sanksi merek terkenal
Post on 26-Jun-2015
597 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, sangat sering kita temui ada beberapa merek untuk
jenis barang atau jasa yang sama. Merek menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam
perdagangan barang dan jasa. Merek merupakan tanda pembeda yang memberikan ciri
khas bagi suatu barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
Seringkali melalui sebuah merek, kita dapat mengetahui kualitas dari suatu barang
atau jasa, biasanya hal-hal semacam itu kita ketahui dari merek-merek yang terkenal.
Merek-merek terkenal memiliki reputasi bagus di dalam masyarakat, sehingga cenderung
menjadi pilihan utama disbanding dengan merek biasa untuk barang dan/atau jasa sejenis.
Dengan demikian, merek terkenal sangat rentan terhadap terjadinya pelanggaran di
mana suatu barang dan/atau jasa lain yang sejenis menggunakan merek yang sama pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal tersebut. Salah satu kasus
pelanggaran merek terkenal terjadi antara GIANNI VERSACE S.p.A dengan PT. PRIMA
PERAHU AGUNG.
Jika terjadi pelanggaran merek terkenal, apalagi melanggar merek yang terkenal di
berbagai negara seperti merek Versace, tentu membawa citra yang buruk bagi negara kita.
Maka di dalam UU Merek telah diatur mengenai sanksi yang dapat diberikan bagi pelaku
pelanggaran merek untuk memberikan efek jera dan juga perlindungan bagi pemegang
merek terdaftar.
1
2. Rumusan Masalah
a. Sanksi apa yang dapat diberikan kepada pelanggaran merek terkenal sesuai
ketentuan UU Merek?
b. Bagaimana penerapan pemberian sanksi dalam kasus pelanggaran merek terkenal
antara GIANNI VERSACE S.p.A dengan PT. PRIMA PERAHU AGUNG?
3. Metode Penelitian
Penulisan ini mengunakan metode pendekatan masalah secara yuridis normatif.
Penelitian secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis
dari berbagai aspek, yaitu lingkup dan meteri, penjelasan umum dan pasal demi pasal,
formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang
digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya dalam masyarakat1.
Penelitian secara yuridis normatif memfokuskan kajiannya pada hukum tertulis, yang
dalam paper ini akan mengkaji hukum tertulis yang menyangkut perlindungan bagi
pemegang merek terkenal.
1 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 101.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sanksi Bagi Pelanggaran Merek Terkenal
Pengaturan mengenai perlindungan terhadap merek terkenal
Munculnya istilah merek terkenal berawal dari tinjauan terhadap merek yang
didasarkan pada reputasi (reputation) dan kemashyuran (renown) suatu merek.
Berdasarkan reputasi dan kemashyurannya, merek dapat digolongkan ke dalam tiga jenis,
yakni merek biasa (normal marks), merek terkenal (well known marks), dan merek
termashyur (famous marks).2
Merek terkenal (well known marks) didefinisikan sebagai merek yang memiliki
reputasi tinggi. Merek yang bereputasi tinggi memiliki kekuatan pancaran yang memukau
dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung
menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachment) dan ikatan mitos (mythical
context) kepada segala lapisan konsumen.3
Perlindungan terhadap merek terkenal (well known marks) ada sejak lahirnya
Konvensi Paris pada tahun 1883. Dalam Konvensi Paris telah disepakati bahwa untuk
merek terkenal akan diberikan perlindungan yang lebih besar dan diberikan jaminan
perlindungan khusus (a granting special protection). Penggunaan tidak sah atas suatu
merek terkenal disebut juga dengan “pencemaran merek terkenal” (dilution theory). Teori
ini tidak mensyaratkan adanya bukti telah terjadi kekeliruan dalam menilai sebuah
pelanggaran merek terkenal. Perlindungan didasarkan pada nilai komersial atau nilai jual
2 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 87.
