rinosinusitis pada anak newnew
Post on 17-Jan-2016
64 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
RINOSINUSITIS PADA ANAK
A. PENDAHULUAN
Rinosinusitis merupakan istilah yang lebih tepat karena sinusitis jarang tanpa didahului
rinitis dan tanpa melibatkan inflamasi mukosa hidung. Rinosinusitis menjadi penyakit
berspektrum inflamasi dan infeksi mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis
didefinisikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal;
dikatakan kronik apabila telah berlangsung sekurangnya 12 minggu. Infeksi saluran nafas
atas pada anak lebih sering terjadi dibandingkan orang dewasa yaitu sekitar 6-8 kali per tahun
sedangkan pada orang dewasa 2-3 kali per tahun. Faktor predis posisi yang paling umum
adalah infeksi saluran nafas atas oleh virus dan alergi. Sinus yang sering mengalami infeksi
pada anak adalah sinus etmoid dan maksila karena kedua sinus tersebut sudah ada sejak lahir
dan berkembang pada umur 3 tahun. Komplikasi sinusitis pada anak mencakup pada orbita,
intra kranial, paru, mukokel dan osteomielitis. Penatalaksanaan lebih sering secara
konservatif dengan medika mentosa empirik dan terapi operatif bila terjadi komplikasi pada
sinusitis akut dan pada sinusitis kronis yang gagal dengan medika mentosa1.
Secara klinis, rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari
4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rhinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis
akut yang tidak terobati secara tuntas.1
Gambar 1. Klasifikasi rhinosinositis1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Perkembangan dari dinding lateral nasal dimulai dengan struktur yang lembut dan
undiferensiasi. Perkembangan yang pertama adalah maksiloturbinal yang akan secepatnya
menjadi turbinate inferior. Setelah itu, mesenchyme membentuk ethmoturbinal. Pertumbuhan
ini diikuti oleh perkembangan sel nasi agger, processus uncinatus dan infundibulum
ethmoidalis. Sinus kemudian berkembang.2
Anantomi Sinus Paranasal
1. Dinding Lateral Nasal
Dinding lateral nasal meliputi bagian os ethmoid, os maksila, os palatine, os larimal,
lamina pterygoideus medial os sphenoid, os nasal dan turbinate inferior. Tiga dari empat
turbin dari dinding supreme, superior dan medial menjadi proyeksi dari os ethmoid. Bagian
inferior merupakan suatu struktur yang independen. Masing-masing dari struktur ini disebut
dengan meatus. Tulang kecil dari proyeksi os ethmoid yang menutup, membuka ke samping
menempatkan sinus maksilaris dan membentuk suatu palung dibelakang pertengahan
turbinate. Sekat bertulang tipis ini dikenal sebagai suatu processus uncinatus. Dinding
superior nasal terdiri dari ethmoid sel sinus terletak sebelah lateral dari epithelium olfaktorius
dan cribiform plate yang mudah pecah. Bagian posterior superior dari dinding nasal lateral
menjadi dinding anterior dari sinus sphenoidalis yang mendekap di bawah sella turcica dan
sinus cavernosus.2
Gambar 2. Dinding lateral cavum nasi2
Sinus paranasalis terdiri atas empat pasang, yang terbesar adalah sinus maksila, frontal,
ethmoid, dan sfenoid kanan dan kiri. Sinus anterior terdiri atas sinus frontalis, maksilaris, dan
ethmoid anterior, sedangkan sinus posterior terdiri atas sinus ethmoid posterior dan sfenoid.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga dalam tulang2.
Semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Sinus-sinus umumnya
mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun2.
Gambar 3. Sinus paranasalis potongan coronal2
Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, yang telah ada saat lahir. Saat lahir
sinus bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus Maksilaris merupakan sinus terbesar dan
terletak di maksila pada pipi yang berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksilaris yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksilaris, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid2.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah anatomi sinus maksila, adalah 1) dasar
sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),
molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga pada gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan
akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah
naik ke atas menyebabkan sinusitis ; 2) Sinus maksilla dapat menimbulkan komplikasi orbita;
3) Ostium sinus maksila terletah lebih tinggi daripada dasar sinus sehingga drainase hanya
tergantung gerak siliater(meatus medius) , kemudian disekitar hiatus semilunaris yang sempit
sehingga mudah tersumbat apabila terjadi pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini2.
