah sangat dilematis terutama ketika dihadapkan
kepada antara kepentingan daerah dan kepentingan pusat.
Dalam praktiknya, kepala daerah lebih mengutamakan
kepentingan pusat daripada kepentingan daerah. Ada
beban psikologis sekiranya kepala daerah lebih menyuara-
kan kepentingan daerah, yakni akan berhadapan dengan
kekuasaan pemerintah pusat dan resiko kehilangan
jabatan. Dalam kondisi demikian, kepala daerah meng-
alami conflict of interest sehingga cenderung melakukan
upaya menyelamatkan diri daripada membela kepentingan
daerah. 11
Pola hubungan ini hanya menyebabkan timbulnya
hegemoni pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah
dengan kepala daerah sebagai aktor yang “wajib” meng-
ikuti skenario yang telah ditentukan dalam segala dimensi
11 Untuk kasus Riau, hal ini didukung oleh tiga gubernur sebelumnyayang bukan putra daerah. Jabatan gubernur selama Orde Lamamaupun Orde Baru didrop dari pusat, berlatar belakang militer(argumentasi Pusat karena Riau dianggap rawan, meskipunkriteria rawan tidak mempunyai parameter yang jelas) dan etnisJawa. Akibatnya aspirasi masyarakat Riau banyak yang tidakterakomodasi. Pada tanggal 2 September 1985, seorang calonpendamping, Ismail Suko, ketika itu memenangkan pemilihangubernur. Akan tetapi ia tidak dilantik. Pusat melantik ImamMunandar untuk masa jabatan kedua. Kasus hampir sama jugaterjadi tahun 1993. Ketika itu, Syarwan Hamid, anak jati Riau,mendapat dukungan luas dari masyarakat untuk mendudukijabatan gubernur. Akan tetapi tidak disetujui oleh pusat. AkhirnyaSoeripto, mantan Pangkostrad, menjadi gubernur untuk keduakalinya. Tentang uraian dinamika pemilihan Gubernur Riau 1993-1998 harap periksa Zulfan Heri dan Muchid Albintani (peny.), 1998,DPRD Riau Digugat: Kilas Balik Pemilihan Gubernur Riau (1993-1998),LS2EPM, Pekanbaru.
GERAKAN RIAU MERDEKA 3534 P en d a h u l u a n
terhadap pemerintah pusat akan sumber dana, sumber-
daya manusia, dan wewenang.15
Persistensi sentralisasi kekuasaan dan ekonomi
berakibat pada ketidakpuasan daerah atas ketimpangan
tersebut. Diskursus otonomi seluas-luasnya, federalisme
dan merdeka nyaring terdengar terutama pada daerah yang
kaya akan sumberdaya alam. Dalam konteks ini, pembe-
rontakan daerah dapat dipahami sebagai ketidakadilan atas
pembagian hasil keuntungan yang diperoleh pusat kepada
daerah selama ini.
Masing-masing daerah tersebut memiliki karakteristik
perjuangan tersendiri dalam menyikapinya. Aceh misal-
nya, menempuh jalan mengangkat senjata dan diplomasi
sekaligus, dengan porsi melalui senjata lebih dominan di
bawah kendali pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sementara Papua, meskipun memiliki Organisasi Papua
Merdeka (OPM) tetapi perlawanan bersenjata tidak sein-
tensif di Aceh. Mereka juga menempuh jalur diplomasi.
Kongres Rakyat Papua adalah merupakan bukti akan hal
ini. Kedua gerakan masing-masing di Aceh dan Papua
memiliki sejarah yang panjang dan unik hingga mereka
lebih terorganisir dan dikenal luas di dunia internasional.
Sementara gerakan menuntut Riau Merdeka bergema dan
menguat pasca tumbangnya rezim autoritarian Orde Baru.
Kebijakan Habibie dalam mengatasi perlawanan
daerah kurang membawa hasil yang memuaskan. Per-
15 Lihat Tim PPW-LIPI, Menuju Reformasi Hubungan Pusat-Daerah,dalam Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi (ed.), Op.Cit., h. 183.
taan serupa bagi daerah lainnya. Aceh misalnya, menagih
janji serupa melalui referendum untuk merdeka, Irian Jaya
menuntut Papua merdeka, Riau yang telah mendeklarasi-
kan Riau Berdaulat (baca: merdeka) tanggal 15 Maret 1999
juga memanfaatkan momentum ini, sementara
Kalimantan Timur melalui DPRD Tingkat I pada awal
Desember 1999, dalam pernyataan sikapnya mengusulkan
bentuk negara federasi. Potensi disintegrasi mengemuka
dan inilah fase paling spektakuler munculnya perlawanan
daerah terhadap pemerintah pusat.14
Perlawanan daerah terhadap pusat saat ini bisa
dipahami yang menjadi penyebabnya antara lain timpang-
nya perimbangan keuangan antara pusat-daerah jika dilihat
dari empat daerah yang melakukan perlawanan, yang
merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam.
Pembagian rezeki yang kurang adil ini menyebabkan
timpangnya struktur ekonomi dan infrastruktur antara
Jawa dan luar Jawa, kebijakan sentralisasi kekuasaan yang
ber-lebihan (over-centralized) sehingga mematikan
kreativitas sebagai akibat tingginya ketergantungan daerah
14 Menguatnya perlawanan daerah terhadap pusat juga disebabkankarena posisi negara dalam keadaan lemah baik secara ekonomimaupun politik dan pada saat bersamaan hak-hak asasi manusiamenjadi isu krusial serta menjadi sorotan internasional terutamadalam meloloskan bantuan finansial sehingga penanganan upayaseparatis tidak bisa semata-mata dilakukan dengan cara represiftetapi juga dengan cara persuasif, sesuatu yang hampir tidakpernah dilakukan oleh rezim Soeharto sebelumnya. Seiringdengan hal tersebut, peluang ini dimanfaat-kan daerah untukmemperkuat bargaining position mereka terhadap pemerintahpusat.
GERAKAN RIAU MERDEKA 3736 P en d a h u l u a n
mahasiswa yang comitted dengan Riau Merdeka. Kalimat yangselalu diucapkan adalah “aku tahu maka aku memberontak”. Tahu disini artinya mereka mengerti kekayaan Riau yang melimpahhanya untuk segelintir orang, sementara untuk masyarakat Riauhanya tinggal ampasnya.
Buku ini hadir untuk menelaah bagaimana dinamika
“pemberontakan” daerah pasca Orde Baru bisa dipahami
yang menjadi penyebabnya antara lain timpangnya per-
imbangan keuangan antara pusat-daerah jika dilihat dari
empat daerah yang melakukan perlawanan, yang merupa-
kan daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Pembagian
rezeki yang kurang adil ini menyebabkan timpangnya
struktur ekonomi dan infrastruktur antara Jawa dan luar
Jawa, kebijakan sentralisasi kekuasaan yang berlebihan
(over-centralized) sehingga mematikan kreativitas daerah.
Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-daerah
selama ini memunculkan kekecewaan yang mendalam
karena me-marjinalkan masyarakat lokal secara sistematis,
baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Dan kekecewaan
tersebut akhirnya termanifestasikan dalam bentuk per-
lawanan daerah terhadap pemerintah pusat.
Fokus pembahasannya adalah munculnya Gerakan
Riau Merdeka selama kurun waktu 1998-2001. Urgensi-
nya, terutama mengungkap fakta maupun peta tentang
Gerakan Riau Merdeka. Dengan memahami fakta dan peta
kekuatan Gerakan Riau Merdeka dapat diketahui tipikal
dari gerakan tersebut. Karena itu, dalam buku ini dikaji
profil dan siapa-siapa aktor di balik gerakan tersebut, faktor
apa yang paling signifikan penyebab munculnya gerakan
masalahan ini akhirnya harus ditangani oleh pemerintahan
Abdurrahman Wahid. Selain itu, Abdurrahman Wahid
dalam banyak hal dianggap tidak konsisten dengan per-
nyataan yang telah dibuatnya sendiri, “Jika Timor Timur
diberi referendum, kenapa Aceh tidak. Itu namanya tidak
adil.” Seperti mendapat peluang untuk mengadakan
referendum, ucapan presiden tersebut banyak menghiasi
hampir di setiap sudut kota-kota di Aceh.
Pernyataan tersebut akhirnya dibantah sendiri oleh
Abdurrahman Wahid sehingga membuat masyarakat Aceh
semakin tidak percaya kepada pemerintah pusat.16
Sementara untuk daerah Riau, persepsi yang berkembang
bahwa pemerintahan Abdurrahman Wahid juga tidak jauh
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya dalam hal
keadilan. Dan lebih ekstrim lagi, sebagian mahasiswa dan
pemuda di Riau tidak percaya kepada pemerintahan orang-
orang Jawa.17
16 Kasus Aceh menonjol karena intensitas perlawanan terusmeningkat dan banyak memakan korban jiwa. Perlawanan dalambentuk yang lain juga terjadi di Papua Barat, ada usahasekelompok masyarakat mengibarkan bendera Papua Merdekapada tanggal 1 Desember 1999. Meskipun aksi ini dilakukan tanpakekerasan, berarti eksistensi Republik Indonesia dipertanyakan.Sementara di Riau telah dilaksanakan Kongres Rakyat Riau IItanggal 29-31 Januari 2000. Kongres Rakyat Riau II memberikantiga opsi, yakni otonomi luas, federal, dan merdeka. Akhirnyamayoritas peserta kongres terutama mahasiswa dan pemudasebagai kelompok pro-merdeka memilih opsi merdeka.
17 Pemerintahan orang-orang Jawa di sini maksudnya adalah karenaPresiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden MegawatiSoekarnoputri kala itu, keduanya berasal dari Jawa. Pendapat iniberdasarkan percakapan di kalangan akademisi terutama
GERAKAN RIAU MERDEKA 3938 P en d a h u l u a n
Bab 2
BENIH-BENIH KETEGANGANHUBUNGAN PUSAT-DAERAH
eragamnya suku bangsa, agama, ras, antar-
golongan, dan geografis yang tersebar merupakan
salah satu penyebab sulitnya membangun identitas
politik bersama melalui nation building di Indonesia. Orde
Lama yang lebih mem-prioritaskan pada pembangunan
politik, telah menyebabkan pembangunan ekonomi
cenderung terabaikan. Pengabaian terhadap pembangun-
an ekonomi ini telah mengakibatkan daerah di luar Jawa
sangat merasakan ketertinggalan ketika itu. Ketidakpuasan
ini menimbulkan gerakan berbasis kedaerahan seperti DI/
TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan, kemudian
PRRI di Bukittinggi, dan Permesta di Sulawesi Utara.
Memasuki usia kemerdekaan hampir 59 tahun,
Indonesia masih dihadapkan pada persoalan integrasi
B
tersebut, hingga penulis berupaya untuk memprediksi
apakah akan terjadi eskalasi dari gerakan tersebut berdasar-
kan kondisi faktual yang ada.
Fokus pembahasannya berangkat dari pertanyaan;
Pertama, pra-kondisi apa yang menyebabkan munculnya
gerakan menuntut Riau Merdeka. Kedua, faktor apa yang
dianggap paling signifikan yang menyebabkan munculnya
gerakan menuntut Riau Merdeka. Ketiga, akankah terjadi
eskalasi dari gerakan tersebut.{}
GERAKAN RIAU MERDEKA 4140 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
18 Riswandha Imawan, tanpa tahun, “Research Design”, dalamMetodologi Penelitian Administrasi, diktat kuliah Program StudiMagister Ilmu Administrasi PPS Universitas 17 Agustus, Surabaya,unpublished.
19 Lihat Barbara Sillars Harvey, 1989, Permesta: PemberontakanSetengah Hati (terj.), Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h. 9-30.
kan” (inserting) variabel baru, sehingga nuansa penjelasan
yang sudah ada dapat diperkaya lagi. Selain itu, untuk
menunjukkan upaya penjelasan yang telah dilakukan oleh
orang lain, review of literature ini juga menjadi petunjuk
penting keseriusan peneliti terhadap penelitiannya.18
Dalam konteks itu, tujuan dilakukannya tinjauan
kepustakaan dalam adalah untuk memudahkan mem-
bangun argumen dalam menjelaskan Gerakan Riau
Merdeka. Untuk itu, dipilih literatur yang ada relevansinya.
Pemilihan literatur ini berdasarkan asumsi bahwa Gerakan
Riau Merdeka memiliki persamaan dengan gerakan
berbasis kedaerahan pada masa Orde Lama, yang tidak
memiliki tradisi separatisme murni di mana tujuan dari
gerakan tersebut lebih kepada upaya agar diperhatikan
oleh pemerintah pusat dengan tuntutan otonomi luas.
Dalam menganalisis penyebab munculnya Permesta,
Harvey (1989)19 mulai dari konstalasi perpolitikan nasional
ketika itu secara komprehensif dengan mengutip dari studi
para Indonesianis sebelumnya seperti Kahin, Legge,
Anderson, Maryanov, McVey, Feith, Mackie, dan Schmitt.
Pertama, kesenjangan Jawa dan luar Jawa sebagai warisan
kolonial. Ketika itu, kekecewaan didasarkan atas suatu rasa
ketidaksenangan yang luas terhadap struktur negara yang
ada, yang secara luas dikritik sebagai biro-kratis, tidak
nasional, meskipun permasalahan ini sempat mengalami
interupsi selama rezim Orde Baru selama 32 tahun. Selama
Orde baru, bukannya persoalan ini sudah dapat dikatakan
tuntas karena represivitas yang diterapkan Orde Baru
dalam menghadapi berbagai gerakan baik itu berupa
perlawanan terhadap perlakuan tidak adil penguasa atas
rakyat maupun gerakan separatisme, telah menyebabkan
hancurnya tatanan sosial dan menyimpan amarah dari
rakyat yang cenderung tidak terkendali karena telah
kehilangan nalar. Uniformitas dan sentralisasi adalah salah
satu hal yang paling menonjol dari pola pemerintahan
rezim Orde Baru dalam menerapkan sistem pemerintahan.
Kasus serupa, yakni gerakan berbasis kedaerahan
muncul kembali pasca tumbangnya rezim Orde Baru.
Gerakan berbasis kedaerahan tersebut, meskipun me-
miliki karakteristik yang berbeda dengan pada masa Orde
Lama, tetapi memiliki satu tujuan sebenar-nya, yakni
upaya daerah agar lebih diperhatikan oleh pemerintah
pusat terutama terhadap pembagian rezeki yang adil bagi
daerah modal, jika dilihat dari empat daerah yang nyaring
menyuarakan federalisme hingga tuntutan merdeka pasca
tumbangnya Orde Baru.
Karenanya, pada bab ini dilakukan penjelasan akade-
mik (riset) terhadap gerakan-gerakan berbasis kedaerahan
dengan melakukan tinjauan kepustakaan (review of
literature), yakni upaya mendeteksi sejauh mana masalah
yang kita hadapi telah diteliti oleh orang lain. Kegiatan ini
penting untuk mengetahui celah atau ruang dari bangun
logika yang sudah dibangun untuk menjelaskan masalah
itu, yang masih bisa kita manfaatkan untuk “memasuk-
GERAKAN RIAU MERDEKA 4342 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
Mengutip Feith, Harvey menjelaskan bahwa perbedaan
afiliasi politik yang sangat kontras antara Jawa dan luar
Jawa mencermin-kan baik perpecahan kedaerahan
maupun perpecahan ideologi. Perbedaan tampak pasca
Pemilu 1955 di mana PNI, NU, dan PKI menguat di Jawa,
sementara Masyumi menguat di luar Jawa. Mengerasnya
pertentangan Masyumi dan PKI (baca: Islam vis a vis
komunis), berimplikasi didiskreditkannya Masyumi yang
dihubungankan dengan pemberontakan Darul Islam di
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Ketiga, kebijakan ekonomi yang Jawa-sentris. Seiring
nasionalisasi perusahaan Belanda, untuk mengisi banyak-
nya pegawai yang berpengalaman mau tidak mau banyak
diisi birokrat dari etnis Jawa. Implikasinya, secara tidak
terhindarkan melibatkan kepentingan-kepentingan daerah
ke dalam kebijaksanaan ekonomi pemerintah pusat
khususnya persoalan alokasi devisa yang menyebabkan
kepentingan konsumen dan pengusaha bertentangan.
Alokasi devisa yang berlaku dari tahun 1950-1957 cende-
rung mementingkan importir dan konsumen, yang
sebagian besar di Jawa, daripada pengusaha dan eksportir,
terutama di Sumatera, di samping sebagian di Sulawesi
dan Kalimantan. Dalam hal ini pemerintah pusat menyedot
hasil daerah tanpa memberikan kembali suatu sumbangan
yang pantas bagi kebutuhan keuangan daerah. Implikasi-
nya, muncul tuntutan otonomi daerah untuk suatu pem-
bagian penghasilan yang lebih adil, dari pendapatan ekspor
pulau-pulau luar Jawa. Perluasan otonomi bagi daerah juga
dilihat sebagai suatu jalan keluar bagi dilema yang ditim-
bulkan kelemahan pemerintahan pusat, dan kehilangan
efisien, dan korup. Belum duduknya format politik
nasional menyangkut sistem politik terutama struktur
lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah serta
hubungan antara keduanya; pernyataan yang tegas tentang
kontrol nasional atas ekonomi; peranan partai-partai politik
dan tentara; dan kedudukan Islam serta komunisme dalam
negara, termasuk perbedaan mendasar terhadap sifat-sifat
ekonomi, kultur, dan sosial Jawa dan luar Jawa. Terhadap
dimensi ekonomi, Harvey menjelaskan bahwa pada tahun
1925 bagian terbesar ekspor Hindia Belanda berasal dari
luar Jawa terutama dari hasil bumi. Kondisi ini diperburuk
oleh resesi ekonomi dunia (depresi) pada tahun 1930,
sehingga gula yang merupakan komoditi andalan Jawa
untuk diekspor mengalami penurunan permintaan.
Implikasinya, Jawa sebagai pusat pemerintahan dengan
penduduknya yang padat menjadi konsumen pokok
barang-barang impor. Menurut Harvey, keunggulan Jawa
tidak hanya sekadar geografis dan demografis, tetapi juga
terpaut tradisi politik Jawa yang dipengaruhi konsepsi
Hindu tentang negara dan kekuasaan, yakni bahwa negeri
ditentukan oleh pusatnya. Negara dip andang sebagai suatu
rangkaian konsentris: kekuasaan yang sangat ketat di pusat
menjadi semakin lemah di pinggiran. Dalam hal-hal
tertentu, orang Jawa merasa superior dari suku-suku
lainnya di Indonesia. Dengan begitu, sebagian warisan
kolonial Indonesia adalah ketidakseimbangan struktural
antara Jawa dan luar Jawa, yang secara politis dominan
tetapi secara ekonomi lemah, dan luar Jawa, yang secara
politis terbatas tetapi secara ekonomi kuat.
Kedua, perbedaan afiliasi politik Jawa dan luar Jawa.
GERAKAN RIAU MERDEKA 4544 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
dan Gorontalo. Tetapi atas nama Indonesis Timur tantangan
terhadap pemerintah pusat yang dikenal dengan Permesta
secara resmi dikeluarkan pada 2 Maret 1957 di Makassar.
Daerah inti Permesta di Sulawesi; di Makassar tempat
perencanaan proklamasi itu, dan di Minahasa, di ujung
utara dari pulau, tempat rakyat dalam satu tahun mem-
persiapkan diri melawan pemerintah pusat.
Pertama, historiografi Sulawesi di mana kopra sebagai
penghasil devisa. Secara ekonomi, pada masa itu Sulawesi
ber-gantung kepada kopra. Memasuki pasca revolusi 1945,
Sulawesi dijadikan salah satu dari delapan provinsi
Republik Indonesia dengan Makassar sebagai ibukota dan
gubernur dijabat Dr. G.S.S.J. (Sam) Ratulangi asal
Minahasa. Pemerintahan tidak efektif karena larangan
sekutu dan penangkapan terhadap gubernur oleh Belanda.
Tahun 1946 terbentuklah Negara Indonesia Timur (13
daerah) yang disponsori Belanda, berpusat di Makassar.
Sementara Sulawesi dibagi menjadi lima daerah masing
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Minahasa, dan Sangihe-Talaud. Setelah pembubaran NIT
tahun 1950, Sulawesi menjadi provinsi tunggal dengan
Sudiro, seorang Jawa, sebagai gubernur hingga diganti oleh
Lanto Daeng Pasewang, seorang Makassar tahun 1954.
Pengangkatan Sudiro oleh pemerintah pusat dengan alasan
untuk menghindari persaingan kesukuan menjadi lebih
buruk di Sulawesi.
Kedua, pemerintahan sipil dan hubungan politik
dilingkupi disparitas utara-selatan. Secara sosial maupun
kultural antara Bugis dan Makassar dari selatan dan orang
Minahasa dari utara sangat berbeda adalah merupakan
kepercayaan pada sistem parlementer.
Keempat, menegangnya hubungan sipil- militer.
Lemahnya pemerintahan sipil yang ditandai jatuh bangun-
nya kabinet digunakan oleh militer plus Soekarno untuk
menyerang para politisi sipil, yang menimbulkan semangat
anti demokrasi liberal. Militer merasa ditelantarkan pasca
revolusi kemerdekaan. Pada saat bersamaan terjadi per-
pecahan di tubuh militer, antara perwira yang setia kepada
Soekarno vis a vis perwira yang setia kepada Jenderal Abdul
Harris Nasution, KSAD ketika itu. Faktor persaingan di
lingkungan TNI merupakan faktor yang menentukan
dalam mempercepat pemberontakan. Perpecahan ini
bermula pada peristiwa 17 Oktober 1952, di mana
Nasution memaksa Soekarno membubarkan par-lemen
karena ketika itu politisi sipil dianggap mencampuri
kebijakan reorganisasi TNI, sehubungan dengan adanya
kebijakan tour of duty Nasution dalam usaha mencegah
pembangunan basis kekuatan lokal oleh para komandan
militer di daerah.
Sementara dari konteks lokal, menurut Harvey ketika
itu sebenarnya Indonesia Timur (pada tahun 1956 terdiri
dari Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara; di samping
Irian Barat) secara umum, dan Sulawesi khususnya telah
terjadi ketegangan dan persaingan. Secara historis,
persaingan dan ketegangan telah terjadi semasa penjajahan
Belanda. Distrik yang menonjol adalah Keresidenan
Manado dan Sangihe-Talaud di utara yang mayoritas
Kristen dengan tingkat pendidikan yang terbaik di Hindia
Belanda pada tahun 1930. Sementara di selatan yang
mayoritas Islam, distrik yang menonjol adalah Makassar
GERAKAN RIAU MERDEKA 4746 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
persaingan ini menjadi penting, bukan saja dalam pembe-
rontakan Darul Islam pimpinan Kahar Muzakar, melainkan
juga dalam Permesta dan peristiwa-peristiwa yang men-
jurus ke proklamasinya. Dan karena Peristiwa 17 Oktober
1952 di Jakarta, merupakan suatu pendahuluan bagi krisis
daerah dalam ketentaraan, reaksi terhadapnya di Makassar
merupakan pendahuluan bagi Permesta.
Keempat, persoalan-persoalan daerah merupakan
implikasi krisis politik nasional. Pada pertengahan 1956,
terjadi krisis politik nasional yang meningkat dan pada saat
bersamaan tuntutan-tuntutan daerah pada Jakarta me-
numpuk, persaingan sipil dan militer di Sulawesi membuat
keadaan menjadi lebih buruk. Dalam pandangan masya-
rakat dua daerah tersebut (utara dan selatan) menafsirkan
tujuan Permesta dalam hubungan kepentingan-kepenting-
an yang khusus, yakni di selatan mengakhiri pemberon-
takan Kahar Muzakkar, dan di utara menguasai hasil
perdagangan kopra. Dalam Piagam Perjuangan Semesta
Alam, salah satu berisi tuntutan bagi hasil antara daerah
dan pusat yakni 70:30. Secara umum, tuntutan Permesta
dibagi menjadi dua bagian, yakni pada tingkat wilayah dan
nasional. Pada tingkat wilayah, tuntutannya adalah pem-
berian otonomi kepada provinsi; lebih banyak perhatian
pada perkembangan wilayah; suatu alokasi yang lebih adil
dari peng-hasilan devisa; pengesahan atas perdagangan
barter; dan sesuai dengan program TT-VII, pembangunan
Indonesia Timur sebagai suatu daerah pertahanan territorial
dan pemberian suatu mandat –dan bantuan keuangan dan
peralatan- untuk penyelesaian keamanan di daerah. Sedang
pada tingkat nasional, dituntut penghapusan sentralisme.
fakta karena keduanya mengalami revolusi dalam dua cara
yang amat berbeda. Banyaknya birokrat asal Minahasa
yang tetap bekerja dengan Belanda dalam NIT, dan terus
memegang kedudukan pasca kemerdekaan, juga menjadi
sebab kecencian dan dendam di antara orang banyak di
selatan. Pada sisi lain, Minahasa merasa perlu memisahkan
sebagai provinsi sendiri ketika orang-orang Bugis/Makassar
mulai menuntut kedudukan dalam pemerintahan provinsi.
Akhirnya usul ini disetujui Januari 1956. Bagi pimpinan di
selatan, otonomi dilihat tidak saja sebagai pemberian suatu
lambang kekuasaan setempat dan berguna dalam
mengimbangi protes para pemimpin pemberontak ter-
hadap dominasi Jawa, melainkan juga dilihat sebagai hal
yang perlu untuk menghidupkan aktivitas ekonomi dan
menyediakan lapangan kerja, yang bisa menarik kaum
pemberontak keluar dari hutan.
Ketiga, kerja sama dan persaingan dalam militer ada-
lah revolusi yang belum tuntas. Pada masa revolusi,
hubungan utara dan selatan tertempa dalam Pusat Kese-
lamatan Rakyat (PKR) dan Kebaktian Rakyat Indonesia
Sulawesi (KRIS) ketika melawan Belanda. Pada akhir
revolusi, persaingan pun tidak dapat di-hindarkan. Friksi
antarelit militer di daerah adalah buah dari kebijakan
pemerintah pusat dalam menempatkan para komandan
di Sulawesi. Salah satu yang tersingkir dan kemudian
melakukan pemberontakan pada tahun 1953 adalah Kahar
Muzakkar. Pola persaingan kesukuan dalam ketentaraan,
seperti juga dalam pemerintahan sipil meliputi persaingan
di dalam tiga kelompok besar, yakni antara orang-orang
Bugis/Makassar, Minahasa, dan Jawa. Persaingan-
GERAKAN RIAU MERDEKA 4948 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
integrasi minimal karena masa kolonial masyarakat Aceh
hampir-hampir tidak berhubungan dengan organisasi
nasionalis yang ada di nusantara. Aceh juga memberikan
dukungan finansial bagi pemerintah RI sehingga mem-
perkuat posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah
nasional. Untuk itu, pemerintah pusat memberi jabatan
tinggi kepada masyarakat Aceh terutama kepada kaum
ulama. Implikasinya, kaum bangsawan (ulebalang) yang
pada masa pendudukan mempunyai peran yang besar
merasa tersingkir. Masalah kemudian muncul ketika
revolusi berakhir, tatkala konsolidasi kekuasaan oleh para
pemimpin pemerintah pusat. Implikasinya, masalah Aceh
terlupakan sehingga menimbulkan dendam di kalangan
masyarakat dan memuncak ketika status provinsi mereka
dibatalkan serta dilecehkannya nilai-nilai agama yang
sangat kuat dianut masyarakat Aceh oleh pemimpin
nasional.
Kedua, perkembangan politik di Aceh merupakan
kelanjutan dari kehidupan politik masa lalu yang didomi-
nasi pertikaian kaum ulama dan ulebalang. Ulebalang yang
tersingkir selama revolusi nasional, merasa di atas angin
ketika pengaruh ulama dipanggung politik melemah tahun
1950 seiring dengan upaya pengisian jabatan politik formal.
Para ulama mencoba mencari dukungan pemerintah pusat
dengan tuntutan otonomi sehingga dominasi ulama dapat
dipertahankan. Akan tetapi pemerintah pusat menolak
memberikan dukungan dan membiarkan konflik itu terus
berlangsung. Mengutip Feith, Sjamsuddin mengajukan
argumen lain, yakni penyingkiran Masyumi pada tingkat
nasional dianggap para ulama sebagai pertanda bahwa
Studi Harvey tentang pemberontakan daerah semasa
Orde Lama masih cukup relevan untuk digunakan sebagai
alat analisis dalam mengkaji gerakan berbasis kedaerahan
saat ini terutama dari perspektif hubungan pusat-daerah
menyangkut kesenjangan struktural Jawa- luar Jawa.
Perbedaannya adalah tentang aktor-aktor yang melakukan
gerakan perlawanan terhadap pusat. Jika pada masa Orde
Lama adalah gerakan dimotori oleh orang-orang yang
terkait dengan struktur kekuasaan sementara saat ini aktor-
aktornya berada di luar struktur kekuasaan.
Nazaruddin Sjamsuddin (1990)20 mengkritik pen-
dekatan utama yang digunakan oleh para ilmuwan, yang
lebih menitik-beratkan memahami perlawanan daerah
dari perspektif nasional. Dalam menganalisis kasus Darul
Islam, Sjamsuddin memulai dari sejarah politik dan latar
belakang pergolakan dengan menjelaskan banyak hal
seperti faktor-faktor regional dan religius, cita-cita men-
dirikan negara Islam, pertentangan kepentingan internal
pemberontak sendiri serta hubungan gerakan ini dengan
Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan dan Kartosuwiryo di
Jawa Barat.
Pertama, adanya saling ketergantungan antara peme-
rintah pusat dengan Aceh. Ketika itu, perjuangan Aceh
paling menonjol ketika daerah lain di nusantara sudah
berada dalam cengkeraman Belanda semasa revolusi
nasional periode 1945-1949. Selain itu, Aceh mengalami
20 Lihat Nazaruddin Sjamsuddin, 1990, Pemberontakan Kaum Republik:Kasus Darul Islam Aceh, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, terutamah. 1-67.
GERAKAN RIAU MERDEKA 5150 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
kesadaran akan warisan sejarah dan uniknya kebudayaan,
pendirian psikologis yang diperkuat oleh kepentingan
ekonomi dan politik. Pada awal Agustus, pemerintah pusat
telah membubarkan Provinsi Aceh dan menggabungkan-
nya ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Ini merupakan
konsekwensi dari kembalinya Indonesia menjadi negara
kesatuan. Hal ini mendapat perlawanan keras dari DPRD
dengan alasan sosial ekonomi rakyat Aceh tertinggal dari
daerah lainnya dalam Provinsi Sumatera Utara. Perbedaan
kepentingan pusat dengan Aceh, mendapat dukungan dari
para pemimpin Sumatera Utara.
Kedua, kebijakan Jakarta dan pertarungan kekuasaan
lokal. Pembubaran provinsi berjalin dengan aneka macam
kepentingan yang terbentuk berdasarkan pembelahan
yang ada dalam masyarakat Aceh. Sementara kaum ulama
khususnya yang tergabung dalam Persatuan Ulama
Seluruh Aceh (PUSA) menyimpan dendam terhadap pe-
merintah pusat, kaum ulebalang, dan pemimpin ulama
non-PUSA memandang Jakarta sebagai sekutu. Keadaan
ini dipandang perlu oleh pemerintah pusat dalam rangka
memelihara kekuasaan atas Aceh, yang oleh Sjamsuddin
dianggap meniru taktik kolonial Belanda di Jawa. Bedanya
kekuasaan kemudian tidak diberikan kepada kaum
ulebalang tetapi dijalankan oleh pemerintah pusat sendiri
dengan mengangkat pejabat dari Jawa atau non-Aceh
dalam kedudukan yang tidak berhubungan langsung
dengan masyarakat setempat. Kebijakan ini berlangsung
selama Kabinet Sukiman melalui Mendagri Iskak
Tjokrodisurjo (PNI) yang mengambil sikap garis keras dari
sebelumnya. Kebijakan ini disertai dengan pemberhentian
pemerintah akan menghadapi para pemimpin setempat
dengan cara lebih keras. Karena khawatir hal yang sama,
mereka mendahuluinya dengan melakukan pem-
berontakan.
Ketiga, perbedaan kepentingan antara Aceh dan peme-
rintah pusat. Kebijakan sentralisasi pemerintah pusat
melalui birokrasi vis a vis perjuangan masyarakat Aceh
menuntut otonomi. Tuntutan otonomi merupakan ke-
inginan para pemimpin Aceh agar dapat dilaksanakannya
pembangunan sosial maupun ekonomi yang tertunda sejak
1920. Keinginan ini semakin menguat dan mendapat
dukungan dari segenap masyarakat Aceh termasuk ulama
seiring dengan datangnya kemerdekaan.
Selanjutnya, Sjamsuddin menjelaskan kondisi lokal
Aceh sebagai faktor penyebab munculnya pemberontakan
sebagai berikut; pertama, pembubaran provinsi Aceh pada
Januari 1951. Aceh diberi status provinsi bersamaan dengan
Tapanuli/Sumatera Timur Desember 1949 semasa Kabinet
Hatta dan mengangkat gubernur militer kedua daerah
tersebut menjadi gubernur. Penolakan muncul dari peme-
rintah republik yang baru di Yogyakarta semasa PM Abdul
Halim dengan alasan inkonstitusional. Kondisi ini diman-
faatkan oleh para pemimpin Sumatera Utara dengan alasan
sejarah di mana Sumatera hanya dibagi tiga bagian, yakni
utara, tengah, dan selatan. Konflik antara pemerintah pusat
dan Aceh diperkuat oleh konflik intraregional. Dari dimensi
politik, lepasnya Aceh membawa implikasi pada hilangnya
kursi di DPRD. Sedang dari dimensi ekonomi akan mengu-
rangi pendapatan Sumatera Utara. Sementara bagi orang
Aceh sendiri pemisahan ini lebih karena kuatnya
GERAKAN RIAU MERDEKA 5352 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
kuasaan Belanda.
Tesis Sjamsuddin tentang pergolakan di Aceh kurang
relevan dalam menjelaskan konteks Riau. Ada beberapa
hal yang dapat digarisbawahi dari dimensi ekonomi dan
politik, apa yang dialami Aceh pada masa awal kemerdeka-
an memiliki persamaan dengan kondisi di Riau, yakni
intervensi pusat dalam mengamankan kepentingan eko-
nomi politiknya. Justru di Riau mengalami masa intervensi
pusat yang amat panjang, akan tetapi kurang mendapat
perlawanan signifikan terutama dari aktor-aktor negara.
Sementara itu, Hardi (1993)21 mencoba melihat faktor
lain dalam pemberontakan Darul Islam pimpinan Daud
Beureuh dari perspektif pelaku utama pemberontak.
Pertama, terjadinya perbedaan pendirian antara Daud
Beureuh dan pemerintah pusat terutama ketika tuntutan
para ulama ditolak. Kedua, persepsi Daud Beureuh ter-
hadap pemerintah pusat antara lain kurang mem-
perhatikan kepentingan rakyat Aceh, menghalangi
pelaksanaan ajaran Islam. Selain itu, Daud Beureuh
menghendaki pelaksanaan piagam Jakarta terutama pada
tujuh kata, “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”, menginginkan status otonomi luas
di mana sebelumnya dibubarkan provinsi Aceh yang secara
otomatis Daud Beureuh diberhentikan sebagai gubernur.
Sedangkan faktor lainnya yang mendorong
meningkatnya keresahan adalah; pertama, pembubaran
divisi dan teritorium Aceh dan menggantikan kesatuan-
21 Lihat Hardi, 1993, Daerah Istimewa Aceh: Latar Belakang Politik danMasa Depannya, Cita Panca Serangkai, Jakarta, h. 109-129.
Daud Beureuh sebagai gubernur hingga hanya tersisa satu
orang Aceh yang memegang jawatan teknis ketika itu,
yakni dinas industri. Program rasionalisasi kemiliteran
semasa Kabinet Hatta dengan membubarkan Divisi X
bukan hanya memukul elit militer tetapi juga menelan-
tarkan para bawahannya.
Ketiga, meluasnya dampak sosial ekonomis pem-
bubaran propinsi melahirkan frustasi dan alienasi di tengah
masyarakat umumnya, baik elit sipil maupun militer, tidak
terkecuali melanda rakyat. Kebijakan ini mendorong
sentimen kedaerahan di kalangan masyarakat non-elit
sehingga menimbulkan simpati kepada para pemimpin
yang disingkirkan oleh Jakarta. Banyaknya pejabat non-
Aceh dianggap telah mengganggu nilai-nilai Islami yang
sangat dipegang teguh oleh masyarakat Aceh sehingga
mereka cenderung tidak mematuhi para birokrat yang
dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Akibat lainnya dari pembubaran provinsi Aceh, menye-
babkan tidak ada pejabat Aceh yang dilibatkan dalam
pengambilan keputusan sehingga dirasakan timpangnya
pem-bangunan terutama di bidang pendidikan yang di-
tandai dengan dibatalkannya subsidi bagi sekolah me-
nengah Islam di seluruh daerah tahun 1951, memburuk-
nya kesehatan masyarakat karena keterbatasan fasilitas,
gagalnya perbaikan sistem irigasi, infrastruktur yang buruk,
dan dikeluarkannya prosedur perdagangan umum dan
penghapusan sistem barter yang mematikan aktivitas
ekonomi masyarakat Aceh. Menghadapi kenyataan ini,
rakyat Aceh menyadari bahwa situasi sesudah kemerde-
kaan malah lebih buruk daripada pada masa akhir ke-
GERAKAN RIAU MERDEKA 5554 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
Kedua, gagalnya pembangunan ekonomi sebagai aki-
bat dari kondisi politik pada tingkat nasional yang tidak
kondusif. Akibatnya dirasakan oleh masyarakat luas ter-
utama para prajurit akibat program rasionalisasi. Kondisi
ini dimanfaatkan oleh perwira militer daerah mengambil
inisiatif dengan melakukan penjualan komoditi perke-
bunan secara ilegal.
Ketiga, ancaman komunisme di Indonesia semakin
menguat berawal dari kebijakan ekonomi. Sikap Hatta
yang akomodatif terhadap Belanda dan modal asing me-
nimbulkan kemarahan PKI dengan menuduhnya sebagai
komprador (orang yang bekerja sama dengan modal
asing). Strategi PKI sangat ampuh ketika berhasil merang-
kul Soekarno dengan menyokong setiap tindakan politik-
nya termasuk diterapkannya demokrasi terpimpin. Meski-
pun Soekarno bukan anggota PKI, akan tetapi kebijakan-
nya ketika itu yang lebih condong ke negara-negara
komunis. Perkembangan ini menyebabkan Hatta mengun-
durkan diri sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956
dan membuat resah kalangan militer. Fase ini, menurut
Leiressa sangat mempengaruhi daerah-daerah seperti
Sumatera dan Indonesia Timur.
Keempat, guncangan dalam tubuh angkatan darat.
Friksi antarelit militer berawal dari perbedaan latar bela-
kang keprajuritan. Nasution vis a vis Bambang Supeno yang
merembet ke partai politik, masing-masing didukung oleh
PSI dan PNI.
Penjelasan Leiressa tentang hubungan pusat-daerah
selama Orde Lama dapat digunakan sebagai bahan dalam
menjelaskan kondisi pasca Orde Baru, yakni kegagalan
kesatuan militer Aceh oleh kesatuan-kesatuan militer dari
daerah lain. Kedua, penangkapan terhadap para pemimpin
Aceh karena ada laporan bahwa akan terjadi aksi
menentang pemerintah di Aceh dimanfaatkan oleh perwira
infiltran komunis, Mayor Nasir. Ketiga, adanya ajakan
Kartosuwiryo agar Daud Beureuh mendirikan Negara
Islam.
Fokus kajian Hardi tentang pelaku utama pemberon-
takan sangat bertolak belakang dengan pelaku utama
gerakan menuntut Riau Merdeka. Tokoh-tokoh utamanya
adalah orang-orang yang terlibat perjuangan kemerdekaan
Indonesia dan masa revolusi. Namun karena kekecewaan
dengan kebijakan Pusat, mereka melakukan perlawanan.
Sementara konteks Riau, yakni bangkitnya kesadaran
masyarakat Riau yang dimotori oleh intelektual kritis dan
mahasiswa dengan memanfaatkan kondisi negara yang
lemah.
Ilmuwan lainnya R.Z. Leiressa (1991),22 mencoba
menjelaskan kondisional munculnya pergolakan daerah
adalah sebagai akibat; pertama, gagalnya pemerintah
nasional membangun sistem politik. Ditandai polarisasi
secara ideologi politik karena beragamnya suku yang secara
nyata tercermin pada Pemilu 1955. Sentralisme dan
diterapkan sistem spoil sistem berdampak pada banyaknya
jabatan dipegang oleh etnis Jawa. Tuntutan otonomi luas
dari daerah dijawab dengan uniformitas.
22 Uraian lebih lengkap periksa R.Z. Leirissa, 1991, PRRI/Permesta:Strategi Pembangunan Indonesia tanpa Komunis, Pustaka UtamaGrafiti, Jakarta, h. 7-30.
GERAKAN RIAU MERDEKA 5756 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
kepala daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabu-
paten di luar Jawa. Menyiasati hal ini, pemerintah pusat
bukannya melakukan upaya persuasif, malah melakukan
upaya represif terhadap daerah. Alasan pusat diperkuat
dengan dikeluarkannya pengumuman negara dalam
keadaan darurat pada bulan Maret 1957 yang berarti pe-
mimpin militer senior di tiap daerah menjadi lebih ber-
kuasa daripada kepala daerah.
Ketiga, semakin memburuknya hubungan sipil-
militer bersamaan dengan semakin menguatnya polarisasi
baik secara politik maupun budaya. Militer kesulitan
dalam memainkan peran politik mereka terhadap politisi
sipil. Hal ini karena antara tahun 1945 pasca revolusi kemer-
dekaan hingga tahun 1950, militer masih belum memiliki
satu komando yang harus ditaati. Ketika itu, tiap-tiap unit
tempur yang terbentuk selama revolusi lebih patuh kepada
komandan, daerah, dan kelompok etnik mereka masing-
masing. Dalam kondisi demikian, militer sangat rentan
terhadap intervensi politisi sipil dan pada saat bersamaan
telah terjadi penolakan terhadap program reorganisasi dari
pemerintah. Ini ditandai keterlibatan beberapa pemimpin
militer daerah dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Keempat, perseteruan antara kubu Islam dengan kubu
nasionalis dalam merumuskan dasar negara, apakah
berdasarkan Islam atau sekuler. Mengerasnya pertentang-
an dua kubu ini ditandai dengan pemberontakan Darul
Islam di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.25
25 Sebenarnya dari empat alasan yang dikemukakan di atas, alasanpertama dan kedua saat ini juga merupakan penyebab perlawanan
membangun sistem politik nasional terutama keengganan
Pusat menerapkan otonomi daerah. Sementara friksi elit
yang terjadi pasca Orde Baru tidak memiliki keterkaitan
secara langsung untuk menjelaskan Gerakan Riau
Merdeka.
Sementara itu Ichlasul Amal,23 menjelaskan ada empat
penyebab terjadinya perlawanan daerah terhadap peme-
rintah pusat selama periode antara 1950-1960. Pertama,
kesenjangan (baca: dikotomi) ekonomi antara Jawa dan
luar Jawa berbanding lurus dengan dikotomi afiliasi politik
yang sangat kontras antara dua partai besar, di mana PNI
menguat di Jawa sementara Masyumi menguat di luar
Jawa. Ini ditandai jatuh bangunnya kabinet sebagai akibat
dari inflasi yang tidak terkendali karena Kabinet Ali
Sastroamijoyo I mempertahankan sistem nilai tukar tetap
(the system of fixed exchange rate). Implikasinya adalah me-
nimbulkan kesenjangan antardaerah,24 baik secara
ekonomi maupun politik.
