rizqi fadlilah_tugas 5
Post on 10-Nov-2015
17 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
1
PENDAHULUAN
Basin Sumatera Selatan merupakan salah satu basin yang terkenal dengan potensi
hidrokarbonnya. Basin ini tersusun atas campuran bahan-bahan vulkanoklastik, terrigeous,
dan karbonat. Usia basin Sumatera Selatan ini berkisar antara eosin akhir hingga miosen. Ada
5 play pada basin ini, yaitu fracture-basement dengan usia pre-tersier, formasi Talang Akar
bawah dengan usia oligosen sampai miosen awal dengan endapan sandstone deltaic, formasi
Batu Raja yang berusia miosen awal dan terdiri atas karbonat, Formasi Gumai yang berumur
miosen awal dengan terdiri atas sandstone laut dangkal, serta Formasi Air Benakat pada
miosen pertengahan tersusun atas sandstone laut dangkal juga.
Analisis data set pada basin yang dilakukan memungkinkan generasi dari peta sequen
paleogeografi untuk setiap horizon reservoir yang komersiil pada basin Sumatera Selatan ini.
analisis regional daripada source rocks, waktu migrasi, dan distribusi migrasi hidrokarbon
akan membantu kita dalam menentukan factor kritis untuk kesuksesan petroleum itu sendiri.
Untuk pertama kalinya peninjauan basin secara menyeluruh ditemukan, hal tersebut dapat
menunjang pemahaman lebih dalam mengenai petroleum system. Sejarah explorasi dan
discovery dari basin dianalisis untuk memperkirakan potensial di masa mendatang.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2
PEMBAHASAN
2.1 DATABASE
Studi dilakukan diantaranya dengan menggunakan seismic 2D dan 3D volume
sepanjang 18.000 km. Selain itu, sebagai tambahan juga ada data sumur dari kualitas variable
dari sekitar 250 sumur, memaksa distribusi dari unit-unit statigrafi mayor nya agar sebagus
paleogeografi dan variasi facies nya. Ada juga data base lapangan dan cadangan, yang
dihasilkan dari industry dan sumber kepemilikan yang mengkover 275 lapangan. Terakhir,
data geokimia tentang basin ini yang didapatkan dari paper-paper yang terkait.
2.2 SEJARAH STRUKTUR
Sejarah struktur basin dibagi kedalam tiga megasekuen tektonik, seperti diperlihatkan pada
gambar 1. Elemen struktur yang menjadi kunci nya digambarkan pada gambar 2.
2.1.1 Megasekuen Syn-Rift
Akibat aktivitas subduksi dari plate tektonik di sepanjang zona Sumatera Barat menyebabkan
lempeng benua dari Sumatera Selatan mengalami ekstensi selama masa eosin sampai oligosen awal.
Ekstensi ini mengakibatkan pembukaan pada lempeng dan menghasilkan half graben yang geometri
dan orientasi nya sendiri dipengaruhi oleh heterogenitas basement. Sebenarnya, Sumatera Selatan
sudah berotasi sebanyak 15 derajat searah dengan jarum jam sejak miosen terhadap Hall (1995) yang
pada saat ini menghasilkan orientasi graben utara-timur laut dan selatan-barat daya.