Sinus Frontalis
Sinus frontalis terdiri dari 2 sinus yang terdapat di setiap sisi pada daerah dahi, di os
frontal. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus
frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada usia 8 tahun dan mencapai ukuran
maksimal pada usia 20 tahun2.
Dinding medial sinus merupakan septum sinus tulang interfrontalis yang biasanya
berada dekat garis tengah, tetapi biasanya berdeviasi pada penjalarannya ke posterior,
sehingga sinus yang satu bisa lebih besar daripada yang lain. Sinus frontalis bermuara ke
dalam meatus medius melalui duktus nasofrontalis. kedua sinus frontalis tidak terbentuk atau
yang lebih lazim tidak terbentuk salah satu sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang
relatif tipis dari orbita yang disebut dengan tulang compacta dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletah di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid2.
Sinus Etmoidalis
Sinus etmoidalis berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media
dan dinding medial orbita. Sama halnya dengan sinus maksilaris, bahwa sinus etmoidalis ini
telah ada saat lahir. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya
0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 ml cm dibagian posterior. Berdasarkan letaknya, sinus
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus
etmoid posterior yang bermuara di meatus superior dengan perlekatan konka media2.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya sinus ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus
frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila2.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan dinding
anterior sinus sfenoid. Berhubungan dengan orbita, sinus etmoid dilapisi dinding tipis yakni
lamina papirasea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka
darah akan masuk ke daerah orbita sehingga terjadi brill hematoma2.
Sinus Sfenoidalis
Sinus sfenoidalis terletak di dalam os sfenoidalis dibelakang sinus etmoid posterior.
Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Pneumatisasi sinus spenoidalis dimulai pada usia 8-10 tahun.
Biasanya berbentuk tidak teratur dan sering terletak di garis tengah. Sinus sfenoid dibagi dua
oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid2.
Batas sinus sfenoidalis adalah sebelah anterior dibentuk oleh resesus sfenoetmoidalis
di medial dan oleh sel-sel etmoid posterior di lateral. Dinding posterior dibentuk oleh os
sfenoidale. Sebelah lateral berkontak dengan sinus kavernosus, arteri karotis interna, nervus
optikus dan foramen optikus. Penyakit-penyakit pada sinus sfenoidalis dapat mengganggu
struktur-struktur penting ini, dan pasien dapat mengalami gejala-gejala oftalmologi akibat
penyakit sinus primer. Dinding medial dibentuk oleh septum sinus tulang intersfenoid yang
memisahkan sinus kiri dari yang kanan. Superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa dan sebelah inferiornya atap nasofaring2.
Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering
terkena dalah sinus etmoidalis dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus
sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar
gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen.
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik2.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
didalam rongga kepala , serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati2.
Fungsi Sinus Paranasal
Fisiologi dan fungsi dari sinus banyak menjadi penelitian. Sampai saat ini belum ada
persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus
paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat
pertumbuhan tulang muka3.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi dari sinus paranasal antara lain4:
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air connditioning).
Sinus berfungsi sebagai ruangan tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak terdapat
pertukaran udara di dalam sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 voulume sinus tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal isolators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berbeda-beda. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus
tidak terletak diantara hidung dan organ-organ yang dilindunginya.
3. Membantu keseimbangan kepala.
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan
sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara.
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada korelasi
antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Peredam perubahan tekanan udara.
Fungsi ini berjalan jika ada perubahan tekanan yang beasar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin dan mebuang ingus.
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal jumlahnya kecil bila dibandingkan dengan
mukus yang dihasilkan dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus media, tempat yang
paing strategis.
C. INSIDEN
Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi
saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas
akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak dengan rinosinusitis kronis
didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk mendapatkan tidak ada perbedaan
insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi
sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di
jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun5.
Rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah yang
mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang Menurut National Ambulatory Medical
Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami
rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis
dengan pemberian antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39
miliyar untuk pengobatan rinosinusitis Sekitar 40 % rinosinusitis akut merupakan kasus yang
bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua
ras, semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.5
Di Indonesia, di mana penyakit infeksi saluran napas akut masih merupakan penyakit
utama di masyarakat. Insiden kasus baru rinosinusitis pada penderita dewasa yang
berkunjung di Divisi Rinologi Departemen THT RS Cipto Mangunkusumo, selama Januari–
Agustus 2005 adalah 435 pasien. Di Makassar sendiri, terutama di rumah sakit pendidikan
selama tahun 2003–2007, terdapat 41,5% penderita rinosinusitis dari seluruh kasus rawat inap
di Bagian THT. 5
D. ETIOLOGI
Etiologi rinosinusitis pada anak biasanya terjadi antara umur 4 sampai 10 tahun.
Keadaan iklim memegang peran penting. Adanya peradangan yang disebabkan infeksi
saluran nafas atas dan alergi. Yang termasuk faktor mekanis antara lain deformitas septum /
nasal, obstruksi kompleks osteo meatal (KOM), konka hipertropi, polip, tumor, adenoid
hipertropi, benda asing dan cleft palate. Sistemik terbentuk fibrosis kistik, sindroma
Kartagener, imunodefisiensi.
Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain staphylococcus aureus, streptococcus
viridians, haemuphilus influenza, neisseria flavus, staphylococcus epidermidis, streptococcus
pneumonia, dan escherichia coli. Sedangkan bakteri anaerob antara lain peptostreptococcus,
corynebacterium, bacteroides, dan veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan
anaerob sering kali juga terjadi.
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi rinosinusitis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Rinosinusitis pada
anak biasanya merupakan sisa infeksi saluran nafas atas akut. Insiden infeksi saluran nafas
akut lebih tinggi pada anak-anak akibat sistem imun yang menurun yang menimbulkan
infeksi virus pada saluran nafas atas dan juga karena seringnya terpapar dengan lingkungan
seperti sekolah, di mana sering kontak dengan anak-anak yang lain sebagai transfer infeksi.
Infeksi saluran nafas atas menyebabkan edem mukosa sehingga menyebabkan obstruksi
aliran sinus sehingga menimbulkan infeksi. Pada anak-anak, dengan anatomi perkembangan
sinus yang berukuran kecil dan pendeknya jarak antara permukaan mukosa dari ostio
memainkan peranan pada perkembangan rinosinusitis.
Perubahan sekresi kelenjar pada kistik fibrosis menghasilkan mukus yang kental
sehingga menyulitkan pembersihan sekret serta gangguan gerakan silia seperti pada silia
imotil sindroma. Kedua hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi
kolonisasi kuman dan timbul infeksi.
Peranan alergi pada sinusitis adalah akibat reaksi anti gen antibodi yang menimbulkan
pembengkakan mukosa sehingga menimbulkan obstruksi pada ostium sinus dan menghambat
aliran mukus. Selanjutnya terjadi vakum di rongga sinus sehingga terjadi transudasi cairan ke
rongga sinus. Menumpuknya cairan di rongga sinus merupakan media pertumbuhan bakteri
sebagai hasil obstruksi ostium sinus yang lama. Faktor kelainan anatomi seperti septum
deviasi, hipertropi atau paradoksal konka media dan konka bulosa juga dapat mempengaruhi
aliran ostium sinus.
Bila dua lapisan mukosa yang berdekatan saling kontak karena edema akan terjadi
gangguan fungsi silia di tempat tersebut sehingga terjadi retensi sekret. Kontak mukosa pada
kompleks osteo meatal terjadi pada celah antara prosesus unsinatus dengan konkha media,
antara bula etmoid dan konkha media serta di atas dan belakang bula etmoid. Pada keadaan
ini pertukaran udara atau ventilasi terganggu, perubahan pH sinus akan menurun, oksigen
akan di serap dan mukosa akan mengalami hipoksia dan kematian sel mukosa sinus yang
memudahkan terjadinya infeksi.
F. GEJALA KLINIK
Gejala khas sinusitis pada anak ialah adanya sekret hidung kronik dari satu atau kedua sisi
hidung. Sering menderita selesma dan nyeri dalam telinga. Pada pemeriksaan seringkali
tampak anak malnutrisi dengan berat badan kurang. Anak kurang perhatian disekolahnya dan
dapat menjadi bodoh.