Kedua, kegagalan pemerintah pusat mewujudkan
desentralisasi system pemerintahan lokal dan otonomi
daerah secara luas. Kondisi ini diikuti menguatnya perasaan
menentang dominasi Jawa terutama berkaitan dengan
penempatan pegawai pamongpraja dari etnis Jawa sebagai
23 Ichlasul Amal, 1992, Regional and Central Government in Indonesian Politics:
West Sumatera and South Sulawesi 1949-1979, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, h. 1-10.
24 Dari dimensi politik, kesenjangan di sini sebenarnya lebih tepatdisebut kesenjangan antarelit di pusat menyangkut ideologi,sebagai representasi daerah dan termanifestasikan dalam bentuksentiment etnis yang akibat lebih jauhnya adalah menyeret padakonflik pusat dan daerah.
GERAKAN RIAU MERDEKA 5958 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
untuk pembelian senjata.27
Dari penjelasan akademik di atas, pergolakan daerah
tidak bisa dilepaskan dari konteks politik tingkat nasional
ketika itu dan kondisi lokal yang turut mendorong
meluasnya gerakan sebagai akibat revolusi nasional. Dari
pelakunya, pemberontakan daerah pada tahun 1950-1960
nyaris melibatkan elit militer maupun sipil di pusat dan
daerah, sementara pemberontakan daerah setelah
reformasi dapat dikatakan tidak melibatkan orang-orang
yang terkait langsung dengan struktur kekuasaan. Selain
itu, perbedaan cara pandang pemerintah pusat dan daerah
dalam hal otonomi juga menjadi persoalan yang rumit dan
tidak terpecahkan.{}
27 Studi Kahin dan Kahin ini tidak relevan dalam menjelaskanpergolakan daerah di Indonesia pasca runtuhnya Orde Barumenyangkut pertentangan ideologi dan campur tangan pihakasing.
Ilmuwan lain Audrey Kahin dan George McTurnan
Kahin (2001),26 memperkuat analisis terjadinya pergolakan
daerah dengan menghubungkan faktor eksternal –
pertentangan blok Timur dan Barat— di mana ketika itu
Amerika Serikat berkepentingan untuk mencegah
komunisme berkembang di Indonesia. Menurut mereka,
kesimpulan ini berdasarkan laporan Duta Besar John
Allison kepada Departemen Luar Negeri Amerika Serikat
pada pertengahan Mei 1957, yakni; pertama, konsepsi
presiden untuk menambahkan “kaki keempat”, yaitu PKI,
dalam kabinet. Dibentuknya Dewan Nasional yang
dilukiskan “agak cenderung ke kiri”. Kedua, hasil pemilu
lokal di Jawa antara Juni dan Agustus 1957, PKI muncul
sebagai partai satu-satunya yang berhasil meningkat
suaranya secara signifikan. Dukungan finansial pun
diberikan kepada para perwira militer yang memberontak
daerah terhadap pusat terutama kesenjangan ekonomi antaraJawa dan luar Jawa serta keengganan pemerintah pusat dalammelaksanakan otonomi daerah dalam arti sesungguhnya.Sementara alasan ketiga, kondisinya berbanding terbalik dengansaat ini di mana militer relatif solid, politisi sipil terpecah dankeempat, untuk dasar negara relatif sudah hampir dapat diterimameskipun dalam beberapa kasus masih dipersoalkan. Pada kasuslain, Makassar Merdeka misalnya, lebih pada persoalan sentimenetnis semata, di mana figur Presiden Habibie ketika itu mendapattantangan meluas terutama di Jawa. Fenomena ini menyadarkankita bahwa ternyata representasi elit (baca: sentiment etnis) jugabisa memicu disintegrasi.
26 Lihat Audrey Kahin dan George McTurnan Kahin (2001), SubversiSebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia,Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, terutama h. 85-87, 151, dan 154.
GERAKAN RIAU MERDEKA 6160 Be n i h -B en i h K e t eg a n g a n H u b u n g a n P u sa t - Da er a h
Bab 3
JEJAK RIAU MENAPAKJALAN KEMERDEKAAN
ab ini memaparkan sejarah politik kontemporer
Riau sejak dari munculnya kerajaan-kerajaan besar
maupun kecil yang tersebar hampir merata dalam
wilayah administratif Provinsi Riau.28 Pemaparan ini men-
jadi penting ketika sebagian alasan bagi terbentuknya
Negara Riau Merdeka yang di-dengungkan selalu berdasar-
kan setting sejarah apa yang dikenal dengan kejayaan
Melayu Raya sebagai sebuah entitas. Melayu Raya dimak-
sud adalah sebuah Kemaharajaan (baca: imperium)
Melayu yang membentang dari Semenanjung Melayu
(Malaysia sekarang) hingga pesisir Timur Sumatera mulai
dari wilayah Kuantan di sebelah barat dan Siantan di
28 Studi ini dibatasi 1998-2001 di mana Provinsi Riau belummengalami pemekaran.
B
GERAKAN RIAU MERDEKA 6362 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
1. Masa Prasejarah
Para antropolog meyakini bahwa suku bangsa yang
pertama kali mendiami Riau dan Semenanjung Malaysia
sejak zaman Mesolitikum berasal dari daerah Hoabinh di
Indocina kira-kira 5000-3000 tahun yang lalu. Kemudian
suku bangsa berikutnya, yakni semasa zaman kebudayaan
Batu Baru (Neolitikum) dan kebudayaan Batu Besar
(Megalitikum). Mereka inilah yang diyakini sebagai asal
mula ras rumpun Melayu yang dikenal sebagai Proto
Melayu. Kaum Proto Melayu ini di samping telah memakai
kapak batu juga sudah menggunakan alat-alat terbuat dari
besi dan perunggu. Mirip alat-alat dan drum (nekara)
perunggu yang berasal dari Dongson, suatu daerah di
Indocina dan diperkirakan barang-barang itu berasal dari
kebudayaan Dongson. Suku bangsa Proto Melayu ini
sudah mulai hidup menetap dalam kelompok besar dan
kecil di tepi-tepi muara sungai. Mereka sudah pandai
menangkap ikan di sungai ataupun di laut. Sebagian lagi
sudah mendiami daratan dan pandai membuka sawah
serta memelihara binatang.
Sekitar 300 tahun SM datang pula gelombang suku
bangsa Deutro Melayu, yaitu suku bangsa yang lebih maju,
yang sudah mendapat pengaruh Hindu. Suku Bangsa
Deutro inilah yang sekarang menjadi mayoritas penduduk
Suku Melayu saat ini. Prasasti di Pasir Panjang Karimun
menunjukkan adanya sebuah lingkungan pemerintahan
yang tertib dan teratur pada abad ke-5 M. Sementara pada
Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, Dari Percikan Kisah Membentuk ProvinsiRiau, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, h. 12-13.
sebelah timur seperti halnya Provinsi Riau sebelum peme-
karan. Sejarah panjang bangsa Melayu yang selalu dipecah-
belah justru oleh kekuatan eksternal, dalam hal ini kolo-
nialisme dan imperialisme.
Upaya membangkitkan kejayaan Melayu Raya ini
dalam bentuk yang lain saat ini dengan munculnya Gerak-
an Riau Merdeka seperti membangkitkan batang terendam
dalam bingkai romantisme sejarah. Kejayaan Riau masa
lalu adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Oleh karena itu, pada sub-bab ini diuraikan sejarah Riau
sejak pra-sejarah hingga sejarah modern Riau terutama
dalam konteks ketegangan hubungan pusat-daerah yang
terjadi selama ini.
A. Riau sebagai Entitas
Sebagai sebuah entitas, negeri yang bernama Riau
tidak diragukan keberadaannya. Konsep embrional ten-
tang kawasan yang terbentang dari Kuantan hingga ke
Siantan dipakai oleh pemerintah Hindia Belanda pada per-
tengahan abad ke-19 ketika membina suatu kawasan yang
dinamakan Residentie Riouw en Onderhorigheen (Residen
Riau dan daerah takluknya). Pada mulanya pemerintah
Hindia Belanda menata kawasan yang dinamakan Residen
Riau ini meliputi daerah yang menurut geo-administrasi
termasuk Kerajaan Riau-Lingga dan Kerajaan Indragiri. Ke-
mudian dimasukkan pula beberapa kerajaan Melayu di
Sumatera Timur seperti Deli, Serdang, Langkat, dan
Asahan.29
29 Keempat daerah ini sekarang secara administrasi pemerintahanmasuk dalam Provinsi Sumatera Utara. Untuk lebih jelasnya lihat
GERAKAN RIAU MERDEKA 6564 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Pada penghujung abad ke-13, berkunjunglah Raja
Sriwijaya Sang Sapurba dari Palembang menghilir Sungai
Musi, yang datang didampingi oleh Mangkubumi Demang
Lebar Daun. Ia singgah di Kerajaan Tanjung Pura dan
akhirnya tiba di Pulau Bintan. Terjadilah hubungan keke-
rabatan sehingga Raja Sang Sapurba ingin mengawinkan
puteranya, Sang Nila Utama, dengan puteri Ratu Bintan
bernama Wan Sri Beni. Bahkan permaisuri Raja Iskandar
ini memerintahkan Perdana Menteri Aria Bupala untuk
menjemput Wan Sri Beni. Keturunan pasangan inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal raja-raja Melayu.
Dengan Pulau Bintan sebagai sentrum, Nila Utama
meneruskan perjalanan memudiki Sungai Indragiri sampai
ke hulu. Dialah peletak dasar suatu kawasan yang dikenal
meliputi wilayah Kuantan di sebelah barat dan Siantan di
sebelah timur seperti halnya Provinsi Riau sekarang ini.32
Sementara keturunannya bergerak ke Tumasik
Singapura tempo dulu dan Melaka saat ini masuk wilayah Malay-sia. Selain Kerajaan Bintan, enam kerajaan dan satu pemerintahansetingkat kerajaan terletak di Riau Daratan, di mana secara ad-ministratif pemerintahan masuk dalam wilayah Provinsi Riau saatini. Sementara Bintan masuk dalam wilayah Provinsi KepulauanRiau yang merupakan pemekaran dari Provinsi Riau. Uraian lebihlanjut tentang kerajaan-kerajaan ini harap periksa Sejarah DaerahRiau, Ibid, h. 37-49.
32 Saat ini Provinsi Riau telah dimekarkan menjadi 2 provinsi yakniProvinsi Riau yang wilayahnya meliputi Riau daratan dan pesisiryang terdiri dari Kota Pekanbaru dan Dumai, Kabupaten Kampar,Pelalawan, Siak, Bengkalis, Kuantansingingi, Indragiri Hilir,Indragiri Hulu, Rokan Hulu, dan Rokan Hilir dan ProvinsiKepulauan Riau yang meliputi Kota Tanjungpinang dan Batam,Kabupaten Kepulauan Riau, Karimun, Natuna, dan Lingga. KecualiKota Batam, pemekaran kabupaten/kota di Provinsi KepulauanRiau, kabupaten induknya adalah Kabupaten Kepulauan Riau.
abad ke-6, nama Riau sudah dikenal sebagai pusat Kerajaan
Melayu Riau, di hulu Sungai Carang di Pulau Bintan. Diduga
ada pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya terhadap beberapa
kerajaan kecil yang ada di Riau, termasuk di Bintan.
2. Berdirinya Kerajaan Melayu Riau: Kesinambungan Kerajaan Sriwijaya
Dari catatan sejarah diketahui bahwa setelah masa itu
sudah berkuasa Raja Azhar Aya pada Kerajaan Melayu
Bintan ini yang kemudian digantikan oleh Iskandar Syah.
Wilayahnya meliputi seluruh Kepulauan Riau sekarang.
Hubungan luar negeri sudah terjalin dengan Raja Siam.
Kerajaan Melayu semakin maju dan berkembang ketika
mulai runtuhnya masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.30
Pasca runtuhnya Sriwijaya akibat serangan Kerajaan
Singosari dan Melayu-Jambi, maka daerah bagian barat
Indonesia tidak mempunyai ikatan dalam satu tangan yang
kuat lagi. Demikian pula di Riau pada waktu itu berdaulat
sendiri kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu Kerajaan Bintan,
Kandis dan Kuantan, Keritang dan Indragiri, Gasib (Siak),
Rokan, Segati, Pekan Tua dan Pemerintahan Andiko Nan
44 di Kampar.31
30 Dalam catatan sejarah tentang kejayaan Kerajaan Melayu Bintanini dijelaskan bahwa Marco Polo seorang pelaut Venesia sewaktukembali dari negeri Cina tahun 1292, singgah di Kerajaan Bintan.Ini suatu pertanda bahwa Kerajaan Bintan sudah cukup dikenal dimancanegara. Untuk jelasnya lihat Anwar Syair dkk., 1986, SejarahDaerah Riau, Depdikbud Prov. Riau, Pekanbaru, h. 39.
31 Nama-nama kerajaan tersebut tercantum dalam kitabNegarakertagama karena termasuk daerah kekuasaan Majapahit.Pengarang Buku Sejarah Daerah Riau dalam catatannyamenyatukan Kerajaan Bintan, Tumasik, dan Melaka. Tumasik danMelaka tidak penulis masukkan karena Tumasik adalah nama
GERAKAN RIAU MERDEKA 6766 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Konflik dengan VOC yang berlangsung lama juga telah
menyebabkan perang yang dikenal dengan Perang Riau-
Belanda tahun 1782-1784. Di antaranya adalah yang terjadi
di perairan Tanjungpinang yang dipimpin oleh Raja Haji
Fisabilillah berhasil mematahkan kekuatan Belanda
bahkan sampai ke Melaka. Selain itu, di kawasan Riau
daratan perlawanan Kerajaan Siak (1752-1753) di Pulau
Guntung oleh Raja Kecik, perjuangan Tuanku Tambusai
(1820-1839) melawan Belanda di Daludalu (Rokan Hulu),
Perang Siak (1857-1858), perlawanan rakyat Reteh (1858)
yang dipimpin oleh Panglima Besar Tengku Sulung dan
beberapa perlawanan kecil lainnya seperti perang Mondang
Kemango (1887-1889) dan Sultan Zainal Abidin (1901-
1904), keduanya di Rokan, perlawanan Datuk Tabano
(1898) di Muara Mahat, Perang Manggis (1905) di
Kuantan, perlawanan Hulubalang Canang di Kerumutan.34
34 Tentang eksisensi Riau terutama dikaitkan dengan sumbangsihterhadap kemerdekaan RI, dalam persepsi masyarakat Riausepertinya ada indikasi kuat sengaja dinegasikan. PadahalBelanda sendiri mengakui kehandalan para pejuang Riau. RajaHaji Fisabilillah disamakan oleh Belanda seperti bangsa Vikingyang terkenal sebagai bajak laut perairan utara Eropa. TuankuTambusai sendiri dijuluki oleh Belanda Harimau Paderi dari Rokan(Tiger van Rokan). Ironisnya, kedua pejuang ini dianugerahi sebagaiPahlawan Nasional pada tanggal 10 November 1996. PahlawanNasional dari Riau lainnya adalah Sultan Syarif Qasim yangmerupakan sultan terakhir Kerajaan Siak Sri Indrapura. Beliautermasuk jajaran terdepan yang menyatakan ikut bergabungdengan RI setelah proklamasi karena kebenciannya denganBelanda yang dianggap kafir. Beliau sangat anti kekerasan. Sikapini diwujudkan dengan melakukan perjanjian untuk tidak salingmenyerang antara Kerajaan Siak dan Belanda. Sebagai wujuddukungan terhadap kemerdekaan RI, ketika itu beliau memberikansumbangan moral maupun material kepada RI. Uraian tentangperjuangan masyarakat Riau melawan Belanda di Riau harap
(Singapura) dan Melaka, menciptakan sebuah imperium
Melayu yang paling berkuasa.
Imperium Melayu pada masa abad 14-15 ini sangat
berkembang. Kerajaan Melayu Riau tumbuh sebagai
kerajaan maritim yang kuat dan menguasai perdagangan
dan jalur pelayaran di semenanjung ini. Melaka berkem-
bang sebagai negara maritim yang kuat dan maju di Asia
Tenggara. Kemajuan ini karena letaknya yang strategis seba-
gai bandar niaga sangat penting menggantikan peranan
Kerajaan Sriwijaya sebelumnya.
Tahun 1511 setelah Melaka dikuasai Portugis sebagai
dimulainya era kolonialisme Barat di kawasan ini sehingga
terjadilah kemunduran pada Kerajaan Melayu. Pusat per-
dagangan mulai beralih ke bandar-bandar lain, termasuk
Tanjungpinang dan Pulau Bintan. Upaya untuk mengem-
bangkan Bintan sebagai pusat per-dagangan terhambat.
Kemudian pusat perdagangan dipindahkan dari Bintan ke
Johor. Bersama ini Belanda melalui VOC juga mulai mela-
kukan campur tangan dan memonopoli usaha perdagang-
an hasil bumi Johor dengan berbagai cara. Belanda juga
terus melakukan penguasaan terhadap daerah-daerah
bekas taklukan Portugis di Melaka, termasuk di Riau.
Sehingga Riau yang semula merupakan pusat perdagangan
internasional dipersempit dan diisolir.33
33 Perpindahan pusat perdagangan ini identik dengan perpindahanpusat pemerintahan Imperium Melayu yang bermula di Bintankemudian pindah ke Melaka, balik lagi ke Bintan, kemudian pindahke Johor, dan berakhir di Riau-Lingga tahun 1913. Raja-raja dirantau ini umumnya memiliki hubungan darah. Tercatat beberapakali terjadi perebutan tahta Kerajaan Riau-Johor-Pahang sejak1725 yang berakhir 1737.
GERAKAN RIAU MERDEKA 6968 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Perancis, kaum patriot Belanda mengusir Raja Belanda
Pangeran Willem V sehingga ia melarikan diri ke Inggris.
Dalam pelariannya sang pangeran mendirikan Kerajaan
Belanda bayangan yang bersekutu dengan Inggris, semen-
tara di negeri Belanda dibentuk pemerintahan baru yang
bersekutu dengan Perancis tahun 1795.
Perjanjian kedua pemerintah ini yang telah dilakukan
sebelum Revolusi Perancis menjadi dasar untuk meng-
adakan suatu perjanjian antara pemerintahan bayangan
Belanda dengan Inggris bulan Februari 1795. Isinya
membenarkan tentara-tentara Inggris menduduki jajahan-
jajahan Belanda. Pendudukan itu dengan maksud untuk
mencegah jajahan-jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis,
yaitu Tanjung Harapan, Sri Lanka, Melaka, dan Jawa. Pada
tahun 1795 Melaka diduduki Inggris tanpa mendapat
rintangan dari kompeni Belanda. Begitu juga pada tahun
1795, Tanjung Harapan dan Trincomalee diduduki dan
pada bulan Februari 1796 mengambil alih Kolombo.
Setelah Melaka diduduki, Inggris memasuki Tanjung-
pinang, ibukota Keresidenan Kompeni Belanda di Riau.
Dengan bantuan Inggris, orang-orang Bugis kembali ber-
pengaruh dalam Kemaharajaan Melayu, setelah beberapa
lama tersingkir karena tekanan Belanda. Pasca Revolusi
Perancis tahun 1815 ber-langsung Muktamar Wina, yaitu
perjanjian perdamaian di Eropa setelah Napoleon dikalah-
kan negara-negara Eropa lainnya. Dalam perdamaian itu,
Inggris berpendapat bahwa Perancis harus dikelilingi oleh
negara-negara kuat, sehingga tidak ada kemungkinan bagi
Perancis mengancam negara Eropa lainnya. Karena itu,
Belanda yang berbatasan langsung dengan Perancis harus
3. Traktat London 1824: Melemahnya Imperium Melayu
Kekuatan kolonialisme Inggris dan Belanda semakin
lama semakin kokoh sehingga hegemoni mereka atas ka-
wasan Asia Tenggara juga semakin kuat. Wilayah Nusantara
nyaris dikuasai oleh dua kekuatan imperialis ini. Lama
kelamaan dua kekuatan ini memiliki kepentingan yang
sama terutama dalam menguasai sumber-sumber ekonomi
dan perdagangan. Persamaan kepentingan ini berdampak
pada persekutuan politik terutama dalam menghadapi
ekspansi Perancis untuk menguasai daratan Eropa.
Sebelum revolusi Perancis, antara Belanda dan Inggris
telah diadakan perjanjian antara lain isinya; ‘Sekiranya
meletus suatu peperangan di Eropa, salah satu pihak
mungkin menduduki jajahan-jajahan pihak lain sebagai
pertahanan untuk menentang musuh yang sama’.35
Pada tahun 1789 terjadilah Revolusi Perancis yang
diawali oleh penggulingan kekuasaan pemerintahan oleh
raja secara turun termurun tetapi dalam format monarki
konstitusional. Gerakan ini berevolusi menjadi radikal yang
ditandai oleh perubahan bentuk negara menjadi republik.
Mereka meyakini bahwa kepala negara harus dipilih oleh
rakyat.
Revolusi ini menjalar ke negara-negara Eropa lainnya
termasuk negeri Belanda. Dengan bantuan tentara Revolusi
periksa Anwar Syair dkk., Op.Cit., h. 142-146. Periksa juga HikmatIshak, 2001, Warisan Riau: Tanah Melayu Indonesia yang Legendaris,Percetakan Negara RI, Jakarta, h. 55-58.
35 D. G. Hall, 1971, Sejarah Asia Tenggara, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, h. 606, dalam Anwar Syair dkk., Ibid, h.
123.
GERAKAN RIAU MERDEKA 7170 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Februari 1849. Perjanjian itu berisikan tentang sultan mem-
beri hak kepada Inggris untuk membuka koloni perda-
gangannya di Singapura.
Upaya Inggris merebut Singapura mendapat protes
dari Belanda namun Raffles tidak menggubrisnya. Bahkan
Singapura berkembang terus di bawah pengaruh Inggris.
Pertikaian antara Inggris dan Belanda baru dapat diselesai-
kan melalui perundingan kedua pihak di London yang
menghasilkan Traktat London tanggal 17 Maret 1824.
Traktat ini membagi dua daerah Kemaharajaan Melayu,
yakni Tanah Semenanjung dan Singapura menjadi daerah
pengaruh Inggris, sedangkan Kepulauan Riau/Lingga
menjadi daerah pengaruh Belanda. Dengan demikian
Traktat London juga membagi dua serumpun bangsa
Melayu sehingga pemerintahan itu berlangsung sampai
sekarang. Berarti berakhirlah Kemaharajaan Melayu dan
di daerah Riau/Lingga sebagai pengganti Kemaharajaan
Melayu muncul Kerajaan Melayu Riau.38 Di bawah ke-
kuasaan Belanda, Kerajaan Melayu Riau praktis tidak
berkembang. Puncaknya adalah dengan dibubarkannya
Kerajaan Riau Lingga oleh Belanda pada tahun 1913.
Fase baru penjajahan Belanda, di Riau terpecah ke
dalam tiga residen di Sumatera. Yang pertama terpecah
adalah Residentie Riouw en Onderhoorigheden yang men-
cakup afdeeling Indragiri dan Tanjungpinang. Yang kedua
adalah Residentie Oustkust van Sumatra dengan afdeeling
Bengkalis; dan ketiga Residentie Westkust van Sumatra
38 Anwar Syair dkk. Op.Cit, h. 130.
diperkuat. Inggris berkeyakinan, Belanda tidak akan kuat
tanpa dikembalikan hak-haknya di seberang laut yang
telah direbut Inggris.
Pada tahun 1814 diadakan Konferensi London antara
Inggris dan Belanda. Isinya tentang penyerahan kembali
jajahan Belanda yang telah direbut Inggris sejak tahun
1795. Sesudah tahun 1815 Inggris menyerahkan Jawa dan
Maluku, sedangkan Melaka baru diserahkan tahun 1818.
Dan Belanda kembali berpengaruh dalam Kemaharajaan
Melayu tahun 1818 itu juga.36
Sebagai dampak dari berkuasanya kembali Belanda
di Riau adalah terjadinya pertentangan antar pewaris
Kerajaan Riau Lingga terutama antara keturunan Bugis dan
Melayu. Pertentangan ini berakhir dengan keberhasilan
Suku Bugis yang mendukung Tengku Abdul Rahman. Di
lain pihak, Inggris yang berusaha merebut kembali
Singapura karena posisi yang strategis menjalani siasat
politik dengan mendukung Tengku Hussein sebagai sultan
yang berkedudukan di Singapura sehingga Kemaharaja-
an Melayu memiliki dua orang sultan.37
Pengakuan Inggris atas Tengku Hussein diikat lagi
dengan suatu perjanjian antara Raffles dengan Tengku
Hussein dan Temanggung Abdul Rahman tanggal 6
36 Ibid, h. 124.37 Ketika itu wilayah kekuasaan Kemaharajaan Melayu Riau-Lingga
mencakup Singapura dan Tanah Semenanjung yang tundukkepada Belanda. Tengku Hussein adalah putra tertua SultanMahmud Syah III yang berkedudukan di Lingga. Ketika itu yangberkuasa di Singapura adalah Temanggung Abdul Rahman.Secara geopolitik, kedudukan Singapura setingkat di bawahkerajaan induk di Lingga, Riau.
GERAKAN RIAU MERDEKA 7372 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
diperjuangkan daripada perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia. Sayangnya perjuangan Riau pada masa
itu, belum sepenuhnya mengambil langkah-langkah diplo-
masi dan kurangnya persenjataan dalam menghadapi
Belanda.
Seorang pemuka Kesultanan Riau, Raja Ali Kelana,
sesungguhnya telah melakukan langkah-langkah diplomasi
ke Turki untuk melakukan pembelian senjata pada tahun
1905. Tapi pada masa itu, diplomasi dengan Turki yang
juga kerajaan Islam dan cukup berpengaruh, belum men-
capai sepakat. Upaya-upaya Raja Ali Kelana untuk mem-
peroleh senjata tidak mem-buahkan hasil.
Setahun kemudian, dengan semangat melawan
Belanda yang menyala-nyala, rakyat di Kerajaan Riau
Lingga melakukan aksi keras dengan mengibarkan
bendera Kerajaan Riau tanpa menaikkan bendera Belanda.
Peristiwa tahun 1906 ini, yang dikenal dengan Peristiwa
Bendera 1906, semakin memperuncing hubungan Belanda-
Riau. Bahkan Belanda terus memperkecil daerah kekuasa-
an Riau sekalipun ditolak oleh Sultan Abdurachman.
Perlawanan menentang Belanda mencapai klimaksnya
pada tanggal 10 Februari 1911. Saat itu ketika Residen Riau,
GP de Bruin Kops, membacakan surat pemberhentian
Sultan Abdurachman Muazamsyah dan Tengku Besar atau
Tengku Umar di Gedung Rusydiah Klub di Pulau Penye-
ngat Indrasakti menyebabkan sultan dan para petinggi
Kerajaan Riau menyingkir ke Johor dan Singapura.
Masa menjelang kemerdekaan, adalah akhir dari
periode penjajahan Belanda di Riau yang terus mencekam
sejak Traktat London, ditandatangani 2 Agustus 1824. Sejak
dengan afdeeling Limapuluh Kota.39
Pada tahun 1938, Belanda memasukkan Bengkalis dan
Kerajaan Siak, Bagan Siapiapi, Tapungkiri, dan Merbau
ke dalam Keresidenan Riau. Pada masa pendudukan
Jepang, Riau dibagi dua, yakni Riau kepulauan yang berada
di bawah pemerintahan militer Jepang yang berkedudukan
di Singapura. Sedangkan Riau daratan berada di bawah
kekuasaan Syuguokan yang ber-kedudukan di Pekanbaru.
Semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan,
Riau berstatus daerah Keresidenan yang semula berkedu-
dukan di Pekanbaru. Hal ini dilakukan karena Kota
Tanjungpinang yang merupakan ibukota keresidenan pada
masa Hindia Belanda, sudah diduduki oleh militer Belanda
(NICA). Pada awalnya Keresidenan Riau berada langsung
di bawah Gubernur Sumatera. Kemudian ditetapkan
berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tanggal
15 April 1948 berada dalam kuasa Gubernur Muda
Sumatera Tengah di Bukittinggi.40
B. Perjuangan Rakyat Riau untuk Kemerdekaan41
Perjuangan rakyat Riau untuk melawan imperialisme
adalah sebuah masa yang sangat heroik dan lebih awal
39 Keresidenan Sumatera Timur semula ibukotanya di Bengkalistetapi kemudian dipindahkan ke Medan. Onderafdeeling Bangkinang(saat ini termasuk wilayah administatif Provinsi Riau) merupakanbagian dari Afdeeling Limapuluh Kota yang saat ini masuk dalamwilayah administatif Provinsi Sumatera Barat. Uraian lebihlengkap tentang hal ini harap periksa Anwar Syair dkk, Ibid, h. 159-162.
40 Tentang uraian ini harap periksa Hikmat Ishak, Op.Cit, h 58.
41 Sub judul berikut uraiannya banyak penulis kutip dari Hikmat Ishak, Ibid, h.
55-58.
GERAKAN RIAU MERDEKA 7574 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Sumatera Tengah di Bukittinggi.
Pada masa perang itu, Belanda sempat menguasai
perairan Selat Bengkalis, Selatpanjang, dan Kuala Kampar
dengan Kuantan yang diatur dari Tanjungpinang. Pada
masa perang kemerdekaan kedua Belanda menduduki
kota-kota Pekanbaru wilayah Bengkalis dan Indragiri.
C. Provinsi Riau Masa Orde Lama
Pasca dikeluarkannya UU No 10 Tahun 1948, Riau
yang sebelumnya berdiri sendiri praktis di bawah peme-
rintahan Gubernur Sumatera Tengah. Akibat dari
penyatuan Riau ke dalam Sumatera Tengah telah mem-
bawa konsekuensi tersendiri terutama terhadap
marjinalisasi dan ‘penindasan’ dalam segala aspek. Dari sini
bermula meredupnya sejarah kegemilangan Riau yang
berlangsung berabad-abad lamanya. Keinginan untuk
memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Tengah pun tidak
terelakkan. Dalam perjalanan selanjutnya, sebagai daerah
yang jauh dari pusat kekuasaan amatlah jauh tertinggal
dari Sumatera Barat saat ini dalam segala bidang.
1. Perjuangan Memisahkan Diri dari Provinsi Sumatera Tengah
Sebelum berdiri sendiri, Provinsi Riau tergabung
dalam Provinsi Sumatera Tengah bersama Sumatera Barat
dan Jambi. Menjadi bagian dari wilayah Provinsi Sumatera
Tengah ternyata tidak membawa manfaat banyak terhadap
pembangunan sehingga timbullah keinginan untuk
memisahkan diri dan membentuk provinsi sendiri.
Gerakan ini dipelopori oleh beberapa pemuka masya-
rakat Riau. Mereka menginginkan daerah otonom ter-
itu, Kerajaan Melayu Riau terus melemah. Sebaliknya ke-
kuasaan Belanda yang berkedudukan di Tanjungpinang
semakin meluas. Semakin berkembangnya kekuasaan
Belanda atas Riau, bukanlah tanpa perlawanan. Perjuangan
rakyat Riau terhadap Belanda, terus berkobar baik yang
bersifat lokal maupun menyeluruh.
Lihatlah perlawanan Kerajaan Siak tahun 1752-1753
di Pulau Guntung yang dimulai oleh Raja Kecik. Juga per-
juangan Yang Dipertuankan Muda Riau IV Raja Haji Syahid
Fisabilillah tahun 1762-1764 di Bintan dan Melaka. Lalu
dikenal pula perlawanan Tuanku Tambusai di Rokan
semasa 1820 hingga 1839. Juga terjadi Perang Mondang
Komango di Rokan (1887-1889) dan Perang Siak tahun
1857-1858. Perjuangan melawan Belanda juga berlangsung
lewat perlawanan Datuk Tubano di Bangkinang, perlawan-
an Hulubalang Canang di Kerumutan dan Perang Manggis
di daerah Indragiri tahun 1905. Di perairan Riau juga terjadi
gerilya laut hingga 1824 dan Perang Reteh yang dipimpin
oleh Panglima Besar Tengku Sulung tahun 1898. Semua
ini membuktikan terjadinya perjuangan dalam masa yang
sangat lama dan turun-temurun.
Semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan,
Riau berstatus daerah Keresidenan yang semula berkedu-
dukan di Pekanbaru. Hal ini dilakukan karena Kota
Tanjungpinang yang merupakan ibukota keresidenan pada
masa Hindia Belanda sudah diduduki oleh militer Belanda
(NICA). Pada awalnya Keresidenan Riau berada langsung
di bawah Gubernur Sumatera. Kemudian ditetapkan
berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tanggal
15 April 1948 berada dalam kuasa Gubernur Muda
GERAKAN RIAU MERDEKA 7776 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
dari Kampar, Ali Asral Jamal dan Haji Muhammad
dari Bengkalis serta Ahmad Yusuf dari Indragiri;
3. Membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR)
yang sekretariatnya berkedudukan di Pekanbaru.
Para pengurusnya adalah Yahya Qahar, Atan bin Mat,
H. Abdul Hamid Yahya, Anas Bey, Wan Mochtar
Hasan, Mahmud, dan Umar Awaluddin.
Hasil kongres ini disosialisasikan kepada para pelajar
asal Riau di Sumatera Barat oleh para pemuda. Gayung
pun bersambut. Konferensi Pemuda dan Pelajar Riau se-
Sumatera Barat tanggal 23 Oktober 1954 di Bukittinggi
diketuai oleh Hasan Basri Js dan Intan Judin sebagai sekre-
taris. Para utusan konferensi ini berasal dari pelajar Riau
yang sekolah di Bukittinggi, Padang, Padangpanjang,
Payakumbuh, dan Batusangkar (Sumatera Barat). Lalu
diperkuat lagi oleh Kongres Pemuda Riau Komisariat
Indragiri di Rengat. Kemudian diselenggarakan Kongres
Komisariat Pemuda Riau Kepulauan 22 Maret 1955.
Pada sidang pleno DPRDS Bengkalis 25 Februari 1955
dirumuskan bahan-bahan untuk konferensi desentralisasi
yang melibatkan DPRDS/DPDS se-Indonesia di Bandung
yang ber-langsung tanggal 10-14 Maret 1955. Salah satu
agenda yang akan diusung pada konferensi itu adalah
tuntutan agar Riau dijadikan provinsi tersendiri. Hal ini
diterima oleh kabupaten lainnya se-Riau lewat pertemuan
Ketua DPRDS I antar empat kabupaten dalam Keresidenan
Riau di Bengkalis 7 Agustus 1955 yang berhasil membuat
beberapa keputusan, yaitu:
1. Memajukan resolusi kepada pemerintah agar daerah
Riau yang meliputi empat kabupaten dijadikan daerah
sendiri. Hal ini kemudian diperkuat dengan Kongres
Pemuda Riau tanggal 17 Oktober 1954. Selanjutnya
kongres membentuk Badan Kongres Pemuda Riau (BKPR)
yang pada tanggal 27 Desember 1954 mengirim utusan
kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta.
Gerakan ini awalnya mendapat tantangan dari pihak-
pihak Sumatera Tengah dengan menuduh bahwa daerah
ini (baca: orang Riau) coba membangkitkan kembali
feodalisme. Argumentasi yang coba dikemukakan oleh
pihak-pihak yang kontra adalah melihat latar belakang
Kemaharajaan Melayu dulu maka upaya mem-bangkitkan
kembali feodalisme dijadikan sebagai modal untuk
menyerang agar pembentukan Provinsi Riau menjadi
gagal.
Gerakan untuk memisahkan diri dari Provinsi
Sumatera Tengah mendapat respon dari para pemuda.
Secara aktif mereka melakukan kongres maupun konfe-
rensi yang antara satu dengan lainnya saling mendukung
dan menguatkan keinginan tersebut. Kongres Pemuda
Riau I dilaksanakan di Pekanbaru pada tanggal 17 Oktober
1954. Kongres ini dihadiri utusan-utusan pemuda dari
seluruh daerah di Riau. Pada kongres tersebut dihasilkan
beberapa keputusan, yaitu:
1. Memajukan petisi kepada pemerintah pusat agar
daerah bekas Keresidenan Riau meliputi 4 kabupaten,
yaitu Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepulauan
Riau dijadikan daerah otonomi yang luas pada tingkat
provinsi;
2. Untuk memperjuangkan petisi tersebut dikirim satu
delegasi masing-masing Yahya Qahar dan Atan bin Mat
GERAKAN RIAU MERDEKA 7978 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Gedung Setia Dharma Pekanbaru dilaksanakan Kongres
Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Masyarakat Riau se-
Indonesia. Saat itu, hadir seluruh perwakilan pelajar dan
mahasiswa Riau yang menuntut ilmu pengetahuan di
Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, Padang, Bukittinggi,
Pekanbaru, dan dari kota-kota lain.43
Pada kongres itu juga dibuat program kerja pemuda
Riau untuk meningkatkan bidang pendidikan, sosial, dan
ekonomi masyarakat Riau. Selain itu, kongres juga berhasil
mengeluarkan rekomendasi yang berisi:
1. Pelaksanaan Provinsi Riau tiga kabupaten (Kampar,
Indragiri, dan Bengkalis) yang dilakukan oleh Dewan
Banteng dengan Gubernur Militernya, tidak diterima
oleh putra-putra daerah Riau;
2. Pelaksanaan Provinsi Riau menghendaki tenaga-
tenaga yang militan dan revolusioner yang berasal dari
putra daerah Riau;
3. Putra daerah Riau tidak menginginkan terpisahnya
Riau daratan (Kampar, Indragiri, dan Bengkalis)
dengan Kabupaten Kepulauan Riau.44
Untuk memperjuangkan tuntutan tersebut, kongres
43 Ketika itu muncul wacana Putra Daerah karena banyaknya jabatan-jabatan strategis diisi oleh bukan putra Riau yang notabenedianggap tidak ambil peduli dengan nasib orang-orang Riau yangkian hari kian terkebelakang.
44 Rekomendasi ini tidak terlepas dari konstelasi politik nasional danlokal ketika itu yakni terjadinya pemberontakan PemerintahRevolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Bukittinggisebagai pusat gerakan yang dimotori oleh perwira-perwira militeryang tidak puas dengan kebijakan Presiden Soekarno yangcondong lebih dekat ke PKI kala itu. Sebagai bagian dari ProvinsiSumatera Tengah, Riau tidak terlepas dari konflik elit tersebut.
otonom tingkat I;
2. Membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi
Riau (P3R) yang diketuai oleh H. Abdul Hamid Yahya
dan H. Muhammad Amin sebagai wakil ketua, sekre-
trais T. Kamaruzaman, dan anggota P3R diambil dua
orang dari anggota dewan dari tiap-tiap kabupaten.
Pada 1-9 September 1955 delegasi DPRDS empat
kabupaten itu mengadakan pertemuan dengan pemuka-
pemuka Riau menghadap Menteri Dalam Negeri Mr. R.
Soenarjo yang menghasilkan keterangan Nomor De/44/
12/13/7 yang ditanda-tangani oleh Menteri Dalam Negeri.42
Isi surat itu antara lain menyebutkan bahwa, “Persoalan
itu akan diberi perhatian seperlunya dan pembagian
wilayah RI dalam daerah yang baru sedang direncanakan.”
Menindaklanjuti hal tersebut, dibentuklah Badan Peng-
hubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta.
Berikutnya lahirlah Ikatan Pelajar Riau (IPR) di Jakarta
26 Agustus 1956 yang diketuai oleh Aidir Sani. IPR ini
berdiri bersamaan dengan Ikatan Warga Riau (IWR) yang
diketuai DM Yanur. Berdirinya IPR dan IWR semakin
memperkuat gerakan menuntut pembentukan Provinsi
Riau tersebut di Jakarta. Pada 17-19 Oktober 1957 di
42 Dalam pertemuan delegasi Riau dengan Menteri Dalam Negeriketika itu ada cerita menarik. Mr. Soenarjo, selaku Menteri DalamNegeri tidak mengenal Riau. Ketika itu ia menanyakan, “Dimanakah Riau?”. Delegasi merasa sangat kecewa denganpengetahuan Mr. Soenarjo yang notabene mengurus hal ihwaldalam negeri. Mereka heran, Riau yang kaya akan sumberdayaalam dan memiliki sejarah gemilang serta menyumbangkanbahasa nasional, tidak dikenal. Uraian lebih lengkap harap periksaTaufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit, h. 44-46.
GERAKAN RIAU MERDEKA 8180 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
belajar Tari Piring dan Babendi-bendi.45
Seorang tokoh masyarakat Riau, Wan Ghalib, yang
juga terlibat langsung dalam gerakan pemisahan Riau dari
Provinsi Sumatera Tengah menuturkan bahwa kebijak-
sanaan yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera
Tengah kala itu sangat Sumatera Barat sentris. Setelah
bergabung dengan Sumatera Tengah, jabatan-jabatan
kunci di Riau telah diambil alih oleh tenaga-tenaga dari
Sumatera Barat seperti Bupati. Wedana, dan camat-camat
di Kepulauan Riau. Begitu pula tentang mulai diterapkan-
nya sistem nagari di Riau.
Tabel 1
Jumlah Sekolah Menengah Pertama Negeri, Swasta, dan Swasta Subsidi di Provinsi Sumatera
Tengah Berdasarkan Wilayah Tahun 1959
Sumber: Bahan olahan (dikutip dari Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, DariPercikan Kisah Membentuk Provinsi Riau, Yayasan Pusaka Riau,Pekanbaru, hal. 32)
Di bidang pendidikan hal yang sama juga terjadi. Pada
tahun 1950-an, di Provinsi Sumatera Tengah tercatat 27
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri. Dari angka itu,
45 Tari piring dan babendi-bendi adalah kesenian Minangkabau.Uraian lebih lengkap tentang terlantarnya Riau dalam segalaaspek lihat Taufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit, h 30-43.
ini pun membentuk Dewan Pimpinan Tertinggi Badan
Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Riau
(DPT-BKPPMMR) yang diketuai oleh T. Makhmud Anzam,
wakil ketua Anwar Saleh, Ahmad Natar Nasution sebagai
sekretaris, dan Husnan Syech sebagai wakil sekretaris, dan
bendahara dipercayakan kepada Syarfinah Nasir.
Pada 20 Januari 1958, delegasi DPT-BKPPMMR yang
terdiri dari T. Makhmud Anzam, Azhar Jalil, dan Abu
Hasyim K tiba di Jakarta. Mereka berkonsultasi dengan
Badan Penghubung Persiapan Provinsi Riau di Jakarta.
Puncak dari semua perjuangan masyarakat Riau kala itu
adalah dilaksanakannya Kongres Rakyat Riau I tanggal 31
Januari-2 Februari 1958.
2. Marjinalisasi Kultural, Ekonomi, dan Politik secara Sistemik
Upaya untuk memisahkan diri dari Provinsi Sumatera
Tengah bukannya tanpa alasan yang logis. Sebagai bagian
dari Provinsi Sumatera Tengah, Riau tidak teperhatikan.
Ironisnya, tidak saja ketertinggalan pembangunan yang
dirasakan akan tetapi secara kultural juga berlangsung pe-
nindasan baik soal penamaan kawasan maupun kesenian.