2.1.2 Megasekuen Post-Rift
Rifting sudah berhenti kira-kira pada 29 Ma yang lalu, akan tetapi penipisan kerak benua
tetap terjadi dibawah Basin Sumatera Selatan yang berlanjut hingga tercapai kesetimbangan
lithospheric-thermal. Dibagian dalam basin, misalnya Sub-Basin Palembang Tengah, mega sekuen ini
menghasilkan ketebalan lapisan hingga 13.000 ft. Tingginya tingkat subsiden dan muka air laut
menyebabkan transgresi yang lama pada basin yang diperkirakan mencapai 16 Ma yang lalu dimana
pada saat-saat tersebut terjadi banjir/peluapan muka air pada seluruh basin. Pelambatan subsiden
dan/atau peningkatan input sedimen kedalam basin pada 16 Ma hingga 5Ma yang lalu dihasilkan saat
fase regresi. Tidak ada bukti bahwa tektonik local merupakan pengaruh yang penting pada regresi ini.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.1.3 Syn-Orogenic atau Megasekuen Inversi
Megasekuen ini terjadi sekitar 5 Ma yang lalu hingga sekarang. Salah satu yang terjadi adalah
orogenic event dengan hasil berupa bukit Barisan yang melintasi Sumatera Selatan, meskipun ada
bukti yang menyatakan bahwa daerah tersebut pernah mengalami pengangkatan pada 10 Ma yang
lalu. Lipatan transpresional berorientasi barat laut-tenggara yang memanjang pada nilai yang
bervariasi terbentuk melintasi Basin dan memotong banyak syn-rift dasar . Sejumlah jebakan struktur
yang berhubungan dengan hidrokarbon pada pusat basin terbentuk pada masa ini, meskipun pada
beberapa area menunjukkan akumulasi petroleum yang bocor dan tersingkap. Selama terjadi
pemanjangan lipatan transpresional, subsiden basin berlanjut sebagai input sedimen yang pada
akhirnya tererosi akibat pembentukan pegunungan Bukit Barisan yang baru pada arah selatan dan
barat.
Gambar 1.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 2.
2.3 STRATIGRAPHIC OVERVIEW
Untuk mengatasi masalah perbedaan nomenklatur dari stratigrafi didalam basin Sumatera
Selatan yang digunakan oleh berbagai perusahaan minyak yang berbeda, digunakanlah
chronostratigraphic seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.
2.3.1. Basement Pra Tersier dan Tersier Awal
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Kombinasi yang kompleks antara batuan sedimen, metamorf, dan batuan beku yang
membentuk basement dari cekungan Sumatera Selatan, telah disederhanakan menjadi sejumlah
potongan basement NW-SE untuk setiap komposisi dan umur (gambar 3). Yang paling tua, yang
paling lama membentuk basement, merupakan mikroplate malaka yang mendasari bagian utara dan
timur dari basin. Dibagian selatan merupakan bentukan dari mikroplate Mergui, dan kemungkinan
merupakan fragment benua yang paling rapuh. Mikroplate Malaka dan Mergui sendiri dipisahkan oleh
kesatuan Mutus, yang dibentuk dari deformasi fragmen-fragmen material yang selama tumbukan
tertransportasi kearah utara. Granit yang terdeformasi, batuan vulkanik dan metamorfik dari usia
cretasius akhir hingga tersier, mendasari sisa-sisa Basin Sumatera Selatan.
Morfologi basement ini dipercayamemiliki pengaruh terhadap: morfologi rift eo-oligosen,
lokasi dan batas dari inverse atau strike-slip plio-pleistosen, kandungan karbondiokasida local yang
tinggi pada gas hidrokarbonnya, dan batas dari fracture pada basement.
Gambar 3.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.3.2 Formasi Lemat/ Lahat (Pada Akhir Eosen hingga Oligosen Awal)
Deposisi di Cekungan Sumatera Selatan dimulai selama Eosen sampai awal Oligosen
(De Coster, 1974). Bagian yang dibor terdiri dari tuffaceous, sekuen klastik kasar atau granite
wash (Kikim Member) yang selaras dan terdapat serpih, batu lanau, batu pasir dan batu bara
di atasnya, di endapkan di lingkungan pengendapan lacustrine dan marginal lacustrine
(Benakat Member). Bagian tersebut tipis atau tidak ada sama sekali pada margin graben dan
pada intra-graben yang tinggi dan ketebalannya mencapai 1000 m di Selatan dan sub
cekungan Palembang Tengah.
Gambar 4.
2.3.3 Formasi Talang Akar (Oligosen Akhir Hingga Miosen)
Selama akhir sin-rift pada sag evolusi di basin Sumatera Selatan, persebaran
pengendapan fluviatil dan sedimen terjadi di sepanjang cekungan. Pada saat tersebut marginal
marine mulai sangat berpengaruh terhadap proses sedimentasi dan subsidence terjadi secara
terus menerus. Akibatnya, terdapat lapisan yang sangat menebal di pusat-pusat cekungan dan
melipir ke intra cekungan tertinggi pada pinggir cekungan. Gambar 5 adalah ringkasan
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
kondisi pengendapan selama waktu oligosen, sama seperti pada formasi Lower Talang Akar.