3 Ibid.3
dari merek dengan cara melarang pemakaian yang dapat mencemarkan nilai eksklusif dari
merek atau menodai daya tarik merek terkenal tersebut. 4
Pengaturan mengenai merek terkenal ada di dalam Pasal 16 ayat 2 dan ayat 3
Perjanjian TRIP’s. Sedangkan dalam hukum Indonesia, merek terkenal diatur di dalam
Pasal 6 ayat 1b UU Merek. Pasal 6 ayat 1b UU Merek berisikan kewajiban dari Dirjen
HKI untuk menolak permohonan pendaftaran merek jika mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk
barang dan atau jasa sejenis. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 6bis Konvensi Paris dan
Pasal 16 ayat 2 Perjanjian TRIP’s. Dalam penjelasan terhadap Pasal 6 ayat 1b UU Merek,
disebutkan bahwa:
“Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.”
Meskipun telah diatur demikian, Dirjen HKI belum sepenuhnya menerapkan
ketentuan Pasal 6 ayat 1b UU Merek tersebut. “Dalam beberapa keberatan atas
pendaftaran merek terkenal, Direktorat Merek telah mengabaikan keberatan tersebut dan
menyetujui pendaftaran yang diduga sama dengan merek terkenal untuk beberapa alasan
di mana belum ada kriteria tentang merek terkenal.”5
4 Muhamad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 77-78.
5 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, 2007, Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, hal. 17-18.
4
Dalam ketentuan Pasal 6 ayat 1b UU Merek tidak ditentukan persyaratan bahwa
merek terkenal tersebut sudah terdaftar di Indonesia, sehingga dapat diartikan bahwa
meskipun tidak terdaftar di Indonesia, merek terkenal tersebut tetap mendapatkan
perlindungan berdasarkan UU Merek.6
Selanjutnya di dalam Pasal 6 ayat 2 UU Merek disebutkan bahwa ketentuan Pasal
6 ayat 1b UU Merek dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak
sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Tetapi belum ada peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut
persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 UU Merek tersebut.
Terkait barang dan/atau jasa yang tidak sejenis, pemilik merek terkenal
mempunyai hak untuk mencegah pihak lain menggunakan reputasi mereka untuk
mempromosikan dan/atau menjual produk-produk barang dan/atau jasa yang tidak terkait
dari produk barang dan/atau jasa dengan merek tersebut. Muhamad Djumhana
mencontohkannya dengan merek Coca Cola yang digunakan untuk produk mainan.
Perbuatan demikian dianggap telah menggunakan merek bereputasi dan merupakan
perbuatan melanggar hukum merek atau passing off.7
Sanksi
UU Merek tidak mengatur secara khusus sanksi bagi pelanggaran merek terkenal.
Dalam UU Merek sendiri, merek terkenal hanya diatur dalam Pasal 6 ayat 1b dan Pasal 6
ayat 2, di mana keduanya berkaitan dengan permohonan pendaftaran merek yang jika
memiliki kesamaan pada sebagian maupun keseluruhan dengan merek terkenal maka
Dirjen HKI wajib untuk menolak permohonan pendaftaran merek tersebut. Penolakan
6 Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 16-17.
7 Muhamad Djumhana, Op. Cit., hal. 78.5
Dirjen HKI tersebut tidak dapat dipandang sebagai suatu bentuk sanksi dan jika suatu
merek melanggar merek terkenal maka dapat dikenai sanksi seperti halnya pelanggaran
terhadap merek biasa.
Terdapat 3 (tiga) jenis sanksi dalam UU Merek, yakni:
a. Sanksi Administratif
Meskipun tidak diatur secara khusus, namun terdapat bentuk sanksi yang dikenal
dalam lapangan hukum administrasi, yang dalam UU Merek ditentukan berupa:
penghapusan pendaftaran merek, pembatalan pendaftaran merek dan penghentian semua
perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
a1. Penghapusan Pendaftaran Merek
Penghapusan pendaftaran merek diatur di dalam Pasal 61 – 67 UU Merek.
Penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan atas prakarsa Dirjen HKI atau pemilik
merek yang bersangkutan (Pasal 61 ayat 1). Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa
Dirjen HKI dapat dilakukan jika :
i. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan
barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali
apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Dirjen HKI, yakni karena adanya:
larangan impor;
larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang
menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang
berwenang yang bersifat sementara; atau
larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
6
ii. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian
Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.