Banyak saksi sejarah yang dapat mengisahkan bagai-
mana Keresidenan Riau terlantar sejak pemerintah menya-
tukan keresi-denan ini dengan Sumatera Tengah yang
berpusat di Bukittinggi pada tahun 1950. Beberapa contoh
dapat dikemukakan di sini. Di Telukbelitung, salah satu
kecamatan di Kabupaten Bengkalis misalnya tidak
disuguhkan Tari Zapin dan Joget yang sudah mengakar di
daerah ini. Salah seorang yang menempuh Sekolah Rakyat
kala itu, Hj Azizah, menuturkan bahwa mereka justru
GERAKAN RIAU MERDEKA 8382 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
dan Jambi tidak ada sumbangan sama sekali. Untuk
jelasnya lihat tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 :
Ekspor hasil hutan Provinsi Sumatera Tengah berdasarkan wilayah tahun 1959
Sumber : Data olahan (dikutip dari Taufik Ikram Jamil, Ibid, hal. 35)
Demikian pula pada sektor pertambangan. Penemuan
minyak pertama kali tahun 1924 di Kubu, Sebangar, dan
Duri oleh PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) menyebabkan
kawasan ini cukup cemerlang. Pada tahun 1952, minyak
dari Minas pertama kali diekspor melalui Pelabuhan
Perawang dan Sungaipakning.
Sejak saat itu, produksi minyak CPI terus menanjak.
Kalau pada tahun 1952 produksi minyak CPI hanya 15.000
barrel per hari (bph), pada tahun 1954 sudah melonjak
mencapai 43.000 bph. Hanya satu tahun kemudian yakni
tahun 1955, setelah ladang Bekasap ditemukan, produksi
CPI mencapai 61.000 bph, bahkan menjadi 89.000 bph
pada tahun 1957. Seiring dengan ekplorasi dan eksploitasi,
pada bulan Februari 1957, produksi minyak CPI sudah
hanya empat SMP yang berada di Keresidenan Riau yang
terletak di ibukota kabupaten yakni Pekanbaru satu buah,
Rengat satu buah, Bengkalis satu buah, dan Tanjungpinang
satu buah. Selebihnya yakni 21 SMP berada di Sumatera
Barat dan hanya dua SMP yang berada di Jambi. Untuk
jelasnya lihat tabel 1 di atas.
Tabel 1. jelas menunjukkan ketimpangan dalam sarana
dan prasarana pendidikan di mana terdapat distribusi
jumlah sekolah yang tidak merata. Dari tabel di atas sebagai
perbandingan –untuk menjelaskan ketimpangan pen-
didikan antarwilayah— dapat diuraikan, yakni Kota
Padang dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa memiliki
tiga SMP negeri sedangkan Kabupaten Bengkalis yang
berpenduduk hampir 200.000 jiwa hanya memiliki satu
SMP negeri. Begitu juga pula Kabupaten Indragiri yang
memiliki jumlah penduduk 242.000 jiwa hanya memiliki
satu SMP negeri. Sementara Bukittinggi sebagai ibukota
Provinsi Sumatera Tengah memiliki enam buah SMP
negeri.
Begitu pula dengan Sekolah Teknik Pertama (STP),
Sekolah Teknik (ST), dan Sekolah Teknik Menengah (STM)
yang seluruhnya berjumlah 14 buah di Sumatera Tengah,
hanya satu STP yang dimiliki Riau (Pekanbaru) dan satu
STP di Jambi, selebihnya berada di Sumatera Barat.
Selain itu, sumberdaya alam yang berlimpah di Riau
tidak memberikan sesuatu yang berarti bagi pembangun-
an dan kesejah-teraan masyarakat Riau. Sumberdaya alam
dari sektor kehutanan antara lain balak, kayu gergajian,
teki, kayu api, arang, rotan, nibung, bengkawan, dan nipah
semua berasal dari Riau sementara dari Sumatera Barat
GERAKAN RIAU MERDEKA 8584 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
uan Riau segera dijadikan daerah otonomi tingkat I
Riau (Provinsi);
2. Menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rakyat
Riau adalah bangsa Indonesia yang tinggal dan mencari
nafkah di situ tanpa memadang suku;
3. Usaha untuk melaksanakan tujuan tersebut:
- Yakni membuat dan mengirimkan resolusi
kepada pemerintah dan DPR;
- Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan
Provinsi Riau untuk membuat nota penjelasan
mengenai keputusan tersebut;
- Kongres menugaskan kepada Panitia Persiapan
Provinsi Riau untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan segala pekerjaan guna mencapai
tujuan tersebut;
- Panitian Persiapan Provinsi Riau diharuskan
menambah anggotanya.
4. Tuntutan melalui parlemen agar pembentukan
Provinsi Riau dapat disamakan dengan pembentukan
provinsi-provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Aceh.
Perjuangan melalui parlemen oleh salah seorang
anggota dari unsur Perti yang bernama Ma’rifat Mardjani
juga harus dicatat dengan tinta emas. Meskipun mendapat
ancaman dari Ketua Umum Perti Sirajudin Abbas kala itu
yang akan merecall dari parlemen sekiranya tetap bersuara
lantang memperjuangkan pembentukan Provinsi Riau.
Selain itu, DM Yanur sebagai orang PNI juga menggunakan
jalur pendekatan ke partai dan tokoh-tokoh partai yang
mempunyai akses ke parlemen dan Kementerian Dalam
jauh melambung yakni 147.000 bph.46
3. Kongres Rakyat Riau I: Terbentuknya Daerah Otonom Provinsi Riau47
Pada tanggal 31 Januari 1956 dilaksanakanlah Kongres
Rakyat Riau I. Tak kurang peserta yang hadir sebanyak
576 orang yang terdiri dari 276 orang sebagai peserta penuh
dan 300 orang sebagai peninjau. Dari pihak pemerintah,
saat itu hadir Ruslan Muljohardjo, Gubernur Sumatera
Tengah yang mewakili Menteri Dalam Negeri, dan para
anggota DPRD serta seluruh Bupati dari empat kabupaten
se-Riau.48
Hasil Kongres Rakyat Riau menghasilkan beberapa
keputusan penting, yaitu:
1. Menuntut supaya daerah Riau yang meliputi
Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan Kepula-
46 Selain CPI, ketika itu PT Stanvac juga beroperasi di Riau, meskipunproduksinya tidak sebesar CPI akan tetapi sangat diperhitungkandalam upaya mendirikan Provinsi Riau. Stanvac beroperasi diIndragiri (tepatnya Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulusaat ini). Sumbangan lainnya yang amat besar dari Riau adalahproduksi laut. Bagansiapiapi ketika itu termasuk salah satupenghasil ikan terbesar di dunia. Hasil lainnya seperti kopra,gambir, karet, tepung sagu dll. juga disumb angkan oleh Riau.Data ini dibentangkan oleh Haji Muhammad yang tampil sebagaipemrasaran dalam Kongres Rakyat Riau (KRR) I. Dalamketerangannya, hasil ekspor tersebut hanya mencakup 3kabupaten, yakni Bengkalis, Kampar, dan Indragiri. DariKepulauan Riau tidak diperoleh data sebab daerah ini adalahdaerah bebas. Uraian lebih lanjut harap periksa Taufik Ikram Jamildkk, Ibid, h. 35-43.
47 Uraian tentang Kongres Rakyat Riau I ini sebagian besar penuliskutip dari Taufik Ikram Jamil dkk., Ibid, 44-74. Periksa juga HikmatIshak, Op. Cit, h. 61-62.
48 Uraian lebih lengkap tentang pelaksanaan KRR I harap periksaTaufik Ikram Jamil dkk., Op. Cit., h 54-59.
GERAKAN RIAU MERDEKA 8786 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
ini muncul bermula dengan diangkatnya anak jati Riau
Brigjen Arifin Ahmad menjadi Gubernur Riau ketiga (1966-
1978) setelah S. M. Amin dan Kaharuddin Nasution. Se-
telah Arifin Ahmad hingga tahun 1998, putra daerah praktis
tidak diberi kesempatan untuk menjadi gubernur karena
semua diatur oleh Soeharto dengan berbagai alasan, yakni
Riau daerah rawan sehingga harus dipimpin oleh militer.50
Selama Orde Baru, kondisi bukannya semakin mem-
baik akan tetapi penjarahan secara legal dilakukan tanpa
memperhatikan masyarakat lokal sehingga yang terjadi
justru marjinalisasi mas-yarakat tempatan. Riau dikapling-
kapling melalui pemberian HPH kepada konglomerat,
dibentuknya otorita Batam, Bintan, dan Natuna yang jelas-
jelas bertentangan dengan undang-undang.
1. Eksploitasi Sumberdaya Alam dan Kemiskinan di Riau
Kekayaan alam Riau menjadi salah satu daya tarik bagi
Pemerintahan Orde Baru untuk melakukan kontrol politik
dan ekonomi terhadap Riau. Selain sumberdaya alam yang
melimpah, Riau juga diuntungkan dengan posisinya yang
strategis berbatasan langsung dengan Singapura dan
Malaysia, dua negara handal di bidang ekonomi.
Sumberdaya alam yang utama adalah minyak bumi.
Minyak yang dihasilkan dari bumi Riau, khususnya dari
ladang minyak utama yang dikenal dengan Block
50 Tentang penempatan gubernur dari pusat selalu disebut olehTabrani Rab sebagai Gubernur Jenderal Jawa. TercatatSoebrantas Siswanto, Imam Munandar, dan Soeripto ketiganyaadalah orang Jawa dan berlatar belakang militer.
Negeri. Sementara Wan Ghalib sebagai Ketua Badan Peng-
hubung Pembentukan Provinsi Riau menjelaskan kepada
Menteri Dalam Negeri bahwa kemungkinan adanya be-
berapa daerah di Riau akan bergabung dengan Malaysia
sekiranya tuntutan pembentukan Provinsi Riau tidak
segera dipenuhi.49
Akhirnya Sidang Kabinet pada tanggal 1 Juli 1957 me-
nyetujui Riau dan Jambi menjadi provinsi melalui Undang-
undang Darurat No. 19 Tahun 1957 dan kemudian ditetap-
kan dengan Undang-undang No. 61 Tahun 1958 menjadi
Provinsi Riau. Pada tanggal 5 Maret 1958 dilantik Mr. S.
M. Amin menjadi Gubernur Kepala Daerah Provinsi Riau
di Tanjungpinang yang menjadi ibukota Provinsi Riau kala
itu. Pada bulan Januari 1960 selanjutnya dilantik Kaharuddin
Nasution sebagai gubernur kedua yang dilantik di
Pekanbaru. Ibukota Provinsi Riau selanjutnya dipindahkan
dari Tanjungpinang ke Pekanbaru berdasarkan SK
Mendagri No. Des 52/I/44-25 tanggal 20 Januari 1959.
D. Provinsi Riau Masa Orde Baru
Di masa awal pemerintahan Orde Baru timbul sebuah
harapan akan perbaikan dari orde sebelumnya. Harapan
49 Dalam sebuah kesempatan, yakni pada sidang tanggal 19 Oktober1956 dan 22 Oktober 1956, dalam pemandangan umum Ma’rifatMardjani mengeluarkan pernyataan keprihatinan atas lambatnyarespon pemerintah pusat dalam merealisasikan pembentukanProvinsi Riau. Perjuangan melalui pers kala seperti Suluh Indone-sia, Pedoman, Abadi, Keng Po, Haluan, Majalah Gelora, Indonesia Raya,Bahtera, Antara dan lain-lain juga dilakukan secara elegan sebagaialat untuk melawan provokasi pihak-pihak yang inginmenggagalkan perjuangan masyarakat Riau. Uraian lebih lengkapharap periksa Taufik Ikram Jamil dkk., Ibid, h. 63-73.
GERAKAN RIAU MERDEKA 8988 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
sebanyak 42.927.910 ton.
Sementara kekayaan alam lainnya berupa emas di
sepanjang Sungai Singingi dan Logas, Indragiri Hulu,
dengan luas lokasi 248.284 hektar. Di Riau juga terdapat
batubara di daerah Cerenti, Lubukjambi, Singingi dan
Rokan diperkirakan memiliki deposit jutaan ton dan
mampu berproduksi selama 60 tahun. Selain itu, bahan
galian golongan C seperti batu granit, pasir darat, pasir
bangunan, dan batu kapur sangat banyak depositnya di
Kepulauan Riau, khususnya di Pulau Karimun. Pasir urug
merupakan primadona ekspor ke Singapura.52
Studi Mubyarto dkk. (1993) tentang Riau, bahwa
ternyata kekayaan alam tersebut tidak berdampak
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat tempatan.
Mubyarto mencatat jumlah penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan sekitar 13 persen pada tahun 1990.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tetesan ekonomi
minyak bagi masyarakat setempat tidak signifikan.
Pendapat per kapita penduduk tanpa minyak hanyalah
sekitar 13 persen dari pendapatan termasuk minyak,
sehingga karena peng-hasilan dari minyak bumi ini
seluruhnya merupakan penghasilan pemerintah pusat
52 Singingi dan Logas saat ini masuk wilayah Kabupaten KuantanSingingi. Di kawasan Kepulauan Riau, ironisnya penambanganpasir laut banyak dinikmati oleh cukong-cukong dari Pusat sebagaiakibat pemberian Kuasa Pertambangan secara sentralistik.Akibatnya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya, banyakpulau yang tenggelam dan berakibat terhadap hasil tangkapannelayan sekitar. Saat ini, penambangan pasir tersebut telahdihentikan dan menjadi polemik tiada henti apakah penambangantersebut layak dibuka kembali atau tidak.
Kangguru, yakni Minas, Duri, Bangko, dan Kubu adalah
sebesar 835.000 bph atau sekitar 300 juta barrel per
tahun.51
Sumberdaya alam lainnya seperti gas alam terdapat
di Natuna. Cadangan gas alam ini diperkirakan mencapai
210 triliun kaki kubik atau dua kali lipat cadangan gas
Arun, NAD. Sementara timah telah ditambang sejak 2
abad lamanya di Pulau Singkep, Pulau Kundur, Siabu,
Bangkinang, dan Sei Giti, Tandun. Di Pulau Singkep yang
telah habis dieksploitasi, saat ini hanyalah tersisa bekas-
bekas galian. Akibat eksploitasi ini, menyisakan penderita-
an yang amat memilukan. Secara sosial ekonomi dan
budaya telah membuat penduduk tempatan tidak mem-
peroleh harapan akan masa depan pasca penambangan
timah tersebut.
Hasil tambang lainnya adalah bauksit yang terdapat
di Kijang, Pulau Bintan yang merupakan satu-satunya
tambang bauksit di Indonesia. Ditemukan sejak 1924 dan
mulai produksi sejak tahun 1935 oleh sebuah perusahaan
tambang Belanda NV Nibem. Selama 65 tahun beroperasi
(1935-2000), bauksit Kijang telah menghasilkan 43.151.311
ton dan diekspor ke Jepang, Cina, dan Amerika Serikat
51 Keempat kawasan tersebut masuk dalam Kabupaten Bengkalissebelum pemekaran Oktober 1999. Saat ini, Minas masuk wilayahKabupaten Siak Sriindrapura, Duri masuk wilayah KabupatenBengkalis, sementara Bangko dan Kubu masuk wilayah KabupatenRokan Hilir. Di salah satu ladang minyak bersejarah di Minas,tercatat sejak 1969 mulai beroperasi, hingga tahun 1997 telahmencapai 4 milyar barrel. Tentang uraian ini harap periksa HikmatIshak, Op. Cit., h. 27.
GERAKAN RIAU MERDEKA 9190 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
membagi ekonomi Riau menjadi tiga kategori. Pertama,
sektor pedesaan atau tradisional di mana lebih dari 60
persen angkatan kerja terlibat dengan pertanian sebagai
aktivitas utama. Kedua, sektor perkotaan atau modern, di
mana sekitar 30 persen angkatan kerja terlibat dalam
aktivitas-aktivitas seperti perdagangan, pengolahan, dan
jasa-jasa. Kategori ketiga adalah sektor enclave yang terpusat
di industri perminyakan. Walaupun hanya 10 persen dari
angkatan kerja terlibat di situ, tetapi lebih dari 75 persen
GDRP Riau berasal dari sektor ini.54
Selain minyak, sektor kehutanan di Riau juga meng-
hasilkan devisa yang besar buat negara. Luas hutan di Riau
adalah sebanyak 9,46 juta Ha yang terdiri dari hutan
produksi 3,84 juta Ha (40,59 persen), hutan lindung 0,40
juta Ha (4,20 persen) dan hutan lainnya (suaka alam dan
hutan produksi konversi) seluas 5,22 juta Ha (55,21 persen).
Dari sekitar 9,46 juta Ha luas hutan di Riau tersebut, 7,5
juta Ha dikuasai oleh 71 pemegang HPH.55
Tercatat PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) yang
mulai berproduksi tahun 1989 beroperasi di Perawang,
Kabupaten Siak dan PT Riau Andalan Pulp and Paper
(RAPP) beroperasi di Pangkalankerinci, Kabupaten
Pelalawan yang dibuka tahun 1992 dengan produksi
mencapai 300 ribu ton per tahun dan merupakan pabrik
54 Untuk lebih lengkapnya lihat Riwanto Tirtosudarmo, 1996,Demografi Politik: Pembangunan Indonesia dari Riau sampai Timor Timur,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 67-68.
55 Uraian lebih lengkap tentang hal ini harap periksa Tabrani Rab,2002, Menuju Riau Berdaulat: Pilihan Kongres Rakyat Riau II, Riau Cul-tural Institute, Pekanbaru, h. 62.
(sebelum diberlakukannya UU No 25 Tahun 1999 yang
efektif berlaku 1 Januari 2001, pen.), maka boom ekonomi
minyak sulit diharapkan berpengaruh besar pada pen-
dapatan masyarakat setempat.
Mubyarto memberi contoh, yakni kenaikan pen-
dapatan per kapita termasuk minyak yang lebih dari 2 kali
pada tahun 1974 hanya diikuti kenaikan 33 persen dalam
pendapatan per kapita non-minyak. Alasan lain dari kore-
lasi kecil antara ekonomi minyak dan ekonomi rakyat
setempat adalah karena ekonomi minyak masih bersifat
enclave. Artinya, ikatan ekonomi warga PT Caltex Pacific
Indonesia sebagai perusahaan penambangan minyak bumi
terbesar di Riau dengan ekonomi luar (Jakarta atau luar
negeri) lebih kuat ketimbang dengan masyarakat
tempatan.53
Hal ini diperkuat oleh studi Tirtosudarmo (1996) yang
53 PDRB per kapita Provinsi Riau tahun ketika itu sudah mencapaiRp. 4 juta atau $2.000, sama dengan PDB per kapita negaratetangga Malaysia. Tetapi apabila minyak bumi dikeluarkan dariPDRB ternyata nilainya anjlok menjadi Rp. 800.000,- atau $400.Uraian lebih lengkap harap periksa Mubyarto dkk., 1992, RiauMenatap Masa Depan, hasil penelitian P3PK UGM, h. 5-11, unpub-lished. Rendahnya multiplier effects tersebut juga disebabkan karenabidang pertambangan membutuhkan high-tech, sementarakualitas sumberdaya manusia di Riau ketika itu sangat rendah.Usaha untuk meningkatkan sumberdaya manusia di Riaubukannya tidak diupayakan oleh pemerintah daerah. PemerintahDaerah melalui Universitas Riau semasa Orde Baru berupayamembuka fakultas teknik dengan salah satu jurusan pertam-bangan untuk memenuhi tenaga kerja lokal agar terserap di sektorini, akan tetapi selalu gagal sebagai akibat sentralisasi. Sebagiancerdik cendekia di Riau berpendapat bahwa hal ini merupakanpolitik pembodohan yang dijalankan oleh Jakarta ketika itu.
GERAKAN RIAU MERDEKA 9392 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
dengan total produksi 237.088 ton per tahun. Namun
perkebunan karet ini sekarang mulai tergeser oleh perke-
bunan kelapa sawit yang luas arealnya 670.148 Ha dengan
kapasitas produksi 1.294.316 ton pada tahun 1997. Di per-
kebunan sawit ini, ada tiga perusahaan besar yang me-
nguasai perkebunan dan pengolahan crude palm oil (CPO)
sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, yakni
Salim Group, Sinar Mas Group, dan Tirta Mas.57
Meski memiliki sumberdaya alam yang begitu
banyak, namun potensi ini paradoks dengan kondisi
masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan rerata penduduk
di Riau terutama di sepanjang daerah aliran sungai relatif
rendah dibandingkan dengan daerah lain. Menurut Saleh
Djasit hal ini disebabkan karena, pertama, bahwa struktur
pembangunan ekonomi selama ini di mana sumberdaya
alam yang dikelola dengan sistem konglomerasi sebagai
biang penyebabnya. PT CPI misalnya sebagai perusahaan
pada modal, akan tetapi dampak ekonomi minyak kepada
57 Areal perkebunan sawit di Riau saat ini merupakan yang terluasdi Indonesia. Bisnis CPO ini sangat menjanjikan sehingga PT RAPPpun tergiur dengan mengakuisisi salah satu perusahaan SalimGroup yakni PT Inti Indosawit Utama yang lokasinya berdam-pingan dengan pabrik pulp and paper. Menurut ahli pertanian,perkebunan sawit yang cenderung terus meluas untuk jangkapanjang akan sangat merugikan Riau karena dapatmenghilangkan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, perkebunanmonokultur juga sangat riskan sekiranya harga CPO di pasarandunia anjlok sehingga akan berdampak pada perekonomianmasyarakat yang telah menggantungkan hidupnya pada sub-sektor ini. Dari keterangan beberapa petani, untuk 1 hektar lahansawit yang telah produksi penghasilan bersihnya berkisar Rp.750.000,- hingga Rp. 1 juta/hektar jika harga biji sawit stabil.
pulp dengan kapasitas produksi terbesar di Asia. Di dalam
rencana produksi jangka panjang RAPP menargetkan
produksi sebesar 750.000 ton per tahun dengan produk
utama kertas, tisu, dan bahan-bahan paket yang berasal
dari hutan tanaman industri seluas 159.500 ha.56
Di sektor perkebunan, Riau mempunyai perkebunan
karet rakyat yang luas arealnya mencapai 508.292 Ha
56 Sebenarnya banyak lagi perusahaan yang bergerak di bidangkehutanan di Riau daratan sebagai pemegang HPH. PemberianHPH oleh pemerintah pusat pada masa lalu justru memunculkankonflik antara perusahaan dengan masyarakat tentangkepemilikan lahan. Tuntutan mengemuka seiring runtuhnya OrdeBaru. Selain itu, dua perusahaan besar tersebut acapkali dituduhsebagai penadah kayu ilegal (illegal logging). Tuduhan iniberdasarkan luas HTI yang dimiliki perusahaan tersebut tidakmampu memenuhi target maupun realisasi produksi. Arealkonsesi kedua perusahaan itu tersebar hampir di meratakabupaten di Riau terutama di Kabupaten Kuantan Singingi,Pelalawan, Siak, Kampar, dan Rokan Hulu. Persoalan selalu munculadalah tumpang tindih kepemilikan lahan dengan masyarakatyang notabene tidak memiliki surat dan ganti rugi pembebasanlahan. Akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran di Riau inihampir tiap tahun kawasan yang berada di sepanjang daerahaliran sungai mengalami banjir yang tidak sedikit menimbulkankorban jiwa dan materi. Tentang hal ini, sebagian masyarakatRiau memplesetkan kepanjangan RAPP menjadi Riau Akan PorakPoranda. Pengalaman penulis sendiri ketika mengadakan surveiaspek sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Pelalawanmenemukan bahwa saat ini hutan nyaris tidak bisa diandalkansebagai mata pencaharian utama lagi karena telah dikapling-kapling oleh perusahaan besar sehingga ke depan pilihan menjadiburuh tani tidak terelakkan. Ini akan berdampak pada kehidupansosial ekonomi masyarakat yang semakin memburuk karenaberkaitan dengan kultur masyarakat tempatan yang relatifbergantung hidup pada alam. Uraian lebih lengkap harap periksaTabrani Rab, Ibid, h. 62. Tentang uraian rencana produksi dan luaslahan lihat leaflet RAPP, 1999.
GERAKAN RIAU MERDEKA 9594 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
didiami sekitar 3.500 jiwa. Saat ini, penduduk Batam lebih
dari 500.000 jiwa dengan dan selain sebagai basis utama
industri, juga merupakan gerbang kedua terbesar wisata-
wan mancanegara setelah Bali.
Bermula pada tahun 1969 ketika Pertamina mengga-
gas untuk mengembangkan Batam sebagai basis penunjang
perbekalan dan operasional penambangan dan gas lepas
pantai. Guna mewujudkan rencana itu dikeluarkan
Keppres Nomor 65 Tahun 1970 yang menetapkan Batam
sebagai basis logistik dan operasional industri minyak dan
gas bumi. Ibnu Sutowo ditunjuk sebagai penanggung
jawab dan biaya proyek ditanggung oleh Pertamina. Kemu-
dian keluar la gi Keppres Nomor 74/71 tanggal 20 Oktober
1971 yang menetapkan Pulau Batam sebagai daerah
industri, entreport partikelir; wilayah Batu Ampar (bagian
utara).
Dampaknya perkembangan Batam sangat pesat
karena sejumlah perusahaan besar mulai menanamkan
investasinya. Tak pelak, tenaga kerja dari berbagai daerah
di Indonesia mulai berdatangan. Pulau Batam dianggap
sebagai sebagai suatu fenomena baru perkembangan bisnis
di Indonesia.
Akibat pesatnya perkembangan Pulau Batam waktu
itu mulai terasa kesulitan teknis dalam pelaksanaan urusan
tanah, prosedur perizinan, dan pelaksanaan usaha. Akhir-
nya, pada tanggal 22 November 1973 dengan Keppres
Nomor 40 Tahun 1973, seluruh Pulau Batam dinyatakan
sebagai daerah industri. Keputusan ini menetapkan Pulau
Batam menjadi Daerah Otorita Pengembangan Daerah
Industri Pulau Batam atau Batam Industrial Development
masyarakat luas sangat kurang sehingga andil untuk
mengembangkan ekonomi daerah juga tidak begitu tinggi.
Kedua, perusahaan-perusahaan yang melakukan
investasi keuntungan yang didapat perusahaan tersebut,
tidak diinvestasi kembali di Riau, tetapi justru ditanam di
daerah-daerah lain atau ke luar negeri sehingga akumulasi
modal yang diharapkan tidak terjadi. Hal inilah yang
menyebabkan kontribusi ekonomi pada masyarakat lokal
rendah, meski tingkat pertumbuhan ekonomi di Riau di
atas pertumbuhan ekonomi nasional.58
2. Pembentukan Otorita Batam dan Bintan: Pelanggaran Konstitusi dan
Marjinalisasi Masyarakat Tempatan59
Di samping kekayaan alam yang melimpah, wilayah
Provinsi Riau terletak pada posisi yang sangat strategis
yakni berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia,
dan Vietnam. Salah satunya adalah Pulau Batam yang jarak-
nya hanya 22 mil dan berhadapan dengan Singapura. Luas
Pulau Batam adalah 415 kilomter persegi atau kira-kira 67
persen dari luas Singapura. Pada tahun 1960-an, Batam
merupakan kawasan kampung nelayan miskin yang
58 Brigjend. Saleh Djasit merupakan orang Riau pertama yangmenjadi gubernur pasca reformasi. Ia dipilih oleh DPRD hasilPemilu 1997. Orang Riau pertama yang menjadi Gubernur ketigasetelah Mr. S. M. Amin dan Kaharuddin Nasution adalah Brigjend.Arifin Ahmad (1966-1978). Terpilihanya Arifin Ahmad kala itukarena konsensus antara Soeharto dengan mahasiswa angkatan‘66 dari Riau yang menginginkan putra daerah untuk memimpinRiau. Tentang uraian tersebut di atas lihat Tabrani Rab, Op. Cit, h.63-64 dan 78-100.
59 Tentang uraian Otorita Batam banyak penulis kutip dan elaborasidari Hikmat Ishak, Op. Cit., h 355-382.
GERAKAN RIAU MERDEKA 9796 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Pengawasan Pembangunan sebagai ketua, Menteri Muda
Perindustrian sebagai wakil ketua, serta Menteri Penggerak
Dana Investasi, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pari-
wisata, Menteri Agraria/ Kepala BPN, dan Gubernur Riau
sebagai anggota. Ironisnya, Bupati Kepulauan Riau tidak
dilibatkan sama sekali. Dengan posisi ini jelas posisi
gubernur menjadi lemah.
Keluarnya Keppres tersebut praktis mengurangi tugas
pokok dan fungsi beberapa instansi pemerintah mulai dari
lurah, camat, BPN, Bappeda Tingkat I dan II dalam hal
perizinan. Adapun Hak Guna Usaha yang dikeluarkan
izinnya oleh TKPPR untuk investor Kawasan Wisata
Terpadu Lagoi, Bintan adalah 100 tahun.62
Dibentuknya kedua otorita tersebut pada hakikatnya
bagi penduduk tempatan tidaklah menjadi keberatan jika
62 Investor yang terbesar dari Singapura dengan mitranya SalimGroup, Indonesia. Meskipun memberikan kontribusi PAD sebesarlebih kurang Rp. 40 milyar kepada Kabupaten Kepulauan Riauakan tetapi masyarakat sekitar tidak mendapatkan lapanganpekerjaan dan peluang-peluang usaha sebagaimana dijanjikan.Selain itu, masyarakat yang dulu menguasai daerah sekitarkawasan Lagoi yang umumnya petani kelapa dan nelayantercerabut dari akar kehidupannya. Ganti rugi yang tidak layakyakni Rp. 100/m, membuat mereka semakin menderita.Perlawanan penduduk yang dimotori oleh mantan BupatiKepulauan Riau, Huzrin Hood, tidak membawa hasil karenasebagaimana diketahui solidnya rezim represif Orde Baru kalaitu. Ironisnya, bagi penduduk tempatan ataupun masyarakat KotaTanjungpinang yang ingin mengunjungi kawasan wisata tersebutsangat sulit karena harus melalui pemeriksaan yang ketat. Untukhari-hari tertentu dan weekend, praktis masyarakat tidakdibenarkan masuk kecuali wisatawan mancanegara yangumumnya berasal dari Singapura, Malaysia, Taiwan, Korea, danJepang. Masyarakat menyebutnya sebagai negara dalam negaradengan rezim wisatawan sebagai penggeraknya.
Authority (BIDA). Dengan wewenang sebagai daerah otorita
itu, Batam mulai tumbuh pesat. Batam berkembang de-
ngan wewenang yang tidak terbatas. Pada masa itu, orang
hampir lupa bahwa Batam adalah bagian dari Kabupaten
Kepulauan Riau, Provinsi Riau.60
Selain Batam, Pulau Bintan yang memiliki alam bahari
indah juga menjadi incaran para pejabat Jakarta yang
berkongsi dengan sejumlah konglomerat. Pulau Bintan pun
dirancang untuk kawasan pariwisata dan industri. Pasca
dikeluarkannya Paket Mei 1990, di Kepulauan Riau ter-
dapat 98 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
107 Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak di
bidang pertambangan, industri elektronika, perhubungan,
perkebunan, perdagangan, pariwisata, perikanan, dan
perumahan.61
Keluarnya Keppres Nomor 31 Tahun 1990 tanggal 28
Juli 1990 tentang Pembentukan dan Penugasan Tim
Koordinasi Pembangunan Provinsi Riau (TKPPR) yang
menempatkan Menko Ekonomi, Keuangan, Industri dan
60 Tentang hal ini, penulis punya pengalaman selama kuliah diYogyakarta. Ketika penulis mengenalkan diri berasal dari Riau,banyak yang bertanya , “Riau itu, sebelah mananya Batam?”Keluarnya Keppres ini jelas bertentangan dengan Undang-undangDasar 1945 yang tidak mengenal Pemerintahan Otorita dalamsistem pemerintahan di Indonesia selain provinsi dan kabupaten.Kala itu, semua urusan ditangani Otorita Batam. PemerintahDaerah praktis hanya mengurusi kartu tanda penduduk (KTP)semata. Uraian tentang dibatasinya wewenang pemerintahdaerah lihat Ali Yusri, 2002, Draft Disertasi Pascasarjana Univer-sitas Indonesia, h. 120-130, unpublished.
61 Lihat Investasi di Kabupaten Kepulauan Riau (Tanjungpinang:Pemda Kepri, 2000).
GERAKAN RIAU MERDEKA 9998 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
daerahnya sendiri.63
Keinginan agar dipimpin oleh putra daerah sebenar-
nya berawal sejak dibentuknya Riau menjadi provinsi
tersendiri pada tahun 1958. Ketika itu, orang Riau yang
memiliki gelar Mr. (Meester in the Rechten) hanya dua orang,
yakni Mr. Tengku Arief di Rengat dan Mr. Wan Chalidin
di Natuna. Akan tetapi pemerintah pusat menunjuk Mr.
S. M. Amin sebagai gubernur.
Berkaitan dengan keinginan masyarakat Riau agar
dipimpin oleh putra daerah adalah ketika peristiwa paling
menggemparkan konstelasi perpolitikan nasional kala itu,
yakni ketika calon pendamping Ismail Suko memenang-
kan pemilihan gubernur pada 2 September 1985 dengan
mengalahkan calon yang dijagokan oleh pemerintah pusat,
Mayjend. Imam Munandar,64 untuk jabatan gubernur
kedua kalinya. Akan tetapi, karena kuatnya intervensi
pemerintah pusat melalui Panglima ABRI Jenderal Benny
Moerdani dan Ketua Umum Golkar Sudharmono, hasil
Provinsi Riau mengalami krisis energi listrik sehingga terjadipemadaman bergilir setiap hari. Hampir semua kabupaten/kotadi Riau saat ini dipegang oleh putra daerah tetapi hal yangmengemuka bukan prestasi tapi justru kasus korupsi Huzrin Hooddan Jefry Noer yang dinon-aktifkan oleh Mendagri karena mogokmissal masyarakat Kampar. Kerinduan agar dipimpin oleh putradaerah saat ini telah menimbulkan sesuatu yang tak perlu semisalungkapan, “Biarlah koruptor asal orang awak. Duitnya tak dibawakeluar karena hidup matinya di sini.”
64 Imam Munandar termasuk salah satu gubernur kontroversialkarena cap kakinya pernah dibuat prasasti yang diletakkan dihalaman Gubernuran. Akan tetapi kemudian dibongkar atasperintah Mendagri Soepardjo Rustam karena adanya keberatandari tokoh-tokoh masyarakat Riau.
sekiranya pemerintah pusat memperhatikan mereka.
Artinya, masyarakat tempatan mestilah diuntungkan de-
ngan masuknya investor untuk menanamkan modalnya.
Selain itu, program community development dari investor
nyaris tidak dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepen-
tingan masyarakat tempatan. Hal ini karena pemerintah
pusat sendiri tidak memiliki political will. Sementara di
sisi lain, pemeritnah daerah tidak dilibatkan dan direkayasa
untuk tidak berdaya sebagai akibat sentralisasi kekuasaan.
Hal lainnya yang membuat frustrasi masyarakat tempatan
karena untuk tenaga kerja yang tidak membutuhkan skill
khusus pun, semisal satpam, mereka tidak dilibatkan.
3. Tragedi September Kelabu: Resistensi Elit Lokal terhadap Hegemoni
Pusat
Riau sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya alam
tetapi ironisnya tidak kurang dari 42 persen masyarakatnya
miskin. Kondisi faktual inilah dalam masyarakat Riau
selalu disebut dengan anak ayam mati di lumbung padi.
Meskipun sulit menjelaskan hubungan antara putra daerah
dengan kemajuan suatu daerah, banyak yang meyakini
bahwa salah satu penyebabnya adalah karena Riau
dipimpin oleh bukan putra daerah. Putra daerah diyakini
memiliki ikatan emosional dan moral untuk memajukan
63 Sebenarnya keinginan tersebut adalah bentuk perlawanankultural yang muncul sebagai akibat besarnya kepentingansegelintir elit di pusat terhadap Riau. Pada perkembangannya,setelah putra daerah memegang jabatan sebagai bupati ataupungubernur, kemajuan pembangunan di Riau kurang signifikan jikakemiskinan dan infrastruktur menjadi indikator. Kasus yang pal-ing aktual adalah hingga saat ini (2004, pen.) di Pekanbaru, ibukota
GERAKAN RIAU MERDEKA 101100 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Riau. Atar Sibero ketika itu mempersiapkan pemilihan
gubernur dengan Mayjen. Soeripto (Pangdam Bukit
Barisan kala itu) untuk menjadi Gubernur Riau periode
1988-1993. Selanjutnya, Soeripto terpilih kembali untuk
jabatan kedua kalinya, yakni 1993-1998.
E. Historiografi Keinginan Riau untuk Merdeka
1. Masa Orde Lama
Sejarah keinginan Riau untuk merdeka, sebenarnya
sudah muncul sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag tahun 1946. Melalui wakil Riau ketika itu, Wan
Kasim, yang mewakili Sultan Siak mengusulkan agar Riau
dimungkinkan untuk memperoleh kemerdekaan atau
status sebagai daerah khusus. Argumen yang
dikemukakan karena Riau lebih dekat ke Inggris
ketimbang kepada jajahan Belanda. Selain itu, semasa
kolonialisme berlangsung di Indonesia pemerintah Belanda
tidak mencampuri urusan hukum adat. Belanda mengakui
kewenangan swapraja secara politik. Mereka hanya
mengambil hasil dari suatu daerah untuk kepentingan
ekonomi. Kala itu, integritas swapraja dihormati sehingga
berdampak pada peningkatan ekonomi misalnya
perkebunan tembakau Deli di Sumatera Utara
berkembang, begitu juga dengan perkebunan karet di Riau
juga berkembang sangat pesat.67
Namun permintaan tersebut tidak memperoleh
tanggapan dan kemudian tenggelam dalam agenda-agenda
67 Hasil wawancara dengan Tabrani Rab tanggal 23 Juli 2004.
pemilihan tersebut dianulir dan Imam Munandar kembali
dilantik menjadi gubernur untuk kedua kalinya.65
Studi Yusri (1990) tentang mekanisme pengendalian
pemerintah pusat dalam rekrutmen elit politik lokal di
Riau menyatakan bahwa pusat tetap menginginkan
aktornya menjadi kepala daerah di Riau. Ini berkaitan
dengan potensi daerah Riau yang memberikan sumbangan
besar bagi pendapatan nasional. Menurut Yusri, jalan yang
memungkinkan untuk hal itu yaitu dengan mengendali-
kan elit politik local dalam rekrutmen politik di Riau.
Konflik kepentingan pusat-daerah timbul karena rasa
ketidak-puasan elit lokal terhadap elit pusat di daerah. Salah
satu bentuk perlawanan tersebut adalah dengan berupaya
memenangkan Ismail Suko sebagai gubernur meskipun
keputusan tersebut digagalkan dengan pendekatan
kekuasaan.66
Keengganan pusat agar orang Riau menjadi gubernur
semakin jelas ketika Imam Munandar wafat tahun 1988.
Pusat tidak menunjuk Wakil Gubernur Baharuddin Yusuf,
yang notabene orang Riau, menjadi gubernur. Pemerintah
pusat malah mengangkat Atar Sibero, Dirjen Pemerin-
tahan Umum dan Otonomi Daerah, sebagai Pjs. Gubernur
65 Dikatakan menggemparkan karena sejarah calon pendampingmengalahkan calon utama yang dijagokan pemerintah pusatbermula dari Riau. Ketika itu, pemilihan kepala daerah hanyalahformalitas belaka karena pemenangnya nyaris sudah diketahuisebelumnya.
66 Uraian lebih lengkap lihat Ali Yusri, 1990, Mekanisme PengendalianPemerintah Pusat dalam Rekruitmen Elit Politik Lokal di Riau, TesisFakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, h. 105-110, unpublished.
GERAKAN RIAU MERDEKA 103102 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
dan eksploitasi sumberdaya alam terhadap Riau selama
rezim Orde Baru. Keinginan untuk merdeka tersebut
antara lain disebabkan kondisi empirik di Riau selama ini.
Gagasan Riau untuk merdeka itu mulai muncul pada
tahun 1994. Ketika itu, di Riau terjadi kasus busung lapar
atau kekurangan energi pangan (KEP) di Desa Buluh Cina,
dan Desa Baru Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar,
Lipatkain, Kampar Kiri, Pekanbaru, dan Indragiri Hilir.
Kondisi Riau tersebut terbukti melalui studi Moebyarto
dkk tentang kemiskinan memasukkan Riau sebagai daerah
nomor dua paling miskin di Sumatera setelah Bengkulu.
Merespon data itu, diadakan sebuah pertemuan di rumah
Alazhar. Hasil pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa
Riau tidak mungkin dilindungi oleh pemerintah pusat.
Hasil kekayaan alam yang melimpah ternyata tidak mem-
bawa kesejahteraan buat masyarakat Riau. Oleh karena
itu, Riau harus merdeka. Ide itu semakin lama meluas.
Kala itu, Muchtar Ahmad dan Alazhar diundang oleh
70 Waktu itu juga disimpulkan bahwa Riau memang sebaiknyamerdeka. Akan tetapi gagasan tersebut ditentang keras oleh YeniRosa Damayanti, salah seorang aktivis perempuan yang semasaSoeharto lari ke luar negeri. Rupanya, ia sudah mencium gelagatadanya keinginan Riau untuk merdeka setelah membaca makalahMuchtar Ahmad maupun Alazhar. Muchtar menulis tentang Eco-nomic Sense of Malay (Perasaan Ekonomi Orang Melayu). Iamenguraikan dalam makalah tersebut bagaimana sumber-sumber ekonomi yang dimiliki oleh orang Melayu tidak bermaknabuat mereka. Kemudian pada tahun berikutnya ada sebuah semi-nar di Australia yang dirangsang oleh ramalan John H Naisbittyang mengatakan ke depan akan muncul ratusan negara-negarabaru. Dalam seminar itu dikaji di mana kira-kira akan munculnegara-negara baru tersebut dan di mana kira-kira daerah yangpaling siap untuk merdeka. Riau termasuk salah satu daerah yang
lain yang lebih besar. Kemudian keinginan itu muncul lagi
tahun 1950-an. Isu merdeka kemudian mereda ketika Riau
diberi status provinsi, terpisah dari Provinsi Sumatera
Tengah tahun 1956. Suara Riau merdeka bergaung lagi
tahun 1998 dalam diskursus otonomi luas, perimbangan
keuangan pusat-daerah dan semakin nyaring terdengar
setelah tumbangnya rezim Orde Baru.68
2. Masa Orde Baru
Semasa Arifin Ahmad,69 Gubernur Riau periode 1966-
1978, juga pernah dilakukan tuntutan bagi hasil sebesar
satu persen. Akan tetapi tidak diperhatikan pusat sama
sekali. Selama Orde Baru —meskipun sebatas wacana—
gerakan-gerakan intelektual kritis di Riau yang menyata-
kan agar Riau merdeka saja memisahkan diri dari Republik
Indonesia, diusung pertama kali oleh Alazhar semasa ia
tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Leiden, Belanda.
Argumen yang dikemukakan dan berkembang adalah
karena pemerintahan Soeharto menjalankan politik represif
68 Lihat DeTAK No. 69 tahun ke-2 tanggal 16-22 November 1999, lihatjuga Majalah DR, dalam liputan khusus tanggal 15-20 Maret 1999,h. 51.
69 Arifin Ahmad adalah Gubernur Riau ketiga setelah Gubernur Riaupertama Mr. S. M. Amin, orang Tapanuli kelahiran Aceh. GubernurRiau kedua adalah Kolonel Kaharuddin Nasution dan merupakangubernur pertama yang berasal dari militer. Gubernur Riaukeempat adalah Brigjen Soebrantas Siswanto yang meninggalsemasa bertugas. Gubernur Riau kelima adalah Mayjen ImamMunandar yang menjabat dua periode akan tetapi pada masaperiode kedua beliau meninggal ketika sedang bertugas. Gubernurkeenam adalah Mayjen Soeripto selama dua kali masa jabatandari 1988-1998.