Masuk ke masa miosen awal, pengendapan pada basin ini digantikan oleh lingkungan delta,
marginal marine, dan laut dangkal hingga dalam. Gambar 6 adalah ringkasan yang
menunjukkan distribusi facies belt pada masa miosen awal ini, seperti formasi Talang Akar
Atas.
Gambar 5.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 6.
2.3.4 Formasi Batu Raja (Miosen Awal)
Transgresi marine terus terjadi hingga pada Miosen awal pengendapan banyak terdiri
atas serpih (shale) di sepanjang area graben dan intrabasinal tinggi. Perkembangan dan
pertumbuhan karbonat pada zaman ini meningkat, hingga banyak gamping terdapat di
pinggiran cekungan dan akhirnya menjadi reservoir berkualitas baik. Namun karbonat yang
menjadi reservoir berkualitas baik ini umumnya ditemukan hanya di daerah selatan saja,
karena pada bagian ini pertumbuhan karbonat lebih terdukung. Di bagian utara (cekungan
Jambi dan bagian utaranya), input sedimen meningkat sehingga porositas didaerah ini kurang
baik. gambar 7 menunjukkan distribusi facies selama periode Miosen awal.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 7.
2.3.5. Formasi Gumai (Awal Hingga Pertengahan Miosen)
Transgresi marine yang terjadi pada akhir oligosen hingga awal miosen menghasilkan
pengendapan siltstone, shale, dan sandstone. Formasi ini dinamakan formasi Gumai dengan
pengendapan karbonat yang jarang ditemukan, hanya ada di puncak-puncak tertinggi
basement. Selama puncak transgresi, pengendapan laut terbuka didominasi oleh serpih
glauconitic dari formasi Gumai pada daerah yang sangat luas. Luasnya pengendapan serpih
glauconitic ini menghasilkan daerah seal yang luas. Selanjutnya pada pertengahan Miosen
terjadi progradasi sedimen yang digantikan oleh open marine-shale. Gambar 8
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
mengilustrasikan distribusi facies dimulai dari pertengahan Miosen dan menunjukkan adanya
regresi memuncak pada awal Miosen. Gambar 9 menunjukkan batas maksimum transgresi.
Gambar 8.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 9.
2.3.6. Formasi Air Benakat (Pertengahan Miosen)
Pada akhir periode awal Miosen, sedimentasi laut dalam digantikan oleh laut dangkal
dan menjadi marginal marine, dengan masukan dari arah pinggiran cekungan. Pada
pertengahan Miosen, reservoir pada cekungan didominasi oleh sandstone dengan kualitas
baik yang tersebar luas sepanjang cekungan (kecuali di beberapa bagian di pusat cekungan).
Selain itu, akibat akivitas vulkanisme dari pegunungan bukit barisan, maka reservoir di dekat
daerah ini banyak mengandung vulkanoklastik yang signifikan dan mengakibatkan kualitas
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
reservoir mengalami penurunan. Gambar 10 menunjukkan kondisi sedimentasi dan facies
pada periode pertengahan Miosen.
Gambar 10.
2.3.7. Formasi Muara Enim (Miosen Akhir)
Pada masa ini aktivitas vulkanisme terekam meningkat, dimana pada bagian barat
mulai muncul rangkaian pegunungan barisan, dan memberikan input sedimen pada cekungan.
Pada sebagian besar sumur, interval Muara Enim mayoritas dibentuk oleh fluvial deltaic dan
sedimen rawa, dan tidak terlihat adanya perluasan shale dan seal marine secara regional.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.3.8 Formasi Kasai (Pliosen-Pleistosen)
Selama Pliosen, gejala mayor vulkanisme dari pegunungan Bukit Barisan
menyebabkan sedimentasi didominasi oleh material-material vulkanoklastik, seperti tuff,
continental claystone, dan vulkanik sandstone. Pada zaman Pleistosen, terjadi pengangkatan
yang cepat dan sedimentasi terjadi diantara struktur antiklin, sehingga membentuk morfologi
structural seperti pada saat ini.