Pada anak dibawah usia 6 tahun, sekret dari meatus medius biasanya berarti terkenanya
sinus etmoid atau maksila, karena sinus frontal, karena sinus frontal saat itu belum
berkembang sempurna dan jarang terkena. Sekret yang keluar dari atas konka media sebelum
umur 3 tahun menunjukkan etmoiditis posterior, karena sinus sfenoid belum berkembang
sempurna dan tidak sering terkena sebelum umur ini. Sekret hidung sangat banyak disisi yang
terkena, dapat mukoid, mukopurulen, atau purulen.
Biasanya terdapat obstruksi hidung pada sisi yang terkena, dapat menetap atau dapat
hilang timbul. Sakit kepala merupakan gejala diagnostik penting untuk kasus akut pada anak
diatas umur 5 tahun. Sakit kepala frontal paling sering menunjukkan penyakit pada sel sel
kelompok posterior. Sakit kepala frontal pagi hari yang berkurang intensitasnya menjelang
sore, biasanya menandakan penyakit disinus frontal pada anak yang lebih besar. Nyeri
dirahang atas atau gigi, yang meningkat intensitasnya menjelang sore biasanya menunjukkan
pada sinus maksila. Nyeri pada penekananan di daerah dinding sinus yang tipis sangat
membantu diagnosis pada anak yang lebih besar. Daerahnya sama pada orang dewasa.
Gejala rhinosinusitis sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pasca nasal (post nasal drips).
Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu karena tersumbatnya tuba eustachius.
Adanya nyeri/sakit kepala.
Gejala mata oleh karena penjalaran infeksi melaui duktus nasolakrimalis.
Gejala saluran nafas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru,
berupa bronchitis atau bronchiectasis atau asma bronchial, sehingga terjadi penyakit
sinobronkhial.
Gejala di saluran cerna, oleh karena mukosa yang tertelan menyebabkan
gastroenteritis, sering pada anak.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti
kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus
dan Fusobakterium. (somelus)13
Diagnosis rinosinusitis kronis atau rinosinusitis akut
No Kriteria Rinosinusitis akut Rinosinusitis Kronis
Dewasa Anak Dewasa Anak
1 Lama gejala dan tanda< 12 minggu
< 12 minggu
> 12 minggu
> 12 minggu
2 Jumlah episode serangan akut, masing-masing berlangsung minimal 10 hari
< 4 kali / tahun
< 6 kali / tahun
> 4 kali / tahun
> 6 kali / tahun
3 Jumlah episode serangan akut,
masing-masing berlangsung
minimal 10 hari
Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
Tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
b. Radiologi Sinus Paranasal
Penyakit inflamasi sinus membutuhkan diagnosis yang akurat sebagai kunci
manajemen terapi termasuk untuk menetapkan etiologi dan faktor predisposisi. Para ahli
menyepakati bahwa rinosinusitis disebabkan oleh obstruksi clearance mukosilia dari
sinus paranasal, khususnya daerah KOM. Pemeriksaan radiologi diharapkan dapat
menggambarkan secara akurat morfologi regional dan menunjukkan obstruksi
osteomeatal. Foto polos atau radiografi standar Foto polos sinus paranasal merupakan
metode mudah dan cepat untuk evaluasi struktur maksilofasial.
Ada empat posisi yang sering adalah :
1. Posisi Waters
Paparan radiasi berkisar 40-60mSv. Pemeriksaan tersebut memuaskan untuk
sepertiga bawah kavum nasi dan sinus maksila. Gambaran sinus ethmoid anterior et
posterior, sinus frontal, dan sphenoid sering kurang baik akibat penumpukan bayangan.