GERAKAN RIAU MERDEKA 105104 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
di atas, justru semasa republik, kondisi Riau mengalami
kemunduran yang amat sangat dahsyat. Selain itu, ada
sebuah kondisi yang konstan di mana sekitar 85 persen
hasil dari luar Jawa lebih banyak dinikmati sekitar 60 persen
penduduk di Pulau Jawa dari 217 juta penduduk di
Indonesia. Dengan kondisi ini, Riau tak lebih sebagai
penyuplai kebutuhan penduduk di Pulau Jawa.71
Sebagai daerah modal yang merupakan penghasil
minyak terbesar di Indonesia, dalam banyak hal kondisi
Riau sangat ironis. Menurut data Bappeda Tingkat I Riau,
pada tahun 1997/1998 produksi total minyak di Provinsi
Riau sebesar 300,6 juta barrel. Atau rata-rata 835.000 barrel
per hari. PT. Caltex sendiri mampu memproduksi sekitar
700-750 ribu barrel per hari. Dengan harga minyak US$10
per barrel saja, Riau menyumbang US$8,35 juta per hari.
Jika patokan US$1 setara Rp. 8.000,- maka Riau
menyumbang Rp. 66,8 milyar per hari.72 Sebagai perban-
dianggap paling memungkinkan untuk merdeka. Hal itulah yangmenambah keyakinan bahwa kemerdekaan bagi Riau memangharus diperjuangkan. Hasil wawancara dengan Muchtar Ahmadtanggal 24 Juli 2004.
71 Wawancara dengan Tabrani Rab, Op. Cit. Tabrani Rab kemudianbercerita bahwa Mendagri Syarwan Hamid atas nama pemerintahketika akan melantik Sultan Hamengkubuwono X menjadiGubernur DI Yogyakarta didemo kemudian lari denganmenggunakan becak. Dengan menggerutu Tabrani mengatakan,“Sudahlah dia (baca: Jawa) tak punya duit, kita menyumbangsangat besar, orang Melayu (Syarwan adalah orang Riau pertamayang menjadi menteri kabinet, pen.) dibuat seperti itu (tidakdihormati, pen.). Sebagai orang Melayu, sudah jelas orang Riautidak menerima perlakuan terhadap Syarwan Hamid tersebut.”
72 Majalah Detektif Romantika, liputan khusus tanggal 15-20 Maret1999. h. 51-52
Belanda yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya ke-
dudukan Riau dalam pinggiran global.70
Tabrani Rab memperkuat argumen tersebut dengan
mengatakan bahwa apa yang terjadi di lapangan seperti
Caltex dan perusahaan yang datang kemudian seperti IKPP
dan RAPP, ditambah dengan 132 perusahaan perkebunan
di Riau telah merampas dan meluluhlantakkan tanah
ulayat. Tak ada pengakuan dari pusat terhadap tanah ulayat
di Riau. Pusat hanya mengakui tiga daerah di Indonesia
yang memiliki tanah ulayat yakni Sumatera Barat, Bali,
dan Papua. Dalam perjalanannya, negara RI telah menge-
rucut kepada unitarian (kesatuan) padahal pada masa awal
kemerdekaan PBB cenderung menginginkan bentuk
negara serikat. Ketika cengkeraman kekuasaan yang
monolitik semakin kuat pada masa Orde Baru, lebih dari
11 milyar barrel minyak Riau hanya dinikmati oleh tiga
orang yakni, Soeharto, Ali Murtopo, dan Ibnu Sutowo.
Keuntungan dari hasil minyak ini mereka manfaatkan
untuk membesarkan Golkar sebagai kendaraan politik dan
militer sebagai perpanjangan tangan Soeharto. Dampaknya
bagi sebagian besar orang Riau yakni ketertindasan dan
dimarjinalkan.
Akibat perlakuan buruk semasa Orde Baru tersebut
telah memunculkan semangat yang lain dengan melihat
sejarah kegemilangan Riau pada masa imperium Melayu.
Riau memiliki sejarah kegemilangan dengan berdirinya
Kerajaan Melayu Riau-Lingga abad 17, yang kebesarannya
setara dengan Majapahit. Artinya, kegemilangan Riau lebih
dahulu dari Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Padri
di Sumatera Barat (1830-1832). Berdasarkan alasan historis
GERAKAN RIAU MERDEKA 107106 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
74 Akibat eksploitasi tersebut baik secara ekonomi dan politik Tabrani–mengutip judul buku Revrisond Baswir—selalu menyebutnyadengan Pembangunan Tanpa Perasaan. Tak kurang ia telahmenulis lebih dari 14 buku untuk menggambarkan kondisi empirikdi Riau antara lain Penjarahan Minyak Riau, Penjarahan TanahRakyat di Riau, Penjarahan Hutan di Riau, Transmigrasi dan KonflikSosial, Kehancuran Ekonomi Rakyat oleh Pabrik Pulp & Paper,Pencemaran di Riau, Kapet Natuna dan Otorita Batam, NasibRakyat Kampar di PLTA Kotopanjang, Marjinalisasi Penduduk Riau,Perburuan Suku Asli di Riau, Polusi dan Penghidupan RakyatSetempat, Pemiskinan Rakyat Riau dan Daerah Terdepan BusungLapar, Penjarahan Pasir Riau untuk Reklamasi Singapura, danPembodohan Masyarakat Riau. Lihat juga Riant Nugroho D., 2000,Otonomi Daerah: Desentralisasi tanpa Revolusi, Elex MediaKomputindo, Jakarta, h. 191-192.
Riau dijual untuk reklamasi Singapura. Sekitar 82,7 persen
hak ulayat Riau diambil oleh konglomerat di Jakarta.
Daerah-daerah yang produktif seperti Batam, Natuna, justru
dipisahkan dari Riau dan dibentuk otorita sendiri. Hanya
dua hal yang tertinggal; sampah dan limbah. Hanya debu
saja yang belum sempat kami kirim ke Jakarta.74{}
dingan, pada tahun anggaran 1997/1998, Riau menyum-
bang Rp. 59,2 triliun ke pusat.
Sumbangan terbesar dari sektor perindustrian dan per-
tambangan. Pada saat yang sama, APBD Riau cuma Rp.
302 milyar. Tragisnya, lanjut Tabrani Rab menyodorkan
fakta, yakni rata-rata 30 persen masyarakat di Riau belum
tersentuh dunia pendidikan. Di Kabupaten Bengkalis
sendiri, tempat ladang minyak Caltex berada, sebanyak
17.154 KK tergolong pra-sejahtera.73
Tentang ketidakadilan dalam pembagian rezeki antara
pusat-daerah, Harian Kompas, mengutip Tabrani Rab,
membuat laporan bahwa Provinsi Riau merupakan daerah
penghasil devisa sekitar Rp. 60 triliun dalam setahun. Hutan
Riau habis dieksploitasi, dari sekitar 9,2 juta hektar, saat
ini yang masih perawan tinggal 450 ribu hektar. Pasir dari
73 Saat ini wilayah operasi Caltex tidak semuanya berada diKabupaten Bengkalis. Sebagian masuk wilayah Kabupaten Siak,Rokan Hilir, dan Kampar karena telah terjadi pemekaranKabupaten Bengkalis pada Oktober 1999. Jumlah sumbangan Riausaat ini lebih besar karena sebelumnya harga minyak dunia tidaksebaik sekarang yang berkisar US$40 per barrel (berdasarkanharga Juni 2004). Ini belum termasuk cadangan gas alam cair diNatuna sebesar 45 triliun kaki kubik. Dari pelbagai bahan bacaan,munculnya Gerakan Riau Merdeka lebih disebabkan persoalanekonomi terutama pembagian rezeki yang sangat tidak adil. Untukjelasnya lihat Ummat, No. 37 Tahun IV, 29 Maret 1999. Sementaraitu, Forum Keadilan mencatat sumbangan Riau ke pusat tahun 1997/1998 sebesar Rp. 64 triliun, namun yang diterima Riau sebesarRp. 1,03 triliun atau 1,6 persen. Lihat Forum Keadilan No. 33, 21November 1999, hal. 24. Tentang ketidakadilan ini periksa jugaSyahda Guruh LS, 2000, Menimbang Otonomi vs Federal:Mengembangkan Wacana Federalisme dan Otonomi Luas MenujuMasyarakat Madani Indonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 189-191.
GERAKAN RIAU MERDEKA 109108 J e j a k R i a u M en a p a k J a l a n K e m er d e k a a n
Bab 4
BERSATU DALAM GERAKPERJUANGAN
ergulirnya reformasi di tingkat nasional telah
menjadi bola salju munculnya gerakan reformasi
di daerah, khususnya di Riau. Dalam konteks Riau
Merdeka, hal ini menjadi penting, karena munculnya
gerakan yang dimotori oleh mahasiswa dari pelbagai
perguruan tinggi di Riau. Gerakan ini berlangsung, baik
masa sebelum maupun sesudah tumbangnya Orde Baru
tanggal 21 Mei 1998. Bersamaan dengan itu, muncul pula
gerakan moral terutama yang dimotori oleh sebagian besar
intelektual kampus serta bersatunya kekuatan gerakan
reformasi di Riau yang menyuarakan tuntutan bagi hasil
minyak. Semuanya memiliki pertalian dengan munculnya
Gerakan Riau Merdeka.
B
GERAKAN RIAU MERDEKA 111110 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
UIR tanggal 4 April 1998. Gerakan bersama mahasiswa
Unri, IAIN, dan UIR dilaksanakan di Kampus Unri Gobah
yang berakhir gaduh karena aksi penurunan bendera
setengah tiang.75
Gerakan dengan isu turunkan Soeharto ini berlanjut
tangal 5 Mei 1998 yang dikemas dalam dialog reformasi di
IAIN yang berakhir dengan aksi sweeping dan pembakaran
terhadap foto Soeharto di halaman depan Kampus IAIN
Susqa Pekanbaru. Puncak gerakan moral mahasiswa Riau
ini terjadi tanggal 7 Mei 1998 dengan aksi berdarah maha-
siswa dengan aparat keamanan. Pasca 7 Mei 1998 isu
tuntutan lengserkan Soeharto selalu disuarakan meskipun
tidak dalam aksi gabungan seperti semula.76
Sejarah pergerakan mahasiswa di Riau pada masa
Orde Baru sebelumnya sudah ada. Setidaknya gerakan
mahasiswa Riau dapat dibagi dalam tiga tahap. Pertama,
aksi mahasiwa Riau tetap menyatu dalam satu komponen
yang dimulai sejak tahun 1996 dalam satu forum Kesatuan
Aksi Mahasiswa Riau (KAMRI). Pada tahun 1997 berubah
menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Riau (KAMAR).
KAMRI dan KAMAR terdiri dari Senat Mahasiswa
75 Lihat Hendri Sayuti dan Repol, 2003, Gerakan Reformasi Riau 1998-2003, Bahana Press, Pekanbaru, h. 23.
76 Tanggal 7 Mei 1998 ini merupakan hari bersejarah dalam gerakanmahasiswa di Riau dan dijadikan sebagai tanggal dalammemperingati gerakan reformasi di Riau. Ketika itu, gerakanmahasiswa sangat solid karena hanya mengusung satu isu,reformasi total dan menjatuhkan Soeharto. Tingkat kepercayaanantarsesama mahasiswa sangat tinggi tanpa memandang uni-versitas asal. Uraian tentang hal ini lihat Hendri Sayuti dan Repol,Ibid, h. 24.
A. Gerakan Mahasiswa di Riau: Bola Salju GerakanReformasi Nasional
1. Gerakan Menuntut Reformasi Total dan Menurunkan Soeharto
Pengunduran diri Soeharto tanggal 21 Mei 1998 me-
rupakan momentum bagi tumbuh dan berkembangnya
benih-benih demokrasi di Indonesia. Setelah mengalami
masa interupsi selama 32 tahun, kata demokrasi agaknya
menjadi sesuatu yang jamak terdengar tetapi amat jauh
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih kurang dua bulan setelah dilantik untuk masa
jabatan presiden untuk keenam kalinya, Soeharto menya-
takan berhenti dari jabatannya. Hal ini karena gelombang
demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa menuntut
pergantian kepemimpinan nasional. Di Riau, sebagaimana
gerakan mahasiswa pada tingkat nasional juga pada awal-
nya terfokus pada isu pergantian kepemimpinan nasional.
Isu itu mulai digulirkan setelah beberapa orang
mahasiswa Riau mengadakan pertemuan di tingkat
nasional. Sekembalinya para aktivis yang berasal dari
Universitas Riau (Unri), Institut Agama Islam Negeri Sultan
Syarif Qasim (IAIN Susqa), dan Universitas Islam Riau
(UIR) serta dari perguruan tinggi lainnya, isu tersebut mulai
direalisasikan dalam bentuk aksi demonstrasi. Secara
bertahap, isu tersebut dimulai dari Unri, dan dilanjutkan
oleh mahasiswa UIR. Setelah itu terjadi gerakan pertama
tanggal 1 April 1998 yang digelar oleh Forum Mahasiswa
untuk Reformasi (FORMIS) di Kampus IAIN Susqa
Pekanbaru. Tanggal 2-3 April dilanjutkan oleh mahasiswa
Unri. Satu hari berikutnya, isu ini digelindingkan pula di
GERAKAN RIAU MERDEKA 113112 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Tahap kedua, aksi mahasiswa sudah terpolarisasi
kepada beberapa kelompok dengan mengatasnamakan
kampus masing- masing sebagai institusi perjuangan. IAIN
dalam aksinya muncul dalam wadah Forum Reformasi
Mahasiswa IAIN Susqa (FORMIS), Unri dengan Aliansi
Mahasiswa Peduli Reformasi (AMPER), dan UIR dengan
Daulah Mahasiswa.
Tahap ketiga, aksi mahasiswa sudah semakin terpola-
risasi kepada kelompok-kelompok kecil dengan mengatas-
namakan fakultas, jurusan, kelompok diskusi, organisasi
ekstrim kampus dan lain sebagainya.79
2. Pergerakan Reformasi Minyak Riau Semesta (Permesta)
Dalam menunggu ketidakpastian akan tuntutan bagi
hasil minyak, sekelompok mahasiswa Riau yang meng-
atasnamakan Permesta berhasil menduduki Pelabuhan
Ekspor milik PT Caltex Pacific Indonesia dan Kantor
Pertamina UP II di Dumai pada hari Jumat tanggal 11
Desember 1998 pukul 04.15 WIB. Gerakan ini diawali rapat
menginginkan gerakan mahasiswa solid dan meluas. Akibatperistiwa penjarahan tersebut, gerakan mahasiswa di Riauterpolarisasi. Inilah awal mula terjadinya perpecahan aksimahasiswa di Riau. Puncaknya adalah aksi AGAMIS yangmembakar Koperasi GAMARI dan Kim (semacam permainan judiketangkasan, pen.) yang di back -up oleh GAMARI tanggal 4 No-vember 1999. Faktor lain pecahnya gerakan mahasiswa di Riauadalah skandal 20 juta di mana sekelompok mahasiswa SMPTUnri melakukan kunjungan dan diskusi di Batam yang dananyaberasal dari Pemda Riau. Lihat Hendri Sayuti dan Repol, Ibid, h. 9-10. Periksa juga Johny Setiawan Mundung dalam Repol, Ibid, h. 77-79.
79 Ibid.
Perguruan Tinggi (SMPT) Unri, Universitas Islam Riau
(UIR), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) pada awal-
nya menyatu pada satu isu dan kelompok perjuangan
(pergerakan) dan berakhir pada tanggal 4 Juni 1998.
Kemudian gerakan mahasiswa ini mulai merespon isu-
isu politik pada tingkat lokal yang menyatu dalam suatu
gerakan yang diberi nama Forum Mahasiswa untuk
Reformasi (FORMASI). Aksi FORMASI yang dilakukan
selama tiga hari berturut-turut, yakni tanggal 2-4 Juni 1998
dengan menduduki Gedung DPRD Provinsi Riau. Tuntut-
an FORMASI, yakni agar kasus Soeripto, Paris Ginting,
Oesman Efendi Affan dituntaskan.77 Gerakan FORMASI
disusupi oleh sekelompok oknum mahasiswa yang
menjarah barang-barang pada gedung DPRD Provinsi Riau
sehingga aktivis IAIN menarik diri dari aksi tersebut.78
77 Soeripto ketika itu Gubernur Riau periode 1993-1998. Paris Gintingadalah orang kepercayaan Soeripto dan menjabat KepalaDirektorat Sosial dan Politik yang selalu memecah belah gerakansehingga timbul kebencian mahasiswa terhadap sepak terjangduet ini. Oesman Efendi Affan adalah Walikota Pekanbaru danterkait kasus peremajaan Pasar Pusat Pekanbaru yang ditentangoleh para pedagang yang terkena kebijakan tersebut. Ia dianggapmelakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proyekperemajaan tersebut.
78 Yang melakukan penjarahan ketika itu adalah oknum mahasiswaUnri yang selalu disebut dengan sekelompok “Preman Kantin”.Sebagian besar mereka adalah mahasiwa FISIP Unri yang selaluberkumpul di Kantin FISIP di Kampus Gobah Jalan Pattimura.Mereka bergerak bukan karena idealisme akan tetapi lebihkepada kepentingan pragmatis. Inilah cikal bakal berdirinyaGabungan Aksi Mahasiswa dan Alumni Riau (GAMARI). Dari aksiyang dilakukan menurut sebagian mahasiwa mereka ini bekerjaatas instruksi Kaditsospol Provinsi Riau, Paris Ginting yang tidak
GERAKAN RIAU MERDEKA 115114 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Satpam Pelabuhan Ekspor PT CPI.82
Mahasiswa yang tergabung dalam Permesta tersebut
yang terdiri dari komponen mahasiswa Unri, UIR, dan
IAIN melakukan orasi dan mereka menuntut agar PT CPI
dan Pertamina meng-hentikan kegiatan ekspornya satu
hari. Tuntutan tersebut bertujuan agar pemerintah pusat
dan dunia tahu bahwa Riau mempunyai kontribusi amat
besar pada Indonesia.
Setelah melakukan orasi selama tiga jam, mahasiswa
melakukan long march dengan membentang spanduk
yang berisi berbagai tuntutan. Di persimpangan jalan antara
Jalan Jenderal Sudirman dan Sultan Syarif Qasim mereka
berhenti. Salah seorang mahasiwa, Gusmar Hadi Al Ambo
menyampaikan orasi dan tuntutan yang isinya; pertama,
mendesak Presiden Habibie untuk segera merealisasikan
tuntutan 10 persen hasil penjualan minyak bumi Riau
dalam bentuk block grant, yang setiap tahunnya dimasuk-
kan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang diterbitkan melalui Keppres. Kedua, andaikan
tuntutan 10 persen tersebut tidak dikabulkan, mahasiswa
tidak bertanggung jawab atas segala bentuk gerakan yang
bersifat anarkis dari berbagai kalangan masyarakat Riau
demi terwujudnya tuntutan tersebut.83
82 Sejak Oktober 1999 Kota Dumai telah menjadi daerah otonom.Sebelumnya Dumai adalah Kota Administratif dan secaraadministrasi pemerintahan berada dalam wilayah KabupatenBengkalis. Jarak Pekanbaru-Dumai lebih kurang 180 kilometer.
83 Majalah Warta Unri, Ibid. Gusmar Hadi Al Ambo adalah maha-siswa IAIN dan salah seorang aktivis Gerakan Riau Merdeka dantermasuk salah satu dari enam orang aktivis yang masuk kemarkas inti GAM bertemu langsung dengan Tengku AbdullahSyafi’i.
di Bahana Mahasiswa UNRI tentang rencana aksi masalah
minyak Riau.80 Sekitar lebih kurang 150 orang mahasiswa
berhasil menduduki pelabuhan ekspor. Mereka mengguna-
kan empat buah bus dan berhenti tepat di depan gerbang
pelabuhan tersebut. Meskipun mendapat halangan dari
satuan pengaman pelabuhan, mahasiswa berhasil men-
duduki pelabuhan.81
Setelah berhasil memasuki pelabuhan, mahasiswa
memasang spanduk yang berbunyi “Kita Sebangsa dan
Senegara tapi Kita Tidak Senasib, Minyak Kami Dijarah,
yang Kaya Anda Juga.” Aksi ini dilanjutkan dengan me-
masang bendera merah putih di sebuah kapal tanker yang
sedang sandar di pelabuhan tersebut.
Selanjutnya mereka melakukan shalat subuh berjama-
ah. Pada saat mahasiswa melakukan shalat, aparat ke-
amanan yang terdiri dari Kodim 0303 Bengkalis dan Polres
Bengkalis dengan cepat memasuki pelabuhan dari dua
arah, darat dan laut. Aparat berusaha menghalau maha-
siswa ke luar pelabuhan. Komandan Distrik Militer, Letkol
(Inf.) Sutan Lubis sempat menghardik mahasiswa, “Pergi
kalian semua. Ini wilayah saya!” Meskipun dihardik dan
dibentak, mahasiswa tidak mau mengalah begitu saja.
Melalui perundingan yang alot akhirnya mahasiswa
mengalah. Aparat keamanan berhasil menggiring maha-
siswa ke luar areal pelabuhan dengan dikawal oleh aparat
Polres Bengkalis, Kodim Bengkalis, Lanal Dumai, dan
80 Lihat Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Ibid, h. 87.81 Lihat Majalah Warta Unri Nomor 1–XVI Januari 1999, Humas Uni-
versitas Riau, Pekanbaru, h. 26.
GERAKAN RIAU MERDEKA 117116 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
ini dilanjutkan di Pekanbaru dengan FORKOM Oil Long
March tanggal 29 Desember 1998.86
3. Perluasan Isu Perjuangan Mahasiswa di Riau
3.1. Isu Putra Daerah dan Pemekaran Kabupaten/ Kota di Riau
Setelah berhasil dalam turut serta menjatuhkan rezim
Orde Baru, wacana kepemimpinan putra daerah pasca
Soeripto lebih awal mendapat respon mahasiswa. Hasil dari
gerakan mahasiswa tersebut adalah tampilnya beberapa
orang putra daerah sebagai kandidat Gubernur Riau yang
akan melanjutkan estafet ke-pemimpinan pasca Soeripto.
Putra daerah yang tampil kala itu adalah Brigjend. (Purn.)
Saleh Djasit, Rivaie Rahman, Kolonel Muhammad Gadillah,
Muhammad Azaly Djohan, dan Firdaus Malik.87 Akhirnya,
depan. Menjelang masa-masa tersebut komponen masyarakatmulai menghitung berapa kira-kira dana yang bakal diperoleholeh Riau jika tuntutan tersebut dikabulkan. Seorang Deputi KetuaBappenas, Muhammad Abduh, menyatakan bahwa Riau hanyabutuh dana pembangunan sebesar Rp. 600 milyar/tahun.Pernyataan Abduh tersebut mendapat reaksi keras dari GKRMR.Dalam dialog GKRMR dengan Bappenas pada tanggal 10Desember 1998, Ketua Bappenas menyatakan bahwa pernyataanAbduh tersebut bukan sikap Bappenas. GKRMR memiliki hitungansendiri tentang bagi hasil 10 persen tersebut yakni sebesar Rp.3,8 trilium dengan asumsi harga minyak US$15 per barrel denganproduksi 1.000.000 barrel per hari. Uraian lebih lengkap hal inilihat Warta Unri, Op. Cit, h. 11-14.
86 Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Op. Cit, h. 90.87 Pemilihan Gubernur Riau era reformasi menjadi test case bagi
gerakan perlawanan terhadap dominasi Pusat terhadap politik ditingkat lokal. Meskipun mahasiswa terpecah-pecah karenamasing-masing memiliki bakal calon yang diusung, akan tetapihampir semua komponen masyarakat Riau sepakat bahwaGubernur Riau haruslah putra daerah. Pemilihan Gubernur Riauera reformasi pertama ini masih menggunakan UU No 5 Tahun
Setelah itu, mahasiswa kembali melakukan long
march menuju Kantor Pertamina Unit Pengolahan (UP) II
Dumai di Jalan Putri Tujuh. Mereka mendobrak pintu
pagar menuju kantor tersebut setelah usaha damai dengan
satpam tidak berhasil. Akibatnya, pintu pagar besi tersebut
tumbang dan mahasiswa berhasil memasuki halaman
Kantor Pertamina UP II Dumai. Mahasiswa diterima oleh
Kepala Pertamina UP II Dumai, I Putu Gede dan meminta
agar Pertamina segera mengirimkan faksimili yang berisi
tuntutan mahasiswa tersebut ke Jakarta.84
Gerakan mahasiswa ini berkelanjutan dan terbentuk
sebuah wadah perjuangan yang diberi nama Forum Ko-
munikasi Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (FORKOM
SMPT). Tanggal 17 Desember 1998, FORKOM SMPT
menyelenggarakan Musyawarah Masyarakat Riau. Hasil
musyawarah tersebut pada intinya tetap menuntut pem-
bagian hasil minyak bumi Riau kepada Pertamina melalui
PT CPI sebesar 10 persen.
Dalam pertemuan tersebut juga mengemuka per-
nyataan yang menegaskan bahwa tidak ada satupun
pernyataan pejabat pemerintah Indonesia yang dapat
dipercaya. Oleh karena itu, muncul tuntutan apabila segala
macam cara untuk mendapatkan hak rakyat Riau tidak
juga dipenuhi, maka harus ada gerakan untuk meng-
hentikan aktivitas PT CPI.85 Aksi tuntutan bagi hasil minyak
84 Ibid.85 Kala itu, tuntutan 10 persen yang disampaikan oleh GKRMR
langsung ke Jakarta menemui presiden pada tanggal 31 Juli 1998mendapat apresiasi yang cukup baik dari Habibie. Habibie berjanjiakan mengabulkan permintaan masyarakat Riau dua bulan ke
GERAKAN RIAU MERDEKA 119118 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
3.2 Isu Riau Merdeka
Mahasiswa merupakan pendukung utama dalam
gerakan Riau merdeka. Sebagai bentuk dukungan riil ter-
sebut adalah ketika diadakannya Kongres Rakyat Riau II
tanggal 29-31 Januari 2000. Mahasiswa yang tergabung
dalam Kelompok Angkatan Muda Riau berpartisipasi aktif
menggalang kekuatan. Hasilnya adalah mayoritas peserta
kongres memilih opsi merdeka.89
Perjuangan terhadap isu Riau Merdeka terus disosial-
isasikan meskipun harus berhadapan dengan pelbagai
resiko. Diawalinya 14 Agustus 2000 sekelompok maha-
siswa IAIN menjahit bendera tiga warna sebagai simbol
kebebasan. Pada tanggal 16 Agustus 2000 mimbar bebas
“Malam Riau Berkabung” di Kampus IAIN sekaligus di-
lakukan peluncuran Bendera Tiga Warna (bendera ke-
bebasan). Tatkala HUT RI yang ke-55 pada tanggal 17
Agustus 2000 bendera tiga warna dikibarkan mengganti-
kan bendera merah putih. Gerakan ini selain terus me-
nyuarakan Riau Merdeka, juga sebagai bentuk perlawanan
atas ketertindasan Riau oleh Pusat selama Indonesia
Merdeka. Akibat aksi mahasiswa IAIN tersebut, beberapa
mahasiswa ditahan oleh pihak kepolisian.90
tanggal 14 Juni 1998. Dalam pertemuan tersebut sikap LPRR adalahakan memperjuangkan putra daerah sebagai Gubernur Riau.Selain itu, juga diuntungkan oleh Mendagri yang dijabat olehSyarwan Hamid, yang merupakan putra Riau kelahiran Siak SriIndrapura.
89 Hendri Sayuti dan Repol, Op. Cit, h. 25-26.90 Ibid, h. 27. Periksa juga Gusmar Hadi Al Ambo dalam Repol, Op.
Cit, h. 91
Saleh Djasit terpilih sebagai Gubernur Riau periode 1998-
2003 dan dilantik tanggal 21 November 1998.
Selain isu putra daerah, mahasiswa Riau juga ikut
mem-perjuangkan terwujudnya pemekaran kabupaten/
kota di Riau menjadi lima belas kabupaten/kota dari
jumlah semula tujuh kabupaten/kota, yakni Kota
Pekanbaru dan Batam, Kabupaten Bengkalis, Indragiri
Hilir, Indragiri Hulu, Kampar, Kepulauan Riau. Kabupaten
Bengkalis terpecah menjadi 4 kabupaten, yakni Kabupaten
Bengkalis, Siak Sri Indrapura, Rokan Hilir dan Kota Dumai.
Indragiri Hulu terpecah menjadi dua, yakni Kabupaten
Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Kabupaten Kampar
terpecah menjadi tiga, yakni Kabupaten Kampar,
Pelalawan, dan Rokan Hulu. Kabupaten Kepulauan Riau
terpecah menjadi tiga, yakni Kabupaten Kepulauan Riau,
Karimun, dan Natuna. Satu-satunya kabupaten yang tidak
mengalami pemekaran adalah Kabupaten Indragiri Hilir.88
1974. Dari lima calon yang dikirim ke Mendagri oleh DPRD Provinsihasil Pemilu 1997, tiga nama yang disetujui oleh Mendagri,Syarwan Hamid. Ketiganya, yakni Saleh Djasit, Firdaus Malik, danM Azaly Djohan. Saleh Djasit, putra Rokan Hilir, sebelumnyamenjabat Bupati Kampar selama dua periode dan terakhir sebagaianggota DPR RI dari Fraksi TNI/Polri. Firdaus Malik, putra KuantanSingingi, saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri PekerjaanUmum RI, dan M Azaly Djohan, putra Siak Sri Indrapura, adalahmantan Bupati Bengkalis dan seorang birokrat karir yang barusaja memasuki pensiun. Terakhir ia menjabat sebagai salah satuAsisten Setwilda Tingkat I Provinsi Riau.
88 Keberhasilan perjuangan mendudukkan putra daerah danpemekaran wilayah ini karena terjadinya sinergitas antar-komponen masyarakat Riau antara lain dipelopori olehmahasiswa, pemuda, tokoh masyarakat, akademisi, dansebagainya. LPRR secara khusus membahas suksesi gubernur
GERAKAN RIAU MERDEKA 121120 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
2001. Di tengah perjuangan menuntut pengelolaan minyak
oleh daerah, kontrak CPP Block diperpanjang oleh
Pemerintah RI melalui Deptamben selama setahun sampai
8 Agustus 2002. Perjuangan menuntut pengelolaan CPP
Block ini seterusnya melibatkan komponen masyarakat
luas mulai dari Pemerintah Provinsi, DPRD, tokoh masya-
rakat, swasta, mahasiswa, buruh, pengacara dan kelompok
strategis lainnya. Gubernur Riau, Saleh Djasit, menggalang
kekuatan dengan melobi anggota DPR RI dan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk kese-
pakatan kerja sama pengelolaan ladang minyak di CPP
Block antara Riau dengan Pertamina.92
Target pertemuan antara Gubernur dengan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral adalah untuk mendesak
pelimpahan kewenangan pengelolaan CPP Block kepada
Riau. Perundingan dengan Menteri ESDM tersebut dila-
kukan mengingat perundingan antara Riau dan Pertamina
dalam menentukan persentase pembagian hasil penge-
lolaan CPP Block menemui jalan buntu. Riau meminta
bagian 70 persen dan sisanya 30 persen untuk Pertamina.
Pertamina bertahan dengan porsi pembagiannya, yakni
51 persen untuk Pertamina dan sisanya 49 persen untuk
Riau.93
Karena tidak ada keputusan, agenda selanjutnya ada-
lah menemui Presiden Abdurrahman Wahid yang terdiri
dari tim teknis, DPRD Riau, Pemerintah Provinsi, tokoh
masyarakat, dan mahasiswa pada Januari 2001.
92 Ibid, h. 34-35.93 Ibid, h. 35
Perjuangan mahasiswa tidak hanya secara simbolis,
gerakan mahasiswa secara kultural juga berlangsung secara
terus menerus selama tiga tahun terakhir meskipun meng-
alami fluktuasi intensitas gerakan. Karakteristik gerakan
ini memiliki target merubah cara pandang masyarakat
terhadap Riau Merdeka itu sendiri melalui seminar, diskusi,
spanduk, rapat umum, peringatan refleksi, dan bedah
ideologi Riau Merdeka. Selain itu, secara simultan dan
kontinu dengan penuh kesadaran mahasiswa Riau selalu
menyuarakan spirit kemerdekaan Riau di even dan momen
pertemuan mahasiswa secara nasional.91
3.3 Isu Pengelolaan Ladang Minyak CPP Block
Dampak positif dari bergulirnya reformasi antara lain
adalah daerah dengan suara lantang terus memperjuang-
kan hal-hal yang selama rezim Orde Baru dianggap tabu
untuk dibicarakan. Momen ini dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh seluruh komponen masyarakat Riau
terutama digagas oleh mulai dari unsur Pemerintah Provinsi,
DPRD, tokoh masyarakat, swasta, mahasiswa, buruh,
pengacara, dan kelompok strategis lainnya untuk menun-
tut pengelolaan ladang minyak Coastal Plains Pekanbaru
Block (CPP Block) oleh daerah.
Ladang minyak CPP Block yang dikelola oleh PT
Caltex Pacific Indonesia (CPI) berakhir tanggal 8 Agustus
91 Ibid. Generasi pendukung utama Riau merdeka pada periode awalinilah menurut Muchtar Ahmad berpotensi menjadi gerakan latenkarena gagasan Riau merdeka ini sudah terinternalisasikanterutama di kalangan mahasiswa dan pemuda yang hingga kinimasih mengalir dan tertanam. Hasil wawancara dengan MuchtarAhmad pada tanggal 24 Juli 2004.
GERAKAN RIAU MERDEKA 123122 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
maka Rapat Akbar Masyarakat Riau mengambil kesim-
pulan bahwa pengelolaan CPP Block harus diblokir sambil
bernegosiasi dengan pemerintah pusat dan pihak-pihak
terkait. Batas waktu peninjauan ulang Keppres adalah 3 x
24 jam dari tanggal 4 Agustus 2001. Keempat, proses
pemblokiran CPP Block harus dilakukan dengan mem-
bentuk aliansi, di mana dalam aliansi tersebut terakomodir
semua komponen masyarakat Riau. Pembentukan aliansi
dikordinir oleh Saudara Alazhar. Kelima, aliansi harus
sudah terbentuk sebelum tanggal 8 Agustus 2001,
sedangkan proses dan mekanisme gerakan sudah harus
ditentukan sebelum tanggal 9 Agustus 2001.95
Perjuangan panjang ini akhirnya dilanjutkan oleh
masyarakat Kabupaten Siak dengan mendirikan PT Bumi
Siak Pusako (BSP). Secara teknis, BSP mulai beroperasi
tanggal 9 Agustus 2002. Dengan berhasilnya perjuangan
ini, Riau telah menorehkan sejarah dalam hal pengelolaan
minyak yang pertama kali oleh daerah.
B. Gerakan Moral Intelektual di Riau: PerjuanganKonsepsional
1. Lembaga Pemantau Reformasi Riau sebagai Pionir
Gerakan moral pertama di Riau yang dipelopori oleh
sebagian besar intelektual kampus dalam menanggapi
kondisi perpolitikan nasional kala itu adalah Lembaga
Pemantau Reformasi Riau (LPRR). Lembaga ini dibentuk
atas prakarsa Muchtar Ahmad, Rektor Universitas Riau.
95 Ibid, h. 38.
Abdurrahman Wahid sempat menjanjikan bahwa Riau
akan diberi hak mengelola CPP Block. Bahkan ia berjanji
Pemerintah Indonesia siap membantu mencarikan dana
untuk investasi. Niat bertemu Abdurrahman Wahid akhir-
nya gagal dan selanjutnya tim berupaya menemui Wakil
Presiden Megawati Soekarno Putri yang hanya diterima
oleh stafnya.94
Akhir Maret 2001, pemerintah Indonesia menyatakan
tidak mempunyai pilihan untuk Riau menyangkut penge-
lolaan CPP Block. Pemerintah tetap hanya mengembalikan
10 persen hak atas CPP kepada Riau seperti rancangan
Keppres yang pernah dibuat. Sebagai bentuk participating
interest, Riau berhak mendapatkan kompensasi khusus
pengelolaan CPP Block ini. Sikap pemerintah ini mendapat
reaksi keras dari masyarakat Riau. Menyikapi hal ini
dilakukan Rapat Akbar di Balai Adat Melayu Riau.
Rapat akbar tersebut menghasilkan Manifesto Politik
yang berisi lima poin penting, yakni; pertama, CPP Block
harus menjadi milik masyarakat Riau, keputusan ini sudah
menjadi komitmen bersama sebagai penegak marwah dan
martabat masyarakat Riau. Kedua, Keppres yang berkaitan
dengan perpanjangan kontrak CPP Block harus ditolak
karena tidak memasukkan aspirasi masyarakat Riau
khususnya tentang dana kompensasi dan keterlibatan
sumberdaya manusia tempatan. Perpanjangan dapat
diterima bila mampu mengakomodir aspirasi masyarakat
Riau. Ketiga, bila kedua tuntutan di atas tidak diterima,
94 Ibid, h. 36.
GERAKAN RIAU MERDEKA 125124 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Penelitian Industri dan Perkotaan Universitas Riau (PPIP
Unri) Jalan Pattimura No 9 Gobah Pekanbaru. Pada awal-
nya forum ini lebih banyak men-dengarkan informasi
terbaru dari Muchtar Ahmad tentang konstalasi perpoliti-
kan nasional kala itu.97
Pada pertemuan itu, Muchtar mengemukakan arti
pentingnya dibentuk sebuah lembaga yang secara intens
mengikuti perkembangan politik pada tingkat nasional
sambil menyikapi kondisi sosial, politik, ekonomi, dan
budaya pada tingkat lokal. Argumentasi yang dikemuka-
kannya adalah jika kondisi Indonesia chaos, Riau harus
sudah merancang alternatif-alternatif yang cerdas dalam
menyikapi kondisi Indonesia yang serba tidak menentu.
Hal ini penting agar –jika hal tersebut benar-benar terjadi—
maka dari pengalaman sejarah, Riau harus mengambil
inisiatif untuk tidak menyerahkan segala sesuatunya
kepada pihak luar (baca: republik). Sejarah penyerahan
kedaulatan kepada Republik Indonesia pasca revolusi
kemerdekaan, haruslah menjadi pelajaran yang berarti
untuk tidak mengulangi hal yang sama.98 Maknanya,
tersirat bahwa benih-benih Riau Merdeka sudah muncul
97 Selain menjabat sebagai Rektor Unri, Muchtar Ahmad juga aktifdalam organisasi Muhammadiyah. Ia banyak mendapat informasitentang gerakan reformasi nasional kala itu yang dimotori olehAmien Rais yang juga Ketua Umum Pusat Muhammadiyah.
98 Pasca diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, Sultan Syarif Qasim II yang merupakan Sultan Kerajaan
Siak Sri Indrapura yang terakhir merupakan raja pertama di Sumatera yang
menyatakan tunduk dan menyerahkan kedaulatan kepada republik.
Penyerahan kedaulatan ini diikuti oleh penyerahan benda-benda pusaka
kerajaan yang bernilai tinggi antara lain mahkota kerajaan yang terbuat dari
emas dan bertahtakan berlian dan kursi emas kebesaran kerajaan serta uang
Bermula dari keinginan pihak Universitas Riau dalam me-
respon gerakan reformasi di tingkat nasional yang me-
nuntut pengunduran diri Soeharto.
Diadakanlah sebuah pertemuan yang terdiri dari para
guru besar untuk membuat rumusan sikap universitas
secara kelembagaan menyikapi konstalasi perpolitikan
nasional kala itu. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah
rumusan yang sumir. Menanggapi hal itu, Muchtar Ahmad
langsung menyatakan menolak rumusan tersebut karena
dianggap ingin menjebak ia secara pribadi. Ia menyatakan
bahwa sebaiknya rumusan tersebut secara tegas menyata-
kan Soeharto harus mengundurkan diri. Oleh karena
kurang mendapat dukungan pada level universitas,
akhirnya Muchtar Ahmad berusaha menghimpun intelek-
tual kampus lainnya yang dianggap memiliki satu gagasan
untuk membentuk sebuah forum.96
Pertemuan pertama tanggal 19 Mei 1998 yang
dihadiri antara lain Muchtar Ahmad, Ashaluddin Jalil, Ali
Yusri, Aras Mulyadi, Deliarnov, Eddy A Mohd Yatim, dan
A. Z. Fachri Yasin. Pertemuan diadakan di Gedung Pusat
96 Hasil wawancara dengan Muchtar Ahmad tanggal 24 Juli 2004.Kala itu, ia baru tujuh bulan terpilih menjadi Rektor UniversitasRiau untuk periode pertama 1997-2001. Rumusan tersebut dibuatoleh kelompok pesaing yang kalah dalam pemilihan rektor. Olehkelompok pesaingnya pernyataan tersebut sengaja di blow upseolah-olah merupakan pendapat pribadi rektor. Orang pertamayang dihubungi Muchtar Ahmad adalah Ashaluddin Jalil, dosenJurusan Sosiologi FISIP Unri, yang juga Kepala Pusat PenelitianIndustri dan Perkotaan Universitas Riau (PPIP Unri) dan saat inimenjabat sebagai Dekan FISIP Unri 2003-2007.
GERAKAN RIAU MERDEKA 127126 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Kadin, Muhammadiyah, Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia Riau, Ikatan Dokter Indonesia Riau, Persatuan
Insinyur Indonesia Riau, advokat, pers, ulama, tokoh adat,
budayawan dan individu yang memiliki komitmen
terhadap reformasi.99
Lembaga Pemantau Reformasi Riau secara resmi
dibentuk tanggal 24 Mei 1998. Pada pertemuan kedua ini
dihadiri oleh 30 orang yang terdiri dari akademisi, cende-
kiawan, tokoh masyarakat, praktisi, profesional, pemuda,
dan mahasiswa. Pertemuan tersebut membahas perma-
salahan reformasi baik di tingkat daerah maupun nasional.
Dari pembahasan tersebut menghasilkan beberapa
keputusan, yakni; pertama, sepakat membentuk organisasi
yang bernama Lembaga Pemantau Reformasi Riau (LPRR).
Kedua, LPRR merupakan organisasi independen yang
berfungsi memantau dan mengawasi serta memperjuang-
kan pelaksanaan reformasi di segala bidang baik untuk
skala daerah maupun nasional. Ketiga, struktur organisasi
LPRR tidak dibuat secara hierarki tetapi merupakan
organisasi dinamis yang dikoordinir oleh seorang Sekretaris
Jenderal (Sekjen) dan dibantu oleh 4 sekretaris bidang.
Keempat, tugas dan wewenang Sekjen meliputi; meng-
kordinasikan bidang-bidang yang ada pada lembaga,
sebagai juru bicara lembaga untuk menyampaikan
99 Lihat notulen rapat LPRR tanggal 21 Mei 1998. Mundurnya Soehartomembuat peserta merasa forum ini harus lebih diperluas danpertemuan lebih diintensifkan. Pusat Penelitian Industri danPerkotaan Universitas Riau (PPIP Unri) ditetapkan sebagaisekretariat. Pada poin akhir notulen ditetapkan bahwa jadwalpertemuan selanjutnya adalah 24 Mei 1998.
meskipun tidak dalam bentuk ekstrim. Semua peserta
memiliki pandangan yang sama bahwasanya Soeharto
harus mengundurkan diri.
Pertemuan kedua tanggal 21 Mei 1998 diadakan
dalam menyikapi pernyataan berhentinya Soeharto sebagai
Presiden RI, peserta sepakat membentuk sebuah forum
yang diberi nama Lembaga Independen Pemantau
Reformasi Daerah Riau. Hasil pertemuan tersebut
merumuskan tiga agenda reformasi di Riau yakni; pertama,
membentuk lembaga independen yang bertujuan men-
dorong secepat-cepatnya terlaksana reformasi di Riau.
Kedua, tujuan jangka pendek memantau dan menginven-
tarisir hasil-hasil pembangunan yang berlangsung selama
ini di Riau. Ketiga, tujuan jangka panjang merumuskan
strategi pembangunan paling tepat untuk daerah Riau.
