sindroma nefrotik case
Post on 14-Apr-2018
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
1/24
SINDROMA NEFROTIK
Pembimbing :
dr. H. Asep Syaiful Karim, Sp.PD
Oleh :
Galuh Ajeng Kusumawati (030.05.102)
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budi Asih
Jakarta, 21 Januari 2013 30 Maret 2013
1
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
2/24
DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................... 1
Epidemiologi ............................................................................... 2
Frekuensi ............................................................................... 2
Definisi ............................................................................... 3
Etiologi ............................................................................... 3
Patofisiologi ............................................................................... 5
Manifestasi Klinis ............................................................................... 11
Diagnosis ............................................................................... 14
Komplikasi ............................................................................... 14Pengobatan ............................................................................... 15
Prognosis ............................................................................... 21
Daftar Pustaka ............................................................................... 23
2
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
3/24
SINDROM NEFROTIK
I. EPIDEMIOLOGI1.2
Sindroma nefrotik adalah gangguan yang dapat terjadi baik pada orang dewasa
maupun pada anak-anak, tetapi umumnya anak-anak lebih sering terjadi 15 kali lipat
daripada orang dewasa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan, dengan rasio 2:1. Meskipun penyakit ini tidak bersifat herediter, ada
kecenderungan yang berhubungan dengan keluarga pada 2-8% pasien dari penyakit ini
dan cenderung terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat alergi.
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik
primer, yang merupakan 90 % dari kasus anak, sedangkan sindrom bila timbul sebagai
bagian dari penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut
sindrom nefrotik sekunder. Dan bila sindrom nefrotik tidak diketahui penyebabnya maka
disebut sindrom nefrotik idiopatik.
II. FREKUENSI1.2
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak
(< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur
rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih
banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa(30%-
50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian
SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
Sindroma nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh
diabetes mellitus
3
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
4/24
III. DEFINISI1.2
Sindrom nefrotik adalah sekumpulan gejala, yang bercirikan hilangnya protein
(albumin) melalui ginjal (urin) dalam jumlah cukup banyak, yang berhubungan dengandisfungsi ginjal. Penyakit ini mudah dikenali dengan adanya berbagai macam gejala
klinis yang terdiri dari (1). proteinuria massif (>3,5 g/ 1,73 m 2/ 24 jam pada orang dewasa
atau 40 mg/m/jam pada anak-anak), (2). hipoalbuminemia (250
mg/dl). Adakalanya diikuti dengan gejala lain seperti lipiduria, hiperkoagubilitas,
hematuri, hipertensi, atau menurunnya fungsi ginjal.
IV. ETIOLOGI1.2
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat
atau toksin, dan akibat penyakit sistemik seperti tercantum pada table dibawah.
Tabel Klasifikasi dan Penyebab Sindroma Nefrotik:
I. Glomerulonefritis primer:- GN lesi minimal (GNLM)
- Glomerulosklerosis fokal (GSF)
- GN membranosa (GNMN)
- Gn membranoproliferatif (GNMP)
- GN proliferative lain
II. Glomerulonefritis sekunder akibat:
Infeksi
- HIV, hepatitis virus B dan C
- Sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
Keganasan
4
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
5/24
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple,
dan karsinoma ginjal.
Penyakit jaringan penghubung
Lupus eritematosus sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD (mixed connective
tissue disease)
Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilamin, probenesid, air raksa,
kaptopril, heroin.
Lain-lain :
Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks
vesikoureter, atau sengatan lebah
Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab sindroma nefrotik
yang paling sering. Dalam kelompok glomerulonefritis primer, glomerulonefritis lesi
minimal (GNLM), glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), glomerulonefritis
membranosa (GNMN), dan glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) merupakan
kelainan histopatologik yang sering ditemukan. Dari 387 biopsi ginjal pasien sindroma
nefrotik dewasa yang dikumpulkan di jakarta antara 1990-1999 dan representatif untuk
dilaporkan, GNLM didapatkan pada 44,7%, GNMSP pada 14,2%, GSFS pada 11,6%,
GNMP pada 8,0% dan GNMN pada 6,5%.
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada
glomerulonefrotis pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat
misalnya obat anti inflamasi nonsteroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit
sistemik misalnya pada lupus eritematosus sistemik dan diabetes mellitus.
V. PATOFISIOLOGI
5
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
6/24
Untuk mengetahui apa itu sindroma nefrotik, mari kita mengerti secara singkat
dulu struktur dan fungsi dari ginjal. Ginjal adalah organ yang berbentuk seperti dua
kacang yang ditemukan di punggung bagian bawah. Ukuran dari ginjal ini sebesar
kepalan tangan. Ginjal seperti penyaring tubuh, yang memindahkan kotoran atau sampah
dari darah melalui urin dan mengembalikan darah bersih ke tubuh. Tiap ginjal ini
memiliki jutaan unit untuk menyaring darah yang disebut glomerolus. Glomerolus adalah
pembuluh darah kecil yang membentuk hubungan melalui ginjal dimana darahnya
disaring untuk membuang kelebihan air dan sampah-sampah. Ketika ginjal bekerja
dengan baik, ginjal membersihakan darah dan membuang sampah-sampah tubuh,
kelebihan garam, dan air. Tetapi, saat ginjal sakit, ginjal dapat membuang apa saja yang
tubuh perlukan untuk disimpan, seperti protein dan sel darah.