(Pasal 61 ayat 2 dan ayat 3)
Penghapusan pendaftaran Merek tersebut dicatat dalam Daftar Umum Merek dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek (Pasal 61 ayat 4). Dan terhadap keputusan
penghapusan pendaftaran merek oleh Dirjen HKI ini, pemilik merek dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan Niaga (Pasal 61 ayat 5).
Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan (poin i dan ii) di atas dapat
pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga (Pasal 63).
a2. Pembatalan Pendaftaran Merek
Pembatalan Pendaftaran Merek diatur di dalam pasal 68 - Pasal 72 UU Merek.
Pembatalan pendaftaran merek diajukan dalam bentuk gugatan kepada pengadilan niaga
(Pasal 68 ayat 3). Gugatan pembatalan pendaftaran Merek dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau
Pasal 6 (Pasal 68 ayat 1).
Alasan yang dimaksud dalam Pasal 4 adalah pendaftaran merek yang diajukan oleh
Pemohon yang beriktikad tidak baik. Alasan yang dimaksud dalam Pasal 5 adalah untuk
merek yang mengandung unsur:
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau kertertiban umum;
tidak memiliki daya pembeda;
telah menjadi milik umum; atau
7
merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
Sedangkan alasan yang dimaksud dalam Pasal 6 adalah untuk merek yang:
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa
yang sejenis;
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah dikenal;
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis
sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah;
merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak;
merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang.
8
Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana yang
diuraikan di atas setelah mengajukan Permohonan kepada Dirjen HKI (Pasal 68 ayat 2).
Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu
5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek, kecuali merek tersebut bertentangan
dengan moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum yang menyebabkan gugatan
pembatalan pendaftaran merek dapat dilakukan kapan saja tanpa mengenal batas waktu
(Pasal 69 UU Merek).
Baik untuk penghapusan maupun pembatalan pendaftaran merek yang diajukan
melalui gugatan kepada pengadilan niaga, jika putusan pengadilan niaga sudah dibacakan
maka upaya hukum yang dimungkinkan hanyalah kasasi. Setelah putusan sudah
berkekuatan hukum tetap maka Dirjen HKI akan melaksanakan penghapusan Merek yang
bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannnya dalam Berita Resmi
Merek (Pasal 64 ayat 1 dan ayat 3 jo Pasal 70).
Bagaimana Dirjen HKI melakukan penghapusan maupun pembatalan pendaftaran
merek dan apa akibatnya bagi pemilik merek diatur di dalam Pasal 65 dan Pasal 71, yang
intinya:
Penghapusan maupun pembatalan pendaftaran Merek dilakukan oleh Dirjen
HKI dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek
dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan atau
pembatalan tersebut.
Penghapusan maupun pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud di atas
diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan
menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal
9
pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penghapusan maupun pembatalan pendaftaran Merek mengakibatkan
berakhirnya perlindungan hukum atas Merek yang bersangkutan.
a3. Penghentian Semua Perbuatan Yang Berkaitan Dengan Penggunaan Merek
Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek dapat diajukan
sendiri maupun bersama dengan sanksi perdata berupa gugatan ganti rugi melalui gugatan kepada
pengadilan niaga. Gugatan tersebut dapat diajukan oleh pemilik merek terdaftar terhadap pihak
lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis (Pasal 76). Gugatan juga dapat diajukan oleh
penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik merek
bersangkutan (Pasal 77).
Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek, yakni
menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan
merek tersebut secara tanpa hak, dapat diperintahkan oleh hakim untuk dilaksanakan ketika proses
pemeriksaan perkara masih berjalan atas dasar permohonan pemilik merek atau penerima lisensi
selaku penggugat (Pasal 78 ayat 1).
b. Sanksi Perdata
Sama halnya dengan sanksi administratif, sanksi perdata pun tidak diatur secara
khusus. Namun sanksi perdata dapat ditemukan dalam UU Merek yakni berupa ganti rugi
dan penyerahan barang yang menggunakan merek tanpa hak atau nilai barang.