Dalam pertemuan itu juga disepakati untuk mem-
perluas keanggotaan forum, yakni dengan jalan masing-
masing individu menghubungi secara perorangan unsur
dari perguruan tinggi, senat mahasiswa, LSM, ICMI,
tunai sebesar 13.000.000 poundsterling. Tentang uraian ini lihat Muhammad
Isa Selamat, 2001, Riau Menuju Jalan Puncak: Gagasan Pembangunan dan Kekuatan
Jatidiri, Pusat Kajian Warisan Melayu Riau, Bengkalis, h. 64. Saat ini, kedua
benda tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.Tentang penyerahan
kedaulatan ini para ahli sejarah berpendapat bahwa ketika itu pemberontakan
oleh kerajaan-kerajaan kecil di Pesisir Timur Sumatera terhadap kedaulatan
Kerajaan Siak mulai menguat sehingga Sultan merasa kekuasaannya terancam.
Sebagian ahli berpendapat bahwa penyerahan tersebut karena Sultan sangat
membenci Belanda yang dianggap kaum kafir. Kecintaan Sultan terhadap
republik ini menurut hemat penulis karena Sultan menuntut ilmu dan
menghabiskan masa mudanya di Batavia (baca: Jakarta) sehingga telah
menumbuhkembangkan benih-benih nasionalisme yang dibuktikan dengan
cepat tanggapnya beliau dalam mengakui keberadaan republik.
GERAKAN RIAU MERDEKA 129128 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
mahasiswa.101 Melihat latar belakang anggotanya, lembaga
ini sangat disegani dan cukup efektif dalam mengeluarkan
pemikiran-pemikiran bernas melalui pernyataan-pernya-
taan di media massa hasil dari diskusi yang mendalam se-
bagai sumbangan pemikiran demi perbaikan Riau ke
depan.102
101 Di antaranya yang banyak terlibat dalam diskusi-diskusi awaldalam menyikapi konstelasi perpolitikan nasional kala itu adalahMuchtar Ahmad, Ashaluddin Jalil, Ali Yusri, Aras Mulyadi,Elmustian Rahman, UU Hamidy, Deliarnov, A. Z. Fachri Yasin dariUnri. Dosen UIR antara lain Azlaini Agus, M Husnu Abadi, Fauzi,dan Detri Karya yang hadir hanya satu kali pertemuan saja.Tercatat juga yang aktif sejak awal yakni Muhammad Herwan,Zainul ikhwan, dan Wan Zainal. Selanjutnya banyak yang tertarikdengan kelompok ini menyatakan bergabung antara lain dosen-dosen IAIN Susqa, yakni M. Nazir, Alaiddin Koto, Helmi Karim,Suryan A. Jamrah, dan Sudirman M. Johan. Dari tokoh masyarakatyang bergabung Razali Yahya, Sutan Zulmani Mampai, dan AbdulKadir Salim dari Muhammadiyah, dari pers antara lain Eddy A.Mohd. Yatim, Taufik Ikram Jamil, Makmur Hendrik. Tabrani Rabpernah hadir satu kali sebagai peninjau. Sementara Alazhar jugapernah menghadiri diskusi beberapa kali dan kemudianmenyatakan pikir-pikir untuk bergabung (tidak jadi bergabung,pen.). Dalam pertemuan selanjutnya Alazhar jarang hadir. Chaidir,anggota DPRD Riau kala itu juga acapkali hadir. Sementara darikalangan birokrat yakni Edi Saputra Rab, Feizal Qomar Karimmenjadi salah seorang pemasok informasi berkenaan dengandata-data eksploitasi minyak, gas, dan hasil tambang lainnya.Dalam daftar hadir pertemuan tercatat nama-nama sepertiMaswito, Ruslan, Johan Sapri, Indra Safri, A. R. Sjujono, AgusSutikno, R. Isyam Azwar, Daeng Ayub Natuna, Delyusri Amrul,Seno H. Putra, Indrasal, Tien Marni, Fachraini MA Jabbar, AzharMuhammad, Agus Salim, Darul Arief, Nopri Ahadi, AhmadJamaan, dan Zul Asyri. Untuk jelas lihat daftar hadir LPRR tanggal24 Mei, 29 Mei, 4 Juni, 24 Juni 1998.
102 Efektifnya gerakan ini karena didukung dan diuntungkan oleh tigaorang anggota yang berprofesi wartawan dan selalu aktifmengikuti pertemuan sehingga hasil diskusi selalu dimuat di
keputusan-keputusan maupun menyuarakan aspirasi
lembaga kepada pihak-pihak berkenaan.
Kelima, sekretaris-sekretaris komisi bertindak sebagai
fasilitator bidangnya masing-masing sekaligus sebagai juru
bicara bidang. Keenam, masa jabatan Sekjen dan sekretaris-
sekretaris bidang adalah selama enam bulan dan tidak
dapat dipilih kembali. Ketujuh, peserta pertemuan sepakat
menunjuk Ashaluddin Jalil sebagai Sekjen dengan sekre-
taris-sekretaris komisi (sekko), yakni M Husnu Abadi se-
bagai Sekko Bidang Hukum, Ali Yusri sebagai Sekko Bidang
Politik, Suardi Tarumun sebagai Sekko Bidang Ekonomi,
dan Eddy A Mohd Yatim sebagai Sekko Bidang Sosial Budaya.100
Pada perjalanannya banyak yang tertarik ingin ber-
gabung dengan LPRR. Satu di antaranya adalah Makmur
Hendrik, Pemimpin Redaksi SKM GeNTA, dengan meng-
hubungi langsung Muchtar Ahmad agar dilibatkan dalam
LPRR. Cara memperluas keanggotaan LPRR dilakukan oleh
masing-masing anggota dengan menghubungi orang-orang
yang memiliki kompetensi di bidangnya seperti ekonomi,
budaya, ahli pertanian, jurnalis, dan sebagainya.
Lembaga ini beranggotakan dari pelbagai macam
profesi antara lain dosen, wartawan, tokoh adat, dan aktivis
100 M Husnu Abadi adalah dosen Fakultas Hukum UIR, Ali Yusriadalah dosen FISIP Unri, Suardi Tarumun adalah dosen FakultasPertanian Unri, dan Eddy A Mohd Yatim menjabat Redaktur OpiniRiau Pos. Dalam rapat pembentukan tersebut tim formatur terdiridari A. Z. Fachri Yasin sebagai ketua, Zainul Ikhwan sebagaisekretaris, dan Azlaini Agus, Makmur Hendrik, Taufik Ikram Jamil,Ashaluddin Jalil, dan Wan Zainal masing-masing sebagai anggota.Uraian lebih lengkap harap lihat Berita Acara Pertemuan LPRRNomor 001/Skrt-LPRR/VI-1998.
GERAKAN RIAU MERDEKA 131130 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
reformasi di Riau karena akibat kebijakan sentralisasi yang
dilakukan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang mem-
buat masyarakat Riau sangat menderita.
Agenda pertama yang disuarakan oleh LPRR me-
nyangkut akumulasi permasalahan di Riau, yakni; pertama,
melakukan inventarisasi perusahaan-perusahaan dan
proyek-proyek bermasalah yang berlokasi di Provinsi Riau
antara lain Proyek PLTA Koto Panjang di Kampar, PT Riau
Andalan Pulp and Paper di Pangkalan Kerinci, PT Indah
Kiat Pulp and Paper di Perawang, PT Duta Palma di Benai,
PT Torganda dan PT Torus Ganda di Daludalu, PT Surya
Dumai Grup, PT Subur Arum Makmur, PT Parada Enam
Utama, dan Proyek Renovasi Pasar Pusat/Sukaramai
Pekanbaru.
Kedua, mendesak Pemerintah Daerah Riau untuk me-
respon secara nyata aspirasi masyarakat terhadap reformasi
di segala bidang. Ketiga, melakukan penyelidikan atas
kekayaan pejabat dan mendesak aparat hukum untuk
menindak tegas pejabat-pejabat yang terlibat praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Keempat, memberikan
respon terhadap berita yang menyatakan bahwa
Walikotamadya Pekanbaru Oesman Effendi Afan terlibat
praktik KKN dan menuntut mundur jika hal tersebut
terbukti kebenarannya.104
104 Hasil diskusi tentang inventarisir perusahaan-perusahaanbermasalah di Riau dan keesokan harinya dimuat di media lokalternyata sangat efektif. Terbukti, para top manajer PT RAPPmengundang LPRR untuk dialog pada tanggal 9 Juni 1998. Secarakhusus, Presiden Direktur APRIL Group yang berkedudukan diFinlandia datang ke Pekanbaru. Dialog dilakukan di Aula Kantor
2. Respon terhadap Isu-isu Lokal
2.1 Eksploitasi Sumber Daya Alam
Harapan terhadap lembaga sangat positif dan ini
terbukti banyaknya tanggapan dari masyarakat yang datang
langsung ke sekretariat LPRR untuk mengadukan per-
soalan-persoalan yang mereka alami selama ini.103 Persoalan
utama adalah sengketa lahan dengan perusahaan-per-
usahaan besar yang beroperasi di Riau antara lain PT Riau
Andalan Pulp and Paper (RAPP), PT Indah Kiat Pulp and
Paper, PT Arara Abadi, dan sebagainya yang notabene de-
ngan hanya ‘secarik kertas’ karena kedekatan dengan pusat
kekuasaan dapat menguasai lahan yang telah dimanfaatkan
masyarakat secara turun temurun.
Menyikapi hal ini, LPRR mendiskusikannya secara
khusus dengan rekomendasi sebaiknya meninjau ulang
keberadaan perusahaan-perusahaan yang dianggap ber-
masalah di Riau. Lembaga ini menginventarisir beberapa
permasalahan utama yang melingkupi masyarakat dan
perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Riau.
Forum menganggap hal ini harus masuk dalam agenda
media massa keesokan harinya antara lain di Riau Pos dan Gentauntuk media lokal dan Kompas untuk media nasional.
103 Harus diakui bahwa salah satu kelemahan lembaga ini tidakmemiliki badan pekerja. Hal ini disebabkan karena sebagian besaranggotanya adalah pegawai negeri sipil yang disibukkan rutinitas.Selain itu, PNS tidak dibenarkan melakukan pekerjaan ekstrainstitusional karena dapat mengganggu tugas utamanya sebagaipelayan publik. Banyaknya pengaduan dari masyarakat inimerupakan indikasi telah terjadi krisis kepercayaan terhadapinstitusi pemerintah.
GERAKAN RIAU MERDEKA 133132 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Perlawanan masyarakat PLTA Koto Panjang hingga seka-
rang tetap diteruskan hingga ke Tokyo, Jepang sebagai
pihak penyandang dana. Per-pindahan permukiman pen-
duduk warga Kampar ini tanpa memperhatikan kultur
masyarakat tempatan yang umumnya adalah petani karet.
Pemindahan ini telah membawa keterkejutan budaya
(shock culture) masyarakat terutama terhadap kelangsungan
hidup mereka yang berkaitan dengan mata pencaharian.
Akibatnya, sebagian besar masyarakat hanya menggan-
tungkan hidupnya dari ganti rugi yang diperoleh secara
tidak memadai. Klimaksnya adalah ketika terjadi krisis
pangan sebagai akibat lemahnya daya beli masyarakat.
Penyebab lainnya adalah faktor alam di mana musim
kemarau sungai menjadi kering sehingga menyulitkan
aksessibilitas. Proyek PLTA Koto Panjang sedikitnya telah
menenggelamkan 13 desa di Riau dan Sumatera Barat. Di
Riau, tepatnya Kecamatan XIII Koto Kampar terdapat
sembilan desa, sementara di Sumatera Barat terdapat
empat desa yang ditenggelamkan.
Menyikapi hal tersebut LPRR melakukan pembahas-
an dengan tema upaya mengantisipasi dan mengatasi
kerawanan pangan di Riau. Dari pembahasan tersebut
menghasilkan beberapa rekomendasi yakni lembaga (baca:
LPRR) perlu menyikapi situasi dan kondisi perekonomian
daerah Riau yang memberikan indikasi ke arah terjadinya
krisis ekonomi dan kerawanan pangan sebagai dampak
dari krisis moneter yang berkepanjangan.
Pertama, LPRR mendesak pemerintah daerah untuk
mengambil langkah-langkah nyata dan transparan dalam
mengatasi krisis ekonomi dan mengatasi kelangkaan
2.2 Isu Kerawanan Pangan di Riau
Isu kerawanan pangan menjadi tema sentral ketika
terjadinya krisis moneter melanda Indonesia, tidak terke-
cuali di Riau. Pasca krisis yang berdampak terhadap me-
ningkatnya angka pengangguran sebagai akibat pemutus-
an hubungan kerja telah membawa implikasi tersendiri.
Pembahasan tentang kerawanan pangan menjadi agenda
yang mendesak. Peserta sepakat untuk mengganti agenda
sebelumnya tentang suksesi gubernur. Kala itu, terjadi
kelaparan di daerah Kampar terutama desa-desa di sekitar
daerah aliran sungai. Dari perspektif akademisi, kelaparan
terjadi sebagai akibat resettlement (permukiman kembali)
penduduk yang terkena pembebasan lahan pembangunan
waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air Koto Panjang. Pen-
duduk desa sekitar yang terkena proyek pembebasan lahan
dipindahkan.
Sebagaimana proyek pembangunan pada masa orde
baru, masyarakat selalu berada pada pihak yang lemah.
Wilayah Departemen Sosial Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.Kala itu, pihak RAPP akan menggelar dialog di Hotel Aryaduta,akan tetapi ditolak dengan alasan dapat memperburuk citra LPRRdi mata masyarakat. Akhirnya, dis epakati untuk dilakukan ditempat yang netral. Pada pertemuan tersebut dihasilkankesepakatan bahwa RAPP akan menyelesaikan sengketa lahandengan masyarakat, merubah pola bantuan kepada masyarakatRiau, memprioritaskan tenaga kerja lokal, membantumeningkatkan SDM melalui beasiswa, tugas belajar, danmembuka perusahaan sebagai media pendidikan dan penelitian,memperhatikan pembangunan berkelanjutan denganmenerapkan teknologi bebas limbah berbahaya. Uraian lebihlengkap lihat Notulen Rapat LPRR tanggal 9 Juni 1998 Nomor 004/skrt-LPRR/VI-1998.
GERAKAN RIAU MERDEKA 135134 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
rakat dengan melakukan gerakan aksi pemanfaatan/
optimalisasi lahan tidur yang melibatkan seluruh unsur
masyarakat dan instansi pemerintah. Kesembilan, meng-
himbau kepada seluruh komponen masyarakat untuk
tidak terpancing isu-isu menyesatkan, dan mendorong
masyarakat untuk mampu mengatasi sendiri kebutuhan
pangan tanpa tergantung dan mengharapkan bantuan
pihak lain.105
3. Isu Hubungan Pusat-Daerah tentang Bagi Hasil Minyak sebagai Stimulus
Isu hubungan pusat-daerah pertama kali muncul
tanggal 11 Juni 1998 dengan topik Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah. Selanjutnya, LPRR memperluas isu
menuntut bagi hasil minyak bumi yang telah dieksploitasi
selama lebih kurang 50 tahun lebih. Sebagaimana studi
Mubyarto dkk. (1993) ekonomi minyak Riau kurang mem-
berikan sumbangan siginifikan bagi kesejahteraan masya-
rakat Riau. Dari beberapa dokumen yang ditelusuri,
tuntutan bagi hasil minyak bumi pertama kali dilontarkan
oleh LPRR secara terbuka ke media massa.106
Dimuatnya berita tentang aktivitas LPRR di media
lokal maupun nasional telah membawa keuntungan ter-
sendiri bagi perluasan gagasan-gagasan lembaga ini baik
pada tingkat tingkat maupun nasional. Margot Cohen,
seorang wartawan Far Eastern Economic Review (FEER) yang
105 Notulen Rapat LPRR tanggal 4 Juni 1998 Nomor 003/Skrt -LPRR/VI-98.
106 Tentang hal ini juga diakui oleh Tabrani Rab sebagaimana di dalamtulisan kolom khususnya Tempias di Riau Pos yang terbit setiaphari Minggu. Lihat juga majalah Warta Unri, Op. Cit. h. 12.
pangan. Kedua, Bulog/Dolog harus menjamin ketersediaan
stok pangan dan meningkatkan frekwensi pelaksanaan
operasi pasar sebelum stok barang menipis. Ketiga, men-
jaga keamanan dan kelancaran jaringan distribusi pangan
agar tersalur langsung kepada masyarakat yang mem-
butuhkan tanpa melewati rantai distribusi yang panjang,
melalui koperasi yang didampingi oleh mahasiswa, alumni
perguruan tinggi yang belum memperoleh pekerjaan, dan
tokoh masyarakat.
Keempat, mendesak perusahaan besar yang beroperasi
di Riau untuk turut serta membantu ketersediaan pangan
(kebutuhan sembako) bagi masyarakat dengan membeli
atau mengimpor bahan pangan. Kelima, melakukan revisi
APBD Riau yang dialokasikan bagi pos-pos yang tidak
rasional dan relevan seperti dana reha-bilitasi rumah dinas,
dana dharma wanita, pakaian dan lain- lain dialihkan
untuk memperbesar anggaran dana sektor pangan. Ke-
enam, mempercepat realisasi anggaran dana dan pelak-
sanaan proyek pembangunan produktif di sektor pangan
yang telah disetujui, dan menangguhkan proyek-proyek
pembangunan yang kurang mendesak atau menyentuh
kebutuhan masyarakat luas.
Ketujuh, menghimbau kepada semua pihak (masya-
rakat, kepala desa, tokoh masyarakat, dan instansi yang
berwenang) agar melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi
tanah/lahan milik masyarakat (baik yang berada di daerah
perkotaan atau pedesaan) untuk produksi pangan. Ke-
delapan, Pemerintah Daerah Riau harus mengambil
tindakan/langkah nyata untuk mengatasi dan mengantisi-
pasi ketersediaan pangan yang menjadi kebutuhan masya-
GERAKAN RIAU MERDEKA 137136 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Tuntutan LPRR pada awalnya adalah 70 persen untuk
daerah dan 30 persen untuk pemerintah pusat. Hal ini
didasarkan atas pendapat Prof. Deliar Noer, mantan
penasehat presiden, ketika berkunjung ke Kampus IAIN
Sultan Syarif Qasim Pekanbaru yang menyatakan bahwa
pembagian hasil alam yang adil adalah 70:30.
Argumentasi utama yang dikemukakan dalam
tuntutan bagi hasil minyak bumi Riau lainnya, yakni;
pertama, minyak bumi Riau telah dieksploitasi selama 50
tahun lebih dan secara makro tidak memberikan
kontribusi apa-apa terhadap kesejahteraan masyarakat.109
formal selalu mengaitkan dengan kondisi yang dialami olehmasyarakat Aceh yang menderita akibat keinginan untuk merdekadiikuti oleh perjuangan bersenjata. Salah seorang yang tidaksetuju adalah Syarwan Hamid, Menteri Dalam Negeri kala itudan beberapa elit formal lokal. Ketika muncul Gerakan RiauMerdeka, pada awalnya Syarwan termasuk orang yang palingtidak setuju. Pada perkembangan selanjutnya, —setelah tidakmenjabat Mendagri— justru ia yang aktif melakukan road show keberbagai kabupaten/kota di Riau untuk mensosialisasikan idenegara federal.
109 Dari dialog yang berlangsung ketika itu Muchtar Ahmadmengemukakan keberadaan Caltex justru menciptakankesenjangan penduduk di sekitar enclave-enclave permukimankaryawan Caltex. Ia mengutip sebuah terminologi yang dikenaldengan Dutch diseases, di mana digambarkan suatu komunitasyang tinggal berkelompok yang memiliki standar hidup tinggi —karena secara ekonomi berkecukupan— sehingga dampaknegatifnya bagi penduduk sekitar —yang secara ekonomi rela-tive miskin— tidak mampu mengikuti pola hidup ‘orang minyak’(baca: Caltex) karena sebagai akibat harga-harga kebutuhanpokok yang tinggi. Akibatnya timbul kecemburuan sosial. Di sisilain sebenarnya keberadaan multinational corporation ini sedikitbanyak membawa dampak positif sekiranya masyarakat sekitarmampu membaca dan memanfaatkan peluang dengan baik.Tentang ekslusivisme Caltex ini sangat mencolok karena
berkedudukan di Hongkong, sempat mewawancarai
Sekretaris Jenderal LPRR, Ashaluddin Jalil berkaitan
dengan latar belakang dibentuknya LPRR. Menurutnya,
Riau merupakan satu-satunya dan merupakan daerah yang
pertama di Indonesia yang membentuk lembaga pemantau
reformasi.107
Peran media sangat besar dalam menyebarkan
gagasan-gagasan para aktivis gerakan terhadap tuntutan
bagi hasil minyak. Melalui media terjadi transaksi lintas
gagasan antarsesama aktivis meskipun mereka tidak
mengenal satu sama lainnya. Pada tingkat gagasan, hampir
tidak ditemukan kontra gagasan antaraktivis dalam
menyikapi strategi apa yang akan diambil untuk meng-
hadapi pemerintah pusat. Kontra gagasan muncul dari elit
politik lokal, elit birokrasi lokal, dan tokoh masyarakat.
Mereka ini dapat dikategori-sasikan generasi tua yang
memiliki pandangan politik yang berbeda dengan aktivis
gerakan yang umumnya berusia muda dan terpelajar.108
107 Sebagaimana dituturkan kepada penulis setelah wawancara tersebut pada
bulan Juni 1998. Kala itu, Cohen menanyakan apa yang melatarbelakangi
lahirnya LPRR. Ashaluddin Jalil menjawab karena selama ini Riau tak lebih
sebagai ladang perburuan bagi sekelompok elit-elit Jakarta yang
mengatasnamakan negara. Kekayaan alam di Riau habis dikeruk tanpa
memberikan sesuatu yang berarti. Berapa data yang pasti sumbangan dari
Riau untuk Pusat tak pernah diketahui karena sengaja disembunyikan. Data
sementara dikemukakan oleh Ashaluddin Jalil kala itu bahwa lebih kurang
Rp. 60 triliun sumbangan dari Riau untuk Pusat, tetapi yang kembali ke Riau
hanya 0,07 persen.
108 Menurut penulis, sebenarnya esensi (hakikat) perjuangan yaknituntutan bagi hasil minyak didukung hampir oleh semua elemenmasyarakat Riau. Masalahnya, penggunaan kata merdekamemang sangat tidak nyaman dirasakan oleh posisi elit formal.Ini dapat dimaklumi karena posisi mereka yang serba sulit. Elit
GERAKAN RIAU MERDEKA 139138 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
limbah dan sampah yang ditanggung oleh masyarakat
Riau. Kawasan penambangan timah di Singkep adalah
merupakan contoh nyata. Pasca penambangan timah, di
Singkep saat ini hanyalah tinggal kawah-kawah bekas areal
pertambangan. Selain kerusakan lingkungan, dampak
negatif lainnya yang ditimbulkan adalah secara sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat Singkep mengalami
kemunduran yang amat meng-khawatirkan. Mengingat
minyak bumi masuk kategori hasil alam yang tidak dapat
diperbaharui (unrenewable resources), maka hal yang sama
akan terjadi di daerah Riau yang lainnya.
Beberapa kelompok terutama pemuda dan mahasiswa
cenderung menyarankan untuk memblokir areal pertam-
bangan Caltex agar mata Jakarta tertuju ke Riau sehingga
tuntutan masyarakat Riau dikabulkan. Kelompok anti
kekerasan terutama dari kalangan akademisi dan tokoh
2004. Dampaknya, pasca reformasi manajemen Caltex mulaisecara pro-aktif memberi perhatian kepada Riau terutama dibidang pendidikan. Kepedulian ini antara lain dengan mendirikanPoliteknik Ca ltex di Rumbai, membantu IAIN Susqa dalam halmanajemen dan tenaga pengajar untuk membuka jurusankomputer yang merupakan cikal bakal berdirinya Fakultas Sainsdan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif QasimPekanbaru. Sebenarnya, sumbangsih Caltex sejak dahulu sudahdimulai antara lain dengan membangun Sekolah Menengah Atasyang pertama di Pekanbaru pada tahun 1956 (SMA 1 sekarang,pen.). Selain itu, jalan Pekanbaru-Dumai sepanjang hampir lebihkurang 180 km juga merupakan sumbangan Caltex. Akan tetapi,jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh jelas tidaksebanding. Kala itu banyak tuntutan yang dialamatkan ke Caltex.Dalam konteks ini, karena Caltex dipersepsikan oleh masyarakatRiau sebagai representasi negara sehingga menjadi sasaranefektif untuk menggugat negara.
Oleh karenanya, ketertinggalan Riau hanya dapat dipacu
dengan meningkatkan sumberdaya manusia dan untuk
itu diperlukan dana yang sangat besar. Kedua, besarnya
tuntutan yang diajukan karena masyarakat Riau akan
berhadapan dan ber-negosiasi dengan Yahudi (baca:
Amerika Serikat). Karena itu, untutan harus diajukan
setinggi-tingginya dengan asumsi kalaupun harus menga-
lah kemungkinan menjadi 50:50, 40:60, atau 30:70.110
C. Perluasan Gerakan: Bersatunya Kekuatan Reformasidi Riau
Dari pemikiran yang berkembang bahwa kemiskinan
di Riau karena kezaliman pemerintah pusat. Selama
rentang waktu 50 tahun, kekayaan Riau dikuras habis.
Riau dianggap daerah tak bertuan.111 Yang tersisa hanya
menyatunya kompleks perkantoran dan perumahan PT Caltexini dilengkapi dengan fasilitas yang sangat memadai sehinggainteraksi orang-orang Caltex dengan masyarakat sekitar kurangterjalin dengan baik.
110 Tentang uraian ini harap periksa Hery Suryadi, Pahlawan MinyakKesiangan: Dari Realitas Empirik hingga yang Bermuka-muka, Riau Pos,15/3-1999. Beberapa bagian opini tersebut penulis kutip darinotulensi hasil rapat LPRR bulan Juni 1998. Periksa juga HendriSayuti dan Repol, Op. Cit., h. 31.
111 Tentang hal ini, Muchtar Ahmad pernah didatangi oleh orang-orang Caltex yang menanyakan apa sesungguhnya persepsimasyarakat Riau terhadap keberadaan Caltex. Sebagai orangyang banyak tahu tentang kondisi Riau, Muchtar Ahmadmengatakan bahwa Caltex di mata sebagian masyarakat Riauadalah seperti tunggul yang terbakar. Tunggul yang terbakar dalamungkapan Melayu Riau adalah tak berguna. Sebagaimanadiceritakan Muchtar Ahmad dalam pertemuan LPRR di manapenulis juga hadir. Menurut Muchtar Ahmad, orang-orang Caltextersebut amat sangat terkejut dengan pernyataan tersebut. Lihatjuga hasil wawancara dengan Muchtar Ahmad tanggal 24 Juli
GERAKAN RIAU MERDEKA 141140 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
sebanyak 60 orang, dan unsur lainnya. Aksi ini dikoordinir
oleh LPRR dengan koordinator Makmur Hendrik dan
Azlaini Agus. Dalam aksi tersebut, anggota yang terlibat
menggunakan tanda pengenal khusus yakni berupa pita
merah di sebelah lengan kiri baju.114 Aksi tersebut mem-
bawa spanduk yang berbunyi “Hari ini Rakyat Riau
Menuntut Hak Atas Penjualan Minyak Bumi Negeri ini.”115
Pada pertemuan tersebut berhasil membuat rumusan
yang diberi nama Tuntutan Bersama Seluruh Kekuatan
Reformasi di Riau kepada Pemerintah, Pertamina, dan PT
CPI tentang Bagi Hasil Penjualan Minyak Bumi di Riau
dan Keberadaan PT CPI dan Pertamina di Riau yang
berisikan; pertama, bahwa Provinsi dan Rakyat Riau
merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dari Republik
dan Bangsa Indonesia, dan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
daerah ini dalam bentuk sumber daya alam yang melimpah
114 Tujuan digunakannya tanda pengenal khusus adalah karena untukmenghindari gerakan ini disusupi oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab sehingga menodai gerakan anti kekerasanini. Hal ini karena areal PT CPI di Rumbai sangat vital. Selain itujuga, komitmen awal dengan pihak Korem yang akan mengawalaksi tersebut dengan syarat dilakukan secara damai. Dalam aksitersebut Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) secarakelembagaan tidak mau ikut terlibat. Razali Yahya, salah seoranganggota LAMR yang diberi tugas untuk melibatkan LAMR secarakelembagaan ditolak oleh Ketua LAMR kala itu Wan Ghalib. Paratokoh adat yang diharapkan kehadirannya pada waktu itumenggunakan baju khas Melayu Riau, Teluk Belanga agar gezahnya(gaung, pen) lebih kuat. Akhirnya, beberapa tokoh adat hadir atasnama pribadi antara lain Razali Yahya, KH Abdulkadir MZ, TengkuMasdulhak, dan Husnan Syech.
115 Notulen LPRR, Op. Cit.
masyarakat sangat tidak setuju gerakan ini diwarnai oleh
aksi kekerasan.
Agar gerakan tuntutan bagi hasil minyak ini men-
dapat dukungan luas masyarakat, kala itu timbul
pemikiran agar LPRR melibatkan seluruh komponen
masyarakat Riau yang terpecah-pecah dalam elemen
gerakan reformasi di Riau kala itu. Pada tanggal 23 Juni
1998 diadakan pertemuan bertempat di Sekretariat LPRR
yang hadir antara lain unsur dari LPRR, Eksponen ’66,
Forum Cendekiawan Muda Riau (FCMR), Forum
Komunikasi Reformasi Pemuka Masyarakat Riau
(FKRPMR)112, dan Forum Mahasiswa Riau untuk
Reformasi (FORMASI). Dalam pertemuan tersebut
dirancang untuk melakukan aksi ke PT CPI secara
bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1998. Forum inilah
yang merupakan cikal bakal terbentuknya Gabungan
Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau (GKRMR). Terpilih
sebagai Koordinator GKRMR adalah Azlaini Agus.113
Aksi tanggal 25 Juni 1998 tersebut merupakan
penyampaian pernyataan sikap masyarakat Riau terhadap
tuntutan hak dari bagi hasil minyak bumi Riau. Aksi
tersebut diikuti oleh lebih kurang 100 orang yang terdiri
dari berbagai unsur antara lain dari LPRR sebanyak 25
orang, Eksponen ’66 sebanyak 5 orang, FCMR sebanyak 5
orang, FKRPMR sebanyak 5 orang dan FORMASI
112 FKRPMR dibentuk pada tanggal 6 Juni 1998 dan saat ini namanyamenjadi Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR).Hingga kini FKPMR masih selalu aktif dalam merespon isu-isulokal maupun nasional.
113 Notulen LPRR tanggal 23 Juni 1998.
GERAKAN RIAU MERDEKA 143142 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
daerah Riau, dengan tidak memberi bahagian apapun
kepada daerah ini dari hasil penjualan minyak yang
sudah 50 tahun disedot dari bumi Riau;
b. Mengutuk dan tidak lagi mempercayai manajemen
PT CPI dan Pertamina, yang selama ini ikut meng-
abaikan kepentingan dan nasib rakyat dan daerah
Riau, yang merupakan bahagian yang tidak terpisah-
kan dari Republik Indonesia;
c. Menuntut kepada pemerintahan di bawah Kabinet
Reformasi, agar menukar manajemen PT CPI dan
Pertamina yang selama ini abai dan melecehkan nasib
masyarakat Riau, dan di dalam manajemen Pertamina
dan CPI yang akan beroperasi di daerah ini diduduk-
kan wakil masyarakat Riau, untuk menjaga ke-seim-
bangan penggunaan dana bagi masa depan rakyat dan
daerah ini;
d. Menuntut kepada pemerintah dan PT CPI agar se-
lambat-lambatnya terhitung 17 Agustus 1998, sebesar
70 persen dari keuntungan yang diperoleh Pertamina/
Pemerintah dari penjualan minyak bumi Riau, setiap
tahun diserahkan kepada rakyat Riau dengan me-
masukkannya ke dalam APBD Provinsi Riau;
e. Tuntutan atas penyerahan 70 persen keuntungan yang
diperoleh PT CPI dan Pertamina itu sebahagian me-
rupakan kompensasi atas derita panjang yang dialami
rakyat Riau akibat arogansi dan ketidakpedulian
manajemen PT CPI dan Pertamina kepada rakyat
daerah ini, sebahagian lagi merupakan kewajiban
moral PT CPI dan Pertamina/Pemerintah agar tidak
hanya menghisap kekayaan bumi Riau tanpa peduli
ruah, di antaranya minyak bumi.
Kedua, bahwa minyak bumi yang melimpah ruah itu
seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
memberdayakan ekonomi rakyat daerah ini sehingga
mereka hidup sejahtera dan sebagai manusia memiliki
harkat dan martabat sebagaimana saudara-saudara di
daerah lain.
Ketiga, bahwa fakta yang terjadi justru sebaliknya, di
mana minyak bumi yang sudah dieksploitasi oleh PT
Caltex dan Pertamina selama tak kurang dari 50 tahun,
yang didapat rakyat Riau dari penjualan minyak itu ter-
nyata hanya kesengsaraan, hal mana dibuktikan dengan
adanya ratusan desa miskin dan tertinggal yang rakyatnya
hidup di bawah garis kemiskinan di provinsi ini; adanya
ribuan gedung sekolah dasar yang rusak parah karena tak
tersedia cukup dana untuk memperbaikinya, adanya suku-
suku terasing yang tergusur dan menderita akibat hutan
ulayat mereka dicaplok Caltex untuk disedot minyaknya.
Keempat, bahwa kehadiran PT Caltex dan Pertamina
di daerah ini justru memperbesar jurang antara sebahagian
besar penduduk Riau yang tetap hidup dalam kemiskinan
dari tahun ke tahun, dibanding karyawan Caltex/Pertamina
yang hidup dalam gemilang kemewahan.
Kelima, atas semua bentuk ketidakadilan dan derita
panjang yang dialami masyarakat Riau selama lebih kurang
50 tahun ini, atas nama masyarakat Riau bersama ini
GKRMR menyatakan:
a. Mengutuk Rezim Pemerintahan Orde Baru, yang
dengan sengaja dan sewenang-wenang telah meng-
abaikan dan melecehkan keberadaan masyarakat dan
GERAKAN RIAU MERDEKA 145144 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Tuntutan masyarakat Riau ini ditanggapi langsung oleh
Pertamina/CPI melalui jawaban yang diberi judul Sikap
dan Tanggapan Pertamina/CPI Terhadap Tuntutan Wakil-
wakil Masyarakat Riau yang berisi antara lain;
a. CPI akan melanjutkan program pengembangan sosial
bagi masyarakat Riau. Pertamina/CPI, akan bekerja
sama dengan wakil-wakil Pemda dan masyarakat
Riau mengenai pelaksanaan program-program ter-
sebut ;
b. Pertamina telah melaporkan kepada Pemerintah
mengenai aspirasi masyarakat Riau yang disampaikan
oleh reformasi (Seluruh Kekuatan Reformasi di Riau
maksudnya, pen.) dan telah ditindaklanjuti oleh Bapak
Menteri Pertambangan dan Energi dengan mengirim-
kan surat kepada Bapak Presiden pada tanggal 22 Juni
1998;
c. Pemerintah sedang mempelajari tuntutan reformasi
tersebut karena menyangkut berbagai hal antara lain
undang-undang yang menyangkut kegiatan per-
tambangan minyak dan gas bumi (Perpu No 44/1960
dan UU No 8/1971) dan kontrak Production Sharing
antara CPI dan Pertamina;
d. Kontrak Production Sharing harus kita jaga kemurnian-
nya karena menyangkut kredibilitas Pemerintah
Indonesia di mata internasional, terutama kalangan
investor perminyakan. Reformasi tidak boleh mengu-
rangi kepercayaan dunia internasional terhadap
kepastian hukum dan berusaha di Indonesia yang
akan memperburuk perekonomian bangsa;
nasib rakyat dan daerah Riau;
f. PT CPI dan Pertamina harus segera merehabilitasi
bekas daerah eksploitasinya, yang tanahnya sudah
terkelupas dan tandus, sehingga tidak menambah
beban kesengsaraan bagi rakyat daerah ini bila kelak
minyak bumi habis dan PT CPI/Pertamina mening-
galkan daerah ini begitu saja;
g. Terhadap seluruh galian C yang dimanfaatkan oleh
PT CPI/Pertamina untuk membangun berbagai fasili-
tas perusahaannya, harus tetap membayar retribusi
atau kewajiban lainnya yang sesuai dengan peraturan
kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di mana galian
C itu diambil, kendati bahan galian C tersebut berada
di dalam wilayah operasional PT CPI sendiri. Dalam
kaitan ini, dalam waktu paling lambat 30 hari setelah
pernyataan ini, PT Caltex harus membayar retribusi
sebesar Rp. 2 milyar kepada Pemda Tk. II Kampar,
atas sirtu (pasir dan batu kerikil) yang mereka ambil
dari desa Lido, Kabupaten Kampar;
h. Karyawan PT CPI dan Pertamina yang ada di daerah
ini, hendaklah mempertinggi kepedulian sosialnya
kepada masyarakat Riau, karena kemewahan yang
mereka nikmati selama ini berasal dari bumi daerah
ini, yang sebahagian besar masyarakat-nya masih
hidup dalam kemiskinan.116
116 Dalam aksi tersebut berlangsung damai dan saya termasuk salahseorang yang ikut dalam aksi tersebut dari unsur LPRR.Pernyataan sikap ini dibacakan oleh Tengku Zulmizan F Assegaf.Lihat Notulen LPRR tanggal 23 Juni 1998.
GERAKAN RIAU MERDEKA 147146 B er s a t u Da l a m Ge r a k P e r j u a n g a n
Bab 5
BENDERA RIAU MERDEKAAKHIRNYA BERKIBAR
raian sebelumnya tentang sejarah politik kontem-
porer Riau serta dinamika politik di Riau pasca
reformasi telah memberikan gambaran yang
melatari munculnya gerakan menuntut Riau merdeka.
Pada bab ini akan dianalisis dan di-elaborasi lebih lanjut
dengan memulainya dari setting politik nasional pasca
Orde Baru yang memungkinkan munculnya gerakan
menuntut Riau Merdeka. Munculnya keinginan Riau
Merdeka pasca Orde Baru terkait erat dengan lambannya
respon Pemerintah Pusat dalam memenuhi tuntutan
masyarakat Riau untuk bagi hasil minyak bumi.
Munculnya gerakan menuntut Riau Merdeka dapat
di-kemukakan karena terjadinya dualitas (hubungan
timbal balik) antara struktur dan pelaku. Interaksi yang
terjadi di antara keduanya melahirkan relasi yang dinamis.
U
e. Dalam situasi krisis ekonomi yang dihadapi oleh
bangsa dan negara Indonesia dewasa ini, pendapatan
dari sektor migas semakin penting artinya untuk
ketahanan perekonomian Indonesia. Gangguan ke-
pada operasi dan produksi perminyakan di Indonesia
khususnya PT CPI akan berpengaruh terhadap
penyediaan BBM dalam negeri dan perolehan devisa
negara serta ketahanan nasional;
f. Untuk itu, Pertamina mengharapkan agar semua
pihak memahami hal ini dan menyalurkan tuntutan-
nya dengan cara-cara yang konstitusional berlandas-
kan hukum dan ketentuan yang berlaku.117
117 Sikap dan tanggapan Pertamina/CPI ini dibuat di atas satu kopsurat Pertamina (lambang tanpa nama) dan di sebelahnya Caltex(lambang dan nama) dan dibuat tanggal 25 Juni 1998 disampaikankepada LPRR melalui faksimili.
GERAKAN RIAU MERDEKA 149148 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
dan birokrasi. Di lingkungan ABRI ia adalah penguasa
tunggal dan menjadi figur primus inter pares. Ia memilih
dan menempatkan sendiri loyalis sejawat militernya yang
dipercaya untuk menduduki jabatan-jabatan penting di
institusi ABRI. MPR, lembaga yang selalu memilihnya
kembali setelah masa jabatan lima tahunnya sebagai
presiden usai, berada dalam genggamannya.
Soeharto adalah tokoh sentral di Golkar, organisasi
politik yang didukung Angkatan Darat, dan secara
sistematis dia melumpuhkan efektivitas dua partai politik
yang seharusnya bertindak sebagai oposisi. Surat perintah-
nya merasuk di setiap departemen dan badan usaha milik
negara. Malahan jika dikehendakinya, juga sampai ke
tingkat terendah, tingkat desa.120
Menjelang dan setelah Soeharto menyatakan berhenti
sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, seiring dengan usia-
nya yang semakin renta atas desakan mahasiswa dan ke-
kuatan reformasi baik pada level nasional maupun daerah,
praktis kekuatan penopang-nya, yakni militer, birokrasi,
dan Golkar mengalami disorientasi. Pasca tumbangnya
Orde Baru, fase berikutnya yang populer dengan sebutan
pemerintahan transisional di bawah Habibie. Masa per-
alihan ini paling tidak membawa harapan yang besar bagi
bangsa Indonesia untuk sebuah perubahan yang lebih
baik.
120 Uraian lebih lengkap lihat David Jenkins, 1984, Soeharto and HisGeneral, Indonesia Military Politics 1975-1983, Monograph Series,Southeast Asian Program, Cornell University, Itacha.
118 Dalam teori strukturasinya, Giddens menyatakan bahwa strukturadalah aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari danmembentuk perulangan praktik sosial sementara pelaku (agen-cies) adalah orang-orang yang konkret dalam arus kontinu tindakandan peristiwa di dunia. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalamproses di mana struktur sosial merupakan hasil (outcome) dansekaligus sarana (medium) praktik sosial. Struktur, lanjut Giddenssejajar dan analog dengan langue (yang mengatasi waktu danruang), sedangkan praktik sosial analog dengan parole (dalamwaktu dan ruang). Struktur (baca: negara) menurut Giddens tidaklagi mengekang tetapi justru memberdayakan. Seperti yangdiuraikan dengan baik oleh B. Herry Priyono, 2003, Anthony Giddens:Suatu Pengantar, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, h. 18-23.
119 Saya lebih senang menyebut Soeharto –meminjam istilahastronomi— sebagai kosmos, pusat dari segala kekuasaaneksekutif, legislatif dan yudikatif sebagaimana matahari yangmerupakan pusat dari segala sistem tata surya. Uraian tentanghal ini harap periksa William Liddle, 1996, Leadership and Culture inIndonesian Politics, Allen & Unwin, Sydney, h. 18.