Gbr . Anatomi ginjal
Arsitektur normal dari glomerolus mencegah terbuangnya sebagian besar protein
melalui urin dan menahan protein di dalam darah. Yang mendasari gangguan dari
sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler glomerolus, yang
memicu terjadinya proteinuria massif dan hipoalbuminemia. Penyebab meningkatnya
permeabilitas tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Pada sebagian besar kejadian,kehilangan protein melalui urin memicu terjadinya hipoalbuminemia, yang menyebabkan
menurunnya tekanan onkotik plasma dan terjadinya transudasi cairan dari intravaskular
ke ruang interstitial, sehingga terjadi edema dan menurunnya tekanan perfusi renal. Hal
tersebut mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron , yang merangsang reabsorbsi
6
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
7/24
natrium di tubulus. Volume intravaskular yang berkurang juga merangsang pelepasan
hormon ADH (Anti Diuretik Hormon) .
Pada tipe kelainan minimal, meningkatnya permeabilitas kapiler juga tidak
sepenuhnya dapat dimengerti, namun diyakini adanya gangguan imun dimana sel-T
melepaskan sitokin, yang merusakfoot processes epitel glomeruli. Hal ini menyebabkan
bocornya albumin di ginjal. Salah satu fungsi protein ialah untuk menahan penyerapan
plasma dari peredaran darah ke jaringan-jaringan tubuh. Jadi dengan kekurangan albumin
di dalam darah maka pembengkakan (edema) akan tetap berlaku.
Gbr. Glomerulus
7
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
8/24
PROTEINURIA
Proteinuria umumnya diterima sebagai kelainan utama pada SN, sedangkan gejala
klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat
untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan
sindrom nefrotik. Ekskresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas
permukaan badan, dianggap proteinuria berat.
Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada
kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM (kelainan minimal) protein yang keluar hampir
seluruhnya terdiri atas albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Pada SN dengan
kelainan glomerulus yang lain, keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein dengan berat molekul besar, dan jenis proteinuria ini disebut proteinuria non
selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan
membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma
transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0,2 menunjukkan adanya proteinuria
selektif. Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif
terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak
sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan
pemeriksaan ini sehingga pemeriksaan ini dianggap tidak efisien.
HIPOALBUMINEMIA
Jumlah albumin di dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan
pengeluaran akibat degradasi metabolik, ekskresi renal dan gastrointestinal. Dalam
keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi dan hilangnya dari badan adalah
seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein
urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini bukan merupakan korelasi yang
ketat, terutama pada anak dengan proteinuria yang menetap lama dan tidak responsif
steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampir normal dengan atau tanpa
perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan
seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.
8
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
9/24
Pada keadaan hipoalbuminemia yang menetap, konsentrasi albumin
plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya ekskresi dalam urin dan
meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena
meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.
KELAINAN METABOLISME LIPID
Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia & hiperlipidemia dan kenaikan
ini tampak lebih nyata pada pasien dengan kelainan metabolisme. Umumnya terdapat
korelasi terbalik antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih
bervariasi dan bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan.
Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan
lipoprotein densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok.
Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak
dengan SN walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti
pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat
atau karena degradasi yang menurun.
Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis
albumin dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun
meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal.
Menurunnya degradasi ini rupanya berpengaruh terhadap hiperlipidemia karena
menurunnya aktivitas lipase lipoprotein. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder
akibat hilangnya -glikoprotein asam sebagai perangsang lipase.
Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali.
Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin serumnya. Lipid dapat juga
ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik lemak oval dan maltese cross.
EDEMA
Ada 2 hipotesis yang menjelaskan terjadinya retensi natrium dan edema pada
sindrom nefrotik
9
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
10/24
1. Hipotesis Underfill
Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah
menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes ke ruang
interstitial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar
menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan
menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan
meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke
ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema.
Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya
volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk menjaga
volume dan tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa
kompensasi sekunder. Retensi cairan, yang secara terus-menerus menjaga volume
plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke
ruang interstitial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat keseimbangan
hingga edema stabil.
10
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
11/24
Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua
pasien dengan SN.