2.4. BATUAN INDUK DAN MIGRASI HIDROKARBON
2.4.1 Batuan Induk Formasi Talang Akar
Batuan induk pada formasi Talang Akar dipercaya sebagai batuan induk yang
menghasilkan hidrokabron yang komersiil. Nilai TOC pada penampang Upper Talang Akar
bervariasi, tetapi nilai tertingginya adalah 36% dengan nilai Hydrocarbon Index (HI) antara
200 dan 350 mgHC/g. Di area Benakat Gully shales memiliki nilai TOC sebesar 5% dan nilai
HI berkisar dari 110 hingga 400 mgHC/g, sedangkan batu bara memiliki nilai HI sebesar
400-470 mgHC/g. Source rock ini serupa dengan tipe D/E menggunakan klasifikasi Pepper
dan Corvi (1995).
2.4.2 Batuan Induk Formasi Lemat/Lahat
Formasi Lemat/Lahat pada umur Eosen-Oligosen dijelaskan oleh Todd, dkk (1997)
sebagai lacustrine hingga paralic source rock. Beberapa sumur di lapangan Bentayan
memiliki penetrasi shale dengan nilai TOC berkisar 1 hingga 3% dan diinterpretasikan
sebagai kelas C algal oil source rock (Pepper dan Corvi (1995) terendapkan di lingkungan
shallow lacustrine. Akan tetapi, kebanyakan pengeboran yang dilakukan menemukan bahwa
pada formasi ini batuan nya tidak terlalu berpotensi untuk menjadi source rock (yang
menghasilkan minyak).
2.4.3 Batuan Induk Formasi Gumai
Batuan pada formasi ini ditemukan dapat berpotensi untuk menjadi source rock
marine shale, yang terbentuk dekat lingkungan maximum flooding. TOC yang dikandungnya
mengalami peningkatan menjadi sebesar 8% dan HI nya sebesar 350 mgHC/g. Meskipun
source rock ini dikatakan immature, tapi dapat menjadi dapur yang efektif apabila terletak
pada bagian yang paling dalam dari depresi Palembang Tengah dan Lematang Deep.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.4.4. Karakteristik dari Minyak yang Bermigrasi
Minyak yang dianalisis dari cekungan Sumatra Selatan dapat dibagi menjadi tiga tipe
utama:
(a) Minyak yang berasal dari terestrial kerogenTipe D/E (sama dengan kelompok (iii) dari
Schiefelbein dan Cameron (1997) dan Resinitic/Oleanic oil pada Rashid, dkk (1998)
(b) Minyak yang berasal dari Lacustrine kerogen Tipe C (sama dengan kelompok (i) dari
Schiefelbein dan Cameron (1997) dan Aquatic oil pada Rashid, dkk (1998)
(c) Minyak yang berasal dari campuran kerogen Tipe D/E dan Tipe C (sama dengan
kelompok (ii) dari Schiefelbein dan Cmeron 1997) dan Deltaic oil pada Rashid, dkk
(1998)
Gambar 11 adalah plot dari pristane: rasio phytan dengan nC17 yang merupakan rasio
pristane untuk minyak di cekungan Sumatra Selatan. Terdapat kecenderungan yang jelas dari
terrestrial sourced oil ke aquatic (Lacustrine) sourced oil. Diketahui bahwa terrestrial oil dari
cekungan Mahakan dan Ardjuna juga diplot sebagai perbandingan lacustrine oil dari
cekungan Sunda dan cekungan Sumatra Tengah. Gambar 12 adalah plot pada nilai isotop C13
untuk minyak yang dsama dengan subdivisi tipe oil yang sama pula.
Oil group yang berasal dari data geokimia juga memiliki hubungan spasial (Gambar
13). Minyak yang berasal dari terrigenous source rock ditemukan di utara-timur dan selatan-
timur, sedangkan lacustrine oil lebih ditemukan di bagian barat dan selatan cekungan.
Distribusi regional pada tipe oil mungkin dapat dijelaskan melalui referensi peta paleografi
Formasi Talang Akar dan Lahat (Gambar 4 hingga 6). Selama Oligosen dan awal Miosen
area dengan input sedimen tertinggi berada pada sistem fluvio-deltaic di bagian utara-timur
dan selatan-utara dari cekungan, menghasilkan kerogen yang didominasi oleh material yang
bersumber terrestrial. Antara dua sistem delta, dan sepanjang bagian tengah atau pusat dari
cekungan, input sedimen yang lebih rendah berada secara lokal pada non-marine dan
marginal marine lakes dan rawa-rawa sehingga memiliki komposisi kerogen yang bercampur.