Keduanya memiliki interdependensi atau dalam bahasa
lain terjadi dialog ataupun tegangan antara pelaku dan
struktur. Keduanya mengalami pergeseran ketika melaku-
kan interaksi. Dalam konteks gerakan menuntut Riau
Merdeka, perubahan struktur (dikabulkannya tuntutan)
adalah sebagai akibat interaksi dengan pelaku.118
A. Setting Politik Nasional pasca Orde Baru: Bermula dariLegitimasi
Dalam struktur politik Orde Baru, Soeharto berdiri
di puncak piramida kekuasaan tanpa pesaing berarti.119 Ia
dengan kekuasaannya menunjuk dan menempatkan
orang-orangnya untuk menduduki posisi kunci di jajaran
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ia menguasai kabinet
GERAKAN RIAU MERDEKA 151150 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
“ABRI merah putih” yang dimotori oleh kelompok Jenderal
Wiranto. Perpecahan di tubuh militer ini memuncak pada
detik-detik akhir kekuasaan Soeharto terutama dalam
menangani aksi-aksi kelompok pro-demokrasi menuntut
reformasi. Sebagai menantu Soeharto, karier Prabowo
sangat cepat menanjak dan sebagai mantan ajudan
Soeharto, Wiranto melihat ini sebagai ancaman terhadap
karirnya di militer. Inilah pemicu awal terjadinya klik elit
(ruling clique) di tubuh militer. Selama gelombang
reformasi menuntut perubahan total yang dimotori oleh
mahasiswa, Prabowo dengan ambisi pribadinya berusaha
mengkoordinasikan dan mengendalikan keputusan-
keputusan sampai di luar bidang-bidang kebijaksanaan
yang bukan menjadi wewenangnya.122
Sebagai seorang teknokrat yang ambisius, Habibie
tidak memiliki basis dukungan politik dengan spektrum
yang luas. Habibie justru memiliki catatan sejarah ditentang
oleh banyak kalangan. Di kalangan militer, ia kurang
disukai karena kasus kapal perang eks Jerman. Di kalangan
teknokrat kurang begitu disukai karena ambisi proyek
122 Prabowo dikenal sebagai seorang perwira agresif dan ambisiusdan ketika itu dianggap telah bertindak di luar prosedur standarABRI dengan menculik dan menembak para aktivis pro-demokrasi.Tindakan Prabowo tersebut diyakini sebagai upaya untukmenjatuhkan kredibilitas Wiranto selaku Menhankam/Pangab.Akibat tindakan tersebut Prabowo dipecat dari ABRI melaluirekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) karena terbuktiterlibat dalam penembakan dan penculikan aktivis pro-demokrasi.Uraian tentang ruling clique lihat Richard Rose, Sistem PolitikInggris, dalam Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrew (peny.), 1997,Perbandingan Sistem Politik, Gama Press, Yogyakarta, h. 154-155.
Permasalahan utama yang dihadapi Habibie ketika itu
adalah masalah legitimasi. Lemahnya keabsahan rezim
Habibie karena melalui suatu proses yang tidak lazim
dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Sebenarnya, jika
mengacu kepada UUD 1945 yang salah satu pasalnya
menyebutkan bahwa jika presiden berhalangan maka
digantikan oleh wakil presiden hingga habis masa
jabatannya. Akan tetapi perbedaan penafsiran dari pakar
hukum tatanegara ketika itu tidak ada kata sepakat. Seba-
gian ada yang mengatakan sah, sebagian lagi mengatakan
tidak sah. Persoalan inipun merambat kepada kualitas
kebijakan karena rezim dipandang tidak layak menge-
luarkan kebijakan strategis.121
Persoalan lainnya adalah kompleksitas permasalahan
di kalangan militer yang dihadapi Habibie antara lain terjadi
polarisasi menjadi dua faksi, yakni “ABRI hijau” yang
dimotori oleh kelompok Letnan Jenderal Prabowo dan
121 Ketika itu, upaya pemerintahan Habibie untuk merealisasikantuntutan bagi hasil minyak tersebut juga karena terbentur masalahlegalitas (hukum) karena prosesnya harus melalui legislatif (DPR)yang memerlukan waktu untuk membahasnya menjadi undang-undang. Ini merupakan masalah fundamental law karena untukmengabulkan tuntutan tersebut tanpa dilandasi UU, jelas tidakmemiliki dasar hukum. Posisi ini membuat pemerintahan Habibiedilematis, di satu sisi jika dikabulkan tuntutan bagi hasil akanmenimbulkan konsekuensi hukum, di sisi lain jika tidak segeradikabulkan tuntutan, pemerintahannya akan mendapat tekanansecara terus menerus dari daerah. Sementara bagi daerah,tuntutan ini harus terus dilakukan karena kalau tidak akankehilangan momentum. Tentang uraian ini periksa juga TimLapera, 2000, Otonomi versi Negara: Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Otoriterisme, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, h. 39-43.
GERAKAN RIAU MERDEKA 153152 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Masa pemerintahan Habibie praktis lebih banyak
meng-habiskan energi untuk mengakomodir tuntutan
kepentingan dari berbagai anasir-anasir baik dari kelompok
reformis maupun pro-status quo. Tekanan dengan intensitas
yang tinggi baik secara ekonomi maupun politik membuat
pemerintahan Habibie kehilangan arah dan tidak fokus
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Kecenderungan rezim Habibie untuk sekadar bertahan
(politics of survival) dari kerasnya tuntutan baik pada level
nasional maupun daerah membuat gerakan berbasis ke-
daerahan (baca: pemisahan diri) berada di atas angin.
Pemerintahan Habibie dihadapkan pada dilema,
yakni menyusutnya dominasi dan hegemoni politik oleh
Negara Orde Baru sebelumnya terhadap masyarakat dan
pada saat bersamaan meluapnya energi perlawanan
masyarakat yang menuntut reformasi total segera dilaku-
kan dan menagih tanggung jawab penyalahgunaan
kekuasaan bekas penguasa Orde Baru.124
B. Riau Merdeka: Dialektika Hubungan Pusat-Daerah
Menurut Tabrani, Riau memiliki sejarah yang tak elok.
Seperti diakui Tabrani bahwa Gerakan Riau Merdeka
sebenarnya seperti membangkitkan batang terendam saja.
Menurutnya, Riau pernah jaya justru ketika Belanda
memberlakukan kupon beras di mana duit diberikan, hasil
karet diserahkan kemudian. Saking jayanya, duit kertas
dilinting untuk dijadikan rokok. Perusahaan-perusahaan
besar yang beroperasi tidak memiliki kepedulian terhadap
124 Munafrizal, Ibid, h. 194.
teknologi mercusuar yang dikembangkannya telah mem-
boroskan anggaran negara. Di kalangan nasionalis, ia diang-
gap salah satu tokoh sektarian dengan mendirikan Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia sebagai kepentingan
kelompoknya. Sementara di kalangan mahasiswa dan
barisan reformis penentang Orde Baru, Habibie ditolak
karena dia bukan hanya sekadar aktor Orde Baru tetapi
juga adalah figur yang dikenal luas sebagai pembantu dan
loyalis kesayangan Soeharto. Puncaknya adalah ketika
pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh mayoritas
anggota MPR. Selain itu, kebijakan Habibie yang menye-
tujui referendum rakyat Timor Timur secara langsung
maupun tidak langsung telah men-dorong daerah lainnya
menuntut hal serupa.123
123 Nilai plus Habibie adalah ia cukup lama menetap di Jerman Barat,sebuah negara Eropa dengan tradisi demokrasi yang baiksehingga nilai-nilai demokrasi bukanlah sesuatu yang asingbaginya. Melihat background-nya sebagai loyalis Soeharto banyakpihak yang apriori sehingga menurut sebagian orang, Habibiemuncul pada saat yang kurang tepat dan tidak menguntungkan.Harus diakui bahwa banyak UU politik yang cukup radikal lahirjustru semasa Habibie. Kebijakan lain yang justru kurangmenguntungkannya adalah dengan mempercepat Pemilu. Dalamkasus tuntutan bagi hasil minyak oleh elemen gerakan reformasidi Riau juga dilakukan semasa Habibie dan ia berjanji akanmemberi jawaban dua bulan sejak 31 Juli 1998 meskipun padahari-H janji tersebut tidak bisa ia realisasikan. Terlepas apakahkebijakan yang dikeluarkan selama pemerintahannya itu adalahstrategi untuk mendapat dukungan (akomodasi) politik akan tetapihampir dapat dipastikan hal tersebut tidak mungkin lahir dariseorang Soeharto yang notabene ‘mentor’ Habibie. Tentang uraianini cukup baik diuraikan oleh Munafrizal, 2002, Hubungan Negara-Masyarakat Pada Era Transisi di Indonesia (1998-2001), ThesisPascasarjana UGM, h. 187. unpublished.
GERAKAN RIAU MERDEKA 155154 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
tidak mungkin jika tidak mendapat ruang yang pas akan
menjelma menjadi ekstrim dan tidak terkendali.125
Selama masa menunggu ketidakpastian apakah
tuntutan bagi hasil minyak dikabulkan, kondisi di Riau
serba tidak menentu. Masing-masing elemen gerakan re-
formasi mulai tidak sabar dalam menyikapi hal ini.
Mahasiswa terutama yang tergabung dalam jaringan SMPT
se-Riau mulai bergerak melakukan tekanan-tekanan
terhadap beberapa lokasi strategis. Pendekatan yang dila-
kukan mahasiswa ini cukup ampuh dalam menarik per-
hatian pemerintah pusat terhadap tuntutan masyarakat
Riau.
125 Dalam beberapa kasus, telah terjadi pemblokiran ladang minyakCaltex dengan pelbagai motivasi oleh masyarakat tempatanterutama masalah ganti rugi pembebasan tanah arealpenambangan yang dianggap tidak adil pada masa sebelumnya.Menurut pengamatan penulis, pemblokiran tersebut memangtidak secara langsung di bawah komando Gerakan Riau Merdeka.Pada tahap itu, paling tidak tindakan tersebut sedikit banyakdiilhami oleh diproklamirkannya Riau Berdaulat (baca: merdeka).Asumsinya, sebelum ini nyaris tidak terdengar aksi-aksi serupa.Gerakan massa ini sangat mengganggu kinerja PT Caltex. Akibatgangguan sepanjang tahun 2001 ini produksi menurun hingga 40ribu barrel. Tahun sebelumnya Caltex kehilangan peluangproduksi minyak mentah sebanyak 3,7-7,5 juta barrel atau setaraRp. 2 triliun. Tentang uraian ini lihat Tempo, 15 Juli 2001, hal. 114.Sebagai perbandingan, Aceh Merdeka diproklamirkan 4Desember 1976 oleh sekelompok intelektual Aceh secara diam-diam dan tidak diketahui oleh masyarakat, penguasa setempat,dan penguasa pusat. Pemberontakan yang sesungguhnya terjadipertengahan tahun 1977 ketika rencana ini dibocorkan olehseorang pengusaha Aceh yang menjadi anggota PPP di Medan.Pemberontakan ini diawali dengan masuknya para pemimpingerakan yang berasal dari sekelompok intelektual ke hutan.Tentang sejarah munculnya Gerakan Aceh Merdeka lihatNazaruddin Syamsuddin, Op Cit., h. 70-72.
masyarakat Riau. Tabrani mencontohkan, kalau membawa
nama Universitas Riau ke Caltex misalnya, pihak manaje-
men acuh tak acuh tapi Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta justru dibantu sebesar Rp. 300 milyar. Hal ini –
menurut Tabrani— karena Solo merupakan kampung
halaman Ibu Tien Soeharto.
Setelah reformasi, akumulasi dari persoalan tersebut
telah menjadi ambang sadar kolektif sebagai titik pemersatu
dari tiap-tiap individu sudah sangat membara di Riau. Tesis
Tabrani bahwa ketika menyatakan Riau merdeka, ia tinggal
membangkitkan bawah ambang sadar masyarakat Riau
sebagai pemicu. Mengutip Gustav Young, Tabrani menga-
takan bahwa ini merupakan kolektive unboust. Dan, yang
lebih tepat lagi menurut Hattler yang mengatakan the real
zuur macht, keinginan untuk berkuasa di mana hal itu
merupakan instinktif pada diri setiap manusia. Maknanya,
jika Riau merdeka akan banyak terbuka kesempatan
masyarakat untuk berkiprah dalam bidang politik dan
ekonomi.
1. Tuntutan Bagi Hasil Minyak dan Politik Buying Time Pusat
Riau, sebagai daerah yang dipandang relatif aman dari
gejolak pada masa sebelumnya secara mengejutkan me-
lakukan perlawanan terhadap dominasi pemerintah pusat.
Meskipun bentuk perlawanan yang mengemuka selama
ini lebih menonjol pada tingkat wacana, akan tetapi tidak
sedikit pula peristiwa kekerasan dalam skala kecil seperti
pemblokiran, pengrusakan, dan pembakaran fasilitas PT
CPI. Pada tahap ini tidaklah dapat dipandang remeh.
Karena, bagaimanapun bibit-bibit telah disemai dan bukan
GERAKAN RIAU MERDEKA 157156 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Simbiosis antara elit formal dan elit non-formal terjadi
ketika hampir semua pihak meyakini perjuangan menun-
tut bagi hasil minyak akan berhasil. Artinya, dana tersebut
bukan lagi sekadar obsesi. Bagi hasil 10 persen merupakan
jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan
bantuan dan subsidi yang diberikan Pusat kepada Riau
melalui APBN (sektor murni, block grant, specific grant,
dan Inpres Dati I dan Dati II) yang rerata hanya berkisar
Rp. 600 milyar per tahun.129 Menyikapi hal ini, dilakukan
Dialog Masalah-masalah Pembangunan dengan tema
Alokasi Dana Pembangunan Pasca Bagi Hasil (10 persen)
secara pribadi kepada elit birokrasi lokal yang notabene orangMelayu tidak berhasil. Karena jadwal untuk bertemu PresidenHabibie semakin dekat, Azlaini Agus meminjam uang ke KadinDaerah Riau sebesar 20 juta. Tentang uraian ini lihat Hery Suryadi,Op. Cit.
129 Bandingkan dengan APBD Provinsi Riau dan kabupaten/kota diRiau yang mengalami peningkatan secara signifikan. Tahun 2003APBD Provinsi Riau sebesar lebih kurang Rp. 1,8 triliun, tahun2004 sebesar Rp. 2,1 triliun. Kabupaten Bengkalis yang merupakandaerah penghasil minyak utama di Riau dengan APBD tahun 2002sebesar Rp. 1,4 triliun. Sebagai perbandingan, pada tahun 1997Kabupaten Bengkalis menyumbang devisa untuk negara sebesarRp. 32,626 triliun dengan APBD pada tahun yang sama hanyasebesar Rp. 77,49 milyar atau yang kembali hanya sebesar 0,235persen. Data lain menunjukkan bahwa sebelum UU otonomidaerah berlaku efektif per 1 Januari 2001, APBD Kabupaten RokanHilir pada tahun 2000 hanya Rp. 83.695.146.836,- sedangkan tahun2001 APBD Kabupaten Rokan Hilir sebesar Rp. 618.539.500.000,-.Artinya, terjadi peningkatan sebesar 632,53 persen. Tentanguraian ini harap periksa Tabloid Azam Nomor 107/ Tahun III/ Edisi12-18 Februari 2001, Pekanbaru, h. 14. Periksa juga MuhammadIsa Selamat, Op. Cit., h. 183.
Hikmah dari berlarut-larutnya ketidakpastian ini
adalah bersatunya elit gerakan dengan elit politik lokal di
Riau. Dukungan secara langsung datang dari Chaidir,
Ketua DPRD Riau, dengan menyajikan angka dan data
bahwa 20 persen dari 4,3 juta penduduk Riau hidup di
bawah garis kemiskinan dan 70 persen angkatan kerja di
Riau berpendidikan rendah (tidak tamat SD dan tamat
SD).126
Dukungan pasif terhadap gerakan ini juga datang dari
Saleh Djasit, Gubernur Riau, yang selalu memberikan se-
mangat agar rakyat Riau terus berjuang.127 Dukungan yang
datang dari elit politik lokal terutama soal dana ini bukan-
nya tidak disadari oleh para aktivis akan tetapi membuat
posisi mereka sulit untuk mengkritisi pemerintah provinsi
kelak.128
126 Bandingkan dengan majalah Time edisi Asia, 21-28 Agustus 2000,bila garis kemiskinan itu adalah keluarga berpenghasilan US$240setahun, maka sekitar 40 persen atau lebih 1,7 juta jiwamasyarakat Riau hidup kurang dari Rp. 5.000,-/hari. Tentang halini harap periksa Tempo, 24 September 2000 h. 88.
127 Dukungan pasif dimaksud adalah dukungan yang diberikan tanpaterlibat langsung masuk ke gerakan mengingat posisi gubernursebagai wakil pemerintah pusat. Dukungan ini biasanya berbentukdibukanya data-data pendukung untuk memperkuat tuntutan.Menurut Tarrow, dalam teori struktur kesempatan dukungan inidisebut sebagai sekutu-sekutu yang memberi ruang gerak bagimenguatnya gerakan. Dukungan lainnya dari pemerintah provinsimelalui gubernur adalah dukungan dana untuk para aktivisGKRMR ke Jakarta guna menyampaikan tuntutan secara langsungkepada presiden.
128 Tentang informasi dukungan dana dari pemerintah provinsi inipenulis peroleh langsung dari Kordinator GKRMR, Azlaini Agus.Ketika itu, GKRMR kesulitan biaya untuk ke Jakarta menyampaikantuntutan langsung ke presiden. Upaya untuk meminta bantuan
GERAKAN RIAU MERDEKA 159158 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
RAPBD tahun 1999 sebagai Tim Bantuan Penyusunan
RAPBD Tingkat I Riau pada November 1998. Konsep
pemikiran dari GKRMR untuk pem-bangunan Riau ke
depan sekiranya tuntutan 10 persen berhasil diberi nama
Paradigma Baru Pembangunan Riau. Konsep tersebut arah-
nya adalah mewujudkan Riau sebagai Pusat Pertumbuhan
Ekonomi di Asia Pasifik pada tahun 2020.132
2. Aliansi Aktivis Pers Kampus di Riau
Kelompok yang terdiri dari mahasiswa yang tergabung
dalam Gerakan Pers Kampus (GPK) kerap melakukan
pertemuan dan diskusi membahas kemungkinan-
kemungkinan untuk melakukan sebuah gerakan yang
lebih luas. Dalam diskusi tersebut dicarilah sebuah isu yang
dapat membuat Pusat memperhatikan Riau yang selama
ini tertindas dan terabaikan. Menurut McCarthy dan Enld,
kelompok ini disebut conscience constituency (para pemilih
yang sadar) karena mereka seringkali ditarik ke dalam
suatu gerakan sosial dengan dipengaruhi oleh alasan
mengenai kesadaran tentang kebenaran dan keberhargaan,
132 Konsep dari GKRMR ini disambut baik oleh Gubernur Riau SalehDjasit. Konsep ini merupakan cikal bakal dirumuskannya Visi Riau,yakni Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomiandan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yangAgamis, Sejahtera Lahir dan Bathin, di Asia Tenggara pada tahun2020 yang telah disahkan melalui Perda No 36 Tahun 2001 tentangPola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau tahun 2001-2005.Sejak saat itu, GKRMR terus mendesak minta diikutkan dalamsetiap perumusan kebijakan pembangunan daerah. GKRMR jugadilibatkan sebagai tim penyusunan perimbangan keuangan pusatdan daerah. Bahkan di tim perumus, GKRMR terlihat dominan.Uraian lebih lengkap harap periksa Majalah Warta Unri, Op. Cit.
Minyak Riau (1998) tanggal 9 Januari 1999.130 Dialog ini
kerja sama antara Laboratorium Jurusan Hubungan Inter-
nasional FISIP Unri dengan Majalah Warta Unri. Pem-
bicaranya antara lain Rektor Unri Prof. Muchtar Ahmad,
Vice President Corp. Finance and Treasury PT CPI Tengku
Amir Sulaiman, dan Ketua Bappeda Provinsi Riau Anwar
Rahman. 131
Kerja sama ini berlanjut ketika dilibatkannya Gabung-
an Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau dan Universitas
Riau oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam penyusunan
130 Ketika itu, tidak didapati angka yang pasti dari tuntutan 10 persentersebut. Akan tetapi diperkirakan Riau akan memperoleh Rp. 2triliun lebih. Di tengah besarnya ekspektasi masyarakat Riautersebut, keluar pernyataan dari Deputi Ketua BappenasMuhammad Abduh bahwa Riau hanya butuh dana Rp. 800 milyarper tahun. Argumentasi yang dikemukakannya adalah karenadana APBD Riau tahun 1998 sebesar Rp. 365 milyar saja masihbersisa Rp. 47 milyar. Tentang sisa APBD ini dijelaskan olehGubernur Riau adalah merupakan bagian dari sistem anggarankala itu agar daerah tidak kehabisan uang. Tentang uraian inilihat Majalah Warta Unri, Mengelola Dana Bagi Hasil Minyak: SaatMenentukan Nasib Sendiri, Nomor 1 – XVI Januari 1999, Pekanbaru,hal. 8-10.
131 Tengku Amir Sulaiman adalah merupakan orang Riau pertamayang menduduki jabatan tertinggi di Caltex. Dari 6.000 orangkaryawan Caltex tahun 2000, sebanyak lebih kurang 600 orang (10persen) merupakan orang Riau. Setelah reformasi orang-orangMelayu Riau yang bekerja di Caltex, Pos, Telkom, PLN, danbeberapa perusahaan besar yang beroperasi di Riau baru beranimenunjukkan identitas sebagai Orang Melayu Riau denganmembentuk Serikat Pekerja Melayu Riau. Sebelumnya, merekanyaris menyembunyikan identitas karena takut akan mendapattekanan karena jabatan-jabatan kunci dan strategis banyakberasal dari etnis di luar Melayu. Hasil wawancara dengan WanNuh Husein, seorang mantan karyawan Caltex, Januari 2003.
GERAKAN RIAU MERDEKA 161160 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
hasrat yang tersumbat. Segala yang tersumbat selama ini
keluar, termasuk membebaskan Riau dari ketertindasan.134
Tokoh kritis lainnya yang diundang ketika ide Riau
Merdeka digagas adalah Tabrani Rab. Diundangnya kedua
orang tersebut mereka memenuhi syarat untuk menjadi
semacam aktor dalam memainkan peran yang membutuh-
kan semangat dan mental yang kuat. Tabrani Rab kala itu
memang dianggap idealis dan selalu bersuara lantang serta
tidak masuk dalam lingkaran kekuasaan. Berdasarkan
aktivitasnya selama ini, mahasiswa menganggap Tabrani
merupakan tokoh independen dan sangat peduli terhadap
kaum tertindas.135
134 Hasil wawancara dengan T Zulmizan Assegaf tanggal 27 Juli 2004.Dengan baik Zulmizan mengibaratkan gagasan Riau Merdekapada waktu itu sudah tertanam di hati setiap orang yang inginmelihat masyarakat Riau lebih bermartabat. Ia mengibaratkanRiau merdeka seperti kuman penyakit yang bersarang pada dirimanusia, sudah built up yang sewaktu-waktu bisa keluar ketikamasa inkubasi. Seperti penyakit flu yang sudah ada dalam tubuhmanusia dan tatkala stamina tubuh menurun ia akan muncul,menguat, dan jadi penyakit. Ia sudah ada dalam setiap hati orangyang ingin mendambakan Riau lebih baik. Ketika masa-masa awalreformasi, peluang itu terbuka. Negara yang diibaratkan staminatubuh manusia sedang mengalami penurunan stamina danmengalami pancaroba. Lantas, kuman-kuman penyakit ‘RiauMerdeka’ tadi menggeliat keluar ingin menunjukkan jati dirinya.Ketika itu, menurut Zulmizan para aktivis melihat adanya peluanguntuk meneriakkan secara lantang kata-kata merdeka yangsebenarnya masih sangat tabu meskipun sejujurnya masih jaditanda tanya, Riau merdeka itu seperti apa. Kemudian timbullahbeberapa forum, mulai dari perbincangan-perbincangan kelaskedai kopi (perbualan ringan, pen.) hingga diskusi-diskusi.
135 Wawancara dengan Darulhuda tanggal 1 Agustus 2004.
meskipun mereka sendiri tidak bisa secara langsung meng-
ambil keuntungan dari tujuan gerakan tersebut.
Tuntutan bagi hasil minyak yang tak kunjung dipe-
nuhi telah membuat aktivis pers kampus melakukan
konsolidasi. Mereka selalu berdiskusi tentang strategi apa
yang harus dikedepankan agar pemerintah pusat mem-
perhatikan Riau. Aliansi aktivis pers kampus ini terdiri dari
SKK Bahana Mahasiswa Universitas Riau, SKK Aklamasi
Universitas Islam Riau, dan SKK Gagasan Institut Agama
Islam Negeri.133
Para aktivis pers kampus ini aktif melakukan diskusi
menyikapi perkembangan tuntutan bagi hasil minyak ter-
sebut. Yang menjadi catatan sebelum dideklarasikannya
Riau Merdeka, di Kantor Redaksi Surat Kabar Kampus
Bahana Mahasiswa (SKK BM) dalam sebuah diskusi
dengan Fauzi Kadir sebagai pembicara tunggal adalah
merupakan momen ‘ledakan’ Riau Merdeka. Setelah itu,
gayungpun bersambut, gagasan ini direspon oleh berbagai
komponen. Ketika itu, mereka melihat bahwa stamina
negara sedang turun dan salah satu ‘kuman penyakit’ yang
muncul Riau Merdeka. Itulah awal embrio munculnya
gerakan Riau Merdeka. Para aktivis memiliki pandangan
bahwa reformasi sebagai momentum untuk mewujudkan
133 Wawancara dengan Eddy A. Mohd. Yatim tanggal 20 Juli 2004. Iatermasuk yang gigih meracik gagasan dari berbagai komponengerakan reformasi. Saat itu, ia menjabat sebagai Redaktur Opinipada SKH Riau Pos, salah satu koran terbesar di luar Jawa denganoplah hampir 50.000 eksemplar. Ia aktif di LPRR dan Gerakan PersKampus. Dengan jabatannya, berita tentang gerakan pro-RiauMerdeka selalu mendapat porsi berita yang utama.
GERAKAN RIAU MERDEKA 163162 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
sumberdaya alam muncul semacam gugatan terhadap
dominasi “Jawa” tersebut. Persepsi lainnya adalah hasil
alam semuanya diangkut dan hanya untuk membangun
Jawa. Gugatan ini dapat dimaklumi ketika secara nyata
kita melihat kesenjangan pembangunan infrastruktur
antara Jawa dan luar Jawa. Jawa sebagai teritori memang
sangat mendapat perhatian yang lebih.137
Dalam masa periode ini, wacana Riau merdeka per-
tama kali muncul dalam sebuah diskusi pada masa awal
reformasi ada dialog pusat-daerah tentang bagi hasil
minyak. Ketika itu, terjadi tarik ulur antara 5, 10, 15 persen.
Sebenarnya tuntutan bagi hasil dapat dikatakan sangat sulit
dikabulkan karena pusat tidak mau memberi dengan
alasan kita menganut negara kesatuan. Atas dasar itu,
daerah dianggap tidak memiliki dasar menuntut bagi hasil
137 Kesenjangan ini bukannya tidak disadari. Keluarnya kebijakankhusus untuk Indonesia Bagian Timur dalam rangka percepatanpembangunan, pada perkembangannya lebih sekadar retorika.Contoh lainnya, pengalaman penulis sendiri yang menetap diPekanbaru, ibukota Provinsi Riau, sejak Mei 1998-Mei 2003 barudikabulkan permohonan pasang baru telepon dari PT Telkom.Sementara di Jawa, hampir merata di beberapa daerah, PT Telkommengalami over supply yang ditandai dengan pemberian diskonuntuk pasang baru. Contoh lainnya, di Pekanbaru masih selaluterjadi pemadaman listrik secara bergilir hingga saat ini. Lantaspara aktivis bergumam, “Apa kami tak butuh listrik dan telpon?”Di Jawa, menurut mereka jika mati listrik sedetik saja, ributnyase-Indonesia dan menjadi headline surat kabar nasional. Contohempirik ini dikemukakan sebagai perbandingan semata. Dengancontoh ini kita dapat membayangkan kondisi beberapa kabupatendi Riau. Lebih jauh, Riau secara teritori masuk Indonesia BagianBarat, yang relatif lebih baik dari Indonesia Bagian Timur.Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi beberapa daerah diIBT?
3. Munculnya Wacana Riau Merdeka
Sebagai daerah yang dianggap anak manis, keinginan
untuk merdeka adalah sebuah pilihan paling ekstrim. Per-
tanyaannya, mengapa persistensi penolakan masyarakat
lokal terhadap negara ini mencapai puncaknya pasca Orde
Baru? Justru di saat masyarakat tidak berada dalam kondisi
under pressure? Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-
daerah selama ini hanyalah memunculkan semangat
etnisitas yang tinggi sebagai akibat sosok Soeharto yang
mendapatkan status sebagai representasi Jawa, untuk tidak
menyebutnya sebagai bentuk kolonialisme Jawa. Dan ke-
kecewaan tersebut akhirnya mengkristal dengan apa yang
dinamakan harga diri daerah.136
Jakarta yang secara teritorial berada di Pulau Jawa
telah tersimbolisasi oleh Jawa. Bagi daerah yang kaya akan
136 Asumsi ini didasarkan atas tuntutan yang muncul telah sampaipada tuntutan yang paling ekstrim, yakni merdeka. Menguatnyasemangat etnisitas di Aceh khususnya, sudah dapat dikategorikanpada etno-nasionalis. Gerakan yang pada awalnya hanya untukmembuat pemerintah pusat agar memperhatikan kondisi daerahtelah bermetamorfosis menjadi meluas dan tidak terkendalihingga tuntutan merdeka sepenuhnya. Di Papua juga mulaimenampakkan semangat serupa meskipun tidak sekuat di Aceh.Bentrokan yang terjadi antara masyarakat tempatan denganmasyarakat pendatang kerapkali terjadi dan jelas sangatbernuansa kecemburuan etnis. Sementara di Riau belum me-nunjukkan gejala ke arah itu. Untuk Papua dan Riau, sebatas inibaru dapat dikategorikan communal contenders yang ditandai olehsuatu gerakan sosial sebagai akibat dari diskriminasi baik secaraekonomi maupun politik. Tentang kategorisasi ini harap periksaTedd Robert Gurr, 1995, Minorities at Risk: A Global View ofEthnopolitical Conflicts, United States Institute of Peace Press,Washington D.C., h. 18.
GERAKAN RIAU MERDEKA 165164 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Zulmizan F Assegaf yang mengundang Fauzi Kadir untuk
menghadiri sebuah acara diskusi di SKK Bahana Mahasiswa
Jl Pattimura No 9 Gobah tanggal 7 Maret 1999. Zulmizan
mengatakan bahwa forum itu akan dihadiri oleh budak-
budak Melayu. Ia meminta Fauzi Kadir untuk membuka
dialog dengan adik-adik mahasiswa. Kala itu, Zulmizan
mengatakan ada sebuah training dengan Fauzi Kadir
sebagai trainer.139
Diundangnya tokoh kritis oleh aktivis pers kampus
kala itu karena mereka butuh figur yang mampu meng-
usung ide ini, memimpin gerakan mewujudkan ide terse-
but, dan menjadi opinion leader dalam berhadapan dengan
pemerintah pusat yang cenderung mengulur-ulur waktu
dalam menjawab tuntutan bagi hasil minyak.140
memahami politik pemerintahan Jakarta, yang sangat korup dantidak bertanggung jawab. Karenanya pola-pola perjuangan sepertiini tidak selayaknya dikembangkan lagi oleh orang-orang kampus.Yang diperlukan saat ini, kita butuh satu orang pemimpin sajayang baik maka kita akan dapat melakukan banyak hal.”
139 Hasil wawancara dengan Fauzi Kadir, Ibid. Dalam undangan viatelpon tersebut Zulmizan berpesan agar jangan sampai FauziKadir tidak datang pada acara tersebut. Padahal pada saatbersamaan, Fauzi Kadir ada acara keluarga yang menikah tapi iamenyempatkan diri untuk hadir pada acara diskusi tersebut. Akantetapi, ia sempat kaget karena sebagian besar yang hadir adalahwartawan antara lain Azmi R. F. dan Eddy A. Mohd. Yatimwartawan Riau Pos dan Ahmad Jamaan, A Kadir Bey dari SKK BMdan Ibni Zairi dari SKK Gagasan IAIN Susqa serta aktivis perslainnya.
140 Menurut Zulmizan, gagasan merdeka tersebut dikemukakankarena momentumnya ada, gerakan reformasi. Selain itu jugakarena Riau sudah lama mengalami penindasan. Ia memberikanilustrasi bahwa orang tertindas itu kan biasanya takut, takut, takut.Lama -lama, hilang takut timbullah berani. Lalu kata-kata yangkeluar waktu itu merdeka. Dan itu terwujud dalam Kongres Rakyat
tersebut. Kemudian terjadinya tarik ulur antara pusat-daerah
dan mulai dibicarakan persentase yang layak buat daerah.
Akan tetapi hal ini –dari perspektif pusat— tidak bisa dija-
dikan landasan berfikir dalam hubungan ekonomi politik.
Mengingat sudah semakin parahnya kemiskinan dan
kebodohan masyarakat Riau selama ini maka jalan dialog,
tidak akan cukup efektif menekan pusat. Selanjutnya ber-
kembang, pusat akan memberikan otonomi kepada daerah
tapi baru sebatas wacana, belum sebuah keputusan politik.
Wacana ini disambut oleh kalangan kampus kala itu yang
dimotori oleh Andi Yusran melalui sebuah diskusi di Hotel
Furaya. Pada pertemuan tersebut, Fauzi Kadir mengusul-
kan agar teman-teman kampus tidak perlu mendiskusikan
hal tersebut karena hampir dapat dipastikan akan sia-sia.
Oleh karena itu, yang diperlukan adalah membuat strategi
perjuangan baru agar menjadi shock therapy bagi Pusat.
Ketika itulah, Fauzi Kadir menyarankan agar mengambil
langkah memerdekakan Riau dan tak perlu mengadakan
perundingan-perundingan dengan Jakarta lagi.138
Selanjutnya, ide tersebut ditangkap oleh aktivis
Gerakan Pers Kampus (GPK) yang dimotori oleh T
138 Hasil wawancara dengan Fauzi Kadir tanggal 23 Juli 2004. MenurutFauzi apa yang dilakukan para akademisi kala itu yangmembicarakan kesiapan aparatur pemda jika otonomi benar-benar diberikan, tak ubahnya seperti BPUPKI, PPKI pada masa-masa awal Indonesia merdeka. Pemerintah pusat selamanyamenganggap orang Riau ini tolol sehingga mudah untukdipermainkan, dengan isu sekalipun. Menurut Fauzi diskusi-diskusiseperti ini penting juga akan tetapi bukan alat tawar yang kuat kepemerintah pusat. Dalam dialog tersebut Fauzi mengatakan, “Diforum ini banyak intelektual yang menurut saya sangat
GERAKAN RIAU MERDEKA 167166 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
tentang politik!” Fauzi menjawab, “Prof, untuk merdeka
itu sekarang tak perlu perang cukup dengan diplomasi
pun bisa menang.” Setelah melalui perdebatan yang cukup
panjang, Tabrani tetap tidak setuju dengan ide merdeka
tersebut.142
Konsep merdeka dengan jalan damai (peaceful
freedom) yang digagas Fauzi membuat Prof Tabrani
tercenung dan sebenarnya ia menyetujui gagasan tersebut
meskipun tidak terucap dari mulutnya. Akhirnya desakan
Riau Merdeka ini semakin menguat dari peserta diskusi.
Setelah semua peserta sepakat dengan gagasan merdeka,
mereka ingin hal tersebut dikonkritkan, yakni untuk
dari perspektif kultural, ekonomi, lingkungan, dan sebagainyasampai aset-aset politik Riau kala itu, yang menurut Fauzi samasekali tak memiliki kekuatan untuk menghadapi pusat maupundalam berpartisipasi di negara ini (partisipasi di negara ini di sinimaksudnya Riau nyaris tidak memiliki orang-orangnya yangdapat dihandalkan dari segi apapun jika berhadapan dengan pusatkala itu, pen.). Dalam dialog tersebut Fauzi terus berusahameyakinkan dengan argumen bahwa keinginan merdeka tersebuttidak bertentangan dengan lahirnya RI akan tetapi justrumeluruskan kehendak para founding father yang berjuang untukkemerdekaan. Menurut Fauzi justru hal itu (merdeka) sebangundengan kontrak politik Indonesia merdeka yakni menghilangkanpenjajahan, penderitaan, dan penzaliman dengan tujuan untukmenyejahterakan rakyat, melindungi segenap bangsa. MenurutFauzi, tidak ada satu hal pun yang dilakukan oleh pusat khususnyaterhadap Riau. Setelah diyakinkan untuk merdeka, salah seorangpeserta bertanya kepada Fauzi, “Berani atau tidak melakukanitu?” Fauzi menjawab, “Berani, kenapa tidak?” Suasana forumsemakin gemuruh dan menurut Fauzi ia tidak tahu pasti kala ituentah siapa yang menelepon Tabrani Rab yang tiba-tiba munculdengan memakai celana pendek (menurut Fauzi kemungkinanEddy A Mohd Yatim yang menelpon).
142 Wawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.
Pada diskusi pertama pembicaraan langsung kepada
permasalahan bagi hasil minyak. Dalam pertemuan ter-
sebut Fauzi Kadir mengatakan bahwa cara negosiasi bukan-
lah cara yang tepat karena belum pernah kasus negosiasi
(perundingan dengan jalan damai antara pusat-daerah,
pen.) selama ini di Indonesia selesai dengan memuaskan
daerah. Daerah selalu dalam posisi yang lemah dan tak
berdaya jika berhadapan dengan pusat. Sebagian dari
peserta menginginkan agar menunggu keputusan Jakarta
tentang bagi hasil minyak. Fauzi berpendapat bahwa apa
yang dilakukan oleh pusat terhadap daerah selama ini tidak
benar dan tidak akan pernah berubah selamanya. Oleh
karena itu, lebih baik mengambil jalan merdeka.141
Tak lama berselang, Tabrani Rab datang dengan hanya
mengenakan celana pendek. Ia memarahi Fauzi dengan
ide merdeka tersebut. Tabrani menghardik Fauzi dengan
mengatakan, “Kau tidak punya senjata. Kau tahu apa
Riau II di mana kita tidak memilih federal dan otonomi luas. Karenatemanya secara luas adalah kesejahteraan. Ibarat orangberladang di atas lahan 1 Ha. Ada alat-alat yang namanyacangkul, traktor sederhana, kemudian ada traktor alat berat. Kalaukerja mau cepat, tentu memilih traktor alat berat bukan cangkulataupun traktor sederhana. Traktor alat berat itulah yang dianggap‘merdeka’, traktor sederhana sebagai ‘federal’, dan cangkuldianggap ‘otonomi luas’. Merdeka menjadi pilihan karena inginlading tersebut cepat diolah dan mendatangkan hasil. Untukmencapai hasil itu perlu sesuatu yang radikal, yang jika dikaitkandengan tuntutan kala itu adalah merdeka, dan itulah jalan untukmencapai kesejahteraan dan menciptakan masyarakat madanidi Riau. Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
141 Fauzi selalu memberi pemahaman kepada peserta agar kita yangharus memulai untuk menghargai keputusan merdeka tersebutdari penzaliman pusat selama ini. Diskusi pun berkembang mulai
GERAKAN RIAU MERDEKA 169168 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Hal lain yang membuat militer ragu dalam menyikapi
gerakan menuntut Riau Merdeka juga karena era reformasi
menuntut militer harus menyesuaikan diri dengan ke-
inginan sebagian besar masyarakat Indonesia terutama
penghapusan dwifungsi ABRI. Sebagai organisasi yang
selalu tanggap akan perubahan, ABRI telah mengeluarkan
buku putih berisi antara lain reformasi internal, redefinisi,
reposisi, dan reaktualisasi ABRI yang dinamakan Para-
digma Baru Peran ABRI.145
Setelah semua peserta diskusi sepakat dengan gagasan
Riau Merdeka, keesokan harinya tanggal 8 Maret 1999
berita tentang Riau Merdeka dimuat di Surat Kabar Harian
menuntut Riau merdeka, kepercayaan masyarakat terhadapmiliter akan semakin luntur. Di tubuh militer sendiri kala itu adasebuah kesadaran baru dalam merespon situasi dan kondisi yangberkembang. Meskipun terjadi perubahan akan tetapi menurutFauzi, ia tidak setuju dengan perubahan sikap tersebut lantasdikatakan bahwa militer memiliki paradigma baru. Karena, secarasubstansi, hingga hari ini militer tidak pernah berubah. Bedanya,kalau dulu mereka secara aktif sebagai inisiator, sekarang merekacenderung mengambil sikap menunggu di mana ada masalah(korupsi misalnya) mereka melindunginya. Artinya, tak adasebuah komitmen yang lebih baik. Hasil wawancara dengan FauziKadir, Op. Cit.
145 Menyangkut peran Sospol ABRI selama ini, jabatan Kepala StafSosial Politik (Kassospol) yang dianggap sangat berperan besardalam turut campur menyangkut kehidupan sosial dan politikselama ini dihapus dan diganti menjadi Kepala Staf Teritorial(Kaster) yang kala itu dijabat oleh Letnan Jenderal Susilo BambangYudhoyono. Dalam pelbagai kesempatan Gadillah selalumengutip Paradigma Baru Peran ABRI tersebut, yakni merubahdari konsep menduduki menjadi mempengaruhi dan merubah dari cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung. Uraianlebih lengkap lihat Paradigma Baru Peran ABRI (Sebuah UpayaSosialisasi) Edisi II Hasil Revisi, 1999, Jakarta, unpublished.
segera memproklamirkan kemerdekaan Riau. Pada waktu
itu di dalam forum ada desakan untuk segera menetapkan
tanggal. Kala itu, Tabrani Rab mulai berkilah dengan alasan
berangkat ke Jakarta dan menyebut akan kembali tanggal
14 Maret 1999. Pilihan akhirnya jatuh pada tanggal 15
Maret 1999. Pilihan tanggal tersebut disetujui oleh forum
sehingga semua mulai bergerak mempersiapkan segala
sesuatunya.143
4. Respon Militer terhadap Gerakan Menuntut Riau Merdeka
Sebagai alat pertahanan yang bertugas menjaga ke-
utuhan negara kesatuan terhadap ancaman baik yang
datangnya dari luar maupun dari dalam negeri, militer agak
gamang dalam menyikapi gerakan menuntut Riau
Merdeka tersebut. Hal ini karena peran militer selama Orde
Baru membuat posisi militer kurang meng-untungkan
sehingga dalam menyikapi gerakan menuntut Riau
merdeka cenderung hati- hati. Selain itu, selama ini institusi
militer tidak terbiasa melakukan pendekatan persuasif
dalam menyikapi gerakan yang menentang kekuasaan.144
143 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
144 Situasi dan kondisi pasca reformasi merupakan shock therapy jugabuat militer sehingga membuat mereka terpukul. Isu anti militeryang terus dikemukakan secara terus menerus oleh kekuatanreformasi kala itu juga sangat berpengaruh dalam memberikanpemahaman kepada masyarakat luas bahwa militer lah di balikkehancuran Indonesia dengan menculik, membunuh, dan membackup rezim otoriter. Selain itu, militer juga berada di balik parakonglomerat hitam yang merampok uang Negara dengan caramelindungi mereka dan itu jamak diketahui oleh masyarakat luas.Pembunuhan aktivis mahasiswa seperti kasus Semanggi danTrisakti diketahui oleh masyarakat juga sebagai perbuatan militer.Jika militer melakukan hal yang sama dalam menangani gerakan
GERAKAN RIAU MERDEKA 171170 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Menyikapi gagasan Riau Merdeka tersebut, pihak
militer dalam hal ini Danrem 031 Wirabima, Kolonel
Muhammad Gadillah, memanggil Tabrani Rab tanggal 13
Maret 1999 untuk dimintai keterangan selama dua jam.
Tabrani dipanggil dalam kapasitasnya sebagai orang yang
mengeluarkan pernyataan bahwa dalam pertemuan
tersebut Danrem meminta penjelasan seputar rencana
proklamasi kemerdekaan Riau. Turut hadir pada perte-
muan tersebut adalah Ashaluddin Jalil dan Elmustian
Rahman, Dosen FKIP Unri. Sementara Danrem didam-
pingi oleh Kaditsospol Riau Letkol Agus Ramadhan.150
Seusai pertemuan tersebut, Tabrani mengatakan
bahwa rencana proklamasi kemerdekaan tidak jadi dilak-
sanakan. Dalam pertemuan tersebut, Gadillah meminta
gagal masuk nominasi jadi salah satu menteri kabinet semasaAbdurrahman Wahid. Tenas Effendy, salah seorang tokohLembaga Adat Melayu Riau, menyatakan tidak setuju denganide merdeka tersebut. Ia mengatakan sebagai gagasan yanggegabah. Tentang uraian ini lihat Dokumentasi (Kliping) PPIP Unritentang Negara Riau Merdeka.