2. Hipotesis Overfill
Pada hipotesis ini mekanisme utamanya adalah defek pada tubulus primer di
ginjal (intrarenal). Di tubulus distal terjadi retensi natrium (primer) dengan akibat terjadi
hipervolemia dan edema. Jadi edema terjadi akibat overfilling cairan ke jaringan
interstitial. Pada hipotesis ini karena terjadi hipervolemia, sistem RAA atau aldosteron
akan menurun. Demikian pula ADH tetapi kadar ANP meningkat karena tubulus resisten
terhadap ANP. Akibatnya retensi Na tetap berlangsung sehingga terjadi edema. (lihat
gmbr).
Meltzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisiologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe
nefritik. Kelompok pertama (underfill) disebut juga tipe nefrotik dan yang paling sering
terjadi pada SN kelainan minimal (minimal change nephrotic syndrome = MCNS). Tipe
nefrotik ditandai dengan volume plasma rendah dan vasokonstriksi perifer dengan kadar
renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik
dengan kadar albumin yang rendah. Kelompok ke dua (overfill) disebut tipe nefritis
biasanya di jumpai pada SN bukan kelainan minimal (BKM) atau glomerulonefritis
kronik. SN bukan kelainan minimal pada dasarnya memang suatu glomerulonefritis
kronik. Selain adanya hipervolemia juga sering di jumpai hipertensi, kadar renin dan
aldosteron rendah atau normal dan ANP tinggi.
Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan mungkin
saja kedua proses tersebut berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada
individu yang sama, karena patogenesis penyakit gromerulus mungkin satu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Di masa lalu masyarakat menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu
makan yang kurang, mudah terangsang, adanya gangguan gastrointestinal dan sering
11
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
12/24
terkena infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya dengan beratnya
edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat edema. Namun dengan
pengobatan kortikosteroid telah mengubah perjalanan klinik SN secara drastis, tapi
masalah salah satu efek samping obat terutama bagi anak-anak yang tidak responsif
terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan SN menderita
SNKM, dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema dan proteinuria dalam 4 minggu
sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid.
Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema dapat
dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan
komplikasi yang mengganggu merupakan masalah klinik utama bagi mereka yang
menjadi non responder dan pada mereka yang edemanya tidak dapat segera diatasi.
Kelompok ini hampir berjumlah dari semua pasien dengan SN primer. Edema
umumnya terlihat pada kedua kelopak mata. Edema minimal terlihat oleh orang tua
penderita atau penderitanya sendiri sebelum dokter melihat pasien untuk pertama kali dan
memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat atau cepat
atau dapat menghilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema periorbital sering
disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema menjad menyeluruh, yaitu
ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi
tambah nyata. Sebelum mencapai keadaan ini orang tua anak atau pasiennya sering
mengeluh berat badan tidak mau naik, namun kemudian mendadak berat badan
bertambah dan terjadinya pertambahan ini tidak diikuti oleh nafsu makan yang
meningkat. Timbulnya edema pada anak dengan SN disebutkan bersifat perlahan-lahan,
tanpa menyebut jenis kelainan glomerulusnya. Tampaknya sekarang pola timbulnya
edema bervariasi pada pasien dengan berbagai kelainan glomerulus. Pada anak dengan
SNKM edema timbul secara lebih cepat dan progresif dalam beberapa hari atau minggu
dan lebih perlahan dan intermiten pada kelainan glomerulus jenis lainnya, terutama pada
GN membrano-proliferatif (GNMP). Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan
lebih jelas di kelopak mata dan muka sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak
selama dalam posisi berdiri. Edema pada awal perjalanan penyakit SN umumnya
dinyatakan sebagai lembek dan pitting. Pada edema ringan dapat dirasakan pada
pemakaian baju dan kaos kaki yang menyempit. Kadang pada edema yang masif terjadi
12
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
13/24
robekan pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema
telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau
labia, bahkan efusi pleura. Muka dan tungkai pada pasien ini mungkin bebas dari edema
dan memperlihatkan jaringan seperti malnutrisi sebagai tanda adanya menyeluruh
sebelumnya.
Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering
dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan
dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali
dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-
kadang berat, dapat terjadi pada keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya
abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri tidak
diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan
kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya.
Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang
kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten. Pada keadaan
asites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Gangguan pernapasan
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat furosemid.
Gangguan fungsi psikososial
Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit berat
umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
13
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
14/24
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Perasaan-perasaan ini
memerlukan diskusi, penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya. Kecemasan orang tua
dan perawatan yang sering dan lama menyebabkan anak berkembang menjadi berdikari
dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan nasibnya. Perkembangan dunia sosial anak
menjadi terbatas. Anak dengan SN ini akhirnya menimbulkan beban pikiran karena akan
membentuk pengertian dan bayangan yang salah mengenai penyakitnya. Para dokter
yang sadar akan masalah ini dapat berbuat sesuatu untuk mencegahnya dan berusaha
mendorong meningkatkan perkembangan dan penyesuaian pasien dan keluarganya serta
berusaha menolong mengurangi cacat, kekhawatiran dan beban pikiran.