Penebalan mukosa lebih dari 4 mm, opasitas komplit sinus maksilaris, dan gambaran air
fluid level merupakan gambaran radiologis utama yang digunakan untuk diagnosis
sinusitis pada foto polos. Gambaran opasitas sinus maksilaris tersebut dapat akibat
penebalan dinding anterior sinus atau jaringan lunak yang tebal. Polip sinus juga dapat
memberi gambaran seperti air fluid level.
c. CT scan
CT scan menyediakan gambaran hidung dan sinus paranasal yang lebih detail
dibandingkan roentgen. Ahli THT sangat membutuhkan gambaran KOM dan kelainan
yang mungkin terdapat di sinus paranasal untuk mendapatkan diagnosis akurat dan
rencana terapi selanjutnya. Potongan korona CT scan memberikan gambaran akurat
sinus ethmoid anterior, 2/3 kavum nasi bagian atas, recessus frontalis Potongan lintang
CT scan dapat menilai kondisi soft tissue di kavum nasi sinus paranasal, orbita, dan
intrakranial. Perbedaan yang teridentifikasi antara komponen kavum nasi yaitu udara -
tulang, lemak - orbita, dan soft tissue – udara. Perbedaan densitas juga mempermudah
identifikas sinus frontal, recessus frontal, prosessus uncinatus, infundibulum ethmoid
bulla ethmoid, sinus maksila, ostia sinus maksilaris, meatus media, sinus ethmoid, sinus
sphenoid, dan recessus sphenoid. Gambaran yang jelas sangat mempermudah diagnosis
dan rencana terapi14.
Penilaian CT scan meliputi 6 tahap, yaitu:
1. Melihat gambaran dari anterior ke posterior (identifikasi sinus
frontalis, sinus ethmoidalis, bulla ethmoidalis, sinus maksilaris, sinus
sphenoidalis, kavum nasi, orbita, fossa kranii media, dan septum
deviasi).
2. Melihat lamina papiracea, processus uncinatus, dan konka media.
3. Melihat recessus frontalis.
4. Perhatikan asimetri kanan kiri dengan melihat basis kranii.
5. Indentifikasi sinus sphenoidalis, melihat septum intersphenoidalis.
6. Melihat perluasan penyakit.
Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan
posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan
sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinuskopi sinus maksila,
pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi,
pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi
dan pemeriksaan CT-Scan.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan sinusitis pada anak terdiri dari dua jenis yaitu : konservatif dan
operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada rinosinusitis anak dan terapi
operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau
intra kranial.
Medikamentosa
Tujuan terapi medika mentosa adalah untuk perbaikan ventilasi, drainase dan
pembersihan mukosa silia pada komplek sinonasal15.
Anti biotika
Untuk pengobatan rinosinusitis akut tanpa komplikasi dapat di terapi dengan
amoxicilin oral dengan dosis 40 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Bila dengan terapi ini
dalam 48 – 72 jam tidak ada perbaikan, anti biotika harus di ganti dengan golongan anti
beta laktam karena beberapa kuman seperti moraxela kataralis dan hemofilus influenza
telah resisten terhadap amoxicilin yaitu kombinasi amoxicilin dengan asam klavulanat
dengan dosis 40/10 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Obat lain dapat digunakan pada
rinosinusitis akut yaitu cefaklor yang merupakan cefalosporin generasi kedua dengan
dosis 40 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis. Atau kombinasi eritromisin sulfisoksazol dosis
50/150mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis15.
Pada penderita rinosinusitis akut perlu di rawat bila gejalanya berat dengan efek
sistemik. Atau tidak dapat minum obat secara oral atau telah terjadi komplikasi yaitu
dengan pemberian anti biotika intra vena. Anti biotika untuk rinosinusitis akut biasanya
diberikan 10-14 hari bila terjadi perbaikan klinis tapi bila belum sembuh sempurna maka
dapat dilanjutkan anti biotika sampai 7 hari bebas gejala. Anti biotika jangka panjang ini
diharapkan dapat mengeradikasi koloni kuman di mukosa sinus. Menurut Lusk anti
biotika pada rinosinusitis kronis harus diberikan selama 4-6 minggu. Pada rinosinusitis
kronis pemberian anti biotika harus mencakup juga kuman anaerob. Brook, melaporkan
pada 40 pasien sinusitis kronis ditemukan 62% kuman anaerob15.
Dekongestan
Dekongestan dapat diberikan pada rinosinusitis akut baik secara lokal atau sistemik
dengan tujuan untuk membuka ostium sinus. Pemberian dekongestan lokal harus
dihentikan setelah 3 - 5 hari pemakaian untuk menghindari efek rebound (rinitis medika
mentosa).