b1. Ganti Rugi
Ganti rugi dapat diajukan secara sendiri maupun bersama dengan penghentian
semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek melalui gugatan kepada
pengadilan niaga baik oleh pemilik merek terdaftar maupun penerima lisensi merek 10
terdaftar terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis (Pasal
76 dan 77). Gugatan ganti rugi juga dapat diajukan oleh pemegang hak atas indikasi
geografis dan indikasi asal terhadap pemakai indikasi geografis dan indikasi asal yang
tanpa hak (Pasal 57 jo Pasal 60).
b2. Penyerahan Barang Yang Menggunakan Merek Tanpa Hak Atau Nilai Barang
Jika terjadi pelanggaran merek, maka pemilik merek terdaftar maupun penerima
lisensi merek terdaftar dapat juga mengajukan dalam gugatannya, agar tergugat yang tanpa
hak menyerahkan barang yang menggunakan merek tanpa hak atau menyerahkan ganti
rugi sesuai nilai barang tersebut. Namun hal tersebut hanya dapat diperintahkan oleh
hakim ketika putusan sudah berkekuatan hukum tetap. (Pasal 78 ayat 2)
c. Sanksi Pidana
Sanksi pidana telah diatur secar akhusus dalam UU Merek, yakni dalam Bab XIV
tentang Ketentuan Pidana, mulai dari pasal 90 – Pasal 95. Sanksi pidana yang diatur dalam
UU Merek ini nya terdiri dari sanksi pidana kurungan, penjara dan denda. Antara sanksi
kurungan atau penjara dengan denda ada yang dapat diterapkan secara bersamaan atau
sekaligus (komulatif), yakni dalam Pasal 91 – 93.
Sanksi pidana yang paling ringan adalah sanksi pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,- (du ratus juta rupiah), yaitu untuk
tindak pidana pelanggaran memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau
patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 – Pasal 93 (Pasal 94).
Sanksi pidana yang paling berat adalah sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), yaitu untuk
11
tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menggunakaan merek yang sama pada
keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barangdan/atau jasa sejenis
ayang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90); dan tindak pidana dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis
milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar (Pasal
92).
2. Pertimbangan Hukum Pemberian Sanksi Dalam Putusan Perkara Merek
Terkenal
Adapun putusan yang akan dianalisa pertimbangan hukumnya yakni putusan
terhadap kasus penggunaan merek terkenal antara GIANNI VERSACE S.p.A dengan PT.
PRIMA PERAHU AGUNG.
a. Kasus Posisi8
Gianni Versace, S.p.A (selanjutnya disebut GV) mengajukan gugatan terhadap PT.
Prima Perahu Agung (selanjutnya disebut PPA) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
GV mendalilkan dalam gugatannya bahwa GV adalah pemilik dan pemakai
pertama yang berhak atas merek-merek terkenal GIANNI VERSACE, VERSACE
dan merek-merek lain yang mengandung kata “VERSACE”.
Merek-merek yang dimiliki oleh GV tersebut telah terdaftar dalam Daftar Umum
Merek pada Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Merek.
8 Tim Redaksi Tatanusa, 2005, Himpunan Putusan-Putuusan Pengadilan Niaga Dalam Perkara Merek Jilid 4, PT. Tatanusa, Jakarta, hal. 337 -365.
12
Merek yang dimiliki GV telah terdaftar dan dipakai serta dipromosikan secara luas
dna terus menerus di berbagai negara sejak tahun 1977, sehingga seharusnya
dikualifikasikan sebagai merek terkenal.
Namun pada Tanggal 17 Januari 2001 PPA mendaftarkan merek yang
mengandung kata “VERSACE” yaitu “DANATELLA VERSACE” dengan nomor
pendaftaran 462481.
Bahwa merek “DANATELLA VERSACE” merupakan kombinasi kata yang salah
satu unsur katanya sudah didaftarkan oleh orang lain terlebih dahulu, sehingga
pendaftarannya seharusnya ditolak berdasarkan Instruksi Menteri Kehakiman RI
No. JHB 1/1/9 tanggal 20 Mei 1973 tentang Merek Kombinasi.
Bahwa merek “DANATELLA VERSACE” sangat mirip dengan nama Wakil
Presiden GV yang sudah diketahui banyak orang yakni DONATELLA VERSACE.