Gangguan Saluran Kemih
Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadigagal ginjalkarena rendahnya
volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Kadang gagal ginjal disertai
penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-tiba. Dan biasanya air kemihnya
berbusa.
Gangguan Darah
Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko terbentuknya
bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam vena ginjal yang utama.
Di lain pihak, darah bisa tidak membeku dan menyebabkan perdarahan hebat.
Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah pada saat penderita berdiri
dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan syok). Tekanan darah pada
penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun tinggi. Tekanan darah tinggi disertai
komplikasi pada jantung dan otak paling mungkin terjadi pada penderita yang memiliki
diabetes dan penyakit jaringan ikat.
VII. DIAGNOSIS
14
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
15/24
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium
berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi
(
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
16/24
belum seragam. Pertimbangan terapi imunosupresif didasarkan atas diagnosis GN, faktor
pasien, efek samping dan faktor prognosis
Pengobatan kortikosteroid telah mengubah perjalanan klinik SN secara drastis,
tapi masalah salah satu efek samping obat terutama bagi anak-anak yang tidak responsif
terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan SN menderita
SNKM, dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema dan proteinuria dalam 4 minggu
sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid. Cara kerja kortikosteroid pada GN
adalah menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1 alfa atau TN alfa dan aktifitas
transkripsi NFkB yang berperan pada pathogenesis GN.
Peneliti lain menemukan bahwa pada glomerulosklerosis fokal segmental sampai 40%
pasien memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap. Schieppati dan
kawak menemukan bahwa pada kebanyakan pasien nefropati membranosa idiopatik,
dengan terapi simptomatik fungsi ginjalnya lebih baik untuk jangka waktu lama dan
dapat sembuh spontan. Oleh karena itu mereka tidak mendukung pemakaian
glukokortikoid dan imunosupresan pada nefropati jenis ini.
Terapi Kortikosteroid sebagai Imunosupresif
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya
prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis dikurangi bertahap
dan dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat diulangi. Regimen lain pada
orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4
minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4 minggu. Sampai 90% pasien
akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu, namun 50% pasien akan
mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Hopper menggunakan dosis
100 mg/48 jam. Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4 minggu, dosis dinaikkan sampai 200mg per 48 jam dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga 2 gram atau kurang per
24 jam, atau sampai dianggap terapi ini tidak ada manfaatnya.
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi :
16
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
17/24
a. Remisi lengkap
proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam)
albumin serum >3 g/dl
kolesterol serum < 300 mg/dl
diuresis lancar dan edema hilang
b. Remisi parsial
proteinuri 2,5 g/dl
kolesterol serum
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
18/24
ini tidak bermakna lagi). Regimen yang digunakan adalah metilprednisolon 1 g/hari
intravena 3 hari, lalu 0,4 mg/kg/hari peroral selama 27 hari diikuti klorambusil 0,2
mg/kg/hari 1 bulan berselang seling.
ACE-I atau ARB Mengatasi Proteinuri
Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk mengurangi
proteinuri digunakan terapi simptomatik dengan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEI), misal kaptopril atau enalapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan setelah 2
minggu atau obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), misal indometasin 3x50mg.
Angiotensin converting enzyme inhibitor mengurangi ultrafiltrasi protein
glomerulus dengan menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan memperbaiki size
selective barrier glomerulus. Efek antiproteinurik obat ini berlangsung lama (kuranglebih 2 bulan setelah obat dihentikan).Angiotensin receptor blocker(ARB) ternyata juga
dapat memperbaiki proteinuri karena menghambat inflamasi dan fibrosis interstisium,
menghambat pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan, adesi molekul akibat kerja
angiotensin II lokal pada ginjal. Kombinasi ACEI dan ARB dilaporkan memberi efek
antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis primer dibandingkan pemakaian ACEI
atau ARB saja.
Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema dapat
dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan
komplikasi yang mengganggu merupakan masalah klinik utama bagi mereka yang
menjadi non responder dan pada mereka yang edemanya tidak dapat segera diatasi.
Kelompok ini hampir berjumlah dari semua pasien dengan SN primer
OAINS Mengatasi Proteinuri
Obat antiinflamasi non-steroid dapat digunakan pada pasien nefropati membranosa
dan glomerulosklerosis fokal segmental untuk menurunkan sintesis prostaglandin. Hal ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, penurunan tekanan kapiler glomerulus, area
permukaan filtrasi dan mengurangi proteinuria sampai 75%. Selain itu OAINS dapat
mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic dan mencegah agregasi trombosit.
18
-
7/30/2019 Sindroma Nefrotik Case
19/24
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa OAINS menyebabkan penurunan progresif
fungsi ginjal pada sebagian pasien. Obat ini tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin
top related