Selanjutnya pada bagian barat, input terrestrial dapat diabaikan, karena lebih didominasi oleh
kerogen lacustrine.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 11.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 12.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 13.
2.5. KARBONDIOKSIDA
Kandungan karbondioksida low hingga moderat didominasi pada reservoir Formasi
Talang Akar dan data C13 mengidikasikan bahwa umurnya ekuivalen thermal dengan
immature coal (75-120o). Pada tingkat yang lebih dalam (>150o), karbon dioksida dihasilkan
oleh metamorfisme karbonat pada suhu rendah dan dimana Formasi Batu Raja terkubur lebih
dalam, seperti pada lapangan Singa, menjelaskan tentang kandungan karbon dioksida yang
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
lebih tinggi. Reaksi mineral metamorfik berlangsung secara terus-menerus pada kadalaman
yang lebih dalam (350o ke atas) dengan batuan karbonat, granit dan calcareous shales
menghasilkan karbon dioksida dengan karakteristik C13 ini merupakan major source of
carbon dioxide pada Sumatra Selatan, terutama di atas cekungan bagian dalam dimana
terdapat karbonat dengan basement Pra-Tersier (di bawah cekungan Jambi Tengah,
didiskusikan pula oleh Suklis, dkk 2004.
2.6 . PEMATANGAN DAN ARAH MIGRASI
Gambar 14 adalah peta maturity pada basement yang berasal dari well-based burial
history models dari seluruh cekungan dan berdasarkan pada pemetaan seismik yang
dimodifikasi sebelumnya oleh Perangkat Kerja Daerah oleh BEICIP (1985) dan Pertamina-
BPPKA (1997). Gradien panas bumi dihitung dari corrected bottom-hole temperatures
(BHT). Baik Tipe C lacustrine source rock, Tipe D / E oil-prone coal source atau campuran
kerogens ini mewakili apa yang diyakini bahwa potensi source rock pada sedimen Talang
Akar di bagian tertentu dari cekungan yang digunakan dalam pemodelan.
Gambar 14.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.6 RESERVOIR
2.6.1 Basement Pra-tersier
Dimana pengeboran ke basement reservoir saat ini terdiri dari fractured granite,
karbonat, konglomerat dan batupasir dengan porositas rendah (
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.6.4 Formasi Batu Raja
Singkapan pada Formasi Batu Raja terdiri dari campuran wackestone, packestones,
grainstone dan batuan terumbu (Hadi dan Simpolon, 1976). Data sumur memperlihatkan
porositas Formasi Batu Raja secara umum adalah porositas sekunder, yang merupakan hasil
dari phreatic exposure setelah deposisi dan selama penimbunan (Clure dan Fiptiani, 2001).
Porositas rat-rata yang dihasilkan pada lapangan adalah 21%. Ke dalam sekitar 8000 ft tidak
terdapat hubungan antara porositas dan kedalaman dan laju aliran gas yang komersiil berada
pada 11.700 ft di lapangan Singa (Crawley dan Ginger, 1988). Di lapangan Pulau Gading,
laju aliran gas adalah 17,7 mmscfd dan 630 bcpd dihasilkan dari reservoir Batu Raja dengan
porositas rata-rata 11%. Permeabilitas reservoir yang dihasilkan pada lapangan berkisar 25
mD hingga 3,8 Darcys.
2.6.5 Formasi Air Benakat/Gumai
Reservoir batu pasir terbaik pada pada lingkungan laut dangkal atau coastal deltaic.
Pada lingkungan tersebut porositasnya tinggi (umumnya > 20%) tetapi permeabilitasnya
bervariasi (10 mD hingga 3Darcys), dengan 16-18% menunjukkan cutt-off reservoir efektif
secara kebanyakan (k < 5 mD). High cut-off dikategorikan sebagai komponen volkanoklastik
dalam batu pasir, dan kandungan clay yang tinggi pada lingkungan pengendapan berenergi
rendah-sedang. Laju aliran biasanya bernilai sedang (< 3000 BOPD) meskipun secara relatif
ketebalan net pay sumur memiliki kombinasi energi reservoir yang rendah dan
permeabilitasnya relatif buruk.