Dalam gugatannya, GV menuntut agar majelis hakim dalam putusannya:
1) Mengabulkan gugatan GV untuk seluruhnya;
2) Menyatakan bahwa GV adalah pemilik satu-satunya yang berhak atas merek-
merek yang mengandung kata VERSACE di wilayah RI;
3) Menyatakan merek PPA yakni “DANATELLA VERSACE” mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan merek-merek terkenal GIANNI VERSACE dan
merek-merek yang mengandung kata VERSACE milik GV yang sudah terdaftar
terlebih dahulu dalam Daftar Umum Merek;
13
4) Menyatakan bahwa tindakan PPA yang mengajukan pendaftaran merek
“DANATELLA VERSACE” mengandung itikad tidak baik karena meniru merek-
merek terkenal milik GV;
5) Menyatakan batal merek “DANATELLA VERSACE” dalam Daftar Umum
Merek Dirjen HKI dengan segala akibat hukumnya;
6) Menghukum PPA untuk membayar biaya perkara menurut hukum.
Dalam putusannya, majelis hakim:
1) Mengabulkan gugatan GV untuk seluruhnya;
2) Menyatakan GV adalah pemilik merek terkenal Gianni Versace dan merek-
merek yang mengandung kata Versace;
3) Menyatakan merek “DANATELLA VERSACE” mempunyai persamaan pada
pokoknya dengan merek terkenal GIANNI Versace;
4) Menyatakan pendaftaran merek “DANATELLA VERSACE” didasarkan pada
itikad buruk;
5) Menyatakan pendaftaran merek “DANATELLA VERSACE” batal dengan
segala akibat hukumnya.
6) Memerintahkan Panitera untuk mengirim salinan putusna ini setelah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap pada Kantor Dirjen HKI cq. Doirektorat Merek;
7) Menghukum PPA untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.000,- (lima
juta rupiah).
14
b. Analisa
Dalam jawabannya atas gugatan GV, PPA menyampaikan hal-hal berikut:
1) Benar bahwa PPA telah mendaftarkan merek “DANATELLA VERSACE” pada
tanggal 17 Juni 2001 dengan No. 462481 untuk melindungi barang termasuk dalam
kelas 25;
2) Pendaftaran tersebut didasari adanya itikad tidak baik karena Kantor Merek telah
menerima dan mendaftarnya;
3) Merek “DANATELLA VERSACE” tidak mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan merek Versace atau Gianni Versace milik GV;
4) Merek Versace dan Gianni Versace milik GV tidak termasuk merek terkenal.
Sehingga PPA mengakui dalil GV dimana GV adalah pemilik merek Gianni Versace dan
merek-merek lain dnegan kata VERSACE; serta mengakui bahwa PPA adalah pemilik
DANATELLA VERSACE.
Dari petitum gugatan GV, timbul masalah yakni:
1) Apakah “DANATELLA VERSACE” mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan merek-merek terkenal GIANNI VERSACE dan merek-merek yang
mengandung kata VERSACE milik GV?
2) Apakah pendaftaran merek “DANATELLA VERSACE” didasarkan pada itikad
buruk?
15
Berkaitan Dengan Persamaan Pada Pokoknya
Untuk mengetahui kriteria “persamaan pada pokoknya”, maka harus dilihat pada
penjelasan Pasal 6 UU Merek:
“Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.”
Sedangkan menurut Soegondo Soemodirejo, persamaan pada pokoknya ada kalau merek
yang digugat baik karena bentuknya maupun karena susunannya atau bunyinya bagi
masyarakat akan atau telah menimbulkan kesan sehingga mengingatkan pada merek yang
sudah ada sebelumnya.
Penggunaan kata Versace pada merek Danatella Versace mirip bahkan sama
dengan merek-merek Versace yang telah didaftarkan lebih dulu oleh GV. Penggunaan kata
Versace pada merek Danatella Versace dapat mengecoh konsumen karena kata Versace
telah digunakan selama 9 tahun sebelum digunakan oleh PPA. Kata Versace pada merek
Danatella Versace menimbulkan kesan bahwa merek ini adalah bagian dari merek Gianni
Versace. Sehingga, putusan hakim yang menyatakan bahwa merek “DANATELLA
VERSACE” mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal GIANNI
Versace adalah tepat.