150 Dalam keterangannya setelah pemanggilan tersebut Tabranimenyebutnya sebagai dialog karena menurutnya ia tidakmenerima surat pemanggilan. Pendekatan persuasif yangdilakukan karena militer kala itu dalam keadaan kritis sebagaipihak yang dianggap sebagai alat represif gerakan demokrasisemasa Orde Baru. Gerakan Riau Merdeka sedikit banyakdiuntungkan karena Muhammad Gadillah adalah putra daerahdan karenanya memiliki ikatan emosional. Hal ini didukung olehpemahaman Danrem akan kondisi faktual masyarakat dilapangan justru selama beliau bertugas di Riau. Ia juga tahu persisikatan emosional orang-orang di balik gerakan ini dengan Indo-nesia. Secara tersirat Gadillah memandang gerakan ini perludilakukan karena selama Orde Baru mau jadi pemimpin saja bagiorang Riau sangat sulit. Wawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.
Riau Pos.146 Sebagai wujud konkrit dari hasil diskusi
tersebut, lima hari berselang, spanduk-spanduk mendu-
kung Riau Merdeka mulai terpampang di berbagai lokasi
strategis di Kota Pekanbaru.147
Meluasnya gagasan untuk memproklamirkan Riau
Merdeka ini mendapat respon beragam dari pelbagai kom-
ponen masyarakat di Riau. Yang menentang gagasan ini
terutama datang dari elit formal antara lain anggota DPRD
Provinsi Riau,148 politisi, dan birokrasi. Sementara yang
mendukung gagasan merdeka sebagian besar datang dari
mahasiswa, akademisi, tokoh masyarakat, dan pemuda.149
146 Judul utama beritanya “Proklamirkan Saja Riau Merdeka” dansub judulnya “Karena Aspirasi Riau Sering Diabaikan”. Beritatersebut dibuat oleh tiga orang wartawan berinisial ori/emy/cdi.Kode ini adalah Nasori, Eddy A. Mohd. Yatim dan Candra Ibrahim,ketiganya generasi muda Melayu Riau terdidik yang sangat con-cern dengan daerahnya. Nasori lulusan Bahasa Inggris FKIP Unri,Eddy A Mohd Yatim lulusan FISIP Unri, dan Candra Ibrahim lulusanFekon Unri. Harus diakui bahwa rekan-rekan di pers sangatberperan dalam menyebarluaskan gagasan Riau Merdekasehingga gaungnya menjadi relatif besar.
147 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.148 Menurut Muchtar Ahmad hal ini karena; pertama, sebagian besar
anggota legislatif kala itu bukan orang Riau. Kedua, sebagian besaranggota legislatif tidak mempunyai tingkat intelektualitas yangmemadai dan kurang cerdas dalam menyikapi perubahan. Ketiga,dalam pikiran anggota DPRD tersebut tidak lain hanya uang untukkepentingan pribadi mereka semata. Ketiga sikap ini tidak akanpernah klop dengan tuntutan masyarakat Riau. Wawancaradengan Muchtar Ahmad, Op. Cit.
149 Salah satu tokoh masyarakat yang mendukung secara terbukaadalah Soeman Hs, seorang sastrawan Riau yang terkenal dengannovelnya Mencari Pencuri Anak Perawan. Dukungan juga datang dariKetua Keluarga Besar Melayu Riau, Normansyah Abdul Wahab.Muchtar Ahmad, Rektor Unri, juga menyatakan setuju jika RiauMerdeka. Karena sikap mendukung tersebut, Muchtar Ahmad
GERAKAN RIAU MERDEKA 173172 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
belakang intelijen. Sebagai orang intelijen, Mazni sangat
berhasil dalam melakukan pendekatan persuasif terhadap
aktivis gerakan. Ia berusaha terus mendorong agar gerakan
ini terbatas pada gerakan kampus.153
153 Pasca Deklarasi Riau Berdaulat, Tabrani Rab sempat dipanggil keMedan menghadap Pangdam Bukit Barisan. Setelah itu, dibawake Jakarta di Hotel Hilton. Ia didatangi oleh seorang wanita danLuthfi yang sekarang menjadi Kopassus. Kemudian merekamenyodorkan laporan analisis tentang Tabrani dan gerakansebanyak 300 halaman. Setelah itu, Tabrani diminta menanda-tangani berkas yang tidak sempat dibacanya. Kala itu KSAD-nyaJenderal Tyasno Sudarto. Fauzi Kadir juga ditelpon Mazni Harununtuk menghadiri acara Ultah Kodam Bukit Barisan di Medankarena ia diangggap merupakan otak gerakan menuntut RiauMerdeka. Karena ada jaminan dari Mazni bahwa acara tersebuthanyalah dialog, Fauzi putuskan untuk berangkat. Fauzi Kadirsangat hati-hati dalam hal ini karena ia punya pengalaman burukdengan militer semasa menjadi aktivis di Yogyakarta. Akibatperlakuan militer kala itu, ia sempat tidak bisa bicara selama tigabulan. Di Hotel Mandarin Medan, pagi harinya ia didatangi olehseorang aparat militer yang menyampaikan pesan bahwa iadiminta untuk mengkritik militer. Fauzi berusaha mengelak denganmengatakan agar mencari ahli militer saja. Danrem berpesanagar dalam forum diskusi tersebut kelak, Fauzi tidak boleh memujiDanrem. Dalam diskusi tersebut, Fauzi menjelaskan panjang lebarlatar belakang gagasan Riau Merdeka, dan berpesan agarPangdam menyampaikan kepada Presiden (Gus Dur kala itu) agarpemerintah pusat jangan membuat kebijakan yang aneh-anehterhadap Riau lagi. Caranya hanya dengan mengabulkan tuntutanbagi hasil minyak dan persoalan hak-hak rakyat Riau tersebutkarena jika tidak dikabulkan kemungkinan kondisi di Riau akansemakin memanas. Menariknya, ketika Fauzi tanyakan kepadapara jenderal yang hadir dalam diskusi tersebut , “Apa yang akandilakukan seandainya daerah jenderal yang mengalami halseperti ini?” Jenderal (Fauzi tidak menyebut nama karena lupa)tersebut menjawab, “Saya akan lebih radikal daripada anda!Wawancara dengan Tabrani Rab dan Fauzi Kadir, Op. Cit.
agar rencana memproklamir-kan kemerdekaan Riau
dibatalkan karena sudah masuk kategori makar. Reaksi
keras datang dari Menko Polkam, Feisal Tanjung, yang me-
nyatakan akan melibas para tokoh-tokoh gerakan
tersebut.151
Dalam masa inkubasi Gerakan Riau Merdeka,
Danrem Kolonel (Inf.) Muhammad Gadillah dianggap oleh
Mabes TNI tidak mengambil tindakan tegas terhadap
aktivis gerakan.152 Bahkan ia sempat diisukan akan
menjadi Panglima Militer jika Riau benar-benar merdeka.
Tak lama berselang, ia pun dimutasi ke Mabes TNI dan
hingga sekarang pangkatnya masih tetap kolonel.
Penggantinya Kolonel Mazni Harun adalah berlatar
151 Libas artinya pukul, yang merupakan bahasa yang acapkalidigunakan oleh preman. Akibat ucapan Feisal Tanjung tersebuttimbul reaksi keras dari Alazhar yang mengatakan bahwa Indo-nesia memiliki menteri seorang preman. Dalam pernyataannya,Menko Polkam menganggap bahwa keinginan merdeka sajasudah dianggap makar. Berbeda dengan Danrem yang tidakpernah menyebutnya keinginan tersebut sebagai makar, kecualideklarasi tersebut benar-benar di-laksanakan. Ketika itu, negaranyaris tanpa kontrol. Sebagai contoh, dialog tentang federalisme(separatisme dalam bentuk lunak) berkembang yang diusung olehAmien Rais. Dialog tentang federalisme di Pekanbaru juga dihadirioleh Sekjen Partai Amanat Nasional kala itu Faisal H Basri di BalaiDang Merdu. Uraian lebih lengkap lihat Sinar Pagi 13 Maret 1999.
152 Di tengah situasi yang semakin memanas, Gadillah pergi umroh.Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengatakan bahwa akanberusaha men-status quo semua tanah yang bersengketa antaramasyarakat dan perusahaan besar di Riau. Kebijakan tersebutjelas di luar kelaziman karena selama ini militer selalu melindungipihak perusahaan. Pernyataan dan tindakan Gadillah ini dalammenghadapi gerakan dalam kacamata Mabes ABRI dianggapsangat lunak sehingga ia dianggap tidak berhasil mengamankanRiau.
GERAKAN RIAU MERDEKA 175174 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
pendeklarasian adalah untuk menghindari konflik teruta-
ma dengan militer. Menurut Zulmizan, kejadian kala itu
lebih kurang seperti peristiwa Rengas Dengklok. Tokoh-
tokoh tua oleh aktivis gerakan dianggap lamban. Dalam
penilaian mahasiswa bahwa Tabrani Rab berusaha meng-
elak tanpa ada kepastian kapan teks tersebut akan
dibacakan.156
Pada hari-H tersebut, Tabrani menghadiri acara
diskusi tentang otonomi daerah kerja sama antara Yayasan
Pariba dan Stiftung di Gubernuran. Tak ada seorang pun
yang tahu dengan pasti bahwa Tabrani akan membacakan
teks proklamasi Riau. Akan tetapi pada saat itu, aktivis
gerakan mendesak Tabrani untuk segera mendeklarasikan
Riau Merdeka. Mahasiswa akhirnya mendatangi Tabrani
ke acara tersebut kemudian mereka mendesak Tabrani
untuk mendeklarasikan Riau Merdeka di Gedung Daerah.
Permintaan tersebut ditolak oleh Tabrani dengan alasan
akan mempersulit posisi Gubernur Riau.157
Ketidakpastian ini membuat mahasiswa tidak sabar
dan akhirnya Tabrani dibonceng oleh mahasiswa dengan
sepeda motor dan dibawa ke kediaman Tabrani di Jalan
156 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
157 Gedung Daerah terdapat di Kompleks Gubernuran (tempat tinggaGubernur Riau) Jalan Diponegoro Pekanbaru. Berita yangtersebar bahwa teks proklamasi akan dibacakan di Kafe Selekehmilik Eddy Akhmad RM Jalan Ahmad Yani. Sebagian informasilainnya ada yang mengatakan bahwa proklamasi akan dibacakandi Kantor Gubernur. Menurut Tabrani Rab informasi tentangtempat pembacaan teks ini sengaja dibuat tidak ada kepastiankarena pihak militer kala itu sudah siaga akan membubarkanacara tersebut jika teks proklamasi benar-benar akan dibacakan.Wawancara dengan Tabrani Rab, Op.Cit.
5. Deklarasi Riau Berdaulat: Sebuah Jalan Tengah
Menjelang hari-H proklamasi kemerdekaan Riau yang
direncanakan, kondisi di ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru,
sangat mencekam terutama di kalangan aktivis gerakan.
Intel polisi dan TNI mulai ekstra ketat secara terus menerus
membuntuti ke manapun tokoh sentral Gerakan Riau
Merdeka, Tabrani Rab.154 Rencana memproklamirkan ke-
merdekaan tersebut sempat terjadi tarik ulur terutama
setelah para pentolan gerakan dimintai keterangan oleh
Danrem. Dalam pertemuan tersebut, disepakati agar
keinginan tersebut dibatalkan. Sebagai jalan tengahnya,
rencana memproklamirkan kemerdekaan Riau diganti
menjadi “Prosesi Deklarasi Kedaulatan Rakyat Riau”.155
Pada tanggal 15 Maret 1999 sesuai hari yang dijanjikan,
di kalangan aktivis waktu pembacaan teks Riau Berdaulat
sudah disepakati tapi kepastian tentang tempatnya belum
diputuskan. Pertimbangan untuk merahasiakan tempat
154 Tabrani Rab menjadi tokoh sentral karena ia yang membuatpernyataan akan mendeklarasikan Riau merdeka, sesuatu yangdihindari oleh Fauzi Kadir karena ia tidak mau terjebak dalamsuasana yang tidak kondusif. Sikap Fauzi tersebut dianggap olehaktivis mahasiswa sebagai tidak konsisten sementara menurutFauzi sikap tersebut merupakan realistis melihat kekuatan riilgerakan.
155 Riau Pos, 12 Maret 1999. Berdaulat asal katanya adalah daulatyang berasal dari bahasa Arab daulah, yang artinya kuasa.Perubahan tersebut dianggap banyak pihak sebagai salah satuupaya Tabrani Rab untuk menghindar dari tuduhan makar.Permainan semantik adalah ide orisinal Tabrani Rab danmerupakan tindakan cerdas meskipun sebenarnya secara harfiahRiau Berdaulat berarti Riau Berkuasa, dapat diartikan juga keinginanuntuk mengatur diri sendiri sebagai bentuk kekecewaan selamaberada di bawah Republik Indonesia.
GERAKAN RIAU MERDEKA 177176 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
C. Dinamika Gerakan Riau Merdeka
Secara internal, gerakan menuntut Riau Merdeka
ditanggapi pro dan kontra. Sikap masyarakat Riau dapat
dikategorisasikan ke dalam dua kelompok besar dan dapat
dipetakan sebagai berikut; pertama, kelompok yang kontra
terutama dari kaum pendatang yang merasa terancam
oleh bangkitnya kesadaran masyarakat Riau akan hak-
haknya.160 Ketakutan ini sangat tidak beralasan karena
orang Riau dikenal sangat terbuka dan dapat berinteraksi
dengan siapa saja.161 Lebih-lebih lagi Gerakan Riau Merdeka
juga memberikan definisi yang jelas tentang Orang Riau
adalah bahwa orang yang hidup dan bekerja di Riau, meski-
pun pada batas-batas tertentu muncul semangat etnosen-
trisme untuk mengangkat harkat dan martabat bumi putra
160 Selama ini di berbagai bidang seperti ekonomi dan politikmasyarakat Riau dimarjinalkan. Aksi kontra juga datang darimasyarakat Riau sendiri. Menurut Eric Hoffer, orang yang inginmelakukan perubahan besar-besaran adalah orang-orang yangtidak puas dengan keadaan. Berdasarkan pendapat tersebut yangtidak setuju di sini terutama datang dari birokrat, politisi, dansebagian lainnya yang notabene terpuaskan dengan kondisi yangada. Harap periksa Eric Hoffer, 1993, Gerakan Massa (terj.), YayasanObor, Jakarta, hal. 10. Aksi menentang di sini terbatas padaketidaksetujuan diproklamasikannya Riau merdeka, sementaratujuan dari perjuangan tersebut yakni tuntutan bagi hasil minyakdidukung hampir semua elemen masyarakat di Riau.
161 Ini berkait erat dengan posisi Riau yang berada di Pesisir TimurSumatera sehingga secara geografis merupakan daerah terbuka.Interaksi dengan dunia luar telah terjadi berabad-abad yang laluterutama dalam hal perdagangan sehingga terjadi akulturasibudaya. Sebagai bukti akan hal ini Yang Dipertuan Muda dalamkerajaan Melayu Riau di Kepulauan Riau banyak yang berdarahcampuran Bugis–Melayu sebagai bentuk balas budi atas bantuanSuku Bugis turut serta dalam membantu melawan musuh KerajaanMelayu Riau.
Pattimura Pekanbaru. Di rumah tersebut sudah banyak
mahasiswa dan wartawan yang menunggu. Kala itu
Tabrani masih juga menunda-nunda. Akhirnya, karena
desakan mahasiswa, di depan lampu sorot dan blitz ka-
mera, Tabrani membacakan juga teks proklamasi tersebut
meskipun ia mengeluarkan keringat jagung (butiran
keringat yang besar-besar dalam Bahasa Melayu Riau. Biasa-
nya keringat jagung keluar jika seseorang dalam keadaan
takut ataupun tertekan, pen.).158
Pembacaan teks proklamasi bukannya tidak mengan-
dung resiko tinggi dan hal tersebut sangat disadari oleh
Tabrani. Ia menghadapi dilema, di satu sisi menghadapi
tuntutan aktivis mahasiswa dan di sisi lain akan berhadapan
dengan militer. Sebagai jalan tengah, teks proklamasi ke-
merdekaan Riau diubah menjadi Deklarasi Riau Berdaulat.
Ide tersebut murni datang dari Tabrani dan teks Deklarasi
Riau Berdaulat sepenuhnya dibuat oleh Tabrani dan diedit
hanya beberapa kata oleh Darulhuda.159
158 Ketidaksabaran mahasiswa ini karena melihat gelagat TabraniRab yang seakan-akan enggan membacakan teks proklamasitersebut. Menurut sebagian aktivis, jika tidak dibacakan teks RiauBerdaulat kala itu akan menurunkan marwah masyarakat Riau,seperti ungkapan dalam Bahasa Melayu Riau, sekali layar terkem-bang berpantang surut ke belakang. Oleh karenanya, apapun yangakan terjadi teks tersebut harus dibacakan. Wawancara denganT Zulmizan F Assegaf dan Darulhuda.
159 Ketika akan dideklarasikannya Riau merdeka, Tabrani Rab lebihsering berkomunikasi dengan Darulhuda. Tabrani Rabmenawarkan naskah yang telah diketik kepada Darulhuda. Setelahmembacanya, Darulhuda mengedit (Darulhuda tidak ingat redaksidari naskah Riau Berdaulat yang diedit, pen.) kemudian ia ketikulang. Hasil wawancara dengan Darulhuda dan ketika informasiini dicross check ke Zulmizan, ia membenarkannya.
GERAKAN RIAU MERDEKA 179178 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
polarisasi. Ini bermula dari upaya mahasiswa yang telah
membuat simbol-simbol negara, yakni bendera, lambang
negara dan lain-lainnya sudah dibahas pada diskusi Gerak-
an Pers Kampus yang melahirkan ide Riau Merdeka.
Ketika itu, Fauzi Kadir menganggap bahwa hal tersebut
sudah melangkah terlalu jauh sehingga akan memiliki kon-
sekuensi hukum dan politik yang luas. Dalam persepsi
Fauzi Kadir yang perlu dibangun adalah opini politik.
Gagasan merdeka, dalam konsep Fauzi adalah berusaha
meyakinkan kesadaran baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia dan sebagai alat bargaining
politik Riau dengan Pusat. Karena itu, Fauzi berusaha untuk
tidak menjawab secara terbuka ketika ditanya apakah
sungguh-sungguh mau merdeka. Karena jika ditinda lan-
juti ide merdeka dengan sesuatu —laiknya negara yang
merdeka dengan segala perangkatnya— maka ia ber-
keyakinan gerakan ini justru akan tidak berkembang dan
dapat dipastikan para aktivis akan ditahan dengan tuduhan
makar. Sikap Fauzi untuk tidak mengatakan sesungguhnya
tentang Riau Merdeka ini justru untuk menghindari pe-
nangkapan dan kekerasan yang bakal terjadi jika ide
merdeka ini dibuat terbuka dan ditafsirkan pusat sebagai
sebuah tindakan makar.163
Di kalangan mahasiswa, sikap Fauzi tersebut dianggap
163 Menurut Fauzi hal ini karena Jakarta tentu tidak mau ambil resikodengan membiarkan gerakan merdeka tersebut untukberkembang. Sebagai seorang sarjana hukum, Fauzi Kadir pahambetul akan hal ini karena perbuatan makar adalah sesuatu yangsangat fatal dalam sebuah negara berdaulat. Wawancara denganFauzi Kadir, Op. Cit.
adalah suatu keniscayaan.
Kedua, kelompok yang pro-Gerakan Riau Merdeka,
terutama pemuda dan mahasiswa. Mahasiswa terus
menekan pemerintah pusat untuk memberikan hak-hak
masyarakat Riau secara wajar. Sementara dukungan lain-
nya datang dari pemuda dengan membentuk pasukan
Riau Merdeka yang dilatih satu kamp dengan pasukan
Gerakan Aceh Merdeka di Malaysia.162
Pada sub bab ini akan dielaborasi sejak awal dicetus-
kan ide Riau Merdeka yang telah mengalami polarisasi
terutama menyangkut strategi perjuangan, kiprah Tabrani
Rab sebagai tokoh sentral yang cenderung one man show
dalam melola gerakan serta sikap kontroversialnya yang
menerima menjadi anggota DPOD sehingga membuat
aktivis gerakan sulit membaca kemauan Tabrani Rab serta
beberapa faktor lainnya yang menyebabkan melemahnya
gerakan.
1. Polarisasi Internal Gerakan
Sejak semula gerakan Riau Merdeka telah mengalami
162 Tentang hal ini penulis beberapa kali pernah membaca hasilwawancara Panglima Riau Merdeka dengan salah satu harianterbitan lokal. Akan tetapi sejauh ini penulis tidak mendapatkandata mengenai hubungan struktural dengan Gerakan RiauMerdeka yang digagas oleh Tabrani Rab sebelumnya. MohammadSabri, yang mengaku Panglima Perang GRM mengirim surat kedetikcom. Isi surat tersebut mengatakan bahwa GRM sedangmempersiapkan pasukan sebanyak 20.000 relawan yang dilatiholeh GAM di Malaysia. Lihat http:/www. bangkitonline.litbot.com, 1Juli 2000. Gerakan Riau Merdeka Latih 20.000 Tentara di Malaysia.Berdasarkan observasi penulis, berita tersebut merupakan psywar yang dilakukan sekelo mpok orang yang bersimpati dengangerakan menuntut Riau Merdeka.
GERAKAN RIAU MERDEKA 181180 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
yakni peacefull freedom.165 Perpecahan antaraktor pendu-
kung utama gerakan terutama menyangkut strategi gerak-
an dalam melakukan perjuangan, dalam perjalanannya
membuat Gerakan Riau Merdeka, tidak mengalami evolusi
yang sempurna tapi cenderung alamiah —hidup, tumbuh
dan berkembang kemudian mati muda.
2. Figur Tabrani Rab: Publisitas tanpa Konsolidasi Internal
Dalam sebuah gerakan, seorang tokoh atau pemimpin
sangat diperlukan sebagai simbol maupun pemersatu.
Menyadari perlunya ketokohan, aliansi aktivis pers kampus
kemudian mengundang Fauzi Kadir. Dipilihnya Fauzi
Kadir bukannya tanpa alasan, sebagai seorang mantan
aktivis gerakan selama menuntut ilmu di Yogyakarta, Fauzi
Kadir sudah sangat matang dalam berorganisasi. Sekem-
balinya di Riau, ia tercatat sebagai dosen pada Jurusan
Sosiologi FISIP Unri. Seiring dengan reformasi, ia
memutuskan untuk berkhidmat di partai politik.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pada tahap awal
Fauzi Kadir tidak menyetujui gerakan ini mengarah kepada
makar dengan membuat simbol-simbol negara beserta
165 Fauzi sempat ditawari oleh orang Belanda (namanya Fauzi kurangpasti tapi ia menyebut de Boors, pen.) akan diberi persenjataanjika serius ingin merdeka. Kepada orang Belanda tersebut Fauzikatakan, “Saya tidak mau berperang dengan bangsa saya sendirikarena yang akan untung adalah pabrik senjata anda karenasetelah itu, yang kami dapatkan tak lain hanyalah hutang,kekerasan, dan kematian.” Sebenarnya, Pusat sudah tahu bahwakeinginan merdeka dalam konsep Fauzi adalah sebagai alat bar-gaining. Hal ini dapat dibaca bahwa ketika ide itu dicetuskan Fauziadalah Ketua DPW Partai Daulat Rakyat.
mengkhianati ide yang justru diusung olehnya dan diang-
gap telah melemahkan gerakan. Ia sempat dimaki-maki
karena dianggap tidak konsisten dan sebagian aktivis tidak
mau menegurnya. Menurut Fauzi, ide dasar Riau Merdeka
adalah ketidakadilan ekonomi, politik, kultural, dan sosial
yang dilakukan pusat terhadap Riau selama lebih kurang
lima puluh tahun. Gagasan ini merupakan hasil pemikiran
bersama dengan aktivis GPK.
Selepas diskusi siangnya, kendali gagasan ini masih
bersama-sama. Para aktivis berkumpul malam harinya di
rumah Tabrani dan beberapa waktu di Hotel Indrapura.
Pada per-kembangan berikutnya, Tabrani Rab mulai
membuat lambang negara. Pada tahap ini, Fauzi tetap
berusaha untuk terus mendukung karena jika terjadi
ketidaksamaan visi dalam sebuah gerakan; ada yang militan
dan ada yang menginginkan secara diplomasi, maka pihak
ketiga akan masuk mengadu domba. Oleh Tabrani Rab,
gagasan merdeka terus dielaborasi. Harus diakui, gerakan
ini besar karena ketokohannya, Tabrani berhasil me-
mainkan peran dan memperluas gerakan.164
Sebagai penggagas Riau Merdeka, Fauzi berusaha
mem-bawa gagasan ini perlahan-lahan agar tidak terjerat
sehingga kehilangan kontrol dan lari dari komitmen awal,
164 Sebagai publik figur Tabrani memang tidak mengalami kesulitanmemperluas gagasan tersebut meskipun tidak diikuti besarangerakan secara signifikan. Perubahan sikap Tabrani Rab ini yangsemula menentang ide Riau merdeka karena setelahdikeluarkannya berita diskusi Gerakan Pers Kampus di Riau Poskeesokan harinya, reaksi militer biasa-biasa saja. Wawancaradengan Fauzi Kadir, Op. Cit.
GERAKAN RIAU MERDEKA 183182 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
sehingga gerakan ini meluas. Tabrani mulai melakukan
kontak dengan Hasan Tiro untuk membangun perasaan
solidaritas antara Aceh merdeka dan Riau merdeka yang
sama-sama ingin berjuang melepaskan diri dari RI.168
Tabrani Rab juga berhasil membuat pertemuan aliansi
empat provinsi penghasil migas yakni Aceh, Papua, Kaltim,
dan Riau di Pekanbaru. Pertemuan tersebut membuat
posisi bargaining daerah semakin kuat. Riau Merdeka
sudah menjadi wacana nasional dan internasional meski-
pun diakui Tabrani, ia belum tahu langkah apa yang harus
dilakukan untuk mewujudkannya. Pada tingkat minimal,
paling tidak dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa Riau
pernah ingin merdeka.
168 Pada bulan Desember 1999, enam orang aktivis yang GerakanPers Kampus mengunjungi markas GAM. Kala itu, GRM butuhmodel untuk sebuah gerakan dan menurut mereka GAM yangpaling memungkinkan jika ingin memisahkan diri. Kontak denganGAM didahului kontak dengan sesama rekan mahasiswa Acehdalam suatu pertemuan. Dirancanglah keberangkatan merekake Aceh dan momennya dipilih ulang tahun GAM tanggal 24Desember 1999. Tujuannya ketika itu untuk melihat dari dekatbagaimana perjuangan GAM untuk memerdekakan diri.Kesempatan ini disambut oleh rekan-rekan aktivis yang inginmenjalin semacam kerja sama dengan GAM dan keberangkatanini dilaporkan kepada Tabrani (Darulhuda sempat menyebut salahsatu nama elit politik di Riau yang turut mendanai keberangkatanmereka ke Aceh tapi atas permintaan nama tersebut dirahasia-kan, pen.). Sekembalinya dari Aceh, menurut Darulhuda tidak adafollow-upnya. Ia dan kawan-kawan tidak pernah lagi mengadakankontak dengan GAM setelah itu. Menurut Daruluhuda, Tabranimungkin masih punya kontak dengan GAM dan Tabrani punyalink sendiri ke sana. Menariknya, Tabrani sepertinya tidak mauaktivis GRM terlalu banyak tahu. Wawancara dengan Darulhuda,Op. Cit.
perangkatnya. Sebulan setelah gagasan merdeka tersebut
selanjutnya gerakan ini lebih banyak yang meneruskannya
melalui media adalah Tabrani. Sejak saat itu Fauzi tidak
lagi menjadi pusat perhatian.166 Hal ini karena –pasca
diskusi di SKK BM— Tabrani Rab yang lebih banyak
mengelaborasi dan menyatakan akan mendeklarasikan
Riau Merdeka tanggal 15 Maret 1999 sehingga orang-orang
yang pro-merdeka menuntut ide tersebut untuk
direalisasikan. Dalam masa menunggu hari-H, Tabrani
didaulat sebagai Presiden Riau Merdeka.167
Setelah gagasan tersebut di tangan Tabrani, Gerakan
Riau Merdeka mulai mendapat perhatian yang luas baik
dari pemerintah pusat maup un luar negeri. Di sinilah
kelebihan seorang Tabrani yang sangat pandai melakukan
manuver dan hal ini merupakan salah satu keahliannya
166 Menurut Fauzi, ada keraguan kala itu apakah untuk mewujudkanide Riau merdeka harus konsolidasi internal dulu atau dibiarkansaja kemudian akan berkembang secara alami. Sementara ProfTabrani menganggap ini harus jalan terus tapi dengan resiko.Selain itu soal publisitas tentang gerakan ini yang Fauzi kurangsepakat tapi ia tetap muncul dalam setiap kesempatan untuk terusmenggelindingkan gerakan ini. Ketika deklarasi Riau Berdaulat,Fauzi tidak mau hadir karena perbedaan penekanan. Ia lebihmenekankan gagasan ketidakadilan sementara Tabrani Rab lebihkepada publisitas. Jika penekanan publisitas yang dipilih Tabrani,menurut Fauzi gerakan ini harus secara terus menerus meningkat(intensitas) padahal gerakan ini tidak memiliki kekuatanpendukung lazimnya sebuah gerakan yang ingin merdeka. Hasilwawancara dengan Fauzi Kadir, Op. Cit.
167 Tabrani kala itu dianggap idealis dan selalu bersuara lantangmenyuarakan penindasan serta tidak masuk dalam lingkarankekuasaan. Di kalangan mahasiswa, ia dianggap tokohindependen dan sangat peduli terhadap kaum tertindas.Wawancara dengan Darulhuda, Op. Cit.
GERAKAN RIAU MERDEKA 185184 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Kekecewaan aktivis GRM terhadap Tabrani karena
figur Tabrani itu sendiri yang sulit dimengerti karakternya.
Hari ini bilang A, besok ia katakan Z. Sikap tersebut me-
nurut aktivis GRM tidak konsisten. Dalam pandangan
aktivis, ketika memproklamirkan Riau Berdaulat seperti-
nya Tabrani setengah hati dengan berusaha mencari alasan
untuk tidak melakukannya. Kekhawatiran Tabrani ber-
kenaan dengan keselamatan. Sementara menurut aktivis,
kekhawatiran tersebut tidak harus membuat seseorang
memutarbalikkan kata-kata. Akibat sikap Tabrani tersebut
timbul opini bahwa gerakan ini main-main dan orang lain
menilai bahwa Tabrani memang tidak konsisten.171
3. Faktor yang Menyebabkan Melemahnya Gerakan
Setelah masa inkubasi, Gerakan Riau Merdeka se-
pertinya berevolusi kurang sempurna. Dari uraian di atas,
beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya gerakan
akan diuraikan pada sub bab berikut di bawah ini.
3.1 Munculnya Gerakan Pemisahan Diri Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis, Riau terbagi menjadi dua, yakni Riau
daratan dan Riau kepulauan. Secara kultural dan bahasa,
dua kawasan ini tidak jauh berbeda karena dulunya masuk
171 Kekecewaan Darulhuda tersebut ia tuangkan dalam tulisan yangdimuat pada kolom opini di Riau Pos yang berjudul “KekecewaanSaya Terhadap Tabrani”. Dalam opini tersebut, ia mengemukakankekecewaannya terhadap sikap plin plan Tabrani Rab. Wawancaradengan Darulhuda, Ibid. Konflik di media ini sangat merugikankredibilitas gerakan. Ini menunjukkkan komunikasi antarpendukung gerakan sangat lemah.
Sebagaimana pengakuan Tabrani, ia memang sengaja
menonjolkan diri sendiri dalam gerakan ini, menyuarakan
tuntutan ini dengan keras ke mana-mana, dengan tetap
melindungi yang lain karena ia beranggapan jika tertang-
kap maka akan terjadi kristalisasi gerakan dan itu sebenar-
nya yang Tabrani inginkan. Tapi karena sudah membaca
kondisi akan semakin tidak terarah jika sekiranya Tabrani
ditangkap, pendekatan militer secara persuasif dan tidak
melakukan penangkapan terhadap tokoh sentral GRM ini
karena takut mengulangi kesalahan serupa ketika mena-
ngangi Timor Timur dengan menangkap Xanana Gusmao,
sehingga Gusmao menjadi besar dan klimaksnya adalah
lepasnya Timor Timur dari RI.169
Pada perjalanan selanjutnya, lemahnya konsolidasi
merupakan salah satu persoalan dalam manajemen gerak-
an. Dalam organisasi baik kecil maupun besar meliputi
tiga tahap; konsolidasi, stabilisasi, kemudian ekspansi.
Ketika digagas Riau Merdeka masih dalam tahap kon-
solidasi karena garapannya belum begitu matang seperti
Aceh Merdeka. Gerakan Riau Merdeka kuat dalam cita-
cita, sementara keinginan merdeka sesungguhnya
membutuhkan senjata dan lobi internasional. Gerakan ini
kemudian sepertinya dilepas kepada ketokohan seseorang
oleh kelompok pro-merdeka terutama mahasiswa, padahal
merekalah yang menjadi simpul utama dari gerakan ini.170
169 Wawancara dengan Tabrani Rab, Op. Cit. Strategi dua kaki yangdijalankan Tabrani ini hemat penulis adalah sebuah permainanelegan dengan tujuan agar gerakan ini berjalan dan pada saatbersamaan tujuan gerakan tercapai.
170 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
GERAKAN RIAU MERDEKA 187186 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Kepulauan Riau ini sedikit banyak melemahkan daya tawar
Gerakan Riau Merdeka ke Pusat. Konflik Pusat-Daerah —
isu Riau Merdeka— ini ternyata dimanfaatkan oleh masya-
rakat Kepulauan Riau untuk meningkatkan posisi tawar
mereka agar Pusat segera menyetujui pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau.173
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, masyarakat
Kepulauan Riau mengadakan Musyawarah Besar Masya-
rakat Kepulauan Riau tanggal 15 Mei 1999 di Tanjung-
pinang. Delegasi Mubes terdiri dari 21 utusan kecamatan
di Kepri. Mubes akhirnya merekomendasikan untuk
membentuk Badan Pekerja Pembentukan Provinsi
Kepulauan Riau (BP3KR). Badan ini bertugas melengkapi
kekurangan persyaratan dalam proses pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya aspirasi ini disikapi
oleh DPRD Kepulauan Riau melalui sidang paripurna
tanggal 19 November 1999 yang menyetujui pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau.174
173 Isu pemekaran adalah strategi Pusat dalam melemahkanGerakan Riau Merdeka. Dalam konteks itu, kasus Kepri dijadikanpusat sebagai upaya untuk memecah belah gerakan ini. Pusatmemandang GRM saat itu sebagai sebuah platform baruperjuangan masyarakat Riau. Strategi yang ditempuh Pusat untukmelemahkan adalah dengan menyebarkan isu ketidakadilan Riaudaratan terhadap Riau kepulauan selama ini dan dibenturkandengan isu kultur antara daratan versus kepulauan dengan tujuanakhir disintegrasi (separatisme) lokal . Hasil wawancara denganFauzi Kadir, Op. Cit.
174 Sebenarnya, persoalan ini murni persoalan antara Provinsi Riausebagai provinsi induk dengan masyarakat Kepulauan Riau yangingin memisahkan diri. Akan tetapi, masyarakat Kepulauan Riaudengan cerdas menjadikan isu Riau Merdeka sebagai daya tawartuntutan mereka ke Pusat. Saya sepakat dengan terminologi yang
dalam wilayah Imperium Melayu dan memiliki keterikatan
sejarah yang tidak dapat dipisahkan. Sejarah kejayaan Riau
bermula dari Pulau Bintan. Ibukota Provinsi Riau pertama
juga berada di Tanjungpinang, Pulau Bintan. Gerakan
menuntut pemisahan diri ini membuat Gerakan Riau
Merdeka tidak begitu mendapat sambutan yang kuat di
Riau kepulauan.172
Dua bulan berselang dideklarasikannya Riau
Berdaulat, tanggal 15 Mei 1999 berkembang gerakan pe-
misahan diri dari Provinsi Riau untuk membentuk
provinsi tersendiri yang dimotori oleh Huzrin Hood, Bupati
Kepulauan Riau kala itu. Keinginan membentuk Provinsi
172 Munculnya tuntutan masyarakat Kepulauan Riau tersebut diyakinihasil dari operasi intelijen. Tesis ini ada benarnya karena HuzrinHood, tokoh sentral gerakan tersebut dengan bangga selalumengatakan bahwa ia adalah anggota Badan Intelijen Negaradan memiliki kartu anggota BIN. Riau kepulauan di sinimenunjukkan pemisahan secara geografis (padanannya Riaudaratan, pen.), sementara Kepulauan Riau menunjukkanadministrasi pemerintahan, yakni Kabupaten Kepulauan Riau.Secara ekonomi, sejak dahulu Riau kepulauan relatif lebih majudan berkembang daripada Riau daratan. Kawasan ini sejak zamankerajaan telah menjadi daerah perdagangan bebas. Hingga tahun1960-an, di Riau kepulauan masih menggunakan uang dollarSingapura sebagai alat tukar. Letaknya yang strategis yangberdekatan dengan Singapura dan Malaysia telah membawakeuntungan tersendiri. Perdagangan lintas batas dan pasartradisional antara kedua masyarakat serumpun ini masih terusterjalin. Biasanya baik dari Riau daratan maupun kepulauan,masyarakatnya memb awa hasil-hasil pertanian, perkebunan,perikanan, dan lainnya untuk di bawa ke Singapura maupun Ma-laysia. Sementara sekembalinya dari Singapura ataupun Malay-sia mereka membawa barang-barang kebutuhan harian dalambentuk kemasan semisal susu kaleng, milo, roti, pakaian, dansebagainya.
GERAKAN RIAU MERDEKA 189188 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
masyarakat Riau. Kristalisasi opini tersebut telah menye-
babkan bersatunya semua unsur masyarakat Riau. Situasi
dan kondisi yang tidak menentu tersebut ditangkap oleh
aliansi aktivis pers kampus yang mengatasnamakan
Gerakan Pers Kampus dengan melakukan diskusi menyi-
kapi sikap pemerintah pusat yang cenderung mengulur-
ulur waktu.
Perjuangan masyarakat Riau tersebut akhirnya ber-
hasil dengan disahkannya Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah di mana daerah mendapat bagian sebesar 15 persen
bagi hasil minyak bumi. Persentase bagi hasil tersebut lebih
besar dari tuntutan masyarakat Riau yang hanya sebesar
10 persen.176
Pada tahap ini, masyarakat Riau terbelah menjadi dua,
yakni sebagian berpendapat bahwa dengan dikabulkannya
tuntutan bagi hasil tersebut maka Riau Merdeka menjadi
tidak relevan lagi. Sementara bagi sebagian aktivis gerakan,
hal tersebut adalah test case untuk sebuah tujuan yang lebih
besar, yakni merdeka dalam arti sesungguhnya yang
menurut para aktivis itulah jalan untuk mencapai kese-
jahteraan dan menciptakan masyarakat madani di Riau.177
3.3 Masuknya Tabrani Rab menjadi Anggota DPOD
Seorang pimpinan dalam sebuah gerakan merupakan
motor sekaligus motivator. Ia bertindak sebagai orang yang
176 Menurut Muchtar Ahmad, 15 persen ini bukan dari hasil produksiakan tetapi dari nilai/pendapatan bersih setelah dipotong pajakdan lain-lainnya.
177 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
Usaha untuk meminta persetujuan dari Gubernur
Riau, Saleh Djasit, pada tanggal 20 Desember 1999 melalui
Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau
(P4KR) tidak berhasil. Alasan penolakan yang dikemuka-
kan Saleh Djasit adalah karena ketika itu Kabupaten
Karimun dan Natuna baru saja di-mekarkan sehingga
diperlukan perhatian serius untuk membenahi ad-
ministrasi pemerintahan dan pembangunan fisik berupa
gedung perkantoran sehingga memerlukan biaya, tenaga,
dan waktu yang tidak sedikit.175
3.2 Dikabulkannya Tuntutan Bagi Hasil Minyak Bumi
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa munculnya
gerakan menuntut Riau Merdeka diawali oleh tuntutan
bagi hasil minyak yang tidak kunjung dikabulkan sebagai-
mana janji Presiden Habibie. Dalam masa menunggu
ketidakpastian tersebut, semua elemen masyarakat Riau
memandang bahwa hal itu merupakan pelecehan terhadap
diusung oleh Prof Ryaas Rasyid yang mengatakan bahwa iniadalah salah satu bentuk separatisme lokal yang dimaknai dengankeinginan sekelompok orang yang secara politik merasadimarjinalkan dan/atau motif lain yang membonceng yakni inginberkuasa semata. Dalam kasus Kepri, alasan pembungkus lainnyayakni untuk percepatan pembangunan dan maksimalisasipelayanan publik dengan alasan jauhnya rentang kendali antaradarat dan laut. Munculnya gerakan ini jelas telah melemahkankekuatan Gerakan Riau Merdeka di mata Pusat.
175 Dalam hal penolakan ini penulis sepakat dengan Gubernur Riaukarena menurut penulis tuntutan pemisahan diri dari ProvinsiRiau pada mulanya adalah kehendak segelintir elit, meskipun harusdiakui pada akhirnya gerakan ini meluas dan sulit dibendung.Penolakan Gubernur Riau ini mendapat dukungan oleh sebagianbesar anggota DPRD Riau kala itu.
GERAKAN RIAU MERDEKA 191190 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
D. Kongres Rakyat Riau II: Institusionalisasi yang Absurd
Menyadari ia tidak bisa jalan sendiri, Tabrani –dalam
kegamangannya— mencari penasehat di bidang hukum
dan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan militer,
yakni M Kapitra Ampera. Di bidang politik, ia selalu me-
minta nasehat Fauzi Kadir, dan untuk masalah ekonomi
makro ia dibantu oleh Viator Butar-butar. Konsep-konsep
tentang Riau Merdeka diberikan kepada para duta besar
dan mengirim utusan khusus ke Lee Kuan Yew serta utusan
khusus ke Senat AS karena – menurut Tabrani— separatis-
me di manapun harus di-back-up AS. Tabrani memberi
contoh kasus Chechnya yang tidak didukung AS, hingga
sekarang masih terus bermasalah. Tabrani juga sempat ke
Ceko dan Slovakia untuk mempelajari tentang pemisahan
diri secara damai. Ia juga mempelajari pemisahan secara
damai Brunei dan Singapura dengan Malaysia.
Di tengah persimpangan jalan tersebut, Tabrani
memutuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Riau II.
Jalan mengadakan kongres tersebut mengikut historis
perjuangan masyarakat Riau ketika ingin memisahkan diri
dari Provinsi Sumatera Tengah dan membentuk provinsi
otonom pada tahun 1956. Gaya perjuangan masyarakat
Riau yang formalis tersebut terbukti berhasil. Untuk
mewujudkan pelaksanaan kongres tersebut, Forum
Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) bertindak
selaku penanggung jawab terhadap keberhasilan kongres.
FKPMR terdiri dari unsur intelektual kampus, aktivis
mahasiswa, tokoh adat, pemuda, dan wanita. Pada tahap
per-kembangan sebuah gerakan, kongres adalah merupa-
kan upaya institusionalisasi dengan tujuan agar gerakan
memberi komando dan menjalankan strategi perjuangan
dalam sebuah gerakan. Oleh karena itu, dalam menumpas
sebuah gerakan biasanya pemimpin gerakan tersebut me-
rupakan target utama untuk ditangkap. Meskipun kehi-
langan pemimpin utama tidak dapat dikatakan sebuah
gerakan akan hilang sama sekali.