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 15. Estimasi pengangkatan dan erosi minimum pada 5 Ma hingga sekarang
sepanjang cekungan Sumatera Selatan
Gambar 16. Reservoir pada formasi Talang Akar sesuai tipe pengendapan
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
2.7 REGIONAL SEAL
Pada awal hingga pertengahan Miosen shale open marine memberikan kualitas seal
tertinggi pada skala regional (Formasi Upper Talang Akar, Batu Raja, dan Gumai). Batas
pengendapan pada fasies sealing selama sejarah transgresi pada awal Miosen (equivalen pada
setiap umur formasi) ditunjukkan pada Gambar 9. Seal pada Formasi Upper Talang Akar
lebih efektif pada bagian tengah cekungan dimana terdapat pula pada basement yang lebih
tinggi dan dibuktikan dengan seal gas column pada 500 m. Hanya area dimana bagian bawah
Formasi Gumai tidak memiliki seal yang edektif di bagian Barat dekat dengan Pegunungan
Barisan dimana sedimen tufa kasar terendapkan selama waktu Gumai, dan di lima sumur
bagian timur terdiri dari imput klastik dari Sunda Shield.
2.8 SEJARAH EKSPLORASI
Semenjak discovery minyak pada 1896 di permukaan antiklin Kampung Minyak
terdapat empat puncak aktivitas eksplorasi pada cekungan (Gambar 17) antara lain:
1928 - 1940 Kesuksesan pra-perang untuk Shell-
led BPM consortium menggunakan
eksplorasi seismik modern dan teknik
pengeboran untuk pertama kali.
1968 - 1975 Kesuksesan menghasilkan dari
pengenalan sistem PSC di Sumatra
Selatan, dengan perusahaan minyak
barat aktif di cekungan
1984 - 1988 Melepaskan cadangan terbaik
Pertamina beberapa acre kepada
industri
1994 - sekarang Kesuksesan terakhir berhubungan
dengan pertukaran dari eksplorasi
yang awalnya hanya minyak ke gas
Gambar 18 memperlihatkan kurva discovery kumulatif untuk cekungan Sumatra
Selatan oleh tipe hidrokarbon memalui play nya. Batu pasir di Formasi Talang Akar memiliki
signifikan volumetrik play tertinggi dalam sejarah diikuti oleh basement dan play pada
Formasi batu Raja.
Sejarah discovery Formasi Talang Akar (Gambar 19a) memperlihatkan beberapa
indikasi yang muncul sebelumnya pada gas discoveries (contoh North East Betara dan
Gemah), yang berlanjut, tetapi untuk minyak pada Talang Akar paly sepenuhnya mature.
Total cadangan saat ini adalah 1918 MMBO dan 5,8 TCF berupa gas, dengan rasio 66%
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
minyak dan 34% gas. Ukuran lapangan rata-rata adalah 41 MMBOE dengan lapangan
terbesar merupakan Talang Akar itu sendiri mendekati 415 MMBOE recoverable.
Pra-Tersier fractured basement play hanya dibuktikan melalui volumetrik yang
signifikan dengan discovery pada lapangan Dayung di tahun 1991 (Gambar 19b). Sejak itu,
beberapa gas 8,5 TCF telah dikembangkan pada area cekungan yang relatif terbatas.
Mayoritas sumur eksplorasi berhasil, meskipun beberapa hidrokarbon berupa gas berasosiasi
dengan karbon dioksida yang cukup tinggi. Play yang telah dieksplorasi dan memiliki
significant future discoveries dapat dipertimbangkan. Total cadangan saat ini 50 MMBO dan
8,5 TCF gas (96% gas). Ukuran lapangan rata-rata adalah 62 MMBOE dengan lapangan
terbesar, juga terbesar di cekungan adalah Suban yang mendekati 5 TCF (850 MMBOE)
recoverable.