Berkaitan Dengan Itikad Buruk Pada Pendaftaran Merek
UU Merek menyebutkan di dalam Pasal 4 bahwa “Merek tidak dapat didaftar atas
dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. Dalam
Penjelasan Pasal 4 UU Merek disebutkan bahwa:
16
“Pemohon yang beritikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. ….”
Sebelum didaftarkan di Indonesia, merek GV adalah merek yang sudah dikenal
secara luas dan terdaftar di berbagai negara di dunia. Ketika merek DANATELLA
VERSACE didaftarkan di Indonesia sendiri, merek GV sudah 9 tahun terdaftar di
Indonesia. Dalam waktu 9 tahun tersebut, tentunya merek terkenal GV sudah semakin luas
dikenal di Indonesia. Sehingga, patut diduga PPA sebagai Pemohon tidak beritikad baik
dalam mendaftarkan merek DANATELLA VERSACE ke Dirjen HKI di samping merek
DANATELLA VERSACE karena memiliki persamaan pada pokoknya dapat mengecoh
atau menyesatkan konsumen. Dengan demikian, putusan hakim yang menyatakan bahwa
pendaftaran merek “DANATELLA VERSACE” didasarkan pada itikad buruk; dan
pendaftaran merek “DANATELLA VERSACE” batal dengan segala akibat hukumnya
adalah tepat.
Putusan hakim tersebut juga dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 6 ayat 3a,
yakni menyerupai nama orang terkenal. Merek “DANATELLA VERSACE” sangat mirip
dengan nama Wakil Presiden GV yakni DONATELLA VERSACE, di mana nama
DONATELLA VERSACE sangat terkenal di bidang fashion dunia. Di samping sebagai
Wakil Presiden GV, DANATELLA VERSACE juga adalah sebagai designer untuk
produk-produk GV bersama dengan kakaknya alm. Gianni Versace sebelum meninggal,
dan pemegang 20% saham di GV.9 Atas dasar ini pun PPA dapat dijatuhi sanksi
pembatalan pendaftaran merek seperti apa yang telah diputus oleh hakim pengadilan niaga
Jakarta Pusat.
9Anonim, Donatella Versace, alamat URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Donatella_Versace, data diakses pada tanggal 25 November 2010.
17
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
a. Ada 3 (tiga) jenis sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku pelanggaran merek,
yakni sanksi administratif, perdata dan pidana. Sanksi administratif berupa
penghapusan pendaftaran merek, pembatalan pendaftaran merek dan penghentian
semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Sanksi
perdata berupa ganti rugi dan penyerahan barang yang menggunakan merek tanpa
hak atau nilai barang. Sanksi pidana berupa kurungan, penjara dan juga denda.
b. Dalam kasus pelanggaran merek terkenal antara GIANNI VERSACE S.p.A
dengan PT. PRIMA PERAHU AGUNG, PT Prima Perahu Agung dijatuhi sanksi
berupa pembatalan pendaftaran merek pengajuan gugatan kepada pengadilan niaga
Jakarta Pusat karena terbukti bahwa mereknya memiliki persamaan pada pokoknya
dengan merek Gianni Versace dan PT Prima Perahu Agung tidak memiliki itikad
baik di dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek ke Dirjen HKI.
2. Saran
Dirjen HKI perlu lebih jauh mengkaji permohonan pendaftaran merek sebagai
salah satu tindakan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran merek, sehingga sanksi
menjadi suatu pilihan terakhir dan tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Muhamad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, 2007, Penegakan Hukum di Bidang Hak
Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, Jakarta.
Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tim Redaksi Tatanusa, 2005, Himpunan Putusan-Putuusan Pengadilan Niaga Dalam
Perkara Merek Jilid 4, PT. Tatanusa, Jakarta.
Anonim, Donatella Versace, alamat URL: http:/id.wikipedia.org/wiki/Donatella_Versace,
data diakses pada tanggal 25 November 2010.
Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
19
top related