Pemimpin gerakan yang pertama biasanya memiliki
kharisma seorang pemimpin yang sulit untuk digantikan
oleh pemimpin pengganti. Hal ini juga yang terjadi dengan
GRM. Bersedianya Tabrani Rab menjadi anggota Dewan
Penasehat Otonomi Daerah merupakan antiklimaks dari
ketokohannya di mata para aktivis GRM. Sikap Tabrani
tersebut membuat pendukung utama GRM sangat kecewa
sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap orang yang
selama ini ditokohkan dalam perjuangan awal. Sejak itu,
para aktivis mulai kurang respek dan GRM memudar.
Masuknya Tabrani sebagai anggota DPOD merupa-
kan sebuah blunder dan kontraproduktif terhadap gerakan
ini. Meng-angkat jabatan Presiden Riau Merdeka kala itu
bukan sesuatu yang main-main – meskipun untuk sebuah
negara yang ada dalam angan-angan— dalam sebuah
negara berdaulat. Dalam pandangan aktivis GRM, kesedia-
an Tabrani menjadi anggota DPOD tersebut jelas sebuah
penghinaan terhadap perjuangan aktivis gerakan selama.
Ini juga merupakan keberhasilan intelijen dalam melemah-
kan gerakan.178
178 Dalam terminologi Zulmizan, sikap Tabrani tersebut sangat ironiskarena ia menjadi sekrup dari sesuatu yang justru ia inginmemisahkan atau memerdekan diri darinya. Wawancara denganT Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.
GERAKAN RIAU MERDEKA 193192 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
1. Perluasan dan Konsolidasi Gerakan: Kemenangan Kelompok Pro-Merdeka
Upaya kelompok pro-merdeka untuk memperluas
gerakan ternyata tidak seperti yang mereka inginkan,
yakni agar Gerakan Riau Merdeka menjadi meluas dan
mendapat dukungan dari masyarakat. Berdasarkan hasil
KRR II memang kelompok pro-merdeka berhasil melaku-
kan konsolidasi.
Dilihat dari hasil kongres, perluasan dan konsolidasi
gerakan dapat dikatakan berhasil. Peserta yang diundang
se-Provinsi Riau terdiri dari pelbagai kalangan antara lain
utusan dari setiap desa/kelurahan masing-masing satu
orang, kecamatan masing-masing tiga orang meliputi
unsur adat, ulama, dan cerdik pandai, kabupaten/kota
masing-masing sebanyak enam orang meliputi unsur adat,
ulama, cerdik pandai, pemuda, wanita, dan pengusaha,
FKPMR sebanyak tiga orang, LAMR sebanyak lima orang;
tiga orang dari Pengurus Harian, dan dua orang dari Majelis
Kerapatan Adat, Panitia Pelaksana (OC) sebanyak sepuluh
orang, Panitia Pengarah (SC) sebanyak sepuluh orang,
organisasi ke-keluargaan tingkat kabupaten yang
berdomisili di ibukota Provinsi Riau masing-masing tiga
orang, KNPI provinsi sebanyak lima orang, oraganisasi
keputusan KRR II tersebut menjadi rendah kedudukannya di mataPusat. Hasil wawancara dengan Tabrani Rab dan Fauzi Kadir, Op.Cit. Orang-orang yang duduk di FKPMR sebagian besar adalahorang-orang yang duduk di LAMR. Latar belakang dibentuknyaFKPMR adalah karena sebagai institusi LAMR tidak patut masukdalam wilayah politik. LAMR merupakan institusi penjagakemurnian adat Melayu Riau. Hasil wawancara dengan Ali Yusrisalah seorang anggota FKPMR.
menjadi meluas dan solid. Pada perkembangannya, upaya
institusionalisasi Gerakan Riau Merdeka justru menjadi
absurd. Semula, kongres akan diadakan tanggal 4-6
Desember 1999 kemudian diundur tanggal 29-31 Januari
2000 dengan alasan untuk menyatukan visi, misi, dan
persepsi terhadap perkembangan umum di daerah baik
yang menyangkut sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial
budaya.179
179 Setelah kongres di mana kelompok pro-merdeka yang unggulkemudian Tabrani langsung bertemu Megawati menyampaikanhasil KRR II, sementara tim lainnya menemui Saleh Djasitmenyerahkan hasil kongres antara lain Abbas Jamil, Dun Usulyang kemudian justru mementahkan hasil kongres tersebut.Menurut Tabrani, ketika itu ia bisa saja membenturkan mahasiswadengan Saleh Djasit dengan cara menurunkan bendera merahputih dan menaikkan bendera Riau Merdeka. Gagalnyainstitusionalisasi GRM juga karena lemahnya internal gerakan.Tabrani merasa di ‘kudeta’ oleh kelompok –meminjam istilah FauziKadir— orang-orang yang memiliki framework thinking dan main-stream yang hegemonik karena telah lama terkooptasi oleh negara.Sebagai kelompok pemenang dalam KRR II semestinya yangberhak membentuk formatur adalah Tabrani. Kala itu, Tabranisengaja tak mau mengekspos kejadian ini karena untukmenghindari clash antarpendukung yang dikhawatirkan memakankorban jiwa. Selanjutnya, Tabrani dicekal oleh FKPMR sehinggaketika akan dilakukan pembentukan formatur seperti main kucing-kucingan. Akhirnya, Tabrani Rab menjadi single fighter dalam GRMkarena semua komponen sudah dikooptasi Saleh Djasit sebagaiperpanjangan tangan Pusat. Menurut Fauzi, apa yang kelompokAbbas Jamil lakukan kala itu dilatarbelakangi oleh kepentinganjangka pendek dengan upaya tetap menjaga hubungan denganPusat. Sikap mereka ini cenderung akomodatif dengan pemerintahpusat ketimbang mendukung keputusan politik masyarakat didaerah yang diwakilinya. Dan mereka berhasil menjalankanstrategi untuk meredam keinginan masyarakat Riau yang sudahmenjadi keputusan politik. Kala itu, hasil kongres bukannyalangsung diberikan kepada pusat sebagai alat bargaining, akantetapi justru diberikan kepada Saleh Djasit. Ini membuat
GERAKAN RIAU MERDEKA 195194 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
justru menjadi titik balik bagi melemahnya gerakan karena
keberhasilan kelompok pro-otonomi dalam mengambil
posisi formatur. Pasca KRR II, Tabrani Rab tidak dilibatkan
dalam menentukan kebijakan strategis selanjutnya.180
Kegagalan institusionalisasi gerakan disebabkan
karena peserta kongres melibatkan orang-orang maupun
kelompok oportunis yang cenderung mengambil keun-
tungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Alih-alih mau memperluas gerakan, kongres ini disusupi
oleh orang-orang pro-status quo dan diindikasikan berpar-
tisipasi atas suruhan Saleh Djasit, Gubernur Riau kala itu.
2. Quo Vadis Gerakan Riau Merdeka?
Sub bab ini dipaparkan untuk menjawab tujuan pene-
litian apakah gerakan ini akan mengalami eskalasi. Secara
empirik, GRM nyaris tidak menampakkan sosoknya
sebagaimana periode awal munculnya gerakan ini. Hal ini
kelompok awal pendukung utama GRM (kelompok epis-
tem Riau merdeka) terutama mahasiswa telah memasuki
usia kerja dan berumah tangga. Zulmizan saat ini adalah
anggota DPRD Kabupaten Pelalawan periode 2004-2008,
Darulhuda adalah seorang reporter Riau Televisi (RTv),
180 Lihat Berita Acara Pemungutan Suara Pemilihan 3 (tiga) OpsiKongres Rakyat Riau II. Pemungutan suara dilakukan padatanggal 1 Februari 2000 bertemp at di Gedung Lembaga AdatMelayu Riau (LAMR) Jl. Diponegoro No. 39 Pekanbaru. Adapuntema KRR II, yakni Melalui Kongres Rakyat Riau II DiwujudkanKesepakatan Sikap, Persepsi, Visi, Misi, dan Strategi PerjuanganMenuju Masa Depan Riau yang Berdaulat dan Bermartabat. LihatProsesi dan Hasil Kongres Rakyat II, Pekanbaru, 29-31 Januari2000.
mahasiswa/pelajar kedaerahan untuk tiap-tiap kabupaten/
kota masing-masing tiga orang, mahasiswa dari kampus
perguruan tinggi di ibukota Provinsi Riau masing-masing
UNRI limabelas orang, UIR sepuluh orang, UNILAK
delapan orang, IAIN SUSQA delapan orang, dan Sekolah
Tinggi/Akademi se-Provinsi Riau masing-masing dua
orang, masyarakat Riau yang berada di luar provinsi
masing- masing tiga orang, masyarakat Riau yang berada
di negara lain masing-masing dua orang, DPD MUI
Tingkat I Riau sebanyak lima orang, BKOW Provinsi Riau
sebanyak lima orang, masyarakat Riau yang berasal dari
luar daerah Riau dan berdomisili di Pekanbaru masing-
masing suku Minangkabau tiga orang, Bugis satu orang,
Jawa tiga orang, Banjar satu orang, Batak dua orang, Aceh
satu orang, Sunda dua orang, Betawi dua orang, Bakom-
PKB dua orang, suku asli Riau yakni Sakai, Bonai, Akit,
Sokop, Petalangan, Talang Mamak, Orang Laut, Orang
Duano masing-masing satu orang, mahasiswa dan pelajar
asal Riau di luar Provinsi Riau masing-msaing dua orang,
seniman dan budayawan Riau lima orang, Pelindung dan
Penasihat Panitia KRR II sebagai peserta dan yayasan, LSM,
organisasi sosial ke-masyarakatan sebagai peninjau masing-
masing sebanyak satu orang.
Sebagaimana diketahui, peserta yang hadir sebanyak
623 orang dengan mayoritas peserta memilih opsi
merdeka, yakni sebanyak 270 suara, 146 suara memilih
opsi federal, dan yang memilih opsi otonomi seluas-luasnya
sebanyak 144 suara serta 8 suara memilih abstain.
Kemenangan kelompok pro-merdeka ini tidak dengan
serta merta membuat posisi mereka sangat kuat, akan tetapi
GERAKAN RIAU MERDEKA 197196 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
mereda seiring dengan dikabulkannya tuntutan bagi hasil
minyak dan perubahan situasi pada tingkat nasional hal
mana konsolidasi struktur penopang negara semakin baik.
Sebagian pendukung awal berpendapat bahwa Gerakan
Riau Merdeka tetap relevan sepanjang masa dan tetap
menyala serta hidup di hati semua masyarakat Riau yang
ingin melihat Riau lebih bermartabat.183
Dalam perspektif Orang Melayu Riau umumnya, ter-
utama yang terdidik dan terpelajar, bentuk negara yang
183 Keyakinan tersebut diucapkan dengan kata-kata, “Insya Allahcepat atau lambat Riau merdeka itu akan terwujud. Mungkin belumtentu karena Riau ini kuat tapi mungkin negara ini yang roboh.Artinya, Riau ini akan merdeka atas berkat rahmat Allah YangMaha Kuasa. Oleh karena itu, gerakan ini tidak boleh padam,harus menyala terus. Indonesia juga merdeka juga karena rahmatAllah juga kan?” Mereka menganalogikannya sebagai sebuahlembaga perkawinan sebab berdirinya Republik Indonesia melaluikonsensus-konsensus dari kerajaan-kerajaan kecil maupun besaryang berdaulat. Jadi, ibarat hubungan suami istri di manasepasang sejoli ingin bergabung dalam satu keluarga melaluisebuah ikatan perkawinan untuk hidup bersama mencapaikesejahteraan. Dalam perjalanan ada salah satu pihak yangdizalimi, apakah suami atau istri sehingga merasa tidak cocokdan mengambil keputusan untuk berpisah melalui gugatan cerai.Hubungan Riau-Indonesia, menurut mereka seperti itu juga. Duludi Riau ada Kerajaan Siak, Pelalawan, Indragiri dan sebagainyasecara sukarela menyatakan bergabung dengan republik. Setelahterbukti selama puluhan tahun dizalimi padahal Riau merupakankontributor devisa terbesar terhadap republik akan Riau termasuksalah satu daerah yang kurang sejahtera di negara ini. Olehkarenanya, Riau berhak untuk memisahkan diri supaya Indone-sia tahu bahwa sebenarnya masyarakat Riau tidak sualak (mau,pen) lagi berada dalam keluarga besar RI karena dizalimi. Jadi,siapapun yang dizalimi dia berhak untuk mengajukan memisahkandiri sebagai bentuk pemberontakan. Wawancara dengan TZulmizan F Assegaf, Muchtar Ahmad, Fauzi Kadir, dan TabraniRab, Op. Cit.
Gusmar Hadi Al Ambo aktif di FKPMR, para aktivis pen-
dukung dan simpatisan lainnya mulai disibukkan dengan
urusan masing-masing.
Gerakan Riau Merdeka secara de facto masih ada
dengan Alazhar didaulat sebagai Presiden Riau Merdeka.
Alazhar didaulat ketika memperingati ulang tahun yang
ke-2 Gerakan Riau Merdeka tanggal 15 Maret 2001.181 Di
bawah kepemimpinan Alazhar gerakan ini memang tidak
sebesar semasa kepemimpinan Tabrani Rab. Alazhar
cenderung membawa GRM tidak pada tataran eksistensi
akan tetapi lebih pada tataran substansi. Gerakan ini seolah-
olah “mati”, namun sebenarnya ruhnya masih ada pada
setiap gerakan intelektual. Ia tidak memiliki struktur yang
jelas, namun menurut Alazhar, selalu ada “orang-orang
terlatih yang siap mengisi peran sebagai anu, sebagai anu,
dan seterusnya.”182
Dari pemaparan di atas, Gerakan Riau Merdeka
181 Wawancara dengan T Zulmizan F Assegaf, Op. Cit.182 Uraian lebih lengkap lihat Ronny Basista, 2004, Tabrani dalam Bingkai
“Riau Merdeka”, Riau Cultural Institute, Pekanbaru, h. 29-30. Isuyang selalu diusung Alazhar adalah pemberantasan kemiskinandan kebodohan. Dua permasalahan utama di Riau sebagai akibatsentralisasi yang dijalankan Pusat selama ini. Artinya perjuanganlebih diarahkan ke internal (baca: daerah) dan bukan tidak mungkingerakan akan muncul ketika ada kebijakan Pusat yang dianggapdapat merugikan Riau, semisal revisi UU No 22 Tahun 1999, yangdiindikasikan adanya upaya pemerintah pusat melakukanresentralisasi. Saat ini, momentum revisi UU No 25 Tahun 1999tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dimanfaatkanjustru oleh Gubernur Riau periode 2003-2008, H. M Rusli Zainal,untuk meningkatkan persentase bagi hasil minyak menjadi 40persen untuk daerah dan 60 persen untuk pusat. Tuntutan tersebutsaat ini mulai mendapat dukungan luas dari masyarakat Riau.
GERAKAN RIAU MERDEKA 199198 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
daerah dengan keinginan pusat) ini akan dipengaruhi
sejauhmana pemerintah pusat terus melakukan perubahan
melalui cara pandang bahwa kemajuan daerah-daerah
akan berdampak pada kemajuan nasional. Dalam bahasa
lain, gerakan berbasis kedaerahan di Indonesia akan tetap
mengalami pasang surut jika sekiranya kecenderungan
yang tidak seimbang pada setiap hubungan yang terjadi
menyangkut relasi hubungan Pusat-Daerah.{}
ideal untuk Indonesia adalah federal. Dengan mengambil
contoh sejarah bangsa-bangsa di dunia yang bisa bertahan
lama dan stabil secara politik yakni AS, Australia, Jerman
dan sebagainya. Negara-negara tersebut mampu memberi-
kan kemakmuran kepada masyarakatnya tapi tetap masih
dalam satu negara. Federal merupakan salah satu solusi
karena otonomi daerah ternyata tidak mampu memuaskan
daerah-daerah terutama yang kaya akan sumber daya
alam.
Sejarah bangsa-bangsa di dunia yang bisa bertahan
lama dan stabil secara politik. Sebagai contoh AS, Australia,
Jerman dan sebagainya.184 Negara-negara ini mampu
memberikan ke-makmuran kepada masyarakatnya tapi
tetap masih dalam satu negara maka federal lah salau satu
solusi karena otonomi daerah ternyata tidak mampu me-
muaskan daerah-daerah terutama yang kaya akan sumber
daya alam. Alasan lainnya dengan sistem saat ini, diyakini
sampai kapanpun orang Riau tidak mungkin akan bisa
jadi Presiden RI karena kalah dalam banyak hal mulai dari
jumlah penduduk, lobi, dan jaringan politik. Artinya,
negosiasi- negosiasi propinsi di luar Jawa menjadi tidak
signifikan.
Ke depan, otonomi daerah tetap menjadi persoalan
utama antara daerah yang kaya akan sumberdaya alam
dengan pemerintah pusat. Tegangan (antara tuntutan
184 Dalam pemahaman penulis, bentuk negara tidak memilikirelevansi dengan kemakmuran suatu bangsa. Sebagai contohPerancis dan Jepang adalah negara kesatuan yangkemakmurannya setara dengan negara-negara AS, Jerman, danAustralia.
GERAKAN RIAU MERDEKA 201200 B en d e ra R i u a M e r d e k a A k h i r n ya B er k i b a r
Bab 6
PENUTUP
erakan berbasis kedaerahan pasca Orde Baru
penyebabnya antara lain timpangnya perimbangan
keuangan antara pusat-daerah jika dilihat dari
empat daerah yang melakukan perlawanan, yang meru-
pakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam. Pem-
bagian rezeki yang kurang adil ini menyebabkan timpang-
nya struktur ekonomi dan infrastruktur antara Jawa dan
luar Jawa. Persoalan tersebut adalah akibat sentralisasi ke-
kuasaan yang berlebihan (over-centralized) sehingga
mematikan kreativitas daerah.
Akumulasi dari persoalan hubungan pusat-daerah
tersebut memunculkan kekecewaan yang mendalam
karena terbukti memarjinalkan masyarakat lokal secara
sistematis baik secara sosial, ekonomi, dan politik maupun
budaya. Kekecewaan tersebut akhirnya termanifestasikan
dalam bentuk perlawanan daerah terhadap pemerintah
pusat.
G
GERAKAN RIAU MERDEKA 203202 P en u t u p
menuntut pergantian kepemimpinan nasional. Pasca tum-
bangnya rezim Orde Baru, isu tuntutan mahasiswa mulai
meluas dan memasuki wilayah yang sangat sensitif untuk
dilakukan sebelumnya, yakni tentang bagi hasil minyak
antara pusat-daerah.
Tuntutan mahasiswa juga diikuti oleh aksi-aksi pen-
dudukan ke daerah operasi PT. Caltex yang sangat vital.
Seperti laiknya gerakan-gerakan mahasiswa yang mengu-
sung moral force, ruang yang belum dimasuki oleh maha-
siswa tersebut dimanfaatkan oleh sebagian intelektual kritis
di Riau. Melengkapi perjuangan mahasiswa, gerakan inte-
lektual meramu isu menjadi lebih terkonsepsional. Isu yang
menjadi tenaga pendorong munculnya Gerakan Riau
Merdeka adalah isu tentang bagi hasil minyak bumi di
Riau.
Tuntutan bagi hasil minyak pertama kali diusung oleh
Lembaga Pemantau Reformasi Riau (LPRR) yang kemudi-
an diperluas menjadi gerakan bersama yang ditandai
dengan bersatunya kekuatan reformasi di Riau kala itu.
Unsur gerakan reformasi di Riau inilah yang melahirkan
Gabungan Kekuatan Reformasi Masyarakat Riau
(GKRMR). Tuntutan bagi hasil minyak tersebut disampai-
kan dan diterima secara langsung ke Presiden Habibie di
Istana Negara tanggal 31 Juli 1998. Ketika itu, Habibie
berjanji akan memberikan jawaban tuntutan tersebut
paling lambat dua bulan.
Melewati batas waktu yang dijanjikan dan dalam masa
menunggu ketidakpastian tentang apakah dikabulkan atau
tidak tuntutan tersebut, Habibie yang menghadapi gejolak
ekonomi dan politik nasional melakukan politik buying
Seperti halnya pemberontakan daerah pada masa
Orde Lama, munculnya Gerakan Riau Merdeka dipicu oleh
krisis politik di tingkat nasional sebagai akibat krisis
ekonomi dan moneter yang berkepanjangan. Meluasnya
tuntutan yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa untuk
melakukan perubahan di segala bidang berakhir dengan
tumbangnya rezim autoritarian Orde Baru.
Pasca tumbangnya Rezim Orde Baru pemerintahan
Habibie dihadapkan; pertama, persoalan legitimasi dan
pada saat ber-samaan harus melakukan recovery ekonomi
serta menghadapi tekanan politik terutama dari mahasiswa
dan elemen reformis lainnya. Kedua, polarisasi di tubuh
ABRI terutama Angkatan Darat menjadi dua faksi utama
yakni ABRI hijau (baca: Islam) yang dimotori oleh Prabowo
dan ABRI merah putih (baca: nasionalis) yang dimotori
oleh Wiranto. Perpecahan ini memuncak pada detik-detik
akhir sebelum dan sesudah Soeharto mundur terutama
dalam menangani aksi gerakan pro-demokrasi.
Ketiga, derasnya tekanan dengan intensitas yang tinggi
baik secara ekonomi maupun politik, sementara pada saat
bersamaan struktur penopang utama Orde Baru, yakni
Golkar, militer, dan birokrasi retak, sehingga peme-
rintahan Habibie cenderung melakukan politik akomodasi
dan sekadar bertahan. Tekanan-tekanan baik pada tingkat
nasional maupun gerakan sentrifugal dari daerah tersebut
menyebabkan rezim Habibie mengalami disorientasi.
Gerakan menuntut perubahan dan pergantian kepe-
mimpinan nasional ini meluas hingga ke daerah, tidak
terkecuali di Riau. Gerakan mahasiswa di Riau yang pada
awalnya mengusung isu perubahan di segala bidang dan
GERAKAN RIAU MERDEKA 205204 P en u t u p
Melayu Riau yang notabene terdidik dan terpelajar, sangat
berperan dalam menyebarluaskan gagasan melalui media
sehingga mempengaruhi opini publik bahwa merdeka
adalah pilihan tepat dan harus diusahakan.
Respon militer sebagai representasi negara kala itu, di
satu sisi membuat Gerakan Riau Merdeka menjadi tidak
terkendali. Sementara di sisi lain –melalui pendekatan
persuasifnya— seiring dengan perubahan paradigma yang
dicanangkan ABRI juga telah membuat gerakan ini men-
jadi tidak meluas. Hal ini disebabkan; pertama, Danrem
kala itu dijabat oleh Kolonel (Inf) Muhammad Gadillah
yang merupakan orang Riau pertama menjabat sebagai
pucuk pimpinan tertinggi militer di Riau. Sebagai orang
Riau, ia memiliki ikatan emosional terhadap daerahnya.
Muhammad Gadillah banyak tahu kemiskinan masyarakat
Riau selama ia bertugas di Riau. Hal ini telah menumbuh-
kembangkan sikap empatinya dan ia mengambil peran
menjadi sekutu pasif utama gerakan. Selama masa inku-
basi dan sikap lunaknya, Gadillah memberikan ruang gerak
para aktivis untuk menyuarakan ketidakadilan.
Kedua, pendekatan persuasif yang dilakukan militer
baik secara langsung maupun tidak langsung membuat
gerakan menuntut Riau Merdeka ini tidak terkristalisasi
dan hanya sebatas gerakan kampus. Pada perkembangan
selanjutnya, Gerakan Riau Merdeka di bawah kepemim-
pinan Tabrani Rab berhasil mendapat perhatian nasional
maupun internasional. Sebagai figur kritis, independen dan
tersimbolisasi sebagai pembela kaum tertindas yang
dikenal selama ini, Tabrani berhasil memperluas gerakan
meskipun sebatas wacana dalam meyakinkan bahwa
time. Sampai dengan tenggat waktu yang dijanjikan,
tuntutan tersebut belum menampakkan titik terang. Dina-
mika politik di Riau kala itu sangat dinamis dan hikmah
dari situasi ketidakpastian tersebut, yakni bersatunya elit-
elit lokal baik formal maupun informal mendesak peme-
rintah pusat untuk mengabulkan tuntutan tersebut.
Konvergensi ini telah memberikan ruang gerak par-
tisipasi secara bersama. Dalam masa menunggu ketidak-
pastian apakah tuntutan bagi hasil tersebut dikabulkan atau
tidak, dipelopori oleh aliansi aktivis pers kampus yang
menamakan kelompok mereka sebagai Gerakan Pers
Kampus, berinisatif melakukan diskusi dalam menyikapi
politik buying time pusat tersebut. Diskusi di Kantor SKK
Bahana Mahasiswa Unri tersebut berlangsung tanggal 7
Maret 1999 dengan Fauzi Kadir, seorang intelektual kritis,
sebagai pembicara utama. Dari diskusi tersebut, tercetus
keinginan sebagian besar peserta diskusi agar sebaiknya
Riau memerdekakan diri.
Keinginan tersebut dilandasi keyakinan bahwa pusat
selamanya tidak memiliki political will untuk mengabul-
kan tuntutan bagi hasil minyak dari masyarakat Riau.
Wacana Riau Merdeka semakin lama semakin meluas
dengan kelompok pendukung utamanya mahasiswa.
Kelompok pendukung utama (kelompok episteme Riau
Merdeka) dalam berbagai kesempatan melakukan
sosialisasi gagasan merdeka tersebut. Meluasnya gerakan
menuntut Riau Merdeka juga karena peran pers lokal yang
sangat signifikan karena aktivis gerakan ini sebagian ada
yang berprofesi sebagai wartawan yang memiliki kepeduli-
an terhadap ketertinggalan Riau. Mereka ini generasi muda
GERAKAN RIAU MERDEKA 207206 P en u t u p
terjadi sosialisasi ide.
Ketiga, semasa reformasi –seiring melemahnya
negara— momentum ini dimanfaatkan oleh sekelompok
mahasiswa yang menamakan diri aliansi aktivis pers
kampus yang menamakan dirinya Gerakan Pers Kampus
(GPK) dalam menyikapi tuntutan bagi hasil minyak yang
pertama kali diusung oleh Lembaga Pemantau Reformasi
Riau (LPRR) dan dimatangkan pada Gabungan Kekuatan
Reformasi Masyarakat Riau (GKRMR) dengan strategi
perjuangan melalui terpadu dengan konseptualisasi, aksi,
dan diplomasi. Tuntutan bagi hasil minyak oleh masyarakat
Riau merupakan entry point dalam melihat apakah pusat
benar-benar mau memenuhi tuntutan salah satu tuntutan
gerakan reformasi nasional yakni otonomi daerah dalam
arti sesungguhnya. Akumulasi persoalan dan sejarah dari
relasi hubungan pusat-daerah selama ini telah membuat
hilangnya kepercayaan (trust) daerah terhadap pusat.
Dalam masa menunggu ketidakpastian tersebut,
gagasan untuk memerdekakan Riau dilontarkan pertama
kali oleh Fauzi Kadir kemudian disambut oleh Gerakan
Pers Kampus dan dideklarasi-kannya Riau Berdaulat adalah
merupakan klimaksnya. Keinginan Riau untuk merdeka
adalah karena lambannya respon pemerintah pusat dalam
mengabulkan tuntutan bagi hasil minyak bumi Riau dan
pada saat bersamaan, momentum tersebut dimanfaatkan
dengan baik oleh aktor-aktor gerakan. Dari konteks ini,
keinginan Riau merdeka adalah seperti membangkitkan
batang terendam. Maknanya, keinginan Riau merdeka telah
menjadi ingatan kolektif masyarakat Riau sehingga akan
muncul ketika relasi hubungan pusat-daerah terganggu
keinginan Riau Merdeka adalah pillihan yang paling tepat
dengan menyajikan data-data penzaliman pusat terhadap
Riau.
Beberapa faktor kontekstual yang menyebabkan
munculnya keinginan Riau untuk merdeka, yakni; per-
tama, secara historis keinginan Riau untuk merdeka sudah
muncul sejak Orde Lama karena pasca revolusi kemer-
dekaan Riau praktis terabaikan baik secara ekonomi,
politik, sosial maupun budaya. Hal ini karena Riau meru-
pakan bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Tengah yang
mencakup Sumatera Barat, Riau, dan Jambi dengan ibu-
kotanya di Bukittinggi. Sejarah kegemilangan Imperium
Melayu adalah preferensi dari keinginan untuk mengatur
diri sendiri. Dari konteks ini, keinginan Riau untuk
merdeka dapat dipahami sebagai dialektika hubungan
pusat daerah.
Kedua, semasa Orde Baru seiring dengan pembangun-
an di segala bidang telah melahirkan generasi yang terdidik
dan terpelajar. Komunikasi ilmiah pun terjadi dan wacana
Riau kaya tapi miskin atau anak ayam mati di lumbung
padi adalah sebuah ironi yang memilukan. Keinginan Riau
untuk merdeka dalam periode ini karena bangkitnya ke-
sadaran intelektual sehingga oposisi intelektual berkeyakin-
an bahwa Riau dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya jika melepaskan diri dari rezim Orde Baru yang
represif dan autoritarian. Dari konteks ini, keinginan Riau
untuk merdeka karena penzhaliman terhadap Riau oleh
Pusat yang sudah berada pada ambang batas yang harus
dilawan. Pada masa ini, gerakan secara sembunyi-sembunyi
dilakukan oleh kaum intelek-tual melalui wacana sehingga
GERAKAN RIAU MERDEKA 209208 P en u t u p
Pusat dan Daerah di mana untuk minyak bumi daerah
mendapat bagian 15 persen dan ini jelas di luar dugaan
karena lebih besar dari tuntutan masyarakat Riau yang
hanya sebesar 10 persen.
Keempat, pendekatan persuasif yang dijalankan
militer —tanpa menangkap tokoh sentral gerakan— dalam
menyikapinya telah membuat gerakan tidak terkristalisasi.
Militer tidak tergoda melakukan hal tersebut meskipun
sebenarnya gerakan menuntut Riau merdeka sudah masuk
kategori perbuatan makar. Sikap ini karena militer belum
lama berselang memiliki pengalaman buruk dalam me-
nangani separatisme di Timor Timur dengan menangkap
tokoh sentralnya, Xanana Gusmao sehingga gerakan
mendapat perhatian dan simpati dunia internasional.
Kelima, figure Tabrani Rab yang kontroversial dan
sangat sulit ditebak ucapan, sikap, dan tindakannya.
Tabrani cenderung jalan sendiri dengan meninggalkan –
meminjam istilah Rizal Mallarangeng— kelompok episteme
Riau merdeka terutama mahasiswa sebagai pendukung
dan penggerak awal gerakan ini. Puncaknya adalah ketika
Tabrani menerima tawaran menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Hal ini membuat
kelompok pendukung utama kecewa sehingga membuat
gerakan ini mengalami evolusi yang kurang sempurna.{}
dan masyarakat Riau merasa bahwa negara tidak mampu
melindungi daerah yang merupakan bagian dari tubuh-
nya.
Pada konteks ini, pusat dianggap tidak punya political
will memajukan daerah. Pada perkembangannya, Gerakan
Riau Merdeka kemudian diperluas oleh Tabrani Rab karena
kepiawaian-nya memainkan peran sebagai the man of idea
dalam melakukan psy war terhadap pusat. Figur Tabrani
Rab yang berhasil mem-perluas gagasan Riau Merdeka
hingga ke tingkat nasional merupakan suatu keberhasilan
sebagai seorang political entrepreneur.
Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya gerak-
an antara lain; pertama, sejak awal gerakan ini telah terjadi
polarisasi menyangkut strategi perjuangan; sebagian ada
yang ingin benar-benar merdeka terutama mahasiswa,
sebagian ada yang ingin gerakan ini sebagai alat untuk
meningkatkan bargaining position Riau terhadap pusat.
Polarisasi tersebut sebagai akibatnya lemahnya konsolidasi
sehingga gerakan mengalami disorientasi sejak awal. Riau
Merdeka memiliki idea of power tanpa diiringi kekuatan
implementasi dan aksi dari gagasan tersebut.
Kedua, keberhasilan Pusat melakukan kontra isu me-
lalui gerakan pemisahan diri masyarakat Kepulauan Riau
untuk membentuk provinsi otonom. Isu ini membuat
Gerakan Riau Merdeka tidak populer di Kepulauan Riau
sehingga membuat gerakan tidak meluas (dilokalisir).
Ketiga, munculnya keinginan Riau untuk merdeka adalah
karena tidak adanya kepastian akan dikabulkannya
tuntutan bagi hasil minyak. Setelah dikeluarkannya UU
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
GERAKAN RIAU MERDEKA 211210 D a f t a r P u st a k a
Daftar Pustaka
Abdul Gaffar Karim, 1997, Negara dan Civil Society:
Elaborasi Terminologis, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu
Pemerintahan UGM, unpublished.
Adnan Buyung Nasution, Harun Alrasyid, Ichlasul Amal,
dkk., 1999, Federalisme untuk Indonesia, Kompas,
Jakarta.
Alfred Stepan, 1996, Militer dan Demokratisasi: Pengalaman
Brasil dan Beberapa Negara Lain, Pustaka Utama
Grafiti, Jakarta.
Ali Yusri, 1990, Mekanisme Pengendalian Pemerintah Pusat
dalam Rekruitmen Elit Politik Lokal di Riau, Tesis
Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, unpublished.
________, 2002, Draft Disertasi Pascasarjana Universitas
Indonesia, unpublished.
Angger Jati Wijaya dkk. (ed.), 2000, Reformasi Tata
Pemerintahan Desa Menuju Demokrasi, YAPIKA dan
FORUM LSM DIY bekerja sama dengan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
GERAKAN RIAU MERDEKA 213212 D a f t a r P u st a k a
David Jenkins, 1984, Soeharto and His General, Indonesia
Military Politics 1975-1983, Monograph Series,
Southeast Asian Program, Cornell University, Ithaca.
D. G. Hall, 1971, Sejarah Asia Tenggara, Dewan Bahasa
dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, Kuala
Lumpur.
Eep Saefullah Fatah, 1998, Menimbang Masa Depan Orde
Baru: Reformasi atau Mati? Laboratorium Ilmu Politik
FISIP UI dan Mizan.
Eric Hoffer, 1993, Gerakan Massa (terj.), Yayasan Obor,
Jakarta.
Fred I. Greenstein and Nelson W. Polsby (ed.), Handbook
of Political Science Vol. 3.
Gerald Zaltman (ed.), 1970, Procces and Phenomena of Social
Change, John Wiley and Son.
Gunnar Myrdal, 1968, Asian Drama: An Inquiry Into the
Poverty of Nation (vol II), Penguin Books, England.
Hadari Nawawi, 1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hamka, 2000, Gerakan Mahasiswa Indonesia: Studi
Perbandingan antara Gerakan Mahasiswa 1966 dan
Gerakan Mahasiswa 1998, Thesis Pascasarjana UGM,
Yogyakarta, unpublished.
Hardi, 1993, Daerah Istimewa Aceh: Latar Belakang Politik
dan Masa Depannya, Cita Panca Serangkai, Jakarta.
Haryanto, 1989, Analisis Tahap-tahap Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1974 dan 1978, Fisipol UGM, Yogyakarta.
Hendri Sayuti dan Repol, 2003, Gerakan Reformasi Riau
1998-2003, Bahana Press, Pekanbaru.
Hikmat Ishak, 2001, Warisan Riau: Tanah Melayu Indonesia
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 1997, Dasar-Dasar
Penelitian Kualitatif: Prosedur, Teknik, dan Teori
Grounded, penyadur H.M. Djunaidi Ghony, Bina Ilmu,
Surabaya.
Anthony Oberschall, Theories of Social Conflit, dalam Ralp
H. Turner (ed.), 1978, Annual Review of Sociology vol.
4.
Anwar Syair dkk, 1986, Sejarah Daerah Riau, Depdikbud
Prov. Riau, Pekanbaru.
Aribowo, 1992, Gerakan Mahasiswa 1966 sebagai Kekuatan
Politik Anomi, Thesis Pascasarjana UGM, Yogyakarta,
unpublished.
Arief Furchan, 1992, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif
(terj.), Usaha Nasional, Surabaya.
Arlinna Gunarya, 1985, Wawasan Dasar Metodologi
Penelitian, diktat kuliah, Bandung, unpublished.
Audrey Kahin dan George McTurnan Kahin (2001),
Subversi sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap
Keterlibatan CIA di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta.
B. Herry Priyono, 2003, Anthony Giddens: Suatu Pengantar,
Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.
Barbara Sillars Harvey, 1989, Permesta: Pemberontakan
Setengah Hati (terj.), Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Bryan Fay, 1991, Teori Sosial dan Praktek Politk, Grafiti Pers,
Jakarta.
Charles F. Andrain, 1992, Kehidupan Politik dan Perubahan
Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta.
David Berry, 1981, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi,
Paulus Wirutomo (peny.), Rajawali, Jakarta.
GERAKAN RIAU MERDEKA 215214 D a f t a r P u st a k a
Munafrizal, 2002, Hubungan Negara-Masyarakat pada Era
Transisi di Indonesia (1998-2001), Thesis Pascasarjana
UGM, unpublished.
Myron Weiner dan Samuel P. Huntington (ed.),
Understanding Political Development, Waveland Press,
Illinois.
Nazaruddin Syamsuddin, 1989, Integrasi Politik di
Indonesia, Paradigma Baru Peran ABRI (Sebuah Upaya
Sosialisasi) Edisi II Hasil Revisi, 1999, Jakarta.
Pratikno, 1999, Hubungan Pusat-Daerah Gelombang Ketiga:
Sosok Otonomi Daerah di Indonesia Pasca Soeharto,
Jurnal UNISIA No. 39/XXII/III/1999, UII, Yogyakarta.
Priyo Budi Santoso, 1993, Birokrasi Pemerintah Orde Baru:
Perspektif Kultural dan Struktural, Rajawali Pers,
Jakarta.
Riant Nugroho D., 2000, Otonomi Daerah: Desentralisasi
tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo, Jakarta, h.
191-192.
Riswandha Imawan, tanpa tahun, “Research Design”,
dalam Metodologi Penelitian Administrasi, diktat kuliah
Program Studi Magister Ilmu Administrasi PPS
Universitas 17 Agustus, Surabaya, unpublished.
Riwanto Tirtosudarmo, 1996, Demografi Politik: Pem-
bangunan Indonesia dari Riau sampai Timor Timur,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Ronny Basista, 2004, Tabrani dalam Bingkai “Riau
Merdeka”, Riau Cultural Institute, Pekanbaru, h. 29-
30.
R. Z. Leirissa, 1991, PRRI/Permesta: Strategi Pembangunan
Indonesia tanpa Komunis, Pustaka Utama Grafiti,
yang Legendaris, Percetakan Negara RI, Jakarta.
Investasi di Kabupaten Kepulauan Riau (Tanjungpinang:
Pemda Kepri, 2000).
Ichlasul Amal, 1992, Regional and Central Government in
Indonesian Politics: West Sumatera and South Sulawesi
19491-979, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Jack Plano, Robert E. Riggs, Helenan S. Robin, 1985, Kamus
Analisa Politik (terj.), Rajawali, Jakarta.
Jacob Vredenburg, 1986, Metode dan Teknik Penelitian,
Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat (peny.), 1981, Metode-metode Penelitian
Masyarakat, Gramedia, Jakarta.
Leonard Broom, 1981, Sociology: a Text with Adapted
Readings, Harper & Row Pub., New York.
Lexy J. Moleong, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Remadja Karya, Bandung.
Mark N. Hagopian, 1978, Regime, Movement, and Ideologies:
a Comparative Introduction to Political Science,
Longman, New York & London.
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (peny.), Metode
Penelitian Survai (edisi revisi), LP3ES, Jakarta.
Mohtar Mas’oed dan Colin McAndrew (peny.), 1997,
Perbandingan Sistem Politik, Gama Press, Yogyakarta.
Mubyarto dkk., 1992, Riau Menatap Masa Depan, hasil
penelitian P3PK UGM, Yogyakarta, unpublished.
Muhammad Isa Selamat, 2001, Riau Menuju Jalan Puncak:
Gagasan Pembangunan dan Kekuatan Jatidiri, Pusat
Kajian Warisan Melayu Riau, Bengkalis.
M. Rusli Karim, Negara: Satu Analisis Mengenai Pengertian
Asal-usul dan Fungsi, Tiara Wacana, Yogyakarta.
GERAKAN RIAU MERDEKA 217216 D a f t a r P u st a k a
Tarsito, Bandung.
Zaim Saidi, 1998, Soeharto Menjaring Matahari, Mizan,
Bandung.
Zulfan Heri dan Muchid Albintani (peny.), 1998, DPRD
Riau Digugat: Kilas Balik Pemilihan Gubernur Riau
(1993-1998), LS2EPM, Pekanbaru.
Sumber Bacaan dan Bahan Pendukung lainnya
Bahan Prosesi dan Hasil Kongres Rakyat II, Pekanbaru,
29-31 Januari 2000.
Berita Acara Pertemuan LPRR Nomor 001/Skrt-LPRR/VI-
1998.
Daftar hadir LPRR tanggal 24 Mei, 29 Mei, 4 Juni, 24 Juni
1998.
DeTAK No. 69 tahun ke-2 tanggal 16-22 November 1999.
Detektif Romantika, liputan khusus tanggal 15-20 Maret
1999.
Forum Keadilan No. 33, 21 November 1999.
http:/www.bangkitonline.litbot.com, 1 Juli 2000.
Majalah Warta Unri Nomor 1 – XVI Januari 1999, Humas
Universitas Riau, Pekanbaru.
Notulen rapat LPRR tanggal 21 Mei, 4, 9, 23 Juni 1998.
Riau Pos, tanggal 12 dan15 Maret 1999.
Sinar Pagi, 13 Maret 1999.
Tabloid Politik WataN No. 10 Tahun I, 24-30 Desember
1999, Pekanbaru, Riau.
Tempo, 24 September 2000 dan 15 Juli 2001.
Tabloid Azam Nomor 107/ Tahun III/ Edisi 12-18 Februari
2001
Jakarta.
Sanapiah Faisal, 1999, Format-format Penelitian Sosial,
Rajawali, Jakarta.
Sidney Tarrow, 1996, Power in Movement: Social Movements,
Collective Action, and Politics, Cambridge University
Press, New York.
Syahda Guruh LS, 2000, Menimbang Otonomi vs Federal:
Mengembangkan Wacana Federalisme dan Otonomi
Luas Menuju Masyarakat Madani Indonesia, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Syamsuddin Haris dan Riza Sihbudi (ed.), 1996, Menelaah
Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia, Jakarta.
Tabrani Rab, 2002, Menuju Riau Berdaulat: Pilihan Kongres
Rakyat Riau II, Riau Cultural Institute, Pekanb
Taufik Ikram Jamil dkk., 2002, Dari Percikan Kisah
Membentuk Provinsi Riau, Yayasan Pusaka Riau,
Pekanbaru.
Ted Robert Gurr, 1970, Why Men Rebel, Princeton
University Press, Princeton, New Jersey.
Tedd Robert Gurr, 1995, Minorities at Risk: A Global View
of Ethnopolitical Conflicts, United States Institute of
Peace Press, Washington D.C
Tim Lapera, 2000, Otonomi versi Negara: Demokrasi di
Bawah Bayang-bayang Otoriterisme, Lapera Pustaka
Utama, Yogyakarta.
Turner dan Killian, 1957, Collective Behaviour, Prenticehall,
New York.
William Liddle, 1996, Leadership and Culture in Indonesian
Politics, Allen & Unwin, Sydney.
Winarno Surakhmad, 1985, Dasar-dasar Teknik Researsh,
top related