Eksplorasi Batu Raja di cekungan Sumatra Selatan emilki sejarah yang panjang jika
dilihat mulai tahun 1930 an. Meskipun demikianm gambar 19c mengilustrasikan bahwa disini
play nya bersifat immature. Hal ini merupakan kombinasi yang mengejutkan dimana
dijelaskan melalui pengembangan awal didominasi oleh tutupan struktural yang didominasi
oleh gas (sedikit atau tidak ada commercial interest pada saat itu), tetapi untuk saat ini bagian
lebih dalam atau kontrol stratigrafinya diketahui menggunakan akuisisi dan processing
seismik yang lebih berkembang. Total reserve discoveries saat ini adalah 590 MMBO dan 4,2
TCF gas dengan rasio 46% minyak dan 54% gas. Ukuran lapangan rata-rata 31 MMBOE
dengan lapangan terbesar adalah Musi yang memiliki nilai kira-kira 184 MMBOE
recoverable.
Sejauh ini, volume discovered di batu pasir Air Benakat dan Gumai, Sumatra Selatan
kira-kira memiliki nilai 850 MMBOE dan 1,2 TCF (Gambar 19d) dan 19e). Hal ini
menggambarkan rasio minyak 80% dan gas 20%, sehingga kebanyakan pada play Sumatra
Selatan adalah oil-prone. Rasio ini mungkin terganggu oleh alokasi pengembangan kecil gas
di masa lampau sebagai dry holes. Play ini dapat dinilai mature selama rasio gas dan oil
rendah sehingga dapat mengindikasikan beberapa potensi gas di masa mendatang.
Ukuran lapanngan berasal dari banyaknya populasi di lapangan Sumatra Selatan yang
secara relatif lebih kecil daripada 30 MMBOE, meskipun ukuran lapangan minyak pasca
perang adalah 36 MMBOE, dengan P10 (bagian tinggi) ukuran lapangan adalah 58 MMBO.
Untuk gas, ukuran lapangan saat ini lebih kecil dari 135 BCF (22,5 MMBOE), dengan ukuran
lapangan P!) lebih dari 272 BCF (45 MMBOE).
Gambar 20 mereperesentasikan pengembangan secara grafis yang dibuat di cekungan
Sumatra Selatan antara 1998 hingga 2005. Kira-kira 2,4 BBOE telah dikembangkan selama
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
waktu tersebut dan sekitar 27% dari total perhitungan ultimate recoverable reserves untuk
semua lapangan pengembangan. Untuk pengembangan ini lebih dari 83% dari cadangan gas
dan 60% adalah cadangan yang ada di fractured basement.
Gambar 17. Sejarah explorasi cekungan di Sumatera Selatan
Gambar 18. Kurva discovery kumulatif untuk cekungan Sumatera Selatan berdasarkan play
dan tipe hidrokarbon
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 19. Kurva sejarah discovery untuk : a). Formasi Talang Akar, b). Basement Pre
Tersier, c).Formasi Batu Raja, d).Formasi Gumai, dan e).Formasi Air Benakat
-
Rizqi Fadlilah
135090700111013
Gambar 20. Grafik discovery pada cekungan Sumatera Selatan
2.8 POTENSI EXPLORASI DI MASA MENDATANG
Kecenderungan eksplorasi saat ini mengindikasikan bahwa tambahan cadangan
minyak yang diprediksi akan mencapai range 200 hingga 500 MMBO. Mature oil cekungan
Sumatra Selatan yang dieksplorasi adalah gas, dan mengandung gas dengan potensial yang
baik pada play yang baru maupun play yang ada dan terbukti menghasilkan. Ekstrapolasi
pada tren di dalam basement, sejarah discovery Talang Akar dan Batu Raja mengindikasikan
jika 6 hingga 10 TCF gas dapat dikembangkan.
Selama 15 tahun terakhir, terlihat beberapa eksplorasi telah berhasil di dalam sejarah
eksplorasi cekungan Sumatra Selatan. Potensial di cekungan Sumatra Selatan lebih
didominasi oleh gas. Tuntutan untuk gas di area ini didokumentasikan sebagai kebutuhan
Indonesia mengurangi penggunaan minyak fosil untuk penghasil energi dan dukungan
penolakan produksi oil. Saat ini setidaknya terdapat 4 TCF uncontracted gas di cekungan
Sumatra Selatan. Ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui arus cadangan gas
sebagai kemungkinan akses pasar Sumatra dan Jawa Barat yang lebih terbuka untuk
semuanya.
top related