Anti histamin
Anti histamin diberikan pada rinosinusitis anak dengan riwayat alergi. Anti histamin
dapat diberikan bersama kortiko steroid karena keduanya mempunyai efek yang nyata
terhadap edem mukosa sehingga dapat memperbaiki drainase. Sebaliknya pada
rinosinusitis anak tanpa riwayat alergi, tidak boleh diberikan karena efek dari anti
histamin dapat mengentalkan sekret sehingga dapat menyumbat ostium sinus. Pada
sinusitis dengan riwayat alergi atau rinitis alergi harus dilakukan tes alergi untuk
menemukan alergen penyebab dan selanjutnya alergen tersebut harus di hindari.
Pengelolaan yang tepat terhadap rinitis alergi pada anak dapat mencegah terjadinya
rinosinusitis pada anak15.
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal seperti beklometason dipropionat dalam bentuk spray dapat di
berikan pada mukosa hidung dan sinus paranasal untuk mengurangi edem mukosa
sehingga gejala rinosinusitis dapat mereda. Kortikosteroid topikal ini digunakan pada
rinosinusitis anak alergi maupun non alergi pada anak umur lebih dari 6 tahun. Pada
rinosinusitis dengan alergi dapat diberikan kromolin sodium intra nasal.
Penanganan Lokal
Setelah edem dan peradangan awal mereda, penanganan lokal dapat membantu.
Obstruksi hidung hebat dapat dikurangi dengan tetes hidung vasoknstriktor, seperti
efedrin 1%. Vasokonstriktor yang lebih menyeluruh (“mengerutkan”) dilakukan dengan
memasukkan kapas yang dibasahi larutan efedrin didaerah pinggir depan konka media.
Efedrin 0,25% dalam 0,85% larutan NaCl, atau obat vasokonstriktor lain yang lebih
ringan, dapat dimasukkan kedalam sinus dengan irigasi pertukaran. Sekret hidung yang
banyak dapat dihilangkan dengan penghisapan langsung melalui kanula atau irigasi
hidung secara hati hati dengan NaCl hangat.
Dalam banyak kasus, sinus maksila pada anak yang lebih besar, dapat diirigasi
melalui ostium, cukup dengan analgesia lokal. Kadang kadang sinus harus diirigasi
dengan memasukkan trokar melalui dinding nasoanteral. Pada tindakan seperti ini, trokar
dimasukkan tinggi, dekat perlekatan konka inferior dan diarahkan keatas, karena dasar
antrum pada anak seringkali lebih tinggi daripada titik ini.
Prosedur Bedah
Jika diperlukan, pembedahan harus konservatif. Yang paling penting adalah
mengadakan ventilasi dan drainase dengan trauma yang sesedikit mungkin. Pada anak,
prosedur bedah pada sinus itu sendiri jarang diindikasikan, oleh karena infeksi akut pada
rongga-rongga ini biasanya dapat hilang dengan sendirinya kasus kasus yang
diklasifikasikan sebagai empiema kronik lebih banyak yang dapat diatasi dengan
prosedur non bedah, dibandingan dengan pada orang dewasa, disebabkan oleh 2 faktor :
1. Umur pasien tidak menunjang adanya keadaan kronis yang lama;
2. Lesi obstruksi nasal pada umur ini tidak sering ditemukan,
Jika infeksi maksila tidak menghilang setelah terapi konservatif yang seksama, dapat
dilakukan ventilasi dan drainase tambahan dengan membuat lubang dibawah konka
inferior. Lubang ini biasanya akan cepat menutup pada anak. Trokar antrum yang sesuai
dimasukkan kebawah konka inferior, dan dinding medial antrum ditembus dengan arah
keatas dan keluar. Lubang ini diperbesar dengan kikir atau cunam kecil agar kateter karet
dapat dimasukkan. Kateter harus berada dari dalam antrum sampai ke vestibulum
hidung.
Irigasi atau instilasi dilakukan melalui kateter ini. Kateter dilakukan pada hari
kelima atau keenam. Irigasi selanjutnya dilakukan dengan jarum lurus atau trokar
bengkok.
Terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :
1. Operasi sinus tidak langsung
Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus
seperti : septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi, tonsiloadenoidektomi
dan irigasi sinus.
2. Operasi sinus langsung
Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut seperti :
etmoidektomi, operasi Luc dan bedah sinus endoskopik fungsional atau FESS.
Operasi ini di indikasikan pada :
1. Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi.
2. Sinusitis rekuren akut.
3. Sinusitis kronis yang gagal dengan terapi medika mentosa.
I. KOMPLIKASI
Tanda pertama penyakit sinus sering bermanifestasi di orbita. Sinus paransal juga
disebut sinus paraorbital karena sinus sinus ini juga mengelilingi orbita (kecuali disebelah
lateralnya)
Osteomielitis dan Abses Subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.
Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
Eksoftalmus
Eksoftalmus adalah penonjolan mata keluar dari orboita, biasanya merupakan
manifestasi penyakit lain. Sinusitis maksila akut dan kronis jarang berkomplikasi
eksoftalmuss kecuali jika infeksinya sudah meluar kedalam rongga retrobulbar karena
terjadi flebitis. Lesi kistik sinus maksila termasuk mukokel, kista dentingerus dan kista
dermoid, dapat meluas dan merusak atap antrum serta mendoprong orbita sehingga
mengakibatkan eksoftalmus. Tekanan pada arah ini juga menyebabkan ptosis palpebra
superior yang terjadi akibat hambatan gerak dari bagian separuh atas yang mengangkat
kelopak mata. Epifora dapat menyertai proptosis ini. Diplopia terjadi akibat isi orbita
terdorong kearah atas. Terkadang dapat diraba adanya massa di posterior rima infraorbita.
Lesi maligna sinus maksila yang letak tinggi di dalam sinus dapat menyebabkan destruksi
dini atap antrum serta meluas kedalam orbita, menyebabkan eksoftalmus. Pada kasus
kasus ini prognosis buruk karena penyakit biasanya telah menyebar melalui dinding
posterior kedalam fosa faringo maksila.
Nyeri Orbita
Nyeri kepala yang menyeluruh umumnya bukan merupakan manifestasi penyakit
sinus, sedangkan nyeri didalam atau atas orbita biasanya menyertai penyakit sinus. Nyeri
dimata dapat merupakan gejala sinusitis maksila akut. Sinusitis maksila kronis lebih jarang
menyebabkan nyeri orbita. Tumor jinak dan ganas yang melalui atap antrum dapat
menyebabkan nyeri orbita. Sinusitis frontal akut seringkali menyebabkan nyeri
orbita.nyeri dapat timbul dengan meraba dasar sinus frontal, sedikit posterior dari daerah
medial rima supra orbita, yang merupakan diagnosisi sinusitis frontal. Nyeri orbita
meningkat jika infeksi meluas kedalam orbita melalui dasar sinus frontal atau karena
flebitis. Sinusitis frontal kronis dan tumor jinak atau ganas dapat juga menyebabkan nyeri
orbita, jika meluas kearah tersebut.
Pembengkakan Kelopak Mata
Edem peradangan pada kelopak mata dapat terjadi pada sinusitis akut maksila, etmoid
atau frontal. Edem ini lunak tanpa adanya titik atau daerah nyeri tekan seperti ditemukan
infeksi akut kelenjar meibom. Gerakan bola mata dan penglihatan tidak terganggu. Jika
proses peradangan sinus sinus ini meluas kedalam orbita. Edem perdangan ini dapat
menghebat sesuai dengan perjalanan selusitis orbita. Pada umumnya kelopak mata atas
lebih bengkak pada sinusitis frontal. Kedua kelopak bengkak pada etmoiditis, dan kelopak
bawah dapat lebih bengkak pada perluasan infeksi dari sinus maksila.
Epifora
Proses peradangan mukosa hidung yang berkepanjangan dapat menyebabkan epifora,
karena stenosis duktus nasolakrimalis atau karena obstruksi orifisiumnya di meatus
inferior. Juga proses peradangan dapat meluas dari sinus etmoid ke sakul lakrimalis
disertai air mata yang keluar terus menerus.
top related